Prarancangan Pabrik Metanol dari Batubara Kapasitas 525.000 Ton Metanol/tahun
BAB I PENDAHULUAN
I.1
LATAR BELAKANG Pertumbuhan industri-industri produk turunan metanol seperti asam asetat, formaldehid,
MTBE, polyvinyl, polyester, rubber, chloroform dan lain sebagainya, telah membuat metanol menjadi salah satu bahan intermediate yang terus meningkat permintaannya di pasaran, baik di Indonesia maupun di regional Asia. Dari data wikipedia disebutkan bahwa di tahun 2007, sebanyak 37 juta ton per tahun metanol digunakan sebagai raw material untuk industri-industri kimia lainnya, diperkirakan angka ini akan terus meningkat. Disisi lain, dengan terbatasnya jumlah bahan bakar berbasis minyak, metanol mulai banyak digunakan sebagai alternative fuel menggantikan diesel dan bensin. Tingginya angka oktan yang bisa dihasilkan oleh metanol ketika digunakan sebagai bahan bakar, memberikan perkembangan yang cukup signifikan pada penggunaan metanol sebagai bahan bakar kendaraan/mobil berjenis hybrid, terutama di daerah Eropa dan negara-negara maju lainnya. Metanol juga dapat ditransformasikan menjadi dimetil eter yang menyerupai bahan bakar diesel, baik untuk keperluan industri maupun transportasi. Kebutuhan metanol sebagai bahan intermdiate dan alternative fuel yang memiliki kualitas setara dengan penurunan fossil fuel lah yang membuat meningkatnya kebutuhan metanol di dunia, khususnya di Asia. Gambar 1.1 menunjukkan porsi permintaan pasar metanol di dunia, pada gambar tersebut terlihat bahwa Asia menjadi daerah yang memiliki kebutuhan metanol terbanyak (sebagai bahan intermediate), disusul oleh Eropa yang banyak menggunakan metanol sebagai bahan bakar kendaraan dan mesin.
1
Christ Renaldi Rifky Adriansyah
(07/250918/TK/32467) (07/252773/TK/33141)
Prarancangan Pabrik Metanol dari Batubara Kapasitas 525.000 Ton Metanol/tahun
Gambar 1.1 Porsi Permintaan Metanol di Dunia (Data diambil dari Methanol Market Services Asia)
Pada gambar 1.2, yaitu porsi supply metanol dari beberapa daerah di dunia, terlihat bahwa Asia juga memiliki porsi yang paling besar dalam produksi metanol.
Gambar 1.2 Porsi Penjualan/Supply Metanol di Dunia (Data diambil dari Methanol Market Services Asia)
Dengan membandingkan gambar 1.1 dan 1.2, dapat terlihat bahwa Asia menjadi daerah yang memiliki peranan dan pengaruh besar terhadap perkembangan industri metanol, di sisi lain terlihat juga bahwa nilai demand lebih besar dari supply, sehingga masih ada potensi strategis untuk membuka pabrik baru dan menjual produknya di regional Asia. Di Indonesia, pabrik metanol dalam skala besar hanya terdapat di Kalimantan Timur, yaitu PT Kaltim Metanol Industri (PT KMI) yang memasok sekitar 4-5 % dari kebutuhan metanol di Asia. Jika di Indonesia didirikan lagi pabrik metanol yang serupa, maka pasokan metanol dari Indonesia untuk wilayah Asia bisa mencapai sekitar 7-10 % dari permintaan.
