P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
STRATEGI MENINGKATKAN KINERJA PENJUALAN ASURANSI JIWA (Studi Di AJB BUMIPUTERA 1912 Kantor Cabang Semarang) Oleh : Djauhari SH. MM. AAAI.J Yanuar Rachmansyah, SE, M.Si STIE Bank BPD Jateng Abstraksi Perkembangan industri asuransi di era sekarang ini telah tumbuh dengan pesatnya. Perusahaan asuransi khususnya di sektor asuransi jiwa senantiasa dituntut selalu kreatif dalam menjalankan usaha atau kegiatan pemasarannya untuk menghasilkan kinerja penjualan yang tinggi, khususnya dalam persaingan yang semakin kompetitif. Kreativitas program pemasaran perusahaan asuransi dapat diimplementasikan dengan baik, ketika perusahaan mampu mengetahui karakteristik pasar, mengelola wilayah, kemampuan individu, karakteristik individu, motivasi individu, memiliki komitmen sumber daya pemasaran yang kuat dan mampu memadukan individu yang berbeda-beda menuju satu tujuan yaitu penjualan. Walaupun perubahan pasar dan persaingan yang ketat khususnya di Industri Asuransi Jiwa, senantiasa berdampak pada kinerja penjualan Ujung tombak dari perusahaan asuransi adalah tenaga penjual asuransi (Agen). Oleh karena itu kemampuan dan ketrampilan seorang tenaga penjual asuransi sangat mempengaruhi kinerja penjualan masingmasing individu. Selain kemampuan dan ketrampilan, pasar, wilayah dan jaringan penjualan sangat mempengaruhi kinerja penjualan. Perusahaan asuransi harus mampu menganalisa pasar, wilayah, jaringan penjualan dan sumber daya pemasarannya untuk menciptakan strategi sehingga mampu menghadapi dan memenangkan persaingan dari perusahaan asuransi lain. Kondisi persaingan penjualan asuransi jiwa di wilayah Semarang sangat ketat. Menurut data dari Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Cabang Semarang, jumlah perusahaan asuransi jiwa yang aktif melakukankegiatan operasional di Propinsi Jawa Tengah khususnya di wilayah Semarang tahun 2002 ada 17 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi, sedangkan pada tahun 2006 ada 20 perusahaan asuransi jiwa. Berdasarkan data penjualan new bisnis AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang dari 146
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 menunjukkan data yang fluktuatif. Data tersebut menunjukkan adanya indikasi persaingan penjualan asuransi jiwa di wilayah Semarang semakin ketat. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang (2006), di wilayah Kantor Cabang Semarang terdapat 1.266.397 Kepala Keluarga (KK) potensial yang diperkirakan dapat berasuransi/insurable. Data portofolio di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang per 31 Desember 2005 sebanyak 90.085 (7,11 %), sehingga masih banyak potensi yang belum tergarap. Kondisi tersebut merupakan peluang untuk menggarap pasar bagi Agen asuransi jiwa yang ada di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang, Permasalahan dalam penelitian ini adanya kinerja penjualan Asuransi Jiwa yang fluktuatif di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005. Terjadinya fluktuasi penjualan tersebut dapat diakibatkan karena kurangnya pengetahuan pasar, kurangnya pengetahuan pengelolaan wilayah, tiadanya jaringan pemasaran yang berkualitas, kompetensi tenaga penjualan yang rendah serta kemampuan pemantauan diri tenaga penjual yang masing rendah. Tujuan dari penelitian ini difokuskan untuk membentuk konsep-konsep tentang manajemen pemasaran khususnya penjualan Asuransi Jiwa; sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan konsep penjualan Asuransi Jiwa dalam rangka menstabilkan serta meningkatkan kinerja penjualan Asuransi Jiwa. Penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penjualan, khususnya di perusahaan asuransi jiwa dengan menganalisa pasar, wilayah, jaringan penjualan, kemampuan dan ketrampilan tenaga penjual asuransi. Responden dari penelitian ini adalah tenaga penjual asuransi di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang. Jumlah kuesioner yang dibagikan 200, yang kembali 165. Dari jumlah tersebut, sebanyak 157 kuesioner layak untuk dianalisis. Kata Kunci : Pengetahuan pasar, Kualitas pengelolaan wilayah, Kualitas jaringan penjualan, kompetensi tenaga penjualan, kualitas pemantauan diri tenaga penjualan, kinerja penjualan Latar belakang Memasuki era ekonomi global tingkat persaingan antar perusahaan semakin ketat, untuk menjadi yang terdepan, terbaik dan terbesar, perusahaan dituntut untuk memberikan pelayanan maksimal serta mengetahui keinginan konsumennya. Pandangan semacam ini tidak terlepas dari pemasaran perusahaan untuk selalu menetapkan serta mengimplementasi- kan strategi pemasaran yang 147
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
sesuai dengan situasi dan kondisi perusahaan. Kesuksesan program baru, pengenalan produk baru, atau jasa baru sangat bergantung pada individu atau satu kelompok yang memiliki ide brilian untuk diterapkan dan dikembangkan pada perencanaan strategi pemasaran. Dalam perencanaan strategi pemasaran kreativitas merupakan komponen penting untuk menciptakan perbedaan yang unik serta menghasilkan strategi bersaing yang memiliki keunggulan (Andrews et al;1996 p. 174) Pada era globalisasi, produk atau jasa yang bersaing dalam satu pasar semakin banyak dan beragam akibat keterbukaan pasar terjadilah persaingan antar produsen untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan memberikan kepuasan kepada pelanggan secara maksimal. Perusahaan yang ingin berkembang dan ingin mendapatkan keunggulan bersaing harus dapat menyediakan produk atau jasa yang berkualitas, harga yang murah dibandingkan pesaing, waku penyerahan lebih cepat dan pelayanan yang lebih baik dibandingkan pesaingnya (Selnes; 1993). Tingkat persaingan yang semakin ketat mengharuskan seluruh pelaku usaha, memobilisasi seluruh potensi yang dimilikinya, sehingga terdapat cukup sumber daya untuk membangun kekuatan bersaing. Porter (1980) menyatakan ada lima sumber kekuatan persaingan yang harus diantisipasi dan dipahami perusahaan, agar dapat menyusun strategi bersaing sehingga mampu memenangkan persaingan. Kelima kekuatan persaingan tersebut adalah ancaman yang datang dari suplier, ancaman pendatang baru, ancaman dari konsumen, ancaman dari perusahaan yang menghasilkan produk substitusi, dan ancaman dari perusahaan sejenis. Hal ini sebagai gambaran bahwa persaingan dalam dunia bisnis semakin hari semakin ketat. Menurut Selnes (1993), asuransi jiwa merupakan bisnis dimana konsumen biasanya kurang memiliki kemampuan untuk mengevaluasi kualitas produk utama. Pertama, pengetahuan konsumen tentang produk asuransi biasanya kurang. Kedua, kualitas produk asuransi seringkali terlebih dahulu dibuktikan bila kondisi yang disepakati terjadi (usia, kecelakaan, kematian dan sebagainya). Keberhasilan penjualan suatu produk asuransi jiwa tergantung pada kualitas tenaga pemasaran untuk memasarkan Asuransi Jiwa itu sendiri. Era globalisasi telah memunculkan persaingan di antara perusahaan asuransi jiwa dalam melakukan penetrasinya ke pasar. Persaingan dalam merebut pasar tersebut meliputi benefit produk, tarif produk, pelayanan pembayaran klaim, perekrutan Agen Asuransi Jiwa maupun perekrutan tingkat manager/pimpinan. Agen asuransi jiwa sampai saat ini perannya dalam penutupan asuransi jiwa belum dapat digantikan melalui teknologi modern, walaupun sekarang era internet dan komputer. Hal tersebut dikarenakan sifat produk asuransi yang intangible tidak dapat di raba, di rasa, maupun dinikmati seketika. Penjualan produk asuransi jiwa tetap dilakukan secara personal kontak yaitu melalui Agen Asuransi Jiwa. Berdasarkan sumber data dari Dewan Asuransi Indonesia (DAI) keberhasilan penjualan produk asuransi jiwa melalui internet hanya 0,0006 % 148
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
dari penjualan yang ada, itupun hanya beberapa perusahaan asuransi, khususnya pada asuranssi joint venture. Kontribusi bisnis tersebut sangat dipengaruhi keberadaan produktivitas Agen asuransi jiwa yang dimiliki. Agen asuransi jiwa sebagai sales force sangat menentukan dalam mencapai sasaran bisnis khususnya pada perolehan produksi baru. Kondisi persaingan penjualan asuransi jiwa di wilayah Semarang sangat ketat. Menurut data dari Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Cabang Semarang, jumlah perusahaan asuransi jiwa yang aktif melakukan kegiatan operasional di Propinsi Jawa Tengah khususnya di wilayah Semarang tahun 2002 ada 17 perusahaan asuransi jiwa yang beroperasi, sedangkan pada tahun 2006 ada 20 perusahaan asuransi jiwa. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang (2006), di wilayah Kantor Cabang Semarang terdapat 1.266.397 Kepala Keluarga (KK) potensial yang diperkirakan dapat berasuransi / insurable. Data portofolio di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang per 31 Desember 2005 sebanyak 90.085 (7,11 %), sehingga masih banyak potensi yang belum tergarap. Kondisi tersebut merupakan peluang untuk menggarap pasar bagi Agen asuransi jiwa yang ada di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang, yaitu dengan peningkatan kompetensi agen dan kemampuan menyiasati pasar dalam persaingan dengan agen asuransi jiwa perusahaan pesaing. Kinerja Agen Kantor Cabang Semarang menunjukkan trend fluktuatif khususnya dalam perolehan produksi baru. Data produksi baru selama tahun 2001 s/d. 2005 sebagai berikut : Tabel 1 Data Tenaga Penjual dan Data Jumlah Penjualan Polis AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang Tahun 2001 s/d. 2005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Jumlah Tenaga Penjual 678 718 712 719 702
