SKRIPSI
MEMPELAJARI TEKNOLOGI PENGOLAHAN MANISAN SEMI BASAH BUAH TROPIS
Oleh : MUHAMMAD LUTFI F24104121
2010 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Mempelajari Teknologi Pengolahan Manisan Semi Basah Buah Tropis Nama : Muhammad Lutfi NIM : F24104121
Menyetujui : Dosen Pembimbing Akademik,
Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr (NIP : 19610502.198603.001)
Mengetahui : Ketua Departemen ITP,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc (NIP : 19650814.199002.001)
Tanggal lulus : 21 Juni 2010
Muhammad Lutfi F24104121. Mempelajari Teknologi Pengolahan Manisan Semi Basah Buah Tropis. Dibawah bimbingan Slamet Budijanto (2010).
RINGKASAN Kerusakan bahan pangan terutama produk hortikultura seperti buah dan sayur di Indonesia terbilang tinggi. Kurang lebih 20 – 40 % buah-buahan mengalami kerusakan setelah panen. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan teknologi yang tepat dalam hal pemanenan dan penanganan pasca-panen agar kehilangan (loss) dapat ditekan serendah mungkin. Salah satu usaha pengawetan buah adalah dengan pengolahan menjadi produk yang memiliki kadar air rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan aplikasi panas (pengeringan), penambahan gula, atau gabungan keduanya. Salah satu pengolahan buah yang banyak dilakukan adalah pembuatan manisan. Pada penelitian ini dicoba pembuatan manisan semi basah dari buah belimbing manis, nanas, dan pepaya. Tujuan pembuatan manisan semi basah adalah memformulasi teknologi proses pengolahan manisan semi basah yang dapat diaplikasikan pada industri kecil serta dapat mengurangi kehilangan (loss) buah-buahan pasca-panen. Penelitian ini terdiri atas tiga tahap penelitian. Tahap pertama meliputi penentuan ketebalan potongan buah terbaik, penentuan konsentrasi dan waktu perendaman dalam larutan kapur, penentuan waktu blansir, dan penentuan kombinasi larutan gula. Seleksi penilaian pada tahap pertama dilakukan oleh 5 orang panelis terbatas. Tahap kedua adalah pengamatan terhadap pengaruh metode pengeringan. Perlakuan yang dilakukan dalam tahap ini adalah jenis, suhu, dan waktu pengeringan. Jenis pengeringan yang dilakukan adalah pengeringan kabinet dengan suhu 50 0C selama 4 jam (a1) dan 6 jam (a2); 60 0C selama 4 jam (b1) dan 6 jam (b2); dan penjemuran dibawah sinar matahari langsung selama 2 hari penjemuran (12 – 15 jam) (c). Seleksi pemilihan sampel paling optimal dilakukan dengan melakukan uji organoleptik oleh 30 orang panelis dengan parameter uji warna, aroma, tekstur, rasa, dan kerenyahan. Produk yang terpilih sebagai yang paling baik kemudian digunakan dalam tahap berikutnya. Tahap ketiga adalah penggunaan bahan dusting untuk menutupi sisa-sisa larutan gula. Perlakuan yang dilakukan adalah jenis bahan dusting yang digunakan. Bahan dusting yang digunakan dalam percobaan adalah campuran tepung gula dan tepung kanji (1 : 1) (A), glukosa kristal (B), dan dekstrin kristal (C). Seleksi pemilihan sampel paling optimal dilakukan dengan melakukan uji organoleptik oleh 30 orang panelis dengan parameter uji warna, aroma, tekstur, rasa, dan kerenyahan. Produk terpilih dari uji organoleptik ini kemudian diuji mutu kimia, fisik, dan mikrobiologinya. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah produk manisan yang memiliki karakteristik yang baik. Formula produk manisan belimbing yang paling disukai adalah formulasi A (ukuran 3 cm x 0,5 cm sejajar sirip buah, perendaman larutan CaCl2 500 ppm dan Na-metabisulfat 150 ppm 30 menit, blansir 85 0C 2 menit, perendaman larutan gula pasir 40 0brix 12 jam, larutan gula pasir 55 0brix 12 jam, larutan gula batu 70 0brix 12 jam, proses pengeringan kabinet 50 0C 4 jam, dan bahan dusting campuran tepung gula dan tepung kanji). Formula produk manisan nanas yang paling disukai adalah formulasi B (ukuran 3 cm x 0,5 cm
potongan sejajar, perendaman larutan CaCl2 500 ppm 30 menit, blansir 85 0C 1 menit, perendaman larutan gula pasir 40 0brix 12 jam, larutan gula pasir 55 0brix 12 jam, larutan gula batu 70 0brix 12 jam, dan pengeringan suhu 60 0C selama 2 jam menggunakan pengering kabinet, dan bahan dusting glukosa kristal). Sedangkan formula produk manisan pepaya yang paling disukai adalah formulasi B (ukuran 3 cm x 0,5 cm, konsentrasi CaCl2 500 ppm 30 menit, blansir 85 0C 1 menit, perendaman larutan gula pasir 40 0brix 12 jam, larutan gula pasir 55 0brix 12 jam, larutan gula batu 70 0brix 12 jam, pengeringan kabinet suhu 60 0C selama 2 jam, dan bahan dusting glukosa kristal). Produk manisan semi basah yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki nilai mutu kimia, fisik, dan mikrobiologi yang cukup baik. Teknologi pembuatan manisan semi basah ini juga dapat diaplikasikan pada berbagai macam produk hortikultura dengan sedikit penyesuaian.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Oktober 1986. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Djeni Hendra dan Nurhayati Syarif. Pendidikan yang pernah diikuti oleh penulis adalah TK Insan Kamil, SDN Empang III Bogor, SLTPN 4 Bogor, dan SMAN 4 Bogor. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan setelah diterima di Insitut Pertanian Bogor pada program studi Ilmu dan Teknologi Pangan melalui jalur SPMB pada tahun 2004. Semasa kuliah penulis aktif mengikuti kegiatan-kegiatan kemahasiswaan diantaranya sebagai anggota panitia BAUR 2006, anggota divisi Logistik dan Transportasi NSPC 2006, dan Kepala Divisi Logistik dan Transportasi NSPC 2007. Penulis juga pernah mengikuti Praktik Lapang di PT. Ciptayasa Putra Mandiri pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Skripsi yang berjudul “Teknologi Pembuatan Manisan Semi Basah Pepaya (Carica papaya), Belimbing manis (Averrhoa carambola L.), dan Nanas (Ananas comosus (L) merr)” ini merupakan laporan hasil penelitian yang penulis lakukan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana di Instutut Pertanian Bogor. Selama kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi ini tentu tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu dan Bapak tercinta, adik dan kakakku atas do’a dan dukungannya. 2. Bapak Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr. sebagai dosen pembimbing akademik atas segala kesabaran, dukungan, arahan, dan bimbingannya. 3. Bapak Dr.Ir.Yadi Haryadi, MSc dan Ibu Dr. Ir. Dede R. Adawiah, M.Si atas kesediaannya menjadi dosen penguji dan bimbingannya kepada penulis. 4. Teman seperjuangan satu bimbingan, Yuliana. 5. Mbak Febri, Mbak Iin, Mang Ujang, dan Mang Zaenal. Terimakasih atas pinjaman ruang dan alat-alat di Technopark. 6. Teman-teman TPG 39, 40, 41, dan 42 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 7. Semua teknisi dan laboran. Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Rojak, Teh Ida, Bu Rubiyah. Terima kasih atas bantuannya. 8. Pak Aryo dan Pak Leman sebagai supplier pepaya IPB-9. 9. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian maupun penulisan skripsi.
Dalam penulisan skripsi ini tak lepas dari kekurangan dan kesalahan dan penulis mohon maaf. Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juni 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
x
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ......................................................................
1
B. TUJUAN PENELITIAN ...................................................................
2
C. MANFAAT PENELITIAN...............................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEPAYA ...........................................................................................
3
B. BELIMBING MANIS.......................................................................
4
C. NANAS .............................................................................................
6
D. TEKNOLOGI PENGOLAHAN MANISAN SEMI BASAH..........
7
E. BAHAN TAMBAHAN PANGAN ..................................................
8
1. Kalsium Klorida (CaCl2) ...............................................................
8
2. Asam Sitrat ....................................................................................
9
3. Potasium Sorbat ............................................................................
9
F. GULA................................................................................................
11
G. GLUKOSA KRISTAL ......................................................................
12
H. DEKSTRIN .......................................................................................
13
I. PENGERINGAN ..............................................................................
14
1. Teori Pengeringan .........................................................................
14
2. Pengeringan Buah .........................................................................
15
3. Metode Pengeringan......................................................................
16
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT .......................................................................
20
B. PEMBUATAN MANISAN SEMI BASAH .....................................
20
Halaman C. METODE PENELITIAN ..................................................................
23
1. Tahap Pertama.............................................................................
23
2. Tahap Kedua ...............................................................................
25
3. Tahap Ketiga ...............................................................................
25
4. Analisis Produk Terpilih ............................................................
26
E. METODE ANALISIS .......................................................................
27
1. Kadar Air.....................................................................................
27
2. Kadar Abu ...................................................................................
27
3. Kadar Protein ..............................................................................
27
4. Kadar Lemak ...............................................................................
28
5. Kadar Karbohidrat .......................................................................
29
6. Rendemen ....................................................................................
29
7. Uji Keasaman (pH) .....................................................................
29
8. Uji Kekerasan ..............................................................................
29
9. Uji Aktifitas Air (aw) ...................................................................
29
10. Uji Mikrobiologi .........................................................................
30
11. Uji Organoleptik .........................................................................
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TAHAP PERTAMA .........................................................................
32
1. Penentuan Ukuran Pemotongan ..................................................
32
2. Penentuan Konsentrasi dan Waktu Perendaman Larutan Kapur
33
3. Penentuan Suhu dan Waktu Blansir ............................................
34
4. Penentuan kombinasi larutan gula ..............................................
35
B. TAHAP KEDUA ..............................................................................
37
1. Nilai Warna .................................................................................
37
2. Nilai Aroma.................................................................................
39
3. Nilai Tekstur ...............................................................................
40
4. Nilai Rasa ....................................................................................
42
5. Nilai Kerenyahan ........................................................................
43
C. TAHAP KETIGA .............................................................................
45
1. Nilai Warna .................................................................................
46
Halaman 2. Nilai Aroma.................................................................................
48
3. Nilai Tekstur ...............................................................................
50
4. Nilai Rasa ....................................................................................
51
5. Nilai Kerenyahan ........................................................................
53
D. ANALISIS PRODUK TERPILIH ....................................................
55
1. Mutu Kimia Manisan Semi Basah ..............................................
55
2. Mutu Fisik Manisan Semi Basah ................................................
60
3. Mutu Mikrobiologi Manisan Semi Basah ...................................
63
E. VERIFIKASI PROSES PEMBUATAN MANISAN SEMI BASAH ..............................................................................................
66
1. 2. 3. 4.
Pembuatan larutan kapur CaCl2 0,5 % ........................................
66
0
66
0
66
Pembuatan larutan gula pasir 40 brix ........................................ Pembuatan larutan gula pasir 55 brix ....................................... 0
67
0
Pembuatan larutan gula batu 70 brix ........................................
5.
Pembuatan larutan gula batu 70 brix ........................................
67
6.
Pembuatan manisan semi basah buah nanas ...............................
69
7.
Pembuatan manisan semi basah buah pepaya .............................
70
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN .................................................................................
73
B. SARAN .............................................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
75
LAMPIRAN ..................................................................................................
78
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Komposisi kimia pepaya per 100 g..........................................
4
Tabel 2.
Komposisi kimia belimbing manis per 100 g ..........................
5
Tabel 3.
Batas penggunaan potasium sorbat di Indonesia .....................
11
Tabel 4.
Data uji organoleptik terbatas penentuan ketebalan potongan...................................................................................
32
Data uji organoleptik terbatas penentuan konsentrasi dan lama perendaman dalam larutan kapur .............................
34
Data uji organoleptik terbatas penentuan suhu dan waktu blansir ............................................................................
35
Tabel 7.
Data uji organoleptik terbatas kombinasi larutan gula ............
36
Tabel 8.
Data produk terpilih dari penelitian tahap pertama ................
36
Tabel 9.
Komposisi kimia formula manisan semi basah hasil analisis proksimat (% bb) ........................................................
56
Aktivitas air (aw) minimum pertumbuhan mikroba pada bahan pangan ...........................................................................
62
Hasil perhitungan koloni manisan semi basah dengan metode TPC .............................................................................
63
Standar mutu dehydrated fruit (SNI 01-3710-1990) ...............
65
Tabel 5. Tabel 6.
Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12.
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Bagan alir pembuatan manisan buah semi basah ...................
22
Gambar 2.
Histogram pengaruh formulasi pengeringan terhadap skor rata-rata kesukaan warna manisan ..........................................
38
Histogram pengaruh formulasi pengeringan terhadap skor rata-rata kesukaan aroma manisan ..........................................
40
Histogram pengaruh formulasi pengeringan terhadap skor rata-rata kesukaan tekstur manisan .........................................
43
Histogram pengaruh formulasi pengeringan terhadap skor rata-rata kesukaan rasa manisan .............................................
43
Histogram pengaruh formulasi pengeringan terhadap skor rata-rata kesukaan kerenyahan manisan .................................
44
Histogram pengaruh formulasi dusting terhadap skor rata-rata kesukaan warna manisan ..........................................
48
Histogram pengaruh formulasi dusting terhadap skor rata-rata kesukaan aroma manisan ..........................................
49
Histogram pengaruh formulasi dusting terhadap skor rata-rata kesukaan tekstur manisan .........................................
51
Gambar 10. Histogram pengaruh formulasi dusting terhadap skor rata-rata kesukaan rasa manisan .............................................
53
Gambar 11. Histogram pengaruh formulasi dusting terhadap skor rata-rata kesukaan kerenyahan manisan .................................
54
Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9.
Gambar 12. Bagan alir pembuatan manisan buah belimbing semi basah .......................................................................................
68
Gambar 13. Bagan alir pembuatan manisan buah nanas semi basah .........
70
Gambar 14. Bagan alir pembuatan manisan buah pepaya semi basah .......
71
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data jumlah produksi beberapa jenis buah di Indonesia .......
78
Lampiran 2. Form quisioner uji organoleptik .............................................
78
Lampiran 3. Sidik ragam uji hedonik warna belimbing manis tahap kedua .......................................................................................
79
Lampiran 4. Sidik ragam uji hedonik warna nanas tahap kedua.................
79
Lampiran 5. Sidik ragam uji hedonik warna pepaya tahap kedua ..............
80
Lampiran 6. Sidik ragam uji hedonik aroma belimbing manis tahap kedua .......................................................................................
81
Lampiran 7. Sidik ragam uji hedonik aroma nanas tahap kedua ................
81
Lampiran 8. Sidik ragam uji hedonik aroma pepaya tahap kedua ..............
82
Lampiran 9. Sidik ragam uji hedonik tekstur belimbing manis tahap kedua .......................................................................................
83
Lampiran 10. Sidik ragam uji hedonik tekstur nanas tahap kedua ...............
83
Lampiran 11. Sidik ragam uji hedonik tekstur pepaya tahap kedua .............
84
Lampiran 12. Sidik ragam uji hedonik rasa belimbing manis tahap kedua ..
85
Lampiran 13. Sidik ragam uji hedonik rasa nanas tahap kedua ....................
85
Lampiran 14. Sidik ragam uji hedonik rasa pepaya tahap kedua ..................
86
Lampiran 15. Sidik ragam uji hedonik kerenyahan belimbing manis tahap kedua .......................................................................................
87
Lampiran 16. Sidik ragam uji hedonik kerenyahan nanas tahap kedua ........
87
Lampiran 17. Sidik ragam uji hedonik kerenyahan pepaya tahap kedua ......
88
Lampiran 18. Sidik ragam uji hedonik warna belimbing manis tahap ketiga ......................................................................................
89
Lampiran 19. Sidik ragam uji hedonik warna nanas tahap ketiga ................
89
Lampiran 20. Sidik ragam uji hedonik warna pepaya tahap ketiga ..............
90
Lampiran 21. Sidik ragam uji hedonik aroma belimbing manis tahap ketiga ......................................................................................
91
Lampiran 22. Sidik ragam uji hedonik aroma nanas tahap ketiga ................
91
Lampiran 23. Sidik ragam uji hedonik aroma pepaya tahap ketiga ..............
92
Halaman Lampiran 24. Sidik ragam uji hedonik tekstur belimbing manis tahap ketiga ......................................................................................
92
Lampiran 25. Sidik ragam uji hedonik tekstur nanas tahap ketiga ...............
93
Lampiran 26. Sidik ragam uji hedonik tekstur pepaya tahap ketiga .............
94
Lampiran 27. Sidik ragam uji hedonik rasa belimbing manis tahap ketiga ..
94
Lampiran 28. Sidik ragam uji hedonik rasa nanas tahap ketiga ....................
95
Lampiran 29. Sidik ragam uji hedonik rasa pepaya tahap ketiga .................
95
Lampiran 30. Sidik ragam uji hedonik kerenyahan belimbing manis tahap ketiga .............................................................................
96
Lampiran 31. Sidik ragam uji hedonik kerenyahan nanas tahap ketiga ........
97
Lampiran 32. Sidik ragam uji hedonik kerenyahan pepaya tahap ketiga .....
97
Lampiran 33. Data hasil pengujian sampel manisan semi basah menggunakan Texture Analizer .............................................
98
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas hasil pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Salah satu komoditas hortikultura yang potensial adalah buah-buahan. Penanganan pra-panen maupun pasca-panen menjadi hal penting dalam peningkatan produksi buahbuahan. Kurang lebih 20 – 40 % buah-buahan mengalami kerusakan setelah panen. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan teknologi yang tepat dalam hal pemanenan dan penanganan pasca-panen agar kehilangan (loss) dapat ditekan serendah mungkin. Sifat
mudah
rusak
pada
buah-buahan
disebabkan
masih
berlangsungnya aktivitas pernapasan dan penguapan setelah panen. Proses kerusakan semakin dipercepat dengan adanya perubahan fisik, kimia, dan biokimia akibat aktivitas enzim dan mikroba (Harris, 1989). Beberapa jenis buah-buahan yang potensial tetapi mudah rusak adalah pepaya, belimbing, dan nanas. Ketiga buah tersebut sangat potensial untuk dikembangkan karena sangat digemari dan juga bernilai ekonomi tinggi. Selain itu, ketiganya juga memiliki rasa yang enak dan aroma yang khas. Buah-buahan ini adalah salah satu komoditas ekspor non migas yang potensial (Sosrodihardjo, 1988). Hal ini dapat dilihat dari data Biro Pusat Statistik pada Lampiran 1. Kesegaran dan keawetan komoditas buah-buahan dapat dipertahankan melalui beberapa metode, diantaranya dengan pemberian lapisan lilin, metode CAS (Control Atmosphere Storage), dan metode MAP (Modified Atmosphere Packaging). Meskipun dapat memperpanjang umur simpan, metode-metode ini tetap mengalami kendala dalam aplikasinya, termasuk investasi yang terlalu mahal. Produk manisan buah semi basah merupakan salah satu teknologi alternatif yang dinilai dapat dikembangkan untuk mengatasi hal tersebut. Pengeringan buah dapat dilakukan dengan alat pengering dan sinar matahari. Metode pengeringan dan alat pengering yang digunakan berbeda-beda untuk setiap buah olahan kering yang dihasilkan. Hasil pengeringan ini mungkin
akan mengalami perubahan warna dan tekstur karena air yang terkandung dalam buah akan berkurang. Berkurangnya kadar air buah inilah yang menyebabkan produk akhir lebih tahan lama. Meskipun demikian, produk akhir yang dihasilkan juga harus mempunyai warna, tekstur, dan penampilan yang baik atau mendekati penampakan awalnya, serta tidak terkontaminasi oleh kapang selama masa penyimpanan.
