STRATEGI PEMBELAJARAN MEMBACA PROSA FIKSI DENGAN MODEL KONFERENSI Evi Hasyim Dosen PGSD Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK Tujuan terpenting pembelajaran membaca SD adalah agar siswa menjadi percaya diri, berkompetensi, dan mampu membaca beragam teks. Sebuah model pembelajaran membaca yang dapat memenuhi tuntutan tersebut adalah pembelajaran membaca prosa fiksi dengan konferensi. Dengan berkonferensi, siswa akan terdorong untuk aktif menyimak, berbicara dan menulis. Dengan konferensi juga dapat terwujud rasa kebersamaan (sense of community) antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Kata-kata kunci: model konferensi, prosedur pembelajaran I. PENDAHULUAN Salah satu tujuan pendidikan di Sekolah Dasar adalah agar anak menjadi percaya diri, berkompetensi dan mampu membaca beragam teks (allae, 1985). Rasa percaya diri dapat terwujud jika (a) guru menunjukkan rasa percaya terhadap kemampuan siswa dan mengharapkan mereka belajar membaca, (b) siswa diharapkan berada pada tingkat yang realistis karena guru mengetahui tahap perkembangan setiap siswa (c) guru memberi informasi kepada siswa tentang bagaimana cara mengembangkan diri dengan cara yang positif, (d) siswa merasa bahwa mereka akan berhasil dalam belajar, (e) guru mendorong siswa untuk aktif dan mandiri dalam mengembangkan strategi belajar dan (f) bahan bacaan yang relevan dengan budaya dan pengalaman siswa cukup tersedia. Kompetensi membaca tidak hanya berarti mampu memnyebutkan katakata tetapi juga berarti mampu menghubung-hubungkan kata-kata dalam cara yang. Agar mempunyai kompetensi membaca, siswa perlu memiliki kemampuan menggunakan sumber-sumber informasi yang memadai. Sumber-sumber informasi itu dapat diguakan untuk mengembangkan strategi membaca berbagai jenis bacaan dan memahami kata-kata baru. Kemampuan memahami beragam bahan bacaan mengacu pada tingkat pemahaman yang lebih dalam, yakni kemampuan menginterpretasikan dan mengevaluasi ketepatan, validitas, generalisasi, pengalaman, kelogisan bahan bacaan dan menentukan apakah bahan bacaan itu bertalian dengan dunia dan dengan keyakinan siswa. Salah satu model pembelajaran membaca yang dapat memenuhi tuntutan tersebut adalah pembelajaran membaca prosa fiksi.
II. PEMBAHASAN MANFAAT PEMBELAJARAN MEMBACA PROSA FIKSI Berdasarkan laporan para guru yang mengimplementasikan program membaca sastra serta laporan berbagai penelitian tentang pencapaian membaca, Galda dkk. (1991) merangkum sejumlah manfaat program membaca sastra bagi siswa. Dikatakan, membaca sastra mempunyai manfaat sosial dan manfaat linguistik. Manfaat sosial meliputi (1) meningkatkan harga diri, (2) berkembangnya sikap menghargai gagasan sendiri, (3) bertambahnya sikap positif dalam membaca, (4) bertambahnya keberanian mengambil resiko, (5) meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, (6) berkembangnya kemampuan bekerja kelompok (7) berkembangnya sikap menghargai orang lain, (8) berkembangya kemampuan mengatur diri dan (9) berkembangnya kemampuan merumuskan tujuan dan strategi menumbuhkan rasa tanggung jawab. Manfaat linguistik meliputi; (1) meningkatkan kelancaran membaca (2) meningkatnya kemampuan memahami bacaan, (3) bertambahnya pengalaman bersastra dengan lebih baik, (4) bertambahnya pengalaman dengan beragam sastra, (5) meningkatnya pengalaman dan keluasan dalam merespon, (6) meningkatnya pemahaman terhadap sastra (7) berkembangnya konsep tentang sastra, (8) berkembangnya