NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI MERTI DESA (Studi di Dusun Bawang Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang)
SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam Pada Jurusan Tarbiyah
Disusun Oleh
AA IHYAUDDIN AL - MAHALI NIM. 11108042
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
i
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp Hal
: 4 Eks : Naskah Skripsi Saudara AA Ihyauddin Al - Mahali
Kepada Yth: Ketua STAIN Salatiga Di Salatiga ASSALAMU’ALAIKUM, WR. WB Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara : Nama : AA Ihyauddin Al - Mahali NIM : 11108042 Jurusan : Tarbiyah/ Pendidikan Agama Islam Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI MERTI DESA (Studi di Dusun Bawang Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang) Dengan ini mohon agar skripsi saudara tersebut diatas segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. WASSALAMU’ALAIKUM, WR.WB
Pembimbing
Drs. Juz'an, M.Hum NIP 19611024 198903 1 002
ii
SKRIPSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI MERTI DESA (Studi di Dusun Bawang Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang)
DISUSUN OLEH AA IHYAUDDIN AL - MAHALI NIM. 11108042
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada tanggal 1 September 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
: H. Agus Waluyo, M.Ag
________________
Sekretaris Penguji
: Nafis Irkhami, M.Ag
________________
Penguji I
: Drs. H. Imam Baihaqi, M.Ag
________________
Penguji II
: Drs. Bahroni, M.Pd
________________
Penguji III
: Drs. Juz’an, M.Hum
________________
Salatiga, September 2012 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19580827 198303 1 002
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: AA IHYAUDDIN AL - MAHALI
NIM
: 11108042
Judul Skripsi
: NILAI-NILAI
PENDIDIKAN
ISLAM
YANG
TERKANDUNG DALAM TRADISI MERTI DESA (Studi di Dusun Bawang Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang) Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak ada karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis di dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Salatiga, Agustus 2012 Yang Menyatakan
AA Ihyauddin Al - Mahali
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
…… Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS Al Baqarah: 197)
dan
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Ibuku tercinta ( Siti Fatimah) yang selalu mendukung, mendo'akan dan memberikan segalanya baik moral maupun spritual bagi kelancaran studi, semoga Allah senantiasa meridhoinya. 2. Bpk Drs. Juz’an M.Hum, selaku Dosen Pembimbing yang dengan keikhlasannya telah memberikan bimbingan hingga tersusunnya skripsi ini. 3. Rekan-rekan seperjuangan yang selalu memberikan support hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb yang Maha Rahman dan Rahim yang telah mengangkat manusia dengan berbagai keistimewaan. Dan dengan hanya petunjuk serta tuntunan-Nya, penulis mempunyai kemampuan dan kemauan sehingga penulisan skripsi ini bisa terselesaikan. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada Uswatun Khasanah Nabi Muhammad SAW, semoga beliau senantiasa dirahmati Allah SWT. Amin. Sebagai insan yang lemah, penulis menyadari bahwa tugas penulisan ini bukanlah merupakan tugas yang ringan, tetapi merupakan tugas yang berat. Akhirnya dengan berbekal kekuatan serta kemauan dan bantuan dari berbagai pihak, maka terselesaikanlah skripsi yang sederhanan ini dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI MERTI DESA (Studi di Dusun Bawang Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang)” Dengan tersusunnya skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih yang tiada taranya kepada : 1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. 3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, selaku Kaprodi PAI Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. 4. Bapak Drs. Juz'an, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing, yang dengan keikhlasannya telah memberikan bimbingan hingga tersusunnya skripsi ini. 5. Karyawan Perpustakaan STAIN Salatiga yang telah menyediakan fasilitasnya. Atas segala hal tersebut, penulis hanya bisa berdo’a, semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal sholeh yang akan mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin. vi
Akhirnya penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan atau bahkan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini akan penulis terima dengan rasa senang hati dan terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pribadi dan bagi pembaca pada umumnya. Amin – amin yarobbal ‘alamin
Salatiga, Agustus 2012 Penulis
AA Ihyauddin Al-Mahali
vii
ABSTRAK AA Ihyauddin Al-Mahali. 2012. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI MERTI DESA (Studi di Dusun Bawang Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang). Skripsi, Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing. Drs. Juz’an, M.Hum Kata Kunci
: Nilai Pendidikan Islam, Merti Desa
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apasajakah Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi Merti Desa (Studi di Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang)? Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi Merti Desa (Studi di Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang). Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan fenomena secara mendalam untuk mengkaji masalah yang diteliti. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan di Dusun Bawang Desa Tukang Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi atau pengamatan. Analisis datanya menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam adat Merti Desa di Dusun Bawang Desa Tukang Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang adalah: Nilai aqidah, yaitu meyakini bahwa Allah SWT merupakan satu-satunya dzat yang memberikan keselamatan kepada manusia, Nilai ibadah, yaitu dilakukan upacara berdo’a untuk mendoakan keselamatan warga dan arwah sebagai wujud ibadah; Nilai gotong royong/ kerjasama yaitu masyarakat secara bersama-sama bekerja bakti membersihkan makam dan membuat umbul-umbul sehingga kebersamaan antar mereka tetap terjalin dengan baik; Nilai syukur yaitu masyarakat yang suka mensyukuri nikmat akan ditambah nikmatnya dan terhindar dari segala malapetaka. Namun demikian dalam tradisi merti dusun juga masih terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan ajaran islam, seperti, Masyarakat masih mengikuti Tradisi nenek Moyang / Orang terdahulu, budaya pemborosan dan perjudian yang marak saat pelaksanaan merti dusun atau saat pertunjukan wayang kulit. Saran yang dapat disampaikan adalah pentingnya nilai pendidikan Islam yang ada dalam acara merti desa tersebut perlu adanya pelestarian dari generasi penerus, terutama dalam memahami aspek-aspek nilai pendidikan Islam yang ada di dalam acara tersebut, sehingga tidak akan mudah tergerus oleh perkembangan zaman.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
i
NOTA PEMBIMBING ................................................................................
ii
PENGESAHAN ...........................................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...............................................................
v
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vi
ABSTRAK ...................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
5
E. Definisi Operasional ...............................................................
6
F. Metode Penelitian ...................................................................
7
G. Sistematika Penulisan .............................................................
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Definisi Nilai ..........................................................................
13
B. Pendidikan Islam ....................................................................
17
C. Merti Desa ..............................................................................
30
D. Nilai Pendidikan Islam dalam Merti Desa .............................
33
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Letak Geografis Dusun Bawang ............................................
38
B. Upacara Merti Desa di Dusun Bawang ..................................
42
ix
BAB IV PEMBAHASAN ..........................................................................
50
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................
57
B. Saran .......................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
60
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Menurut Umur .......................................
39
Tabel 3.2
Data Pemeluk Agama ..........................................................
40
Tabel 3.3.
Tingkat Pendidikan Masyarakat ..........................................
41
Tabel 3.4
Data Sarana Pendidikan ......................................................
41
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Pertanyaan 2. Surat Keterangan Penelitian 3. Daftar Riwayat Hidup 4. Dokumentasi
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Islam lebih banyak dikenal dengan menggunakan istilah al-tarbiyah, al-ta`lim, al-ta`dib dan al-riyadlah. Setiap terminologi tersebut mempunyai makna yang berbeda satu sama lain, karena perbedaan teks dan kontek kalimatnya dan pendidikan Islam memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan pengertian pendidikan secara umum (Widodo, 2007: 170). Beberapa pakar pendidikan Islam memberikan rumusan pendidikan Islam, di antaranya Yusuf Qardhawi, mengatakan pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan ketrampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup, baik dalam keadaan aman maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya (Saebani, 2009: 14). Salah satu upaya untuk membentuk kepribadian adalah melalui sarana kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan dengan baik akan memberikan dampak terhadap perilaku anak. Pendidikan yang dilaksanakan dalam rangka membentuk perilaku yang baik dapat dilakukan dengan melalui berbagai cara. Umpamanya adalah dengan menggunakan kebudayaan atau tradisi yang isinya berupa petuah atau ajaran yang baik, sehingga siapa yang memahami makna tradisi atau kebudayaan itu dapat mengambil hikmah sebagai sebuah bentuk pendidikan.
1
1
Suatu tradisi merupakan pewarisan serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai yang diwariskan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Nilai-nilai yang diwariskan berupa nilai-nilai yang oleh masyarakat pendukungnya masih dianggap baik, serta relevan dengan kebutuhan kelompok. Dalam suatu tradisi selalu ada hubungannya dengan upacara tradisional. Oleh karena itu upacara tradisional merupakan warisan budaya leluhur yang dipandang sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah para leluhur. Pada umumnya mereka masih mempunyai anggapan bahwa roh para leluhur dianggap masih dapat memberikan keselamatan dan perlindungan kepada keluarga yang ditinggalkan. Agar tujuannya dapat tercapai maka mereka mengadakan pendekatan melalui berbagai bentuk upacara. Dalam upacara ini dapat dipakai untuk mengukuhkan
kembali
nilai-nilai
dan
keyakinan
yang
berlaku
dalam
masyarakat. Oleh karena itu upacara merupakan salah satu kegiatan social yang sangat diperhatikan, dalam rangka menggali tradisi atau kebudayaan daerah dan pengembangankebudayaan nasional. Dengan demikian dalam setiap kebudayaan terdapat norma-norma atau nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi masing-masing warga masyarakat pendukungnya dalam bertingkah laku atau bergaul dengan sesamanya. Norma-norma atau nilai-nilai dapat dimengerti oleh warga masyarakat selaku pendukung kebudayaan tersebut melalui belajar, baik secara formal maupun non formal. Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Peursen (2004: 4) bahwa kebudayaan merupakan semacam sekolah di mana manusia belajar. 2
Sumber-sumber informasi yang tak tertulis dapat diperoleh misalnya dengan memperhatikan tingkah laku yang ditujukan untuk kegiatan teknis sehari-hari mempunyai kaitan dengan kepercayaan tertentu ataupun dalam bentuk hasil karya masyarakat pendukungnya. Kebudayaan yang merupakan warisan leluhur, sebenarnya oleh warga masyarakat masih ada yang memegang teguh serta terikat adanya tradisi yang berlaku dalam kelompoknya. Demikian pula kebudayaan yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia masih banyak yang disampaikan secara lisan maupun masih diakui oleh masyarakat pendukungnya, sehingga perlu dipertahankan. Menurut Peursen (2004: 12) upacara tradisional lebih dari sebuah mitos di mana fungsinya tidak hanya sekedar memberikan hiburan tetapi yang penting upacara itu dapat mengukuhkan nilai-nilai tradisi tentang kebaikan, kehidupan, kesuburan, juga penyucian. Selain itu upacara berfungsi pula untuk mengukuhkan ikatan solidaritas. Sehingga upacara tradisional mempunyai fungsi sosial, kultural dan religi. Dalam masyarakat agraris dapat dijumpai beberapa tradisi yang masih dilakukan dan dilestarikan oleh pendukungnya sampai saat ini. Salah satu tradisi yang masih dilakukan sampai saat ini adalah tradisi merti bumi. Tradisi ini digelar masyarakat sebagai wujud rasa syukur atas karunia Tuhan berupa rezeki, kesehatan dan ketenteraman. Tradisi merti bumi (merti desa) berkaitan dengan kepercayaan dan merupakan salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang sampai sekarang masih tetap dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat, termasuk masyarakat di Desa 3
Tukang Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Pada hakekatnya tradisi tersebut merupakan kegiatan sosial yang melibatkan seluruh warga masyarakat dalam usaha bersama untuk mendapatkan keselamatan, ketenteraman bersama yang biasanya dilakukan setelah panen tiba. Namun demikian, perkembangan peradaban serta tingkat pengetahuan serta perekonomian saat ini telah banyak mengikis sedikit demi sedikit tradisi bahkan kebudayaan yang dahulu berkembang dalam masyarakat. Bahkan karena ketidaktahuan tentang budayanya menganggap bahwa tradisi atau budaya tersebut sebagai bagian yang tidak perlu dilestarikan dengan berbagai macam alasan. Demikian halnya dengan tradisi merti desa di Desa Tukang Kecamatan Pabelan, yang dahulu setiap tahunnya selalu diadakan dengan menggelar pertunjukan wayang. Dahulu warga yang merantau setiap akan dilakukan peringatan merti desa selalu menyempatkan diri untuk pulang. Namun akhir-akhir ini peringatan merti desa tidaklah banyak menyita perhatian warga, sehingga terkesan biasabiasa saja. Bahkan para pemuda sendiri banyak yang tidak mengetahui makna peringatan merti desa tersebut. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka peneliti mengajukan penelitian berjudul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI MERTI DESA (Studi di Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang)”
4
B. Rumusan Masalah Pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apa sajakah Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi Merti Desa (Studi di Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang)?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi Merti Desa (Studi di Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang).
