Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015
Strategi Pengembangan Standarisasi pada UMKM Gula Aren di Kalimantan Selatan Hesty Heryani*, Agung Nugroho* dan Thresye** *Prodi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian Unlam,Jl. Ahmad Yani KM 36, Banjarbaru 70714,Indonesia ** Prodi Matematika, Fakultas MIPA Unlam, Jl. Ahmad Yani KM 36, Banjarbaru 70714,Indonesia Email :
[email protected]
ABSTRAK Kalimantan Selatan memiliki pertanaman aren 1.442 ha (2% dari luasan aren di Indonesia). Pertanaman aren terluas di Kabupaten Balangan mencapai 30% dan HST mencapai 26%. Potensi di dua wilayah tersebut perlu ditingkatkan dalam proses pengolahan produk terutama dari sisi kemurnian dan kesesuaian dengan SNI serta penggunaan dalam produk kuliner mengacu Standarisasi ASEAN. Metode pengumpulan data dengan wawancara beserta pengisian kuesioner dan observasi langsung kelapangan, yang dilanjutkan dengan analisis SWOT. Uji laboratorium dilakukan untuk mutu aren. Hasil menunjukkan para Petani sudah mengembangkan diri dalam bentuk usaha mikro. Dari 72 responden sebagai sampel, sebesar 41%, petani aren produktif berada pada usia 45-55 tahun, dengan pendidikan masih tergolong rendah (SD), akan tetapi penghasilan mereka per bulan melebihi UMPKalsel (Rp. 1.870.000,-) sebanyak 84% dari total responden. Sebanyak 97,2% petani sudah menerapkan standar walaupun kualitas penerapannya masih pada kisaran 30%-55%. Hasil analisa SWOT berada pada Kuadran I berarti perlu dilakukan upaya progresif. Strategi yang diterapkan adalah meningkatkan kualitas SDM dengan pelatihan dan pendampingan (hulu-hilir), mengoptimalkan kearifan lokal untuk menghasilkan produk inovatif berstandar, menjaga orisinalitas produk untuk meningkatkan added value sertaPemerintah dan Industri segera memfasilitasi/mendirikan IKM sehingga standarisasi berkelanjutan. Kata kunci: added value; SWOT; UMKM; standarisasi; UMP
ABSTRACT More than 1.400 ha of wetlands in South Kalimantan Province are grown by sugar palm (Arengapinnata). Balangan and HST (Central Hulu Sungai) are the regencies with the widest area of sugar palm (30% and 26%, respectively). Potency of those two regencies as production center of palm sap should be optimized, especially on the aspects of production standardization, either national or ASEN standardizations. Interview method with questionare and field observation were performed in this study. SWOT was also used to analyse the observed facts and data. The result showed that the some farmers or palm sap producers had good iniative to create some micro interprises. From a total of 72 palm sap farmers interviewed during this study, 41% of them were in the productive age. Although most of them only graduated from elementary school level, their monthly income were higher than minimum standar of regional salary (1.8 million rupiahs). More than 97% of the farmers had applied quality standardization, although the actual product quality was still under 55%. SWOT analysis showed that this business progress was still in first quadrant. It means, a progressive effort should be done to improve some quality indicators. Several strategies had been arranged to improve the quality aspect, i.e. (1) improving the quality of human resources, (2) optimizing the local wisdom in the efforts to produce innovative and good quality products, (3) maintaining the originality of the products on order to increase the added value, and (4) the government should assist and facilitate the farmers to create micro or small interprises with sustainability. Keywords: added value, SWOT, UMKM, standardization, UMP.
PENDAHULUAN Sebagai negara yang beriklim tropis, tanaman aren dapat dijumpai di beberapa daerah. Perkembangan perkebunan aren di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 1992 luas area dari perkebunan tanaman aren mencapai 28.612 ha dan terus meningkat hingga 60.761 ha pada tahun 2005 (Deptan, 2008). Peningkatan luas area ini diikuti pula oleh
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-211
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 peningkatan kuantitas di bagian produksi, dari 17.437 ton pada tahun 1992 hingga mencapai 35.899 ton pada tahun 2005. Terjadi penambahan luas tanaman yang sangat signifikan dikarenakan adanya peremajaan. Luas tanam khusus untuk Kalimantan Selatan terjadi peningkatan mencapai 172,54% (dari 1.442 Ha menjadi 2.488 Ha) dengan produksi mencapai 3.187 ton (KSDA, 2014). Tabel 1 menyajikan potensi arem dilihatdari luas areadan produksi di Kalimantan Selatan. Tabel 1. Data Luas Area Perkebunan dan Produksi Aren Kalimantan Selatan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2013 No.
