NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI PERINGATAN TAHUN BARU HIJRIYAH (Studi Perspektif pada Masyarakat Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung)
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh RUDI TRIYO BOWO NIM. 11111082
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI PERINGATAN TAHUN BARU HIJRIYAH (Studi Perspektif pada Masyarakat Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung)
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh RUDI TRIYO BOWO NIM. 11111082
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015
iii
v
MOTTO “DADIO WONG SENG BISO RUMONGSO, OJO NGANTI DADI WONG SENG RUMONGSO BISO”
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk : Kedua orang tua Bapak Saryono dan Ibu Sumirah tersayang yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan kesabaran Bapak KH. Nasafi, M.Pd, orang yang selalu mendidikku dan membimbingku Bapak Dr. Muh. Saerozi, M.Ag. yang telah membimbing skripsiku mulai dari awal hingga akhir dengan penuh kesabaran Keluarga besar SD Negeri Mranggen Kidul yang telah memberi dukungan dan motivasi Jajaran pemerintah desa Traji dan masyarakat desa Traji pada umumnya Bapak Jupriyono beserta keluarga yang selalu memberi bantuan dalam pelaksanaan penelitian Teman-temanku Munir, gus Rifki, Mizin, Cholis, Mat Rokhim, Harjo, Reteng, Iqur dan semua yang tidak bisa penulis sebut satu per satu Keluarga besar pondok pesantren Nurul Asna lainnya yang tidak dapat saya sebut satu persatu vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robil‟alamin, segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang tiada terhingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah Perspektif Pada Masyarakat Desa
(Studi
Traji Kecamatan Parakan Kabupaten
Temanggung)”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad s.a.w, kepada keluarga, sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia yang mana beliaulah sebagai Rosul utusan Allah untuk membimbing umat manusia dari zaman jahiliyah sampai pada zaman yang modern ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah (Studi Perspektif Pada Masyarakat Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung). Penulisan skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Kajur Pendidikan Agama Islam (PAI) 4. Bapak Dr. Muh. Saerozi, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai
ilmu
pengetahuan,
sehingga
penulis
mampu
menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan. 7. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing serta memotivasi kepada penulis, baik moral maupun spiritual. 8. Bapak Tumarno selaku kepala desa Traji Kec. Parakan, Kab. Temanggung beserta seluruh jajaran pemerintah desa Traji 9. Mbah Suwari sebagai juru kunci sendang Sidhukun beserta seluruh masyarakat desa Traji pada umumnya 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik semoga amal kebaikannya diterima disisi Allah SWT.
ix
11.
ABSTRAK Rudi Triyo Bowo. 2015. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah (Studi Perspektif pada Masyarakat Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung) Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Dr. Muh. Saerozi, M.Ag. Kata kunci: Nilai, Pendidikan, Tradisi, Tahun Baru Hijriyah Penelitian ini membahas tentang Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah (Studi Perspektif Pada Masyarakat Desa Traji Kec. Parakan Kab. Temanggung). Fokus yang dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana sejarah dilaksanakan peringatan tahun baru hijriyah, bagaimana tahapan ritual dan persepsi masyarakat sekitar tentang ritual peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji, Kec. Parakan, Kab. Temanggung serta adakah nilai-nilai pendidikan Islam dalam peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji, Kec, Parakan, Kab. Temanggung. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah dilaksanakan peringatan tahun baru hijriyah, tahapan ritual dan persepsi masyarakat sekitar tentang ritual peringatan tahun baru hijriyah serta untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji, Kec, Parakan, Kab. Temanggung. Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai instrumen langsung dan sebagai pengumpul data dari hasil observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil diambil dari para informan/responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain data-data tersebut merupakan keterangan dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini adalah mengadakan keabsahan. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: pencetus dilaksanakan tradisi peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji adalah dalang Garu, tahapan ritual adalah persiapan; dilakukan sebelum acara kirab, pelaksanaan; dimulainya kirab dan ritual upacara yang dilakukan di sendang Sidukun, penutup; seluruh prosesi ritual di ditutup dengan pementasan wayang kulit. Persepsi sebagian besar masyarakat sekitar mempercayai bahwa dengan melaksanakan ritual peringatan tahun baru hijriyah akan mendatangkan keberkahan dan kebaikan dan apabila tidak diadakan tradisi tersebut maka sesuatu yang buruk akan menimpa. Nilai pendidikan Islam dalam tradisi peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji adalah nilai pendidikan tentang sejarah, nasehat kebaikan, persatuan dan kesatuan serta nilai pendidikan kearifan lokal. Nilai persatuan dan kesatuan sangat penting mengingat masyarakat desa Traji yang terdiri dari berbagai macam agama dan kepercayaan, hal ini dapat menjadi contoh dalam kerukunan antar beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv HALAMAN MOTTO ............................................................................................ v HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii ABSTRAK ............................................................................................................. x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ............................................................................. 1 B. Fokus Penelitian ......................................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4 D. Kegunaan Penelitian .................................................................................. 5 E. Penegasan Istilah ....................................................................................... 6 F. Metode Penelitian....................................................................................... 8 G. Sistematika Penulisan .............................................................................. 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Nilai Pendidikan Islam............................................................................. 15 1. Pengertian Nilai ................................................................................. 15
2. Pengertian Pendidikan........................................................................ 17 3. Jenis Pendidikan................................................................................. 19 4. Pengertian Pendidikan Islam.............................................................. 20 B. Peringatan Tahun Baru Hijriyah dalam Tradisi Jawa .............................. 22 1. Tahun Hijriyah.................................................................................... 22 2. Sejarah dan Hubungan Tahun Hijriyah dan Tahun Jawa................... 23 3. Penyebab Pensakralan Bulan Muharam............................................. 27 4. Peringatan Tahun Baru Hijriyah dalam Budaya Jawa........................ 29 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Monografi..................... 31 1. Luas Wilayah dan Kondisi Geografis ................................................ 31 2. Penduduk ........................................................................................... 32 B. Kondisi Lokasi Penelitian ........................................................................ 35 1. Kondisi Sosial Kemasyarakatan Desa Traji ....................................... 35 2. Kondisi Sosial Pendidikan Masyarakat Traji ..................................... 36 3. Kondisi Sosial Keagamaan Desa Traji ............................................... 37 4. Kondisi Budaya Masyarakat Desa Traji ............................................ 38 C. Temuan Penelitian..................................................................................... 39 1. Latar Belakang Peringatan Tahun Baru Hijriyah di Desa Traji.......... 39 2. Asal Mula Diadakannya Upacara Tradisi Satu Sura .......................... 43 3. Prosesi Pelaksanaan Ritual.................................................................. 45 4. Pertunjukan Wayang Kulit.................................................................. 51 BAB IV PEMBAHASAN
xiii
A. Analisis Hasil Temuan ............................................................................. 53 1. Persepsi Masyarakat tentang Tradisi PeringatanTahun Baru Hijriyah .............................................................................................. 53 2. Bentuk Pelaksanaan Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah .......... 54 B. Nilai-nilai Pendidikan Dalam Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung...................... 56 1. Nilai Pendidikan tentang Sejarah....................................................... 56 2. Nilai Pendidikan Nasehat .................................................................. 56 3. Nilai Pendidikan Persatuan dan Kesatuan.......................................... 57 4. Nilai Pendidikan Kearifan Lokal........................................................ 57 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................. 61 B. Saran........................................................................................................ 64 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL 2.1 KALENDER SAKA ....................................................................... 24 TABEL 2.2 KALENDER HIJRIYAH ................................................................. 25 TABEL 2.3 KALENDER JAWA ATAU KALENDER SULTAN AGUNG ... 26 TABEL 2.4 HARI PADA KALENDER SAKA, KALENDER HIJRIYAH, KALENDER JAWA, KELENDER MASEHI .............................. 27 TABEL 3.1 JENIS PEKERJAAN ....................................................................... 30 TABEL 3.2 SARANA PENDIDIKAN ................................................................ 32 TABEL 3.3 SARANA IBADAH ......................................................................... 32 TABEL 3.4 JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA .................... 33
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang penduduknya terdiri dari berbagai macam agama, suku, bangsa, adat, keyakinan dan kebudayaan. Mereka tersebar diseluruh wilayah Indonesia mulai dari ujung Sabang sampai Merauke. Salah satu suku yang ada di negara ini adalah suku Jawa. Suku Jawa merupakan salah satu suku yang mempunyai berbagai macam kekayaan dan keunikan dalam melaksanakan adat istiadat serta kebudayaan mereka. Salah satu kebudayaan jawa yang dilaksanakan secara teratur adalah peringatan tahun baru hijriyah. Dalam kepercayaan orang jawa, tahun baru Hijriyah yang jatuh pada malam 1 Muharram atau sering disebut dengan malam 1 Sura memiliki makna spiritual sebagai perwujudan perubahan waktu yang diyakini akan berdampak pada kehidupan manusia (Sholikhin, 2010: 12). Pada tanggal tersebut juga merupakan salah satu hari besar bagi umat Islam dan di tetapkan sebagai hari libur nasional (Partokusumo, 1995: 236). Menurut pandangan hidup orang Jawa saat-saat terjadinya perubahan tahun baru tersebut, diperlukan suatu laku ritual yang berupa introspeksi diri. Secara historis peringatan 1 Muharram merupakan bagian yang tidak
1
dapat dipisahkan dari sistem nilai mistik dan keyakinan orang Jawa (Sholikhin, 2010: 4). Bagi sebagian besar orang, khususnya orang Jawa malam 1 Muharam atau 1 Sura mempunyai arti dan nilai yang di anggap penting dan sakral. Nilai adalah suatu konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dikehidupan manusia atau sebuah konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok dikehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan (TPKBBI, 2008: 615). Tahun baru Hijriyah dirayakan oleh sebagian umat Islam dengan berbagai acara yang berbeda dari tempat satu dengan tempat yang lain. Salah satu daerah yang mempunyai tradisi perayaan yang unik adalah Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. Satu sura dilaksanakan dengan tradisi ritual upacara adat Kirab Pengantin dan pagelaran wayang kulit. Pelaksanaan upacara adat Kirab Pengantin dilakukan setiap tanggal 1 Muharram/Sura pukul 18.00 WIB. Pada saat itulah Kepala Desa
layaknya sepasang pengantin dikirab menuju
Sendhang Sidhukun. Selanjutnya pada malam tanggal 2 Sura dilaksanakan ritual pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Pagelaran wayang kulit merupakan puncak dalam tradisi ritual upacara adat Kirab Pengantin 1 Sura di Desa Traji.
Menurut Masyarakat setempat tradisi ini bermula dari kisah legenda dalang wayang kulit yang bernama Ki Dalang Garu dari Desa Beringin yang didatangi orang berpakaian bangsawan yang memintanya mementaskan wayang kulit pada malam 1 Sura. Konon orang yang berpakaian bangsawan kerajaan tersebut adalah penunggu dari sendang Sidukun (Prasurvei, 22 Oktober 2014) Walaupun tidak mengetahui asal mula dan kapan di mulainya tradisi tersebut masyarakat desa Traji, mereka rutin memperingat malam 1 Muharram dengan hikmat dan penuh kepercayaan. Menurut Pak Suwari selaku juru kunci Sendang Sidukun tradisi upacara adat Kirab Pengantin 1 Muharram di Desa Traji ini bersifat turun temurun dan ini merupakan perwujudan interaksi antara budaya Islam dan budaya Jawa. Tradisi upacara adat Kirab Pengantin 1 Muharram Desa Traji memiliki akar sejarah yang panjang, tetapi untuk sementara ini belum ada sumber baik lisan ataupun tertulis yang mampu memberikan keterangan kapan tradisi upacara adat 1 Sura di Desa Traji itu mulai berlangsung (Prasurvai, 22 Oktober 2014). Dari berbagai macam alasan dan uraian di atas penulis tertarik dan ingin mengangkatnya dalam bentuk skripsi dengan judul “nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi peringatan tahun baru hijriyah (studi perspektif pada masyarakat desa Traji kecamatan Parakan kabupaten Temanggung)”.
3
B. Fokus Penelitian Di dalam merumuskan fokus penelitian, perlu adanya sistematika analitik untuk mencapai sasaran yang menjadi objek kajian, sehingga pembahasan akan lebih terarah pada pokok masalah. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari pokok masalah yang tidak ada kaitannya. Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah sejarah peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung? 2. Bagaimanakah tahapan ritual peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung? 3. Bagaimana persepsi masyarakat sekitar tentang ritual peringatan tahun baru hijriyah di Desa
Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten
Temanggung? 4. Adakah nilai-nilai pendidikan Islam dalam peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan fokus penelitian yang telah diuraikan di atas, peneliti bertujuan: 1. Untuk mengetahui sejarah peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. 2. Untuk mengetahui tahapan ritual peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.
3. Untuk mengetahui persepsi masyarakat sekitar tentang ritual peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. 4. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam peringatan tahun baru hijriyah di Desa
Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten
Temanggung.
D. Kegunaan Penelitian Berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan memberikan kegunaan untuk mengetahui pelaksanaan berbagai ritual peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi Akademik Hasil penelitian dapat berguna untuk melestarikan nilainilai tradisi dan budaya yang terdapat di Indonesia secara kritis. b. Manfaat bagi lembaga 1) Menambah perbendaharaan refrensi dalam perpustakaan IAIN
Salatiga.
5
2) Merupakan sumber informasi bagi mahasiswa yang ingin
meneliti lebih lanjut tentang nilai-nilai pendidikan Islam
c. Bagi Masyarakat Desa Traji 1) Penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah Desa Traji dalam rangka melestarikan kebudayaan daerah. 2) Untuk menjaga dan membentengi kemurnian keimanan umat Islam yang masih belum bisa meninggalkan budaya ritual adat perayaan tahun baru hijriyah agar tidak terjerumus kedalam pengartian secara musyrik.
E. Penegasan Istilah Untuk menhindari kekaburan dan salah dalam penafsiran serta memahami makna dari istilah yang digunakan penulis maka penulis memberikan beberapa pengertian yang terkandung, yaitu: 1. Nilai Pendidikan Islam Nilai adalah suatu konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dikehidupan manusia atau sebuah konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga
masyarakat kepada beberapa masalah pokok dikehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan (TPKBBI, 2008: 615). Menurut Surayin (2007: 374) nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda atau hal untuk memuaskan manusia. Nilai juga diartikan kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi objek kepentingan (Sjarkawi, 2009: 29). Menurut Sudirman Dkk (1991: 04), “Pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental”. Sedangkan menurut Roqib (2009: 21), pendidikan Islam adalah proses perubahan menuju arah yang lebih positif dalam pengembangan jasmaniah dan rohaniah berdasarkan atas ajaran Islam untuk mencapai kepribadian muslim yaitu kepribadian yang di dalamnya tertanam nilai-nilai Islami sehingga perilakunya sesuai dengan ajaran Islam. Dari berbagai pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa nilai pendidikan islam adalah suatu konsep mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai yang melekat dan sejalan dengan pendidikan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam ajaran islam.
7
2. Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat (TPKBBI, 2008: 959). Tradisi juga dapat di artikan sebagai wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai budaya, norma-norma, hukum serta aturan yang satu dengan yang lain berkaitan menjadi suatu sistem yaitu simtem budaya (Koentjaraningrat, 2003: 239). Dalam hal ini tradisi tidak dapat di pisahkan dari budaya yang di laksanakan suatu sistem tersebut. Peringatan tahun baru hijriyah adalah memperingati pergantian tahun hijriyah yang dilakukan setiap awal tahun. Sedangkan kalender tahun hijriyah adalah tahun yang berdasarkan penanggalan perputaran rotasi bulan terhadap bumi sering di sebut juga dengan tahun Qamariyah. Tahun hijriyah diawali dengan bulan Muharam, yang oleh Sultan Agung dinamakan sebagai bulan Sura. Dalam sistem Islam sendiri, bulan ini di pandang sebagai bulan haram atau bulan suci. Pada bulan ini larangan perang terhadap kaum kafir Quraisy di cabut. Bagi kaum Syiah, muharam merupakan bulan ratapan atas kematian Husein bin Ali bin Abi Tholib (Sholikhin, 2010: 23).
