FIN-20
ANALISIS KOMPARASI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI JIWA NASIONAL DAN PERUSAHAAN ASURANSI JIWA PATUNGAN1 Nicodemus Simu (Perbanas Institute, Jakarta,
[email protected]) Andri Yulistyanto (Perbanas Institute, Jakarta) Penelitian ini bertujuan membandingkan kinerja keuangan perusahaan asuransi jiwa nasional dan perusahaan asuransi jiwa patungan. Rasio keuangan yang digunakan untuk mewakili profitabilitas adalah Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), dan Investment Yield Ratio (IYR). Selanjutnya, rasio yang digunakan sebagai representasi solvabilitas adalah Capital Ratio (CpR), Leverage Ratio (LvR), Likuidity Ratio (LqR), dan Risk-Based Capital (RBC). Sampel terpilih adalah 23 perusahan asuransi jiwa dengan aset minimal Rp1 triliun (11 perusahaan asuransi jiwa nasional dan 12 perusahaan asuransi jiwa patungan). Data yang digunakan adalah data sekunder bersumber dari laporan keuangan perusahaan periode 2006-2011. Berdasarkan analisis independent samples t-test diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan asuransi jiwa nasional dengan perusahaan asuransi jiwa patungan pada semua rasio profitabilitas. Hal yang sama juga terjadi pada 3 (tiga) indikator solvabilitas. Namun demikian, terdapat perbedaan yang signifikan pada RBC antara perusahaan asuransi jiwa nasional dengan asuransi jiwa patungan. Kata Kunci: Asuransi Jiwa, Kinerja Keuangan, Profitabilitas, Solvabilitas This study aimed to compare the financial performance between the national life insurance companies with the joint venture life insurance companies in terms of profitability and solvability. The financial ratios of which used to represent the ratios of profitability are Return on Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), and the Investment Yield Ratio (IYR). Meanwhile, the ratios to represent the solvability are Capital Ratio (CpR), Leverage Ratio (LVR), Liquidity Ratio (LqR), and Risk-Based Capital (RBC). The selected sample are 23 life insurance companies with assets of at least Rp1 trillion, comprised of 11 national companies and 12 joint venture life insurance companies. The data used in this study is Condensed Financial Statements for the period 2006- 2011, which were analyzed using independent sample t-test. The results of this study showed that there is no significant difference between the national life insurance companies with the joint venture life insurance company on all financial ratios representing profitability. The same thing happened to three indicators of solvability, among others: CpR, LvR, and LqR. However, there are significant differences in RBC between national life insurance companies with the joint venture life insurance companies. Keywords: Life Insurance, Financial Performance, Profitability, Solvability
1
Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional & Call for Paper Forum Manajemen Indonesia (FMI) ke-5 di Pontianak, 23-26 Oktober 2013.
1
PENDAHULUAN Sikap manusia di dalam menghadapi risiko, selain tergantung pada latar belakang dan kepribadian masing-masing individu, juga tergantung pada situasi dan kondisi yang melingkupi risiko tersebut. Di dalam hal ini terdapat beberapa opsi yang mungkin dapat dijadikan pertimbangan (Tena B. Crews, 2010:5), yaitu (1) avoid risk, (2) reduce risk, (3) ignore risk, atau (4) transfer risk. Kehadiran asuransi pada prinsipnya merupakan jawaban atas kebutuhan untuk memberikan proteksi terhadap adanya risiko dan hal ini berarti melakukan transfer risiko yang dihadapi kepada pihak lain. Berdasarkan Undang-undang No. 2/1992 tentang Perasuransian, usaha asuransi dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi., Usaha asuransi kerugian memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Usaha asuransi jiwa memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. Sementara itu, usaha reasuransi memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa. Selama beberapa tahun terakhir, industri asuransi menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hal ini ditandai dengan peningkatan kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB), yaitu sebesar 1,62% pada tahun 2002 menjadi sebesar 2,06% pada tahun 2011. Selama kurun waktu yang sama,premi bruto seluruh usaha asuransi mengalami perubahan dari Rp30,18 triliun menjadi sebesar Rp153.13 triliun, meningkat sebesar 407,39%. Peningkatan ini auh melebihi peningkatan PDB Indonesia yang “hanya” sebesar 298,6%. Pada Akhir 2011, jumlah perusahaan asuransi di Indonesia berjumlah 139 perusahaan, dengan asuransi jiwa 2