Kabupaten/Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Tabalong Balangan Hulu Sungai Utara Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Selatan Tapin Tanah Laut Kotabaru Tanah Bumbu Banjar Barito Kuala Banjarbaru Banjarmasin Total
Produksi (ton) 1,351.00
Luas Area (ha) 325.00 733.00 -
391.00 -
649.00 251.00 49.00 83.00 123.00 23.00 252.00 2,488.00
842.00 163.00 1.00 12.00 73.00 14.00 358.00 3,205.00
Sumber : Dinas Perkebunan, Kalimantan Selatan 2014.
Tanaman aren mempunyai turunan dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal sebagaimana disajikan pada pohon industri aren Gambar 1.
Akar
Arak Akar
Industri Obat
Industri Alat Rumah Tangga/Bangunan Batang
Industri Makanan
Sagu
Industri Lem Industri Rokok Aren
Daun Industri Botol
Bunga
Nira
Gula Aren
Buah
Kolang-kaling
Industri Makanan dan Minuman Industri Makanan
Gambar 1. Pohon Industri Aren.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-212
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Aren selain dimanfaatkan sebagai tanaman penghasil nira untuk produksi gula merah, bagian tanaman aren lainnya dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak (parutan batang pohon aren), daunnya dianyam dan dijadikan sebagai atap (rumbia) dan serabut pohonnya dijadikan kerajinan sapu serta filter dalam proses penjernihan air.Produk turunan dan peremajaan aren yang telah dilakukan instansi terkait bersama masyarakat, layak menjadikan tanaman ini untuk diperhitungkan sebagai industri agro yang memiliki potensi ekspor. Khusus untuk produk gula fungsional, setelah dilakukan rekayasa proses dengan menambahkan kehandalan kandungan bioaktif yang terdapat pada berbagai tanaman berkhasiat obat ‘SukuDayak Kalimantan’ menjadi produk gula aren dengan fungsi khusus yang disebut dengan gula aren fungsional. Untuk mengamankan produk secara general dan dalam kontek ini komoditas gula yang merupakan bagian dari industri prioritas nasional, agar dapat memenuhi permintaan konsumen tanpa stok berlebih atau kekurangan diperlukan sebuah sistem yang terstandar. Sebuah standarisasi sangat dibutuhkan untuk keamanan dan kepastian dari produsen ke konsumen, terutama terkait rantai pasok (supply chain). Pada UMKM gula aren di Kalimantan Selatan, pengembangan standarisasi dimaksudkan untuk (1) menetapkan, melaksanakan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen keamanan produk dari hulu hingga hilir, (2) memastikan produk sesuai dengan kebijakan manajemen keamanan, (3) memberikan kinerja kesuaian produk sebagai contoh pengembangan UMKM lain, (4) mengupayakan registrasi/sertifikasi sistem manajemen keamanannyadari lembaga relevan yang terakreditasi, (5) berani menyatakan diri sudah berkesesuaian dengan standar.Mengingat saat ini masuk era MEA dan perdagangan global, maka support produk dalam makanan dan minuman serta aneka kuliner dalam rangka pengamanan dan pengembangan standar perlu diperhatikan. Kekhususan kajian adalah pada penerapan Standar Pelayanan Makanan dan Minuman ASEAN (SNI Valuasi, 2013). Strategi lainnya yang diberlakukan untuk pengembangan yang terkait pelayanan dan supply chain perlu diketahui dan disosialisasikan dengan baik bagi pelaku usaha/industri. Beberapa payung standar yang secara umum menggabungkan persyaratan dalam setiap inisiatif rantai pasok seperti ISPS Code IMO (International Maritim Organization), C-TPAT (Amerika Serikat), AEO (uni Eropa), Singapore-STP, Caanada-FAST, Australia-Frontline, New Zealand-SEP dan TAPA ISO 28000. Pemerintah Provinsi Kalsel, pada Peta Potensi Industri Agro 2015 telah memasukan komoditas aren dalam long list 10 potensi industri agro yang dikembangkan sesuai Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN). METODE Lokasi penelitian mengambil dua titik lokus yang berada di Banua Enam, Provinsi Kalimantan Selatan. Sumber data dari data sekunder, kuesioner