Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
STATUS LAKI - LAKI DAN PEWARISAN DALAM PERKAWINAN NYENTANA Oleh : I Wayan Wahyu Wira Udytama, S.H., M.H. Tokoh Masyarakat Desa Pakraman Lumbung Gede Tabanan Abstract Marriage is a fundamental right protected by human rights, where everyone is allowed to carry out, with the terms and conditions deemed appropriate by the community. This research aims to determine how the status of men who carry nyentana marriage, as well as, the inheritance rights in marriage nyentana. The results of this paper is. Position of men in the mating system nyentana in Bali is a descendant of the wife's family successor, which is basically the status as “predana" the wife's family but in its development have the same rights and obligations with men in general in the family. These rights and responsibilities as befits the head of the family in general. Nyentana inheritance rights in marriage can be said to remove Lakin family inheritance rights of men, because men who do nyentana marital rights and obligations as a successor to the descendants of the wife's family. Keywords : Adat Law, Marriage, Nyentana Marriage System. Abstrak Perkawinan merupakan hak dasar yang dilindungi oleh HAM, dimana setiap orang boleh melaksanakanya, dengan ketentuan dan persyaratan yang dianggap patut oleh masyarakat. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana status laki laki yang melaksanakan perkawinan nyentana, serta, mengetahui hak waris dalam perkawinan nyentana. Hasil penulisan ini adalah. Status laki laki dalam sistem perkawinan nyentana di Bali adalah sebagai penerus keturunan pada keluarga istri, yang pada dasarnya berstatus sebagai “predana” pada keluarga istri tapi dalam perkembanganya memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki laki pada umumnya pada keluarga tersebut. Hak dan kewajiban tersebut sebagaimana layaknya Kepala Keluarga pada umumnya. Hak waris dalam perkawinan Nyentana dapat dikatakan hapus hak waris dari keluarga lakin laki, karena laki laki yang melakukan perkawinan nyentana memiliki hak dan kewajiban sebagai penerus keturunan pada keluarga istri. Kata Kunci : Hukum Adat, Perkawinan, Sistem Perkawinan Nyentana.
A.
PENDAHULUAN
sebagai hak azasi manusia (human rights)
1.
Latar Belakang Masalah
diantaranya tercantum dalam Pasal 9 UU
Dalam kehidupan manusia dikenal
RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
adanya hak hak dasar yang disebut
Manusia, yang mana intinya menyebutkan
73
74
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
bahwa manusia berhak untuk hidup,
perkawinan adalah lembaga yang sangat
mempertahankan
sakral
kehidupanya
dan
karena
menyangkut
meningkatkan taraf kehidupannya. Berhak
kepercayaan
untuk
damai
melibatkan keluarga. Yang perlu diingat,
bahagia, sejahtera lahir dan batin. Berhak
berbicara perkawinan juga akan merembet
atas lingkungan yg baik. Pada Pasal 10
dalam
UU tersebut juga menyebutkan bahwa
masyarakat Hindu Bali, yang sistem
manusia memiliki hak berkeluarga dan
pewarisannya bersifat patrilineal (garis
melanjutkan keturunan. dilakukan melalui
kebapakan) perkawinan yang dilakukan
perkawinan yang sah, yang hanya dapat
harus benar-benar memperhatikan sistem
berlangsung atas kehendak para calon
adat yang berlaku. Banyak kasus di Bali
sesuai
dimana seorang anak laki-laki kehilangan
hidup
aman,
dengan
tentram,
peraturan
perundang-
undangan.
hak
kepada
sistem
Tuhan
soal
pewarisan.
mewarisnya
karena
dan
Khusus
melakukan
Dari esensi Pasal 10 UU RI No. 39
perkawinan yang dinilai bertentangan
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dengan adat yang berlaku yakni akibat
tersebut dapat diketahui bahwa manusia
melakukan
berhak membentuk keluarga dan berhak
Perkawinan nyentana yakni perkawinan
untuk melanjutkan keturunan yang tata
dimana seorang laki-laki ikut dalam
caranya diatur dalam adat masyarakat
keluarga istrinya, tinggal dirumah istri
yang bersangkutan.
