Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
STRATEGI PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU RAWA DI KALIMANTAN SELATAN (Swamp Buffalo Development Strategy in South Kalimantan) A. HAMDAN, E.S. ROHAENI, A. SUBHAN dan R. QOMARIAH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 70711
ABSTRACT The main problem encountered in the business of buffalo are the low productivity and the limited of grazing land. This situation must be anticipated because its not can have a negative impact on the development of swamp buffalo in the future. Buffalo population growth over the last five years (2004-2008) is approximately 3.21% per year, while the slauthered rate of 5.13% per year. This paper aims to provide direction and development strategic of swamp buffaloes in South Kalimantan the survey is carried on the development of swamp buffaloes in the district of the Upper North River, the Upper Middle River, Upper South River and Barito Kuala involving farmers and (on farm). Primary data obtained by direct observation, interviews and secondary data obtained from government agencies. The swamp buffalo development strategy is analyzed by SWOT considering the internal and external environment. Internal environment of the elements identified were the strength (Strength) and weaknesses (Weaknes), while the external environment are opportunities (Opportunities) and threats (Threats). Swamp buffalo development strategies adapted to the local potential and supported by good technology (feeding, breeding, and management). The development strategy requires a serious attention from the government in a consistent and intensive. Key Words: Buffalo, Nurseries, SDBB, MCDS, Field Laboratory, Field Study ABSTRAK Masalah utama yang dihadapi pada usaha ternak kerbau adalah rendahnya produktivitas dan semakin terbatasnya luas penggembalaan. Keadaan ini apabila tidak segera diantisipasi tentunya berdampak negatif pada perkembangan kerbau rawa di masa mendatang. Pertumbuhan populasi ternak kerbau selama lima tahun terakhir (2004-2008) rata-rata sekitar 3,21% per tahun, sementara itu tingkat pemotongan sebesar 5,13% per tahun. Makalah ini bertujuan memberikan arah dan strategi pengembangan ternak kerbau rawa di Kalimantan Selatan. Kegiatan ini dilakukan pada daerah pengembangan ternak kerbau rawa di Kalimantan Selatan meliputi; Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan dan Barito Kuala dengan cara survei dan melibatkan peternak kerbau rawa (on farm). Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung, wawancara, dan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Pemerintahan Desa, Kecamatan, Kabupaten dan dinas terkait. Untuk menyusun strategi pengembangan kerbau rawa dilakukan analisis SWOT dengan mempertimbangkan lingkungan internal dan eksternal, dari lingkungan internal yang diidentifikasi adalah unsur kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weaknes), sedangkan lingkungan eksternal adalah peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats), selanjutnya disusun strategi pengembangan kerbau rawa. Kalimantan Selatan dengan sumberdaya alam dan ternak kerbau rawa yang dimiliki merupakan potensi yang perlu dijaga dan dikembangkan sebagai kekayaan plasma nutfah, sumber pendapatan dan alternatif pencapaian swasembada daging. Strategi pengembangan kerbau rawa disesuai dengan potensi daerah dan didukung oleh teknologi baik (pakan, bibit, dan manajemen). Perlu perhatian serius dari pemerintah secara konsisten dan intensif. Kata Kunci: Kerbau, Pembibitan, PSDSK, SDMC, Laboratorium Lapangan, Sekolah Lapangan
PENDAHULUAN Kerbau rawa merupakan salah satu komoditas ternak ruminansia spesifik lokasi
yang dimiliki dan berkembang di Provinsi Kalimantan Selatan. Keberadaan ternak ini patut untuk dijaga kelestariannya sebagai salah satu plasma nutfah dan mendukung program
115
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