dan hasil expert judgment. Penelitian dilakukan dari Maret-Juli 2015. Proses pengumpulan data dari UMKM yaitu dengan wawancara dan penggalian data atau informasi menggunakan kuisioner terhadap pelaku usaha dan Instansi terkait. dilakukan wawancara mendalam dengan informan yaitu pihak-pihak yang berkepentingan (Stakeholder)serta para expert yang bergerak di bidangnya untuk memberikan penilaian atas beberapa kondisi potensial dalam strategi pengembangan standarisasi produk gula aren, seperti aspek lingkungan internal dan eksternal UMKM gula aren. Lingkungan internal meliputi sumber daya manusia, barang, proses, harga, promosi, dan empat untuk saluran distribusi. Aspek lingkungan eksternal meliputi ekonomi, sosial budaya, politik dan pasar. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive sampling dan judgmentsampling. Pada penelitian ditetapkan 72 responden dari Pelaku usaha dan Instansi relevan. Analisis SWOT mengacu pada data yang diperoleh dari Tokoh Masyarakat/Kepala Desa, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Perindustrian Energi dan Pertambangan dan Dinas Perdagangan Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah. Analisis statistik menggunakan SPSS 17. Selain itu juga dilakukan analisis SWOT untuk penentuan alternatif strategi.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-213
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Karakterisasi UMKM Tahapan identifikasi dilakukan dengan penilaian terhadap kondisi pengrajin gula aren yang menjadi sampel. Analisis ini mencakup deskripsi tentang proses pengolahan gula aren dari persiapan bahan baku sampai penyimpanan hasil hingga pemasaran. Deskripsi yang dilakukan meliputi 6M yaitu Man, Material, Machine, Money, Management dan Methode (Pengolahan gula aren). Pengolahan gula aren (gula merah) di Lokus merupakan pekerjaan yang turun temurun dikerjakan oleh Pelaku Usaha. Mereka mengelola usaha dengan teknologi yang tradisional/sederhana (Gambar 2). Aren (umur 10-15 tahun)
Penyadapan nira pagi (Pukul 07.30-09.30)
Penyadapan nira sore (Pukul 15.30-17.30)
Pemanasan nira sampai mendidih Memasak nira sampai mengental (1-4jam)
Didinginkan sambil diaduk (±10 menit)
Pencetakan gula
Pengemasan gula
Gambar 2. Proses pengolahan gula aren di Petani Interval waktu dari pemanenan nira hingga pemasakan, dapat menyebabkan pH nira turun demikian juga dengan kadar brix. Penggunaan bumbung/tempat yang digunakan untuk menampung nira ada peluang terkontaminasi mikroba patogen. Bahan tambahan alami (laru) yang ditambahkan pada bumbung kurang terstandar. Alat tapis yang digunakan saat mengambil kotoran pada juruh (nira yang dimasak sekitar 1-2 jam) berbahan plastik non food grade dan berwarna (menggunakan pewarna non pangan). Kearifan lokal yang bisa diadopsi dalam strategi penerapan standar adalah kriteria nira sudah masak dan siap cetak. Untuk mengetahui apakah sudah siap dituang pada alat cetak dengan mengambil sedikit bahan yang dimasak lalu dituangkan kedalam air (sokri), jika sokri segera menggumapal berarti sudah masak. Kemudian didinginkan dengan diaduk-aduk selama delapan sampai sepuluh menit. Kemudian dituang kecetakan dan biarkan membeku dan dikemas. Menjalankan suatu kegiatan usaha dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat pengalaman pelaku usaha (SDM), jumlah produksi, serta beberapa faktor yang tercakup dalam 6M. Hasil identifikasi untuk umur pengrajin sebanyak 44% Petani produktif mengembangkan usaha aren pada usia 45-55 tahun. Untuk pendidikan masih terbilang rendah dimana 83% berpendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, sementara yang SLTA ke atas sebanyak 17%.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-214
