“Multi Criteria Analisis (MCA) Dalam Penanganan Prioritas Kerusakan Jalan Di Kabupaten Buton Utara Dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Proses (AHP)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo
Oleh : LD. MUH HAMID E1A1 14 188
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat taufiq , rahmat dan juga hidayah-Nya,
penulis
masih
diberikan
kesehatan
dan
kesempatan
serta
kemampuan dalam menyelesaikan skripsi ini, shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Teristimewa
kepada
kedua
orang
tuaku
ayahanda
tercinta
LD.
MUHAMMAD AL FARID dan Ibunda KRISTINA SRI SUPRATI di Kota Kendari Propinsi
Sulawesi
Tenggara
yang
senantiasa
mendokan
anaknya
ini
untuk
mendapatkan yang terbaik dan pengorbanannya dalam membiayai pendidikanku. Wahai ayahanda dan Ibunda Semoga Ananda dapat membalas jasa kalian selama ini tidak mengecewakan kalian. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo. Dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari peran serta bantuan dari berbagai pihak. Olehnya itu, dengan penuh rasa hormat dan penghargaan , Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Bapak Mustarum Musaruddin.,ST.,MIT.,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.
2.
Bapak M. Akbar Kurdin ST.,M.Eng, Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo. iv
3.
Bapak Ahmad Syarif Sukri ST.,MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.
4.
Bapak Masykur Kimsan, ST.,MT., selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipi Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.
5.
Bapak Nasrul ST.,MT., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan ilmu , pengetahuan dan masukan-masukan dalam Skripsi ini.
6.
Bapak Try Sugiarto , ST.,MT Selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan ilmu, pengetahuan dan masukan-masukan dalam Skripsi ini.
7.
Semua Dosen-dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo yang senantiasa memberikan ilmunya dengan ikhlas dalam mencetak generasi muda yang cerdas dan berbakat.
8.
Bapak Kepala Dinas PU Kab. Buton Utara yang senantiasa memberikan contoh Kuisioner
9.
Rekan-Rekan Mahasiswa Fakultas Teknik
Universitas Halu Oleo
dan
khususnya Mahasiswa Teknik Sipil , Nasrin, ST. Iradaf Mandaya, ST. Onaldin, A.Md. Suka dan duka senantiasa kita lalui bersama atas bantuan dan motivasi kalian sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan saya dalam mencapai gelar Sarjana Teknik. Penulis
menyadari bahwa
Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Olehnya itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat diharapkan demi perbaikan dan kemajuan selanjutnya.
v
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini ke depannya dapat berdaya guna sehingga dapat dimanfaatkan khususnya bagi penulis dan umumnya kepada semua pihak.
Kendari, Maret 2016 Penulis ,
LD. MUH. HAMID E1A1 14 188
vi
Multi Criteria Analisis (Mca) Dalam Penanganan Prioritas Kerusakan Jalan Di Kabupaten Buton Utara Dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Proses (AHP) ABSTRAK
Pada APBD 2012 Kabupaten Buton Utara memprioritaskan penanganan jalan untuk menunjang transportasi di daerah tersebut, tetapi dengan keterbatasan dana, stakeholder hanya melakuka perbaikan jalan yang memang betul-betul sangat bermanfaat untuk kegiatan transportasi masyarakat bagi kepentingan permukiman, perikanan, pertanian, perkebunan, perdagangan, pertambangan, kehutanan, pariwisata dan pendidikan. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian kali ini adalah untuk mengetahui tingkat ke konsistenan dari matriks perbandingan antar kriteria oleh masing-masing pengambil keputusan dan menentukan urutan criteria prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton Utara menggunakan metode Analytical Hierarchy Proses (AHP) Penelitian ini termasuk jenis penelitian survey karena dalam penelitian ini informasi dikumpulkan melalui responden dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data primer . Kriteria yang dapat dipertimbangkan adalah kondisi jalan = 6,739 atau 39,98%, tata guna lahan = 4,079 atau 24,20%, aksebilitas = 3,033 atau 17,99% , dan aspek biaya = 3,006 atau 17,84%. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi konsistensi responden antara lain, responden melihat dari tata guna lahan dan kondisi jalan serta aksibilitas atau kurangnya pemahaman responden terhadap maksud pertanyaan dari kuisioner yang diberikan. Sesuai hasil analisa yang telah dilakukan terhadap beberapa kriteria yang di pertimbangan oleh responden, ruas Jalan Lakansai-Petea (4,896 atau 20,101%) merupakan ruas jalan yang di usulkan untuk mendapatkan prioritas utama dalam penanganan jalan di Kota Kendari. Kemudian ruas jalan selanjutnya secara berturut-turut adalah Jalan Boneguru (3,374 atau 13,852%), Jalan Ronta (2.843 atau 11,761%), Jalan Kec. Kambowa (2,373 atau 9,742%), Jalan Buranga (2,313 atau 9,947%), Jalan Desa Bira (2,078 atau 28,529%), Jalan Sp 1 Tri Wacu wacu (2,013 atau 8,264%), Jalan Sp3 dan Sp4 (1,851 atau 7,598%), Jalan Desa Latangi (1,329 atau 5,458%), dan terakhir Jalan Sp Gunung Sari (1,288 atau 5,288%). Kata Kunci : Jalan, Prioritas, AHP dan Matriks
vii
Multi Criteria Analysis (Mca) In Priority Handling Damage Roads In Kabupaten Buton Utara Method Using Analytical Hierarchy Process (AHP)
ABSTRACT
In APBD 2012 Kabupaten Buton Utara prioritizing road handling to support transpoprtation in the area , but with limited funds, stakeholder just doing roadwork that is actually very useful for transport activities of the community for the benefit of the settlements, fisheries, agriculture, farming, trade, mining, foresty, tourism and education. The aim of the present study was to determine the locations that deserve to be prioritized first, to determine the level of consistency of comparison matrix between the criteria by each decision and determine the order of priority criteria handling of road in Kabupaten Buton Utara using methods Analytical Hierarchy Process (AHP). This research is a survey research for this study information collected through respondents using questionnaires as the primary means of data collection. Criteria to be considered is the condition of the road = 6.739 or 39.98%, landuse = 4.079 or 24.20%, accessibility = 3.033 or 17.99%, and the aspect of cost = 3.006 or 17.84%. There are several things that can affect the consistency of the respondents among others, respondents view of land use and road conditions as well as aksisibilitas or lack of understanding of respondents to the intent of questions from a questionnaire. According to the results of analysis has been done on some of the criteria considered by the respondents, Street Lakansai – Petea (4.896 or 20.101%) is proposed roads to get top priority in handling street in the city of Kendari. Then the next road section in a row – succession is the Way Bonegunu (3.374 or 13,852%), street thrashing ( 2.843 or 11.761%), street district Kambowa (2.373 or 9.742%), Street Buranga ( 2.133 or 9.497%), Street Desa Bira ( 2.078 or 8.529%), Street Sp 1 Tri Wacuwacu (2.013 or 8.264%), Street Sp3 and Sp4 ( 1.851 or 7.598%), Street Lantangi Vilage ( 1.329 or 5.458%), and the last Street SP moutain sari ( 1.288 or 5.288%). Keyword: Street, priorities, AHP and Matrix
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................i KEASLIAN PENULISAN ...................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii KATA PENGANTAR.............................................................................................iv ABSTRAK ............................................................................................................. vii ABSTRACT ...........................................................................................................viii DAFTAR ISI ...........................................................................................................ix DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................xiii DAFTAR ISTILAH .............................................................................................. xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 3 1.3 Tujuan Dan Manfaat.......................................................................................... 3 1.3.1 Tujuan Penelitian..................................................................................... 4 1.3.2 Manfaat Penelitian................................................................................... 4 1.4 Ruang Lingkup Pembahasan ............................................................................. 4 1.5 Keaslian Penulisan ............................................................................................ 5 1.6 Sistematika Penulisan........................................................................................ 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi ......................................................................................................10 2.2 Pengertian Jalan................................................................................................11
ix
2.3 Instansi Terkait Dalam Penanganan Prasarana Jalan .......................................11 2.4 Prioritas ............................................................................................................11 2.5 Kriteria Prioritas Penanganan Jalan ................................................................14 2.5.1 Kondisi Jalan ...........................................................................................15 2.5.2 Tata Guna Lahan .....................................................................................16 2.5.3 Aksesibilitas ............................................................................................17 2.5.4 Aspek Biaya ............................................................................................19 2.6 Multi Criteria Analysis (MCA) ........................................................................22 2.6.1 Skala Persepsi Manusia ...........................................................................22 2.6.2 MCA Pada Penentuan Prioritas Penanganan Jalan .................................28 2.6.3 Responden ...............................................................................................29 2.7 Analytic Hierarchy Process (AHP) ..................................................................31 2.7.1 Spesifikasi Kriteria Dan Sub Kriteria......................................................34 2.7.2 Pembobotan Kriteria ...............................................................................36 2.7.3 Perhitungan Konsistensi ..........................................................................39 2.7.4 Pembobotan Kriteria Total Stakeholder .................................................41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum ...............................................................................................................43 3.2 Penduduk ..........................................................................................................43 3.3 Metode Pengumpulan Data ..............................................................................43 3.3.1 Data Primer .............................................................................................43 3.3.2 Data Sekunder .........................................................................................44 3.4 Lokasi Dan Waktu............................................................................................44
x
3.5 Variebel Penelitian ...........................................................................................46 3.6 Analisis Data ....................................................................................................48 3.6.1 Analisis AHP...........................................................................................48 3.7 Bagan Alir Penelitian .......................................................................................50 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penilaian Responden...............................................................................51 4.2 Analisis Multi Kriteria .....................................................................................51 4.3 Analisis AHP....................................................................................................51 4.3.1 Bobot Kriteria Stakeholder......................................................................52 4.3.2 Bobot Kriteria Rata-rata ..........................................................................53 4.3.3 Bobot Alternatif Stakeholder ..................................................................56 4.3.4 Bobot Alternatif Rata-Rata.....................................................................63 4.3.5 Rangking Dan Jenis Penanganan ............................................................65 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan.......................................................................................................71 5.2 Saran .................................................................................................................72 DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR TABEL No Tabel
Teks
Halaman
2.1
Standar Pelaynan Minimum (SPM) Jalan………………………….
18
2.2
Matriks Perbandingan Berpasangan……………………………….
38
2.3
Skala Matriks Perbandingan Berpasanga………………………….
40
2.4
Nilai Indeks Random (Saaty,1993)………………………………...
41
2.5
Pembobotan Seluruh Stakeholder………………………………….
42
3.1
Luas
Wilayah
Dan
Jumlah Penduduk
Tiap
Kecamatan Di
Kabupaten Buton Utara…………………………………………….
43
4.1
Bobot Kriteria AHP SH 1………………………………………….
52
4.2
Normalisasi Bobot Kriteria AHP SH 1…………………...............
53
4.3
Normalisasi Bobot Kriteria AHP Responden………………………
53
4.4
Perhitungan Bobot Alternatif AHP SH 1…………………………..
57
4.5
Normalisasi Bobot Alternatif AHP SH 1…………………………..
60
4.6
Bobot Keputusan Alternatif AHP SH 1……………………………
62
4.7
Bobot Keputusan Alternatif Responden……………………………
63
4.8
Rangking dan penanganan Prioritas Jalan di Kab.Buton Utara……
65
xii
DAFTAR GAMBAR No . Gambar
Teks
Halaman
2.1
Hirarki Dalam Menentukan Analisis Prioritas Penanganan Jalan..
18
2.2
Hirarki Dalam Penentuan Prioritas………………………………...
36
3.1
Peta Lokasi…………………………………………………………
45
3.2
Diagram Alir Analisis Metode AHP……………………………….