2
Christ Renaldi Rifky Adriansyah
(07/250918/TK/32467) (07/252773/TK/33141)
Prarancangan Pabrik Metanol dari Batubara Kapasitas 525.000 Ton Metanol/tahun Permasalah terbesar yang dihadapi oleh perusahaan metanol berbasis gas alam adalah mulai menipisnya pasokan gas alam dari industri eksplorasi minyak dan gas bumi. Potensi gas bumi yang dimiliki Indonesia berdasarkan status tahun 2008 mencapai 170 TSCF dan produksi per tahun mencapai 2,87 TSCF, dengan komposisi tersebut Indonesia memiliki reserve to production
mencapai 59 tahun (www.datacon.co.id, 2010). Untuk memperpanjang waktu
reserve to production dari gas alam, dapat dipastikan pemerintah akan memangkas jumlah gas alam yang bisa diproduksi/dieksplorasi dari tahun ke tahun jika tidak ditemukan lapanganlapangan baru yang potensial. Pemangkasan nilai produksi gas alam ini lah yang akan menyebabkan fluktuatifnya pasokan gas alam sebagai bahan baku industri petrokimia, sehingga perlu dikembangkan teknologi proses yang memungkinkan substitusi bahan baku industri petrokimia. Pada umumnya gas sintesis, yang merupakan umpan reaksi pembentukan metanol, didapatkan dari reaksi sintesa gas alam melalui serangkaian proses pemecahan CH4 menjadi CO, CO2 dan H2, namun pada dasarnya gas sintesis juga dapat dibentuk dari bahan baku lain yang memiliki basis karbon, hidrogen dan oksigen. Bahan baku yang paling memungkinkan untuk menggantikan gas alam adalah batubara, baik melalui teknologi CBM (Coal Bed Methane), maupun teknologi gasifikasi. Teknologi gasifikasi sudah berkembang pesat di dunia, mengingat banyaknya pembangkit listrik yang berbasis batubara sehingga penggunaannya di pabrik petrokimia juga sudah mulai dikembangkan. Pada proses gasifikasi, untuk mendapatkan hasil H2 yang lebih banyak lebih baik digunakan batubara low-rank yang banyak mengandung komponen hidrogen. Batubara jenis low-rank ini tersebar dalam jumlah yang sangat banyak di daerah Sumatera serta kalimantan dan pemanfaatannya belum optimal karena hanya dijual dengan harga yang rendah. Produksi batubara nasional terus mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 1992 tercatat sebesar 22,951 juta ton, naik menjadi 151,594 juta ton pada tahun 2005, atau naik rata-rata 15,68 % per tahun. Jika diasumsikan proyeksi untuk tahun-tahun mendatang mengikuti kecenderungan di atas, maka kondisi pada tahun 2025, produksi akan meningkat menjadi sekitar 628 juta ton. Dari jumlah di atas, diperkirakan 20 – 35 % nya adalah batubara jenis low-rank yang sebagian besar terdapat di daerah Sumatera Selatan dan Kalimantan timur (Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara ESDM, 2006). 3
Christ Renaldi Rifky Adriansyah
(07/250918/TK/32467) (07/252773/TK/33141)
Prarancangan Pabrik Metanol dari Batubara Kapasitas 525.000 Ton Metanol/tahun
Gambar 1.3 Poyeksi Produksi, Penjualan Dalam dan Luar Negeri Batubara Indonesia Tahun 2006-2025
Mengingat ketersediaan batubara low-rank yang sangat memadai, maka bahan ini paling memungkinkan menggantikan gas alam untuk menghasilkan gas sintesa sebagai bahan baku proses produksi metanol secara komersial. Dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan baku yang melimpah dan peluang kebutuhan pasar, maka Indonesia menjadi lokasi yang sangat strategis untuk berdirinya pabrik metanol baru dengan mengandalkan bahan baku berupa batubara low-rank. Pendirian pabrik berskala besar ini akan menambah besar porsi Indonesia dalam bisnis metanol di dunia dan akan menghasilkan pemasukan yang besar bagi pemerintah dan para pemegang saham yang berinvestasi di dalamnya.