berjumlah 45 perusahaan. Meskipun berada pada urutan kedua--setelah asuransi kerugian--dalam hal jumlah perusahaan, perusahaan asuransi jiwa dapat memberikan kontribusi tertinggi penerimaan premi bruto yaitu sebesar 61,39% atau setara dengan Rp93,996 triliun dari total premi asuransi. Selain itu, jumlah kekayaan perusahaan asuransi jiwa adalah Rp228,79 triliun atau 47,5% dari jumlah kekayaan seluruh perusahaan asuransi di Indonesia. Di dalam dunia bisnis, tujuan utama pendirian perusahaan sebagian besar berorientasi pada upaya maksimalisasi profit atau laba. Hal yang sama juga berlaku pada industri asuransi, termasuk asuransi jiwa. Perolehan profit yang sesuai dengan target adalah indikator bahwa kontinuitas usaha menjadi lebih nyata dan dapat menjamin proses perkembangan usaha. Oleh karena itu, profitabilitas menjadi suatu keharusan bagi kelangsungan bisnis perusahaan asuransi. Selain profitabilitas, faktor lain yang penting adalah kemampuan perusahaan di dalam memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban jangka panjang (solvabilitas). Ketidakmampuan di dalam memenuhi kewajiban jangka panjang dapat menjadi permasalahan besar bagi perusahaan asuransi, mengingat perusahaan asuransi merupakan industri yang bersifat jangka panjang. Sehubungan dengan itu, pemerintah, melalui perangkat Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.06/2003 telah menetapkan kewajiban perusahaan-perusahaan asuransi di Indonesia, khususnya perusahaan asuransi jiwa untuk menjaga tingkat Risk Based Capital (RBC) minimal sebesar 120%. RBC adalah selisih antara tingkat solvabilitas dengan batas tingkat solvabilitas minimum (BTSM). Mengingat perbandingan seperti itu, maka RBC dapat dianggap sebagai ukuran kecukupan modal dan diharapkan dapat berperan sebagai solvency screening system (Martin Grace:1993). Semakin ketatnya regulasi tidak membuat jumlah pemain di asuransi jiwa menjadi berkurang. Kecenderungan yang terlihat menunjukkan bahwa pihak asing berminat untuk ikut menikmati manisnya pasar yang masih luas ini. Dari 45 perusahaan asuransi jiwa di Indonesia, 19 3
perusahaan di antaranya adalah perusahaan asuransi patungan asing dengan lokal atau joint venture dengan jumlah premi sebesar Rp59,556 triliun (63,36%). Jika dilihat kondisi di Indonesia, dominasi asing—seperti halnya di industri yang lain, di pasar asuransi merupakan hal yang wajar, mengingat kelebihan yang dimiliki oleh asing, antara lain modal yang lebih kuat, sistem kerja yang relatif tertata dengan baik, dan umur perusahaan yang lebih lama dan pengalaman yang lebih baik, termasuk di dalam melayani para nasabah. Kondisi inilah yang kemudian menimbulkan pertanyaan apakah kinerja keuangan perusahaan asuransi jiwa patungan lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja keuangan perusahaan asuransi jiwa lokal. LANDASAN TEORI Pengukuran kinerja keuangan perusahaan mengharuskan penelusuran yang komprehensif terhadap data-data yang tertera di dalam laporan keuangan, yang kemudian dinyatakan di dalam bentuk rasio. Rasio-rasio keuangan ini kemudian dianalisis dan hasilnya dipergunakan untuk berbagai macam kebijakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik internal maupun eksternal perusahaan. Pada umumnya, Biasanya terdapat tiga pihak utama yang berkepentingan terhadap kinerja keuangan
perusahaan,
yaitu
manajemen,
pemegang
saham
(investor),
dan
kreditur
(Helfert,1997:72). Manajemen memiliki dua kepentingan yang berkaitan dengan kinerja keuangan, yaitu efektivitas penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan dan profitabilitas operasi. Melalui perspektif pemegang saham (investor), hal yang paling penting adalah profitabilitas, baik profitabilitas saat ini maupun profitabilitas jangka panjang. Pemegang saham berkepentingan dengan nasib investasinya sehingga fokus utamanya adalah pertumbuhan 4
