STUDI EKSPERIMEN TRANSMISI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TERAPUNG TIPE PILE Rizqi Haryono A1) Haryo Dwito Armono2) Sujantoko2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan ITS 2) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kelautan Email:
[email protected] ABSTRAK Breakwater adalah salah satu struktur yang berfungsi untuk menanggulangi abrasi pantai akibat aktivitas gelombang laut. Floating breakwater lebih efektif, efisien dan fleksibel dibandingkan dengan fixed breakwater. Penelitian dengan uji model fisik di Laboratorium Lingkungan dan Energi Laut Jurusan Teknik Kelautan FTK-ITS bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecuraman gelombang dan lebar struktur relative terhadap transmisi gelombang. Penelitian ini menggunakan gelombang irregular dengan spektrum JONSWAP dengan skala model 1:10. Penelitian dilaksanakan dengan menyusun model kedalam wave tank dengan kedalaman air 0.8 cm. Data hasil rekaman gelombang berupa file *.TMH ditampilkan dengan menggunakan program ”REFANA” (Refraction Analysis) untuk menampilkan data ”ETA” (Estimated Time series Analysis) dan data tersebut dianalisa dengan Program WAVAN ( Wave Analysis) untuk mendapatkan beberapa parameter yang diperlukan untuk dapat dihitung koefisien transmisi hasil percobaan. Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien transmisi berbanding terbalik dengan kecuraman gelombang. Begitu juga dengan lebar relatif yang mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan nilai koefisien transmisi. Semakin lebar floating breakwater maka kinerjanya akan semakin baik dalam mereduksi gelombang. Dari hasil pengamatan didapat susunan konfgurasi terbaik adalah konfigurasi 3 dengan nilai Kt berkisar 0.43-0.62 Kata Kunci :Floating breakwater, koefisien transmisi, gelombang irreguler 1. PENDAHULUAN Wilayah pantai merupakan daerah yang intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia seperti kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian, perikanan, pariwisata dan sebagainya. Pantai juga merupakan bagian dari lingkungan kawasan pesisir yang dinamis dan selalu berubah. Proses perubahan yang terjadi di pantai merupakan akibat kombinasi berbagai gaya yang bekerja di pantai meliputi angin, gelombang (Triatmodjo,1999). Permasalahan yang sering muncul pada daerah pantai adalah abrasi pantai yang terutama disebabkan oleh akivitas gelombang laut. Salah satu metode menanggulangi abrasi pantai adalah penggunaan struktur penahan gelombang
pada area tertentu. Gempuran gelombang yang besar dapat diredam dengan cara mengurangi energi gelombang datang, sehingga gelombang yang menuju pantai energinya menjadi kecil. Untuk dapat menanggulangi kerusakan pantai akibat gempuran gelombang di pantai maka diperlukan konstruksi pemecah gelombang yang berfungsi untuk memecahkan, merefleksikan dan mentransmisikan energi gelombang sebelum tiba di pantai. Struktur penahan energi gelombang ini dapat terbuat dari struktur yang masif/kaku dan bisa juga dengan yang fleksibel (tanaman hidup, struktur apung, dan lainnya). Salah satu struktur pantai yang dapat mereduksi energi gelombang adalah breakwater, yang merupakan bangunan penahan
gelombang yang sangat efektif untuk digunakan sebagai pelindung pantai terhadap abrasi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum mencapai pantai. Struktur breakwater yang biasanya digunakan adalah tipe rubblemound, tetapi terdapat hambatan pada penyediaan batu alam sebagai badan struktur itu sendiri. Selain itu jika dipakai di kedalaman lebih dari sepuluh feet maka akan membutuhkan biaya yang besar. Dengan menggunakan alternatif berupa struktur floating breakwater hambatan tersebut dapat ditanggulangi. Kelebihan floating breakwater dibanding dengan fixed breakwater (L,Eva 2005) : 1. mobilitas tinggi 2. mudah dalam memperpanjang umur operasi 3. mampu menjangkau lokasi sesungguhnya Breakwater terapung juga dipandang lebih ramah lingkungan, karena memungkinkan terjadinya pergerakan dan lintasan hewan-hewan air disekitar struktur dan memungkinkan terjadinya sirkulasi air laut yang lebih baik jika dibandingkan dengan