Zainal Abidin dan Muhammad Taufik Ratule: Strategi Pengembangan….
STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG DI SULAWESI TENGGARA Zainal Abidin dan Muhammad Taufiq Ratule Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara
ABSTRAK Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas jagung di Sultra dalam 10 tahun terakhir cukup fluktuatif. Luas areal dan produksi mengalami pertumbuhan minus masing-masing sebesar 1% dan 10% sedangkan produktivitas masih bertumbuh positif meskipun hanya sebesar 1%. Khususnya dalam produksi dan produktifitas, berbagai kendala yang dihadapi diantaranya adalah: (1) Masih rendahnya penggunaan varietas unggul; (2) Pengembangannya masih berfokus pada lahan kering; (3) penerapan teknologi budidaya masih rendah diantaranya adalah teknologi penggunaan benih unggul bermutu, pengaturan populasi, pemupukan hingga serangan hama dan penyakit; dan (4) Belum adanya pemasaran yang jelas. Berdasarkan hal tersebut, maka ke depan arah pengembangan jagung di Sulawesi Tenggara difokuskan pada upaya peningkatan areal pertanaman serta peningkatan produktivitas melalui penerapan teknologi budidaya yang ditopang dengan adanya jaminan pasar melalui jalinan kemitraan dengan swasta. Beberapa strategi yang dapat ditempuh diantaranya adalah (1). Perluasan areal pertanaman dengan memanfatkan lahan pada: (a) kawasan Hutan Tanaman Rakyat; (b) pertanaman kakao hasil rehabilitasi; (c) pengembangan pada areal pertanaman sawit muda dan (d) peningkatan Indeks Pertanaman pada lahan sawah dengan menggunakan jagung pada MT III. (2) Peningkatan produktivitas melalui penerapan teknologi PTT di tingkat petani serta (3) pengembangan jalinan kemitraan dengan swasta. Penerapan strategi ini diharapkan dapat menjadikan Sulawesi Tenggara sebagai salah satu lumbung jagung di jazirah Sulawesi. Kata kunci: dinamika, arah, strategi, jagung
PENDAHULUAN Laju permintaan jagung dipicu oleh semakin tingginya permintaan akan produk peternakan. Haryono (2012) menyatakan bahwa proporsi penggunaan jagung untuk pakan terhadap total kebutuhan jagung mencapai 83%. Lebih rinci Tangenjaya et al. (2002) mengemukakan bahwa komposisi pakan yang berasal dari jagung, adalah untuk ayam pedaging 54% dan ayam petelur 47,14%. Dengan demikian fungsi jagung khususnya untuk pakan menjadi sangat penting. Upaya peningkatan produksi jagung terus dilaksanakan oleh pemerintah diantaranya, perluasan areal tanam, penggunaan benih hibrida, hingga pelaksanaan SLPTT jagung. Upaya ini cukup berhasil yang ditandai dari meningkatnya nilai Self sufficiency Achievement Index (SAI) yakni sebesar 115,52 pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 117,69 pada tahun (2012) (Haryono 2012).
730
Seminar Nasional Serealia, 2013
Sulawesi
Tenggara
merupakan
salah
satu
provinsi
potensial
untuk
pengembangan jagung. Pada tahun 2011, luas areal pertanaman jagung mencapai 31.222 ha dengan produktivitas yang diperoleh hanya 25,4 kw/ha. Rendahnya produktivitas yang diperoleh dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya masih rendahnya penerapan teknologi yang ditandai dari rendahnya tingkat adopsi teknologi di tingkat petani. Abidin dan Bananiek (2013) yang mengkaji tingkat adopsi teknologi PTT jagung di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara melaporkan bahwa hanya sekitar 58,33% atau tergolong adopsi sedang, dimana teknologi yang tingkat adopsi masih menunjukkan tingkat sedang diantaranya adalah teknologi pemupukan berimbang, pengendalian
organisme
pengganggu
tanaman
mengggunakan
pendekatan
pengelolaan hama terpadu, penggunaan varietas unggul, penggunaan benih bermutu dan pengaturan populasi. Hasil kajian Mastur (2011) yang melakukan kajian di Kalimantan Timur menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi upaya peningkatan produksi adalah: 1) program cetak lahan untuk usahatani jagung terbatas, 2) skala budidaya masih kecil (small holder), 3) investasi untuk estate jagung belum dikembangkan, 4) mekanisasi masih belum diterapkan, serta 5) kebijakan dan program pengembangan jagung belum optimal. Rendahnya produktivitas jagung terutama disebabkan oleh teknologi budidaya terbatas yang disebabkan oleh: 1) penggunaan benih berlabel varietas unggul terbatas, 2) pemupukan dan ameliorasi belum sesuai rekomendasi, 3) serangan organisme penggangu tumbuhan (OPT) dan kekeringan sering terjadi, serta 4) pengolahan tanah, penanaman, dan panen belum diterapkan dengan baik. Seiring dengan meningkatnya permintaan dan adanya keterbatasan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas jagung, maka makalah ini di tulis untuk memberikan gambaran arah dan strategi pengembangan jagung di Sulawesi Tenggara.