dan semua keturunannya menjadi milik
Masalah perkawinan adalah masalah
perkawinan
nyentana.
pihak keluarga istri.
yang sangat rumit, karena perkawinan
Seperti misalnya yang terjadi di
bukan hanya menyangkut ikatan antara
Bali,
seorang pria dengan wanita yang akan
Menggunakan satu mekanisme saja, tata
dinikahinya.
cara perkawinan secara Hukum Adat
Tetapi
lebih
dari
itu
perkawinan
tidak
hanya
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
berjalan dan tata cara perkawinan menurut
laki laki, baik dalam hal pewarisan dan
Hukum Nasional mengingat apa yang
kehidupan bersama dalam masyarakat.
diamanatkan oleh UU RI No. 1 Tahun
Bagi masyarakat yang menerapkan
1974 tentang Perkawinan dalam syarat
sistem
sahnya
keluarga
perkawinan,
dinyatakan
sah
perkawinan
nyentana,
mengangkat
suatu
sentana
bila
apabila sesuai dengan aturan agama dan
keluarga bersangkutan tidak memiliki
dicatatkan pada kantor catatan sipil.
anak laki-laki sebagai ahli waris yang
Perkawinan menurut Hukum Adat
akan
melanjutkan
keturunannya.
di Bali mengenal beberapa sistem, yaitu
Sehingga, untuk melanjutkan keturunan
perkawinan ngidih, perkawinan nyentana,
keluarga bersangkutan, pihak keluarga
perkawinan ngerorod dan perkawinan
yang
melegandang
pada
tersebut merasa perlu untuk menetapkan
gelahang yang telah digunakan sebagai
salah satu anaknya sebagai sentana rajeg
jawaban atas fenomena perkawinan yang
yang akan mencari sentana unutuk diajak
terjadi antar anak tunggal yang tidak
tinggal
dapat melaksanakan perkawinan ngidih
perkawinan nyentana dengan perkawinan
dan nyentana.
yang lazim dilakukan dalam masyarakat
Sistem
serta
perkawinan
memiliki
dirumahnya.
anak
laki-laki
Aturan
dalam
nyentana
kebanyakan juga sedikit unik. Dalam
menurut hukum adat bali merupakan
perkawinan biasa, lazimnya seorang lelaki
fenomena unik yang ada pada masyarakat
yang
Bali, dimana diketahui bahwa pada
dijadikan
masyarakat
perkawinan nyentana si gadislah yang
Menggunakan
perkawinan
tidak
Hukum sistem
Adat
Bali
kekerabatan
Patrilineal, yang artinya garis keturunan
melamar
melamar
seorang
istrinya.
si
lelaki
gadis
Namun
untuk
untuk dalam
dijadikan
suaminya untuk selanjutnya diajak tinggal dirumah
si
gadis.
Sementara
itu
75
76
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
keturunannya akan menjadi milik dan
Esa. Dengan demikian, apapun dalilnya,
melanjutkan keturunan keluarga istrinya
perkawinan nyentana sah secara hukum
tadi. Karena konsekuensi inilah yang
selama dilakukan berdasarkan unsur suka-
mengakibatkan
sama suka dan dilakukan menurut agama
perkawinan
nyentana
banyak ditentang oleh masyarakat Bali khususnya
yang
berada
di
yang berlaku bagi kedua pihak.
wilayah
Karangasem.
Berbicara
masalah
perkawinan
tentu akan berdampak pula pada suatu
Dalam perkembangannya, hukum
kasus yang disebut perceraian, perceraian
adat Bali mengalami pergeseran yaitu
sering kali dianggap sebuah solusi oleh
dimana hukum adat Bali yang bersistem
beberapa
patrilineal
sudah
dalam
hal
pewarisan
kalangan tidak
masyarakat
mampu
yang
lagi
untuk
menempatkan anak laki-laki sebagai ahli
mempertahankan
waris
sementara
perceraian akan memiliki dampak pada
perempuan hanya berhak menikmati harta
pembagian waris, hak asuh anak dan hak
peninggalan orang tua atau peninggalan
kewajiban lain yang muncul dengan
suami1.
berahirnya perkawinan tersebut.
dalam
Namun
keluarga,
demikian,
tujuan
2.
