Tahun Baru Hijriyah Sebagi Penyemangat Berorganisasi Surabaya – bidang dakwah telah mengadakan kajian dengan tema “Tahun Baru Hijriyah Sebagi Momen Penyemangat Berorganisasi “ yang diadakan pada hari kamis kemaren (07/11 ”13) di Utara Gedung B Fak. Tarbiyah – IAIN Sunan Ampel Kampus tercinta kita. Kajian ini menitik beratkan pada definisi tahun hijriyah, sejarah dari tahun hijriyah, bulan-bulan haram (suci) pada tahun hijriyah, dan keutamaan bulan Muharram sebagai refleksi semangat organisasi dan intropeksi pada diri kader.
Sebagai umat islam tentu kita mengetahui makna tahun hijriyah. Ea sebagai yang diungkapkan oleh kader Sheila (liting 2013) dan Tomo (2012) bahwasannya dinamakan bulan hijriyah karena peristiwa hijrahnya Nabi SAW dari Makkah ke Madinah. perlu kita ketahui teman-teman, bahwasannya penamaan tahun hijriyah ini bukan semata hanya penamaan belaka. Penetapan sebagai nama tahun hijriyah pada zaman khalifah Umar Bin Al-khatab. Ketika Gubernur Abu Musa Al- Asy`ari menyampaikan surat kepada Khalifah Umar bin Khatab yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan. Khalifah Umar Bin Al-khatab lalu mengumpulkan para sahabat (Usman, Ali, Abdurrahman Bin Auf, Sa`Ad Bin Abi Waqaf, Zubair, dan Thalha) untuk membahas masalah tersebut. dengan rapat tesebut, ada yang mengusulkan bulan hijriyah dimulai ketika kelahiran Nabi SAW, ada juga yang mengusulkan bulan hijriyah dimulai ketika pengangkatan Nabi SAW menjadi rosul, serta ada juga yang mengusulkan bulan hijriyah dimulai ketika hijrahnya nabi SAW dari Makkah ke Madinah yang mana usul ini dikemukakan sahabat Ali bin Abi Thalib. Dari sekian usul yang dikemukakan, usul Ali bin Abi Thalib yang disetujui Khalifah Umar bin Al-khatab dan para sahabat yang lain. Adakah bulan-bulan haram (suci) di tahun hijriyah?. Apakah bulan haram (suci) di tahun hijriyah itu bulan Ramadhan, Sya`ban, Muharram, atau yang lainnya. Untuk mengetahui bulan-bulan yang haram (suci) yuk kita kaji ayat dari surat At-Taubah:36 إن ﻋﺪة اﻟﺸﻬﻮر ﻋﻨﺪ اﻟﻠﻪ اﺛﻨﺎ ﻋﺸﺮ ﺷﻬﺮا ﻓﻰ ﻛﺘﺎب اﻟﻠﻪ ﻳﻮم ﺧﻠﻖ اﻟﺴﻤﻮاب واﻷرض ﻣﻨﻬﺎ ارﺑﻌﺔ ﺣﺮم Dalam ayat ini dijelaskan bahwa bulan yang haram (suci) itu ada empat, lantas apa sajakah bulan itu. Ea benar sekali yang dikatakan kader kita Rahman (2013). para Ulama` telah sepakat bahwa bulan haram (suci) diantaranya ialah Dzulqo`dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ُ ﺛَﻻَﺛَﺔٌ ﻣُﺘَﻮَاﻟِﻴَﺎتٌ ذُو اﻟْﻘَﻌْﺪَةِ وَذُو اﻟْﺤِﺠَّﺔِ وَاﻟْﻤُﺤَﺮَّم، ٌ ﻣِﻨْﻬَﺎ أَرْﺑَﻌَﺔٌ ﺣُﺮُم، اﻟﺴَّﻨَﺔُ اﺛْﻨَﺎ ﻋَﺸَﺮَ ﺷَﻬْﺮًا، َاﻟﺰَّﻣَﺎنُ ﻗَﺪِ اﺳْﺘَﺪَارَ ﻛَﻬَﻴْﺌَﺘِﻪِ ﻳَﻮْمَ ﺧَﻠَﻖَ اﻟﺴَّﻤَﻮَاتِ وَاﻷَرْض َ وَرَﺟَﺐُ ﻣُﻀَﺮَ اﻟَّﺬِى ﺑَﻴْﻦَ ﺟُﻤَﺎدَى وَﺷَﻌْﺒَﺎن، ”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun
itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” Lalu Kenapa Bulan-bulan Tersebut Dinamakan Bulan Haram?. Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan, ”Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Sangat tidak mengesankan ea teman-taman jika kita mengjaki empat bulan sekaligus. Untuk memperingati bulan Muharram, sangat etislah jika kita menitikberatkan pembahasan ini pada bulan Muharram ea ngga`, hehehe. Taukah teman-teman mengenai keutamaan dibulan Muharram?. Ya,, betul sekali apa yang dikatakan mba` firda (ketua umum al-farbi “2013-2014”), bulan Muharram selain memiliki keutamaan puasa 10 Muharram yang merupakan penghapus dosa setahun yang telah kita lakukan, juga sebagai refleksi diri kita untuk menuju yang lebih baik dari tahun sebelumnya ke tahun yang akan kita hadapi nanti. Sebagai kader