swasembada daging nasional. Perkembangan ternak kerbau rawa memerlukan perhatian khusus mengingat peran ternak kerbau khususnya di Kalimantan Selatan yaitu sebagai penghasil daging, memiliki fungsi sosial yang tinggi, sumber pendapatan, tabungan dan komoditas agrowisata (ROHAENI et al., 2007a). Disamping itu, kondisi sosial ekonomi masyarakat dewasa ini cenderung melahirkan ketidak harmonisan interaksi antara kerbau dengan lingkungannya. Hal ini erat kaitannya dengan pola pemeliharaan kerbau rawa dengan cara digembalakan di rawa-rawa secara berkelompok sepanjang hari, sementara pemanfaatan lahan semakin intensif seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, sehingga ketersediaan areal untuk padang penggembalaan ternak semakin semakin terbatas. Keadaan ini tentunya akan menimbulkan berbagai ekses negatif yang mendorong semakin tidak kondusifnya perkembangan ternak kerbau dan secara nyata berpengaruh negatif terhadap populasi. Penyebaran ternak kerbau rawa di Kalimantan Selatan tersebar hampir di semua kabupaten dengan tingkat populasi yang berbeda. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan memperlihatkan bahwa pertumbuhan populasi ternak kerbau selama lima tahun terakhir (periode 2004 – 2008) rata-rata sekitar 3,21% per tahun, sementara itu tingkat pemotongan sebesar 5,13% per tahun. Populasi ternak kerbau tertinggi terdapat di Kabupaten Kotabaru dan Hulu Sungai Utara yaitu masing-masing mencapai 16.588 ekor dan 8.207 ekor dengan kontribusi produksi berupa daging sebesar 17,52 dan 15,31% menyusul kabupaten lainnya (DISNAK PROVINSI KALSEL, 2008). Kenyataan ini menunjukkan bahwa permasalahan utama pengembangan ternak kerbau di Propinsi Kalimantan Selatan adalah ancaman pengurasan populasi. Untuk mengurangi dampak negatif dari permasalahan tersebut maka diperlukan strategi pengembangan yang terencana dan sistematis. Berdasarkan persediaan dan kebutuhan pakan yang ada, Provinsi Kalimantan Selatan mempunyai potensi yang cukup tinggi untuk pengembangan ternak ruminansia, yaitu sebesar 870.705 ekor (HAMDAN dan ROHAENI, 2007). Makalah ini bertujuan memberikan sumbang saran mengenai strategi pengembangan ternak
116
kerbau rawa di Kalimantan Selatan dan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pengembangan usaha ternak kerbau rawa sebagai bahan pertimbangan/ masukan/alternatif program pengembangan usaha peternakan kerbau rawa di Kalimantan Selatan yang pada akhirnya bermuara pada meningkatnya pendapatan asli daerah (PAD). MATERI DAN METODE Kegiatan ini dilakukan pada daerah pengembangan ternak kerbau rawa di Kalimantan Selatan meliputi; Kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan dan Barito Kuala dengan cara survei dan melibatkan peternak kerbau rawa (on farm). Data primer diperoleh dengan cara pengamatan langsung, wawancara, dan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Pemerintahan Desa, Kecamatan, Kabupaten dan dinas terkait. Untuk menyusun strategi pengembangan kerbau rawa dilakukan analisis SWOT dengan mempertimbangkan lingkungan internal dan eksternal, dari lingkungan internal yang diidentifikasi adalah unsur kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weaknes), sedangkan lingkungan eksternal adalah peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats), selanjutnya disusun strategi pengembangan kerbau rawa. Potensi wilayah Kalimantan Selatan memiliki luas wilayah dengan luas 37.377 km2 dan terdiri dari 11 kabupaten dan 2 kota (DISNAK KALIMANTAN SELATAN, 2008). Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa penyebaran kerbau rawa pada 4 kabupaten di Kalimantan Selatan (Tabel 1). Kabupaten Hulu Sungai Utara memiliki luas wilayah 2.771 km2, Hulu Sungai Tengah 1.472 km2, Hulu Sungai Selatan 1.703 km2, dan Barito Kuala 2.997 km2. Berdasarkan luas wilayah tersebut terlihat bahwa Kabupaten Batola mempunyai wilayah terluas dan yang tersempit diantara empat kabupaten adalah HST. Wilayah pemeliharaan kerbau rawa merupakan daerah rawa yang tergenang air hampir 6 bulan/tahun. Kondisi ini menyebabkan kerbau rawa yang ada menjadi pandai berenang.
