Vol. 3 No. 01 Juni 2017
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB CALON PENYEDIA JASA MELAKUKAN PENDAFTARAN LELANG TETAPI TIDAK MELANJUTKAN MEMASUKAN DOKUMEN PENAWARAN PADA PENGADAAN JASA KONSTRUKSI PEMERINTAH Syafran Noferi1 Andreas Wibowo2 Mahasiswa Magister Manajemen Proyek Konstruksi1, Dosen Sekolah Pascasarjana2 1,+2 Universitas Katolik Parahyangan Email:
[email protected],
[email protected] Abstract The procurement for goods and services based on Presidential Regulation No. 4 2015 ,must be undertaken in efficient, effective, transparent, open, competitive, fair and accountable. However practice often suggest that some problems in the procurement of goods and services. One of them is that there are many service providers who register auction at a work package but only a few are continuing to bid submission. The research objective is to identify and analyze the factors that cause prospective service providers to register the auction but did not enter the bidding documents. A total of 21 and 58 attributes were first identified based on the literature review for these two decisions, respectively. The method used in this study is a survey method by distributing questionnaires to the service providers qualified construction of small and non-small in Bangka Belitung Province. The total sample consisted of 97 respondents. Data were analyzed by using factor analysis. The results of the factor analysis service providers registering candidates consists of three factors in the order (1) Gain prospective service providers, the weight of 4.18 (2) Laws and regulations, weighs 3.63 (3) Luck, a weight of 2.38. While the analysis of factors prospective service providers do not bid submission consisted of 5 factors in the order (1) time and job information, weighting 3.98 (2) The ability of service providers, weighs 3.25 (3) The auction process and conspiracy, weight 3,23 (4) others, the weight of 3,18 (5) Administration and LPSE, a weight of 3.11. Keywords: e-procurement, registered but-not- submitting attributes, factor analysis Abstrak Prinsip-prinsip E-Procurement dalam Pengadaan Barang dan Jasa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor. 4 Tahun 2015 adalah efesien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel. Meski demikian kejadian yang sering terjadi adalah ditemukannya beberapa masalah dalam pengadaan barang dan jasa. Salah satunya adalah terdapat banyak penyedia jasa yang melakukan pendaftaran lelang pada suatu paket pekerjaan tetapi hanya sedikit yang melanjutkan sampai ke pemasukan penawaran. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor penyebab calon penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang tetapi tidak memasukan dokumen penawaran. Berdasarkan identifikasi dari penelitian yang relevan terdapat 21 variabel yang menyebabkan calon penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang dan 58 variabel yang menyebabkan calon penyedia jasa tidak memasukan dokumen penawaran. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei dengan cara menyebarkan kuesioner kepada penyedia jasa kontruksi kualifikasi kecil dan non kecil yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jumlah sampel terdiri dari 97 responden. Data kemudian dianalisa dengan menggunakan analisis faktor. Hasil analisis faktor calon penyedia jasa melakukan pendaftaran terdiri dari 3 faktor dengan urutan (1) Keuntungan calon penyedia jasa, bobot 4,18 (2) Hukum dan peraturan, bobot 3,63 (3) Keberuntungan, bobot 2,38. Sementara analisis faktor calon penyedia jasa tidak melakukan pemasukan penawaran terdiri 5 faktor dengan urutan (1) waktu dan informasi pekerjaan, bobot 3,98 (2) Kemampuan penyedia jasa, bobot 3,25 (3) Proses lelang dan pesekongkolan, bobot 3,23 (4) lain-lain, bobot 3,18 (5) Administrasi pelelalngan dan LPSE, bobot 3,11. Kata Kunci: e-procurement, mendaftar tapi tidak menawar, analisis faktor
JURNAL INFRASTRUKTUR
1 - 49
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