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara akademik maupun manfaat praktis sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi pendidikan Islam terkait dengan strategi pendidikan Islam melalui kebudayaan. 2. Manfaat praktis Sebagai masukan bagi orang tua untuk memberikan perhatian kepada anakanaknya, terutama dalam hal pendidikan.
5
E. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami pengertian yang sebenarnya dari judul tersebut, penulis jelaskan pengertian istilah-istilah yang ada di dalamnya hingga membentuk suatu pengertian yang utuh sebagai berikut : 1. Nilai Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda atau hal untuk memuaskan manusia (Surayin, 2007: 374). Nilai juga diartikan kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai dan dapat menjadi objek kepentingan (Sjarkawi, 2009: 29). 2. Pendidikan Islam Pendidikan menurut Hamalik (2003: 79) didefinisikan sebagai proses pengubahan tingkah laku seseorang melalui serangkaian proses. Sedangkan pendidikan Islam adalah usaha untuk membimbing keterampilan jasmaniah dan rohaniah berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam (Saebani, 2009: 22) 3. Merti Desa Merti desa berasal dari kata memetri desa, yang artinya adalah pembenahan dan pemeliharaan desa, baik mengenai semangat maupun cara kegiatannya (Suwardi, 2006: 2). Pendapat lain menyatakan yang dimaksud merti desa pada prinsipnya adalah acara bersih desa, yaitu membersihkan desa (termasuk di dalamnya adalah masyarakat) dari hal-hal negatif dan tolak bala terhadap hal-hal yang dapat mengganggu ketentraman warga masyarakat melalui kegiatan ritual dan kesenian (Murgiyanto, 2008: 42) 6
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan fenomena secara mendalam untuk mengkaji masalah yang diteliti (Sugiyono, 2009: 4).
2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Tukang Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang. Waktu penelitian dimulai bulan Mei 2012 sampai dengan Juni 2012. 3. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini dipilih sebanyak 5 orang warga, 2 orang perangkat desa, yaitu kepala dusun dan modin, serta 4 orang tokoh masyarakat sebagai subjek penelitian. Subjek yang telah dipilih tersebut diharapkan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
4. Metode Pengumpulan Data Keberhasilan suatu penelitian terutama penelitian kualitatif, tergantung beberapa faktor. Paling tidak ditentukan oleh faktor kejelasan tujuan dan permasalahan penelitian, ketepatan pemilihan pendekatan/ metodologi, ketelitian dan kelengkapan data/ informasi itu sendiri. Dalam penelitian yang mendasarkan pada pendekatan kualitatif ini dipergunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu wawancara dan
7
studi dokumentasi. Kedua teknik akan dijelaskan berikut ini, digunakan peneliti dalam rangka memperoleh informasi saling melengkapi. Wawancara; yaitu dengan melakukan tanya jawab atau mengkonfirmasikan kepada sampel penelitian dengan sistematis (wawancara terstruktur). Dalam wawancara ini, pertanyaan dan jawaban akan bersifat verbal atau semacam percakapan yang bertujuan memperoleh data atau informasi. Dalam penelitian ini, yang menjadi sasaran dari wawancara adalah warga, kepala desa, tokoh masyarakat dan sumber lainnya yang relevan. Studi dokumentasi; yaitu suatu alat penelitian yang bertujuan untuk melengkapi data (sebagai bukti pendukung), yang bersumber bukan dari manusia yang memungkinkan dilakukannya pengecekan untuk mengetahui kesesuiannya. Sumber data yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah dokumentasi pelaksanaan merti desa. Selain dengan wawancara dan dokumentasi juga menggunakan observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap proses/ tahapan dalam pelaksanaan merti dusun di Dusun Bawang Desa Tukang Kecamatan Pabelan. Dalam penelitian kualitatif tidak terdapat prosedur pengumpulan data yang memiliki pola yang pasti. Rianse (2009:6) mengatakan “masing- masing peneliti dapat memberi sejumlah petunjuk dan saran berdasarkan pengalaman masing-masing”, namun demikian Lincoln dan Guba (Rianse, 2009) mengatakan terdapat rangkaian prosedur dasar 8
yang dipergunakan dalam penelitian kualitatif, prosedur itu meliputi tahap
orientasi,
explorasi,
dan
member
check.
Pelaksanaan
pengumpulan data dalam penelitian ini melalui kegiatan sebagai berikut: 1. Tahap Orientasi Pada saat ini peneliti melakukan kegiatan: Pendekatan kelembagalembaga yang menjadi lokasi penelitian, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang lokasi dan fokus masalah penelitian, serta memilih jumlah informan awal yang memadai untuk memperoleh informan yang tepat. Melakukan pendalaman terhadap sumber-sumber bacaan yang berhubungan dengan masalah penelitian, guna menyusun kerangka penelitian dan teori-teori. Melakukan wawancara awal untuk memperoleh informasi yang bersifat umum yang berkenaan dengan ruang lingkup penelitian ini. 2. Tahap Eksplorasi Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan: Mengadakan wawancara secara intensif dengan subjek penelitian, yaitu kepala desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat yang mengetahui tradisi merti desa yang dilaksanakan secara turun temurun. 3. Tahap Member check Pada tahap ini, semua data dan informasi yang telah dikumpulkan dan dicek ulang dengan metode triangulasi, untuk melihat kelengkapan atau kesempurnaan serta validitas data. Pengecekan data-data ini dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: Mengecek ulang data-data yang sudah 9
terkumpul, baik data yang terkumpul dari wawancara, hasil observasi maupun dokumen. Meminta data atau informasi ulang kepada subjek penelitian apabila ternyata data yang terkumpul tersebut belum lengkap. Meminta penjelasan kepada pihak terkait tentang data siswa yang melanjutkan serta data lain yang berhubungan dengan penelitian. 5. Teknik Analisis Data Tujuan utama penelitian ini adalah memahami perilaku manusia dalam konteks tertentu. Sebagai konsekuensi dari tujuan, sifat dan pendekatan penelitian kualitatif tersebut, maka proses dan teknik analisa data yang ditempuh peneliti cenderung beragam. Kualitas konseptual, kreativitas dan intuisi peneliti menentukan keberhasilan analisanya. Sesuai dengan sifat penelitian yang naturalistic-fenomenologis kualitatif, tentunya semua informasi yang dijaring dengan berbagai macam alat dalam studi ini berupa uraian yang penuh deskripsi mengenai subjek yang diteliti, pendapat, pengetahuan, pengalaman dan aspek lainya yang berkaitan. Tentu tidak semua data itu dipindahkan dalam laporan penelitian, melainkan dianalisis dengan menggunakan prosedur menurut Sugiyono (2009) yaitu: (1) reduksi data, (2) display data, (3) mengambil keputusan dan verifikasi. Analisis data dalam penelitian naturalisti kualitatif menurut Rianse (2009) adalah proses mengatur data untuk ditafsirkan dan diketahui maknanya. 1. Reduksi Data Tahap ini dilakukan dengan menelah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan 10
dokumen, sehingga dapat ditemukan hal- hal pokok dari proyek yang diteliti yang berkenaan dengan fokus penelitian. 2. Display Data Pada tahap ini, dilakukan dengan merangkum hal- hal pokok yang ditemukan dalam susunan yang sismatis, yaitu data disusun dengan cara menggolongkannya ke dalam pola, tema, unit atau katagori, sehingga tema sentral dapat diketahui dengan mudah, kemudian diberi makna sesuai materi penelitian. Lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan analisis dan interpretasi data adalah merupakan proses penyederhanaan dan trasformasi timbunan data mentah, sehingga menjadi kesimpulankesimpulan yang singkat, padat dan bermakna. 3. Verifikasi Pada tahap ini dilakukan pengujian tentang kesimpulan yang telah diambil dengan data pembandingan yang bersumber dari hasil pengumpulan data dan penunjang lainnya. Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat kebenaran hasil analisis sehingga melahirkan kesimpulan yang
diambil
dilakukan
dengan
menghubungkan
atau
mengkomunikasikan hasil- hasil penelitian dengan teori- teori para ahli. Terutama teori yang menjadi kerangka acuan peneliti dan keterkaitannya dengan temuan- temuan dari penelitian lainnya yang relevan, melakukan proses member-chek mulai dari tahap orientasi sampai dengan kebenaran data terakhir, dan akhirnya membuat kesimpulan untuk dilaporkan sebagai hasil penelitian. 11
G.
Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika dalam penulisan skripsi ini dipakai sebagai aturan yang saling terkait dan saling melengkapi, adapun sistematika penulisan sebagai berikut: BAB
I
Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Definisi Operasional Metode Penelitian meliputi Metode Pemilihan Subyek, Metode Pengumpulan Data, Metode Analisa Data serta Sistematika Penulisan
BAB
II
Kajian Pustaka A. Tinjauan tentang Nilai Pendidikan Islam meliputi: Definisi Nilai dan Pendidikan Islam B. Tinjauan tentang Merti Desa
BAB
III
Hasil Penelitian, berisi gambaran umum Desa Tukang, Keadaan Sosial Masyarakat, serta Tradisi Merti Desa di Desa Tukang
BAB
IV
Analisis Data, meliputi analisis tentang Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Merti Desa serta Pembahasan
BAB
V
Penutup Dalam bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan dan saran
Diakhiri dengan daftar pustaka, serta lampiran-lampiran yang dapat mendukung laporan penelitian ini.
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Definisi Nilai Nilai diartikan sebagai sesuatu yang berharga, yang dianggap bernilai, adil, baik dan indah serta menjadi pedoman atau pegangan diri (Darmadi, 2009: 27). Nilai juga diartikan sebagai suatu sasaran sosial atau tujuan sosial yang dianggap pantas dan berharga untuk dicapai (Sagala, 2006: 237). Adapun nilai yang dimaksud disini adalah norma yang berlaku dalam masyarakat ataupun tuntunan agama yang ada dalam masyarakat. Nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi belum berarti sebelum dibutuhkan oleh manusia, tetapi tidak berarti adanya esensi karena adanya manusia yang membutuhkan. Hanya
saja kebermaknaan esensi tersebut semakin
meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan pemaknaan manusia sendiri. Hakikat kehidupan sosial kemasyarakatan adalah untuk perdamaian, perdamaian hidup merupakan esensi kehidupan manusia. Esensi itu tidak hilang walaupun kenyataannya banyak bangsa yang berperang. Nilai perdamaian semakin tinggi selama manusia mampu memberikan makna terhadap perdamaian, dan nilai perdamaian juga berkembang sesuai dengan daya tangkap manusia tentang hakekat perdamaian. Sifat-sifat nilai menurut Sjarkawi (2009: 31) adalah sebagai berikut. 13 13 13
1. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai,tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu. 2. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, citacita, dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan. 3. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan. Nilai
dapat
dilihat
dari
berbagai
sudut
pandangan,
yang
menyebabkan terdapat bermacam-macam nilai, antara lain: 1. Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut Sjarkawi (2009:29) a. Nilai moral b. Nilai sosial c. Nilai undang-undang d. Nilai agama 14
Keempat nilai tersebut berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Dari kebutuhan yang paling sederhana, yakni kebutuhan akan tuntutan fisik biologis, keamanan, cinta kasih, harga diri dan yang terakhir kebutuhan jati diri. Apabila kebutuhan dikaitkan dengan tata-nilai agama, akan menimbulkan penafsiran yang keliru. Apakah untuk menemukan jati diri sebagai orang muslim dan mukmin yang baik itu baru dapat terwujud setelah kebutuhan yang lebih rendah tercukupi lebih dahulu? Misalnya makan cukup, tidak ada yang merongrong dalam beragama, dicintai dan dihormati kemudian orang itu baru dapat beriman dengan baik, tentunya tidak. Nilai keimanan dan ketaqwaan tidak tergantung pada kondisi ekonomi maupun sosial budaya, tidak terpengaruh oleh dimensi ruang dan waktu. 2. Dilihat
dari
Kemampuan
jiwa
manusia
untuk
menangkap
dan
mengembangkan, nilai dapat dibedakan menjadi dua yakni: a. Nilai yang statik, seperti kognisi, emosi, dan psikomotor. b. Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi, motivasi berafiliasi, motivasi berkuasa. 3. Pendekatan proses budaya, nilai dapat dikelompokkan dalam tujuh jenis yakni (Darmadi, 2006: 44): a. Nilai ilmu pengetahuan b. Nilai ekonomi c. Nilai keindahan d. Nilai politik 15
e. Nilai keagamaan f. Nilai kekeluargaan dan g. Nilai kejasmanian. Pembagian nilai-nilai ini dari segi ruang lingkup hidup manusia sudah memadai sebab mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, karena itu nilai ini juga mencakup nilai-nilai ilahiyah (ke-Tuhanan) dan nilainilai insaniyah (kemanusiaan). 1. Pembagian nilai didasarkan atas sifat nilai itu dapat dibagi ke dalam (1) nilai-nilai subjektif, (2) nilai-nilai objektif rasional, dan (3) nilai-nilai objektif metafisik. Nilai subjektif adalah nilai yang merupakan reaksi subjek terhadap objek, hal ini sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek tersebut. Nilai subjektif rasional (logis) yakni nilainilai yang merupakan esensi dari objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat. Seperti nilai kemerdekaan, setiap orang memiliki hak untuk merdeka, nilai kesehatan, nilai keselamatan badan dan jiwa, nilai perdamaian dan sebagainya. Sedangkan nilai yang bersifat objektif metafisik yakni nilai-nilai yang ternyata mampu menyusun kenyataan objektif, seperti nilai-nilai agama. 2. Nilai
bila
dilihat
dari
sumbernya
terdapat
(1)
nilai illahiyah
(ubudiyah dan muamalah), (2) nilai insaniyah. Nilai ilahiyah adalah nilai yang bersumber dari agama (wahyu Allah), sedangkan nilai insaniyah
16
adalah nilai yang diciptakan oleh manusia atas dasar kriteria yang diciptakan oleh manusia pula. 3. Dilihat dari segi ruang lingkup dan keberlakuannya nilai dapat dibagi menjadi (1) nilai-nilai universal dan (2) nilai-nilai lokal. Tidak tentu semua nilai-nilai
agama
itu
universal,
demikian
pula
ada
nilai-
nilai insaniyah yang bersifat universal. Dari segi keberlakuan masanya dapat dibagi menjadi (1) nilai-nilai abadi, (2) nilai pasang surut dan (3) nilai temporal. 4. Ditinjau dari segi hakekatnya nilai dapat dibagi menjadi (1) nilai hakiki (root values) dan (2) nilai instrumental. Nilai-nilai yang hakiki itu bersifat universal dan abadi, sedangkan nilai-nilai instrumental dapat bersifat lokal, pasang-surut, dan temporal. Perbedaan macam-macam
nilai
ini
mengakibatkan
menjadikan
perbedaan dalam menentukan tujuan pendidikan nilai, perbedaan strategi yang akan dikembangkan dalam pendidikan nilai, perbedaan metoda dan teknik dalam pendidikan Islam. Di samping perbedaan nilai tersebut di atas yang ditinjau dari sudut objek, lapangan, sumber dan kualitas/serta masa keberlakuannya, nilai dapat berbeda dari segi tata strukturnya. Tentu hal ini lebih ditentukan dari segi sumber, sifat dan hakekat nilai itu
B.
Pendidikan Islam Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya melalui para Rasul. Dalam Islam memuat sejumlah ajaran, yang 17
tidak sebatas pada aspek ritual, tetapi juga mencakup aspek peradaban. Dengan misi utamanya adalah sebagai rahmatan lil „alamin, Islam hadir dengan menyuguhkan tata nilai yang bersifat plural dan inklusif yang merambah ke dalam semua ranah kehidupan. Berikut beberapa pengetian pendidikan agama Islam adalah: 1. Berdasarkan rumusan Seminar Pendidikan Islam se Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian “Pendidikan Islam sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan menguasai berlakunya semua ajaran Islam (Widodo, 2007: 173). 2. Pendidikan Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman (Saebani, 2009: 23). 3.
“Pendidikan Islam adalah usaha yang lebih khusus dan ditekankan pada pengembangan fitrah keberagamaan dan sumber daya insani lainnya agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengajarkan ajaran Islam” (Hamid, 2009: 14).
4. Pendidikan Islam diartikan sebagai usaha mengubah tingkah laku individu
dalam
kehidupan
pribadinya
atau
kehidupan
kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui 18
proses kependidikan perubahan itu ditandai dengan nilai-nilai Islami. Definisi lain menjelaskan pembelajaran adalah seperangkat kejadian yang mempengaruhi siswa dalam situasi belajar. Sedangkan pengertian pembelajaran pendidikan agama Islam adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu siswa dalam belajar agama Islam. Dalam pembelajaran PAI harus didasarkan pada pengetahuan siswa yang belajar dan lebih sering difokuskan bagi suatu materi ada kepentingan antara panjangnya materi pelajaran yang tercampur atau tidak tercampur dengan spesifikasi apa yang harus dimunculkan. Tujuan pendidikan Islam adalah untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermsyarakat, berbangsa dan bernegara. Tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan menjadi empat dimensi yaitu: a) Tujuan pendidikan jasmani (al-ahdaf al jismiyah), b) tujuan pendidikan rohani (al-ahdaf al-ruhaniyah), c) Tujuan pendidikan akal (al-ahdaf al-akliyah, dan d) tujuan pendidikan sosial (al-ahdaf alijtimaiyah) (Saebani, 2009: 146). Sedangkan tujuan pendidikan islam dapat dirumuskan sebagai berikut (Saebani, 2009 : 147): 1. Untuk membentuk akhlakul karimah.