F. Metode Penelitian Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami obyek penelitian. Metode sebagai contoh dinyatakan dalam bentuk-bentuk penelitian, antara lain metode survei, metode kasus (sering disebut studi
kasus), metode sejarah dan metode eksperimen, dan sebagainya (Subyantoro,
2006:
65).
Untuk
mempermudah
penelitian
dalam
pengumpulan data dan menganalisis data, maka penulis menggunakan metode dan pendekatan sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yang berbentuk kualitatif yaitu penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik, bahwa
datanya
ditanyakan
dalam
keadaan
sewajarnya
atau
sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak merubah dalam bentuk simbol-simbol atau bilangan sehingga dalam penelitian ini peneliti menggambarkan peristiwa maupun kejadian yang ada dilapangan tanpa mengubahnya menjadi angka maupun simbol (Nawawi, dan Martini, 1996: 174) Sedangkan pendekatan
penelitian
yang dipakai
adalah
pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan orang-orang dan perilaku yang dapt diamati dan diarahkan pada latar alamiah dan individu tersebut secara holistik (menyeluruh) (Moleong, 2002 :3). Dengan
pendekatan
kualitatif
ini
mencoba
peneliti
menggambarkan proses tradisi dan ritual peringatan tahun baru hijriyah yang dilaksanakan masyarakat desa Traji serta nilai-nilai pendidikan islam yang terdapat disalamnya. 2. Kehadiran Peneliti
9
Penelitian kualitatif perhatiannya lebih banyak ditujukan pada pembentukan teori substantif berdasarkan konsep-konsep yang timbul dari data empiris. Dalam penelitian kualitatif peneliti merasa “tidak tahu apa yang tidak diketahui”, sehingga desain penelitian yang dikembangkan selalu merupakan kemungkinan yang terbuka akan berbagai perubahan yang diperlukan dan lentur terhadap kondisi yang ada di lapangan pengamatannya (Zuriah, 2007: 91). Kehadiran peneliti dalam penelitian ini bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Hal ini dimaksudkan untuk mempertegas peran peneliti sebagai pengamat penuh. Kehadiran peneliti di perayaan tahun baru hijriyah berperan sebagai subjek atau informan. Dimaksudkan untuk mempermudah dan mengawal jalannya proses penelitian lapangan. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Traji Kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian diantaranya: a) Daerah dengan kondisi sosial yang baik dan mudah dijangkau. b) Salah satu kawasan Jawa Tengah yang masih kental terhadap budaya Jawa. 4. Jenis dan Sumber Data a.
Jenis Data
Dari sumber data yang telah dihimpun di lapangan, maka jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang merupakan bentuk luar dari ciri-ciri yang teramati yang membantu dalam memahami interpretasi yang diberikan informan. Data yang merupakan interpretasi yang dikemukakan oleh informan, yaitu data yang dihimpun, yang berhubungan dengan ritual tradisi peringatan tahun baru hijriyah, kehidupan beragama, nilai-nilai kebudayaan Islam dan aktifitas kegiatan masyarakat pada desa Traji dalam tradisi peringatan tahun baru hijriyah. b. Sumber Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini diambil dari: 1) Data primer adalah data yang didapatkan melalui narasumber, yaitu kepala desa, tokoh agama, serta melalui informan (tokoh pemuda, dan tokoh masyarakat). Selain itu, data tersebut diperoleh
melalui
pengamatan
lapangan
(pada
waktu
pelaksanaan tradisi peringatan tahun baru hijriyah). 2) Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumbersumber yang mendukung seperti dokumentasi, arsip desa dan referensi yang berkaitan dengan penelitian. 5. Prosedur Pengumpulan Data a. Wawancara mendalam dan langsung kepada narasumber dan informan.
11
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data berupa sejarah dilaksanakannya peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji, upaya masyarakat mempertahankan tradisi, unsur-unsur ritual yang terkandung dalam nilai-nilai pendidikan Islam dan tujuan dilaksanakannya. b. Observasi langsung terlibat (participant observation). Metode ini digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empirik yang tampak (kasat mata) dan guna memperoleh dimensidimensi baru untuk pemahaman konteks maupun fenomena yang diteliti yang digunakan untuk mendapatkan data mengenai kehidupan beragama dan kegiatan aktivitas-aktifitas kebiasaan pada masyarakat di Desa Traji c. Dokumentasi. Metode
ini
merupakan
pengumpulan
data
yang
mendukung kegiatan penelitian, seperti data asal usul Desa Traji, letak wilayah, kondisi geografis, kependudukan, sosial budaya, fasilitas sosial, struktur pemerintahan desa, dan kehidupan beragama, lebih singkatnya potret masyarakat desa Traji. 6. Analisis Data Setelah semua data terkumpul dan dihimpun, selanjutnya di lakukan analisis data. Dalam penelitian kualitatif, data yang terkumpul di analisis setiap waktu secara induktif, selama penelitian berlangsung dengan mengolah bahan empirik (synthesizing), supaya dapat
disederhanakan ke dalam bentuk yang lebih mudah. Analisis data dalain penelitian ini, menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menghubungkan dan menafsirkan hasil data kemudian memberi kesimpulan induktif berdasarkan dengan kualitas atau mutu. Analisis ini juga disebut dengan analisis data kualitatif, yaitu data yang berhubungan dengan katagorisasi, karakteristik. 7. Pengecekan Keabsahan Data Agar data mempunyai validitas, rehabilitas dan objektivitas yang tinggi, perlu dilakukan triangulasi data. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu yaitu triangulasi sumber, metode dan teori (Moleong 2011: 178). Dalam penelitian ini hanya dilakukan triangulasi sumber yaitu membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. 8. Tahap-tahap Penelitian Beberapa urutan bagian yang dijadikan pedomen dalam pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut: a. Persiapan meliputi penyusunan proposal, pengurusan penelitinan, dan penyusunan jadwal kegiatan.
13
b. Pengumpulan data meliputi wawancara, pengumpulan dokumen dan penelaahan dokumen yang terkumpul. c. Analisi data meliputi : analisis awal, reduksi data, analisi data temuan, pengayaan dan pendalaman dan merumuskan kesimpulan. d. Penyusunan laporan meliputi penyusunan laporan sementara (draf) penilaian laporan penelitian sementara, perbaikan laporan dan penyusunan laporan akhir. G. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika dalam penulisan skripsi ini dipakai sebagai aturan yang saling terkait dan saling melengkapi, adapun sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi Operasional Metode Penelitian meliputi Metode Pemilihan Subyek, Metode Pengumpulan Data, Metode Analisa Data serta Sistematika Penulisan BAB II Kajian Pustaka A. Tinjauan tentang Peringatan Tahun Baru Hijriyah B. Tinjauan tentang Nilai Pendidikan Islam BAB III Hasil Penelitian, berisi gambaran umum Desa Traji, Keadaan Sosial Masyarakat, serta Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah di Desa Traji
BAB IV Analisis Data, meliputi analisis tentang Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Peringatan tahun Baru
Hijriyah
serta
Pembahasan BAB V Penutup Dalam bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan dan saran. Diakhiri dengan daftar pustaka, serta lampiran-lampiran yang dapat mendukung laporan penelitian ini.
15
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Nilai Pendidikan Islam 1. Pengertian Nilai Menurut Darmadi (2009: 27) nilai diartikan sebagai sesuatu yang berharga, yang dianggap bernilai, adil, baik dan indah serta menjadi pedoman atau pegangan diri. Nilai juga diartikan sebagai suatu sasaran sosial atau tujuan sosial yang dianggap pantas dan berharga untuk dicapai (Sagala, 2006: 237). Adapun nilai yang dimaksud disini adalah norma yang berlaku dalam masyarakat. Nilai juga dapat menjadi suatu ukuran baik atau buruk suatu hal yang dilakukan seseorang. Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, artinya di dunia ini dalam melakukan sesuatu manusia pasti membutuhkan orang lain. Dalam hal ini setiap manusia bukan hanya sekedar membantu manusia lain tetapi juga saling menilai antara satu dengan yang lainnya. Proses
penilaian tersebut berlanjut dari generasi satu ke
generasi berikutnya maka selanjutnya terbentuk norma dan nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Sifat-sifat nilai menurut Sjarkawi (2009: 31) adalah sebagai berikut:
a. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bisa mengindrakejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu. b. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal. Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua
orang
berharap
mendapatkan
berperilaku
yang
mencerminkan nilai keadilan. c. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan. Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan, yang menyebabkan terdapat bermacam-macam nilai, antara lain: a. Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut Sjarkawi (2009: 29) adalah: 1) Nilai moral 2) Nilai sosial
17
3) Nilai undang-undang 4) Nilai agama b. Dilihat dari kemampuan jiwa manusia untuk menangkap dan mengembangkan, nilai dapat dibedakan menjadi dua yakni: 1) Nilai yang statis, seperti kognisi, emosi, dan psikomotor. 2) Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, motivasi berkuasa. Pembagian nilai-nilai dari segi ruang lingkup hidup manusia sudah memadai sebab mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, karena itu nilai ini juga mencakup nilai-nilai keTuhanan dan nilai-nilai kemanusiaan. 2. Pengertian Pendidikan Dalam kehidupan pendidikan merupakan salah satu hal paling pokok yang harus dilakukan oleh manusia agar manusia bisa selamat dunia dan akhirat. Istilah pendidikan sering disama artikan dengan pengajaran. Dalam bahasa Arab pendidikan disebut dengan istilah tarbiyah yang berasal dari kata kerja rabba, sedang pengajaran dalam bahasa Arab disebut dengan islilah ta`lim yang berasal dari kata kerja `allama (Roqib, 2009: 14). Makna pengajaran sendiri adalah proses transfer ilmu dari pengajar kepada siswa yang diajar. Dalam agama Islam, pendidikan sangat penting dan ditekankan kepada umatnya. Sebab pendidikan akan mengangkat derajat bagi
orang-orang yang berilmu, diterangkan dalam Al-Qur‟an surat AlMujadalah ayat 11 menyebutkan:
Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Kementrian Agama RI, 2013: 543) Pendidikan sendiri memiliki makna lebih luas dibandingkan dengan pengajaran. Menurut Achmadi (1987: 5) Pendidikan adalah tindakan sadar yang bertujuan untuk memelihara dan membangun fitrah serta potensi manusia menuju kesempurnaan insani (insan kamil). Pendidikan juga merupakan proses kegiatan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan seirama dengan perkembangan anak. Sedangkan Hasan Langgulung (1992: 17) berpendapat pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia. Pendidikan adalah suatu tindakan sosial yang dimungkinkan berlakunya melalui suatu jaringan hubungan-hibungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan inilah bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan-peranan
19
individu di dalamnyalah yang meentukanwatak pendidikan disuatu masyarakat. 3. Jenis Pendidikan Menurut Haidar Nawawi (1993: 185-204) jenis pendidikan dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Pendidikan Nonformal Pada umumnya pendidikan nonformal tidak dibagi atas jenjang, waktu penyampaian diprogram lebih pendek, usia siswa di sesuatu kursus tidak perlu sama, berorientasi studi jangka pendek agar segera mendapatkan hasil pendidikannya dalam praktek kerja, materi pelajaran lebih banyak yang bersifat praktis dan khusus, merupakan respon daripada kebutuhan khusus yang mendesak, credentials (ijazah dan sebagainya) umumnya kurang berperan. b. Pendidikan Formal Selalu dibagi atas jenjang yang memiliki hierarkis, waktu penyampaian diprogram lebih panjang atau lebih lama,usia siswa di satu jenjang relatif lebih homogen khususnya pada jenjangjenjang permulaan, para siswa umumnya berorientasi studi untuk jangka waktu yang relatif lama, materi pelajaran pada umumnya bersifat akademis dan umum, merupakan respon dari kebutuhan umum dan relatif jangka panjang, credentials berperan penting pada penerimaan siswa. c. Pendidikan Informal
Pendidikan ini biasanya dilaksanakan melalui pendidikan keluarga, dengan menempatka ayah dan ibu sebagai pendidik kodrati dengan dibantu oleh anggota keluarga lainnya. pendidikan informal juga menjadi pendidikan awal dan dasar bagi seorang anak dalam perjalanan hidupnya. 4. Pengertian Pendidikan Islam Pendidikan Islam adalah proses perubahan menuju arah yang lebih
positif
dalam
pengembangan
jasmaniah
dan
rohaniah
berdasarkan atas ajaran Islam untuk mencapai kepribadian muslim yaitu kepribadian yang di dalamnya tertanam nilai-nilai Islami sehingga perilakunya sesuai dengan ajaran Islam (Roqib, 2009: 21). Pendidikan Islam pada pelaksanaannya dilakukan berdasarkan ajaran dan tuntunan Islam. Penekanan pendidikan Islam bukan hanya sekedar ilmu saja, akan tetapi juga pendidikan moral dan tingkah laku agar subjek didik tersebut bisa menjadi insan kamil serta selamat di dunia dan akhirat Menurut Achmadi (1992: 25) fungsi Pendidikan Islam ada tiga: a. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran Ilahi, sehingga tumbuh kreatifitas yang benar. b. Menyucikan diri manusia dari syirik dan berbagai sikap hidup dan perilaku yang dapat mencemari fitrah kemanusiaannya
21
dengan menginterlasikan nilai-nilai insani dan illahi pada subjek didik c. Mengembangkan ilmu untuk menopang dan memajukan kehidupan baik individu maupun sosial Menurut Roqib (2009: 21) penekanan pendidikan Islam ada tiga hal yaitu : a. Suatu upaya pendidikan dengan menggunakan metode-metode tertentu,
khususnya
metode
pelatihan
untuk
mencapai
kedisiplinan mental peserta didik b. Bahan pendidikan yang diberikan kepada anak didik berupa bahan materiil, yakni berbagai ilmu pengetahuan dan spiritual, yakni sikap hidup dan pandangan hidup yang dilandasi niali etis Islam c. Tujuan pendidikanyang ingin dicapai adalah mengembangkan manusia yang rasional dan berbudi luhur, serta mencapai kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur dalam rengkuhan ridha Allah swt. Hal senada juga diutarakan oleh Azumardi Azra (1999: 5). Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhak dan keterampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dan perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.
Pendapat lain mengenai Pendidikan Islam diutarakan oleh Nur Ahid (2010: 11). Pendidikan Islam adalah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang secara berangsu-angsur ditanamkan kedalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Dari beberapa pendapat mengenai Pendidikan Islam diatas dapat kita simpulkan bahwa Pendidikan Islam itu adalah pembentukan kepribadian muslim. Dari satu segi, pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Di segi lainnya, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Oleh karena itu pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal.