1. PENDAHULUAN Prinsip-prinsip E-Procurement dalam Pengadaan Barang dan Jasa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor. 4 Tahun 2015 adalah efesien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel. Meski demikian kejadian yang sering terjadi adalah ditemukannya beberapa masalah dalam pengadaan barang dan jasa. Salah satunya adalah terdapat banyak penyedia jasa yang melakukan pendaftaran lelang pada suatu paket pekerjaan tetapi hanya sedikit yang melanjutkan sampai ke pemasukan penawaran. Berdasarkan data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di provinsi kepulauan Bangka Belitung dari tahun 2011 sampai 2015 bahwa rasio antara penyedia jasa yang melakukan pendaftaran lelang dengan penyedia jasa yang melakukan pemasukan penawaran berkisar antara 18,72% sampai dengan 23,72 % saja. Sedikitnya jumlah penawaran yang masuk justru akan mengurangi tingkat persaingan pelelangan, sehingga Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (POKJA ULP) akan sulit mendapatkan alternatif penawaran yang benar-benar kompetitif, apalagi jika dikaitkan dengan sistem pelelangan yang berlaku. Dalam sistem pelelangan di Indonesia yang menggunakan evaluasi sistem gugur dengan evaluasi harga terendah tentunya diharapkan diperoleh harga penawaran yang serendah mungkin yang sama atau lebih rendah dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Berdasarkan data pengadaan berbasis elektronik penuh (full e-procurement) di Provinsi Bangka Belitung dari tahun 2011 sampai 2015 telah dikontrakkan 147 paket pekerjaan di sektor kebinamargaan dengan nilai mencapai Rp. 1.16 triliun yang dibiayai APBN dan APBD. Rasio antara harga penawaran dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) antara 0,80 sampai 0,99. Rasio tersebut masih dianggap di luar nilai kewajaran yang diharapkan yaitu antara 0.65–0.84 (Wibowo, 2015). Untuk mendapatkan harga yang wajar dari calon penyedia jasa diperlukan iklim pelelangan yang kompetitif, di mana semua pendaftar lelang melakukan pemasukan penawaran, sehingga peluang untuk mendapatkan harga yang wajar semakin besar. Dengan demikian, kemungkinan pemerintah menikmati best value for money (i.e., mendapatkan manfaat sebesar-besarnya untuk setiap rupiah yang dikeluarkan) semakin besar untuk setiap pengadaan jasa konstruksi yang diselenggarakan. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor penyebab calon penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang tetapi tidak memasukan dokumen penawaran serta memberikan solusi kepada pengambil kebijakan. Sementara hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi 1 - 50
JURNAL INFRASTRUKTUR
pengembangan dan pencerahan kepada penyedia jasa konstruksi serta dapat menjadi referensi bagi para pelaku jasa konstruksi dan memberikan masukan kepada pengambil kebijakan dalam memperbaiki sistem pelelangan secara elektronik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung khususnya dan di Indonesia umumnya. Secara teoretis, penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi yang signifikan dalam memerkaya body of literature tentang pengadaan publik di Indonesia yang spesifik dan relatif terbatas. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem E-Procurement E-procurement merupakan pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kemajuan teknologi informasi akan lebih mempermudah dan mempercepat proses pengadaan barang dan jasa, karena penyedia jasa tidak perlu lagi datang ke kelompok kerja pejabat pengadaan dan cukup dengan melihat ke website yang mengadakan pelelangan secara elektronik dan mendaftar secara on-line (Sutedi, 2012). Dasar hukum pelaksanaan e-procurement adalah UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Trasnsaksi Elektonik. Proses Pengadaan Barang/ Jasa pemerintah secara elektronik ini diharapkan akan lebih meningkatkan dan menjamin terjadinya efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pembelanjaan uang negara. Selain itu, proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara elektronik ini juga dapat lebih menjamin tersedianya informasi yang real time , kesempatan usaha, serta mendorong terjadinya persaingan yang sehat dan terwujudnya keadilan (non discriminative) bagi seluruh pelaku usaha yang bergerak di bidang Pengadaan Barang/Jasa (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, 2011). 2.2. Skala Pengukuran Maksud dari skala pengukuran ini untuk mengklasifikasikan variabel yang akan diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya. Jenis -jenis skala pengukran ada empat yaitu : Skala Nominal, Skala Ordinal, Skala Interval, Skala Ratio. Bentuk - bentuk skala sikap yang perlu diketahui dan sering dipergunakan dalam melakukan penelitian ada 5 macam yaitu: Skala Likert, Skala Guttman, Skala Simantict Defferensial, Rating Scale, Skala Thurstone (Sugiyono, 2011). Skala Likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang/kelompok tentang kejadian atau gejala sosial dimana tiap-tiap sampel mempunyai jarak (interval; Alma, 2010). Jumlah titik respon genap lebih disarankan daripada jumlah titik respon ganjil karena bias sosial