B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan memformulasi teknologi proses pengolahan manisan semi basah yang dapat diaplikasikan pada industri kecil serta dapat mengurangi kehilangan (loss) buah pepaya, belimbing, dan nanas pascapanen.
C. MANFAAT PENELITIAN Tersedianya teknologi pengolahan manisan buah semi basah yang dapat diaplikasikan pada industri kecil.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PEPAYA Pepaya (Carica papaya) adalah tanaman yang digolongkan ke dalam Caricaceae. Tanaman pepaya bukan merupakan tanaman asli Indonesia melainkan berasal dari Amerika Utara dan Amerika Selatan (Arriola et al. 1980). Berbagai sebutan pepaya di Indonesia dikenal seperti Gedang (Sunda, Bali), Kates (Jawa, Madura, Sasak, Palembang), Kabula (Enggota), Pente (Aceh), Betik (Karo), dan lain-lain (Rismunandar, 1980). Pepaya mempunyai daerah penyebaran sangat luas yang meliputi daerah tropik dan subtropik di seluruh dunia (Arriola et al. 1980). Tanaman pepaya dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh pohon pepaya, semakin berkurang rasa manis buahnya. Di Indonesia tanaman pepaya dapat tumbuh dengan baik di dataran rendah sampai daerah dengan ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Kulit pepaya bertekstur halus, tipis, dan mudah rusak. Warna pepaya berkisar antara oranye sampai merah bila matang. Secara tradisional, warna pepaya digunakan sebagai parameter kematangan buah. Tingkat kematangan buah pepaya ditunjukkan dengan munculnya warna kuning sampai oranye pada kulit pepaya. Pepaya merupakan buah segar dengan kandungan vitamin C tinggi. Selain itu, buah pepaya juga mengandung vitamin A dan vitamin B kompleks (Arriola et al. 1980). Buah pepaya matang memiliki nilai gizi lebih tinggi dibandingkan dengan buah pepaya mentah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Selama proses pematangan, kandungan vitamin C buah pepaya semakin meningkat. Hal ini merupakan pengecualian dari kebanyakan buah, karena buah-buahan lain mengalami penurunan kadar vitamin C selama pematangan. Selama pematangan, terjadi pula peningkatan persentase karoten dan xantofil.
Tabel 1.
Komposisi kimia pepaya per 100 g Komponen
Buah matang
Buah mentah
46
26
Air (g)
86.7
92.3
Protein (g)
6.5
2.1
Lemak (g)
-
0.1
Karbohidrat (g)
12.2
4.9
Vitamin A (IU)
365
50
Vitamin B (mg)
0.04
0.02
Vitamin C (mg)
78
19
Kalsium (mg)
23
50
Besi (mg)
1.7
0.4
Fosfor (mg)
12
16
Energi (kkal)
Sumber : Arriola et al. (1980) Metabolisme dari polisakarida dalam dinding sel menyebabkan kadar gula buah pepaya meningkat. Total gula
yang terkandung dalam 100
grambuah pepaya matang adalah 9 gr. Total gula tersebut dinyatakan sebagai glukosa (Arriola et al., 1980).
B. BELIMBING MANIS Tanaman belimbing merupakan tanaman asli Indonesia dan Malaysia yang menyebar ke Asia Tenggara. Tanaman ini terdiri dari dua jenis yaitu, belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). meskipun dari keluarga yang sama, kedua jenis belimbing ini tidak memiliki persamaan baik dari penampakan maupun rasa buahnya. Belimbing manis memiliki bentuk yang unik dan menarik. Bentuknya seperti bintang jika dilihat penampang melintangnya dengan ukuran hingga sebesar gelas. Rasa manisnya bervariasi sesuai dengan jenis atau varietasnya. Semasa muda buah berwarna hijau muda, dan berubah kuning sampai kemerahan setelah tua.
Buah belimbing manis mempunyai kandungan vitamin dan air yang tinggi. Belimbing manis bermanfaat sebagai obat, antara lain untuk menyembuhkan sariawan, batuk rejan, sakit perut, demam dan menurunkan tekanan darah tinggi. Selain teksturnya yang berserat halus menjadikan belimbing berkhasiat untuk melancarkan pencernaan. Kandungan zat gizi buah belimbing dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.
Komposisi kimia belimbing manis per 100 g Komponen
Jumlah
Energi (kkal)
36
Air (g)
90
Protein (g)
0.4
Lemak (g)
0.4
Karbohidrat (g)
8.8
Vitamin A (IU)
170
Vitamin B1 (mg)
0.03
Vitamin C (mg)
35
Kalsium (mg)
4
Besi (mg)
1.1
Fosfor (mg)
12
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1990). Ada 13 jenis belimbing unggul di Indonesia. Jenis belimbing unggul biasanya dicirikan dengan produksi buah per pohon tinggi, ukuran buahnya besar dengan warna menarik, mengandung banyak air, berserat halus, rasa buahnya manis dan menyegarkan. Selain itu, tahan terhadap hama penyakit. Varietas belimbing unggul tersebut antara lain belimbing Demak, Sembiring, Bangkok, Paris, Dewi, Siwalan, Wulan dan Wijaya. Kualitas atau mutu buah belimbing ditentukan oleh waktu dan cara pemetikannya. Pemetikan yang dilakukan pada saat yang tepat akan menghasilkan buah yang enak dan warna buahnya juga lebih menarik. Pemetikan yang dilakukan pada saat buah belum siap panen akan
menurunkan kualitas buah, dengan rasa yang asam dan sepat, warnanya tidak menarik, dan jika dibiarkan masak dalam penyimpanan akan menyebabkan buah keriput dan pucat. Ciri buah yang siap panen adalah ukurannya besar (maksimal), telah matang dan warnanya berubah dari hijau menjadi kuning atau merah, tergantung pada varietasnya. Selain itu ciri buah belimbing siap panen dapat dilihat dari kulitnya yang mengkilap dan daging pada siripnya (belimbingan) sudah tampak penuh.
C. NANAS Menurut Mulyohardjo (1984), tanaman nanas sudah lama dikenal di Indonesia, namun bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan dan Hindia Barat. Tanaman nanas merupakan tanaman berbentuk semak yang mempunyai batang semu dengan tinggi 30 – 50 cm, berdaun tepi panjang dengan tepi berduri atau runcing. Buah nanas sesungguhnya merupakan buah majemuk. Buah yang tampak merupakan gabungan buah-buah kecil yang berjumlah 100 – 200 buah yang ditutupi daun-daun buah kecil. Buah-buah kecil tersebut dihubungkan dengan hati buah yaitu kelanjutan dari tangkai buah yang berserat. Buah nanas yang biasa ditanam hanyalah dua jenis, yaitu nanas yang mempunyai mata menonjol dan rata. Varietas Ananas comosus yang penting : 1.
Spanish (berdaging putih). Jenis ini mempunyai daun yang panjang kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat bermata pipih dan besar. Jenis ini cocok untuk dikalengkan atau dikonumsi segar. Contoh : Red spanish, Sugar loaf, Singapore spanish, Ananas vermelo, dan monte livio.
2.
Queen (berdaging kuning). Jenis ini mempunyai daun yang pendek dan berduri tajam membengkok kebelakang, buah berbentk krucut, mata buah menonjol, beraroma menarik, dan rasanya manis. Buah nanas Palembang dan nanas Bogor termasuk jenis ini.
3.
Cayenne. Jenis ini memiliki buah yang berbentuk silindris dengan berat 2.3 – 3.6 kg, penampilan bagus dan bermata datar. Nanas ini baik untuk dikalengkan atau diawetkan.
D. TEKNOLOGI PENGOLAHAN MANISAN SEMI BASAH Pembuatan manisan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pencucian, pemotongan, perendaman dalam larutan garam, perendaman dalam larutan kapur (CaCl2), blansir, perendaman dalam larutan gula disertai penambahan potasium sorbat dan asam askorbat, penirisan, dan pengeringan. Pangan semi basah atau intermediate moisture food (IMF) merupakan bahan pangan yang mempunyai kadar air antara 10 – 40 % dan aktifitas air (aw) antara 0.65 – 0.90 (Karel, 1976). Purnomo mendeskripsikan pangan semi basah sebagai bahan pangan yang memiliki kadar air sekitar 15 – 40 % dan memiliki aktifitas air antara 0.65 – 0.90. Pada tingkat aw tersebut, pertumbuhan bakteri dan khamir menjadi tertekan. Pangan semi basah termasuk pangan yang stabil terhadap pertumbuhan mikroba, tahan disimpan tanpa memerlukan proses pengawetan yang lain seperti pendinginan, sterilisasi ataupun pengeringan. Pangan semi basah merupakan makanan dengan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan makanan kering dan dapat dimakan tanpa rehidrasi (Taoukis et. Al. 1999). Pangan semi basah mempunyai prinsip pengolahan dengan menurunkan aw sampai tingkat dimana mikroba patogen dan pembusuk tidak dapat tumbuh, tetapi kandungan airnya masih cukup tinggi sehingga dapat dimakan tanpa rehidrasi terlebih dahulu dan cukup kering hingga stabil dalam penyimpanan (Leisner dan Rodel, 1976). Karel (1976) menyatakan bahwa cara pengolahan IMF dibedakan atas tiga cara yaitu cara pencelupan basah, cara pencelupan kering dan cara pencampuran. Pencampuran secara basah (moist infution) dimana potonganpotongan bahan dicampur menjadi satu dan dimasukkan dalam larutan tertentu sehingga menghasilkan produk pada tingkat aw yang diinginkan. Pencelupan kering (dry infution) dilakukan dengancara mendehidrasi bahan pangan kemudian dibasahkan kembali dengan mengocoknya dalam larutan
bertekanan osmose tertentu. Pencampuran (blending), semua bahan dicampur dan dimasak untuk mengatur kadar air sehingga menghasilkan makanan dengan aw tertentu. Berdsarkan klasifikasi teknologi produksi IMF modern tersebut terdapat dua tipe dasar pengolahan IMF modern, yaitu adsorpsi dan desorpsi. Pada tipe adsorpsi, bahan pangan dikeringkan sambil dikontrol proses pembasahan kembali sampai keadaan yang diinginkan sedangkan tipe desorpsi bahan pangan dimasukkan ke dalam larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih tinggi, sampai diperoleh keseimbangan pada tingkat aw yang diinginkan. Proses ini dapat dipercepat dengan menaikkan suhu (Robson, 1976). Menuruk Taoukis et. al. (1999), karakteristik produk IMF memiliki beberapa keunggulan dibandingkan produk kering konvensional atau makanan dengan kadar air tinggi. Proses pengolahan IMF lebih hemat energi dibandingkan pengeringan, refrigerasi, pembekuan atau pengalengan. Teknologi IMF juga menghasilkan produk dengan retensi nutrisi dan kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses lain seperti pengeringan dan proses panas. Sifat IMF yang plastis dan mudah dikunyah tanpa ada sensasi kering menjadikan produk IMF dapat secara langsung dikonsumsi tanpa penyiapan dan lebih convenience. Sifat plastis yang terdapat pada IMF, juga memudahkan pengemasan karena dapat dengan mudah dibentuk dengan ukuran dan bentuk geometris yang diharapkan. Taub dan Singh (1998), menyatakan bahwa pangan semi basah dapat dikonsumsi tanpa pemasakan dan dapat dikemas dalam kemasan yang fleksibel.
E. BAHAN TAMBAHAN PANGAN Bahan tambahan pangan yang dibutuhkan dalam pembuatan manisan semi basah buah pepaya, nanas, dan belimbing adalah CaCl2, asam sitrat, dan potasium sorbat. 1.
Kalsium Klorida (CaCl2) Kalsium klorida merupakan kristal putih yang memiliki berat molekul 110.98, titik leleh 772 0C, titik didih lebih dari 1600 0C, dan
larut dalam air. Kalsium klorida digunakan dalam produk pangan sebagai anticaking agent, antimicrobial agent, curing agent, firming agent, flavour
enhancer,
humektan,
sekuestran,
stabilizer,
pengental,
pembentuk tekstur, dan lain-lain. Perendaman dalam air kapur (CaCl2) bertujuan memperkuat jaringan permukaan buah. Pektin yang terdapat dari buah akan berinteraksi dengan kalsium yang berasal dari kalsium klorida hingga membentuk suatu kompleks, yaitu kalsium-pektat. Kompleks inilah yang akan memperkuat tekstur produk.
2.
Asam Sitrat Asam sitrat (C6H8O7) dengan nama kimia asam β-3-hidroksi,2hidroksi-1,2,3-propana trikarboksilik merupakan asidulan yang paling populer. Asam sitrat berbentuk kristal putih dan tidak berbau. Asam sitrat memiliki solubilitas dan stabilitas yang baik (Reddish F.G., 1957). Perendaman buah dalam larutan asam sitrat pada pembuatan manisan semi basah dilakukan untuk menurunkan pH, memperbaiki warna,
memperbaiki
tekstur,
dan
menambah
citarasa.
Dengan
menurunnya pH, aktivitas mikroorganisme dapat terhambat. Asam sitrat berfungsi sebagai chelating agent yaitu dapat mengikat logam-logam bivalen, seperti Mn, Mg, dan Fe yang sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologis. Oleh karena itu reaksi-reaksi biologis dapat dihambat dengan penambahan asam sitrat (Winarno dan Aman, 1981).
3.
Potasium Sorbat Asam sorbat, sodium, dan potasium sorbat efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang dan khamir dalam keju baked goods, sari buah, buah-buahan, sayuran segar, minuman ringan, pikel, sauerkraut, daging, dan produk-produk ikan (Rani, 1989). Asam sorbat dengan rumus kimia C6H8O2 merupakan padatan putih, berbentuk kristal, dan sedikit larut dalam air (0.15 g per 100 ml) pada suhu 20 0C (Sofos
dan Busta, 1993). Kelarutan asam sorbat dalam air akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Frazier, 1979). Kelarutan asam sorbat dalam air menurun dengan semakin tingginya konsentrasi NaCl, sukrosa, dan glukosa. Potasium sorbat dengan rumus kimia C6H7O2K merupakan bubuk putih, halus, dan sangat larut dalam air (139.2 g/100 ml) pada suhu 20 0C. Kelarutan dalam alkohol 2.0 g/100 ml pada suhu 20 0C (Sofos dan Busta, 1993). Asam sorbat dan garamnya aktif menghambat pertumbuhan kapang dan khamir tetapi tidak efektif menghambat pertumbuhan bakteri. Kisaran pH optimumnya lebih besar dari 6.5. Asam sorbat dan garamnya meningkat
aktivitasnya
sebagai
senyawa
antimikroba
dengan
menurunnya pH. Dalam keadaan tidak terdisosiasi, asam sorbat dan garamnya memiliki keaktifan yang paling tinggi dalam menghambat pertumbuhan mikroba. Asam sorbat 0.1 % pada pH 4.5 dapat menghambat pertumbuhan fungi yang berfilamen dan khamir. Pada konsentrasi yang sama pada pH 3.5 pertumbuhan bakteri asam laktat dapat dihambat (Rani, 1989). Sifat toksin asam sorbat dan garamnya sangat rendah, sekitar sepertiga kali asam benzoat (Kirk dan Othmer, 1985). Asam sorbat dan garamnya tidak mengakibatkan gangguan fisiologis dalam tubuh karena asam sorbat akan mengalami metabolisme menjadi CO2 dan H2O. Sebagai bahan pengawet, asam sorbat dan garamnya termasuk ke dalam kelompok GRAS (Generally Recognized as Safe) (Frazier, 1979). Di Indonesia pemakaian sorbat diatur dengan peraturan Menteri Kesehatan nomor 235/Men.Kes./Per/79. Batas penggunaan sorbat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3.
Batas penggunaan potasium sorbat di Indonesia Jenis makanan
Batas maksimum
Sirup, sari buah, jam, jelly
1000 mg/kg
Minuman ringan
400 mg/kg
Saus tomat, acar
1000 mg/kg
Margarin
1000 mg/kg
Ikan yang diawetkan
1000 mg/kg
Terasi (pasta ikan)
2000 mg/kg
Aprikot kering dan marmalade Sumber : Rani (1989)
500 mg/kg
F. GULA Gula merupakan senyawa kimia yang termasuk karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam air, serta mempunyai sifat aktif optis yang dijadikan ciri khas untuk mengenal setiap gula (Goutara, 1985). Beberapa macam gula antara lain glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa, dan laktosa. Setiap gula mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda misalnya dalam hal rasa manis, kelarutan dalam air, energi yang dihasilkan, mudah tidaknya difermentasi oleh mikroba tertentu, daya pembentukan karamel saat dipanaskan, dan pembentukan kristalnya (Winarno, 1988). Gula yang digunakan pada penelitian ini adalah sukrosa. Sukrosa merupakan senyawa oligosakarida dengan nama kimia -D-glukopiranosida-D-fruktofuranosida. Rumus molekul sukrosa C12H22O11, memiliki berat molekul 342.30 terdiri atas gugus glukosa dan fruktosa. Titik cair sukrosa adalah 186C (Kirk dan Othmer, 1985). Menurut Buckle et al. (1985), apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dalam konsentrasi tinggi minimum 40 % padatan terlarut, sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) bahan pangan akan berkurang. Hal yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi larutan gula yang digunakan untuk perendaman tidak boleh terlalu tinggi. Minifie dan Chem (1982) menyatakan
bahwa jika buah direndam dalam larutan gula panas dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari 75 % akan menyebabkan air keluar dari dinding sel buah lebih cepat dibandingkan dengan masuknya larutan gula ke dalam buah. Dengan adanya perbedaan yang besar antara kecepatan keluarnya air dan masuknya gula menyebabkan struktur sel dan tekstur buah menjadi keras dan berkerut. Selain itu, proses dehidrasi akan sulit mencapai optimum karena daerah dengan konsentrasi gula rendah akan terbentuk di sekitar potongan buah. Menurut Apriyantono (1985), konsentrasi gula yang dibutuhkan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme bervariasi bergantung dari jenis dan kandungan zat yang terdapat pada bahan makanan, tetapi pada umumnya 70 % gula akan menghentikan pertumbuhan seluruh mikroorganisme dalam makanan. Larutan gula dengan konsentrasi lebih rendah dari 70 % masih efektif menghentikan kegiatan mikroorganisme tetapi hanya dalam jangka waktu yang pendek, kecuali untuk makanan baru atau makanan yang bersifat asam.
G. GLUKOSA KRISTAL Glukosa kristal merupakan bahan pemanis berbentuk kristal yang mengandung gula D-glukosa. Pemanis kristal yang mengandung D-glukosa mengandung salah satu atau lebih dari tiga bentuk kristal D-glukosa, yaitu αD-glukopiranosa
monohidrat,
anhidrous
α-D-glukopiranosa,
dan
β-
glukopiranosa. Sedangkan menurut Raymond dan Othner (1954), dekstrosa (D-glukosa, gula jagung, gula pati, dan gula anggur), C6H12O6 BM = 180.16, merupakan kristal gula putih dengan tingkat kemanisan 70 % sukrosa. Dalam fasa larutan, dekstrosa terdapat bersama-sama dengan sejumlah bentuk-bentuk isomer termasuk bentuk α dan β. Pada keadaan kristal, αdekstrosa dipisahkan dari larutan aqueous sebagai monohidrat dengan suhu diatas 50 0C. Diatas 115 0C, β-dekstrosa dipisahkan dalam bentuk anhidrat. Ketiga bentuk kristal tersebut dihasilkan secara komersial, dan α-monohidrat sebagai bentuk paling umum (Raymond dan Othner, 1954).
Dekstrosa digunakan secara luas dalam industri permen dan roti, pada pengalengan buah-buahan dan sayuran, minuman dan industri lain yang memerlukan pemanis dan pewarna karamel (Raymond dan Othner, 1954). Sedangkan menurut Balagopalan et al. (1988), dekstrosa banyak digunakan dalam industri makanan sebagai pengembang, pembangkit cita rasa dan aroma juga berperan dalam pembentukan lapisan warna. Dalam industri farmasi, dekstrosa juga digunakan sebagai bahan pencampur dalam pembuatan obat (tablet) dan campuran dalam cairan infus.