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Kondisi pendidikan yang kurang mumpuni menyebabkan adopsi teknologi berjalan lamban. Akan tetapi di sisi lain bilamana mereka mengetahui harga jual tinggi karena berkualitas, maka mereka berlomba lomba untuk mengusahakannya. Jalan strategis menuju hal tersebut dengan dikembangkannya standarisasi. Jumlah anggota keluarga mereka tergolong kecil dengan jumlah per KK hanya berkisar 3-4 orang (56%), sehingga menungkinkan ekonomi keluarga bisa mencukupi. Di atas 78% Pelaku usaha memiliki jumlah pohon aren lebihdari 5 dan bahkan di tas sepuluh pohon produktif, sehingga usaha mikro yang dilakukan hingga saat ini terus berjalan dan memenuhi permintaan pasar hinnga provinsi lainnya. Sebanyak 45% produksi telah mencapai lebih dari 200 Kg per bulan, sementara 48% mencapai 150-200 Kg per bulan. Kondisi cuaca dapat menyebabkan turunnya produksi karena kesulitan panen. Kapasitas produksi akan mempengaruhi volume penjualan dan pendapatan pengrajin gula merah. Mengacu data Mei 2015, penghasilan pelaku usaha mikro sebanyak 84% sudah melebihi UMP Kalsel (Rp. 1.870.000) yaitu pada kisaran Rp. 2.000.000,- hingga Rp. 2.500.000,-. Kondisi pendapatan sangat berkorelasi dengan volume penjualan. Besarnya volume penjualan akan berpengaruh pada besarnya penerimaan pengrajin, berikut ini adalah besarnya volume penjualan yang dihasilkan oleh pengrajin gula aren (Tabel 2).Pendapatan terkecil responden yaitu Rp 1.080.000,- per bulan dan pendapatan tertinggi dari pengrajin responden mencapai Rp 5.400.000,- per bulan. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Pengrajin Berdasarkan Volume Penjualan per bulan di Lokus Volume Penjualan No Jumlah Pengrajin (orang) Persentasi (%) per bulan 1. Rp 1,000,000 - <2,000,000 11 16% 2. Rp 2,000,000 - ≥2,500,000 61 84% Total 72 100% Sumber: Analisis data primer
Peran Kelembagaan dalam Pengembangan Standarisasi Kelembagaan sangat berpengaruh pada keberhasilan pengrajin dalam mengelola usahanya, misalnya dalam hal distribusi bibit peremajaan baru, distribusi atau pemasaran gula aren ke pasar atau konsumen, akses permodalan, dan berbagai program fasilitasi untuk pengembangan standarisasi. Mengacu data yang diperoleh persentase terbesar mereka tergabung dalam koperasi(34%), sebagian kecil dengan adanya program pembinaan dari Unlam mereka sudah membentuk cluster serta mendapat pendanaan berupa kridit usaha dari perbankan (18%). Teknologi merupakan hal terpenting bagi setiap pelau usaha. Penerapan teknologi produksi yang baik dan berstandar sangat menentukan produk mampu bersaing di pasar nasional, regional dan bahkan global. akan berpengaruh pada berkembangnya usaha pengolahan gula aren. Kondisi awal sebelum pendampingan, teknologi produksi yang dilaksanakan pengrajin gula aren, mereka 100% tidak mengenal Teknologi Tepat Guna (TTG) dan sistem teknologi modern (teknologi fortifikasi dan nanoteknologi) tetapi dengan adanya pendampingan yang dilakukan kondisi mereka menjadi sebagaimana tersaji pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah dan Persentase Pengrajin Berdasarkan Teknologi yang Diterapkan No 1 2 3
Jenis Teknologi
Jumlah Pengrajin (orang) Penyadapan Nira
Sederhana 10 Tepat Guna 61 Modern 1 Total 72 Sumber: Analisis data primer
ISBN: 978-602-7998-92-6
Pembuatan Gula Aren
Pengemasan Gula Aren
10 61 1 72
10 61 1 72
B-215
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Saat ini wilayah pemasaran selain memenuhi kebutuhan lokal, juga untuk antar provinsi dan bahkan ada yang dipasarkan hingga ke Malaysia dan Arab Saudi. Tentunya produk yang sampai ke wilayah manca negara adalah yang sudah mengadopsi standar keamanan produk. Sistem pemasaran perlu mendapat perbaikan, karena pada kondisi- kondisi tertentu mereka cenderung mengambil rantai pendek dengan harga di bawah standar. Untuk itu peran lembaga sebagai penopang harga standar perlu segera diberlakukan. Pelaku usaha cenderung menerapkan saluran sebagaimana pada Gambar 3.