B. Peringatan Tahun Baru Hijriyah dalam Tradisi Jawa 1. Tahun Hijriyah Salah satu kemajuan yang berhasil dicapai pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khatab adalah pembuatan kalender atau penanggalan Hijriyah. Penanggalan Hijriyah dimulai pada tahun yang didalamnya terjadi hijrah nabi Muhamad saw dari Makah menuju
23
Madinah, dengan demikian penanggalan hijriyah diberlakukan mundur 17 tahun. Tanggal 1 Muharam tahun 1 Hijriyah jatuh pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 Masehi (Khazin, 2004: 112). Berbeda dengan penanggalan Masehi yang perhitungannya melalui lama revolusi Bumi terhadap matahari, penanggalan tahun Hijriyah berdasarkan lama revolusi bulan terhadap bumi. Menurut Muhyiddin Khazin (2004: 112) satu kali edar bulan terhadap bumi lamanya 29 hari 12 jam 44 menit 2,5 detik. Untuk menghindari pecahan maka ditentukan bahwa umur bulan ada yang 30 hari dan ada pula yang 29 hari, yaitu bulan ganjil berumur 30 hari dan bulan genap berumur 29 hari kecuali pada bulan 12 (Dzulhijjah) pada tahun kabisah berumur 30 hari. 2. Sejarah dan Hubungan Tahun Hijriyah dan Tahun Jawa a. Sejarah Tahun Jawa Banyak asumsi salah yang beredar di masyarakat yang mengatakan bahwa kalender Jawa sama dengan kalender Saka, padahal kedua kelender tersebut jelas berbeda. Tahun saka dimulai tanggal 15 Maret tahun 78 Masehi, permulaan kalender tersebut konon pada saat mendaratnya Ajisaka di pulau Jawa. Adapula yang mengabarkan bahwa permulaan itu adalah saat Ajisaka naik tahta di India. Ajisaka adalah tokoh mitologi yang konon menciptakan huruf Jawa (Partokusumo, 1995: 221).
Berbicara mengenai Tahun Jawa, maka hal tersebut tidak akan terlepas dari masa Sultan Agung tentang perubahan kalender. Bermula pada adanya pengaruh kontrol dari keraton yang kuat, sehingga hal itu melatarbelakangi revolusioner Sultan Agung dalam upayanya mengubah sistem kalender Saka (perpaduan Jawa asli dengan Hindu) menjadi kalender Jawa yang merupakan perpaduan kalender Saka dan kalender Hijriyah (Islam). Pada waktu kalender saka berjalan sampai akhir 1554 diteriskan dalm kalender sulta Agungyang dimulai pada tahun 1555, padahal dasar perhitunganya berbeda. Kalender saka menggunakan peredaran marahari sedangkan kalender Sultan Agung menggunakan bulan sebagai dasar perhitungannya (Partokusumo, 1995: 223). Oleh sebab itu pada tahun 2015 Masehi sama dengan 1436 Hijriyah sedangkan tahun Jawa memasuki tahun 1948 dan 1937 pada tahun Saka. Perubahan sistem kalender tersebut terjadi pada tanggal 1 Sura tahun Alip 1555, tepat pada tanggal 1 Muharram tahun 1043 Hijriyah, atau tanggal 8 Juli tahun 1633 Masehi dan harinya adalah pada Jum‟at Legi (Partokusumo, 1995: 223). Tindakan Sultan Agung dapat dikatakan revolusioner, karena dalam perhitungan kalendernya berbeda dengan tahun Saka yang sampai waktu itu dipakai oleh masyarakat Jawa.
25
b. Hubungan Kalender Saka, Kalender Hijriyah dan Kelender Sultan Agung/Jawa Perhitungan kalender Saka dengan dasar Solar/Matahari atau Syamsisah, sedang kalender Jawa Sultan Agung berdasarkan Lunar/Bulan atau Qomariyah seperti sistem Kalender Hijriyah (Partokusumo, 1995: 225). Nama-nama bulan pada kalender Saka, kalender Hijriyah dan kelender Sultan Agung/Jawa masing-masing memiliki nama yang berbeda, begitu juga jumlah hari dan umurnya, berikut perbedaan dari ketiga kalender tersebut: a. Kalender Saka (Partokusumo, 1995: 221) Tabel 2.1 Kalender Saka No
Nama Bulan
Waktu
1
Srawana
12 Juli-12 Agustus
32 hari
2
Bhadra
13 Agustus-10 September
29 hari
3
Asuji
11 september-11 Oktober
31 hari
4
Kartika
12 Oktober-10 Nopember
30 hari
5
Posya
11 Nopember-12 Desenber
32 hari
6
Margasira
13 Desember- 10 Januari
29 hari
7
Magha
11 Januari-11 Pebruari
32 hari
8
Phalguna
12 Pebruari-11 Maret
29 hari
9
Cetra
12 Maret-11 April
31 hari
10
Wesakha
12 April- 11 Mei
30 hari
11
Jyesta
12 Mei-12 Juni
32 hari
12
Asadha
13 Juni-11 Juli
b. Kalender Hijriyah (Partokusumo, 1995: 224) Tabel 2.2 Kalender Hijriyah
Waktu
29 ari
No
Nama Bulan
Waktu
1
Muharam
30 hari
2
Syafar
29 hari
3
Rabi`ulawal
30 hari
4
Robi`ulakhir
29 hari
5
Jumadilawal
30 hari
6
Jumadilakhir
29 hari
7
Rajab
30 hari
8
Sya`ban
29 hari
9
Ramadhan
30 hari
10
Syawal
29 hari
11
Dzulqa`dah
30 hari
12
Dzulhijjah
29 hari
c. Kalender Jawa atau kalender Sultan Agung (Partokusumo, 1995: 224) Tabel 2.3 Kalender Jawa atau Kalender Sultan Agung No
Nama Bulan
Waktu tahun Jawa ke 1,2,6,7
2,4,8
5
1
Suro
30
30
30
2
Sapar
29
29
30
3
Mulud
30
30
29
4
Bakda Mulud
29
29
29
5
Jumadilawal
30
30
29
6
Jumadilakhir
29
29
29
7
Rejep
30
30
30
8
Ruwah
29
29
29
9
Pasa
30
30
30
10
Sawal
29
29
29
27
11
Dulkangidah
30
30
30
12
Besar
29
30
30
d. Hari pada kalender Saka, Kalender Hijriyah, Kalender Jawa, Kelender Masehi (Partokusumo, 1995: 229) Tabel 2.4 Hari pada kalender Saka, Kalender Hijriyah, Kalender Jawa, Kelender Masehi No
Kalender Saka
Hijriyah
Jawa
Masehi
1
Radite
Ahad
Ahad
Minggu
2
Soma
Itsnain
Senen
Senin
3
Anggara
Tsalatsa
Selasa
Selasa
4
Budha
Robi`
Rebo
Rabu
5
Wrespati
Khomis
Kemis
Kamis
6
Sukra
Jumuah
Jumaat
Jumat
7
Saniscar
Sab`ah
Sabtu
Sabtu
3. Penyebab Pensakralan Bulan Muharam Bulan Muharram dalam kalender Jawa disebut dengan bulan sura. Nama Sura berasal dari kata Asyura, Asyura berasal dari kata Asyara yang artinya sepuluh. Yang dimaksud dengan hari Asyura adalah hari ke sepuluh pada bulan Muharram. Dalam kepecayaan Islam jawa bulan Sura memiliki berbagai sebab sehingga sebagian masyarakat Islam Jawa menyakralkannya, sebab-sebab tersebut antara lain (Sholikhin, 2010: 28-30)
a. Pada bulan Muharam tepatnya pada tanggal 10 merupakan peringatan hari pertama bagi dunia baru, setelah terjadi bencana banjir dan badai topan pada zaman nabi Nuh. Pada tanggal 8 Muharram, perahu nabi Nuh merapat di bukit Judi, gunung Ararat di Turki. Pada tanggal 10 Muharram nabi Nuh dan pengikutnya yang selamat dari perahu dan memulai kehidupan di dunia yang baru. b. Tanggal 1 Muharram merupakan awal ekspedisi hijrah nabi Muhamad
dari
Makah
ke
Madinah.
Memang
Rasulullah
melakukan hijrah dua bulan berikutnya tepatnya pada tanggal 12 Rabi`ul awal tahun 1 H mamasuki kota Madinah setelah hampir 12 hari menempuh perjalanan di malam hari. Akan tetapi ekspedisi hijrah sudah di mulai beberapa waktu sebelumnya. Ustman, Zaid, Hamzah dan para sahabat lainnya diperintah nabi Muhamad untuk berangkat pada malam 1 Muharram. c. Sultan Agung memprakarsai bahwa bulan Muharram menjadi bulan awal tahun baru bersama-sama antara Islam dan Jawa. Sebagian masyarakat Jawa pada bulan ini adalah bulan kedatangan Aji Saka di tanah jawa dan membebaskan masyarakat jawa dari cengkraman makhluk-makhluk raksasa yang menjajah masyarakat jawa. Selain itu bulan ini juga dipercayai sebagai bulan kelahiran huruf Jawa.
29
d. Sebagian masyarakat bagian selatan pulau jawa meyakini ada kaitannya antara bulan Muharram dengan ratu penguasa pantai selatan, atau lebih di kenal dengan ratu kidul e. Dalam sejarah islam pada tanggal 10 Muharram terdapat peristiwa yang sangat mengharukan bagi umat islam . pada bulan ini terjadi peristiwa pembantaian terhadap Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib yang lebih dikenal dengan peristiwa Qarbala. 4. Peringatan Tahun Baru Hijriyah dalam Budaya Jawa Masyarakat Indonesia dalam melakukan ritual lebih cenderung kepada paham paganistik hindu yang di kenal sebelumnya (Amin, 2002: 300). Selain itu nuansa animisme dan dinamisme masih terlihat sangat kental. Hal tersebut terlihat dengan adanya berbagai macam sesaji yang digunakan dalam pelaksanaan prosesi peringatan. Di dalam masyarakat masih sangat akrab dengan apa yang disebut dengan sajen atau sesaji. Sajen atau sesaji pada masing-masing daerah memiliki bentuk, tata cara dan kelengkapan yang berbeda-beda bahkan sangat spesifik sesuai dengan kekayaan wilayahnya. Khusus dalam kebudayaan Jawa sebagian masyarakat yang menganggap bahwa bulan sura penuh dengan hal-hal mistis. Pemahaman tersebut ternyata berbeda dengan pemahaman masyarakat Keraton Mataram Ngayokyakarta dan Kasunanan Surakarta. Di kalangan keraton dan kasunanan tersebut, bulan sura dimaknai sebagai bulan yang suci atau bulan yang penuh rahmat. Artinya, pada bulan
sura orang harus melakukan instropeksi diri dan melakukan laku maladihening atau mendekatkan diri dengan Tuhan yang Maha Esa (Giri, 2010: 53). Selain di keraton Ngayogyakarta dan kasunanan Surakarta peringatan tahun baru hijriyah juga banyak dilakukan sebagian masyarakat jawa diberbagai tempat dengan tradisi dan prosesi yang berbeda-beda antara daerah satu dengan yang lainnya.
31
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Monografi Bagaimana kondisi dan keadaan lokasi objek penelitian sehingga terwujud akan adanya kesesuaian realitas sosial dengan data yang menggambarkan tentang kondisi yang terjadi dilapangan, maka perlu untuk dideskripsikan profil objek penelitian berdasarkan data monografi desa Traji kecamatan Parakan kabupaten Temanggung tahun 2015 sebagai berikut 1. Luas Wilayah dan Kondisi Geografis Luas wilayah keseluruhan desa Traji adalah 166.905 Ha. Terdiri dari sawah atau tanah persawahan, tegalan dan tanah pekarangan. Desa Traji dibagi menjadi 4 dusun yaitu dusun Kauman, Gamblok, Grogol dan dusun Karang Senen. Desa Traji berada pada 1500 M diatas permukaan laut dan dikelilingi perbukitan membuat tanah di desa Traji sangat subur. Batas wilayah desa Traji: a. Utara : Desa Karanggedong b. Timur :Desa Tegalsari c. Selatan: Desa Tegalroso d. Barat : Tegalsari
2. Penduduk Jumlah keseluruhan penduduk desa Traji bulan Juli 2015 adalah 1.597 kepala keluarga dengan komposisi menurut kelompok umur sebagai berikut: a. Menurut jenis kelamin 1) Laki-laki
: 1684 orang
2) Perempuan
: 1840 orang
Jumlah
: 3524 orang
b. Menurut kelompok umur 1) Kelompok pendidikan a) 0 – 04 tahun
: 265 orang
b) 05 – 09 tahun
: 246 orang
c) 10 – 14 tahun
: 270 orang
2) Kelompok tenaga kerja a) 15 – 19 tahun
: 252 orang
b) 20 – 39 tahun
: 1.083 orang
c) 40 – 60 tahun
: 1.027 orang
d) > 60 tahun
: 381
3) Jenis pekerjaan Tabel 3.1 Jenis Pekerjaan NO 1
PEKERJAAN Belum/tidak bekerja
33
LK
PR
JUMLAH
359
353
712
2
Mengurus rumah tangga
485
485
3
Pelajar/mahasiswa
294
281
575
4
Pensiunan
12
7
19
5
Pegawai negeri sipil
26
21
47
6
Tentara nasional indonesia
1
1
7
Kepolisian RI
2
8
Perdagangan
18
21
39
9
Petani/pekebun
169
139
308
10
Peternak
1
1
11
Konstruksi
3
3
12
Transportasi
2
2
13
Karyawan swasta
136
101
237
14
Karyawan bumn
4
3
7
15
Karyawan honorer
3
3
6
16
Buruh harian lepas
402
205
607
17
Buruh tani/perkebunan
78
81
159
18
Buruh nelayan/perikanan
1
1
2
19
Pembantu rumah tangga
1
1
20
Tukang cukur
21
Tukang listrik
22
Tukang batu
12
23
Tukang kayu
8
24
Tukang jahit
4
4
25
Penata rias
1
1
26
Mekanik
7
27
Seniman
1
28
Kyai atau Ustadz
7
7
29
Pendeta
1
1
30
Dosen
3
1
4
31
Guru
11
19
30
2
1
1 1
1
1
13 8
7 1
2
32
Pengacara
1
1
33
Dokter
1
1
34
Bidan
35
Perawat
3
36
Pelaut
4
37
Sopir
21
2
23
38
Pedagang
42
81
123
39
Perangkat desa
10
2
12
40
Kepala desa
1
41
Wiraswasta
39
12
51
42
Lainnya
2
2
4
1 684
1 840
3 524
JUMLAH
2
2
7
10 4
1
(dokumentasi arsip kantor kelurahan Traji dikutip tgl 30 Juni 2015)
4) Sarana Pendidikan umum Tabel 3.2 Sarana Pendidikan No
Jenis Pendidikan
Gedung
1
PAUD
1
2
TK
1
3
SD
2
4
SMP
-
5
SMU
-
(dokumentasi arsip kantor kelurahan Traji dikutip tgl 30 Juni 2015)
5) Sarana Ibadah Tabel 3.3 Sarana Ibadah
35
No
Sarana Ibadah
Gedung
1
Masjid
2
2
Musholla
6
3
Gereja
2
4
Wihara
1
(dokumentasi arsip kantor kelurahan Traji dikutip tgl 30 Juni 2015)
6) Jumlah penduduk berdasarkan agama Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama No
Agama
Pemeluk
1
Islam
3084
2
Kristen
403
3
Katolik
15
4
Budha
22
(dokumentasi arsip kantor kelurahan Traji dikutip tgl 30 Juni 2015)
B. Kondisi Lokasi Penelitian 1. Kondisi Sosial Kemasyarakatan Desa Traji Dalam budaya Jawa, harga seseorang sangat ditentukan oleh keberadaan dan sumbangannya pada kepentingan-kepentingan sosial, atau keterlibatannya dalam menciptakan harmoni sosial. Hal ini menciptakan sistem yang telah berlaku serta menjadi tuntutan untuk meminimalisasi kepentingan-kepentingan yang bersifat individu, hal tersebut sesuai dengan sistem budaya Jawa yang didasarkan pada semangat komunal atau
kebersamaan. Begitu juga dalam masyarakat Traji sebagai masyarakat Jawa, sangat memperhatikan kepentingan bersama daripada kepentingan individu dengan mewujudkan hidup yang rukun, saling tolong-menolong dan saling menghormati (tepo sliro) sehingga tercipta suasana yang sejahtera dan hidup harmoni. Selain pentingnya sikap tepo sliro atau saling menghormati, masyarakat Traji juga sangat memperhatikan konsep tulung-tinulung (saling menolong) sehingga dikenal adanya ungkapan utang budi atau berhutang kebaikan.
