STUDI PERENCANAAN KONSUMSI PANGAN ANAK BATITA BAGI KELUARGA MISKIN
Oleh KIKI RISKI AMELIA
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
1
RINGKASAN KIKI RISKI AMELIA. Studi Perencanaan Konsumsi Pangan Anak Batita Bagi Keluarga Miskin (Di bawah bimbingan DADANG SUKANDAR DAN YAYAT HERYATNO). Kemiskinan merupakan masalah pokok yang secara tidak langsung menyebabkan status gizi buruk. Salah satu faktor yang secara langsung menyebabkan status gizi buruk tersebut adalah rendahnya konsumsi pangan. Pendapatan yang rendah akan mengancam konsumsi pangan dalam keluarga khususnya anak usia di bawah tiga tahun (batita) dari keluarga miskin. Mengingat pentingnya pemenuhan kebutuhan akan zat gizi yang optimal pada anak batita maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan hal itu maka perlu dirancang suatu perencanaan konsumsi pangan anak batita yang sesuai dengan pola konsumsi pangan dan dapat memenuhi kebutuhan zat gizi secara optimal serta mampu dijangkau oleh masyarakat miskin. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyusun perencanaan konsumsi pangan anak batita bagi keluarga miskin. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 1) Mengetahui karakteristik keluarga anak batita, 2) Mengetahui karakteristik anak batita, 3) Mengetahui pola konsumsi pangan anak batita, 4) Menganalisis biaya konsumsi pangan yang biasa dikonsumsi anak batita, 5) Merancang menu makanan harian selama satu minggu yang sesuai dengan karakteristik, angka kecukupan gizi, biaya dan pola konsumsi pangan anak batita, dan 6) Mengkaji daya terima responden terhadap rancangan menu makanan anak batita. Desain penelitian yang digunakan adalah metode survei. Pengambilan data dilakukan sebanyak 2 tahap yaitu pada bulan Februari dan Mei 2008 di Desa Waru Jaya, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Jumlah anak batita pada pengambilan data tahap I dilakukan di kedusunan 1 Desa Waru Jaya sebanyak 32 orang. Pengambilan data tahap II dilakukan terhadap 36 orang anak batita yang terdiri dari 18 orang sampel tahap I dan 18 orang non sampel. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan pada tahap I meliputi karakteristik anak batita dan keluarga anak batita serta pola konsumsi pangan anak batita. Data yang dikumpulkan pada tahap II adalah daya terima responden terhadap rancangan menu makanan anak batita. Adapun data sekunder yang digunakan adalah data jumlah anak batita dan gambaran umum lokasi penelitian serta data garis kemiskinan wilayah Kabupaten Bogor yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor. Secara umum, keluarga anak batita (71,9%) termasuk dalam kategori keluarga kecil. Usia orang tua anak batita masih tergolong dewasa awal dengan lama pendidikan ayah (50,0%) maupun ibu (62,5%) kurang dari atau sama dengan enam tahun. Sebagian besar ibu anak batita (84,4%) tidak bekerja sedangkan ayah bekerja dalam bidang jasa (34,4%). Keluarga anak batita mempunyai pendapatan kurang dari Rp750 000 per bulan (46,9%), sedangkan pengeluarannya berkisar antara Rp750 000-Rp1 000 000 per bulan. Sebagian besar anak batita berjenis kelamin laki-laki. Saat pengambilan data, anak batita pada kelompok usia 7-12 bulan sedang menderita penyakit infeksi dan terdapat beberapa keluhan kesehatan selama satu bulan terakhir pada anak batita kelompok usia lainnya (batuk, flu, demam, diare, masuk angin, muntah-muntah dan nafsu makan menurun). Tidak terdapat alergi makanan pada
2
sebagian besar anak batita (90,6%) di semua kelompok usia. Sebagian besar anak batita (81,3%) mempunyai status gizi yang baik. Sebanyak 58,3 persen konsumsi pangan anak batita pada kelompok usia 13-24 bulan diutamakan dalam keluarga dan keluarga anak batita pada kelompok usia 7-12 bulan melakukan penyediaan makanan untuk anak secara terpisah. Umumnya frekuensi makan anak batita adalah sebanyak 2-3 kali sehari. Sebagian besar anak batita mengalami defisit konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C dan kalsium. Jenis pangan yang dikonsumsi setiap hari adalah nasi sebagai sumber energi. Pangan sumber protein yang sering dikonsumsi adalah tempe, tahu, telur dan ikan. Kemudian sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral dikonsumsi 1-3 kali dalam seminggu. Umumnya anak batita pada ketiga kelompok usia (68,8%) tidak mengkonsumsi susu formula. Rata-rata pendapatan per kapita keluarga anak batita adalah sebesar Rp181.295.00 per kapita/bulan, sedangkan rata-rata pengeluaran pangannya (Rp138 948.20 per kapita/bulan) lebih besar daripada rata-rata pengeluaran non pangannya (Rp76 738.50 per kapita/bulan). Rasio pengeluaran pangan terhadap pendapatan sebesar 76,6%. Besarnya alokasi biaya yang digunakan dalam perencanaan menu makanan anak batita adalah rata-rata pengeluaran pangan yaitu sebesar Rp 4 631.60 per kapita/hari. Menu makanan harian anak batita yang dirancang menggunakan prinsip bergizi, beragam dan berimbang yang terdiri atas pangan pokok, pangan nabati, pangan hewani, sayur, buah dan tambahan lain (selingan). Rancangan menu tersebut ditujukan untuk anak batita usia 7-12 bulan (menu A), 13-24 bulan (menu B) dan 25-36 bulan (menu C) sehingga jumlah menu yang dirancang sebanyak 21 menu harian selama 1 minggu. Kontribusi kandungan zat gizi menu anak batita yang dihasilkan tergolong dalam kategori baik. Rata-rata kandungan energi menu berkisar antara 99,6-108,6 persen, protein antara 97,1-107,8 persen, vitamin A antara 105,7-450,7 persen, vitamin C antara 101,4-133,3 persen, kalsium antara 100,2-116,7 persen, dan zat besi antara 99,6-126,9 persen. Kontribusi vitamin dan mineral yang tinggi masih di bawah batas maksimum yang diperbolehkan (Tolerable upper intake level, UL). Dilihat dari segi biaya, rata-rata biaya konsumsi pangan harian yang digunakan dalam menu A dan menu B masih dibawah rata-rata alokasi pengeluaran pangan yang dihasilkan dari analisis biaya (Rp4.631.60 per kapita/hari). Sedangkan pada menu C terdapat kelebihan biaya sebesar Rp245.90 atau sebesar 5,3 persen. Lebih dari separuh responden (55,6%) menerima rancangan menu makanan anak batita yang direkomendasikan. Alasan responden menolak rancangan menu makanan anak batita adalah adanya jenis pangan yang tidak disukai dalam menu tersebut seperti roti, biskuit, kacang hijau, nasi, agar, susu, ikan, sayuran dan buah-buahan. Alasan lain diantaranya dilihat dari segi kuantitas dan jenis pengolahan pangan. Umumnya responden menyatakan bahwa kuantitas pangan yang dikonsumsi anak mereka sangat sedikit. Sedangkan penolakan responden terhadap jenis olahan pangan disebabkan karena beberapa anak batita tidak menyukai olahan makanan dengan tekstur lunak seperti tim tahu, pepes oncom dan agar-agar. Selain itu, jenis olahan sayuran seperti tumis juga kurang disukai anak batita kelompok usia 25-36 bulan. Kemampuan dan kreatifitas dalam hal pengolahan dan penyajian menu makanan sangat penting dilakukan oleh para ibu. Hal itu mengingat peran ibu sebagai pengasuh anak sekaligus orang yang biasanya menentukan jenis pangan yang akan disajikan dalam keluarga. Susunan menu yang disajikan pun diharapkan sesuai dengan prinsip makanan yang bergizi, beragam dan berimbang agar kebutuhan anak akan semua zat gizi dapat terpenuhi.
3
STUDI PERENCANAAN KONSUMSI PANGAN ANAK BATITA BAGI KELUARGA MISKIN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Kiki Riski Amelia A54104021
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
4
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: Studi Perencanaan Konsumsi Pangan Anak Batita Bagi Keluarga Miskin
Nama Mahasiswa
: Kiki Riski Amelia
NRP
: A54104021
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc NIP. 131 645 543
Yayat Heryatno, SP., MPS NIP. 132 146 239
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal lulus :
5
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang
berjudul Studi Perencanaan Konsumsi Pangan Anak Batita Bagi Keluarga Miskin ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc dan Yayat Heryatno, SP.,MPS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Katrin Roosita, SP., MSi selaku dosen pemandu sekaligus dosen penguji yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Kedua orang tua tercinta, Papa Anton Lukito dan Mama Dedeh Mulyanah atas segala limpahan doa dan kasih sayang yang tak terhingga. 4. Kakak-kakak tercinta, Desi Amelia, A.Md dan Ogi Irwansyah atas doa dan dukungannya. 5. Keluarga besar Kakek Adung Saputra (Alm) dan Opa Ali Lukito (Alm), khususnya Tante Sinta Lusiana Lukito atas segala doa dan dukungannya selama ini. 6. Asteria dan keluarga, atas segala dukungannya. 7. Teman-teman GMSK angkatan 41 atas kebersamaannya selama ini. Suci Pujiyanti, Rena Ningsih, Eka Septiani, Lia Riawanti, Prita Dyani, Rika Yulianti dan lainnya, atas segala dukungan, semangat, canda tawa dan persahabatan yang tak terlupakan. 8. Kakak-kakakku GMSK angkatan 40, Kak Wahyudin, Kak Tirta, Kak Ticha, Pak Dian (Alih Jenjang), Mba Linda (S3 GMSK) dan Mba Fauziah (S2 GMSK) atas segala nasihat dan dukungannya. 9. Keluarga besar bimbingan belajar BQ, atas kerja sama dan kesempatan yang telah diberikan selama ini. 10. Johan Mohammad, SPi., atas semua doa, semangat dan dukungannya. 11. Sahabat-sahabatku Rani Fitriani dan Eka Budiarti atas persahabatan yang tetap terbina sampai saat ini.
6
12. Bapak Samsudin, Staf Laboratorium Komputer Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB atas segala bantuannya. 13. Seluruh Staf Desa Waru Jaya atas segala kemudahan yang telah diberikan. 14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari masih banyak hal yang perlu diperbaiki dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang berkepentingan.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Maret 1986 dari keluarga Bapak Anton Lukito dan Ibu Dedeh Mulyanah. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan yang telah ditempuh penulis yaitu di SMA Negeri 1 Parung (2001-2004). Kemudian, pada bulan Juni tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjalani pendidikan, penulis pernah mengikuti beberapa organisasi seperti Badan Konsultasi Gizi (BKG) tahun 2005-2008 dan anggota perdana Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI) IPB tahun 2006-2007. Pada tahun 2005 penulis juga pernah mengikuti orientasi kerja (magang) di Puskesmas Parung selama tiga bulan dan menjadi anggota Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan judul Pembuatan Abon Jantung Pisang. Kemudian, tahun 2006 penulis mengikuti pelatihan penanggulangan korban bencana selama tiga hari dan selanjutnya dikirim sebagai tim relawan korban gempa di Klaten, Jawa Tengah selama dua minggu. Penulis juga pernah menjadi staf pengajar di Lembaga Pendidikan Kastia pada tahun 2005-2006 dan staf pengajar di BQ pada tahun 2007 sampai sekarang.
8
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... x PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 Tujuan......................................................................................................... 3 Kegunaan ................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 4 Anak Batita ................................................................................................. 4 Angka Kecukupan Gizi ............................................................................... 4 Makanan Anak Batita ................................................................................ 5 Pola Konsumsi Pangan Anak Batita ........................................................... 7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan Anak Batita ............ 8 Perencanaan Pangan Menggunakan Model Goal Programming ............ 12 Penerimaan Anak Batita terhadap Menu Makanan ................................. 13 KERANGKA PEMIKIRAN................................................................................... 15 METODE PENELITIAN ...................................................................................... 17 Desain, Tempat dan Waktu ...................................................................... Teknik Penarikan Contoh ......................................................................... Jenis dan Cara Pengambilan Data ........................................................... Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ Definisi Operasional .................................................................................
17 17 18 18 25
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 27 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ Karakteristik Keluarga Anak Batita ......................................................... Karakteristik Anak Batita ......................................................................... Pola Konsumsi Pangan Anak Batita ........................................................ Analisis Biaya Konsumsi Pangan Anak Batita ......................................... Rancangan Menu Makanan Harian Anak Batita ..................................... Daya Terima Responden terhadap Rancangan Menu Makanan ............
27 30 33 36 42 44 51
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 55 Kesimpulan .............................................................................................. 55 Saran ....................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 58 LAMPIRAN ......................................................................................................... 61
9
DAFTAR TABEL Halaman 1. Angka kecukupan gizi anak batita .............................................
5
2. Jenis dan cara pengambilan data .............................................. 18 3. Cara pengkategorian variabel-variabel yang diteliti ................... 19 4. Pemanfaatan lahan Desa Waru Jaya ........................................ 27 5. Jumlah penduduk Desa Waru Jaya menurut struktur usia ......... 28 6. Tingkat pendidikan penduduk .................................................... 28 7. Jenis pekerjaan penduduk Desa Waru Jaya .............................. 29 8. Sebaran keluarga anak batita menurut besar keluarga.............. 30 9. Sebaran keluarga anak batita menurut usia dan lama pendidikan orang tua ................................................................. 31 10. Sebaran keluarga anak batita menurut jenis pekerjaan orang tua ................................................................................... 32 11. Sebaran keluarga anak batita menurut pendapatan dan pengeluaran per bulan ............................................................... 32 12. Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan jenis kelamin 33 13. Sebaran anak batita menurut kondisi fisiologis ......................... 34 14. Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan status gizi .... 35 15. Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan kebiasaan makan ....................................................................... 36 16. Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi anak batita... 38 17. Sebaran anak batita menurut tingkat konsumsi zat gizi dan kelompok usia ..................................................................... 39 18. Sebaran anak usia 7-12 bulan menurut frekuensi konsumsi pangan ....................................................................................... 40 19. Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan pola asuh makan ........................................................................................ 41 20. Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan pengetahuan gizi ibu ....................................................................................... 42 21. Rata-rata pendapatan dan pengeluaran per kapita ................... 43 22. Alokasi pengeluaran pangan keluarga anak batita tiap jenis kelompok pangan ...................................................................... 44 23. Contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak batita kelompok usia 7-12 bulan........................................................... 46 24. Contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak batita kelompok usia 13-24 bulan ........................................................ 47 25. Contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak batita Kelompok usia 25-36 bulan ....................................................... 48
10
26. Rata-rata biaya dan kontribusi kandungan zat gizi masing-masing menu makanan ................................................ 49 27. Skor PPH masing-masing menu makanan................................. 51 28. Daya terima responden terhadap rancangan menu makanan anak batita ................................................................................. 52 29. Jenis pangan tambahan di luar rancangan menu makanan ...... 54 30. Frekuensi konsumsi pangan anak kelompok usia 13-24 bulan.. 62 31. Frekuensi konsumsi pangan anak kelompok usia 25-36 bulan.. 63 32. Jenis-jenis pangan terpilih untuk rancangan menu makanan .... 64 33. Format data untuk model goal programming .............................. 65 34. Contoh rancangan menu makanan satu hari ............................. 67 35. Menu makanan anak kelompok usia 7-12 bulan ........................ 74 36. Menu makanan anak kelompok usia 13-24 bulan ...................... 76 37. Menu makanan anak kelompok usia 25-36 bulan ...................... 78
11
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran .................................................................... 16 2. Tahap perancangan menu makanan anak batita ...................... 22
12
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Frekuensi konsumsi pangan anak batita ................................... 62 2. Contoh tahap perancangan menu makanan satu hari................ 64 3. Rancangan menu makanan masing-masing kelompok usia ..... 68 4. Menu makanan anak batita ....................................................... 74 5. Kuisioner pengambilan data I ..................................................... 81 6. Kuisioner pengambilan data II (kajian daya terima responden terhadap rancangan menu makanan anak batita)...................... 88
13
PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi dan multidimensi yang terjadi di Indonesia menimbulkan banyak masalah dalam berbagai aspek kehidupan. Angka pengangguran dan kemiskinan semakin meningkat serta timbul masalah pangan di beberapa wilayah Indonesia. Kondisi ini akan mengancam kesejahteraan hidup masyarakat khususnya masyarakat ekonomi lemah. Kemiskinan yang dialami masyarakat akan memberikan dampak buruk salah satunya pada masalah pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan yang masih kurang. Berdasarkan data Susenas (1996 & 1998) pengeluaran untuk pangan bagi rumah tangga miskin berkisar antara 60-80 persen dari pendapatan dan bagi rumah tangga mampu antara 20-59 persen (Soekirman 2000). Mengingat rendahnya pendapatan rata-rata yang diperoleh rumah tangga miskin maka kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cukup baik dari segi jumlah maupun jenisnya pun masih kurang. Hal ini disebabkan karena rendahnya daya beli masyarakat terhadap pangan sehingga sulit dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Pemenuhan kebutuhan pangan ini pada akhirnya akan menentukan tingkat konsumsi zat gizi individu. Tidak terpenuhinya kebutuhan pangan dalam rumah tangga menyebabkan kurangnya konsumsi setiap individu dalam rumah tangga tersebut akan zat gizi. Konsumsi pangan yang mengandung berbagai sumber zat gizi yang dibutuhkan dan sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu. Zat-zat gizi tersebut dapat diperoleh dari bahan pangan yang beragam. Setiap zat gizi mempunyai peranan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh seseorang. Oleh sebab itu, jika kebutuhan zat gizi ini tidak terpenuhi maka pertumbuhan dan perkembangan tubuh akan terhambat. Anak usia di bawah tiga tahun (batita) seperti halnya anak usia bawah lima tahun (balita) merupakan salah satu kelompok yang rawan terhadap pangan selain ibu hamil dan ibu menyusui. Pada masa inilah pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat cepat sehingga diperlukan asupan zat gizi yang cukup. Menurut Suhardjo (2005) pertumbuhan yang cepat dan hilangnya kekebalan pasif berada dalam periode sejak mulai disapih sampai umur lima tahun yang merupakan masa-masa rawan dalam siklus hidupnya. Apabila seorang anak tidak mendapatkan perhatian khusus, maka masalah gizi akan
14
sangat mudah terjadi pada anak tersebut. Oleh karena itu, anak harus diberikan penanganan berupa perawatan dan pengasuhan yang tepat khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pangannya. Hal ini berhubungan dengan peranan penting seorang ibu sebagai pengasuh utama. Pola asuh makan yang diberikan seorang ibu akan mempengaruhi kebiasaan makan anak dan selanjutnya akan membentuk pola konsumsi pangan anak. Jika seorang anak mengkonsumsi pangan yang cukup asupan zat gizinya maka akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sehingga dapat terhindar dari masalah-masalah gizi. Masalah gizi buruk dan konsumsi pangan anak sangat berkaitan dengan sumberdaya yang dimiliki keluarga. Bagi keluarga mampu (ekonomi menengah keatas) dan mengerti masalah gizi tentunya hal ini tidak menjadi masalah, artinya anak akan mengkonsumsi makanan yang cukup baik. Namun bagi keluarga miskin, kebutuhan zat gizi anak belum tentu dapat terpenuhi. Hal ini dilihat dari kebiasaan konsumsi pangan anak yang cenderung disamakan dengan menu keluarga dimana menu untuk orang dewasa sendiri terdiri dari makanan yang kurang bergizi (Kusharto et al. 2005). Menurut Soekirman (2000), anak yang
menderita gizi buruk beresiko
tinggi kehilangan sebagian potensinya untuk menjadi sumberdaya manusia kelas satu karena adanya penurunan kemampuan intelektual. Kemampuan intelektual yang menurun ini dapat memperbesar kemungkinan hilangnya generasi yang berkualitas dan mempunyai peran besar dalam pembangunan di masa yang akan datang. Berdasarkan kerangka pikir UNICEF (1998), kemiskinan menjadi masalah pokok yang menyebabkan munculnya status gizi yang buruk, sedangkan salah satu faktor yang secara langsung menyebabkan status gizi buruk adalah konsumsi pangan yang masih rendah sehingga kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi. Mengingat pentingnya pemenuhan kebutuhan akan zat gizi yang optimal pada anak khususnya anak batita maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah gizi yang terjadi. Salah satunya adalah dengan menyusun suatu perencanaan konsumsi pangan yang tepat. Perencanaan yang akan dilakukan tentu harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan anak serta sumberdaya yang ada. Berdasarkan hal-hal itulah maka dapat dirancang sebuah rekomendasi menu makanan yang mampu memenuhi kebutuhan zat gizi secara optimal. Disamping itu, diharapkan menu
15
makanan yang dirancang tersebut mampu dijangkau oleh masyarakat miskin dengan biaya konsumsi pangan yang seminimum mungkin. Tujuan Tujuan Umum Secara umum tujuan penelitian ini adalah menyusun perencanaan konsumsi pangan anak batita bagi keluarga miskin. Studi perencanaan ini berupa rancangan suatu rekomendasi menu makanan yang tepat untuk anak batita dengan sumberdaya yang ada dengan prinsip optimalisasi kandungan zat gizi dan minimalisasi biaya konsumsi pangan. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian yang akan dilaksanakan ini yaitu : 1. Mengetahui karakteristik sosial ekonomi dan demografi keluarga anak batita. 2. Mengetahui karakteristik demografi, fisiologi dan antropometri anak batita. 3. Mengetahui pola konsumsi pangan anak batita (kebiasaan makan, konsumsi pangan, pola asuh makan dan pengetahuan gizi ibu). 4. Menganalisis biaya konsumsi pangan yang biasa dikonsumsi anak batita. 5. Merancang menu makanan harian selama satu minggu yang sesuai dengan karakteristik, angka kecukupan gizi, biaya dan pola konsumsi pangan anak batita. 6. Mengkaji daya terima responden terhadap rancangan menu makanan anak batita. Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sumbangsih yang bermanfaat dalam upaya meningkatkan gizi masyarakat. Hal tersebut khususnya ditujukan kepada keluarga miskin yang mempunyai anak batita. Rekomendasi menu makanan yang telah dirancang juga diharapkan dapat memberikan suatu hasil perencanaan konsumsi pangan yang tepat dan sesuai dengan pola konsumsi, sumberdaya keluarga serta mampu memenuhi kebutuhan zat gizi anak batita.
16
TINJAUAN PUSTAKA Anak Batita Batita (bawah tiga tahun) merupakan sebutan untuk anak yang berusia dibawah tiga tahun. Menurut Hurlock (1980), anak batita termasuk dalam masa awal anak-anak. Anak balita termasuk batita kemudian ibu hamil dan ibu menyusui, dalam ilmu gizi dikelompokkan sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi termasuk Kekurangan Energi Protein (KEP). Oleh karena masalah gizi pada umumnya, khususnya KEP banyak terjadi pada anak batita maka perhatian lebih besar pada masalah KEP anak (Soekirman 2000). Usia dibawah 18 bulan merupakan fase dimana otak anak sedang berkembang secara optimal. Kurang gizi pada masa ini akan bersifat irreversible atau tidak dapat pulih (Khomsan 2004). Pertambahan berat badan yang cepat dimungkinkan oleh konsumsi zat-zat gizi dari makanan, terutama ASI yang cukup. Karena itulah, pada masa ini kebutuhan gizinya paling tinggi. Hal ini membuat mereka paling rawan terhadap gangguan gizi (Nasoetion & Riyadi 1995). Angka Kecukupan Gizi (AKG) Menurut Karyadi dan Muhilal (1996), kecukupan gizi yang dianjurkan (Recommended Dietary Allowance atau RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus terpenuhi dari makanan untuk mencakup hampir semua orang sehat. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan tinggi badan, genetika, keadaan hamil dan menyusui. Kecukupan gizi yang dianjurkan berbeda dengan kebutuhan gizi (requirement). Kebutuhan gizi lebih menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu, ada yang tinggi dan ada pula yang rendah. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor genetika (Karyadi & Muhilal 1996). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa kecukupan yang dianjurkan selalu didasarkan pada berat badan untuk masing-masing kelompok umur dan jenis kelamin. Patokan berat badan ini didasarkan pada berat badan yang mewakili sebagian besar penduduk yang digolongkan sehat. Kegunaan angka kecukupan gizi yang dianjurkan antara lain :
17
1. Untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi pangan bagi penduduk atau golongan masyarakat tertentu yang didapatkan dari hasil survei gizi atau makanan. 2. Untuk perencanaan pemberian makanan tambahan balita maupun perencanaan makanan institusi. 3. Untuk perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk anak batita menurut golongan umur, berat badan dan tinggi badan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan (per orang/hari) BB TB Energi Protein Vit. A Vit. C Kalsium Besi Umur (kg) (cm) (kkal) (g) (RE) (mg) (mg) (mg) 0-6 bln 6,0 60 550 10 375 7-12 bln 8,5 71 650 16 400 1-3 thn 12,0 90 1000 25 400 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004
40 50 40
200 400 500
0,5 7 8
Pangan sebagai sumber zat gizi merupakan kebutuhan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Berbeda dengan kebutuhan lainnya, kebutuhan pangan hanya
memerlukan
jumlah
secukupnya.