H. DEKSTRIN Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis pati menajadi gula oleh panas, asam dan atau enzim. Dekstrin dan pati memiliki rumus umum yang sama, - [Cx(H2O)y)]n - (y = x - 1), dimana unit glukosa bersatu dengan yang lainnya membentuk rantai (polisakarida) tetapi dekstrin memiliki ukuran lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan pati. Dekstrin larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan alkohol. Dekstrin memiliki sifat seperti pati. Beberapa dekstrin bereaksi dengan iodin memberikan warna biru dan larut dalam alkohol 25 % (disebut amilodekstrin), berwarna coklat-kemerahan dan larut dalam alkohol 55 % (disebut eritrodekstrin) dan tidak membentuk warna dengan iodin serta larut dalam alkohol 70 % (disebut akhrodekstrin), yang juga diidentifikasi sebagai desktrosa
ekuivalen
(DE).
DE
yang
tinggi
menunjukkan
adanya
depolimerisasi pati yang besar. Maltodekstrin adalah produk dengan DE rendah. Dekstrin larut dalam air dingin dalam berbagai derajat tergantung pada kekuatan hidrolisisnya. Desktrin dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Dektrin dapat dibuat dari berbagai sumber pati seperti tapioka dan kentang ataupun jagung. Sifat viskositas yang rendah dari dekstrin menjadikan dekstrin sering dipakai dalam pembuatan jelli sebagai sumber padatan yang menstabilkan
I.
PENGERINGAN 1. Teori Pengeringan Pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara simultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering (Pramono, 1993). Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme penyebab pembusukan, dan kegiatan enzim didalam bahan pangan menjadi terhambat atau terhenti sehingga bahan memiliki masa simpan yang lebih lama (Taib et al. 1988). Jumlah kandungan air pada bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba, dan biasanya dinyatakan sebagai water activity (aw). Water activity adalah jumlah air bebas bahan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Besarnya nilai aw bahan harus diatur karena mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran nilai aw tertentu. Bahan yang mempunyai nilai aw di bawah 0.7 biasanya sudah dianggap cukup baik dan tahan dalam penyimpanan. Berdasarkan proses penguapan air, terdapat tiga macam proses pengeringan. Pertama, panas diberikan karena kontak langsung dengan udara panas pada tekanan atmosfer dan uap air. Kedua, vacuum drying, evaporasi air berlangsung lebih cepat pada tekanan rendah dan panas diberikan oleh dinding logam secara konduksi dan radiasi. Ketiga, freeze drying, air diuapkan dari bahan yang membeku dan panas diberikan secara radiasi dan konduksi. Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat. Air bebas adalah air pada permukaan bahan, sedangkan air terikat adalah air dalam bahan dan biasanya sulit keluar dibandingkan dengan air bebas. Bila air permukaan semua diuapkan, terjadi migrasi air dan uap air dari bagian dalam ke permukaan secara difusi.
Pengeringan produk atau hasil pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, kelembaban udara, dan kecepatan aliran udara. Ukuran bahan juga mempengaruhi cepat lambatnya pengeringan. Selain itu jenis alat pengering juga mempengaruhi proses pengeringan. Menurut Taib et al. (1988), semakin besar perbedaan suhu antara media pemanas (suhu udara pengering) dengan bahan yang dikeringkan, semakin cepat pula perpindahan panas ke dalam bahan sehingga penguapan air dari bahan yang dikeringkan akan lebih banyak dan cepat. Suhu pengeringan bervariasi untuk setiap bahan yang dikeringkan. Kelembaban udara (RH) juga mempengaruhi proses pengeringan. Kelembaban udara berbanding lurus dengan waktu pengeringan. Semakin
tinggi
kelembaban
udara,
proses
pengeringan
(waktu
pengeringan) akan berlangsung lebih lama. Apabila bahan pangan dikeringkan dengan menggunakan udara sebagai medium pengering, maka semakin panas udara tersebut semakin cepat pengeringannya. Berbeda dengan RH, kecepatan aliran udara berbanding terbalik dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kecepatan aliran udara, proses pengeringan akan berjalan lebih cepat. Pemotongan bahan yang akan dikeringkan akan menjadikan proses pengeringan berjalan lebih cepat. Hal ini dikarenakan pemotongan atau pengirisan akan memperluas permukaan bahan sehingga akan lebih banyak permukaan bahan yang berhubungan dengan udara panas dan mengurangi jarak gerak panas untuk sampai ke bahan yang akan dikeringkan.
2.
Pengeringan Buah Teknologi pengeringan bahan pertanian sebenarnya sederhana, yaitu hanya memberikan tambahan energi dalam bentuk panas ke produk untuk menurunkan kandungan airnya. Sumber panas dapat diperoleh secara alami dari panas sinar matahari atau dari sumber panas buatan (listrik, kompor, atau sumber lainnya). Untuk mempercepat proses
pengeringan bahan-bahan pertanian, udara pengering disirkulasikan secara kontinyu melewati bahan yang dikeringkan (Nuraeni, 2004). Pada pengeringan buah-buahan sering terjadi perubahan tekstur yang disebut shrinkage dan case hardening. Shrinkage terjadi akibat adanya perpindahan massa uap air secara drastis selama pengeringan. Perpindahan ini menimbulkan tekanan yang kuat pada dinding sel yang akan menimbulkan kerusakan pada membran sel sehingga kehilangan permeabilitasnya. Case hardening adalah suatu keadaan pada bahan yang bagian permukaannya sangat kering sedangkan pada bagian dalam masih basah. Kondisi ini terjadi apabila penguapan air pada permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari bagian dalam bahan ke luar permukaan. Lapisan permukaan bahan menjadi keras dan kenyal sehingga uap air tidak dapat menembusnya walaupun pengeringan dilanjutkan. Case hardening umumnya terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung gula terlarut. Selama pengeringan, air beserta gula-gula terlarut bergerak dari dalam potongan buah ke permukaan. Air akan segera menguap sedangkan gula beserta padatan lainnya akan tetap tertinggal di permukaan, lalu mengering dan mengeras sehingga air dalam sel atau potongan bahan tidak dapat keluar atau menguap. Terjadinya case hardening dan shrinkage dapat dicegah dengan cara menurunkan suhu pada permukaan bahan selama pengeringan (Potter, 1980).
3.
Metode Pengeringan Berdasarkan sumber panas yang digunakan dikenal 2 jenis metode pengeringan yaitu pengeringan alami dengan sinar matahari dan pengeringan buatan. a.
Pengeringan alami (penjemuran) Penjemuran
memanfaatkan
energi
matahari
untuk
mengurangi kadar air bahan. Penjemuran merupakan metode
pengeringan yang termurah tetapi resiko kerusakan akibat cuaca juga tinggi dan relatif sukar menjaga kondisi pengeringan yang higienis. Energi panas matahari dialirkan ke bumi dalam bentuk radiasi surya. Radiasi surya memiliki ciri khas yaitu keberadaannya yang selalu berubah-ubah. Meskipun hari cerah dan sinar surya tersedia banyak, besarnya berubah sepanjang hari dengan titik maksimumnya pada tengah hari. Sinar surya juga bergantung pada keadaan atmosfer. Besarnya radiasi akan berkurang jika langit berawan. Selain itu lokasi suatu tempat (perbedaan garis lintang, ketinggian) dan musim juga berpengaruh terhadap besarnya radiasi surya. Pemanfaatan sinar matahari secara langsung merupakan cara yang umum dan sudah dipakai secara luas sejak lama, misalnya pada proses pengeringan hasil pertanian. Sebenarnya kondisi tersebut akan menyebabkan komoditas menyerap uap air dari tanah selama pengeringan berlangsung. Panas yang dihasilkan matahari berasal dari proses fusi yang mengubah 4 ton hidrogen menjadi helium tiap detiknya dan mengeluarkan panas dengan laju 1024 kWh/detik. Jumlah panas yang diproduksi matahari yang jatuh ke wilayah Indonesia tersebut mencapai 9 x 1017 kJ/tahun atau setara dengan 28.35 x 108 MW energi listrik. Energi panas matahari dialirkan ke bumi dalam benruk radiasi yang merupakan gelombang pendek. Ciri khas radiasi surya adalah sifat keberadaaannya yang selalu berubah-ubah, sehingga meskipun hari cerah dan sinar surya tersedia banyak, nilainya sepanjang hari berubah dengan titik maksimum pada tengah hari karena bertepatan dengan jarak lintasan terpendek sinar surya menembus atmosfer. b.
Pengeringan buatan Pada pengering buatan, kondisi saniter mudah dijaga, produk akan lebih seragam mutunya, dan proses pengeringan tidak
bergantung pada keadaan cuaca. Akan tetapi, dibutuhkan biaya bahan bakar dan biaya investasi alat yang lebih besar (Desrosier, 1988). Ada beberapa metode pengeringan buatan, diantaranya pengeringan kabinet, fluidized bed drier, dan pengeringan vakum. Menurut Taib et al. (1988), melihat banyaknya pilihan mesin pengering yang dapat digunakan untuk berbagai jenis produk maka pemilihan mesin pengering yang optimal didasari pada kapasitas mesin pengering, sifat fisik bahan umpan basah, spesifikasi hasil yang diinginkan, operasi pengolahan hulu dan hilir, kadar air bahan umpan dan hasil pengeringan, kinetika pengeringan, parameter mutu, aspek keamanan, nilai produk, kebutuhan akan kendali otomatis, sifat keracunan produk, rasio pengembalian modal, jenis dan biaya bahan bakar, serta peraturan lingkungan. Suhu udara pengering yang terkontrol menjamin proses pengeringan dilakukan secara benar dan energi yang digunakan efisien, sehingga kualitas bahan kering terjamin. Suhu yang terkontrol pada kisaran tertentu berpengaruh pada laju perpindahan panas dari udara pengering ke bahan yang dikeringkan dan laju penguapan air dari bahan ke udara pengering. Kedua hal ini berpengaruh pada laju perubahan fisik bahan yang dikeringkan, yaitu tekstur, warna, dan daya awet. Pengeringan bahan hasil pertanian yang baik menggunakan aliran udara pengering dengan suhu berkisar antara 45C sampai 75C. Bila pengeringan dilakukan pada suhu di bawah 45C maka mikroba dan jamur yang merusak produk masih hidup, sehingga daya awet produk rendah. Namun pengeringan pada suhu udara pengering di atas 75C akan menyebabkan struktur kimiawi dan fisik produk rusak, karena perpindahan panas dan massa air yang cepat akan berdampak pada perubahan struktur sel (Nuraeni, 2004). Aliran udara pengering yang melewati bahan harus dikontrol polanya, karena udara pengering berfungsi memindahkan panas ke dalam sistem pengeringan dan memindahkan uap air ke luar sistem
pengeringan Uap air dari bahan menyebabkan kelembaban udara pengering meningkat. Hal ini menghambat laju pengeringan. Untuk menghindari hal tersebut, udara pengering yang telah membawa uap air harus segera dialirkan ke luar sistem pengeringan dan digantikan dengan udara segar (Nuraeni, 2004).
II. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan manisan semi basah adalah pepaya, nanas, belimbing manis, garam, CaCl2, air, asam sitrat, gula, natrium metabisulfat, asam askorbat, dan potasium sorbat. Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan manisan semi basah adalah timbangan digital kasar, baskom, toples, sendok pengaduk, sendok makan, kompor, panci ukuran besar, pisau, cabinet dryer, termometer, refraktometer, pH meter, plastik ukuran 5 kg dan 1 kg, mangkok, piring, sendok-sendok kecil, dan gelas takar ukuran 1000 dan 2000 ml. Bahan-bahan yang digunakan dalam analisa produk adalah aquades, K2SO4, HgO, H2SO4, H3BO3, larutan NaOH-Na2S2O3, HCl 0.1 N, NaOH 0.1N, kertas saring, indikator metil merah dan metil biru, heksan, dan etanol. Alat-alat yang digunakan dalam analisa adalah pipet tetes, pipet volumetrik 10, 5, dan 2 ml, gelas piala ukuran 100 dan 400 ml, cawan alumunium, cawan porselen, cawan petri, gelas ukur 10 dan 100 ml, desikator, alat destilasi, labu kjeldahl, erlenmeyer 100 ml dan 300 ml, neraca analitik, silica gel, inkubator 30 C, penetrometer, dan tabung reaksi.
B. PEMBUATAN MANISAN SEMI BASAH Pembuatan manisan semi basah terbagi menjadi beberapa tahap yaitu, pengupasan kulit, pemotongan disertai perendaman dalam larutan garam, perendaman dalam larutan kapur CaCl2, pembilasan, pemblansiran, perendaman dalam larutan gula yang dilakukan sebanyak 3 tahap disertai penambahan potasium sorbat pada perendaman yang terakhir, penirisan, pengeringan, pendinginan, dan dusting. Pembuatan manisan semi basah diawali dengan menyiapkan pepaya dengan tingkat kemasakan 80 % (mengkal), nanas dengan tingkat kemanisan 80 % (mengkal), dan belimbing dengan tingkat kemanisan 80 % (mengkal). Ketiga buah tersebut dikupas, dibuang bijinya / mata pada permukaan daging nanas, dan direndam dalam larutan garam 1 %. Daging buah dipotong dengan pisau. Potongan daging buah tersebut kemudian direndam dalam larutan
kapur. Selanjutnya potongan daging buah diblansir dengan air panas. Proses blansir dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa CaCl2 yang tidak terserap daging buah yang dapat menimbulkan rasa gatal di lidah. Potongan daging buah direndam dalam larutan gula pertama selama 12 jam pada suhu awal 60 0C dan dibiarkan mendingin selama perendaman. Perendaman gula kedua dilakukan dengan larutan gula dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari larutan pertama dengan lama perendaman 12 jam dan suhu awal larutan 60 0C. Kemudian perendaman gula ketiga dilakukan dengan larutan gula dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari larutan kedua dengan lama perendaman 12 jam dan suhu awal perendaman 60
0
C.
Sebelumnya larutan gula terakhir dicampur dengan potasium sorbat 500 ppm. Setelah itu dilakukan penirisan dan pengeringan menggunakan cabinet dryer. Pembuatan manisan semi basah dapat dilihat pada Gambar 1.
Buah Pengupasan, pembuangan biji, dan pencucian Pemotongan buah * Perendaman dalam larutan kapur
CaCl2 **
Pembilasan dengan air mengalir Pemblansiran
Suhu 85 0C, waktu 1, 2, 3, 4, 5 menit
Perendaman dalam larutan gula I
Larutan gula I (konsentrasi 40 0brix)
Perendaman dalam larutan gula II
Larutan gula II (konsentrasi 55 0brix)
Perendaman dalam larutan gula III disertai pelarutan sorbat 500 ppm
Larutan gula III (konsentrasi 70 0brix)
Pengeringan Dusting
Bahan dusting : tepung gula + tepung kanji (1 : 1), glukosa kristal, dekstrin kristal
Manisan buah IMF Gambar 1. Bagan alir pembuatan manisan buah semi basah Keterangan : *
:
pepaya ketebalan 2 cm, 1 cm, dan 0.5 cm; nanas 1 cm (melintang), 0.5 cm (sejajar); belimbing tebal 1 cm (melintang), 3 x 0.5 cm (sejajar sirip buah)
** :
konsentrasi larutan CaCl2 0.5 %, 1 %, 2%, 4%; lama perendaman 30 menit, 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam. Untuk sampel buah belimbing ditambahkan Na-metabisulfit 150 ppm.
C. METODE PENELITIAN
1.
Tahap Pertama Tahap
pertama
penelitian
ini
adalah
penentuan
ukuran
pemotongan, penentuan konsentrasi dan waktu perendaman dalam larutan kapur, penentuan suhu dan waktu blansir, dan penentuan kombinasi jenis gula perendaman dalam larutan gula. Seleksi dilakukan oleh panelis terbatas
berjumlah 5 orang. Parameter yang diuji pada
penentuan ukuran pemotongan adalah penampakan dan tekstrur; pada penentuan konsentrasi dan waktu larutan kapur adalah kerenyahan, tekstur, dan penampakan; pada penentuan waktu blansir adalah penampakan warna dan tekstur; dan pada penentuan kombinasi jenis gula adalah rasa, tekstur, dan penampakan. a.
Penentuan ukuran pemotongan Pemotongan dilakukan agar diperoleh manisan semi basah dengan ketebalan yang dapat memberikan tekstur dengan kerutan paling sedikit.
Pemotongan buah dilakukan dengan menggunakan
pisau dapur dengan ketebalan sebagai berikut : Buah
Ketebalan (cm)
Pepaya
2 1 0.5
Nanas
1 (potongan melintang) 0.5 (potongan sejajar)
Belimbing
1 (potongan melintang) 0.5 (potongan sejajar pada sirip buah)
b.
Penentuan konsentrasi dan waktu perendaman larutan kapur Perendaman
dalam
larutan
kapur
dilakukan
untuk
memperkuat jaringan buah sehingga dapat dihasilkan manisan semi basah yang memiliki kerenyahan yang baik. Kapur yang digunakan adalah CaCl2. Konsentrasi larutan kapur yang digunakan pada percobaan ini adalah 0.5 %, 1 %, 2 %, dan 4 %, dengan lama perendaman 30 menit, 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam.
c.
Penentuan waktu blansir Proses blansir yang dilakukan pada potongan buah manisan bertujuan
untuk
menghentikan kerja enzim-enzim penyebab
pencoklatan, menurunkan jumlah kontaminan mikroba, melemaskan potongan buah, dan juga untuk menghilangkan sisa-sisa larutan kapur yang tidak terserap oleh buah. Suhu yang digunakan adalah 85 0
d.
C dan waktu blansir yang dilakukan adalah 1, 2, 3, 4, dan 5 menit.
Penentuan kombinasi larutan gula Perendaman potongan buah dalam larutan gula bertujuan untuk mengeluarkan sebagian air dari dalam buah secara osmosis. Proses dehidrasi ini berlangsung secara perlahan tergantung kepada kandungan air buah dan konsentrasi larutan gula yang digunakan. Proses ini dilakukan secara bertahap, yaitu perendaman dilakukan sebanyak tiga kali dengan tiap larutan perendaman memiliki konsentrasi gula yang berbeda. Perendaman pertama menggunakan konsentrasi larutan gula sebesar 40 0brix. Perendaman kedua menggunakan larutan gula dengan konsentrasi gula yang lebih tinggi (55 0brix) dan perendaman ketiga menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi lagi (70 0brix). Pada percobaan ini digunakan dua jenis gula yang digunakan pada perendaman yang ketiga yaitu larutan gula pasir dan gula batu. Kandungan gula pasir (sukrosa) akan berubah menjadi gula invert (campuran glukosa dan fruktosa) apabila dipanaskan. Gula invert memiliki sifat tidak mudah mengkristal dan tingkat kemanisan lebih tinggi dibandingkan sukrosa. Sedangkan kandungan utama gula batu adalah glukosa yang akan tetap berupa glukosa setelah dipanaskan dan glukosa lebih mudah mengkristal dibandingkan gula invert. Selain itu glukosa juga memiliki tingkat kemanisan dibawah gula invert.
Perendaman ketiga dalam percobaan ini menentukan jenis gula yang akan terdapat pada permukaan manisan buah, hal ini akan menentukan karakteristik permukaan dan rasa manisan buah.
2.