Penilaian utang budi
tersebut
lebih tinggi
dibandingkan dengan hutang materi. Oleh sebab itu, utang budi menjadi dorongan bagi orang Jawa sedapat mungkin membalas kebaikan seseorang yang
telah berbuat baik kepadanya. Disamping itu kondisi sosial
masyarakat Traji sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran agama Islam yang disampaikan oleh tokoh agama setempat. Hal ini terbukti dengan adanya implementasi nilai-nilai ajaran Islam dalam menjalani kehidupan mereka. Seperti diadakannya yasinan bapak-bapak pada malam jum‟at, yasinan ibu-ibu pada jum‟at siang. Kegiatan-kegiatan
tersebut
merupakan
wujud
dari
rasa
kebersamaan dalam sosial kemasyarakatan, sehingga dalam kehidupan mereka yang memang hakikatnya sebagai orang Jawa dengan sikap yang terbuka juga malaksanakan nilai-nilai religius keagamaan dengan tujuan terciptanya suasana sosial yang harmonis. 2. Kondisi Sosial Pendidikan Masyarakat Traji
37
Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifat dinamis dalam pengembangan kehidupan masyarakat atau suatu bangsa, disamping itu pendidikan juga bisa mempengaruhi setiap pola pikir individu untuk mengembangkan kemampuan mental, fisik, emosi, sosial dan etikanya. Dengan kata lain pendidikan sebagai kegiatan dinamis yang bisa mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan kehidupan individu seseorang. Pendidikan
mengandung
tujuan
untuk
mengembangkan
kemampuan sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai warga masyarakat atau warga negara. Kegiatan pendidikan merupakan bagian integral dari kebudayaan, kemasyarakatan dan peradaban manusia diseluruh dunia. Kebutuhan akan pendidikan diera teknologi dan informasi merupakan suatu keharusan yang selalu ingin dipenuhi oleh setiap masyarakat. Dalam hal pendidikan inipun masyarakat Traji juga merespon secara aktif, hal ini dibuktikan dengan kesadaran mereka untuk tidak tertinggal dalam memenuhi akan kebutuhan pendidikan. Mereka sadar bahwa pendidikan merupakan bekal berharga dalam mengarungi kehidupan untuk selalu lebih baik. Dari data yang didapatkan berdasarkan buku dasar profil desa Traji tahun 2015, peneliti dapat menyimpulkan bahwa masyarakat Traji secara kuantitas tergolong masyarakat yang masih dalam tahap perkembangan terhadap pendidikan, jadi tidak bisa dikatakan
maju atau mundur akan tetapi dalam posisi yang sedang dalam proses pendidikan 3. Kondisi Sosial Keagamaan Desa Traji Sebagaimana desa-desa yang ada di pulau Jawa pada umumnya, desa Traji adalah desa yang penduduknya mayoritas menganut agama Islam. Dari data yang diperoleh bahwa masyarakat yang memeluk agam Islam sebanyak 3.084 orang, masyarakat yang memeluk agama Kristen 403 orang, masyarakat yang memeluk agama Katolik 15 orang dan yang memeluk agama Budha 22 orang. Sebagai masyarakat yang mayoritas beragama Islam maka wajar apabila kegiatan kemasyarakatan diwarnai dengan kegiatan-kegiatan keagamaan seperti yasinan, tahlilan, berjanji, pengajian, sholawatan, dan lain-lain. Mereka melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut tidak selalu di masjid atau mushola, namun lebih sering bergantian di rumah-rumah penduduk, hal ini juga sangat mendukung eratnya hubungan sosial antar penduduk. 4. Kondisi Budaya Masyarakat Desa Traji Dengan memegang teguh rasa persaudaraan di desa Traji para warga masih melaksanakan beberapa adat istiadat Jawa yang telah turun temurun. Mereka meyakini hal itu akan dapat mendekatkan setiap komponen masyarakat tanpa membedakan status sosialnya dan juga sebagai simbolik agar kita selalu dapat mendekatkan diri pada tuhan semesta alam.
39
Salah satu adat istiadat yang masih lestari adalah upacara peringatan tahun baru hijriyah yang pelaksanaan tiap tahunnya semakin ramai pengunjungnya. Mereka beranggapan bahwa budaya dan adat yang ditinggalkan oleh nenek moyang bukan tanpa alasan dan dasar, semua yang ada dalam budaya pasti memiliki arti dan sejarah tertentu, itulah sebabnya mereka sangat menjaga bahkan tidak mau meninggalkan budaya budaya tersebut. C. Temuan Penelitian 1. Latar Belakang Peringatan Tahun Baru Hijriyah di Desa Traji Peringatan tahun baru hijriyah atau peringatan satu sura tidak terlepas asal-usul adanya desa Traji dan sendang Sidukun yang menjadi tempat utama diadakan ritual. Menurut data dan wawancara yang penulis temukan, asal mula desa Traji dan keberadaan sendang Sidhukun tidak bisa dipisahkan, hal tersebut berdasarkan cerita turun temurun yang masih dipercayai sampai sekarang. a. Asal Mula Desa Traji Nama Traji berasal dari kata Trah Aji yang mempunyai makna Trah kedudukan atau keluarga, sedangkan Aji bermakna baginda, raja (TPKBBI, 2008). Menurut sesepuh desa, desa Traji pernah dijadikan tempat singgah orang yang masih mempunyai keturunan atau kedudukan kerajaan. Akan tetapi ada perbedaan cerita mengenai orang yang singgah atau tinggal pada desa Traji meskipun dari sumber yang sama.
1) Sejarah Kerajaan Jenggala Cerita yang pertama desa traji pernah sebagai tempat singgah dari pangeran yang berasal dari kerajaan Jenggala. Pangeran tersebut bernama Jayanegara, sang pangeran tinggal beberapa waktu di desa tersebut kemudian penduduk sekitar menamai desa tersebut dengan nama Traji. Kerajaan jenggala sendiri merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah ada di Indonesia. Dikutip dari Wikipedia Indonesia, “Nama Janggala diperkirakan berasal kata „Hujung Galuh‟, atau disebut „Jung-ya-lu‟ berdasarkan catatan China. Hujung Galuh terletak di daerah muara sungai Brantas yang diperkirakan kini menjadi bagian kota Surabaya. Kota ini merupakan pelabuhan penting sejak zaman kerajaan Kahuripan, Janggala, Kediri, Singasari, hingga Majapahit. Pada masa kerajaan Singasari dan Majapahit pelabuhan ini kembali disebut sebagai Hujung Galuh (id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Janggala).”
2) Sejarah Kerajaan Majapahit Kerajaan Majapahit berakhir ketika raja terakhir Girindrawa Dyah Ranawijaya dihancurkan oleh serangan kasultanan Demak yang dipimpin Jin Bun pada tahun 1527 M (Adji, 2013: 20). Majapahit sendiri merupakan kerajaan yang besar yang pernah menyatukan nusantara. Menurut Wikipedia Indonesia “Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya 41
yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389 M. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Budha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan (id.wikipedia.org/wiki/Majapahit). Setelah mengalami kekalahan dalam peperangan banyak orang Majapahit yang melarikan diri ke berbagai tempat salah satunya sampai ke lereng gunung Sindoro. Keluarga kerajaan yang mengungsi ke lereng gunung Sindoro tersebut bernama Pangeran Singonegoro, beliau mengungsi dan akhirnya sampai ditempat yang bernama Jumprit. Menurut Bapak Mujono (petugas Perhutani penjaga Agrowisata Jumprit) “Dalam pelariaannya pangeran Singonegoro bertapa disebuah sendang selama 40 haridan menjadi seorang Resi dengan gelarPanembahing Ciptaning. Beliau mengajarkan Hindu syiwa. Kemudian setelah tua beliau berniat untuk bertapa lagi dan akhirnya seluruh jasadnya lenyap atau sering disebut dengan Muksa. Akan tetapi sebelum beliau Muksa beliau memberkati air sendang tersebut.
Selain pangeran Singonego orang kerajaan yang mengungsi ke lereng Gunung Sindoro adalah salah seorang begawan atau ahli spiritual kerajaan Majapahit. Penduduk menyebutnya sebagai dukun karena mengetahui berbagai hal. Beliau tinggal bersama istrinya di dekat sebuah mata air yang
sekarang menjadi sebuah kolam atau sendang yang terletak di desa Traji. Oleh sebab itu sampai sekarang sendang tersebut diberi nama sendang sidukun. 3) Prasasti atau Batu Tulis Menurut mbah Suwari “Cerita yang ketiga desa Traji pernah menjadi tempat tinggal orang yang diberi amanat untuk menjaga sebuah prasasti dan juga candi. Orang tersebut sangat tekun dan patuhkemudian diberi hadiah seorang putri kerajaan. Selain itu desa Traji sebagai tempat tinggalnya juga mendapat hadiah sebagai bumi perdikan yang bebasa dari segala macam pajak atau upeti kerajaan.” Penulis sendiri mencoba mencari keberadaan batu tulis tersebut, namun tidak dapat menemukannya. Menurut penduduk sekitar, batu tulis tersebut termasuk salah satu benda keramat dan tidak semua orang dapat melihatnya. Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa batu tulis tersebut sudah hilang karena tidak terawat dan tergusur oleh perkampungan dan pemukiman warga. b. Cerita Asal Mula sendang Sidukun Cerita ini bermula dari kanjeng Sunan Lepen atau lebih terkenal dengan nama Sunan Kali Jaga. Saat Sunan Kali Jaga melakukan perjalanan untuk menyebarkan Agama Islam, beliau singgah disuatu tempat yang sepi untuk menjalankan ibadah sholat. Akan tetapi di tempat tersebut tidak ditemukan air untuk berwudhu. Konon beliau diberi karamah dengan menancapkan
43
teken atau tongkatnya ketanah kemudian muncul air jernih dari bawah tongkat tersebut lalu digunakan untuk berwudhu. Setelah bergantinya waktu dan jaman mata air tersebut di bangun sebuah kolam dengan panjang kurang lebih 25m x 7 m. Penduduk setempat banyak yang percaya dengan sumber mata air tersebut mempunyai khasiat tersendiri.
2. Asal Mula Diadakannya Upacara Tradisi Satu Sura Cerita ini bersumber dari seorang dalang yang bernama ki dalang Garu. Konon dahulu ditempat Sendang Sidukun tempat Kyai dan Nyai Dukun Kesuma sedang melakukan hajat pernikahan anaknya, dalam acara tersebut mereka nanggap atau melakukan pertunjukam wayang kulit tepat pada tanggal 1 Sura. Pada waktu pelaksanaan diadakan berbagai macam ritual yang dihadiri banyak tamu sehingga tempat tersebut ramai seperti pasar malam. Setelah selesai pelaksanaan upacara sesaji dilanjutkan dengan pertunjukan wayang kulit oleh dalang yang waktu itu yang dipercaya melakukan pertunjukan tersebut bernama ki dalang Garu yang berasal dari dusun Bringin daerah sekitar Traji. Masih menurut pengakuan dalang Garu, dia merasa ada yang mengundang untuk melaksanakan pementasan wayang kulit dalam
acara khajatan didesa Traji tanggal 1 sura, sehingga beliau memenuhi apa yang menjadi permintaannya waktu datang tidak curiga karena seperti dialam nyata disitu juga banyak pedagang yang menjual dagangannya bangunan panggungnya juga sangat bagus bahkan sebelum pentas dia juga ikut dalam prosesi sesaji para pengunjung dan tamu berpakaian kejawen surjan dan blankon layaknya punggawa kerajaan. Dan setelah selesai sesaji dilanjutkan pementasan wayang tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya malam itu didesa Traji sunyi tidak ada tanggapan wayang tersebut, hanya dari luar desa Traji malam itu terdengar suara gamelan, mengiringi pementasan wayang sehingga banyak penonton memastikan arah suara gamelan tersebut namun tidak dijumpainya kalau didengar dari arah selatan seperti diutara, kalau didengar dari arah timur seperti diarah barat. Pada keesokan harinya pagi ki dalang Garu pergi ketempatnya kepala desa dan menceritakan apa yang dialami semalam. Ki dalang Garu bercerita bahwa ia semalam ditanggap oleh sesepuh desa Traji yang lagi punya hajat disuruh pentas wayang semalam suntuk akan tetapi waktu bubar atau selesai pentas waktu yang punya khajat memberikan upah bukan berupa uang akan tetapi berupa kunir satu irik dan daun 3 lembar, kemudian ia hanya mengambil kunir tersebut 3 remang, kemudian diberi pesen oleh yang punya khajat untuk tidak menoleh kebelakang sebelum tujuh langkah. Setelah tujuh langkah iapun menoleh kebelakang ternyata dia hanya melihat pohon beringin
45
dan sendang dengan air yang tenang dan sejuk, iapun menoleh kaarah pucuk pohon ternyata lampu blencong ki Garu yang tertinggal menggantung diatas pohon tersebut dan kunir dan daun yang tadi diberikan berubah menjadi emas dan uang. Setelah kejadian tersebut kepala desa menyuruh ki dalang Garu untuk menetap tinggal di sebuah kampung kauman sebelah selatan yang diberi nama Garon yang berasal dari Garu. Sedangkan Tradisi satu Sura masih dilaksanakan sampai sekarang.
3. Prosesi Pelaksanaan Ritual Banyak cerita tentang kejadian masa lalu yang sakral dan penuh mistis yang kadang tidak masuk akal serta nalar manusia. Akan tetapi banyak yang mempercayai bahwa kejadian itu benar-benar nyata terjadi yang sengaja di anugrahkan Allah pada umatnya. Salah satu kejadian yang masih dipercayai peringatan 1 sura dan tempat yang dianggap keramat atau suci yang masih dilestarikan turun temurun sebagai titah jawi yang tidak lepas dari budaya jawa yang berbudaya Jawa dan berkepribadian ketimuran. Salah satu hal yang dilakukan untuk meneruskan serta melestarikan budaya masa lampau desa Traji, generasi penerus pepunden Traji secara turun temurun meneruskan adat tersebut diatas. Sehingga sampai kini sudah generasi ke-10 pemerintahan desa Traji
yang melaksanakan ritual tradisi satu sura terhitung dari masa Pemerintahan bapak Adi Surasa tahun 1964 sampai sekarang. Ritual Satu Sura begitu istilah yang terkenal jika berbicara tentang peringatan tahun baru hijriyah didesa Traji atau sering di sebut juga Suran Traji/Pak Lurah Traji Dadi Nganten. Pada awal pelaksanaannya hanya acara ritual dan langsung malamnya tanggapan wayang kulit
dua
malam
satu
hari.
Akan
tetapi
sekarang
pelaksanaannya semakin bertambah ramai, hal ini terbukti dari segi orang berjualan di sekitar lokasi. Pada pelaksanaan tahun 2014 panitia menyediakan 150 patok kavling stand tempat berjualan masih kurang padahal dulu sekitar tahun 1980-an hanya beberapa penjual itupun tidak sewa tempat. Sehingga di desa Traji pada malam 1 Sura menjadi ramai selama satu minggu jalan raya macet karena bertumpuknya kendaraan dengan pengunjung yang berjalan di jalan. Seperti kata sesepuh dulu pada bahwa “Yen ono rejehing jaman Deso traji soyo tahun soyo mundak regeng” Yang terbukti makin tahun acara suran traji makin meriah walaupun budaya jawi semakin luntur. Dalam pelaksanaannya ritual 1 Sura melalui berbagai macam prosesi antara lain a. Persiapan 1) Sebulan sebelum peringatan pemerintahan desa membentuk panitia Sura yang dihadiri warga ketua RT dan RW serta tokoh masyarakat untuk membahas pelaksanaan.