Kekurangan
maupun
kelebihan
konsumsi pangan dalam jangka waktu lama akan berdampak buruk bagi kesehatan (Muhilal & Hardinsyah 1998). Status konsumsi energi dan protein dikelompokkan menjadi (Depkes 1996, diacu dalam Rahmawati et al. 2001) : 1. Defisit tingkat sedang 70-79% AKG 2. Defisit tingkat ringan 80-89% AKG 3. Normal 90-119% AKG 4. Diatas angka kecukupan ≥ 120% AKG Makanan Anak Batita Menurut Hardinsyah (1996), makanan sehat adalah makanan yang aman dikonsumsi dan menyediakan semua zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk hidup sehat. Makanan pokok seperti serealia dan umbi-umbian kaya akan energi terutama dari karbohidrat. Karena itu makanan ini berperan utama sebagai sumber zat tenaga (energi). Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai usia 24 bulan. ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 4-6 bulan. Setelah itu, produksi ASI semakin berkurang, sedangkan kebutuhan gizi bayi semakin
18
meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat badan. Makanan pendamping ASI ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi. Kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk bayi diharapkan dapat terpenuhi dari ASI dan makanan tambahan (setelah berumur 4-6 bulan) yang dikonsumsi setiap hari (Krisnatuti & Yenrina 2000). Standar Internasional (Codex standard) menjelaskan bahwa PASI (Pengganti Air Susu Ibu) atau Infant formula adalah suatu produk yang dibuat dengan bahan mentah utama susu atau bahan mentah utama lain baik dari bahan hewani maupun nabati yang telah terbukti cocok dan baik untuk bayi. PASI harus mempunyai kandungan gizi yang cukup dan secara tunggal mampu mendukung pertumbuhan bayi (Winarno 1995). Menurut Kusharto et al. (2005), makanan sapihan adalah makanan yang diberikan kepada anak ketika anak tidak lagi mendapat ASI. Makanan sapihan ini dapat merupakan makanan keluarga yang umumnya atau makanan khusus. Sedangkan makanan tambahan adalah makanan padat atau setengah padat yang diberikan kepada bayi di samping ASI. Istilah makanan anak batita tidak sering dikenal karena dianggap sama dengan makanan sapihan untuk anak usia 6 bulan keatas. Pada usia anak balita (1-5 tahun) anak-anak biasanya sudah tidak mau lagi diberi makanan sapihan yang biasa diberikan pada anak usia 6 sampai 24 bulan (Kusharto et al. 2005). Bagi anak batita yang sudah tidak diberi ASI, untuk memenuhi kecukupan zat gizi yang dianjurkan, biasanya dilakukan dengan cara memberikan berbagai jenis makanan yang bermutu, bernilai gizi tinggi, serta dapat diterima dan disukai anak. Setelah berumur satu tahun, bayi mulai mengenal makanan yang dimakan oleh seluruh anggota keluarga. Namun, seorang bayi harus tetap makan 4-5 kali sehari. Makanan anak harus terdiri dari makanan pokok, kacang-kacangan, pangan hewani, minyak, santan atau lemak, dan buah-buahan. Pemberian ASI tetap dilanjutkan sampai usia 24 bulan. Cara pengolahan makanan yang akan diberikan kepada bayi dapat dilakukan tersendiri (terpisah) atau dapat diambil dari makanan yang disiapkan untuk keluarga. Untuk memperkenalkan makanan keluarga kepada bayi dapat dimulai dengan bentuk potongan-potongan kecil untuk memudahkan bayi memakannya. (Krisnatuti & Yenrina 2000). Menurut Winarno (1995), pemberian susu sapi sebagai tambahan untuk anak-anak dibawah 1 tahun sangat dianjurkan sedangkan anjuran minum susu pada anak lebih dari 1 tahun perlu dilakukan khususnya bagi mereka yang
19
mampu. Akan tetapi sebaliknya bagi keluarga tidak mampu, anjuran tersebut perlu dipertimbangkan terutama mengingat daya beli masyarakat yang sangat rendah. Krisnatuti & Yenrina (2000) menjelaskan bahwa susu formula dibedakan menjadi susu formula awal dan formula lanjutan. Susu formula awal disebut pula dengan susu formula lengkap yang dibuat untuk memenuhi semua kebutuhan gizi bayi berumur 4-6 bulan. Susu formula lanjutan diberikan kepada bayi berumur diatas 6 bulan atau setelah bayi memperoleh makanan tambahan lain. Dibandingkan dengan ASI, susu formula memiliki banyak kelemahan, terutama dalam hal kandungan gizinya. Selain itu, penggunaan susu formula harus dikontrol dari kemungkinan proses kontaminasi oleh mikroba yang akan menyebabkan terjadinya perubahan kualitas dari zat-zat gizi yang terkandung didalamnya. Jika seorang bayi mengkonsumsi susu formula yang telah terkontaminasi maka akan mengakibatkan diare. Ada kemungkinan susu formula berbentuk cair akan lebih cepat tercemar bakteri daripada susu formula yang berbentuk padat (tepung/bubuk). Pola Konsumsi Pangan Anak Batita Seorang bayi memerlukan sebanyak 600 ml susu per hari. Jumlah tersebut dapat dicapai dengan menyusui bayinya selama 4 sampai 6 bulan pertama. Karena itu, selama kurun waktu tersebut ASI (Air Susu Ibu) mampu memenuhi kebutuhan gizinya. Setelah enam bulan, volume pengeluaran susu menjadi menurun dan sejak saat itu kebutuhan gizi tidak dapat lagi dipenuhi oleh ASI saja dan harus mendapat makanan tambahan (Winarno 1995). Menurut Krisnatuti dan Yenrina (2000), bayi berumur 5-12 bulan diasumsikan mengkonsumsi 700 ml ASI/hari (setara dengan 8,05 g Protein Setara Telur atau PST) dan bayi berumur 12-24 bulan mengkonsumsi 500 ml ASI/hari (atau setara dengan 5,75 g PST). Makanan anak batita pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif artinya makanan yang dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu. Sedangkan usia 3-5 tahun bersifat konsumen aktif yaitu telah memilih makanan yang disukainya. Kebiasaan makanan yang baik harus ditanamkan. Kebutuhan zat gizi pada keluarga usia 35 tahun relatif lebih kecil dibandingkan bayi
dan kelompok umur 1-3 tahun
(Riyadi 2001, diacu dalam Supriatin 2004). Usia anak batita merupakan masa yang tergolong rawan dimana pada umumnya anak mulai susah makan atau suka pada makanan jajanan yang
20
rendah energi dan tidak bergizi. Oleh karena itu, perhatian terhadap makanan dan kesehatan bagi anak pada usia ini sangat diperlukan (Hardinsyah & Martianto 1992). Menurut Santoso dan Ranti (1999), kondisi anak batita berada dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa sehingga masih memerlukan adaptasi (Rahayu 2006). Pada masa sapih biasanya pemberian ASI mulai dikurangi atau konsumsi ASI berkurang dengan sendirinya sehingga untuk mencukupi kebutuhan gizinya, bayi atau anak perlu diberi makanan tambahan (makanan sapihan). Bagi keluarga yang mampu dan mengerti masalah gizi tentunya hal ini tidak menjadi masalah, artinya anak akan mengkonsumsi makanan yang cukup baik. Namun bagi keluarga yang kurang mampu maka kecukupan gizi anak belum tentu dapat terpenuhi karena menu untuk orang dewasa sendiri terdiri dari makanan yang kurang bergizi (Kusharto et al. 2005). Keadaan gizi kurang terjadi karena tubuh kekurangan satu atau beberapa jenis zat gizi yang dibutuhkan baik dari segi jumlah konsumsi zat gizi yang kurang, mutunya rendah atau keduanya. Selain itu, gizi kurang dapat disebabkan pula oleh kegagalan penyerapan zat gizi yang dikonsumsi dan digunakan oleh tubuh. Keadaan yang pertama dapat disebabkan oleh faktor sosial ekonomi seperti kebiasaan makan, kepercayaan dan kemiskinan atau daya beli yang rendah. Sedangkan keadaan kedua disebabkan adanya gangguan fungsi alat pencernaan (Winarno 1995). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Anak Batita Kebiasaan makan Kebiasaan makan seseorang
tergantung pada kemampuan dan taraf
hidupnya. Pada umumnya semakin baik taraf hidupnya maka semakin baik pula mutu makanan yang tersedia untuk keluarga. Rendahnya pendapatan orangorang miskin dan lemahnya daya beli, tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dan cara-cara tertentu yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif terutama untuk anaknya (Suhardjo 1989). Setiap bangsa mempunyai kebiasaan makan, pola makan dan cara makan yang berbeda. Hal ini dipengaruhi juga oleh iklim. Kebudayaan suatu keluarga atau kelompok masyarakat tidak hanya menentukan pangan apa, tetapi untuk siapa dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan. Pola kebudayaan yang berkembang mempengaruhi pemilihan bahan makanan seseorang (Nasoetion & Riyadi 1995).
21
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (75%) anak batita telah mempunyai kebiasaan diberi makan 3 kali sehari. Namun demikian juga masih ada sebagian kecil (1%) yang mempunyai kebiasaan diberi makan kurang 2 kali. Anak batita mempunyai kapasitas perut yang terbatas, sehingga memerlukan makanan dengan porsi yang kecil tetapi sering. Jenis makanan yang sering diberikan kepada anak balita (10% sampel) di pedesaan dengan frekuensi terbesar adalah beras, tempe tahu, sayuran berwarna dan ASI. Sedangkan untuk jenis lainnya seperti makanan hewani dan buah-buahan masih jarang diberikan (Adi et al. 2000). Bila seorang ibu telah berbelanja kebutuhan pangannya dipasar, berarti dia telah mempertimbangkan memilih dan membeli suatu paket komoditi pangan. Dia yakin bahwa paket komoditi pangan yang dibeli tersebut adalah baik dan dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarganya. Lebih dari itu, dia yakin bahwa apa yang dibelinya akan disukai oleh anggota keluarganya (Hardinsyah 1985). Preferensi Preferensi pangan diasumsikan bahwa sikap seseorang terhadap makanan, suka atau tidak suka, akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Mengetahui pangan yang disukai ataupun tidak disukai dan makanan yang belum
pernah
dirasakan
serta
menelusuri
sebab-sebab
yang
melatarbelakanginya merupakan hal yang sangat penting untuk dipelajari. Selain itu, perlu juga melihat hubungan antara preferensi anak-anak dengan preferensi orang tua (Suhardjo 1989). Derajat kesukaan dapat diperoleh dari pengolahan terhadap makanan tertentu dan dapat berpengaruh kuat terhadap preferensi (Sanjur 1982, diacu dalam Rusmita 2003). Orang dapat tertarik dan ingin menikmati makanan dapat disebabkan oleh warna atau rupa masakan, bentuknya, aroma, cara menghidangkan atau menghias dan mungkin juga suhunya. Kegemaran seseorang terhadap suatu makanan tidaklah sama sehingga akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanannya
(Nasoetion
&
Riyadi
1995).
Preferensi
konsumen
dapat
dipertahankan dengan bantuan pengolahan dan penyajian yang baik. Bila ini dapat dilaksanakan berarti dalam kondisi tertentu konsumsi pangan dan gizi dapat diperbaiki secara efektif tanpa perlu meningkatkan pendapatan konsumen atau rumah tangga (Hardinsyah 1985).
22
Riwayat kesehatan Menurut Riyadi (2001), penyakit infeksi dapat berdampak buruk terhadap pertumbuhan melalui berbagai cara, yaitu mengurangi nafsu makan (intik pangan), menurunkan penyerapan zat gizi, meningkatkan kebutuhan metabolik atau secara langsung menyebabkan kehilangan zat-zat gizi. Gizi pada masa anak-anak secara langsung mempengaruhi sistem imun dan jika terjadi kekurangan gizi pada masa tersebut maka akan meningkatkan risiko morbiditas (Mora & Netsel 2000, diacu dalam Briawan & Herawati 2005). Selain itu dikatakan pula bahwa anak-anak yang mengalami kegagalan pertumbuhan (berat badan tetap atau turun) sering disebabkan oleh kekurangan gizi atau sakit (Khomsan 2003). Pola asuh makan Konsumsi pangan anak-anak sangat dipengaruhi oleh ibunya. Maksudnya adalah bahwa ibu menentukan cara pemberian makan, jumlah makanan, dan jenis pangan yang diberikan. Kepandaian dan kejelian ibu dalam memilih makanan dan porsinya juga kesabaran dan ketelatenan dalam memberikan makanan sangat mendukung terhadap konsumsi pangan anak (Hartoyo et al. 2003, diacu dalam Nurmiati 2006). Perilaku pemberian makanan berhubungan secara bermakna dengan tingkat pendidikan ibu dan status gizi anak (Riyadi 2001). Pendidikan dan pengetahuan gizi ibu Tingkat pendidikan yang rendah mempunyai konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan ekonomi dan pengetahuan gizi. Tingkat pendidikan yang rendah mengurangi peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang relative tinggi, sehingga kemampuan untuk menyediakan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup juga terbatas, apalagi dengan tingkat pengetahuan gizi yang rendah (Hartoyo et al. 2003, diacu dalam Nurmiati 2006). Umumnya penyelenggaraan makanan dalam rumah tangga sehari-hari dikoordinir oleh ibu. Ibu yang mempunyai kesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan sehat sedini mungkin kepada putra-putrinya. Ibu berperan penting dalam melatih anggota keluarganya untuk membiasakan makan yang sehat. Untuk memperoleh makanan sehat dan sesuai dengan standar maka perlu menguasai pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan (Nasoetion & Riyadi 1995).
23
Menurut Riyadi (2001) menjelaskan bahwa perilaku pemberian makanan berhubungan secara bermakna dengan tingkat pendidikan ibu dan status gizi anak. Gangguan status gizi pada anak batita umumnya dikarenakan keluarganya tidak memperhatikan perlunya gizi yang seimbang untuk pertumbuhan. Anak tidak akan tumbuh dengan baik tanpa perawatan dari keluarganya. Perawatan yang diberikan dapat dalam bentuk pola asuh makan kepada anak (Nurmiati 2006). Besar keluarga Suhardjo (1989) besar keluarga memiliki pengaruh nyata terhadap jumlah pangan yang dikonsumsi dan pendistribusian konsumsi makanan antar anggota keluarga. Selanjutnya, menurut Suhardjo et al. (1998), proporsi pangan untuk keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga 5-6 orang mampu mencukupi pangan keluarga yang jumlah anggota keluarganya kurang dari 4 orang. Selain itu, pada keluarga besar kemungkinan anak-anak mengalami kurang gizi dan kelaparan lebih besar terjadi dibandingkan pada keluarga kecil. Pendapatan dan pengeluaran keluarga Keadaan gizi dan kesehatan anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pendapatan keluarga. Pengaruh pendapatan terhadap masalah gizi terjadi melalui dua cara. Pertama, keadaan gizi yang buruk menyebabkan kualitas sumberdaya manusia menjadi rendah sehingga sulit untuk mendapatkan pendapatan yang layak untuk kehidupan yang standar. Oleh Karena kurangnya pendapatan menyebabkan generasi selanjutnya dalam keluarga tersebut juga akan
mengalami
gizi
kurang.
Kedua,
pendapatan
yang
rendah
juga
menyebabkan kurangnya daya beli. Keluarga menjadi kekurangan pangan sehingga kelompok rawan pangan dalam keluarga seperti anak batita akan mengalami gizi kurang (Azwar 2004). Menurut data Susenas (1996 & 1998) pengeluaran untuk pangan bagi rumah tangga miskin berkisar antara 60-80% dari pendapatan dan bagi rumah tangga mampu antara 20-59% (Soekirman 2000). Sedangkan pengeluaran untuk pangan di Indonesia menurut BPS (1990) masih merupakan bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga yaitu lebih dari 50%. Anak-anak yang tumbuh dalam sebuah keluarga miskin paling rawan terhadap kekurangan gizi di antara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan (Harper et al. 1986). Akibat kemiskinan, anak usia 6-24 bulan tidak bisa mendapatkan makanan yang berkualitas sebagai
24
pendamping ASI. Hal ini mengakibatkan kualitas fisik mereka semakin merosot (Khomsan 2004). Seiring meningkatnya pendapatan maka terjadi peningkatan konsumsi lemak, protein hewani dan gula. Sedangkan di sisi lain terjadi penurunan konsumsi pangan yang lebih murah yaitu pangan pokok berpati dan protein nabati. Apabila pendapatan tinggi, pola konsumsi pangan akan makin beragam serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi (Soekirman 2000). Konsumsi dapat dinyatakan dalam rupiah namun untuk menggambarkan kesejahteraan penduduk atau golongan penduduk tertentu, hasilnya tidak terlalu cermat. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan harga di antara pasar komoditi berbagai golongan tersebut. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan dalam setiap analisis pengeluaran konsumsi (BPS 2006). Perencanaan Pangan Menggunakan Model Goal Programming Program linier (Goal programming) merupakan metode matematik dalam mengalokasikan sumberdaya yang langka untuk mencapai suatu tujuan seperti memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Suatu persoalan dapat dirumuskan dengan goal programming yang terdiri dari fungsi tujuan dan kendala (Mulyono 1991). Fungsi tujuan : n
z = ∑ cn xn
Minimumkan
i =1
n
∑c j =1
j1
x j + db1 − da1 (≤, =, ≥) g1
(tujuan 1)
j2
x j + db2 − da 2 (≤, =, ≥) g 2
(tujuan 2)
n
∑c j =1
: : n
∑c j =1
jk
x j + dbk − da k (≤, =, ≥) g k
(tujuan k)
Dimana xj, dai, dbi ≥ 0 untuk i = 1, 2, ..., k (k adalah banyaknya tujuan yang ingin dicapai) dan j = 1, 2, ..., n. Sumarwan et al. (1997) melakukan penelitian untuk menemukan biaya pengeluaran minimum keluarga yang memenuhi kecukupan zat gizi dan kebiasaan pangan menggunakan linear programming stokastik. Penelitian ini
25
menghasilkan kuantitas pangan yang sebaiknya disiapkan setiap bulannya oleh keluarga yang tinggal di kota dan di desa dengan karakteristik yang serupa dengan kelurahan Tegalega dan desa Cibitung Kulon (Rusyana 2005). Penelitian juga dilakukan Sukandar (1990) di kota San Pablo, Filipina untuk meminimumkan pengeluaran pangan keluarga menggunakan linear programming stokastik. Pada penelitian ini, kecukupan unsur gizi dan kebiasaan pangan
penduduk
harus
terpenuhi.
Selanjutnya,
Akmal
(2003)
telah
menggunakan model goal programming yang serupa dengan model linear programming untuk optimasi pemenuhan kecukupan gizi keluarga berdasarkan ketersediaan pangan sebelum dan sesudah krisis ekonomi di Lampung (Rusyana 2005). Penerimaan Anak Batita terhadap Menu Makanan Penerimaan suatu jenis makanan dalam kelompok masyarakat sangat tergantung kepada akseptabilitas makanan tersebut. Akseptabilitas makanan didefinisikan sebagai sikap kelompok masyarakat terhadap suatu jenis makanan terutama berkenaan dengan rasa, penyiapannya dan kesesuaian dengan kebiasaan makan setempat. Upaya meningkatkan akseptabilitas makanan diantaranya bisa dilakukan dengan cara menyajikan makanan tersebut sesuai dengan bentuk, rasa, aroma, dan warna yang disukai oleh masyarakat (Harper et al. 1986). Menurut Winarno (1995), belum ada suatu laporan yang dapat digunakan sebagai pedoman atau standar untuk menguji apakah suatu resep makanan sapihan dapat diterima atau tidak. Sebelum pedoman tersebut dikeluarkan, terdapat dua kriteria yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk maksud tersebut yaitu kriteria penerimaan oleh anak dan ibu sebagai berikut. a. Kriteria penerimaan oleh anak 1. Jumlah persentase anak yang menolak makanan dengan resep tertentu tidak boleh lebih dari 25. 2. Anak-anak harus mampu mengkonsumsi makanan tersebut yang cukup mengandung 300 Kalori dan 6-8 protein, jumlah mana merupakan defisit kalori yang ada dan jumlah tersebut harus dikonsumsi sebagai tambahan dari makanan yang biasa dikonsumsi.
26
b. Kriteria penerimaan ibu Disamping makanan sapihan tersebut harus dapat diterima oleh anak, suatu keharusan bahwa makanan tersebut juga harus dapat diterima oleh para ibu yang menyusui. Berikut kriteria yang dapat digunakan : 1. Ibu menyenangi rasa makanan tersebut 2. Cara penyiapannya sederhana dan cepat, tidak lebih dari 15 menit 3. Harus tahan selama 12 jam tanpa ada penyimpangan rasa dan bau 4. Anak/bayi tidak mengalami akibat buruk seperti diare atau muntah setelah mengkonsumsi makanan tersebut.
27
KERANGKA PEMIKIRAN Usia anak batita merupakan usia yang termasuk ke dalam golongan yang rentan akan kerawanan pangan. Tingkat konsumsi pangan yang rendah menjadi salah satu indikasi tidak terpenuhinya kebutuhan konsumsi pangan. Selain dilihat dari jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi, tingkat konsumsi pangan seseorang ditentukan oleh pola konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh faktor sosio-budaya, religi, ekonomi dan harga (Madanijah 2004). Dilihat dari aspek sosio-budaya misalnya kebiasaan makan, tabu makanan dan karakterisitik keluarga seperti pendidikan, pekerjaan, dan besar keluarga. Sedangkan dari aspek ekonomi seperti pendapatan dan harga yang berhubungan dengan daya beli keluarga atau biaya konsumsi pangan. Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh preferensinya terhadap makanan tertentu. Terdapat beberapa faktor yang juga menentukan kebiasaan makan, dalam hal ini kebiasaan makan anak batita seperti pola asuh makan yang dilakukan pengasuh (biasanya ibu). Pola asuh makan dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu dalam menentukan jenis dan jumlah pangan yang akan dikonsumsi anggota keluarga termasuk penyediaan makan anak batita. Pengetahuan gizi ibu dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Selain itu, tingkat pendidikan orang tua dapat menunjukkan peluang memperoleh suatu pekerjaan yang selanjutnya akan menentukan besarnya pendapatan keluarga dan daya beli keluarga terhadap pangan yang akan dikonsumsi. Pendapatan yang rendah akan mempengaruhi pemenuhan konsumsi pangan dalam keluarga khususnya konsumsi pangan anak batita. Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan gizi anak batita dari keluarga miskin yang sesuai dengan sumberdaya keluarga. Disamping itu perlu dipertimbangkan pula pola konsumsi pangan dan kecukupan zat gizi anak batita. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk setiap individu berbedabeda tergantung pada jenis kelamin, umur, berat badan dan tinggi badan serta jenis aktivitas. Kesesuaian antara konsumsi pangan anak batita dengan AKG ini akan menunjukkan tingkat konsumsi zat gizi dan selanjutnya menentukan status gizi anak batita.
28
Makanan yang dianggap tabu
Karakteristik anak batita : • Umur • Jenis kelamin • Berat badan
Riwayat kesehatan anak batita
Keterangan :
Preferensi makan anak
Kebiasaan makan anak
Pola konsumsi pangan anak batita
Pola asuh makan
Pengetahuan gizi ibu
Karakteristik keluarga : • Umur & Pendidikan orang tua • Pekerjaan orang tua • Pengeluaran keluarga • Besar keluarga
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti
29
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah metode
survei. Lokasi
penelitian adalah di desa Waru Jaya khususnya di Kedusunan 1 (Kampung Jeletreng) dan Kedusunan 2 (Kampung Waru Kaum) Kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Adapun waktu pelaksanaan penelitian yaitu pada bulan Februari 2008 dan Mei 2008. Teknik Penarikan Contoh Lokasi penelitian dipilih dengan berbagai pertimbangan yang ada. Salah satunya dilihat berdasarkan data keluarga miskin yang terdapat dalam arsip desa diantaranya menurut data program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Miskin (Raskin). Selain itu, dilihat pula berdasarkan hasil survei awal lokasi penelitian mengenai karakteristik demografi dan sosial ekonomi penduduk (profil desa). Penarikan contoh dilakukan secara purposive. Populasi contoh dalam penelitian ini adalah seluruh anak batita di desa Waru Jaya Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor yaitu sebanyak 1193 orang berdasarkan data dari Puskesmas Parung. Contoh yang diambil adalah anak batita (usia 7 sampai 36 bulan) yang berasal dari keluarga miskin di desa Waru Jaya kedusunan 1 sebanyak 32 orang. Jumlah contoh tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok usia berdasarkan perbedaan angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG 2004) dan konsistensi makanannya. Adapun ketiga kelompok usia tersebut yaitu 7-12 bulan, 13-24 bulan, dan 25-36 bulan. Responden adalah pengasuh anak batita (umumnya adalah ibu). Setelah menu makanan selesai dirancang selanjutnya dilakukan kajian daya terima responden terhadap rancangan menu tersebut. Kajian daya terima dilakukan di dua lokasi yaitu di lokasi survei awal kedusunan 1 Desa Waru Jaya (Kampung Jeletreng) dan di kedusunan 2 (Kampung Waru Kaum) dengan jumlah responden yaitu sebanyak 36 orang. Jumlah tersebut diantaranya terdiri atas 50 persen dari lokasi pertama dan 50 persen dari lokasi kedua sehingga diambil 18 contoh dari masing-masing lokasi.
62
Jenis dan Cara Pengambilan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan kuisioner (Lampiran 5 dan 6). Khusus untuk data berat badan dilakukan penimbangan berat badan anak batita dengan menggunakan dacin. Jenis data dan variabel yang diperoleh dari data primer ditunjukkan oleh Tabel 2 berikut. Tabel 2 Jenis data dan variabel Jenis Data Jenis Variabel
No. 1.
Identitas/karakterisitk keluarga
Besar keluarga, lama pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, pengeluaran (pangan dan nonpangan), dan pendapatan.
2.
Identitas/karakteristik anak batita
Nama lengkap, umur, jenis kelamin, berat badan dan riwayat kesehatan.
3.
Pola konsumsi pangan anak
a. Kebiasaan makan anak batita
batita
b. Recall konsumsi pangan anak batita (1x24 jam) c.