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Tabel 1. Daerah penyebaran kerbau rawa di 4 kabupaten lokasi pengkajian Kabupaten
Kecamatan
Desa
Hulu Sungai Utara
Danau Panggang
Bararawa Sapala Pal Batu Ambahai Tampakang Paminggir Paminggir Seberang
Hulu Sungai Tengah
Labuan Amas Utara
Sungai Buluh Mantaas Rantau Bujur
Hulu Sungai Selatan
Daha Utara
Teluk Haur Hamayung Pandak Daun Paharangan Hamayung
Daha Selatan
Bajayau Baru Bajayau Lama
Barito Kuala
Kuripan
Tabatan Tabatan Baru
Masalah pengembangan Hasil pertemuan dan wawancara yang dilakukan dengan petani di lokasi pengembangan kerbau rawa diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam beternak kerbau, yaitu: 1. Areal padang penggembalaan yang terbatas dan berkurang akibat bertambahnya jumlah penduduk, pergeseran penggunaan lahan menjadi lahan usahatani, terutama di Kabupaten HSS dan HST sebagian kecil di HSU dan Batola. Alternatif yang mungkin dilakukan yaitu melakukan pengaturan areal padang penggembalaan, menanam hijauan pakan ternak, pemberian pakan alternatif yang memanfaatkan pakan lokal sehingga harganya murah dan kandungan gizi sesuai kebutuhan, perbaikan manajemen pemeliharaan(dari ekstensif ke semi intensif).
2. Ketersediaan hijauan sangat tergantung musim, dan adanya hama (ulat dan keong mas) terutama terjadi di HSS, HSU, HST. Alternatif pemecahan yang dapat ditempuh yaitu melakukan memberantas hama, dan melakukan penanaman hijauan untuk pakan ternak. 3. Rendahnya produktivitas akibat rendahnya kualitas pakan, penurunan mutu bibit, inbreeding dan manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Pemecahan masalah yang mungkin dilakukan perlunya ditingkatkan pembinaan dan penyuluhan bagi petani kerbau tentang budidaya (pakan, penyakit), perlunya pejantan bermutu yang ditinjau dari beberapa segi misalnya umur, keturunan dan performens dan pencegahan penyakit. 4. Lokasi pemeliharaan ternak kerbau yang cukup jauh menyebabkan sulitnya akses untuk mendapatkan penyuluhan dan pencegahan/pengobatan penyakit. Menurut PUTU et al. (1994), dari beberapa penelitian yang telah dilakukan bahwa faktor utama yang mempengaruhi rendahnya peningkatan populasi ternak kerbau yaitu rendahnya performans reproduksi sehingga mempengaruhi kemampuan produksinya. Selanjutnya disebutkan bahwa ternak kerbau lambat dewasa kelamin, panjangnya atau lamanya periode berahi kembali setelah beranak, masa kebuntingan yang panjang, dan gejala berahi yang sulit untuk dideteksi. Menurut SOEDARSONO (1993) dalam PUTU et al. (1994) bahwa sulitnya mengetahui gejala berahi kerbau karena posisi vagina bagian depan lebih rendah dibandingkan dengan vagina bagian belakang sehingga lendir tidak bisa keluar dengan bebas saat berahi. Strategi pengembangan Strategi pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan analisis SWOT dengan mempertimbangkan faktor lingkungan internal meliputi unsur kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknes), sedangkan faktor eksternal adalah peluang (opportunities) dan ancaman (threats).