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
dapat dikurangi. Bias sosial yang dimaksud adalah keinginan untuk menyenangkan interviewer atau perasaan agar dianggap penolong oleh interviewer karena mau menjadi responden. Responden akan cenderung menjawab dengan memilih netral (titik ditengah) (Garland, 1991). Sementara itu menurut Preston et al (2000) jumlah titik kurang dari 5 mempunyai kriteria yang jelek dalam hal reliabilitas, validitas, kekuatan diskriminasi dan stabilitas. 2.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas digunakan untuk menunjukkan tingkat keandalan dan kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki tingkat validitas rendah.Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan sebelum penyebaran instrumen penelitian kepada seluruh responden. Untuk menguji validitas digunakan rumus Pearson Product Moment (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas merupakan uji kemantapan atau konsistensi suatu alat ukur dalam hal ini kuesioner. Kuesioner dinyatakan mantap apabila dalam pengukuran secara berulang-ulang dapat memberikan hasil yang sama (konsisten). Untuk mengukur reliabilitas kuisioner dapat menggunakan rumus Cronbach Alpha (Alma, 2010). 2.4. Analisis Faktor Analisis faktor digunakan untuk mencari faktor-faktor yang mampu menjelaskan hubungan atau korelasi antara berbagai varaibel independen yang diobservasi. Dengan demikian, variabel-variabel dalam satu faktor mempunyai korelasi yang kuat, sedangkan korelasi dengan variabel-variabel pada faktor lain relatif lemah. Tiap-tiap kelompok dari variabel mewakili suatu konstruksi dasar yang disebut faktor. Dalam analisis faktor dikenal ada dua pendekatan utama, yaitu exploratory factor analysis dan confirmatory factor analysis. Kita menggunakan exploratory factor analysis bila banyaknya faktor yang akan terbentuk tidak ditentukan terlebih dahulu, sebaliknya confirmatory factor analysis digunakan apabila faktor yang terbentuk telah ditetapkan terlebih dahulu (Yamin et al,2009) CFA memungkinkan peneliti untuk menguji hipotesis bahwa tedapat hubungan antara variabel yang diamati yang mendasari terbentuknya faktor (konstruksi laten) menggunakan pengetahuan teori, penelitian empiris, atau keduanya dan membuat pola hubungannya serta kemudian menguji hipotesis statistik. (Suhr, 2013). 3. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan melakukan identifikasi faktor-faktor penyebab calon penyedia jasa melakukan pendaftaran dan tidak memasukan dokumen penawaran dari hasil studi pustaka dan penelitian sebelumnya. Faktor dalam penelitian ini dibagi
menjadi dua kelompok yaitu faktor penyebab calon penyedia jasa melakukan pendaftaran (Tabel 1) dan faktor penyebab calon penyedia jasa didak memasukan dokumen penawaran (Tabel 2) Pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner kepada responden. Penyebaran kuesioner dilakukan secara langsung maupun melalui email kepada penyedia jasa konstruksi kualifikasi kecil dan non-kecil yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kuesioner yang dikirim langsung ke kontraktor pelaksana sebanyak 120 set dan kuesioner diisi dan dikembalikan sebanyak 68 set. Kuesioner yang dikirim melalui email menggunakan aplikasi google form sebanyak 70 dan kuesioner yang dikembalikan sebanyak 29. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner menggunakan skala likert. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert (Tabel 3), responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia yaitu: Kuesioner yang terkumpul dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji Validitas dilakukan dengan membandingkan korelasi antara variabel/item dengan skor total variabel dilakukan dengan mengambil sampel responden dengan signifikansi 0,05. Kriteria pengujian adalah, jika r hitung > r tabel maka instrumen dinyatakan valid dan jika r hitung < r tabel maka instrumen dinyatakan tidak valid. Uji reliabilitas pada penelitian ini digunakan koefesien Alpha Cronbach, menyatakan bahwa nilai suatu instrumen dikatakan reliabel bila nilai Alpha Cronbach ≥ 0,6 Setelah variabel dilakukan uji validitas dan reabilitas, selanjutnya dilakukan analisis faktor dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPPS) sebagai berikut (Taurano, 2013): A. Tahap awal dalam metode Analisis Faktor adalah menyusun matriks data awal. Data awal bagi penyusunan matriks diperoleh dari data kuesioner. Rekapitulasi data kuesioner disusun menjadi suatu orde matriks m x n, dimana m menunjukan jumlah responden dan n menunjukan jumlah varibel penelitian. B. Pembentukan matrik korelasi. Matriks yang memuat koefisien korelasi dari semua penelitian ini digunakan untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variable penelitian. Nilai kedekatan ini dapat digunakan untuk melakukan beberapa pengujian untuk melihat kesesuaian dengan nilai korelasi yang diperoleh dari analisis faktor. Beberapa pengukuran yang dapat dilakukan antara lain dengan memperhatikan angka Kaiser Meyer Oikin (KMO) and Bartlet”s test dan nilai Measure of sampling Adequancy (MSA). 1. Barlett Test of Sphericity digunakan untuk mengetahui korelasi signifikan antar variable. JURNAL INFRASTRUKTUR
1 - 51
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
Tabel 1. Faktor Alasan Calon Penyedia Jasa Melakukan Pendaftaran Lelang
Tabel 2. Faktor Alasan Calon Penyedia Jasa tidak memasukan dokumen penawaran
1 - 52
JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
JURNAL INFRASTRUKTUR
1 - 53
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
Tabel 3. Skala Jawaban dalam Kuesioner
2. Uji Keiser Meyers Oikin (KMO) bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah terambil telah cukup untuk difaktorkan. Nilai KMO harus lebih besar dari 0,5 dengan signifikansi < 0,05 memberikan indikasi bahwa korelasi diantara pasangan variabel dapat dijelaskan oleh variabel lainnya, sehingga analisis faktor layak digunakan. Sebaliknya nilai KMO yang lebih kecil dari 0,5 memberikan indikasi bahwa korelasi diantara pasangan-pasangan variabel tidak dapat dijelaskan oleh variabel lainnya sehingga analisis faktor tidak layak digunakan. 3. Measure of Sampling Adequancy (MSA) bertujuan untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel telah memadai atau tidak. Menurut Santoso (2012) angka MSA berkisar antara 0 sampai dengan 1, dengan kriteria yang digunakan untuk interpretasi adalah sebagai berikut: a. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lainnya. b. Jika MSA lebih besar dari setengah (>0,5) maka variabel tersebut masih dapat diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut. c. Jika MSA lebih kecil dari setengah ( < 0,5 ) 1 - 54
JURNAL INFRASTRUKTUR
dan atau mendekati nol (0), maka variabel tersebut tidak dapat di analisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya C. Ekstraksi variabel. Setelah sejumlah variabel terpilih maka dilakukan ekstraksi terhadap variabelvariabel tersebut sehingga terbentuk beberapa kelompok faktor. Metode yang digunakan adalah Principal Component Analysis (PCA). Penentuan terbentuknya jumlah kelompok faktor dilakukan dengan melihat nilai eigen (Eigenvalue) yang menyatakan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varian dari variabelvariabel yang dianalisis. Eigenvalue di bawah 1 tidak dapat digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk. D. Rotasi faktor. Setelah faktor-faktor terbentuk, dengan sebuah faktor berisi sejumlah variabel , mungkin saja sebuah variabel sulit untuk ditentukan akan masuk ke dalam faktor yang mana. Jika yang terbentuk dari proses factoring hanya satu faktor, bisa saja sebuah variabel diragukan apakah layak dimasukkan dalam faktor yang terbentuk atau tidak. Untuk mengatasi hal tersebut, bisa dilakukan proses rotasi pada faktor yang terbentuk, sehingga memperjelas posisi sebuah variabel, apakah dimasukkan pada faktor yang satu atau kefaktor lainnya. Beberapa metode rotasi yang popular dilakukan: d. Orthogonal Rotation, yakni memutar sumbu 90°. Proses rotasi dengan metode orthogonal masih bisa dibedakan menjadi: Quartimax,Varimax dan Equimax. e. Oblique Rotation, yakni memutar sumbu ke kanan, namun tidak harus 90°. Poroses rotasi dengan metode oblique masih bisa dibedakan menjadi oblimin, promax, orthoblique dan lainnya.