konsep terhadap pengarang, (9) meningkatnya kemampuan berbahasa lisan (10) meningkatnya kelancaran dalam menulis dalam sastra dan (11) bertambahnya pengalaman dalam tulisan. Pada dasarnya anak-anak senang senang membaca sastra. Kenyataan tersebut terlihat ketika anak-anak sibuk membaca sastra. Mereka tersenyum, tertawa kecil, dan bersemangat. Kadang-kadang mereka menjadi terlibat secara emosional dengan keadaan tokoh. Mereka mencatat pengetahuan dan menguntip bagian-bagian yang menarik minatnya. Anak terlibat bicara aktif dalam proses membaca. Bagi anak, sastra dapat memperkaya bahasa. Anak-anak dapat menemukan kata-kata atau peribahasa baru yang mungkin tidak pernah mereka dengar. Bagi anak menemukan kata-kata baru dalam sastra, kosa kata mereka akan bertambah kaya sehingga mampu berbicara dan memanfaatkan beragam gaya tulisan. Kemampuan itu menjadi mereka lebih peka terhadap gaya, baik yang ada dalam teks maupun ang terefleksikan dalam tulisan mereka. Sastra juga mengembangkan membaca. Sastra ditulis dengan gaya tertentu dengan indah. Bahan-bahan membaca permulaan lazimnya terprediksi dan mudah dikuasai anak karena kata-kata yang muncul berulang. Pembaca dapat menembak kalimat berikutnya karena penulis menetapkan pola penulisan yang berdasarkan pada makna dan bentuk dan buka arti buatan yang mungkin sulit atau mudah dibaca anak. Selain itu menurut Burke (1986), sastra bermanfaat bagi perkembangan intelektual anak yaitu (a) membangun jembatan antara konkret dan abstrak, (b) memenuhi kebutuhan akan keindahan dan pengetahuan dan (c) mengembangkan rasa cinta membaca buku.
HAKIKAT STRATEGI PEMBELAJARAN MODEL KONFERENSI Secara harfia konferensi (conference) berarti pertemuan. Dalam pembelajaran, konferensi berarti pertemuan antara guru dan siswa yang berlangsung secara insentif. Konferensi merupakan suatu cara atau tehnik pelibatan siswa dalam aktifitas berbahasa lisan yang bermakna. Konferensi tidak hanya mendorong siswa berbicara dan menyimak dalam konteks yang bermakna, tetapi juga membentuk rasa kebersamaan (sense of comumunty) karena di dalamnya guru berbicara dengan siswa, begitu pula siswa dengan teman-temannya (Galda dkk, 1993: 258) Konferensi boleh jadi merupakan jiwa pengajaran yang berlangsung di kelas. Guru dapat berkonferensi dengan siswa tentang beragam topik. Ketika berkonferensi, guru dapat mengetahui apa saja yang perlu diketahui siswa. Dengan segera dan tepat, guru dapat menunjukkan apa saja yang diperlukan siswa, sedangkan siswa dapat cepat mempelajari apa yang diajarkan karena mereka memerlukannya. (Galda dkk, 1993). Konferensi dalam mebaca melibatkan guru dan siswa dalam diskusi siswa tentang apa yang telah dibacanya. Guru memberikan kiat-kiat mengajukan pertanyaan, menyimak, berdiskusi dan menunjukkan penghargaan terhadap pandangan orang lain (Hornsby dkk, 1986: 1) KARAKTERISTIK STRATEGI PEMBELAJARAN MEMBACA MODEL KONFERENSI Strategi pembelajaran membaca model konferensi memiliki tiga karakteristik utama. Ketiga karakteristik utama itu adalah (1) strategi didasarkan pada sastra, (2) bersifat indivual, dilaksanakan pada individu siswa dan kelompok kecil dan (3) siswa diberi kesempatan memilih buku dan diarahkan untuk menilai pekerjaan. Karakteristik tersebut tidak berarti guru akan terhalang untuk member bahan bacaan, menyarankan buku-buku serta memantau dan mengevaluasi kemajuan setiap siswa (Hornsby, dkk 1986). Terkait dengan aktifitas membaca individual, di dalam