Surat Permintaan 19.106 19.576 20.750 20.569 16.927
Produksi U. Pertagg ( 000 ) 252.835.109 319.154.371 203.689.727 280.308.224 186.370.926
P.P ( 000 ) 6.396.982 8.722.383 18.185.885 23.803.385 14.330.737
Setoran Netto ( 000 ) ( 4.043.788 ) 1.425.603 6.560.000 14.750.000 15.550.750
Sumber : Data Bisnis AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang, 31 Desember 2005 Berdasarkan data tabel 1 tersebut terjadi fluktuatif kinerja penjualan Agen di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang terdapat pada jumlah tenaga penjual maupun jumlah penjualan polis baru. Kondisi kinerja penjualan Agen yang fluktutif tersebut dapat dipengaruhi dari faktor intern maupun ekstern. Hal inilah yang akan kami sajikan dalam penelitian tesis ini sebagai upaya bagaimana 149
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
meningkatkan kinerja penjualan Agen terhadap kinerja penjualan polis baru di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan dilihat dari tabel 1 terlihat suatu masalah yaitu fluktuasi penjualan polis AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang mulai tahun 2001 sampai tahun 2005. Terjadinya fluktuasi penjualan tersebut dapat diakibatkan karena kurangnya pengetahuan pasar, kurangnya pengetahuan pengelolaan wilayah, tiadanya jaringan pemasaran yang berkualitas, kompetensi tenaga penjualan yang rendah serta kemampuan pemantauan diri tenaga penjual yang masing rendah. Maka dalam hal ini penulis mencoba merumuskan permasalahan yang akan diteliti secara mendalam. Rumusan permasalahan tersebut terwujud dalam sebuah pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh pengetahuan pasar terhadap pengelolaan wilayah dan kompetensi tenaga penjualan di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang 2. Bagaimana pengaruh pengelolaan wilayah terhadap kualitas jaringan penjualan dan kinerja penjualan di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang 3. Bagaimana pengaruh pengetahuan pasar terhadap kompetensi tenaga penjual di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang 4. Bagaimana pengaruh kompetensi tenaga penjualan terhadap kualitas pemantauan diri tenaga penjualan dan kinerja penjualan di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang 5. Bagaimana pengaruh kualitas pemantauan diri tenaga penjualan terhadap kinerja penjualan di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang 1. Pengetahuan Pasar dengan Pengelolaan Wilayah Pengetahuan pasar diyakini merupakan salah satu faktor penentu eksistensi dan pertumbuhan perusahaan dalam pasar yang bersaing, namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua perusahaan beroperasi pada tataran orientasi pasar yang tinggi sehingga seringkali perusahaan menjadi tidak unggul untuk menjadi nilai bagi pelanggannya dan karena itu tidak begitu berhasil dalam memenangkan persaingan yang terjadi di pasar. (Johnson; 1990; Day dan Joachim; 1987). Oleh karena itu, pengetahuan pasar harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi salah satu faktor motivasi bagi tenaga penjual. Komitmen manajemen yang tinggi untuk mengembangkan pengetahuan pasar terhadap lingkungan yang paling aplikatif bagi seluruh jajaran organisasinya, khususnya organisasi penjualan berikut para tenaga penjualannya akan memberikan suatu tingkat motivasi tertentu sehingga pelanggan akan dilayani secara lebih memuaskan. Organisasi dengan manajemen yang berorientasi pasar akan menghasilkan lingkungan kerja yang mampu melakukan 150
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
pendekatan penjualan yang lebih ramah dengan penampilan fisik yang lebih rapi yang akan memberikan dampak pada mutu palayanan pelanggannya, dan karena itu berpotensi untuk memberikan tingkat kepuasan pada pelanggan yang lebih baik atau lebih tinggi di wilayah yang dikelolanya (Berhman; Perreault; 1984, Donelly dan Ivanceich; 1984). Kondisi yang seperti itu akan memiliki motivasi kerja yang lebih baik dan karena itu berpotensi untuk menghasilkan kinerja penjualan yang tinggi dalam bentuk seperti volume penjualan dan market share di lingkungan / wilayah yang dikelolanya (Sumrall dan Sebastianelli; 1999) Manajemen yang berorientasi pasar akan berupaya memahami kompleksnya tugas penjualan dengan suatu ketentuan kerja yang memungkinkan segenap tenaga penjualannya bekerja secara lebih sistematis, lebih terkendali dan accountable sehingga masing-masing bagian dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya secara proporsional dan professional. Kemampuan manajemen untuk mengenali lingkungan kompetisinya (orientasi pesaing di suatu wilayah) akan membantu mereka untuk lebih mampu melakukan penyesuaian terhadap perobahan lingkungan dan mendorong mereka membangun strategi untuk dapat bekerja secara lebih efektif (McKee, Varadarajan dan Pride; 1989) H 1 : Pengetahuan pasar yang baik menentukan pengelolaan wilayah yang efektif. 2. Pengelolaan Wilayah dengan Jaringan penjualan Dengan pengaturan wilayah yang tepat maka tenaga penjual dapat melakukan konsentrasi pada daerah yang potensial dan keluar dari pasar yang jenuh (Thom dan Wolkters; 1992, Baldauf dan Cravens; 1999). Pembagian wilayah pemasaran yang didasarkan pada peta pelanggan dapat didasarkan pada batas geografis (misalnya tingkat regional, tingkat nasional, tingkat provinsi maupun tingkat Kabupaten/ Kota). Rasmusson (1998) mengemukakan dipakainya tenaga penjualan dalam wilayah yang independen untuk melakukan penggarapan pada wilayah baru. Menurut Skiera dan Albert mengemukakan bahwa pengaturan wilayah secara konvensional dengan cara pendekatan keseimbangan berdasarkan atribut potential areal dan workload (beban kerja). Ada pendekatan lain yaitu pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan profit dengan cara pendekatan pada fungsi respons penjual pada level agregat lebih tinggi yang memerlukan data yang lebih sedikit. Pendekatan ini sering disebut COSTA (Contribution, Optimizing, Sales, Territory , Allignment). Babakus et a.l (2001; p.122) mengatakan bahwa desain wilayah penjualan yang baik akan memberikan kesempatan bagi tenaga penjualan untuk memiliki performa yang baik dalam melakukan pekerjaanya. Informasi yang diperlukan untuk melakukan pengelolaan wilayah akan selalu berubah–ubah untuk tiap periode waktu, hal ini harus disesuaikan dengan keadaan pasar yang diikuti oleh jaringan penjualan. Menurut Ferdinand (2000) mengatakan bahwa kinerja penjualan dalam proses penjualan sangat ditentukan oleh efektivitas pengembangan kegiatan call, buy, sales, dan pengelolaan account receivables. Ferdinand (2000; p. 40) menyatakan bahwa kebijakan saluran distribusi dapat 151
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
digunakan untuk memanajemeni persaingan, dengan asumsi semakin tinggi intensitas distribusi yang diterapkan, akan semakin kokoh kekuatan yang dimiliki dan semakin besar kemungkinan bahwa barang dan jasa yang ditawarkan dapat dijual pada target pasar tertentu. Informasi yang diperlukan untuk melakukan kualitas pengelolaan wilayah akan selalu berubah–ubah untuk tiap periode waktu, hal ini harus disesuaikan dengan keadaan pasar yang diikuti oleh jaringan penjualan. Seringkali terjadi bahwa perusahaan melakukan pengembangan pasar sehingga akan terjadi pula perubahan pada customer map. Dengan demikian akan terjadi proses pembagian wilayah yang harus disesuaikan kembali dengan strategi pemasaran. Proses ini akan terjadi secara terus menerus dan terjadi feedback dan redesign apabila terjadi perubahan pada pelanggan dan pasar. H 2 : Semakin baik pengelolaan wilayah semakin tinggi kualitas jaringan penjualan. 3. Pengetahuan Pasar dengan Kompetensi Tenaga Penjualan Studi yang dilakukan Narver dan Slater (1990; p.23) menggambarkan pengetahuan pasar sebagai strategi perusahaan yang paling efektif dan efisien untuk menciptakan perilaku yang diciptakan dari nilai supervisor untuk pembeli dan kinerja superior untuk perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan pasar merupakan bagian penting dari strategi perusahaan yang memiliki kontribusi yang positif terhadap kinerja penjualan. Pengetahuan pasar atau orientasi pasar meliputi perilaku tenaga penjual dan para manajer tentang filosofi dari konsep pemasaran, sedangkan Kohli dan Jaworski (1990) mendefinisikan pengetahuan pasar sebagai suatu lingkungan organisasi yang dikembangkan dari market intelegent yang terdiri dari informasi yang dibutuhkan konsumen sekarang dan masa yang akan datang, penyebaran informasi antar departemen, dan lingkungan organisai yang responsif. Menurut Kohli dan Jaworski (1990) ada tiga indikator pengetahuan pasar yaitu orientasi pesaing, orientasi pelanggan dan hubungan antar fungsi dimana tiap-tiap indikator melibatkan informasi yang dihasilkan. Pengetahuan pasar diyakini merupakan salah satu faktor penentu eksistensi dan pertumbuhan perusahaan dalam pasar yang bersaing, namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa tidak semua perusahaan berorientasi pasar yang tinggi sehingga seringkali perusahaan tidak unggul untuk menciptakan nilai bagi pelanggannya dan karena itu tidak begitu berhasil dalam memenangkan persaingan yang terjadi di pasar (Johnson; 1990, Day dan Joachim; 1987) Pengetahuan pasar dari jajaran manajemen perusahaan dapat pula muncul dalam bentuk orientasi kinerja supervisi yang menghasilkan pedoman manajemen untuk selalu menghasilkan pedoman manajemen untuk selalu melakukan pengawasan kinerja tenaga penjualan yang berfokus pada peningkatan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan. Proses supervisi yang baik akan menghasilkan dirumuskannya target penjualan yang baik, 152