Tahap Kedua Tahap kedua penelitian ini adalah mengamati pengaruh metode pengeringan. Pengeringan manisan buah bertujuan untuk menghilangkan sebagian besar air didalam potongan buah. Hilangnya air didalam potongan buah akan membuat manisan buah menjadi lebih tahan terhadap kontaminasi mikroba dan aktifitas enzim, sehingga akan meningkatkan umur simpan produk. Perlakuan pengeringan manisan buah semi basah dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan dengan tenaga matahari dan pengeringan buatan menggunakan pengering kabinet. Pengeringan dengan tenaga matahari dilakukan dengan penjemuran potongan buah dibawah sinar matahari secara langsung selama 2 hari pengeringan (12 15 jam). Pengeringan potongan buah dengan menggunakan alat pengering kabinet dilakukan dengan suhu 50 dan 60 0C dengan waktu 2 dan 4 jam. Uji organoleptik tahap kedua yang meliputi uji kesukaan (hedonik) terhadap 30 panelis untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis dan mengetahui kekurangan yang terdapat pada produk yang berhubungan dengan sifat dan mutu sensori. Parameter yang diuji adalah warna, aroma, tekstur, rasa, dan kerenyahan.
3.
Tahap Ketiga Tahap ketiga penelitian ini adalah aplikasi tepung dusting pada manisan buah semi basah. Pembuatan manisan semi basah dilakukan dengan proses pemanasan yang singkat dan suhu yang cukup rendah dengan tujuan tetap menjaga sebagian kandungan air buah agar dihasilkan produk yang memiliki tingkat kerenyahan, tekstur, dan rasa yang baik dengan umur simpan yang jauh lebih panjang. Namun aplikasi
proses pengeringan yang tidak terlalu lama menyebabkan banyaknya sisa larutan gula di permukaan produk manisan semi basah. Hal ini mendapatkan perhatian dari panelis dimana permukaan manisan terasa lengket jika dipegang. Perlakuan proses panas yang lebih lama atau dengan suhu yang lebih tinggi dikhawatirkan akan merusak karakteristik produk yang sudah cukup baik. Karena itu dilakukan perlakuan dusting pada permukaan manisan buah. Pengaplikasian tepung dusting pada manisan buah akan menutupi sisa-sisa larutan gula, sehingga manisan buah semi basah menjadi tidak lengket saat dipegang. Proses dusting dilakukan dengan menggunakan 3 jenis tepung, yaitu campuran tepung gula dengan tepung kanji (1 : 1), glukosa kristal, dan dekstrin kristal. Pemilihan bahan dusting berdasarkan pada rasa (tingkat kemanisan) bahan tersebut. Uji organoleptik tahap ketiga meliputi uji kesukaan (hedonik) terhadap 30 panelis untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis. Parameter yang diuji adalah warna, aroma, tekstur, rasa, dan kerenyahan.
4.
Analisis Produk Terpilih Analisis dilakukan terhadap produk terpilih dari penelitian tahap ketiga. Analisis yang dilakukan meliputi uji kimia (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat), uji fisik (rendemen, pH, kekerasan, dan aw), dan uji mikrobiologi (TPC). Analisis produk bertujuan untuk memberikan informasi nutrisi, karakteristik fisik produk, dan kandungan mikroorganisme dalam manisan buah semi basah terpilih yang selanjutnya dapat menentukan kelayakan produk untuk dikonsumsi.
D. METODE ANALISIS 1.
Kadar Air (AOAC, 1995) Cawan alumunium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Sampel ditimbang kurang lebih sebanyak 2 gramdalam cawan. Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 100 0C selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan. Perhitungan : Kadar Air (% berat basah) = [W2 - (W3 – W1)] x 100% W3 - W1 Berat cawan (gr) = W1 Berat sampel (gr) = W2 Berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (gr) = W3
2.
Kadar Abu (AOAC, 1995) Cawan disiapkan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit. Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 3 gramdi dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asam sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400 – 600 0C selama 4 – 6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Sampel beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan : Kadar abu (%) = Berat abu (g) x 100% Berat sampel kering (g)
3.
Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al., 1989) Sampel sebanyak 100 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml. Ditambahkan 1.9 + 0.1 g K2SO4, 40 + 10 mg HgO,
dan 3.8 + 0.1 ml H2SO4. Batu didih ditambahkan pada labu lalu sampel didihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Labu beserta sampel didinginkan dengan air dingin.
Isi labu dan air bekas
pembilasnya dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu erlenmeyer 125 ml diisi dengan 5 ml larutan H3BO4 dan ditambahkan dengan 4 tetes indikator, kemudian diletakkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam dalam larutan H3BO4. Larutan NaOH-Na2S2O3 sebanyak 8-10 ml ditambahkan ke dalam alat destilasi dan dilakukan destilasi sampai didapat destilatnya sebanyak + 15 ml dalam erlenmeyer. Destilat dalam erlenmeyer tersebut kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N hingga terjadi perubahan warna hijau menjadi biru. Perhitungan jumlah nitrogen dilakukan setelah sebelumnya diperoleh jumlah volume (ml) blanko. Perhitungan : Jumlah N (%) = (ml HCl – ml blanko) x NHCl x 14.007 x 100 mg sampel kering Kadar Protein (%) = jumlah N x faktor konversi (6.25)
4.
Kadar Lemak (AOAC, 1995) Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 0
C – 110 0C kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
Sampel ditimbang sebanyak 5 gramdalam kertas saring dan kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksan dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Refluks dilakukan selama 5 jam sampai pelarut kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemak ditimbang, dan dilakukan perhitungan kadar lemak.
Perhitungan : Kadar lemak (%) =
5.
Berat lemak (g) x 100% Berat sampel kering (g)
Kadar Karbohidrat (By Difference) Perhitungan : Kadar Karbohidrat (%) =
100% - % (Protein + Kadar air + Abu + Lemak)
6.
Rendemen Perhitungan : Rendemen = Berat akhir produk X 100 % Berat awal produk
7.
Uji Keasaman (pH) Pengukuran pH produk dilakukan dengan menggunakan alat pHmeter. Sebelum pengukuran pH-meter dikalibrasi dengan buffer standar pH 4. Sampel dilumatkan terlebih dulu, elektroda dibilas dengan akuades kemudian dikeringkan dengan tissue. Batang elektroda dimasukkan kedalam sampel selama beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil.
8. Uji Kekerasan Uji kekerasan dilakukan dengan menggunakan Texture Analyzer. Sebelum
dilakukan
uji,
alat
dikalibrasi.
Bahan
diuji
dengan
menggunakan pisau uji sobek untuk menganalogikan pengujian kekerasan sampel dengan menggunakan sobekan gigi. Semakin besar waktu dan gaya yang dibutuhkan untuk menyobek bahan, semakin keras bahan yang diuji.
9.
Uji Aktifitas Air (Aw) Pengujian Aw produk manisan semi basah dilakukan dengan alat Aw Meter. Sampel disiapkan sebanyak kurang lebih 5 gramkemudian
dimasukkan kedalam wadah uji. Wadah uji ditutup rapat dan alat dibiarkan untuk mengukur Aw selama kurang lebih 20 menit. Hasil pengukuran ditunjukkan pada layar display.
10. Uji Mikrobiologi Total Plate Count (Fardiaz, 1992) Uji mikrobiologi manisan pada penelitian ini dilakukan melalui uji TPC (Total Plate Count). Uji TPC dilakukan untuk mengetahui jumlah
mikroorganisme
yang
mungkin
tumbuh
pada
manisan.
Kontaminasi biasanya berasal dari mikroorganisme di seluruh bagian manisan. Oleh karena itu dalam uji mikrobiologi manisan, pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan metode penghancuran. Uji mikrobiologi manisan semi basah dimulai dengan menimbang sampel sebanyak 10 gr, ditambahkan 90 ml larutan pengencer, dimasukkan ke dalam plastik stomacher steril, dan distomacher selama 1 menit. Pengenceran dibuat hingga 10-3. Pengenceran yang dilakukan tergantung mutu sampel yang dianalisis. Semakin rendah mutu sampel, pengenceran yang diperlukan untuk dapat menghitung jumlah mikroba semakin tinggi. Sebanyak 0.1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam masing-masing 2 cawan petri (duplo) yang selanjutnya
dilakukan -2
pengenceran 10
pemupukan.
Pemupukan
dilakukan
pada
-4
sampai 10 . Setelah pemupukan dilakukan, media
dituangkan ke dalam cawan. Media yang digunakan adalah PCA. PCA dengan pH 7 mengandung tripton, ekstrak khamir, dekstrosa, agar, dan air destilata. PCA digunakan untuk identifikasi total mikroba, baik kapang, khamir, maupun bakteri. Selanjutnya inkubasi dilakukan dengan posisi cawan terbalik pada suhu 30 C selama 2 hari. Perhitungan: Pengenceran = pengenceran x pengenceran x jumlah yang awal. selanjutnya ditumbuhkan Koloni per ml = Jumlak koloni x
1 Pengenceran
11. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Uji organoleptik pada peneltian tahap pertama adalah uji organoleptik terbatas dengan panelis berjumlah 5 orang. Uji di tahap ini dilakukan pada tiap percobaan dengan parameter uji yang berbeda. Penilaian dilakukan dengan skala 1 – 5 berupa tanda (+) dimana 1 adalah nilai untuk paling tidak suka dan 5 untuk sangat suka. Uji organoleptik produk manisan dari tahap kedua dan ketiga dilakukan di laboratorium sensori SEAFAST pada 30 orang panelis. Parameter yang diuji meliputi uji kesukaan terhadap tekstur, kerenyahan di mulut, aroma, rasa, dan warna. Penilaian dilakukan pada lembar kuisioner dengan skala nilai 1 – 7 dimana 1 adalah nilai untuk paling tidak suka dan 7 untuk sangat suka.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. TAHAP PERTAMA Percobaan yang dilakukan adalah penentuan ukuran pemotongan buah, penentuan waktu perendaman dan konsentrasi larutan kapur, penentuan waktu dan suhu proses blansir, dan penentuan kombinasi gula perendaman dalam larutan gula. Percobaan ini hanya melibatkan panelis terbatas. Penilaian dilakukan dengan memberikan sejumlah tanda (+) sesuai dengan tingkat kesukaan panelis terhadap produk tersebut dengan nilai terendah adalah (+) dan tertinggi (+++++). Produk dengan penilaian terbaik akan digunakan dalam penelitian tahap selanjutnya. 1.
Penentuan ketebalan pemotongan Ukuran ketebalan buah mempengaruhi lama waktu perendaman gula dan tingkat penetrasi larutan gula ke dalam daging buah serta lama pengeringan. Seleksi dilakukan untuk memilih produk dengan jumlah kerutan paling sedikit.
Tabel 4.
Data uji organoleptik terbatas penentuan ketebalan potongan
Ketebalan (cm) 0.5 1 2
Pepaya ++++ ++ +
Nilai rata-rata Nanas ++++ (sejajar) ++ (melintang)
Belimbing ++++ (sejajar) + (melintang)
Ukuran ketebalan yang diujikan pada pembuatan manisan buah pepaya adalah ukuran 2 cm, 1 cm, dan 0.5 cm. Ukuran ketebalan yang dipilih sebagai potongan paling baik untuk potongan buah pepaya adalah 0.5 cm. Produk yang dihasilkan memiliki kerutan yang sedikit. Ukuran ketebalan yang dilakukan pada pembuatan manisan buah nanas adalah 1 cm (potongan melintang), dan 0.5 cm (potongan sejajar). Ukuran ketebalan potongan buah nanas yang dipilih adalah 0.5 cm potongan sejajar. Produk yang dihasilkan memiliki kerutan yang paling sedikit. Ukuran potongan yang dilakukan pada pembuatan manisan buah belimbing adalah tebal 1 cm (potongan melintang), dan 0.5 (potongan sejajar pada sirip buah). Ukuran potongan paling baik adalah 3 cm x 0.5
cm potongan sejajar sirip-sirip buah, produk hasil yang didapat mengalami kerutan paling sedikit. Data pengujian disajikan pada Tabel 4. Pemotongan buah secara melintang akan menghasilkan produk yang sangat sulit disobek (digigit) karena terdapat semacam serat yang kuat di dalam buah belimbing. Serat tersebut terdapat pada buah dengan posisi memanjang, sehingga pemotongan melintang akan menyebabkan serat tersebut ikut terolah di dalam produk.
2.
Penentuan konsentrasi dan lama perendaman dalam larutan kapur Perendaman potongan buah dalam larutan kapur bertujuan untuk memperkuat jaringan permukaan buah dan memperbaiki tekstur produk. Kalsium dalam larutan kapur dapat berikatan dengan zat pektat pada potongan buah membentuk senyawa kalsium-pektat yang kuat. Seleksi dilakukan untuk memilih produk dengan kerenyahan, tekstur, dan penampakan produk terbaik. Perlakuan yang dilakukan pada percobaan ini adalah konsentrasi larutan kapur yang digunakan dan waktu perendaman. Konsentrasi larutan kapur adalah 0.5 %, 1 %, 2 %, dan 4 %, dengan lama perendaman 30 menit, 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam. Penggunaan larutan kapur dengan konsentrasi yang rendah dan lama proses perendaman yang singkat cocok diaplikasikan pada manisan buah semi basah karena produk yang dihasilkan memiliki kerenyahan yang baik. Proses perendaman kapur paling baik yang dipilih untuk buah belimbing adalah konsentrasi 0.5 % dengan tambahan campuran Nametabisulfat 150 ppm selama 30 menit, penggunaan Na-metabisulfat pada buah belimbing bertujuan untuk mengurangi tingkat browning. Konsentrasi dan lama perendaman dalam larutan kapur yang dipilih untuk buah nanas adalah konsentrasi 0.5 % selama 30 menit, dan untuk buah pepaya konsentrasi yang dipilih adalah 0.5% selama 30 menit. Data pengujian disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.
Data uji organoleptik terbatas penentuan konsentrasi dan lama perendaman dalam larutan kapur
Perlakuan perendaman kapur 30 menit 2 jam 0.5 % 4 jam 6 jam 8 jam 30 menit 2 jam 1% 4 jam 6 jam 8 jam 30 menit 2 jam 2% 4 jam 6 jam 8 jam 30 menit 2 jam 4 jam 4% 6 jam 8 jam
3.
Pepaya ++++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ ++ +++ ++ ++ ++ +++ ++ + ++ + ++ ++ +
Nilai rata-rata Nanas ++++ ++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ ++ ++ +++ + ++ ++ ++ ++ ++ ++ + +
Belimbing ++++ +++ +++ +++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ +++ ++ ++ ++ ++ + ++ ++
Penentuan waktu blansir Proses blansir dilakukan dengan tujuan untuk menginaktifkan enzim-enzim yang masih berkerja setelah buah dipanen, menghilangkan sebagian kontaminan mikroba, memperbaiki tekstur, dan juga untuk menghilangkan sisa-sisa larutan kapur yang tidak terserap oleh potongan buah. Seleksi dilakukan untuk memilih produk dengan warna dan tekstur terbaik. Suhu yang digunakan adalah 85 0C dan waktu blansir yang dilakukan adalah 1, 2, 3, 4, dan 5 menit. Proses blansir yang dilakukan pada potongan buah menyebabkan permukaan buah menjadi lebih lembek. Proses pemblansiran yang dipilih sebagai proses paling baikl untuk buah belimbing adalah suhu blansir 85 0C selama 2 menit. Perlakuan suhu dan waktu blansir yang terbaik untuk buah nanas adalah 85 0C selama 1 menit, dan untuk buah pepaya proses blansir yang terbaik
adalah suhu 85 0C selama 1 menit. Produk manisan yang dihasilkan dengan perlakuan-perlakuan blansir tersebut memiliki warna yang baik dan tekstur yang tidak lembek. Data pengujian disajikan pada Tabel 6. Data uji organoleptik terbatas penentuan suhu dan waktu blansir
Tabel 6.
Waktu blansir (menit) 1 2 3 4 5
4.
Nilai rata-rata Nanas ++++ +++ ++ + +
Pepaya ++++ ++ ++ + +
Belimbing ++ ++++ ++ ++ ++
Penentuan kombinasi larutan gula Perlakuan
proses
perendaman
dalam
larutan
gula
akan
menyebabkan buah mengalami dehidrasi osmosis. Hal ini dimungkinkan karena gula memiliki difusifitas yang lebih rendah daripada air. Proses dehidrasi yang berjalan lambat ini akan terus berlangsung hingga tercapai keseimbangan kadar gula dan air dalam buah. Proses inilah yang menyebabkan buah-buahan dapat menjadi manisan (Apriyantono, 1985). Perendaman
dilakukan
bertahap
dengan
tiap
tahapan
menggunakan konsentrasi larutan gula yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan agar gula dapat meresap masuk dalam buah dengan sempurna. Perlakuan perendaman gula yang dilakukan dalam percobaan ini adalah : a.
Perendaman dalam larutan gula pasir 40 0brix 12 jam, dilanjutkan perendaman dalam larutan gula pasir 55 0brix 12 jam, dan terakhir dengan menggunakan larutan gula pasir 70 0brix 12 jam dengan suhu awal ketiga larutan 60 0C
b. Perendaman dalam larutan gula pasir 40 0brix 12 jam, dilanjutkan perendaman dalam larutan gula pasir 55 0brix 12 jam, dan terakhir dengan menggunakan larutan gula batu 70 0brix 12 jam dengan suhu awal ketiga larutan 60 0C Hasil penilaian terbaik untuk ketiga jenis buah adalah perendaman dalam larutan gula pasir 40 0brix 12 jam, larutan gula pasir
55 0brix 12 jam, dan larutan gula batu 70 0brix 12 jam dengan suhu awal ketiga larutan 60 0C. Data pengujian disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7.
Data uji organoleptik terbatas penentuan kombinasi larutan gula
Perlakuan perendaman gula a b
Papaya +++ ++++
Nilai rata-rata Nanas ++ ++++
Belimbing +++ ++++
Penggunaaan gula batu pada perendaman terakhir bertujuan agar manisan buah memiliki permukaan yang dilapisi glukosa. Gula batu memiliki kandungan glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan gula pasir. Permukaan buah yang ditutupi glukosa membuat potongan buah menjadi lebih mudah dikeringkan karena sifat glukosa yang mudah mengkristal. Sifat lebih cepat kering penting dalam pembuatan manisan buah semi basah karena hasil yang diharapkan memiliki tekstur juicy, dimana permukaannya terasa kering sementara daging buah masih terasa basah. Penggunaan gula batu juga bertujuan untuk menghasilkan manisan dengan rasa yang tidak terlalu manis. Berdasarkan percobaan-percobaan yang telah dilakukan pada penelitian tahap pertama maka produk manisan yang akan digunakan pada penelitian tahap kedua adalah produk dengan perlakuan sebagai berikut : Tabel 8.
Data produk terpilih dari penelitian tahap pertama
Perlakuan
Belimbing
Nanas
Pepaya
Ketebalan potongan
0.5 cm
0.5 cm
0.5 cm
0.5 % (30 menit)
0.5 % (30 menit)
0.5 % (30 menit)
2 menit
1 menit
1 menit
Gula pasir dan gula batu
Gula pasir dan gula batu
Gula pasir dan gula batu
Konsentrasi dan lama perendaman kapur Lama blansir Kombinasi gula
B. TAHAP KEDUA Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Salah satu tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan
sampai
batas
dimana
perkembangan
mikroorganisme
yang
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti sehingga bahan memiliki masa simpan yang lebih lama. Pengeringan buah dilakukan dengan menggunakan oven yang memiliki sirkulasi udara yang cepat ataupun dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari. Pengeringan dengan menggunakan oven dilakukan dengan suhu 50 (a) dan 60 0C (b) dengan lama pengeringan 2 dan 4 jam, sedangkan pengeringan dengan penjemuran di bawah sinar matahari (c) dilakukan dengan lama penjemuran 12 – 15 jam. Penilaian penerimaan dilakukan dengan melakukan uji organoleptik. Parameter yang diuji adalah warna, aroma, tekstur, rasa, dan kerenyahan. Berikut ini disajikan data hasil uji organoleptik :
1.
Nilai warna a.