Frekuensi konsumsi pangan dan harga pangan
d. Pola asuh makan e. Pengetahuan gizi ibu 4.
Daya terima responden terhadap
Pernyataan menerima atau menolak
rancangan menu makanan anak
beserta alasan penolakan.
batita
Data sekunder yang dikumpulkan berupa gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh dari kantor desa setempat (profil desa). Selain itu, digunakan pula data garis kemiskinan wilayah Kabupaten Bogor yang diperoleh dari Biro Pusat Statistika (BPS) Kabupaten Bogor.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2003, SPSS for Window versi 13.0 dan SAS (Statistical Analysis System) for Window versi 9.1. Data dianalisis secara deskriptif (statistika deskripstif) dan dianalisis dengan model goal programming dalam SAS. Variabel-variabel dalam penelitian ini dikategorikan dengan cara sebagai berikut (Tabel 3).
63
No 1.
2.
3. 4. 5.
6.
Tabel 3 Cara pengkategorian variabel-variabel yang diteliti Variabel Kategori pengukuran Karakteristik keluarga contoh - Besar keluarga 1. Keluarga kecil (≤4 orang) 2. Keluarga besar (>4 orang) - Pekerjaan orang tua Pekerjaan ayah 1. Jasa 2. Buruh 3. Pedagang 4. Lainnya Pekerjaan ibu 1. Bekerja 2. Tidak bekerja - Pendapatan dan pengeluaran 1. < 750 000 (Rp/bulan) 2. 750 000 – 1 000 000 3. > 1 000 000 Karakteristik contoh - Usia 1. 7-12 bulan Berdasarkan perbedaan AKG dan 2. 13-24 bulan konsistensi makanan (WNPG 2004) 3. 25-36 bulan - Status gizi 1. Gizi kurang (z-score < -2 SD) Indikator BB/U (Riyadi 2001) 2. Normal ( -2 SD≤ z-score ≤2,0 SD) 3. Gizi lebih (z-score > 2 SD) Pola asuh makan (Slamet 1993) 1. Kurang (skor 11-17) 2. Cukup (skor 18-24) 3. Baik (skor 25-30) Pengetahuan gizi ibu (Khomsan 2000) 1. Kurang (< 60%) 2. Sedang (60-80%) 3. Baik (> 80%) Frekuensi konsumsi pangan Tidak pernah (0 kali/minggu) (Widyaningsih 2007) Jarang (1-3 kali/minggu) Sering (4-6 kali/minggu) Setiap hari (≥ 7 kali/minggu) Konsumsi zat gizi - Tingkat konsumsi energi dan protein 1. Defisit tingkat sedang 70-79% (Depkes 1996, diacu dalam 2. Defisit tingkat ringan 80-89% Rahmawati et al. 2001) 3. Normal 90-119% 4. Diatas AKG ≥ 120% - Tingkat konsumsi vitamin dan 1. Defisit (Tk < 77%) mineral (Gibson 2005) 2. Normal (Tk ≥ 77%)
Adapun metode pengolahan data yang digunakan diantaranya untuk menghitung : Kandungan zat gizi pangan Kandungan zat gizi dari suatu jenis pangan dihitung dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994) :
BDDj ⎞ ⎛ Bj KGij = ∑ ⎜ × Gij × ⎟ 100 ⎠ ⎝ 100 Dimana : Kgij
= jumlah zat gizi i dari setiap jenis pangan j
Bj
= berat pangan j (gram)
64
Gij
= kandungan zat gizi i dari pangan j
BDDj
= persen jumlah pangan j yang dapat dimakan
Tingkat konsumsi zat gizi Tingkat konsumsi zat gizi anak batita dihitung dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994) :
TKGi = Dimana :
Ki × 100% AKGi
TKGi
= tingkat konsumsi zat gizi i
Ki
= konsumsi zat gizi i
AKGi = kecukupan zat gizi i yang dianjurkan Perhitungan tingkat konsumsi zat gizi khusus untuk energi dan protein memperhitungkan berat badan aktual contoh yang dibandingkan dengan berat badan anak batita standar yang terdapat dalam AKG. Biaya pangan a. Harga pangan Harga pangan diperoleh dari survei harga tiap jenis pangan di warung sekitar lokasi penelitian. Harga pangan yang dikumpulkan yaitu dalam satuan rupiah per URT (Ukuran Rumah Tangga) misalnya rupiah per dus, per kaleng, per bungkus dan sebagainya. Harga tersebut kemudian dikonversi ke dalam satuan rupiah per 100 gram dari setiap jenis pangan. b. Harga zat gizi pangan Harga zat gizi pangan dihitung dengan rumus : hg = Dimana : hg
hp gi
= harga zat gizi pangan (rupiah/satuan zat gizi)
hp = harga pangan (rupiah/satuan berat pangan) gi
= kandungan zat gizi ke-i (satuan zat gizi/berat pangan)
c. Biaya pangan Biaya pangan didasarkan atas pertimbangan besarnya pengeluaran pangan keluarga per kapita per hari. Kemudian dalam proses perancangan
menu
digunakan
prinsip
optimalisasi
zat
gizi
dan
minimalisasi biaya pangan dengan menggunakan biaya konsumsi pangan sebagai fungsi tujuan dalam goal programming. Pola asuh makan dan pengetahuan gizi ibu
65
Penilaian pola asuh makan ditentukan oleh total skor dari seluruh item pertanyaan (10 pertanyaan). Skor yang dihasilkan kemudian digolongkan ke dalam
tiga kategori (kurang, cukup dan baik). Interval kelas ketiga kategori
tersebut ditentukan dengan rumus (Slamet 1993) : Interval kelas (IK) = Skor tertinggi (NT) – skor terendah (NR) Jumlah kelas Kurang
: x > NR s/d NR+IK
Cukup
: NR+IK < x < NR+2IK
Baik
: x > NR+2IK s/d NT
Penilaian pengetahuan gizi ibu ditentukan berdasarkan skor benar dari masing-masing pertanyaan. Jika jawaban yang diberikan benar diberi skor 1 dan jika salah diberi skor 0. Kategori pengetahuan dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu kurang, sedang, dan baik. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut-off point dari skor yang telah dijadikan persen, yaitu : baik jika skor >80%, cukup jika skornya 60-80%, dan kurang jika <60% (Khomsan 2000). Perancangan menu makanan anak batita menggunakan goal programming Rancangan menu makanan didasarkan atas pola konsumsi pangan, AKG dan biaya konsumsi pangan anak batita. Seluruh data yang dikumpulkan mengenai biaya, pola konsumsi pangan dan sebagainya diterjemahkan dalam bentuk variabel-variabel dalam fungsi linear. Selanjutnya data tersebut diolah dan dianalisis menggunakan goal programming yang terdapat pada linear programming dalam SAS sedemikian hingga diperoleh feasible solution sampai tercapai optimal solution berupa besar biaya konsumsi pangan minimum dari jenis dan jumlah pangan yang terpilih per 100 g dengan kontribusi kandungan zat gizi dari menu sesuai dengan yang diharapkan. Rancangan menu makanan yang dibuat berupa menu makanan harian selama satu minggu dari setiap kelompok usia (7-12 bulan, 13-24 bulan dan 25-36 bulan) sehingga menghasilkan 21 menu. Jenis pangan terpilih ditentukan berdasarkan jenis pangan yang paling banyak dan paling sering dikonsumsi. Jenis pangan dipilih jika lebih dari 50% anak batita (contoh) mengkonsumsi pangan tersebut. Kemudian dilihat dari segi frekuensi konsumsinya dalam 1 minggu. Jenis pangan yang memenuhi kriteria itulah yang digunakan dalam rancangan menu makanan. Berikut ditampilkan langkah-langkah perancangan menu makanan anak batita.
66
Preferensi pangan anak batita
Jenis pangan terpilih
Kandungan zat gizi pangan terpilih
Harga pangan terpilih
Norma gizi yang harus dipenuhi
Perancangan model goal programming
AKG anak batita
Pengolahan model dalam SAS
Biaya konsumsi pangan
Rancangan menu makanan anak batita Gambar 2 Tahap perancangan menu makanan
Setelah jenis pangan yang akan digunakan terpilih, selanjutnya ditentukan batasan kuantitas (berat) pangan yang biasa dikonsumsi anak batita. Kuantitas pangan yang digunakan dinyatakan dalam gram per hari dengan menggunakan kuartil bawah (Q1) sebagai batas bawah dan kuartil atas (Q3) sebagai batas atas. Adapun model goal programming yang dibangun sebagai berikut : Fungsi tujuan Minimumkan :
z = db1 + db2 + db3 + db4* + db5* + db6* + db7 + da1 + da2 + da3 + da4 + da5 + da6* + da7 *
*
*
*
*
*
*
*
Kendala-kendala (sasaran dan pembatas) 1. Berdasarkan tingkat konsumsi zat gizi Energi :
a11 x1 + a12 x 2 + a13 x3 + ... + a1 p x p + db1 − da1 = g1 *
Protein :
*
*
*
67
a 21 x1 + a 22 x 2 + a 23 x3 + ... + a 2 p x p + db2 − da 2 = g 2 *
*
Vitamin A :
a31 x1 + a32 x 2 + a33 x3 + ... + a3 p x p + db3 − da3 = g 3 *
*
Vitamin C :
a 41 x1 + a 42 x 2 + a 43 x3 + ... + a 4 p x p + db4 − da 4 = g 4 *
*
Kalsium :
a51 x1 + a52 x 2 + a53 x3 + ... + a 5 p x p + db5 − da5 = g 5 *
*
Zat besi :
a 61 x1 + a 62 x 2 + a 63 x3 + ... + a 6 p x p + db6 − da 6 = g 6 *
*
2. Berdasarkan kemampuan biaya untuk pangan dan harga masing-masing pangan
a1 x1 + a 2 x 2 + a3 x3 + ... + a p x p + db7 − da 7 = y *
*
3. Batasan kebiasaan kuantitas pangan yang dikonsumsi berdasarkan Q1 (kuartil bawah) dan Q3 (kuartil atas) :
b11 ≤ x1 ≤ b21 , b12 ≤ x 2 ≤ b22 , b13 ≤ x3 ≤ b23 ,..., b1 p ≤ x p ≤ b2 p Selanjutnya agar sebanding, model diatas diubah sebagai berikut : Fungsi tujuan Minimumkan :
z = db1 + db2 + db3 + db4 + db5 + db6 + db7 + da1 + da2 + da3 + da4 + da5 + da6 + da7 Kendala-kendala (sasaran dan pembatas) 1. Berdasarkan tingkat konsumsi zat gizi Energi :
a11 x1 + a12 x 2 + a13 x3 + ... + a1 p x p g1
+ db1 − da1 = 1
Protein :
a 21 x1 + a 22 x 2 + a 23 x3 + ... + a 2 p x p g2
+ db2 − da 2 = 1
Vitamin A :
a31 x1 + a 32 x 2 + a33 x3 + ... + a3 p x p g3 Vitamin C:
+ db3 − da3 = 1
68
a 41 x1 + a 42 x 2 + a 43 x3 + ... + a 4 p x p g4
+ db4 − da 4 = 1
Kalsium :
a51 x1 + a 52 x 2 + a53 x3 + ... + a5 p x p g5
+ db5 − da5 = 1
Zat besi :
a 61 x1 + a 62 x 2 + a 63 x3 + ... + a 6 p x p g6
+ db6 − da 6 = 1
2. Berdasarkan kemampuan biaya untuk pangan dan harga masing-masing pangan
a1 x1 + a 2 x 2 + a3 x3 + ... + a p x p y
+ db7 − da 7 = 1
3. Batasan kebiasaan kuantitas pangan yang dikonsumsi berdasarkan Q1 (kuartil bawah) dan Q3 (kuartil atas) :
b11 ≤ x1 ≤ b21 , b12 ≤ x 2 ≤ b22 , b13 ≤ x3 ≤ b23 ,..., b1 p ≤ x p ≤ b2 p Keterangan : z
= total simpangan bawah dan simpangan atas
xj
= kuantitas pangan ke-j per 100 gram
aij
= kandungan zat gizi ke i dalam 100 g jenis pangan xj
i
= kandungan zat gizi :1 (energi), 2 (protein), 3 (vitamin A), 4 (vitamin C), 5 (kalsium), 6 (zat besi), dan 7 (harga pangan)
j
= 1, 2, 3, ..., p
p
= banyaknya jenis pangan
gi
= angka kecukupan zat gizi ke-i yang dianjurkan (AKG 2004)
y
= besarnya biaya konsumsi pangan anak batita per hari
b1j
= kuartil bawah jenis pangan xj (Q1) per 100 g
b2j
= kuartil atas jenis pangan xj (Q3) per 100 g
dai
= simpangan atas unsur gizi i
dbi
= simpangan bawah unsur gizi i
da7
= simpangan atas biaya pangan
db7
= simpangan bawah biaya pangan
Pengkajian daya terima responden terhadap rancangan menu makanan
69
Setelah diperoleh rancangan menu makanan anak batita kemudian dilakukan pengkajian daya terima responden berupa pernyataan setuju atau tidak setuju terhadap daftar menu yang telah dirancang. Daftar menu terdiri dari jenis pangan, jumlah (berat dalam gram dan URT), biaya konsumsi pangan (menu makanan) dari setiap jenis pangan yang diakumulasi untuk biaya satu hari dan satu minggu. Hasil kajian tersebut (setuju atau tidak) dihitung ke dalam bentuk persentase. Jika sebagian besar responden menyatakan setuju terhadap daftar menu yang telah dirancang maka perencanaan konsumsi pangan yang telah dilakukan dikategorikan baik atau berhasil, artinya sesuai dengan karakteristik, pola konsumsi pangan dan kemampuan ekonomi responden. Begitu pula sebaliknya, jika sebagian besar responden menyatakan tidak setuju terhadap daftar menu yang dirancang maka perencanaan konsumsi pangan yang telah dilakukan kurang berhasil dan tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Definisi Operasional Contoh : Anak batita yang dijadikan sebagai sasaran penelitian dan memenuhi kriteria yaitu berasal dari keluarga miskin. Responden : Ibu sebagai pengasuh contoh (anak batita) yang mengetahui kebiasaan dan preferensi pangan yang dikonsumsi contoh (pola konsumsi anak). Anak batita : anak usia bawah tiga tahun yang akan dijadikan contoh dengan batasan usia dari 7 sampai 36 bulan. Kelompok usia anak batita : penggolongan usia anak batita ke dalam tiga selang usia menurut perbedaan AKG dan konsistensi makanannya yaitu 7-12 bulan, 13-24 bulan, dan 25-36 bulan. Karakteristik anak batita : aspek atau keterangan mengenai berat badan anak batita yang dinyatakan dalam satuan kilogram, umur dalam bulan, dan jenis kelamin (laki-laki atau perempuan). Karakteristik keluarga : aspek atau keterangan yang berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi dan demografi keluarga contoh seperti besar keluarga, umur, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan orang tua contoh. Pendapatan keluarga : besarnya pendapatan yang diperoleh keluarga dalam rupiah selama satu bulan yang berasal dari pekerjaan utama dan tambahan. Pengeluaran keluarga : biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk memenuhi seluruh kebutuhan anggota keluarga termasuk pengeluaran pangan dan non pangan.
70
Pengeluaran pangan : besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Pengeluaran non pangan : besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan non pangan seperti kesehatan, pendidikan, penerangan/listrik, komunikasi, bahan bakar dan lain-lain Pendapatan dan pengeluaran perkapita : besar pendapatan dan pengeluaran keluarga dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Frekuensi konsumsi pangan : banyaknya suatu jenis pangan yang dikonsumsi contoh dalam satuan waktu tertentu (satu hari, satu bulan ataupun satu tahun). Menu makanan : susunan jenis pangan yang dirancang dengan menggunakan goal programming sesuai dengan pola konsumsi, AKG dan biaya minimum konsumsi pangan contoh. Tingkat konsumsi zat gizi : perbandingan jumlah konsumsi zat gizi aktual terhadap angka kecukupan zat gizi rata-rata sehari yang dianjurkan dan dinyatakan dalam persen. Keluarga miskin : keluarga contoh yang termasuk dalam kategori miskin berdasarkan data Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Beras Miskin (Raskin). Biaya konsumsi pangan : besarnya biaya dalam rupiah yang digunakan untuk konsumsi pangan dalam satu hari. Biaya pangan : besarnya biaya dalam rupiah yang akan dikeluarkan untuk pangan-pangan dari setiap menu dalam satu hari. Daya terima responden : sikap responden mengenai gambaran kesesuaian terhadap rancangan menu makanan harian anak batita untuk siklus satu minggu.
71
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Keadaan geografis Desa Waru Jaya merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Parung Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 293 ha. Desa Waru Jaya terbagi dalam tiga dusun yang terdiri dari 7 Rukun Warga (RW) dan 27 Rukun Tetangga (RT). Batas wilayah Desa Waru Jaya diantaranya sebelah utara berbatasan dengan Desa Cidokom, sebelah timur dengan Desa Waru dan Pemagarsari, sebelah selatan dengan Desa Iwul, dan sebelah barat dengan Desa Bojong Sempu, Bojong Indah, dan Cogreg. Jarak kantor desa ke Ibukota Kecamatan sejauh 3 km, dengan Kabupaten Bogor sejauh 35 km, dengan Propinsi Jawa Barat 90 km, dan ke Ibukota Negara sejauh 40 km. Pemanfaatan lahan di Desa Waru Jaya ditunjukkan oleh tabel berikut : Tabel 4 Pemanfaatan lahan Desa Waru Jaya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pemanfaatan lahan Pemukiman dan pekarangan Sawah Ladang/huma Jalan Pemakaman Perkantoran Lapangan olah raga Bangunan pendidikan Bangunan peribadatan
Luas (ha) 217,0 38,0 21,0 5,1 3,0 0,0 7,0 5,0 3,8
Pemanfaatan lahan Desa Waru Jaya sebagian besar digunakan untuk pemukiman dan pekarangan. Jika dilihat dari pemanfaatan lahannya, Desa Waru Jaya bukan merupakan kawasan pertanian. Hal ini ditunjukkan oleh pemanfaatan lahan yang digunakan untuk sawah hanya 38 ha dari luas wilayah yang ada. Keadaan sosial demografi Jumlah penduduk Desa Waru Jaya sampai akhir bulan Desember Tahun 2006 tercatat sebanyak 15.197 jiwa yang terdiri dari 3.034 kepala keluarga (KK). Jumlah penduduk menurut struktur usia dan jenis kelamin ditunjukkan oleh tabel berikut :
72
Tabel 5 Jumlah penduduk Desa Waru Jaya menurut struktur usia No
Usia (tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
0 – 4 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 Total
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
%
748 489 638 655 697 696 749 590 602 513 491 540 261 7.668
774 493 494 571 600 722 764 627 613 566 506 522 276 7.529
1.522 982 1.132 1.226 1.297 1.418 1.515 1.215 1.215 1.079 997 1.062 537 15.197
10,0 6,5 7,5 8,1 8,5 9,3 10,0 8,0 8,0 7,1 6,6 7,0 3,5 100,0
Jumlah penduduk Desa Waru Jaya pada Desember 2006 terbanyak berada pada usia 0-4 tahun, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit yaitu pada usia 60-64 tahun atau yang termasuk golongan lanjut usia. Hal ini menunjukkan bahwa potensi di desa tersebut sangat besar mengingat banyaknya jumlah anak usia 0-4 tahun. Anak tersebut merupakan generasi penerus yang selanjutnya diharapkan dapat dikembangkan menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas harus memperoleh penghidupan yang layak ditinjau dari segala aspek kehidupan sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga serta masyarakat. Berkaitan dengan kualitas sumberdaya manusia, pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tinggi rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan penduduk Desa Waru Jaya adalah sebagai berikut. Tabel 6 Tingkat pendidikan penduduk No 1 2 3 4 5 6
Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD/sederajat Tamat SD/sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SLTA/sederajat Tamat Akademi/Sarjana muda Tamat Perguruan Tinggi
Jumlah (orang) 840 4.930 307 993 221 54
Secara umum, tingkat pendidikan penduduk di Desa Waru Jaya masih tergolong rendah yang ditunjukkan oleh banyaknya penduduk yang hanya menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Sedangkan penduduk yang mampu menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi hanya sebagian kecil. Kondisi ini akan memberikan dampak pada kemampuan
73
ekonomi penduduk dan besarnya peluang memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Tabel berikut menunjukkan jenis pekerjaan penduduk Desa Waru Jaya. Tabel 7 Jenis pekerjaan penduduk Desa Waru Jaya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis Pekerjaan Buruh bangunan Pedagang Pegawai swasta Buruh pabrik Petani Tukang ojeg Pengrajin Pegawai negeri Pensiunan/Purnawirawan Sopir angkutan Penjahit TNI/Polri Tukang las Bengkel
Jumlah (orang) 646 541 350 265 254 121 74 63 31 29 13 11 9 3
Sebagian besar jenis pekerjaan penduduk Desa Waru Jaya sebagai buruh bangunan. Menurut Hartoyo (2003), berkurangnya peluang seseorang dalam mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang relatif tinggi akan berpengaruh pada kurangnya penyediaan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup. Berdasarkan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh sebagian besar penduduk Desa Waru Jaya, maka terdapat kekhawatiran dalam penyediaan makanan dalam keluarga mengingat rendahnya penghasilan yang diterima dan tidak sesuai dengan besarnya pengeluaran yang digunakan. Keadaan sosial
ekonomi masyarakat dapat menggambarkan tingkat
kesejahteraan suatu wilayah sekaligus menunjukkan tingkat kemiskinan masyarakat di wilayah tersebut. Terdapat banyak kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan garis kemiskinan. Berdasarkan data BPS yang digunakan dalam program BLT (Bantuan Langsung Tunai), jumlah penduduk miskin Desa Waru Jaya tahun 2005 adalah sebanyak 360 KK atau sebesar 11,87%, sedangkan berdasarkan data jumlah penerima beras miskin adalah sebanyak 389 KK atau sebesar 12,82%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di desa tersebut masih cukup besar yaitu lebih dari 10%.
74
Karakteristik Keluarga Anak Batita Karakteristik sosial demografi Keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang satu sama lain mempunyai hubungan darah. Sebuah keluarga inti biasanya terdiri atas ayah, ibu dan anak. Besar kecilnya suatu keluarga ditentukan berdasarkan jumlah anggota dalam keluarga tersebut. Penyediaan makanan baik dalam jenis maupun jumlahnya dipengaruhi oleh besar kecilnya keluarga. Menurut Suhardjo (1989), besar keluarga memiliki pengaruh nyata terhadap jumlah pangan yang dikonsumsi dan pendistribusian konsumsi makanan antar anggota keluarga. Berikut ini ditunjukkan sebaran keluarga anak batita menurut besar keluarga. Tabel 8 Sebaran keluarga anak batita menurut besar keluarga Besar keluarga ≤ 4 orang > 4 orang Total Minimum – maksimum Rata-rata ± standar deviasi
n
%
23 71,9 9 28,1 32 100,0 3 – 11 orang 5 ± 2 orang
Tabel 8 menunjukkan lebih dari setengah keluarga anak batita (71,9%) termasuk dalam kategori keluarga kecil yang jumlah anggota keluarganya kurang dari atau sama dengan empat orang. Hal ini menunjukkan bahwa pendistribusian konsumsi pangan dalam keluarga anak batita akan lebih mudah dilakukan. Kemungkinan kelaparan dan kekurangan gizi pada keluarga anak batita juga sangat kecil. Menurut Suhardjo et al. (1998), proporsi pangan untuk keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga 5-6 orang mampu mencukupi pangan keluarga yang jumlah anggota keluarganya kurang dari 4 orang. Selain itu, pada keluarga besar kemungkinan anak-anak mengalami kurang gizi dan kelaparan lebih besar terjadi dibandingkan pada keluarga kecil. Setiap anggota keluarga mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, baik dalam hal usia, jenis kelamin, kedudukan (status) dalam keluarga maupun tingkat pendidikan dan sebagainya. Kedudukan dalam keluarga misalnya sebagai ayah, ibu ataupun anak. Berikut disajikan sebaran usia dan lama pendidikan orang tua anak batita.
75
Tabel 9 Sebaran keluarga anak batita menurut usia dan lama pendidikan orang tua Ayah Ibu Variabel n % n % Kelompok usia < 25 tahun 4 12,5 16 50,0 25-30 tahun 14 9 28,1 43,7 > 30 tahun 14 7 21,9 43,7 Total 32 100,0 32 100,0 Minimum – maksimum 19 – 55 tahun 19 – 50 tahun Rata-rata ± standar deviasi 32 ± 8 tahun 28 ± 6 tahun Lama Pendidikan ≤ 6 tahun 16 20 50,0 62,5 7-9 tahun 9 28,1 6 18,7 10-12 tahun 7 21,9 6 18,7 Total 32 100,00 32 100,00 Minimum – maksimum 6 – 12 tahun 1 – 12 tahun Rata-rata ± standar deviasi 8 ± 3 tahun 7 ± 3 tahun
Sebagian besar ayah anak batita berusia diatas 25 tahun yang masih tergolong usia dewasa awal (21-40 tahun). Begitu juga dengan ibu anak batita, 50% ibu anak batita berusia kurang dari 25 tahun yang juga tergolong usia dewasa awal (Hurlock 1980). Dilihat dari lama pendidikan yang telah ditempuh, ayah (50,0%) maupun ibu (62,5%) umumnya hanya menempuh pendidikan selama kurang dari atau sama dengan 6 tahun (tingkat Sekolah Dasar). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orang tua anak batita tergolong rendah. Menurut Hartoyo et al. (2003), pendidikan yang rendah tersebut mempunyai konsekuensi terhadap rendahnya kemampuan ekonomi dan pengetahuan gizi sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan pangan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu upaya untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga. Karakteristik sosial ekonomi Berkurangnya peluang seseorang dalam mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang relatif tinggi akan berpengaruh pada kurangnya penyediaan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup (Hartoyo et al. 2003). Oleh karena itu, jenis pekerjaan seseorang akan menentukan besarnya penghasilan atau pendapatan seseorang maupun keluarga dan selanjutnya menentukan pula alokasi biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pangan dan non pangan.