earnings, arus kas, dan dividen. Profitabilitas adalah dasar dari value creation bagi seorang investor. Tidak perduli apakah laba yang dihasilkan tersimpan di dalam bentuk retained earnings atau dibagikan sebagai dividen, keduanya tetap akan berdampak bagi pemegang saham (investor). Pihak ketiga yang berkepentingan dengan kinerja keuangan perusahaan adalah kreditur, yaitu di dalam bentuk adanya kepastian yang berkaitan dengan pembayaran bunga dan pinjaman pokok, terutama apabila pinjaman yang diberikan tersebut memiliki durasi yang relatif panjang. Terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur profitabilitas. Gitman (2013:131) menyatakan bahwa secara kelompok, rasio profitabilitas memungkinkan analisis melakukan evaluasi terhadap profit, yang dikaitkan dengan tingkat penjualan tertentu, atau tingkat aktiva tertentu, atau pun tingkat investasi tertentu. Rasio profitabilitas juga dapat menunjukkan efektivitas operasional perusahaan (Van Horne dan Wachowicz, 2009:222). Walaupun profitabilitas dapat diperoleh dan diukur dalam jangka waktu yang pendek, perusahaan asuransi biasanya berusaha untuk mendapat profitabilitas jangka panjang. Bagi perusahaan asuransi, profitabilitas jangka panjang merupakan hal yang terpenting. Selain sebagai indikator kelangsungan usaha, juga berguna di dalam memberikan potensi kelonggaran, misalnya dalam rangka penyediaan dana investasi, baik di dalam rangka ekspansi maupun akuisisi, pembayaran dividen polis atas participating policy, pembayaran dividen tunai kepada pemegang saham dan meningkatkan daya tarik saham perusahaan kepada para investor, meningkatkan peringkat perusahaan dari lembaga pemeringkat asuransi, menyediakan dana untuk pengembangan produk baru, memperluas lini produk dan product mix, serta memelihara dan memperpanjang daya jangkau jalur distribusi. Faktor lain yang juga memperoleh perhatian yang cukup penting di dalam pengukuran kinerja keuangan perusahaan asuransi adalah solvabilitas. Solvabilitas menurut istilah umum 5
adalah keadaan dimana suatu perusahaan memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban keuangannya secara tepat waktu. Fahmi (2011: 174) menyatakan solvabilitas merupakan gambaran kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi dan menjaga kemampuannya untuk selalu mampu memenuhi kewajibannya dalam pembayaran utang secara tepat waktu. Dalam lingkup asuransi, definisi solvency (solvabilitas) lebih spesifik, yakni kemampuan suatu perusahaan asuransi untuk menjaga modal dan surplus di atas standar modal dan surplus minimum yang ditentukan. Peraturan Pemerintah No. 73/1992, Bab IV pasal 11 mewajibkan perusahaan asuransi untuk setiap saat menjaga solvabilitas. Selanjutnya, Peraturan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan No. PER-02/BL/2009 mengatur tentang Batas Tingkat Solvabilitas Minimum (BTSM). BTSM adalah sejumlah dana yang dibutuhkan untuk menutup risko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi di dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban. Perhitungan BTSM didasarkan atas tingkat risiko yang dihadapi oleh masing-masing perusahaan. Perusahaan asuransi yang memiliki investasi dengan risiko yang lebih tinggi, harus memiliki BTSM yang lebih tinggi daripada perusahaan asuransi sejenis yang memiliki investasi dengan risiko yang lebih rendah. Kebijakan ini juga berlaku secara umum, baik bagi asuransi atau pun produk asuransi yang berjalan berdasarkan prinsip konvensional maupun prinsip syariah. Beberapa penelitian yang sejalan dan berkaitan dengan penelitian ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Martin Eling dan Michael Luhnen (2009) melakukan penelitian dengan judul “Efficiency in the International Insurance Industry: A Cross-Country Comparison.” Dengan periode analisis 2002-2006 dan melibatkan 6.462 perusahaan asuransi (baik asuransi jiwa maupun non asuransi jiwa) dari 36 negara, kedua peneliti menemukan bahwa terdapat pertumbuhan efisiensi yang stabil pada pasar asuransi internasional, meskipun terdapat variasi pertumbuhan di antara Negara-negara yang dianalisis. Denmark dan Jepang menunjukkan 6