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
diprakarsainya cara-cara yang baik dalam menjual, dibangunnya kemampuan komunikasi dengan pelanggan yang lebih baik serta mengorientasikan kegiatankegiatan untuk selalu dapat melayani dan memuaskan herapan pelanggan (kohli, Challagalla dan Shervani, 1998) H 3 : Semakin tinggi pengetahuan pasar, semakin tinggi kompetensi tenaga penjualan 4. Kompetensi Tenaga Penjualan dengan kinerja penjualan Tenaga kerja merupakan salah satu elemen yang penting dalam menjual barang dalam memenuhi dan menciptakan pasar yang baru. Bambang B.Sunaryo (2002; p.41) mengatakan bahwa kinerja pemasaran yang baik apabila ditopang oleh penjualan yang baik. Penjualan yang baik salah satu penunjangnya adalah kualitas tenaga penjualan yang handal. Kompetensi tenaga penjualan dapat diartikan sebagai kemampuan atau keahlian tenaga penjualan dalam melakukan aktivitas pemasaran. Liu dan Leach (2001, p.149) menyatakan bahwa keahlian tenaga penjualan merupakan keyakinan akan adanya pengetahuan khusus yang dimiliki oleh tenaga penjulan tersebut yang mendukung hubungan bisnis. Kemampuan tenaga penjualan biasanya lebih sering ditunjukkan melalui solusi yang diberikannya dalam melayani pelanggannya. Kemampuan tenaga penjualan mengindikasikan adanya nilai tambah yang diberikan pada pelanggan. Hal ini berarti semakin tinggi kemampuan tenaga penjualan maka semakin tinggi pula nilai tambah yang diberikannya kepada pelanggan tersebut. Kemampuan tenaga penjualan ditunjukkan dengan kinerja yang dihasilkannya selama ini. Tenaga penjualan yang berkualitas memegang peranan yang penting dalam menjembatani hubungan antara pihak perusahaan dan konsumen. Tenaga penjualan harus mampu untuk mengikuti segala perubahan selera pasar terhadap produk dan selanjutnya memberi masukan kepada pihak perusahaan untuk mengatasi hal tersebut. Baldauf dan Cravens (1999) mangatakan bahwa kualitas tenaga penjualan merupakan sumber untuk meningkatkan efektifitas organisasi. Kemampuan atau keahlian tenaga penjualan merupakan pengetahuan khusus yang terkait dengan hubungan bisnis yang dimilikinya (French dan Raven; 1959 dalam Liu dan Leach; 2001; p.149) berbeda dengan kualitas layanan yang lebih menekankan pada perilaku dari tenaga penjual, kemampuan seorang tenaga penjual dapat diketahui dari luasnya pengetahuan yang dimilikinya (Dholakia dan Srenthal; 1977; Srenthal, Philips dan Dolakia; 1978, Harmon dan Coney 1982 dalam Lagace, Dahlstrom, dan Gassenheimer; 1991; p.41). Kemampuan seorang tenaga penjual untuk memberikan solusi pada pelanggannya dapat menunjukkan tingkat keahlian tenaga penjualan tersebut. H 4 : Semakin tinggi kompetensi tenaga penjualan semakin tinggi kinerja penjualan.
153
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
5. Kompetensi Tenaga Penjualan dengan Kualitas Pemantauan diri Tenaga Penjualan Noor et al (2001; p.78) menyatakan bahwa ketrampilan, perilaku, faktorfaktor personal dan relemperception memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja tenaga penjualan. Tenaga penjualan tidak dapat mencapai kinerja yang lebih tinggi apabila tenaga penjualan tersebut tidak termotivasi dalam melakukan usahanya. Kemampuan tenaga penjualan dalam melakukan aktivitasnya dipengaruhi oleh karakteristik dari tiap personal tenaga penjualan sehingga tenaga penjulan mengetahui dan memahami apa yang dikerjakan. Ketrampilan tenaga penjualan sangat diperlukan dalam menjalankan tugasnya secara efektif, termasuk didalamnya pengetahuan mengenai produk dan bagaimana cara kerjanya, presentasi penjualan serta ketrampilan yang lain. Keberhasilan penjualan oleh sarana visualisasi produk yang dibawa oleh sales representative, seperti sample dan handout yang menggambarkan produk yang dijual. Kesimpulan oleh Waid, et al. (Bambang Sunaryo; 2002) menerangkan bahwa frekuensi hubungan dengan pelanggan berpengaruh langsung terhadap penjualan produk yang dibawa oleh tenaga penjual. H 5 : Semakin tinggi kompetensi tenaga penjualan semakin tinggi kualitas pemantauan diri tenaga penjual. 6. Kualitas Pemantauan Diri Tenaga Penjual dengan Kinerja penjualan Pemantauan diri menunjukkan kecenderungan individu untuk mengendalikan kesan dan pengaruh individu lain selama interaksi sosial (Synder; 1979 dalam Goolsby, Lagace dan Boorom; 1992; p.53) dan secara sadar memodifikasi perilaku sehingga kesan diri yang diinginkan dapat ditunjukkan. Daab, Evans, Hooper dan Purvis (1980) dalam Kolb (1998; p.266 menyatakan bahwa pemantauan diri merupakan gaya komunikasi stratejik, dimana dalam penelitian mereka individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang tinggi akan dapat berkomunikasi dengan cara yang lebih baik, tegas antusias dan cepat memberikan respon selain itu lebih mudah dalam mempengaruhi individu yang lain. Tenaga penjual asuransi yang memiliki kualitas pemantauan diri yang tinggi, akan menunjukkan lebih banyak perubahan perilaku antar situasi atau fleksibel dalam menyesuaikan perilaku mereka dalam responnya terhadap situasi penjualan yang dihadapi. Goolsby, Lagace dan Boorom (1992; p.53) dikatakan bahwa individu yang memiliki tingkat kemampuan dan pemantauan yang tinggi memperhatikan kesesuaian situasional dan interpersonal perilaku dan menggunakan isyarat-isyarat tersebut untuk mengatur dan mengendalikan presentasi diri. Tenaga penjual asuransi yang berkemampuan tinggi dalam memodifikasi presentasi diri akan mampu memenuhi target penjualan dengan baik, atau dengan kata lain tenaga penjual asuransi akan lebih sukses selama mereka mampu mengadaptasi presentasi mereka secara lebih baik dalam usaha memenuhi kebutuhan nasabah. 154
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
H 6 : Semakin tinggi kualitas pemantauan diri tenaga penjual semakin tinggi kinerja penjualan. 7. Pengelolaan Wilayah dengan Kinerja Penjualan Kesuksesan sebuah industri tergantung pada bagaimana hubungan industri itu dengan wilayah / lingkungannya (Porter ; 1981; p.30) lingkungan persaingan mempengaruhi jumlah dan jenis pesaing yang harus dihadapi manajer pemasaran dan bagaimana mereka akan berperilaku. Pengetahuan yang lebih luas tentang lingkungan pemasaran akan meningkatkan kemampuan dalam menganalisa perubahan kondisi lingkungan. Nerver dan Slater (1994; p.47) menggambarkan pengelolaan wilayah/ lingkungan mempengaruhi hubungan orientasi pasar terhadap kinerja penjualan, indikator dari orientasi lingkungannya seperti pergolakan pasar, pergolakan teknologi tingkat persaingan, pertumbuhan pasar. Mereka juga menguji setiap jenis strategi bisnis sebagai suatu alternatif hubungan yang potensial antara orientasi pasar dengan kinerja pemasaran Lingkungan yang semakin komplek akan meningkatkan ketidakpastian lingkungan, sehingga dituntut informasi tentang lingkungan persaingan yang lebih banyak (Dollinger; 1992 ; p.699). Informasi yang beragam akan mempersulit pemahaman tentang bagaimana hubungan atau interaksi yang terjadi antara sektor lingkungan dan bagaimana interaksi tersebut mempengaruhi sumber daya yang dimiliki perusahaan (Clark at al; 1994; p.30) Mengetahui apa yang diharapkan pelanggan yang ada dalam wilayah atau lingkungan adalah langkah utama dan terpenting dalam penyampaikan kualitas layanan. Secara sederhana, penyampaian layanan yang diterima pelanggan adalah sebagai tanda bahwa perusahaan mengetahui apa yang diharapkan pelanggannya. Apabila perusahaan salah mengartikan apa yang diinginkan pelanggan dalam wilayah lingkungan operasional, maka akan mengakibatkan perusahaan tersebut kehilangan bisnis karena perusahaan lain lebih dapat menangkap target pasarnya. Perusahaan akan menghabiskan biaya, waktu dan sumber daya lain serta perusahaan tidak akan aman dalam persaingan pasar di wilayah tersebut (Zheitaml et al; 1993; p.51). H 7 : Semakin tinggi pengelolaan wilayah semakin tinggi kinerja penjualan. 8. Kualitas Jaringan Penjualan dengan Kinerja Penjualan Faktor utama penopang kinerja penjualan yang baik adalah penjualan. Penjualan yang dapat secara langsung mempengaruhi kinerja penjualan adalah melalui jaringan penjualan. Keberhasilan suatu perusahaan dalam menciptakan proses penjualan melalui sistem jaringan penjualan akan berdampak pada peningkatan volume penjualan (Anderson; 1997; p.59) menyatakan bahwa strategi saluran jaringan yang diambil oleh perusahaan dapat dijadikan sebagai strategi dalam mencapai keunggulan kompetitif.
