1
PERILAKU POLITIK WARGA NEGARA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA UNTUK MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) (Studi Kasus di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten)
Skripsi Oleh Safaudiyah Purwaningsih Nim K6404050
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
2
PERILAKU POLITIK WARGA NEGARA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA UNTUK MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) (Studi Kasus di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten)
Oleh: Safaudiyah Purwaningsih Nim: K6404050
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Progam Pendidikan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 ii
3
HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Rusnaini, MSi
Triyanto, H.MHum
NIP. 131 792 060
NIP. 132318 020
iii
4
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari : Tanggal : Tim Penguji Skripsi Nama Terang
Tanda tangan
Ketua
: Drs. Machmud AR, S.H, M.Si
Sekertaris
: Winarno, S.Pd, M.Si
Anggota I
: Dra. Rusnaini, M.Si
Anggota II
: Triyanto, S.H, M.Hum
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Prof. Dr. M. Furrqon Hidayatullah, MPd NIP. 131 658 563
iv
5
ABSTRACT Safaudiyah Purwaningsih. K6404050. CITIZEN’S POLITICAL BEHAVIOR IN ELECTING THE CHIEF OF VILLAGE TO REALIZE THE GOOD GOVERNANCE (A Case Study on Village Gedongjetis Sub district Tulung Regency Klaten). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, January 2009. The objectives of research are to: (1) describe the citizen’s political behavior in electing the chief of village as an attempt of realizing the good governance in Village Gedongjetis Sub district Tulung Regency Klaten, (2) find out the performance of the chief of village of Village Gedongjetis Sub district Tulung Regency Klaten whether it has or not met the obligation as the chief of village and fulfilled the principle of good governance. This research used a descriptive qualitative method with a single embedded case study. The data sources employed were informant, place and event, and document. The sampling technique employed was a purposive sampling. Techniques of collecting data employed were interview, observation, and document analysis. In this study, the data validity was derived using data triangulation technique, and the data analysis technique employed was an interactive analysis encompassing (1) data collection, (2) data reduction, (3) data display and (4) conclusion drawing. The research procedure includes the following steps: (1) preparation, data collection, (3) data analysis and (4) research report writing. From the result of research, it can be concluded that: (1) citizen’s behavior in electing the chief of village in Village Gedongjetis Sub district Tulung Regency Klaten is different from that of other citizens in electing the chief of village. In order to realize the good governance, the citizens give wholeheartedly support to one candidate of village chief having the good personality not to the candidate giving much money during their recruiting. Such behavior is affected by many factors such as figure identification, political party identification and campaign issue. (2) The strong support from the citizens in the chief of village election has not been able to establish a village chief’ good performance; this is because the position and material can change someone. With both morale and material supports from the citizen, the citizens expect that the government system existing in village Gondangjetis can be better by the realization of promised work program, the realization of good governance principles, and the implementation of chief of village’s task and authority. The principles of good governance that have been undertaken include: participation, consensus orientation, and responsiveness; while the principles that have not been undertaken by the village Gedongjetis’s chief of village include: law enforcement, transparency, justice, effectiveness, accountability, and strategic vision. Thus, the citizens’ expectation to change the government system into the good governance has not been realized.
v
6
MOTTO Tiap-tiap kalian adalah pemimpin dan tiap-tiap dari pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. (Hadist Al-Bukhori)
vi
7
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada: 1. Allah Swt, Yang Maha Sempurna 2. Bapak dan Ibu tercinta 3. Adik tersayang 4. Teman-teman
Pendidikan
Kewarganegaraan angkatan 2004 5. Almamater UNS
vii
8
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh dorongan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini disampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin menyusun skripsi ini. 2. Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Ketua Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan pengarahan dan ijin penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Dra. Rusnaini, M.Si; Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaaikan. 5. Bapak Triyanto, SH. M.Hum; Pembimbing II yang telah pula memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga memperlancar penyusunan skripsi ini. 6. Bapak Winarno, SPd. M.Si; Pembimbing Akademis yang telah memberi bimbingan kepada penulis. 7. Bapak Kepala Desa Gedongjetis yang telah memberikan tempat penelitian dan informasi yang dibutuhkan penulis. 8. Bapak-bapak perangkat desa Gedongjetis yang telah memberikan data dan informasi sehingga penelitian berjalan lancar. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah Swt.
viii
9
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu apabila
pembaca
menemukan kekurangan
dan
keganjilan,
maka
demi
kesempurnaannya penulis kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya mudah-mudahan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Surakarta,
Januari 2009
Penulis
ix
10
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .. ................................................................................. i HALAMAN PENGAJUAN.. ........................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... .iv ABSTRAK .................................................................................................. v HALAMAN MOTTO .................................................................................. vi HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………….
vii
KATA PENGANTAR ………………………………………………….
viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... x DAFTAR TABEL ……………………………………………………….
xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………
xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………
xv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………..1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1 B. Perumusan Masalah .................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7 D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7 BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………… ..... 9 A. Tinjauan Pustaka ....................................................................... 9 1. Perilaku Politik Warga Negara .............................................. 9 2. Pemilihan Kepala Desa ……………………………............... 17 3. Good Governance …………………………………... ............ 20 B. Kerangka Berpikir……………………………………….............. 26 BAB III METODOLOGI PENELITIAN.……………...…………………. 28 A. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………… 28 1. Lokasi Penelitian……………………………………28 2. Waktu Penelitian……………………………………28
x
11
B. Bentuk dan Strategi Penelitian………………………… 29 1. Bentuk Penelitian………………………………….. 29 2. Strategi Penelitian………………………………….. 30 C. Sumber Data…………………………………………… 30 1. Nara Sumber atau Informan……………………….. 30 2. Tempat dan Peristiwa……………………………… 31 3. Dokumen……………………………………………31 D. Teknik Sampling……………………………………... 32 E. Teknik Pengumpulan Data…………………………… 33 1. Observasi………………………………………… 33 2. Wawancara……………………………………….. 34 3. Analisis Dokunen………………………………… 34 F. Validitas Data………………………………………… 35 G. Analisis Data……………………………………………36 1. Pengumpulan Data………………………………… 36 2. Reduksi Data……………………………………… 36 3. Sajian Data………………………............................. 36 4. Penarikan Kesimpulan…………………………… 36 H. Prosedur Penelitian…………………………………… 37 1. Tahap Pra Lapangan……………………………… 37 2. Tahap Penelitian Lapangan ……………………… 37 3. Tahap Analisis Data……………………………… 38 4. Tahap Penulisan Laporan………………………… 38 BAB IV HASIL PENELITIAN…………………………………………
39
A. Deskripsi Lokasi Penelitian……………………… 39 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………….. 39 2. Birokrasi Pemerintahan Desa Gedongjetis…… 42 B. Deskripsi Permasalahan Penelitian………………. 44 1. Perilaku Politik Warga Negara dalam Pilkade… 44 2. Kinerja Kepala Desa Desa Gedongjetis……… 57
xi
12
C. Temuan Studi…………………………………….. 65 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN…………………. 67 A. Kesimpulan…………………………………… 67 B. Implikasi……………………………………… 68 C. Saran………………………………………….. 70 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
13
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian...................................................
28
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Gedongjetis Menurut Jenis Kelamin......
39
Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Gedongjetis Menurut Agama.................
39
Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Gedongjetis Menurut Usia.....................
40
Tabel 5 Jumlah Penduduk Desa Gedongjetis Menurut Tingkat Pendidikan .................................................................................
40
Tabel 6. Penggunaan Hak Suara Pemilih..................................................
44
Tabel 7. Daftar Calon Kepala Desa Desa Gedongjetis, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten Tahun 2007....................
46
Tabel 8. Juru kampanye masing-masing calon kepala desa......................
53
Tabel 9. Perolehan Suara pada Pemilihan Kepala Desa Desa Gedongjetis, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten Tahun 2007 ...................
56
Tabel 10.Warga yang mendapat BLT.......................................................
60
xiii
14
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Berpikir………............................................. ...........
27
Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif...................................... ...........
37
Gambar 3.Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Gedongjetis, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten.......................................
xiv
43
15
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Pedoman Wawancara............................................................
73
Lampiran 2. Petikan Hasil Wawancara................................. ....................
76
Lampiran 3. Trianggulasi Data I........................................... ...................
95
Lampiran 4. Trianggulasi Data II..............................................................
96
Lampiran 5. Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan, Pelantikan dan pemberhentian Kepala Desa ....... .................
97
Lampiran 6. Naskah Kesepakatan Bersama Calon Kepala Desa, Panitia dan Team Sukses Calon Kepala Desa pada Pelakades Pilkades di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung……………….. .....
109
Lampiran 7. Foto Hasil Observasi ………………………….....................
111
Lampiran 8. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Ke dekan FKIP UNS...................................................................
114
Lampiran 9. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin Penyusunan Skripsi / Makal……………. ....................
115
Lampiran 10. Surat Permohonan Ijin Research / Try Out Kepada rektor UNS........................ ............... ...................
116
Lampiran 11. Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kepala Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten............
117
Lampiran 12. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari Kepala Desa Gedongjetis ..........................................
xv
118
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir semua negara di dunia sekarang ini menamakan dirinya sebagai negara demokrasi, termasuk negara Indonesia. Secara sederhana demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Di dalam negara demokrasi
terdapat
pemerintahan
yang
demokratis.
Pemerintahan
yang
demokratis yaitu pemerintahan yang menekankan pentingnya membangun proses pengambilan keputusan publik yang sensitif terhadap suara-suara komunitas. Artinya, proses pengambilan keputusan yang bersifat hirarkis berubah menjadi pengambilan keputusan dengan andil seluruh individu, kelompok atau organisasi yang memiliki kepentingan terlibat atau dipengaruhi (secara positif maupun negatif) oleh kegiatan atau pembangunan. Untuk itu, diperlukan adanya hubungan langsung antara pemerintah dan warga negara, dimana hubungan warga negara dan pemerintah berupa peran (role) yang bersifat aktif, pasif, positif dan negatif dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang merupakan manifestasi dari negara yang menganut demokrasi dan sekaligus akan sangat menentukan dalam perkembangan negara yang demokratis. Di Indonesia demokrasi diwujudkan dengan pelaksanaan pemilu. Dalam UU No.10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dijelaskan pemilihan umum adalah sarana kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pemilu sebagai perwujudan demokrasi memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Melaksanakan kedaulatan rakyat 2. Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat 3. Untuk memilih wakil-wakil rakyat 4. Melaksanakan pergantian personil pemerintahan secara damai, aman dan tertib 5. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional. (Winarno, 2004 : 17) 1
2
Pemilu seharusnya menjadi sarana rakyat untuk memanifestasikan kekuasaannya. Oleh karena itu, kualitas pemilu dan sistem politik yang mencerminkan besarnya akses politik masyarakat menjadi suatu tolok ukur yang penting untuk melihat demokrasi lebih khusus lagi pada sistem pemilu yang mengatur sistem pemilihan, perangkat peraturan dan distribusi hasil pemilu serta transparansi. Pada hakekatnya setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hak dan kewajiban warga negara terdapat diberbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Dalam UUD 1945 pada pasal 27 ayat (1) menyatakan, “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Di mana dalam pasal 27 ayat (1) ini mengandung arti bahwa kedudukan dalam pemerintahan termasuk hak politik. Dengan demikian setiap warga negara mempunyai hak dibidang politik dan mempunyai kewajiban untuk mendukung terselenggaranya suatu pemerintahan yang baik. Selain itu pada pasal 28 menyatakan,”kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”. Dengan demikian pada pasal 28 mengandung arti bahwa setiap warga negara dijamin oleh negara untuk berpartisipasi di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi hakhak politik waga negara Indonesia yang dijamin oleh UUD 1945 antara lain hak membentuk dan memasuki organisasi politik ataupun organisasi masyarakat yang dalam waktu tertentu melibatkan diri kedalam aktivitas politik, hak untuk berkumpul yang berkaitan dengan politik, hak untuk menyatakan pandangan atau pemikiran tentang politik, hak untuk menduduki jabatan politik dan pemerintahan dan hak memilih di dalam Pemilu. Hak politik tersebut tidak diberikan kepada semua warga negara. Ada beberapa persyaratan untuk dapat menggunakan hak politik, seperti umur (dewasa), tempat tinggal, bebas dari tindakan kriminal dan sebagainya. Oleh karena itu, hak politik diciptakan melalui hukum dan diberikan kepada orang yang
3
memenuhi persyaratan tertentu. Dengan demikian setiap warga negara yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dapat menggunakan hak politiknya. Salah satu hak warga negara dibidang politik telah diimplementasikan dalam pemilu. Pemilihan kepala desa merupakan salah satu perwujudan demokrasi di tingkat daerah atau lokal. Menurut Peraturan Bupati Klaten Nomor 2 Tahun 2007 pasal 1 ayat (12), pemilihan kepala desa adalah proses pengisian jabatan kepala desa yang kosong melalui pemilihan langsung oleh penduduk desa yang memenuhi syarat mulai dari tahap pencalonan sampai dengan pelantikan calon kepala desa terpilih sebagai kepala desa. Jadi pemilihan kepala desa adalah proses pengisian jabatan Kepala Desa yang kosong dimana tata caranya dalam Peraturan Bupati Klaten Nomor 2 Tahun 2007. Pemilihan kepala desa bukanlah hal yang sederhana, terutama bagi calon Kepala Desa atau pemimpin. Pada saat pemilihan kepala desa calon pemimpin membutuhkan suara para pemilih agar bisa mewujudkan keinginannya. Untuk itu, mereka harus memahami pemilih mereka. Tanpa pemahaman ini mereka tidak akan diterima oleh masyarakat, artinya mereka gagal untuk menyelenggarakan tujuan untuk berkiprah di pemerintahan. Jadi, calon pemimpin harus berusaha memahami pemilih mereka. Calon pemimpin atau calon kepala desa harus mengetahui sejumlah hal tentang pemilih, terutama yang menyangkut perilaku pemilih sebagai konsumen politik. Perilaku pemilih sebagai bagian perilaku politik. Yang dimaksud dengan perilaku politik adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik (www.wikipedia.org.id.,15 Mei 2008), misalnya melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin. Pemilihan kepala desa dilaksanakan di setiap Kabupaten. Misalnya, pada tanggal 29 April 2007 di Kabupaten Klaten dilaksanakan pemilihan kepala desa untuk gelombang yang pertama yang diikuti 292 desa dari 391 desa (www. Blog. Ridho.net, 7 Juni 2008). Sebagian besar dari desa-desa yang melaksanakan pemilihan kepala desa diwarnai dengan praktik politik uang dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan. Praktik politik uang sudah merupakan tradisi setiap
4
dilaksanakan pemilihan kepala desa, misalnya yang terjadi di Jombang praktik politik uang untuk menarik simpati dan dukungan dari masyarakat dilakukan oleh calon kepala desa hampir terjadi disemua desa. Calon kepala desa membagikan uang ataupun bahan kebutuhan pokok kepada masyarakat dengan nominal yang bervariasi (www. Radio Komunitas Suara Warga. Com, 22 Juni 2008). Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Suharti (2005) yang berjudul “Hubungan sikap terhadap money politics dengan partisipasi politik dalam pemilihan kepala desa di Margoyoso Pati” menunjukkan bahwa seringnya ada praktik politik uang pada saat pemilihan kepala desa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan dengan partisipasi politik. Berdasar penelitian tersebut membuktikan bahwa di setiap pemilihan kepala desa selalu diwarnai oleh prakek politik uang. Praktik politik uang sudah menjadi tradisi bagi kalangan politisi (anggota DPR, DPRD, dan DPD). Berdasarkan wacana yang ada di masyarakat biasanya, warga akan menentukan pilihan pada calon kepala desa yang memberi uang yang paling banyak. Praktik politik uang dalam pemilihan Kepala Desa juga terjadi di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten, tetapi yang menang dalam pemilihan tersebut justru yang tidak menggunakan uang untuk mendapat dukungan (berdasarkan informasi dari masyarakat setempat). Peraturan Bupati Klaten No.2 Tahun 2007 pasal 15 ayat (4) menyatakan bahwa Calon dilarang memberikan dan atau menjanjikan akan memberikan sesuatu, baik langsung maupun tidak langsung. Dengan nama atas dalih apapun dalam usaha untuk memenangkan dirinya dalam pemilihan kepala desa, kecuali hidangan makanan dan minuman yang disajikan di tempat tinggal calon sebagai jamuan bagi tamu yang datang. Namun masyarakat Desa Gedongjetis cenderung untuk memilih seseorang yang memiliki kepribadian yang baik dan memiliki karisma untuk menjadi pemimpin mereka. Masyarakat membutuhkan pemimpin yang memiliki visi dan dapat dipercaya, yang dapat menunjukkan kepada mereka apa realitas yang ada dan memberikan inspirasi dan komitmen menuju perubahan yang lebih baik. Masyarakat melakukan dukungan baik moril maupun materiil, misalnya mempersiapkan segala keperluan calon kepala desa. Calon kepala desa tidak
5