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
Metode varimax adalah metode yang paling sering digunakan dalam praktik. Angka loading faktor menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor-faktor yang terbentuk. Proses penentuan variabel mana akan masuk ke faktor yang mana dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi antara variabel dengan faktor yang terbentuk. Variabel dengan faktor loading di bawah 0,5 dikeluarkan dari model.
penyebab calon penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang terdapat 5 variabel yang tidak valid yaitu A1, A3, A12, A13 dan A14 dengan nilai r 0,101, 0,168, 0,062, 0,167, dan 0,05, karena nilai r hitung lebih kecil dari nila r tabel. Hasil uji validiitas faktor faktor penyebab calon penyedia jasa tidak memasukan dokumen penawaran terdapat 4 variabel yang tidak valid yaitu B2, B4, B47 dan B52 dengan nilai r 0,199, 0,180, 0,074, dan 0,080.
E. Penamaan faktor. Faktor yang terbentuk. diberikan nama-nama berdasarkan faktor loading suatu variabel terhadap faktor terbentuknya. Dengan demikian diperoleh beberapa faktor baru dari variabel-variabel yang ada.
Hasil uji reliabilitas faktor penyebab calon penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang terdapat 2 variabel yang tidak valid yaitu A4 dan A5 dengan nilai r 0,115 dan 0,106. Hasil uji reliabilitas faktor penyebab calon penyedia jasa tidak memasukan dokumen penawaran terdapat 2 variabel yang tidak reliabel yaitu B6 dan B46 dengan nilai r 0,180, 0,183.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4. KMO and Bartlett’s Test
4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dilakukan terhadapl 97 sampel responden. Dengan tingkat signifikansi 0,05 n=97 didapatkan r tabel sebesar 0,1975. Hasil uji validiitas faktor
Tabel 5. Total Variance Explained
Tabel 6. Rotated Component Matrix
JURNAL INFRASTRUKTUR
1 - 55
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
4.2. Analisis Faktor Penyebab Calon Penyedia Jasa Melakukan Pendaftaran Lelang Jumlah variabel yang lolos uji validitas dan reliabilitas sebanyak 14. Selanjutnya dilakukan uji KaiserMeyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA) . Hasil komputasi menunjukan nilai KMO MSA sebesar 0,706 dengan signifikansi 0,000. Nilai MSA 0,706 lebih besar dari 0,5 maka variabel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut. Hasil komputasi KMO MSA dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini. Dari hasil ektraksi variabel terbentuk 3 faktor, hal ini diketahui melalui angka initial eigenvalues seperti tetera pada Tabel 4. Angka Initial Eigenvalues menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varians keseluruhan variabel yang dianalisis. Component menunjukkan jumlah faktor. Jumlah faktor yang terbentuk dilihat pada angka Initial Eigenvalues terkecil yang lebih besar dari 1. Setelah jumlah faktor terbentuk telah diketahui, dilanjutkan dengan melakukan proses rotasi, hasilnya tetera pada Tabel 6. Angka-angka yang tertera pada tiap kolom component pada Tabel 6 disebut factor loading, yang menunjukkan korelasi antara suatu variabel dengan masing-masing faktor yang terbentuk. Masing-masing variabel dikelompokkan ke dalam faktor menurut angka factor loading terbesarnya. Sebagai contoh, variabel A2 mempunyai factor loading sebagai berikut: 0.583 (pada component 1), 0.159 (pada component 2) dan 0.393 (pada component 3). Factor loading terbesarnya adalah 0.583 (pada com-
ponent 1), yang berarti bahwa variabel A2 tersebut termasuk dalam kelompok component 1 (keberuntungan). Cara pengelompokkan ini berlaku juga untuk variabel-variabel yang lain. Setelah masing-masing variabel tersebut dikelompokkan ke dalam component (faktor) berdasarkan angka factor loading terbesarnya, selanjutnya dilakukan pemberian nama faktor menurut kesesuaian dengan variabel-variabel di dalamnya, sehingga didapat hasil yang ditunjukkan pada Tabel 7. Untuk mendapatkan peringkat faktor dilakukan dengan analisis deskriptif, yang dalam hal ini dihitung statistik purata (mean) dan simpangan baku (standard deviation). Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa faktor penyebab calon penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang yaitu (1) Keuntungan penyedia jasa, bobot 4,184 (2) Hukum dan peraturan, bobot 3,63 dan (3) Keberuntungan, bobot 2,379. Faktor keuntungan perusahaan di peringkat pertama. Hal ini sangat wajar kalau dilihat dari perspektif penyedia jasa karena keuntungan merupakan salah satu syarat supaya perusahaan bisa tetap beroperasi dan berkompetisi. 4.3. Analisis Faktor Penyebab Calon Penyedia Jasa Tidak Memasukan Dokumen Penawaran Jumlah variabel yang lolos uji validitas dan reliabilitas sebanyak 47. Selanjutnya dilakukan uji KaiserMeyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA) . Hasil komputasi menunjukan nilai KMO MSA sebesar 0,706 dengan signifikansi 0,000. Nilai MSA 0,760 lebih besar dari 0,5 maka variabel yang ada
Tabel 7. Pemberian Nama Faktor
1 - 56
JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
Tabel 8. KMO and Bartlett’s Test
yang terbentuk adalah sejumlah 5 faktor. Setelah jumlah faktor terbentuk telah diketahui, dilanjutkan dengan melakukan proses rotasi, hasilnya tetera pada Tabel 10.