organisasi kelas digunakan berbagai metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan individu siswa dan gaya mengajar guru. Guru menyesuaikan diri dengan metode yang dapat memenuhi atau merespon kebutuhan siswa. Guru tidak perlu menganggap dirinya (guru berpengalaman “atau” guru fonik)”. Guru perlu memahami dan menggunakan strategi terbaik yang melibatkan berbagai metode (holdaway, 1980, 1980:40) Yang perlu dipahami adalah bahwa program membaca individual tidak berarti diterapkan untuk setiap siswa. Setiap siswa tetap mengikuti latihan yang sama. Disebut program individual karena siswa bebas memahami bahan bacaan pilihannya, membuat catatan membacanya serta terlibat dalam evaluasinya. Menurut Slaughter (1993: 96), ketika siswa sibuk membaca, siswa yang lain mengadakan konferensi individual dalam kelompok 4-6 anak. Guru dapat membuat jadwal konferensi di papan atau menyebutkan nama-nama yang akan dipanggil ke meja konferensi. Siswa membawa buku yang dibacanya. Guru bertugas member balikan positif.
Interaksi guru-siswa pada saat konferensi dapat menjadi model bagi siswa dalam berinteraksi dengan temannya. Model tersebut berpengaruh terhadap cara anak berhubungan dengan teman-temannya. Begitu interaksi social menjadi mudah, anak akan lebih banyak bergantung kepada teman daripada kepada guru. (Hauser, 1987). PROSEDUR PEMBELAJARAN MEMBACA DENGAN MODEL KONFERENSI Prosedur pembelajaran membaca dengan model konferensi terdiri atas empat aktivitas, yaitu (1) pendahuluan (pramembaca), (2) membaca dalam hati, (3) berkonferensi, merespon bacaan (pasca membaca I) dan (4) berbagi hasil membaca (pasca membaca II), (Homsby,dkk, 1986) berikut diuraikan aktivitasaktivitas tersebut. Aktivitas Pendahuluan Pada bagian awal pembelajaran membaca, guru memiliki kesempatan memperluas pengalaman siswa dalam sastra dan membukakan dunia sastra. Guru dan siswa membentuk komunitas membaca yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kemampuan dan sikap membaca siswa. Pada bagian ini guru memperkenalkan buku-buku dan pengarangnya, mendiskusikan perbedaan-perbedaan ilustrasinya, memperkenalkan jenis prosa fiksi dan sebagainya. Aktivitas ini melibatkan berbagai kemampuan berbahasa kemampua selain membaca. Tujuan utama aktivitas pendahuluan adalah membantu anak dalam mengetahui apa yang dicari dan apa yang ditanyakan ketika mereka harus membaca sendiri. Bentuk-bentuk pertanyaan yang dapat digunakan dalam aktifitas pendahuluan, diantaranya: (1) apa yang ingin dikatakan oleh pengarang, (2) apakah pengarang menyatukan dengan jelas, (3) apakah pengarang memberikan informasi ang cukup. Membaca Dalam Hati Kegiatan yang mendapat tekanan utama dalam model konferensi adalah membaca dalam hati. Kegiatan ini dilakukan secara individual. Selama membaca dalam hati, semua siswa dan guru harus membaca. Guru perlu menyisihkan waktu untuk membaca bacaannya sendiri yang sekaligus berfungsi sebagai model bagi siswa. Jika guru meminta siswa membaca tetapi guru pergi keluar kelas, menandai daftar hadir mengatur meja atau menyiapkan display maka siswa akan beranggapan bahwa membaca adalah kegiatan yang kurang penting. Kegiatan membaca sebaiknya dilaksanakan dalam lingkaran membaca yang terdiri atas 4-5 siswa. Siswa dipilih berdasarkan minatnya dan kemampuannya beragam. Selama membaca, siswa berinteraksi dengan teks dan menandai bagian-bagian yang mendukung pernyataan tentang reaksi terhadap teks yang dibacanya (Lacey, 1995).