DINAMIKA LUAS AREAL, PRODUKSI, DAN PRODUKTIVITAS Dinamika luas areal, produksi dan produktivitas jagung di Sulawesi Tenggara tahun 2003 – 2012 disajikan pada Tabel 1
731
Zainal Abidin dan Muhammad Taufik Ratule: Strategi Pengembangan….
Tabel 1. Dinamika perkembangan luas areal, produksi dan produktivitas jagung di Sulawesi Tenggara 2003 – 2012
Tahun
Luas Areal (ha)
Laju pertumbuhan (%)
2003
37,927
2004
35,101
(0,07)
780,295
(0,11)
22,23
(0,04)
2005
32,665
(0,07)
731,369
(0,06)
22,39
0,01
2006
33,343
0,02
746,883
0,02
22,40
0,00
2007
40,975
0,23
970,288
0,30
23,68
0,06
2008
37,249
(0,09)
93,064
(0,90)
24,98
0,05
2009
27,214
(0,27)
71,655
(0,23)
26,33
0,05
2010
29,607
0,09
74,840
0,04
25,28
(0,04)
2011
28,892
(0,02)
67,997
(0,09)
23,53
(0,07)
2012
31,222
0,08
79,308
0,17
25,40
0,08
Rataan
33,420
(0,01)
449,223
(0,10)
23,93
0,01
Produksi (ton)
Laju pertumbuhan (%)
876,535
Produktivitas (t/ha)
Laju pertumbuhan (%)
23.11
Sumber: BPS Sultra berbagai tahun, diolah
Pada Tabel 1 nampak bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir luas areal pertanaman jagung menunjukkan trend yang menurun. Hal ini karena selama ini jagung sebagian besar di tanam pada lahan kering dan sebagai tanaman sela beberapa tanaman perkebunan misalnya jambu mete dan kakao. Pertanaman ini hanya bisa dilakukan hingga tanaman jambu mete atau kakao berumur 2 – 3 tahun, karena pada umur tanaman utama mencaai 2 – 3 tahun, tajuk tanaman sudah saling menutup sehingga cahaya matahari yang masuk di areal budidaya jagung menjadi berkurang, sementara jagung adalah tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup. Menurunnya luas areal ini berdampak langsung pada penurunan produksi yang selama 10 tahun terakhir rata-rata penurunannya mencapai 10%. Selanjutnya dari sisi produktivitas terjadi pertambahan sekitar 1%. Berkaitan dengan produktivtas tersebut, dapat dijelaskan bahwa produktvitas yang diperoleh masih sangat jauh dari rata-rata produktvitas jagung ditingkat penelitian yang mencapai 4 - 6 t/ha untuk jagung bersari bebas dan 6 – 8 t/ha untuk jagung hibrida. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah masih rendahnya penerapan teknologi. Abidin dan Sri (2012) menyatakan bahwa adopsi teknologi jagung di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara masih berada pada kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan teknologi jagung masih menjadi kendala, yang sekaligus menyebabkan rendahnya produktvitas yang diperoleh.