system breakwater konvensional yang membendung aliran laut. Sedangkan kekurangan dari penggunaan floating structure adalah konstruksinya yang menjulang diatas permukaan air, sehingga menjadi kurang efektif apabila kondisi badai terjadi dimana floating breakwater itu dipasang. Dan Perlu perawatan periodik yang biayanya cukup mahal, apabila konstruksinya terbuat dari baja (Rochani, 2007). Pengujian dilakukan di Laboratorium Lingkungan dan Energi Lautan Teknik Kelautan – FTK ITS dengan menggunakan gelombang lautan buatan. Penelitian ini akan menganalisa tentang besar nilai transmisi gelombang pada floating breakwater. Kinerja penahan gelombang dilihat dari koefisien
transmisi gelombang (Kt), yaitu perbandingan antara gelombang yang melewati floating breakwater terhadap gelombang datang. Kinerja ini diukur pada berbagai susunan baris model. Tinggi dan periode gelombang yang dikenakan pada model dijadikan variabel yang ikut menentukan besarnya koefisien transmisi gelombang (Murali and Mani, 1997). Menurut Armono (2004), semakin rendah nilai Kt, semakin baik kinerja penahan gelombang tersebut. 2. TINJAUAN PUSTAKA Murali dan Mani (1997), secara eksperimental meneliti pemecah gelombang tipe apung dari pontoon trapezium dengan barisan pipa vertical seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1. Pada penelitian pertama tanpa menggunakan pipa vertikal didapatkan bahwa nilai koefisien transmisi Kt = 0,5 pada rasio W/L >0,4. Dengan menambah pipa vertical, nilai W/L dapat dikurangi menjadi 0,15.
Gambar 2.1. Sketsa model cage floating breakwater (Murali dan Mani 1997)
Tsunehiro et al. (1999) telah mematenkan desain pemecah gelombang terapung mereka seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Alasan dari penggunaan pemecah gelombang terapung yang ditambat dengan pile adalah karena floating breakwater yang menggunakan mooring telah menyebabkan gerakan bujursangkar dan membentuk sudut yang pada akhirnya mempengaruhi kerja sistem. Selain itu dengan menggunakan pile memungkinkan untuk mengapung bergerak bebas kearah vertikal mengikuti pasang surut.
Gambar 2.2. Pandangan perspektif floating breakwater (Tsunehiro et al, 1999)
Hasil percobaan menunjukkan bahwa floating breakwater mampu meredam tinggi gelombang dengan periode pendek sampai dengan 60% dengan Kt berkisar antara 0,4-0,6. Nilai Kr dilaporkan berada di kisaran 0,45-0,55. sedangkan Heng dalam penelitian pada stepfloat (gambar2.3) melaporkan bahwa breakwater jenis ini mampu mereduksi gelombang antara 50-70%. Perbandingan hubungan antara nilai kt dengan periode dapat dilihat pada gambar 2.4
Gambar 2.3 sketsa pengujian Heng
Gambar 2.4 perbandingan Kt terhadap periode untuk 2 row Transmisi Gelombang Ketika suatu gelombang mengenai struktur maka gelombang akan teredam/ditransmisikan, tetapi akan ada sisa-sisa energi gelombang yang terjadi setelah melewati struktur. Transmisi adalah penerusan gelombang melalui suatu bangunan yang perameternya dinyatakan sebagai perbandingan antara
tinggi gelombang yang ditransmisikan (Ht) dengan tinggi gelombang datang (Hi) atau akar dari energi gelombang trasnmisi (Et) dan energi gelombang datang (Ei). Kt= Ht/Hi=(Et/Ei)0.5 dengan : Hi = tinggi gelombang sebelum mengenai struktur (m) Ht = tinggi gelombang setelah melewati struktur (m) Ei = energi gelombang sebelum mengenai struktur Et = energi gelombang setelah melewati struktur 3. METODOLOGI Studi Literatur Penelitian dimulai dengan melakukan studi awal berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya dan ditunjang dengan literatur-literatur yang mendukung, seperti jurnal, proceeding, buku, dan lain lain Persiapan Percobaan Perancangan Model Perancangan model fisik floating breakwater dilakukan untuk mewakili karakteristik prototipe floating breakwater yang sebenarnya. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam perancangan model fisik floating breakwater sebelum pembuatan model tersebut : 1) Penyekalaan (skala panjang) antara prototipe dan model fisik dengan berpedoman pada keserupaan geometrik, keserupaan dinamik, dan keserupaan kinematik. 2) Perhitungan skala berat model fisik dari prototype.