50
4.1
Presentase Bobot Kriteria AHP Rata-Rata…………………………
54
4.2
Presentase Bobot Alternatif AHP Rata-Rata……………………….
64
4.3
Skenario Alokasi Dana Penanganan Jalan Pada Tiap Ruas……….
69
xiii
DAFTAR ISTILAH
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Transportasi merupakan unsur yang sangat penting dalam menunjang
pembangunan sektor lainnya, khususnya menunjang kegiatan ekonomi, sosial masyarakat termasuk upaya penanggulangan kemiskinan. Hal ini berarti bahwa kelemahan sektor transportasi akan mengganggu pembangunan sektor lainnya. Olehnya karena itu, dalam pelaksanaannya perlu dilakukan secara serasi dan terpadu dengan pembangunan sektor – sektor lainnya. Transportasi umum memegang peran dalam menciptakan transportasi berkelanjutan, bahkan sangat penting dalam usaha mencapai tujuan – tujuan pengembangan
ekonomi.
Fungsi
transportasi
adalah
untuk
mengangkut
penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Transportasi sebagai dasar
untuk
pembangunan
ekonomi dan
perkembangan
masyarakat
serta
pertumbuhan industrialisasi. Dengan adanya transportasi menyebabkan, adanya spesialisasi atau pembagian pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan budaya dan adat – istiadat suatu bangsa dan daerah. Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya Kabupaten Buton utara sebagaimana halnya dengan wilayah lain di Indonesia memiliki permasalahan yang hampir sama yaitu pengembangan yang tidak merata di setiap daerahnya. Kesenjangan wilayah (regional disparity) antar wilayah di Indonesia pada umumnya dan di Pulau Sulawesi pada khususnya, sangat terasa, baik dari aktivitas
1
perekonomian, penyediaan infrastruktur, penyebaran penduduk maupun tingkat kesejahteraan masyarakat. Karena adanya kesenjangan pembangunan infrastruktur wilayah
timur
pembangunan
dibanding infrastruktur
wilayah
barat
seperti jalan,
yang
dinilai
cukup
dermaga/pelabuhan
dan
mencolok, perbaikan
kawasan permukiman di Kabupaten Buton utara menjadi salah satu prioritas utama Pemerintah Kabupaten Buton utara Pada APBD 2012. Wilayah kerja pembangunan di Kabupaten Buton utara antara lain, proyek kegiatannya
berkisar
pada
permukiman,
perikanan,
pertanian,
perkebunan,
perdagangan, pertambangan, kehutanan, parawisata dan pendidikan. Terhadap kondisi pusat-pusat kegiatan yang tersebar seharusnya diberikan akses sehingga produk yang ada (permukiman, perikanan, pertanian, perkebunan, perdagangan, pertambangan, kehutanan, parawisata dan pendidikan) dapat didistribusikan ke daerah lain secara lancar. Adanya beberapa ketimpangan perkembangan daerah di kabupaten Buton utara mengacu pada pertumbuhan ekonomi untuk penanganan jalan Kabupaten Buton utara khususnya dalam bidang transportasi, membuat penyebaran Impuls infrastruktur transportasi secara merata di wilayah ini terkadang mengalami ketidaksuksesan. Tidak adanya ketersediaan aturan pasti atau gambaran prioritas dalam penanganan jalan di Kabupaten Buton utara, membuat perkembangan infrastruktur transportasi dilaksanakan dengan beberapa faktor yang bernilai subjektif. Dalam penanganan jalan, diperlukan keputusan yang tepat berdasarkan suatu kriteria yang bukan hanya dari segi pilihan subjektif dari Stakeholder pembuat keputusan dalam penanganan jalan. 2
Pada APBD 2012 Kabupaten Buton utara Memprioritaskan Penanganan Jalan di Kabupaten Buton utara Untuk Menunjang Transportasi Di Daerah Tersebut, Tetapi dengan Keterbatasan Dana, Stakeholder hanya melakukan perbaikan jalan yang memang betul – betul sangat bermanfaat untuk kegiatan transportasi masyarakat bagi kepentingan permukiman, perikanan, pertanian, perkebunan, perdagangan, pertambangan, kehutanan, parawisata dan pendidikan. Untuk itu penulis merasa perlu dilakukan survei yang berisikan kajiankajian teknis dan memberikan informasi kepada stakeholder berdasarkan dasar pemikiran di atas yang tercakup dalam penelitian yang berjudul “ Multi Criteria Analisis ( MCA) Dalam Penanganan Prioritas Kerusakan Jalan Di Kabupaten Buton utara Dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process ( AHP ) “
1.2
Rumusan Masalah Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana menentukan kriteria yang berpengaruh dalam prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton utara?, 2. Bagaimana penggunaan aplikasi Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam menentukan urutan kriteria prioritas pada proses penanganan jalan di Kabupaten Buton utara ? 3. Lokasi jalan mana saja yang layak untuk di prioritaskan untuk di tangani ?
3
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian kali ini adalah : 1. Mengetahui beberapa jenis kriteria yang digunakan dalam menentukan prioritas penanganan jalan pada Kabupaten Buton Utara. 2. Mengetahui tingkat kekonsistenan dari matriks perbandingan antar kriteria oleh masing – masing pengambil keputusan, 3. Menentukan urutan kriteria prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton utara menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). 1.3.2
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1.
Dapat digunakan untuk memberi pertimbangan bagi Pemerintah atau Stake
Holder
yang
dianggap
memiliki
peran
penting
untuk
menentukan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton utara. 2.
Dapat
mengetahui cara
pengolahan
data
menggunakan
metode
Analytical Hierarchy Process (AHP) 3.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan perbandingan untuk penelitian selanjutnya
mengenai
penggunaan
metode
Analysis
Hierarchy
tujuan
penelitian,
dibutuhkan
Process (AHP). 1.4
Ruang Lingkup Pembahasan Untuk
tercapainya
maksud
dan
beberapa ruang lingkup materi kegiatan dan analisis sebagai berikut : 4
1. Analisis penentuan prioritas peningkatan ruas jalan dengan menggunakan AHP (Analytical Hierarchy Process) berdasarkan kriteria yang dianggap berpengaruh dalam penanganan jalan di Kabupaten Buton utara. 2. Proses pemilihan prioritas akan didasarkan pada kriteria – kriteria
dan
alternatif – alternatif yang berasal dari data – data sekunder. 3. Ruas jalan yang ditinjau adalah ruas jalan yang berada di wilayah studi yaitu Kabupaten Buton utara, dan akan dipilih masing – masing setelah survey lokasi berdasarkan kriteria – kriteria yang akan di tinjau. 1.5
Keaslian Penulisan Skripsi ini merupakan
karya
tulis
yang
asli.
Beberapa
penelitian
sebelumnya yang digunakan sebagai bahan perbandingan pada penelitian kali ini adalah : 1. Indryani dan Bahri (2007) dalam Prioritas penanganan peningkatan jalan pada ruas-ruas jalan di Kabupaten Kapuas dengan metode AHP, mengunakan kriteria: a. Kondisi jalan b. LHR c. Anggaran dana d. Kebijakan legislatif
2. Rochim dan Prajitmo (2007) dalam Methode analitycal hierachy process untuk
menentukan
prioritas
penanganan
jalan
di
wilayah
Balai
Pemeliharaan Jalan Mojokerto, menggunakan kriteria: 5
a. Kerusakan pada perkerasan 1) Keadaan permukaan jalan 2) Retak-retak 3) Lubang-lubang b. Kerusakan samping jalan c. Perilaku laju 1) Derajat kejenuhan (VCR) 2) Waktu tempuh 3) LHR 3. Irwan Suranta Sembiring
(2008) dalam
Studi Penentuan Prioritas
Peningkatan Ruas Jalan (Studi Kasus: Ruas Jalan Provinsi Di Kabupaten Samosir) a. Kriteria kapasitas yaitu volume capacity ratio (VCR) b. Kriteria bangkitan dan tarikan c. Kriteria kecepatan d. Kriteria kepadatan penduduk 4. Penelitian yang dilakukan oleh Renny Ardiyanti, (tesis) pada tahun 2006 dengan judul Penetapan Prioritas Pembangunan Jaringan Jalan Lintas Strategic Potensial Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus Di Wilayah Malang Raya). Dalam penelitian tersebut, tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk mengetahui kriteria – kriteria dan menetapkan jaringan jalan yang menjadi 6
prioritas dalam pembangunan lintas strategik potensial di wilayah Malang Raya dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). 5.
Penelitian yang dilakukan oleh Retno Kuswandari, (tesis) pads tahun 2004 dengan judul Assessment of Different Methods for Measuring the Sustainability of Forest Management. Dalam penelitian tersebut, tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk mengetahui kriteria-kriteria yang sesuai dan hubungan antar tiap kriteria dalam menentukan ketahanan manajemen hutan. Selain dari itu adalah penggunaan metode Analisis Multi Kriteria yaitu Fuzzy AHP dan Rule Based dalam analisisnya.
6.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Bogel A., (tesis) pads tahun 2003 dengan judul Penentuan Lokasi Jembatan Martadipura dengan Menggunakan Analisis Multi Kriteria ( AHP). Dalam penelitian tersebut, tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk menganalisis kriteria yang paling menentukan dalam menentukan lokasi jembatan Martadipura dan menentukan alternatif lokasi yang paling tepat dari ke-3 alternatif lokasi yang ada.
7.
Penelitian yang dilakukan oleh Tonny Hermawanto, (tesis) pads tahun 2006 dengan judul Penentuan Trase Jalan dengan Metode IPA (Importance Performance Analysis) dan AHP (Analytic Hierarchy Process) Studi Kasus Jalan Lingkar Utara Kota Blitar. Dalam penelitian tersebut, tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk menganalisis penetapan prioritas kriteria trase jalan lingkar Kota Blitar 7
dengan metode IPA dan untuk mendapatkan trase jalan terbaik dari beberapa alternatif trase jalan lingkar utara Kota Blitar yang ada dengan menggunakan metode AHP. 8. Nur Kumala Sari (2011) dalam Studi Analisis Prioritas Penangana Jalan Di Kota Kendari. Dalam penelitian tersebut, tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk menganalisis kriteria yang paling menentukan dalam menentukan lokasi prioritas penanganan jalan di Kota kendari. Berdasarkan
beberapa
studi
yang
pernah
dilakukan
dalam
penanganan jalan dan sesuai dengan kondisi wilayah penelitian di Kabupaten Buton utara maka dipilih beberapa kriteria digunakan dalam menentukan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton utara : a. Kondisi Jalan b. Tata Guna Lahan c. Aksesibiltas d. Aspek Biaya
1.6
Sistematika Penulisan Secara garis besar sistematika penyusunan tugas akhir ini akan dibagi
menjadi beberapa bab : Bab I Pendahuluan Terdiri dari 6 sub bab diantaranya menjelaskan secara umum latar belakang
rumusan
masalah,
tujuan
dan manfaat penelitian,
ruang lingkup
8
pembahasan yang ditinjau, keaslian penelitian serta sistematika penulisan yang dilakukan untuk skripsi ini. Bab II Tinjauan Pustaka Pada bab ini berisikan tentang landasan atau dasar-dasar teori yang berkaitan dengan Transportasi dan Teori tentang Penanganan Jalan. Bab III Metodologi Penelitian Pada bab ini berisikan waktu, tempat penelitian dan sumber data bagi kebutuhan penelitian serta akan diuraikan lebih lanjut langkah-langkah analisa permasalahan yang terjadi berdasar ketersediaan data di lapangan. Bab IV Analisa dan Pembahasan Pada
bab
ini dilakukan pengolahan data yang telah dikumpulkan
sebelumnya, dengan metode yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya. Bab ini akan menghasilkan output berupa hasil akhir penelitian, hasil penelitian tersebut akan memberikan solusi kepada stakeholder
agar memproritaskan jalan yang
sangat menunjang kepentingan masyarakat Buton utara. Bab V Kesimpulan dan Saran Pada bab ini akan disampaikan kesimpulan dari analisa yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya dan alternatif solusi yang dapat diberikan dengan masalah yang diamati serta rekomendasi bagi peneliti yang akan datang.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Untuk wilayah perkotaan, transportasi memegang peranan yang cukup menentukan. Suatu kota yang baik dapat ditandai, antara lain dengan melihat kondisi transportasinya. Transportasi yang baik, aman, dan lancar selain mencerminkan keteraturan kota, juga memperlihatkan kelancaran kegiatan perekonomian kota. Perwujudan kegiatan transportasi yang baik adalah dalam bentuk tata jaringan jalan dengan segala kelengkapannya, berupa ramburambu lalu lintas, marka jalan, penunjuk jalan, dan sebagainya. Selain kebutuhan lahan untuk jalur jalan, masih banyak lagi kebutuhan lahan untuk tempat
parkir,
terminal,
dan fasilitas angkutan lainnya.