Belimbing Buah belimbing sangat mudah mengalami reaksi browning enzimatis saat pengolahan dilakukan. Walaupun telah dilakukan perubahan pada proses blansir dan perendaman dalam larutan Nametabisulfit ternyata penilaian panelis terhadap parameter warna buah ini masih rendah. Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap warna formula manisan belimbing semi basah menunjukkan rataan nilai antara 4.03 – 4.83 (netral - agak suka) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 3). Rataan nilai ini menandakan bahwa warna manisan belimbing semi basah yang dihasilkan masih kurang diterima panelis dan diperlukan penyempurnaan proses agar warna yang dihasilkan lebih disukai panelis.
b.
Nanas Skor penilaian panelis terhadap parameter warna manisan buah nanas semi basah berkisar antara 3.36 – 5.23 (agak tidak suka – agak suka) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 4). Berdasarkan hasil penilaian panelis dapat diketahui bahwa pengeringan menggunakan tenaga matahari menghasilkan manisan nanas yang memiliki warna yang kurang disukai. Produk yang dikenai perlakuan pengeringan matahari berwarna lebih pucat. Hal ini menunjukkan bahwa selama penjemuran terjadi kerusakan karoten oleh sinar matahari. Proses pemucatan (bleaching) pada produk tersebut ternyata tidak disukai oleh panelis.
c.
Pepaya Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap warna formula manisan pepaya semi basah menunjukkan rataan nilai antara 5.03 – 5.33 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa warna manisan pepaya semi basah yang dibuat pada penelitian tahap pertama sudah mulai mendekati harapan panelis. Data hasil uji organoleptik untuk penilaian warna manisan semi basah ditunjukkan pada Gambar 2.
6
Skor kesukaan
5 4
a1
3
a2
2
b1
1
b2 c
0 Belimbing
Nanas
Pepaya
Jenis manisan buah
Gambar 2. Histogram pengaruh formulasi pengeringan terhadap skor rata-rata
kesukaan warna manisan
2.
Nilai aroma a.
Belimbing Cita rasa suatu produk makanan juga ditentukan oleh faktor aroma. Menurut Soekarto (1985), industri pangan menganggap sangat penting untuk melakukan uji aroma karena dapat diketahui dengan cepat bahwa produknya disukai atau tidak disukai. Proses perendaman dalam larutan gula menyebabkan buah belimbing akan mengalami dehidrasi osmotik Menurut Ponting et al. (1966), proses dehidrasi osmotik mampu meminimalkan kerusakan aroma bahan dibandingkan
metode
pengeringan
dengan
udara
maupun
pengeringan vakum. Hasil uji organolepik menunjukkan rataan nilai antara 4.3 – 4.83 (netral - agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 6). Rataan nilai yang berkisar pada skala hedonik netral ini dikarenakan buah belimbing bukanlah tergolong buah beraroma kuat, ditambah lagi adanya tahap pengeringan dengan udara panas sehingga umumnya manisan belimbing yang dihasilkan relatif tidak beraroma. b.
Nanas Nilai skor penilaian panelis terhadap parameter aroma manisan buah nanas semi basah berkisar antara 3.97 sampai 4.76 (netral – agak suka) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 7). Penilaian yang terendah (3.97) diperoleh sampel manisan nanas semi basah dengan perlakuan pengeringan dengan tenaga matahari. Pengeringan matahari umumnya menyebabkan bahan mempunyai aroma tertentu yang tidak disukai. Penilaian panelis terhadap parameter aroma manisan buah nanas semi basah yang relatif rendah dapat disebabkan karena potongan buah kehilangan komponen flavor aroma selama proses pengeringan.
c. Pepaya Hasil uji organoleptik tahap pertama pada formula manisan pepaya semi basah menunjukkan rataan nilai antara 4.5 hingga 4.7 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 8). Data hasil uji organoleptik untuk penilaian aroma manisan semi basah ditunjukkan pada Gambar 3.
6
Skor kesukaan
5 4
a1
3
a2
2
b1
1
b2 c
0 Belimbing
Nanas
Pepaya
Jenis manisan buah
Gambar 3. Histogram pengaruh formulasi pengeringan terhadap skor rata-rata
kesukaan aroma manisan 3.
Nilai tekstur permukaan a.
Belimbing Setiap bahan makanan mempunyai sifat tekstur tersendiri tergantung pada keadaan fisik, ukuran, dan bentuk sel yang dikandungnya. Tekstur manisan belimbing semi basah sangat dipengaruhi oleh konsentrasi CaCl2 dan proses pengeringan. Rentang skor rata-rata penilaian panelis terhadap parameter tekstur adalah antara 4.1 – 5.16 (netral – agak suka) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 9). Secara umum terlihat bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu proses pengeringan hingga pada titik tertentu hingga kemudian menurun kembali bila waktu dan suhu pengeringan terus ditingkatkan. Manisan belimbing
semi basah yang diperoleh dari perlakuan proses pengeringan dengan alat pengering kabinet dengan suhu 50 0C selama 4 jam mempunyai rataan nilai kesukaan tertinggi terhadap tekstur dibandingkan dengan lima sampel lainnya. b.
Nanas Tekstur manisan nanas semi basah dipengaruhi oleh konsentrasi gula, konsentrasi CaCl2 dan proses pengeringan. Skor penilaian panelis terhadap parameter tekstur pada manisan semi basah nanas berkisar pada selang nilai 4.37 – 4.87 (netral - agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 10). Tingkat penerimaan yang rendah dapat disebabkan karena perlakuan panas yang diterapkan menyebabkan pengerutan pada potongan buah. Hal ini terjadi karena proses dehidrasi osmotik yang terjadi selama perendaman belum mencukupi, demikian juga proses difusi gula ke dalam buah. Oleh karena itu pada saat buah dikeringkan, jumlah gula dalam buah tidak mencukupi untuk mempertahankan bentuk dan tekstur buah akibat menguapnya air dari buah.
c.
Pepaya Skor penerimaan panelis terhadap parameter tekstur manisan buah pepaya semi basah berkisar antara 4.87 hingga 5.33 atau berada pada skala agak suka dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 11). Data hasil uji organoleptik untuk penilaian tekstur manisan semi basah ditunjukkan pada Gambar 4.
6
Skor kesukaan
5 4
a1
3
a2
2
b1
1
b2 c
0 Belimbing
Nanas
Pepaya
Jenis manisan buah
Gambar 4. Histogram pengaruh formulasi pengeringan terhadap skor rata-rata
kesukaan tekstur manisan 4.
Nilai rasa a.
Belimbing Faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan panelis untuk menerima atau menolak suatu produk makanan adalah rasa. Rasa dimulai melalui tanggapan rangsangan kimiawi oleh indera pencicip (lidah), hingga akhirnya terjadi keseluruhan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa, dan tekstur sebagai keseluruhan rasa makanan yang dinilai. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter rasa manisan belimbing semi basah belimbing adalah antara 4.7 – 5.33 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 12).
b.
Nanas Nilai rata-rata skor kesukaan panelis terhadap parameter rasa manisan nanas semi basah adalah antara 3.8 sampai 5.17 (agak tidak suka – agak suka) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 13). Rata-rata nilai tertinggi diperoleh sampel manisan a2 dan b1, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh oleh sampel manisan c (pengeringan matahari).
c.
Pepaya Hasil pengujian organoleptik terhadap parameter rasa manisan pepaya semi basah menunjukkan rataan nilai antara 4.77 – 5.22 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 14). Data hasil uji organoleptik untuk penilaian rasa manisan semi basah ditunjukkan pada Gambar 5.
6
Skor kesukaan
5 4
a1
3
a2
2
b1
1
b2 c
0 Belimbing
Nanas
Pepaya
Jenis manisan buah
Gambar 5. Histogram pengaruh formulasi pengeringan terhadap skor rata-rata
kesukaan rasa manisan 5.
Nilai kerenyahan a.
Belimbing Kerenyahan merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu produk makanan kering atau makanan yang berbentuk padatan. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap parameter kerenyahan pada manisan belimbing semi basah berkisar antara 4.33 sampai 5.33 (netral – agak suka) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 15).
b.
Nanas Kerenyahan manisan nanas dipengaruhi oleh konsentrasi CaCl2, dan gula. Kerenyahan memainkan peran penting dalam penerimaan suatu produk oleh konsumen. Rata-rata nilai kerenyahan
manisan nanas semi basah adalah antara 4.1 hingga 4.87 atau berada pada skala netral hingga agak suka dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 16). c.
Pepaya Hasil pengujian organoleptik pada manisan pepaya semi basah menunjukkan rataan nilai 4.97 – 5.37 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 17).. Kisaran rataan yang berada pada skala hedonik agak suka menandakan bahwa karakteristik kerenyahan manisan pepaya sudah mendekati keinginan panelis. Data hasil uji organoleptik untuk penilaian kerenyahan manisan semi basah ditunjukkan pada Gambar 6.
6
Skor kesukaan
5 4
a1
3
a2
2
b1
1
b2 c
0 Belimbing
Nanas
Pepaya
Jenis manisan buah
Gambar 6. Histogram pengaruh formulasi pengeringan terhadap skor rata-rata
kesukaan kerenyahan manisan Berdasarkan hasil dari uji penerimaan yang telah dilakukan diketahui bahwa formulasi belimbing semi basah yang memiliki karakteristik terbaik menurut panelis adalah formula a2 (suhu pengeringan 50
0
C selama 4 jam). Formulasi manisan ini
mendapatkan nilai 4.8 (rasa), 4.77 (aroma), 5.17 (tekstur), 5.3 (rasa), dan 5.33 (kerenyahan). Formulasi manisan nanas semi basah yang terbaik menurut penilaian panelis adalah formula b1 (suhu
pengeringan 60 0C selama 2 jam). Formulasi manisan nanas ini memperoleh nilai 5.23 (rasa), 4.77 (aroma), 4.83 (tekstur), 5.17 (rasa), dan 4.87 (kerenyahan). Sedangkan untuk fomulasi manisan papaya adalah formula b1 (suhu pengeringan 60 0C selama 2 jam). Formulasi manisan nanas ini memperoleh nilai 5. 3 (rasa), 4.5 (aroma), 5.33 (tekstur), 5.17 (rasa), dan 5.37 (kerenyahan). Selanjutnya
ketiga
formulasi
manisan
tersebut
akan
digunakan pada penelitian tahap ketiga. C. TAHAP KETIGA Proses pembuatan yang dilakukan pada pembuatan manisan semi basah umumnya memberikan hasil daging buah yang renyah, rasa yang dapat diterima, dan karakteristik juicy yang dapat dipertahankan. Namun permukaan tetap lengket oleh sisa-sisa larutan gula yang sulit dikeringkan. Sisa-sisa larutan gula ini biasanya berada di celah-celah yang terdapat pada kerutan buah dan umumnya manisan yang permukaannya lengket tidak disukai oleh panelis. Penghilangan sisa larutan gula sebenarnya bisa dilakukan dengan melanjutkan pengeringan, namun proses pengeringan yang terlalu lama dapat menyebabkan potongan buah menjadi keras dan kehilangan sifat juicy-nya. Untuk mengatasi lengket tersebut maka dilakukan dusting / penaburan tepung pada potongan buah yang sudah dikeringkan. Dusting dilakukan pada manisan buah yang sudah didinginkan. Hal ini sangat membantu pada proses dusting. Potongan buah yang didinginkan dapat ditempeli tepung dusting dengan baik (tipis), sedangkan potongan buah yang tidak didinginkan akan ditempeli banyak tepung karena banyaknya jumlah larutan gula di permukaan. Proses dusting dilakukan dengan beberapa jenis tepung yaitu, campuran tepung gula dan tepung kanji (1 : 1), glukosa kristal, dan dekstrin kristal. Penggunaan tepung gula tanpa campuran bahan lain untuk proses dusting umumnya tidak disukai oleh panelis. Tingkat kemanisan dari tepung gula kurang lebih sama dengan gula pasir, karena itu rasa manisan buah menjadi terlalu manis sehingga berkesan kehilangan rasa buahnya dan
berganti dengan rasa gula. Karena itu dilakukan pencampuran tepung gula dengan tepung kanji. Pemilihan tepung kanji sebagai campuran tepung gula bertujuan untuk mengurangi tingkat kemanisan bahan dusting tanpa memberikan rasa tambahan lainnya dikarenakan tepung kanji memiliki rasa yang hambar. Campuran keduanya menghasilkan bahan dusting yang memiliki rasa tidak terlalu manis, dan tidak mengganggu rasa asli buah tersebut. Bahan dusting lain yang digunakan adalah glukosa kristal. Tingkat kemanisan glukosa yang rendah tidak membuat manisan buah menjadi terlalu manis, sehingga rasa asli buahnya tetap terasa dan permukaannya menjadi tidak lengket. Bahan dusting ketiga adalah dekstrin kristal. Dekstrin kristal memiliki rasa yang hambar dan mempunyai karakteristik khas seperti debu saat dicicipi. Formula manisan buah yang digunakan untuk proses dusting adalah manisan yang memperoleh ranking terbaik pada uji ranking hedonik. Formula manisan belimbing yang digunakan adalah formula a2 (proses pengeringan dengan oven bersuhu 50 0C selama 4 jam), formula manisan nanas adalah formula b1 (proses pengeringan dengan oven bersuhu 60 0C selama 2 jam), dan formula manisan pepaya yang digunakan adalah formula b1 (proses pengeringan dengan oven bersuhu 60 0C selama 2 jam). Penilaian penerimaan dilakukan dengan melakukan uji organoleptik. Bahan dusting yang digunakan pada manisan semi basah adalah campuran tepung gula dan tepung kanji (1 : 1) (A), glukosa kristal (B), dan dekstrin kristal (C). Parameter yang diuji adalah warna, aroma, tekstur, rasa, dan kerenyahan. Berikut ini disajikan data hasil uji organoleptik : 1.
Nilai warna a.
Belimbing Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter warna pada formula manisan belimbing a2 adalah 4.8 (agak suka). Berdasarkan pengamatan visual, manisan formulasi ini memiliki warna kuning-coklat gelap sehingga, tampak kurang menarik. Setelah dilakukan proses dusting dengan menggunakan tiga jenis
bahan dusting pada manisan ini terjadi peningkatan nilai penerimaan warna menjadi 4.93 – 5.3 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 18). Warna manisan yang aslinya berwarna kuning-coklat gelap sedikit tertutupi oleh warna putih tepung dusting. b.
Nanas Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter warna pada formula manisan nanas b1 adalah 5.23 (agak suka). Berdasarkan pengamatan, manisan formulasi ini memiliki warna kuning cerah yang tidak berbeda dengan potongan buah segarnya. Proses dusting yang dilakukan dengan menggunakan tiga jenis bahan dusting pada manisan ini memberikan nilai antara 4.93 hingga 5.3 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 19). Proses dusting yang dilakukan pada produk manisan nanas semi basah menyebabkan sedikit tertutupnya potongan buah oleh paparan tepung dusting. Hal ini menyebabkan warna potongan manisan buah yang awalnya kuning cerah menjadi lebih putih (tampak lebih pucat), namun hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap penilaian panelis.
c.
Pepaya Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter warna pada formula manisan pepaya b1 adalah 5.3 (agak suka). Seperti manisan buah nanas, manisan formulasi ini memiliki warna oranye-merah cerah yang tidak berbeda dengan potongan buah segarnya. Namun proses dusting yang dilakukan menyebabkan tertutupnya warna buah. Perlakuan dusting pada potongan manisan buah pepaya semi basah memberikan hasil uji organoleptik untuk parameter warna sebesar 5.03 hingga 5.16 (agak suka) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 20).
Data hasil uji organoleptik untuk penilaian manisan manisan semi basah ditunjukkan pada Gambar 7.
5,4
Skor kesukaan
5,3 5,2 5,1 A
5
B 4,9
C
4,8 4,7 Belimbing
Nanas
Pepaya
Jenis manisan buah
Gambar 7. Histogram pengaruh formulasi dusting terhadap skor rata-rata
kesukaan warna manisan 2.
Nilai aroma a.
Belimbing Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter aroma pada formula manisan belimbing a2 adalah 4.76 (agak suka). Manisan ini memiliki sedikit aroma buah segar belimbing disertai dengan sedikit aroma karamel gula. Setelah dilakukan proses dusting dengan menggunakan tiga jenis bahan dusting pada manisan ini tidak terjadi perubahan nilai penerimaan aroma yang signifikan. Rentang nilai penerimaan panelis terhadap parameter aroma manisan belimbing yang mengalami perlakuan dusting adalah 4.7 – 4.76 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 21). Nilai tertinggi pada uji organoleptik aroma yang kedua adalah formula manisan C (bahan dusting dekstrin kristal). Tidak signifikannya perubahan nilai bisa dikarenakan semua bahan dusting yang digunakan tidak memiliki aroma yang cukup kuat.
b.
Nanas Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter aroma pada formula manisan nanas b1 adalah 4.76 (agak suka). Tidak terjadi perubahan nilai penerimaan yang signifikan setelah dilakukan proses dusting pada manisan ini. Hal ini dikarenakan seluruh bahan dusting yang digunakan relatif tidak memiliki aroma yang kuat. Nilai uji organoleptik aroma berkisar pada selang 4.46 hingga 4.56 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 22).
c.
Pepaya Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter aroma pada formula manisan pepaya b1 adalah 4.5 (agak suka). Tidak terjadi perubahan nilai penerimaan yang signifikan setelah proses dusting. Hal ini dikarenakan seluruh bahan dusting yang digunakan tidak memiliki aroma yang kuat. Nilai uji organoleptik aroma berkisar pada selang 4.73 hingga 4.86 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 23). Data hasil uji organoleptik untuk penilaian aroma manisan semi basah ditunjukkan pada Gambar 8.
4,9
Skor kesukaan
4,8 4,7 4,6 A
4,5
B 4,4
C
4,3 4,2 Belimbing
Nanas
Pepaya
Jenis manisan buah
Gambar 8. Histogram pengaruh formulasi dusting terhadap skor rata-rata
kesukaan aroma manisan
3.
Nilai tekstur permukaan a.
Belimbing Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter tekstur permukan pada formula manisan belimbing a2 adalah 5.1 (suka). Tekstur permukaan manisan ini terdapat sisa-sisa larutan gula yang lengket, cukup empuk digigit, dan terasa berair (juicy). Setelah dilakukan proses dusting terjadi peningkatan nilai penerimaan tekstur. Hasil uji organoleptik tahap kedua menunjukkan nilai penerimaan tekstur panelis 5.26 – 5.5 (agak suka - suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 24). Peningkatan nilai ini terutama dipengaruhi oleh permukaan manisan yang tidak lengket.
b.
Nanas Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter tekstur permukan pada formula manisan nanas b1 adalah 4.83 (agak suka). Tekstur permukaan manisan ini terdapat sisa-sisa larutan gula yang lengket, cukup empuk digigit, dan terasa berair (juicy). Setelah dilakukan proses dusting terjadi peningkatan nilai penerimaan tekstur menjadi 4.86 – 5.03 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 25).
c.
Pepaya Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter tekstur permukan pada formula manisan pepaya b1 adalah 5.3 (agak suka). Tekstur permukaan manisan ini seperti kedua buah lainnya, terdapat sisa-sisa larutan gula yang lengket, dan terasa berair (juicy). Setelah
dilakukan
proses
dusting
terjadi
peningkatan
nilai
penerimaan tekstur menjadi 5.06 – 5.43 (agak suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 26).
Peningkatan nilai ini terutama dipengaruhi permukaan manisan yang tidak lengket. Data hasil uji organoleptik untuk penilaian tekstur manisan
Skor kesukaan
semi basah ditunjukkan pada Gambar 9. 5,6 5,5 5,4 5,3 5,2 5,1 5 4,9 4,8 4,7 4,6 4,5
A B C
Belimbing
Nanas
Pepaya
Jenis manisan buah
Gambar 9. Histogram pengaruh formulasi dusting terhadap skor rata-rata
kesukaan tekstur manisan 4.
Nilai rasa a.