menyiapkan hidangan bagi tamu yang datang tetapi semua hidangan disiapkan oleh warga. Dukungan yang diberikan kepada calon kepala desa yang dilakukan oleh masyarakat Desa Gedongjetis merupakan bentuk perilaku politik agar tercipta satu pemerintahan yang baik (good governance). Menurut Ambo Upe (2008: 203) dukungan merupakan salah satu bentuk perilaku politik, sedangkan dengan dukungan dari masyarakat akan menciptakan pemerintahan yang baik. (Srijanti, 2006: 220) Berdasarkan banyaknya wacana tentang money politics yang terjadi selama ini pada saat pemilihan kepala desa calon kepala desa menggunakan uang untuk mendapatkan suara masyararakat agar terpilih menjadi kepala desa, tetapi setelah terpilih mereka tidak menghiraukan lagi suara masyarakat yang telah mendukungnya. Tidak jarang kepala desa berpikir bahwa beliau akan melakukan apa saja untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan pada saat pencalonan. Pelaksanaan pemerintahan kepala desa terpilih sering tidak sesuai dengan program kerja yang dijanjikan pada saat pencalonan, kepala desa melupakan pemilih yang telah mendukungnya dan setelah menjabat praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme semakin marak dilaksanakan secara terbuka. Apabila keadaan yang demikian terus terjadi maka tidak akan tercipta suatu pemerintahan yang baik. Istilah pemerintahan yang baik (good governance) berangsur-angsur menjadi populer baik di kalangan pemerintah, swasta, maupun masyarakat secara umum. Pemerintahan yang baik adalah baik dalam ukuran proses maupun baik dalam hasil-hasilnya. Pemerintahan dapat bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan lepas dari gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambat proses lajunya pembangunan. (Srijanti, 2006: 220). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terciptanya suatu pemerintahan yang baik dapat dilihat ketika pemerintahan itu berlangsung maupun ketika sudah habis masa jabatannya. Menurut MM Billah (Triyanto,2007 : 63) istilah ini merujuk pada arti asli kata Governing yang berarti : mengarahkan atau mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik dalam satu negeri. Oleh karena itu good governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang
6
bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian Dengan demikian suatu pemerintahan yang baik adalah tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai yang mampu mengarahkan, mengendalikan, dan mempengaruhi masalah publik. Selain itu pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang berdasarkan peraturan dan mendapat dukungan dari masyarakat, serta yang terpenting adalah adanya transparansi dalam pemerintahan. Sehubungan dengan hal tersebut Raffy Machrifani (Top, S2-Theses, Develompent Studies, 2002) pernah mengadakan penelitian yang membahas tentang pentingnya penciptaan transparansi dilembaga pemerintah dalam upaya membentuk Good Governance. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan dan program-program untuk menciptakan transparansi di lembagalembaga pemerintahan hendaklah ditujukan untuk membawa perubahan pada keyakinan (beliefs) terhadap kejujuran dan keadilan orang-orang yang bekerja di lembaga-lembaga tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh Machrifani yaitu tentang perlunya keyakinan terhadap kejujuran dan keadilan oleh orang-orang yang bekerja di lembaga pemerintahan yang penting bagi penciptaan transparansi agar dapat menciptakan pemerintahan yang baik. Berbeda dengan penelitian Machrifani penelitian yang akan penulis lakukan adalah tentang keyakinan masyarakat pada seseorang yang mempunyai kepribadian yang baik dan memiliki karisma untuk duduk di pemerintahan sebagai pemimpin mereka agar dapat menciptakan pemerintahan yang baik dengan mendukung sepenuhnya kepada salah satu calon kepala desa. Biasanya, yang terjadi selama ini adalah apabila dalam proses pemilihan kepala desa ada praktik politik uang maka setelah menjadi kepala desa akan melakukan segala cara untuk mencari ganti biaya yang telah dikeluarkan pada saat pencalonan. Prespektif kewarganegaraan terhadap kasus ini adalah dengan adanya kesempatan yang sama dibidang politik bagi warga negara untuk menggunakan
7
hak suaranya, sebagai ciri khas suatu negara demokrasi dengan adanya kebebasan bagi warga negara untuk menyampaikan pendapat esuai dengan hati nurani tanpa paksaan dengan tujuan tertentu. Menyikapi dari berbagai fenomena yang terjadi di desa Gedongjetis maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian, karena dengan adanya dukungan yang kuat dari warga seharusnya dapat menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) tetapi pada kenyataannya pemerintahan yang ada belum dapat mewujudkan harapan warga yang telah mendukungnya, oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan tema “Perilaku Politik Warga Negara dalam Pemilihan Kepala Desa untuk Mewujudkan Pemerintahan yang Baik (Good Governance)” (Studi Kasus di Desa Gedongjetis, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten) B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perilaku politik pemilih dalam Pemilihan Kepala Desa sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten? 2. Apakah kinerja kepala desa Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten sudah memenuhi kewajiban sebagai kepala desa dan sudah melaksanakan prinsip-prinsip good governance atau belum? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendiskripsikan perilaku politik warga negara dalam Pemilihan Kepala Desa sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. 2. Mengetahui kinerja kepala desa Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten apakah sudah memenuhi kewajiban sebagai kepala desa dan memenuhi prinsip-prinsip good governance .
8
D. Manfaat Penelitian Setiap kegiatan pada dasarnya mempunyai tujuan dan manfaat, dari penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu Kewarganegaraan terutama mengenai: a. Hak warga negara dalam menggunakan hak pilihnya dalam setiap pemilihan wakil rakyat atau pemimpin b. Pembentukan pribadi warga negara untuk menghindari money politics dalam setiap pemilihan wakil rakyat atau pemimpin. 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan pendidikan politik kewarganegaraan terutama yang berkaitan dengan perilaku politik pemilih kaitanya dengan hak dan kewajiban warga negara b. Diharapkan masyarakat dalam memilih pemimpin bukan semata-mata karena uang.
9
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perilaku Politik Warga Negara a. Tinjauan tentang Perilaku Politik Perilaku politik adalah kegiatan yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajiban sebagai insan politik. Seorang individu/kelompok diberi kebebasan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya. ( www.wikipedia.org.id.,15 Mei 2008). Menurut Sudjiono Sastroatmodjo (1995:2) ”perilaku politik adalah kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik”. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik merupakan perilaku politik. Budiardjo dalam Ambo Upe (2008:109) menjelaskan bahwa “perilaku politik berarti suatu kegiatan yang berkenaan dengan proses dan pelaksanaan keputusan politik dan yang melakukan kegiatan tersebut adalah pemerintah dan masyarakat”. Dari pendapat di atas perilaku politik dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Hak dan kewajiban warga negara yang merupakan bentuk perilaku politik yaitu, sebagai berikut: 1. Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin 2. Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol, mengikuti ormas atau organisasi masyarakat 3. Ikut serta dalam pesta politik
9
10
4. Ikut mengkritisi atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas (yang menyalagunakan wewenang) 5. Berhak untuk menjadi pemimpin politik (www.wikipedia.org.id.,15 Mei 2008). Dari beberapa bentuk perilaku politik warga di atas dapat disimpulkan bahwa semua itu termasuk partisipasi politik warga. Jadi partisipasi politik merupakan bentuk perilaku politik. Menurut Pipin ariestaningsih (2008: 13) Partisipasi politik adalah aktivitas seseorang untuk dapat memainkan peran dalam kehidupan politik sehingga ia mempunyai kesempatan untuk memberi andil dalam mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah dan dalam menggunakan sarana-sarana untuk mewuujudkannya. Partisipasi politik merupakan wujud dari kedaulatan rakyat yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk mencapai tujuan-tujuan dan untuk menentukan orang-orang yang memegang kepemimpinan. Perilaku politik pemilih dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Nursal dalam Ambo Upe (2008:82) bahwa hal-hal yang mempengaruhi perilaku pemilih antara lain pengaruh elite, identifikasi kepartaian, sistem sosial, media masa dan aliran politik, sedangkan menurut Ambo Upe (2008:205) yang menjadi pertimbangan utama pemilih dalam memberikan hak pilihannya yaitu: 1. Identifikasi figur Menurut Ambo Upe (2008: 207) Pemilihan kepala desa adalah pemilihan perorangan, oleh karena itu pemilih dalam memilih pemimpin dapat melihat calon karena ikatan emosional terhadap figur sebagai hasil sosialisasi dan pencitraan diri oleh kandidat. Meskipun masyarakat tidak mengetahui program calon, tetapi masyarakat merasa dihargai dengan adanya sapaan dari calon pemimpin yang mana hal tersebut menandakan bahwa calon tersebut tidak sombong. Dalam hal ini berarti, pemilih dalam menentukan pilihan berdasar pada struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu seperti pola umum perilaku masyarakat Jawa, sifat masyarakat jawa lebih mudah bergaul dengan setiap warga tanpa membedakan status sosial maupun
11
status ekonomi. Selain itu sifat gotong royong tidak lepas dari pribadi masing-masing, apabila salah satu warga mempunyai kerepotan maka warga lain dengan suka rela akan membantu sesuai dengan kemampuan. Dengan demikian calon pemimpin yang akan didukung oleh masyarakat adalah calon kepala desa yang memiliki kepribadian yang baik sering mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi. Selain itu beliau mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, tenang, cermat, sopan, tekun, rendah hati dan bersemangat. Selain itu konsep-konsep sentral dalam masyarakat Jawa adalah rasa segan, malu, tenggang rasa, sindiran, penekanan ambisi, dan gotong royong. (Sudjiono Sastroatmodjo, 1995:24). Sistem kehidupan masyarakat pedesaan berkelompok atas dasar hubungan kekeluargaan, hubungan yang seperti ini disebut dengan paguyuban (Gemeinschaft) adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. (Soerjono Soekanto, 2000:144). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan masyarakat Jawa bukan berdasar pada kepentingan materi tetapi lebih pada ikatan kekeluargaan dan gotong royong, ikatan tersebut lebih kuat karena pada umumnya masyarakat Jawa memiliki rasa segan pada orang lain, tenggang rasa, dan lebih menekankan ambisinya 2. Identifikasi Partai Politik Partai politik telah tertanam dimasyarakat dalam pemilihan-pemilihan sebelumnya misalnya Pemilu. Namun, masyarakat sering dikecewakan karena partai politik atau anggota legislatif yang berhasil terpilih pada saat pemilu belum menunaikan janji-janji politiknya. Pemilihan kepala desa bukan pemilihan berdasarkan partai politik melainkan pemilihan perorangan, kadang masyarakat menentukan pilihan kepada calon kepala desa berdasar partai politik yang dipilih calon kepela desa pada saat Pemilu. 3. Isu Kampanye Kampanye merupakan proses penyampaian program kerja dari masingmasing calon melalui pesan-pesan politik yang bertujuan untuk mengubah
12
presepsi, sikap, dan perilaku pemilih. Perubahan yang dimaksud tentu diupayakan dari tidak memilihnya menjadi memilihnya. 4. Juru Kampanye Juru kampanye bukan hanya orang yang terdaftar sebagai juru kampanye, melainkan siapa yang aktif dalam menyampaikan program-program kerja dari calon baik pada saat kampanye maupun di luar kampanye. Juru kampanye berfungsi menjembatani kandidat dengan pemilih, juru kampanye juga memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi pemilih. (Ambo Upe, 2008: 226) 5. Hibah Politik Isu-isu money politics di tingkat elite ternyata tidak hilang dari permukaan pesta politik lokal yang digelar secara langsung dewsa ini dimana hal tersebut memiliki tujuan untuk mendapatkan suara atau dukungan. Money politics disebut juga sebagai hibah politik yaitu pemberian yang tampak secara suka rela, namun di balik pemberian itu memiliki konsekuensi yang berupa reward dalam bentuk pemberian dukungan (suara). 6. Kelompok Penekan Semangat pemilihan pemimpin secara langsung telah memberikan kesempatan bagi masyarakat sebagai pemilih untuk lebih bebas menentukan pilihannya. Namun, tidak jarang pemilih juga dipengaruhi oleh kelompok penekan yang mana pemilih dipaksa untuk menentukan pilihan pada calon yang didukung oleh kelompok penekan tersebut. Dari pendapat di atas berarti bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku politik pemilih berupa faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar diri pemilih diantaranya identifikasi figur, identifikasi partai politk , isu kampanye, juru kampanye, hibah politik dan kelompok penekan. Adapun faktor internal yang juga berpengaruh adalah rasional berdasarkan atas pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. (Ambo Upe, 2008: 204) Selanjutnya untuk mengetahui perilaku politik pemilih tidak cukup hanya melalui faktor-faktor
yang mempengaruhinya,
menurut
Ambo Upe
13
(2008:117) untuk mengetahui tentang perilaku politik pemilih dapat menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Sosiologis Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan pilihan pemilih. Maksudnya, kecenderungan pemilih dalam menentukan pilihannya berdasar ikatan sosial pemilih dari segi etnik, ras, agama, keluarga, dan pertemanan. 2. Pendekatan Psikologis Pada dasarnya pendekatan ini melihat sosialisasi sebagai pedoman dalam menentukan pilihan. Maksud dari pendekatan ini adalah bahwa sikap seseorang merupakan cermin dari kepribadian seseorang yang menjadi variabel yang cukup menentukan dalam mempengaruhi perilaku politik seseorang. 3. Pendekatan Rasional Pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan penilaiannya terhadap isuisu politik dan kandidat yang diajukan, artinya para pemilih dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional misalnya pemilih akan memilih calon yang paling menguntungkan dan yang mendatangkan resiko paling kecil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemilih dalam menentukan pilihannya dengan pendekatan psikologis dan pendekatan rasional yaitu berdasar atas etnik, ras, agama, keluarga, pertemanan, kepribadian, keuntungan dan resiko terkecil yang ditimbulkan oleh calon pemimpin. Jadi, dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik pemilih terdapat kesatuan antara faktor internal dan eksternal. b. Tinjauan tentang Warga Negara 1) Pengertian Warga Negara Warga negara adalah semua orang yang menurut hukum sebagai warga negara atau anggota negara. Menurut Pasal 26 ayat (1) UUD 1945, yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
14
orang-orang yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Warga negara Indonesia adalah setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau berdasarkan perjanjian antara pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain. (UURI No. 12 Tahun 2006, pasal 4). Warga negara yang dimaksud disini adalah pemilih di dalam pemlilihan kepala desa yaitu warga desa setempat yang telah memenuhi persyaratan untuk menggunakan hak pilihnya. Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar system kekeluargaan. Hubungan yang seperti ini disebut dengan paguyuban (Gemeinschaft) adalah bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. (Soerjono Soekanto, 2000:144 ). Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Pemilih adalah warga negara yang berhak memilih dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sedangkan menurut pasal 15 PP. RI. NO. 6 Tahun 2005, yang dimaksud pemilih yaitu warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah / pernah kawin mempunyai hak memilih. Dari pasal ini terdapat dua kemungkinan yang pertama adalah warga negara Indonesia yang terdaftar sebagai penduduk (memiliki kartu tanda penduduk) di daerah yang bersangkutan. Sementara itu, kemungkinan kedua adalah warga negara Indonesia yang telah berdomisili di daerah yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu. Selain itu peran pemillih dalam pilkada menurut Eep Saefulloh Fatah, “Pemilih relatif absen dan sekedar menjadi identitas statistik yang pasif. Dalam banyak kondisi, pemilih sering ditempatkan sekedar sebagai figuran dari kandidat yang diposisikan bintang , padahal justru pemilih yang merupakan penentu. Pada fase awal demokratisasi,
15
pembentukan pemilih bisa dilakukan dengan penyelenggaraan pemilihan umum yang demokratis. Pemilihan yang demokratis itu menjadi ajang dan irasionalitas menjadi pemilih yang lebih rasional dan kalkulatif”. (http;www.kompas.com/kompas). Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pemilih adalah warga negara yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 tahun atau sudah/pernah kawin, baik dalam Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerah maupun Pemilihan Kepala Desa. Salah satu jenis pemilih yang dominan adalah pemilih rasional. Adapun faktor yang mempengaruhi pemilih rasional yaitu pada program kerja atau “platform” calon pemimpin dapat dianalisis dalam dua hal: a) kinerja pemimpin dimasa lampau (back ward looking) dan b) tawaran program untuk menyelesaikan permasalahan rasional yang ada (forward – looking) ( Firmanzah, 2007 :34). Kinerja pemimpin dimasa lampau adalah pemerintahan yang dilaksanakan oleh kepala desa yang menjabat sebelumnya. Bagaimana kinerja kepala desa sebelumnya diperhatikan oleh masyarakat sehingga dapat mempengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilihan kepala desa berikutnya. Tawaran program untuk menyelesaikan permasalahan merupakan salah satu alasan masyarakat dalam menentukan pilihan, misalnya masyarakat memilih calon kepala desa selain berdasar kepribadiannya juga melihat program kerja yang dijanjikan misalnya mendahulukan kepentingan warga yang mendukungnya, melaksanakan pembangunan sarana kepentingan umum. Menurut Ritzer (2003:394) berlaku teori pilihan rasional tampak jelas dalam gagasan dasarnya yaitu “tindakan perseorangan mengarah pada satu tujuan dan tujuan itu (dan juga tindakan) ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi)”. Hal terpenting bagi jenis pemilihan rasional adalah apa yang bisa (dan yang telah) dilakukan calon pemimpin, untuk dapat menarik perhatian pemilih maka calon pemimpin harus mengedepankan solusi logis akan permasalahan, ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, sosial – budaya,
16
pemerataan pendapatan dan lain-lain karena hal tersebut berkaitan langsung dengan kepentingan pemilih. 2) Hak dan Kewajiban Warga Negara Secara umum warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Apabila seseorang menjadi warga negara suatu negara, maka orang tersebut mempunyai hak dan kewajiban warga negara. Warga negara mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Hak warga negara adalah sesuatu yang dimiliki oleh warga negara. Selain hak, warga negara juga mempunyai kewajiban terhadap negara selain kewajiban terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang ditetapkan dengan undang-undang. Hak warga negara Indonesia terhadap negara telah diatur dalam UUD 1945 dan aturan hukum lainnya, yang merupakan turunan dari hak-hak umum yang digariskan dalam UUD 1945. UUD 1945 memuat tentang hak dan kewajiban warga negara dan penduduk Indonesia pada pasal 27,28, 29, 30, 31, 32, 33 dan 34. Di mana hak dan kewajiban itu secara garis besar dapat dikategorikan ke dalam bidang politik dan hukum, bidang ekonomi, bidang sosial budaya dan bidang pertahanan dan keamanan. Perilaku politik (mendukung) yang dilakukan warga merupakan salah satu hak warga negara di bidang politik, yaitu hak untuk berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan yang diatur dengan undang-undang. Hak politik ini tidak diberikan kepada semua warga negara. Hal ini dikarenakan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan hak politiknya. Beberapa kegiatan warga negara yang termasuk perilaku politik antara lain melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin, ikut serta dalam pesta poltik, ikut mengkritisi atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas dan berhak untuk menjadi pemimpin politik.