155
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Berdasarkan pendapat penelitian Michman (1990; dalam Wahyudi; 2002; p.9) berpendapat bahwa perusahaan mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam menjual produknya sehingga diperlukan network / jaringan sebagai saluran distribusi untuk menjangkau konsumen. Strategi sinergi / kerjasama dalam penjualan dapat dilakukan secara parsial / penuh. Jika perusahaan ingin memenangkan persaingan mereka maka perusahaan itu harus beralih dari filosofi produk dan penjualan ke filosofi pemasar. Perusahaan dapat menarik pelanggan dan mengungguli pesaingnya dengan memenuhi dan memuaskan kebutuhan mereka secara lebih baik. Miller, e.t al (dalam Ackerman dan Tellis; 2001) mengatakan bahwa aktivitas membeli barang bukan hanya merupakan akuisisi produk, namun lebih dari itu aktivitas pembelian merupakan bagian dari hubungan sosial. Menurut Avery (1999; p.55–60) pekerjaan dari jaringan penjualan meliputi kualitas barang, keberadaan produk, pelayanan, bimbingan terhadap pelanggan, bimbingan teknikal, reputasi. Johnson (1999) dalam Mohammad Anis (2005; p.205) mengukur kinerja perusahaan dengan porsi pasar yaitu pertumbuhan penjualan, dan pentingnya hubungan antar mitra. Menurut Cooper dan Kaplan (dalam Andarmutia dan Anwar; 2002) kontrol operasional yang efektif dan sistim pengukuran kinerja harus menyediakan feedback yang cepat dan akurat guna mencapai efisiensi dan efektifitas dari operasional Salah satu mempertahankan pasar yang dilakukan para pemimpin pasar adalah pendekatan hubungan dengan pelanggan (Michael Treacy; 1996; p.49). Dari berbagai pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hubungan distribusi / jaringan dengan pelanggan akan berpengaruh positif terhadap penjualan (selling in) perusahaan. Dalam menjaga kelangsungan hubungan jangka panjang, kerjasama yang terjalin harus dibina secara efektif untuk menghindari kemungkinan timbulnya konflik atau tercipta ketidakpastian. Dengan mengacu pada hubungan pemasar, dapat dimengerti, bahwa unsur kerjasama menjadi unsur yang sangat penting; kedua belah pihak akan mulai bekerja untuk saling memberi dan menerima. Penelitian Smith dan Barclay (1999; p.24) menyimpulkan bahwa kerjasama akan meningkatkan penjualan, bahkan juga memberikan solusi pemecahan masalah sumber daya penjualan. H 8 : Semakin baik kualitas jaringan penjualan semakin tinggi kinerja penjualan 9. Kinerja Penjualan Kinerja penjualan atau pemasaran merupakan faktor yang seringkali digunakan untuk mengukur dampak dari strategi yang diterapkan perusahaan. Strategi perusahaan pada umumnya selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja penjualan yang unggul. Walaupun tidak ada kepastian tentang dimensi kinerja pemasaran, namun pada umumnya dimensi yang dipakai untuk mengukur kinerja pemasaran meliputi pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan dan volume penjualan sebagai alat pengukuran kinerja pemasaran. Kinerja pemasaran dipengaruhi oleh tiga hal yaitu efektivitas perusahaan, pertumbuhan dan kemampulabaan (Pelham; 1997; p.55-76). 156
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Weitz (1981), Shapiro dan Weitz (1990) menyatakan bahwa pencapaian kinerja penjualan tergantung pada tingkat keagresifan tenaga penjual. Tingkat keagresifan ini akan tampak dari bagaimana aktifnya ia mengidentifikasi pelanggan potensial, orientasinya untuk selalu berpenghasilan tinggi, motivasinya untuk selalu menjual dengan melampaui terget penjualan dan menguntungkan, yang dapat dicapai bila selalu ada upaya pembelajaran. Tanpa adanya ketrampilan dan kemampuan tenaga penjualan memanajemeni dirinya (self management) untuk melakukan kegiatan penjualan dengan baik, dapat dipastikan bahwa seseorang tidak akan mencapai sebuah tingkat kinerja penjualan yang efektif (Kohli, Shervani dan Chalagalla; 1998; p.272). Untuk melihat bagaimana tenaga penjualan menghasilkan kinerja penjualan yang baik, terdapat banyak konsepsi perilaku yang harus dikembangkan seperti konsep hardworking, smart working, agresiveness (Shapiro dan Weitz; 1990) yang mengatakan bahwa dalam menjalankan fungsinya sebagai tenaga penjualan, seorang tenaga penjualan harus mengembangkan sikap kerja yang positif yang ditandai dengan sikap kerja keras, cerdas serta sikap kerja agresif apalagi dalam pasar yang sangat kompetitif dinamika perebutan pelanggannya. Kinerja penjualan dapat mengambil beberapa indikator antara lain volume penjualan, tingkat pertumbuhan penjualan,serta pertumbuhan jumlah pelanggan (Ferdinand; 2002; p.153). Komitmen tenaga penjualan pada pelanggan akan menuntunnya untuk mengembangkan budaya kerja keras dan kerja cerdas (Sujan, Weitz, Bettman; 1998, Sujan, Weitz dan Kumar; 1994) yang pada akhirnya akan menghasilkan pelanggan yang aktif dan loyal. Studi Siguaw, Brown dan Weding (1994) bahwa manajemen perusahaan dengan orientasi pasar yang tinggi cenderung mendorong tenaga penjualan untuk bekerja lebih memperhatikan kebutuhan pelanggan, meningkatkan kualitas pelayanan pada pelanggan,dan mengurangi konflik kerja. Ukuran prestasi tenaga penjualan (Bashaw dan Grant; 1994) mengatakan bahwa komunikasi dengan pelanggan berguna untuk mempertahankan dan menambah jumlah pelanggan. Penelitian Terdahulu Berikut ini akan di jelaskan hasil penelitian terdahulu yang digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini : Tabel 2 Hasil Penelitian Terdahulu Peneliti Nerver dan Slater (1990)
Tujuan Penelitian Menguji perilaku karyawan dan manajer tentang filosofi penjualan
Variabel Indikator orientasi pesaing, pelanggan, hubungan kerja
157
Metodologi Stuctural Equation Modeling (SEM)
Hasil Pengetahuan pasar berpengaruh positif terhadap motivasi tenaga penjualan dan pengelolaan
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Peneliti
Tujuan Penelitian
Variabel
Metodologi
Nerver dan Slater (1990)
Meneliti indikator orientasi publik, sosial, pemikiran lingkungan
Pergolakan pasar, teknologi persaingan, pertumbuhan pasar
Stuctural Equation Modeling (SEM)
Michael Treacy (1996)
Meneliti jaringan distrubusi perusahaan jasa
Pengaruh jaringan penjualan terhadap kinerja penjualan
Stuctural Equation Modeling (SEM)
Liu dan Leach (2001)
Meneliti tingkat kemampuan dan karakteristik tenaga penjualan
Variable yang mempengaruhi hubungan bisnis tenaga penjualan
Stuctural Equation Modeling (SEM)
Goolsby, Lagace, Boorom (1992)
Meneliti tingkat kualitas pemantauan diri tenaga penjual
Variable yang mempengaruhi individu tenaga penjualan
Stuctural Equation Modeling (SEM)
Hasil wilayah Terdapat hubungan yang positif antara pengelolaan wilayah terhadap kualitas jaringan penjualan Jaringan penjualan berkualitas mampu memenangkan persaingan dan meningkatkan kinerja penjualan. Semakin tinggi kompetensi tenaga penjualan berdampak pada kinerja penjualan dan kualitas pemantauan diri . Pemantauan diri berpengaruh signifikan terhadap kinerja kemampuan memenuhi target penjualan dan intreraksi dengan pelanggan.