*Model A
*Model B
*Model C
Gambar 3.1. Model floating breakwater
Skala Panjang Model harus memiliki keserupaan geometrik dengan prototipe, maka penyekalaan prototipe harus sebaik mungkin dilakukan agar model benarbenar memiliki rasio semua dimensi linier yang sama. Dimensi linier yang dimaksud adalah panjang, lebar, tinggi, dan kedalaman air. Dengan rasio perbandingan: 12 10 15 1 = = = 120 100 150 10 Sehingga, diperoleh skala panjang 1:10.
Desain pengujian model Desain pengujian model fisik floating breakwater dapat terlihat pada tabel berikut: Tabel 3.2 Rencana pengujian model Floating breakwater di wave flume no 1
2
tinggi Gel. 3.5
4.5
Tabel 3.1. Skala model dari prototype Dimensi Panjang Lebar Tinggi Dimensi Panjang Lebar Tinggi Dimensi Panjang Lebar Tinggi
Prototype A (cm) 120 100 150
Model A (cm) 12 10 15
Prototype A (cm) 100 100 100
Model B (cm) 10 10 10
Prototype C (cm) 120 100 100
Model C (cm) 12 10 100
Pembuatan model Pembuatan model dilakukan dengan berdasarkan pertimbangan dari hasil penyekalaan panjang dan berat, baik mulai dari pemilihan bahan maupun bentuk yang akan dibuat untuk model fisik floating breakwater. Pada percobaan ini, model dibuat dari bahan yang sama dengan prototype-nya. Proses seperti pada gambar 3.2.
Gambar 3.2 proses pembuatan model
3
1
5.5
periode Gel.
jenis Gel.
1.1
ireguler
1.3
ireguler
1.5
ireguler
1.1
ireguler
1.3
ireguler
1.5
ireguler
1.1
ireguler
1.3
ireguler
1.5
ireguler
2 3 4 Gambar 3.3. Susunan konfigurasi Masing- masing konfigurasi diuji sesuai dengan tabel 3.2 Kalibrasi alat Kalibrasi Wave Probe Kalibrasi ini dilakukan untuk mencari hubungan antara perubahan elektrode yang tercelup dalam air dengan perubahan voltase yang tercatat dalam dalam recorder Proses kalibrasi wave probe dilakukan dengan cara mencatat posisi zero point dari wave probe dan kemudian merekam kalibrasinya dengan menaikkan dan menurunkan wave prove sejauh masing-masing 15 cm dari posisi zero point. Setelah proses pencatatan kalibrasi selesai, maka wave probe harus dikembalikan pada posisi awal atau zero point position.