732
Seminar Nasional Serealia, 2013
PERMASALAHAN USAHATANI JAGUNG Usahatan jagung merupakan salah satu usahatani pangan utama masyarakat Sulawesi Tenggara. Berbagai permasalahan usahatani jagung di Sulawesi Tenggara diantaranya adalah : 1. Masih rendahnya penggunaan varietas unggul Penggunaan varietas unggul baru merupakan salah satu teknologi untuk mendorong peningkatan produktuivitas jagung. Sementara itu pada tingkat petani penggunaan varietas unggul hanya terbatas pada ada tidaknya benih bantuan dalam program SLPTT. 2. Berfokus pada lahan kering Pengembangan usahatani jagung di Sultra masih bertumpu pada lahan kering. l Abidin et al. (2010) mengemukakan bahwa di Kabupaten Muna yang merupakan sentra pertanaman jagung, sekitar 99% pertanaman jagung dilakukan di lahan kering. Sementara ini potensi lahan lain misalnya lahan sawah belum optimal dimanfaatkan. 3. Penerapan teknologi budidaya Penerapan teknologi budidaya lainnya misalnya pengaturan jarak tanam dan pemupukan belum optimal diterapkan. Abidin et al. (2010) menyatakan bahwa untuk pengaturan jarak tanam, hanya 56% yang menggunakan jarak tanam teratur. Penerapan teknologi pemupukan lengkap (N, P dan K) hanya diterapkan oleh sekitar 30% petani, yang menggunakan N saja sekitar 13% dan yang tidak memupuk masih lebih besar yaitu 57%. 4. Belum adanya pemasaran yang jelas Belum adanya pasar yang jelas menyebabkan minat petani untuk menanam jagung relatif rendah. Hal ini karena pada saat petani panen harga jagung sangat rendah karena tidak adanya perusahaan yang menampung produksi. ARAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN Arah pengembangan jagung di Sulawesi Tenggara di fokuskan pada upaya peningkatan areal pertanaman serta peningkatan produktivitas melalui penerapan teknologi budidaya yang ditopang dengan adanya jaminan pasar melalui jalinan kemitraan dengan swasta. Pencapaian arah pengembangan jagung dapat dilakukan dengan penerapan berbagai strategi pengembangan diantaranya:
733
Zainal Abidin dan Muhammad Taufik Ratule: Strategi Pengembangan….
a. Perluasan Areal Pertanaman Perluasan areal pertanaman jagung merupakan strategi utama yang perlu dilakukan. Perluasan areal ini tidak terbatas pada lahan kering sebagaimana yang selama menjadi areal pertanaman dominan di Sulawesi Tenggara, akan tetapi dapat memanfaatkan lahan sawah sebagai areal pengembangan baru melalui peningkatan Indeks Pertanaman (IP). Abidin et al. (2012) menyatakan bahwa tanaman jagung yang disahakan dalam pola tanam padi sawah – jagung manis – manis – jagung pakan memungkinkan petani memperoleh pendapatan sebesar 24.885.200/ha/thn, sementara dengan pola tanam padi – padi, petani hanya memperoleh pendapatan sebesar 9.640.000/ha/tahun. Upaya peningkatan luas areal jagung juga dapat dilakukan dengan menanam jagung sebagai tanaman sela pada areal pertanaman kakao hasil rehabilitasi. Sebagaimana di ketahui bahwa pada beberapa tahun terakhir, pemerintah gencar melakukan peremajaan kakao melalui program Gernas. Lahan diantara kakao hasil rehabilitasi dapat dimanfaatkan hingga 2 tahun. Selain sebagai tanaman sela pada tanaman kakao, penanaman jagung juga dapat di usahakan sebagai tanaman sela pada tanaman kelapa sawit. Hingga saat ini beberapa perusahaan swasta telah melakukan penanaman kelapa sawit. Areal lain yang dapat digunakan adalah kawasan Hutan Tanaman Rakyat. Di Sulawesi Tenggara luas kawasan hutan yang dapat dikembangkan menjadi kawasan hutan tanaman rakyat adalah seluas 1.496.008. Pada kawasan tersebut dapat dikembangkan tanaman jagung sebagai tanaman sela pada pertanaman tanaman hutan. Purnomo (2005) menyatakan bahwa produktivitas jagung varietas Pioner 11 tanpa naungan 7,01 t/ha semenatra jika naungan hingga 60 % produktivitasnya 3,9 t/ha. Menilik hasil penelitian tersebut, maka areal kawasan HTR sangat potensial untuk pengembangan tanaman jagung hingga tanaman utama berupa tegakan pohon hutan memiliki tajuk yang saling merapat. Hal ini akan terjadi pada umur pohon tegakan sekitar 4 tahun. Dengan demikian terdapat waktu sekitar 4 tahun untuk penanaman jagung.