Perkembangan
teknologi di bidang transportasi menuntut adanya perkembangan teknologi prasarana
transportasi berupa jaringan jalan.
Sistem transportasi yang
berkembang semakin cepat menuntut perubahan tata jaringan jalan yang dapat menampung kebutuhan lalu lintas yang berkembang tersebut. Transportasi mendukung perkembangan kota dan wilayah sebagai saranan penghubung. Rencana tata guna lahan kota harus didukung secara langsung oleh rencana pola jaringan jalan yang merupakan rincian tata guna lahan yang direncanakan. Pola jaringan jalan yang baik akan mempengaruhi perkembangan kota yang direncanakan sesuai dengan rencana tata guna lahan. Ini berarti transportasi mendukung penuh perkembangan fisik suatu kota atau wilayah. 10
2.2 Pengertian Jalan Menurut Undang-Undang RI No.22 Tahun 2009 yang dimaksud dengan jalan
adalah
seluruh
pelengkapnya
yang diperuntukan bagi lalu lintas
dibawah permukaan tanah, diatas
bagian
jalan,
pemukaaan tanah,
termasuk
bangunan
umum, yang berada dibawah permukaan
air, serta diatas pemukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Jalan mempunyai
peranan
untuk
wilayah pengembangan,
mendorong
dalam usaha
pembangunan
mencapai tingkat
semua
satuan
perkembangan
antar daerah. Jalan merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat
dan
menghubungkan
pusat-pusat
pertumbuhan dengan wilayah
lainnya. 2.3 Instansi terkait dalam penanganan prasarana jalan Dalam usaha
penanganan
jalan,
maka Dinas Pekerjaan Umum
merupakan instansi yang bertugas dalam menyiapkan rencana teknis dan pelaksanaan penanganan jaringan jalan dalam wilayah Kabupaten Buton Utara. Kemudian rencana teknis ini dikaji lebih lanjut di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Pengkajian ini dimaksudkan untuk menyelaraskan program yang telah direncanakan Dinas Pekerjaan Umum dengan instansi lain ataupun program lainnya. 2.4 Prioritas Keterbatasan waktu, tenaga, dan dana menyebabkan ketidakmungkinan untuk melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan sehingga perlu itu dilakukan prioritas. Prioritas itu penting karena keterbatasan tadi padahal 11
perlu dilakukan pembenahan dalam banyak hal, dan semuanya harus dilakukan dengan waktu yang cepat, dana yang cukup dan kualitas yang utama sehingga perlu dilakukan suatu cara, yaitu: dengan menyusun prioritas. Prioritas dapat memberi arah bagi kegiatan yang harus dilaksanakan. Jika prioritas, telah disusun maka tidak akan bingung kegiatan mana yang harus dilakukan terlebih dahulu, kegiatan mana yang dilakukan selanjutnya, sampai tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika dalam tujuan untuk melakukan kegiatan yang berkesinambungan, maka diprioritaskan kegiatan sesuai dengan kebutuhan, maka arah kegiatan adalah pada pengembangan, bukan semata-mata pada pembangunan. Dengan demikian arah kegiatan bukanlah
pada
pengembangan
pembangunan yang
yang
berkelanjutan.
sebesar-besarnya, Prioritas
juga
melainkan membantu
pada dalam
memecahkan masalah. Jika konsisten pada prioritas yang telah ditetapkan maka prioritas akan membantu untuk memecahkan masalah. Penentuan prioritas dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menjawab lima pertanyaan berikut: 1. Apa hasil akhir yang ingin dicapai? Prioritas disusun untuk mencapai tujuan. Jadi sebelum prioritas ditetapkan, tujuanlah yang perlu dibuat. 2. Apa yang penting untuk dilakukan untuk mencapai tujuan? Setelah tujuan ditetapkan maka perlu mengidentifikasikan faktor-faktor yang memang penting untuk dilakukan guna mencapai tujuan. Tujuan
12
yang telah diketahui jauh hari sebelumnya akan memudahkan kita untuk merealisasikan. 3. Apakah harus dilakukan hal tersebut? Pertanyaan kedua ini akan membantu dalam memilah kegiatan yang memang harus dilakukan, dan kegiatan yang bisa dilakukan oleh orang lain. 4. Apa keuntungan yang didapat dari kegiatan tersebut? Prinsip 80/20 yang dicetuskan oleh Vilfredo Pareto menyatakan bahwa hanya 20% dari kegiatan yang dapat memberikan 80% keuntungan sehingga perlu memfokuskan tenaga dan pemikiran serta sarana yang dimiliki agar dapat memberikan keuntungan maksimal 5. Bagaimana melaksanakan prioritas? Setelah prioritas ditentukan maka perlu melakukan beberapa langkah lagi untuk memastikan bisa dilaksanakan dengan hasil yang positif yaitu evaluasi.
Selalu evaluasi hal-hal yang perlu dan yang tidak perlu
dilakukan. Ada hal-hal yang memang harus dilakukan (tidak bisa dilakukan oleh pihak lain). Tapi banyak juga hal yang perlu dilakukan tapi tidak harus dilakukan sendiri. Perlu juga dilakukan evaluasi apakah suatu kegiatan memang memberikan banyak manfaat jika dilakukan. Jika ternyata dampak positifnya
kecil sekali sedangkan usaha yang harus diberikan secara
signifikan cukup besar, maka dapat dipertimbangkan untuk tidak melakukan hal tersebut dan mencari hal-hal lain yang bisa memberikan dampak positif 13
berkelanjutan yang besar. Evaluasi lain bisa diarahkan pada kegiatan yang sanggup dan tidak sanggup dilakukan. Jika sanggup untuk dilakukan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka segera dapat dilaksanakan. Sebaliknya, jika kegiatan tersebut memerlukan hal-hal yang tidak dimiliki, maka dapat dicari tindakan lain yang bisa diprioritaskan. Untuk
dapat berhasil maka perlu disusun prioritas yang dapat
memberikan arah bagi untuk mencapai tujuan. Prioritas juga membantu dalam memecahkan
masalah
dan
mengambil keputusan yang terbaik.
Prioritas dapat disusun dengan mengajukan pertanyaan yang tepat. Setelah segala sesuatunya dipertimbangkan dan direncanakan dengan matang dalam menentukan suatu prioritas, langkah selanjutnya yang adalah melaksanakan prioritas yang telah ditetapkan. 2.5 Kriteria Prioritas Penanganan Jalan Pengertian kriteria yang berlaku secara umum adalah “ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu” (KB Bahasa Indonesia, BP, 1990). Maksud diadakannya kriteria adalah untuk memudahkan sebuah kegiatan
dalam
rangka
mengkategorikan/mengklasifikasi
sesuatu
hal
sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan bahan untuk pengambilan keputusan yang terbaik. Tujuan akhir dari penggunaan kriteria adalah agar pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok orang dapat lebih tepat, lebih baik dan lebih cepat berdasarkan perbandingan satu atau lebih alternatif penyelesaian yang dihasilkannya.
14
Dalam menentukan prioritas diperlukan beberapa kriteria yang menjadi dasar dalam pemberian bobot pilihan. Untuk penentuan prioritas penanganan jalan di kabupaten Buton Utara, dipilih beberapa kriteria yang akan dimasukkan dalam Proses Hirarki Analitik (AHP) sebagai berikut : 2.5.1 Kondisi Jalan Menurut
SK No. 77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990
jaringan
jalan dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu : 1. Jalan dengan kondisi yang mantap (stabil ) adalah jalan yang selalu dapat
diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun,
terutama yang kondisinya sudah baik/sedang yang hanya memerlukan pemeliharaan. 2. Jalan dengan kondisi tidak mantap adalah jalan yang tidak dapat diandalkan untuk dilalui terutama kondisinya pekerjaan
berat
kendaraan roda 4 sepanjang tahun,
rusak/rusak (rehabilitasi,
berat
yang
memerlukan
perbaikan, konstruksi) termasuk
jalan tanah yang saat ini tidak dapat dilewati kendaraan roda empat. Kondisi
jalan
yang
baik
akan
mempermudah
perpindahan
penduduk dan memperlancar transportasi memindahkan barang dalam hubungan kegiatan ekonomi dan sosial lainnya. Sebaliknya bilamana kondisi jalan kurang baik maka penduduk akan mendapat kesulitan dalam hubungan kegiatan ekonomi maupun aktifitas lainnya. Dalam penentuan penanganan pembangunan jalan, baik tidaknya kodisi jalan
15
akan mempengaruhi keputusan skala prioritas penanganan jalan dimana kondisi jalan akan dikalsifikasikan menjadi : 1. Lebar Jalan 2. Perkerasan Jalan Setiap ruas jalan yang ditinjau akan dihitung presentase kondisi jalan. Besarnya persentase masing – masing kondisi ini yang akan digunakan sebagai bobot untuk menghitung bobot total masing – masing ruas jalan. 2.5.2 Tata Guna Lahan Kita menyadari, bahwa perencanaan transportasi untuk masa yang akan datang selalu dimulai dari perubahan dan perkembangan tata guna lahan. Oleh sebab itu, adalah penting mengetahui perencanaan tata guna lahan dalam merencanakan sistem angkutan. Kecenderungan pola penyebaran tata guna lahan ini berindikasi pada pola aktivitas masyarakat dan menimbulkan jarak fisik antara suatu lokasi – lokasi aktivitas masyarakat dan jarak fisik lokasi – lokasi tersebut, sangat potensial memberikan dorongan (stimulasi) timbulnya pergerakan (lalu – lintas). Volume (kuantitas) arus pergerakan atau lalu – lintas ini dihitung sebagai jumlah kebutuhan akan jasa transportasi. Inti daripada perencanaan transportasi sebenarnya adalah menghitung dan
meramalkan
jumlah
lalu
–
lintas
(jumlah
kebutuhan
akan
transportasi). Jadi hasil (produk) perencanaan transportasi, sebenarnya adalah prediksi besaran jumlah lalu – lintas orang, barang, atau 16
kendaraan yang bergerak/berjalan pada masa yang akan datang (tahun rencana). Tata Guna Lahan (Land Use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian
wilayah
untuk
pengkhususan
fungsi-fungsi
tertentu,
misalnya fungsi permukiman, perdagangan, industri, pemerintahan dan lain - lain. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Pembagian wilayah menurut fungsinya antara satu dan lainnya memiliki nilai kepentingan yang berbeda – beda sesuai kriteria ruang yang ada. Kriteria dalam mendukung pegembangan tata guna lahan dapat diberi bobot berdasarkan variabel kawasan yang dihubungkan oleh ruas jalan yang ditinjau. Diantara banyaknya suatu kawasan yang terdapat di Kabupaten Buton Utara sebagai salah satu daerah di Sulawesi Tenggara, variabel yang dipilih untuk menjadi sub kriteria adalah kawasan pertanian kawasan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, dan kawasan perkantoran. 2.5.3 Aksesibilitas Kriteria pemerataan aksesibilitas dapat dinyatakan dalam bentuk variabel peningkatan aksesibilitas yaitu perbandingan antara panjang 17
jalan yang dilalui disuatu wilayah (km) dengan luas wilayah daratan (km2 ) tersebut. Dasar
menghitung
kriteria
pemerataan
aksesibilitas
adalah
besarnya indeks aksesibilitas wilayah dimana ruas jalan yang ditinjau tersebut
berada.
wilayah
berdasarkan
dikeluarkan
Sedangkan
melalui
Standar
penentuan
indeks aksesibilitas suatu
Pelayanan
Keputusan
Minimum
Menteri
(SPM)
Kimpraswil
yang No.