Rumusan Masalah Dari
perkawinan seperti yang termuat dalam UU RI No. 1 Tahun 1974 adalah membentuk suatu rumah tangga yang
perkawinannya,
penjabaran
pendahuluan
diatas maka saya tertarik untuk membahas beberapa permasalahan yang saya anggap menarik, permasalahan tersebut memang
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha sudah sering terjadi pada masyarakat 1
I Ketut Sudantra, 2011, Pembaharuan Hukum Adat Bali Mengenai Pewarisan Angin Segar Bagi Perempuan, balisruti,suara milenium development goals (MDGs), Edisi I No. I JanuariMaret 2011, hal. 22.
sebagai
dampak
berakhirnya
sebuah
perkawinan, hal hal tersebut adalah :
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
a.
b.
Bagaimana status laki laki dalam
penemuan
hukum
dalam
masyarakat
sistem perkawinan nyentana di Bali?
sebagai
indikator
dalam
empirisme
Bagaimana hak waris anak dalam
hukum.
Namun
perkawinan nyentana di Bali ?
penulisan ini, pendekatan yang digunakan
3.
tidak
Metodologi Penelitian Penulisan dengan judul “Status
Laki-laki
dan
Perkawinan
Pewarisan
Nyentana”
dalam
merupakan
Metode
yuridis
normatif
pendekatan
yang
empiris. digunakan
semata-mata
demi
dalam
hukum,
melainkan
hukum
untuk
masyarakat
khususnya
hukum
untuk
masyarakat
hukum adat Bali.
penelitian yang menggunakan metode penelitian
keistimewaan
Spesifikasi
penulisan
ini
menggunakan tipe “deskriptif analitis” yaitu
penelitian
yang
disamping
dalam penelitian ini adalah metode yuridis
memberikan gambaran, menuliskan, dan
normatif empiris, yaitu pendekatan yang
melaporkan suatu obyek
atau suatu
menggunakan konsep “legis positivis”
peristiwa
mengambil
yang menyatakan bahwa hukum adalah
kseimpulan umum dari masalah yang
identik dengan norma-norma tertulis yang
dibahas.
juga
akan
dibuat dan diundangkan oleh lembagalembaga atau pejabat yang berwenang. Selain itu, konsep ini juga memandang
B.
PEMBAHASAN
1.
Status Laki-laki dalam Sistem Perkawinan Nyentana di Bali
bahwa hukum sebagai sistem normatif yang bersifat otonom, tertutup namun tidak terlepas dari kehidupan masyarakat2. Serta
mempertimbangkan
2
aspek
Ronny Hanitjo Soemitro, 1988, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 11.
Khusus masyarakat Hindu di Bali, yang
sistem
pewarisannya
bersifat
patrilineal (garis kebapakan) perkawinan yang
dilakukan
harus
benar-benar
memperhatikan sistem adat yang berlaku. Banyak kasus Bali seorang anak laki-laki
77
78
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
kehilangan
hak
karena
perempuan secara adat untuk menjadi
melakukan
perkawinan
dinilai
laki-laki walaupun secara biologis masih
bertentangan dengan adat yang berlaku
tetap merupakan perempuan. Sehingga
yakni
perempuan putrika memiliki kedudukan
akibat
mewarisnya
melakukan
yang
perkawinan
nyentana. Perkawinan nyentana yakni
dan kewajiban sebagai :
perkawinan dimana seorang laki-laki ikut
a.
dalam keluarga istrinya, tinggal dirumah
Sebagai laki-laki dalam keluarga dalam hal menentukan keluarga.
istri dan semua keturunannya menjadi
b.
Ahli waris bagi keluarga.
milik pihak keluarga istri.
c.
Penerus keturunan keluarga.
perkawinan
d.
Mengurus keluarga.
nyentana dengan perkawinan yang lazim
e.
Menjadi anggota desa adat yang
Aturan
dalam
dilakukan dalam masyarakat kebanyakan
memiliki hak dan kewajiban yang
juga sedikit unik. Dalam perkawinan
sama.
biasa, lazimnya seorang lelaki yang
f.
melamar seorang gadis untuk dijadikan istrinya.