Berkonferensi: Merespon Bacaan Konferensi membaca merupakan inti program. Selama konferensi berlangsung banyak aspek penting dari program pembelajaran membaca yang perlu mendapat perhatian guru. Guru secara langsung dapat langsung dapat mempengaruhi sikap, apresiasi, pemahaman, tindakan dan perilaku siswa. Konferensi juga merupakan kesempatan bagi guru untuk menggali lebih banyak minat kebutuhan membaca dan perasaan individu siswa (Homsby, 1986: 59). Berikut ini aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam konferensi. Pendekatan dan Suasana Konferensi Menurut Homsby (1986), sikap dan pendekatan guru kepada siswa dalam kelompok kecil sangatlah penting. Guru harus mencintai buku dan membagi kecintaan tersebut dengan siswa. Jika hal tersebut tidak dilakukan, konferensi tidak akan berhasil. Guru perlu memulai konferensi dengan kehangatan fisikal dan percakapan santai sebelum meminta siswa membicarakan buku yang dibacanya. Siswa harus merasa bahwa mereka merupakan bagian dari kelompok, dan karena itu siswa perlu merasa bahwa yang mereka katakan sangat penting serta akan mendapatkan perhatian. Rasa percaya diri tersebut akan membuat siswa terdorong berani mengambil resiko. Penciptaan suasana yang terbuka dan bersahabat menyebabkan siswa terhindar dari situasi yang memalukan serta akan lebih mudah bertukar gagasan dan perasaan (Hamsby, 1986). Memulai Konferensi Homsby (1986) mengingatkan bahwa pada saat akan berkonferensi, siswa perlu belajar menyiapkan bahan karena mereka diharapkan datang dalam konferensi dengan tujuan yang jelas. Adapun tujuan berkonferensi adalah (1) mendiskusikan minat dan nilai, (2) meminta bantuan berkenaan dengan pemahaman teks, (3) meminta bantuan berkenaan dengan pemilihan teks, (4) berbagi perasaan tentang tokoh favorit, peristiwa yang lucu, akhir cerita yang istimewa dan penggunaan bahasa pengarang dan (5) mendengarkan pandangan orang lain. Guru perlu membantu siswa menyiapkan bahan konferensi jika konferensi merupakan hal baru bagi siswa. Bentuk-bentuk bantuan tersebut dapat berupa permintaan kepada siswa untuk (1) melengkapi komentar tertulis dan membawanya ke konferensi, (2) menggambarkan tokoh utama dalam latar cerita, (3) membawa daftar tokoh-tokoh penting, (4) membawa buku lengkap dengan tanda-tandanya, menunjukkan bagian khusus (5) mendiskusikan ketepatan judul (6) mengomentari penggunaan ilustrasi dan (7) membawa daftar peristiwa utama serta latarnya. Siswa diharapkan mengambil inisiatif selama konferensi. Siswa dapat mengajukan pertanyaan, menyimak temannya dalam kelompok, mendiskusikan masalah dan belajar mengapresiasi perbedaan sudut padang. Untuk mengembangkan suasana tentram dalam setiap konferensi, guru dapat memulainya dengan mendorong akan berbicara tentang buku dan kegiatan membaca mereka melalui pengajuan pertanyaan, antara lain (1) apa yang kamu baca sekarang, (2) mengapa kamu memilih buku ini, (3) buku tersebut tentang