kita harus selalu semangat dan mengemban amanah, serta salalu konsisten dan istiqomah untuk berorganisasi. Tanya Jawab Seputar Kajian Oleh Maz Dani Apakah Puasa awal tahun dan akhir tahun di tahun hijriyah ada dalil yang menganjurkan untuk puasa tersebut, dan apakah kita saat bulan Muharram berpuasa tanggal 9/10/11?. Jawab : untuk masalah puasa awal tahun dan akhir tahun di tahun hijriyah ialah tidak perlu mengkhususkan akan puasa tesebut, adapun dalil yang ada supaya berpuasa awal dan akhir tahun adalah lemah bahkan ada yang mengatakan dalil tersebut merupakan hadis palsu. Sebagi bukti kita tela`ah dalilnya sebagai berikut: ٌ ﺟَﻌَﻞَ اﻟﻠﻪُ ﻟَﻪُ ﻛَﻔَﺎرَة، ٍ وَاﻓْﺘَﺘَﺢَ اﻟﺴَّﻨَﺔُ اﻟﻤُﺴْﺘَﻘْﺒِﻠَﺔُ ﺑِﺼَﻮْم، ٍ وَأَوَّلِ ﻳَﻮْمٍ ﻣِﻦَ اﻟﻤُﺤَﺮَّمِ ﻓَﻘَﺪْ ﺧَﺘَﻢَ اﻟﺴَّﻨَﺔَ اﻟﻤَﺎﺿِﻴَﺔَ ﺑِﺼَﻮْم، ِﻣَﻦْ ﺻَﺎمَ آﺧِﺮَ ﻳَﻮْمٍ ﻣِﻦْ ذِي اﻟﺤِﺠَّﺔ ًﺧَﻤْﺴِﻴْﻦَ ﺳَﻨَﺔ “Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kafarat/tertutup dosanya selama 50 tahun.” penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas: 1. Adz Dzahabi dalam Tartib Al Maudhu’at (181) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits. 2. Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perawi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini. 3. Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadis ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadis Adapun mengenai puasa pada tanggal 9/10/11 Muharram sebagi berikut: Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari
kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim). Oleh Maz Tomo Kenapa tahun Hijriyah di mulai pada bulan Muharram, padahal kita ketahui sebagi maknanya bahwa tahun Hijriyah adalah hijrahnya Nabi SAW dari Makkah ke Madinah yang mana itu di akhir bulan Shafar-awal bulan Rabiul Awal?. Jawab: Kenapa Khalifah Umar Bin Al-khatab memulai Tahun Hijriyah dengan bulan Muharram, dikarenakan pada saat bulan tersebut beliau (Nabi SAW) sudah berniat untuk hijrah dari Makkah ke Madinah. Dari niatnya inilah kemudian Khalifah Umar bin Al-khatab mengawali Tahun Hijriyah dengan bulan Muharram. Oleh Mba` Firda Mengapa diberi nama bulan Muharram? Jawab : penamaan bulan hijriyah ini sebelum islam muncul sudah ada, yaitu pada zaman pra-Arab. Penamaan bulan Muharram dikarenakan pada saat itu merupakan bulan diharamkannya utnuk menumpahkan darah. Kurang lebihny seperti itu. NB: untuk Pertanyaan yang belum tercantum, penulis mohon dimaafkan karena adanya kelupaan penulis. Terimakasih..
Pengertian Fashahah
َ واﻟﺼَّﻻةُ واﻟﺴَّﻻمُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻣَﻠَﻚ،ِ وﻋَﺠَﺰتْ أﻟْﺴُﻦُ اﻟﻔُﺼَﺤَﺎءِ ﻋﻦْ ﺑَﻴﺎنِ ﺑَﺪاﺋِﻊِ ﻣَﺼْﻨُﻮﻋﺎﺗِﻪ،ِاﻟﺤَﻤْﺪُ ﻟﻠَّﻪِ اﻟﺬي ﻗَﺼُﺮَتْ ﻋِﺒﺎرةُ اﻟﺒُﻠَﻐَﺎءِ ﻋﻦ اﻹﺣﺎﻃَﺔِ ﺑِﻤَﻌَﺎﻧِﻲ آﻳﺎﺗِﻪ ِ ﻣﻘﺪِّﻣَﺔٌ ﻓﻲ اﻟﻔﺼﺎﺣﺔِ واﻟﺒﻼﻏﺔ. وﻋَﻠَﻰ آﻟِﻪِ وأَﺻْﺤَﺎﺑِﻪ اﻟﻔَﺎﺗِﺤِﻴﻦَ ﺑِﻬَﺪْﻳﻬِﻢ إﻟﻰ اﻟﺤَﻘِﻴﻘَﺔِ ﻣَﺠَﺎزًا،ﻃَﺮَﻓﻲ اﻟﺒﻼﻏَﺔِ إﻃْﻨﺎﺑًﺎوإﻳﺠﺎزًا
Fashahah dan Balaghah adalah dua diantara banyak cabang ilmu bahasa Arab, yang menekankan masalah kemahiran memilih kata-kata indah, susunan kalimat yang serasi, sedap di dengar, mudah dimengerti, pendek dan bermakna padat. إذا ﺑﺎنَ وﻇَﻬَﺮَ ﻛﻼﻣُﻪ، أﻓْﺼَﺢَ اﻟﺼَّﺒﻲُّ ﻓﻲ ﻣَﻨْﻄِﻘِﻪ:ُ ﻳﻘﺎل.ِاﻟﻔﺼﺎﺣﺔُ ﻓﻲ اﻟﻠﻐﺔِ ﺗُﻨْﺒِﺊُ ﻋﻦ اﻟﺒﻴﺎنِ واﻟﻈﻬﻮر Fashahah menurut bahasa adalah: Menampakkan yg jelas dan terang. Sebagaimana dikatakan: anak itu telah FASIH ucapannya, bilamana perkataannya sudah terang dan jelas. ِوﺗَﻘَﻊُ ﻓﻲ اﻻﺻﻄﻼحِ وﺻْﻔًﺎ ﻟﻠﻜﻠﻤﺔِ واﻟﻜﻼمِ واﻟﻤﺘﻜﻠِّﻢ Terjadi menurut istilah balaghah adalah: sifat bagi kalimah (kata), kalam (kalimat) dan mutakallim (pembicara).