Namun
dalam
perkawinan
Meneruskan
g.
Dalam agama Hindu, tidak ada sloka
selanjutnya
perkawinan
dirumah
telah
Membina keutuhan keluarga.
lelaki untuk dijadikan suaminya untuk tinggal
yang
diwariskan keluarga.
nyentana si gadislah yang melamar si
diajak
tradisi
atapun
pasal
nyentana.
yang
melarang
Karena
pihak
sigadis. Sementara itu keturunannya akan
keluarga laki-laki akan dianggap tidak
menjadi milik dan melanjutkan keturunan
memiliki harga diri. Kitab Manawa
keluarga istrinya tadi.
Dharmasastra sebagai sumber hukum
Hasil bahwa
penelitian
putrika
perubahan
status
menunjukkan
merupakan dan
proses
kedudukan
positif yang berlaku bagi umat Hindu secara
tegas
menyebutkan
mengenai
status anak wanita yang ditegakkan
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
sebagai
penerus
keturunan
dengan
sesuangguhnya akan menerima juga harta
sebutan Putrika (perempuan yang diubah
warisan dari ayahnya sendiri yang tidak
statusnya menjadi laki-laki).
berputra
Sloka Manawa Dharmasastra 127 kitab
tersebut
secara
gamblang
laki-laki
(kakek).
Ia
akan
menyelenggarakan Tarpana bagi kedua orang tuanya, maupun datuk ibunya”.
menyebutkan “Ia yang tidak mempunyai
Selanjutnya
anak laki-laki dapat menjadikan anaknya
“Anak yang lahir dari wanita yang
yang perempuan menjadi demikian (status
statusnya ditingkatkan akan menjadi ahli
lelaki) menurut acara penunjukan anak
waris seperti anak sendiri yang sah
wanita
kepada
darinya. Karena hasil yang ditimbulkan
lahir
adalah untuk dari pemilik tanah itu
dengan
suaminya
anak
mengatakan laki-laki
yang
daripadanya akan melakukan upacara
perkawinan
menyebutkan
Sehingga dapat diketahui status
nyentana
laki laki dalam perkawinan nyentana di
dibolehkan. Lelaki yang mau nyentana
bali adalah berstatus sebagai predana, hak
inilah yang disebut Sentana. Dengan
dan kewajiban yang melekat dalam laki
demikian, argumen yang mengatakan
laki tersebut tidak terlalu berat, layaknya
pelarangan terhadap perkawinan nyentana
istri dalam perkawinan biasa, sehingga
harus dipandang tidak beralasan karena
laki laki tersebut kehilangan hak mewaris
tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
dari keluarga asal.
Demikian
bahwa
145
menurut Undang-Undang”3.
penguburan’’. Dari uraian sloka tersebut, jelaslah
Sloka
halnya
dengan
pembagian
Namun jaman
Dalam Cloka 132 Manawa Dharmasastra
melangsungkan perkawinan nyentana ini
disebutkan, “Anak dari wanita yang
adalah tetap sebagai kepala keluarga,
statusnya
menjadi
laki-laki
3
laki
perkembangan
warisan dalam perkawinan Nyentana.
diangkat
status
dalam
laki
Hindudharma.or.id., Perspektif dalam Perkawinan Nyentana.htm.
yang
Etika
79
80
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
menjalankan tugas tugas bermasyarakat
Adapun
seperti layaknya laki laki lain yang
pewarisan yang dimaksud di atas adalah
melaksanakan perkawinan ngidih, tentu
sebagai berikut4 :
ini
a.
merupakan
pergeseran
arti
dari
yang
menjadi
unsur-unsur
Pewaris
perkawinan nyentana itu sendiri. Dalam
Pewaris
dalam
perkawinan nyentana ini si laki laki
tradisional
dilamar oleh keluarga perempuan untuk
mendominasi
masuk dalam keluarga perempuan guna
masyarakat
meneruskan
seorang ayah atau seorang laki-laki.