117
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Kekuatan (strengths)
Kelemahan (weaknesses)
Ternak kerbau rawa diusahakan secara turun temurun dan menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat dengan kondisi alam berawa-rawa. Bagi peternak kerbau rawa, kerbau mempunyai peran yang besar terhadap perekonomian keluarga, dimana sebagian besar usaha ini merupakan usaha utama keluarga (ROHAENI et al., 2007). Kabupaten HSU, HST, HSS dan Barito Kuala merupakan daerah yang mempunyai luasan lahan yang berpotensi sebagai tempat untuk berkembangnya ternak kerbau rawa, dikarenakan Kabupaten tersebut memiliki luasan lahan rawa/lebak yang cukup luas. Hal ini memang sesuai dengan habitat hidup kerbau yang tidak hanya suka tapi juga merupakan suatu kebutuhan hidup memerlukan air untuk berkubang. Jenis hijauan pakan ternak yang tumbuh dan berkembang di lahan rawa sebagian besar adalah sama pada setiap lokasi pengembangan kerbau rawa (ROHAENI et al., 2007b). Kerbau memiliki kemampuan mencerna pakan berkualitas rendah yang lebih efesien dari pada sapi. Hal diduga erat kaitannya dengan lambannya gerakan makanan didalam saluran pencrnaan kerbau sehingga makanan tersebut dapat diolah lebih lama dan penyerapan zat gizinya akan lebih banyak (RIANTO et al. 2005). Pada lahan rawa yang ada banyak tumbuh berbagai jenis rumput dan hijauan rawa yang merupakan pakan untuk kerbau. Memiliki sumberdaya manusia (peternak) berupa pengalaman beternak yang cukup lama berkisar antara 15 – 22 tahun (untuk empat kabupaten). Beternak kerbau merupakan sumber pendapatan bagi penduduk yang mengusahakan. Hal ini menunjukkan suatu peran penting dari kerbau rawa karena telah diusahakan sebagai usaha utama bagi pemilik atau yang mengusahakannya. Pemasaran kerbau dinilai tidak mengalami permasalahan dari sudut pandang penjualan, hal ini ditunjukkan dengan mudahnya petani utuk menjual kerbau kapanpun dan berapapun jumlahnya. Harga dinegosiasikan antara penjual dan pembeli dengan keesepakatan, hal ini menunjukkan bahwa kerbau rawa mempunyai akses pasar yang mudah.
Produktivitas kerbau relatif rendah atau bahkan cenderung menurun. Hal ini sebagai akibat dari perkawinan inbreeding yang terus menerus sehingga mempengaruhi terhadap produktivitas. Penggunaan pejantan muda untuk mengawini induk juga merupakan hal yang umum dilakukan petani, hal ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Pejantan yang cukup umur lebih banyak dijual sebagai sumber pendapatan keluarga. Lokasi berkembangnya kerbau rawa adalah pada daerah rawa yang relatif terpencil, kecuali di Kecamatan Daha Utara, HSS dan HST) namun hal ini dapat menimbulkan masalah baru yaitu semakin sempitnya padang penggembalaan kerbau sebagai akibat perubahan tataguna lahan menjadi pemukiman dan lahan pertanian. Ketersediaannya hijauan pakan ternak sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim hujan memang pakan lebih banyak tumbuh, tapi hujan yang berkepanjangan yang mengakibatkan banjir juga menimbulkan masalah yaitu rumput menjadi ada di dalam air dan kerbau sulit untuk menjangkau atau memakannya. Pada musim kemarau yang panjang juga menimbulkan masalah yaitu menyebabkan hijauan mati kekeringan sehingga kerbau kekurangan pakan. Kelemahan lain yang dihadapi yaitu adanya hama pada pakan berupa keong mas dan ulat yang memakan tanaman rumput. Kematian anak relatif tinggi pada anak juga merupakan salah satu kelemahan yang dihadapi dalam beternak kerbau. Kematian dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah penyakit dan kekurangan pakan. Penyakit yang umum menyerang kerbau yaitu penyakit cacing dan penyakit hati rusak/hancur. Masalah kekurangan pakan yang berkepanjangan ini dapat menyebabkan kematian walaupun secara tidak langsung. Ternak yang kekurangan pakan akan menimbulkan daya tahan menurun sehingga lebih mudah terkena penyakit. Tingkat pemotongan ternak kerbau juga dinilai relatif tinggi, hal ini perlu harus diperhatikan dengan lebih ketat lagi. Kelemahan lain yang ditemui yaitu kurang optimalnya kelembagaan yang ada (kelompok, koperasi atau lainnya), hal ini berpengaruh