17
2. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) a. Tinjauan tentang Pemilihan Kepala Desa Menurut
Undang-Undang
Nomor
32
Tahun
2004
tentang
Pemerintahan Daerah ”kepala desa sebagai perangkat desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah”. Adapun orang yang dapat dipilih menjadi kepala desa adalah penduduk desa warga Negara Indonesia (warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di desa yang bersangkutan dan memenuhi syarat-syarat untuk dipilih). Berdasarkan Peraturan Bupati Klaten Nomor 2 Tahun 2007 tentang tata cara pemilihan, pencalonan, pengangkatan, pelantikan, pemberhentian kepala desa, pelaksanaan pemilihan kepala desa melalui beberapa tahap diantaranya yaitu: 1) Tahap Persiapan Persiapan pemilihan kepala desa dimulai dengan pemberitahuan secara tertulis oleh BPD mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa paling lambat 6 bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Kepala Desa dengan tembusan kepada Camat. 2) Tahap Pencalonan Kepala Desa Masyarakat yang akan mencalonkan sebagai Kepala Desa wajib membuat permohonan péncalonan kepala desa yang diajukan secara tertulis dengan tulisan tangan diatas kertas bermaterai cukup oleh bakal calon kepada panaitia pemilihan dengan dilengkapi persyaratan yang telah ditentukan dan dibuat rangkap 2 (dua). Adapun persyaratan calon kepala desa sebagai berikut: a) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dibuktikan dengan Surat Pernyataan dari bakal Calon b) Setia dan taat kepada Pancasila dan UUD 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah dibuktikan dengan surat dari Bakal Calon
18
c) Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Lajutan Tingkat Pertama (SLTP) atau memiliki Ijazah setingkat SLTP dibuktikan dengan foto copy ijazah atau Surat Tanda Tamat Belajar yang dilegalisir Pejabat yang berwenang. d) Berumur sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggitingginya tak tentu, terhitung sampai dengan tanggal penutupan pendaftaran. e) Sehat
jasmani
jiwa/ingatannya
dan
rohani
dibuktikan
serta dengan
nyata-nyata surat
tidak
kesehatan
terganggu
dari
dokter
pemerintah. f) Berkelakuan baik, yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). g) Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling sedikit 5 (lima) tahun dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengadilan Negeri. h) Bersedia mencalonkan menjadi Kepala Desa dibuktikan dengan surat Pernyataan dari Bakal Calon. i) Terdaftar secara syah sebagai Penduduk Desa setempat yang dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Keluarga (KK) dan / atau Kartu Tanda Penduduk dan pada saat berturut-turut dan tidak terputus-putus dibuktikan dengan surat keterangan dari Ketua RT dan diketahui Ketua RW setempat. j) Tidak dicabut hak pilihnya sesuai Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dibuktikan dengan Surat Keterangan dari Pengadilan Negeri. k) Belum pernah menjabat sebagai Kepala Desa di wilayah Kabupaten Klaten dua kali masa jabatan dibuktikan dengan Surat Pernyataan dari Bakal Calon yang bersangkutan. l) Calon membuat Syarat Pernyataan sanggup untuk tetap menjaga situasi yang aman tertib dan kondusif, serta bertanggung jawab jika
19
pendukungnya sampai menimbulkan hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran baik sebelum maupun sesudah pelaksanaan Pilkades. Calon yang telah memenuhi persyaratan ditetapkan oleh panitia sebagai calon yang berhak dipilih. Jadi pemilihan Kepala Desa menurut Peraturan Bupati Klaten No.2 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (12) adalah “proses pengisian jabatan Kepala Desa yang kosong melalui pemilihan langsung oleh penduduk desa yang memenuhi syarat mulai dari tahap pencalonan sampai dengan pelantikan Calon Kepala Desa Terpilih sebagai Kepala Desa”. 3)
Kampanye Kampanye merupakan bagian dari penyelenggaraan pemilihan kepala
desa. Kampanye menurut Susanto dalam Ambo Upe (2008:183), mempunyai peran yang strategi dalam kehidupan politik sebagai pesan politik yang diprakarsai oleh kontestan untuk disampaikan. Fungsi kampanye (Ambo Upe, 2008:182) yaitu: a) Memobilisasi dukungan warga masyarakat seluas mungkin b) Membedakan pendukung dengan penantang c) Mengarahkan atau mengubah sikap masyarakat supaya menjadi positif terhadap partai atau organisasi politik peserta pemilu 4)
Pemungutan Suara Menurut Ambo Upe (2008:190) Pemungutan suara adalah kegiatan
pemilih untuk memberikan suara dalam bilik pemberian suara dengan cara mencoblos salah satu pasangan calon atau calon dalam surat suara. Jadi pemilihan Kepala Desa menurut Peraturan Bupati Klaten No.2 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (12) adalah “proses pengisian jabatan Kepala Desa yang kosong melalui pemilihan langsung oleh penduduk desa yang memenuhi syarat mulai dari tahap pencalonan sampai dengan pelantikan Calon Kepala Desa Terpilih sebagai Kepala Desa”.
20
3.
Good Governance
b. Pengertian Good Governance Sistem pemerintahan yang dilaksanakan berdasarkan peraturan pada akhirnya akan menciptakan suatu pemerintahan yang baik atau yang lebih popular disebut dengan good governance. Menurut MM Billah (Triyanto,2007: 63) istilah ini merujuk pada arti asli kata Governing yang berarti: “Mengarahkan atau mengendalikan atau mempengaruhi masalah public dalam satu negeri. Karena itu good governance dapat diartikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi masalah public untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian”. Tegasnya menurut Taylor, Good Governance adalah “pemerintahan demokrasi seperti yang dipraktikkan dalam negara-negara demokrasi maju di Eropa Barat dan Amerika misalnya” (Triyanto, 2007: 62). Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan arti good governance sebagai berikut: ”kepemerintahan yang mengemban akan dan menerapkan
prinsip-prinsip
profesionalitas,
akuntabilitas,
transparansi,
pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supermasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat”. (Srijanti, 2006: 225). Sesuai dengan pengertian di atas, maka pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang baik dalam ukuran proses maupun hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan lepas dari gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambat proses dan laju pembangunan. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pemerintahan yang baik terdapat kerjasama antara pemerintah dengan rakyat. Pemerintah disini adalah Kepala Desa. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.72 tentang Desa, Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,
21
pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugas, Kepala Desa mempunyai wewenang: 1) Memimpin
penyelenggaraan
pemerintahan
desa
berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama BPD 2) Mengajukan rancangan peraturan desa 3) Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD 4) Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD 5) Membina kehidupan masyarakat desa 6) Membina perekonomian desa 7) Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif 8) Mmmewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan 9) Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundangundangan Di dalam melaksanakan tugas dan wewenang, Kepala Desa mempunyai kewajiban: 1) Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD 1945 serta menpertahankan dan memelihara keutuhan negara Indonesia 2) Meningkatkan kesejahteraan rakyat 3) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat 4) Melaksanakan kehidupan demokrasi 5) Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme 6) Menjalani hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa 7) Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan
22
8) Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik 9) Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa 10) Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa 11) Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa 12) Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa 13) Membina, mengayomi, dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat 14) Memberdayakan masyarakat dan kelelembagaan di desa 15) Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup Selain yang telah disebutkan di atas berdasarkan PP No. 72 Tahun 2005 Kepala
Desa
juga
mempunyai
kewajiban
untuk
memberikan
laporan
penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota, memberikan laporan pertanggungjawaban kepada BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahaan desa kepada masyarakat. Dengan dilaksanakan kewajiban Kepala Desa diharapkan dapat menciptakan suatu pemerintahan yang baik. Secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman: 1) Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial. 2) Aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. (Srijanti, 2006: 224). Jadi dalam pemerintahan yang baik terdapat kerjasama antara pemerintah dan rakyat yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai
23
yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial. c. Prinsip- Prinsip Good Governance Dari berbagai hasil kajian, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menyimpulkan sembilan aspek fundamental dalam perwujudan Good Governance (Triyanto, 2006 : 26) yaitu : 1) Partisipasi Semua warga masyarakat berhak terlibat dalam pengambilan keputusan , baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan
berkumpul dan
mengemukakan
pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisir. 2) Penegakan hukum Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan cita good governance , harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan hukum, dengan karakter-karakter antara lain sebagai berikut : a) supermasi hukum b) kepastian hukum c) hukum yang responsif d) penegakan hukum yang konsisten dan non diskriminatif e) independensi peradilan 3) Transparansi Salah satu yang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen pemerintahan yang tidak transparan. Menuru Gaffar (2001), setidaknya ada delapan aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara transparan, yaitu :
24
a) penetapan posisi, jabatan atau kedudukan b) kekayaan pejabat publik c) pemberian penghargaan d) penetapan kebijakan yang terkait pencerahan kehidupan e) kesehatan f) moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik g) keamanan dan ketertiban h) kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan rakyat 4) Responsif Salah satu asas fundamental menuju cita good governance adalah responsif, yakni pemerintah harus peka dan cepat tanggap terhadap persoalan- persoalan masyarakat. Gaffar menegaskan bahwa pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan keinginan-keinginannya itu, tapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisis kebutuhan-kebutuhan mereka, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum tersebut. 5) Orientasi Kesepakatan Asas fundamental lain yang juga harus menjadi perhatian pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas penerintahan menuju cita good governance adalah pengambilan keputusan secara consensus, yaitu pengambilan keputusan musyawarah dan semaksimal mungkin berdasar kesepakatan bersama. 6) Keadilan Terkait dengan asas consensus, trnsparansi dan responsif, good governance juga harus didukung dengan asas keadilan, yaitu persamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini dikembangkan berdasarkan pada sebuah kenyataan bahwa bangsa Indonesia ini tergolong bangsa yang plural, baik dilihat dari segi etnik, agama dan budaya. 7) Efektivitas
25
Efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk sebesarbesarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. 8) Akuntabilitas Asas akuntabilitas menjadi perhatian dan sorotan pada reformasi ini, karena kelemahan pemerintahan Indonesia justru dalam kualitas akuntabilitasnya itu. Asas akuntabilitas berarti pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya delegasi dan kewenangan untuk mengurusi berbagai urusan dan kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju cita good governance. 9) Visi Strategis Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam kerangka perwujudan good governance , karena perubahan dunia dengan kemajuan teknologi yang begitu cepat. Bangsa-bangsa yang tidak memiliki sensitivitas terhadap perubahan ke depan, tidak saja akan tertinggal oleh bangsa lain di dunia, tetapi juga akan terperosok ke dalam akumulasi kesulitan sehingga proses recovery-nya tidak mudah. d. Karakteristik Dasar Good Governance Menurut Srijanti (2006:225) ada tiga karakteristik good governance: 1) Diakuinya semangat pluralisme, yaitu diakuinya perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat. 2) Tingginya sikap toleransi, yaitu sikap mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain. 3) Tegaknya prinsip demokrasi, yaitu pola suatu pilihan untuk bersama-sama membangun dan memperjuangkan perikehidupan warga dan masyarakat yang semakin sejahtera.