keturunan
dari
keluarga
masih alam
Bali,
pewaris
tampaknya
kuat pikiran adalah
perempuan tersebut. Hal tersebut yang
Paham
menjadi ciri khas perkawinan nyentana
pemikiran
hingga saat ini yang dilaksanakan oleh
kekeluargaan purusa, ayah adalah
masyarakat hukum adat bali namun posisi
kepala keluarga, pencari nafkah dan
laki laki disini tetap sebagai purusa atau
pemilik harta keluarga yang diwarisi
penerus keturunan pada keluarga istri
secara turun-temurun dari ayah-ayah
sekaligus sebagai kepala rumah tangga.
sebelumnya. Dalam logika ini, harta
2.
warisan diturunkan melalui garis laki-
Hak Waris dalam Perkawinan Nyentana di Bali
ini
yang
pandangan
bahwa
dalam
dilandasi sistem
laki sehingga semua harta adalah Pembahasan
mengenai
hukum milik laki-laki, sedangkan perempuan
adat waris tidak tedepas dari tiga kata bukanlah kunci
yang
menjadi
pemilik
harta.
unsur-unsur Kehidupannya di bawah tanggung
pewarisan, yaitu : pewaris, harta warisan, jawab laki-laki. Sebelum kawin, anak dan ahli waris. Dalam aspek-aspek inilah 4
akan dilihat asas-asas hukum adat waris yang berlaku bagi semua orang Bali.
I Made Somya Putra, “Hukum Waris dalam Hukum Adat Bali dan Gender dalam Pewarisan”,https://lawyersinbali.wordpress.com/2 010/12/28/hukum-waris-dalam-hukum-adat-balidan-gender-dalam-pewarisan/.
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
perempuan
adalah
dan
ayah, melainkan juga adalah milik
tanggung jawab ayahnya, dan setelah
ibu. Dengan demikian, maka seorang
kawin ia adalah milik dan tanggung
ibu juga adalah pewaris. Lebih tepat
jawab suaminya sebagai “milik”,
jika
apapun
oleh
pewaris saat ini adalah orang yang
perempuan, itu adalah milik ayah
meninggalkan harta warisan baik
atau
laki-laki maupun perempuan.
yang
suaminya
milik
dimiliki
juga.
Dalam
kehidupan modern seperti sekarang
b.
dikatakan
bahwa
pengertian
Harta Warisan
ini pandangan demikian perlahan-
Unsur
penting
terjadinya
¬lahan mulai bergeser sebab dewasa
pewarisan adalah adanya warisan.
ini tidak sedikit sosok ibu bekeja di
Menurut pengertian umum, warisan
luar rumah dengan penghasilan yang
adalah sesuatu yang diwariskan, baik
memadai, sehingga mempunyai andil
berupa harta, nama baik, dan lain-
dalam pembentukan harta keluarga,
lain. Dalam pengertian yang lebih
khususnya yang berupa harta bersama
sempit, warisan diartikan sebagai
(gunakaya).
barang-barang berupa harta benda
Tidak
sedikit
pula
seorang perempuan membawa harta
yang
ke dalam perkawinannya (tetatadan),
pewaris. Dalam hukum adat Bali,
baik karena usahanya sendiri sebelum
warisan tidak saja berupa barang
kawin ataupun karena pemberian
berwujud seperti harta benda milik
orang tuanya. Kontribusi ibu terhadap
keluarga, melainkan juga berupa hak-
pembentukan harta keluarga akan
hak kemasyarakatan, seperti hak atas
berpengaruh
kontrolnya
tanah karang desa yang melekat pada
terhadap harta tersebut sehingga harta
status seseorang sebagai anggota
keluarga teak lagi hanya “milik”
masyarakat
terhadap
ditinggalkan
desa
oleh
(krama
seorang
desa
81
82
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
pakrainan): hak memanfaatkan setra
yang diperoreh atas usahanya
(kuburan milik desa), bersembahyang
sendiri
di Kahyangan Desa, dan lain-lain.
pemberian/hibah (jiwadana).