76
Berikut disajikan sebaran jenis pekerjaan, pendapatan, dan pengeluaran keluarga anak batita. Tabel 10 Sebaran keluarga anak batita menurut jenis pekerjaan orang tua Jenis Pekerjaan
n
%
11 10 7 4 32
34,4 31,3 21,8 12,5 100,0
5 27 32
15,6 84,4 100,0
Ayah - Jasa - Buruh - Pedagang - Lainnya Total Ibu - Bekerja - Tidak bekerja Total
Sebagian besar ibu anak batita (84,4%) tidak bekerja atau dengan kata lain hanya sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan sebanyak 34,4% ayah anak batita
bekerja
dalam
bidang
jasa
diantaranya
seperti
sopir
angkutan,
pramuniaga, percetakan dan sebagainya. Jenis pekerjaan orang tua anak batita akan mempengaruhi besarnya pendapatan keluarga dan selanjutnya akan menentukan besarnya pengeluaran keluarga anak batita baik pengeluaran pangan maupun non pangan. Berkaitan dengan jenis pekerjaan orang tua anak batita, berikut ditunjukkan besar pendapatan dan pengeluaran keluarga anak batita selama satu bulan. Tabel 11 Sebaran keluarga anak batita menurut pendapatan dan pengeluaran per bulan Kelompok pendapatan/pengeluaran < Rp750 000 Rp750 000 – Rp1 000 000 > Rp1 000 000 Total Minimum – maksimum Rata-rata ± standar deviasi
Pendapatan n
Pengeluaran %
15 46,9 9 28,1 8 25,0 32 100,0 Rp180 000 – Rp1 600 000 Rp804 937 ± Rp373 623
n
%
10 31,3 14 43,7 8 25,0 32 100,0 Rp223 866 – Rp2 974 466 Rp990 587 ± Rp787 943
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebesar 46,9% keluarga anak batita mempunyai pendapatan kurang dari Rp750.000 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesempatan keluarga anak batita untuk memperoleh pendapatan yang cukup tinggi. Menurut Azwar (2004), pendapatan yang rendah akan menyebabkan kurangnya daya beli keluarga sehingga berdampak pada kurangnya pemenuhan kebutuhan pangan khususnya terhadap kelompok rawan
77
pangan dalam keluarga seperti anak batita. Kemudian 43,7% pengeluaran keluarga anak batita berkisar antara Rp750.000-Rp1.000.000 per bulan. Bila dibandingkan
antara
besar
pendapatan
keluarga
anak
batita
dengan
pengeluarannya maka umumnya pendapatan keluarga anak batita tidak mencukupi besarnya pengeluaran sehingga dalam pemenuhan kebutuhannya, keluarga anak batita diduga menggunakan jalur utang-piutang dalam pembelian kebutuhannya. Rata-rata pengeluaran pangan keluarga anak batita (Rp560.166.70 per bulan)
lebih
besar
daripada
rata-rata
pengeluaran
non
pangannya
(Rp320.355.70 per bulan). Hal ini sesuai dengan data BPS (1990) yang menyatakan bahwa pengeluaran untuk pangan di Indonesia masih merupakan bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga yaitu lebih dari 50,0%. Oleh sebab itu, umumnya keluarga anak batita menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pangan sehingga sangat diperlukan suatu cara pengalokasian dana (biaya) yang efektif dan efisien khususnya dalam hal biaya konsumsi pangan. Karakteristik Anak Batita Karakteristik demografi Karakteristik demografi anak batita dibedakan menurut usia dan jenis kelamin. Berdasarkan perbedaan konsistensi makanan dan besarnya angka kecukupan gizi anak batita maka usia anak batita digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu 7-12 bulan, 13-24 bulan, dan 25-36 bulan. Tabel 12 menunjukkan sebaran anak batita menurut jenis kelamin dan kelompok usia. Tabel 12 Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan jenis kelamin Kelompok usia (bulan) Total Jenis kelamin 7-12 13-24 25-36 n % n % n % n % Laki-laki 7 5 41,7 5 17 53,1 58,3 62,5 Perempuan 5 41,7 7 3 37,5 15 46,9 58,3 Total 12 100,0 12 100,0 8 100,0 32 100,0
Jenis kelamin anak batita pada kelompok usia 7-12 bulan (58,3%) dan 25-36 bulan (62,5%) umumnya adalah laki-laki. Sedangkan lebih dari setengah anak batita pada kelompok usia 13-24 bulan (58,3%) adalah perempuan. Pada kelompok usia tersebut, angka kecukupan gizi yang dianjurkan antara laki-laki dan perempuan tidak dibedakan artinya baik laki-laki maupun perempuan mempunyai angka kecukupan gizi yang sama (WNPG 2004).
78
Karakteristik fisiologis Selain konsumsi makanan, status gizi juga dipengaruhi oleh keadaan fisiologis seperti adanya penyakit infeksi. Menurut Riyadi (2001), penyakit infeksi dapat berdampak buruk terhadap pertumbuhan melalui berbagai cara, yaitu mengurangi nafsu makan (intake pangan), menurunkan penyerapan zat gizi, meningkatkan kebutuhan metabolik atau secara langsung menyebabkan kehilangan zat-zat gizi. Oleh karena itu, penyakit infeksi sangat mempengaruhi konsumsi zat gizi seseorang yang selanjutnya berdampak pada status gizi orang tersebut. Berikut disajikan sebaran anak batita menurut kondisi fisiologisnya. Tabel 13 Sebaran anak batita menurut kondisi fisiologis Kelompok usia (bulan) Keterangan 7-12 13-24 25-36 n % n % n % Penyakit yang sedang diderita Ada 6 50,0 5 41,7 1 12,5 Tidak ada 6 50,0 7 7 58,3 87,5 Total 12 100,0 12 100,0 8 100,0 Keluhan kesehatan Ada 4 33,33 7 58,33 5 62,50 Tidak ada 8 5 41,67 3 37,50 66,67 Total 12 100,00 12 100,00 8 100,00 Alergi makanan Ada 0 0,0 2 16,7 1 12,5 Tidak ada 12 100,0 10 83,3 7 87,5 Total 12 100,0 12 100,0 8 100,0
Total n
%
12 20 32
37,5 62,5 100,0
17 15 32
53,1 46,9 100,0
3 29 32
9,4 90,6 100,0
Separuh anak batita pada kelompok usia 7-12 bulan (50,0%) sedang menderita penyakit infeksi pada saat pengambilan data diantaranya diare, batuk, flu dan demam. Menurut Mora dan Netsel (2000) diacu dalam Briawan dan Herawati (2005), gizi pada masa anak-anak secara langsung mempengaruhi sistem imun dan jika terjadi kekurangan gizi pada masa tersebut maka akan meningkatkan risiko morbiditas. Oleh sebab itu anak batita pada kelompok usia 7-12 bulan diduga sedang mengalami gangguan gizi sehingga sangat mudah menderita penyakit infeksi. Jika dilihat berdasarkan ada tidaknya keluhan kesehatan anak batita dalam satu bulan terakhir, tidak terdapat keluhan kesehatan pada lebih dari separuh
anak batita (66,7%) kelompok usia 7-12 bulan. Namun, terdapat
beberapa keluhan kesehatan pada anak batita kelompok usia lainnya seperti batuk, flu, demam, diare, masuk angin, muntah-muntah dan nafsu makan menurun. Hal itu menunjukkan bahwa dalam satu bulan terakhir ini, anak batita
79
pada kelompok usia tersebut mengalami gangguan gizi karena menurut Santoso dan Ranti (1999) kekurangan gizi sering dihubungkan dengan infeksi dengan beberapa cara diantaranya mempengaruhi nafsu makan, metabolisme dan dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena diare atau muntahmuntah. Oleh karena itu, adanya keluhan kesehatan anak batita akan menentukan jenis dan jumlah makanan atau zat gizi yang akan dikonsumsi. Ada tidaknya alergi terhadap makanan tertentu mempengaruhi konsumsi pangan seseorang sehingga akan menentukan penyediaan jenis dan jumlah pangan yang akan dikonsumsi. Jika dilihat berdasarkan ada tidaknya alergi makanan, tidak terdapat alergi makanan pada sebagian besar anak batita di semua kelompok usia. Oleh sebab itu dalam perencanaan konsumsi pangan yang akan dilakukan tidak terdapat kendala dalam hal alergi makanan pada anak batita sehingga diharapkan semua jenis pangan yang akan direkomendasikan tidak akan menimbulkan masalah kesehatan pada anak batita. Karakteristik antropometri Pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal dapat diketahui dengan cara melihat pertambahan berat badan anak (Krisnatuti & Yenrina 2000). Keadaan gizi seseorang dapat digambarkan melalui status gizi orang tersebut. Berikut ditunjukkan sebaran anak batita menurut kelompok usia dan status gizi. Tabel 14 Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan status gizi Kelompok usia (bulan) Total Status Gizi 7-12 13-24 25-36 n % n % n % n % Kurang 4 1 8,3 1 12,5 6 18,7 33,3 Baik 8 66,7 11 91,7 7 87,5 26 81,3 Total 12 100,0 12 100,0 8 100,0 32 100,0
Jika dilihat berdasarkan status gizi, sebagian besar anak batita mempunyai status gizi yang baik. Hanya 33,3% anak batita pada kelompok usia 7-12 bulan yang mempunyai status gizi kurang. Status gizi berhubungan dengan penyakit infeksi dan intake zat gizi yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan anak. Hal ini sejalan dengan Khomsan (2003) yang menyatakan bahwa selain dipengaruhi oleh faktor genetik, pertumbuhan seorang anak juga dipengaruhi oleh intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Jika tubuh kekurangan atau kelebihan zat gizi akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang tidak normal atau menyimpang.
80
Pola Konsumsi Pangan Anak Batita Kebiasaan makan Setiap individu mempunyai pola konsumsi pangan yang berbeda-beda. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan seseorang diantaranya faktor sosio-budaya, religi, ekonomi dan harga (Madanijah 2004). Salah satu faktor sosio-budaya adalah kebiasaan makan. Menurut Susanto (1997), kebiasaan makan merupakan suatu pola perilaku konsumsi pangan yang dilakukan secara berulang-ulang. Tabel berikut menunjukkan sebaran anak batita menurut kebiasaan makan. Tabel 15 Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan kebiasaan makan Kelompok usia (bulan) Total 7-12 13-24 25-36 Keterangan n
%
n
%
n
%
n
%
25,0 75,0 100,0
7 5 12
58,3 41,7 100,0
1 7 8
12,5 87,5 100,0
11 21 32
34,4 65,6 100,0
41,7 58,3 100,0
8 4 12
66,7 33,3 100,0
7 1 8
87,5 12,5 100,0
20 12 32
62,5 37,5 100,0
16,7 8,3 41,7 33,3 100,0
0 0 5 7 12
0,0 0,0 41,7 58,3 100,0
0 0 5 3 8
0,0 0,0 62,5 37,5 100,0
2 1 15 14 32
6,3 3,1 46,9 43,7 100,0
50,0 50,0 100,0
9 3 12
75,0 25,0 100,0
1 7 8
12,5 87,5 100,0
16 16 32
50,0 50,0 100,0
Status pengutamaan Ada 3 Tidak 9 Total 12 Penyediaan makanan Disamakan 5 Terpisah 7 Total 12 Frekuensi makan (kali/hari) 0 2 1 1 2 5 3 4 Total 12 Kendala Makan Ada 6 Tidak 6 Total 12
Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat orang yang diutamakan dalam konsumsi pangan keluarga anak batita pada kelompok usia 13-24 bulan (58,3%). Adapun orang atau anggota yang diutamakan dalam keluarga adalah anak batita. Sedangkan pada keluarga anak batita kelompok usia lainnya, sebagian besar tidak ada anggota keluarga yang diutamakan dalam konsumsi pangan keluarga. Berbeda dengan apa yang dijelaskan Khumaidi (1989) bahwa umumnya pada keluarga anak batita tidak terdapat pertimbangan khusus (pertimbangan gizi atau hubungan dalam keluarga) terhadap anggota keluarga tertentu yang mendasari mutu dan jumlah bagian pangan yang disediakan dalam keluarga.
81
Jika dilihat berdasarkan penyediaan makanan dalam keluarga, lebih dari separuh keluarga anak batita (58,3%) pada kelompok usia 7-12 bulan melakukan penyediaan makanan anak batita secara terpisah dengan makanan keluarga. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Krisnatuti & Yenrina (2000) dimana cara pengolahan (penyediaan) makanan yang akan diberikan kepada bayi dapat dilakukan tersendiri (terpisah) mengingat usia 7-12 bulan tergolong usia bayi yang konsistensi makanannya lunak atau berbeda dengan orang dewasa. Namun pada usia diatas satu tahun, jenis makanan yang dikonsumsi anak sudah hampir sama dengan makanan orang dewasa. Tabel 15 juga menunjukkan frekuensi makan anak batita dimana 41,7% pada kelompok usia 7-12 bulan dan 62,5% pada kelompok usia 25-36 bulan adalah sebanyak 2 kali sehari. Sedangkan frekuensi makan lebih dari setengah anak batita pada kelompok usia 13-24 bulan sebanyak 3 kali sehari. Frekuensi makan anak batita pada kelompok usia 13-24 bulan sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Adi et al. (2000) yang menunjukkan bahwa sebagian besar anak batita telah mempunyai kebiasaan diberi makan 3 kali sehari. Namun demikian juga masih ada sebagian kecil yang mempunyai kebiasaan diberi makan kurang 2 kali. Frekuensi makan yang semakin sering dimungkinkan mampu memberikan asupan gizi yang cukup sehingga dapat memenuhi kebutuhan zat gizi anak batita. Sebagian besar anak batita pada kelompok usia 13-24 tahun (75,0%) mempunyai kendala dalam konsumsi pangan yaitu menurunnya nafsu makan sehingga anak sedikit mengkonsumsi makanan. Berbeda halnya pada anak batita kelompok usia 25-36 tahun, hampir seluruhnya (87,5%) tidak terdapat kendala dalam konsumsi pangan. Adanya kendala nafsu makan yang menurun diduga dipengaruhi oleh kondisi fisiologis anak batita misalnya adanya penyakit infeksi. Menurut Riyadi (2001), penyakit infeksi dapat berdampak buruk terhadap pertumbuhan melalui berbagai cara, yaitu mengurangi nafsu makan (intake pangan), menurunkan penyerapan zat gizi, meningkatkan kebutuhan metabolik atau secara langsung menyebabkan kehilangan zat-zat gizi. Konsumsi pangan Banyaknya jumlah maupun jenis pangan yang dikonsumsi seseorang akan memberikan dampak pada banyaknya jumlah dan jenis asupan zat gizi yang diterima oleh tubuh orang tersebut. Berikut disajikan rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi anak batita.
82
Tabel 16 Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi anak batita menurut kelompok usia Zat gizi Kelompok usia (bulan) 7-12 Rata-rata Konsumsi ± sd zat gizi Min–maks Rata-rata Tingkat konsumsi ± sd (%) * Min–maks 13-24 Rata-rata Konsumsi ± sd zat gizi Min–maks Rata-rata Tingkat konsumsi ± sd (%) * Min–maks 25-36 Rata-rata Konsumsi ± sd zat gizi Min–maks Rata-rata Tingkat konsumsi ± sd (%) * Min–maks
Energi
Protein
Vit. A
Vit. C
Ca
Fe
(Kal)
(g)
(RE)
(mg)
(mg)
(mg)
540,7±192,9
10,9 ± 5,8
423,4±169,6
28,7±18,1
246,2±128,7
9,7 ± 9,9
195,6-861,0
3,53 - 24,5
0 - 651,6
0 - 69,9
14,4 - 542,3
0,3 - 31,6
78 ± 28,9
63,73±33,0
100,9 ±38,4
57,3±36,1
61,6 ± 32,1
113,6±98,5
25,1 - 125,7
18,4-121,7
0 - 138,9
0 - 139,9
3,6 - 135,6
3,86-258,7
986,4±224,0
24,8 ± 5,5
469,8±278,3
31,9±17,3
316,1±145,7
8,1 ± 4,2
559,8-1303,5
16,5 - 35,9
88,2 - 930,4
0,4 - 67,9
91,6 - 580,6
3,3 - 17,6
74,2 ± 18,5
75,8 ± 23,3
100,8 ± 51,7
79,8±43,3
63,2 ± 29,1
89,9 ± 33,3
52,1 - 104,7
46,1-119,5
22,1 - 191,7
0,9-169,9
18,3 - 116,1
40,8-139,1
715,7±161,8
18,8 ± 5,6
177,4±101,5
5,6 ± 6,0
321,4±138,9
10,8 ± 8,6
582,5-1081,4
12,9 - 29,3
37,7 - 357,5
0,9 - 14,9
95,0 - 569,5
2,2 - 27,9
71,9 ± 22,5
75,7 ± 28,7
44,4±25,4
20,9±14,9
64,27 ± 27,8
135,4±107,6
52,0 - 117,2
44,1-127,0
9,4 - 89,4
2,3 - 37,2
19,0 - 113,9
27,9 - 348,7
Keterangan : *) Berdasarkan AKG anak batita masing-masing kelompok usia Kelompok usia
BB (kg)
TB (cm)
Energi (kkal)
Protein (g)
Vit. A (RE)
Vit. C (mg)
Kalsium (mg)
Besi (mg)
6,0
60
550
10
375
40
200
0,5
7-12 bln
8,5
71
650
16
400
50
400
7
1-3 thn
12,0
90
1000
25
400
40
500
8
0-6 bln
Umumnya rata-rata tingkat konsumsi masing-masing zat gizi anak batita masih dibawah batas normal yaitu
kurang dari 90% untuk tingkat konsumsi
energi atau protein (Depkes 1996) dan kurang dari 77% untuk tingkat konsumsi vitamin dan mineral (Gibson 2005). Akan tetapi, tingkat konsumsi zat besi anak batita umumnya sudah tergolong normal. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber zat besi pada anak batita sudah cukup baik. Kelebihan atau kekurangan dalam mengkonsumsi suatu zat gizi akan menimbulkan dampak tertentu. Oleh karena itu, konsumsi zat gizi dalam susunan makanan harus sesuai dengan angka kecukupan yang dianjurkan dari masingmasing zat gizi sehingga tercapai tingkat konsumsi zat gizi yang optimal. Tabel 17 menunjukkan sebaran anak batita menurut tingkat konsumsi zat gizi. Tingkat konsumsi vitamin A dan zat besi anak batita umumnya termasuk dalam kategori normal. Namun, tingkat konsumsi vitamin A pada kelompok usia 25-36 bulan yang masih tergolong defisit. Selanjutnya sebagian besar tingkat konsumsi energi, protein, vitamin C dan kalsium anak batita pada semua
83
kelompok usia tergolong dalam kategori defisit. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan sumber zat gizi tersebut masih kurang. Oleh karena itu perlu peningkatan konsumsi pangan sumber energi seperti golongan serealia dan umbi-umbian (nasi, roti, ubi jalar dan sebagainya), sumber protein seperti kacang-kacangan, ikan, daging dan sebagainya, serta sumber vitamin dan mineral seperti sayuran dan buah-buahan. Tabel 17 Sebaran anak batita menurut tingkat konsumsi zat gizi dan kelompok usia Kelompok usia/Kategori 7-12 bulan Defisit Normal Lebih Total 13-24 bulan Defisit Normal Lebih Total 25-36 bulan Defisit Normal Lebih Total
Tingkat konsumsi zat gizi (%) Vit. A Vit. C n % n %
Energi n %
Protein n %
6 5 1 12
50,0 41,7 8,3 100,0
10 1 1 12
83,3 8,3 8,3 100,0
2 10 0 12
16,7 83,3 0,0 100,0
9 3 0 12
9 3 0 12
75,0 25,0 0,0 100,0
9 3 0 12
75,0 25,0 0,0 100,0
4 8 0 12
33,3 66,7 0,0 100,0
6 2 0 8
75,0 25,0 0,0 100,0
6 2 0 8
75,0 25,0 0,0 100,0
7 1 0 8
87,5 12,5 0,0 100,0
Ca
Fe
n
%
n
%
75,0 25,0 0,0 100,0
9 3 0 12
75,0 25,0 0,0 100,0
5 7 0 12
41,7 58,3 0,0 100,0
7 5 0 12
58,3 41,7 0,0 100,0
8 4 0 12
66,7 33,3 0,0 100,0
6 6 0 12
50,0 50,0 0,0 100,0
8 0 0 8
100,0 0,0 0,0 100,0
6 2 0 8
75,0 25,0 0,0 100,0
2 6 0 8
25,0 75,0 0,0 100,0
Tingkat konsumsi suatu zat gizi yang optimal dapat dicapai dengan konsumsi pangan yang bergizi, beragam dan berimbang. Hal ini dimaksudkan agar kekurangan zat gizi tertentu dari suatu jenis pangan dapat dilengkapi oleh jenis pangan lain yang mempunyai kandungan zat gizi yang sama (Ray 1996). Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan konsumsi makanan yang terdiri atas berbagai golongan pangan sumber zat gizi tertentu. Sebagai contoh, berikut ditunjukkan sebaran anak usia 7-12 bulan menurut frekuensi konsumsi pangan sumber zat gizi (Tabel 18), sedangkan sebaran anak usia lainnya dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia 7-12 bulan (83,3%) setiap hari mengkonsumsi nasi tim sebagai sumber energi utama. Sedangkan sumber protein nabati dan hewani berturut-turut diperoleh dari tahu (58,3%) dan telur (75,0%). Berbeda dengan konsumsi nasi tim, pangan sumber protein ini tidak dikonsumsi setiap hari tetapi hanya dikonsumsi 1-3 kali dalam seminggu dan selanjutnya diganti dengan jenis pangan lain yang termasuk
84
dalam golongan yang sama yaitu sumber protein. Begitu pula terhadap golongan pangan sumber vitamin dan mineral yang terdiri atas sayuran dan buah-buahan. Umumnya, sop (66,7%) dan jeruk (83,3%) jarang dikonsumsi atau hanya 1-3 kali dalam seminggu. Sebanyak 41,7% anak usia 7-12 bulan mengkonsumsi bayam setiap hari, sedangkan umumnya buah-buahan tidak dikonsumsi setiap hari. Tabel 18 Sebaran anak usia 7-12 bulan menurut frekuensi konsumsi pangan Frekuensi makan (kali/minggu) Tidak Jarang Sering Setiap hari pernah Total Sumber zat gizi 0 (1 - 3) (4 - 6) ( ≥ 7) n % n % n % n % n % 1. Sumber karbohidrat Nasi tim 0 0,0 2 16,7 0 0,0 10 12 100 83,3 Biskuit 1 8,3 3 25,0 0 0,0 8 66,7 12 100 Mie 3 25,0 8 66,7 1 8,3 0 0,0 12 100 Roti 3 25,0 8 66,7 0 0,0 1 8,3 12 100 Kentang 6 50,0 6 50,0 0 0,0 0 0,0 12 100 2. Sumber protein nabati Tahu 3 25,0 7 0 0,0 2 16,7 12 100 58,3 Tempe 6 50,0 5 41,7 0 0,0 1 8,3 12 100 Kacang hijau 6 50,0 6 50,0 0 0,0 0 0,0 12 100 3. Sumber protein hewani Telur 1 8,3 9 0 0,0 2 16,7 12 100 75,0 Hati ayam 8 66,7 4 33,3 0 0,0 0 0,0 12 100 Ikan mas 10 83,3 1 8,3 0 0,0 1 8,3 12 100 Ikan kembung 10 83,3 2 16,7 0 0,0 0 0,0 12 100 4. Sumber vitamin dan mineral Tomat 9 75,0 1 8,3 0 0,0 2 16,7 12 100 Bayam 1 8,3 6 50,0 0 0,0 5 41,7 12 100 Sop 4 33,3 8 0 0,0 0 0,0 12 100 66,7 Toge 7 58,3 5 41,7 0 0,0 0 0,0 12 100 Kangkung 9 75,0 3 25,0 0 0,0 0 0,0 12 100 Jeruk 2 16,7 10 0 0,0 0 0,0 12 100 83,3 Pepaya 3 25,0 9 75,0 0 0,0 0 0,0 12 100 Semangka 10 83,3 2 16,7 0 0,0 0 0,0 12 100 Pisang lampung 10 83,3 2 16,7 0 0,0 0 0,0 12 100 Pisang ambon 6 50,0 5 41,7 0 0,0 1 8,3 12 100 5. Lain-lain Susu Bubur ayam Buras Agar-agar
8 9 7 7
66,7 75,0 58,3 58,3
0 3 4 5
0,0 25,0 33,3 41,7
0 0 1 0
0,0 0,0 8,3 0,0
4 0 0 0
33,3 0,0 0,0 0,0
12 12 12 12
100 100 100 100
Jika dilihat berdasarkan konsumsi susu formula, lebih dari separuh anak (66,7%) tidak mengkonsumsi susu formula. Menurut Winarno (1995), pemberian susu formula sebagai tambahan untuk anak-anak dibawah 1 tahun sangat dianjurkan. Sedangkan anjuran minum susu pada anak lebih dari 1 tahun perlu
85
dilakukan, khususnya bagi mereka yang mampu dan sebaliknya bagi mereka yang kurang mampu anjuran tersebut perlu dipertimbangkan terutama mengingat daya beli masyarakat yang sangat rendah. Oleh karena itu, konsumsi susu formula sangat penting bagi anak batita mengingat zat gizi yang terkandung didalamnya cukup lengkap sehingga mampu memenuhi kebutuhan gizi anak. Namun, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa konsumsi susu formula harus disesuaikan dengan daya beli keluarga. Pola asuh makan Salah satu pola pengasuhan yang diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya adalah pola asuh makan. Pola asuh makan inilah yang selanjutnya akan menentukan pola konsumsi pangan anak. Makanan anak pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif artinya makanan yang dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu. Sedangkan usia 3-5 tahun bersifat konsumen aktif yaitu telah memilih makanan yang disukainya. Kebiasaan makan yang baik harus ditanamkan dalam keluarga (Riyadi 2001, diacu dalam Supriatin 2004). Tabel 19 Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan pola asuh makan Kelompok usia (bulan) Total 7-12 13-24 25-36 Kategori n % n % n % n % Baik 0 0,0 2 16,7 1 12,5 3 9,4 Cukup 10 83,3 9 75,0 7 87,5 26 81,2 Kurang 2 16,7 1 8,3 0 0,0 3 9,4 Total 12 100,0 12 100,0 8 100,0 32 100,0
Pola asuh makan anak batita pada ketiga kelompok usia sebagian besar (81,2%) termasuk dalam kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa cara pemberian makan,
jumlah dan jenis pangan yang diberikan ibu (pengasuh)
sudah cukup baik. Pola asuh makan yang telah diberikan tersebut sangat mendukung konsumsi pangan anak batita. Menurut Hartoyo et al. (2003), konsumsi pangan anak-anak sangat dipengaruhi oleh ibunya. Kepandaian dan kejelian ibu dalam memilih makanan dan porsinya juga kesabaran dan ketelatenan dalam memberikan makanan sangat mendukung terhadap konsumsi pangan anak. Pengetahuan gizi ibu Mengingat besarnya peran ibu dalam keluarga maka diharapkan seorang ibu mempunyai pengetahuan yang luas. Penyelenggaraan makanan dalam keluarga atau rumah tangga sehari-hari umumnya dikoordinir oleh ibu. Ibu yang
86
mempunyai kesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan sehat sedini mungkin kepada putra-putrinya. Menurut Riyadi (2001) menjelaskan bahwa perilaku pemberian makanan berhubungan secara bermakna dengan tingkat pendidikan ibu dan status gizi anak. Gangguan status gizi pada anak umumnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keluarga mengenai perlunya gizi yang seimbang untuk pertumbuhan anak. Anak tidak akan tumbuh dengan baik tanpa perawatan yang baik dari keluarganya (Supriatin 2004). Tabel 20 Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan pengetahuan gizi ibu Kelompok usia (bulan) Total Kategori 7-12 13-24 25-36 n % n % n % n % Baik 2 16,7 0 0,0 1 12,5 3 9,4 Cukup 7 8 2 25,0 17 53,1 58,3 66,7 Kurang 3 25,0 4 33,3 5 12 37,5 62,5 Total 12 100,0 12 100,0 8 100,0 32 100,0
Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari setengah ibu anak batita pada kelompok usia 25-36 bulan (62,5%) mempunyai pengetahuan gizi yang masih kurang. Sedangkan lebih dari setengah ibu anak batita pada
kelompok usia
lainnya mempunyai pengetahuan gizi yang cukup. Ibu berperan penting dalam melatih anggota keluarganya untuk membiasakan makan yang sehat. Untuk memperoleh makanan sehat dan sesuai dengan standar maka perlu menguasai pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan (Nasoetion & Riyadi 1995). Oleh karena itu, diduga bahwa ibu anak batita pada kelompok usia 25-36 bulan kurang menguasai pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan yang baik yang selanjutnya dikhawatirkan akan mempengaruhi konsumsi pangan anak.