Fashahah merarti implementasi makna melalui lafazh-lafazh yang jelas.Fashahah meliputi : 1) Kemudahan pelafalan. 2) Kejelasan makna (tidak gharib). 3) Ketepatan sharaf. A. Fashahah kalimah harus terhindar dari: 1. Tanaafur Huruf, adalah : sifat bagi kalimah yang memastikan berat di lidah dan sulit mengucapankannya. contoh AZH-ZHASYSYAH sebutan untuk permukaan yg kasar, HU’KHU’ sebutan untuk tumbuh-tumbuhan makanan unta, NUQQAAKH sebutan untuk air tawan yang jernih, MUSTASYZAR sebutan untuk sesuatu yang dipintal 2. Mukhalafah Qias, adalah : keberadaan kalimah yang tidak mengikuti aturan ilmu shorof. contoh jamaknya lafazh BUUQIN menjadi BUUQAATIN didalam contoh perkataan seorang penyair: fa in yaku ba’dhun-naasi saifan li daulatin ¤ fa fin-naasi BUQAATIN wa thobuulu jika sebagian orang itu menjadi pedang untuk negara ¤ maka diantara mereka harus ada terompet dan genderang. karena menurut qias (ilmu shorof), bentuk jamak qillah adalah “ABWAAQUN”. contoh yang lain “MAUDADAH” di dalam perkataan seorang penyair: “inna baniyya lali-aamun zahadah ¤ maa liya fii shuduurihim min MAUDADAH.” benar-benar keturunanku itu orang yang tidak baik dan tiada berpenganggapan ¤ di hati mereka tidak ada rasa kasih-sayang untukku. menurut qias (kaidah ilmu shorof) adalah MAWADDAH dengan di-idgham. 3 Gharabah, adalah : Keberadaan kalimah yang tidak jelas maknanya. Misal TAKA’KA-A dengan arti IJTAMA’A (berkumpul), IFRANQA’A dengan arti INSHOROFA (bubar/berpaling), ITHLAKHOMMA dengan arti ISYTADDA (kuat perkasa/gagah). Contoh perkataan ‘Isa bin Umar an-nahwiy ketika jatuh dari Himarnya, dan orang-orang mengerumuninya: “Maa lakum TAKA’KA’TUM ‘alayya, kaTAKA’KUIKUM ‘alaa dzii jinnah? IFRANQI’UU ‘anniy…!” “ada apa kalian berkumpul mengerumuni saya, sebagaimana kalian berkumpul mengerumuni orang gila? Bubar dariku…!” B. FASHAHAH KALAM .ِ ﻣﻊَ ﻓﺼﺎﺣﺔِ ﻛﻠﻤﺎﺗِﻪ،ِ وﻣﻦ اﻟﺘﻌﻘﻴﺪ،ِ وﻣﻦْ ﺿَﻌْﻒِ اﻟﺘﺄﻟﻴﻒ،ًﺳﻼﻣﺘُﻪ ﻣﻦْ ﺗَﻨﺎﻓُﺮِ اﻟﻜﻠﻤﺎتِ ﻣﺠﺘﻤﻌﺔ Terhindar dari: 1. Tanaafur (kalimaat mujtami’atan) adalah : sifat di dalam kalam yang memastikan berat di lidah dan sulit mengucapkannya. contoh: – Tanaafur kalimaat mujtami’atan (ketidaksesuaian lafal antara kata-kata yg terkumpul), ُوﻟﻴﺲَ ﻗُﺮْبَ ﻗَﺒْﺮِ ﺣَﺮْبٍ ﻗَﺒْﺮُ = ﻓﻲ رَﻓْﻊِ ﻋﺮْشِ اﻟﺸَّﺮْعِ ﻣﺜﻠُﻚَ ﻳَﺸْﺮَع Fii ROF’I ‘ARSYIs-SYAR’I mitsluka YUSYRO’ = wa laisa QURBA QOBRI HARBI QOBRU. Orang sepertimu adalah dia yang bertugas mengangkat tiang layar.Di dekat kuburan Harb itu, tidak ada kuburan lain. ﻣﻌﻲ وإذا ﻣﺎ ﻟُﻤْﺘُﻪُ ﻟُﻤْﺘُﻪُ وَﺣْﺪِي = ﻛﺮﻳﻢٌ ﻣﺘﻰ أﻣﺪَﺣْﻪُ أﻣﺪﺣْﻪُ واﻟﻮَرَى Kariimun mataa AMDAH-HU AMDAH-HU wal waroo # ma’i wa idzaa LUMTUHU LUMTUHU wahdiy. Dia itu mulia, kapan saja aku memujinya, orang lain juga ikut memujinya. apabila aku mencelanya, aku sendirian yang melakukan itu sementara orang lain tidak Keterangan:Tanaafur kalimaat mujtami’atan = kumpulan kata minimal dua kata atau lebih yang saling memberatkan antara yang satu dengan yang lainnya dalam pengucapan dan lidah.Fii ROF’I ‘ARSYIs-SYAR’I mitsluka YUSYRO’ = contoh kalam ini tidak fasih karena mengandung tanaafur kalimaat mujtami’atan, dengan mengulang-ulang tiga huruf (RA, ‘AIN, SYIN). RA’ dan ‘AIN pada empat kata (ROF’I-’ARSYI-SYAR’-YUSYRO’) dan SYIN pada tiga kata (‘ARSYI-SYAR’-YUSYRO’)
demikian juga untuk contoh lainnya. 2- Dha’fit-ta’liif (doifnya susunan menurut kaidah nahwu), ِ – وﺿَﻌْﻒُ اﻟﺘﺄﻟﻴﻒ.ِ ﻛﺎﻹﺿﻤﺎرِ ﻗﺒﻞَ اﻟﺬﻛْﺮِ ﻟَﻔْﻈًﺎ ورُﺗْﺒَﺔً ﻓﻲ ﻗﻮل،ِ ﻛﻮنُ اﻟﻜﻼمِ ﻏﻴﺮَ ﺟﺎرٍ ﻋﻠﻰ اﻟﻘﺎﻧﻮنِ اﻟﻨﺤﻮيِّ اﻟﻤﺸﻬﻮرDho’fut-ta’liif : adanya kalam yg tidak sesuai dengan kaidah nahwu yang masyhur. Seperti menyebut dhomir sebelum menyebut lafazhnya atau tingkatannya.Contoh syahid syair dalam bahar basith : ٍوﺣُﺴْﻦِ ﻓِﻌْﻞٍ ﻛﻤﺎ ﻳُﺠﺰَى ﺳِﻨِﻤَّﺎرُ = ﺟَﺰَى ﺑﻨُﻮهُ أَﺑَﺎ اﻟﻐِﻴﻼنِ ﻋﻦْ ﻛِﺒَﺮ JAZAA BANUUHU ABAL-GHILAANI ‘an kibarin = wa husni fi’lin kamaa yujzaa sinimmaaru. Putranya (bani abu ghilan) membalas kebaikan Abu Gilan dimasa tuanya, dengan balasan sebagaimana dibalasnya orang yg bernama Sinimmar. dho’futta’lif pada syair diatas ada pada kalimat ” JAZAA BANUUHU ABAL-GHILAANI” menyebut dhamir pada faa’il