47
2) Rapat kedua mengumpulkan hasil persiapan rapat pertama dan laporan seksi-seksi termasuk laporan mencari dalang, anggaran belanja kosumsi, pembuatan panggung serta ditambah laporan perizinan keramaian dari kepolisian dan perijinan DPU Kaitannya dengan gangguan jalan raya. 3) Pada tahun 2014 masyarakat desa Traji mengumpulkan dana secara swadaya masing-masing kepala keluarga iuran sebesar Rp. 20.000. selain dari swadaya masyarakat seumber dana lainnya berasal dari penyewaan pathok atau kios berdagang di sekitar tempat pelaksanaan rotual, masing-masing pathok harganya Rp. 50.000 sampai dengan Rp. 75.000 untuk masyarakat desa Traji, sedangkan untuk masyarakat luar desa harganya berkisar antara Rp 100.000 sampai dengan Rp. 250.000. 4) Kira-kira 7 hari sebelum acara ritual didesa Traji sudah dimeriahkan turnamen sepak bola yaitu “SURO CUP” yang hingga kini sudah yang ke-28. Acara ini merupakan agenda acara pendukung dan final biasanya pada sore saat pelaksanaan 1 sura. 5) Tiga hari sebelum pelaksanaan masyarakat desa traji bergotong-royong membersihkan lingkungan dan juga membersihkan sendang Sidukun, kemudian dilanjutkan
membuat tratak dan panggung untuk pementasan wayang kulit. 6) Pada hari pelaksanaan panitia melakukan proses pembuatan sesaji yang terdiri dari tiga paket yaitu untuk sajen sendang sidukun, sajen kali jaga dan gumuk guci. Masing-masing terdiri dari nasi bucu atau gunungan dua pasang, jadah pasar, ingkung ayam, kepala kambing, beras kapuroto, beras putih, gunungan palawija, bunga wangi, ketan wajik, Air 7 rupa.
b. Pelaksanaan 1) Sebelum berangkat dipimpin
tokoh
keselamatan
diadakan ritual kendurinan yang
adat,
pada
yang
bertujuan
pelaksanaan
rombongan berangkat ke tempat gending
golo
ganjur
layaknya
ritual.
agar
diberi
Setelah
itu
sesaji dengan iringan iringan
rombongan
pengantin. 2) Sekitar pukul 18.00 bapak dan ibu kepala desa mamakai pakaian layaknya pengantin diiring ke kantor pemerintahan desa. Di kantor pemerintahan inilah acara kirap dimulai. Kirap didahului dengan cucuk lampah gagar mayang, dibelakangnya terdapat sepasang penganten bapak dan ibu
49
kepala desa dan belakangnya sesaji. Setelah rombongan pembawa
sesaji,
dibelakangnya
terdapat
rombongan
perangkat desa, sesepuh, domas, Pengiring dan pengunjung yang disampingnya adalah keamanan dan Relawan yang bertugas mengawal iring-iringan dari balai desa sampai Sendang. 3) Sesampainya rombongan tiba di Sendang, mereka disambut oleh para pemuka dan juru kunci sendang. Mereka berpakaian kejawen layaknya orang kerajaan dimasa kerajaan dahulu, dengan iringan Gending Golo ganjur rombongan pun dipersilahkan duduk bersimpuh menghadap Altar Tempat sesaji yang disana terdapat sumur kecil yang disakralkan sampai sekarang. Setelah duduk sejenak kemudian pranata adicara membacakan jalannya prosesi sesaji. a) Juru
Kunci
Sendang
membacakan
ritual
dan
memintakan doa agar acara berjalan khidmat dan diiringi pembakaran dupa sebagai simbol agar doanya terkabul. b) Kidung Jawi (kidung dhandang gula), yang merupakan permintaan kepada Gusti agar selalu diberi berkah menurut tradisi jawa.
c) Kacar-Kucur
oleh
kedua
pengantin
yang
melambangkan simbol saling memberi dan menerima diantara kedua pengantin yang mempunyai artikulasi agar kita menauladani saling memberi dan menerima dalam hidup berumah tangga dan bermasyarakat. d) Doa keselamatan bersama yang dipimpin oleh kaur keagamaan yang mempunyai simbol memberikan doa keselamatan kepada semua orang yang berkunjung disekitar sendang
maupun masyarakat luas secara
umum. e) Membagikan
sesaji
diperebutkan
kepada
pengunjung
untuk
sebagian percaya bahwa siapapun
pengunjung yang dapat merebut sesaji tersebut akan tercapai apa yang dikehendaki
sesuai hasil yang
direbut. Perebutan sesaji ini juga mempunyai arti “jika kita ingin sesuatu yang dikehendaki harus berebut atau dengan jalan usaha” maka dalam rebutan sesaji itu pengunjung rela berdesakan demi sebuah sesaji. f) Rombongan melanjutkan sesaji ke sendang kali jaga, disana terdapat punden yang konon tempat istirahat kanjeng sunan kali jaga. Juru kunci memimpin doa ditempat tersebut setelah selesai dilanjukan perjalanan
51
ke kali sendang Lanangan dan Wedokan, kali Salak dan kembali ke balai Desa. 4) Sekitar jam 00.00, Rombongan menuju ke makam mbah Kyai Adam Muhamad yang berlokasi di belakang Masjid Darul Falah Traji disana rombongan memanjatkan doa dan membaca Tahlil bersama, yang mempunyai tujuan dan makna mendoakan punden sesepuh traji yaitu mbah Adam Muhamad yang
konon merupakan orang yang pertama
menyebarkan agama Islam di desa Traji. 5) Rombongan melanjutkan acara sesaji ke Gumuk Guci. Konon tempat itu adalah tempatnya harta karun berupa Maspicis Raja Brana yang berupa perhiasan dan lain lain. Namun hingga kini tidak ada orang yang kuat untuk mengambil. Ditempat tersebut rombongan melakukan doa dan membaca ayat kursi sebanyak 300 kali. c. Penutup Setelah prosesi ritual malam satu suro selesai, pada malam kedua dipergelarkan tontonan wayang kulit semalam suntuk dengan lakon atau cerita sesuai permintaan masyarakat.
4. Pertunjukan Wayang Kulit Pada rangkaian ritual pertunjukan wayang kulit menjadi prosesi terakhir sebagai penutup. Pertunjukan tersebut dilaksanakan
selama satu hari dua malam dimulai pada malam kedua bulan sura. Pada malam pertama dilakukan pementasan dengan lakon nambak atau dalam bahasa Indonesia berarti membendung, maksudnya dalam lakon ini terdapat nasehat agar manusia dapat membendung hawa nafsunya. Tokoh utama dalam lakon nambak ini adalah Anoman yang berusaha menambak atau membendung lautan sebagai jalan menuju kerajaan Alengko untuk menyelamatkan dewi Shinta. Pada malam keduanya untuk pemilihan lakon wayangnya sesuai dengan permintaan panitia yang mewakili permintaan masyarakat. Berdasarkan catatan mbah Suwari Lakon atau judul yang dipentaskan pada malam kedua antara lain
No 1 2 3 4 5 6
Tahun 1964 1965–1980 1981–1989 1990–1998 1999–2007 2008–2013
Lakon Tambak Bontelan Kresna Duta Gondomono Luweng Bedahing Lokapala Pecahing Topeng Wojo Rama Ratu
Sedangkan untuk Lakon sebelum tahun 1964 tidak ada narasumber atau dokumen yang dapat peneliti jadikan sebagai sumber. Pada umumnya, pertunjukan wayang kulit tersebut disisipi dengan nasehat untuk membangun menuju hal yang lebih baik. Inti dari pertunjukan wayang yang dilakukan pada ritual ini adalah sebagai nasehat agar manusia mampu menahan hawa nafsunya serta agar
53
manusia tersebut berusaha membangun baik dari segi jasmani atau fisik dan juga membangun spiritual.
BAB IV PEMBAHASAN
Kumpulan data yang dianalisa dalam skripsi ini bersumber dari hasil wawancara dengan masyarakat setempat yang penulis anggap mampu untuk memberikan keterangan yang relevan, dilengkapi dengan dokumen yang ada. Mengacu pada fokus penelitian dalam skripsi ini, maka penulis akan menganalisa dan menyajikanya secara sistematis tentang tradisi peringatan tahun baru hijriyah dan nilai-nilai yang terdapat dalamnya. Setelah terjun kelapangan di desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. Penulis menemukan bentuk-bentuk tradisi peringatan tahun baru hijriyah dihubungkan dengan kajian teori, maka hasilnya sebagai berikut:
A. Analisis Hasil Temuan 1. Persepsi Masyarakat tentang Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah Dari sebagian besar pendapat para tokoh dan warga yang kami wawancarai, mereka menyatakan bahwa tradisi peringatan tahun baru hijriyah merupakan tradisi yang harus dilesatarikan/dibudayakan. Salah satunya diutarakan oleh bapak Sukri (salah satu warga desa traji). Hampir semua warga desa Traji mempercayai kalau tidak diadakannya ritual satu sura maka akan terjadi sesuatu yang buruk seperti gagal panen ataupun kecelakan. Sebaliknya apabila masyarakat melakukan ada kepercayaan akan diberi kemudahan dalam berbagai urusan seperti panen yang melimpah ataupun keselamatan.
55
Begitu juga dengan apa yang disampaikan oleh ibu Nafiah (salah seorang warga desa Traji). Ada kepercayaan kalau tidak melaksanakan ritual tahun baru hijriyah maka sesuatu yang buruk akan menimpa. Oleh karena itu semua warga desa Traji kompak melaksanakan ritual tersebut. Hampir semua narasumber yang berasal desa Traji ataupun masyarakat sekitar desa Traji yang penulis wawancarai mempercayai bahwa peringatan tradisi satu sura dapat memberi keberkahan begitu juga sebaliknya apabila tidak dilaksanakan maka sesuatu yang burukakan terjadi. Selain itu tradisi peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji sangat banyak sekali manfaat serta banyak sekali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tradisi tersebut juga sebagai sarana pemersatu masyarakat khususnya masyarakat desa Traji yang terdiri dari berbagai macam agama dan keyakinan. Seperti apa yang dikatakan oleh mbah Suwari (juru kunci sendang Sidukun). Masyarakat desa Traji itu terdiri dari berbagai macam agama dan kepercayaan, ada yang Islam, Kristen, Budha dan ada juga yang kepercayaan jawa atau kejawen. Dengan adanya peringatan tahun baru hijriyah dapat mempersatukan seluruh warga desa Traji ini. Tradisi peringatan tersebut menjadi salah satu contoh kecil persatuan yang dapat dijalin dalam bermasyarakat, dalam skala yang lebih besar persatuan dan kesatuan dapat diterapkan dalam kehidupan bernegara, sehingga negeri ini akan tercipta keadaan yang tenteram, tenang dan damai. 2. Bentuk Pelaksanaan Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah Dari berbagai macam sumber yang ditemukan dan orang yang penulis wawancarai, tradisi peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji
kecamatan Parakan kabupaten Temanggung sudah berlangsung lama dan dilaksanakan secara turun-temurun. Tidak ada yang tahu kapan tradisi tersebut di mulai, akan tetapi masyarakat sekitar mempercayai bahwa apabila tidak diadakan tradisi tersebut maka akan terjadi sesuatu yang buruk. Menurut mbah Suwari selaku juru kunci sendang, “salah satu hal yang terpenting dalam ritual tersebut adalah kita sebagai makhluk bertuhan apabila kita memohon sesuatu hanya kepada Tuhan, sedangkan semua ritual tersebut hanya sebagai sarana permohonan kita”.
Ritual peringatan ini dilaksanakan setiap tahunnya pada tanggal satu Muharram atau satu sura dimulai sekitar pukul 18.00. Rombongan yang terdiri dari kepala desa dan istrinya yang berpakaian layaknya pengantin diikuti pengiring dan juga gunungan besar, dikirab mulai dari kantor kepala desa menuju sendang Sidhukun. Disendang inilah berbagai macam ritual dilaksanakan sampai akhirnya gunungan yang dikirab tersebut diperebutkan oleh para pengunjung yang hadir dalam prosesi ritual tersebut. Selanjutnya sekitar pukul 00.00 WIB ritual dilanjutkan ke makam mbah Adam Muhamad beliau adalah tokoh penyebar agama islam di desa Traji. Ritual di akhiri di suatu tempat yang bernama Gumuk Guci. Pada malam kedua dilaksanakan pertunjukan wayang kulit, pertunjukan wayang tersebut sebagai penutup dari berbagai macam rangkaian ritual yang dilaksanakan dalam peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji. Selain sebagai penutup pertunjukan tersebut berisi berbagai macam nasehat untuk masyarakat khususnya masyarakat desa Traji.
57
Lakon atau cerita yang wajib dalam pertunjukan ini adalah nambak atau membendung maksudnya masyarakat dinasehati agar bisa membendung hawa nafsunya.
B. Nilai-nilai Pendidikan dalam Tradisi Peringatan Tahun Baru Hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung Dalam setiap tradisi atau budaya tentunya ada nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Begitu pula pada tradisi peringatan tahun baru hijriyah ini. Dari hasil penelitian penulis dan dikaitkan dengan teori, banyak sekali nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi Peringatan tahun baru hijriyah ini. Nilai-nilai tersebut antara lain : 1. Nilai Pendidikan tentang Sejarah Dalam tradisi peringatan tahun baru hijriyah ini terdapat nilai pendidikan sejarah yang tinggi. Yaitu sejarah Sunan Kalijaga yang pernah singgah di desa Traji. Nilai-nilai sejarah ini bisa dilihat dari cerita perjuangan Sunan Kalijaga dalam dakwah Islamnya. Selain itu bisa dilihat juga dari peninggalan-peninggalannya yang berupa petilasan yang ada di daerah Traji sebagai warisan budaya. 2. Nilai Pendidikan Nasehat Kebaikan Nilai pendidikan nasehat kebaikan, terutama dalam pagelaran wa[yang nampak sekali pada cerita yang didalamnya disisipkan nilai-nilai pendidikan
Islam.
Pada
lakon
nambak
manusia
disuruh
untuk
membendung hawa nafsunya. Selain itu pada lakon-lakon lainnya
disisipkan nilai-nilai pendidikan terutama agar menghormati orangtua, senantiasa bersyukur, senantiasa bersabar atas segala cobaan dan masih banyak lainnya. 3. Nilai Pendidikan Persatuan dan Kesatuan Masyarakat desa Traji terdiri dari berbagai macam agama dan latar belakang yang beragam. Tradisi peringatan tahun baru hijriyah yang diselenggarakan di desa Traji ternyata dapat berperan untuk menggalang persatuan dan kesatuan warga setempat. Nilai persatuan dan kesatuan dapat dilihat pada waktu pelaksanaan upacara. Masyarakat melakukan gotong-royong dengan membersihkan fasilitas umum berupa sendang, jalan, makam dan lingkungan. Mereka melakukannya secara suka rela, hal tersebut dapat menjadi ciri khas warga masyarakat untuk dapat dilestarikan dan dipertahankan. 4. Nilai Pendidikan Kearifan Lokal Tradisi Peringatan tahun baru hijriyah yang dilakukan masyarakat desa Traji mempunyai kearifan lokal tradisi yang dapat dilestarikan. Sebelum pelaksanaan peringatan tahun baru hijriyah diadakan kerja bakti membersihkan sendang atau kolam seta membersihkan lingkungan. Dengan mengamati berbagai kegiatan yang ada pada acara adat peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji tersebut kiranya dapat kita ambil maknanya: a. Adanya rasa taqwa dan hormat terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ini dapat dilihat adanya kegiatan doa bersama dalam kenduri yang
59
dilakukan di kantor Kepala Desa secara bersama sebelum acara dilaksanakan sebagai ungkapan syukur dan mohon pertolongan agar acara berjalan lancar. b. Adanya
rasa
kebersamaan
persatuan,
gotong-royong
berarti
menghilangkan individualisme dan egoistis. Ini dapat kita lihat dalam kerja sama dalam mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan pelaksanaan peringatan tahun baru hijriyah. c. Mengajarkan tentang kesehatan, kebersihan dan keindahan yang bisa kita lihat adanya pelaksanaan kebersihan sendang atau kolam, jalanjalan, lingkungan dan lain-lain, sehingga akan membuat keindahan di samping kesehatan.