Analisis Biaya Konsumsi Pangan Keluarga Anak Batita Salah satu strategi yang harus digunakan dalam membuat suatu perencanaan konsumsi pangan diantaranya melakukan analisis biaya konsumsi pangan. Pengeluaran untuk pangan di Indonesia menurut BPS (1990) masih merupakan bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga yaitu lebih dari 50%. Mengingat sasaran penelitian ini adalah anak batita dari keluarga miskin, biaya konsumsi pangan tentu menjadi suatu hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi daya beli keluarga tersebut terhadap pangan yang akan dikonsumsi. Daya beli keluarga dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang diperoleh (Simatupang & Ariani 1997, diacu dalam Rita 2002).
87
Tabel 21 menunjukkan rata-rata pendapatan dan pengeluaran pangan keluarga anak batita. Rata-rata pendapatan keluarga anak batita adalah sebesar Rp181.295.0 perkapita/bulan atau sebesar Rp6.043.2 perkapita/hari. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa umumnya anak batita tergolong dalam kategori miskin karena rata-rata pendapatan anak batita masih di bawah garis kemiskinan. Hal ini sesuai dengan data dan informasi kemiskinan BPS 20052006 dimana garis kemiskinan untuk wilayah Kabupaten Bogor adalah di bawah Rp183.067.0 perkapita/bulan atau sebesar Rp6 102.2 perkapita/hari (BPS 2007). Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa besarnya pendapatan dapat mempengaruhi daya beli seseorang atau keluarga terhadap pangan yang akan dikonsumsi. Oleh sebab itu selain ditinjau dari segi pendapatan, dalam analisis biaya pangan juga mempertimbangkan besarnya pengeluaran khususnya pengeluaran pangan. Tabel 21 Rata-rata pendapatan dan pengeluaran keluarga anak batita Pengeluaran (Rp/kap/…) Pendapatan (Rp/kap/...) Keterangan Pangan Non pangan Bulan Hari Bulan Hari Bulan Hari Rata-rata 181 295.0 6 043.2 138 948.2 76 738.5 2 558.0 4 631.6 Minimum 13 333.3 444.4 11 750.0 391.7 7 444.4 248.1 Maksimum 533 333.3 17 777.8 341 760.0 11 392.0 653 133.3 21 771.1 Rasio *) 42,3% 76,6% *) persentase pengeluaran pangan terhadap pendapatan
Berdasarkan tabel diatas, rata-rata pengeluaran pangan keluarga anak batita lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran non pangannya. Dengan demikian, sebagian besar pengeluaran keluarga anak batita dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Adapun rasio pengeluaran pangan keluarga anak batita terhadap pendapatannya adalah sebesar 76,6%. Hal ini sesuai dengan yang ditunjukkan oleh data Susenas (1996 & 1998) bahwa pengeluaran untuk pangan bagi rumah tangga miskin berkisar antara 60-80% dari pendapatan (Soekirman 2000). Rata-rata pengeluaran pangan keluarga anak batita adalah sebesar Rp138.948.2 perkapita/bulan atau Rp4.631.6 perkapita/hari. Jumlah inilah yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar alokasi biaya pangan dalam penyusunan menu makanan anak batita dari keluarga miskin. Biaya yang dihasilkan dari rancangan menu makanan diharapkan masih di bawah Rp4.631.6 perhari sehingga sesuai dengan daya beli anak batita terhadap konsumsi pangannya.
88
Alokasi pengeluaran pangan digunakan untuk pembelian beberapa jenis kelompok pangan seperti pangan pokok (beras), pangan nabati (kacangkacangan, tahu, dan tempe), pangan hewani (ikan, daging, dan telur), sayur, buah, MP-ASI dan kelompok pangan lainnya (bumbu, minyak goreng, jajanan dan sebagainya). Berkaitan dengan pengeluaran pangan keluarga anak batita, berikut disajikan alokasi pengeluaran pangan harian keluarga anak batita per jenis kelompok pangan. Tabel 22 Alokasi pengeluaran pangan keluarga anak batita tiap jenis kelompok pangan Pengeluaran pangan per jenis kelompok pangan (Rp/hari) Keterangan Pokok Nabati Hewani Sayur Buah MP-ASI Lain-lain Rata-rata 2 569.3 1 451.9 5 156.5 5 404.3 2 224.1 624.1 3 222.2 Minimum 1 680.0 1 000.0 0.0 266.7 0.0 0.0 0.0 Maksimum 12 000.0 6 000.0 10 000.0 3 000.0 3 000.0 10 000.0 15 000.0 Standar deviasi 2 646.9 862.9 1 634.3 590.1 923.8 2 747.7 3 917.7
Rata-rata pengeluaran pangan keluarga terbesar digunakan untuk kelompok pangan pokok (beras) yaitu sebesar Rp5.404.3 per hari. Sedangkan rata-rata pengeluaran pangan keluarga terkecil digunakan untuk kelompok buahbuahan (Rp624.1 per hari). Hal ini menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran pangan keluarga untuk pangan pokok mempunyai proporsi terbesar atau lebih diutamakan bila dibandingkan dengan kelompok pangan lainnya. Rata-rata pengeluaran pangan keluarga untuk MP-ASI yaitu sebesar Rp3.222.2 per hari. Hal ini menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk MP-ASI lebih besar bila dibandingkan dengan biaya untuk pangan nabati, pangan hewani, sayur dan buah. Proporsi pengeluaran pangan keluarga untuk masing-masing kelompok pangan ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan biaya konsumsi pangan dalam rancangan menu makanan anak batita. Rancangan Menu Makanan Harian Selama Satu Minggu Menurut Hardinsyah (1996), makanan sehat adalah makanan yang aman dikonsumsi dan menyediakan semua zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk hidup sehat. Makanan pokok seperti serealia dan umbi-umbian kaya akan energi terutama dari karbohidrat. Karena itu makanan ini berperan utama sebagai sumber zat tenaga (energi). Kemudian sebagai sumber zat pembangun (protein) berasal dari misalnya kacang-kacangan, telur, ikan, dan daging. Sedangkan sayur dan buah berperan sebagai zat pengatur (vitamin dan mineral). Oleh karena itu, dalam susunan (menu) makanan yang dikonsumsi sehari-hari
89
harus mengandung zat-zat penting tersebut agar kebutuhan tubuh akan zat gizi dapat terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan seseorang akan zat gizi dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang beragam, bergizi dan berimbang. Hal ini dimaksudkan agar jenis dan jumlah pangan yang akan dikonsumsi sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) dimana jika seseorang mengkonsumsi makanan yang beragam maka kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh makanan yang lain sehingga diperoleh asupan zat gizi yang seimbang. Secara alami, komposisi zat gizi setiap jenis dan kelompok pangan memiliki keunggulan dan kelemahan tertentu. Sebagai contoh, beberapa makanan mungkin mengandung karbohidrat yang tinggi tetapi rendah protein ataupun sebaliknya (Ray 1996). Pola konsumsi pangan yang bermutu gizi seimbang dapat dilakukan dengan cara sederhana yang dikenal dengan pola empat sehat lima sempurna yang terdiri dari makanan pokok (sumber energi), lauk pauk, sayur, buah dan susu (Riyadi 1996). Berdasarkan hal tersebut, menu makanan harian (1 minggu) yang telah dirancang terdiri atas pangan pokok, pangan nabati, pangan hewani, sayur, buah dan tambahan lain (selingan) yang ditujukan untuk anak batita usia 7-12 bulan (menu A), 13-24 bulan (menu B) dan 25-36 bulan (menu C). Jumlah menu makanan yang dirancang adalah sebanyak 21 menu harian. Menu makanan harian yang dirancang terdiri atas pangan pokok (nasi) sebagai sumber karbohidrat, pangan nabati dan pangan hewani sebagai sumber protein, sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral, serta jenis pangan lainnya yang memberikan kontribusi zat gizi tertentu. Adapun menu makanan yang direkomendasikan pada saat uji daya terima disajikan dalam bentuk susunan olahan makanan setiap waktu makan (pagi, siang, malam dan selingan). Jenis olahan makanan yang ditampilkan tersebut hanya sebagai contoh olahan yang mungkin dapat diterapkan. Akan tetapi, sebaiknya jenis olahan yang akan disajikan perlu disesuaikan dengan preferensi anak sehingga dapat meningkatkan selera makan anak tersebut. Susunan jenis pangan yang telah dirancang didasarkan pada prinsip makanan yang beragam, bergizi dan berimbang dimana dengan komposisi pangan seperti diatas diharapkan semua kebutuhan zat gizi anak batita dapat terpenuhi. Selain itu, menu makanan yang telah dirancang juga didasarkan oleh pola konsumsi pangan anak batita dari keluarga miskin. Jika terdapat jenis
90
pangan yang tidak disukai dalam menu tersebut maka dapat diganti dengan jenis pangan yang mengandung zat gizi utama yang sama. Sebagai contoh, nasi dapat diganti dengan roti, ubi, atau lainnya. Berikut ditampilkan salah satu contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak batita pada masing-masing kelompok usia beserta biaya konsumsi pangan per hari. Adapun menu makanan harian yang dirancang selama satu minggu untuk ketiga kelompok usia dapat dilihat dalam Lampiran 3 dan 4. Tabel 23 Contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak kelompok usia 7-12 bulan Jumlah pangan Biaya Kandungan zat gizi menu makanan Jenis pangan Energi Protein Ca Besi Vit.A Vit.C URT gram (Rp) (Kal) (g) (mg) (mg) (RE) (mg) Beras 1/4 gls 15 81,6 26,7 0,3 0,8 0,1 0,0 0,0 Telur 1/4 btr bsr 15 166,5 21,9 1,7 7,3 0,4 41,7 0,0 Sop 1/4 gls 24 237,5 3,6 0,1 3,0 0,1 38,0 3,5 Pepaya 1/2 ptg sdg 49 217,9 22,7 0,2 11,3 0,8 27,6 38,5 Kacang hijau 4 1/2 gls 43 414,4 146,6 9,4 53,1 2,8 8,5 2,6 Agar-agar 3/4 ptg sdg 60 1619,7 0,0 0,0 239,2 3,0 0,0 0,0 Minyak 1 sdm 10 73,9 87,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 Gula 1 sdm 10 72,0 36,4 0,0 0,5 0,0 0,0 0,0 ASI 364,0 6,2 197,7 0,0 392,0 15,1 2883,4 708,9 Total 18,1 512,9 7,2 507,8 59,6 109,1 113,3 128,2 103,5 127,0 119,2 Rasio kandungan gizi (%)
Keterangan : URT (Ukuran Rumah Tangga) : sdm = sendok makan sdt = sendok teh gls = gelas ptg sdg = potong sedang
bh bh bsr bh sdg btr bsr
= buah = buah besar = buah sedang = butir besar
bks = bungkus bj bsr = biji besar
Jenis bahan pangan yang terdapat dalam rancangan menu makanan diatas dapat dikelompokkan berdasarkan waktu makan (pagi, siang, malam dan selingan). Selain itu dapat pula diberikan jenis pengolahan yang sesuai dengan preferensi anak. Jenis makanan anak kelompok usia 7-12 bulan masih dalam bentuk makanan dengan konsistensi lunak. Contoh olahan yang dapat disajikan misalnya nasi tim yang dapat dijadikan sebagai makanan untuk siang atau malam hari. Nasi tim tersebut dapat diperoleh dari kombinasi beberapa jenis bahan pangan seperti beras, sayur sop, telur dan minyak. Kemudian, untuk sarapan dapat dipilih bubur kacang hijau dengan menggunakan kombinasi bahan pangan kacang hijau dan gula. Sedangkan untuk makanan selingan, anak dapat diberikan agar-agar atau sari buah pepaya. Jenis olahan yang dipilih untuk anak kelompok usia 7-12 bulan biasanya belum menggunakan banyak bumbu
91
misalnya penggunaan bumbu yang menyengat atau pedas seperti cabe atau lada. Rasio kandungan zat gizi (energi, protein, kalsium, zat besi, vitamin A dan vitamin C) yang dihasilkan dari rancangan menu makanan sudah dibuat sedemikian rupa sehingga tergolong normal (cukup). Dilihat dari segi biaya rancangan menu makanan yang dihasilkan juga telah dibuat seminimum mungkin yaitu sebesar Rp2.883.4 per hari. Selain rancangan menu makanan anak kelompok usia 7-12 bulan, Tabel 24 menampilkan contoh rancangan menu makanan untuk anak kelompok usia 13-24 bulan. Tabel 24 Contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak kelompok usia 13-24 bulan Jumlah pangan Biaya Kandungan zat gizi menu makanan Jenis pangan Energi Protein Ca Besi Vit.A Vit.C URT gram (Rp) (Kal) (g) (mg) (mg) (RE) (mg) Beras 1 gls 69 375,2 248,4 4,7 4,1 0,6 0,0 0,0 Tempe 1 ptg sdg 25 227,3 37,3 4,6 32,3 2,5 1,5 0,0 Mujair 1/2 ptg sdg 19 243,8 13,4 2,8 14,4 0,2 0,9 0,0 Bayam 1/2 gls 44 255,2 11,2 1,1 82,9 1,2 283,9 24,9 Toge 1/2 gls 35 169,2 8,1 1,0 10,2 0,3 0,4 5,3 Pisang ambon 1/4 bh bsr 19 78,1 13,9 0,2 1,1 0,1 3,0 0,4 Agar-agar 1/2 ptg sdg 51 1368,1 0,0 0,0 202,1 2,5 0,0 0,0 Roti 1 iris 20 366,7 49,8 1,6 4,0 0,5 0,0 0,0 Minyak 2 sdm 11 144,4 94,8 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 Kecap 2 sdm 15 275,0 6,9 0,9 18,5 0,9 0,0 0,0 ASI 260,0 4,4 141,2 0,0 280,0 10,8 3502,9 943,7 Total 23,3 510,7 8,7 569,6 41,3 94,4 93,1 102,1 109,0 142,4 103,3 Rasio kandungan gizi (%)
Sama halnya seperti rancangan menu makanan anak kelompok usia 7-12 bulan, rancangan menu makanan anak kelompok usia 13-24 bulan pun dapat dikelompokkan berdasarkan waktu makan (pagi, siang, malam, dan selingan). Jenis olahan yang dipilih juga lebih bervariasi dan biasanya mulai menggunakan banyak campuran bumbu karena jenis makanan pada kelompok usia ini sudah dapat disamakan dengan makanan orang dewasa. Namun, porsi makan anak kelompok usia ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan porsi makan orang dewasa. Jenis makanan yang dapat disajikan untuk pagi (sarapan) misalnya roti. Kemudian untuk siang hari dapat diberikan nasi (beras), tempe kecap (tempe, kecap, dan minyak) dan sayur bayam. Sedangkan untuk malam dapat disajikan nasi (beras), mujair goreng (mujair dan minyak), dan sayur toge. Makanan yang dapat diberikan sebagai selingan diantaranya agar-agar dan buah (pisang ambon).
92
Rasio kandungan zat gizi (energi, protein, kalsium, zat besi, vitamin A dan vitamin C) juga telah dibuat sedemikian rupa sehingga sudah tergolong normal (cukup). Selain itu biaya yang digunakan untuk rancangan menu makanan diatas pun masih dibawah alokasi pengeluaran pangan keluarga anak batita (Rp4.631.6) yaitu sebesar Rp3.502.9. Tabel 25 berikut menyajikan contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak kelompok usia 25-36 bulan. Tabel 25 Contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak kelompok usia 25-36 bulan Jumlah pangan Biaya Kandungan zat gizi menu makanan Jenis pangan Energi Protein Ca Besi Vit.A Vit.C URT gram (Rp) (Kal) (g) (mg) (mg) (RE) (mg) Beras 1 gls 70 380,63 252 4,76 4,2 0,56 0 0 Tahu 3/4 bj bsr 19 112,5 12,8 1,5 23,3 0,0 0,0 0,0 Telur 1 btr bsr 41 457,5 60,1 4,7 20,0 1,0 114,6 0,0 Susu 1/2 bks 21 492,1 70,6 1,7 57,8 0,0 36,8 0,2 Toge 1/4 gls 18 84,6 4,0 0,5 5,1 0,1 0,2 2,6 Sawi 1/4 gls 25 75,0 4,8 0,5 47,9 0,6 210,8 22,2 Jeruk manis 3/4 bh bsr 38 225,0 12,2 0,2 8,9 0,1 7,8 13,2 Kacang hijau 5 sdm 50 487,5 172,5 11,1 62,5 3,4 10,0 3,0 Roti 3/4 iris 15 275,0 37,4 1,2 3,0 0,4 0,0 0,0 Agar-agar 3/4 ptg sdg 71 1929,7 0,0 0,0 285,0 3,6 0,0 0,0 Gula 2 sdm 20 144,0 72,8 0,0 1,0 0,0 0,0 0,0 Minyak 2 sdm 20 265,0 174,0 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 4928,5 Total 973 26,43 518,6 9,79 380,1 41,25 97,3 105,7 103,7 122,4 95,0 103,1 Rasio kandungan gizi (%)
Berbeda halnya dengan anak kelompok usia sebelumnya, pada anak kelompok usia 25-36 bulan sudah tidak lagi mengkonsumsi ASI sehingga semua kebutuhan zat gizi harus dipenuhi dari makanan. Jenis bahan pangan yang terdapat dalam rancangan menu makanan diatas juga dapat dikelompokkan berdasarkan waktu makan disertai dengan jenis olahan pada saat disajikan. Sebagai contoh makanan untuk pagi (sarapan) dapat dipilih susu dan roti, untuk siang misalnya nasi (beras), tahu goreng (tahu dan minyak), sayur sawi dan buah (jeruk). Sedangkan untuk malam dapat dipilih nasi (beras), telur rebus dan tumis toge (toge dan minyak). Kemudian sebagai makanan selingan dapat diberikan bubur kacang hijau dan agar-agar. Penambahan bumbu dan jenis olahan makanan sudah dapat disamakan dengan makanan keluarga. Rasio kandungan zat gizi yang dihasilkan dari rancangan menu makanan sudah tergolong normal (cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak batita). Sedangkan dari segi biaya yang digunakan dalam rancangan menu makanan diatas yaitu sebesar Rp4.928.5. Besar biaya yang digunakan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan besar biaya rancangan menu makanan kelompok usia
93
sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh makin besarnya kebutuhan zat gizi anak sehingga jenis bahan pangan yang digunakan pun semakin banyak mengingat pada kelompok usia ini sudah tidak mengkonsumsi ASI. Pangan sebagai sumber zat gizi merupakan kebutuhan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Berbeda dengan kebutuhan lainnya, kebutuhan pangan hanya
memerlukan
jumlah
secukupnya.