yang kembali pada maf’ul yg ada dibelakangnya “lafzhan wa rutbatan”. Demikian ini tidak sesuai dengan kaidah pakem nahwu, sebagimana dalam alfiyah bab faa’il oleh ibnu malik: وﺷﺬ ﻧﺤﻮ زان ﻧﻮره اﻟﺸﺠﺮ … وﺷﺎع ﻧﺤﻮ ﺧﺎف رﺑﻪ ﻋﻤﺮ WA SYAA’A NAHWU KHOOFA ROBBAHU ‘UMAR * WASYADDA NAHWU ZAANA NAURUHUSSYAJAR 3-Ta’qid (kusut/rancu dalam hal pengertian, baik secara lafzhi atau secara ma’nawi). Hal ini beserta fasih kalimah-kalimahnya. Adanya kalam (kalimat) samar dalam penunjukan makna yang dimaksud. : ﻛﻘﻮلِ اﻟﻤﺘﻨﺒِّﻲ، وﻳُﺴﻤَّﻰ ﺗﻌﻘﻴﺪًا ﻟﻔﻈِﻴًّﺎ،ٍ ﺑﺴﺒﺐِ ﺗﻘﺪﻳﻢٍ أوْ ﺗﺄﺧﻴﺮٍ أوْ ﻓَﺼْﻞ،ِواﻟﺨﻔﺎءُ إﻣَّﺎ ﻣﻦْ ﺟﻬﺔِ اﻟﻠﻔﻆ Kesamaran itu baik dari segi lafazhnya, disebabkan takdim (mengedepankan yg seharusnya dibelakang ), ta’khir (mengakhirkan yg seharusnya didepan), atau fashl (pemisahan). Maka dinamakan ta’kid lafzhiy. Seperti contoh perkataan penyair: ﺷِﻴَﻢٌ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﺴَﺐِ اﻷﻏَﺮِّ دﻻﺋﻞُ = ﺟَﻔَﺨَﺖْ وﻫﻢ ﻻ ﻳَﺠْﻔَﺨُﻮنَ ﺑﻬﺎ ﺑﻬﻢ JAFAKHAT WA HUM LAA YAJFAKHUUNA BIHAA BIHIM = SYIYAMUN ‘ALAL-HASABIL-AGHARRI DALAAILU. . وﻫﻢ ﻻ ﻳَﺠﻔﺨﻮنَ ﺑﻬﺎ،ِّ ﺟَﻔَﺨَﺖْ ﺑﻬﻢ ﺷِﻴَﻢٌ دﻻﺋﻞُ ﻋﻠﻰ اﻟﺤﺴَﺐِ اﻷﻏﺮ:ﻓﺈنَّ ﺗﻘﺪﻳﺮَه Karena sesungguhnnya takdirannya adalah:JAFAKHAT BIHIM SYIYAMUN DALAAILU ‘ALALHASABIL-AGHARRI WA HUM LAA YAJFAKHUUNA BIHAA.Adat kebiasaan saling menasehati atas leluhurnya yg mulia, membanggakan mereka. Tapi mereka tidak banggakan diri dengan kebiasaan itu. KETERANGAN:pada syair diatas terdapat FASHL/memisah antar fi’il (JAFAKHAT) dan muta’allaqnya (BIHIM) dengan kalimat sempurna yg mempunyai makna tersediri (WA HUM LAA YAJFAKHUUNA BIHAA).Kemudian terdapat TA’KHIR mengakhirkan lafazh (DALAAILU) dari muta’allaqnya (‘ALALHASBIL-AGHARRI) sekaligus terjadi FASHL antara maushuf (SYIYAMUN) dan sifatnya (DALAAILU) dengan muta’alliqnya sifat yang seharusnya ada dibelakang (‘ALAL-HASBIL-AGHARRI). )ﻧَﺸَﺮَ اﻟْﻤَﻠِﻚُ أَﻟْﺴِﻨَﺘَﻪ ﻓﻲ:َ ﻧﺤﻮُ ﻗﻮﻟِﻚ، وﻳُﺴَﻤَّﻰ ﺗَﻌﻘﻴﺪًا ﻣﻌﻨﻮﻳًّﺎ، ﻻ ﻳُﻔْﻬَﻢُ اﻟﻤﺮادُ ﺑﻬﺎ،ٍوإﻣَّﺎ ﻣﻦْ ﺟﻬﺔِ اﻟﻤﻌﻨﻰ ﺑﺴﺒﺐِ اﺳﺘﻌﻤﺎلِ ﻣَﺠﺎزاتٍ وﻛِﻨﺎﻳﺎت : وﻗﻮﻟِﻪ.()ﻧَﺸَﺮَ ﻋﻴﻮﻧَﻪ:ُ واﻟﺼﻮاب، ﻣُﺮﻳﺪًا ﺟﻮاﺳﻴﺴَﻪ،(ِاﻟﻤﺪﻳﻨﺔ Adapun kesamaran dari segi makna, disebabkan penggunaan majaz atau kinayah yang tidak difahami maksudnya, maka dinamakan ta’kid ma’nawiy. Contoh perkataanmu : ” raja itu menyebarkan ALSINATAHU/LIDAH-LIDAHNYA di kota itu” dengan maksud penyelidikpenyelidiknya. Maka yang benar ” menyebarkan ‘UYUUNAHU/MATA-MATANYA”. Dan sebagaimana dalam syair (bahar thowil): وَﺗَﺴْﻜُﺐُ ﻋَﻴْﻨَﺎيَ اﻟﺪُّﻣُﻮعَ ﻟِﺘَﺠْﻤُﺪا * ﺳَﺄَﻃْﻠُﺐُ ﺑُﻌْﺪَ اﻟﺪَّارِ ﻋَﻨْﻜُﻢْ ﻟِﺘَﻘْﺮُﺑُﻮا SA ATHLUBU BU’DAD-DAARI ‘ANKUM LI TAQRUBUU = WA TASKUBU ‘AINAAYAD-DUMUU’U LI TAJMUDAA.Aku akan mencari rumah yang jauh dari kalian agar kalian dekat di hati. Dan kedua
mataku akan menumpahkan habis air matanya agar MEMBEKU (merasakan bahagia karena telah dekatnya hati) ِ ﻣﻊَ أنَّ اﻟﺠﻤﻮدَ ﻳُﻜَﻨَّﻰ ﺑﻪِ ﻋﻦ اﻟﺒُﺨْﻞِ وﻗﺖَ اﻟﺒﻜﺎء،ِﺣﻴﺚ ﻛَﻨَّﻰ ﺑﺎﻟﺠﻤﻮدِ ﻋﻦ اﻟﺴﺮور dimana dimaksudkan penggunaan kinayah dengan kata “JUMUD/BEKU” untuk mengungkapkan rasa bahagia, padahal sesungguhnya kata “JUMUD/BEKU” adalah kinayah untuk sulitnya air mata mengalir di saat sedang menangis. C. Fashohan Mutakallim (pembicara) : adalah malakah (bakat sang pembicara) yang mampu menuangkan maksud dengan kalimat fashih, dalam situasi sasaran yang bagaimana pun. Setiap kalimat yang baliigh mesti fashiih, namun tidaklah kalimat yang fashiih itu selalu baliigh.AlMas’udiy meriwayatkan, bahwa lebih dari 480 khutbah yang diucapkan oleh Imam Ali r.a. tanpa dipersiapkan lebih dahulu, dihafal oleh banyak orang. Syarif Ar-Ridha mengatakan dalam kitab “Khutbah Nahjul Balaghah”, bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib adalah pencipta dan pengajar ilmu Fashahah dan juga merupakan orang yang mengeluarkan ilmu Balaghah. Dari dialah munculnya aturan-aturan ilmu tersebut dan dari dia juga orang mengambil kaidah-kaidah dan hukum-hukumnya. Tiap orang yang berbicara sebagai khatib, pasti mengambil pepatah atau katakata mutiara dari dia, dan tiap orang yang pandai mengingatkan orang lain pasti mencari bantuan dengan jalan mengutip kata-kata Imam