Kerangka Pemikiran Teoritis Berdasarkan hasil telaah pustaka diatas maka kerangka pemikiran teoritis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
158
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Keterangan : X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18
: : : : : : : : : : : : : : : : : :
Perilaku Konsumen Orientasi Pesaing Orientasi Pelanggan Lingkungan yang Aplikatif Pendekatan Pelanggan Perubahan Lingkungan Saluran Distribusi Batasan Penjualan Kerjasama Emphaty Kemampuan / Keahlian Motivasi Memodifikasi Presentasi Diri Sensitivitas Perilaku Nasabah Mengatasi Situasi Penjualan Target Penjualan Volume Penjualan Pertumbuhan Pelanggan
Kerangka pemikiran teoritis tersebut menyajikan suatu kinerja penjualan yang dipengaruhi oleh variabel pengetahuan pasar, pengelolaan wilayah, kualitas
159
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
jaringan penjualan, kompetensi tenaga penjualan, kualitas pemantauan diri tenaga penjualan. Hipotesis Hipotesis adalah alternative dengan jawaban yang akan dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan dalam penelitiannya (Suharsini Arikunto, 1998:55). Berdasar kerangka berpikir yang dikemukakan diatas, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : H1 H2 H3 H4 H5
: : : : :
Pengetahuan pasar berpengaruh terhadap pengelolaan wilayah Pengelolaan wilayah berpengaruh terhadap kualitas jaringan penjualan Pengetahuan pasar berpengaruh terhadap kompetensi tenaga penjualan Kompetensi tenaga penjualan berpengaruh terhadap kinerja penjualan Kompetensi tenaga penjualan berpengaruh terhadap kualitas pemantauan diri tenaga penjualan H 6 : Kualitas pemantauan tenaga penjualan berpengaruh terhadap kinerja penjualan H 7 : Pengelolaan wilayah berpengaruh terhadap kinerja penjualan H 8 : Kualitas jaringan berpengaruh terhadap kinerja penjualan Definisi Konsep dan Definisi Operasional Variabel Tabel 3 Definisi Konsep dan Definisi Operasional Variabel No
Variabel
Definisi Konsep
1.
Pengetahuan Pasar
Kegiatan mencari informasi perilaku pembeli berdasarkan informasi market intelegent untuk kepentingan sekarang dan yang akan datang sebagai salah satu faktor penentu eksistensi dan pertumbuhan perusahaan dalam persaingan serta dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan, menciptakan motivasi kerja yang lebih baik. (Kahli dan Jaworki; 1990, Sumrall dan Sebastianelly; 1999)
Perilaku Konsumen Orientasi Pesaing Orientasi Pelanggan
X1
Hubungan interaksi antara pengelolaan pasar dengan pergolakan pasar, teknologi tingkat persaingan, pertumbuhan pasar dan pengaruhnya terhadap sumber daya yang dimiliki perusahaan. (Clark at. al.; 1994)
Lingkungan yang Aplikatif Pendekatan Pelanggan Perubahan Lingkungan
X4
2.
Pengelolaan wilayah
160
Definisi Operasional
Kode
X2 X3
X5 X6
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
No
Variabel
Definisi Operasional
Kode
3.
Kompetensi tenaga penjualan
Kemampuan atau keahlian yang harus dimiliki dalam rangka memberikan pelayanan kepada pelanggan, meliputi ketrampilan, perilaku, faktor personal, relemperception yang memberikan pengaruh terhadap kinerja penjualan. (Noor et. al; 2001)
Emphaty Kemampuan / Keahlian Motivasi
X7
Pemantauan diri memodifikasi presentasi diri berkolerasi signifikan dengan penilaian kerja secara subyektif dan berpengaruh positif terhadap kinerja penjualan.
Memodifika si Presentasi Diri Sensitivitas Perilaku Nasabah Mengatasi Situasi Penjualan Saluran Distribusi Batasan Penjualan Kerjasama
X10
Target Penjualan Volume Penjualan Pertumbuha n Pelanggan
X16
4.
Kualitas pemantauan diri tenaga penjualan
Definisi Konsep
(Spiro dan Weitz; 1990)
5
Kualitas jaringan penjualan
Penjualan melalui system jaringan berdampak pada peningkatan volume penjualan dengan mengalihkan filosofi produk dan penjualan ke filosofi pemasar.
X8 X9
X11
X12
X13 X14 X15
(Michman; 1990) 6.
Kinerja penjualan
Indikator keberhasilan dari penerapan strategi perusahaan yang meliputi pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, volume penjualan. (Pelham; 1997)
X17 X18
Jenis dan sumber data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data subyek (self report data) yaitu jenis data penelitian yang berupa sikap, opini, pengalaman, atau karakteristik seseorang atau sekelompok orang yang menjadi subyek penelitian / responden (Indriantoro & Supomo, 1999, p.145) . Sedang sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan data sekunder yaitu : 1. Data Primer Menurut Umar (1999) data primer adalah data penelitian yang didapat dari sumber pertama yang didapat secara khusus dan berhubungan langsung dengan masalah yang diteliti misalnya dari individu seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang didapat dari jawaban responden 161
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Sedangkan responden yang menjawab daftar pertanyaan adalah para tenaga penjualan asuransi jiwa di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang 2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengumpul data primer atau oleh pihak lain (Umar, 1999, p. 42). Data ini diperoleh dari studi kepustakaan, literatur, jurnal penelitian terdahulu dan majalah-majalah yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini data yang didapat dari buku (perpustakaan) AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang. Populasi dan sampel Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun & Efendi,1981). Populasi juga berarti sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Indriantoro & Supomo; 1999; p.115). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah tenaga penjualan asuransi jiwa (Agen) di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang yang berjumlah 702 tenaga penjual. Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap dapat mewakili populasi (Sugiyono, 1999). Ukuran sampel yang digunakan penelitian ini berjumlah antara 100-200 orang (Hair dkk, 1995, p. 637), sedang jumlah sampel yang ideal diterima dan representatif adalah tergantung jumlah indikator yang ada dikalikan lima. Rule of thumb besarnya sampel adalah sebanyak 5-10 kali untuk setiap indikator (Hair et al., 1998; Augusty Ferdinand, 2000). Dengan demikian sampel penelitian ini adalah : Jumlah indikator x 5 = jumlah sampel. 18 x 5 = 90 responden. Karena persyaratan SEM seperti telah disebutkan di atas bahwa jumlah sampel minimal 100 responden, maka jumlah sampel yang diambil adalah jumlah indikator dikalikan 10. dengan demikian sampel penelitian ini adalah : Jumlah indikator x 10 = jumlah sampel. 18 x 10 = 180 responden Untuk menjaga adanya kerusakan sampel dan hilangnya sampel maka peneliti mengambil sampel sebanyak 200 dari tenaga penjualan asuransi yang sesuai dengan kriteria batasan tersebut.