b. Peningkatan Produktivitas Upaya peningkatan produktivitas jagung menjadi strategi utama. Program SLPTT jagung yang diluncurkan sejak tahun 2009 memang secara umum mampu meningkatkan produktivitas, akan tetapi dalam operasionalnya masih mengalami berbagai hambatan dan kendala. Hal ini ditandai dengan masih rendahnya adopsi teknologi usahatani jagung. Abidin dan Bananiek (2013) menyatakan bahwa tingkat
734
Seminar Nasional Serealia, 2013
adopsi teknologi usahatani jagung di Kab. Muna Sulawesi Tenggara tergolong kategori sedang. Lebih lanjut dikemukakan bahwa untuk peningkatan produktivitas jagung, maka beberapa teknologi yang penting didorong tingkat adopsinya adalah penggunaan varietas unggul baru, pemupukan spesifik, pengendalian hama penyakit hingga penanganan panen dan pasca panen. Khususnya untuk peningkatan penggunaan varietas unggul baru menjadi sangat strategis. Badan Litbang Pertanian Varietas unggul, selama 10 tahun terakhir telah dilepas 16 jagung hibrida dengan beragam keunggulan dan 11 varietas unggul komposit dengan umur genjah sedang, toleran kekeringan, kemasaman tanah, protein bermutu dan beta karoten tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka untuk penyediaan benih bermutu khususnya untuk benih yang bersari bebas mesti diupayakan tumbuhnya penangkar jagung secara lokalita. Tanpa adanya penangkaran ini maka dorongan untuk menggunakan varietas unggul baru akan mengalami hambatan. Menyangkut ketersedian pupuk bagi pertanaman jagung juga mesti di rencanakan dengan baik, apatahlagi untuk penggunaan pupuk bersubsidi. Hal ini karena selama ini penggunaan pupuk bersubsidi lebih banyak dialokasikan untuk pertanaman padi sawah. Olehnya itu maka khususnya untuk pengembangan jagung di lahan sawah, mesti direncanakan pula mengenai kebutuhan pupuk dalam penyusunan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
c. Penyediaan Alsintan dan Sarana Pergudangan Alsintan memegang peranan penting dalam usahatani jagung, oleh karena itu untuk pengembangan jagung dalam skala luas, maka penyediaan alsintan menjadi mutlak. Beberapa jenis alsintan penting untuk pengembangan jagung diantaranya adalah mesin perontok, mesin pengering hingga gudang penyimpanan.
d. Pengembangan Jalinan Kemitraan Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa salah satu permasalahan dalam pengembangan jagung adalah belum adanya jaminan pasar. Hal ini menyebabkan minat petani untuk mengusahakan jagung dalam skala luas relatif masih rendah. Oleh karena itu, maka pengembangan jalinan kemitraan menjadi faktor penting. Model pengembangan kemitraan yang dapat dikembangkan baik dalam satu sisi maupun dalam dua sisi. Pengembangan kemitraan dalam satu sisi misalnya banyak dilakukan oleh perusahaan pakan ternak dengan menampung hasil petani jagung. Sementara itu dalam kemitraan dua sisi memberikan keuntungan yang lebih baik. Project Katalyst di Banglades memberikan pengalaman berharga, bahwa dengan mendorong adanya
735
Zainal Abidin dan Muhammad Taufik Ratule: Strategi Pengembangan….
kemitraan antara petani dan pedagang melalui contract farming memberikan tidak hanya dari peningkatan produktivitas jagung karena adanya kerjasama dalam penyediaan benih, pupuk, prosessing hingga bantuan permodalan, akan tetapi sekaligus memberikan harga yang lebih baik karena kwalitas jagung yang dihasilkan juga lebih baik (Fahd Ifadz, 2012).