19
2. Membantu peserta didik dalam mengembangkan kognisi, afeksi dan psikomotori guna memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam sebagai pedoman hidupnya sekaligus sebagai kontrol terhadap pola fikir, pola laku dan sikap mental. 3. Membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin dengan membentuk mereka menjadi manusia beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian integratif, mandiri dan menyadari sepenuhnya peranan dan tanggung jawab dirinya di muka bumi ini sebagai abdulloh dan kholifatulloh. Dengan demikian, sesungguhnya pendidikan islam tidak saja fokus pada education for the brain, tetapi juga pada education for the heart. Dalam pandangan islam, karena salah satu misi utama pendidikan islam adalah dalam rangka membantu peserta didik mencapai kesejahteraan lahir batin, maka ia harus seimbang, sebab bila ia hanya focus pada pengembangan kreatifiats rasional semata tanpa diimbangi oleh kecerdasan emosional, maka manusia tidak akan dapat menikmati nilai kemajuan itu sendiri, bahkan yang terjadi adalah demartabatisasi yang menyebabkan manusia kehilangan identitasnya dan mengalami kegersangan psikologis, dia hanya meraksasa dalam tehnik tapi merayap dalam etik. Demikian pula pendidikan islam mesti bersifat integralitik, artinya ia harus memandang manusia sebagai satu kesatuan utuh, kesatuan jasmani rohani, kesatuan intelektual, emosional dan spiritual, kesatuan pribadi dan
20
sosial
dan
kesatuan
dalam
melangsungkan,
mempertahankan
dan
mengembangkan hidup dan kehidupannya. Ruang lingkup pendidikan Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara (Saebani, 2009: 46): 1. Hubungan manusia dengan Allah SWT 2. Hubungan manusia dengan sesama manusia 3. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri 4. Hubungan manusia dengan mahluk lain dan lingkungannya. Adapun ruang lingkup pendidikan Islam meliputi lima unsur pokok yaitu: Al-Qur’an, Aqidah, Syari’ah, Akhlak, dan Tarikh (sejarah). Ruang lingkup ajaran Islam mencakup tiga domain yaitu (Saebani, 2009: 47): 1. Kepercayaan (i‟tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman, sepert iman kepada Allah SWT, malaikat, kitabullah, Rasulullah, hari kebangkitan dan takdir; 2. Perbuatan („amaliyah), yang terbagi dalam dua bagian: (1) masalah Ibadah, berkaitan dengan rukun Islam, seperti syahadat, shalat, zakat, puasa, haji, dan ibadah-ibadah lain yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT.; (2) masalah Mu’amalah, berkaitan dengan interaksi manusia dengan sesamanya, baik perseorangan maupun kelompok seperti akad, pembelajaran, hukuman, hukum jinayah (hukum pidana dan perdata); 3. Etika (khulukiyah), berkaitan dengan kesusilaan, budi pekerti, adab atau sopan santun yang menjadi perhiasan bagi seseorang dalam rangka 21
mencapai kutamaan. Nilai-nilai seperti jujur (siddiq), terpercaya (amanah), adil, sabar, syukur, pemaaf, tidak tergantung pada materi (zuhud), menerima apa adanya (qana‟ah), berserah diri kepada Allah (tawakal), malu berbuat buruk (haya), persaudaraan (ukhuwah), toleransi
(tasamuh),
tolong
menolong
(ta‟awun),
dan
saling
menanggung (akaful), adalah serangkaian bentuk dari budi pekerti yang luhur (akhlaq al karimah). Materi merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran. Dalam konteks tertentu, materi merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Hal ini bisa dibenarkan manakala tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran (subject centered teaching). Dalam kondisi semacam ini, maka penguasaan materi pelajaran oleh guru mutlak diperlukan. Guru perlu memahami secara detail isi materi pelajaran yang harus dikuasai siswa, sebab peran dan tugas guru adalah sebagai sumber belajar. Inti pokok ajaran agama Islam meliputi akidah (masalah keimanan) syari’ah (masalah keislaman), dan ihsan (masalah akhlak), maka desain kurikulum pendidikan agama Islam selayaknya juga diarahkan kepada tiga aspek tersebut. Dalam penerapannya, penentuan materi pendidikan agama Islam yang mengandung tiga ajaran pokok harus memperhitungkan kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan siswa. Pada tingkatan sekolah dasar, siswa yang belajar pendidikan Agama Islam harus memiliki 22
karakteristik tertentu yang diharapkan setelah ia lulus dari sekolah tersebut antara lain (Saebani, 2009: 250): 1. Siswa dapat mengetahui bentuk dan tata cara pelaksanaan ibadah salat secara baik dan benar. 2. Mengenal adab sopan santun baik dalam berbicara, berpakaian ataupun bertindak sesuai dengan ajaran agama Islam. 3. Memiliki sifat setia kawan, bekerja sama dan berpikir positif. 4. Peka terhadap lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat. 5. Memiliki kesadaran beragama yang kuat. 6. Mampu membedakan nilai-nilai kehidupan yang baik yang harus diikuti, dan menjauhi nilai-nilai yang tidak baik, melalui kisah-kisah teladan Nabi dan Rasul dan kisah-kisah kesesatan dari para pembangkang agama. Pendidikan Islam itu sendiri pada hakikatnya bagi keluarga muslim sudah terjadi di dalam keluarga, di sekolah dan dalam lingkungan masyarakat (Saebani, 2009: 201). 1. Pendidikan Islam dalam Keluarga Pendidikan Islam telah menunjukkan pada tataran konseptual bahwa proses pendidikan dalam keluarga merupakan realisasi tanggung jawab orangtua terhadap pendidikan anaknya, diantaranya melalui aspek-aspek yang sangat penting untuk diperhatikan oleh orangtua dalam mendidik anaknya. Aspek-aspek tersebut diantaranya adalah pendidikan
23
ibadah, pokok-pokok ajaran Islam dan membaca Al-Qur’an, aspek pendidikan akhlak karimah, dan aspek pendidikan akidah Islamiah. Pokok-pokok pendidikan Islam dalam keluarga adalah membantu anak-anak memahami posisi dan perannya masing-masing, membantu anak-anak mengenal dan memahami norma-norma Islam agar mampu melaksanakannya untuk memperoleh ridha Allah SWT. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Luqman ayat 17-18:
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Pendidikan salat sebagaimana ayat di atas, tidak terbatas tentang kaifiyat untuk menjalankan salat yang lebih bersifat fiqhiyah, melainkan termasuk menanamkan nilai-nilai dibalik ibadah salat. Mereka harus mampu tampil sebagai pelopor amar ma’ruf nahi munkar serta jiwa yang terpuji menjadi orang yang sabar. Aspek berikutnya dalam pendidikan Islam pada keluarga adalah pendidikan aqidah Islamiah. Aqidah adalah inti dari dasar keimanan 24
seseorang yang harus ditanamkan kepada anak secara dini. Aqidah Islamiah berkaitan dengan keyakinan anak sejak masih di dalam rahim. Anak terus menerus digembleng agar memahami Allah dan sifatsifatnya. Yang pertama ditekankan kepada anak adalah kehidupan yang rukun dalam rumah tangga. Orangtua memberi contoh dan teladan kepada anak dengan mengajak mereka melaksanakan salat berjamaah, berlatih melakukan puasa dan berbagai kegiatan yang menciptakan watak dan kebiasaan anak dengan perbuatan yang baik menurut tuntunan agama, terutama ketauhidannya yang bulat dan utuh. Firman Allah dalam Surat Luqman ayat 13-15
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. 25
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 2. Pendidikan Islam di Sekolah Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bergaul dengan lingkungannya, termasuk juga dalam memberikan pendidikan, orangtua juga berhubungan dengan pendidikan yang ada di lingkungannya, yang disebut dengan institusi pendidikan. Di dalam institusi pendidikan, pendidikan Islam dilakukan melalui pembelajaran yang dinamakan Pendidikan Agama Islam. Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional UU Nomor 20 Tahun 2003 pendidikan dimaksudkan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif menyumbangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam
pengertiannya
yang
begitu
ideal
tentu
sangat
membutuhkan perhatian semua pihak, terutama para guru dan dosen yang memang bertanggung jawab langsung atas keberhasilan peserta didik. Memang guru bukanlah satu satunya faktor dalam kesuksesan belajar mengajar tetapi masih banyak faktor lainnya yang sangat
26
menunjang dan bahkan menentukankeberhasilan suatu pembelajaran, seperti perpustakaan, laboratorium, dan berbagai fasilitas lainnya . Tetapi faktor guru atau dosen memang tidak bisa dikesampingkan begiitu saja, bahkan dalam jenjang pendidikan tertentu faktorr guru menjadi sangat dominan dan menentukan. Guru berperan sebagai perancang pembelajaran, pengelola pembelajaran, penilai hasil pembelajaran peserta didik, pengarah pembelajaran dan pembimbing peserta didik. Sedangkan dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga (family educator). Sementara itu di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), penemu masyarakat (social inovator), dan agen masyarakat (social agent) (Hamalik, 2009: 123). Dengan peran yang demikian ideal, tentunya guru mempunyai tugas berat untuk dapat sukses memerankan dirinya sebagai guru ideal. Tugas-tugas sebagai
seorang guru
sesungguhnya
telah
banyak
dirumuskan oleh beberapa ahli, namun yang jelas tugas tersebut setidaknya berkaitan dengan bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar
dan
melatih.
Mendidik
berarti
meneruskan
dan
mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta didik. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah 27
memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para peserta didiknya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri peserta didik. Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat. Melihat tugas dan peran guru yang demikian strategis tersebut tentu sangat diharapkan bahwa seluruh guru akan dapat memerankan dirinya sebagaimana yang seharusnya, sehingga proses pendidikan yang ada
akan benar-benar dapat membentuk sosok ideal yang
diinginkan. Lebih lebih bagi guru Pendidikan Agama Islam, yang memang disamping mempunyai misi yang sama dengan guru pada umumnya, yakni untuk mencerdaskan bangsa, juga mempunyai misi lain yang sangat luhur, yakni mempersiapkan generasi yang pandai, berakhlak mulia, dan taat menjalankan ajaran agamanya. Peran guru PAI memang sangat vital, khususnya dalam membentuk akhlak mulia 28
dan ketaatan terhadap seluruh aturan dan norma yang ada dan berlaku, termasuk norma agama (Saebani, 2009: 243). Peran pembentukan akhlak dan kepribadian yang demikian kuat yang dilakukan oleh guru PAI tentunya kita harus terus berupaya memberikan support kepada mereka agar selalu meningkatkan kualitas, baik melalui studi formal maupun melalui berbagai kegiatan keilmuan yang memungkinkan mereka akan dapat terus menambah pengetahuan yang nantinya akan berdampak kepada peserta didik yang menjadi tanggung jawab mereka. Sebab sangat tidak mungkin kita terlalu banyak berharap kalau kita sendiri tidak memberikan dukungan nyata bagi mereka untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. 3. Pendidikan Islam di lingkungan masyarakat Kehidupan masyarakat di mana pun adanya secara sosiologis akan menjalani proses interaksi struktural, yaitu sebagai interaksi yang dipaksa, dibimbing, didorong dan diyakinkan oleh sistem yang berlaku di lingkungan sosial yang merupakan lingkungan strukturalnya (Hamid, 2009: 141). Lingkungan masyarakat merupakan tempat bergaul sekaligus menerima pendidikan sosial bagi setiap keluarga yang ada di dalamnya. Agama sebagai sumber sosial normatif dapat dipahami sebagai substansi nilai yang erat kaitannya dengan aspek pengalaman yang menstransedentalkan sejumlah peristiwa eksistensi sehari-hari, yaitu melibatkan kepercayaan dan tanggapan pada sesuatu yang berada di luar 29
jangkauan manusia. Oleh karena itu, secara sosiologis, agama menjadi penting dalam kehidupan manusia bermasyarakat, sehingga lingkungan masyarakat merupakan kontrol terhadap perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan norma agama dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Pembinaan nilai agama dalam masyarakat dapat dilihat dari akhlak keluarga yang ada di dalamnya. Apabila akhlak semua anggota keluarga telah baik, akan baik pula lingkungan masyarakatnya. Pembinaan lingkungan masyarakat dengan pendidikan Islam dapat dilakukan dengan mengadakan berbagai kegiatan yang bersifat menumbuhkembangkan pemahaman tentang Islam, misalnya kegiatan pengajian, gotong royong, silaturrahmi dan dialog interaktif sehingga masyarakat memahami ajaran Islam (Saebani, 2009: 268)
C.