Tabel 9. Total Variance Explained
dapat dianalisis lebih lanjut. Hasil komputasi KMO MSA dapat dilihat pada Tabel 8. Dari hasil ektraksi variabel terbentuk 5 faktor, hal ini diketahui melalui angka initial eigenvalues seperti tertera pada Tabel 9 Angka Initial Eigenvalues menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung varians keseluruhan variabel yang dianalisis. Component menunjukkan jumlah faktor. Jumlah faktor
Angka-angka yang tertera pada tiap kolom component pada Tabel 10 disebut factor loading, yang menunjukkan korelasi antara suatu variabel dengan masing-masing faktor yang terbentuk. Masingmasing variabel dikelompokkan ke dalam faktor menurut angka factor loading terbesarnya. Sebagai contoh, variabel B3 mempunyai factor loading sebagai berikut: 0,014 (pada component 1), 0.165 (pada component 2), 0,465 (pada component 3), 0,274 (pada component 4) dan 0,044 (pada comJURNAL INFRASTRUKTUR
1 - 57
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
Tabel 10. Rotated Component Matrix
1 - 58
JURNAL INFRASTRUKTUR
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
Tabel 11. Pemberian Nama Faktor
JURNAL INFRASTRUKTUR
1 - 59
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
ponent 5) . Factor loading terbesarnya adalah 0,465 (pada component 3), yang berarti bahwa variabel B3 tersebut termasuk dalam kelompok component 3 (kemampuan penyedia jasa/perusahaan). Cara pengelompokkan ini berlaku juga untuk variabelvariabel yang lain.
akhir tahun menyebabkan kesulitan dalam melakukan pembayaran untuk pekerjaan yang melakukan penambahan waktu (addendum) yang melewati tahun anggaran.
Setelah masing-masing variabel tersebut dikelompokkan ke dalam component (faktor) berdasarkan angka factor loading terbesarnya, selanjutnya dilakukan pemberian nama faktor menurut kesesuaian dengan variabel-variabel di dalamnya, sehingga didapat hasil yang ditunjukkan pada Tabel 11.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Untuk mendapatkan peringkat faktor dilakukan dengan analisis deskriptif, yang dalam hal ini dihitung statistik purata (mean) dan simpangan baku (standard deviation). Hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa faktor penyebab calon penyedia jasa tidak memasukan dokumen penawaran yaitu (1) waktu dan informasi pekerjaan, bobot 3,982 (2) kemampuan penyedia jasa, bobot 3,250, (3) proses pelelaangan dan persekongkolan, bobot 3,328, (4) lain-lain, bobot 3,177 dan (5) administrasi pelelangan dan LPSE, bobot 3,106. Faktor waktu dan informasi pekerjaan berada di peringkat pertama. Waktu pelaksanaan pekerjaan pada akhir tahun anggaran sangat mempengaruhi pada faktor ini. Hal ini disebabkan curah hujan yang tinggi pada bulan Desember menjadi kendala dalam menyelesaikan pekerjaan pada akhir tahun anggran sehingga dikhawatirkan tidak bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan melewati tahun anggaran. Sementara sistem pembayaran yang ditutup pada
1 - 60
JURNAL INFRASTRUKTUR
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disampaikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: A. Hasil identifikasi faktor penyebab calon penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang sebanyak 21 variabel dan calon penyedia jasa tidak memasukan dokumen penawaran sebanyak 58 variabel. Setelah dilakukan uji validitas dan reliabilitas hanya terdapat 14 calon penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang variabel dan 52 variabel calon penyedia jasa tidak memasukan dokumen penawaran yang lolos uji. B. Hasil analisis faktor calon penyedia jasa melakukan pendaftaran lelang menghasilkan 3 faktor dengan peringkat (1) keuntungan penyedia jasa/ perusahaan, (2) hukum dan peraturan, (3) keberuntungan. Sementara faktor yang menyebabkan calon penyedia jasa tidak melakukan pemasukan penawaran menghasilkan 5 faktor dengan peringkat (1) waktu dan informasi pekerjaan, (2) kemampuan penyedia jasa/perusahaan, (3) proses pelelangan dan persekongkolan, (4) lain-