Belimbing Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter rasa pada formula manisan belimbing a2 adalah 5.3 (agak suka). Rasa manisan ini adalah rasa buah belimbing yang didominasi rasa manis dengan sedikit rasa asam. Setelah dilakukan proses dusting dengan menggunakan tiga jenis bahan dusting pada manisan ini terjadi peningkatan nilai penerimaan warna menjadi 5.36 – 5.76 (agak suka - suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 27). Peningkatan nilai kesukaan panelis terhadap parameter rasa disebabkan pengaruh penggunaan bahan dusting yang tergolong gula sehingga memberikan lebih banyak rasa manis yang memang disukai.
b.
Nanas Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter rasa pada formula manisan nanas b1 adalah 5.17 (agak suka). Rasa manisan ini adalah rasa khas buah nanas yang manis. Penggunaan bahan dusting yang tergolong gula sehingga memberikan lebih banyak rasa manis disukai oleh panelis. Setelah dilakukan proses dusting dengan menggunakan tiga jenis bahan dusting pada manisan ini terjadi peningkatan nilai penerimaan warna menjadi 5.16 – 5.72 (agak suka - suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 28). Nilai tertinggi diperoleh formula manisan B (bahan dusting glukosa kristal).
c.
Pepaya Hasil uji organoleptik tahap pertama terhadap parameter rasa pada formula manisan pepaya b1 adalah 5.2 (agak suka). Setelah dilakukan proses dusting dengan menggunakan tiga jenis bahan dusting pada manisan ini terjadi peningkatan nilai penerimaan warna menjadi 5.6 – 6.03 (agak suka) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 5). Penggunaan bahan dusting yang tergolong gula memberikan lebih banyak rasa manis sehingga penilaian panelis menjadi lebih besar. Nilai tertinggi diperoleh formula manisan B (bahan dusting glukosa kristal). Data hasil uji organoleptik untuk penilaian rasa manisan semi basah ditunjukkan pada Gambar 10.
6,2 6 Skor kesukaan
5,8 5,6 5,4
A
5,2
B
5
C
4,8 4,6 Belimbing
Nanas
Pepaya
Jenis manisan buah
Gambar 10. Histogram pengaruh formulasi dusting terhadap skor rata-rata
kesukaan rasa manisan 5.
Nilai kerenyahan a.
Belimbing Uji
organoleptik
tahap
pertama
terhadap
parameter
kerenyahan pada formula manisan belimbing a2 adalah 5.3 (agak suka). Setelah dilakukan proses dusting dengan menggunakan tiga jenis bahan dusting pada manisan ini terjadi sedikit peningkatan nilai penerimaan kerenyahan menjadi 5.3 – 5.53 (agak suka - suka) dan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 5). b.
Nanas Uji
organoleptik
tahap
pertama
terhadap
parameter
kerenyahan pada formula manisan nanas b1 adalah 4.86 (agak suka). Setelah dilakukan proses dusting dengan menggunakan tiga jenis bahan dusting pada manisan ini tidak terjadi perubahan nilai penerimaan kerenyahan yang signifikan. Nilai uji sensori terhadap parameter kerenyahan yang diperoleh adalah 4.76 – 4.83 (agak suka) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 5).
c.
Pepaya Uji
organoleptik
tahap
pertama
terhadap
parameter
kerenyahan pada formula manisan pepaya b1 adalah 5.36 (agak suka). Setelah dilakukan proses dusting dengan menggunakan tiga jenis bahan dusting pada manisan ini tidak terjadi perubahan nilai penerimaan kerenyahan yang signifikan. Nilai uji sensori terhadap parameter kerenyahan yang diperoleh adalah 5.26 – 5.5 (agak suka suka) dan berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (Lampiran 5).. Data hasil uji organoleptik untuk penilaian kerenyahan manisan semi basah ditunjukkan pada Gambar 11.
5,6
Skor kesukaan
5,4 5,2 5 A
4,8
B 4,6
C
4,4 4,2 Belimbing
Nanas
Pepaya
Jenis manisan buah
Gambar 11. Histogram pengaruh formulasi dusting terhadap skor rata-rata
kesukaan kerenyahan manisan Berdasarkan hasil dari uji penerimaan yang telah dilakukan diketahui bahwa formulasi belimbing semi basah yang memiliki karakteristik terbaik menurut panelis adalah formula A (bahan dusting campuran tepung gula dan tepung kanji). Formulasi manisan ini mendapatkan nilai 5.3 (rasa), 4.73 (aroma), 5.5 (tekstur), 5.77 (rasa), dan 5.53 (kerenyahan). Formulasi manisan nanas semi basah yang terbaik menurut penilaian panelis adalah formula B (bahan dusting glukosa kristal). Formulasi manisan nanas ini memperoleh nilai 5.33 (rasa), 4.53 (aroma), 5.03 (tekstur), 5.72 (rasa), dan 4.83
(kerenyahan). Sedangkan untuk fomulasi manisan papaya adalah formula B (bahan dusting glukosa kristal). Formulasi manisan nanas ini memperoleh nilai 5.03 (rasa), 4.87 (aroma), 5.43 (tekstur), 6.03 (rasa), dan 5.5 (kerenyahan).
D. ANALISIS PRODUK TERPILIH Proses pembuatan produk manisan semi basah melibatkan beberapa tahapan yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam produk akhir. Perubahan dapat terjadi pada kandungan kimia maupun sifat fisik produk tersebut. Jumlah kandungan mikroba juga berubah seiring dengan perlakuan terhadap produk manisan. Analisis produk pada penlitian ini dilakukan pada produk terpilih dari uji organoleptik tahap ketiga. Analisis ini menentukan kelayakan produk untuk dikonsumsi. Berikut ini adalah data analisis produk terpilih : 1.
Mutu kimia manisan semi basah Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis yang biasa dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai kandungan komponen utama pada bahan. Analisis ini meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Adapun kandungan karbohidrat ditentukan by difference, yaitu dengan menghitung selisih antara 100 dengan total kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Formula manisan yang diuji kandungan zat gizinya adalah manisan buah semi basah yang mendapat ranking terbaik pada uji ranking hedonik tahap ketiga. Data hasil analisis kimia manisan semi basah ditampilkan pada Tabel 8.
Komposisi kimia formula manisan semi basah hasil analisis proksimat (% bb)
Tabel 9.
Komposisi
Belimbing A
Nanas B
Pepaya B
Air (%)
24.32
27.95
21.99
Abu (%)
0.28
0.24
0.43
Protein (%)
1.01
1.15
1.29
Lemak (%)
0.28
0.33
0.32
74.11
70.33
75.97
Karbohidrat (%) Keterangan : Belimbing A
Nanas B
Pepaya B
a.
: potongan sejajar sirip buah ketebalan 0.5 cm, perendaman larutan kapur CaCl2 500 ppm dan Na-metabisulfit 150 ppm 30 menit, blansir 85 0C selama 2 menit, perendaman larutan gula pasir 40 0 brix, larutan gula pasir 55 0brix, dan larutan gula batu 70 0brix masing-masing 12 jam, pengeringan oven 50 0C selama 4 jam, dan dusting campuran tepung gula dan tepung kanji. : ketebalan potongan 0.5 cm sejajar, perendaman larutan kapur CaCl2 500 ppm 30 menit, blansir 85 0C 1 menit, perendaman larutan gula pasir 40 0brix, larutan gula pasir 55 0brix, dan larutan gula batu 70 0brix masing-masing 12 jam, pengeringan oven 60 0C selama 2 jam, dan dusting glukosa kristal. : ketebalan potongan 0.5 cm, perendaman larutan kapur CaCl2 500 ppm 30 menit, blansir 85 0C 1 menit, perendaman larutan gula pasir 40 0brix, larutan gula pasir 55 0brix, dan larutan gula batu 70 0 brix masing-masing 12 jam, pengeringan oven 60 0C selama 2 jam, dan dusting glukosa kristal.
Kadar air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan yang dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan makanan (Winarno, 1984). Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar air formula manisan belimbing semi basah adalah 24.32 %, manisan nanas semi basah adalah 27.95 %, dan manisan pepaya semi basah adalah 21.99%. Penurunan ini disebabkan oleh proses pengolahan manisan
yang
sangat
mempengaruhi
penurunan
kadar
diantaranya perendaman dalam larutan gula dan pengeringan.
air,
Menurut Ponting et al., (1966), proses dehidrasi osmosis akibat perendaman dalam larutan gula mengakibatkan pengeluaran sejumlah air dari dalam buah-buahan. Makin lama perendaman dan makin pekatnya konsentrasi gula yang digunakan, jumlah air yang keluar dari bahan juga akan semakin banyak. Pengeluaran air dari dalam buah mengakibatkan penurunan kadar air. Selain itu, penurunan kadar air juga bisa disebabkan proses pengeringan yang melibatkan panas sehingga terjadi penguapan air. Kadar air merupakan parameter utama yang terlibat dalam kebanyakan reaksi perusakan bahan pangan. Beberapa kerusakan yang disebabkan oleh kadar air yang tinggi pada bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, hidrolisis, dan oksidasi lemak. Nilai kadar air formula manisan semi basah yang rendah diyakini dapat menghambat terjadinya berbagai kerusakan tersebut, sehingga mutu produk tetap terjaga. b. Kadar protein Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsurunsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 1984). Beberapa komponen penyusun yang mengandung unsur-unsur tersebut diantaranya asam sitrat (C6H8O7), potasium sorbat (C6H7O2K), sukrosa (C12H22O11), dan asam askorbat (C6H8O6). Data hasil analisis menunjukkan bahwa kadar protein formula manisan belimbing, nanas, dan pepaya semi basah berturut-turut adalah 1.01%, 1.15 %, dan 1.29 % bb. c. Kadar lemak Lemak atau minyak merupakan sumber energi yang paling efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gramlemak dapat menghasilkan kalori sebesar 9 kkal, sedangkan
karbohidrat dan protein hanya menghasilkan kalori sebesar 4 kkal. Hampir semua bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak, terutama bahan yang berasal dari hewan. Selain sebagai sumber energi, lemak dan minyak berperan penting dalam penyediaan vitamin A, D, E, dan K dalam tubuh serta pembentukan cita rasa suatu makanan (Winarno, 1984). Kadar lemak yang dianalisis pada penelitian ini adalah kadar lemak kasar, yaitu tidak hanya lemak (true fat), tetapi juga lilin, fosfolipida, sterol, hormon, minyak atsiri dan pigmen (Ketaren, 1986). Kadar lemak formula formula manisan belimbing, nanas, dan pepaya semi basah berturut-turut adalah 0.28 % bb, 0.33 % bb, dan 0.32 % bb. Kadar lemak yang rendah ini mempunyai keuntungan, yaitu dapat mengurangi reaksi oksidasi selama penyimpanan. Reaksi oksidasi lemak dapat menyebabkan penurunan mutu produk karena menimbulkan ketengikan pada produk dan juga pembentukan radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh. d. Kadar abu Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96 % terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno, 1984). Kadar abu formula manisan manisan buah sangat dipengaruhi oleh kadar abu bahan penyusunnya terutama garam dan CaCl2 (kalsium klorida). Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar abu formula manisan belimbing, nanas, dan pepaya semi basah berturutturut adalah 0.28 %, 0.24 %, dan 0.43 % bb. e. Kadar karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama dan mempuyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, dan tekstur (Winarno, 1984). Karbohidrat dalam makanan terdiri dari dua jenis, yaitu karbohidrat yang dapat
dicerna (pati) dan karbohidrat yang tidak dapt dicerna (serat) oleh tubuh dalam sistem metabolisme. Sumber karbohidrat utama pada formula manisan semi basah ini berasal dari kandungan karbohidrat sukrosa. Penentuan kadar karbohidrat dalam penelitian ini dihitung secara by difference, yaitu dengan menghitung selisih antara 100% dengan total kadar air, abu, protein, dan lemak. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh kadar karbohidrat formula formula manisan belimbing, nanas, dan pepaya semi basah berturut-turut adalah 74.11 %bb, 70.33 % bb, dan 75.97 % bb. Kadar karbohidrat ketiga formula yang diuji tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan ketiganya mendapat perlakuan perendaman dalam larutan gula (sukrosa) dengan konsentrasi yang sama, yaitu 40, 55, dan 70 0Brix. Adanya sedikit perbedaan kadar karbohidrat diantara ketiga formula yang diuji disebabkan terjadi perubahan kadar lemak, protein, dan abu, sehingga dengan perhitungan secara by difference kadar karbohidrat pun akan berubah sesuai perubahan komponen gizi lainnya. Karbohidrat yang terdapat pada formula manisan semi basah sebagian besar terdiri dari sukrosa dan sebagian kecil serat. Karbohidrat mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan kalori produk karena jumlahnya yang sangat tinggi. Menurut Winarno (1984), walaupun jumlah kalori yang dihasilkan oleh 1 gramkarbohidrat hanya 4 kkal, bila dibandingkan dengan protein dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah.
2. Mutu fisik manisan semi basah Analisis mutu fisik yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari perhitungan rendemen, pengukuran pH, tingkat kekerasan dan aktivitas air.
a. Rendemen Pengukuran rendemen penting dilakukan dalam kaitannya dengan perhitungan ekonomis bahan baku. Makin besar rendemen, makin besar pula jumlah produk yang dihasilkan per satuan berat bahan awal. Selama proses dehidrasi osmosis buah-buahan, air yang berdisfusi ke luar dapat mencapai lebih dari 50 % dari berat awal buah (Ponting et al., 1966). Air berdifusi keluar melalui dinding sel yang bertindak sebagai membran hingga tercapai keseimbangan konsentrasi di dalam dan di luar bahan. Dan karena berat molekul gula lebih besar daripada air maka kemampuan molekul gula untuk menembus dinding sel lebih kecil, sehingga proses ini disebut juga dehidrasi parsial (Ponting et al., 1966). Hasil pengukuran rendemen pada formula manisan buah belimbing semi basah adalah 72 %, formula manisan nanas semi basah 45 %, dan formula manisan pepaya semi basah adalah 71 %. Perbedaan jumlah rendemen disebabkan berbagai hal, selain kehilangan air, juga disebabkan proses pengupasan dan pemotongan yang berbeda untuk setiap buah. Buah belimbing memiliki kulit yang tipis dan jumlah biji yang sedikit, sehingga tidak banyak bagian buah yang dibuang. Buah pepaya memiliki kulit yang tipis namun bijinya yang sangat banyak. Pada buah nanas hasil rendemen tergolong rendah karena banyaknya bagian buah yang tidak ikut diolah menjadi manisan. Bagian yang harus dibuang antara lain daun, kulit, bagian mata nanas pada daging buah, dan bagian tengah buah. b.
Keasaman (pH) Pengukuran keasaman produk yang biasa dinyatakan dengan pH, penting dilakukan karena pH mempengaruhi terjadinya inversi sukrosa dalam larutan gula. Nilai pH juga mempengaruhi laju pertumbuhan mikroorganisme, aktivitas enzim, dan stabilitas vitamin dalam bahan pangan. Menurut Woodroof dan Luh (1975), adanya
asam yang tinggi turut mencegah terjadinya pencoklatan pada buahbuahan yang dikeringkan. Apabila pH produk akhir yang diinginkan rendah, maka jumlah asam yang digunakan harus cukup tinggi, terutama bila disertai perendaman dalam larutan gula konsentrasi tinggi. Goutara (1985) menyatakan bahwa bila diinginkan kandungan asam yang tinggi pada produk akhir maka asam dapat ditambahkan dalam larutan gula yang digunakan untuk perendaman. Hasil pengukuran pH pada sampel manisan belimbing semi basah dari tiga kali ulangan menunjukkan nilai rata-rata sebesar 4.09. pH rata-rata sampel manisan nanas semi basah adalah 4.36. Sedangkan hasil pengukuran pH untuk sampel manisan pepaya semi basah rata-rata adalah 4.17. c. Kekerasan Kekerasan
produk
diukur
secara
objektif
dengan
menggunakan Texture Analyzer (TA). Makin besar beban (gaya) yang dibutuhkan untuk menyobek sampel, makin tinggi tingkat kekerasan sampel tersebut. Data pengujian sampel manisan semi basah belimbing, nanas, dan pepaya dapat dilihat pada Lampiran 33. Rata-rata beban yang diperlukan untuk menyobek manisan belimbing semi basah adalah 4539.3 gramdengan waktu rata-rata 2.405 sekon. Rata-rata beban yang diperlukan untuk menyobek manisan nanas semi basah adalah 6015.3 gramdengan waktu ratarata 3.498 sekon. Rata-rata beban yang diperlukan untuk menyobek manisan pepaya semi basah adalah 3280.5 gramdengan waktu ratarata 2.291 sekon Secara umum tingkat kekerasan / kerenyahan manisan-manisan
semi
basah yang diuji tergolong
empuk.
Permukaan potongan buah yang kering cukup renyah sedangkan bagian dalam potongan daging buah empuk dan mengandung air (juicy).
d. Aktivitas air (aw) Pengukuran aktivitas air penting artinya bagi industri pangan karena nilai aw mengontrol laju dan jenis reaksi kerusakan bahan, serta merupakan suatu indeks bagi stabilitas dan kualitas bahan pangan (Desroiser, 1988). Menurut Winarno et al. (1988), aktivitas air merupakan jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk tumbuh. Tujuan pengukuran aw adalah mengetahui keaktifan air minimal yang terdapat pada bahan pangan sehingga dapat dilakukan tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Nilai aw minimum bagi pertumbuhan mikroba disajikan di Tabel 9. Tabel 10. Aktivitas air (aw) minimum pertumbuhan mikroba pada bahan pangan Mikroorganisme
aw minimum
Organisme penghasil lendir pada daging
0.98
Spora Pseudomonas, Bacillus cereus
0.97
Spora B. subtilis, C. Botulinum
0.95
C. botulinum, Salmonella
0.93
Bakteri pada umumnya
0.91
Ragi pada umumnya Aspergillus niger
0.88 0.85
Jamur pada umumnya
0.80
Bakteri halofilik
0.75
Jamur xerofilik
0.65
Ragi osmofilik
0.62
Sumber : Buckle et al. (1985)
3.
Mutu mikrobiologi manisan semi basah Pertumbuhan bakteri, reaksi pencoklatan, hidrolisis, dan oksidasi lemak umumnya terjadi pada kisaran aw diatas 0.8. Apabila suatu produk pangan memiliki nilai aw yang lebih rendah maka pertumbuhan bakteri dan aktifitas-aktifitas tertentu dapat ditekan sehingga umur simpan produk menjadi lebih panjang.
Hasil pengukuran rata-rata aw dari dua kali ulangan pada sampelsampel manisan semi basah adalah 0.636 untuk belimbing, 0.628 untuk nanas, dan 0.664 untuk pepaya. Sampel manisan semi basah ini tergolong kedalam makanan beraktifitas air sedang. Nilai aktivitas air formula manisan yang berkisar antara 0.628 – 0.664 diyakini dapat menghambat terjadinya berbagai kerusakan seperti pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, hidrolisis, dan oksidasi lemak, sehingga mutu produk tetap terjaga. Jumlah mikro organisme dalam bahan pangan penting untuk diketahui. Hal ini berhubungan dengan keamanan dalam mengkonsumsi pangan. Hasil perhitungan uji mikrobiologi manisan disajikan pada Tabel 10. Tabel 11. Hasil perhitungan koloni manisan semi basah dengan metode TPC Sampel
Ulangan
Belimbing
1 2 1 2 1 2
Nanas Pepaya
Jumlah koloni tiap pengenceran 10-1 10-2 10-3 4 3 1 5 2 1
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
Koloni/gr < 2.5 x 102 < 2.5 x 102 < 2.5 x 102
Berdasarkan hasil pengamatan, pada analisis formula belimbing ditemukan
4 dan 3 koloni pada pemupukan 10-1, 0 koloni pada
pemupukan 10-2, serta 0 koloni pada pemupukan 10-3. Pada analisis formula nanas ditemukan 1 dan 5 koloni pada pemupukan 10-1, 0 koloni pada pemupukan 10-2, serta 0 koloni pada pemupukan 10-3. Pada analisis formula pepaya ditemukan 2 dan 1 koloni pada pemupukan 10-1, 0 koloni pada pemupukan 10-2, dan 0 koloni pada pemupukan 10-3. Berdasarkan SNI mengenai uji cemaran mikroba yaitu SNI 01-28971992, perhitungan koloni dilakukan pada kisaran 25-250 koloni. Data hasil perhitungan di Tabel 6 menunjukkan jumlah koloni yang lebih kecil dari batasan tersebut, sehingga jumlah mikroba yang terdapat pada manisan semi basah adalah lebih kecil dari 2.5 x 102 koloni/gr.