apa, (4) dapatkah kamu membaca bagian dari buku itu untukku, (5) buku apa yang akan kamu baca selanjutnya. Guru juga dapat menyarankan satu atau dua buku yang mungkin menyenangkan siswa untuk dibaca siswa. Catatan Konferensi Selama konferensi, guru perlu membuat “daftar konferensi” (Gunderson, 1990). Guru perlu membuat daftar itu agar dapat membantu dalam membuat catatan yang akurat dan cermat. Daftar konferensi member ruang pada guru untuk memberi komentar terhadap pemahaman anak terhadap teks, baik untuk analisis kemampuan membaca oral maupun catatan kemampuan yang perlu dikembangkan. Kolom-kolom yang dibuat mencakup daftar setiap anak mencatat tanggal konferensi, judul buku yang dibawa anak, kemampuan anak dalam membaca oral atau sharing. Prestasi atau problem yang terdeteksi selama konferensi, saran untuk membaca buku lain dan instruksi yang diberikan. Pada lembar yang terpisah, guru dapat mencatat gagasan-gagasan untuk pelajaran berikutnya. Jadwal/Daftar Konferensi Daftar konferensi diperlukan untuk mengatur jadwal konferensi bagi kelas besar. Dengan daftar konferensi secara teratur guru dapat mengadakan kontak dengan siswa untuk membantu siswa melalui pengarahan terhadap apa yang perlu dikerjakan siswa selanjutnya. Untuk melaksanakan model konferensi, guru perlu menyiapkan rencana dan pengaturan konferensi secara periode atau harian. Menyelenggarakan konferensi hanya dengan menunggu siswa meminta berkonferensi merupakan pekerjaan beresiko karena guru akan kehilangan kontak dengan sebagian siswa yang tidak memita berkonferensi. Jadwal yang disusun dapat dilengkapi dengan konferensi di luar jadwal jika ada siswa yang menginginkannya (Galda dkk, 1993). Cara Berkonferensi Galda dkk (1993) menawarkan tiga cara bagi guru dalam mengatur konferensi. Pertama, guru mendatangi meja siswa. Keuntungan cara ini adalah guru dapt membatasi gerak siswa dan tempat guru di tengah-tengah kelas. Kerugian cara ini, tempat guru yang di tengah kelas menyebabkan hilangnya rasa privasi konferensi. Cara kedua, guru meminta siswa sesuai dengan jadwal datang ke meja khusus konferensi. Cara ini dapat meningkatkan privasi serta meningkatkan kesadaran mematuhi aturan yakni menunggu giliran berkonferensi. Cara ketiga, guru mengatur siswa yang terjadwal. Sementara siswa yang satu berkenferensi, siswa yang lain duduk di sampingnya menunggu giliran. Cara ini mengurangi privasi siswa. Keuntungannya adalah aturan bagi siswa bisa dikurangi. Konferensi Kelompok dan Individual Menurut Hornsby dkk, (1986), konferensi kelompok dapat diwujudkan jika beberapa siswa membaca (1) judul yang sama, (2) judul berbeda dengan pengarang yang sama, (3) judul dan pengarang berbeda tetapi ilustratornya sama,