Produsen
Pedagang Antara
Pasar
Konsumen
Gambar 3. Saluran pemasaran gula aren di lokasi penelitian Saluran pemasaran demikian mengakibatkan pelaku usaha kehilangan nilai tambah Rp. 1.000,- hingga Rp. 2.000,- per kilogram produk. Standarisasi menjadi faktor kunci, termasuk standarisasi supply chain yang didalamnya termasuk seluruh proses dan kegiatan yang terlibat didalam penyampaian produk hingga ke tangan konsumen. Identifikasi Tingkat Kesesuaian Proses Produksi Terhadap Standarisasi Validasi pada taraf kepercayaan 95%, menunjukan hasil r hitung (0.3390) > r tabel (0.3202) atau dapat dikatakan bahwa data valid. Realibilitas diuji dengan memperhatikan alpha-cronbach dengan melakukan Realibility Analysis dengan SPSS 17. Hasil output SPSS 17 menunjukan hasil positif (α = 0.835). Nilai alpha-ccronbach> r tabel menunjukan bahwa data reabel/cukup konsisten dan dapat diterima. Analisa penerapan Standar Pelayanan Makanan dan Minuman ASEAN secara empiris dikelompokkan menjadi 9 kriteria utama, sebagaimana tertera pada Tabel 4.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-216
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Tabel 4. Standar Pelayanan Makanan dan Minuman ASEAN. Kriteria Utama Persyaratan Desain dan kontruksi tempat
Lantai , dinding dan langit-langit harus mampu dibersihkan dan mampu menyerap minyak, partikel makanan atau air Sistem ventilasi cukup untuk menghilangkan asap dan uap dari tempat makanan Pelaksanaan langkah-langkah untuk menjaga wilayah bebas dari hewan dan hama.
Fasilitas
Pasokan air yang memadai Sistem pembuangan limbah dan air limbah yang efektif Penyimpanan yang memadai guna menampung volume dan jenis sampah serta materi daur ulang Fasilitas toilet memadai yang bebas gangguan serta jauh dari penyajian makanan
Makanan dan peralatan penyimpanan
Bersihkan penyimpanan makanan untuk mencegah kotoran dan kemungkinan kontaminasi Penyimpanan makanan mentah harus dipisahkan dari penyimpanan makanan yang siap dimakan Gunakan penyimpanan makanan yang sesuai Suhu lemari es dan freezer untuk makan yang harus disimpan beku (misalnya: daging, makanan laut, produk susu ikan) harus dijaga denganbaik untuk menjaga kualitas produk Penyimpanan perlengkapan pelayanan sekali pakai (misalnya: priring kertas, gelas, serbet, plastik peralatan) harus dijauhkan dari tanah
Pengolahan Bahan pangan
Pemrosesan makan harus diolah secara tepat dan aman Penyediaan fasilitas cuci tangan yang memadai, termasuk sabun dan handuk kertas Penggunaan perlatan yang bersih (misalnya: sendok, sepatula atau perangkat meracik makan lain) dan/atau sarung tangan plastik untuk meminimalkan kontak langsung dengan tangan
Pembuangan makanan Kesehatan dan kebersihan penjamah makan
Identifikasi kadaluarsa makanan yang jelas Pemisahan jelas atas makanan yang akan dibuang Penyaji makan harus bebas dari luka terbuka atau penyakit menular Penyaji makan harus menjaga kebersihan diri Penyediaan pelatihan staf dalam kebersihan dan kesehatan operasi makanan
Kebersihan
Menjaga tempat makanan memenuhi standar kebersihan Bersihkan dan disterilkan peralatan makan dan minuman sebelum digunakan Pemeliharaan perlatan sesuai standar kebersihan Cantumkan label pada item beracun (Misalnya: deterjen, pemutih) dan simpanlah jauh dari makanan
Pemeliharaan