Merti Desa Merti Dusun, Memetri Dusun, Kadeso, Tu deso atau kalau jaman sekarang lebih tren orang menyebut Ulang tahun Desa / dusun kesemua kosa kata tersebut mempunyai arti yaitu suatu bentuk syukur masyarakat dusun atau desa dimana mereka tinggal dengan suatu rangkaian kegiatan diantaranya; melakukan Merti Desa /Dusun, selamatan bersama dan pagelaran wayang semalam suntuk (tradisi) kesemua kegiatan memiliki arti yang signifikan dalam menata sistem kemasyarakan ala adat jawa (salah satu penjabaran ajaran dalam kitab Rojo Niti) (Koentjaraningkat, 1999: 5) Merti Desa / Dusun adalah suatu bentuk kegiatan gotong-royong masyarakat Desa /Dusun tanpa melihat status strata, agama dan sosial 30
masyarakat dimana semua warga memiliki hak dan kewajiban untuk gotongroyong sebagai bentuk sujud syukur atau penghormatan pada alam semesta dimana alam telah memberi sumber kehidupan sudah sepantasnya bila manusia menjaga dan melestaraikan alam. Selamatan bersama adalah bentuk penghormatan kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, dari masyarakat Desa/ Dusun tanpa melihat status strata, agama dan sosial masyarakat sebagai bentuk sujud syukur atas kemurahan Berkah, Rahmat, Karunia yang tiada tara dari Allah SWT juga sebagai sarana permintaan ma’af masyarakat pada Allah serta juga sebagai media permohonan ampun atas kesalahan dan dosa para leluhur pendiri Desa/ Dusun dan leluhur keluarga besar masyarakat Desa atau Dusun (Bratasiswara, 2000: 123). Maksud diadakan Merti Desa/Dusun adalah : Untuk menumbuh kembangakan rasa cinta dan bangga sebagai warga Dusun dengan segala kekurangan dan kelebihan Dusun dimana masyarakat dusun agar punya kemauan untuk bangkit menuju masa depan dengan tidak meninggalkan budaya lokal yang penuh kearifan (Bratasiswara, 2000: 123). Tujuan diadakan Merti desa adalah : menggalang dan memperkokoh persatuan warga desa, melestarikan adat istiadat dan budaya jawa khususnya yang ada di desa, memberikan wacana pembelajaran bagi generasi muda agar tidak lupa akan sejarah dan kebudayaan masyarakat, sebagai media silaturahmi atau anjang sana warga. Sebagai sarana penghormatan bagi para pendiri desa dan tokoh agama, Masyarakat yang telah berjasa atas 31
pekembangan dan pembangunan dusun juga sarana penghormatan bagi leluhur warga desa. Tradisi merti desa pada umumnya menjadi hajatan besar desa setempat. Hajatan dilakukan secara kolektif, dengan biaya ditanggung bersama. Kegiatan dilakukan oleh seluruh warga desa, tua muda, pria wanita, bersama pamong dan sesepuh desa, petinggi dan pemangku adat, bahkan sering terjadi warga desa tetangga ikut serta meramaikannya. Kegiatan merti desa/ Merti Desa/ selamatan desa pada dasarnya untuk membuat desanya menjadi bersih, tertib, teratur dan terawat baik sehingga dapat menjaga ketahanan desa. Secara umum kegiatan merti desa/Merti Desa yang lazim, kegiatannya meliputi sebagai berikut (Bratasiswara, 2000: 126) 1. Penataan hunian keluarga: kebersihan lingkungan rumah, pekarangan, kebun, halaman, selokan, penerangan dan sebagainya. 2. Kerja bakti/ gotong royong membenahi tempat umum, jalan, makam, sumber air, sungai, telaga, tempat ibadah, balai desa, petilasan dan sebagainya. 3. Kenduri/selamatan/sedekahan dalam berbagai bentuk: arak-arakan gunungan, barisan ancak, ambengan dan berbagai sebutan lain yang berisikan makanan sebagai wujud rasa syukur. 4. Pentas seni atau hiburan sebagai kegiatan akhir atau hiburan bagi warga, seperti wayangan, reyog, jathilan, tayub atau hiburan lain yang lazim diselenggarakan dalam acara merti desa. 32
D.
Nilai Pendidikan Islam yang Terdapat dalam Merti Desa Kontinuitas
budaya
akan
memungkinkan
jika
pendidikan
memelihara warisan ini dengan meneruskan kebenaran-kebenaran yang telah dihasilkan pada masa lampau ke generasi baru, mengembangkan suatu latar belakang dan loyalitas kultural (Widodo, 2007: 21). Penegasan akan pentingnya penanaman warisan budaya dibentuk oleh kesadaran dan peran pengalaman baru dan perubahan tertentu. Setiap kebudayaan dalam masyarakat yang terus berkembang memiliki nilai-nilai yang luhur, mengingat secara turun temurun diwariskan dan dilestarikan oleh masyarakat. Meskipun mengalami berbagai modifikasi atau perubahan yang disesuaikan dengan nilai-nilai agama, sosial dan perubahan budaya, namun kesemuanya masih mendasarkan pada nilai-nilai luhur yang ada. Demikian halnya dengan tradisi merti desa, sebagai warisan kebudayaan masyarakat yang sampai sekarang masih berlaku dalam masyarakat tentu mendasarkan pada nilai luhur yang ada di dalamnya. Nilainilai pendidikan Islam yang terdapat dalam merti desa diantaranya adalah: 1. Nilai Akidah Akidah atau keimanan dalam Islam merupakan hakikat yang meresap kedalam hati dan akal. Iman merupakan pedoman dan pegangan yang terbaik bagi manusia dalam rangka mengarungi kehidupan. Iman menjadi sumber pendidikan paling luhur, mendidik akhlak, karakter dan mental
33
manusia, sehingga dengan iman tersebut manusia dapat mengatur keseimbangan yang harmonis antara jasmani dan rohani. Adapun kepercayaan atau akidah yang asasi dituntut oleh Islam untuk dipercayai, sebagai unsur utama adalah percaya adanya Allah dan keesaan-Nya,sesuai dengan firman Allah dalam surat Al Ikhlas ayat 1-4:
Katakanlah, “Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Nilai aqidah dalam acara merti desa tampak dari adanya keyakinan bahwa yang memberi keselamatan pada penduduk adalah Allah SWT, sehingga mengesampingkan kepercayaan-kepercayaan di luar Allah SWT. 2. Nilai Ibadah Menurut keyakinan Islam, orang yang telah meninggal dunia ruhnya tetap hidup dan tinggal sementara di alam kubur atau alam barzah. Ruh adalah sesuatu zat yang diciptakan Allah didalam tubuh manusia dan dengan itu manusia hidup. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Hijr ayat 29:
Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan-Ku), maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.
34
Kepercayaan tersebut telah mewarnai kehidupan orang Jawa, menurut mereka arwah orang yang telah meninggal dunia berkeliaran dan masih mempunyai kontak hubungan dengan keluarga yang masih hidup. Berdasarkan kepercayaan hal ini maka muncullah tradisi kirim do'a dalam acara merti desa, tahlilan. Berziarah ke makam dan mendo'akan orang yang meninggal dunia merupakan anjuran menurut ajaran Islam, karena dengan berziarah memperkuat iman dan mengingatkan manusia akan kematian. Sedangkan penentuan hari-hari pelaksanaan kirim do'a adalah sebagai warisan budaya Jawa pra-Islam. 3. Nilai Syukur Do'a mempunyai pengaruh yang luas dalam berbagai bentuk pelaksanaan upacara tradisional orang Jawa, termasuk upacara tradisi nguras kong do'a merupakan salah satu unsur dalam pelaksanaan upacara. Berdo'a adalah suatu penyampaian segala permintaan kepada suatu dzat yang tertinggi yaitu Tuhan. Fungsi do'a adalah memohon kepada Allah agar diberi keselamatan dan kesejahteraan, dengan do'a manusia akan selalu ingat kepada Tuhan. Dalam hadits dijelaskan bahwa do'a adalah otaknya ibadah. Berdoa merupakan wujud syukur kepada Allah. Wujud syukur dengan berdo’a dan memberikan sebagian dari apa yang diperoleh adalah wujud syukur. Firman Allah dalam Surat Ibrahim ayat 7:
35
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". 4. Nilai Gotong royong/ kerjasama Dalam acara merti desa, segala bentuk penyelenggaraan dari persiapan tentu membutuhkan kerjasama antar warga. Gotong royong merupakan hal yang diperintahkan oleh agama Islam dalam hal kebaikan dan taqwa. Firman Allah dalam Surat Al Maidah ayat 2:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. Selain nilai positif dari merti desa, terdapat juga nilai-nilai leluhur yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, diantaranya adalah: 1. Masyarakat masih mengikuti Tradisi nenek Moyang / Orang terdahulu. Hal tersebut masih menunjukkan masyarakat masih belum yakin sepenuhnya kepada Allah, dzat Maha Tunggal, masyarakat masih cenderung mengikuti budaya leluhur yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Firman Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 170
36
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". Selain itu Allah juga berfirman dalam Surat Al Maidah ayat 104:
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?. 2. Sikap pemborosan, yaitu kegiatan merti desa membutuhkan dana yang cukup banyak hanya untuk kegiatan-kegiatan yang mengandung sikap pemborosan saja. 3. Masih mengundang adanya hal-hal negatif seperti adanya perjudian/ permainan kluthuk (dadu) pada saat acara puncak kegiatan merti desa.
37
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A.