534/KPTS/M/2001 sebagai berikut. Tabel 2.1 Standar Pelayanan Minimum (SPM) Jalan Kepadatan Penduduk
Indeks Aksesibilitas
(Jiwa/km2 )
(km/km2 )
Sangat Tinggi > 5000
Aspek Aksesibilitas
>5
Tinggi > 1000
>1,5
Sedang > 500
>0,5
Rendah > 100
>0,15
Sangat Rendah < 100
>0,05
Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 Dalam
usaha
menjamin
tersedianya
pelayanan
publik
bagi
masyarakat, maka dalam PP No.25 tahun 2001 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, pada pasal 3 butir 3 disebutkan bahwa : “Daerah wajib melaksanakan pelayanan
minimal”.
Dalam hal ini,
standar pelayanan minimal
merupakan kewenangan dari pemerintah pusat. 18
Penentuan skor kriteria aksesibilitas dalam penelitian ini adalah apabila ruas jalan yang ditinjau terletak pada daerah dengan indeks aksesibilitas dibawah SPM, maka kriteria aksesibilitas adalah 1 (satu). Demikian sebaliknya, apabila ruas jalan tersebut terletak pada suatu wilayah yang memiliki indeks aksesibilitas diatas standar pelayanan minimum, maka kriteria aksesibilitasnya adalah 0 (nol). 2.5.4 Aspek Biaya Ada kesadaran bahwa bantuan dari pemerintah pusat masih besar peranannya bagi pembangunan daerah. Selain subsidi daerah otonomi untuk pegawai negeri/pegawai daerah dan belanja nonpegawai (antara lain
subsidi
belanja
penyelenggaraan
urusan
desentralisasi
dan
dekonsentrasi serta tugas pembantuan), anggaran pembangunan daerah masih harus banyak ditopang oleh bantuan anggaran dari pemerintah pusat. Kriteria
aspek
biaya
merupakam
penggambaran
tingkat
kebutuhan terhadap biaya penyediaan dan pengoperasian dari rencana penanganan
jalan.
Dalam
pemenuhan
terhadap
syarat
Standar
Pelayanan Minimum jalan dibutuhkan sejumlah kegiatan penanganan baik berupa pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan peningkatan jalan. Besarnya jumlah dana yang akan juga dapat mempengaruhi penentuan prioritas penanganan jalan. Jumlah dana yang dianggarkan akan diusahakan secara penuh dan merata dapat dimaksimalkan untuk beberapa proyek penanganan jalan yang diusulkan. Dan akan sangat 19
mungkin
hal ini dapat
mempengaruhi
pola
pemilihan
proyek
peningkatan dan pembangunan jalan selanjutnya yang mengakibatkan satu atau lebih proyek penanganan jalan ditunda demi kepentingan yang sudah ditetapkan. Pembobotan kriteria aspek biaya dilakukan berdasarkan asumsi kebutuhan
penanganan
jalan
dengan melihat besarnya persentase
kondisi/kerusakan pada ruas jalan yang ditinjau. Apabila suatu ruas jalan memiliki persentase kondisi rusak
berat yang lebih besar
disbanding kondisi lainnya, maka diasumsikan ruas jalan tersebut membutuhkan penanganan jalan untuk ruas jalan tersebut diberi bobot 1
Alternatif 10
Alternatif 8
Alternatif 9
Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Berkala Peningkatan Jalan
Aspek Biaya
kenyamanan Alternatif 7
Jarak Tempuh
Aksesibilitas
Alternatif 6
Alternatif 5
Lebar Jalan
Pertanian Alternatif 3
Alternatif 2
Alternatif 1
Perkerasan Jalan
Jalan
Perdagangan & Jasa Perkantoran
Tata Guna Lahan
Pemukiman
Kondisi
Alternatif 4
Tingkat 2 : Kriteria
Prioritas Penanganan Jalan
Tingkat 3 : Sub Kriteria Tingkat 4 : Alternatif
*
Tingkat 1 : Fokus
(satu) sedangkan variabel lainnya diberi bobot 0 (nol)
20
Gambar 2.1 Hirarki dalam menentukan analisis prioritas penanganan jalan Keterangan : Alternatif 1
= Jalan Lakansai - Petetea
Alternatif 2
= Jalan Kecamatan Bonegunu
Alternatif 3
= Jalan Ronta
Alternatif 4
= Jalan Kecamatan Kambowa
Alternatif 5
= Jalan Buranga
Alternatif 6
= Jalan SP3 Dan SP4 Kulisusu Barat
Alternatif 7
= Jalan SP Gunung Sari
Alternatif 8
= Jalan Desa Lantagi
Alternatif 9
= SP1 Triwacu-Wacu
Alternatif 10
= Jalan Desa Bira Gambar
4.1
menunjukkan
hirarki dalam penentuan priritas
penanganan jalan di lokasi penelitian. Pada tingkat pertama merupakan tujuan atau fokus yang akan dilakukan yaitu untuk memperoleh prioritas dalam penanganan jalan di wilayah penelitian. Pada tingkat 2 merupakan kriteria – kriteria yang dipertimbangkan dalam prioritas penanganan jalan. Pada tingkat 3 merupakan indikator – indikator kinerja system dari kriteria yang diusulkan. Hal ini diperlukan untuk mengukur
kinerja
kriteria
yang
berbentuk
tujuan/harapan
yang
kualitatif/abstrak. Kemudian tingkat 4 merupakan alternatif ruas jalan yang akan diukur kinerjanya untuk menentukan urutan prioritas dalam penanganan jalan di wilayah penelitian. 21
2.6 Multi Criteria Analysis (MCA) 2.6.1 Skala Persepsi Manusia Sebelum skala pengukuran standart seperti: Kg, Liter, Km, Jam dan lainnya di temukan secara naluria sebenarnya manusia sudah dapat mengestimasi besaran dan terlihat jelas oleh mata. Sebagai Contoh, manusia
bisa
menentukan
sebarapa
kecilnya
batu
yang
harus
diambilnya hanya dengan melihat sekilas. Karena adanya bakat khusus itu, meskipun sekarang sudah banyak besaran yang mampu mengukur seteliti mungkin, manusia berusaha menentukan cara yang valid secara ilmiah dan mempunyai dasar matematis untuk menterjemahkan persepsi manusia tersebut kedalam bentuk yang mudah dimengerti dan dihitung. Ketika seseorang hendak membuat perbandingan, misalnya untuk dua
alternatif
dengan
berdasarkan
suatu
kriteria,
dia
mengidentifikasikan yang satu lebih dari yang lainnya meskipun dia tidak menggunakan alat bantu untuk mengukurnya dengan besaran. Misalnya dia hendak memilih batu mana yang akan diambilnya dengan kriteria pada besar batu tersebut. Hanya dengan alat penglihatannya, dia menentukan batu mana yang lebih besar tanpa merasa perlu mencari alat bantu untuk mengukurnya. Apabila dia menganggap batu A lebih besar dibandingkan dengan batu B dengan perbandingan 3 banding 1, maka secara otomatis otaknya akan membuat perbandingan sebaliknya 1 banding 3 untuk perbandingan batu B dengan batu A. secara umum, dapat dikatakan bahwa otak manusia cenderung membentuk rasio atau 22
perbandingan relatif antara dua hal yang dibandingkan dan bukan mencari perbedaan absolut antara keduannya karena perbedaan tersebut harus dinyatakan dalam suatu skala standar atau besaran yang informasinya tak dapat dihasilkan oleh otak manusia. Untuk mengukur perbedaan absolut tersebut, manusia membutuhkan alat bantu pengukur yang sudah menjadi standar dunia seperti penggaris, timbangan, gelas ukur, dan lain - lain. Berdasarkan kondisi ini maka jelas bahwa membandingkan dua hal
merupakan
proses
perhitungan
paling
mudah
yang
mampu
dilakukan manusia dan keakuratannya bisa dipertanggungjawabkan. Dalam kondisi seseorang harus memilih anatara dua elemen, misalnya W1 dan W2 dengan dasar suatu kriteria maka otaknya secara otomatis membentuk suatu skala rasio antara W1 dan W2 atau W1 /W2 . Bentuk sekali rasio inilah yang menjadi input dalam Analisi Multi Kriteria yang sekaligus
menyatakan
menghadapi suatu
bagaimana
masalah
persepsi
pengambilan
seseorang
keputusan.
dalam
Karena otak
manusiapun ada batasnya, maka skala rasio itu harus mempunyai batas tertentu yang tidak terlampau besar tetapi cukup menampung persepsi manusia. Adanya suatu standar atau batasan tertentu dalam skala tersebut didasarkan beberapa alasan. Pertama, perbedaan hal-hal yang kualitatif akan
mempunyai arti dan
dapat
dijamin keakuratannya apabila
dibandingkan dalam besaran yang sama dan jelas. Sebagai contoh, tidak 23
dapat membandingkan dua hal yang apabila melihat hal yang satu dari sisi suka tidaknya, sedangkan hal lainnya dari sisi penting tidaknya. Harus ada suatu standar yang jelas bagaimana seseorang dapat menyatakan persepsinya akan kedua hal tersebut sehingga orang lain dapat mengerti dengan jelas. Alasan kedua adalah bahwa secara umum seseorang dapat menyatakan perbedaan hal-hal kualitatif dalam lima istilah, yaitu sama, lemah, kuat, sangat kuat, absolut. Kita dapat membuat kompromi dengan istilah-istilah terdekat apabila kita membutuhkan penilaian yang lebih detail dan akurat. Dengan mendasarkan pada kelima istilah tersebut dan kompromi diantara istilah-istilah tersebut maka secara keseluruhan dibutuhkan sembilan nilai yang berurutan untuk menyatakan persepsi manusia secara jelas dan tepat. Kesimpulan ini diperkuat lagi dengan pendapat yang menyatakan bahwa sikap
seseorang terhadap suatu permasalahan
kualitatif secara garis besar terbagi tiga : menerima, sama saja (indefferen), dan menolak. Setiap klasifikasi tersebut kemudian dibagi tiga lagi untuk menentukan klasifikasi yang lebih jelas yaitu rendah, sedang
dan
tinggi.