efisiensi pertumbuhan yang tinggi, sementara pertumbuhan yang rendah terjadi di Filipina. Studi ini juga menguji efisiensi teknis dan efisiensi biaya pada 12 negara dengan hasil bahwa Norwegia menunjukkan efisiensi tertinggi. Efisiensi yang relatif rendah pada umumnya terjadi di negara emerging markets, seperti Brasil, Indonesia, Meksiko, Polandia, Rusia, dan Afrika Selatan. Hifsa Malik (2011) melakukan penelitian dengan judul “Determinants of Insurance Companies Profitability: An Analysis of Insurance Sector of Pakistan.” Penelitian dilakukan dengan menggunakan data periode 2005-2009 berdasarkan sampel sebanyak 35 perusahaan asuransi. Variabel yang digunakan adalah ROA sebagai variabel dependen dan sebagai variabel independennya adalah umur perusahaan, ukuran perusahaan, volume of capital, leverage, dan loss ratio. Temuannya adalah tidak terdapat hubungan antara profitabilitas dan umur perusahaan. Ukuran perusahaan dan volume of capital memiliki hubungan positif dengan profitabilitas. Selain itu diketahui pula bahwa leverage dan loss ratio memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan profitabilitas. Penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah,” dilakukan oleh Tresna Yussri Permatasari (2009). Objek dari penelitian ini adalah PT Asuransi Jasa Indonesia dan PT Asuransi Takaful Keluarga, dengan tujuan untuk membandingkan kinerja keuangannanya berdasarkan metode Early Warning System. Aspek-asoek yang dibandingkan adalah rasio-rasio solvabilitas dan umum, rasio-rasio profitabilitas, ratio-rasio likuiditas, rasio-rasio penerimaan premi, dan rasio-rasio cadangan teknis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua perusahaan asuransi berada pada kondisi yang sehat dan kinerja keuangan PT Asuransi Takaful Keluarga lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja keuangan PT Asuransi Jasa Indonesia. Maulidya Nurisya (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Pemerintah dengan Perusahaan Asuransi Swasta.” Periode 7
pengamatan 2007-2011 dengan sampel yang dipilih terdiri dari satu perusahaan asuransi pemerintah, yaitu PT Jamsostek, Tbk. (Persero) dan satu perusahaan asuransi swasta, yaitu PT Prudential Life Assurance, Tbk. Hipotesis yang diuji adalah apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan perusahaan asuransi pemerintah dan perusahaan asuransi swasta. Kinerja keuangan yang dimaksud adalah kinerja profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas. Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode independent sample t-test. Kesimpulan yang diperoleh adalah pada aspek profitabilitas dan solvabilitas, tidak terdapat perbedaan yang signifikan di antara kedua perusahaan, dan menunjukkan hal sebaliknya pada aspek likuiditas. Dimita Kusumadewi dan Satrio Prasetio (2013) melakukan peneliti dengan judul “Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Metode RBC dan Rasio Keuangan LOMA (Studi Kasus pada PT Asuransi Cigna periode 2006-2011).” Penelitian ini membandingkan pengukuran kinerja keuangan berdasarkan Risk-Based Capital (RBC) dengan metode pengukuran kinerja keuangan yang diperkenalkan oleh LOMA (Life Office management Association) Rasio yang bersumber dari LOMA adalah rasio likuiditas, rasio aktivtitas, rasio leverage, rasio modal dan surplus, dan rasio profitabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan metode RBC, tingkat kesehatan perusahaan berada di atas batas tingkat solvabilitas minimum yang diperlukan. Temuan yang diperoleh adalah bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan kinerja keungan, baik berdasarkan metode RBC maupun berdasarkan metode LOMA. HIPOTESIS Berdasarkan uraian-uraian dan penelitian empiris di atas, maka rumusan hipotesis penelitian ini adalah: (1) tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada profitabilitas antara perusahaan asuransi jiwa nasional dengan perusahaan asuransi jiwa patungan dan (2) tidak terdapat
8
perbedaan yang signifikan pada solvabilitas antara perusahaan asuransi jiwa nasional dengan perusahaan asuransi jiwa patungan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif, yaitu membandingkan data yang satu dengan data yang lain. Populasi di dalam penelitian ini adalah perusahaan asuransi jiwa nasional dan patungan yang terdaftar di AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia) dengan jumlah 45 perusahaan asuransi jiwa. Pemilihan sampel menggunakan metode non probability sampling, dengan metode purposive sampling berdasarkan kriteria-kriteria berikut: (1) Perusahaan asuransi jiwa berbentuk perseroan; (2) perusahaan asuransi jiwa yang menyampaikan laporan keuangan secara lengkap pada periode 2006-2011 dan (3) Perusahaan asuransi jiwa yang mempunyai asset di atas Rp1 triliun sesuai laporan keuangan tahun 2010 dan 2011. Berdasarkan kriteria ini diperoleh 11 perusahaan asuransi jiwa nasional dan 12 perusahaan asuransi jiwa patungan, yaitu: Tabel 1: Sampel Penelitian No. Perusahaan Asuransi Jiwa Nasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
No.