Warisan
yang
ataupun
harta
3) Pegunakaya (gunakaya), yaitu
keluarga dilihat dari sumbernya dapat
harta yang diperoleh oleh suami
digolongkan sebagai berikut :
isteri
1) Tetamian (harta pusaka) yaitu
berlangsung.
berupa
berwujud
(sekaya),
harta
yang
diperoleh
selama
perkawinan
Menurut
Peswara
karena pewarisan secara turun-
Pewarisan Tahun 1900, harta
temurun. Tetang meliputi :
warisan terjadi dari hasil bersih
a) Tetamian yang tidak dapat
kekayaan
dibagi,
ialah
setelah
yang
dipotongkan hutangnya termasuk
magis
juga hutang-hutang yang dibuat
seperti
tempat
untuk ongkos penyelenggaraan
persembahyangan
keluarga
pengabenan pewaris. Terdapat
(sanggah/merajan), dan lain-
penafsiran terhadap Peswara ini
lain.
bahwa
mempunyai religius,
harta
pewaris
nilai
b) Tetamian yang dapat dibagi,
hutang
jika
tidak
mencukupi.
religius,
seperti
nilai sawah,
ladang, dan lain-lain.
tidak
ditanggung oleh ahli warisnya,
yaitu harta warisan yang mempunyai
pewaris
c.
harta
warisan
tidak
Ahli Waris Ahli waris adalah orang yang
2) Tetatadan, yaitu harta yang dibawa
menerima warisan. Mengenai ahli
dah masing-masing suami dan
waris, dalam hukum adat dikenal
isteri ke dalam perkawinan, baik
adanya
penggolongan
ahli
waris
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
berdasarkan garis pokok keutamaan
2) Kelompok
dan garis pokok pengganti. Garis
menentukan
keutamaan
di
3) Kelompok
urutan-urutan
antara
kedua
adalah prang tua pewaris.
pokok keutamaan adalah garis hukum yang
keutamaan
keutamaan
ketiga
adalah saudara-saudara pewaris
golongan-
dan keturunannya.
golongan keluarga pewaris dengan
4). Kelompok keutamaan keempat
pengertian bahwa golongan yang satu
adalah kakek dan nenek pewaris,
lebih diutamakan dari golongad yang
dan seterusnya.
lain. Garis pokok pengganti adalah
Di sini akan penulis kemukakan
garis hukum yang bertujuan untuk
beberapa ahli waris menurut hukum adat,
menentukan siapa di antara kelompok
yaitu sebagai berikut:
keutamaan tertentu, tampil sebagai
a.
Anak Hukum waris adat hanya
ahli waris. Dalam menentukan ahli
menempatkan
waris
mendapatkan tempat sebagai ahli
berdasarkan
garis
pokok
empat
anak
yang
keutamaan dan garis pengganti ini
waris yaitu :
maka
dengan
1) Anak kandung yaitu Anak yang
seksama sistem kekeluargaan yang
lahir dari perkawinan yang sah
berlaku.
menurut
harus
diperhatikan
Dengan
garis
pokok
ajaran
agama
dan
keutamaan tadi, maka orang-orang
kepercayaan serta sesuai dengan
yang mempunyai hubungan darah
apa yang diatur dalam UU RI
dibagi
No.
dalam
golongan-golongan,
1
Tahun
1974
yaitu:
Perkawinan.
1) Kelompok keutamaan pertama
mempunyai hale mewaris paling
adalah keturunan pewaris.
Anak
tentang kandung
sempurna dan merupakan ahli waris tingkat pertama.
83
84
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
2) Anak angkat yaitu Anak yang bukan
dari
keturunan
kekeluargaan
suami
semata-mata
didasarkan atas persamaan darah,
isteri, tapi merupakan anak yang
maka sudah jelas
diambil,
dan
seorang janda itu tidak mungkin
diberlakukan oleh mereka yang
menjadi ahli waris dari suaminya.
mengangkat anak sebagai anak
Kalau kita lihat pada umumnya dalam
kandungnya
yang
suatu perkawinan bahwa hubungan
melalui
upacara
lahir bathin antara suami isteri dapat
anak
(upacara
dipelihara,
sebelumnya
sendiri,
pengangkutan
dikatakan
meperas).