Ali. Demikian kata Syarif Ar-Ridha. Tentang hal itu Muawiyah sendiri juga terpaksa harus mengakui keunggulan lawannya, ketika ia berkata terus terang lepada Abu Mihfan: “Seandainya semua mulut dijadikan satu, Belum juga ada orang Qureisy yang cakap berbicara seperti dia”. Banyak sekali ungkapan dan kata-kata mutiara Imam Ali r.a. tercamtum dalam kitab “Nahjul Balaghah”, yang dibelakang hari diuraikan oleh Ibnu Abil Hadid dalam bukunya “Syarah Nahjil Balaghah”, yang terdiri dari 20 jilid. Buku “Nahjul Balaghah” kiranya cukuplah menjadi bukti, bahwa dalam hal menyusun kalimat dan memilih kata-kata bermutu, memang tidak ada orang lain yang menyamai atau melebihi Imam Ali r.a. selain Rasul Allah s.a.w. sendiri. Salah satu contoh ialah kata-katanya: “Tiap wadah bila diisi menyempit kecuali wadah ilmu, ia bahkan makin bertambah luas”. Dalam kitab “Al-Bayan wat Tabyin”, Al-Jahidz mengetengahkan ucapan Imam Ali r.a. yang mengatakan: “Nilai seseorang ahila perbuatan baiknya”. Dalam memberikan tanggapan terhadap ucapan Imam Ali r.a. tersebut, Ibnu Aisyah mengatkan: “Selain kalam Allah dan Rasul-Nya, aku tidak pernah menemukan sebuah kalimat yang lebih padat maknanya dan lebih umum kemamfaatannya dibanding dengan ucapan-ucapan Imam Ali”.
Jaringan Struktural dan Program Kerja IMM
katan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) – merupakan bagian dari angkatan muda muhammadiyah yang memiliki posisi strategis dalam rangka membangun tradisi pembaharuan Muhammadiyah, dengan basis kekuatan yang berada di kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, salah satunya di Fakultas Agama Islam. IMM merupakan organisasi otonom yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kader-kader akademis di masa depan. IMM mempunyai tujuan, yaitu : terbentuknya akademisi muslim yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan muhammadiyah. IMM berdiri pada tanggal 14 Maret 1964 M bertepatan dengan tanggal dengan tanggal 29 syawal 1384 H di Yogyakarta. Ada tiga karakteristik dasar IMM dalam tinjauan ruang geraknya yang dikenal TRILOGI IMM yaitu : Intelektualitas, Religiusitas ,dan Humanitas. Aspek-aspek inilah yang akan senantiasa mewarnai kompleksitas dinamika kegiatan IMM, diantaranya: IMM secara rutin mengadakan kajian-kajian yang membahas tentang berbagai isu / fenomena sosial-keagamaan, politik, ekonomi maupun budaya yang sedang marak diperbincangkan sabagai wadah bagi para anggotanya untuk membantu meningkatkan intelektualitas dan religiusitas di luar kegiatan perkuliahan.
Jaringan Struktural dan Program Kerja IMM Susunan organisasi IMM dibuat secara berjenjang dari tingkat Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Komisariat. Dewan Pimpinan Pusat adatah tingkat pimpinan tertinggi di IMM yang menjangkau ruang lingkup nasional. Dewan Pimpinan Daerah adatah pimpinan organisasi yang menjangkau suatu kesatuan wilayah tertentu yang terdiri dari cabang-cabang IMM. Pimpinan Cabang adalah pimpinan organisasi yang menjangkau satu kesatuan
komisariat IMM. Komisariat IMM adatah kesatuan anggotaanggota IMM dalam sebuah perguruan tinggi atau kelompok tertentu. Saat ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Secara umum program kerja IMM dilaksanakan untuk memantapkan eksistensi organisasi demi mencapai tujuannya, “mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah” (AD IMM Pasal 6). Untuk menunjang pencapaian tujuan IMM tersebut, maka perencanaan dan pelaksanaan program kerja diorientasikan bagi terbentuknya profil kader IMM yang memiliki kompetensi dasar aqidah, kompetensi dasar intelektual, dan kompetensi dasar humanitas. Sebagai organisasi yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan, maka program kerja IMM pada dasarnya tidak bisa lepas dari tiga bidang garapan tersebut. Perencanaan dan pelaksanaan program kerja tersebut memiliki stressing yang berbeda-beda (berurutan dan saling menunjang) pada masing-masing level kepemimpinan. *
Di tingkat Komisariat: kemahasiswaan, perkaderan,keorganisasian,kemasyarakatan.