I.2
TINJAUAN PUSTAKA I.2.1
Metanol dan Turunannya
Metanol atau methyl alkohol adalah produk industri hulu petrokimia dan biasa digunakan oleh berbagai industri seperti industri plywood, tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida dan lainnya. Metanol juga dipakai sebagai pelarut, bahan pendingin, dan bahan baku perekat. Pada industri migas, metanol digunakan sebagai antifreeze dan gas hydrate inhibitor pada sumur gas alam dan pada pipa gas. Methyl tertiary butyl eter (MTBE) adalah komponen pencampur 4
Christ Renaldi Rifky Adriansyah
(07/250918/TK/32467) (07/252773/TK/33141)
Prarancangan Pabrik Metanol dari Batubara Kapasitas 525.000 Ton Metanol/tahun untuk mendapatkan oktan tinggi pada BBM. Bahan ini dibuat dari reaksi antara isobuty-lene dengan metanol. Salah satu turunan metanol yang kini dikembangkan untuk energi alternatif pengganti LPG (Liquified Petroleum Gas) adalah Dimethyl Ether (DME). Bahan bakar ini diperoleh dari metanol yang berasal dari berbagai sumber seperti gas alam atau batubara. Di Indonesia kini sedang dikembangkan metanol yang diperoleh dari proses gasifikasi batubara muda (rendah kalori) untuk pembuatan DME. Di Indonesia pemakaian terbanyak metanol adalah pada industri formaldehyde dan produk turunannya seperti urea formaldehyde, phenol formaldehyde, dan melamine formaldehyde (Indonesian Commercial Newsletter, 2009). I.2.2
Batubara dan Jenis-Jenis nya di Indonesia
Batubara adalah jenis bahan bakar fosil berbentuk padat dan berwarna gelap yang terbentuk dari endapan organik (sisa-sisa tumbuhan) melalui proses pembatubaraan (coalification) dan mengandung unsur utama berupa karbon, hidrogen dan oksigen (wikipedia, 2010). Secara umum, batubara digolongkan menjadi 5 tingkatan (berdasarkan urutan kualitasnya), yaitu antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan peat (gambut). Penggolongan tersebut menekankan pada kandungan relatif antara unsur C dan H2O yang terdapat dalam batubara. Batubara antrasit memiliki kandungan C yang paling banyak dibanding dengan jenis batubara lainnya, sedangkan batubara yang paling rendah, yaitu peat memiliki kandungan H (baik dalam bentuk moisture maupun H2) terbanyak dibanding lainnya. Antrasit menunjukkan ciri antara lain, memperlihatkan struktur kompak, berat jenis tinggi, berwarna hitam metalik, serta kandungan volatille matter, abu dan air yang rendah. Apabila batubara jenis ini dibakar, maka hampir seluruhnya akan terbakar tanpa timbul nyala dan nilai kalornya berkisar antara 8300 kkal/kg. Batubara kelas bituminus berwarna hitam agak kompak, kandungan abu dan air relatif rendah (5-10%), nilai kalor antara 7000-8000 kkal/kg. Sub-bituminus memiliki spesifikasi yang menyerupai bituminus dengan nilai kalor yang lebih rendah, yaitu sekitar 6000 kkal/kg. Batubara jenis lignit apabila dibakar akan menghasilkan nilai kalor yang rendah, yaitu 15004500 kkal/kg, begitu pula dengan peat dengan nilai kalor sekitar 1700-3000 kkl/kg (Sukandarrumidi,2005). Karena batubara digolongkan sebagai material penghasil energi, maka
5
Christ Renaldi Rifky Adriansyah
(07/250918/TK/32467) (07/252773/TK/33141)
Prarancangan Pabrik Metanol dari Batubara Kapasitas 525.000 Ton Metanol/tahun harga batubara akan bergantung pada nilai kalor yang dapat dihasilkannya. Berdasarkan nilai kalornya, batubara dibagi menjadi : 1. Batubara High-Rank dengan nilai kalor yang sangat tinggi, meliputi batubara meta antrasit, antrasit dan semi antrasit 2. Batubara Moderate-Rank dengan nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu batubara bituminus 3. Batubara Low-Rank dengan nilai kalor yang rendah, meliputi batubara sub-bituminus dan lignit I.2.3