Pemeliharaan perlengkapan dan peralatan secara rutin agar berada dalam kondisi baik Peralatan makan atau minuman harus dalam kondisi baik
Tingkat kualitas
Menyediakan mekanisme atau pengunjung terkai pelayanan
platform
umpan
balik
Sumber: SNI Valuasi, 2013
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-217
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Penilaian menggunakan skala linkert 1-5. Setiap sekala menandakan tingkat kesesuaian kondisi usaha dengan faktor-faktor standar. Hasil dari kinerja pada faktor mencerminkan penerpan Standar Pelayanan Makanan dan Minuman ASEAN pada UMKM gula aren di Lokus. Hasil penilaian pada ke 9 kriteria utama menunjukkan faktor desain dan kontruksi tempat, faktor kebersihan dan faktor kualitas sangat tidak sesuai. Untuk itu perlu dilakukan pendampingan intensif. Analisis SWOT Evaluasi Faktor Internal (IFE) Hasil Evaluasi faktor internal yang terdiri atas kekuatan dan kelemahan, skor yang merupakan hasil perkalian dari bobot dan rating disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Evaluasi Faktor Internal (IFE) UMKM Gula Aren Faktor Strategis IFE
Skor (B x R)
Bobot (B)
Rating (R)
0.15
3.76
0.56
0.06
1.41
0.09
0.11
2.98
0.33
0.15
3.15
0.46
Kekuatan a. Peremajan yang cepat dan bahan baku yang dekat dengan tempat produksi b. Prioritas Industri nasional sehingga Potensi investasi yang menguntungkan c. Kearifan lokal dan Tenaga kerja cukup tersedia d. Long list Potensi Industri Agro Daerah Sub Total Faktor Strategis IFE
0.47
1.44 Skor (B x R)
Bobot (B)
Rating (R)
a. Networking yang terbatas
0.13
1.51
0.20
b.Permodalan kurang c.Minimnya teknologi d.Belum menerapkan sistem manajemen Organisasi e.Lemahnya pemahaman standarisasi Sub Total Total (Kekuatan + Kelemahan) Sumber: Analisis Data Primer
0.12 0.10
1.27 2.10
0.15 0.20
0.10
1.78
0.17
0.09
1.24
0.12
Kelemahan
0.53 1.00
0.83 2.27
Hasil analisis menunjukkan faktor kekuatan (Strenghts) memiliki skor lebih tinggi dibanding dengan kelemahan (Weakness). Di sisi lain total skor IFE masih kurang dari 2,5 berarti bahwa masih diperlukan pembenahan secara internal. Evaluasi Faktor Eksternal Hasil Evaluasi faktor eksternal (EFE) yang terdiri atas peluang dan tantangan, skor yang diperoleh disajikan pada Tabel 6.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-218
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Tabel 6. Hasil Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) UMKM Gula Aren Faktor Strategis EFE Peluang a. Kebijakan dan dukungan pemerintah terhadap penerapan standar produksi b. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk peningkatan kualitas produksi c. Potensi pasar d. Tenaga kerja lokal e. Cepatnya penyebaran informasi dan sosialisasi terbaru terkait standarisasi usaha Sub Total Tantangan a. Perubahan iklim b. Kondisi prekonomian dalam negeri c. Persaingan dengan usaha lain yang sejenis d. Tingginya biaya untuk pencapaian standarisasi yang ditetapkan pemerintah dan lemabaga terstandar Sub Total Total (Peluang + Ancaman) Sumber: Analisis data primer
Bobot (B)
Rating (R)
Skor (B x R)
0.11
2.10
0.23
0.09
2.56
0.22
0.14 0.15
3.59 2.93
0.49 0.43
0.08
1.22
0.10
0.56
1.46
0.06 0.10 0.13
3.02 3.00 3.22
0.19 0.30 0.40
0.15
2.02
0.31
0.44 1.00
1.20 2.66