118
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
terhadap informasi dan inovasi-inovasi baru yang dapat masuk. Hal lain yaitu adanya sifat kurang terbukanya petani akan teknologi, hal ini mungkin karena kurangnya pembinaan dan penyuluhan dan jauhnya lokasi yang saling terkait dan berpengaruh. Permodalan juga merupakan salah satu kelemahan petani dalam melakukan usahatani kerbau. Peluang (opportunities) Faktor-faktor eksternal yang dipandang sebagai peluang (opportunities) yaitu ketersediaan teknologi, permintaan daging meningkat, program swasembada daging dan pengembangan obyek wisata. Lembaga penelitian dan Universitas merupakan institusi yang banyak menghasilkan teknologi, diantaranya dapat dimanfaatkan untuk kerbau baik dari aspek breeding, feeding dan manajemen. Pemanfaatan teknologi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas, misalnya dengan seleksi, kawin silang, Inseminasi Buatan (IB), perbaikan pakan melalui pemberian pakan tambahan, UMMB (urea molases mulinutrien block), budidaya hijauan, pemanfatan limbah pertanian dan perbaikan manajemen dalam hal pencegahan dan penanganan penyakit, kandang dan lain-lain. Selain itu seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka permintaan akan pangan ikut meningkat termasuk daging. Tantangan (threats) Faktor tantangan (Treats) yaitu adanya perubahan tataguna lahan akibat perluasan areal tanam. Kerbau rawa yang diusahakan oleh petani dilakukan secara ekstensif, cara ini memerlukan luasan lahan yang besar. Lahan yang ada digunakan sebagai padang penggembalaan tempat kerbau mencari pakan dan beraktivitas. Perubahan tataguna lahan sangat berpengaruh terhadap hijauan yang dapat dikonsumsi oleh kerbau sehingga menimbulkan masalah baru yaitu kerbau kurangan pakan, daya tahan turun, penyakit lebih mudah menyerang dan dapat pula menimbulkan kematian. Perubahan tataguna lahan terutama terjadi di Kabupaten HSS (Daha Utara) dan HST (Labuan Amas Utara), yang semula digunakan
sebagai tempat padang penggembalaan beralih menjadi areal tanaman pangan dan hortikultura. Perubahan tataguna lahan ini tidak hanya menimbulkan menyempitnya areal padang penggembalaan, tapi juga adanya perselisihan antara pemilik kerbau dengan petani sekitar, misalnya ada kerbau yang masuk areal pertanian dan memakan tanaman yang ada, kejadian ini harus diselesaikan melalui ganti rugi, besarnya ganti rugi ditentukan oleh yang mempunyai tanaman. Strategi pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan dengan metode analisis SWOT seperti tertera pada Tabel 2. Berdasarkan data tersebut dapat dirumuskan beberapa strategi pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan, yaitu: 1. Percepatan adopsi teknologi melalui proses litkaji/diseminasi. 2. Program pengembangan kerbau rawa agar mendapat prioritas baik dari pemerintah pusat maupun daerah (konsisten). Pembinaan/penyuluhan dari instansi terkait yang lebih intensif dalam hal budidaya dan kelembagaan. Strategi progresif SO (memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang) Pengembangan kerbau harus sesuai dengan potensi daerah yang didukung oleh teknologi maju baik dari sudut pakan, bibit, dan manajemen dan pengembangan objek wisata. Strategi antisipatif ST (memanfaatkan kekuatan untuk menghadapi ancaman) 1. 2.
Meningkatkan efisiensi usahatani Diversifikasi HMT
Strategi stabilitasi WO (meminimumkan kelemahan untuk meraih peluang) 1. 2.
3.
Percepatan adopsi teknologi melalui proses litkaji/diseminasi. Program pengembangan kerbau rawa agar mendapat prioritas baik dari pemerintah pusat maupun daerah (konsisten). Pembinaan/penyuluhan dari instansi terkait yang lebih intensif dalam hal budidaya dan kelembagaan.