PT Equity Life Insurance PT Asuransi Jiwa Adisaran Wanaartha PT BNI Life Insurance PT Asuransi Jiwa Beringin Jiwa Sejahtera PT Asuransi Jiwa Central Asia Raya PT Asuransi Jiwa Mega Life PT Panin Financial PT Asuransi Jiwa Sequis Life PT Indolife Pensiontama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) PT Asuransi Jiwa Sinarmas
Sumber: Data diolah
9
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perusahaan Asuransi Jiwa Patungan PT Asuransi Cigna PT Great Eastern Life Indonesia PT AXA Life Indonesia PT AXA Financial Indonesia PT Commonwealth Indonesia PT AXA Mandiri Financial Services PT Avrist Assurance PT Asuransi Allianz Life Indonesia PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia PT SUN Life Financial Indonesia PT AIA Financial PT Prudential Life Assurance
Data-data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa laporan keuangan perusahaan periode 2006-2011. Data-data tersebut bersumber dari Biro Perasuransian, Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (BAPEPAM-LK & OJK). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji beda dua rata-rata sampel independen (independent sample t-test) dengan tujuan untuk menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis yang telah disusun sebelumnya. Rumusan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: Ho: μ1 = μ2 = tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan antara perusahaan asuransi jiwa nasional dengan perusahaan asuransi jiwa patungan. H1: μ1 ≠ μ2 = terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan antara perusahaan asuransi jiwa nasional dengan perusahaan asuransi jiwa patungan. Selanjutnya kriteria pengujian hipotesis mengacu pada rumusan di bawah ini: Apabila -tα/2(dk) < to < tα/2(dk) berarti H0 diterima dan H1 ditolak atau to > tα/2(dk) atau to < -tα/2(dk) berarti H0 ditolak dan H1 diterima Variabel-variabel yang diuji sebagai representasi dari kinerja profitabilitas dan kinerja solvabilitas adalah sebagai berikut. Tabel 2: Operasionalisasi Variabel No. Variabel Konsep Variabel Indikator yang mengukur 1 kemampuan aset perusahaan untuk ROI menghasilkan laba bersih Indikator kemampuan pengelolaaan ekuitas yang 2 ROE dimilikinya untuk menghasilkan laba bersih. Rasio keuangan yang mencerminkan seberapa besar laba 3 atau keuntungan bersih yang NPM diperoleh dari setiap pendapatan yang diterima perusahaan. 10
Rumus
Skala Rasio
Rasio
Rasio
4
IYR
5
CpR
6
LvR
7
LqR
8
RBC
Rasio ini mencerminkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atau keuntungan dari setiap investasi yang dilakukannya. Rasio ini mencerminkan seberapa besar modal yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan semua kewajibannya. Rasio ini merupakan perbandingan antara kewajiban perusahaan dengan modal yang dimiliki perusahaan. Rasio ini mencerminkan ketersediaan aktiva likuid yang dimiliki perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek. Ukuran tingkat keamanan finansial atau tingkat kesehatan keuangan perusahaan asuransi.