(4) judul dan pengarang berbeda tetapi subjek atau temanya sama, (5) buku-buku dalam kategori jenis yang sma. Konferensi individual merupakan kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan perhatian guru secara individual. Konferensi individual dapat dilaksanakan sesuai kebtuhan dan berlangsung pada saat-saat tertentu. Dengan berbagai alasan, konferensi individual dapat ditambahkan dalam konferensi kelompok. Misalnya, guru perlu melakukan evaluasi. Konferensi individual juga diperlukan yang belum berpartisipasi penuh dalam konferensi kelompok serta bermanfaat bagi siswa yang kurang berpengalaman dalam memilih buku atau kurang percaya diri. Bagi siswa yang kurang percaya diri, konferensi individual bermanfaat dalam membangun rasa percaya diri. Sekalipun konferensi individual mengarahkan perhatian dan membantu kepedulian siswa tetapi Hornsby (1986) mengingatkan agar guru tidak mencampuri interaksi yang sangat penting yang terjadi antar siswa dalam konferensi kelompok. Percakapan kooperatif, berpikir kreatif dan keterlibatan aktif siswa dalam kelompok belajar sangatlah baik, bila dibiarkan karena dapat memupuk keterampilan di masa mendatang. Curah Pendapat (sharing) Hasil Membaca Setelah berkonferensi, siswa melakukan animasi bahasa untuk mempersiapkan kegiatan berbagi hasil membaca yang akan ditampilkan secara individu atau kelompok. Secara berkelompok atau individual, siswa melakukan aktifitas seperti menulis, menciptakan karya seni, membuat buku besar, bekerja dengan gulungan cerita atau chart kecil. Aktivitas kelas dapat dibatasi dengan menyajikan bahan belajar baru atau peristiwa khusus. Membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok kecil dengan pekerjaan khusus memberi tiga keuntungan. Pertama, aktivitas animasi bahasa sangat tepat untuk kegiatan berbagi buku. Kedua, ketika anak mengerjakan aktivitas dengan teman-teman dan tanpa keterlibatan guru secara langsung, mereka dapat mengembangkan keterampilan sosial, rasa percaya diri dan disiplin diri. Ketiga, penempatan kelas sevagai audiens alami bagi penyajian setiap kelompok mendorong siswa berkreasi. Tugas Mandiri Tugas mandiri dikerjakan dengan meminta siswa melakukan kegiatan (1) menggambarkan tokoh, (2) membandingkan dengan kehidupan nyata, (3) menulis reaksi awal terhadap tokoh, (4) mengidentifikasi kata kerja yang menunjukkan proses mental, (5) mengidentifikasi kata yang dapatdi dramatisasikan, dan (6) menggambarkan cerita yang diberikan dari teks. Tugas ini dapat dikerjakan dan dilengkapi oleh anak di rumah atau di sekolah. Tugas selalu terbatas pada membaca mandiri yang disiapkan untuk berbicara di kelas. Curah Pendapat Dalam waktu 5-10 menit dipilih siswa atau kelompok yang menyajikan pekerjaan yang sudah selesai. Aktivitas tersebut dapat berupa membacakan cerita, melanjutkan cerita, berbagi peristiwa yang menarik dari buku, bermain drama atau memberikan karya seni yang bertalian dengan cerita favorit. Waktu berbagi curah pendapat sangat penting untuk member kesempatan kepada siswa yang memoertunjukkan dan menceritakan hasil membaca yang juga berfungsi
mengarahkan siswa dalam berekspresi dan meningkatkan keterampilan serta berbicara serta menyimak mereka. Saat berbagi juga dapat memotivasi siswa agar menjadi pendengar yang apresiasif serta member dorongan yang baik bagi siswa untuk melakukan aktivitas berbahasa.