Letak Geografis Dusun Bawang Desa Tukang Dusun Bawang Desa Tukang merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang ± 15 km arah utara dari Kota Salatiga. Adapun desa-desa yang berbatasan dengan Desa Tukang sebagai berikut. 1. Sebelah utara berbatasan dengan Dusun Santen. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Terban. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Dadapayam Kecamatan Suruh. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Gambang. Luas Desa Tukang ± 1237 ha yang terdiri dari tanah sawah, tanah pekarangan, tanah pemukiman, jalan serta sungai. Dilihat dari kondisi geografis, Desa Tukang merupakan desa yang berada pada ketinggian ± 224 meter dari permukaan laut, sehingga desa ini termasuk dataran sedang. Berdasarkan data di Kantor Kepala Desa Tukang pada bulan April 2012, Desa Tukang terdiri dari 5 dusun yaitu Dusun Sindon, Dusun Tukang, Dusun Karang, Dusun Gentan, dan Dusun Bawang.
38 38
Menurut Data monografi bulan April 2012, penduduk Desa Tukang terdiri dari 880 Kepala Keluarga dengan jumlah 3190 jiwa, dikelompokkan berdasarkan tingkat usia dan jenis kelamin sebagai berikut: Tabel 3.1. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur No
Kelompok Umur
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
0-1 tahun
69
65
134
2
1-5 tahun
74
158
232
3
6-10 tahun
179
175
354
4
11-15 tahun
132
237
369
5
16-20 tahun
264
190
454
6
21-25 tahun
157
232
389
7
26-30 tahun
116
118
234
8
31-40 tahun
264
110
374
9
41-50 tahun
121
127
248
10
51-60 tahun
134
160
294
11
60 tahun ke atas
30
70
108
1548
1642
3190
Jumlah Sumber: Kepala Desa Tukang
Agama yang dianut oleh masyarakat Desa Tukang adalah sebagai berikut:
39
Tabel 3.2 Data Pemeluk Agama No
Agama
Jumlah
Prosentase
3186
99%
1
Islam
2
Kristen
4
1%
3
Katholik
-
-
4
Budha
-
-
5
Hindu
-
-
Sumber: Kepala Desa Tukang Taraf pendidikan dan mata pencaharian warga Desa Tukang Walaupun letaknya cukup jauh dari ibu kota kabupaten dan berdekatan dengan kota Salatiga, namun masyarakat Desa Tukang memiliki motivasi untuk memperoleh pendidikan sangat besar, hal ini terbukti bahwa masyarakat Desa Tukang telah dinyatakan Bebas dari Tiga Buta sejak 1990. Hal ini berarti bahwa para orang tua memiliki kemauan yang tinggi untuk memasukkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi walaupun harus ke luar kota. Menurut tingkat pendidikan yang ditempuh oleh penduduk Desa Tukang dapat digambarkan sebagai berikut.
40
Tabel 3.3. Pendidikan Masyarakat Desa Tukang No
Jenis Pendidikan
Jumlah
1
Tamat Perguruan Tinggi
80
2
Tamat SMA
654
3
Tamat SMP
780
4
Tamat SD
502
5
Belum Tamat SD
584
6
Tidak Tamat SD
319
7
Tidak Sekolah
271
Sumber: Kepala Desa Tukang Adapun Sarana Pendidikan yang Ada di Desa Tukang. Tabel 3.4. Sarana Pendidikan No
Jenis Sarana
Jumlah Gedung
Jumlah Murid
1
PAUD
1
32
2
Taman Kanak-Kanak
1
78
3
Sekolah Dasar
3
270
4
SMP
6
360
Sumber: Kepala Desa Tukang Perekonomian masyarakat Desa Tukang dapat digolongkan maju, terbukti sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, pegawai negeri, pedagang, buruh dan pengemudi.
41
Melihat dari letak geografis Desa Tukang masih jauh dari pusat kota dan mata pencaharian masyarakat yang sebagian besar petani, maka pola pikir masyarakat Desa Tukang masih dipengaruhi oleh budaya dan kepercayaan Jawa yang sudah turun temurun, antara lain mereka masih melaksanakan budaya merti dusun/desa yang dilaksanakan secara rutin tiap setahun sekali.
B.
Upacara Merti Desa di Dusun Bawang Desa Tukang Tradisi Merti Desa ini dilaksanakan satu kali dalam setahun, yaitu pada waktu penduduk tani selesai melaksanakan panen padi raya secara serentak, di Dusun Bawang Desa Tukang biasanya dilaksanakan pada bulan Juni/Juli pada hari Rabu Wage. Memilih hari Rabu Wage tersebut bukan tanpa makna, melainkan diyakini warga secara turun temurun sebagai hari lahirnya Dusun Bawang. Merti Desa oleh para penduduk dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada Dewi Sri (Dewi Padi) sebagai penjaga keamanan para tani, sehingga mereka berhasil panen padi yang telah ditanamnya, disamping itu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah mengabulkan panen hasil tanaman padi tersebut. Pesan yang terkandung dalam cerita Dewi Sri sendiri adalah filsafat kesejahteraan tani. Filosofinya jika petani memanen padi di sawah, padi harus terlebih dahulu dibawa pulang ke rumah. Sehingga kemudian muncul larangan untuk menjual padi ketika berada di sawah saat di panen. Sebagian
42
orang tua menganggap bahwa jika melakukan itu maka orang tersebut akan tidak sejahtera. Filosofi ini harus dipahami dalam konteks yang lebih simbolik dan penuh dengan penanda (juga tanda). Begitulah masyarakat Jawa. Sebagai tafsir kemudian hari dapat dimengerti bahwa dengan membawa padi hasil panen ke rumah terlebih dahulu memungkinkan petani untuk tidak menjual padinya dengan harga rendah. Dengan menjual hasil panen di sawah akan lebih menguntungkan tengkulak, tidak saja karena petani belum tahu harga padi tetapi juga harga padi basah tentu lebih murah. Belum lagi dengan musim panen padi yang berbarengan akan membuat harga padi anjlok. Bagi petani, hasil panen adalah pertaruhan hidup matinya selama berbulanbulan yang dijalaninya dengan sangat sabar. Mulai dari membalik tanah dengan mencangkulnya atau mentraktor, mengairinya, menyuburkan kembali, menyemai benih, menanam, menyiangi, menjaganya dari hama dan memanennya. Proses yang sangat panjang dimana harapan ditumpukan pada apa yang ditanamnya. Sejarah dilaksanakannya merti desa sebagaimana hasil wawancara dengan Bapak Kusnan (Sesepuh desa) merupakan suatu tradisi secara turun temurun yang tidak diketahui kapan dimulai awalnya. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Kusnan tersebut terungkap bahwa pelaksanaan merti desa didasari oleh pewarisan serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Nilai-nilai yang diwariskan biasanya adalah nilai-nilai yang oleh masyarakat pendukung tradisi dianggap baik, 43
relevan dengan kebutuhan kelompok dari masa ke masa. Demikian pula dengan adanya tradisi merti desa ini muncul atas gagasan masyarakat setelah masa panen yang terus menerus gagal karena selalu diserang hama, sehingga Dusun Bawang kemudian melaksanakan merti desa untuk meminta keselamatan agar panen untuk selanjutnya selalu berhasil. Dapat dikatakan bahwa tradisi merti desa mempunyai tujuan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan dari ancaman bencana alam dan sekaligus sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas rezeki, kesehatan dan ketenteraman. Demikian halnya dengan hasil wawancara dengan Bapak Ngatiman (Kepala Dusun Bawang) menyebutkan bahwa pelaksanaan merti desa di Dusun Bawang dilatarbelakangi oleh kegagalan panen karena hama tikus dan belalang yang menyerang lahan pertanian di sekitar Dusun Bawang pada waktu itu. Hama tersebut sudah diupayakan dibasmi dengan berbagai macam cara, namun tidak berhasil, sehingga masyarakat mengalami gagal panen. Kemudian salah seorang sesepuh desa mengusulkan untuk melakukan suatu bentuk ungkapan rasa permohonan maaf karena selama ini masyarakat tidak pernah mensyukuri hasil bumi, yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan merti desa dengan membawa makanan dan berdo’a untuk memohon keselamatan atas hasil bumi yang telah diperoleh. Dalam acara merti desa berdasarkan hasil wawancara dengan sesepuh desa dan kepala dusun dan observasi melibatkan seluruh warga masyarakat baik saat persiapan maupun pelaksanaannya. Selain itu perangkat desa 44
bekerjasama dengan sesepuh dusun saat persiapan membentuk kepanitiaan agar pelaksanaan acara tersebut berjalan dengan tertib dan lancar. Hampir semua elemen masyarakat di Dusun Bawang terlibat dalam kepanitiaan yang dibentuk, sebagai wujud rasa gotong royong. Dalam pelaksanaan kegiatan merti desa tentunya membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ngatiman (Kadus Bawang) diketahui bahwa masyarakat dimintai bantuan berupa uang selain makanan yang dibawa saat pelaksanaan merti desa. Jumlahnya pun disesuaikan dengan tingkat kemampuan warganya dengan klasifikasi sebagai berikut: Kelas 1 Rp. 32.500,Kelas 2 Rp. 25.500,Kelas 3 Rp. 17.500,Kelas 4 Rp. 10.000,Untuk kelompok 4 sejak tahun 2012 ini yang merupakan kelompok warga miskin diberikan kebebasan, dalam artian jika akan menyumbang juga boleh tidak juga tidak apa-apa, mengingat kebutuhan dalam mempersiapkan pelaksanaan merti desa ini sudah sangat banyak membutuhkan tenaga dan dana. Uang tersebut dipergunakan untuk kegiatan pengajian dan membayar pelaksanaan wayangan yang dilaksanakan, serta sisanya digunakan sebagai Kas Dusun.