Produksi Metanol secara Komersial
Secara garis besar, proses produksi metanol secara komersial dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap pembentukan gas sintesis dan tahap sintesa metanol di reaktor katalitis. Pada pabrik metanol yang paling umum, tahap pertama merupakan tahap mengkonversikan umpan yang berupa gas alam menjadi gas sintesis yang mengandung CO,CO2 dan H2O, proses ini biasanya dilakukan pada reformer katalitis dan mengalami reaksi oksidasi parsial. Rangkaian unit yang diperlukan dalam proses ini adalah desulfurisasi, reforming, autothermal reforming dan steam reformer (Ludwig,2007). Pada dasarnya, umpan yang dibutuhkan oleh proses sintesa metanol adalah gas sintesis yang bukan hanya bisa didapatkan dari gas alam, melainkan juga dari batubara, baik melalui proses gasifikasi maupun dengan teknologi Coal Bed Methane (MMSA, 2008). Perbedaan utama dari produksi metanol dengan berbagai bahan baku adalah pada tahap membentuk gas sintesa (CO,CO2 dan H2O). Pada methane based production (termasuk melalui teknologi CBM maupun dari gas alam hasil eksplorasi), unit utama untuk menghasilkan gas sintesis adalah serangkaian reformer yang memecah methane menjadi CO, CO2 dan H2. Sedangkan untuk coal based production, unit persiapan gas sintesis dilakukan dengan mengkonversi batubara menjadi gas sintesis pada reaktor gasifikasi batubara (gasifier). Setelah membentuk gas sintesis dan melewati tahapan penyesuaian gas sintesis, proses produksi akan serupa, yaitu proses reaksi sintesa metanol di reaktor katalitis dan proses pemurnian produk metanol melalui menara distilasi. Reaksi sintesa metanol adalah reaksi katalitik yang eksotermis, reaksinya adalah sebagai berikut : 2H2 + CO
CH3OH
3H2 + CO2
CH3OH + H2O
6
Christ Renaldi Rifky Adriansyah
(07/250918/TK/32467) (07/252773/TK/33141)
Prarancangan Pabrik Metanol dari Batubara Kapasitas 525.000 Ton Metanol/tahun reaksi tersebut biasanya berjalan pada tekanan yang tinggi dan suhu sekitar 200oC. Berbagai teknologi perancangan proses sintesa metanol dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan licensor di dunia. Dalam bukunya, Fundamentals of Industrial Catalytic Process, Bartholomew membandingkan beberapa teknologi sintesa metanol sebagai berikut : Tabel I.1 Operasi Sintesa Metanol pada Berbagai Teknologi Proses
ICI
Linde, Lurgi, Topsoe
Mitsubishi
Kellog, Topsoe
50 - 100 220 - 280
40 - 100 220
50 - 80 240 - 260
50 – 150 200 – 300
rendah 3
medium - tinggi 5
tinggi
Tinggi
Tubular Isothermal 1 Boiler Feed Water 5x6 3-4 sulit efisiensi termal yang tinggi dan selektivitas tinggi, suhu lebih stabil
Annular gas/liquid HE 1
Licensor Kondisi Operasi Tekanan (bar) Suhu (oC) Katalis Yield, kg/L.h lifetime, tahun Reaktor Karakteristik
Quench
Jumlah reaktor
1
Pendinginan
cold quench
H x D (meter) Recycle : Feed Katalis loading
0,8 (bed) x 6 5-7 mudah sudah terbukti dan sering digunakan
Kelebihan
efisiensi termal rendah, adanya bypass katalis
Kekurangan
I.2.4
kapasitas produksi tidak terlalu besar
Water & gas 10 x 0,085 sulit profil suhunya ideal, katalis yang dibutuhkan lebih sedikit rumit dan mahal operasi dan reaktornya
Adiabatic Radial 3–4 Interstage Cooling spheres, D = 3-5 Mudah kecepatan dan kapasitas produksi nya tinggi tingginya kondisi operasi dan arus produknya
Proses Gasifikasi Batubara
Gasifikasi batubara pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan batubara menjadi gas yang lebih mudah terbakar dengan klasifikasi berdasarkan nilai panasnya.