162
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
1. Metode pengumpulan data Studi pustaka Kegiatan pengumpulkan bahan–bahan yang berhubungan dengan penelitian yang diperoleh dari jurnal–jurnal, literatur–literatur serta sumber lain yang dapat dijadikan bahan masukan untuk mendukung penelitian. Daftar pertanyaan Kegiatan pengumpulkan data yang dilakukan dengan menggunakan satu macam angket tertutup, yaitu angket yang terdiri atas serangkaian pertanyaan yang digunakan untuk mendapatkan data mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja penjualan. Pertanyaan dalam angket tertutup tersebut menggunakan skala likert yaitu skala pengukuran untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang fenomena sosial. Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat negatif sampai dengan sangat positip dengan skor 1–5, dengan pertanyaan sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. 2. Teknik analisa data Suatu penelitian membutuhkan analisis data dan interprestasinya yang bertujuan menjawab pertanyaan–pertanyaan peneliti dalam rangka mengungkapkan fenomena sosial tertentu. Sehingga analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Metode yang akan digunakan untuk menganalisis data harus sesuai dengan pola penelitian dan variabel yang akan diteliti. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kausalitas atau hubungan atau pengaruh dan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini maka teknik analisis yang digunakan adalah SEM atau Stuctural Equation Model yang dioperasikan melalui program AMOS. SEM adalah teknik multivariat yang menggabungkan aspek dari regresi berganda (meneliti hubungan ketergantungan) dan analisis faktor untuk mengestimasi rangkaian hubungan ketergantungan yang saling berhubungan secara simultan (Hair dkk; 1999l; p. 621). Permodelan peneliti melalui SEM memungkinkan seseorang peneliti dapat menjawab pertanyaan penelitian yang bersifat regresi maupun demensional (yaitu mengukur apa indikator dari sebuah konsep). Pada saat seorang peneliti menghadapi pertanyaan penelitian berupa identifikasi dimensi–dimensi sebuah konsep atau kostruk (seperti yang biasanya dilakukan dalam analisis faktor) dan pada saat yang sama peneliti ingin mengukur pengaruh dan tingkat hubungan antar faktor yang telah diidentifikasikan dimensi-dimensinya itu SEM akan merupakan alternatif jawaban yang layak untuk dipertimbangkan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa SEM adalah kombinasi antara analisis faktor dan analisis regresi berganda (Ferdinand; 2002; p. 7).
163
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Penelitian ini menggunakan dua macam teknik analisis yaitu : Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis) Analisis faktor konfirmatori pada SEM digunakan untuk mengkonfirmasi faktor–faktor yang paling dominan dalam satu kelompok variabel. Pada penelitian ini analisis faktor konfirmatori digunakan untuk uji indikator yang membentuk faktor, pendidikan dan pengalaman, kualitas pengelolaan wilayah, kualitas tenaga penjualan, jaringan penjualan dan kinerja penjualan. Regression Weight. Regression Weight pada SEM digunakan untuk meneliti seberapa besar variabel, pengetahuan pasar, pengelolaan wilayah, kualitas jaringan penjualan, kompetensi tenaga penjualan, kualitas pemantauan diri tenaga penjual dan kinerja penjualan. Pada penelitian regression weight digunakan untuk uji hipotesis H1, H2, H3, H4, H5, H6, H7, H8 3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Konstruk. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur seberapa cermat suatu test melaksanakan fungsi ukurnya. Dalam penelitian ini digunakan uji validitas item dengan menggunakan kriteria internal yaitu membandingkan kesesuaian tiap komponen pertanyaan dengan skor keseluruhan tiap komponen pertanyaan dengan skor total keseluruhan test. Uji validitas juga merupakan kemampuan dari indikator indikator untuk mengukur tingkat keakuratan sebuah konsep. Artinya apakah sebuah konsep yang telah dibangun tersebut sudah valid atau belum. Uji ini melibatkan para ahli (ahli pemasaran, ahli statistik) dan pihak yang berkompeten (calon responden) untuk memberi komentar dan saran terhadap indikator yang dijabarkan dalam item pertanyaan (Sugiyono; 1999; p. 114). Uji Reliabilitas Konstruk Uji reliabilitas konstruk adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas menunjukan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama. Rumus uji reliabilitas konstruk dalam SEM dapat diperoleh melalui rumus Hair, et. al (1995; p. 642) sebagai berikut ; Construct-Reliability = ( std loading )² ( std loading )² + ..ε j Dimana :
Std.Loading diperoleh langsung dari standarized loading tiap indikator 164
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Ε.j adalah measurement error dari tiap-tiap indikator
Populasi dan Sampel 1. Rekapitulasi Penyebaran Kuesioner Penyebaran kuesioner dilakukan di 12 Kantor Operasional yang dibagi dalam wilayah rural dan urban yang diperkirakan memiliki karakteristik yang sama. Menurut Hair et al; 1998 dalam penetapan sampel adalah setiap variabel indikator dikalikan 5 – 10. Jumlah variabel indikator dalam penelitian ini sebanyak 18 variabel indikator ( X1-X18) sehingga jumlah sampel 180. Untuk menjaga adanya kerusakan sampel atau hilang, maka peneliti menyebar kuesioner sebanyak 200 yang kami rinci sebagai berikut : Tabel 4 Rekapitulasi Penyebaran Kuesioner Keterangan Jumlah Kuesioner Dibagikan Jumlah Kuesioner Kembali Jumlah Kuesioner Layak Jumlah Kuesioner Dianalisis
Jumlah 200 164 157 157
Dari jumlah kuesioner ( 164 ) yang kembali, sebanyak 7 kuesioner tidak layak untuk dianalisis dikarenakan : 1. 4 kuesioner kembali menjawab dobel terhadap pertanyaan yang disampaikan 2. 3 kuesioner kembali ada jawaban yang kosong Sehingga dari 164 kuesioner yang kembali yang layak untuk dianalisa sebanyak 157 kuesioner 2. Deskripsi Jawaban Responden Tabel 5 Rekapitulasi Jawaban Responden
Dari jawaban responden diperoleh keterangan bahwa untuk variabel X5, X10 X15 dan X18, rata-rata jawaban responden menjawab setuju dengan jawaban paling sering muncul adalah 5. Selain variabel-variabel tersebut, ratarata jawaban responden menjawab setuju dengan jawaban paling sering muncul adalah 4.
165
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Analisa Data dan Hasil Penelitian Evaluasi kriteria goodness-of-fit Sebelum dilakukan pengujian fit indeks yang akan mengukur kebenaran model yang diajukan, beberapa asumsi yang terdapat dalam SEM harus dipenuhi terlebih dahulu, yaitu : 1. Ukuran Sampel Ukuran sampel minimal yang harus dipenuhi dalam pemodelan SEM adalah sebanyak 100. Rule of thumb besarnya sampel adalah sebanyak 5-10 kali untuk setiap indikator (Hair et al., 1998; Augusty Ferdinand, 2000). Dengan jumlah sampel sebanyak 157, maka ukuran sampel minimal yang dipersyaratkan telah terpenuhi. 2. Normalitas data Sebaran data harus dianalisis untuk melihat apakah asumsi normalitas dipenuhi sehingga data dapat diolah lebih lanjut. Asumsi data terdistribusi normal didasarkan pada central limit theorem, yang menyatakan bahwa apabila ukuran sampel yang diambil relatif besar, maka distribusi penyampelan dari rata-rata sampel akan mendekati normal (Nester et al., 1993). Ukuran sampel dikatakan relatif besar apabila mempunyai ukuran 30 atau lebih (Dielman, 1991). Dengan jumlah sampel sebanyak 157, maka dengan mendasarkan pada central limit theorem, distribusi data dalam penelitian ini dianggap normal. 3. Outliers Outliers adalah data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim (Hair et. al., 1998). Deteksi terhadap adanya outlier univariat dapat dilakukan dengan menentukan nilai ambang batas yang akan dikategorikan sebagai outliers dengan cara meng-konversi nilai data penelitian ke dalam standard score (z-score), yang memiliki rata-rata nol dengan standar deviasi sebesar satu (Augusty Ferdinand, 2002). Nilai z-score yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan SPSS adalah sebagai berikut :
166
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Tabel 6 Uji Normalitas Descriptive Statistics N Zscore(X1) Zscore(X2) Zscore(X3) Zscore(X4) Zscore(X5) Zscore(X6) Zscore(X7) Zscore(X8) Zscore(X9) Zscore(X10) Zscore(X11) Zscore(X12) Zscore(X13) Zscore(X14) Zscore(X15) Zscore(X16) Zscore(X17) Zscore(X18) Valid N (listwise)
157 157 157 157 157 157 157 157 157 157 157 157 157 157 157 157 157 157 157
Minimum -3.86535 -4.77879 -2.67413 -.81605 -2.93612 -5.46991 -5.63633 -4.35614 -2.73646 -2.93657 -2.62140 -6.02833 -2.65319 -2.66678 -1.01604 -4.38318 -2.74381 -.95331