*
Di tingkat Cabang: Perkaderan, kemahasiswaan, keorganisasian, kemasyarakatan.
*
Di tingkat Daerah: keorganisasian, kemasyarakatan, perkaderan, kemahasiswaan.
*
Di tingkat Pusat: Kemasyarakatan, keorganisasian, perkaderan, kemahasiswaan.
Berkaitan dengan program kerja jangka panjang, maka sasaran utamanya diarahkan pada upaya perumusan visi dan peran sosial politik IMM memasuki abad XXI. Hal ini tidak lepas dari ikhtiar untuk memantapkan eksistensi IMM demi tercapainya tujuan organisasi (lihat AD IMM Pasal 6). Sasaran utama dan program jangka panjang ini merujuk pada dan melanjutkan prioritas program yang telah diputuskan pada Muktamar Vll IMM di Purwokerto (1992). Program dimaksud menetapkan strategi pembinaan dan pengembangan organisasi secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan selama Lima periode Muktamar IMM. Periode Muktamar IX diarahkan pada pemantapan konsolidasi internal (organisasi, pimpinan, dan program) dengan meningkatkan upaya pembangunan kualitas institusional dan pemantapan mekanisme kaderisasi dalam menghadapi perkembangan situasi sosial politik nasional yang semakin dinamis. Periode Muktamar X diarahkan pada penguatan orientasi kekaderan dengan meningkatkan mutu sumber daya kader sebagai penopang utama kekuatan organisasi datam transformasi sosial masyarakat. Periode Muktamar XI diarahkan pada penguatan peran institusi organisasi baik secara internal (pelopor, pelangsung, dan penyempurna gerakan pembaruan dan amal usaha Muhammadiyah) maupun eksternal (kader umat dan kader bangsa). Periode Muktamar XII diarahkan pada pemantapan peran IMM dalam wilayah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memasuki era globalisasi yang lebih luas. Periode
Muktamar XIll diarahkan pada pemberdayaan institusi organisasi serta pemantapan peranan IMM dalam kehidupan sosial politik bangsa. Kemudian pelaksanaan program jangka panjang itu memiliki sasaran khusus pada masing-masing bidangnya. Bidang Organisasi diarahkan pada terciptanya struktur dan fungsi organisasi serta mekanisme kepemimpinan yang mantap dan mendukung gerak IMM dalam mencapai tujuannya. Program konsolidasi gerakan IMM juga diarahkan bagi terciptanya kekuatan gerak IMM baik ke datam maupun ke luar sebagai modal penggerak bagi pengembangan gerakan IMM. Bidang Kaderisasi diarahkan pada penguatan tiga kompetensi dasar kader IMM (aqidah, intelektual, dan humanitas) yang secara dinamis mampu menempatkan diri sebagai agen pelaku perubahan sosial bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diarahkan pada pembangunan budaya iptek dan penguatan paradigma ilmu yang melandasi setiap agenda dan aksi gerakan IMMdalam menyikapi tantangan zaman. Bidang Hikmah diarahkan pada penguatan peran sosial politik IMM di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam peran serta dan partisipasi sosial politik generasi muda (mahasiswa). Bidang Sosial Ekonomi diarahkan pada penumbuhkembangan budaya dan wawasan wiraswasta di lingkungan IMM, terutama dalam membangun dan memberdayakan potensi ekonomi kerakyatan. Bidang Immawati diarahkan pada upaya penguatan jati diri dan peran aktif sumber daya kader puteri IMM dalam transformasi social menuju masyarakat utama.
PRINSIP DASAR ORGANISASI IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah gerakan mahasiswa Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan. Tujuan IMM adatah mengusahakan terbentuknyaakademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Dalam mencapai tujuan tersebut, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah melakukan beberapa upaya strategis sebagai berikut : 1. Membina para anggota menjadi kader persyarikatan Muhammadiyah, kader umat, dan kader bangsa, yang senantiasa setia terhadap keyakinan dan cita-citanya.
2.Membina para anggotanya untuk selalu tertib dalam ibadah, tekun dalam studi, dan mengamalkan ilmu pengetahuannya untuk melaksanakan ketaqwaannya dan pengab diannya kepada allah SWT. 3.Membantu para anggota khusus dan mahasiswa pada umumnya dalam menyelesaikan kepentingannya. 4. Mempergiat, mengefektifkan dan menggembirakan dakwah Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar kepada masyarakat khususnya masyarakat mahasiswa. 5. Segala usaha yang tidak menyalahi azas, gerakan dan tujuan organisasi dengan mengindahkan segala hukum yang berlaku dalam Republik Indonesia.