Adanya perendaman dalam larutan garam dan larutan gula yang disertai penambahan potasium sorbat sebagai pengawet antimikroba, telah berhasil menghambat bahkan menginaktifkan mikroba yang tumbuh. Perendaman ini akan menimbulkan tekanan osmosis yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Lingkungan yang isotonik dapat menyebabkan dinding sel mikroba mempunyai konsentrasi yang sama dengan media yang berisi bahan makanan, dengan adanya garam dan gula, sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan akan berkurang. Kadar air dan aw bahan juga berkurang akibat proses pengeringan yang dilakukan pada suhu 50 - 60C. Kadar air merupakan parameter utama yang terlibat dalam kebanyakan reaksi perusakan bahan pangan. Beberapa kerusakan yang disebabkan oleh kadar air yang tinggi pada bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, reaksi pencoklatan, hidrolisis, dan oksidasi lemak. Nilai kadar air formula manisan semi basah yang rendah diyakini dapat menghambat terjadinya berbagai kerusakan tersebut, sehingga mutu produk tetap terjaga. Berbagai kerusakan tersebut terutama kerusakan akibat mikroba juga dapat dihambat dengan kadar aw bahan hasil analisis yang tergolong rendah. Mutu manisan semi basah ini juga tetap terjaga dengan pH produk yang rendah. Menurut Winarno (1984), dengan nilai pH di bawah 4.5 maka kemungkinan tumbuhnya mikroba berbahaya pada produk akan lebih kecil. Jenis mikroba yang dapat mengkontaminasi manisan semi basah hampir sama dengan mikroba yang tumbuh pada produk jam dan jelly. Adanya pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan perubahan aroma dan flavor, sebagai contoh adalah timbulnya aroma senyawa keton dan asetat akibat pertumbuhan khamir. Secara umum, manisan semi basah yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki mutu fisik, kimia, dan mikrobiologi yang baik dan sesuai dengan standar mutu manisan buah kering SNI 01-3710-1990 (Tabel 11). Hal tersebut dapat dilihat dari penampakan, bau, dan rasa
yang normal. Kadar air yang rendah dapat menghambat berbagai kerusakan pangan, sehingga mutu produk tetap terjaga. Manisan semi basah ini juga dibuat tanpa pemanis buatan. Penggunaan pengawet (potasium sorbat) telah sesuai dengan persyaratan SNI 01-0222-1995 serta
sesuai
dengan
peraturan
Menteri
Kesehatan
nomor
235/Men.Kes./Per/79, yaitu maksimal 500 ppm. Mutu mikrobiologi yang baik dapat dilihat dari jumlah total mikroba yang sangat kecil, yaitu lebih kecil dari batasan terkecil 2.5 x 102 koloni/gr. Kemungkinan adanya cemaran logam pada manisan semi basah sangat kecil. Hal ini dikarenakan peralatan yang digunakan hanya berupa wadah-wadah plastik dan pisau stainless steel. Tabel 12. Standar mutu dehydrated fruit (SNI 01-3710-1990) No. 1.
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan 1.1 Penampakan
-
normal
1.2 Bau
-
normal
1.3 Rasa
-
normal
2.
Air
3.
BTP
% bb
maksimal 31
3.1 Pemanis Buatan
-
negatif
3.2 Pewarna
-
sesuai SNI 01-0222-1995
3.3 Pengawet
-
sesuai SNI 01-0222-1995
4.
Cemaran Mikroba
APM/g
<3
5.
Cemaran Logam 5.1 Timbal
mg/kg
maksimal 2.0
5.2 Tembaga
mg/kg
maksimal 5.0
5.3 Seng
mg/kg
maksimal 40.0
5.4 Arsen
mg/kg
maksimal 1.0
Seperti pada produk dengan aw rendah lainnya, manisan semi basah ini diharapkan mempunyai daya awet yang tinggi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pengolahan yang higienis, pengemasan, dan penyimpanan yang baik Kemasan yang digunakan sebaiknya kemasan yang melibatkan gas (MAP dan CAP) dan kedap air.
E. VERIFIKASI PROSES PEMBUATAN MANISAN SEMI BASAH Produk-produk terpilih dari tiap buah dibuat dengan memodofikasi proses pembuatan masing-masing produk. Berdasarkan percobaan-percobaan yang telah dilakukan, diperoleh prosedur untuk pembuatan manisan dan bahan-bahan pembuatan. 1.
Pembuatan larutan kapur CaCl2 0,5 % Siapkan 1 liter air lalu tambahkan CaCl2 sebanyak 0,5 gram kemudian larutan diaduk hingga larut. Khusus untuk pembuatan manisan belimbing ditambahkan 0.15 gram Na-metabisulfit ke dalam larutan kapur.
2.
Pembuatan larutan gula pasir 40 0brix Panaskan air sebanyak 1 liter hingga mendidih kemudian masukkan 1 kg gula pasir lalu diaduk hingga larut. Ukur tingkat konsentrasi larutan dengan menggunakan refraktometer. Tepatkan konsentrasi larutan dengan cara menambahkan sedikit gula atau air. Suhu larutan yang digunakan saat melakukan perendaman buah adalah 60 0C.
3.
Pembuatan larutan gula pasir 55 0brix Panaskan air sebanyak 1 liter hingga mendidih kemudian masukkan 1,5 kg gula pasir lalu diaduk hingga larut. Ukur tingkat konsentrasi larutan dengan menggunakan refraktometer. Tepatkan konsentrasi larutan dengan cara menambahkan sedikit gula atau air. Suhu larutan yang digunakan saat melakukan perendaman buah adalah 60 0C.
4.
Pembuatan larutan gula batu 70 0brix Panaskan air sebanyak 0,75 liter hingga mendidih kemudian masukkan 1,5 kg gula batu lalu diaduk hingga larut. Ukur tingkat konsentrasi larutan dengan menggunakan refraktometer. Tepatkan konsentrasi larutan dengan cara menambahkan sedikit gula atau air. Hitung volume larutan kemudian tambahkan 0.5 gram potassium sorbat untuk tiap 1 liter larutan. Suhu larutan yang digunakan saat melakukan perendaman buah adalah 60 0C.
5. Pembuatan manisan semi basah buah belimbing Buah yang digunakan adalah buah dengan tingkat kematangan kurang lebih 80 %, dapat dilihat dari warna permukaan buah dimana kurang lebih ¾ bagian kulit buah berwarna kuning kehijauan. Buah dibuang bagian ujung-ujungnya, lalu dicuci dengan air bersih. Potong buah pada bagian tengahnya sehingga kelima sirip buah terpisah, kemudian pada tiap sirip buah dibelah pada bagian tengahnya sehingga sirip terbagi dua. Buang serat-serat berwarna putih yang terdapat pada bagian tengah buah belimbing. Potongan sirip yang telah bersih dari serat-serat putih lalu dipotong-potong dengan panjang potongan 3 cm. Potongan buah kemudian direndam dalam larutan campuran kapur CaCl2 dan Na-metabisulfit selama 30 menit kemudian dibilas dengan air mengalir. Setelah dibersihkan kemudian potongan buah diblansir dengan suhu 85 0C selama 2 menit. Setelah itu dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan gula I selama 12 jam, lalu dilanjutkan perendaman gula II selama 12 jam, kemudian perendaman gula III selama 12 jam. Potongan buah kemudian ditiriskan lalu dikeringkan dengan menggunakan pengering kabinet bersuhu 50 0C selama 4 jam. Setelah proses pengeringan selesai potongan buah didinginkan lalu dilakukan proses dusting dengan cara memasukkan potongan buah dan tepung dusting (campuran tepung gula dan tepung kanji 1 : 1) dalam kantung
plastik besar lalu kantung plastik tersebut dikocok selama ½ menit. Apabila lapisan dusting terlihat terlalu tebal menutupi permukaan buah maka lakukan pengocokan kedua dengan menggunakan kantung plastik bersih. Pengocokan dilakukan hingga lapisan bahan dusting pada potongan buah tidak terlalu tebal. Bagan alir pembuatan manisan buah belimbing semi basah dapat dilihat pada Gambar 12. Buah belimbing mengkal Kupas kulit, dan buang bagian ujung buah Potong buah pada bagian siripnya Bersihkan serat-serat di bagian dalam daging buah Buah dipotong-potong ukuran 3 x 0,5 cm Buah direndam dalam larutan kapur CaCl2 dan Na-metabisulfat 150 ppm (30 menit)
Buah diblansir dengan suhu 85 0C (2 menit) Buah direndam dalam larutan gula pasir 40 0brix bersuhu awal 60 0C (12 jam) Buah direndam dalam larutan gula pasir 55 0brix bersuhu awal 60 0C (12 jam) Buah direndam dalam larutan gula batu 70 0brix bersuhu awal 60 0C (12 jam) Buah ditiriskan Buah dikeringkan dengan menggunakan pengering kabinet dengan suhu 50 0C (4 jam)
Buah dan campuran gula tepung dan tepung kanji dimasukan kedalam plastik lalu dikocok-kocok (½ menit) Manisan buah belimbing semi basah
Gambar 12. Bagan alir pembuatan manisan buah belimbing semi basah
6. Pembuatan manisan semi basah buah nanas Buah yang digunakan adalah buah dengan tingkat kematangan kurang lebih 80 %, dapat dilihat dari warna permukaan buah dimana kurang lebih ¾ bagian kulit buah berwarna kuning kehijauan. Buang bagian daun buahnya. Kupas seluruh kulit nanas kemudian buang seluruh mata buah. Pembuangan mata buah dilakukan dengan memotong secara diagonal sampai seluruh mata buah terbuang. Buah nanas kemudian dipotong pada alur yang telah terbentuk saat membuang mata nanas. Pada tiap potongan tersebut lalu dipotong lagi menjadi potongan-potongan kecil dengan panjang 3 cm. Potongan buah kemudian dicuci dengan air mengalir. Potongan buah kemudian direndam dalam larutan kapur CaCl2 selama 30 menit kemudian dibilas dengan air mengalir. Setelah dibersihkan kemudian potongan buah diblansir dengan suhu 85 0C selama 1 menit. Setelah itu dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan gula I selama 12 jam, lalu dilanjutkan perendaman gula II selama 12 jam, kemudian perendaman gula III selama 12 jam. Potongan buah kemudian ditiriskan lalu dikeringkan dengan menggunakan pengering kabinet bersuhu 60 0C selama 2 jam. Setelah proses pengeringan selesai potongan buah didinginkan lalu dilakukan proses dusting dengan cara memasukkan potongan buah dan tepung dusting (glukosa kristal) dalam kantung plastik besar lalu kantung plastik tersebut dikocok selama ½ menit. Apabila lapisan dusting terlihat terlalu tebal menutupi permukaan buah maka lakukan pengocokan kedua dengan menggunakan kantung plastik bersih. Pengocokan dilakukan hingga lapisan bahan dusting pada potongan buah tidak terlalu tebal. Bagan alir pembuatan manisan buah belimbing semi basah dapat dilihat pada Gambar 13.
Buah nanas mengkal Kupas kulit, buang bagian ujung dan daun buah Buang seluruh mata buah Potong buah pada bagian alur yg terbentuk dari bekas mata buah Buah dipotong-potong ukuran 3 x 0,5 cm Buah direndam dalam larutan kapur CaCl2 (30 menit)
Buah diblansir dengan suhu 85 0C (1 menit) Buah direndam dalam larutan gula pasir 40 0brix bersuhu awal 60 0C (12 jam) Buah direndam dalam larutan gula pasir 55 0brix bersuhu awal 60 0C (12 jam) Buah direndam dalam larutan gula batu 70 0brix bersuhu awal 60 0C (12 jam) Buah ditiriskan Buah dikeringkan dengan menggunakan pengering kabinet dengan suhu 60 0C (2 jam) Buah dan glukosa kristal dimasukan kedalam plastik lalu dikocok-kocok (½ menit)
Manisan buah nanas semi basah Gambar 13. Bagan alir pembuatan manisan buah nanas semi basah
7.
Pembuatan manisan semi basah buah pepaya Buah yang digunakan adalah buah dengan tingkat kematangan kurang lebih 80 %, dapat dilihat dari warna permukaan buah dimana kurang lebih ¾ bagian kulit buah berwarna kuning kehijauan. Buang kedua bagian ujung buah. Potong buah papaya menjadi 4 bagian. Buang seluruh biji buah lalu kupas seluruh kulit buahnya. Buah kemudian dipotong-potong menjadi potongan kecil dengan ketebalan 0.5 cm.
Potongan buah kemudian direndam dalam larutan kapur CaCl2 selama 30 menit kemudian dibilas dengan air mengalir. Setelah dibersihkan kemudian potongan buah diblansir dengan suhu 85 0C selama 1 menit. Setelah itu dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan gula I selama 12 jam, lalu dilanjutkan perendaman gula II selama 12 jam, kemudian perendaman gula III selama 12 jam. Potongan buah kemudian ditiriskan lalu dikeringkan dengan menggunakan pengering kabinet bersuhu 60 0C selama 2 jam. Setelah proses pengeringan selesai potongan buah didinginkan lalu dilakukan proses dusting dengan cara memasukkan potongan buah dan tepung dusting (glukosa kristal) dalam kantung plastik besar lalu kantung plastik tersebut dikocok selama ½ menit. Apabila lapisan dusting terlihat terlalu tebal menutupi permukaan buah maka lakukan pengocokan kedua dengan menggunakan kantung plastik bersih. Pengocokan dilakukan hingga lapisan bahan dusting pada potongan buah tidak terlalu tebal. Bagan alir pembuatan manisan buah belimbing semi basah dapat dilihat pada Gambar 14. Buah pepaya mengkal Kupas kulit, dan buang bagian ujung buah Buah dibelah menjadi 4 bagian lalu buang seluruh biji buah Buah dipotong-potong menjadi potongan kecil dengan ukuran 3 x 0,5 cm Buah direndam dalam larutan kapur CaCl2 (30 menit)
Buah diblansir dengan suhu 85 0C (1 menit) Buah direndam dalam larutan gula pasir 40 0brix bersuhu awal 60 0C (12 jam) Buah direndam dalam larutan gula pasir 55 0brix bersuhu awal 60 0C (12 jam) @
@ Buah direndam dalam larutan gula batu 70 0brix bersuhu awal 60 0C (12 jam) Buah ditiriskan Buah dikeringkan dengan menggunakan pengering kabinet dengan suhu 60 0C (2 jam) Buah dan glukosa kristal dimasukan kedalam plastik lalu dikocok-kocok (½ menit)
Manisan buah pepaya semi basah Gambar 14. Bagan alir pembuatan manisan buah pepaya semi basah
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Secara umum, produk manisan belimbing, nanas, dan pepaya semi basah disukai konsumen. Formula produk akhir manisan belimbing semi basah yang paling disukai adalah formula A (ketebalan 0.5 cm potongan sejajar sirip-sirip buah, perendaman dalam larutan CaCl2 dengan konsentrasi 500 ppm dan Na-metabisulfat 150 ppm selama 30 menit, blansir 85 0C 2 menit, larutan gula pasir 40 0brix, larutan gula pasir 55 0brix, dan larutan gula batu 70 0brix 12 jam, perlakuan proses pengeringan kabinet 50 0C selama 4 jam, dan bahan dusting campuran tepung gula dan tepung kanji). Formula produk akhir manisan nanas semi basah yang paling disukai konsumen adalah formula B (ketebalan 0.5 cm potongan sejajar, konsentrasi CaCl2 500 ppm selama 30 menit, blansir 85 0C 1 menit, perendaman larutan gula pasir 40 0
brix, larutan gula pasir 55 0brix, dan larutan gula batu 70 0brix 12 jam, 70
0
brix 12 jam pengering kabinet, dan perlakuan proses pengeringan suhu 60 0C
selama 2 jam menggunakan pengering kabinet, dan bahan dusting glukosa kristal). Formula produk akhir manisan pepaya semi basah yang paling disukai konsumen adalah formula B (ketebalan 0.5 cm, konsentrasi CaCl2 500 ppm selama 30 menit, blansir 85 0C 1 menit, perendaman larutan gula pasir 40 0
brix, larutan gula pasir 55 0brix, dan larutan gula batu 70 0brix 12 jam
pengering kabinet, dan perlakuan proses pengeringan dengan pengering kabinet suhu 60 0C selama 2 jam, dan bahan dusting glukosa kristal). Produk manisan semi basah tersebut memiliki nilai kesukaan yang baik dari panelis uji organoleptik. Preferensi konsumen yang baik ini menjadikan manisan buah semi basah berpotensi untuk dikembangkan dan teknologinya dapat diaplikasikan pada industri kecil.
B. SARAN Produk manisan semi basah yang dihasilkan bersifat higroskopis. Oleh karena itu diperlukan pengemasan hermetis terutama pengemas yang kedap air sehingga mutu produk tetap terjaga. Masih diperlukan penelitian lanjutan untuk menghasilkan manisan buah semi basah yang tetap memiliki aroma khas buah dan tekstur permukaan yang tidak keriput.
DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemistry, Inc., Washington D. C. Apriyantono, A. 1985. Panduan praktikum pembuatan manisan buah-buahan. Di dalam Buku III. Pendidikan dan Latihan Tenaga Penyuluhan Lapangan Spesialis Industri Kecil Pengolahan Pangan. Dirjen Industri Kecil. Departemen Pertanian kerjasama dengan FATETA IPB, Bogor. Apriyantono, A. Fardiaz, D. Puspitasari, N.L. dan Budianto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisa Pangan. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Arriola, M.C., J. Calzada, Menchu, Roiz, dan Garcia. 1980. Papaya. Di dalam : Nagy dan Philip E. Shaw (eds). Tropical and Subtropical Fruits. The AVI Publishing co, Inc. Westport, Connecticut. Balagopalan., C., G. Padmaja dan S.N. Moothny. 1988. Cassava In Food, Feed and Industry. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. Buckle, K.A., R. A. Edward, G.H. dan M. Wootor. 1985. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1990. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya aksara, Jakarta. Desroiser, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PAU Pangan dan Gizi dan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Frazier, L.K. 1979. Food Microbiology,3rd edition. Mcgraw-Hill Book Co., New York. Goutara. 1985. Penggunaan Gula dalam Makanan Olahan. Gramedia, Jakarta. Harris, R. S. 1989. General discussion on the stability of nutrients. Di dalam : R.S. Harris, dan E. Karmas (eds). Nutritional Evaluation of Food Processing. The AVI Pub. Co. Inc., Westport, Connecticut. Karel, M. 1976. Technology and Application of New Intermediate Moisture Foods. Di dalam R. Davies, G.G. Birch, and K.J. Parker. (eds) Intermediate Moisture Foods. Applied Science Publisher LTD., London. Ketaren. 1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.UI Press, Jakarta.
Kirk, B.E. and D.F. Othmer. 1985. Encyclopedia of Chemical Technology. The Interscience Encyclopedia Inc., New York. Leistner, L. dan W. Rődel. 1976. The Stability of IMF with Respect to Microorganism. Di dalam R R. Davies, G.G. Birch, and K.J. Parker. (eds) Intermediate Moisture Foods. Applied Science Publisher LTD., London. Minifie, B.W. dan C. Chem. 1982. Chocolate Cocoa and Confectionery : Science and Technology. The AVI Publishing Co, Inc. Westport, Connecticut. Mulyohardjo, M.1984. Yogyakarta.