Dua
orang
yang dihadapkan dengan suatu
permasalahan, mungkin akan memberikan reaksi menolak, tetapi belum tentu derajat penolakannya akan sama. Kemungkinan yang satu mungkin menolak keras (tinggi), sedangkan yang satunya lagi menolak biasa saja (sedang), sehingga diketahui persis bagaimana persepsi masing – 24
masing orang dalam menghadapi masalah. Dengan dasar tiga klasifikasi utama yang dipecah masing – masing menjadi tiga subklasifikasi maka secara keseluruhan jelas ada sembilan tingkat persepsi manusia. Pengambilan bidang.
keputusan
Keputusan-keputusan
sangat
diperlukan
tersebut
biasanya
dalam
beberapa
didasarkan
pada
alternatif-alternatif yang menjadi pertimbangan. Berdasarkan alternatifalternatif pertimbangan dapat dibuat perangkingan, sehingga keputusan dapat diambil sesuai kebutuhan yang diharapkan. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Model Multi Criteria Analysis (MCA) merupakan salah satu teknik untuk melakukan pengambilan keputusan pada kasus yang kompleks. Kompleksitas permasalahan dapat disebabkan oleh karena banyaknya informasi yang harus dipertimbangkan atau dapat juga disebabkan oleh karena banyaknya pendapat dan sudut pandang yang harus difasilitasi.
Melalui penerapan metoda MCA, hierarki atau
ranking prioritas dari alternatif – alternatif keputusan yang mungkin dilaksanakan dapat ditetapkan, sehingga pada gilirannya memudahkan pengambil keputusan mencari solusi yang optimal. Secara garis besar kegiatan MCA terdiri atas beberapa langkah utama
yakni: penetapan sasaran,
penetapan kriteria,
pembobotan
(weighting) kriteria dan penilaian (scoring) atas berbagai alternatif keputusan
yang
berkaitan
dengan
kriteria.
Sasaran
(objectives) 25
ditetapkan
sesuai
terwujudnya pemulihan
dengan
keseimbangan, daya
dukung
tujuan kesatuan lingkungan.
yang
hendak
dicapai,
yaitu
pengembangan,
efisiensi dan
Dengan
lain,
kata
sasaran
merupakan turunan dari tujuan atau penjabaran yang lebih spesifik dari tujuan. Setelah sasaran ditetapkan, kemudian ditetapkan kriteria yang ingin diterapkan berkaitan dengan sasaran tersebut. Dalam hal ini kriteria bisa merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai atau kondisi batas yang menjadi persyaratan bagi tercapainya sasaran. Kriteria dapat juga berfungsi sebagai tolok ukur bagi tercapainya sasaran yang diinginkan. Selanjutnya dalam menganalisis proyek transportasi khususnya dalam menentukan investasi jalan yang tepat, Analisis Multi Kriteria (AMK)
merupakan
prosedur
dalam
melakukan
perangkingan
(prioritisasi) dengan mengkombinasikan berbagai kepentingan secara bersama-sama diantaranya kepentingan ekonomi, sosial, lingkungan dan pertimbangan lainnya. Pihak yang dilibatkan (stakeholders), secara garis besar terdiri dari : a. Regulator, merupakan kelompok penentu kebijakan transportasi jalan. b. Operator, merupakan kelompok yang sesuai dengan kewenangannya dapat mengoperasikan dan melakukan pemeliharaan transportasi jalan. 26
Pengembangan
dan
penetapan
kriteria
kemudian
dilanjutkan
dengan pembobotan kriteria. Cara yang umum digunakan dalam hal ini adalah dengan memperbandingkan preferensi atau tingkat kepentingan dari masing-masing kriteria satu sama lain untuk mendapatkan bobot yang proporsional antara masing-masing kriteria. Penetapan bobot (weighting) ini merupakan salah satu bagian yang penting dalam proses MCA. Langkah selanjutnya adalah melakukan penilaian (scoring) atas beberapa pilihan alternatif keputusan yang ada dengan menggunakan kriteria yang sudah dibobotkan pada langkah tersebut di atas. Untuk masing-masing kriteria, seluruh alternatif keputusan yang ada dinilai dan diperbandingkan. Hasil dari penilaian atas masing-masing alternatif keputusan per kriteria kemudian dikalikan dengan hasil dari pembobotan kriteria. Hasil
akhirnya
adalah
total
skor
dari
masing-masing
alternatif
keputusan. Ranking prioritas dari berbagai alternatif keputusan dapat disusun berdasarkan total skor. Dalam penerapannya, dikenal beberapa macam teknik yang termasuk ke dalam jenis analisa MCA, seperti: analisa kinerja matriks langsung (Direct Analysis Of The Performance Matrix), model Linier Additive, model teori atribut utilitas, model Analytical Hierarchy Process (AHP), dan sebagainya. Setiap model memiliki kelebihan dan
27
kekurangan, dan penggunaannya sangat tergantung pada jenis data yang dianalisa. Model analisa langsung kinerja matriks langsung misalnya, cukup baik jika diterapkan pada kondisi yang dominansi antar kriterianya cukup jelas. Model ini sangat praktis, namun kurang tepat jika diterapkan pada kasus kriteria yang bersifat kompleks. Sedangkan model AHP di lain pihak, cenderung agak rumit dalam proses pembobotan kriteria, namun cukup efektif untuk digunakan pada analisa kriteria yang cenderung kompleks. Mengingat kriteria yang dibahas dalam studi ini cukup kompleks, maka model yang diajukan untuk analisa prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton Utara adalah model AHP. 2.6.2 MCA Pada Penentuan Prioritas penanganan Jalan Dalam penentuan lokasinya, ada beberapa tujuan dan sasaran yang diharapkan dapat berfungsi secara maksimal. Dalam banyak kasus, sering
di hadapi permasalahan
dimana
pemerintah (stakeholder)
diharuskan memilih alternatif lokasi yang memungkinkan, sehingga analisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan Analisis Multi Kriteria. Analisis Multi Kriteria (Multi Criteria Analysis) merupakan alternatif teknik yang mampu menggabungkan sejumlah kriteria dengan besaran yang berbeda (multi-variable) dan dalam persepsi pihak terkait yang bermacam-macam (multi-facet). (Try Sugiarto 2008) 28
Dalam pengukuran nilai, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan, yaitu dengan: 1. Kuantitatif langsung, yakni melalui perhitungan ataupun simulasi 2. Kualitatif langsung, yakni melalui penentuan ranking atau klasifikasi seperti : bagus, sedang dan jelek 3. Kuantitatif tidak langsung, yakni melalui pembandingan pasangan atau pairwise comparison 4. Kualitatif tidak langsung, yakni seperti halnya kuantitatif tidak langsung hanya menggunakan Skala ordinal saja. Analisis Multi Kriteria lebih bersifat analisis kuantitatif, dimana proses analisis dan evaluasi dengan menginterpretasi data hasil survei untuk melakukan penilaian intensitas kepentingan. Secara umum proses yang harus dilalui dalam proses MCA untuk aplikasi dalam penentuan lokasi penanganan jalan, terdiri dari : 1 Penyusunan kriteria yang terkait dengan lokas prioritas jalan. 2 Penilaian
pada
elemen
kriteria
secara
berpasangan
(pairwise
comparison). 3 Penilaian pada elemen alternatif terhadap kriteria. Dari pengertian metode MCA tersebut, penulis menggunakan metode AHP untuk menganalisis prioritas penanganan jalan.
2.6.3 Responden Dalam kajian
perencanaan transportasi,
pihak
yang terlibat
sangatlah beragam diberbagai negara. Semuanya sangat tergantung 29
pada sistem kelembagaan yang ada dinegara yang bersangkutan, terutama kelembagaan yang menyelenggarakan atau bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kajian perencanaan transportasi. Meskipun demikian, dalam kajian perencanaan transportasi biasanya ada tiga kelompok atau pihak yang terlibat yaitu (Sugiarto,2008)
1. Penyelenggara kajian Yaitu orang atau lembaga yang bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dari hasil kajian. Untuk proyek milik swasta, pihak yang dimaksud dapat berupa wakil perusahaan penyelenggaraan kajian, misalnya pengembang kawasan industri atau pemodal sistem prasarana transportasi. 2. Profesional atau pakar Yaitu pihak yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kajian. Pihak ini biasanya merupakan lembaga profesional (konsultan, pusat kajian, atau pusat penelitian). Dalam pelaksanaan kajian, pihak penyelenggara dan masyarakat selanjutnya berfungsi sebagai pihak yang mengawasi atau mengarahkan pelaksanaan kajian oleh pihak profesional. Di Indonesia, sistem kelembagaan yang berkaitan dengan masalah transportasi secara umum adalah sebagai berikut : (Sugiarto,2008 ) 1. Sistem Kegiatan Lembaga yang berada dalam sistem ini yaitu : Bappenas/Bappeda 30
Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota. Adapun tugas dari sistem ini yaitu merencanakan ruang kegiatan Skala wilayah, regional, sektoral melalui RTRW dan kebijakan. 2. Sistem Jaringan Lembaga yang berada dalam sistem ini yaitu :Dep/Dinas Perhubungan, Dep/Dinas Kimpraswil. Adapun tugas dan sistem ini yaitu menyusun dan melaksanakan kebijakan
pengembangan
dan
penyelenggaraan
sistem jaringan
transportasi. 3. Sistem Pergerakan Lembaga
yang
berada
dalam sistem ini yaitu
: Dep/Dinas
Perhubungan, Masyarakat dan Organda. Adapun
tugas
dari sistem ini yaitu memantau aspek
teknis
operasional penyelengaraan transportasi lapangan. 2.7 Analytic Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process Method (AHP) merupakan dasar untuk membuat suatu keputusan, yang didesain dan dilakukan secara rasional dengan membuat penyelesaian yang terbaik terhadap beberapa alternatif yang dievaluasi dengan multikriteria. Dalam proses ini, para pembuat keputusan mengabaikan perbedaan kecil dalam pengambilan keputusan dan selanjutnya mengembangkan seluruh prioritas untuk membuat rangking prioritas pada beberapa alternatif (Sugiarto,2008).
31
Dalam memecahkan permasalahan dengan metode AHP, terdapat tiga prinsip dasar, yakni antara lain : (Sugiarto, 2008) 1. Menggambarkan menyusun
dan
menguraikan
secara hirarki,
secara
hirarki atau kita
sebut
yaitu memecah-mecah persoalan menjadi
unsur-unsur yang terpisah. 2. Menetapkan
prioritas,
yaitu
menentukan
peringkat
elemen-elemen
menurut relatif pentingnya. 3. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. AHP merupakan salah satu metode untuk membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria (multi criteria). Karena sifatnya yang multi kriteria, AHP cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas. Di samping bersifat multi kriteria, AHP juga didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis.(Wayan R. Susila dan Ernawati Munadi, 2007 ) AHP adalah prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai tersebut
untuk secara
kondisi
evaluasi
matematik
atribut-atribut
kualitatif.
Atribut-atribut
dikuantitatif dalam satu set perbandingan
berpasangan. Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya karena adanya struktur yang hirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria yang paling mendetail. Memperhitungkan
32
validasi sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan (Sugiarto, 2008). Dapat memungkinkan
pula
diartikan
untuk
sebagai suatu
mengambil keputusan
model yang dengan
luwes
yang
mengkombinasikan
pertimbangan dan nilai – nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk menyusun hirarki suatu masalah. Selain itu juga bergantung pada logika, intuisi dan pengalaman untuk
memberikan
pertimbangan.
AHP
menunjukkan
bagaimana
menghubungkan elemen – elemen dari satu bagian masalah dengan elemen –
elemen dari bagian yang lain untuk memperoleh hasil gabungan.
Prosesnya adalah mengidentifikasi, memahami dan menilai interaksi – interaksi dari suatu sistem sebagai satu keseluruhan. Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstruktur. Kegiatan tersebut dilakukan oleh ahli-ahli yang representatif
berkaitan
dengan
alternatif-alternatif
yang
akan
disusun
prioritasnya. Langkah
–
langkah
dalam
penggunaan
metode
AHP
yang
dikemukakan Saaty (1991), adalah sebagai berikut : 1.
Definisikan persoalan dan rinci pemecahan yang diinginkan
2.
Bentuk struktur hirarki dari sudut pandang manajerial menyeluruh dari tingkat puncak sampai tingkat bawah
33
3.