Berdasarkan hasil analisis Eksternal Factor Evaluation (EFE), peluang yang dimiliki UMKM lebih besar dibanding tantangan. Skor dari EFE 2,66 yang berarti bahwa pengembangan UMKM gula aren khususnya untuk gula aren fungsional sangat terbuka lebar. Setelah dilakukan analisis IFE dan EFE dengan memperhatikan posisi kuadran, untuk analisis faktor internal berada pada 0,61 di sumbu X, sementara analisis EFE berada pada 0.26 sumbu Y atau dengan kata lain hasil analisis berada pada strategi SO, posisi dynamic growth untuk upaya progresif (Kuadran I). Perumusan Alternatif Strategi Formulasi dari berbagai alternatif strategi dianalisis menggunakan matrik SWOT. Alternatifalternatif strategi tersebut disusun berdasarkan interaksi antara faktor internal dan eksternal dari UMKM untuk memperoleh strategi kompetitif. Matrik SWOT disajikan padaTabel 7. Memperhatikan hasil analisis pada matriks SWOT, kondisi untuk pengembangan UMKM gula aren, khususnya gula aren fungsional berada pada strategi S-O, atau pada posisi inilah yang menjadi dasar pengembangan standarisasi. Alternatif strategi yang dapat diterapkan adalah meningkatkan kualitas SDM dengan pelatihan dan pendampingan (hulu-hilir), mengoptimalkan kearifan lokal untuk menghasilkan produk inovatif berstandar, menjaga orisinalitas produk untuk meningkatkan added value serta Pemerintah dan Industri segera memfasilitasi/mendirikan IKM sehingga standarisasi berkelanjutan.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-219
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 Tabel 7 . Diagram Matriks SWOT Pengembangan UMKM Gula Aren di Lokus.
IFE
EFE
Opportunities (O)(Peluang) a. Regulasi dan dukungan penerapan standarisasi b. Perkembangan Iptek untuk kualitasproduksi c. Potensi pasar dan MEA d. Tenaga kerjalokal e. Cepatnyapenyebaraninform asidansosialisasiterbaruterka itstandarisasiusaha
Threaths (T) (Ancaman) a. Perubahaniklim b. Kondisiprekonomiandalamd an luar negeri c. Persainganusaha d. Image tingginyabiayauntuk proses standarisasi yangditetapkanpemerintahd anlembagastandarisasi lainnya
Strenghts (S) (Kekuatan) a. Peremajaan yangcepat dan kedekatan bahan baku b. Prioritas Industri nasional sehingga potensiinvestasi yang menguntungkan c. Kearifan lokal dan Tenaga kerjacukuptersedia d. Long list PotensiIndustri Agro Daerah Strategi (SO) 1. Meningkatkankualitas SDM denganpelatihandanpendampi ngan (hulu-hilir) 2. Mengoptimalkankearifanlokal untukmenghasilkanprodukino vatifberstandar 3. Menjagaorisinalitasprodukunt ukmeningkatkanvalueadded, serta 4. PemerintahdanIndustrisegera memfasilitasi/mendirikan IKM sehinggastandarisasiberkelanj utan.
Strategi (ST) 1. Mengoptimalkan proses produksi dan menjaga standar mutu 2. Produk variatif berbahan baku baku kemandirian lokal dan fungsional 3. Program Sosialisasi Standarisasi berkelanjutan
Weakness (W) (Kelemahan) a. Networking Terbatas b. Permodalan Kurang c. Minimnya Teknologi d. Sistem manajemen organisasi belum standar e. Lemahnya pemahaman standarisasi
Strategi (WO) 1. Memfasilitasiaksespermodal an dan regulasinya gunapengembanganusaha yang berstandar. 2. Menyediakan akses informasi kekinian bagi Pelaku usaha (khususnya berkenaan standarisasi; seperti standarisasi dan lainnya). 3. Pengembangansistem usaha yang berstruktur dengan dilengkapi SOP.
Strategi (WT) 1. Fasilitasi pendirian IKM Gula aren fungsional secara bertahap dalam renstra SKPD dan daerah mengacu pada RIPIN, RIPIP dan RIPIK.