26
B. Kerangka Berpikir Perilaku Politik adalah kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik guna memenuhi hak dan kewajiban sebagai insan politik. Perilaku politik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah identifikasi figur, identifikasi partai politik, isu kampanye, juru kampanye, hibah politik, dan kelompok penekan. Kemudian sejauh mana perilaku politik yang dilakukan oleh masyarakat dalam pemilihan kepala desa di Desa Gedongjetis tahun 2007 terhadap calon kepala desa dapat dilihat dari dukungan yang diberikan masyarakat terhadap calon kepala desa dalam pemilihan kepala desa. Dukungan dari masyarakat merupakan hal penting dalam mewujudkan pemerintahan yang baik selain dari kinerja aparat pemerintahan itu sendiri. Dukungan yang diberikan dapat berupa dukungan moril dan materiil, dukungan moril dapat dilakukan dengan memilih calon kepala desa sedangkan dukungan materiil dapat berupa pemberian bahan makanan yang digunakan untuk menjamu tamu yang datang pada saat sebelum pemilihan. Dengan dukungan yang kuat dari masyarakat diharapkan Kepala Desa terpilih dapat menciptakan suatu perubahan dalam sistem pemerintahan, dapat mengurangi praktik KKN dan mampu mewujudkan suatu pemerintahan yang baik (good governance). Dalam Pilkades di Desa Gedongjetis, Kecamatan Tulung perilaku politik masyarakat menentukan terwujudnya good governance. Good governance atau pemerintahan yang baik terwujud apabila prinsip-prinsip good governance terlaksana. Adapun prinsip-prinsip good governance antara lain yaitu partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi kesepakatan, keadilan, efektivitas, akuntabilitas, dan visi strategis. Untuk memperjelas hal tersebut, maka dapat digambarkan dalam alur berpikir sebagai berikut.
27
Demokrasi
Perilaku Politik Warga Negara
Pemilih
Mendukung
Materiil
Tidak Mendukung
Moril
Pemilihan Kepala Desa Good Governance Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Berpikir
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian Tempat penelitian ini mengambil lokasi di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten dengan alasan penulis mengambil lokasi tersebut karena: a. Ingin mengetahui sejauh mana perilaku politik warga negara dalam Pilkades di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. b. Menurut penulis belum pernah dilakukan penelitian yang sama di desa Gedongjetis c. Penulis berdomisili dekat dengan desa Gedongjetis, sehingga memudahkan peneliti untuk mengambil informasi sebagai sumber data primer untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. d. Pemerintah desa dan msayarakat dapat diajak bekerja sama sehingga memperlancar penelitian penulis. b. Waktu Penelitian Waktu penelitian direncanakan sepuluh bulan, yang dimulai dari bulan April 2008 sampai dengan Januari 2009 Tabel 1. Waktu Kegiatan Penelitian No.
Jenis Kegiatan
1.
Penyusunan Proposal
2.
Perijinan
3.
Pengumpulan Data
4.
Analisis Data
5.
Penulisan Laporan
Bulan April
Mei
Juni
Juli
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
Jan
‘08
‘08
‘08
‘08
‘08
‘08
08’
‘08
‘08
‘09
28
29
B. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian Bentuk penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian deskriptif kualitatif karena data dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat, pencatatan dokumen maupun arsip yang memiliki arti yang lebih penting dari sekedar penyajian angka atau frekuensi. Sementara itu, Bodgan dan Taylor dalam bukunya Lexy J. Moleong (2004: 4) mendefinisikan “Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku
yang
dapat
diamati”.
Penelitian
ini
diperoleh
dengan
mempertimbangkan kesesuaian obyek dari stui, sehingga penggunaan metode penelitian secara mendalam agar sesuai dengan metode tersebut yaitu menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif seperti yang diungkapkan oleh Traves, ia mengatakan bahwa “Tujuan deskriptif adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan sementara”. (Consuelo, 1993: 71). Sehingga penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang berbentuk kualitatif karena deskripsi permasalahan yang dijabarkan dalam bentuk data-data kualitatif seperti hasil wawancara dengan kepala desa, tokoh-tokoh masyarakat dan juga masyarakat setempat. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif deskriptif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, yang merupakan hasil penggambaran keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Jadi dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, penelitian ini berusaha memecahkan masalah-masalah dengan cara menghimpun data-data kualitatif, baik berupa hasil wawancara dengan key informan, angket arsip maupun dokumen, sehingga dapat digunakan untuk mendeskrepsikan perilaku politik warga negara dalam Pilkades di desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten yang diselenggarakan pada tanggal 29 April 2007.
30
2. Strategi Penelitian Dalam proposal peneliti sudah menentukan lebih dahulu fokus dari pada variabel tertentu. Akan tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak melepaskan variabel fokusnya (pilihannya) dari sifatnya yang holistik, guna menemukan makna yang lengkap. Peneliti memilih model penelitian tunggal terpancang seperti yamg dikemukakan oleh H.B. Sutopo. Maksud dari tunggal terpancang dalam penelitian ini,dapat mengandung pengertian sebagai berikut: tunggal yang artinya hanya satu lokasi yaitu di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten, sedangkan terpancang artinya hanya pada tujuan untuk mengetahui perilaku politik warga negara dalam Pilkades dapat mewujudkan good governance. C. Sumber Data Menurut H.B. Sutopo (2002: 6) bahwa “Dalam penelitian kualitatif sumber datanya dapat berupa manusia, pernyataan dan tingkah laku, dokumen dan arsip atau benda lain”, sedangkan menurut L Oflad, “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. (Moleong, 2004: 157). Sumber data dibagi dua yaitu sumber data primer dan sekunder, sumber data primer adalah sumber data ini diperoleh langsung dari saksi mata atau saksi telinga melalui nara sumber atau informan sedangkan sumber data sekunder adalah informasi yang diperoleh secara tidak langsung misalnya melalui dokumen dan arsip. (Sevilla, 1993: 49). Dalam penelitian ini, sumber data diperoleh melalui: 1
Nara sumber atau informan (data primer)
Lexy J. Moleong (2000: 45) mengatakan, bahwa yang disebut informan adalah “Orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian”, sedangkan menurut H.B. Sutopo (2002: 50) menyatakan bahwa informan adalah “Sumber data yang berupa manusia yang memberikan tanggapan pada yang dimintai peneliti yang bisa memilih arah dan selera dalam memberikan informasi yang dimiliki”. Dari wawancara yang
31
dilakukan akan didapatkan informasi yang dapat dijakdikan sumber data. Oleh karena itu di dalam posisi dengan beragam peran serta yang ada sehingga dapat diperoleh informasi pernyataan maupun kata-kata yang diperoleh dari informan yang disebut sebagai data primer atau sering disebut sebagai informan kunci (key informan). Adapun informan dalam penelitian ini antara lain: a. Kepala Desa (Gatot Sasongko) b. Panitia Pemilihan Kepala Desa (Suparno, Triwahyudi) c. Perangkat Desa (Agus DSn, M. Imron) d. Masyarakat (Sigit Purnomo, Slamet, Sunardi, Suprapto, Lasmi, Suryati, Sumiati, S.Pd) 2
Tempat dan Peristiwa
Tempat yang dimaksud adalah di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten, sedangkan peristiwanya adalah perilaku politik warga negara dalam Pilkades untuk mewujudkan pemerintahan yang baik yang diselenggarakan pada tanggal 29 April 2007 di daerah tersebut. 3
Dokumen (data sekunder)
Dokumen dan arsip merupakan sumber yang sangat penting dalam informasi. Dokumen merupakan data yang berupa bahan tertulis maupun bendabenda yang berkaitan dengan peristiwa tertentu dan arsip adalah catatan tertulis yang lebih bersifat formal dan terencana. Adapun arsip yang relevan yang menunjang dalam penelitian ini antara lain: a. Monografi desa Gedongjetis tahun 2007 b. Berita acara Pilkades Arsip-arsip tersebut akan sangat bermanfaat untuk membandingkan apakah data yang didapatkan dan hasil wawancara sesuai dengan dokumendokumen yang ada. Adapun dokumen-dokumen yang bermanfaat bagi penelitiian ini antara lain: a)
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa
32
b)
Peraturan Bupati Klaten No. 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pemilihan Pengangkatan Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa D. Teknik Sampling (cuplikan) Dalam penelitian kualitatif sampel akan ditunjukkan oleh peneliti dengan
mempertimbangkan bahwa sampel itu mengenai dengan masalah yang diteliti, jujur dapat dipercaya dan datanya bersifat obyektif. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sample yang yang paling tepat dengan penelitian ini adalah menggunakan purposive sampling (sample bertujuan). Menurut H.B. Sutopo (2002: 56): “Purposive sampling dengan kecenderungan peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap”. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dalam penelitian ini cenderung memilih informasi dari orang-orang yang benar-benar mengetahui pokok permasalahan yang diteliti yaitu orang-orang yang dijadikan informasi kunci (key informan) dan dapat dipercaya. Menurut Lexy J. Moleong (2004:224) sample memiliki fungsi: 1. Untuk menjaring sebanyak mugkin infomarsi dari berbagai sumber 2. Menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang akan muncul. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sampel adalah merupakan bagian populasi. Populasi adalah warga masyarakat desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten dengan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih sebanyak 1915 yang tersebar dalam 10 dukuh. Maka pada tahap pengambilan sampel, sampel yang diambil adalah masyarakat dari masing-masing dukuh yang benar-benar dapat memberi informasi yang dibutuhkan peneliti. Pemilihan informan ini dilakukan dengan pedoman pada teknik purposive sampling, sedangkan sampel yang diambil adalah masyarakat yang diambil secara
33
proposional karena dengan teknik ini peneliti berasumsi mereka memiliki hak yang sama sebagai pemilih. Adapun pihak atau orang yang dijadikan sampel untuk mendapatkan informasi mendalam tentang perilaku politik warga negara dalam pemilihan kepala desa untuk mewujudkan pemerintahan yang baik di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten tahun 2007 sebagai informan kunci (key informan) dalam penelitian ini adalah kepala desa, perangkat desa, dan panitia Pilkades, sebagai berikut: 1) Gatot Sasongko 2) Suparno 3) Triwahyudi 4) Agus Dsn 5) M. Imron E. Teknik Pengumpulan Data Penumpulan data merupakan bagian yang sangat penting dalam setiap kegiatan penelitian. Hal tersebut dilakukan untuk mendapat data yang akurat, terperinci dan dapat dipercaya serta dapat di pertanggungjawabkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan harus tepat. Dalam penelitian kualitatif, maka pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik sebagai berikut: 1.
Observasi
Dalam penelitian ini digunakan observasi non partisipatif atau tidak berperan serta, dimana peneliti tidak terlibat langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitian. Peneliti dalam hal ini bermain di luar sistem. Dalam penelitian ini penulis mengadakan observasi untuk menjaring data tentang perilaku politik warga negara dalam pemilihan kepala desa untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dalam pemilihan kepala desa tahun 2007. Observasi tersebut dilakukan terhadap kepala desa dan perangkat desa seperti: Gatot Sasongko, Agus Dsn, dan M. Imron. Selain itu observasi juga dikakukan terhadap panitia pemilihan kepala desa suparno dan Triwahyudi serta
34
masyarakat yang dilaksanakan pada tanggal 1 September sampai 30 November di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten 2. Wawancara Wawancara merupakan suatu teknik untuk mendekati sumber informasi dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berdasarkan kepada tujuan penelitian. Untuk itu dalam penelitian ini menggunakan teknik “wawancara mendalam” (indepth interviewing), karena dengan wawancara mendalam peneliti akan memperoleh data dari informan, dengan maksud agar dapat mengungkapkan permasalahan yang diteliti melalui pernyataan atau sikap, baik melalui nada berbicara, mimik ataupun sorot matanya. Wawancara dilakukan dengan beberapa penduduk setempat untuk mengetahui bagaimana keberagaman tuntutan-tuntuan dan dukungan-dukungan yang diinginkan oleh penduduk. Wawancara diawali dengan menyusun pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan kemudian pertanyaan tersebut diajukan kepada penduduk setempat baik dengan sepengetahuan mereka atau pertanyaan mengalir apa adanya. 3. Analisis Dokumen Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang ada. Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis juga menggunakan dokumen sebagai teknik pengumpulan data yang antara lain berupa arsip-arsip kegiatan pelaksanaan pemilihan kepala desa di Desa Gedongjetis, serta arsip lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan data dari hasil wawancara yang telah dilakukan untuk memperoleh data yang akurat. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan dapat berupa catatan mengenai pemilihan kepala desa Gedongjetis tahun 2007. F. Validitas Data Suatu penelitian untuk menjamin keabsahan data yang diperoleh, maka validitas datanya dapat dilakukan dengan trianggulasi.
35
Pengertian trianggulasi menurut Lexy J. Moleong (2004:330) berpendapat bahwa
“Trianggulasi
adalah
teknik
pemeriksaaan
keabsahan
datanya
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk pengecekkan atau sebagai bahan pembanding terhadap data itu”. Menurut H.B. Sutopo menyebutkan bahwa ada 4 (empat) macam trianggulasi data yaitu: a. Trianggulasi data, artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. b. Trianggulasi metode, jenis trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. c. Trianggulasi peneliti, hasil penelitian baik data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti. d. Trianggulasi teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan prespektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalah yang dikaji. Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data, karena cara ini mengarahkan peneliti agar dalam pengumpulan data menggunakan beragam data yang tersedia, artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber yang berbeda. Jika peneliti memperoleh data dari salah satu informan mengenai perilaku politik warga negara dalam pemilihan kepala desa untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, maka peneliti mencocokkan dengan data yang diperoleh dari informan lain atau bahkan dokumen yang berhubungan dengan pelaksanaan Pilkades. Jika data yang diperoleh sama maka proses trianggulasi tercapai. G. Analisis Data Menurut Lexy J. Moleong (2004:280) “Analisis data adalah proses mengorganisasikan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan tempat dirumuskan hipotesis kerja seperti disarankan oleh data”. Adapun komponen utama dalam proses analisis ini adalah:
36
1. Pengumpulan Data Kegiatan ini digunakan untuk memperoleh informasi yang berupa kalimatkalimat yang dikumpulkan melalui kegiatan observasi, wawancara dan dokumen. Data yang diperoleh masih berupa data mentah yang tidak teratur. 2. Reduksi Data Merupakan suatu proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi dari field note (data mentah). H.B. Sutopo (2002:92) berpendapat bahwa: “Reduksi
data
adalah
bagian
dari
proses
analisis
yang
memperluas,
memperbanyak, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan”. 3. Sajian Data Merupakan rangkaian dari organisasi informasi yang memungkiankan kesimpulan riset dapat dilakukan sajian data dapat berupa matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kegiatan dan table. Semuanya dirakit secara teratur guna mempermudah pemahaman informasi. 4. Penarikan Kesimpulan Kesimpulan akhir diperoleh bukan hanya sampai pada akhir pengumpulan data, melainkan dibutuhkan suatu verifikasinya berupa pengulangan dengan melihat kembali field note (data mentah) agar kesimpulan yang diambil lebih kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. Keempat komponen utama tersebut merupakan suatu rangkaian dalam proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan, dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa mengambil salah satu komponen.
37
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam bagan berikut ini: 1 Pengumpulan Data 2
3
Reduksi Data
Sajian Data
4 Verifikasi/pengambilan Kesimpulan Gambar 2. Analisis Data Model Interaktif H. Prosedur Penelitian 1. Tahap Pra Lapangan Tahap ini terbagi dalam enam kegiatan yang dilakukan meliputi: a. Menyusun rancangan penelitian b. Memilih lapangan penelitian c. Mengurus perijinan d. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan penelitian e. Memilih dan memanfaatkan informan 2. Tahap Penelitian Lapangan a. Memahami latar penelitian dan persiapan b. Memasuki lapangan c. Berperan serta dalam mengumpulkan data dari informan d. Mencari informasi melalui pengamatan praktik di lapangan 3. Tahap Analisis Data Tahap ini penulis melakukan beberapa kegiatan yang berupa mengatur, mengurutan, mengelompokkan, memberi kode dan mengorganisasikan dan kemudian setelah itu data yang sudah terkumpul, maka data tersebut akan
38
dianalisis untuk mengetahui permasalahan yang diteliti sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan dugaan sementara. 4. Tahap Penulisan Laporan Setelah tahap penganalisaan data, maka langkang yang akan dilakukan selanjutnya yaitu menarik kesimpulan dari permasalahan yang diteliti kemudian hasil dari penelitian tersebut nantinya akan ditulis dalam bentuk laporan.