45
Adapun acara-acara dalam pelaksanaan merti desa di Dusun Bawang Desa Tukang Kecamatan Pabelan dimulai 1 minggu sebelum pelaksanaan merti desa (Rabu Wage) dengan kegiatan sebagai berikut: 1. Kegiatan Bersih lingkungan. Di Dusun Bawang dilaksanakan 1 minggu sebelum hari pelaksanaan merti desa, yaitu pada hari Kamis Pon. Biasanya dilakukan dengan membersihkan makam, halaman, masjid, jalan-jalan atau gang-gang yang jarang dilewati orang. Hal ini dimaksudkan agar keadaan kampung atau desa nampak bersih. Kegiatan pembersihan ini dilakukan secara bersama-sama dengan gotong-royong/kerja bakti. Hasil wawancara dengan Bapak Ngatiman selaku Kepala Dusun Bawang tujuan dilaksanakannya kegiatan pembersihan ini adalah agar dusun tampak bersih selain itu sebagai wujud rasa syukur terhadap lingkungan, sehingga lingkungan tidak menjadi bencana bagi masyarakat. Dalam hal ini membersih makam dan jalan – jalan disekitar desa juga dikenal dengan nama “Gugur gunung”. Kegiatan bersih- bersih itu dilakukan semua masyarakat baik perempuan atau lelaki, biasanya untuk ibu – ibu membersihkan jalan – jalan yang sekitar rumah sedangkan yang bapakbapak lebih ke tempat yang lain seperti makam, jalan menuju persawahan, dan lain sebagaianya. 2. Mengadakan acara masak-memasak dan saling kunjung mengunjungi. Dalam acara ini dilaksanakan apa yang disebut “Munjung” (pemberian dari yang muda ke yang tua) dan “Weweh” yang (diberikan oleh yang tua
46
kepada yang muda), atau kepada kerabat dan kenalan dekat dengan dasar kasih sayang. 3. Mengadakan kenduri bersama pada hari Rabu Wage, oleh seluruh warga desa, yang biasanya diadakan bersama-sama. Para warga Dusun Bawang membawa perlengkapan kenduri masing-masing berupa nasi dan lauk yang ditempatkan pada baskom atau penampan. Sebelum dilaksanakan kenduri dilaksanakan pengajian sebagai bagian untuk selalu mengingat warga masyarakat untuk tetap mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan. Selanjutnya diadakan doa bersama yang dipimpin oleh seorang sesepuh desa. Dalam acara ini diadakan acara kenduri bersama dan tukar menukar makanan. Hasil wawancara dengan Kepala Dusun Bawang, Bapak Ngatiman: ”Pada hari Rabu Wage pagi masyarakat (tiap KK) membawa nasi ambeng dan lauk pauknya di bawa ke rumah saya (kepala dusun), kemudian semua warga berkumpul disana dengan membawa nasi ambengnya, kemudian setelah dilakukan tahlil dan do’a untuk mendo’akan arwah sesepuh desa dan ahli waris masing-masing kemudian nasi ambeng saling ditukarkan dengan warga lain” 4. Mengadakan hiburan berupa pagelaran wayang kulit (Dalang pada waktu penelitian dilakukan adalah Ki Harsono dari Karanggede dengan lakon siang hari adalah Sri Boyong dan malam harinya Wahyu Purbakayun). Ini adalah puncak acara Merti Desa, biasanya di Dusun Bawang dilaksanakan pada siang dan malam hari, antara lain mengadakan pergelaran wayang kulit. Semua ini untuk memberikan hiburan pada masyarakat agar para penduduk gembira setelah kerja membanting tulang di sawah. Biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit itu sendiri 47
mencapai Rp. 11.000.000,- belum ditambah dengan biaya dalam rangka persiapan untuk lokasi pementasan wayang kulit itu sendiri. Ini juga sebagai tanda telah menikmati keberhasilan para tani dalam menggarap sawah. Merti Desa di Dusun Bawang Desa Tukang menyelenggarakan hiburan wayang kulit dalam dua sesi, yaitu siang hari dan malam hari. 5. Lakon wayang kulit pada siang hari adalah “Mboyong Mbok Sri”. Inti ceritanya adalah Filosofi ini dipahami dalam konteks yang lebih simbolik dan penuh dengan penanda (juga tanda). Penjelasan filosofinya, upacara ini adalah sebuah penanda dan tanda upaya untuk membawa kesejahteraan pulang (kembali) ke rumah petani. Ya, petani kembali dapat menikmati pulennya keringat mereka yang mengalir diantara bulir-bulir padi yang dipanennya: kesejahteraan. 6. Lakon wayang kulit pada malam hari adalah “Wahyu Purbakayun” yang inti ceritanya adalah untuk mendapatkan wahyu atau anugerah dari Tuhan harus melalui beberapa rintangan dan diperlukan prihatin atau laku. Wujud hal tersebut adalah gambaran dari adanya bencana gagal panen, kemudian masyarakat menyadari mengapa terjadi gagal panen, dengan melaksanakan upacara ungkapan rasa syukur melalui merti desa tersebut. Tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan merti desa/dusun di Dusun Bawang Desa Tukang Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang adalah sebagai sebuah tradisi turun temurun yang diyakini sebagai wujud syukur, masyarakat senang dan ikhlas dengan adanya kegiatan rutin merti dusun tersebut. Selain itu masyarakat juga bisa meningkatkan rasa solidaritas dengan adanya kegiatan gugur 48
gunung yang dilaksanakan seluruh warga masyarakat. Serta tidak ketinggalan dengan adanya kepanitiaan yang dibentuk juga menumbuhkan semangat berdemokrasi warga masyarakat melalui kegiatan musyawarah mufakat dalam merencanakan kegiatan merti dusun. Terlebih lagi masyarakat juga senang dengan adanya pertunjukan wayang kulit sebagai wahana untuk memberi hiburan sekaligus melestarikan kebudayaan jawa yang sudah sangat langka. Suasana Dusun Bawang pada hari Rabu Wage tersebut sangat ramai, bahkan banyak penjual makanan, mainan anak dan berbagai macam penjual barang-barang kebutuhan tampak dalam acara merti desa tersebut. Hasil wawancara dengan warga desa “Kami sangat senang sekali dengan acara merti desa yang diselenggarakan ini, banyak sekali warga desa lain yang mengunjungi dusun kami, banyak juga para pedagang baik penjual makanan minuman, mainan anak-anak, barang kebutuhan masyarakat. Bahkan penjual sudah datang dua sampai tiga hari sebelum pelaksanaan merti desa untuk memilih lokasi berjualan yang strategis, dengan harapan dagangannya cepat laris”
49
BAB IV PEMBAHASAN
Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi Merti Desa di Dusun Bawang Desa Tukang Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang meliputi: 1. Nilai Aqidah Keyakinan bahwa yang memberikan rezeki dan telah menjaga keselamatan hasil tanaman adalah Allah merupakan nilai aqidah dalam acara merti desa di Dusun Bawang Desa Tukang. Nilai aqidah ini menjadi sangat penting, karena masyarakat Jawa yang dahulu mengadakan merti desa karena faktor agama Hindhu dan Budha, setelah masuknya ajaran Islam, masyarakat meyakini bahwa merti desa merupakan suatu bentuk keyakinan bahwa yang memberikan keselamatan atas hasil panennya adalah Allah SWT. 2. Nilai Ibadah Dalam acara merti desa di Dusun Bawang, saat dilaksanakannya ambengan dilakukan acara tahlilan atau membaca do’a. Tahlil untuk mendo’akan arwah masing-masing keluarga dan sesepuh desa merupakan suatu bentuk ibadah, menghargai orangtua yang telah mendahului warga masyarakat. 3. Nilai syukur Ungkapan rasa syukur atas panen yang berhasil melalui acara merti desa tersebut diwujudkan dengan melakukan kegiatan tahlil dan pengajian
50 50
sebagai ungkapan atas karunia dan berkah Allah SWT kepada masyarakat Dusun Bawang Desa Tukang. 4. Nilai Pendidikan Islam Nilai pendidikan Islam, terutama dalam pagelaran wayang Nampak sekali pada cerita yang didalamnya disisipkan nilai-nilai pendidikan Islam, terutama agar menghormati orangtua, senantiasa bersyukur, senantiasa bersabar atas segala cobaan (dalam lakon Wahyu Purba Kayun). 5. Nilai Gotong Royong/Kerjasama Nilai gotong royong dalam upacara Merti Desa ini terlihat dalam pelaksanaan atau penyelenggaraan yang dilakukan bersama-sama antara warga masyarakat Dusun Bawang Desa Tukang dan sekitarnya. Misalnya dalam hal biaya penyelenggaraan ditanggung bersama dengan warga masyarakat. Demikian pula dalam hal gotong royong yang dilakukan warga masyarakat pada waktu diadakan kerja bakti di tempat penyelenggaraan upacara. Pada waktu pembersihan fasilitas berupa masjid, jalan, makam dan sumber air kegotongroyongan jelas terlihat, mereka dengan suka rela membantu sampai selesai. Mereka membantu secara suka rela, sehingga merasa puas, dan gotong royong yang menjadi ciri khas warga masyarakat dapat dilestarikan atau dipertahankan. 6.
Nilai Persatuan dan Kesatuan Tradisi Merti Desa yang diselenggarakan di Dusun Bawang Desa Tukang ternyata dapat berperan untuk menggalang persatuan dan kesatuan warga setempat. Persatuan dan kesatuan warga masyarakat tersebut 51
dinyatakan adanya pembagian makanan dan makan bersama yang dilakukan pejabat desa, tamu undangan dan warga masyarakat. Oleh karena itu dorongan untuk melaksanakan tradisi Merti Desa merupakan dasar yang kuat bagi warga masyarakat Dusun Bawang Desa Tukang dalam melakukan tugastugas yang dibebankan kepada mereka. Sebagai contoh dalam membuat sesaji, dalam kerja bakti dan persiapan minuman atau makanan untuk suatu pelaksanaan upacara. Bahkan pada saat pelaksanaan upacara telah selesai, mereka bersama-sama membersihkan tempat-tempat yang telah digunakan dan mengembalikan ke tempat semula. Sebagai warga Dusun Bawang Desa Tukang yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, mempunyai anggapan bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, tetapi selalu tergantung kepada sesamanya. Oleh karena itu tradisi Merti Desa yang menyangkut kegiatan seluruh warga ditujukan untuk kepentingan bersama. Hal ini disebabkan pada dasarnya
tradisi
tersebut
untuk
kepentingan
bersama,
memberikan
kesejahteraan, ketenteraman dan keselamatan warga Dusun Bawang Desa Tukang. Nilai persatuan dan kesatuan yang ada sehubungan dengan adanya tradisi Merti Desa dapat pula dilihat pada waktu pelaksanaan upacara. Penduduk sekitar tempat pelaksanaan tradisi Merti Desa dilaksanakan mereka dengan senang hati membuka pintu rumahnya dan menyediakan makan dan minum bagi siapa saja yang mampir dirumahnya untuk istirahat sejenak.
7.
Nilai Musyawarah 52
Dalam penyelenggaraan tradisi Merti Desa sangat menjunjung tinggi nilai musyawarah. Hal ini ditunjukkan dalam pelaksanaan tradisi Merti Desa. Sebelum diselenggarakan, dibentuk panitia secara musyawarah, yang dinamakan rembug desa, antara warga masyarakat dengan aparat desa. Dalam musyawarah tersebut dibicarakan bagaimana cara mencari dana untuk penyelenggaraan. 8.
Nilai Pengendalian Sosial Tradisi Merti Desa selain merupakan suatu upaya warga masyarakat Dusun Bawang Desa Tukang dan sekaligus memberikan penghormatan dan ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga merupakan upaya pelestarian tradisi yang sangat besar manfaatnya bagi masyarakat Dusun Bawang. Berbagai pantangan yang berlaku dalam penyelenggaraan tradisi tersebut membuktikan ketaatan masyarakat terhadap tradisi Merti Desa yang telah diyakininya. Hal tersebut nampak saat dilakukan pengajian, dimana pembicara/ kyai menyampaikan nilai agama dan sosial terkait dengan pelaksanaan merti desa dan hal yang berkembang dalam masyarakat.