KESIMPULAN Hasil penelitian yang diperoleh khususnya untuk strategi pengembangan standarisasi pada UMKM Gula Aren di Kalimantan Selatan sebagai berikut (1) Luas tanam yang meningkat hingga 172,54% (program peremajaan aren) perlu diikuti dengan peningkatan kualitasdan jangkauan produk dalam hal pemasaran, (2) sebesar 41%, petani aren produktif berada pada usia 45-55 tahun, dengan pendidikan masih tergolong rendah (3) penghasilan pelaku usaha mikro padatahun 2015 sebanyak 84% sudah melebihi UMP Kalsel (Rp. 1.870.000) yaitu pada kisaran Rp. 2.000.000,hingga Rp. 2.500.000,-. Kondisi pendapatan sangat berkorelasi dengan volume penjualan, (4) sebanyak 97,2% petani sudah menerapkan standar walaupun kualitas penerapannya masih pada kisaran 30%-55%, (5) hasil analisa SWOT berada pada Kuadran I berarti perlu dilakukan upaya progresif dengan strategi yang diterapkan adalah meningkatkan kualitas SDM dengan pelatihan dan pendampingan (hulu-hilir), mengoptimalkan kearifan lokal untuk menghasilkan produk inovatif berstandar, menjaga orisinalitas produk untuk meningkatkan added value serta Pemerintah dan Industri segera memfasilitasi/mendirikan IKM sehingga standarisasi berkelanjutan.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-220
Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015 UCAPAN TERIMA KASIH Kepada Pihak Penyelenggara Development and Upgrading of Seven Universities in Improving the Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia, atas pendanaan dan beberapa fasilitas yang diberikan selama melaksanakan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2007. Data statistik Tanaman Aren. Departemen Pertanian. Bank Indonesia. 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Gula Aren (Gula Semut dan Cetak). Sumber: http://arenindonesia.wordpress.com/panduan-tentang-aren/bank-indonesia. Diakses tanggal 12 Agustus 2014. Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah Unit UsahaIndonesia Tahun 2012. Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Perkebunan Kalimantan Selatan Tahun 2011. http://kalsel.bps.go.id. Badan Pusat Statistik. 2015. Kalimantan Selatan Dalam Angka 2014. Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI Valuasi . Majalah Standarisasi Nasional. ISSN 1978-6174. Volume 7/N0.2/2013. Badan Standarisasi Nasional. 2015. Arti Penting Standarisasi Supply Chain. SNI Valuasi . Majalah Standarisasi Nasional. ISSN 1978-6174. Volume 9/N0.1/2015. Badan Standarisasi Nasional. 2015. Strategi BSN Hadapi MEA. SNI Valuasi . Majalah Standarisasi Nasional. ISSN 1978-6174. Volume 9/N0.1/2015. Suminto, E.Kristiningrum, W.Widyatmoko dan D.A. Susanto. 2013. Kesesuaian Mutu Produk Unggulan UKM Sektor Pangan Terhadap SNI. Jurnal Standarisasi, Majalah IlmiahStandarisasi. Vol. 15 No.3. Hal. 212-229. Bernard E. Silaban dan Sugianto Yusup. 2011. Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Pada Industri (Studi Kasus PT. MAK). Institut Bisnis Nusantara. Esensi Volume 14 No.3/ Desember 2011. Burhanudin. 2005. Prospek Pengembangan Usaha Koperasi dalam Produksi Gula Aren. Jakarta. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2014. Menuju ASEAN Economic Community 2015. Jakarta. Dinas Perkebunan. 2014. Luas Areal Komoditi Perkebunan Kabupaten/Kota Tahun 2013. http://disbun.kalselprov.go.id. Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kementrian Prindustrian. 2011. Kebijakan Industri Nasional. Kementrian Prindustrian Republik Indonesia. http://www.kemenperin.go.id. Roy Saparingga. 2014. Penerapan Keamanan Pangan Bagi Industri Makanan dan Minuman dalam rangka Menghadapi ASEAN Economic Community 2015. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam rangka Rapat Kerja Kementerian Perindustrian.
ISBN: 978-602-7998-92-6
B-221