Namun demikian, kegiatan peringatan tahun baru hijriyah selain mengandung nilai-nilai positif juga masih banyak hal-hal yang kurang sesuai dengan ajaran Islam, diantaranya adalah a. Masyarakat masih mengikuti tradisi nenek moyang atau orang terdahulu yang masih sangat kental dengan kepercayaan Hindu dan Budha serta Animisme dan Dinamisme. Hal ini menunjukkan bahwa ada kepercayaan yang dapat menjerumuskan manusia kepada penyekutuan terhadap Allah SWT dengan selain-Nya. Hal tersebut seharusnya perlu dipertimbangkan secara matang sehingga nilai-nilai Islam lah yang harus dikembangkan melalui peringatan tahun baru Hijriyah. Apabila hal ini dipahami oleh generasi penerus secara turun
temurun dapat menyebabkan hilangnya nilai-nilai aqidah, berganti pada nilai-nilai takhayul yang berkembang dalam masyarakat. Disisi lain Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 48
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar (Kementrian Agama RI, 2013: 48)
b.
Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan peringatan tahun baru hijriyah dan pertunjukan wayang kulit di Desa Traji mencapai Rp. 54.000.000,-. Ini merupakan biaya yang cukup besar. Alangkah lebih baiknya iuran warga masyarakat tersebut digunakan untuk hal-hal yang bersifat positif dan
mengandung
nilai-nilai
ibadah
seperti
memperbaiki
masjid/musholla, santunan yatim piatu, atau shodaqoh jariyah lainnya, sehingga dalam setiap tahun apabila dapat terkumpul sejumlah uang dengan nilai tersebut dapat memperbaiki kualitas ummat dalam mendukung kegiatan keagamaan. c. Dalam pelaksanaannya peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji menyebabkan kemacetan. Hal itu berlangsung hampir setengah bulan, bahkan saat pelaksanaan kirap kendaraan tidak bisa bergerak sama
61
sekali dikarenakan sangat penuh masyarakat yang mengikuti prosesi ritual atupun hanya sekedar melihat-lihat prosesi ritual. d. Salah satu hiburan yang ada pada pasar malam tersebut ada kegiatan permainan perjudian, berupa permainan mancing hadiah ataupun lempar kolong berhadiah.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan observasi di atas, maka penulis dapat menyimpulkan hasil penelitian tentang tradisi peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung adalah sebagai berikut : 1. Sejarah dilaksanakan peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung adalah peristiwa yang dialami oleh dalang Garu. Menurut dalang Garu, ia pernah diundang untuk mementaskan wayang kulit, namun setelah selesai beliau tidak menemukan siapa yang mengundangnya. Keesokan harinya beliau melaporkan kejadian tersebut kepada pemerintah desa, sejak kejadian tersebut tradisi peringatan tahun baru hijriyah dilaksanakan hingga sekarang. 2. Dalam pelaksanaan tradisi peringatan tahun baru hijriyah ada serangkaian tahapan prosesi yang dilakukan oleh warga masyarakat antara lain: a. Persiapan Dalam tahap ini masyarakat membentuk panitia untuk pelaksanaan acara. Tugas panitia disini adalah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan acara, mulai
63
dari
perizinan,
pencarian
dana,
pembuatan
sesaji
sampai
mempersiapkan dan mengatur acara pendukung lainnya. b. Pelaksanaan Acara kirap dilaksanakan malam satu Muharram atau satu Sura sekitar pukul 18.00. Sebelum acara dilaksanakan, dilakukan doa agar acara dapat berjalan lancar. Kemudian dilaksanakan acara kirab yang dimulai dari kantor kepala desa menuju sendang Sidukhun. Sesampainya rombongan tiba di Sendang, mereka disambut oleh para pemuka dan juru kunci sendang. Selanjutnya dilakukan ritual sebagai berikut: g) Kidung Jawi (kidung dhandang gula) h) Kacar-Kucur i) Doa
keselamatan
bersama
yang
dipimpin
oleh
kaur
keagamaan. j) Membagikan sesaji kepada pengunjung untuk diperebutkan. k) Rombongan melanjutkan sesaji ke sendang kali jaga. Sekitar jam 00.00, rombongan menuju ke makam mbah Kyai Adam Muhamad, selanjutnya rombongan melanjutkan acara sesaji ke Gumuk Guci. c. Penutup Setelah prosesi ritual malam satu Sura selesai, pada malam kedua dipergelarkan tontonan wayang kulit semalam suntuk dengan lakon atau cerita sesuai permintaan masyarakat.
3. Persepsi masyarakat sekitar tentang ritual peringatan tahun baru hijriyah di Desa Traji, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, sebagian besar masyarakat sekitar mempercayai bahwa dengan melaksanakan
ritual
peringatan
tahun
baru
hijriyah
akan
mendatangkan keberkahan dan kebaikan dan apabila tidak diadakan tradisi tersebut maka sesuatu yang buruk akan menimpa. 4. Nilai pedidikan yang dapat dipahami oleh masyarakat dari upacara adat peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji antara lain : a. Nilai pendidikan tentang sejarah b. Nilai pendidikan nasehat kebaikan c. Nilai
pendidikan
persatuan
dan
kesatuan
serta
gotong
royong/kerjasama. d. Nilai pendidikan kearifan lokal.
Namun demikian, kegiatan peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji juga terdapat hal-hal yang kurang sesuai dengan ajaran islam, diantaranya adalah: 1. Masyarakat masih mengikuti tradisi nenek moyang atau orang terdahulu, yang menunjukkan bahwa masyarakat masih melestarikan budaya leluhur yang menyekutukan Allah SWT. Hal tersebut perlu dihindari
sehingga
tidak
menimbulkan
persepsi
menyebabkan timbulnya syirik oleh generasi penerus.
65
yang
dapat
2. Budaya pemborosan, yaitu mengumpulkan iuran warga hanya untuk menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit, padahal sebaiknya iuran itu dapat digunakan untuk kemaslahatan seperti memperbaiki musholla/masjid, santunan yatim piatu atau kegiatan shodaqoh jariyah lain, yang lebih memiliki nilai ibadah serta memberikan nilai pendidikan bagi masyarakat. 3. Dalam pelaksanaannya peringatan tahun baru hijriyah di desa Traji menyebabkan kemacetan berlangsung hampir setengah bulan, bahkan saat pelaksanaan kirap kendaraan tidak bisa bergerak sama sekali dikarenakan sangat penuh masyarakat yang mengikuti prosesi ritual atupun hanya sekedar melihat-lihat prosesi ritual. 4. Masih adanya permainan/perjudian yang memberikan dampak negatif bagi masyarakat, terutama generasi penerus.
B. Saran Pada akhir penulisan ini penulis memberikan saran yang mungkin dapat membantu dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan orang lain: 1. Hendaknya masyarakat tetap melestarikan warisan budaya nenek moyang. Selama warisan budaya tersebut bernilai positif dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar daerah tersebut. 2. Hendaknya para ulama dan mubaligh meluruskan persepsi masyarakat yang kini sudah mulai melenceng. Tujuan dari
perayaan tradisi tersebut untuk sarana pelestarian budaya, namun kini sudah disalah persepsikan oleh masyarakat sebagai sarana untuk mencari keberkahan. 3. Saran peneliti kepada Dinas Pariwisata dan pemerintah yang terkait agar memperhatikan tradisi tersebut agar mampu menjadi salah satu tempat tujuan wisata.
67
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1987. Ilmu Pendidikan Islam. Salatiga: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo salatiga. _________. 1992. Islam sebagai Paradigma Ilmu pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media. Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Amin, Darori. 2002. Islam dan kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media. Azra, Azumardi. 1999. Esei-esei intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos wacana Ilmu. Darmadi, Hamid. 2009. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta. Kementrian Agama RI. 2003. Al-Qur`an Al-Karim Tajwid dan Terjemah. Surabaya: Halim. Krisna Bayu Adji, dkk. 2013. Majapahit Menguak Majapahit Berdasarkan Fakta Sejarah. Yogyakarta: Araska. Koentjoningrat, dkk. 2003. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta: Progres. Khazin, Muhyiddin. 2004. Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Buana Pustaka.
Langgulung, Hasan. 1992. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka AlHusna. Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. ________. Lexy. J. 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas. Nawawi, Haidari, dan Nini Martini, 1996, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajahmada University Press Karkono Kamjaya Partokusumo. 1995. Kebudayaan Jawa, Perpaduannya dengan Islam. Yogyakarta: IKAPI DIY. Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Lkis Printing Cemerlang Sagala, Syaiful. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Nimas Multima. Sholikhin, Muhammad. 2010. Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa. Yogyakarta: Penerbit Narasi. Sjarkawi. 2009. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara. Subyantoro, Arif. FX. Suwarto. 2006. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sudirman Dkk. 1991. Ilmu Pendidikan. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya. Surayin. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Yrama Widya. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Wahyana Giri. 2010. Sajen dan Ritual Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi. Zuriah, Nurul. 2007. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Janggala diunduh tanggal 18Agustus 2015 pukul 15.00 https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit diunduh tanggal 18Agustus 2015 pukul 15.30
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Rudi Triyo Bowo
TTL
: Temanggung, 11 Desember 1991
Alamat
: Jlamprang Rt. 02 Rw III Desa Mojosari, Kec. Bansari, Kab. Temanggung
Riwayat Pendidikan TK
: TK PKK Mojosari Lulus Tahun 1997
SD
: MI Mojosari Lulus Tahun 2003
SMP
: MTs Negeri Parakan Lulus Tahun 2006
SMA
: MA Negeri Temanggung Lulus Tahun 2009
DAFTARSATUAN KREDIT KEGIATAN Nama : Rudi Triyo Bowo NIM : 11111082 Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Progdi : Pendidikan Agama Islam (PAI) Dosen PA : Prof.,Dr. Mansur, M.Ag. No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan 1 OPAK (Orientasi 20-22 Agustus Peserta Pengenalan Akademik dan 2011 Kemehasiswaan) 2 AMT (Achievement 23 Agustus 2011 Peserta Motivation Training) 3 ODK (Orientasi Dasar 24 Agustus 2011 Peserta Keislaman) 4 Seminar Entrepreneurship 25 Agustus 2011 Peserta dan Koperasi 5 User Education 20 September 2011 Peserta Perpustakaan 6 Diklat Manajemen 09 Oktober 2011 Peserta Kearsipan dan Perpustakaan 7 Seminar Nasional “Rahasia 10 Oktober 2011 Peserta Kaya Ilmu, Kaya Hati, Sehat dan Kaya Raya” dan Penguasaan Bahasa Inggris (50 Grammar) Tanpa Menghafal dan Menulis 8 Masa Penerimaan Anggota 23 Oktober 2011 Peserta Baru (MAPABA) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) 9 Surat Keputusan Kepala 16 Juli 2012 Pengajar Kekolah SD Negeri Mranggen Kidul sebagai Guru Wiyata Bakti (GWB) Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) 10 Surat Keputusan Pengasuh 08 Agustus 2012 Pengurus Pondok Nurul Asna 11 Surat keputusan Kepala 28 Agustus 2012 Pengajar sekolah SD Negeri Mranggen Kidul sebagai Guru Wiyata Bakti (GWB) Mata Pelajaran Muatan Lokal Kab. Pendalaman Kitab Suci (PKS)
Nilai 3
2 2 2 2 2
8
2
4
4 4
12
Surat Keputusan Kepala Sekolah SD Negeri Mranggen Kidul sebagai Guru Wiyata Bakti (GWB) pembina Pramuka Bersih Kota “ TEMANGGUNG BERSIH TEMANGGUNG BERSENYUM “ BAKTI SOSIAL ke-VI “Membuka Diri Dengan Rendah Hati Menuju Pribadi Suci”
28 Agustus 2012
Pengajar
4
22 Desember 2012
Peserta
2
25-28 Oktober 2012
Panitia
3
15
SEMINAR NASIONAL KEBANGSAAN “Menggagas Menasionalismekan BerAgama; Upaya Membingkai Perbedaan Keberagamaan Dalam Ke-Indonesiaan”
27 Desember 2012
Peserta
2
16 17
Penyuluhan Bank Sampah Bersih Kota “ MARI JAGA
12 Januari 2013 07 April 2013
Panitia Panitia
3 3
Surat Keputusan Kepala Sekolah SD Negeri Mranggen Kidul Panitia Lomba Mata Pelajaran Agama Islam dan Seni Islami (MAPSI) Seminar Regional “Selamatkan Temanggung dari Lingkungan HIV/AID” Surat Keputusan Ketua Yayasan Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPA) Mambaul Huda
7 April 2013
Panitia
3
20 April 2013
Peserta
2
11 Juni 2013
Pengajar
4
21
Buka Bersama “SUCIKAN HATI DIBULAN SUCI DENGAN RIDHO ILAHI”
27 Juli 2013
Panitia
3
22
Surat Keputusan Pengasuh Pondok Nurul Asna
02 Agustus 2013
Pengurus
4
23
Malam Keakraban Keluarga Baru (MAKRABKEB) “Satukan Tujuan”
07-08 2013
Panitia
3
13
14
KEBERSIHAN DAN BERSAMA KITA NIKMATI KESEHATAN “
18
19
20
Oktober
24
25
26
27
28
29
Piagam Penghargaan Pembina Siswa pada Lomba Cerita Islami pada Lomba MAPSI Piagam Penghargaan Pembina Siswa pada Lomba Khitobah pada Lomba MAPSI
10 September 2013
Pembina
4
10 September 2013
Pembina
4
Piagam Penghargaan Pembina Siswa pada Lomba PAI, Pks dan Sholat pada Lomba MAPSI BAKTI SOSIAL ke-VII “Ikut Serta Menumbuhkan Kecintaan Masyarakat Terhadap Pendidikan” “TANAM 1000 POHON” yang diselenggaraka Forum Mahasiswa temanggung di Salatiga (FORMATAS) Bersih Kota “ KITA SEHAT &
10 September 2013
Pembina
4
Oktober
Panitia
3
21 November 2013
Panitia
3
12 Januari 2014
Panitia
3
13-16 2013
SADAR LINGKUNGAN YANG BERSIH “
30
Penyuluhan Pengelolaan Sampah “Pemanfaatan Kemabli Samapah Organic, Non Organic dan Penyikapan Samapah Residu”