Table 3.3 kalibrasi percobaan konfigurasi 1 Range pengukuran
eta 1 (Probe depan)
eta 2 (Probe belakang)
15
10.0628
7.9249
10
7.4685
5.3272
5
4.7596
2.6604
0
2.2805
0.0382
-5
-1.2705
-2.6414
-10
-3.8639
-5.7352
-15
-6.4410
-7.8934
Gambar 3.4 grafik kalibrasi percobaan konfigurasi 1
Gambar 3.4 menunjukkan grafik kalibrasi percobaan konfigurasi 1 dimana sumbu-x adalah data tegangan (TMH) yang satuannya volt dan pada sumbu-y adalah elevasi muka air yang satuannya centimeter. Eta1 yang adalah kalibrasi pada probe1 yang terletak didepan struktur dengan persamaan garis y = 1.787x – 3.318 dan eta2 adalah kalibrasi pada probe2 yang terletak dibelakang struktur dengan persamaan garis y = 1.868x+0.085 Pengujian model Model disusun di wave flume sesuai dengan rencana maka pengujian (running) dapat segera dilakukan sesuai desain pengujian yang telah dibuat, yakni dengan memasukkan data tinggi gelombang dan periode gelombang di komputer kendali. Gelombang yang dibangkitkan merupakan gelombang irrreguler. Salah satu desain pengujian
model fisik floating breakwater dapat terlihat pada gambar berikut:
Gambar 3.5. Sketsa Penyusunan Model dan Wave Probe Dalam Wave Flume
Analisa data Data hasil rekaman gelombang berupa file *.TMH ditampilkan terlebih dahulu dengan menggunakan program ”REFANA” (Refraction Analysis) untuk menampilkan data ”ETA” (Estimated Time series Analysis). Kemudian data tersebut dianalisa dengan software MATLAB untuk mendapatkan beberapa parameter yang diperlukan. Dari parameter-parameter yang didapat dari MATLAB, maka dapat dihitung koefisien transmisi hasil percobaan. Analisa dimensi Dalam pemodelan fisik, analisa dimensi dilkukan untuk memudahkan menganalisa data hasil percobaan dan selanjutnya dapat digunakan untuk desain yang diinginkan. Dari analisa dimensi akan diperoleh variabel tak berdimensi yang akan menjadi acuan dalam penggambaran atau pemaparan hasil dari percobaan, sehingga mempermudah pengolahan data. Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap koefisien transmisi dapat dituliskan sebagai berikut ⎡H ⎤ : Kt = ⎢ t ⎥ = f (T , H i , g , L, B, p ) ⎣ Hi ⎦ sedangkan variabel tak berdimensi yang digunakan untuk menganalisa data percobaan adalah : ⎡H ⎤ ⎛ H B ⎞ Kt = ⎢ t ⎥ = f ⎜⎜ i2 , , ⎟⎟ ⎝ gT L ⎠ ⎣ Hi ⎦ dimana :
Hi = tinggi gelombang datang (m) Ht = tinggi gelombang tertransmisi (m) T = periode gelombang (detik) B = lebar floaton (m) L = panjang gelombang (m) H i ⎞ = angka kemiringan gelombang ⎟
⎛ ⎜⎜ 2 ⎟ ⎝ gT ⎠
4. HASIL Analisa Data Gelombang yang dibangkitkan adalah gelombang irreguler, dengan masukan gelombang yang digunakan sebagai berikut : tinggi gelombang (H) sebesar 3.5, 4.5,dan 5.5 cm dengan periode gelombang sebesar 1.1, 1.3, dan 1.5 detik. Pencatatan tinggi gelombang oleh wave probe yang ditempatkan di depan dan di belakang struktur model. Data yang diperoleh dari penelitian transmisi gelombang akibat struktur floating breakwater adalah data profil gelombang datang dan gelombang transmisi. Sehingga dapat diketahui tinggi gelombang datang (Hi) dan tinggi gelombang transmisi (Ht) untuk selanjutnya dapat mengetahui besarnya nilai koefisien transmisi gelombang (Kt). Pada penelitian ini tinggi gelombang yang digunakan adalah tinggi gelombang signifikan (Hs). Perhitungan Hs dapat dilakukan dengan cara manual yaitu dengan mengeplotkan hasil pencatatan masing-masing wave probe 1 (Eta 1) dan wave probe 2 (Eta 2) ke dalam grafik untuk setiap kali running data. Dari grafik rekaman gelombang tersebut dapat dihitung tinggi gelombang secara manual dengan cara mencatat tinggi gelombang satu per satu, kemudian Hs dicari dengan mencari rata-rata 1/3 tinggi gelombang yang tertinggi. Dengan pertimbangan data yang sangat banyak maka untuk mempermudah dan mempercepat perhitungan tinggi gelombang signifikan Hs dan periode puncak Tp digunakan Program WAVAN (Wave Analisis) versi 1.1 Copyright (c) J.W. Kamphuis 2000.