Buatlah sebuah matriks perbandingan berpasangan untuk kontribusi atau pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh yang berada setingkat diatasnya
4.
Setelah mengumpulkan semua data perbandingan berpasangan dan memasukkan nilai – nilai kebalikannya beserta entry bilangan 1 sepanjang diagonal utamanya, kemudian dicari prioritas dan diuji konsistensinya
5.
Laksanakan langkah 3 & 4 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut
6.
Hitung
vektor
prioritas
dari masing
–
masing
kriteria
dengan
menggunakan komposisi secara hirarki 7.
Periksa konsistensi dari seluruh hirarki.
2.7.1 Spesifikasi Kriteria dan Sub Kriteria Pengembangan kriteria penanganan jalan secara komprehensif tidak dapat dilepaskan dari tujuan penyelenggaraan jaringan jalan itu sendiri. Dalam hal ini terdapat 2 hal konseptual yang dijadikan acuan dalam penanganan kriteria perencanaan, yaitu : 1. Peraturan terkait dengan konsepsi penyelenggaraan jaringan jalan, dan 2. Parameter kinerja dalam penyelenggaraan jaringan jalan. Peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan jaringan jalan adalah UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, parameter kinerja suatu jaringan jalan dilakukan dengan 34
melibatkan faktor – faktor terkait dan saling mempengaruhi dengan sistem penyelenggaraan jaringan jalan. Variabel kriteria (sub kriteria) merupakan suatu representasi dari kriteria
penanganan
jalan
yang
dikembangkan
pada
wilayah
penelitian. Variabel inilah yang akan menetukan tingkat kinerja suatu rencana atau usulan penanganan jalan. Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh variabel kriteria antara lain :
a. Variabel yang dipakai idealnya mampu mewakili karakteristik/jalan yang penting sebagai gambaran yang layak
mengenai tingkat
kepentingan dari usulan penanganan jalan b. Variabel yang digunakan untuk menilai kinerja jaringan jalan sebaiknya
berupa
variabel
kuantitatif,
sehingga
obyektifitas
penilaian variabel dapat dipertahankan. c. Data variabel mudah dikumpulkan dan selalu dapat diperbaharui setiap tahunnya, sehingga dapat dengan mudah direplikasi untuk keperluan, waktu, dan lokasi yang berbeda.
Kriteria penanganan jaringan jalan dapat dispesifikasikan dari sasaran
penanganan
jalan.
Dalam
sasaran
tersebut
dapat
dikembangkan sejumlah kriteria yang berkenaan dengan penanganan jalan
di lokasi yang ditinjau.
Variabel kriteria tersebut untuk
selanjutnya dipakai untuk membentuk matriks kinerja yang akan 35
digunakan
dalam menilai kelayakan
atau
urgensi dari rencana
penanganan jalan yang diusulkan.
TUJUAN
KRITERIA I
PILIHAN 1
KRITERIA III KRITERIA TUJUAN II
PILIHAN 2
PILIHAN 3
KRITERIA IV
PILIHAN 4
Gambar 2.2 Hirarki Dalam penentuan Prioritas 2.7.2 Pembobotan Kriteria Dalam penentuan bobot kriteria, dapat dilakukan cara – cara sebagai berikut : a. Analisis preferrensi (preference analysis), yaitu penilaian diberikan langsung oleh juri yang ditunjuk b. Analisis sifat (behavioural analysis), yaitu penilaian didasarkan kepada pengamatan atas fenomena yang terjadi c. Penilaian langsung (direct system), yaitu bobot yang digunakan mewakili aspek yang bisa diukur
36
Dalam penelitian ini penentuan bobot kriteria yang digunakan adalah berdasarkan analisis preferensi dan penilaian langsung. Selain itu, penentuan nilai utilitas (bobot) didasarkan pada skala pengukuran binary yaitu penilaian berdasarkan nilai 0 (nol) dan 1 (satu). Hal ini dilakukan pada penilaian untuk data kualitatif. Sedangkan untuk data kuantitatif penilaian dengan metode Direct atau langsung (Sugiarto, 2008) yaitu memberikan penilaian berdasarkan jumlah tertentu dari variabel yang ditinjau. Analisis multi kriteria dengan model AHP dilakukan dengan menggunakan matriks. Pada tahap awal, dibuat matriks perbandingan berpasangan dimana elemen – elemen yang digunakan untuk meyusun matriks tersebut diperoleh melalui analisis hasil survei wawancara. Berdasarkan kriteria tertentu, maka perlu ditentukan tingkat kepentingannya
dengan
menggunakan
prinsip
kerja
AHP,
yaitu
perbandingan berpasangan (pairwase comparisions) sehingga tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relative terhadap kriteria lain dapat dinyatakan dengan jelas (Sugiarto, 2008). Matriks perbandingan berpasangan pada tabel diolah dengan perhitungan pada tiap baris matriks dengan menggunakan persamaan : Wi = n (ai1 x ai2 x ai3 x …. aij) ………….(2.1)
37
Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 ….
Kriteria n
Jumlah
1
2
3
….
N
n
Kriteria 1
1
1
a12
a13
….
a1n
a1
Kriteria 2
2
a21
1
a23
….
a2n
a2
Kriteria 3
3
a31
a32
1
….
a3n
a3
….
… ….
….
….
….
….
….
an2
an3
….
1
an
. Kriteria n
6
an1
Dimana : a1j = bobot relative antara kriteria I terhadap kriteria j Nilai bobot antar kriteria (aij) diskalakan dengan nilai antara 1 sampai dengan 9 dimana masing-masing angka akan memberikan tingkat relatifitas kepentingan seperti yang diperlihatkan pada tabel 1. Perbandingan antara kriteria 1 dan kirteria 1 benilai 1, sedangkan perbandingan antara kriteria 1 dan kriteria 2 sama dengan pembagian nilai a11 dan a12 . Begitupun sebaliknya nilai perbandingan antara kriteria Selanjutnya perhitungan dilanjutkan dengan memasukkan nilai Wi pada matriks hasil persamaan tersebut ke persamaan berikut : Xi = (Wi / Wi) …………. (2.2) Nilai Xi tersebut kemudian digunakan untuk membuat matriks berukuran n x 1, dimana n merupakan banyaknya elemen i. Matriks yang diperoleh tersebut merupakan eigenvector. 38
Setelah eigenvector diperoleh, langkah selanjutnya adalah menghitung eigenvalue maksimum (
) yang diperoleh melalui
persamaan : = aij . Xi …………. (2.3) Dalam penelitian ini, hanya digunakan intensitas kepentingan antara lain 1, 3, 5, 7, dan 9. Sedangkan untuk intensitas kepentingan 2, 4, 6, dan 8 tidak digunakan. Hal ini dimaksudkan agar intensitas kepentingan yang diperoleh memiliki arti absolute. Selain itu, untuk lebih memudahkan stakeholder dalam memberikan penilaian atau pembobotan kriteria. 2.7.3 Perhitungan Konsistensi Dalam model AHP, matriks perbandingan berpasangan dapat diterima jika rasio konsistensi (CR)≤ 0,1. Nilai CR diperoleh melalui persamaan : CR = CI / RI …………. (2.4) Dimana :
CI = (
- n) / (n-1) …………. (2.5) = eigenvalue maksimum
n
= ukuran matriks Random Index (RI) adalah nilai indeks random yang diperoleh
berdasarkan tabel berikut.
39
Tabel 2.3. Skala Matriks Perbandingan Berpasangan ITENSITAS DEFINISI
PENJELASAN
KEPENTINGAN 1
Elemen
yang
pentingnya elemen
satu
dibanding yang
sama Kedua elemen menyumbang sama dengan besar pada sifat tersebut
lain
(equal
importance) 3
Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman menyatakan sedikit penting dari pada elemen yang memihak pada satu elemen lain (moderate more importance)
4
Elemen yang satu jelas lebih Pengalaman menunjukkan secara penting dari pada elemen yang kuat memihak pada satu elemen lain
(essential,strong
more
importance) 7
Elemen yang satu sangat jelas Pengalaman menunjukkan secara lebih penting dari pada elemen kuat disukai dan didominasi oleh yang
lain
(demonstrated sebuah elemen tampak dalam
importance) 9
praktek
Elemen yang satu mutlak lebih pengalaman
menunjukkan
satu
penting dari pada elemen yang elemen sangat jelas lebih penting lain (absolutely more importance) 2,4,6,8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai Nilai ini diberikan bila diperlukan yang berdekatan (grey area)
kompromi
40
1/(2-9)
Jika kriteria 1 mendapatkan satu Jika kriteria 1 mempunyai nilai x angka bila dibandingkan dengan bila dibandingkan dengan kriteria kriteria 2 memiliki nilai kebalikan 2, maka kriteria 2 mendapatkan bila dibandingkan 1
nilai
1/x
bila
dibandingkan
kriteria 1 Sumber: Saaty, Thomas L., 1993, “Pengambilan Keputusan bagi para pemimpin – Proses Hirarki Analitik”
2.7.4 Pembobotan Kriteria Total Stakeholder Setelah pembobotan kriteria dari masing – masing stakeholder diperoleh, maka perhitungan dilanjutkan dengan menjumlahkan tiap kriteria pada masing – masing stakeholder. Tabel 2.4. Nilai Indeks Random (Saaty, 1993) Ukuran
Indeks Random
Ukuran
Indeks Random
Matriks
(Inkonsistensi)
Matriks
(Inkonsistensi)
1,2
0,00
9
1,45
3
0,58
10
1,49
4
0,90
11
1,51
5
1,12
12
1,48
6
1,24
13
1,56
7
1,32
14
1,57
8
1,41
15
1,59
Nilai rata – rata dari masing – masing stakeholder ini kemudian dipakai sebagai bobot kriteria Hal ini akan ditunjukkan pada tabel 4.
41
Tabel 2.5. Pembobotan Seluruh Stakeholder Stakeholder
Stakeholder Stakeholder
Stakeholder ….
1
2
3 ….
Kriteria 2
….
Kriteria 3
….
…. Kriteria n
….
….
….
N
Kriteria 1
….
Rata
….
Rata
….
….