16 Maret 2014
Panitia
3
31
Buka Bersama “INDAHNYA
13 Juli 2014.
Panitia
3
KEBERSAMAAN DI BULAN RAMADHAN“
32
Praktikum Baca Tulis AlQur‟an (BTQ)
22 Juli 2014
Peserta
2
33
Sertifikat Pengajar di FUNTASTIC COURSE
26 Juli 2014
Pengajar
4
34
Surat Keputusan Pengasuh Pondok Nurul Asna Malam Keakraban Keluarga Baru (MAKRABKEB) “Bersama Membuka Pintu Ilmu Dalam Satu Wadah Keluarga” Pelatihan Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Fermentasi
07 Agustus 2014
Pengurus
4
Panitia
3
Peserta
2
35
36
14-15 2014
September
31 Januari 2015
DOKUMENTASI
Sendang Sidukun Traji
Sendang Kalijaga
Sesaji yang Digunakan dalam Prosesi Ritual
Kaur Keagamaan Memimpin Do`A Sebelum Prosesi Dimulai
Bapak dan Ibu Kepala Desa yang Berpakaian Pengantin
Cucuk Lampah Sebagai Orang yang Paling Depan dalam Rombongan Kirab
Gunungan Saat Dikirap
Pengunjung Memperebutkan Sesaji
Kaur Keagamaan Memimpin Do`a di Mkam Adam Muhamad
Ritual Do`a di Gumuk Guci
Pagelaran Wayang Kulit
Wawancara Penulis dengan mbah Suwari (Juru Kunci Sendang Sidukun)
Sendang Petilasan Pangeran Singonegoro (Jumprit)
Wawancra Penulis dengan Bapak Mujono (Petugas Penjaga Jumprit)
LAMPIRAN WAWANCARA
Nama
: mbah Suwari
Alamat
: Traji
Lokasi
: Rumah Bapak mbah Suwari
Hari/Tanggal : Senin 13 Juli 2015 Waktu
: 16.30 – selesai
Keterangan
: mbah Suwari adalah juru kunci sendang Sidhukun
Daftar Pertanyaan 1. Apa yang arti malam satu suro menurut anda ? 2. Sejak kapan tradisi peringatan satu suro tersebut dilakukan warga Dusun Traji? Adakah sejarah yang melatar-belakanginya? 3. Siapa dalang dalam pertunjukan wayang kulit? Apa saja lakonnya? Jawaban 1. Mas, Deso Traji ki Masyarakate okeh. Trus terdiri dari berbagai macam pekerjaan, agama lan keyakinan. Pas acara suran kabeh masyarakat kumpul dadi siji. Dadi peringatan kuwi iso gawe sarana pemersatu masyarakan. Liyane kuwi okeh seng percoyo nek dewe nglakoni peringatan kuwe biso berkahi nek ora yok kadang kejadian-kejadian seng elek teko misale gagal panen, kecelakaan lan liane. Dadi masyarakat desa Traji kene nyengkuyung bareng kompak lan gayeng memperingati suran kuwi. 2. Nek pastine kapan ora ono seng ngerti tapi wes ono ket kulo cilek mas. Dadi sejarahe ngono Adanya nama Desa Traji terjadi dari tiga cerita. Dari Kerajaan Jenggala manik putra sang raja Yang bernama Pangeran Jaya Negara beliau Linggar dari kerajaan. Linggarnya beliau hingga sampai di suatu desa. Beliau singgah dan tinggal di desa tersebut sampai beberapa lama. Karena yang menempati dianggap merupakan orang yang punya trah
kerajaan/Keluarga kerajaan maka tempat singgah sang Pangeran tersebut diberi nama TRAH ADJI, yaitu tempat singgah orang yang punya kesaktian/trah kerajaan. Cerita yang kedua cerita dari kerajaan Majapahit. Runtuhnya Majapahit, punggawa kerajaan banyak yang meninggalkan kerajaan. Seperti nujumnya kerajaan menyelamatkan diri lari ke lereng Sindoro dan singgah disuatu desa yang berada ujung barat wilayah Temanggung. Yaitu Desa Tegalrejo Di situ ada suatu tempat peninggalan sejarah dimasa berakhirnya kerajaan Majapahit yang sekarang terkenal dengan nama JUMPRIT/JUMPAIT,Yang berasal dari kata Nujum Majapahit Yaitu seorang Nujum Kerajaan Majapahit yang lari menyelamatkan diri kearah utara hingga bersinggah didesa Tegalrejo sampai beliaunya Mangkat kehadapan Yang Maha Kuasa, Dan sampai sekarang tempat tersebut sangat terkenal dengan nama JUMPRIT, Ketenaranya tidak hanya diwilayah Temanggung saja namun terkenal sampai manca negara karena sumber mata airnya, yang terkenal dengan AIR SUCI JUMPRIT, Ada yang bertempat tinggal didesa Traji sini, yaitu Dikun Kesuma Beliau tinggal disuatu tempat dekat Pohon Beringin dekat Mata Air disebelah utara dari Situlis, Sekarang Traji Pulirno. Tempat tersebut adalah sebuah sendang/kolam yang sangat bening dan jernih airnya. Konon yang tinggal ditempat itu adalah sepasang suami istri yaitu Ki Dikun Kesuma dan Nyai Dikun Kesuma. Dan sampai sekarang tempat dan peninggalan tersebut masih ada yang terkenal dengan nama SENDANG SIDUKUN Yang berasal dari nama Kyai dan Nyai Dikun Kesuma tersebut,Yang juga masih darah kerajaan atau TRAH ADJI. Cerita yang ketiga berasal dari batu tulis, yang terrletak disebelah utara kali Situlis kampung Situlis sebelah timur Dusun Grogol (sekarang). Menurut cerita konon ada seseorang Punggawa Kerajaan disuruh memelihara Batu Tulis yang terletak disebelah dusun dan Candi Ngawen yang terletak di daerah Muntilan. Berhubung yang memelihara sangat tekun dan patuh, maka ia diberi hadiah seorang putri Kerajaan oleh sang raja, maka seseorang tersebut juga masih andahan kerajaan yang juga termasuk jugaTrah wong Aji (TRAH ADJI). LEGENDA ASAL-USUL ADANYA SUMBER AIR SENDANG SIDUKUN Cerita dari kanjeng Sunan Lepen (Sunan Kali Jaga), Beliau pada perjalanannya menyebarkan Agama Islam singgah disuatu tempat yang sepi, Beliau akan menjalankan Ibadah Sholat. Akan tetapi disitu tidak ada air buat berwudhu. Karena Dia adalah termasuk orang yang sakti juga merupakan Wali Nabi maka dengan kesaktiannya Oleh ALLAH diberikan
Mukjiat yaitu dengan menancapkan teken/tongkatnya ketanah, dan seketika itu munculah air jernih dari bawah tongkat tersebut, lalu digunakan untuk berwudhu. Konon Karena Tempat tersebut merupakan tempat keramat dan ajaib maka sumber mata air tersebut sampai sekarang masih sering digunakan oleh warga sebagai sarana mencari berkah dari Allah misal untuk Minta kesembuhan, mencari jodoh, tambahan diberi Rezeki, dan untuk pengairan warga sekitar. Menurut cerita dari orang tua dulu tempat tersebut sangat rimbun dan dalam karena berada dibawah tebing dan pohon Beringin yang sangat besar dan Tinggi sehingga jarang dijamah orang maka airnya sangat jernih, dan sering diambil airnya untuk berbagai keperluan. Karena tempat tersebut dulu sangat sulit karena hanya jalan setapak yang dirimbuni oleh pohon dan rumput sehingga jarang dijamah orang, Baru kemudian tahun berganti tahun selaras dengan perkembangan kehidupan manusia dan peradapan alam tempat tersebut dibuat semacam kolam kecil, yang lama makin lama dibangulah sebuah kolam permanen dengan panjang kurang lebih 25m x 7 m yang dinamakan sendang SIDUKUN, dengan sumber mata air AJAIB dan Pohon beringin yang besar, peninggalan SUNAN LEPEN. Keajaiban sumber mata air tersebut sampai sekarang masih dipercaya masyarakat yang mempercayainya untuk sebagai sarana minta berkah pada yang Maha Kuasa, misal untuk kesembuhan dari suatu penyakit, minta kelancaran rezeki, minta segera mendapatkan jodoh dan lain-lain. Dan pohon Beringin yang berdiri kokoh diatas mata air tersebut juga merupakan simbul yang keajaiban dan kebesaran Allah, karena kadang bisa sebagai pertanda atau wangsit. Keajaiban pohon beringin tersebut konon jika ada suatu peristiwa didesa Traji sering memberikan pertanda. Misal Saat pergantian Kepala Desa waktu pergantian dari bapak Munjiat diganti Bapak Sudayat tahun 1984 Ranting yang besarnya sepanggul/diameter 50 cm patah tanpa ada angin ataupun hujan dan ranting tersebut masih kuat dan masih hidup bersama daun hijaunya dan anehnya bangunan yang ada dibawahnya tidak rusak sedikitpun itulah satu diantara keanehan dari Pohon beringin Keramat peninggalan Sunan Lepen. Dari tempat yang dianggap keramat tersebut, sehingga sebagaian orang yang memperpercayai apabila punya khajat ataupun panyuwunan sering mendatangi tempat tersebut, maka tidak heran jika pada hari tertentu sering dijumpai orang minta berkah terutama setiap malam Selasa Kliwon Dan Jumat Kliwon, apalagi setiap tanggal 1 Syuro adalah Peristiwa sakral yang sangat ditunggu karena beribu ribu orang pengunjung datang entah sekedar menyaksikan acara sesaji ataupun minta berkah dan
tirakat. Yang jelas dari sumber mata air tersebut orang mempercayai sebagai air berkah (Tentunya itu adalah Mukjiat dari ALLAH Yang Maha Kuasa) Asal mula diadakanya upacara tradisi 1 syuro Konon dulu ditempat tersebut yaitu Sendang Sidukun tempat Kyai dan Nyai Dikun Kesuma sedang punya khajat yaitu mantu dan dalam acara tersebut naggap wayang tepat tanggal 1 Syuro, waktu itu konon diadakan acara ritual yang dihadiri banyak tamu sehingga tempat tersebut ramai seperti pasar malam. Sehabis mengadakan upacara sesaji dilanjutkan dengan tanggapan Wayang Kulit Oleh Dalang yang waktu itu yang dipercaya medar wayang yaitu Ki Dalang GARU yang berasal dari Dusun Bringin daerah sekitar Traji (Dia merupakan saksi hidup dan pelaku dari peristiwa tanggapan wayang malam itu), Menurut pengakuan beliau, Beliau merasa ada yang mengundang untuk melaksanakan pementasan wayang kulit dalam acara khajatan didesa Traji tanggal 1 suro, sehingga beliau memenuhi apa yang menjadi permintaan nya waktu datang tidak curiga, karena seperti dialam nyata, disitu juga banyak pedagang yang menjual daganganya bangunan panggungnya juga sangat bagus bahkan sebelum pentas dia juga ikut dalam prosesi sesaji para pengunjung dan tamu berpakaian kejawen Surjan dan blankon layaknya punggawa kerajaan. Dan setelah selesai sesaji dilanjutkan pentas/tanggapan wayang tersebut. Tapi pada kenyataannya malam itu didesa Traji Sunyi tidak ada tanggapan wayang tersebut, Hanya dari luar desa Traji konon malam itu terdengar suara gamelan antal anatalan, mengiringi pementasan wayang sehingga banyak penggemar/penonton memastikan arah suara gamelan tersebut namun tidak dijumpainya, kalau didengar dari arah selatan seperti diutara, kalau didengar dari arah timur seperti diarah barat tetapi sumber suara adalah dari Desa Traji disekitar Sendang Sidukun. Dan pagi harinya ada seseorang yang tidak lain adalah Ki Dalang Garu sowan ke pak Lurah dan menceritakan apa yang dialami semalam, Bahwa ia semalam ditanggap oleh sesepuh desa Traji yang lagi punya khajat disuruh pentas wayang semalam suntuk akan tetapi waktu bubar pentas waktu yang punya khajat memberikan upah bukan berupa uang akan tetapi berupa Kunir satu irik dan daun 3 helai, maka beliau hanya mengambil Kunir tersebut 3 remang/3 nyari, akan tetapi diberi pesen oleh yang punya khajat untuk tidak menoleh kebelakang sebelum 7 langkah. Apa yang terjadi begitu ki Garu melangkah setelah 7 langkah iapun menoleh kebelakang ternyata dia hanya melihat pohon beringin dan sendang dengan air yang tenang dan sejuk, bahkan ia menoleh kaarah pucuk pohon ternyata lampu blencong ki Garu yang tertinggal
menggantung diatas pohon tersebut,dan Kunir dan daun yang tadi diberikan berubah menjadi emas dan uang, beliau terkejut dan melaporkan kejadian yang dialaminya kepada kepala desa kemudian oleh kepala desa kejadian tersebut nalurikan untuk diteruskan sampai sekarang dan Kidalang Garu disuruh menetap tinggal di sebuah kampung kauman sebelah selatan yang diberi nama Garon yang berasal dari Garu, tempatnyapun masih ada hingga sekarang, dan Tradisi 1 Syuro masih dinalurikan sampai sekarang. Maksud diadakan Ritual 1 Syuro antara lain a. Meneruskan Tradisi apa yang dilakukan nenek moyang sesepuh Desa Traji seperti yang dikisahkan Ki dalang Garu. b. Melestarikan budaya peninggalan nenek moyang yang adi luhung. c. Sebagai bersih desa/merti desa agar desa ini diselamatkan dari segala bahaya. d. Sebagai alat pemersatu diantara warga Desa Traji, dan sekitarnya. e. Untuk memohon doa kepada ALLAH Supaya diberi keselamatan, ketentraman lahir batin dijauhkan dari mala petaka. 3. Untuk pementasan harus dengan dalang Kasepuhan artinya dalang yang sudah benar benar menguasai kemahiran batin dan berilmu kebatinan tinggi , Nanging seng mesti lakon pasti ki lakon nambak soale intine ki nasehat kanggo masyarakat khususe deso traji ben iso nambak utawa mbendong hawa nafsune. Nek liyane terserah permintaan masyarakat. Seperti yang dikisahkan oleh Ki dalang Garu dan setelah Dalang garu ada lagi dalang yang Winasis selanjutnya yaitu Ki Timbul Hadi Prayitno yang berasal dari daerah Bantul Jogjakarta. Beliau adalah dalang penerus dalang Garu Selanjutnya, Ia juga ada kisah yang menarik yaitu Sebelum hari pementasan ada wakil dari desa Traji yang datang mencari beliau Ki Timbul Hadi Prayitno. Dia waktu itu belum setenar tahun belakangan ini dia masih sebagai orang biasa petani waktu ada utusan ia sedang membajak sawah lalu utusan itu menghampirinya dan tanya alamat yang dimaksud yaitu Pak Timbul yang pernah mendalang di RRI Jogja dan ternyata Ia sendiri yang saat itu belum mengaku kalau dirinya yang bernama timbul baru setelah ia mengajak tamunya mampir kerumahnya baru beliau mengaku kalau ia yang bernama Timbul Hadi Prayitno dan setelah berbincang bincang utusan dari Traji itu mengutarakan kedatanganya ke pak timbul yang intinya diminta untuk pentas wayang pada acara sadranan 1 syuro tapi pak timbul mengatakan katanya minggu kemarin juga sudah ada utusan dai Traji yang sama minta untuk mementaskan wayang pada acara sadranan 1 Syuro
orangnya sama dan karena pak timbul tahu kebatinan maka iapun segera menyanggupinya ternyata yang datang dulu adalah utusan dari pepunden desa Traji/atau Kyai danyang Desa Traji yang menyerupai seperti utusan dari Pemerintahan Desa dan berapa upah yang disepakati waktu itu yaitu Rp15.00. (sumber berita ini adalah Ngendika dari Pak Timbul sendiri yang pernah cerita kepada rombongan kami saat sowan ke pak timbul dirumahnya jalan ParangTritis Km 25 Patalan Bantul) Selanjutnya mengenai tokoh atau lakon wayang kadang sering ada kesamaan kejadian yang dialami warga desa Traji. Tahun 1964 saat pemerintahan desa dipimpin oleh Bpk Adi Surasa ,beliau mengambil lakon“Tambak Bontelan” kisah dari lakon ini Perang Brotoyudo yaitu ngalengko melawan pancawati yang menimbulkan banyak korban dan banyak banten maka dicocokkan dengan kejadian desa Traji waktu itu mirip karena setelah itu timbul peristiwa G.30.S.PKI/GESTAPU Warga Traji juga banyak yang jadi korban. Tahun 1965–1980, Saat pemerintahan Bpk Munjiat Harmo Atmojo HS, Mengambil lakon KRESNA DUTA, Beliau adalah seorang kartikelir yang menjalankan tugas, maka mirip dengan Lakon Kresna Duta sang tokoh duta adalah beliau bpk Munjiat, yang menjalankan sebagai pimpinan Desa karena kepala desa berhalangan tugas karena ikut menjadi korban G 30 S PKI. Tahun 1981–1989 Pemerintahan bapak Sudayat waktu akan berakhirnya mengambil lakon GONDOMONO LUWENG Yang mengandung makna berakhirnya Raja Gandamana. Tahun 1990–1998 masa pemerintahan bpk Tunung Supriyono mengambil cerita BEDAHING LOKAPALA Beliau banyak berjuang bagi pemerintahan tetapi mengesampingkan terhadap pepunden desa Traji maka diakhir pemerintahan berdampak tidak baik terkena dampak reformasi pemerintahan secara perekonomian juga hancur. Tahun 1999–2007 mengambil lakon PECAHING TOPENG WOJO, Yang mengandung arti saat pemerintahan dia banyak peristiwa yang mirip dengan lakon dan berakhir dengan pecahing topeng oleh Gatutkoco. Pada akhir masa pemerintahan bpk Arianto lengser iapun memandito melaksanakan ibadah Haji. Tahun 2008–2013 mengambil lakon RAMA RATU, Yaitu lakon yang menggambarkan sosok pemimpin bijak dimasa pemerintahan dan berakhir dengan Satrio pinandito maka belaiu memandito dengan melaksanakan ibadah Haji.