119
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
Tabel 2. Strategi prioritas pengembangan kerbau rawa berdasarkan analisis SWOT Faktor internal dan faktor eksternal
O
T
Ketersediaan teknologi
Perubahan tataguna lahan
Permintaan daging meningkat Swasembada daging Pengembangan objek wisata S
Potensi lahan
Strategi SO
Strategi ST
Pengalaman beternak
Meningkatkan efisiensi usahatani
Akses pasar mudah
Pengembangan kerbau sesuai dengan potensi daerah dan didukung oleh teknologi maju baik dari sudut pakan, bibit, dan manajemen
Produktivitas relatif rendah
Strategi WO
Strategi WT
Pembinaan dan penyuluhan kurang
Percepatan adopsi teknologi melalui preses litkaji/diseminasi
Memperbaiki kinerja kelembagaan
Kelembagaan kurang optimal
Program pengembangan kerbau rawa agar mendapat prioritas baik dari pemerintah pusat maupun daerah (konsisten)
Memanfaatkan sumberdaya lahan/ pertanian dengan optimal
Sumber pendapatan
W
HMT tergantung musim Lokasi terpencil Adanya hama HMT
Diversifikasi HMT
Pembinaan/penyuluhan dari instansi terkait yang lebih intensif dalam hal budidaya dan kelembagaan
Kematian ternak tinggi Petani kurang terbuka terhadap teknologi Tingkat pemotongan tinggi Permodalan
Strategi defensif WT pengaruh ancaman)
(meminimalisasi
Memperbaiki kinerja kelembagaan dan memanfaatkan sumberdaya lahan atau pertanian dengan optimal.
adopsi teknologi, pembinaan/penyuluhan dalam hal budidaya dan kelembagaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan/pertanian melalui teknologi perbaikan dan pengolahan pakan alternatif terutama untuk mengantisipasi kekurangan pakan akibat daya dukung lahan atau akibat musim.
KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA
Kalimantan Selatan dengan sumberdaya alam dan ternak kerbau rawa yang dimiliki merupakan potensi yang perlu dijaga dan dikembangkan sebagai kekayaan plasma nutfah, sumber pendapatan dan alternatif pencapaian swasembada daging. Strategi pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan harus sesuai dengan potensi daerah dan didukung oleh teknologi maju baik dari sudut pakan, bibit, dan manajemen. Hal ini dapat dicapai dengan perhatian serius dari pemerintah secara konsisten dan intensif melalui percepatan
120
DISNAK KALIMANTAN SELATAN. 2008. Data Base Peternakan. Dinas Peternakan Kalimantan Selatan. Banjarbaru. HAMDAN, A. dan E.S. ROHAENI. 2007. Potensi dan Peluang Pengembangan Ternak Kerbau di Kalimantan Selatan. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22 – 23 Juni 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 77 – 82.
Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2011
PUTU, I.G., M. SABRANI, M. WINUGROHO, T. CHANIAGO, SANTOSO, TARMUDJI, A.A. SUPRIYADI dan P. OKTAPIANA. 1994. Peningkatan Produksi dan Reproduksi Kerbau Kalang pada Agroekosistem Rawa di Kalimantan. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak Bogor Bekerjasama dengan P4N. RIANTO E. N. MURYANTI DAN L. PURBOWATI.2005. Retensi Protein Pada Kerbau Muda Jantan Yang Mendapat Ampas Bir Sebagai Pengganti Konsentrat. Pros. Semnas AINI V, Malang, Hlm. 295-307
ROHAENI. E.S., M. SABRAN dan A. HAMDAN. 2007a. Potensi, peran dan permasalahan beternak kerbau di Kalimantan Selatan. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22 – 23 Juni 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 59 – 69. ROHAENI. E.S., R. QOMARIAH dan A. SUBHAN. 2007b. Potensi Hijauan Sebagai Pakan Utama Ternak Kerbau di Kalimantan Selatan. Pros. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau. Jambi, 22 – 23 Juni 2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 70 – 76.
DISKUSI Pertanyaan: 1.
Penjualan kerbau potong betina ukuran, umur, bobot badan?
2.
Penjualan hasil samping?
3.
Cara pemasaran
4.
Berapa harga penjualan?
Jawaban 1.
Paling tua 2 tahun ± 250 – 300 kg, tidak melihat umur, yang pasti ketika betina tersebut beranak dan setelah 2 tahun dari beranak terakhir tidak bunting akan dijual, rata-rata masa beranak sekitar 15 tahun.
2.
Belum dilakukan.
3.
Pedagang pengumpul datang ke lokasi dari Kaltim dan Kalteng, melakukan penawaran dan pembelian.
4.
Harga 6,5 sampai 8 juta (Bobot hidup jantan)
121