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah suatu kerangka pendekatan pola pikir dalam rangka menyusun dan melaksanakan suatu penelitian. Tujuannya adalah mengarahkan proses berpikir untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut. 3.2 Penduduk Pada tahun 2012, penduduk Kabupaten Buton utara berjumlah 56.631 jiwa, yang terdiri dari 28.481 jiwa laki-laki dan 28.150 jiwa perempuan. Tabel 3.1. Luas Wilayah Dan Jumlah Penduduk Tiap Kecamatan Di Kabupaten Buton utara NO
JUMLAH PENDUDUK
KECAMATAN
1 KULISUSU 81 Jiwa/km2 KULISUSU BARAT 17 Jiwa /km2 2 BONEGUNU 15 Jiwa /km2 3 4 KAMBOWA 18 Jiwa /km2 WAKORUMBA 25 Jiwa /km2 5 KULISUSU UTARA 20 Jiwa /km2 6 Sumber : Badan Pusat Statistik Kab.Buton utara 2016
LUAS (km2 )
WILAYAH 172,78 370,47 491,44 303,44 245,26 339,64
3.3 Metode Pengumpulan Data Teknis pelaksanaan studi adalah melakukan pengumpulan data untuk dianalisis. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. 3.3.1 Data Primer Data primer
adalah data yang dikumpulkan ataupun diperoleh
langsung di lapangan. Untuk menggali referensi dari pihak yang terlibat 43
langsung dalam pengembangan jaringan jalan di Kabupaten Buton utara, mengenai pemilihan prioritas yang sesuai masukan dari instansi yang ada di Kabupaten Buton utara melalui pembuatan dan pengisian kuisoner. Hasil dari kuisioner ini adalah informasi bobot relatif antar kriteria dan sub kriteria yang akan menentukan tingkat kepentingan antar variabel kriteria yang dipertimbangkan. Data pembobotan ini diperoleh dengan menganalisis hasil survey, dimana responden yang dipilih dihadapkan pada pertanyaan yang mengarah pada perbandingan tingkat kepentingan antar kriteria. Sedangkan hasil wawancara dengan responden
yang
penanganan
jalan
terkait
dengan
digunakan
perencanaan untuk
dan
pelaksanaan
mengidentifikasi
dan
mengansumsikan kriteria yang akan dipertimbangkan. 3.3.2 Data Sekunder Data
sekunder berupa data penunjang yang dikumpulkan
melalui studi kepustakaan yang diambil dari instansi-instansi terkait seperti Bappeda, BPS, Dinas PU, data dari internet dan lain sebagainya. Tujuan dari pengumpulan data sekunder ini adalah untuk mendapatkan data instansional yang selanjutnya akan diolah dan dianalisis 3.4 Lokasi dan Waktu Kabupaten Buton utara merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Tenggara yang terletak di kepulauan Jazirah Tenggara pulau Sulawesi. Apabila ditinjau dari peta Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan diantara 4°22' 59,4" 44
– 50 28' 26,7" Lintang Selatan (sepanjang ± 180 km) dan membentang dari Barat ke Timur diantara 1210 27’ 46,7" -122 0 10' 9,4' BT (sepanjang+ 154 km). Secara
geografis,
Kabupaten Buton utara merupakan salah satu
kabupaten di Sulawesi Tenggara yang terletak di kepulauan jazirah Tenggara pulau Sulawesi o Sebelah Utara
: Tg. Buton dan Konawe Selatan
o Sebelah Timur
: Laut Banda
o Sebelah Selatan
: Kabupaten Buton
o Sebelah Barat
: Kabupaten Muna
Kabupaten Buton Utara memiliki luas ± 1.996,59 km² atau dimana Saat Ini Kabupaten Buton Utara terdiri dari 6 Kecamatan, 95 desa/UPT/Kelurahan Gambar 3.1 Peta Lokasi
Sumber: Google Maps
Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Februari sampai dengan Maret
2016,
yang
dilakukan
dengan
survey
pendahuluan
untuk 45
mengumpulkan data – data primer dengan menyebarkan kuisoner kepada Stake Holder di Kabupaten Buton utara untuk pembangunan jalan dan data – data sekunder yang diperoleh dari beberapa instansi yang terkait untuk menunjang penelitian. 3.5 Variabel Penelitian Identifikasi variabel penelitian dilakukan untuk menentukan variabel – variabel apa saja yang di teliti dalam penelitian ini. Penentuan variabel dilakukan dengan mengamati kondisi sebenarnya dari objek penelitian. Variabel – variabel yang telah di tentukan akan di gunakan sebagai dasar dalam pembuatan pemilihan
Kuisioner.
Faktor – faktor yang dianggap mempengaruhi
alternatif lokasi penentuan prioritas penanganan jalan didasarkan
pada undang – undang penyelenggaraan jaringan jalan yaitu Undang – Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, Pasal 3 disebutkan bahwa : "Transportasi diselenggarakan dengan tujuan untuk menunjang lalulintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan modal transportasi lainnya menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Berdasarkan Undang – undang
penyelenggaraan jaringan jalan yaitu
Undang – Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas dan 46
Angkutan
Jalan,
Pasal
3.
Dalam menentukan prioritas diperlukan
beberapa kriteria yang menjadi dasar dalam pemberian bobot pilihan. Untuk penentuan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton utara, dipilih beberapa kriteria yang akan dimasukkan dalam Proses Hirarki Analitik (AHP) sebagai berikut : 1. Kondisi Jalan Lebar Jalan Pengerasan Jalan Panjang Jalan 2. Tata Guna Lahan Pemukiman Perdagangan dan Jasa Pertanian Perkantoran 3. Aksesibilitas Jarak Tempuh Kenyamanan 4. Aspek Biaya Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Berkala Peningkatan Jalan
47
3.6 Analisis Data 3.6.1 Analisis AHP Dalam teknik analisa data penelitian ini, berbagai analisa yang menjadi kunci dalam pembahasan analisa ini adalah Analisa Prioritas menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Analisa hasil studi AHP digunakan untuk menarik kesimpulan tentang pandangan para stakeholder mengenai prioritas pemanfaatan yang sebaiknya dilakukan dalam pengembangan jaringan jalan di Kabupaten Buton Utara. Hasil kuisioner setiap responden dianalisa untuk dilihat tingkat konsistensinya dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner. Apabila nilai rasio inkonsistensinya (inconcistency ratio) lebih besar dari 0,1 maka dilakukan revisi pendapat. Namun jika nilai rasio
inkonsistensinya
sangat
besar,
maka
responden
tersebut
dihilangkan. Langkah-langkah
analisis
data dengan menggunakan metode
AHP seliputi : 1. Fokus dan tujuan yang telah diketahui yakni penentuan lokasi prioritas penanganan jalan di kabupaten Buton utara. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Kriteria yang digunakan oleh penulis dalam menentukan alternatif lokasi yaitu : Kondisi Jalan Kabupaten Buton utara, Tata guna Lahan, 48
Aksebilitas dan Aspek Biaya. 4. Adapun alternatif lokasi penentuan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton utara
Berdasarkan
penyelenggaraan jaringan jalan yaitu
Undang
–
Undang
No. 14 Tahun 1992
tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, Pasal 3. 5. Proses pembobotan oleh para stakeholder dan responden. 6. Pembobotan pada masing-masing alternatif untuk masing-masing kriteria. 7. Menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.
49
3.7 Bagan Alir Penelitian M ULA I LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH
IDENTIFIKASI MASALAH : Maksud Tujuan
DATA PRIMER
PENGUMPULAN DATA
Kuisioner
DATA SEKUNDER Data
Foto Kondisi Jalan
Penduduk
dan
Luas Wilayah (BPS) PEMILIHAN KRITERIA
Data
Rencana
Tata
Ruang (BAPPEDA) Data Kondisi Jalan (PU) PEMILIHAN ALTERNATIF
AHP HASIL
KESIMPULAN
SELESAI Gambar 3.2 Diagram Alir Analisis Metode AHP
50
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penilaian Responden Dalam metode AHP diawali dengan penyebaran kuisioner kepada beberapa responden, dalam hal ini telah dilakukan terhadap 16 responden. Data yang dikumpulkan dari responden ini adalah data primer hasil kuisioner
atau
wawancara.
Jumlah
kuisioner
disebarkan kepada 16
responden yang dipilih secara purposive terdiri dari : 4.2 Analisis Multi Kriteria Analisis multi kriteria sebagai analisis lanjutan terhadap pembahasan karakteristik transportasi Kabupaten Buton Utara pada umumnya. Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat di uraikan kembali sebelum melanjutkan ke detail analisis AHP. Variabel yang di gunakan sebagai kriteria dalam penentuan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton Utara adalah sebagai berikut : a. Prioritas Penanganan Jalan kemungkinan di tinjau dari kondisi jalan b. Prioritas Penanganan Jalan kemungkinan di tinjau dari tata guna lahan c. Prioritas Penanganan Jalan kemungkinan di tinjau dari aksesiblitas d. Prioritas Penanganan Jalan kemungkinan di tinjau dari aspek biaya 4. 3 Analisis AHP Setelah di peroleh data primer, dalam hal ini pengisian kuisioner oleh 16 (enam belas) stakeholders dari masing – masing instansi pemerintah di 51
wilayah Kabupaten Buton Utara, kemudian di lakukan uji konsistensi data dan analisa pembobotan. 4.3.1 Bobot Kriteria Stakeholder Perhitungan bobot kriteria dilakukan dengan bantuan program Excel sesuai dengan persamaan - persamaan yang di Bab II. Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 berikut merupakan contoh kriteria dari stakeholder (SH) 1. Tabel 4.1 Bobot Kriteria AHP SH 1 KONDISI JALAN
TATA GUNA LAHAN
AKSESIB ILITAS
ASPEK BIAYA
EIGEN VECTOR
BOBO T
KONDISI JALAN
1.00
3.00
5.00
5.00
2.94
0.55
T AT A GUNA LAHAN
0.33
1.00
4.00
3.00
1.41
0.26
AKSESIBILTAS
0.20
0.25
1.00
0.33
0.36
0.07
ASPEK BIAYA
0.20
0.33
3.00
1.00
0.67
0.12
JUM LAH
1.73
4.58
13.00
9.33
5.39
1.00
KRITERIA
∆ max = C.I. = C.R. =
4.177 0.0591 07 0.0656 75
Sumber : Hasil Analisis,2016 Dari Penilaian yang di lakukan oleh stakeholder di atas, uji konsistensi dilakukan untuk melihat tingkat konsistensi stakeholder dalam mengisi kuesioner. Dan sesuai dengan yang diisyaratkan, bahwa toleransi konsistensi sebesar 10% , atau nilai Consistency Ratio (CR) sebesar 0,1. Tabel 4.2 diatas menunjukkan nilai CR sebesar 0,065675 sehingga perhitungan dilanjutkan ke tahap berikutnya dan dapat dikatakan bahwa stakeholder konsisten dalam pengisian. 52