Untuk mengetahui apakah program tersebut benar dan dapat dipakai dalam menentukan Hs maka dilakukan uji coba program dengan membandingkan hasil perhitungan Hs secara manual dengan perhitungan program wavan. Apabila hasil perhitungan sama atau perbedaannya kecil sekali maka program dapat digunakan karena mempunyai tingkat keakuratan yang meyakinkan. Di bawah ini merupakan contoh perbandingan antara perhitungan secara manual dengan perhitungan menggunakan program WAVAN. Sebagai contoh perhitungan manual, maka peneliti mengambil sampel data gelombang dengan kode pengujian H3.5T1.1 eta 1 pada detik 20 – 30 untuk dihitung tinggi gelombang. Hasil pencatatan gelombang seperti pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Pencataan gelombang
Sedangkan hasil perhitungan manual disajikan dalam tabel 4.1 Tabel 4.1. Pencataan tinggi gelombang No Gelom bang Hi 1 2 3 4
11.04 8.74 9.42 7.2
11.04 10.56 9.42 8.74
5
3.1
39.76
6 7
4.1 4.76
Hs
H 1/10
Hrms H ratarata
9.94
10.8
6.487
6.96
8 9 10 11 12
10.56 4.97 5.8 4.82 5.79
13
4.03
Sedangkan perhitungan dari program WAVAN didapat : Program WAVAN Analisa Gelombang INPUT enter input filename madqo.txt Enter Number of Columns in Input File: Enter No. of Points (Multiple of 8): Do you want plots? - Yes=1, No=0: Remove Mean (1) or Trend (2)?: Enter Desired Resolution, M: Enter Number of Bins for Histogram: Basic Output Mean Water Level = 1.79314 centimetres Water Level Trend = 0.04316 centimetres/s Sigma = 2.494 centimetres Wave Statistics Up-Crossing (1), Down-Crossing (2) or Average (3)?: Number of Waves = 13 Average Wave Period = 0.992 seconds Significant Wave Height = 9.813 centimetres Maximum Wave Height = 10.905 centimetres Average Wave Height = 6.518 centimetres rms Wave Height = 7.085 centimetres Average of Highest 1/10 = 10.658 centimetres Sigmaz = 1.482 centimetres
Tabel 4.2. Perbandingan perhitungan manual dengan WAVAN Manual WAVAN Error(%) H max
11.04
10.905
1.222826
Hs
9.94
9.813
1.277666
H 1/10
10.8
10.658
1.314815
H ratarata Hrms
6.487
6.518
0.47788
6.96
7.085
1.79598
Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa selisih perhitungan manual dengan program WAVAN tidak melebihi 5%, maka hasil yang didapat dari Program WAVAN dapat digunakan untuk melakukan perhitungan semua data hasil running. Nilai Koefisien Transmisi pada Model Dari nilai yang didapat dari percobaan bahwa floating breakwater mampu mentransmisikan gelombang lebih besar jika periode gelombangnya pendek. Begitu sebaliknya jika periode gelombangnya panjang maka yang ditransmisikan semakin kecil. Seperti yang tertera di tabel 4.3 nilai Kt terkecil untuk konfigurasi 1 yaitu 0.534 sedangkan nilai Kt terbesar adalah 0.790. Konfigurasi 2 nilai Kt terkecil 0.537 dan Kt terbesar 0.704. Sedangkan untuk konfigurasi 3 nilai Kt terbesar 0.623 dan nilai Kt terkecil 0.43. ini adalah nilai Kt terkecil diantara 3 konfigurasi, hal ini menunjukkan bahwa konfigurasi 3 paling baik dalam meredam gelombang. Tabel 4.3. Hasil perhitungan Kt untuk konfigurasi 1 Konfigurasi Kt max Kt min Kt rata-rata 0.790 0.534 0.637 1 0.704 0.537 0.617 2 0.623 0.430 0.515 3