Sejarah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah KELAHIRAN IMM tidak lepas kaitannya dengan sejarah perjalanan Muhammadiyah, dan juga bisa dianggap sejalan dengan faktor kelahiran Muhammadiyah itu sendiri. Hal ini berarti bahwa setiap hal yang dilakukan Muhammadiyah merupakan perwujudan dari keinginan Muhammadiyah untuk memenuhi cita-cita sesuai dengan kehendak Muhammadiyah dilahirkan. Di samping itu, kelahiran IMM juga merupakan respond atas persoalan-persoalan keummatan dalam sejarah bangsa ini pada awal kelahiran IMM, sehingga kehadiran IMM sebenarnya merupakan sebuah keharusan sejarah. Faktor-faktor problematis dalam persoalan keummatan itu antara lainialah sebagai berikut (Farid Fathoni, 1990: 102): 1. Situasi kehidupan bangsa yang tidak stabil, pemerintahan yang otoriter dan serba tunggal, serta adanya ancaman komunisme di Indonesia. 2. Terpecah-belahnya umat Islam datam bentuk saling curiga dan fitnah, serta kehidupan politikummat Islam yang semakin buruk. 3.Terbingkai-bingkainya kehidupan kampus (mahasiswa) yang berorientasi pada kepentingan politik praktis 4.Melemahnya kehidupan beragama dalam bentuk merosotnya akhlak, dan semakin tumbuhnya materialisme-individualisme 5.Sedikitnya pembinaan dan pendidikan agama dalam kampus, serta masih kuatnya suasana
kehidupan kampus yang sekuler 6.Masih membekasnya ketertindasan imperialisme penjajahan dalam bentuk keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan 7.Masih banyaknya praktek-praktek kehidupan yang serba bid’ah, khurafat, bahkan kesyi rikan, serta semakin meningkatnya misionaris- Kristenisasi 8. Kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang semakin memburuk Dengan latar belakang tersebut, sesungguhnya semangat untuk mewadahi dan membina mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah telah dimulai sejak lama. Semangat tersebut sebenarnya telah tumbuh dengan adanya keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah pada Kongres Seperempat Abad Muhammadiyah di Betawi Jakarta pada tahun 1936. Pada saat itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah diketuai oleh KH. Hisyam (periode 1934-1937). Keinginan tersebut sangat logis dan realistis, karena keluarga besar Muhammadiyah semakin banyak dengan puteraputerinya yang sedang dalam penyelesaian pendidikan menengahnya. Di samping itu,Muhammadiyah juga sudah banyak memiliki amal usaba pendidikan tingkat menengah. Gagasan pembinaan kader di lingkungan mahasiswa datam bentuk penghimpunan dan pembinaan langsung adatah selaras dengan kehendak pendiri Muhammadiyah, KHA. Dahlan, yang berpesan babwa “dari kallan nanti akan ada yang jadi dokter, meester, insinyur, tetapi kembalilah kepada Muhammadiyah” (Suara Muhammadiyah, nomor 6 tahun ke-68, Maret || 1988, halaman 19). Dengan demikian, sejak awal Muhammadiyah sudah memikirkan bahwa kader-kader muda yang profesional harus memiliki dasar keislaman yang tangguh dengan kembali ke Muhammadiyah. Namun demikian, gagasan untuk menghimpun dan membina mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah cenderung terabaikan, tantaran Muhammadiyah sendiri belum memiliki perguruan tinggi. Belum mendesaknya pembentukan wadah kader di lingkungan mahasiswa Muhammadiyah saat itu juga karena saat itu jumlah mahasiswa yang ada di lingkungan Muhammadiyah betum terialu banyak. Dengan demikian, pembinaan kadermahasiswa Muhammadiyah dilakukan melalui wadah Pemuda Muhammadiyah (1932) untuk mahasiswa putera dan metalui Nasyiatul Aisyiyah (1931) untuk mahasiswa puteri. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-31 pada tahun 1950 di Yogyakarta, dihembuskan kembali keinginan untuk mendirikan perguruan tinggi Muhammadiyah. Namun karena berbagai macam hat, keinginan tersebut belum bisa diwujudkan,sehingga gagasan untuk dapat secara langsung membina dan menghimpun para mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah tidak berhasil Dengan demikian, keinginan untuk membentuk wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah juga masih jauh dari kenyataan. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-33 tahun 1956 di Palembang, gagasan pendirian perguruan tinggi Muhammadiyah baru bisa direalisasikan. Namun gagasan untuk mewadahi mahasiswa Muhammadiyah dalam satu himpunan belum bias diwujudkan. Untuk mewadahi pembinaan terhadap mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah membentuk Badan
Pendidikan Kader (BPK) yang dalam menjalankan aktivitasnya bekerja sama dengan Pemuda Muhammadiyah. Gagasan untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah dalam satu himpunan setidaknya telah menjadi polemik di lingkungan Muhammadiyah sejak lama. Perdebatan seputar kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berlangsung cukup sengit, baik di kalangan Muhammadiyah sendiri maupun di kalangan gerakan mahasiswa yang lain. Setidaknya, kelahiran IMM sebagai wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah mendapatkan resistensi, baik dari kalangan Muhammadiyah sendiri maupun dari kalangan gerakan mahasiswa yang lain, terutama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Di kalangan Muhammadiyah sendiri pada awal munculnya gagasan pendirian IMM terdapat anggapan bahwa IMM betum dibutuhkan kehadirannya dalam Muhammadiyah, karena Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi’atul Aisyiyah masih dianggap cukup mampu untuk mewadahi mahasiswa dari kalangan Muhammadiyah. Di samping itu, resistensi terhadap ide kelahiran IMM pada awalnya juga disebabkan adanya hubungan dekat yang tidak kentara antara Muhammadiyah dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hubungan dekat itu dapat ditihat ketika Lafran Pane mau menjajagi pendirian HMI. Dia bertukar pikiran dengan Prof. Abdul Kahar Mudzakir (tokob Muhammadiyah), dan beliau setuju. Pendiri HMI yang lain ialah Maisarah Hilal (cucu KHA. Dahlan) yang juga seorang aktifis di Nasyi’atul Aisyiyah. Bila asumsi itu benar adanya, maka hubungan dekat itu selanjutnya sangat mempengaruhi perjalanan IMM, karena dengan demikian Muhammadiyah saat itu beranggapan bahwa pembinaan dan pengkaderan mahasiswa Muhammadiyah bisa dititipkan metalui HMI (Farid Fathoni, 1990: 94). Pengaruh hubungan dekat tersebut sangat besar bagi kelahiran IMM. Hal ini bisa dilihat dari perdebatan tentang kelahiran IMM. Pimpinan Muhammadiyah di tingkat lokal seringkali menganggap bahwa kelahiran IMM saat itu tidak diperlukan, karena sudah terwadahi dalam Pemuda Muhammadiyah dan Nasyi’atulAisyiyah, serta HMI yang sudah cukup eksis (dan mempunyai pandangan