39
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Keadaan Geografis Desa Gedongjetis Desa Gedongjetis merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. Luas wilayah desa Gedongjetis adalah 161,7252 Ha. Wilayah Desa Gedongjetis merupakan dataran rendah dengan ketinggian kurang lebih 260 m di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 30 C. Adapun batas-batas Desa Gedongjetis sebagai berikut: 1) Sebelah Utara
: berbatasan dengan desa Cokro
2) Sebelah Selatan
: berbatasan dengan desa Dalangan
3) Sebelah Barat
: berbatasan dengan desa Sorogaten
4) Sebelah Timur
: berbatasan dengan desa Cokro
Adapun wilayah Desa Gedongjetis terdiri dari 3 kebayanan yaitu sebagai berikut: 1) Kebayanan I
:
Meliputi dukuh Gedong
2) Kebayanan II
:
Meliputi dukuh Menggung, Kios Rahayu, Bakungan, Jetis, Ngerangan
3) Kebayanan III
:
Meliputi dukuh Pranan, Gatak, Kopat Gede, Kopat Cilik
b. Penduduk Desa Gedongjetis Berdasarkan data monografi Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten bulan Januari-Juni tahun 2007, jumlah penduduk sebanyak 2.626 orang yang terdiri dari 675 KK. Adapun jumlaah penduduk apabila digolongkan menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut:
39
40
Tabel 2. Jumlah penduduk Desa Gedongjetis Menurut Jenis Kelamin No
Jenis Kelamin
Jumlah Penduduk
Persentase
1.
Laki-laki
1.271 orang
48,40 %
2.
Perempuan
1.355 orang
51,60 %
2.626 orang
100 %
Jumlah
Sumber: Data Monografi Desa Gedongjetis Bulan Januari-Juni Tahun 2007 Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa komposisi jumlah pendudukDesa Gedongjetis antara laki-laki dan perempuan lebih banyak perempuan dengan selisih 84 orang, tetapi perbedaan komposisi jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu signifikan. Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Gedongjetis Menurut Agama No
Agama
1.
Islam
2.
Jumlah Penduduk
Persentase
2.618 orang
99,69 %
Kristen
8 orang
0,31 %
3.
Katholik
- orang
-
4.
Hindu
- orang
-
5.
Budha
- orang
-
Jumlah
2.626 orang
100 %
Sumber: Data Monoigrafi Desa Gedongjetis Bulan Januari-Juni Tahun 2007 Berdasrkan tabel diatas dapat dilihat dari agama yang dianut maka sebagian besar penduduk Desa Gedongjetis mayoritas beragama islam yaitu 2.618 orang, sedangkan yang lainnya menganut agama Kristen. Penduduk yang menganut agama Katholik, Hindu dan Budha tidak ada.
41
Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Gedongjetis Menurut Usia No
Usia
Jumlah Penduduk
Persentase
1.
0 – 6 tahun
206 orang
7,84 %
2.
7 – 12 tahun
210 orang
7,99 %
3.
13 – 18 tahun
425 orang
16,18 %
4.
19 – 24 tahun
512 orang
19,49 %
5.
25 – 55 tahun
832 orang
31,68 %
6.
56 – 79 tahun
384 orang
14,62 %
7.
80 tahun ke atas
57 orang
2,17 %
Jumlah
2.626 orang
100 %
Sumber: Data Monografi Desa Gedongjetis Bulan Januari-Juni 2007 Apabila dilihat dari jumlah penduduk menurut usia maka masyarakat di Desa Gedong Jetis di dominasi oleh penduduk yang berusia 25 – 55 tahun yaitu sebanyak 832 orang. Hal ini menunjukkan bahwa pada usia tersebut dapat dikatakan merupakan usia yang produktif untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Tabel 5. Jumlah Penduduk Desa Gedongjetis Menurut Tingkat Pendidikan No
Usia
1.
Taman Kanak-kanak
2.
Sekolah Dasar
3.
Jumlah Penduduk
Persentase
441 orang
16,79 %
1.423 orang
54,18 %
SLTP / Sederajat SLTP
400 orang
15,23 %
4.
SLTA / Sederajat SLTA
251 orang
9,56 %
5.
Akademi D1-D3
- orang
6.
Sarjana
2 orang
0,08 %
7.
Belum Sekolah
117 orang
4,45 %
Jumlah
2.626 orang
-
100%
Sumber: Data Monografi Desa Gedongjetis Bulan Januari-Juni Tahun 2007
42
Apabila dilihat dari tingkat pendidikan maka sebagian besar penduduk Desa Gedongjetis telah mengenyam bangku pendidikan. Di mana penduduk Desa Gedongjetis rata-rata berpendidikan SD. Dengan demikian, rata-rata penduduk Desa Gedongjetis bisa baca tulis. Terlebih lagi sudah banyak penduduk yang mengenyam bangku pendidikan walaupun yang sampai Perguruan Tinggi hanya 2 orang. 2. Birokrasi Pemerintahan Desa Gedongjetis Adapun susunan Pemerintahan Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten adalah sebagai berikut: b. Kepala Desa
: Gatot Sasongko
c. Sekertaris Desa
: Suparno
d. Kepala Dusun I
: Martopo
e. Kepala Dusun II
: Siswanto
f. Kepala Dusun III
: Bejo
g. Kaur Pemerintahan
: Sugeng M
h. Kaur Pembangunan
: Agus Dsn
i. Kaur Umum
: Triwahyudi
j. Kaur Kesra
: M. Imron
43
Adapun struktur organisasi Pemerintahan Desa Gedongjetis, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten dapat digambarkan sebagai berikut: Kepala Desa
BDP
Gatot Sasongko Sekertaris Desa Suparno Kadus I
Kaur Pemerintahan
Martopo
Sugeng M
Kadus II
Kaur Pembangunan
Siswanto
Agus Dsn
Kadus III
Kaur Umum
Bejo
Triwahyudi Kaur Kesra M. Imron
Gambar 3. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten B. Deskripsi Permasalahan Penelitian 1. Perilaku Politik Warga Negara dalam Pilkades di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten Demokrasi merupakan proses politik di dalamnya terdapat partisipasi. Partisipasi adalah salah satu bentuk perilaku politik. Pada tanggal 29 April 2007 di Kabupaten Klaten diadakan pemilihan kepala desa yang diselenggarakan secara serentak. Pada saat itu di Desa Gedongjetis juga telah melaksanakan pemilihan
44
kepala desa. Warga antusias menyambut pemilihan kepala desa yang dilaksanakan pada waktu itu. Berdasar keterangan Bapak Suparno selaku ketua panitia pemilihan kepala desa. Menurut beliau jumlah warga yang terdaftar sebagai pemilih adalah 1915 orang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Dari 1915 warga yang menggunakan hak suaranya sebanyak 1534 orang. (Wawancara, 1 September 2008) Tabel 6. Penggunaan Hak Suara Pemilih No
Pemberian Suara
Presentase
Jumlah
%
1.
Pemilih terdaftar
1915
100
2.
Menggunakan hak suara
1534
80,1
3.
Suara sah
1443
75,35
4.
Suara tidak sah
91
4,75
5.
Tidak menggunakan suara
381
19,89
Sumber : Berita Acara Panitia Pemilihan Kepala Desa Desa Gedongjetis Tahun 2007 Dari tabel di atas menunjukkan bahwa partisipasi warga Gedongjetis cukup tinggi yaitu sebesar 80,1%, walaupun terdapat juga yang tidak menggunakan hak suaranya yaitu 381 orang atau sekitar 19,89%. Alasan warga yang tidak menggunakan hak suaranya karena faktor usia dan bekerja merantau. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Agus, “warga Gedongjetis sudah banyak yang tua atau jompo selain itu juga jarak dari rumah mereka jauh dari kelurahan jadi pada saat pemilihan kepala desa mereka tidak bisa mencoblos”. (Wawancara, 3 September 2008) Bapak Suparno juga menyampaikan hal yang sama warga desa Gedongjetis banyak yang sudah berusia lanjut dan para pemuda yang sudah lulus sekolah mereka memilih untuk bekerja merantau di luar kota. Kami sebagai panitia pemilihan tetap mendaftar mereka, siapa tahu pada saat pemungutan suara mereka bisa pulang. Mereka masih terdaftar sebagai warga desa Gedongjetis
45
tetapi mereka banyak yang tidak pulang karena mengingat biaya. (Wawancara, 6 September 2008) Dari hasil wawancara dengan Bapak Agus dan Bapak Suparno dapat disimpulkan bahwa warga Gedongjetis yang tidak menggunakan hak suaranya karena faktor usia dan sedang bekerja di perantauan. Hal tersebut sudah terjadi beberapa kali pada saat pemilihan bukan hanya pemilihan kepala desa saja tetapi juga pada saat pemilihan umum. Sebagian besar warga Desa Gedongjetis selain petani mereka juga bekerja sebagai buruh bangunan, jadi mereka lebih mementingkan bekerja dari pada harus pulang untuk menggunakan hak suaranya demi mencukupi kebutuhan keluarga. (Wawancara, 6 September 2008). Dengan demikian berarti tingkat partisipasi warga Gedongjetis cukup tinggi dan mereka antusias terhadap terselenggaranya pemilihan kepala desa. Pemilihan kepala desa di Desa Gedongjetis dimulai dari tahapan persiapan yaitu BPD Desa Gedongjetis memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa Gedongjetis dengan tembusan kepada Camat Kecamatan Tulung, pemberitahuan tersebut paling lambat 6 bulan sebelum berakhirnya masa jabatan. Setelah diumumkan oleh BPD Desa Gedongjetis, maka warga berhak mendaftarkan diri sebagai calon Kepala Desa. Warga yang mendaftarkan sebagai calon Kepala Desa membuat permohonan pencalonan Kepala Desa yang diajukan secara tertulis dengan tulisan tangan di atas kertas bermaterai cukup oleh bakal calon kepada panitia pemilihan kepala desa Desa Gedongjetis dengan dilengkapi persyaratan yang ditentukan dibuat rangkap dua. Adapun persyaratannya dapat dilihat pada lampiran 5. Surat permohonan dan berkas persyaratan diperiksa oleh panitia Pilkades Desa Gedongjetis, setelah semua berkas diperiksa panitia menetapkan calon Kepala Desa yang berhak dipilih. Berdasarkan keterangan dari Bapak Suparno dan Bapak Triwahyudi sebagai panitia Pilkades sejak awal warga yang mengajukan lamaran hanya 4 orang, sampai pada akhirnya ditentukan sebagai calon yang berhak dipilih, berikut nama-nama calon kepala desa yang berhak di pilih, yaitu:
46
Tabel 7. Daftar Calon Kepala Desa Desa Gedongjetis No
Nama
1.
Sriyono
2.
Gatot Sasongko
Tempat, Tanggal lahir Boyolali, 8 Oktober 1949
Klaten, 11 Februari 1972
Pekerjaan
Alamat
Pensiunan
Jetis, Gedongjetis,
PNS
Tulung, Klaten
Swasta
Gedong, Gedongjetis, Tulung, Klaten
3.
Sukimin HS
Klaten, 24 Oktober 1941
Kaur Kesra
Kopat Gede, Gedongjetis, Tulung, Klaten
4.
Sri Yunianto
Klaten, 20 Juni 1962
Swasta
Kopat Gede, Gedongjetis, Tulung, Klaten
Sumber
: Berita Acara Panitia Pemilihan Kepala Desa Desa Gedongjetis Tahun 2007
Dalam proses pencalonan Kepala Desa Gedongjetis terdapat perilaku warga yang berbeda dengan perilaku warga di desa-desa lain pada umumnya pada saat pemilihan kepala desa. Perilaku politik warga desa Gedongjetis berupa dukungan sepenuhnya kepada salah satu calon kepala desa pada saat pemilihan kepala desa. Biasanya pada saat pemilihan kepala desa warga akan mendukung atau memilih calon kepala desa yang memberi uang yang paling banyak. Hal tersebut dapat dilihat pada pemilihan kepala desa di Jombang, kepala desa membagikan uang ataupun bahan makanan pokok yang jumlahnya bervariasi. Dengan demikian warga akan mendukung calon kepala desa yang memberi uang paling banyak. (www. Radio Komunitas Suara Warga. Com, 22 juni 2008). Selain itu juga dapat diketahui dari penelitian yang dilakukan Suharti (2005) di Margoyoso Pati, hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa praktik politik uang pada saat pemilihan kepala desa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan
47
dengan partisipasi politik. Artinya, tingkat partisipasi politik tinggi karena adanya praktik politik uang dan hubungan itu bersifat negatif. Tetapi yang dilakukan warga desa Gedongjetis adalah sesuatu yang berbeda, mereka tidak menerima uang dari calon kepala desa yang didukungnya tetapi mereka justru mengusahakan segala keperluan calon kepala desa. Warga memberi bantuan berupa bahan kebutuhan pokok misalnya gula, beras, dan makanan ringan, selain itu warga juga mencari donatur dari orang yang di anggap mampu di desa tersebut bahkan mereka juga memanfaatkan uang yang di berikan oleh calon kepala desa lain, dengan harapan warga akan memberikan suaranya kepada beliau pada hari H pemilihan kepala desa. Tetapi semua itu hanya politik warga, uang yang diberikan oleh calon lain digunakan untuk membiayai segala keperluan calon kepala desa yang mereka dukung dari persiapan sampai pada saat pemilihan. Warga tidak memilih calon kepala desa yang memberi uang. Perilaku politik warga desa Gedongjetis yang demikian dipengaruhi oleh struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu calon kepala desa, calon kepala desa yang mereka dukung mempunyai sifat mudah bergaul menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, cermat, tekun dan pekerja keras. Warga menginginkan perubahan pada sistem pemerintahan yang selama ini berjalan di desa Gedongjetis dan menginginkan sistem pemerintahan yang lebih baik. Kepala desa yang terpilih adalah seseorang yang mempunyai kepribadian yang baik yang mendahulukan kepentingan umum bukan seseorang yang memberi uang yang paling banyak dalam pemilihan kepala desa. Dengan tidak adanya praktek politik uang pada saat pemilihan diharapkan ketika sudah menjabat kepala desa terpilih tidak melakukan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Berikut hasil wawancara dengan Bapak sigit “menurut saya Pak Gatot orangnya baik, dalam serawung dengan tetangga beliau tidak membedabedakan. Selain itu beliau pekerja keras, dengan begitu saya berharap pada beliau agar dapat menciptakan pemerintahan yang baik dari pada yang dahulu”. (Wawancara, 16 September 2008). Hal senada juga disampaikan Bapak Slamet “kepribadiannya baik, beliau tipe orang pekerja keras, rajin, dan cermat dalam melaksanakan segala sesuatu”.