1. Pengaruh Kecuraman Gelombang Terhadap Koefisien Transmisi Gelombang Pengaruh kecuraman gelombang (H/gT2) terhadap koefisien transmisi (Kt) dari masing-masing model dapat ditentukan dengan menggunakan parameter tinggi gelombang signifikan datang (Hs) dan periode rata-rata gelombang datang (Tavg) seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.2. Hubungan wave steepness dengan nilai Kt
Sebaran data untuk tiga konfigurasi yang ditunjukkan pada gambar 4.2, sulit untuk membedakan secara signifikan hubungan antara wave steepness dan Kt. Akan tetapi nilai koefisien transmisi untuk ketiga konfigurasi di atas berbanding terbalik dengan angka kemiringan gelombang. Dengan kata lain, nilai koefisien transmisi meningkat dengan berkurangnya angka kemiringan gelombang, sebaliknya nilai koefisien transmisi menurun dengan bertambahnya angka kemiringan gelombang (Hi/gT2). Transmisi gelombang yang terendah ditemukan pada nilai wave steepness yang lebih tinggi. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa gelombang dengan angka kemiringan gelombang yang kecil cenderung diteruskan dan membentuk gelombang transmisi yang besar. Hasil tersebut sesuai dengan hasil beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang menunjukkan hubungan antara koefisien transmisi dengan nilai kemiringan gelombang (wave steepness). Dari gambar 4.2 diketahui bahwa peredaman gelombang yang paling besar terjadi pada floating breakwater dengan susunan 3 baris. Sedangkan untuk baris 1 dan 2 tidak terjadi perbedaan nilai Kt yang terlalu signifikan. Nilai Kt baris 1 berkisar 0.537- 0.79, sedangkan baris 2 berkisar 0.534 – 0.704. Secara teori jika floating breakwater bertambah lebar maka
nilai Kt akan cenderung turun karena jarak tempuh gelombang yang lebih panjang sehingga reduksi gelombang yang dihasilkan semakin besar pula. Akan tetapi hal ini tidak terjadi pada baris 2. Hal ini terjadi karena saat gelombang mengenai struktur floating breakwater bagian depan, gelombang otomatis akan teredam. Proses ini akan berlangsung hingga setengah lebar struktur floating breakwater. Saat gelombang mengenai setengah struktur belakang, gelombang dimungkinkan akan terbangkitkan lagi. Hal ini karena tidak adanya pile yang memancang struktur floating breakwater bagian belakang.
2. Hubungan Periode Datang Terhadap Transmisi
Gelombang Koefisien
Gambar 4.3 Hubungan Periode Gelombang (T) Dengan Koefisien Transmisi (Kt)
Pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa nilai koefisien transmisi berbanding lurus dengan periode gelombang datang. Semakin besar periode gelombang datang maka nilai koefisien transmisi akan semakin besar. Jadi floating breakwater akan dapat mereduksi gelombang dengan besar jika periode gelombang datang kecil. Hasil dari pengujian di atas mempunyai kemiripan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Heng L.C (2006), yang melakukan pengujian terhadap stepped slope floating breakwater dengan variasi T 0.6 s/d 1.4. Hasil dari penelitian tersebut dibandingkan dengan hasil dari penulis seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3. berikut ini.