Kekurangan
maupun
kelebihan
konsumsi pangan dalam jangka waktu lama akan berdampak buruk bagi kesehatan (Muhilal et al. 1998). Oleh karena itu, disamping memperhatikan biaya konsumsi pangan, dalam penyusunan menu makanan harus memperhatikan juga kontribusi kandungan zat gizi yang dihasilkan sehingga jumlah zat gizi yang dikonsumsi sesuai dengan yang dibutuhkan. Tabel 26 menyajikan rata-rata biaya dan kontribusi zat gizi dari menu makanan harian yang telah dirancang selama satu minggu. Tabel 26 Rata-rata biaya dan kontribusi kandungan zat gizi tiap menu makanan Rata-rata kontribusi kandungan zat gizi *) (%) Jenis Rata-rata biaya menu (Rupiah/hari) Energi Protein Kalsium Besi Vit. A Vit. C Menu A 107,1 107,8 115,3 99,6 150,6 101,4 Menu B 108,6 97,1 116,7 102,1 133,3 450,7 Menu C 99,6 100,8 100,2 126,9 105,7 125,1 Minimum 97,7 87,3 85,2 93,1 95,0 87,2 Maksimum 128,3 130,8 144,7 149,3 504,8 161,9 *) Kontribusi kandungan zat gizi dari menu terhadap AKG anak batita Keterangan : Menu A = Menu untuk kelompok usia 7-12 bulan Menu B = Menu untuk kelompok usia 13-24 bulan Menu C = Menu untuk kelompok usia 25-36 bulan
3 125.3 3 261.6 4 877.5 1 572.5 5 590.8
Secara umum, kontribusi kandungan zat gizi dalam contoh rancangan menu makanan masing-masing kelompok usia anak batita sudah dibuat sedemikian rupa sehingga dihasilkan rasio yang sesuai dengan AKG anak batita untuk masing-masing kelompok usia. Kontribusi kandungan energi, protein, kalsium zat besi, vitamin A dan vitamin C pada rancangan menu diatas sudah tergolong kategori normal. Rasio yang dihasilkan sudah sesuai dengan cut off point normal menurut Depkes (1996) yaitu antara 90-119% untuk energi dan protein, sedangkan untuk vitamin dan mineral digunakan batasan normal Gibson (2005) yaitu di atas 77%. Kontribusi vitamin dan mineral dari rancangan menu makanan menggunakan batasan maksimum yang diperbolehkan (Tolerable Upper Intake Level, UL) sehingga batas atas kontribusi vitamin dan mineral dari menu yang dirancang jauh di bawah batas toksisitas. Persentase kontribusi zat gizi yang paling menonjol adalah vitamin A pada kelompok usia 13-24 bulan yaitu
94
sebesar 450,7% (1.802,50 RE). Menurut Muchtadi (2002), keracunan vitamin A akan terjadi bila anak pada usia tersebut mengkonsumsi 25.000-50.000 RE per hari selama 30 hari yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam tempurung kepala dan hydrocephalus. Berdasarkan hal itu maka kontribusi vitamin A tersebut masih dalam batas aman untuk dikonsumsi. Selain dilihat dari segi kontribusi zat gizi, menu makanan yang telah dirancang juga memperhatikan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi makanan tersebut. Rata-rata biaya pangan harian selama satu minggu pada kelompok usia 7-12 bulan (menu A) dan 13-24 bulan (menu B) masih dibawah rata-rata alokasi pengeluaran pangan yang dihasilkan dari analisis biaya (Rp4.631.6 per kapita per hari). Sedangkan pada kelompok usia 25-36 bulan (menu C), terdapat kelebihan sebesar Rp245.9 atau sebesar 5,3%. Hal ini diduga disebabkan oleh jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi pada kelompok usia tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Semakin banyak jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi maka akan semakin besar pula biaya yang akan dikeluarkan. Biaya pangan yang telah ada belum memperhitungkan biaya pengolahan atau penyajian. Oleh sebab itu, jika dalam menu tersebut menggunakan alternatif jenis olahan yang cukup kompleks (misalnya penggunaan banyak bumbu) maka dibutuhkan tambahan biaya sekitar 20% dari biaya pangan. Akan tetapi, biasanya menu makanan anak batita terutama untuk kelompok usia 7-12 bulan (bayi) belum menggunakan olahan atau kombinasi bumbu yang kompleks baik dalam hal jenis maupun jumlahnya sehingga kemungkinan peningkatan biaya sangat kecil. Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa untuk memenuhi kebutuhan zat gizi maka perlu mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi dan berimbang. Konsep ini juga digunakan dalam perancangan menu makanan anak batita dengan mengacu pada analisis diversifikasi pangan yang biasa dilakukan secara makro (wilayah) yaitu menggunakan Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan atas dasar proporsi sumbangan energi yang mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan dan gizi penduduk dalam hal kuantitas, kualitas dan keragaman dengan mempertimbangkan faktor sosial budaya (acceptabilty), ekonomi (affordability), cita rasa (palatability) dan daya cerna (digestibility). Skor PPH ideal adalah 100 (Riyadi 1996). Walaupun PPH ini hanya cocok digunakan untuk yang bersifat makro namun dalam hal ini hanya digunakan untuk menguji apakah menu makanan yang telah dirancang ini
95
mengikuti susunan keragaman yang terdapat dalam PPH atau tidak. Skor PPH ini hanya melihat keragaman pangan dari segi kontribusi energi dari masingmasing kelompok pangan sedangkan kontribusi untuk zat gizi lainnya tidak. Berikut disajikan skor PPH dari masing-masing menu makanan. Tabel 27 Skor PPH menu makanan berdasarkan jenis menu makanan Skor Jenis menu No. Kelompok Pangan Maks Menu A Menu B Menu C 1 Padi-padian 25,0 19,6 25,0 25,0 2 Umbi-umbian 2,5 0,4 0,0 0,0 3 Pangan Hewani 24,0 24,0 24,0 22,2 4 Minyak dan Lemak 5,0 5,0 4,0 5,0 5 Buah/Biji Berminyak 1,0 0,0 0,0 0,0 6 Kacang-kacangan 10,0 10,0 10,0 10,0 7 Gula 2,5 2,5 0,7 1,6 8 Sayur dan Buah 30,0 30,0 30,0 21,5 9 Lain-lain 0,0 0,0 0,0 0,0 Total 100,0 91,5 93,7 85,3
Skor PPH pada semua kelompok pangan secara umum telah mendekati ideal (100). Skor PPH yang dihasilkan tentu saja sudah mendekati ideal karena sebelumnya dalam rancangan model menu makanan setiap kelompok usia anak batita sudah diusahakan sedemikian rupa sehingga jumlah energi yang dihasilkan dari susunan menu makanan sesuai dengan AKG yang dianjurkan. Akan tetapi, terdapat skor kelompok pangan yang masih nol yaitu buah/biji berminyak. Hal ini diduga disebabkan karena dalam perancangan menu makanan anak batita tidak memperhitungkan bumbu yang umumnya termasuk dalam kelompok buah/biji berminyak yang digunakan dalam pengolahan pangan. Daya Terima Responden terhadap Rancangan Menu Makanan Preferensi pangan diasumsikan bahwa sikap seseorang terhadap makanan, suka atau tidak suka, akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Kemudian, konsumsi pangan anak-anak sangat dipengaruhi oleh ibunya. Maksudnya adalah bahwa ibu menentukan cara pemberian makan, jumlah makanan, dan jenis pangan yang diberikan. Kepandaian dan kejelian ibu dalam memilih makanan dan porsinya juga kesabaran dan ketelatenan dalam memberikan makanan sangat mendukung terhadap konsumsi pangan anak (Hartoyo et al. 2003). Seorang ibu yang biasanya memberikan pola asuh kepada anaknya termasuk pola asuh makan, tentu akan memberikan berbagai jenis makanan yang bermutu, bernilai gizi tinggi, serta dapat diterima dan disukai anak
96
mereka untuk memenuhi kebutuhan zat gizinya. Daya terima responden terhadap rancangan menu makanan anak batita disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Daya terima responden terhadap rancangan menu makanan anak batita Daya terima menu Lokasi contoh Lokasi non contoh Total makanan n % n % n % Menu A Menerima Menolak, alasan : - jenis pangan - kuantitas pangan - jenis olahan - jenis dan kuantitas Menu B Menerima Menolak, alas an : - jenis pangan - kuantitas pangan - jenis dan kuantitas Menu C Menerima Menolak, alasan : - jenis pangan - jenis olahan - jenis dan kuantitas - kuantitas dan olahan Total Menerima Menolak
4 2 1 0 1 0
66,7 33,3 16,7 0,0 16,7 0,0
3 3 0 1 0 2
50,0 50,0 0,0 16,7 0,0 33,3
7 5 1 1 1 2
58,3 41,7 8,3 8,3 8,3 16,7
3 3 0 1 2
50,0 50,0 0,0 16,7 33,3
3 3 3 0 0
50,0 50,0 50,0 0,0 0,0
6 6 3 1 2
50,0 50,0 25,0 8,3 16,7
4 2 1 1 0 0
66,7 33,3 16,7 16,7 0,0 0,0
3 3 0 0 1 2
50,0 50,0 0,0 0,0 16,7 33,3
7 5 1 1 1 2
58,3 41,7 8,3 8,3 8,3 16,7
11 7
61,1 38,9
9 9
50,0 50,0
20 16
55,6 44,4
Tabel 28 menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden (55,6%) menerima rancangan menu makanan anak batita yang direkomendasikan. Daya terima responden di lokasi contoh menunjukkan 11,1% lebih besar bila dibandingkan dengan daya terima responden di lokasi non contoh. Perbedaan ini disebabkan karena sebelumnya di lokasi contoh telah dilakukan survei terlebih dahulu. Data hasil survei itulah yang kemudian dijadikan sebagai dasar dalam perencanaan konsumsi pangan anak batita. Dengan demikian, menu makanan yang telah dirancang sesuai dengan karakteristik dan pola konsumsi pangan di lokasi contoh sehingga daya terima responden di lokasi contoh, kemungkinan penerimaannya lebih besar daripada di lokasi non contoh. Menurut Nasoetion & Riyadi (1995), kegemaran seseorang terhadap suatu makanan tidaklah sama sehingga akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanannya. Oleh karena itu, walaupun kedua lokasi berada dalam satu desa namun masingmasing individu tentu mempunyai kegemaran yang berbeda-beda terhadap
97
berbagai jenis pangan sehingga pemilihan jenis pangan yang akan dikonsumsi pun akan berbeda. Salah satu alasan responden menolak rancangan menu makanan anak batita adalah adanya jenis pangan yang tidak disukai dalam menu tersebut seperti roti, biskuit, kacang hijau, nasi, agar, susu, ikan, sayuran dan buahbuahan. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan Adi et al. (2000) yang menyatakan bahwa jenis pangan yang masih jarang dikonsumsi anak (batita) diantaranya seperti pangan hewani, sayur dan buah-buahan. Kemudian, alasan lain responden menolak rancangan menu makanan yang telah dibuat diantaranya dilihat dari segi kuantitas dan jenis pengolahan pangan. Umumnya responden menyatakan bahwa kuantitas atau jumlah pangan yang dikonsumsi anak mereka sangat sedikit. Hal ini diduga pada saat itu, nafsu makan anak batita (anak batita) sedang menurun sehingga anak batita menjadi susah makan atau hanya mampu menghabiskan sedikit makanan. Nafsu makan yang menurun akan mempengaruhi jumlah pangan yang akan dikonsumsi (Riyadi 2001). Kemudian menurut Sanjur (1982), diacu dalam Rusmita (2003), derajat kesukaan dapat diperoleh dari pengolahan terhadap makanan tertentu dan dapat berpengaruh kuat terhadap preferensi. Oleh karena itu, olahan pangan yang baik sangat penting dalam perencanaan konsumsi pangan. Penolakan responden terhadap jenis olahan pangan dalam menu tersebut disebabkan karena beberapa anak batita tidak menyukai olahan makanan dengan tekstur lunak seperti tim tahu, pepes oncom dan agar-agar. Selain itu, jenis olahan sayuran seperti tumis juga kurang disukai anak batita kelompok usia 25-36 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengolahan dan penyajian pangan diperlukan kreatifitas ibu sehingga jenis pengolahan dan penyajiannya dapat disesuaikan dengan kesukaan anak mereka. Karena menurut Hardinsyah (1985), preferensi konsumen dapat dipertahankan dengan bantuan pengolahan dan penyajian yang baik. Bila ini dapat dilaksanakan berarti dalam kondisi tertentu konsumsi pangan dan gizi dapat diperbaiki secara efektif tanpa perlu meningkatkan pendapatan konsumen atau rumah tangga. Secara umum, seluruh responden menyetujui biaya konsumsi dari menu makanan anak batita. Hal ini disebabkan karena besarnya biaya konsumsi dalam menu makanan telah dirancang mendekati alokasi pengeluaran pangan harian anak batita.
98
Jenis-jenis pangan yang terdapat dalam rancangan menu makanan merupakan jenis pangan terpilih yang biasa dikonsumsi anak batita sehingga tidak semua jenis pangan digunakan dalam perancangan menu. Oleh karena itu, tentu terdapat beberapa jenis pangan yang disukai anak batita tetapi tidak terdapat dalam rancangan menu. Tabel berikut menunjukkan ada tidaknya jenis pangan tambahan di luar rancangan menu. Tabel 29 Jenis pangan tambahan di luar rancangan menu makanan Lokasi contoh Lokasi non contoh Total Kelompok usia Ada Tidak ada Ada Tidak ada Ada Tidak ada (bulan) n % n % n % n % n % n % 7 -12 1 16,7 5 4 66,7 2 33,3 5 41,7 7 58,3 83,3 13-24 1 16,7 5 4 66,7 2 33,3 5 41,7 7 58,3 83,3 25-36 0 0,0 6 100,0 2 33,3 4 66,7 2 16,7 10 83,3
Tabel diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat jenis pangan tambahan diluar rancangan menu makanan pada sebagian besar responden di lokasi contoh. Akan tetapi, lebih dari setengah responden (66,7%) di lokasi non contoh memberikan keterangan adanya jenis pangan tambahan diluar rancangan menu makanan anak batita pada kelompok usia 7-12 dan 13-24 bulan. Adapun jenis pangan tersebut diantaranya bubur ayam, bakso dan sawi hijau. Adanya jenis pangan tambahan ini disebabkan karena sebelumnya di lokasi non contoh tidak dilakukan survei sebagaimana dilakukan pada lokasi contoh sehingga terdapat perbedaan jenis pangan yang biasa di konsumsi di kedua lokasi.
99
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Keluarga anak batita (71,9%) sebagian besar termasuk dalam kategori keluarga kecil. Usia orang tua anak batita tergolong dewasa awal dengan lama pendidikan ayah (50,0%) maupun ibu (62,5%) umumnya kurang dari atau sama dengan 6 tahun. Sebagian besar ibu anak batita (84,4%) tidak bekerja sedangkan ayah bekerja dalam bidang jasa (34,4%). Keluarga anak batita mempunyai pendapatan kurang dari Rp750.000 per bulan (46,9%), sedangkan pengeluarannya berkisar antara Rp750.000-Rp1.000.000 per bulan. Sebagian besar anak batita berjenis kelamin laki-laki. Saat pengambilan data, anak batita pada kelompok usia 7-12 bulan sedang menderita penyakit infeksi dan terdapat beberapa keluhan kesehatan pada anak kelompok usia lainnya seperti batuk, flu, demam, diare, masuk angin, muntah-muntah dan nafsu makan menurun. Selain itu, tidak terdapat alergi makanan pada sebagian besar anak batita (90,6%) di semua kelompok usia. Sebagian besar anak batita mempunyai status gizi yang baik. Sebagian besar konsumsi pangan anak batita pada kelompok usia 13-24 bulan (58,3%) diutamakan dalam keluarga dan umumnya keluarga anak batita (58,3%) pada kelompok usia 7-12 bulan melakukan penyediaan makanan untuk anak secara terpisah. Frekuensi makan anak batita adalah sebanyak 2-3 kali sehari. Tingkat konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C dan kalsium anak batita masih tergolong defisit. Konsumsi pangan setiap kelompok usia anak batita berbeda-beda tetapi pada dasarnya jenis pangan yang setiap hari dikonsumsi yaitu nasi sebagai sumber energi. Kemudian tempe, tahu, telur dan ikan sering dikonsumsi sebagai sumber protein. Sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral dikonsumsi 1-3 kali dalam seminggu. Umumnya anak batita pada ketiga kelompok usia tidak mengkonsumsi susu formula. Pola asuh makan anak batita (81,2%) dan pengetahuan gizi ibu (53,1%) termasuk dalam kategori cukup. Rata-rata pendapatan keluarga anak batita adalah sebesar Rp181.295.0 perkapita/bulan, sedangkan rata-rata pengeluaran pangannya (Rp138.948.2 perkapita/bulan) lebih besar daripada rata-rata pengeluaran non pangannya (Rp76.738.5 perkapita/bulan). Rasio pengeluaran pangan terhadap pendapatan
100
sebesar 76,6%. Besarnya alokasi biaya yang digunakan dalam perencanaan menu makanan anak batita adalah rata-rata pengeluaran pangan yaitu sebesar Rp4.631.6 perkapita/hari. Menu makanan harian anak batita yang telah dirancang menggunakan prinsip bergizi, beragam dan berimbang yang terdiri atas pangan pokok, pangan nabati, pangan hewani, sayur, buah dan tambahan lain (selingan) yang ditujukan untuk anak batita usia 7-12 bulan, 13-24 bulan dan 25-36 bulan sehingga dihasilkan 21 jenis menu makanan harian selama satu minggu. Rancangan menu disajikan dalam bentuk olahan makanan untuk setiap waktu makan (pagi, siang, malam dan selingan). Rata-rata kontribusi kandungan zat gizi menu terhadap AKG anak batita tergolong dalam kategori baik. Kontribusi energi dan protein antara 97,1-108,6% sedangkan vitamin dan mineral lebih dari 99,6% namun masih dibawah batas maksimum yang diperbolehkan. Dilihat dari segi biaya, rata-rata biaya pangan dalam rancangan menu harian untuk kelompok usia 7-12 dan 13-24 bulan masih dibawah rata-rata alokasi pengeluaran pangan yang dihasilkan dari analisis biaya (Rp4.631.6 perkapita/hari). Sedangkan pada kelompok usia 25-36 bulan, terdapat kelebihan biaya sebesar Rp245.9 atau sebesar 5,3%. Sebagian besar responden (55,6%) menerima rancangan menu makanan anak batita yang direkomendasikan. Alasan responden menolak rancangan menu makanan anak batita adalah adanya jenis pangan yang tidak disukai dalam menu tersebut seperti roti, biskuit, kacang hijau, nasi, agar-agar, susu, ikan, sayuran dan buah-buahan. Alasan lain diantaranya dilihat dari segi kuantitas dan jenis pengolahan pangan. Umumnya responden menyatakan bahwa kuantitas pangan yang dikonsumsi anak mereka sangat sedikit. Sedangkan penolakan responden terhadap jenis olahan pangan disebabkan karena beberapa anak batita tidak menyukai olahan makanan dengan tekstur lunak seperti tim tahu, pepes oncom dan agar-agar. Selain itu, jenis olahan sayuran seperti tumis juga kurang disukai anak batita kelompok usia 25-36 bulan.
101
Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini ditujukan bagi para ibu diharapkan dapat meningkatkan kreatifitas mereka dalam hal pengolahan dan penyajian menu makanan sesuai dengan preferensi anak. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat meningkatkan selera makan anak dan daya terima anak terhadap makanan. Kemudian, para ibu juga diharapkan memperhatikan prinsip makanan yang bergizi, beragam dan berimbang dalam susunan menu makanan yang akan disajikan agar kebutuhan anak akan semua zat gizi dapat terpenuhi. Selanjutnya, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis olahan makanan yang baik dengan memperhatikan pengaruh pengolahan terhadap kualitas maupun kuantitas kandungan zat gizi. Selain itu juga perlu dilakukan studi perencanaan konsumsi pangan bagi kelompok rawan pangan lainnya seperti ibu menyusui atau bagi keluarga miskin diwilayah pedesaan dan perkotaan.
102
DAFTAR PUSTAKA Adi AC, Syahrul F & Zulkarnain E. 2000. Dampak iklan makanan terhadap pola makan dan status gizi balita : studi di daerah pedesaan Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Media Eksakta. No. 1 Vol. 1 : 819. http ://www.journal.unair.ac.id (17 Desember 2007) Azwar. 2004. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan. Di dalam : Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widiyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. LIPI, Jakarta. Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM, editor. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2006. Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia. PT Tejo Kirono Berkah Rahayu, Jakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2007. Data dan Informasi Kemiskinan 2005-2006. Buku 2 : Kabupaten. BPS Jakarta. Briawan D & Herawati T. 2005. Peranan Anggota Rumah Tangga di dalam Pengasuhan, Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Balita. Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assesment. Ed ke-2. London : Oxford University Press. Hardinsyah. 1985. Ekonomi Gizi [Diktat]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Khomsan A, Sulaeman A, editor. 1996. Gizi Pembangunan Pertanian. IPB Press. Bogor
dan
Kesehatan
dalam
Hardinsyah & Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Diktat Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. _________ & Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Giz, Institut Pertanian Bogor. _________. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Di dalam: Khomsan A & Sulaeman A, editor). Bogor: IPB Press. Hariyadi, Martianto, Arifin, Wijaya, & Winarno. 2006. Rekonstruksi Kelembagaan Sosial Penanganan dan Pencegahan Rawan Pangan dan Gizi Buruk. Forum Kerja Penganekaragaman Pangan. Harper, L.J., B.J. Deaton, & J.A. Driskel. 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Penerbit UI. Jakarta.
103
Hartoyo et al. 2003. Pengembangan Model Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Terpadu. Plan Indonesia, Bogor. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Ed ke-5. Istiwidayanti, Soedjarwo, & Ridwan MS, penerjemah. Erlangga, Jakarta. Karyadi & Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Gramedia, Jakarta. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. __________. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. PT Grasindo, Jakarta. Krisnatuti D & Yenrina R. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Puspa Swara, Jakarta. Kusharto CM, Rieuwpassa F & Astawan M. 2005. Makanan Fungsional Berbasis Konsentrat Protein Ikan Teri (Stolephorus, sp) dan Probiotik untuk Meningkatkan Daya Tahan Tubuh Anak Balita Kurang Gizi. Laporan Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Madanidjah S. 2004. Pola Konsumsi Pangan. Di dalam Baliwati YF, Khomsan A, Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta. Muchtadi D. 2002. Gizi untuk Bayi : ASI, Susu Formula dan Makanan Tambahan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Mufrokhah L. 2005. Keragaan balita gizi kurang dan buruk di Kabupaten Administratrif Kepulauan Seribu : kajian pengetahuan gizi ibu, pengeluaran pangan keluarga dan tingkat konsumsi pangan balita [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Muhilal, F. Jalal & Hardinsyah. 1998. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan dalam Prosiding Widyakarya Pangan dan Gizi Nasional VI (hlm. 843844). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Mulyono S. 1991. Operations Research. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Nasoetion A & Riyadi H. 1995. Gizi Terapan. Direktorat Jenderal Pendidikan Nasional dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Non Teknik II, Jakarta. Nurmiati. 2006. Pertumbuhan dan perkembangan anak balita dengan status gizi stunting dan normal [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pudjirahayu A. 1999. Konsumsi pangan sebagai indikator kemiskinan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rahayu S. 2006. Pola asuh dan status gizi anak balita keluarga penerima dan bukan penerima Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
104
Rahmawati T, Wirakusumah, & Setiawan B. 2001. Keragaman konsumsi pangan, aktivitas fisik dan status gizi pada wanita menopause. Media Gizi dan Keluarga XXV. Ray INK. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Di dalam: Khomsan A & Sulaeman A, editor). Bogor: IPB Press. Rita E. 2002. Preferensi konsumen terhadap pangan sumber karbohidrat nonberas [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 1990. Metode Penilaian Gizi secara Antropometri [Diktat]. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 1996. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian. Di dalam: Khomsan A & Sulaeman A, editor). Bogor: IPB Press. Rusmita Y. 2003. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi ikan pada ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rusyana A. 2005. Model goal programming untuk menentukan kombinasi kuantitas pangan: kasus asrama mahasiswa TPB IPB [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Dabara Publisher, Solo. Sibarani NS. 1999. Dampak Krisis Moneter terhadap Status Gizi Anak Usia di Bawah Lima Tahun. Orasi Peresmian Jabatan Guru Besar, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. _______. 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara, Jakarta. Supriatin A. 2004. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh makan dan hubungannya dengan status gizi balita [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syarief, Sulaeman, Setiawan & Sarwendah. 1993. Studi Preferensi Ibu dan Anak terhadap Jenis-jenis Makanan Sapihan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Laporan penelitian, Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Winarno FG. 1995. Gizi dan Makanan Bagi Bayi dan Anak Sapihan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan & Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widiyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. LIPI, Jakarta.