Rasio
Rasio
Rasio
Rasio
BTSM (Batas Tingkat Solvabilitas Minimum), sesuai dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. PER02/BL/2009
Rasio
Sumber: Penulis HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah tampilan output SPSS hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan metode independent sample t-test. Tabel 3: Rata-rata Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Jiwa Group Statistics
Perusahaan
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Nasional
11
.02573
.019053
.005745
Patungan
12
.03117
.032663
.009429
ROE Nasional
11
.15091
.078921
.023796
Patungan
12
.21825
.239302
.069081
11
.05782
.072542
.021872
12
.06950
.078861
.022765
ROI
NPM Lokal Patungan
11
Lokal
11
.09109
.013960
.004209
Patungan
12
.09575
.086688
.025025
CpR Nasional
11
.39500
.645338
.194577
Patungan
12
.20375
.181703
.052453
Nasional
11
6.49336
3.686586
1.111548
Patungan
12
7.97083
3.987598
1.151120
Nasional
11
.01545
.012707
.003831
Patungan
12
.02392
.014412
.004161
RBC Nasional
11
2.46235E2
118.419145
35.704716
Patungan Sumber: Data diolah
12
4.41590E2
161.720406
46.684660
IYR
LvR LqR
Mengacu pada tabel 3, terlihat bahwa nilai rata-rata perusahaan asuransi jiwa patungan pada aspek profitabilitas--yang diwakili dengan rasio ROI, ROE, NPM, dan IYR, lebih tinggi daripada nilai rata-rata perusahaan asuransi jiwa nasional. Hal ini berarti kinerja profitabilitas perusahaan asuransi jiwa patungan lebih baik daripada perusahaan asuransi jiwa nasional. Kenyataan bahwa perusahaan asuransi jiwa patungan memiliki tingkat profitabilitas yang lebih baik memang tidak dapat dibantah. Seperti yang sudah dituliskan pada bagian awal tulisan ini, perusahaan asuransi patungan memiliki kelebihan, yaitu modal yang lebih kuat, sistem kerja yang relatif tertata dengan baik, dan umur perusahaan yang lebih lama serta pengalaman yang lebih baik, termasuk di dalam hal melayani para nasabahnya. Beberapa kelebihan ini merupakan daya tawar di dalam rangka melakukan penetrasi pasar, terlebih mengingat sebagian masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan adanya asuransi, baik sebagai bentuk perlindungan maupun sebagai instrumen investasi. Pada kinerja solvabilitas, perusahaan asuransi jiwa nasional dan perusahaan asuransi jiwa patungan saling berbagi keunggulan. Untuk capital ratio dan leverage ratio--yang merupakan rasio yang saling terkait, perusahaan asuransi jiwa nasional lebih unggul daripada perusahaan 12
asuransi jiwa patungan. Sebaliknya, perusahaan asuransi jiwa patungan lebih dominan pada liquidity ratio dan risk-based capital (RBC). Catatan yang perlu disampaikan adalah bahwa meskipun dari segi RBC, perusahaan asuransi jiwa patungan lebih unggul daripada perusahaan asuransi jiwa nasional, tetapi keduanya tetap memiliki sejumlah dana yang dibutuhkan untuk menutup risiko kerugian yang timbul sebagai akibat adanya deviasi dari pengelolaan kekayaan dan kewajiban perusahaan. Kedua objek penelitian tetap dapat mempertahankan besarnya BTMS jauh di atas tingkat yang dipersyaratkan yaitu sebesar 120%, yang berarti tingkat keamanan finansial atau tingkat kesehatan keuangan perusahaan dapat dipertahankan. Tabel 4: Independent sample t-test Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F ROI
Equal variances assumed
Sig.