Gambar 4.3. Perbandingan pengaruh periode terhadap koefisien transmisi hasil pengujian dengan eksperimen Heng L (2006) untuk konfigurasi 3
Gambar 4.3 terlihat kecenderungan hubungan periode terhadap koefisien transmisi hasil pengujian yang hampir sama dengan yang diperlihatkan oleh Heng yakni stepped slope floating breakwater dengan spesifikasi panjang 80 cm, lebar 25 cm, tinggi 13 cm dan ditambat dengan pile pada kedalaman 20 cm. Dari gambar diatas diketahui bahwa kinerja dalam mereduksi gelombang, floating breakwater Heng dengan nilai Kt yang berkisar 0.107-0.685 lebih bagus dari pada floating breakwater hasil penelitian penulis dengan nilai Kt berkisar 0.43-0.62. Dari analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa gelombang dengan periode panjang akan mempunyai nilai koefisien transmisi yang semakin besar. 5. KESIMPULAN 1. Nilai koefisien transmisi berbanding terbalik dengan lebar floating breakwater. Semakir lebar floating breakwater maka kinerjanya akan semakin baik dalam mereduksi gelombang 2. Kinerja floating breakwater dalam mereduksi gelombang paling baik adalah susunan 3 baris (konfigurasi3) dengan nilai Kt terkecil 0.43 DAFTAR PUSTAKA Bhattacharyya, R. 1978. Dynamic of Marine Vehicles. John Wiley and sons Inc., New York.
Bruce L. McCartney. 1985. “Floating Breakwater Design” Journal of Waterway, Port, Coastal and Ocean Engineering, Vol. I l l , No. 2. Carver, R. D. “Floating Breakwater Wave-Attenuation Tests for East Bay Marina, Olympia Harbor, Washington; Hydraulic Model Investigation.” Technical Report HL-79-13, U.S. Army Engineer Waterways Experiment Station, CE, Vicksburg, Miss., July, 1979 Dong, G.H., et al. 2008. “ Experiment on Wave Transmission Coeficient of Floating Breakwater”, Dalian University of Technology,Ocean Engineering Vol. 35, Elsevier,China. Fousert, M. W. 2006. “Floating Breakwater Theoretical Study of Dynamic Wave Attenuating System”, Final Report Of The Master Thesis, Delft University of Technology, Faculty of Civil Engineering and Geoscience, Delft. Hughes, S.A.1993. “Physical Models and Laboratory Techniques in Coastal Engineering”, Coastal Engineering Research Center, USA. Murali, K., & Mani, J.S., Performance Of Cage Floating Breakwater, ASCE PIANC. 1994. “Floatings Breakwater A Practical Guide for Design and Construction”, Report of Working Group No.13 of The Permanent Technical Comitte II, Brussel, Belgium. Pierson, et al. 1953, “On the Motion of Ships in Confused Seas”, Transaction of SNAME, Vol. 61 Priadi T.H, dkk.1988, Parameterisasi Sistem Peredaman Energi Gelombang dengan Pemecah Gelombang Apung, Seminar Hidraulika dan Hidrologi Wilayah Pantai, PAU Ilmu Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Rochani, Imam. 2007, Kajian Numerik Perancangan Struktur Bangunan Peredam Gelombang Terapung, Jurusan Teknik Kelautan, FTKITS. Tazaki, et al. 1975, “Floating Breakwater”, United States Patent, Tokyo Japan.
Triatmodjo,Bambang. 1999, Teknik Pantai, Beta Offset, Yogyakarta. Tsinker,Gregory P. 1995, Marine Structures Engineering: Specialized Application, An International Thomson publishing Company, NewYork.