Nanas
dan
Teknologi
Pengolahannya.
Liberty,
Nuraeni, Iin Indah.2004. Rekayasa Proses Pengeringan Untuk Produksi Buah Pepaya. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ponting, J.D., G.G. Watters, R.R.Forrey, R. Jackson, dan W.L. Stanley. 1966. Ostomic dehydration of fruits. J. Food Tech. 20(10) : 125-128. Potter, N. 1980. Food Science.The AVI Publishing Co,Inc.Westport, Connecticut. Pramono, L. 1993. Mempelajari Karakteristik Pengeringan Teh Hitam CTC (Curling Tearing Crushing) Tipe FBD (Fluidized Bed Dryer). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rani, Hertini. 1989. Jenis dan Mekanisme Kerja Bahan Pengawet Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Raymond, E. Kirk dan Donald F. Othner. 1954. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 4. The Interscience Encyclopedia, Inc, New York. Reddish, F.G. 1957. Antiseptics, Disinfectants, Fungicides, and Chemical and Physical Sterilization. 2nd edition. Lea and Febiger, USA. Rismunandar, J.A. 1980. Bertanam Pepaya. Terate, Bandung. Robson J.N. 1976. Some Introductory Thougths on Intermediate Moisture Foods. Di dalam R. Davies, G.G. Birch, and K.J. Parker. (eds) Intermediate Moisture Foods. Applied Science Publisher LTD., London. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Sofos, J.N. dan F. F. Busta. 1993. Sorbic acid and sorbates. Di dalam davidson dan Branen (ed). 1993. Antimicrobial in Foods. Marcel Dekker, Inc, New York. Sosrodihardjo. 1988. Produksi Buah Pepaya kering. UI-Press, Jakarta.
Taoukis, P.S., W.M. Breene, T.P. Labuza. Intermediate Moisture Food. Paper No. 14,969 of The Scientific Journal Series of the Minnesota Agricultural Experiment Station. Department of Food Science and Nutrition, Minnesota. Taub, I. A., dan Singh, R. P., 1998. Food Storage Stability. CRC Press : Boca Raton. Taib, G., G. Said, dan S. Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. Mediatama Sarana Perkasa, Jakarta. Winarno,F. G. dan M.Aman.1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta. Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. Woodroof, J.G. dan B.S. Luh. 1975. Commercial Fruit Processing. AVI Publishing Co., Westport, Connecticut.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Data jumlah produksi beberapa jenis buah di Indonesia Mangga
Jeruk
Pepaya
Pisang
Nanas
(ton)
(ton)
(ton)
(ton)
(ton)
2000
876,027
644,052
429,207
3,746,962
393,299
2001
923,294
691,433
500,571
4,300,422
494,968
2002
1 402,906
968,132
605,194
4,384,384
555,588
2003
1 526,474
1 529,824
626,745
4,177,155
677,089
2004
1 437,665
2,071,084
732,611
4,874,439
709,918
2005
1412,884
2 214,020
548,657
5,177,607
925,082
Tahun
Sumber : Biro Pusat Statistik (2005) Lampiran 2.
Form quisioner uji organoleptik
Uji Hedonik Nama : Tanggal : Instruksi : Dihadapan anda terdapat 5 sampel manisan. Cicipi satu per satu lalu lakukan penilaian terhadap parameter yang diminta untuk masing-masing contoh. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala 1 – 7 (1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka) tanpa membandingkan antar sampel. Setelah itu lakukan uji rangking dengn memberikan nilai 1 – 5 (1 = paling disukai sedangkan 5 = paling tidak disukai). Penilaian Rasa Tekstur Kerenyahan Aroma Warna Ranking
Kode Contoh
Lampiran 3.
Sidik ragam uji hedonik warna belimbing manis tahap kedua
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2350,356(a)
32
73,449
104,812
,000
PANELIS
47,389
29
1,634
2,332
,003
SAMPEL
2,689
2
1,344
1,919
,156
Error
40,644
58
,701
Total
2391,000
90
a R Squared = ,983 (Adjusted R Squared = ,974) SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N
1 30
4,9333
2,00
30
4,9333
1,00
30
5,3000
Sig.
,114
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,701. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 4.
Sidik ragam uji hedonik warna nanas tahap kedua
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2456,089(a)
32
76,753
92,915
,000
PANELIS
40,489
29
1,396
1,690
,045
SAMPEL
2,756
2
1,378
1,668
,198
Error
47,911
58
,826
Total
2504,000
90
a R Squared = ,981 (Adjusted R Squared = ,970)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N 30
1 4,9333
1,00
30
5,2667
2,00
30
5,3333
Sig.
,112
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,826. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 5.
Sidik ragam uji hedonik warna pepaya tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares 4139,600(a)
df 34
Mean Square 121,753
F 140,671
Sig. ,000
PANELIS
81,600
29
2,814
3,251
,000
SAMPEL
2,000
4
,500
,578
,679
100,400
116
,866
Error
Total 4240,000 150 a R Squared = ,976 (Adjusted R Squared = ,969)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 5,00
N
1 30
5,0333
4,00
30
5,1000
2,00
30
5,2333
3,00
30
5,3000
1,00
30
5,3333
Sig.
,274 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,866. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 6.
Sidik ragam uji hedonik aroma belimbing manis tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3272,427(a)
34
96,248
135,210
,000
PANELIS
84,593
29
2,917
4,098
,000
SAMPEL
4,627
4
1,157
1,625
,173
Error
82,573
116
,712
Total
3355,000
150
a R Squared = ,975 (Adjusted R Squared = ,968) SKOR Duncan Subset SAMPEL 4,00
N
1 30
4,3667
5,00
30
4,4667
3,00
30
4,6000
2,00
30
4,7667
1,00
30
4,8333
Sig.
,057
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,712. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 7.
Sidik ragam uji hedonik aroma nanas tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3105,440(a)
34
91,336
128,331
,000
PANELIS
119,573
29
4,123
5,793
,000
SAMPEL
11,040
4
2,760
3,878
,005
Error
82,560
116
,712
Total
3188,000
150
a R Squared = ,974 (Adjusted R Squared = ,967)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 5,00
N 30
1 3,9667
2
1,00
30
4,4333
4,00
30
4,4667
2,00
30
4,6333
3,00
30
4,7667
Sig.
1,000
,167
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,712. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 8.
Sidik ragam uji hedonik aroma pepaya tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3292,293(a)
34
96,832
314,578
,000
PANELIS
153,893
29
5,307
17,240
,000
SAMPEL
1,093
4
,273
,888
,474
35,707
116
,308
Error
Total 3328,000 150 a R Squared = ,989 (Adjusted R Squared = ,986)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 5,00
30
1 4,4667
3,00
30
4,5000
1,00
30
4,5667
4,00
30
4,6333
2,00
30
4,7000
Sig.
N
,152
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,308. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 9.
Sidik ragam uji hedonik tekstur belimbing manis tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3487,893(a)
34
102,585
72,074
,000
PANELIS
98,860
29
3,409
2,395
,001
SAMPEL
18,893
4
4,723
3,319
,013
Error
165,107
116
1,423
Total
3653,000
150
a R Squared = ,955 (Adjusted R Squared = ,942)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 4,00
N
1 30
2
4,1000
3,00
30
4,7333
1,00
30
4,7667
5,00
30
4,9333
2,00
30
Sig.
5,1667 1,000
,205
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,423. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 10.
Sidik ragam uji hedonik tekstur nanas tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3391,467(a)
34
99,749
132,188
,000
73,100
29
2,521
3,340
,000
1,612
,176
4,867
4
1,217
Error
87,533
116
,755
Total
3479,000
150
a R Squared = ,975 (Adjusted R Squared = ,967)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 5,00
N 30
1 4,3667
4,00
30
4,6667
4,6667
2,00
30
4,7667
4,7667
3,00
30
4,8333
4,8333
1,00
30
Sig.
2
4,8667 ,059
,424
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,755. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 11. Sidik ragam uji hedonik tekstur pepaya tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR
Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3971,093(a)
34
116,797
144,276
,000
PANELIS
106,593
29
3,676
4,540
,000
SAMPEL
3,693
4
,923
1,141
,341
Error
93,907
116
,810
Total
4065,000
150
a R Squared = ,977 (Adjusted R Squared = ,970)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 2,00
30
1 4,8667
4,00
30
4,9667
1,00
30
5,1000
5,00
30
5,1000
3,00
30
5,3333
Sig.
N
,075
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,810. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 12.
Sidik ragam uji hedonik rasa belimbing manis tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3998,293(a)
34
117,597
80,858
,000
PANELIS
48,193
29
1,662
1,143
,303
SAMPEL
7,693
4
1,923
1,322
,266
Error
168,707
116
1,454
Total
4167,000
150
a R Squared = ,960 (Adjusted R Squared = ,948)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 4,00
N
1 30
4,7000
5,00
30
5,1333
3,00
30
5,1667
2,00
30
5,3000
1,00
30
5,3333
Sig.
,071 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,454. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 13.
Sidik ragam uji hedonik rasa nanas tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3483,373(a)
34
102,452
137,192
,000
PANELIS
108,240
29
3,732
4,998
,000
SAMPEL
33,373
4
8,343
11,172
,000
Error
86,627
116
,747
Total
3570,000
150
a R Squared = ,976 (Adjusted R Squared = ,969)
SKOR
Duncan Subset SAMPEL 5,00
N
1 30
2
3
3,8667
1,00
30
4,6333
4,00
30
4,8000
2,00
30
3,00
30
Sig.
4,8000 5,1333 5,1667
1,000
,457
,123
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,747. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 14.
Sidik ragam uji hedonik rasa pepaya tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3857,573(a)
34
113,458
128,493
,000
PANELIS
83,573
29
2,882
3,264
,000
SAMPEL
3,973
4
,993
1,125
,348
102,427
116
,883
Error
Total 3960,000 150 a R Squared = ,974 (Adjusted R Squared = ,967)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 5,00
30
1 4,7667
1,00
30
4,9000
2,00
30
5,0333
3,00
30
5,1667
4,00
30
5,2000
Sig.
N
,115
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,883. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 15. kedua
Sidik ragam uji hedonik kerenyahan belimbing manis tahap Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares 3527,773(a)
df 34
Mean Square 103,758
F 66,414
Sig. ,000
PANELIS
81,340
29
2,805
1,795
,016
SAMPEL
19,173
4
4,793
3,068
,019
181,227
116
1,562
Error Total
3709,000 150 a R Squared = ,951 (Adjusted R Squared = ,937)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 4,00
N
1
2
30
4,3333
3,00
30
4,4667
5,00
30
4,8000
4,8000
1,00
30
4,9667
4,9667
2,00
30
5,3333
Sig.
,075 ,121 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,562. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 16.
Sidik ragam uji hedonik kerenyahan nanas tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3238,267(a)
34
95,243
87,177
,000
PANELIS
97,633
29
3,367
3,082
,000
SAMPEL
12,467
4
3,117
2,853
,027
126,733
116
1,093
Error Total
3365,000 150 a R Squared = ,962 (Adjusted R Squared = ,951)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 5,00
N 30
1 4,1000
4,00
30
4,4333
4,4333
1,00
30
4,5667
4,5667
2,00
30
4,8667
3,00
30
4,8667
Sig.
2
,105
,147
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,093. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 17.
Sidik ragam uji hedonik kerenyahan pepaya tahap kedua Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
4095,227(a)
34
120,448
150,603
,000
PANELIS
78,293
29
2,700
3,376
,000
SAMPEL
2,427
4
,607
,759
,554
Error
92,773
116
,800
Total
4188,000
150
a R Squared = ,978 (Adjusted R Squared = ,971) SKOR Duncan Subset SAMPEL 4,00
N
1 30
4,9667
1,00
30
5,1667
2,00
30
5,1667
5,00
30
5,2000
3,00
30
5,3667
Sig.
,127 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,800. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 18.
Sidik ragam uji hedonik warna belimbing manis tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares 2350,356(a)
PANELIS
df
47,389
SAMPEL
32
Mean Square 73,449
F 104,812
Sig. ,000
29
1,634
2,332
,003
1,919
,156
2,689
2
1,344
Error
40,644
58
,701
Total
2391,000
90
a R Squared = ,983 (Adjusted R Squared = ,974) SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N 30
1 4,9333
2,00
30
4,9333
1,00
30
5,3000
Sig.
,114
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,701. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 19. Sidik ragam uji hedonik warna nanas tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2456,089(a)
32
76,753
92,915
,000
PANELIS
40,489
29
1,396
1,690
,045
SAMPEL
2,756
2
1,378
1,668
,198
Error
47,911
58
,826
Total
2504,000
90
a R Squared = ,981 (Adjusted R Squared = ,970)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N 30
1 4,9333
1,00
30
5,2667
2,00
30
5,3333
Sig.
,112
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,826. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 20. Sidik ragam uji hedonik warna pepaya tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2355,267(a)
32
73,602
95,430
,000
PANELIS
44,267
29
1,526
1,979
,014
SAMPEL
,600
2
,300
,389
,680
Error
44,733
58
,771
Total
2400,000
90
a R Squared = ,981 (Adjusted R Squared = ,971) SKOR Duncan Subset SAMPEL 2,00
N
1 30
4,9667
3,00
30
5,0667
1,00
30
5,1667
Sig.
,412
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,771. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 21. Sidik ragam uji hedonik aroma belimbing manis tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2050,067(a)
32
64,065
71,548
,000
PANELIS
33,600
29
1,159
1,294
,200
SAMPEL
,067
2
,033
,037
,963
Error
51,933
58
,895
Total
2102,000
90
a R Squared = ,975 (Adjusted R Squared = ,962) SKOR Duncan Subset SAMPEL 2,00
N
1 30
4,7000
1,00
30
4,7333
3,00
30
4,7667
Sig.
,800 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,895. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 22.
Sidik ragam uji hedonik aroma nanas tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares 1871,156(a)
df 32
Mean Square 58,474
F 89,616
Sig. ,000
PANELIS
30,456
29
1,050
1,610
,062
SAMPEL
,156
2
,078
,119
,888
Error
37,844
58
,652
Total
1909,000
90
a R Squared = ,980 (Adjusted R Squared = ,969) SKOR Duncan Subset SAMPEL 1,00
N
1 30
4,4667
2,00
30
4,5333
3,00
30
4,5667
Sig.
,655
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,652. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 23.
Sidik ragam uji hedonik aroma pepaya tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2102,622(a)
32
65,707
75,648
,000
PANELIS
38,322
29
1,321
1,521
,087
SAMPEL
,289
2
,144
,166
,847
Error
50,378
58
,869
Total
2153,000
90
a R Squared = ,977 (Adjusted R Squared = ,964) SKOR Duncan Subset SAMPEL 1,00
N
1 30
4,7333
3,00
30
4,7667
2,00
30
4,8667
Sig.
,606
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,869. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 24.
Sidik ragam uji hedonik tekstur belimbing manis tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares 2642,200(a)
df 32
Mean Square 82,569
F 92,451
Sig. ,000
PANELIS
16,933
29
,584
,654
,893
SAMPEL
,867
2
,433
,485
,618
Error
51,800
58
,893
Total
2694,000
90
a R Squared = ,981 (Adjusted R Squared = ,970)
SKOR Duncan Subset SAMPEL 2,00
N 30
1 5,2667
3,00
30
5,4333
1,00
30
5,5000
Sig.
,373
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,893. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 25.
Sidik ragam uji hedonik tekstur nanas tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2225,422(a)
32
69,544
107,339
,000
PANELIS
24,722
29
,852
1,316
,185
SAMPEL
,422
2
,211
,326
,723
Error
37,578
58
,648
Total
2263,000
90
a R Squared = ,983 (Adjusted R Squared = ,974) SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N
1 30
4,8667
1,00
30
4,9333
2,00
30
5,0333
Sig.
,455
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,648. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 26.
Sidik ragam uji hedonik tekstur pepaya tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2543,822(a)
32
79,494
97,730
,000
PANELIS
34,722
29
1,197
1,472
,105
SAMPEL
2,156
2
1,078
1,325
,274
Error
47,178
58
,813
Total
2591,000
90
a R Squared = ,982 (Adjusted R Squared = ,972) SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N
1 30
5,0667
1,00
30
5,3333
2,00
30
5,4333
Sig.
,143 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,813. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 27.
Sidik ragam uji hedonik rasa belimbing manis tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
2832,822(a)
32
PANELIS
19,122
SAMPEL
2,489
Error Total
F
Sig.
88,526
150,229
,000
29
,659
1,119
,350
2
1,244
2,112
,130
34,178
58
,589
2867,000
90
a R Squared = ,988 (Adjusted R Squared = ,982) SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N
1 30
5,3667
2,00
30
5,6333
1,00
30
5,7667
Sig.
,060
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,589. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 28.
Sidik ragam uji hedonik rasa nanas tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
2639,289(a)
32
PANELIS
27,822
SAMPEL
8,622
Error Total
F
Sig.
82,478
112,002
,000
29
,959
1,303
,194
2
4,311
5,854
,005
42,711
58
,736
2682,000
90
a R Squared = ,984 (Adjusted R Squared = ,975) SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N 30
1 5,0667
1,00
30
5,2667
2,00
30
Sig.
2
5,8000 ,370
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,736. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 29.
Sidik ragam uji hedonik rasa pepaya tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
3029,756(a)
32
PANELIS
22,222
29
SAMPEL
3,089
2
Error
46,244
58
,797
Total
3076,000
90
a R Squared = ,985 (Adjusted R Squared = ,977)
94,680
F
Sig.
118,748
,000
,766
,961
,534
1,544
1,937
,153
SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N 30
1 5,6000
1,00
30
5,7000
2,00
30
6,0333
Sig.
,080
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,797. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 30. ketiga
Sidik ragam uji hedonik kerenyahan belimbing manis tahap Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2675,289(a)
32
83,603
87,038
,000
PANELIS
60,722
29
2,094
2,180
,006
SAMPEL
,956
2
,478
,497
,611
Error
55,711
58
,961
Total
2731,000
90
a R Squared = ,980 (Adjusted R Squared = ,968) SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N
1 30
5,3000
2,00
30
5,3333
1,00
30
5,5333
Sig.
,391 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,961. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 31.
Sidik ragam uji hedonik kerenyahan nanas tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2110,067(a)
32
65,940
54,688
,000
PANELIS
36,400
29
1,255
1,041
,436
SAMPEL
,067
2
,033
,028
,973
Error
69,933
58
1,206
Total
2180,000
90
a R Squared = ,968 (Adjusted R Squared = ,950) SKOR Duncan Subset SAMPEL 3,00
N
1 30
4,7667
1,00
30
4,8000
2,00
30
4,8333
Sig.
,827 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1,206. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 32.
Sidik ragam uji hedonik kerenyahan pepaya tahap ketiga Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares 2600,600(a)
df 32
Mean Square 81,269
F 88,269
Sig. ,000
PANELIS
39,333
29
1,356
1,473
,105
SAMPEL
1,267
2
,633
,688
,507
Error
53,400
58
,921
Total
2654,000
90
a R Squared = ,980 (Adjusted R Squared = ,969) SKOR Duncan Subset SAMPEL 1,00
N
1 30
5,2333
3,00
30
5,2667
2,00
30
5,5000
Sig.
,316
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,921. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b Alpha = ,05.
Lampiran 33. Texture
Data hasil pengujian sampel manisan semi basah menggunakan Analizer
Buah
Ulangan
Beban (gr)
Waktu (sekon)
Jarak (mm)
Belimbing
1
4782.3
2.502
5.673
2
4603.3
2.467
5.402
3
4231.5
2.248
5.011
1
6170.9
2.515
5.025
2
6612.5
2.975
5.943
3
5262.3
5.005
10.000
1
3207.2
1.920
3.840
2
3370.5
2.505
5.003
3
3263.8
2.450
4.892
Nanas
Pepaya