Nama
: Jupriyono
Alamat
: Traji
Lokasi
: Rumah Bapak Jupriyono
Hari/tanggal
: Seni 6 Juli 2015
Waktu
: 19.30 – selesai
Keterangan
: Bapak Jupriyono adalah salah satu panitia yang bertugas langsung sebagai cucuk lampah
Daftar Pertanyaan 4. Apa saja Ritual dalam peringatan satu suro dan apa artinya ? serta Apa saja tahapan pelaksanaan kegiatan peringatan satu suro? Jelaskan secara berurutan? Jawaban 1. Prosesi Acara Ritual 1 Suro a. Sebulan sebelum peringatan Pemerintahan desa membentuk panitia Suro yang dihadiri warga ketua RT Dan RW Juga tokoh masyarakat yang membahas masalah pelaksanaan dari rencana ritual biaya penyelenggaraan sampai pelaksanaan. b. Rapat kedua mengumpulkan hasil persiapan kumpulan pertama dan laporan seksi seksi termasuk laporan mencari dalang dan anggaran belanja kosumsi. Dan pembuatan panggung. Sekarang ditambah laporan perizinan keramaian dari kepolisian dan perijinan DPU Kaitanya dengan gangguan jalan raya. c. Kira-rira 7 hari sebelum acara ritual didesa Traji sudah dimeriahkan dengan suatu kegiatan olah raga yaitu turnamen Sepak Bola yaitu
SURO CUP YANG HINGGA KINI SUDAH YANG KE 28, Dan itu adalah juga merupakan agenda acara pendukung dan final biasanya pada sore saat pelaksanaan 1syuro. d. Satu hari menjelang Ritual 1 Syro Desa Traji sudah meriah bagai pasar tiban Pengunjung sudah berdatangan sejak siang dan menunggu prosesi sekitar jam 18.00 Sekitar jam 17.00,Kepala desa dan rombongan sesaji mengadakan persiapan e. Setelah jam yang ditentukan Bapak beserta ibu Kepala Desa yang saat itu kajibah menjadi Sepasang penganten mempersiapakan diri dengan busana penganten jawa layaknya sepasang penganten yang akan diiring ke tempat sesaji yang diiringi dan didahului dengan Cucuk lampah Gagar mayang Belakangnya sepasang penganten bapak dan ibu kepala desa dan belakangnya Sesaji yang terdiri dari Sajen Sendang dukun terdiri dari Nasi Bucu 2 pasang, Jadah Pasar, Ingkung Ayam, Kepala Kambing, Beras kapuroto, beras putih, Gunungan palawija, Bunga wangi, Ketan wajik, Air 7 rupa, dll dan satu paket lagi untuk Sajen Kali jogo. Setelah rombongan pembawa sesaji, belakangnya sepasang penganten bapak dan ibu kepala desa dibelakangnya
rombongan
Perangkat
desa,
sesepuh,
Domas,
Pengering dan pengunjung,yang sampingnya adalah keamanan dan Relawan yang bertugas mengawal iring-iringan dari balai desa sampai Sendang.
f. Sebelum berangkat diadakan ritual Kendurinan yang dipimpin tokoh adat, yang bertujuan agar diberi keselamatan acara Ritual nantinya. Sampai saatnya Rombongan temanten Berangkat ke tempat sesaji dengan iringan Gending Golo ganjur layaknya Iringan temanten rombongan berjalan dengan langkah pelan-pelan karena sesaknya jalur yang dilewati, bagai lautan manusia yang menyaksikan dan ingin minta berkah dari sang panganten. kadang hujanpun tak dihiraukan oleh pengunjung. g. Semampainya rombongan tiba di Sendang, Mereka disambut oleh Para Pemuka Juru Kunci Sendang, yang berpakaian kejawen layaknya orang Kerajaan Dimasa kerajaan dahulu, dengan iringan Gending Golo ganjur rombongan pun dipersilahkan duduk bersimpuh menghadap Altar Tempat sesaji yang disitu adalah sumur kecil dengan sumber air berkah didalamnya, karena dari munculnya mata air tersebut yang disakralkan sampai sekarang. Setelah duduk sejenak kemudian pranoto coro membacakan jalannya prosesi sesaji. a) Pertama:
Juru
Kunci
Sendang
membacakan
ritual
dan
memintakan doa agar acara berjalan khidmat dan diiringi pembakaran dupa sebagai simbul agar doanya terkabul. b) Kedua : KIDUNG JAWI (Kidung Dhandang Gula), yang merupakan permintaan kepada Gusti agar selalu diberi berkah menurut tradisi jawa.
c) Ketiga : Kacar-Kucur Oleh kedua Temanten Yang Melambangkan dipimpin mbok nyai dukun yang tidak lain mempunyai simbul saling memberi dan menerima diantara kedua temanten yang mempunyai artikulasi agar kita menauladani saling memberi dan menerima dalam hidup berumah tangga dan bermasyarakat. d) Keempat: Doa Keselamatan bersama yang dipimpin oleh Ketua adat/KESRA,
Yang
mempunyai
simbol
memberikan
doa
Keselamatan kepada semua orang yang berkunjung disekitar sendang maupun masyarakat luas secara umum. e) Kelima:
Membagikan
diperebutkan
sesaji
kepada
pengunjung
untuk
dengan simbol siapapun pengunjung yang dapat
merebut sesaji tersebut akan tercapai apa yang dikehendaki sesuai hasil yang direbut, arti lain Jika kita ingin sesuatu yang dikehendaki harus berebut atau dengan jalan Usaha maka dalam rebutan sesaji itu pengunjung rela berdesakan demi sebuah sesaji f) Keenam: Rombongan melanjutkan sesaji ke KALI JOGO Yang disitu ada punden konon tempat Istirahat Kanjeng Sunan Lepen, sehingga dianggap tempat Suci/keramat Juru kunci memimpin Doa ditempat tersebut dan setelah selesai dilanjukan perjalanan ke KALI SENDANG LANANGAN DAN WEDOAN, KALI SALAK dan kembali ke Balai Desa Namun disepanjang perjalanan banyak pengunjung yang ingin berjabat tangan minta berkah karena dianggap Simbol raja yang sedang paring berkah dan tak lupa
pengunjung juga berebut minta nasi bucu berkah Sehingga pengunjung yang percaya walaupaun Cuma sedikit kalau mereka sudah diberi mereka beranggapan akan dimudahkan hidupnya mencari rezeki (Tapi semua kita kembalikan Keagungan ALLAH Yang Mengatur Rezeki). g) Ketujuh: Sekitar jam 00.00, Rombongan menuju ke Makam Mbah KYAI ADAM MUHAMAD yang berlokasi di belakang Masjid DARUL FALAH Traji disana rombongan memanjatkan doa dan membaca Tahlil bersama, yang mempunyai tujuan dan makna mendoakan punden sesepuh traji yaitu mbah ADAM MUHAMAD yang konon dulu merupakan orang yang pertama tinggal di desa Traji. Karena berkah dari punden ini mereka minta doa pada ALLAH agar selalu diberi keselamatan, kesehatan, Ketentreman lahir batin, dengan melaksanakan ritual ini. h) Kedelapan: Rombongan melanjutkan acara sesaji ke GUMUK GUCI Yang juga tempat suci dan Keramat. Konon tempat itu tempatnya harta karun
berupa maspicis raja brana, artinya
tempat peninggalannya perhiasan dan lain lain. Namun hingga kini tidak ada orang yang kuat untuk mengambil. Ditempat tersebut rombongan melakukan doa dan membaca surat/ayat Kursyi 300x.
Nama
: Mujono
Alamat
:-
Lokasi
: Tempat Agro wisata Jumprit
Hari/Tanggal : Rabu, 29 Agustus 2015 Waktu
: 15.00 – selesai
Keterangan
: Bapak Sukri adalah pegawai perhutanipenjaga tempat wisata Jumprit
Daftar Pertanyaan 1. Adakah kaitan tempat petilasan Jumprit ini dengan desa traji dan tradisi peringatan tahun baru hijriyah?
Jawaban 1. Kalau soal kaitan Jumprit dan Traji saya belum tahu jelas dan pasti, tapi yang sudah terbukti bahwa tempat ini memang salah satu peninggaln dari kerajaan Majapahit tepatnya masa akhir kerajaan tersebut. Pada jaman peralihan Islam yang ditandai munculnya kerajaan islam pertama di pulau Jawa, terjadi perang antara kerajaan Majapahit dan Demak yang pada saat itu di perintah oleh raden Patah. Pada perang tersebut majapahit mengalami kekalahan, karena itu banyak orang Majapahit yang melarikan diri dari berbagai tempat, salah satunya bernama Pangeran Singonegoro. Dia melarikan ke lereng gunung Sindoro
diikuti istri dan pengawalnya yaitu Mahesa Aduk dan Endong Wulung dan kera yang bernama Ki Dipo. Pangeran Singonegoro bertapa di sebuah sendang selama 40 hari dan menjadi resi dengan gelar panembahan Ciptaning dia mengajarkan hindu Siwa. Setelah tua, untuk kedua kalinya pangeran bertapa dan hilang bersama jasadnya (Muksa). Kemudian tempat tersebut dikeramatkan
Nama
: Ontong
Alamat
: Traji
Lokasi
: Rumah Bapak Ontong
Hari/Tanggal : minggu 12 Juli 2015 Waktu
: 18.30 – selesai
Keterangan
: Bapak Ontong adalah salah satu perangkat Desa yang bertugas langsung sebagai salah satu panitia
Daftar Pertanyaan 5. Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan peringatan satu suro? Bagaimana perannya? 6. Siapa dalang dalam pertunjukan wayang kulit? Apa saja lakonnya? 7. Bagaimana dengan peran warga? Adakah iuran yang dikenakan dan berapa besarnya? Jawaban 2. Peringatan tahun baru hijrriyah nek wong kene nyebut sebagai suran, ono meneh seng nyebut pak Lurah karo bu Lurah ngantenan, soale dilaksanakke pas tanggal siji sura trus pak Lurah karo bu Lurah di kirab koyo nganten. Biasana meh kabeh warga Traji kene kompak lan gayeng nglaksanakke prosesi ritual. Ono seng dadi panitia seng langsung terjun, tapi yok ono seng kur iuran thok. Nanging meh kabeh warga desa Traji ikut serta. 3. Nek mbiyen awale Tradisi dalange mesti ki Dalang Garu. Trus diteruske karo anak putune dalang garu. Naganti tekan tahun 1966 lagi di ganti karo Ki Timbul seko Jogja trus sakwise ki Timbul sedo diganti karoanake
ki Timbul nanging kur betah rong tahun tekan saiki dalangnge yok seko jogja. 4. Nek biayane ki tahun 2014 entek kiro-kiro Rp 54.000.000,-. Dadi kabeh masyarakat Traji dijaluki urunan. Trus tambahan seko panitiane. Kek kur urunane masyarakat ki paling jur oleh Rp. 13.000.000,-, seng akeh ki entok seko donatur karo pahok dodolan lan hiburan. Tahun wingi kli entok sekitar Rp. 64.000.000,- dadi iseh ono sisa Rp. 11.000.000,-
Nama
: Sukri
Alamat
: Traji
Lokasi
: Rumah Bapak Sukri
Hari/Tanggal : Senin 13 Juli 2015 Waktu
: 18.30 – selesai
Keterangan
: Bapak Sukri adalah salah satu masyarakat Desa Traji
Daftar Pertanyaan 8. Apa pendapat warga masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan peringatan satu sura selama ini? 9. Bagaimana suasana saat pelaksanaan peringatan satu suro?
Jawaban 1. Nek wong desa Traji meh percoyo kabeh nek ora ono wayangan utowo peringatan suran mesti ono sesuatu seng elek terjadi mbuh kuwi gagal panen, kecelakaan utawa liyane seng ora dikarepake. Trus masyarakat kene yok percoyo nek gelem nglakoni mesti di paringi kelancaran urusane mbuh kuwi panene apik opo dike`i keselamatan dadi masyarakat kene gayeng banget nek meh nglaksanake suran 2. Suasanane nek pas suro ki rame banget, akeh hiburan: ono pasar malem ono dodolan jajan, panganan , dolanan, sandangan. Pokoke nek pas suran ki deso Traji koyo pasar ae. Seko pojok kidul deso tekan sendang kabeh
kebek karo dodolan. Opo meneh pas malem tanggal sijine pas kirap montor lan mobil macet total ora biso lewat. Nama
: Nafiah
Alamat
: Traji
Lokasi
: Rumah ibu Nafiah
Hari/Tanggal : Senin 13 Juli 2015 Waktu
: 20.30 – selesai
Keterangan
: Bapak Nafiah adalah salah satu masyarakat Desa Traji
Daftar Pertanyaan 1. Apa pendapat warga masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan peringatan satu sura selama ini? 2. Bagaimana suasana saat pelaksanaan peringatan satu suro?
Jawaban 1.
Jarene yo mas nek ora wayangan opo ora suran ki mesti ono sesuatu seng elek teko. Dadi kabeh warga Traji kompak nek meh ngrayakke. Trus nek warga seng gelem terjun langsung trus gelem ngenehi urunan gawe perayaan ndillah yok diparingi gampang ae, sak ngertiku ora ono seng ngangluh meni kelarangen opo pas ora duwe
2. Jajal sampean rene mas nek arak ngerti koyo opo ramene, seko pojok kidul deso tekan sendang mino dodolan. Opo meneh pas acara kirap ora ono pit utowo montor seng biso lewat pokoke macet total