MERESPONS DALAM STRATEGI DENGAN MODEL KONFERENSI
PEMBELAJARAN
MEMBACA
Merespons Bacaan Sebagai Penanda Aktivitas Membaca Membaca bukanlah aktivitas yang pasif. Pembaca harus merekontruksi makna yang ingin disampaikan pengarang yang hanya dapat dilakukan dengan memhubungkan bacaan dengan pengetahuan, pengalaman dann emosi pembaca. Rekontruksi makna tersebut berkembang dan berubah menjadi informasi baru yang diperoleh dari teks (Hornsby, 1986:54). Dalam proses rekontruksi, makna berlangsung “transaksi” antara pembaca dan teks (Rosenbalt, 1985). Peran aktif pembaca dalam pembentukan makna adalah meyakini bahwa karya sastra berada dalam “lingkaran kehidupan” antara pembaca dan teks. Pembaca memasukkan makna intelektual dan emosional ke dalam teks. Makna yang terbentuk ditentukan oleh pengalaman latar yang dimiliki pembaca. Dengan demikian, jelas bahwa makna tidak terletak dalam kata-kata. Makna hanya terletak di dalam pikiran pembaca dan penulis. Respons Anak-anak Pengetahuan tentang bagaimana anak-anak merespons teks prosa fiksi berguna bagi guru dalam merencanakan strategi pembelajaran dengan lebih tepat. Studi terhadap respons siswa khususnya selama konferensi membantu guru dalam membuat perencanaan karena guru dapat belajar lebih banyak tentang berbagai teks prosa fiksi tentang beragam pertanyaan yang di ajukan tentang diri siswa dan berbagai aktivitas yang akan membantu mendorong perkembangan siswa dalam merespon (Hornsby dkk,1986). Oleh karena membaca merupakan proses aktif dan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman,emosi pribadi pembaca maka respons siswa tentu bersifat subjektif. Sangatlah tidak mungkin merespon bahan bacaan sebagai suatu dunia yang berdiri sendiri terlepas dari pembaca dan pengarang (Hornsby dkk, 1986). Mengembangkan Respons Dalam Membaca Elemen-elemen perkembangan respons telah diberikan dalam berbagai cara oleh Britton,Harding dan Rosenbaltt (dalam Hornsby, 1986). Rosenbatt merupakan orang pertama yang memberikan cirri-ciri membaca trasaksional dengan mempertahankan pendapatnya bahwa pembaca membentuk atau mencipta ulang (re create) teks ke dalam “karya Baru”. Harding menyatakan bahwa buku merupakan wahana pengarang untuk mengkomunikasikan apa yang ingin dikatakannya. Pembaca tidak hanya berhubungan dengan buku tetapi juga dengan pengarang yang berbicara melalui buku. Jadi, ketika seorang anak sebagai
pembaca merespon isis bacaan maka respon anak-anak itu menggambarkan pengalaman pribadi. Respons tersebut harus diperbuat. Respons efektif tidak boleh terabaikan oelh kebutuhan analisisatau interpretasi objektif. Oleh karena itu guru harus mengembangkan dan memperluas respons yang dibuat anak-anak. III.PENUTUP Secara konsepsual strategi pembelajaran membaca prosa fiksi dengan model konferensi dapat diterapkan di kelas-kelas SD. Penerapannya terutama untuk siswa-siswa yang sudah mulai lancer membaca. Dengan menerapkan strategi tersebut dalam pembelajaran membaca sangatlah mungkin minat dan kemampuan membaca siswa akan meningkat. Selain itu peningkatan kemampuan menyimak, berbicara dan menulis siswa tidak terabaikan. Upaya menerapkan strategi dengan model konferensi haruslah disertai pengoperasionalan konsep-konsep dalam satuan-satuan pelajaran. Sedangkan pelaksanaan pembelajaran perlu selalu diteliti, dievaluasi dan disempurnakan sehingga diperoleh model yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi objektif dikelas. Selain itu perpustakaan sekolah perlu dilengkapi buku-buku yang memungkinkan siswa memilihnya sesuai dengan minta mereka. DAFTAR PUSTAKA Allen, D. 1985. Reading On, Malbourne: Education Departement of Victoria. Galda, Lee, dkk. 1993. Language Literacyand Child, Florida: Harcourt Brace Jovanovich College Publishher. Holdaway, Don. 1980. Independence in Reading, Sydney: Baridge Printery. Hornsby, David dkk, 1986. Rean on: A Conference Approach To Reading. Sydney: Horwitz Grahame Books Pty. Ltd. Lacey, Cherly dkk. 1995. Reading Circles, Pratically Primary. Australia: Australian Literacy Education Association. Rosenblatt, Louise M. 1989. Writing and Reading. The Trausactional Theory; dalam Jana Mason. Reading and Writing Connections. Needham Heights: Allyn and Bacon. Slaughter, JP. 1993. Beyond Storybooks; Young Children and The Share Book Experience. USA: Internasional Reading Association, Inc.