sekali
sedemikian
bahwa
eratnya,
sehingga melebihi hubungan dengan
3) Anak tiri adalah Anak yang lahir
saudara-saudara suaminya yang telah
bukan dari hasil perkawinan
meninggal, maka sudah sewajarnya
suami isteri yang bersangkutan,
seorang janda diberikan kedudukan
tetapi merupakan anak bawaan
yang pantas di samping kedudukan
dari
anak-anak ketuninan si pewaris.
salah
satu
pihak
dari
perkawinannya terdahulu. 4) Anak luar kawin adalah yang
lahir
perkawinan
b.
yang
diluar
yang
c.
Saudara pewaris yaitu jika keturunan
Anak
pewaris tidak ada, sedangkan orang
ikatan
tua si pewaris tidak ada pula, maka
sahnya
ini
saudara
pewarislah
yang
berhak
hanya menjadi ahli waris dalam
untuk menggantikan sebagai ahli
kekerabatan pihak ibu.
waris.
Kedudukan janda dalam hukum waris
Dalam hukum adat Bali yang
adat terhadap peninggalan suaminya
berdasarkan pada sistem kekeluargaan
terdapat perbedaan dengan anak-
patrilineal (kepurusa), orang-orang yang
anaknya, yaitu kalau dilihat dari tali
dapat diperhitungkan sebagai ahli waris
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
dalam garis pokok keutamaan dan garis
dari kelompok keutamaan kedua, yaitu
pokok pengganti adalah para laki-laki
orang tua pewaris, jika masih ada. Setelah
dalam
itu
keluarga
yang
bersangkutan,
barulah
diperhitungkan
sepanjang tidak terputus haknya sebagai
saudara
ahli waris5. Keiompok orang-orang yang
keutamaan
tcrmasuk dalam garis keutamaan pertama
sebagai ahli waris pengganti. Menurut
sebagai ahli waris adalah keturunan
Peswara Pewarisan Tahun 1900 yang
pewaris kenceno ke bawah, yaitu anak
berhak atas harta warisan seorang duda
kandung
anak
atau seorang janda yang tidak mempunyai
perempuan yang ditingkatkan statusnya
anak laki-laki adalah anggota-anggota
sebagai
penerus
keluarga lelaki sedarah yang terdekat
(sentana rajeg dan anak angkat (sentana
dalam pancar laki-laki sampai derajat
paperasan). Kedudukan sentana rajeg dan
kedelapan (ming telu). Dahulu ketika
sentana paperasan mempunyai hak yang
jaman Kerajaan Bali, apabila ada seorang
sama dengan anak kandung laki-laki
meninggal tanpa meninggalkan anak laki-
terhadap harta warisan. Anak perempuan
laki (camput), maka harta warisannya
dan janda bukanlah ahli waris, tetapi
diambil oleh Raja, sedangkan janda dan
apabila anak perempuan tersebut tidak
anak
kawin (deha tua), maka ia berhak atas
ditinggalkan, manjing ke puri (masuk
pembagian harta orang tuanya sebagai
dalam
nafkah hidupnya (pengupa jiwa). Apabila
Sekarang hal ini tidak berlaku lagi. Jika
ahli waris dari golongan keutamaan
terjadi seseorang meninggal tanpa ahli
pertama tidak ada, maka yang berhak atas
waris sama sekali dari garis purusa, maka
harta warisan adalah golongan ahli waris
harta warisan jatuh kepada keluarga
laki-laki
keturunan
ataupun
sebagai
pewaris ketiga
perempuan
Puri
Raja
sebagai
saudara-
dan
jika
kelompok
keturunannya
ada
menjadi
yang
pelayan).
terdekat dari pihak perempuan (wadu).
5
Ibid.
85
86
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
Pewarisan dalam hukum adat Bali tidak
waris, maka hak warisnya dapat dicabut.
semata-mata berisi hak ahli waris atas
Kelalaian terhadap kewajiban-kewajiban
harta
yang
di atas dapat dijadikan alasan untuk
terpenting adalah kewajiban ahli waris
memecat kedudukan seseorang sebagai
terhadap pewaris sebagai konsekuensi
ahli waris. Seorang ahli waris terputus
dari hak yang diterima, seorang ahli waris
haknya mendapat warisan antara lain
mempunyai
disebabkan7:
warisan,
lebih
dari
itu
kewajiban-kewajiban
tertentu6, yaitu : a.
a.
b.