48
(Wawancara, 4 September 2008). Pak Sunardi juga berpendapat yang sama bahwa “menurut saya dia orangnya baik, dalam serawung bisa dengan siapa saja beliau juga paling muda diantara calon-calon yang lain. Saya mempunyai harapan kepada beliau agar lebih memperhatikan warganya dalam hal kesejahteraan dan tidak korupsi”. (Wawancara, 3 Septamber 2008). Selain itu Ibu Lasmi juga mempunyai penilaian yang sama terhadap Pak Gatot “kepribadiannya baik, harapan saya setelah beliau menjadi kepala desa dapat menciptakan kegiatan-kegiatan baru”. (Wawancara, 16 September 2008) Bapak Gatot merupakan calon kepala desa yang dalam pencalonannya tidak menggunakan uang untuk mendapat dukungan dari masyarakat, namun masyarakat mendukung sepenuhnya. Dukungan yang diberikan oleh masyarakat berupa dukungan moril yaitu mereka menggunakan hak suaranya untuk memilih Bapak Gatot tetapi tidak semua masyarakat desa Gedongjetis mendukung beliau, dari 3 kebayanan yang ada Bapak Gatot didukung oleh sebagian besar masyarakat Kebayanan I yaitu dukuh Gedong. Selain dukungan moril masyarakat juga melakukan dukungan materiil, sebelum pelaksanaan pemilihan kepala desa masyarakat pendukung Bapak Gatot sering mengadakan pertemuan. Segala keperluan untuk pertemuan tersebut diusahakan oleh masyarakat, dengan cara memberikan bahan kebutuhan untuk keperluan tersebut. Selain itu masyarakat juga mencari donatur dari warga yang dianggap mampu. Masyarakat menerima uang tersebut dan berjanji akan memberikan suaranya pada saat pemilihan kepala desa namun pada kenyataannya hal itu tidak terjadi. Dari semua pendukung tidak semua warga memberikan dukungan materiil hanya sekitar 59%, itu terbagi dalam dua kategori. Pertama berupa bahan kebutuhan misalnya beras, gula pasir, makanan ringan dan yang kedua adalah uang. Uang dikumpulkan warga dukuh Gedong dengan iuran seikhlasnya dan tim sukses mencari donatur dari orangorang di luar dukuh Gedong. Berikut pernyataan yang disampaikan Bapak Agus. Sebelum hari pemilihan kepala desa warga pendukung Bapak Gatot sering melakukan pertemuan untuk membicarakan upaya-upaya yang dilakukan akan dilakukan untuk dapat menang pada pemilihan kepala desa. Biaya untuk mengadakan pertemuan itu berasal dari iuran warga selain itu ada
49
juga warga yang memberi bahan kebutuhan misalnya makanan, gula dll, bahkan warga mencari donator dari warga yang mampu tidak itu saja warga juga memanfaatkan uang yang diberikan oleh calon lain. (Wawancara, 3 September 2008). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Sunardi, berikut pernyataan beliau. “pada saat pemilihan kepala desa saya adalah salah satu pendukung Pak Gatot waktu itu kami menggalang dana untuk membiayai beliau agar menjadi kepala desa agar dapat mewujudkan pemerintahan yang lebih baik di Desa Gedongjetis”. (Wawancara, 5 September 2008). Demikian juga dengan pendapat Bapak Suparno “dalam pemilihan kepala desa terdapat perilaku politik warga yang berbeda dengan apa yang dilakukan warga di desa-desa lain. Warga biasanya akan mendukung calon yang memberi uang paling banyak, tetapi ini tidak warga justru memberi bantuan kepada Pak Gatot”. (Wawancara, 1 September 2008). Pak Slamet juga memberi pernyataan yang sama “saya tidak diberi uang saya justru memberikan bantuan untuk keperluan pencalonan Pak Gatot” (Wawancara, 4 September 2008). Pak Sigit dan Ibu Lasmi juga memberi pernyataan yang sama “saya tidak diberi uang oleh Pak Gatot”. (Wawancara, 16 September 2008). Dengan demikian dalam pemilihan kepala desa warga tidak mendapat uang dari calon kepala desa yang mereka dukung, tetapi mereka justru mengeluarkan uang untuk mendukung Bapak Gatot. Perilaku politik warga desa Gedongjetis yang demikian dipengauhi oleh faktor-faktor berikut: a. Identifikasi figur Pemilihan kepala desa merupakan pemilihan perorangan, oleh karena itu harapan dari pemilihan kepala desa adalah terpilihnya figur yang berkualitas sehingga mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik tentu dengan melihat sosok calon pemimpin yang berwibawa dan berkepribadian baik.
50
Namun, berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pemilih di Desa Gedongjetis lebih melihat calon karena ikatan emosional terhadap figur sebagai hasil sosialisasi dan pencitraan diri oleh calon. Menurut warga, dari calon-calon kepala desa Gedongjetis Bapak Gatot memiliki kepribadian yang baik. Beliau memiliki sifat mudah bergaul menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, cermat, dan pekerja keras. Berikut pernyataan Bapak Sigit “menurut saya Pak Gatot orangnya baik, dalam serawung dengan tetangga beliau tidak membedabedakan. Selain itu beliau juga pekerja keras, oleh karena itu saya berharap pada beliau agar dapat menciptakan pemerintahan yang lebih baik dari yang dahulu”. Hal senada juga disampaikan Bapak Slamet “karena Pak Gatot adalah tetangga saya dan orangnya baik, apabila beliau menjadi kepala desa saya berharap tidak ada korupsi lagi”. (Wawancara, 4 September 2008). Pak Sunardi juga berpendapat yang sama bahwa “menurut saya dia orangnya baik, dalam serawung bisa dengan siapa saja beliau juga paling muda diantara calon-calon yang lain. Saya mempunyai harapan kepada beliau agar lebih memperhatikan warganya dalam hal kesejahteraan dan tidak korupsi”. (Wawancara, 3 Septamber 2008). Selain itu Ibu Lasmi juga mempunyai penilaian yang sama terhadap Pak Gatot “kepribadiannya baik, harapan saya setelah beliau menjadi kepala desa dapat menciptakan kegiatan-kegiatan baru”. (Wawancara, 16 September 2008) Dari pernyataan Bapak Sigit, Bapak Slamet, Pak Sunardi, dan Ibu Lasmi dapat disimpulkan bahwa warga desa Gedongjetis dalam menentukan pilihannya pada Pilkades lebih melihat figur calon kepala desa yaitu pada Bapak Gatot dari pada calon-calon yang lain. Pada Pilkades sebelumnya Bapak Gatot pernah mencalonkan diri sebagai kepala desa tetapi belum berhasil, dari situlah warga menjadi
mengenal beliau. Warga memandang kepala desa Gedongjetis yang
menjabat sebelumnya belum dapat melaksanakan kinerja sebagaimana yang telah dijanjikan. Jadi, pada pemilihan kepala desa tahun 2007 warga ingin mengadakan perubahan pada kinerja kepala desa kepala desa dengan mendukung Bapak Gatot.
51
b. Identifikasi Partai Politik Partai politik telah tertanam di masyarakat dalam pemiliha-pemilihan sebelumnya misalnya Pemilu. Namun, dalam Pilkades tidak ada keterkaitan dengan partai politik. Walaupun tidak ada keterkaitan dengan partai politik terkadang warga dalam menentukan pilihan pada Pilkades memandang calon kepala desa berdasar partai politik yang dipilih oleh calon kepala desa pada pemilihan legislatif. Sebagian besar warga desa Gedongjetis yang mendukung Bapak Gatot karena beliau merupakan aktifis dari partai besar (PDIP). PDIP di pedesaan selalu menempati urutan pertama, oleh karena itu warga akan mendukung orang-orang yang aktif dipartai tersebut. c. Isu Kampanye Kampanye dilaksanakan sebelum hari H pemungutan suara. Dalam pelaksanaan kampanye para calon kepala desa harus mematuhi tata tertib yang telah ditetapkan oleh panitia Pilkades. Kampanye merupakan proses penyampaian program dari masing-masing calon kepala desa melalui pesan-pesan politik yang bertujuan untuk mengubah persepsi, sikap, dan perilaku warga desa Gedongjetis. Perubahan yang dimaksud tentu diupayakan dari tidak memilihnya menjadi memilihnya. Kampanye terutama ditujukan kepada warga yang belum mengetahui tentang figur Bapak Gatot dan program kerja beliau. Pada kesempatan kampanye para calon kepala desa menyampaikan visi misinya yang diarahkan menyentuh kepentingan warga Gedongjetis. Warga menaruh harapan besar terhadap visi misi para calon kepala desa tentu akan menjadi pertimbangan utama bagi warga Gedongjetis sebagai pemilih. Isu kampanye atau program kerja calon kepala desa pada dasarnya bukanlah suatu yang terpisah dari masyarakat. Artinya untuk memahami program calon tidak cukup hanya mengamati persoalan-persoalan politik yang sedang
berkembang, melainkan
harus
dilihat
bagaimana
pandangan
masyarakat terhadap program yang ditawarkan. Warga Gedongjetis tidak begitu memperhatikan program kerja calon kepala desa kecuali yang benarbenar berkaitan dengan kebutuhan mereka. Berikut pernyataan Bapak Slamet
52
“program kerjanya yaitu meningkatkan pendidikan masyarakat karena tingkat pendidikan di Desa Gedongjetis rendah, meningkatkan kesejahteran masyarakat”. Sedangkan menurut Bapak Suparno “program kerja yang disampaikan oleh calon-calon kepala desa semua bersifat umum, tetapi ada yang benarbenar sesuai dengan kebutuhan masyarakat yaitu pembuatan saluran irigasi untuk mengairi sawah”. Selain itu berdasarkan wawancara dengan beberapa warga mereka mengatakan bahwa program kerja dari calon kepala desa selain bapak Gatot bersifat umum yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berikut program kerja dari Bapak Gatot Sasongko: 1) Memajukan
sektor
pertanian
dan
sektor-sektor
lainnya
dengan
memperbaiki dan membangun sarana dan prasarananya 2) Mendorong dan memajukan tingkat pendidikan masyarakat 3) Merawat dan memperbaiki jalan demi kelancaran mobilitas perekonomian 4) Merangkul
semua
lapisan
masyarakat
dalam
kebersamaan,
mengedepankan musyawarah untuk mufakat 5) Membantu penyelesaian penyertifikatan tanah demi ketentraman warga. (Berita Acara Pemilihan Kepala Desa Desa Gedongjetis Tahun 2007) Program kerja yang di buat oleh Bapak Gatot mengutamakan dibidang pertanian karena daerah tersebut merupakan daerah pertanian dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, tetapi dalam pertanian terdapat kendala yang cukup serius yaitu kesulitan mendapatkan air sehingga harus membuat sumur dan menggunakan pompa air agar dapat mengairi sawah. Program kerja yang akan dilaksanakan yaitu membangun saluran-saluran irigasi agar hasil panen dari masyarakat dapat meningkat dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. d. Juru Kampanye Juru kampanye dalam Pilkades bukan hanya sekedar tim kampanye yang ditunjuk secara resmi. Melainkan juga siapa saja yang aktif dalam menyampaikan program-program calon kepala desa. Warga desa Gedongjetis
53
dalam menentukan pilihannya terhadap calon kepala desa tidak dipengaruhi oleh juru kampanye tetapi karena mereka mengenal figur calon kepala desa (Bapak Gatot) secara langsung. Adapun juru kampanye dari masing-masing calon kepala desa sebagai berikut: Tabel 8. Juru kampanye masing-masing calon kepala desa sebagai berikut: Calon Kepala Desa Gedongjetis Sri Yunianto Gatot Sasongko
Juru Kampanye Jumadi
Alamat Kopat Gede, Gedongjetis, Tulung, Klaten
Jimin
Gedong,
Gedongjetis,
Tulung, Klaten Sukimin Hs
Suyanto
Kopat Gede, Gedongjetis, Tulung, Klaten
Sriyono
Hudiyono
Jetis, Gedongjetis, Tulung, Klaten
Sumber: Naskah Kesepakatan Bersama e. Hibah Politik Hibah politik adalah pemberian yang tampak secara suka rela, namun di balik pemberian itu memiliki konsekuensi berupa reward dalam bentuk pemberian dukungan (suara). Hibah politik sering dikenal dengan istilah money politics. Isu-isu tentang money politics ditingkat elite ternyata tidak hilang dari pesta politik baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Bentuk money politics pun bervariasi mulai dari bentuk fasilits umum sampai pemberian yang terang-terangan seperti baju kaos dan lain sebagainya dan yang lebih menarik lagi adalah adanya pemberian uang tunai dalam bentuk uang konsumsi, uang ojek, uang pengganti kerja sampai pada uang dukungan. Praktik politik uang juga terjadi pada Pilkades. Menurut wacana yang ada di Kabupaten Klaten sebagian besar dari desa-desa yang melaksanakan pemilihan kepala desa diwarnai dengan praktik politik uang dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan. Untuk saat ini praktik politik uang bukan
54
merupakan hal yang rahasia lagi, praktek politik uang tidak hanya tejadi pada saat pemilihan kepala desa tetapi juga pada saat pemilihan presiden. Hal tersebut juga terjadi di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten, namun berbeda dengan desa-desa yang lain. Dalam pemilihan kepala desa Di Desa Gedongjetis ini yang menang justru calon kepala desa yang tidak melakukan money politics. Berikut pernyataan yang disampaikan Bapak Triwahyudi selaku bendahara Pilkades. Pada tanggal 29 April 2007 Desa Gedongjetis melaksanakan pemilihan kepala desa yang diikuti oleh 4 calon, dari ketiga calon tersebut memberikan uang kepada pemilih dengan jumlah yang bervariasi tetapi ketiga calon tersebut gagal memenangkan pemilihan tersebut yang memenangkan pemilihan tersebut justru calon yang tidak memberi uang kepada pemilih yaitu bapak Gatot Sasongko. (Wawancara, 1 September 2008). Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Suparno beliau mengatakan bahwa ”pada pemilihan kepala desa bulan April 2007 di menangkan oleh Bapak Gatot beliau tidak menggunakan uang untuk mendapat dukungan warga dengan perolehan suara yang selisihnya cukup banyak dengan calon-calon yang lainnya”. (Wawancara, 1 September 2008). Pak Slamet juga memberi pernyataan yang sama “saya tidak diberi uang saya justru memberikan bantuan untuk keperluan pencalonan Pak Gatot” (Wawancara, 4 September 2008). Pak Sigit dan Ibu Lasmi juga memberi pernyataan yang sama “saya tidak diberi uang oleh Pak Gatot”. (Wawancara, 16 September 2008). Hal berbeda disampaikan oleh Bapak Suprapto “diberi uang oleh calon kepala desa yang saya pilih (Bapak Sriyono)”. (Wawancara, 8 September 2008). Pak Sunardi juga memberi pernyataan yang sama “saya diberi uang oleh calon kepala desa (Bapak Sriyono) sebesar Rp. 25.000 sebelum hari H pemungutan suara”. (Wawancara, 3 September 2008)
55
Dengan demikian dari hasil wawancara dengan Bapak Triwahyudi, Bapak Suparno, Bapak Slamet, Bapak Sigit, Ibu Lasmi, Bapak Suprapto dan Bapak Sunardi dapat disimpulkan bahwa pemilihan kepala desa di Desa Gedongjetis terdapat praktik politik uang untuk mendapatkan dukungan, tetapi hal tersebut tidak dilakukan oleh Bapak Gatot. Bapak Gatot justru didukung sepenuhnya oleh warga. f. Kelompok Penekan Tekanan-tekanan sruktural atau atau paksaan dari pihak kelompok penekan juga menempati urutan dalam menentukan pilihan pemilih. Tekanan yang di maksud baik berupa tekanan secara secara halus (mobilisasi) maupun dalam bentuk paksaan. Dalam bentuk mobilisasi, pilihan pemilih yang didasarkan pada pengarahan yang diberikan oleh seorang tokoh di lingkungan terdekatnya, baik lingkungan tetangga, organisasi, pekerjaan ataupun dari kelompok-kelompok lainnya yang tidak mungkin dapat ditolak. Namun berbeda dengan yang terjadi di Gedongjetis. Walaupun pada saat Pilkades terdapat 4 calon pelaksanaannya berjalan lancar tidak terdapat paksaan atau ancaman dari masing-masing tim sukses. Warga beserta calon masingmasing yang didukung mampu mengendalikan diri sehingga suasanan Pilkades aman dan tertib. Dengan demikian warga dalam menentukan pilihan terhadap calon kepala desa berdasarkan hati nurani masing-masing bukan karena tekanan. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku politik warga Gedongjetis dalam Pilkades diantaranya adalah identifikasi figur, identifikasi partai politik, dan isu kampanye. Setelah melalui semua tahapan, inti dari pemilihan kepala desa adalah pemungutan suara, di Desa Gedongjetis pemungutan suara diadakan pada tanggal 29 April 2007. Pemungutan suara diadakan di Balai Desa Gedongjetis, untuk meuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) warga disediakan mobil jemputan oleh masing-masing calon. Pelaksanaan pemungutan suara berjalan lancar walaupun dalam pemilihan kepala desa terdapat 4 calon dimana masing-masing mempunyai pendukung yang antusias. Berikut perolehan suara pada pemilihan kepala desa di Desa Gedongjetis:
56
Tabel 9. Perolehan Suara pada Pemilihan Kepala Desa No
Nama
Jumlah Suara
1.