ideologis yang sama). Pimpinan Muhammadiyah pada saat itu lebih menganak- emaskan HMI daripada IMM. Hal ini terlihat jelas dengan banyaknya pimpinan Muhammadiyah, baik secara pribadi maupun kelembagaan, yang memberikan dukungan pada aktivitas HMI. Di kalangan Pemuda Muhammadiyah juga terjadi perdebatan yang cukup sengit seputar kelahiran IMM. Perdebatan seputar kelahiran IMM tersebut cukup beralasan, karena sebagian pimpinan (baik di Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi’atul Aisyiyah, serta amal-amal usaha Muhammadiyah) adalah kader-kader yang dibesarkan di HMI. Setelah mengalami polemik yang cukup serius tentang gagasan untuk mendirikan IMM, maka pada tahun 1956 polemik tersebut mulai mengalami pengendapan. Tahun 1956 bisa disebut sebagai tahap awal bagi embrio operasional pendirian IMM dalam bentuk pemenuhan gagasan penghimpun wadah mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah (Farid Fathoni, 1990: 98). Pertama, pada tahun itu (1956) Muhammadiyah secara formal membentuk kader terlembaga (yaitu BPK). Kedua, Muhammadiyah pada tahun itu telah bertekad untuk kembali pada identitasnya sebagai gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar (tiga tahun sesudahnya, 1959, dikukuhkan dengan melepaskan diri dari komitmen politik dengan Masyumi, yang berarti bahwa Muhammadiyah tidak harus mengakui bahwa satu-satunya organisasi mahasiswa Islam di Indonesia adalah HMI). Ketiga, perguruan tinggi
Muhammadiyah telah banyak didirikan. Keempat, keputusan Muktamar Muhammadiyah bersamaan Pemuda Muhammadiyah tahun 1956 di Palembang tentang “….menghimpun pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah agar kelak menjadi pemuda Muhammadiyah atau warga Muhammadiyah yang mampu mengembangkan amanah.” Baru pada tahun 1961 (menjelang Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta) iselenggarakan Kongres Mahasiswa Universitas Muhammadiyah di Yogyakarta (saat itu, Muhammadiyah sudah mempunyai perguruan tinggi Muhammadiyah sebelas buah yang tersebar di berbagai kota). Pada saat itulah, gagasan untuk mendirikan IMM digulirkan sekuat-kuatnya. Keinginan tersebut ternyata tidak hanya dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah, tetapi juga dari kalangan mahasiswa di berbagai universitas non-Muhammadiyah. Keinginan kuat tersebut tercermin dari tindakan para tokoh Pemuda Muhammadiyah untuk melepaskan Departemen Kemahasiswaan di lingkungan Pemuda Muhammadiyah untuk berdiri sendiri. Oleh karena itu, lahirlah Lembaga Dakwah Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Margono (UGM, Ir.), Sudibyo Markus (UGM, dr.), Rosyad Saleh (IAIN, Drs.), sedangkan ide pembentukannya dari Djazman alKindi (UGM, Drs.). Tahun 1963 dilakukan penjajagan untuk mendirikan wadah mahasiswa Muhammadiyah secara resmi oleh Lembaga Dakwah Muhammadiyah dengan disponsori oleh Djasman al-Kindi yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah. Dengan demikian, Lembaga Dakwah Muhammadiyah (yang banyak dimotori oleh para mahasiswa Yogyakarta) inilah yang menjadi embrio lahirnya IMM dengan terbentuknya IMM Lokal Yogyakarta. Tiga butan setelah penjajagan, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mere,smikan berdirinya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada tanggal 29 Syawal 1384 H. atau 14 Maret 1964 M. Penandatanganan Piagam Pendirian Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakukan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah saat itu, yaitu KHA. Badawi. Resepsi peresmian IMM dilaksanakan di Gedung Dinoto Yogyakarta dengan penandatanganan ‘Enam Penegasan IMM’ oleh KHA. Badawi, yaitu: 1. Menegaskan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa Islam 2. Menegaskan bahwa Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM 3. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah eksponen mahesiswa dalam Muhammadiyah 4. Menegaskan bahwa IMM adalah organisasi mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undartg, peraturan, serta dasar dan falsafah negara 5. Menegaskan bahwa ilmu adalá amaliah dan amal adalah ilmiah 6. Menegaskan bahwa amal WJA aMah lillahi ta’ala dan senantiasa diabdWan untuk kepentingan rakyat. Tujuan akhir kehadiran Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah untuk pertama kalinya ialah membentuk akademisi Islam datam rangka metaksanakan tujuan Muhammadiyah. Sedangkan aktifitas IMM
pada awal kehadirannya yang paling menonjol ialah kegiatan keagamaan dan pengkaderan, sehingga seringkali IMM pada awal kelahirannya disebut sebagai Kelompok Pengajian Mahasiswa Yogya (Farid Fathoni, 1990: 102). Adapun maksud didirikannya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah antara lain adatah sebagai berikut: 1. Turut memelihara martabat dan membela kejayaan bangsa 2. Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam 3.Sebagai upaya menopang, melangsungkan, dan meneruskan cita-cita pendirian Muhammadiyah 4. Sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah 5. Membina, meningkatkan, dan memadukan iman dan ilmu serta amal dalam kehidupan bangsa, ummat, dan persyarikatan Dengan berdirinya IMM lokal Yogyakarta, maka berdiri pulalah IMM lokal di beberapa kota lain di Indonesia, seperti Bandung, Jember, Surakarta, Jakarta, Medan, Padang, Tuban, Sukabumi, Banjarmasin, dan lain-lain. Dengan demikian, mengingat semakin besarnya arus perkembangan IMM di hampir seluruh kota-kota universitas, maka dipandang perlu untuk meningkatkan IMM dari organisasi di tingkat lokal menjadi organisasi yang berskala nasional dan mempunyai struktur vertikal. Atas prakarsa Pimpinan IMM Yogyakarta, maka bersamaan dengan Musyawarah IMM se-Daerah Yogyakarta pada tanggal 11-13 Desember 1964 diselenggarakan Musyawarah Nasional Pendahuluan IMM seluruh Indonesia yang dihadiri oleh hamper seluruh Pimpinan IMM Lokal dari berbagai kota. Musyawarah Nasional tersebut bertujuan untuk mempersiapkan kemungkinan diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah pada bulan April atau Mei 1965. Musyawarah Nasional Pendahuluan tersebut menyepakati penunjukan Pimpinan IMMYogyakarta sebagai Dewan Pimpinan Pusat Sementara IMM (dengan Djazman al-Kindi sebagai Ketua dan Rosyad Saleh sebagai Sekretaris) sampai diselenggarakannya Musyawarah Nasional Pertama di Solo. Dalam Musyawarah Pendahuluan tersebut juga disahkan asas IMM yang tersusun dalam ‘Enam Penegasan IMM’, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IMM, Gerak Arah IMM, serta berbagai konsep lainnya, termasuk lambang IMM, rancangan kerja, bentuk kegiatan, dan lain-lain.