Memelihara pewaris ketika pewaris dalam keadaan tidak mampu dalam melakukan kegiatannya sehari-hari. Menguburkan jenasah pewaris dan atau menyelenggarakan pengabenan (upacara pembakaran jenasah) bagi pewaris dan menyemayamkan arwahnya di sanggah/merajan (tempat persembahyangan keluarga). Menyembah arwah leluhur yang bersemayam di sanggah/merajan. Melaksanakan kewajibankewajiban (ayahan) terhadap banjar/desa.
c. d.
b.
Anak laki-laki kawin nyeburin/nyentana. Anak laki-laki yang tidak melaksanakan dharmaning anak, misalnya durhaka terhadap leluhur, dan durhaka terhadap orang tua. Sentana rajeg yang kawin keluar.
c.
Dari penjabaran diatas maka dapat kila lihat ilustrasi bahwa hak waris anak dalam perkawinan “nyentana” di bali adalah hapus, karena dasar pemikiran bahwa anak laki laki yang kawin ke luar maka dianggap meninggalkan leluhur dan
Dari uraian di atas dapat diketahui kewajiban kewajiban anak dalam keluarga bahwa hukum adat waris Bali adalah menurut hukum adat Bali. Sehingga anak menurut sistem kekeluargaan patrilineal. tersebut memiliki hak mewaris dalam dan anak laki-laki (purusa) dan sentana keluarga istri, sebagaimana layaknya anak yang
berhak
mewaris
dari
seorang kandung dalam keluarga tersebut, serta
pewaris. Walaupun demikian apabila memiliki kewajiban untuk mengemban melalaikan. kewajibannya sebagai ahli 6
Ibid.
7
Ibid.
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
ayahan dalam masyarakat adat dimana
dan
kewajiban
sebagai
keluarga istri tersebut berasal. Hak dan
keturunan pada keluarga istri.
penerus
kewajibannya menjadi beralih kepada keluarga istri.
2.
Saran Berdasarkan
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
saran sebagai berikut :
kesimpulan yang dapat dikemukakan yaitu sebagai berikut : Status
laki
Dalam sistem perkawinan hukum adat Bali, apapun sistemnya pewarisan harus
laki
dalam
sistem
perkawinan nyentana di Bali adalah sebagai
analisis
permsalahan, maka penulis mengajukan
Berdasarkan uraian di atas, maka
a.
hasil
penerus
keturunan
pada
diberikan
kepada
ahli
waris
sebagaimana pemberian warisan kepada ahli waris terlepas status sebagai purusa maupun pradhana.
keluarga istri, memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki laki
DAFTAR PUSTAKA
pada
Buku
umumnya
pada
keluarga
tersebut. Hak dan kewajiban tersebut sebagaimana
layaknya
kepala
keluarga pada umumnya. b.
Hak
waris
dalam
Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metode Penelitian Hukum dan jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. Internet
perkawinan
Hindudharma.or.id., Perspektif Etika dalam Perkawinan Nyentana.htm.
nyentana di Bali dapat dikatakan hapus hak waris dari keluarga lakilaki, karena laki laki yang melakukan perkawinan nyentana memiliki hak
I Made Somya Putra, “Hukum Waris dalam Hukum Adat Bali dan Gender dalam Pewarisan”, https://lawyersinbali.wordpress.co m/2010/12/28/hukum-warisdalam-hukum-adat-bali-dangender-dalam-pewarisan/
87
88
Jurnal Advokasi Vol. 5 No.1 Maret 2015
Sumber Hukum
Jurnal I Ketut Sudantra, 2011, Pembaharuan Hukum Adat Bali Mengenai Pewarisan Angin Segar Bagi Perempuan, balisruti,suara milenium development goals (MDGs), Edisi I No. I JanuariMaret 2011.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 165 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886.