Maximum 1.12254 1.29627 1.07443 1.21760 .95393 1.27882 1.15756 1.26507 1.09947 .87369 1.20706 1.00846 1.11650 1.08824 .97794 1.33560 1.33940 1.04229
Mean 6.37E-15 1.70E-15 2.18E-15 6.16E-16 -3.2E-15 -5.2E-15 8.36E-16 2.19E-15 2.30E-15 -3.6E-15 7.81E-15 3.71E-15 5.13E-15 7.66E-15 1.83E-15 3.98E-15 4.64E-15 2.34E-15
Std. Dev iation 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000 1.0000000
Dari tabel tersebut terlihat bahwa semua nilai yang telah distandardisir ke dalam z-score memiliki nilai rata-rata sama dengan nol dengan deviasi standar sebesar satu. Karena itu disimpulkan tidak ada univariate outlier dalam data yang dianalisis. 4. Uji kesesuaian Dalam SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji model yang dibuat. Umumnya terdapat berbagai jenis fit index yang digunakan untuk mengukuir derajat kesesuian antara model yang dihipotesiskan dengan data yang disajikan. Peneliti diharapkan untuk melakukam pengujian dengan menggunakan beberapa fit index untuk mengukur “kebenaran” model yang diajukan. Beberapa index kesesuaian dengan cut-off value serta hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : Tabel 7 Hasil Uji Kesesuaian
167
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa model yang dibuat dalam penelitian ini dapat diterima walaupun dengan sedikit keterbatasan, yaitu nilai RMSEA dan AGFI yang berada di bawah titik kritis. RMSEA yang berada di bawah titik kritis berarti bahwa model yang dibuat dalam penelitian ini tidak akan menunjukkan goodness-of-fit bila model diestimasi dalam populasi. Nilai AGFI yang berada di bawah titik kritis berarti bahwa variabelvariabel dependen dalam penelitian ini kurang mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel independen. 5. Measurement Model Measurement model adalah proses pemodelan dalam penelitian yang diarahkan untuk menyelidiki unidimensionalitas dari indikator-indikator yang menjelaskan sebuah faktor atau sebuah variable latent yang dilakukan melalui confirmatory factor analysis (CFA). Melalui CFA akan dikonfirmasi apakah indicator-indikator yang ada secara bersama-sama dan kuat merupakan sebuah „definisi‟ (dan karena itu bersifat unidimensional) dari suatu faktor. a. Uji Signifikansi Bobot Faktor Dipergunakan untuk mengkonfirmasi apakah variabel yang ada dapat secara bersama-sama dengan variabel lainnya menjelaskan sebuah variabel latent. Uji ini dilakukan dengan menggunakan dua tahapan analisis, yaitu : -
Nilai Lambda atau Factor Loading Dalam CFA, dianggap bahwa variable latent sebagai variabel penyebab yang mendasari variable-variabel indikatornya. Pengaruh dari variabel latent terhadap variabel indikator disebut factor loading yang diberi symbol lambda. Tabel 8 Hasil Uji Koefisien Lambda
168
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Pedoman umum untuk analisis ini adalah dibutuhkan nilai lambda yang ≥ 0.40. Bila terdapat nilai yang kurang dari 0.40, maka disarankan untuk merevisi model tersebut dengan mengeluarkan variable yang tidak signifikan. Dikarenakan dalam output tersebut tidak terdapat variable dengan nilai lambda yang kurang dari 0.40, maka semua variabel dalam penelitian ini tetap diperhitungkan dalam model. -
Bobot Faktor (Regression Weight) Uji t terhadap koefisien lambda dilakukan untuk menolak hipotesis nol yang menyatakan bahwa nilai koefisien lambda adalah sama dengan nol. Pengujian masing-masing hipotesa adalah jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak (signifikan). t tabel pada level 0.05 dengan df sebesar 127 adalah 1.645. t hitung untuk masing-masing koefisien lambda yang diperoleh dari output adalah: Tabel 9 Uji Koefisien Lambda
Melalui pengamatan terhadap nilai CR terlihat bahwa semua koefisien regresi secara signifikan tidak sama dengan nol dengan nilai t hitung lebih besar dari t table sehingga bisa disimpulkan bahwa hubungan kausalitas yang ada dalam model ini dapat diterima. 169
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
6. Structural Equation Model Setelah measurement model dianalisis melalui confirmatory factor analysis dan dilihat bahwa masing-masing variable dapat digunakan untuk mendefinisikan sebuah konstruk latent, maka sebuah full model dari structural equation model dapatdianalisis. Uji yang dilakukan melalui full model ini dipergunakan untuk melihat kesesuaian model dan hubungan kausalitas yang dibangun dalam model yang diuji. Path diagram yang dihasilkan untuk full model dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2 Path Diagram Full Model
7. Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, peneliti menggunakan signifikansi dari masing-masing hubungan yang tergambar dalam model penelitian dengan melihat nilai critical ratio (CR). Pengujian hipotesis untuk melihat signifikansi didasarkan pada besarnya nilai beta atau nilai estimasi dari nilai critical ratio. Tabel berikut menampilkan uji statistik dari masing-masing hipotesis.
170
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Tabel 10 Hasil Estimasi Regression Weight
-
Pengujian Hipotesis Pertama Melalui pengamatan terhadap nilai C.R (yang identik dengan uji t dalam regresi), terlihat bahwa koefisen regresi secara signifikan tidak sama dengan nol. Melalui perbandingan antara t hitung dengan t tabel juga diketahui bahwa nilai t hitung (3.852) lebih besar dari t tabel (1.645). Dengan demikian, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan pasar berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan wilayah.
-
Pengujian Hipotesis Kedua Melalui pengamatan terhadap nilai C.R (yang identik dengan uji t dalam regresi), terlihat bahwa koefisen regresi secara signifikan tidak sama dengan nol. Melalui perbandingan antara t hitung dengan t tabel juga diketahui bahwa nilai t hitung (3.618) lebih besar dari t tabel (1.645). Dengan demikian, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas pengelolaan wilayah berpengaruh terhadap kualitas jaringan penjualan.
-
Pengujian Hipotesis Ketiga Melalui pengamatan terhadap nilai C.R (yang identik dengan uji t dalam regresi), terlihat bahwa koefisen regresi secara signifikan tidak sama dengan nol. Melalui perbandingan antara t hitung dengan t tabel juga diketahui bahwa nilai t hitung (4.977) lebih besar dari t tabel (1.645). Dengan demikian, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan pasar berpengaruh terhadap kompetensi tenaga penjualan.
-
Pengujian Hipotesis Keempat Melalui pengamatan terhadap nilai C.R (yang identik dengan uji t dalam regresi), terlihat bahwa koefisen regresi secara signifikan sama dengan nol. 171
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Melalui perbandingan antara t hitung dengan t tabel juga diketahui bahwa nilai t hitung (1.875) lebih besar dari t tabel (1.645). Dengan demikian, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa kompetensi tenaga penjualan berpengaruh terhadap kinerja penjualan. -
Pengujian Hipotesis Kelima Melalui pengamatan terhadap nilai C.R (yang identik dengan uji t dalam regresi), terlihat bahwa koefisen regresi secara signifikan tidak sama dengan nol. Melalui perbandingan antara t hitung dengan t tabel juga diketahui bahwa nilai t hitung (4.787) lebih besar dari t tabel (1.645). Dengan demikian, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa kompetensi tenaga penjualan berpengaruh terhadap kualitas pemantauan diri tenaga penjualan.
-
Pengujian Hipotesis Keenam Melalui pengamatan terhadap nilai C.R (yang identik dengan uji t dalam regresi), terlihat bahwa koefisen regresi secara signifikan sama dengan nol. Melalui perbandingan antara t hitung dengan t tabel juga diketahui bahwa nilai t hitung (1.180) lebih besar dari t tabel (1.645). Dengan demikian, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas pemantauan diri tenaga penjualan berpengaruh terhadap kinerja penjualan.
-
Pengujian Hipotesis Ketujuh Melalui pengamatan terhadap nilai C.R (yang identik dengan uji t dalam regresi), terlihat bahwa koefisen regresi secara signifikan sama dengan nol. Melalui perbandingan antara t hitung dengan t tabel juga diketahui bahwa nilai t hitung (1.818) lebih besar dari t tabel (1.645). Dengan demikian, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas pengelolaan wilayah berpengaruh terhadap kinerja penjualan.
-
Pengujian Hipotesis Kedelapan Melalui pengamatan terhadap nilai C.R (yang identik dengan uji t dalam regresi), terlihat bahwa koefisen regresi secara signifikan sama dengan nol. Melalui perbandingan antara t hitung dengan t tabel juga diketahui bahwa nilai t hitung (1.696) lebih besar dari t tabel (1.645). Dengan demikian, Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas jaringan penjualan berpengaruh terhadap kinerja penjualan.