Gatot Sasongko
534 suara
37 %
2.
Sriyono
378 suara
26,19 %
3.
Sukimin
299 suara
20,72 %
4.
Sri Yunianto
232 suara
16,09 %
Jumlah Sumber
1.443 suara
Prosentase
100 %
: Berita Acara Panitia Pemilihan Kepala Desa Desa Gedongjetis
Tahun 2007 Berdasarkan perolehan suara pada saat pemilihan kepala desa, pemilihan kepala desa dimenangkan oleh Bapak Gatot Sasongko yaitu dengan jumlah suara 534 suara atau sekitar 37 % dari jumlah suara. Bapak Gatot yang dalam pencalonannya tidak menggunakan uang justru mendapatkan suara paling banyak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak selamanya praktik politik uang dapat memenangkan pemilihan kepala desa, di Desa Gedongjetis pemilihan kepala desa justru dimenangkan oleh calon kepala desa yang tidak meggunakan uang dalam pemilihan kepala desa hal tersebut karena perilaku politik dari warga. Perilaku politik warga negara dalam pemilihan kepala desa di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten diwujudkan dengan memberi dukungan sepenuhnya kepada calon kepala desa Bapak Gatot Sasongko. Dukungan tersebut berupa dukungan moril dan dukungan materiil. Dukungan moril dilakukan warga dengan memilih Bapak Gatot dalam pemilihan kepala desa, sedangkan dukungan materiil dilakukan warga dengan memberi bahan kebutuhan pokok dan uang yang berasal dari donatur bahkan uang dari calon kepala desa lain. Warga memanfaatkan uang yang diberi oleh calon kepala desa lain dengan janji akan memberikan suaranya pada saat pemilihan tetapi semua itu hanya politik warga. Uang yang didapat dari calon kepala desa lain digunakan untuk membiayai Bapak Gatot sampai pada saat pemilihan kepala desa. Hal ini dilakukan oleh warga untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik, agar pada masa pemerintahan tidak terjadi korupsi dan melibatkan warga dalam
57
pengambilan keputusan. Apa yang dilakukan warga dipengaruhi oleh identifikasi figur, identifikasi partai politik, dan isu kampanye. 2. Kinerja Kepala Desa Desa Gedongjetis dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Pemerintahan yang baik (good governance) berangsur-angsur menjadi popular baik di kalangan pemerintah, swasta, maupun masyarakat secara umum. Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang baik dalam ukuran proses maupun hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan dapat bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan lepas dari gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambat proses dan laju pembangunan nasional. Dalam pemerintahan yang baik terdapat kerjasama antara pemerintah dan rakyat yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Pemerintahan yang baik (good governance) mulai mengemuka sejak warga melihat dan merasakan bahwa praktek KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) sudah sedemikian rupa mewabah dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya pada tingkat pemerintah pusat saja tetapi juga terjadi pada pemerintah daerah misalnya desa. Untuk dapat menciptakan suatu pemerintahan yang baik segala kegiatan kepemerintahan perlu diarahkan kepada beberapa hal pokok misalnya, diadakan suatu perubahan sistem politik yang demokratis terdapat kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dengan partisipasi warga. Selain itu bagi aparatur pemerintah harus mempertanggungjawabkan segala kewenangannya tidak hanya pada pemerintah pusat tetapi juga kepada warga, serta dalam pemerintahan harus bersifat transparan yaitu adanya keterbukaan pada administrasi khususnya dalam hal keuangan. Dalam pemerintahan yang baik menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilainya tidak transparan. Pemerintahan yang baik (good
58
governance) akan terwujud apabila prinsip-prinsip good governance dilaksanakan oleh kepala desa, diantaranya: a.
Partisipasi Di Desa Gedongjetis partisipasi warga terlihat dari banyaknya pemilih yang
menggunakan hak suaranya pada saat pemungutan suara yaitu sebanyak 1.915 orang. Partisipasi juga terlihat pada sebagian warga yang memberi dukungan pa da pencalonan Kepala Desa yaitu terhadap bapak Gatot. Sebagai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang baik pada pemilihan kepala desa bulan April 2007 warga desa Gedongjetis memberi dukungan sepenuhnya terhadap Bapak Gatot Sasongko. Dukungan yang dilakukan berupa dukungan moril dan materiil, dukungan moril dilakukan dengan memberikan hak suaranya kepada beliau walaupun tidak diberi uang sedangkan calon yang lain memberi uang dengan jumlah yang bervariasi. Dukungan materiil dilakukan dengan memberi sumbangan berupa bahan kebutuhan pokok dan uang yang berasal dari donatur serta dari calon kepala desa yang lain. Berdasarkan catatan lapangan wawancara tanggal 8 September 2008 warga melakukan hal demikian karena ingin perubahan terhadap sistem pemerintahan yang ada di Desa Gedongjetis. Selama ini yang terjadi adalah apabila dalam pemilihan menggunakan uang pasti nanti ketika sudah menjabat Kepala Desa akan melakukan berbagai cara khususnya dalam hal keuangan, kepala desa terpilih akan mencari ganti biaya yang di keluarkan pada saat pencalonan, ketika sudah menjabat kepala desa akan melupakan program kerja yang dijanjikan sebelum pemilihan bahkan tidak peduli lagi pada warga yang telah mendukungnya. b.
Daya Tanggap (Responsif) Warga berharap Bapak Gatot tanggap terhadap kebutuhan warga tanpa
harus menunggu warga menyampaikan keinginannya. Apa yang menjadi harapan warga telah diwujudkan oleh Bapak Gatot, beliau peduli terhadap pendidikan yang ada di desa Gedongjetis. Beliau mengusahakan fasilitas sekolah yang belum ada misalnya mushola sebagai penunjang kegiatan sekolah demi kelancaran siswa melakukan kegiatan belajar sehingga dapat meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Berikut pernyataan Ibu Sumiyati SPd, kepala sekolah SDN I Gedongjetis.
59
“Bapak Gatot adalah kepala desa yang peduli dengan pendidikan warganya, sekolah kami belum mempunyai mushola untuk sholat berjamaah para siswa tetapi sekarang sudah ada, Pak Gatot megajukan anggaran kepada pemerintah daerah untuk membangun sekolah SDN I Gedongjetis berupa mushola, perhatian Pak Gatot memang besar kepada warganya berbeda dengan kepala desa sebelumnya”. Dari pernyataan Ibu Sumiyati, S.Pd Pak Gatot menunjukkan kepedulian yang besar karena apa yang telah beliau bangun untuk keperluan seluruh warga bukan hanya kelompok tertentu saja. Bapak Gatot juga sering mengajukan anggaran kepada Pemerintah Daerah untuk membangun sarana umum lainya misalnya pembangunan talut, jalan dan saluran irigasi. (Wawancara, 4 September 2008) Selain peduli dengan pendidikan, Bapak Gatot selama menjabat satu tahun ini juga memajukan kegiatan keagamaan di desa tersebut, beliau mengadakan pengajian rutin yang dilaksanakan satu bulan sekali dan bertempat di masingmasing dukuh secara bergiliran. Berikut pernyataan Bu Lasmi “setelah kepala desanya Pak Gatot, di Desa ini ada pengajian yang dilaksanakan satu bulan sekali tempatnya giliran di masing-masing dukuh”.(Wawancara, 9 September 2008). Hal senada juga disampaikan Ibu Suryati “setiap satu bulan sekali saya mempunyai kegiatan baru, saya mengikuti kegiatan pengajian yang di adakan oleh Pak kepala desa, dengan pengajian ini saya bisa bersilaturahmi dengan ibu-ibu di dukuh lain yang ada di desa Gedongjetis ini”. (Wawancara, 4 September 2008). Dari pendapat Ibu Sumiati, Ibu Suryati dan Ibu Lasmi dapat disimpulkan bahwa Bapak Gatot mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kemajuan dan kesejahteraan warga desa Gedongjetis. c.
Transparansi Bapak Gatot sebagai Kepala Desa/pemimpin tidak cukup hanya dengan
peduli terhadap warga, tetapi beliau harus mampu menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat misalnya masalah pembagian BLT (Bantuan Langsung Tunai). BLT adalah bantuan langsung dari pemerintah yang diberikan kepada
60
warga yang tidak mampu dengan criteria tertentu, untuk menentukan siapa saja yang berhak diberi bantuan diserahkan sepenuhnya oleh pemerintah desa. Di Desa Gedongjetis pembagian BLT kurang menyasar, yang mendapat bantuan justru orang-orang yang mampu dan hanya beberapa orang saja yang mendapat bantuan tersebut. Oleh karena itu, Bapak Gatot mempunyai kebijakan untuk membagi rata bantuan tersebut, tetapi hal itu justru menimbulkan masalah di dalam masyarakat. Sehingga Bapak Gatot selaku Kepala Desa mengambil jalan keluar bahwa dalam pendataan untuk bantuan yang akan datang ditujukan bagi warga yang benarbenar tidak mampu walaupun hanya satu atau dua orang saja. (Wawancara, 8 September 2008). Adapun sebagian warga yang pernah mendapat BLT sebagai berikut: Tabel 10. Warga yang mendapat BLT Nama
Tingkat Ekonomi Tinggi
1. Marjito
√
2. Sumitro
√
Sedang
3. Wardi
√
4. Sartini
√
5. Sarno
√
6. Tugiono
√
7. Sunardi
√
8. Suyadi
√
9. Sumardi
√
Rendah
Sumber: Data Primer Sehubungan dengan masalah di atas, nampak sekali kurang adanya transparansi antara Kepala Desa, perangkat desa, dan warga. Transparansi yang dimaksud adalah dalam pendataan warga yang mendapat BLT, perangkat desa yang mendata tidak benar-benar warga yang miskin, warga yang memiliki kendaraan, pekerjaan tetap, memiliki hewan ternak (sapi), dan keadaan rumahnya
61
sudah baik mendapatkan bantuan tersebut. Agar tercipta suatu pemerintahan yang baik perlu adanya tranparansi. Oleh karena itu, Bapak Gatot dalam pemerintahannya harus terbuka terhadap perangkat desa. Dengan adanya keterbukaan maka akan mempersempit ruang gerak untuk melakukan korupsi. d.
Orientasi Kesepakatan Selain keterbukaan Pak Gatot juga harus berorientasi pada kesepakatan
dalam segala hal. Kepala Desa sering mengajukan bantuan kepada Pemerintah Daerah untuk pembangunan. Namun semuanya dikerjakan sendiri oleh beliau dari proposal sampai laporan pertanggungjawaban sehingga perangkat desa tidak mengetahui tentang bantuan dari Pemerintah Daerah. Perangkat desa bersama perwakilan warga hanya diundang untuk musyawaran membicarakan masalah pembangunan. Berikut pernyataan Bapak Agus, “Pak Gatot sering mengajukan bantuan kepada Pemerintah Daerah dengan mengajukan proposal pembangunan, mengenai isinya saya kurang tahu, tahu-tahu saya bersama perangkat yang lain diminta untuk musyawarah mengenai pembangunan saluran irigasi”. (Wawancara, 9 September 2008) Hal senada juga disampaikan Bapak Suprapto “saya sebagai ketua RW sering diundang oleh Pak Kepala Desa untuk musyawarah masalah pembangunan saluran irigasi tetapi saya tidak tahu prosesnya seperti apa, pada rapat itu semuanya sudah jadi tinggal pelaksanaannya saja”. (Wawancara, 8 September 2008) Pak Heri juga memberi pernyataan yang sama “saya diundang Pak Kepala Desa untuk rapat tentang bangunan, tetapi saya tidak tahu proses dari semua itu”. (Wawancara, 8 September). Hal
tersebut
diperkuat
dengan
pernyataan
Bapak
Sigit
“dalam
melaksanakan pemerintahan Pak Gatot juga melibatkan masyarakat/warga untuk musyawarah, tetapi yang paling sering hanya RT/RW saja. Kalau dalam hal keuangan atau apabila ada bantuan dari Pemerintah daerah beliau agak tertutup yang penting sudah diwujudkan kepada masyarakat”. (Wawancara, 16 September 2008)
62
Dari pernyataan Bapak Agus, Bapak Suprapto, Bapak Heri, dan Bapak Sigit
di
atas
menunjukan
bahwa
Bapak
Gatot
dalam
melaksanakan
pemerintahannya kurang adanya transparansi, tetapi beliau selalu mengedepakan musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan masalah agar terwujud kesejahteraan bagi masyarakat. e.
Penegakan Hukum Dalam pemerintahan Pak Gatot beliau selalu mengedepankan kesepakatan.
Jadi dalam menyelesaikan masalah yang ada di desa Gedongjetis Pak Gatot tidak berdasarkan hukum tetapi beliau mengambil jalan musyawarah untuk mufakat dan berdasarkan kekeluargaan. f.
Pertanggungjawaban (Akuntabilitas) Dalam
pemerintahan
Kepala
Desa
diwajibkan
memberi
laporan
pertanggungjawaban baik kepada pemerintah maupun masyarakat. Kepala Desa mempunyai kewajiban memberi laporan pertanggungjawaban kepada BPD (Badan
Permusyawaratan
Desa).
Pertanggungjawaban
atas
pelaksanaan
pemerintahan kepada BPD (Badan Permusyawaratan Desa) di laksanakan satu tahun sekali. Kepala Desa melaporkan kegiatan yang telah dilaksanakan selama satu tahun kepada BPD, apabila pertanggungjawaban tersebut disahkan oleh BPD baru kemudian diajukan ke Bupati. Bapak Gatot sebagai kepala desa juga mempunyai kewajiban melaporkan kegiatannya selama satu tahun kepada BPD kemudian dilaporkan kepada Bupati, hal tersebut sudah dilaksanakan oleh Bapak Gatot selaku kepala desa. Walaupun pemerintahan Bapak Gatot Baru berjalan kurang lebih satu setengah tahun beliau mempunyai kewajiban untuk memberi laporan pertanggungjawaban kepada BPD untuk dilaporkan kepada Bupati. Selanjutnya pertanggungjawaban kepada masyarakat berupa perwujudan program kerja yang telah disampaikan pada kampanye pencalonan. Dalam pemilihah kepala desa setiap calon kepala desa diwajibkan menyampaikan program kerja dan menandatangani kesepakatan bersama seperti pada lampiran 6. Dengan adanya kesepkatan bersama diharapkan ketika nanti salah satu calon calon kepala desa terpilih tidak terjadi kekacauan baik antara calon kepala desa sendiri maupun team sukses serta para pendukung masing-masing calon.
63
Bagi calon kepala desa terpilih dalam melaksanakan pemerintahan sebaiknya mewujudkan program kerja yang telah dijanjikan kepada warga pada saat pencalonan. Bapak Gatot Sasongko sebagai kepala desa terpilih juga wajib melaksanakan kewajibannya sebagai kepala desa dan mewujudkan program kerja yang dijanjikan kepada warga, agar dapat mewujudkan keinginan warga untuk mengadakan perubahan sistem pemerintahan yang selama ini dijalankan di desa Gedongjetis agar lebih baik. Pada masa jabatan bapak Gatot Sasongko yang telah berjalan kurang lebih satu setengah tahun ini beliau telah melaksanakan kewajiban dan program kerjanya tetapi belum sepenuhnya. Berikut wawancara dengan Bapak Agus “sampai satu tahun masa jabatannya ini kinerja pemerintahan cukup baik, Pak Gatot sering mengajukan proposal bantuan kepada Pemerintah Daerah untuk pembangunan. Namun masih ada beberapa hal yang belum dapat dilaksanakan dengan baik, misalnya dalam hal mengatasi permasalahan yang terjadi pada warganya terutama perselisihan masalah tanah warisan”. (Wawancara, 3 September 2008). Pernyataan yang sama juga disampaikan Bapak Imron “kinerja Pak Gatot sebagai kepala desa lumayan, walaupun belum pernah duduk di pemerintahan tetapi beliau sudah tahu tentang tugas dan wewenangnya walaupun sering juga bolos tanpa keterangan”. (Wawancara, 8 September 2008). Hal senada juga disampaikan Bapak Sigit dan Ibu Lasmi bahwa Pak Gatot sudah melaksanakan program kerja tetapi belum sepenuhnya. (Wawancara, 16 September 2008). Pernyataan Pak Sigit dan Ibu Lasmi diperkuat oleh pernyataan Pak Sunardi dan Pak Suprapto menyatakan bahwa program kerja Pak Gatot sudah terealisasi tetapi baru sebagian kecil dan belum menunjukkan perubahan pada kesejahteraan masyarakat. g.