105
LAMPIRAN
106
Lampiran 1 Frekuensi Konsumsi Pangan Anak Batita Tabel 30 Frekuensi konsumsi pangan anak kelompok usia 13- 24 bulan Frekuensi makan (kali/minggu) Tidak Jarang Sering Setiap hari pernah Sumber zat gizi Total 0 (1 - 3) (4 - 6) ( ≥ 7) n % n % n % n % n % 1. Sumber karbohidrat Nasi 0 0,0 Biskuit 3 25,0 Mie kering 1 8,3 Roti 2 16,7 Kentang 2 16,7 Singkong 5 41,7 Ubi jalar merah 5 41,7 2. Sumber protein nabati Tempe 0 0,0 Tahu 0 0,0 Oncom 2 16,7 Kacang hijau 2 16,7 3. Sumber protein hewani Ikan asin, kering 6 50,0 Telur ayam 0 0,0 Teri, kering 6 50,0 Mujair 5 41,7 58,3 Ayam 7 66,7 Hati ayam 8 4. Sumber vitamin dan mineral Sayur asem 3 25,0 Bayam 0 0,0 Tomat 4 33,3 Sop kol, wortel 2 16,7 Toge 3 25,0 Daun singkong 1 8,3 Kangkung 4 33,3 Kacang panjang 6 50,0 Pisang ambon 3 25,0 Pepaya 1 8,3 Semangka 6 50,0 Jeruk manis 0 0,0 Mangga 6 50,0
2 3 7 8 8 6 7
16,7 25,0 58,3 66,7 66,7 50,0 58,3
0 0 1 0 1 1 0
0,0 0,0 8,3 0,0 8,3 8,3 0,0
10 6 3 2 1 0 0
83,3 50,0 25,0 16,7 8,3 0,0 0,0
12 12 12 12 12 12 12
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
5 6 9 7
41,7 50,0 75,0 58,3
0 1 0 0
0,0 8,3 0,0 0,0
7 5 1 3
58,3 41,7 8,3 25,0
12 12 12 12
100,0 100,0 100,0 100,0
2 7 5 7 5 4
16,7 58,3 41,7 58,3 41,7 33,3
0 1 0 0 0 0
0,0 8,3 0,0 0,0 0,0 0,0
4 4 1 0 0 0
33,3 33,3 8,3 0,0 0,0 0,0
12 12 12 12 12 12
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
6 11 7 10 9 11 8 6 8 10 6 11 6
50,0 91,7 58,3 83,3 75,0 91,7 66,7 50,0 66,7 83,3 50,0 91,7 50,0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
3 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0
25,0 8,3 8,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 8,3 8,3 0,0 8,3 0,0
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
107
5. Lain-lain Susu Kental Manis 6 50,0 4 33,3 0 0,0 2 16,7 12 100,0 Nasi uduk 2 16,7 4 33,3 1 8,3 5 41,7 12 100,0 Bakwan 2 16,7 5 41,7 1 8,3 4 33,3 12 100,0 Pastel 6 50,0 4 33,3 0 0,0 2 16,7 12 100,0 Bakso 2 16,7 6 50,0 3 25,0 1 8,3 12 100,0 66,7 Bubur ayam 2 16,7 8 0 0,0 2 16,7 12 100,0 66,7 Pisang goreng 2 16,7 8 1 8,3 1 8,3 12 100,0 Siomay 9 75,0 3 25,0 0 0,0 0 0,0 12 100,0 66,7 Agar-agar 3 25,0 8 0 0,0 1 8,3 12 100,0 Tabel 31 Frekuensi konsumsi pangan anak kelompok usia 25-36 bulan Frekuensi makan (kali/minggu) Sumber zat gizi 0 (1 - 3) (4 - 6) ( ≥ 7) Total n
%
1. Sumber karbohidrat Nasi 0 0,0 Biskuit 2 25,0 Mie kering 1 12,5 Roti 0 0,0 Ubi jalar merah 3 37,5 Kentang 2 25,0 Bihun 5 62,5 Singkong 2 25,0 2. Sumber protein nabati Tahu 1 12,5 Tempe 0 0,0 Oncom 0 0,0 Kacang hijau 2 25,0 3. Sumber protein hewani Telur ayam 3 37,5 Teri 3 37,5 Ikan asin 1 12,5 Rebon, kering 2 25,0 Ikan mas 2 25,0 Mujair 2 25,0 Hati ayam 2 25,0 Ayam 3 37,5 4. Sumber vitamin dan mineral Sayur asem 2 25,0 Daun singkong 3 37,5 Tomat 4 50,0 Toge 0 0,0 Sawi 1 12,5 Bayam 0 0,0 Sop kol, wortel 2 25,0 Kangkung 1 12,5 Labu siam 1 12,5 Ketimun 4 50,0 Kacang panjang 4 50,0 Pisang lampung 3 37,5 Jeruk manis 1 12,5 Pepaya 2 25,0
n
%
n
%
n
%
n
%
0 4 3 5 4 6 3 6
0,0 50,0 37,5 62,5 50,0 75,0 37,5 75,0
0 0 1 1 1 0 0 0
0,0 0,0 12,5 12,5 12,5 0,0 0,0 0,0
8 2 3 2 0 0 0 0
100,0 25,0 37,5 25,0 0,0 0,0 0,0 0,0
8 8 8 8 8 8 8 8
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
2 2 4 5
25,0 25,0 50,0 62,5
1 1 2 1
12,5 12,5 25,0 12,5
4 5 2 0
50,0 62,5 25,0 0,0
8 8 8 8
100,0 100,0 100,0 100,0
2 2 4 4 6 6 6 5
25,0 25,0 50,0 50,0 75,0 75,0 75,0 62,5
0 1 0 0 0 0 0 0
0,0 12,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
3 2 3 2 0 0 0 0
37,5 25,0 37,5 25,0 0,0 0,0 0,0 0,0
8 8 8 8 8 8 8 8
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
5 5 4 7 7 8 6 7 7 4 4 4 6 6
62,5 62,5 50,0 87,5 87,5 100,0 75,0 87,5 87,5 50,0 50,0 50,0 75,0 75,0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 12,5 12,5 0,0
1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12,5 0,0 0,0 12,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
108
Sumber zat gizi
Frekuensi makan (kali/minggu) (1 - 3) (4 - 6) ( ≥ 7)
0
Pisang ambon Jambu biji 5. Lain-lain Susu Pastel Pisang goreng Nasi uduk Bakwan Agar-agar
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
2 3
25,0 37,5
6 5
75,0 62,5
0 0
0,0 0,0
0 0
0,0 0,0
8 8
100,0 100,0
5 2 1 1 2 3
62,5 25,0 12,5 12,5 25,0 37,5
1 2 3 3 5 4
12,5 25,0 37,5 37,5 62,5 50,0
0 0 0 0 0 0
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
2 4 4 4 1 1
25,0 50,0 50,0 50,0 12,5 12,5
8 8 8 8 8 8
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Lampiran 2 Contoh Tahap Perancangan Menu Makanan 1 Hari untuk Anak Kelompok Usia 7-12 Bulan Tabel 32 Jenis-jenis pangan terpilih untuk rancangan menu makanan Gol
Jenis Pangan
Frek kali/ minggu
Berat (100 g/hari) Q1
Q3
Rasio kandungan zat gizi pangan terhadap AKG (model) Energi
Protein
Kalsium
Besi
Vit.A
Vit.C
Biaya *)
1
Nasi tim
11
0,10000
0,20000
0,18462
0,15000
0,00750
0,05714
0,00000
0,00000
0,05366
1
Biskuit
7
0,20000
0,30000
0,70462
0,43125
0,15500
0,38571
0,00000
0,00000
0,77317
1
Mie
2
0,12500
0,25000
0,51846
0,49375
0,12250
0,40000
0,00000
0,00000
0,29324
1
Roti
2
0,28750
0,70000
0,38308
0,49375
0,05000
0,35714
0,00000
0,00000
0,36185
1
Kentang
1
0,20000
0,25000
0,10854
0,10625
0,02338
0,08500
0,00000
0,28900
0,08388
2
Tahu
3
0,14063
0,23438
0,10462
0,48750
0,31000
0,00000
0,00000
0,00000
0,11842
2
3
0,12500
0,18750
0,22923
1,14375
0,32250
1,42857
0,01500
0,00000
0,17943
1
0,42500
0,57500
0,53077
1,38750
0,31250
0,95714
0,05000
0,12000
0,19244
3
Tempe Kacang hijau Telur
3
0,15000
0,37500
0,22431
0,72000
0,12150
0,34714
0,69525
0,00000
0,21908
3
Hati ayam
1
0,25000
0,28125
0,17692
1,21250
0,01750
1,04286
24,25500
0,68000
0,69080
3
1
0,12500
0,14500
10,58462
80,00000
4,00000
22,85714
9,40000
0,00000
0,28619
1
0,12500
0,14500
12,67692
110,0000
4,00000
11,42857
1,80000
0,00000
0,27632
3
Ikan mas Ikan kembung Ayam
0
0,11250
0,12500
0,26948
0,65975
0,02030
0,12429
0,40310
0,00000
0,41448
4
Tomat
6
0,46875
0,62500
0,02923
0,05938
0,01188
0,06786
0,53438
0,76000
0,05921
4
Bayam
5
0,25000
0,42500
0,03932
0,15531
0,47393
0,39557
1,62235
1,13600
0,11513
4
Sop
2
0,23750
0,50000
0,02308
0,03750
0,03150
0,07143
0,40000
0,29200
0,19737
4
Toge
1
0,17500
0,17500
0,03538
0,18125
0,07250
0,11429
0,00250
0,30000
0,09540
4
1
0,25000
0,37500
0,03123
0,13125
0,12775
0,25000
1,65375
0,44800
0,13158
2
0,19688
0,37500
0,11423
0,05625
0,01500
0,05357
0,03938
0,04500
0,08224
5
Kangkung Pisang ambon Jeruk
1
0,25000
0,46880
0,04985
0,04050
0,05940
0,04114
0,05220
0,70560
0,11842
5
Pepaya
1
0,25000
0,50000
0,05308
0,02344
0,04313
0,18214
0,10500
1,17000
0,08717
5
1
0,46875
0,65625
0,01982
0,01438
0,00805
0,01314
0,10465
0,05520
0,15592
1
0,21250
0,23750
11,42308
6,09375
1,87500
9,64286
16,87500
6,00000
0,07472
-
0,05000
0,10000
1,33846
0,06250
0,00000
0,00000
0,00000
0,00000
0,23685
7
Semangka Pisang lampung Minyak kelapa SGM
7
0,20000
0,24375
0,69930
1,18881
1,60839
1,57343
1,64336
1,74825
1,37995
8
Bubur
2
0,40000
0,50000
0,09231
0,06250
0,00500
0,02857
0,00000
0,00000
0,25905
8
Buras
2
0,35000
0,70000
0,19341
0,20536
0,00007
0,80612
0,00000
0,00000
0,14098
8
Agar
1
0,47500
0,95000
0,00000
0,00000
1,00000
0,71429
0,00000
0,00000
0,53455
2
3
5
5 6
109
8
ASI
-
5,60000
5,60000
0,10000
0,06875
0,08825
0,00000
0,17500
0,05400
0,00000
8
Gula pasir
-
0,10000
0,10000
0,56000
0,00000
0,01250
0,01429
0,00000
0,00000
0,14211
*) Biaya pangan yang dimaksud dalam model goal programming berupa perbandingan antara harga terhadap biaya (alokasi pengeluaran pangan anak batita) dari masingmasing pangan terpilih
110
Tabel 33 Format data untuk model goal programming hari
_ident_
1
z
1
Energi
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,18462
0,69930
0,02923
0,04985
0,19341
0,10000
0,10462
1,33846
0,56000
1
Protein
0,15000
1,18881
0,05938
0,04050
0,20536
0,06875
0,48750
0,06250
0,00000
1
Kalsium
0,00750
1,60839
0,01188
0,05940
0,00007
0,08825
0,31000
0,00000
0,01250
1
Besi
0,05714
1,57343
0,06786
0,04114
0,80612
0,00000
0,00000
0,00000
0,01429
1
VitA
0,00000
1,64336
0,53438
0,05220
0,00000
0,17500
0,00000
0,00000
0,00000
1
VitC
0,00000
1,74825
0,76000
0,70560
0,00000
0,05400
0,00000
0,00000
0,00000
1
Biaya
0,05366
1,37995
0,05921
0,11842
0,14098
0,00000
0,11842
0,23685
0,14211
1
Batasb
0,10000
0,20000
0,46875
0,25000
0,35000
5,60000
0,14063
0,05000
0,10000
1
Batasa
0,20000
0,24375
0,62500
46,88000
0,70000
5,60000
0,23438
0,10000
0,10000
dEb
dEa
dPb
dPa
dKb
dKa
dBb
dBa
dAb
dAa
dCb
dCa
dByb
dBya
_type_
_rhs_
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
min
0
1
-1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
eq
1
0
0
1
-1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
eq
1
0
0
0
0
1
-1
0
0
0
0
0
0
0
0
eq
1
0
0
0
0
0
0
1
-1
0
0
0
0
0
0
eq
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
-1
0
0
0
0
eq
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
-1
0
0
eq
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
-1
eq
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
lowerbd
0
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
1000
upperbd
0
Langkah-langkah : 1. X1, X2, ..., X9 (Xi) adalah jenis pangan, sedangkan nilai yang ada merupakan hasil bagi kandungan zat gizi pangan Xi (DKBM) dengan AKG anak. 2. Nilai biaya juga merupakan hasil bagi harga pangan Xi dengan biaya pangan (pengeluaran pangan). 3. Batas b adalah kuartil 1 (Q1) sebagai batas bawah dan batas a adalah kuartil 3 (Q3) sebagai batas atas berat pangan Xi per hari yang diperoleh dari data frekuensi konsumsi pangan. 4. dEb, dEa, ..., dst adalah simpangan dari masing-masing kendala. 5. Data diatas dihitung menggunakan Microsoft Excel kemudian diimport dalam Program SAS dengan menggunakan syntac sebagai berikut. Porgram SAS untuk merancang menu makanan 1 hari libname in "c:\"; data in.modela; set work.a; *proc print data=in.modela; run; libname in "c:\"; data senin; set in.modela; if hari=1; drop hari; if _rhs_=0 then _rhs_=.; *proc print data=senin; title "Menu Senin"; proc lp; 6. Untuk mengimport data dari SAS, pilih menu open lalu import. 7. Setelah import data selesai dilakukan selanjutnya dapat dikeluarkan output (run). 8. Output yang dihasilkan dapat sebagai berikut.
111
Menu Senin The LP Procedure Problem Summary Objective Function Rhs Variable Type Variable Problem Density (%) Variables Upper and Lower Bounded Fixed Total Constraints EQ Objective Total
Min _OBS1_ _rhs_ _type_ 36.31 Number 21 3 24 Number 7 1 8
Menu Senin The LP Procedure Variable Summary Variable Col Name 1 X1 2 X2 3 X3 4 X4 5 X5 6 X6 7 X7 8 X8 9 X9 10 X10 11 dEb 12 dEa 13 dPb 14 dPa 15 dKb 16 dKa 17 dBb 18 dBa 19 dAb 20 dAa 21 dCb 22 dCa 23 dByb 24 dBya
Status Type BASIC BASIC LOWBD LOWBD UPPBD UPPBD LOWBD ALTER BASIC BASIC
BASIC BASIC BASIC
Price
UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD FIXED UPLOWBD UPLOWBD FIXED FIXED UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD UPLOWBD
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Activity 0.1833584 0.2426007 0.46875 0.25 0.7 5.6 0.234375 0.05 0.1 0 0 0.072492 0 0 0.0198553 0 0 0 0 0.6422177 0 0.259177 0.4455286 0
Reduced Cost 0 0 1.1986 0.5936 -0.1972 0.1870 -0.7044 1.0528 0.4038 0 2 0 0.2191 1.7808 0 2 0.8892 1.1107 2 0 2 0 0 2
Menu Senin The LP Procedure Constraint Summary Constraint Row Name 1 2 3 4 5 6 7 8
_OBS1_ _OBS2_ _OBS3_ _OBS4_ _OBS5_ _OBS6_ _OBS7_ _OBS8_
Type OBJECTVE EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ
S/S Col . . . . . . . .
Rhs
Activity
Dual Activity
0 1.4392706 . 1 1 -1 1 1 0.7808328 1 1 1 1 1 0.1107784 1 1 -1 1 1 -1 1 1 1
Setelah muncul optimal solution (feasible), maka dihasilkan berat jenis pangan Xi dan biaya konsumsi yang dikeluarkan untuk semua pangan terpilih. Adapun susunan menu yang dapat dirancang adalah sebagai berikut.
112
Tabel 34 Rancangan menu makanan 1 hari No.
Jenis Pangan
Berat/100g
Berat (g)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Beras Susu Tomat Jeruk Buras ASI Tahu Minyak kelapa
0,18336 0,24260 0,46875 0,25000 0,70000 5,60000 0,23438 0,05000
18,34 24,26 46,88 25,00 70,00 560,00 23,44 5,00
9.
Gula
0,10000
10,00
db
da
%
0,00000 0,00000 0,01986 0,00000 0,00000 0,00000 0,44553
0,07249 0,00000 0,00000 0,00000 0,64222 0,25918 0,00000
107,25 100,00 98,01 100,00 164,22 125,92 Rp2.809.28
Kandungan zat gizi Energi Protein Ca Fe Vit A Vit C Biaya
113
Lampiran 3 Rancangan Menu Makanan Anak Kelompok Usia 7-12 Bulan SENIN
Kandungan zat gizi (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis pangan Beras Susu Tomat Jeruk Buras ASI Tahu Minyak Gula
Berat (g) 18,34 24,26 46,88 25,00 70,00 23,44 5,00 10,00
Biaya (Rp) 99.01 1 696.18 140.63 150.00 500.00 140.63 66.25 72.00 Rp2 864.70 107,25 100,00 98,01 100,00 164,22 125,92
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kandungan zat gizi (%)
No.
SELASA Jenis pangan Beras Kacang hijau Bayam Pepaya Biskuit ASI Agar Minyak Gula
Beras Agar Susu Sop Jeruk ASI Roti Minyak Gula Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
Berat (g) 10,00 56,65 20,00 23,75 39,48 67,69 5,00 10,00
KAMIS Biaya (Rp) 54.00 1 534.28 1 398.33 237.50 236.90 1 240.97 66.25 72.00 Rp4 840.23 112,57 100,00 144,72 100,00 142,43 100,00
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kandungan zat gizi (%)
Kandungan zat gizi (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis pangan
Biaya (Rp) 54.00 414.38 145.83 136.88 783.47 1 346.10 66.25 72.00 Rp3 018.91 109,42 112,52 128,69 100,00 143,94 100,00
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
RABU No.
Berat (g) 10,00 42,50 25,00 30,99 20,00 49,70 5,00 10,00
Jenis pangan Beras Tempe Bayam Pepaya Roti ASI Agar Minyak Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
Berat (g) 20,00 16,52 25,00 35,35 70,00 47,50 5,11
Biaya (Rp) 108.00 150.18 145.83 156.13 1 283.33 1 286.46 67.77 Rp3.197.71 100,00 99,99 119,27 100,00 142,52 100,00
114
JUMAT
Beras Kacang hijau Telur Sop Pepaya ASI Agar Minyak Gula
Berat (g) 10,00 42,50 15,00 23,75 49,34 59,80 5,58 10,00
Biaya (Rp) 54.00 414.38 166.50 237.50 217.91 1 619.69 73.90 7200
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rp2 85587 100,00 112,16 127,40 100,00 125,23 100,00
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
Kandungan zat gizi (%)
Kandungan zat gizi (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis pangan
Jenis pangan Beras Tahu Biskuit Bayam Semangka ASI Buras Kacang hijau Minyak Gula Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
MINGGU No.
Jenis pangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Beras Tempe Kentang Sop Pisang ambon ASI Susu Minyak Gula Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
Kandungan zat gizi (%)
No.
SABTU
Berat (g) 20,00 18,75 25,00 50,00 37,50 24,38 5,00 10,00
Biaya (Rp) 108.00 170.45 106.25 500.00 156.25 1 704.22 66.25 72.00 Rp2 883.42 101,48 98,88 97,67 97,41 159,81 96,37
Berat (g) 10,00 14,06 20,00 42,50 65,63 41,21 42,50 5,00 10,00
Biaya (Rp) 54.00 84.38 783.47 247.92 518.44 294.34 414.38 66.25 72.00 Rp2 535.17 119,20 130,77 91,03 100,00 175,94 87,24
115
Rancangan Menu Makanan Anak Kelompok Usia 13-24 Bulan SENIN
Kandungan zat gizi (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis pangan Beras ASI Minyak Tempe Mujair Bayam Pisang ambon Agar Roti Toge Kecap
Biaya (Rp) 378.00 144.37 227.27 243.75 255.21 78.13 1 368.11 366.67 169.17 275.00 Rp3 505.68 100,00 92,77 137,88 100,00 474,68 142,49
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kandungan zat gizi (%)
No.
Berat (g) 70,00 10,90 25,00 18,75 43,75 18,75 50,52 20,00 35,00 15,00
SELASA Berat Jenis pangan (g) Beras 50,00 ASI Minyak 10,00 Tempe 23,62 Telur 30,00 Sayur asem 16,05 Pepaya 33,38 Agar 47,50 Biskuit 40,00 Kangkung 25,00 Kecap 15,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Beras ASI Minyak Tempe Telur Kacang panjang Jeruk Sop Agar Roti Kecap Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
KAMIS Berat (g) 67,00 10,00 25,00 30,00 12,97 40,63 12,50 67,21 20,00 15,00
Biaya (Rp) 361.80 132.50 227.27 333.00 71.33 243.75 125.00 1 820.28 366.67 275.00 Rp3 956.59 100,00 87,39 134,68 100,00 331,90 100,00
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kandungan zat gizi (%)
Jenis pangan
Kandungan zat gizi (%)
No.
Rp4 510.37 128,34 118,98 93,18 121,32 497,81 152,83
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
RABU
Biaya (Rp) 270.00 132.50 214.69 333.00 117.70 147.41 1 286.46 1 566.95 166.67 275.00
Jenis pangan Beras ASI Minyak Oncom Telur Toge Mangga Tahu Bayam Biskuit
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
Berat (g) 50,00 10,00 15,43 30,00 35,00 25,00 25,00 43,75 40,00
Biaya (Rp) 270.00 132.50 61.73 333.00 169.17 150.00 150.00 255.21 1 566.95
Rp3 088.56 111,42 90,19 91,06 100,00 564,79 144,40
116
Biaya (Rp) 270.00 132.50 487.50 262.50 169.17 78.13 255.21 1 175.21 50.00 72.00
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rp2 952.21 110,59 90,64 119,41 100,00 459,33 133,55
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
SABTU Berat Jenis pangan (g) Beras 50,00 ASI Minyak 10,00 Tempe 25,00 Teri 8,33 Sayur asem 16,05 Pisang ambon 18,75 Bakwan 31,50 Roti 20,00 Bayam 43,75
Kandungan zat gizi (%)
Kandungan zat gizi (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
MINGGU No.
Jenis pangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Beras ASI Minyak Kacang hijau Telur Kacang panjang Pepaya Agar Tahu Sop Gula
Kandungan zat gizi (%)
No.
JUMAT Berat Jenis pangan (g) Beras 50,00 ASI Minyak 10,00 Kacang hijau 50,00 Ayam 12,50 Toge 35,00 Pisang ambon 18,75 Bayam 43,75 Biskuit 30,00 Oncom 12,50 Gula 10,00
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
Berat (g) 50,00 10,00 50,00 30,00 8,44 33,38 57,77 23,44 12,50 10,00
Biaya (Rp) 270.00 132.50 487.50 333.00 46.41 147.41 1 564.70 140.63 125.00 72.00 Rp3 319.13 109,43 111,21 137,57 100,00 342,18 125,79
Biaya (Rp) 270.00 132.50 227.27 99.96 117.70 78.13 393.75 366.67 25521
Rp1 941.18 100,66 88,21 103,23 93,11 483,95 134,06
117
Rancangan Menu Makanan Anak Kelompok Usia 25-36 Bulan
No.
Kandungan zat gizi (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
RABU Berat Jenis pangan (g) Beras 87,50 Kacang hijau 50,00 Mujair 12,50 Bayam 25,00 Pepaya 50,00 Pisang goreng 53,59 Minyak 10,00 Kangkung 30,19 Rebon, kering 8,33 Biskuit 40,00 Tempe 18,75 Gula 10,00 Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
No.
472.50 112.50 352.30 187.50 225.00 59.35 145.83 487.50 517.50 1 929.69 212.28 144.00 Rp4 845.95 100,00 103,17 119,12 149,32 100,00 104,48
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kandungan zat gizi (%)
Kandungan zat gizi (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Biaya (Rp)
Biaya (Rp)
No.
472.50 487.50 162.50 145.83 220.83 446.55 132.50 201.24 79.14 1 566.95 170.45 72.00 Rp4 157.99 100,00 112,31 98,01 137,59 100,00 133,03
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kandungan zat gizi (%)
No.
SENIN Berat Jenis pangan (g) Beras 87,50 Tahu 18,75 Telur 31,74 Tomat 62,50 Jeruk 37,50 Rebon, kering 6,25 Bayam 25,00 Kacang hijau 50,00 Bihun 50,00 Agar 71,25 Minyak 16,02 Gula 20,00 Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
SELASA Berat Jenis pangan (g) Beras 100,00 Tempe 25,00 Teri 8,33 Sayur asem 53,50 Pisang lampung 40,00 Susu 42,00 Minyak 15,96 Tahu 25,00 Sawi 32,71 Biskuit 40,00 Telur 30,00 Kecap 15,00 Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
KAMIS Berat Jenis pangan (g) Beras 100,00 Tahu 18,75 Telur 41,22 Susu 21,00 Toge 17,50 Sawi 25,00 Jeruk 37,50 Minyak 20,00 Kacang hijau 50,00 Roti 15,00 Agar 71,25 Gula 20,00 Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
Biaya (Rp) 540.00 227.27 99.96 392.33 151.43 984.11 211.47 150.00 98.14 1 566.95 333.00 275.00 Rp5 029.66 100,00 106,13 85,18 99,35 122,46 100,00
Biaya (Rp) 540.00 112.50 457.52 492.05 84.58 75.00 225.00 265.00 487.50 275.00 1 929.69 144.00 Rp5 087.85 100,00 83,29 100,00 139,14 108,68 161,93
118
Biaya (Rp)
No.
540.00 250.00 896.82 170.45 30.36 156.25 325.00 375.00 234.84 1 929.69 517.50 183.33 Rp5 609.23 97,70 103,47 104,87 127,87 95,04 103,13
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
SABTU Berat Jenis pangan (g) Beras 87,50 Tahu 18,75 Rebon, kering 7,23 Sayur asem 26,75 Pepaya 50,00 Kacang hijau 50,00 Susu 42,00 Minyak 10,00 Biskuit 38,36 Bayam 43,75 Gula 10,00
Kandungan zat gizi (%)
Kandungan zat gizi (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
MINGGU No.
Jenis pangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Beras Tempe Telur Sawi Pisang lampung Pastel Mie kering Tomat Minyak Agar Tahu
Kandungan zat gizi (%)
No.