9.
Nilai Kearifan Lokal Tradisi Merti Desa yang dilakukan masyarakat Dusun Bawang Desa Tukang mempunyai kearifan lokal tradisi yang dapat dilestarikan. Sebelum pelaksanaan merti desa pada hari Rabu Wage diadakan kerja bakti membersihkan lingkungan. Dengan mengamati berbagai kegiatan yang ada pada acara adat Merti
Desa di Dusun Bawang Desa Tukang tersebut kiranya dapat kita ambil maknanya: 53
1.
Adanya rasa takwa dan hormat terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Ini dapat dilihat adanya kegiatan doa bersama dalam kenduri yang dilakukan di rumah Kepala Dusun secara bersama sebagai ungkapan syukur atas keberhasilan para petani.
2.
Adanya perilaku rasa penghormatan terhadap orang yang lebih tua atau yang lebih dulu ada. Ini memberikan suatu teladan bahwa yang muda sudah sewajarnya memberi hormat kepada yang lebih tua. Bagaimanapun orang yang lebih tua itu sebagai panutan.
3.
Adanya
rasa
kebersamaan
persatuan,
gotong-royong
berarti
menghilangkan individualisme dan egoistis. Ini dapat kita lihat dalam kerja sama dalam mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan pelaksanaan merti dusun. 4.
Adanya sikap perilaku kemanusiaan ini bisa kita lihat dengan cara membagi sedekah/makanan kepada fakir miskin/peminta-minta waktu kenduri bersama.
5.
Mengajarkan tentang kesehatan, kebersihan dan keindahan yang bisa kita lihat adanya pelaksanaan kebersihan kuburan, jalan-jalan sepi dan lainlain, sehingga akan membuat keindahan di samping kesehatan.
6.
Mengajarkan
tentang kehidupan
yang teratur,
penghematan
dan
pemanfaatan. Penyimpangan hasil panen padi ke dalam lumbung dengan maksud agar para petani tidak mengalami kekurangan, sehingga akan tercapai pengaturan ekonomi yang baik.
54
Namun demikian, kegiatan merti desa selain mengandung nilai-nilai positif juga masih banyak hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran islam, diantaranya adalah 1. Masyarakat masih mengikuti Tradisi nenek Moyang / Orang terdahulu, hal ini menunjukkan bahwa ada kepercayaan yang menyekutukan Allah SWT dengan selainnya. Hal tersebut seharusnya perlu dihindari sehingga nilai-nilai Islam lah yang harus dikembangkan melalui kegiatan merti dusun. Apabila hal ini dipahami oleh generasi penerus secara turun temurun akan menyebabkan hilangnya nilai-nilai aqidah, berganti pada nilai-nilai takhayul yang berkembang dalam masyarakat. 2. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pertunjukan wayang kulit di Dusun Bawang Desa Tukang, meskipun berdasarkan iuran masyarakat, mencapai Rp. 11.000.000,-. Ini merupakan biaya yang cukup besar, sedangkan nilai yang diperoleh hanyalah hiburan semata. Alangkah lebih baiknya iuran warga masyarakat tersebut digunakan untuk hal-hal yang bersifat positif dan mengandung nilai-nilai
ibadah
seperti
memperbaiki
masjid/musholla,
santunan yatim piatu, atau shodaqoh jariyah lainnya, sehingga dalam setiap tahun apabila dapat terkumpul sejumlah uang dengan nilai tersebut dapat memperbaiki kualitas ummat dalam mendukung kegiatan keagamaan. 3. Adanya kegiatan permainan perjudian yang hingga saat ini masih ada saat acara merti dusun di Dusun Bawang Desa Tukang, berupa permainan dadu (kluthuk). Permainan ini ada ketika saat pertunjukan wayang dari siang sampai malam hari. Padahal kalau tidak ada acara merti dusun, permainan dadu ini 55
sudah lama tidak ada, namun saat merti dusun banyak sekali bandar yang memainkan permainan dadu. Segala bentuk perjudian tersebut yang muncul dalam kegiatan merti dusun akan membawa dampak negatif bagi masyarakat, terutama bagi generasi penerus, mengingat apabila perjudian terus menerus berlangsung, kehidupan masyarakat akan hancur, masyarakat akan selalu diiming-imingi dengan harapan-harapan akan kemenangan dari perjudian tersebut.
56
BAB V PENUTUP
A. nalupmiseK Tradisi merti desa berkaitan dengan kepercayaan dan merupakan salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang sampai sekarang masih tetap dilaksanakan dan dilestarikan oleh masyarakat Dusun Bawang Desa Tukang. Pada hakekatnya tradisi tersebut merupakan kegiatan sosial yang melibatkan seluruh warga masyarakat dalam usaha bersama untuk mendapatkan keselamatan, ketenteraman bersama. Dalam pelaksanaan tradisi Merti Desa ada beberapa pantanganpantangan yang harus ditaati oleh warga masyarakat, mereka akan merasa takut dan malu bila melanggarnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tradisi tersebut merupakan pranata-pranata sosial untuk mengatur sikap dan tingkah laku bagi warga masyarakat. Sedangkan nilai yang dipahami oleh masyarakat dari upacara adat bersih desa antara lain : 1. Nilai aqidah, yaitu meyakini bahwa Allah SWT merupakan satu-satunya dzat yang memberikan keselamatan kepada manusia 2. Nilai ibadah, yaitu dilakukan upacara berdo’a untuk mendoakan keselamatan warga dan arwah sebagai wujud ibadah.
57 57
3. Nilai gotong royong/ kerjasama yaitu masyarakat secara bersama-sama bekerja bakti membersihkan makam dan membuat umbul-umbul sehingga kebersamaan antar mereka tetap terjalin dengan baik. 4. Nilai syukur yaitu masyarakat yang suka mensyukuri nikmat akan ditambah nikmatnya dan terhindar dari segala malapetaka. Namun demikian, kegiatan merti dusun di Dusun Bawang juga terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran islam, diantaranya adalah: 1. Masyarakat masih mengikuti Tradisi nenek Moyang / Orang terdahulu, yang menunjukkan bahwa masyarakat masih melestarikan budaya leluhur yang menyekutukan Allah SWT. Hal tersebut perlu dihindari sehingga tidak menimbulkan persepsi yang dapat menyebabkan timbulnya syirik oleh generasi penerus. 2. Budaya pemborosan, yaitu mengumpulkan iuran warga hanya untuk menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit, padahal sebaiknya iuran itu dapat
digunakan
untuk
kemaslahatan
seperti
memperbaiki
musholla/masjid, santunan yatim piatu atau kegiatan shodaqoh jariyah lain, yang lebih memiliki nilai ibadah serta memberikan nilai pendidikan bagi masyarakat. 3. Masih adanya permainan/ perjudian yang memberikan dampak negative bagi masyarakat, terutama generasi penerus.
58
B. naraS Pada akhir penulisan ini penulis memberikan saran yang mungkin dapat membantu dan bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan orang lain: 1. Masyarakat Dusun Bawang Desa Tukang agar tetap menjaga, melestarikan mempertahankan tradisi yang sesuai dengan ajaran Islam, sehingga nilainilai pendidikan Islam dapat terus dilestarikan dari generasi ke generasi. 2. Perlunya masyarakat memupuk kesadaran untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah serta senantiasa bersabar atas ujian yang diberikan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Bratasiswara. 2000. Adat Tatacara Jawa. Jakarta: Sunurat Darmadi, Hamid. 2009. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta Depag RI. 2000. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Remaja Rosda Karya Hamid, Abdul. 2009. Ilmu Akhlak. Bandung: Pustaka Setia Koentjaraningrat. 2005. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Bumi Aksara Murgiyanto. 2008. Sejarah dan Pertumbuhan Antropologi Budaya. Jakarta: Bumi Aksara Poerwadarminto, WJS. 2002. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Puersen, 2004. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Rianse, Usman. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Alfabeta Saebani, Beni Ahmad. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia Sagala, Syaiful. 2006. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Nimas Multima Sjarkawi. 2009. Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara Sugiyono. 2009. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Surayin. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Yrama Widya Suwardi. 2006. Mistisme dalam Seni Tradisional Bersih Desa. Semarang: FBS Unnes Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Widodo, Sembodo Ari. 2007. Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta: PT Raja Grafinda Persada
60
0
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini Nama
: AA Ihyauddin Al-Mahali
Tempat/Tgl Lahir
: Kab. Semarang, 11 Agustus 1988
Alamat
: Dusun Tukang RT 02/02 Kec. Pabelan Kab. Semarang
Pendidikan
: 1. SD N Tukang 02 Lulus 2001 2. MTs Islam Ngruki Sukoharjo Lulus 2004 3. MAN 1 Salatiga Lulus 2007 4. STAIN Salatiga 2008 - Sekarang
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Hormat saya,
AA Ihyauddin Al-Mahali
i
PEDOMAN WAWANCARA
Nama Responden
:
Nomor Urut
:
Jabatan
:
Jawablah pertanyaan ini dengan sejujur-jujurnya, jawaban saudara tidak akan memberikan pengaruh terhadap jabatan/kedudukan Saudara, karena hanya digunakan untuk penelitian
1.
Kapan dilaksanakannya merti desa Di Dusun Bawang? Mengapa memilih hari tersebut? Adakah makna pemilihan hari tersebut?
2.
Sejak kapan tradisi merti desa tersebut dilakukan warga Dusun Bawang? Adakah sejarah yang melatarbelakanginya?
3.
Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan merti desa? Bagaimana perannya?
4.
Bagaimana dengan peran warga? Adakah iuran yang dikenakan dan berapa besarnya?
5.
Apasaja tahapan pelaksanaan kegiatan merti desa? Jelaskan secara berurutan?
6.
Siapa dalang dalam pertunjukan wayang kulit? Apa saja lakonnya?
7.
Bagaimana suasana saat pelaksanaan merti desa?
8.
Apa kesan warga masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan merti desa selama ini?
ii
DOKUMENTASI KEGIATAN MERTI DESA DUSUN BAWANG DESA TUKANG KEC. PABELAN
Kegiatan Bersih Makam
Kegiatan Bersih Jalan
iii
Kegiatan Kenduri
Kegiatan Tukar Menukar Makanan
iv
Pertunjukan Wayang pada Siang Hari
Pertunjukan Wayang pada Malam hari
v