Evektivitas Evektivitas adalah produk yang diciptakan oleh pemerintah untuk
kepentingan masyarakat. Pak Gatot sudah membangun sejumlah bangunan untuk kepentingan umum misalnya mushola sekolah, talud, dan pengaspalan jalan. Namun, program kerja yang dijanjikan akan membuat saluran irigasi untuk mengairi sawah belum sepenuhnya terlaksana. Warga merasa apa yang dilakukan
64
oleh Bapak Gatot belum membawa perubahan terhadap kesejahteraan masyarakat, hasil panen masih seperti yang dahulu belum ada peningkatan. Penggunaan saluran irigasi harus bergiliran padahal tanaman membutuhkan air pada saat bersamaan sehingga menghambat pertumbuhan. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Slamet salah satu petani di Desa Gedongjetis: “Sawah di Desa Gedongjetis merupakan sawah tadah hujan apabila musim kemarau hanya mengandalkan air tanah yang didapat dengan memompa, tetapi di sini baru ada beberapa pompa penggunaanya harus bergiliran dan harus membayar dengan hitungan perjam”. (Wawancara, 4 September 2008). h.
Visi Strategis Sebagai kepala desa Pak Gatot harus mempunyai visi strategis untuk
menghadapi masa yang akan datang. Sesuai dengan keadaan geografis di Gedongjetis di mana tanah pertaniannya merupakan sawah tadah hujan maka kepala desa harus mempersiapkan pengairan dimusim kemarau dengan membuat saluran irigasi. Namun kepala desa belum membuat saluran irigasi. Warga merasa kecewa karena Kepala Desa tidak menghiraukan hal tersebut tetapi dana yang sebenarnya dapat digunakan untuk membuat saluran irigasi justru digunakan untuk rekreasi Kepala Desa bersama perngkatnya. Berikut yang disampaikan Bapak Imron “Pada tanggal 31 Agustus kami (Kepala Desa dan peraangkat) mengadakan acara rekreasi ke Tawangmangu dengan dana dari desa, tetapi tidak semua perangkat ikut hanya yang mau saja”. (Wawancara, 8 September 2008). i.
Keadilan Keadilan tidak nampak dalam penyelesaian masalah tanah warisan dan
pembuatan sertivikat tanah Pak Gatot seringnya mendahulukan warga yang memiliki hubungan dekat dengan beliau. (Wawancara, 1 September 2008). Masalah tanah warisan merupakan masalah yang paling berat karena penyelesaiannya membutuhkan proses yang lama dan melibatkan banyak orang, tidak jarang pula masalah warisan menimbulkan perpecahan. Perpecahan tidak hanya terjadi antar anggota masyarakat saja bahkan terjadi antar keluarga. Pak Gatot Berikut yang di sampaikan Bapak Suparno.
65
Selama ini Bapak Gatot belum bisa menyelesaikan masalah tanah warisan, saya sebagai sekertaris desa juga sudah berusaha membantu beliau tetapi belum bisa juga karena mengambil keputusan masalah tanah warisan memang benar-benar berat. Masalah tanah warisan tidak hanya melibatkan orang-orang yang ada melainkan juga orang yang sudah meninggal dengan begitu kepala desa akan kesulitan belum lagi nanti akan terjadi pertikaian antar ahli waris. (Wawancara, 6 September 2008). Dari pernyataan di atas berarti bapak Gatot belum mampu menyelesaikan masalah tanah warisan padahal masalah tersebut adalah masalah yang sering rerjadi pada masyarakat. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dengan dukungan yang kuat dari warga, kepala desa belum tentu dapat menciptakan kinerja pemerintahan yang baik, karena jabatan dan uang dapat membuat orang lupa dengan janji yang pernah disampaikan. Kepala Desa Desa Gedongjetis melupakan janji yang pernah disampaikan kepada warga yang mendukungnya setelah beliau menjabat sebagai kepala desa dan belum mampu melaksanakan prinsip-prinsip good governance. Adapun prinsip-prinsip good governance yang sudah dilaksanakan oleh Bapak Gatot antara lain partisipasi, orientasi kesepakatan, dan responsif, sedangkan prinsip-prinsip good governance yang belum dapat dilaksnakan penegakan hukum, tranparansi, keadilan, efektifitas, akuntabilitas, dan fisi strategis. C. Temuan Studi 1. Perilaku politik adalah kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Perilaku politik yang ada di desa Gedongjetis yaitu warga melakukan pemilihan untuk memilih pemimpin atau kepala desa. Namun yang terjadi di desa Gedongjetis adalah sesuatu yang berbeda, pada saat pemilihan kepala desa warga tidak hanya memberi dukungan moril (suara) tetapi juga dukungan materiil (uang dan bahan makanan) kepada salah satu calon kepala desa. Perilaku politik yang
66
dilakukan warga Gedongjetis dipengaruhi oleh faktor identiifikasi figur, identifikasi partai politik, dan isu kampanye. Warga melihat figur calon kepala desa secara langsung sehingga mereka dapat menilai calon kepala desa yang menjadi pemimpin mereka. Warga juga melihat partai politik yang menjadi pilihan calon kepala desa dan isu kampanye yang telah dijanjikan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan warga. Temuan studi yang didapat di desa Gedongjetis sesuai dengan yang dikemukakan Ambo Upe (2008:205) faktor yang mempengaruhi perilaku politik warga antara lain adalah identifikasi figur, identifikasi partai politik, isu kampanye, juru kampanye, hibah politik, dan kelompok penekan. 2. Pemerintahan yang baik (good governance) adalah pemerintahan yang baik dalam ukuran proses maupun hasil-hasilnya, semua unsur bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat, dan lepas dari gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambat laju pembangunan. Jadi untuk menciptakan pemerintahan yang baik di desa Gedongjetis maka unsur-unsur yang ada dalam pemerinthan desa tersebut bisa bergerak sinergis, tidak saling berbenturan antara perangkat desa dan memperoleh dukungan dari warga Gedongjetis serta tidak ada gerakangerakan anarkis dari warga Gedongjetis yang bisa menghambat laju pembangunan. Kepala desa Gedongjetis sudah mampu mewujudkan prinsip good governance antara lain partisipasi, orientasi kesepakatan, responsif. Prinsip partisipasi yang sudah dilaksanakan kepala desa Gedongjetis yaitu adanya keterlibatan warga dalam membuat keputusan walau dalam hal yang sederhana. Selain itu kepala desa Gedongjetis dalam menyelesaikan masalah selalu berdasar kesepakatan bersama melalui musyawarah mufakat serta beliau peduli pada pendidikan warga yaitu kepala desa membuatkan mushola untuk kelancaran kegiatan belajar karena tingkat pendidikan di desa Gedongjetis tergolong rendah. Sedangkan prinsip-prinsip good governance yang belum mampu diwujudkan seperti penegakan hukum, transparansi,
67
keadilan, efektivitas, akuntabilitas, dan visi strategis. Untuk mewujudkan cita good governance harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan hukum namun yang terjadi di desa Gedongjetis segala sesuatunya diselesaikan berdasar kesepakatan. Prinsip transparansi tidak terlihat pada pemerintahan kepala desa Gedongjetis segala sesuatu diurusi sendiri oleh kepala
desa
terutama mengenai
bantuan dari
Pemerintah
Daerah.
Pemerintahan kepala desa yang sudah berjalan kurang lebih satu tahun ini kepala desa kurang adanya efektivitas hal tersebut terlihat masih terdapat jalan-jalan yang rusak yang belum diperbaiki juga terdapat diskriminasi dalam hal pelayanan misalnya dalam penyertifikatan tanah. Kepala desa kurang memiliki visi strategis beliau belum mampu meningkatkan hasil pertanian yang mana hal tersebut harus didukung dengan fasilitas tertentu. Sampai sekarang kepala desa belum mampu mempertanggungjawabkan program kerja yang disampaikan pada saat pencalonan yaitu pembuatan saluran irigasi untuk persawahan. Temuan ini sesuai dengan hasil kajian Lembaga
Administrasi
Negara
(LAN)
bahwa
prinsip
yang
harus
dilaksanakan dan dikembangkan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik yaitu partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi kesepakatan, keadilan, efektivitas, akuntabilitas, dan visi strategis.
68
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian didapat suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Perilaku politik warga Gedongjetis pada saat pemilihan kepala desa berbeda dengan perilaku warga di desa-desa lain pada saat pemilihan kepala desa. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik di desa Gedongjetis warga memberi dukungan sepenuhnya kepada salah satu calon kepala desa. Dukungan tersebut berupa dukungan moril dan materiil. Dukungan moril berupa pemberian suara kepada calon kepala desa yang didukung, sedangkan dukungan materiil berupa uang dan bahan kebutuhan pokok untuk keperluan persiapan pencalonan. Perilaku warga yang demikian di pengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah identifikasi figur, identifikasi partai politik dan isu kampanye. 2. Pemerintahan yang baik (good governance) akan terwujud apabila kepala desa Gedongjetis mampu mewujudkan prinsip-prinsip good governance, dan melaksanakan tugas serta wewenangnya. Kepala desa Gedongjetis baru mampu mewujudkan prinsip partisipasi yaitu didalam pemerintahan kepala desa Gedongjetis terdapat peran serta warga dalam pengambilan keputusan. prinsip yang lain yang sudah dapat diwujudkan adalah orientasi kesepakatan, kepala desa Gedongjetis dalam memutuskan segala sesuatu berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan kesepakatan bersama serta kepala desa peduli terhadap kesejateraan warga terutama dalam hal pendidikan. Selain prinsip-prinsip yang sudah dipenuhi tersebut masih terdapat prinsip good governance yang belum dapat diwujudkan antara lain penegakan hukum, tranparansi, keadilan, efektifitas, akuntabilitas, dan visi strategis. Dengan
68
69
demikian harapan warga untuk merubah sistem pemerintahan good governance belum terwujud. B. Implikasi Berdasarkan pada kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas maka diperoleh implikasi sebagai berikut: 1. Perilaku politik adalah kegiatan yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajiban sebagai insan politik. Sesuai dengan pengertian di atas maka warga Gedongjetis telah melakukan kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksaan keputusan politik guna memenuhi hak dan kewajiban sebagai insan politik dalam pemilihan kepala desa. Warga desa Gedongjetis telah menggunakan hak politiknya dengan melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin. Perilaku politik warga dalam pemilihan kepala desa di Desa Gedongjetis Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten berbeda dengan perilaku warga di desadesa lain pada saat pemilihan kepala desa. Warga desa Gedongjetis melakukan hal yang berbeda dalam menentukan pilihan pada saat Pilkades dengan memilih calon kepala desa yang tidak menggunakan uang untuk mendapat dukungan. Warga berbuat demikian karena dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya identifikasi figur, identifikasi partai politik, dan isu kampanye. Dengan perilaku warga yang demikian maka dapat mengurangi paktik politik uang dalam setiap pemilihan kepala desa. 2. Kinerja pemerintahan kepala desa di Desa Gedongjetis belum dapat mewujudkan pemerintahan yang baik, dalam perwujudan good governance pemerintah harus mampu melaksanakan sembilan prinsip good governance menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) (Triyanto, 2006:26) yaitu partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsif, orientasi kesepakatan, keadilan, efektivitas, akuntabilitas, dan visi strategis. Di desa Gedongjetis belum terwujud good governance prinsip yang sudah dapat dilaksanakan hanya partisipasi, responsif, dan orientasi kesepakatan, sedangkan prinsip yang belum dapat dilaksanakan yaitu penegakan hukum, tranparansi, keadilan, efektifitas, akuntabilitas, dan visi strategis. Dengan demikian kepala desa
70
belum dapat mewujudkan harapan dari masyarakat yang telah mendukungnya sehingga good governance belum tercapai. Maka kepala desa Gedongjetis harus berusaha lagi agar mampu melaksanakan prinsip-prinsip good governance. C. Saran 1. Bagi Program Pendidikan Kewarganegaraan a. Diharapkan mampu menciptakan warga negara yang tangguh yang tidak mudah terpengaruh oleh money politics dalam memilih pemimpin b. Diharapkan mampu memberikan pendidikan politik terkait dengan hak dan kewajiban warga negara sehingga warga mampu menggunakan hak politiknya dengan baik. 2. Bagi kepala desa Gedongjetis a. Kepala desa sebagai seseorang yang mempunyai jabatan tertinggi di desa diharapkan mampu memberi contoh kepada masyarakat b. Sebagai seseorang yang sudah dipercaya masyarakat sebaiknya mampu mewujudkan apa yang menjadi harapan masyarakat c. Pemerintah desa Gedongjetis diharapkan mampu menghilangkan budaya KKN yang selama ini berkembang di pemerintahan desa d. Pemerintah desa Gedongjetis diharapkan mampu meminimalisir praktik money politics disetiap pesta politik khususnya Pilkades 3. Bagi masyarakat Desa Gedongjetis a. Masyarakat desa Gedongjetis diharapkan mampu mengawasi kinerja pemerintahan sehingga tercipta good governance b. Masyarakat desa Gedongjetis diharapkan dalam memilih pemimpin tidak semata-mata karena uang.
71
DAFTAR PUSTAKA Ambo Upe. 2008. Sosiologi Politik Kontemporer. Jakarta : Prestasi Pustaka Anonim. Peraturan Bupati Klaten Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pemilihan Pengangkatan Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa. Anonim. 2008. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Indonesia ….: Bandung: Fokusmedia Anonim. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Trinity Anonim. 2006. Himpunan Peraturan dan Petunjuk Pelaksanaan Pemerintahan Desa dan Kelurahan. Bandung : Fokusmedia Budiyanto. 2004. Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga Firmansyah . 2007 . Marketing Politik. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Lexy J Moleong. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya Ritzer, George, & Goodman J Douglas. 2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Perdana Media Sarlito Wirawan Sarwono. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Sevilla G Consuelo. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: UI Pers. Soerjono soekanto. 2000. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indo Srijanti. 2006. Etika Berwarga Negara. Jakarta: Salemba Empat. Sudjiono Sastroadmodjo . 1995 . Perilaku Politik. Semarang : IKIP Semarang Pers Suharti. 2005. Hubungan Sikap Terhadap Money Politics dengan Partisipasi Politik... Surakarta: Skripsi Sutopo HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Pers Triyanto, SH. MHum. 2006.Hand Out Negara Hukum dan Ham. Surakarta. ____________2007. PKN Progresif ISSN 1907-5332. Surakarta Winarno Surakmad. 2004. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito
71
72
Sumber Internet Muhamad Syafii. ”Pelaku Money Politics Dalam Pilkades akan dipidana” (http: Radio Komunitas suara warga. Com diakses tanggal 7 Juni 2008) Raffy Machrifani ”Pengaruh Keyakinan Pada Nilai-nilai Good Governance dan Sikap Proaktif Terhadap Penciptaan Transparansi” (path: Top>>S2- S2Theses>>Develoment Studies>>2002) Saefulloh Fatah.eep. ”Pemilih Harus Dipersiapkan Untuk Maknai Pilkada”. (online) ( http : www. Kompas .com / kompas diakses tanggal 22 januari 2008) www.wikipedia.org.id.,”Perilaku Politik” di akses tanggal 15 Mei 2008 www.blog.ridho.net ”Pilkades Klaten” di akses 7 Juni 2008