JUMAT Berat Jenis pangan (g) Beras 100,00 Daun singkong 25,00 Susu 38,27 Tempe 18,75 Labu siam 25,00 Pisang ambon 37,50 Mujair 25,00 Bakwan 30,00 Minyak 17,72 Agar 71,25 Bihun 50,00 Kecap 10,00 Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
Total biaya Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin A Vitamin C
Berat (g) 100,00 18,75 30,00 25,00 40,00 90,00 37,50 62,50 20,00 79,69 25,00
Biaya (Rp) 540.00 170.45 333.00 75.00 151.43 500.00 557.14 187.50 265.00 2 158.32 150.00 Rp5 087.85 99,14 91,54 94,15 124,20 113,98 117,84
Biaya (Rp) 472.50 112.50 68.71 196.17 220.83 487.50 984.11 132.50 1 502.78 255.20 72.00 Rp4 504.80 100,66 88,21 103,23 93,11 483,95 134,06
119
Lampiran 4 Menu Makanan Anak Batita Tabel 35 Menu makanan anak kelompok usia 7-12 bulan Hari Senin
Waktu Makan Pagi
Susu
Siang
Nasi tim
Malam
Susu
Pagi
Sari buah ASI Buras Total Biaya Bubur kacang hijau
Siang
Nasi tim
Malam
Pagi
Agar-agar Pepaya ASI Biskuit Total Biaya Susu
Siang
Roti Nasi tim
Selingan
Selasa
Selingan
Rabu
Malam
Selingan
Kamis
Nama Makanan
Pagi Siang
Malam Selingan
Sari buah Susu Roti ASI Agar-agar Total Biaya Roti Nasi tim
Agar-agar Roti ASI Pepaya Total Biaya
Jenis Pangan
Berat (g)
URT
Susu Bubuk Gula Beras Tahu Tomat Minyak kelapa Susu Bubuk Gula Jeruk
10 5 20 25 50 5 10 5 25
2 sdm 1 sdt 1/7 gls 1 bj bsr 2/5 bh bsr 1 sdt 2 sdm 1 sdt 1/2 bh sdg
Buras
70 Rp. 45 10 15 25 5 50 30
1 bks 2.809,28 4 1/2 sdm 1 sdm 1/8 gls 1/4 gls 1 sdt 1/2 ptg sdg 1/3 ptg sdg
20 Rp. 10 5 35 15
2 bh 2.980,43 2 sdm 1 sdt 1 3/4 iris 1/8 gls
25 5 40 10 5 35
1/4 gls 1 sdt 3/4 bh 2 sdm 1 sdt 1 3/4 iris
Kacang hijau Gula Beras Bayam Minyak kelapa Agar-agar Pepaya Biskuit Susu Bubuk Gula Roti Beras Sop (kol & wortel) Minyak kelapa Jeruk Susu Bubuk Gula Roti Agar-agar Roti Beras Tempe Bayam Minyak kelapa Agar-agar Roti Pepaya
60 Rp. 40 15 20 25 7 50 30
3/4 ptg sdg 4.801,75 2 iris 1/8 gls 3/4 ptg sdg 1/4 gls 3/4 sdm 1/2 ptg sdg 1 1/2 iris
35 Rp.
1/3 ptg sdg 3.137,69
120
Hari Jumat
Waktu Makan Pagi
Bubur kacang hijau
Siang
Nasi tim
Malam
Pagi
Agar-agar Pepaya ASI Total Biaya Bubur kacang hijau
Siang
Nasi tim
Malam
Pagi
Buras Sari buah ASI Biskuit Total Biaya Susu
Siang
Nasi tim
Selingan Sabtu
Selingan
Minggu
Nama Makanan
Malam
Kentang kukus Susu
ASI Pisang ambon Total Biaya Total Biaya 1 Minggu
Jenis Pangan
Berat (g)
URT
Kacang hijau Gula Beras Telur Sop (kol & wortel) Minyak kelapa Agar-agar Pepaya
45 10 15 15
4 1/2 sdm 1 sdm 1/8 gls 1/4 btr bsr
25 7 60 50
1/4 gls 3/4 sdm 3/4 ptg sdg 1/2 ptg sdg
Kacang hijau Gula Beras Tahu Bayam Minyak kelapa Buras Semangka
Rp. 45 10 15 15 45 5 45 70
2.822,09 4 1/2 sdm 1 sdm 1/8 gls 3/4 bj bsr 1/2 gls 1 sdt 3/5 bks 1/2 ptg bsr
20 Rp. 10 5 20 20
2 bh 2.502,11 2 sdm 1 sdt 1/7 gls 3/4 ptg sdg
Biskuit Susu Bubuk Gula Beras Tempe Sop (kol & wortel) Minyak kelapa Kentang Susu Bubuk Gula
50 5 25 10 5
1/2 gls 1 sdt 1/4 bj bsr 2 sdm 1 sdt
38 Rp. Rp.
1/2 bh sdg 2.823,55 21.876,90
Selingan
Pisang ambon
121
Tabel 36 Menu makanan anak kelompok usia 13-24 bulan Hari Senin
Waktu Makan Pagi Siang
Malam
Selingan
Selasa
Pagi Siang
Malam
Nama Makanan Roti Nasi Tempe kecap
Bayam rebus Nasi Mujair goreng Sayur toge ASI Pisang ambon Agar-agar Total biaya Biskuit Nasi Tempe goreng Sayur asem Nasi Telur kecap Tumis kangkung
Selingan
Rabu
Pagi Siang
Malam
Selingan
Kamis
Pagi Siang
ASI Agar-agar Pepaya Total biaya Roti Nasi Telur dadar Sayur sop Nasi Tempe kecap
Sayur kacang panjang ASI Agar-agar Jeruk Total biaya Biskuit Nasi Pepes tahu Tumis bayam
Jenis Pangan
Berat (g)
URT
Roti Beras Tempe Kecap Minyak kelapa Bayam Beras Mujair Minyak kelapa Toge
20 35 25 15 5 45 35 20 8 35
1 iris 1/4 gls 1 ptg sdg 1 1/2 sdm 1 sdt 1/2 gls 1/4 gls 2/5 ptg sdg 3/4 sdm 1/2 gls
Pisang ambon Agar-agar
20 50
Biskuit Beras Tempe Minyak kelapa Sayur asem Beras Telur ayam Kecap Kangkung Minyak kelapa
40 25 25 5 20 25 30 15 25 5
1/4 bh bsr 1/2 ptg sdg 3487,88 4 bh 1/5 gls 1 ptg sdg 1 sdt 1/5 gls 1/5 gls 1/2 btr bsr 1 1/2 sdm 1/4 gls 1 sdt
Agar-agar Pepaya
50 35
Roti Beras Telur ayam Minyak kelapa Wortel & kol Beras Tempe Kecap Minyak kelapa Kacang panjang
20 35 30 5 15 35 25 15 5 15
Agar-agar Jeruk
67 41
Biskuit Beras Tahu Bayam Minyak kelapa
40 25 25 45 5
3/4 ptg sdg 1/3 ptg sdg 4499,75 1 iris 1/4 gls 1/2 btr bsr 1 sdt 1/6 gls 1/4 gls 1 ptg sdg 1 1/2 sdm 1 sdt 1 bh sdg 3/4 ptg sdg 3/4 bh sdg 3942,75 4 bh 1/5 gls 1 bj bsr 1/2 gls 1 sdt
122
Hari
Waktu Makan Malam
Selingan
Jumat
Pagi Siang
Malam
Selingan
Sabtu
Pagi Siang
Malam
Selingan
Minggu
Pagi Siang
Malam
Selingan
Nama Makanan Nasi Oncom goreng Telur rebus Sayur toge ASI Mangga Total biaya Bubur kacang hijau Nasi Oncom goreng Sayur toge Nasi Ayam goreng Bayam rebus ASI Biskuit Pisang ambon Total biaya Roti Nasi Tempe goreng Sayur asem Nasi Pepes teri Bayam rebus ASI Bakwan Pisang ambon Total biaya Bubur kacang hijau Nasi Telur ceplok Sayur sop Nasi Tim tahu Tumis kacang panjang
ASI Agar-agar Pepaya Total biaya Total biaya/minggu
Jenis Pangan
Berat (g)
URT
Beras Oncom Minyak kelapa Telur ayam Toge
25 16 5 30 35
1/5 gls 3/4 ptg sdg 1 sdt 1/2 btr bsr 1/2 gls
Mangga
25
1/4 bh bsr 3077,93 5 sdm 1 sdm 1/5 gls 1/2 ptg sdg 1 sdt 1/2 gls 1/5 gls 1/4 ptg sdg 1 sdm 1/2 gls
Kacang hijau Gula Beras Oncom Minyak kelapa Toge Beras Ayam Minyak kelapa Bayam
50 10 25 13 5 35 25 12,5 10 45
Biskuit Pisang ambon
30 20
Roti Beras Tempe Minyak kelapa Sayur asem Beras Teri Minyak kelapa Bayam
20 25 25 5 20 25 8 5 45
Bakwan Pisang ambon
32 20
Kacang hijau Gula Beras Telur ayam Minyak kelapa Wortel & kol Beras Tahu Kacang panjang Minyak kelapa
50 10 25 30 5 15 25 25 10 5
Agar-agar Pepaya
60 35
3 bh 1/4 bh bsr 2941,58 1 iris 1/5 gls 1 ptg sdg 1 sdt 1/5 gls 1/5 gls 1 sdm 1 sdt 1/2 gls 3/4 bh 1/4 bh bsr 1572,48 5 sdm a sdm 1/5 gls 1/2 btr bsr 1 sdt 1/6 gls 1/5 gls 1 bj bsr 3/4 bh sdg 1 sdt 3/5 ptg sdg 1/3 ptg sdg 3308,51 22830,89
123
Tabel 37 Menu makanan anak kelompok usia 25-36 bulan Hari Senin
Waktu Makan
Nama Makanan
Pagi
Bubur kacang hijau
Siang
Nasi Telur dadar Tahu kuah
Malam
Selingan
Selasa
Pagi Siang
Jeruk Nasi Rebon goreng Sayur bayam Bihun rebus Agar-agar Total biaya Susu Biskuit Nasi Tempe kecap
Telur ceplok Tumis sawi Malam
Selingan Rabu
Pagi Siang
Nasi Tim tahu-teri Sayur asem Pisang lampung Total biaya Bubur kacang hijau Nasi Rebon goreng Tempe goreng
Malam
Selingan
Sayur bayam Nasi Mujair goreng Kangkung rebus Pepaya Pisang goreng Biskuit Total biaya
Jenis Pangan
Berat (g)
URT
Kacang hijau Gula Beras Telur ayam Minyak kelapa Tahu Tomat Minyak kelapa Jeruk Beras Rebon kering Minyak kelapa Bayam Bihun Agar-agar
50 20 45 32 5 20 63 5 38 45 6 5 25 50 72
SKM Biskuit Beras Tempe Kecap Minyak kelapa Telur ayam Minyak kelapa Sawi Minyak kelapa Beras Tahu Teri Sayur asem Pisang lampung
42 40 50 25 15 7 30 5 33 5 50 25 8 54 40
Kacang hijau Gula Beras Rebon kering Minyak kelapa Tempe Minyak kelapa Bayam Beras Mujair Minyak kelapa Kangkung Pepaya Pisang goreng Biskuit
50 10 45 8 5 20 5 25 45 13 5 30 50 54 40
5 sdm 2 sdm 1/3 gls 1/2 btr bsr 1 sdt 3/4 bj bsr 1/2 bh bsr 1 sdt 3/4 bh bsr 1/3 gls 3/4 sdm 1 sdt 1/4 gls 1/2 gls 3/4 ptg sdg 4760,46 1 bks 4 bh 1/3 gls 1 ptg sdg 1 1/2 sdm 3/4 sdm 1/2 btr bsr 1 sdt 1/3 gls 1 sdt 1/3 gls 1 bj bsr 1 sdm 1/2 gls 2 bh kcl 5013,46 5 sdm 1 sdm 1/3 gls 1sdm 1 sdt 3/4 ptg sdg 1 sdt 1/4 gls 1/3 gls 1/4 ptg sdg 1 sdt 1/3 gls 1/2 ptg sdg 3/4 bh 4 bh 4148,77
124
Hari Kamis
Waktu Makan Pagi Siang
Malam
Selingan
Jumat
Pagi
Siang
Malam
Nama Makanan Susu Roti Nasi Tahu goreng Sayur sawi Jeruk Nasi Telur rebus Tumis toge Agar-agar Bubur kacang hijau Total biaya Susu Bihun goreng Nasi Mujair goreng Daun singkong rebus Pisang ambon Nasi Tempe kecap Tumis labu siam
Selingan
Sabtu
Pagi Siang
Malam
Selingan
Agar-agar Bakwan Total biaya Susu Biskuit Nasi Tim tahu Tumis bayam Pepaya Nasi Rebon goreng Sayur asem Bubur kacang hijau Total biaya
Jenis Pangan
Berat (g)
URT
SKM Roti Beras Tahu Minyak kelapa Sawi Jeruk Beras Telur ayam Toge Minyak kelapa Agar-agar Kacang hijau Gula
21 15 50 20 10 25 38 50 42 18 10 72 50 20
SKM Bihun Minyak kelapa Beras Mujair Minyak kelapa Daun singkong Pisang ambon Beras Tempe Kecap Labu siam Minyak kelapa Agar-agar Bakwan
38 50 5 50 13 5 25 38 50 20 10 25 5 72 30
SKM Biskuit Beras Tahu Bayam Minyak kelapa Pepaya Beras Rebon kering Minyak kelapa Sayur asem Kacang hijau Gula
42 38 45 20 45 5 50 45 7 5 27 50 10
1/2 bks 3/4 iris 1/3 gls 3/4 bj bsr 1 sdm 1/4 gls 3/4 bh bsr 1/3 gls 3/4 btr bsr 1/4 gls 1 sdm 3/4 ptg sdg 5 sdm 2 sdm 5066,60 3/4 bks 1/2 gls 1 sdt 1/3 gls 1/4 ptg sdg 1 sdt 1/4 gls 1/2 bh sdg 1/3 gls 3/4 ptg sdg 1 sdm 1/10 bh kcl 1 sdt 3/4 ptg sdg 3/4 bh 5590,83 1 bks 4 bh 1/3 gls 3/4 bj bsr 1/2 gls 1 sdt 1/2 ptg sdg 1/3 gls 1 sdm 1 sdt 1/4 gls 5 sdm 1 sdm 4495,79
125
Hari Minggu
Waktu Makan Pagi Siang
Mie rebus Nasi Tempe goreng Sayur sawi Pisang lampung Nasi Sop tahu-telur
Malam
Selingan
Nama Makanan
Pisang lampung Pastel Agar-agar Total biaya Biaya/minggu
Jenis Pangan
Berat (g)
URT
Mie kering Beras Tempe Minyak kelapa Sawi Pisang lampung Beras Tahu Telur ayam Tomat Minyak kelapa Pisang lampung Pastel Agar-agar
38 50 20 10 25 20 50 25 30 63 10 20 90 80
3/4 gls 1/3 gls 3/4 ptg sdg 1 sdm 1/4 gls 1 bh kcl 1/3 gls 1 bj bsr 1/2 btr bsr 1/2 bh bsr 1 sdm 1 bh kcl 1 bh 1 ptg sdg 5066,60 34142,51
Keterangan URT (Ukuran Rumah Tangga) sdm
: sendok makan
bh
: buah
bks
: bungkus
sdt
: sendok tehh
bh bsr
: buah besar
btr bsr
: butir besar
bj bsr
: biji besar
gls
: gelas
bh sdg
: buah sedang
ptg sdg
: potong sedang
bh kcl
: buah kecil
126
Lampiran 5 KODE KUISIONER PENELITIAN STUDI PERENCANAAN KONSUMSI PANGAN ANAK BATITA DARI KELUARGA MISKIN Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) Kuisioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai STUDI PERENCANAAN KONSUMSI PANGAN ANAK BATITA DARI KELUARGA MISKIN oleh Kiki Riski Amelia (NRP A54104021), Mahasiswi Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Ibu meluangkan waktu (±15 menit) untuk mengisi kuisioner ini secara jujur dan lengkap. Kerahasiaan data responden terjamin. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Ibu. Tanggal Wawancara : ................................... IDENTITAS RESPONDEN : .......................................................................................... : Jalan ................................................................................. : ........................................................................................... : ............../................... No. Rumah : .......................... : ........................................................................................... : .................................. Kode Pos : ..........................
Nama Responden Alamat rumah Desa RT/RW Kecamatan Kabupaten
KARAKTERISTIK KELUARGA ANAK BATITA Besar keluarga No
Nama Lengkap
JK (L/ P)
Hubungan dengan keluarga
Tempat/Tgl Lahir (Umur)
Pekerjaan
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 Keterangan : Hubungan dengan keluarga : suami/kepala keluarga, istri, anak, atau saudara Pendidikan orang tua [ Pilih salah satu ] Ayah : a. Tidak sekolah b. Lama pendidikan = ................. tahun Ibu : a. Tidak sekolah b. Lama pendidikan = ................. tahun Sumber pendapatan keluarga Sumber Pendapatan Ayah Ibu Lainnya Total
Jenis dan Besar Pendapatan Utama (Rupiah per-) Tambahan (Rupiah per-) Jenis Hari Minggu Bulan Hari Minggu Pekerjaan
Ket. Bulan
127
Pengeluaran keluarga a. Pangan Frekuensi dan Besar Pengeluaran Hari Minggu Bulan Rupiah kali Rupiah kali Rupiah
Jenis Pengeluaran kali Pangan pokok Pangan Nabati Pangan Hewani Sayuran Buah-buahan MP ASI Lain-lain (Misal : minyak, gula, teh, kopi, bumbu) Total
Rp.
Rp.
Rp.
b. Non pangan (pendidikan, rumah, kesehatan, dll) : Pengeluaran (Rupiah per-) Jenis Pengeluaran Hari Minggu Bulan Pendidikan Pakaian Rumah Bahan bakar Listrik Kesehatan Komunikasi Listrik PAM Lain-lain Total
Penyakit yang pernah diderita 1 tahun terakhir ini
Penyakit yang sedang diderita
Tahun
Ket.
IDENTITAS ANAK BATITA : ............................................................................... : ............................................................................... : ........................... Kg : □ Beri tanda √ pada pilihan yang benar
Nama Lengkap Tempat/Tanggal Lahir Berat Badan Riwayat kesehatan Masalah kesehatan
Ket.
Jenis penyakit/keluhan/alergi
□ □ □ □ □ □ □ □ □ □
ISPA Diare Hepatitis Typhus Cacar ISPA Diare Hepatitis Typhus Cacar
□ DBD □ Campak □ .............. □ .............. □ .............. □ DBD □ Campak □ .............. □ .............. □ ..............
Lama sakit
Ket.
128
Masalah kesehatan
Jenis penyakit/keluhan/alergi
Lama sakit
Ket.
Keluhan kesehatan dalam 1 bulan terakhir Alergi makanan
POLA KONSUMSI PANGAN Kebiasaan Makan Anak Batita 1. Apakah anak batita Anda diberi susu formula? a. Ya b. Tidak 2. Menurut Anda, bagaimana harga susu formula tersebut? a. Murah b. Cukup c. Mahal 3. Jenis makanan apa saja yang disukai anak batita Anda? a. ................................... d. ................................... b. ................................... e. ................................... c. ................................... f. .................................... 4. Jenis makanan apa yang tidak disukai anak batita Anda? a. ................................... d. ................................... b. ................................... e. ................................... c. ................................... f. .................................... 5. Apakah menu makanan untuk anak batita Anda disamakan atau hampir sama dengan menu makanan sekeluarga? a. Ya b. Tidak 6. Adakah yang diutamakan dalam pembagian makanan dalam keluarga? a. ya b. Tidak 7. Jika jawaban no. 6 ya, siapakah yang diutamakan dalam pembagian makanan dalam keluarga? a. Ayah b. Ibu c. anak batita d. Lainnya 8. Frekuensi makan keluarga anda dalam sehari : ................. kali 9. Apakah semua makanan tambahan untuk anak batita Anda sudah cukup terpenuhi? a. Sudah b. Belum c. Tidak tahu Jika belum, mengapa? ................................................................................ ..................................................................................................................... 10. Adakah kendala yang Anda hadapi selama proses pemberian makanan untuk anak batita Anda? Ada/tidak (coret salah satu). Jika ada, sebutkan: a. ......................................... d. ......................................... b. ......................................... e. .........................................
129
Recall Konsumsi Pangan Anak Batita (1x24 jam) Waktu Nama Makanan Jenis Bahan Pangan Makan
URT
Berat*) (gram)
Keterangan
Pagi
Siang
Malam
Selingan Keterangan : *) dikosongkan URT = Ukuran Rumah Tangga misalnya 1 piring, 1 mangkuk, 1 gelas, 1 potong, dsb. Frekuensi Konsumsi Pangan Keluarga No.
Jenis Pangan
1
Serealia, Umbi & Olahannya a. Beras giling, nasi b. Nasi tim c. Roti putih d. Biskuit e. Bihun f. Beras ketan hitam, kukus g. Tepung beras h. Jagung kuning i. Beras merah j. Ubi jalar merah k. Mie kering l. Kentang m. Singkong n. Tepung terigu o. p. q. r.
Frekuensi (…) Kali PerHari
Minggu
Bulan
Tahun
Jumlah/kali makan URT Gram
Harga perURT
Gram
130
No.
Jenis Pangan
Frekuensi (…) Kali PerHari
2
Kacang-kacangan, Biji-bijian & Olahannya a. Kacang hijau b. Kacang kedelai c. Kacang tanah d. Kacang merah e. Tahu f. Tempe g. Oncom (kedelai, pepes) h. Tepung Hunkwee i. j. k. l. m. n.
3
Daging, Ikan dan Telur a. Hati ayam b. Telur ayam c. Ikan segar (mas,tongkol) d. Ayam, paha e. Daging sapi f. Teri, kering g. Mujair, goreng h. Rebon, kering i. Ikan asin, kering j. k. l. m. n.
4
Sayuran a. Wortel b. Bayam rebus c. Buncis rebus d. Tomat e. Kangkung f. Toge, kacang hijau g. Sawi h. Labu siam i. Soop kool dan wortel j. Daun singkong k. Kacang panjang l. Ketimun
Minggu
Bulan
Tahun
Jumlah/kali makan URT Gram
Harga perURT
Gram
131
No.
Jenis Pangan
Frekuensi (…) Kali PerHari
Minggu
Bulan
Tahun
Jumlah/kali makan URT Gram
Harga perURT
m. n. 5
Buah-buahan a. Semangka b. Papaya c. Jeruk manis d. Pisang ambon e. Pisang lampung f. Pisang raja g. Salak h. Durian i. Jambu biji, jambu air j. Mangga (hrm mns/idrmy) k. Rambutan l. m.
6
Susu & Olahannya a. Susu Sapi b. Susu Kental Manis c. Susu Kedelai d.
7
Lemak & Minyak a. Margarin b. Minyak kelapa
8
Serba-serbi a. Agar-agar b. Sari buah c. Bubur d. Teh e. Bakwan f. Bakso g. Combro h. Mie goring i. Nasi uduk j. Pastel k. Pisang goreng l. Siomay m. Madu n. o. Keterangan : URT = Ukuran Rumah Tangga untuk setiap jenis pangan misalnya 1 piring, 1 gelas, 1 mangkuk, 1 sdm, sdt, dan lain-lain.
Gram
132
Pola Asuh Makan 1. Siapakah yang biasanya menyiapkan makanan anak ? a. orang lain b. ibu dan orang lain c. ibu sendiri 2. Apakah ibu mengawasi makan anak jika tidak menyuapi ? a. tidak pernah, percaya saja b. kadang-kadang c. ya, selalu 3. Siapakah yang menentukan jadwal makan/minum anak ? a. ibu dan orang lain b. ibu sendiri 4. Apakah jadwal makan anak tetap ? a. ya b. tidak 5. Bagaimana cara ibu menghidangkan makan anak ? a. tidak tentu c. porsi makan kecil b. porsi makan dihidangkan sekaligus banyak 6. Bagaimana situasi pada saat memberi makan anak ? a. diusahakan disiplin dan tidak boleh bermain b. suasana tidak diperhatikan, asal makan habis c. sambil main dan berbicara di sekitar rumah 7. Bagaimana cara ibu memberi makan kepada anak ? a. dipaksa b. diam saja c. dirayu 8. Bagaimana cara ibu memperkenalkan makanan baru kepada anak ? a. diberikan tersendiri b. tergantung keadaan atau makanan c. diberikan bersama makanan yang dikenal 9. Bagaimana sikap ibu jika anak menolak makanan baru? a. tidak pernah diberikan lagi c. lain kali akan dicobakan lagi b. perlu dipaksa untuk mau mencoba lagi 10. Apakah anak selalu menghabiskan makannya ? a. tidak b. ya Pengetahuan Gizi Ibu 1. Pemberian ASI sebaiknya pada usia : a. mulai ketika anak lahir c. 7 hari b. 3 hari d. tidak tahu 2. Kacang hijau banyak mengandung vitamin : a. vitamin A b. vitamin B c. vitamin C d. tidak tahu 3. Sebaiknya ASI tetap diberikan kepada anak sampai umur : a. 1 tahun b. 2 tahun c. 4 tahun d. tidak tahu 4. Pada usia berapa anak boleh diberikan makanan seperti orang dewasa ? a. 6 bulan b. 1 tahun c. 2 tahun d. tidak tahu 5. Jenis makanan pendamping ASI apa yang sebaiknya diberikan pada anak usia 6 bulan ? a. makanan lembek seperti bubur saring c. nasi b. nasi tim d. tidak tahu 6. Dalam pemberian susu formula kepada bayi/anak sebaiknya botol susu harus a. dicuci dengan air biasa b. dicuci bersih kemudian dibilas dengan air panas c. langsung dicuci dengan air panas d. tidak tahu 7. Makanan dan minuman yang tidak bersih dapat mengakibatkan : a. malaria b. diare c. Cacar d. tidak tahu 8. Buah-buahan yang paling tinggi kandungan karbohidratnya adalah : a. pisang b. semangka c. Papaya d. tidak tahu 9. Buah-buahan dan sayuran merupakan bahan makanan yang mengandung zat gizi : a. protein c. lemak b. vitamin dan mineral d. tidak tahu 10. Merebus sayuran terlalu lama dapat menyebabkan : a. bertambah lezat c. tidak mudah dicerna b. vitamin dan mineral banyak berkurang d. tidak mengerti
133
Lampiran 6 KODE KUISIONER PENELITIAN STUDI PERENCANAAN KONSUMSI PANGAN ANAK BATITA DARI KELUARGA MISKIN Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) Kuisioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai STUDI PERENCANAAN KONSUMSI PANGAN ANAK BATITA DARI KELUARGA MISKIN oleh Kiki Riski Amelia (NRP A54104021), Mahasiswi Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Ibu meluangkan waktu (±15 menit) untuk mengisi kuisioner ini secara jujur dan lengkap. Kerahasiaan data responden terjamin. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Ibu. Tanggal Wawancara : .................................. Nama Responden Alamat rumah Desa RT/RW Kecamatan Kabupaten
IDENTITAS RESPONDEN : .......................................................................................... : Jalan ................................................................................. : ........................................................................................... : ............../................... No. Rumah : .......................... : ........................................................................................... : .................................. Kode Pos : ..........................
Nama Lengkap Jenis Kelamin Tempat/Tanggal Lahir
IDENTITAS ANAK BATITA : ............................................................................... : ............................................................................... : ...............................................................................
Pertanyaan 1. Apakah ada jenis makanan yang disukai oleh anak Anda tetapi tidak terdapat pada daftar menu diatas? a. ya, ada b. tidak ada Jika ada, sebutkan : …………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………….. 2. Berdasarkan daftar menu makanan yang terlampir, jenis makanan apa saja yang menyebabkan anak tidak suka? ………………………………………………. Alasan …………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………... 3. Kritik dan Saran (komentar) : …………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………….. *) daftar menu makanan terlampir Contoh format tabel rancangan menu makanan yang digunakan saat wawancara Hari Senin
Waktu Makan Pagi
Nama Makanan
Siang Malam Selingan Total Biaya
Jenis Pangan
Berat (g)
URT
Preferensi
Kuantitas
Susunan
Biaya
Ket.
134