Perubahan
batubara menjadi gas yang mudah terbakar terjadi melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi. Tahap awal adalah pemanasan sampai temperatur reaksi dan mengalami pirolisa atau pembakaran. Semua batubara kecuali mineral pengotor dikonversi menjadi hidrogen, karbon monoksida dan metana. Air dan karbon dioksida juga terbentuk saat tahapan devolatilisasi (Sukandarrumidi, 2005). 7
Christ Renaldi Rifky Adriansyah
(07/250918/TK/32467) (07/252773/TK/33141)
Prarancangan Pabrik Metanol dari Batubara Kapasitas 525.000 Ton Metanol/tahun Reaksi dasar pada gasifikasi batubara adalah seperti yang terlihat pada gambar 1.4 berikut ini :
Gambar 1.4 Reaksi Dasar pada Proses Gasifikasi Batubra (Holt, 2004)
Tipe gasifier yang tersedia untuk proses gasifikasi dibagi menjadi 3 jenis , yaitu moving bed gasifier, fluidized bed gasifier dan entrained flow gasifier. Pada reaktor moving bed, gravitasi menguasai sistem partikel-partikelnya hingga partikel tersebut tidak berterbangan di dalam reaktor dan membentuk solid bed. Batubara berukuran 3-30 mm diumpankan dari bagian atas gasifier sedangkan oksigen dan steam diumpankan dari bagian bawah gasifier, waktu tinggal total batubara dalam reaktor ini sekitar 1-3 jam, kemudian setelah membentuk abu dan char sisa, padatan inilah yang akan dibuang dari reaktor melalui bagian bawah gasifier. Pada reaktor fluidized Bed, daya dorong di bagian bawah bed akan berkesetimbangan dengan gravitasi sehingga batubara serbuk (0,1 – 5 mm) yang diumpankan dari bagian atas gasifier akan melayang-layang dan mengakibatkan luas kontak untuk reaksi semakin luas sehingga waktu tinggal juga lebih cepat, sekitar 15-50 detik. Reaktor entrained flow paling berbeda dengan kedua jenis lainnya, karena partikel batubara di dalam reaktor tidak membentuk bed, melainkan terbawa oleh gas. Umpan batubara untuk jenis reaktor ini harus sangat halus agar terbawa oleh gas, yaitu lebih kecil dari 0,5 mm. Waktu tinggalnya menjadi paling kecil, yaitu 1-5 detik (Yuwono dan Pribadi, 1988). Ilustrasi perbedaan dari ketiga tipe gasifier tersebut dapat dilihat pada gambar 1.5 berikut ini :
8
Christ Renaldi Rifky Adriansyah
(07/250918/TK/32467) (07/252773/TK/33141)
Prarancangan Pabrik Metanol dari Batubara Kapasitas 525.000 Ton Metanol/tahun
Moving Bed Gasifier
Fluidized Bed Gasifier
Entrained Flow Gasifier
Gambar 1.5 Tipe-Tipe Gasifier beserta Profil Suhu di Dalam Reaktor
Tipe-tipe gasifikasi tersebut dikembangkan oleh licensor khusus, seperti Lurgi yang menggunakan tipe Moving Bed Gasifier, Winkler yang menggunakan tipe Fluidized Bed dan Koppers Totzek dengan tipe Entrained Flow.
9
Christ Renaldi Rifky Adriansyah
(07/250918/TK/32467) (07/252773/TK/33141)