KESIMPULAN 1. Luas areal dan produksi jagung dalam 10 tahun terakhir menunjukkan trend yang menurun masing-masing 1% dan 10%, akan tetapi produktvitas masih tumbuh sebesar 1%. 2. Berbagai kendala yang dihadapi diantaranya adalah : (1) Masih rendahnya penggunaan varietas unggul; (2) Pengembangannya masih berfokus pada lahan kering; (3) penerapan teknologi budidaya masih rendah diantaranya adalah teknologi penggunaan benih unggul bermutu, pengaturan populasi, pemupukan hingga serangan hama dan penyakit; dan (4) Belum adanya pemasaran yang jelas. 3. Arah pengembangan jagung di Sulawesi Tenggara di fokuskan pada upaya peningkatan areal pertanaman serta peningkatan produktivitas melalui penerapan teknologi budidaya yang ditopang dengan adanya jaminan pasar melalui jalinan kemitraan dengan swasta. 4. Beberapa strategi yang dapat ditempuh diantaranya adalah (1). Perluasan areal pertanaman dengan memanfatkan lahan pada : (a) kawasan Hutan Tanaman Rakyat; (b) pertanaman kakao hasil rehabilitasi; (c) pengembangan pada areal pertanaman sawit muda dan (d) peningkatan Indeks Pertanaman pada lahan sawah dengan menggunakan jagung pada MT III. (2) Peningkatan produktivitas melalui penerapan teknologi PTT di tingkat petani serta (3) pengembangan jalinan kemitraan dengan swasta
DAFTAR PUSTAKA BPS Sultra, 2008. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2007. BPS Sultra. Kendari. BPS Sultra, 2011. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2010. BPS Sultra. Kendari. Dinas Pertanian Sulawesi Tenggara. Program Pembangunan Pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2013 – 2018. Materi Disampaikan pada Rakor Penyuluh Kehutanan Sulawesi Tenggara. Dinas Pertanian Sulawesi Tenggara. Kendari.
736
Seminar Nasional Serealia, 2013
Abidin, Z. dan Sri Bananiek. 2013. Tingkat Adopsi Tingkat Adopsi Teknologi Dan Struktur Biaya Usahatani Jagung Di Sulawesi Tenggara. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Akselerasi Inovasi dan Diseminasi Teknologi untuk Mewujudkan Kemandirian dan Ketahanan Pangan Bernasis Sumber daya Genetik Lokal. Palu. Abidin, Z., Idris and Muhammad Rusman. 2012. Improving Index Pattern in Low Land Rice with Corn in Konawe Sub District Southeast Sulawesi Province Abidin, Z., Rusdin, Muhammad Rusman, Idris dan Bungati. Pemetaan Distribusi Inovasi Teknologi Pertanian di Sulawesi Tenggara. Laporan Hasil Penelitian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara. Kendari Haryono. 2012.Maize for Food, Feed and Fuel in Indonesia: Challenges and Opportunity. Paper presented in International Maize Conference 2012. Gorontalo Indonesia. Ifadz, M.F. 2012. “Katalyzing” Maize cultivation in the Char in Bangladesh. Paper Presented in International Maize Conference 2012. Gorontalo Indonesia. Mastur. 2011. Strategi Peningkatan Produktivitas Dan Perluasan Areal Pertanaman Jagung Di Kalimantan Timur. Prosididng Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Prasanna, B.M. 2012. Maize in The World; Trends, Challenges and Oppurtunities. Paper Presented in International Maize Conference 2012. Gorontalo Indonesia. Purnomo, D. 2005. Tanggapan Varietas Tanaman Jagung Terhadap Irradiasi Rendah. Agrosains vol 7 no1: 86-93. Fakultas Pertanian Universitas Surakarta. Solo. Tangenjaya B., Yusmichad Yusdja., Nyak Ilham. 2002. Analisa Ekonomi Permintaan jagung untuk pakan. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung Departemen Pertanian. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor 24 Juni 2002.
737