172
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
8. Analisis Pengaruh Direct Effect Direct effect atau efek langsung adalah koefisien dari semua garis koefisien dengan anak panah satu ujung. Pengujian atas efek langsung menghasilkan temuan sebagaimana pada tabel berikut. Tabel 11. Standardized Direct Effect
Tabel diatas menunjukkan bawah terdapat efek langsung dari Pengetahuan Pasar terhadap Kompetensi Tenaga Penjualan dan Kualitas Pengelolaan Wilayah masing-masing sebesar 0.958 dan 0.993. Kompetensi Tenaga Penjualan berpengaruh langsung terhadap kualitas pemantauan diri tenaga penjualan sebesar 0.925 dan berpengaruh terhadap Kinerja Penjualan sebesar 4.562. Kualitas Pengelolaan Wilayah berpengaruh sebesar 0.893 terhadap Kualitas Jaringan Penjualan dan berpengaruh terhadap Kinerja Penjualan sebesar 4.185. Kualitas pemantauan diri tenaga penjualan dan kualitas jaringan penjualan masing-masing memiliki efek langsung terhadap kinerja penjualan masingmasing sebesar 0.094 dan 0.694. 173
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Kesimpulan Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada studi mengenai faktorfaktor yang dapat meningkatkan kinerja penjualan. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : Bagaimana meningkatkan kinerja penjualan dan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi peningkatan kinerja penjualan di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang. Adapun tujuan penelitian ini adalah: mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan pasar, pengelolaan wilayah, kualitas jaringan penjualan, kompetensi tenaga penjualan, kualitas pemantauan diri tenaga penjual terhadap kinerja penjualan. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan : 1. Persaingan antar perusahaan asuransi jiwa di wilayah Kantor Cabang Semarang sangat kompetitif, sehingga dapat mempengaruhi kinerja penjualan / produksi baru. 2. Pemahaman dan penguasaan pasar di tingkat Manager sampai di tingkat tenaga penjual asuransi ( Agen ) sangat diperlukan untuk dapat mendeteksi permintaan pasar. Kegiatan penetrasi pasar di wilayah Kantor Cabang Semarang dengan potensi yang masih sangat besar, baru 7.11% dari 1.266.397 KK Potensial (insurable) perlu segera dicermati oleh manajemen AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang sehingga jika perusahaan mampu melakukan analisis dan kajian secara menyeluruh, dapat segera menguasai pasar yang ada dan tentunya akan berdampak positif terhadap kinerja penjualan. 3. Penelitian terhadap variabel yaitu Pengetahuan Pasar, Kualitas Pengelolaan Wilayah, Kualitas Jaringan Penjualan, Kompetensi Tenaga Penjualan, Kualitas Pemantauan Diri Tenaga penjualan dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja penjualan apabila di manage dengan benar, sehingga model kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan kinerja penjualan. Implikasi Manajerial Untuk lebih mengefektifkan model yang telah ada dan telah diuji signifikasinya pengaruh-pengaruh dalam variable tersebut, maka fungsi-fungsi manajemen yang meliputi Planning, Organizing, Actuacting dan Controlling perlu dipertajam oleh Pemimpin Cabang dan Pemimpin Operasional sebagai berikut : -
Pengetahuan Pasar Pengelolaan pasar di setiap Kantor Operasional perla dilakukan mapping pasar dan pendataan pasar terhadap KK yang potensial (incurable) sesuai dengan segmennya dan menyiapkan tenaga penjualan sesuai dengan karakteristik pasar yang ada.
174
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010 -
ISSN 1411 – 1497
Kualitas Pengelolaan Wilayah Sistem distribusi ( Debit Sistem ) yang telah ditetapkan sesuai SK. NO.6/DIR/PMS/2005 tanggal 12 Mei 2005 harus dilaksanakan secara konsisten di setiap lini anggota organisasi yang ada di wilayah AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang.
-
Kualitas Jaringan Penjualan Pemimpin Cabang dan Pemimpin Operasional segera membangun jaringan pasar yang berkualitas di setiap segmen pasar yang telah ditetapkan guna mendukung penetrasi tenaga penjualan.
-
Kompetensi Tenaga Penjualan Pemimpin Cabang dan Pemimpin Operasional segera melakukan skill inventory terhadap tenaga penjualan yang ada untuk ditingkatkan kemampuannya sesuai dengan kebutuhan pasar, melalui perekrutan, seleksi, dan diklat yang berkualitas.
-
Kualitas Pemantauan Diri Tenaga Penjualan Untuk mendukung penetrasi pasar dan meningkatkan kinerja penjualan Pemimpin Cabang dan Pemimpin Operasional perlu membekali ketrampilan berkomunikasi. Pemantauan diri adalah gaya komunikasi stratejik, dimana individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang tinggi akan dapat berkomunikasi yang lebih baik, tegas, antusias dan cepat memberikan respon selain itu lebih mudah dalam mempengaruhi individu yang lain. Ketrampilan ini diperlukan untuk mempengaruhi calon nasabah dengan cara yang lebih persuasif dan baik.
Untuk mendukung dan mengefektifkan kegiatan tersebut diatas Pemimpin Cabang dan Pemimpin Operasional dapat menggiatkan kegiatan penetrasi pasar yang terkoordinir serta melakukan controlling untuk menjamin tercapainya sasaran kinerja penjualan yang maksimal dan berkualitas. Keterbatasan dan Agenda Penelitian Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini antara lain : 1. Hasil penelitian ini hanya pada lingkup tenaga pejualan asuransi jiwa, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan untuk tenaga penjualan secara umum. 2. Obyek penelitian hanya di lakukan di AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang 3. Penelitian hanya menggunakan 6 variabel laten dan 18 indikator Dengan demikian hasil penelitian dan implikasi manajerial dalam penelitian ini mungkin tidak sepenuhnya akurat bila diterapkan pada AJB Bumiputera 1912 di luar Kantor Cabang Semarang, perusahaan asuransi lain maupun perusahaan bukan asuransi 175
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
Agenda Penelitian Penelitian lebih mendalam dimasa mendatang difokuskan pada variabel yang mempengaruhi kinerja penjualan, antara lain : 1. Penelitian mendatang sebaiknya diperluas dengan mengambil populasi dan sampel pada tenaga penjualan perusahaan bukan asuransi. 2. Penelitian mendatang diperluas dengan mengambil populasi dan sampel di AJB Bumiputera 1912 wilayah luar Semarang maupun perusahaan asuransi lain. 3. Dalam penelitian mendatang dapat dilakukan penambahan variabel laten dan pada dimensi-dimensi pada model yang telah ada maupun pada model yang mengalami pengembangan serta mempertimbangkan faktor demografi, misalnya dengan memperhitungkan faktor persaingan, pendidikan dan pengalaman kerja tenaga penjual, gender, usia. Referensi Ahere Sajay l Golhar Damondar Y dan Waller, Mallhew a 1996 Development and Validation Of TQM Implementation Construc Anderson EW Formell C and Lehonan DR 1995 Customer Satisfaktion Market Share and Probability Findings from Sweden Journal Of Marketing Vol 58 July PP 53-56 Anderson John C ,Rungrusalanalhan, Manus & Scrhoder, Reger G 1991 A Teory Of Quality Management under living the deming Management Method Academy of management Revw Arbacle J.L 1997 Amos User‟s Guide Version 36 Chicago Smallivaters Corproration Arbukle, J. L, 1997, Amos User‟ Guide”, in Ferdinand, A, 2002, Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen: Aplikasi Model-Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister & Disertasi Doktor, Semarang Badan Penerbit UNDIP Athanassopoulos A Gouneris and Stathakopoulos 2001 Behaviour Responses to Customer Satisfaction and Empirical Study Clow and Kenneth E 1993 Buelding a Compelive adverlage for Service Firms Jornal Of series marketing Cooer and Emory CW 1995 Metode Penelitian Bisnis Jilit I Edisi ke lima Penerbit Erlangga Cravens DW 1998 Implementation Strategies in the Market. Driven Strategi Era Jornal Of AQcademy Of Marketing Science Vol 26 no 3 Crosby Leon B 2003 Manage Your Coustomers Perseption Of Quality. Review Of Businees . 176
P3M STIE BANK BPD JATENG Prestasi Vol. 6 No. 1 - Juni 2010
ISSN 1411 – 1497
David and Fred R, 1997 Strategic Management, Sixth Edition, Prientice Hall Inc Ferdinand, Augusty Tae, 2005 Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang Formell C Jokson MD , Anderson EW Cha J and Bryant BE 1996 The Amirican Customer Satisfaction Index nature Purpose and Finding Jurnal of Marketing Vol 60 PP 7-18 Grese JL and Cole JA 2000 Difinising Customer Sutisfaction Academy Of Marketing Sceance Review no 1 PP 1-31. Gronen JJ ang Taylor SA 1992 Measuring Service Quality A Reex amination and Extension Journal Of Marketing Science Vol 26 no 3 Gronroos C 1988 Service Quality The Sex Creline Of Good Percinved Service Quality Review Of Businis Vol 9 PP 10-13 Hunger, J. David and Thomas L. Wheelen 1993 Strategic Management Fourth Edition, Addison Wesley Publishing Company Inc Imam Ghozali, Prof. Dr, M. Com. Model Persamaan Struktural Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang J. Paul Peter and James H. Donnelly, Jr, 1995 Marketing Management Knowledge and Skill R.R. Donnelley & Sons Company Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Center for Marketing Studies Program Magister Manajemen Universitas Diponegoro Semarang Kordupliksi, Rust Roland, and Zahorik 1993 Why Improving Quality Doesn‟t Improve Quality Spring MC Dougall G H G and Levesque T 2000 Customer satisfaction With Services Putting Perccived Value the Equation Jornal Of Service Marketing Vol 15 no 5 PP 392 – 5100. Porker LB Vickery SK and Droge CLM 1996 The Contribution Of Quality to Business Performent International Jurnal Of Operation & Produktion Management Vol 16 no 8 PP 55-62 Sejarah AJB Bumiputera 1912 Perpustakaan AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Semarang Umar, 1999. Metodologi Penelitian Aplikasi dalam Pemasaran PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
177