Vol. 3 No. 01 Juni 2017
lain dan (5) administrasi pelelangan dan LPSE 5.2. Saran A. Penelitian ini dilakukan terhadap responden penyedia jasa pemborongan. Untuk mengetahui perbedaan variabel yang digunakan antara jasa pemborongan dan jasa konsultansi maka perlu dilakukan penelitian serupa dengan target responden penyedia jasa konsultansi. B. Dalam penelitian ini menggunakan Exploratory Factor Analysis (EFA). Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan kajian lebih mendalam dengan metode Confirmatory Factor Analysis (CFA). DAFTAR PUSTAKA Alma, B. (2010). Metode dan teknik menyusun tesis, Edisi Ke-8, Alfabeta, Bandung. Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Edisi Kelima, Rineka Cipta, Jakarta. Eadie, R., Perera, S., Heaney, G., dan Carlisle, J. (2007), ”Drivers and barriers to public sector e-procurement within northern ireland’s construction industry”, ITcon 12, 103-120. Garland, R. (1991). ”The mid-point on a rating scale : is it desirable?”, Marketing Bulletin Research Note, 91(2), 66-67 Julita, R., dan Soekiman, A. (2016), ”Faktor-faktor penyebab calon penyedia jasa melakukan pendaftaran tetapi tidak melanjutkan memasukan dokumen penawaran”. Studi Independen Jurusan Manajemen Proyek Konstruksi, Universitas Parahyangan Bandung.
Rinasari (2010), ”Upaya pencegahan persekongkolan dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah”, Tesis Jurusan Manajemen Proyek Konstruksi, Universitas Parahyangan Bandung. Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian.Cetakan ke -18. Bandung: Alfabeta. Suhr, D.D., (2013).”Exploratory or Confirmatory factor analysis?, Statistic and Data Analysis, Sugi 31, 1-17 Sutedi, A., (2012). ”Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya”. Sinar Grafika, Jakarta. Taurano, G.A., (2013). ”Analisis faktor penyebab klaim pada proyek konstruksi yang menggunakan FIDIC conditions of contract for plant and design build”, Tesis Jurusan Manajemen Proyek Konstruksi, Universitas Parahyangan Bandung. Wibowo, A. (2014), ”Menentukan kewajaran harga penawaran relatif terhadap Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Konferensi Nasional Teknik Sipil, 8, 253-260 Yamin, S., dan Kurniawan, H. (2009). SPSS Complete Teknik Analisis Statistik Terlengkap Dengan Software SPSS. Jakarta: Salemba Infotek. Peraturan Presiden No.4 tahun 2015, Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). (2011), Majalah Pengadaan Indonesia Kredibel Edisi 01 bulan Oktober 2011–Desember 2011, (http://www.khalidmustafa.info, diakses tanggal 20 Mei 2016) Martin, J. (2008), ”Web-based electronic bidding united kingdom, practical experience”, AACE International Transactions, Proquest Science Journals, IT 03, 1-10 Maslani., dan Siswanto. (2011), ”Audit pengadaan barang/jasa: mengenal risiko penyimpangan untuk pencegahan”, Jurnal Pengadaan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, 1(1), 58-75. Preston, C.C., dan Colman, A.M. (2000). ”Optimal number of response categories in rating scales: reliability, validity, discriminating power, and respondent preferences. Acta Psychologica,104, 1-15
JURNAL INFRASTRUKTUR
1 - 61