1.989
.173
Equal variances not assumed ROE
Equal variances assumed
2.676
.117
Equal variances not assumed NPM
Equal variances assumed
.050
.825
Equal variances not assumed IYR
Equal variances assumed
3.262
.085
Equal variances not assumed CpR
Equal variances assumed
2.406
.136
Equal variances not assumed LvR
Equal variances assumed
.158
.695
Equal variances not assumed LqR
Equal variances assumed
.397
.535
Equal variances not assumed RBC
Equal variances assumed
.974
.335
Equal variances not assumed
Sumber: Data diolah
13
t-test for Equality of Means
t
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
-.482
21
.635
-.005439
.011291
-.493
17.960
.628
-.005439
.011041
-.889
21
.384
-.067341
.075785
-.922
13.555
.373
-.067341
.073064
-.369
21
.716
-.011682
.031690
-.370
20.999
.715
-.011682
.031570
-.176
21
.862
-.004659
.026496
-.184
11.621
.857
-.004659
.025376
.987
21
.335
.191250
.193825
.949
11.451
.362
.191250
.201523
-.920
21
.368
-1.477470
1.605911
-.923
20.997
.366
-1.477470
1.600193
-1.488
21
.152
-.008462
.005688
-1.496
20.975
.150
-.008462
.005656
-3.279
21
.004
-195.355
59.586
-3.324
20.076
.003
-195.355
58.773
Berdasarkan tabel 4 di atas terlihat bahwa nilai probabilitas Levene’s test fot equality of variances pada ke delapan variabel menunjukkan angka > 0,05. Kondisi ini bermakna tidak terdapat perbedaan varians pada kedua objek yang diteliti. Dengan demikian, analisis uji dua beda rata-rata sampel independen yang digunakan untuk membandingkan kedua objek penelitian hendaknya menggunakan equal variances assumed. Nilai t tabel yang dijadikan sebagai acuan untuk pengujian hipotesis adalah sebesar sehingga kriteria pengujian hipotesis adalah. 1.
Ho diterima dan H1 ditolak apabila -2,228 < to < +2,228
2.
Ho ditolak dan H1 diterima apabila to > +2,228 atau to < -2,228 Pada tabel 4 terlihat bahwa besarnya to untuk variabel ROI, ROE, NPM, IYR, CpR, LvR, dan
LqR masing-masing sebesar -0,482; -0,889; -0,369; -0,176; +0,987; -0,920; dan -0,1488. Besarnya koefisien to pada masing-masing variabel ini terletak di antara nilai-nilai -2,228 dan +2,228, dan berada pada daerah penerimaan Ho diterima. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada ROI, ROE, NPM, IYR, CpR, LvR, dan LqR antara perusahaan asuransi jiwa nasional dengan perusahaan asuransi jiwa patungan. Besarnya to untuk variabel RBC -3,279. Kriteria pengujian hipotesis adalah Ho ditolak dan H1 diterima apabila to < -2,228 atau to > +2,228. Mengingat -3,279 < -2,228, maka dengan sendirinya tidak terdapat cukup alasan untuk menolak H1 atau menerima Ho, dan hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara RBC perusahaan asuransi jiwa nasional dengan RBC perusahaan asuransi jiwa patungan. Perbedaan kinerja RBC antara kedua objek penelitian sebenarnya merupakan hal yang wajar dan dapat dipahami mengingat perbedaan rata-rata RBC kedua cukup besar. yaitu sebesar 226% untuk perusahaan asuransi jiwa nasional dibandingkan dengan 442% pada perusahaan asuransi jiwa patungan. Perbedaan yang hampir mendekati angka dua kali lipat. Hasil ini secara tidak langsung juga membuktikan bahwa perusahaan asuransi 14
patungan memang didukung dengan pendanaan yang kuat. Dukungan pendanaan ini tidak lain bersumber dari perusahaan induknya di luar negeri. PENUTUP Berdasarkan pengujian hipotesis dengan menggunakan independent sample t-test diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan asuransi jiwa nasional dan perusahaan asuransi jiwa patungan pada rasio-rasio yang mewakili ukuran profitabilitas, yaitu ROI, ROE, NPM, dan IYR. Hal yang hampir sama juga terjadi pada rasio-rasio yang mewakili ukuran solvabilitas. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan asuransi jiwa nasional dengan perusahaan asuransi jiwa patungan pada rasio CpR, LvR, dan LqR. Hasil yang berbeda terjadi pada Risk-Based Capital (RBC). RBC adalah rasio pengukuran solvabilitas yang dipersyaratkan oleh regulasi melalui KMK No. 424/KMK.06/2003, dengan petunjuk teknisnya diatur di dalam Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No. PER-02/BL/2009. Pada pengukuran ini, diperoleh hasil terdapat perbedaan yang signifikan antara perusahaan asuransi jiwa nasional dengan perusahaan asuransi patungan, dengan rata-rata RBC perusahaan asuransi jiwa patungan hampir mencapai dua kali lipat dari rata-rata RBC perusahaan asuransi jiwa nasional. Perbedaan yang signifikan ini disinyalemen merupakan dampak dukungan dana yang kuat dari perusahaan induknya di luar negeri. Dari data yang tersedia, tampak jelas bahwa kinerja keuangan perusahaan asuransi jiwa nasional secara rata-rata berada di bawah kinerja perusahaan asuransi patungan. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih serius dari perusahaana asuransi jiwa nasional untuk mengejar ketertinggalannya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. Laporan Tahunan Perusahaan Asuransi. Jakarta. 2006. Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. Laporan Tahunan Perusahaan Asuransi. Jakarta. 2007. Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. Laporan Tahunan Perusahaan Asuransi. Jakarta. 2007. Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. Laporan Tahunan Perusahaan Asuransi. Jakarta. 2008. Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. Laporan Tahunan Perusahaan Asuransi. Jakarta. 2009. Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. Laporan Tahunan Perusahaan Asuransi. Jakarta. 2010. Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan. Laporan Tahunan Perusahaan Asuransi. Jakarta. 2011. Crew, Tena B., (2010) Fundamental of Insurance, Mason, USA: South-Western Cengage Learning. Eling, M., Luhnen, M., (2009) Efficiency in the international insurance industry: A cross-country comparison. J. Bank Finance, doi:10.1016/j.jbankfin.2009.08.026 Fahmi, Irham. (2011). Analisis Kinerja Keuangan: Panduan bagi Akademisi, Manajer, dan Investor untuk Menilai dan Menganalisis Bisnis dari Aspek Keuangan. Cetakan Kesatu. Bandung: CV Alfabeta. Gitman, Lawrence J. dan Chat J. Zutter (2013). Principles of Managerial Finance. 13th Edition. Pearsonn Education: Prentice Hall Grace dkk., Risk-based Capital and Solvency Screening in property-Liability Insurance: Hypotheses and Empirical Tests, The Journal of Risk and Insurance, 1998. Vol. 65, No. 2, 213-243 Helfert, Erich A., (1997) Techniques of Financial Analysis: A Modern Approach, 9th ed.Chicago: Richard D. Irwin. Jones, Harriett E dan Dani L Long (2004) Prinsip-Prinsip Asuransi Jiwa, Kesehatan, dan Anuitas, Tandika, LOMA, 2004 16
Kusumadewi, Dimita dan Satrio Prasetio (2013), Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Metode RBC dan Rasio Keuangan LOMA (Studi Kasus pada PT Asuransi Cigna periode 2006-2011). https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=k&id=187367 diakses 6 Juli 2013. Malik, Hifza (2011) Determinants of Insurance Companies Profitability: An Analysis of Insurance Sector of Pakistan, Academic Research International, Volume 1, Issue 3, November 2011 Mulligan, Elizabeth A, (2002) Financial Accounting and Reporting Requirements in Life Insurance Companies, Atlanta,Georgia: LOMA Nurisya, Maulidya (2012), Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Asuransi Pemerintah dengan Perusahaan Asuransi Swasta. repository.gunadarma.ac.id/handle/123456789/5899 diakses 6 Juli 2013 Peraturan Pemerintah RI No. 73/1992 Tentang Penyelengaraan Usaha Perasuransian Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: PER09/BL/2011 Tentang Pedoman Perhitungan Batas Solvabilitas Minimum Bagi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 424/ PMK. 06/ 2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Stone, Gene, (2000) Pengoperasian Perusahaan Asuransi, Atlanta, Georgia: LOMA Subramanyam, K.R dan John J Wild (2009) Financial Statement Analysis, America,New York: McGraw-Hill Tresna Yussri Permatasari (2009), Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah. http://elibrary.unisba.ac.id/files2/10.1768.pdf diakses 8 Juli 2013. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Van Horne, James C. dan John M. Wachowicz, Jr. (2009). Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Penerjemah: Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary. Edisi 12, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
17