Tabel 4.2 Normalisasi Bobot Kriteria AHP SH 1 KRITERIA
KONDISI JALAN
TATA GUNA LAHAN
AKSESI BILITAS
ASPEK BIAYA
KONDISI JALAN
0.577
0.655
0.385
0.536
TATA GUNA LAHAN
0.192
0.218
0.308
0.321
AKSESIBILTAS
0.115
0.055
0.077
0.036
ASPEK BIAYA
0.115
0.073
0.231
0.107
JUMLAH
1.00
1.00
1.00
1.00
terhadap
masing
RATA"
0.250 0.250 0.250 0.250 1.00
Sumber : Hasil Analisis,2016 4.3.2 Bobot Kriteria Rata – rata Setelah
dilakukan
perhitungan
–
masing
responden, maka dapat dilakukan perhitungan bobot kriteria rata –rata dari seluruh responden. Adapun rata – rata bobot kriteria dapat dilihat pada tabel 4.4 Tabel 4.3 Normalisasi Bobot Kriteria AHP Responden KRITERIA KONDISI JALAN T AT A GUNA LAHAN
AKSESIBILTAS ASPEK BIAYA KRITERIA KONDISI JALAN T AT A GUNA LAHAN
AKSESIBILTAS ASPEK BIAYA
KRITERIA KONDISI JALAN T AT A GUNA LAHAN
AKSESIBILTAS ASPEK BIAYA
RESPONDEN SH 1 0.5379 0.2599 0.0706 0.1315
SH 2 0.542 0.223 0.077 0.158
SH 3 0.328 0.1439 0.4646 0.0636
SH 4 0.4913 0.2226 0.0571 0.229
SH 5 0.1732 0.5327 0.1387 0.1554
SH 6 SH 7 0.5291 0.472 0.2057 0.2877 0.1623 0.1703 0.1029 0.07
RESPONDEN SH 8 0.5319 0.1286 0.1637 0.1759
SH 9 0.297 0.466 0.168 0.069
RESPONDEN SH 15 0.3504 0.3388 0.1145 0.1963
SH 16 0.406 0.154 0.124 0.316
SH 10 SH 11 SH 12 SH 13 0.2661 0.4396 0.4451 0.4512 0.1643 0.156 0.3422 0.319 0.5012 0.2854 0.1424 0.064 0.0684 0.119 0.0703 0.1657
JUMLAH
PERSENTASE (%)
6.73945948 4.079100475 2.972352386 2.209087658
42.12162175 25.49437797 18.57720242 13.80679786 53
SH 14 0.4787 0.1351 0.2681 0.118
Sumber : Hasil Analisis,2016
40,00% 39,98% 35,00%
30,00%
25,00%
20,00%
24,20%
15,00%
17,99%
17,84%
10,00%
5,00%
0,00% KONDISI JALAN
TATA GUNA LAHAN
AKSESIBILTAS
ASPEK BIAYA
Gambar 4.1 Persentase Bobot Kriteria AHP Rata-rata Sumber : Hasil Analisis,2016 Berdasarkan hasil tersebut, Kriteria Kondisi Jalan merupakan kriteria yang paling dominan yaitu sebesar 39,98 % sedangkan kriteria Tata Guna Lahan Sebesar 24,20% dan kriteria Aksesibilitas sebesar
54
17,88% dan yang paling terkecil jumlah persentasenya adalah kriteria Aspek Biaya sebesar 17,84%. Sesuai hasil analisa data didapatkan bobot kriteria kondisi jalan sebesar 39,98 % ini di dasarkan kondisi jalan yang terdapat di kabupaten Buton Utara khususnya Ibu Kota Kabupaten adalah rusak berat, dan rusak sedang hal inilah yang menjadi bahan pertimbangan para stakeholder sehingga bobot nilai kriteria kondisi jalan lebih besar dibandingkan kriteria lain. Sedangkan untuk kriteria tata guna lahan mendapat bobot nilai tertingi kedua setelah kriteria kondisi jalan, hal ini di sebabkan para stakeholder lebih mementingkan pemerataan pembangunan pada Ibu Kota Kabupaten Buton Utara, sehingga kriteria ini di anggap penting untuk
di
prioritaskan
untuk
perkembangan
wilayah
Ibu
Kota
Kabupaten Buton Utara. Hal lain di tunjukkan oleh kriteria aksesibilitas, kriteria ini di pilih oleh para stakeholder karena kondisi pemerataan pembangunan, hal ini disebabkan objek – objek vital di bangun berjauhan agar program pemerataan penduduk di Kabupaten Buton Utara dapat terlaksana sesuai rencana. Sedangkan aspek biaya menjadi prioritas terakhir yakni hanya sebesar 17,84%, hal ini dikarenakan program Pemerintah Kabupaten Buton Utara yang mengutamakan pembangunan Sarana transportasi 55
untuk
menunjang
kegiatan
ekonomi
dan
kelancaran
aktivitas
pelayanan masyarakat di kabupaten Buton Utara. Informasi ini di didapatkan dari hasil wawancara singkat dengan beberapa stakeholder yang memberikan informasi bahwa akan di kucurkannya dana pengaspalan dalam ibukota sebesar Rp.17.970.000.000-,(Tujuh Belas Milyar Sembilan Ratus Tujuh Puluh Juta Rupiah) oleh Pemerintah Kabupaten, sedangkan untuk perkerasan dalam Ibu Kota sebesar Rp.1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah), Jika di asumsikan dengan Sepuluh ruas jalan yang menjadi Alternatif dengan total ± 10,5 Kilometer dengan asumsi biaya Rp.1.200.000.000 (Satu Milyar Dua Ratus Juta Rupiah) per kilometer untuk jenis perkerasan ATB maka seluruh ruas jalan yang menjadi alternatif dapat di prioritaskan, hal ini yang menjadi bahan pertimbangan para stakeholder kurang memilih aspek biaya sebagai bahan pertimbangan karena para stakeholder merasa bahwa dana yang tersedia cukup untuk memprioritaskan seluruh ruas jalan tersebut. 4.3.3 Bobot Alternatif Stakeholder Perhitungan bobot alternatif dilakukan dengan bantuan program Excel sesuai dengan persamaan yang di uraikan di bab II.Table 4.5 dan Tabel 4.6 berikut merupakan contoh perhitungan bobot alternatif dari stakeholder (SH) 1.
56
FAKTOR KONDISI JALAN
Tabel 4.4 Perhitungan Bobot Alternatif AHP SH 1 ALTERNATIF
ALTERNA TIF 1
ALTERNA TIF 2
ALTERN ATIF 3
ALTERNA TIF 4
ALTERNA TIF 5
ALTERNA TIF 6
ALTERNA TIF 7
ALTERN ATIF 8
ALTERNA TIF 9
ALTERNA TIF 10
EIGEN VECTOR
ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8 ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10 JUMLAH
1.00 0.50 0.50 0.50 0.50 0.25 0.33 0.14 0.50 0.33 4.5595
2.00 1.00 1.00 0.33 0.50 0.50 0.50 0.14 0.50 0.33 6.8095
2.00 1.00 1.00 0.33 0.33 0.50 0.33 0.25 2.00 1.00 8.75
2.00 3.00 3.00 1.00 0.33 3.00 0.50 0.50 2.00 1.00 16.33
2.00 2.00 3.00 3.00 1.00 0.50 2.00 0.50 2.00 1.00 17
4.00 2.00 2.00 0.33 2.00 1.00 0.50 0.50 0.50 3.00 15.833
3.00 2.00 3.00 2.00 0.50 2.00 1.00 0.50 2.00 1.00 17
7.00 7.00 4.00 2.00 2.00 2.00 2.00 1.00 7.00 1.00 35
2.00 2.00 0.50 1.00 0.50 2.00 0.50 0.14 1.00 0.33 9.9761
3.00 3.00 1.00 2.00 1.00 0.33 1.00 1.00 3.00 1.00 16.33
2.458414 1.86313 1.490182 0.922108 0.698827 0.870551 0.698827 0.368004 1.453198 0.802742 11.62598
BOBOT
0.211459 0.160256 0.128177 0.079314 0.060109 0.07488 0.060109 0.031654 0.124996 0.069047 1
∆ max = 11.18436414 C.I. = 0.131596016 C.R. = 0.088319474 FAKTOR TATA GUNA LAHAN ALTERNATIF ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4
ALTERNA TIF 1
ALTERNA TIF 2
ALTERN ATIF 3
ALTERNA TIF 4
ALTERNA TIF 5
ALTERNA TIF 6
ALTERNA TIF 7
ALTERN ATIF 8
ALTERNA TIF 9
ALTERNA TIF 10
EIGEN VECTOR
1.00 1.00 2.00 4.00
1.00 1.00 0.25 1.00
0.50 4.00 1.00 5.00
0.25 1.00 0.20 1.00
0.25 0.50 0.20 0.50
0.25 1.00 0.25 1.00
0.20 2.00 0.25 0.33
2.00 3.00 1.00 4.00
2.00 3.00 0.50 3.00
3.00 5.00 0.33 4.00
0.671893 1.680843 0.428426 1.661162
BOBOT
0.054085 0.135303 0.034487 0.133718 57
ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8 ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10 JUMLAH
4.00 4.00 5.00 0.50 0.50 0.33 22.333
2.00 1.00 0.50 0.33 0.33 0.20 7.6166
5.00 4.00 4.00 1.00 2.00 3.00 29.5
2.00 1.00 3.00 0.25 0.33 0.25 9.2833
1.00 3.00 0.20 0.33 0.25 0.25 6.4833
0.33 1.00 0.50 0.20 0.17 0.33 5.0333
5.00 2.00 1.00 0.33 0.50 0.20 11.81
3.00 5.00 3.00 1.00 1.00 1.00 24
4.00 6.00 2.00 1.00 1.00 1.00 23.5
4.00 3.00 5.00 1.00 1.00 1.00 27.33
2.402249 2.475434 1.568282 0.497345 0.545069 0.492132 12.42284
0.193374 0.199265 0.126242 0.040035 0.043876 0.039615 1
∆ max = C.I. = C.R. =
11.32035193 0.14670577 0.098460249
FAKTOR AKSESINBILITAS ALTERNATIF
ALTERNA TIF 1
ALTERNA TIF 2
ALTERN ATIF 3
ALTERNA TIF 4
ALTERNA TIF 5
ALTERNA TIF 6
ALTERNA TIF 7
ALTERN ATIF 8
ALTERNA TIF 9
ALTERNA TIF 10
EIGEN VECTOR
ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8 ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10 JUMLAH
1.00 1.00 0.50 0.33 0.25 0.20 0.17 0.17 0.20 0.20 4.0166
1.00 1.00 0.33 1.00 0.33 0.25 0.25 0.50 0.33 0.25 5.25
2.00 3.00 1.00 0.33 1.00 0.20 0.33 0.33 0.50 0.33 9.03
3.00 1.00 3.00 1.00 0.33 0.33 0.25 0.33 0.33 0.25 9.833
4.00 3.00 1.00 3.00 1.00 0.33 0.33 0.33 0.50 0.33 13.8
5.00 4.00 5.00 3.00 3.00 1.00 0.33 0.33 0.33 0.33 22.33
6.00 4.00 3.00 4.00 3.00 3.00 1.00 0.33 1.00 1.00 26.33
6.00 2.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 1.00 1.00 1.00 26
5.00 3.00 2.00 3.00 2.00 3.00 1.00 1.00 1.00 1.00 22
4.00 4.00 3.00 4.00 3.00 3.00 1.00 1.00 1.00 1.00 25
3.116387 2.258694 1.633177 1.643752 1.162308 0.786003 0.508568 0.45032 0.533041 0.464039 12.55629
BOBOT
0.248193 0.179885 0.130068 0.130911 0.092568 0.062598 0.040503 0.035864 0.042452 0.036957 1 58
∆ max = C.I. = C.R. =
ALTERNATIF ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8 ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10 JUMLAH
10.93900996 0.10433444 0.070023114 +
ALTERNA TIF 1
ALTERNA TIF 2
ALTERN ATIF 3
ALTERNA TIF 4
ALTERNA TIF 5
ALTERNA TIF 6
ALTERNA TIF 7
ALTERN ATIF 8
ALTERNA TIF 9
ALTERNA TIF 10
EIGEN VECTOR
1.00 2.00 2.00 0.20 0.33 1.00 0.33 0.25 0.25 0.25 7.6166
0.50 1.00 4.00 1.00 0.25 0.50 0.50 0.33 0.25 0.33 8.666
0.50 0.25 1.00 0.50 0.17 0.25 0.33 0.20 0.50 0.14 3.842
5.00 1.00 2.00 1.00 0.50 0.25 0.50 0.33 0.33 0.33 11.25
3.00 4.00 6.00 2.00 1.00 1.00 0.33 0.50 0.33 0.25 18.416
1.00 2.00 4.00 4.00 1.00 1.00 0.25 0.25 0.50 0.33 14.333
3.00 2.00 3.00 2.00 3.00 4.00 1.00 1.00 1.00 0.50 20.5
4.00 3.00 5.00 3.00 2.00 4.00 1.00 1.00 1.00 1.00 25
4.00 4.00 2.00 3.00 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 22
4.00 3.00 7.00 3.00 4.00 3.00 2.00 1.00 1.00 1.00 29
1.930782 1.76173 3.09496 1.457298 0.933033 1.116123 0.584191 0.483241 0.529612 0.418638 12.30961
0.156852 0.143118 0.251426 0.118387 0.075797 0.090671 0.047458 0.039257 0.043024 0.034009 1
∆ max = C.I. = C.R. =
11.31575986 0.14619554 0.09811781
BOBOT
Sumber : Hasil Analisi,2016
59
Tabel 4.5 Normalisasi Bobot Alternatif AHP SH 1 KONDISI JALAN ALTERNATIF
ALTERNA TIF 1
ALTERNA TIF 2
ALTERNA TIF 3
ALTERNA TIF 4
ALTERNA TIF 5
ALTERNA TIF 6
ALTERNA TIF 7
ALTERNA TIF 8
ALTERNA TIF 9
ALTERNA TIF 10
RATA - RATA
0.29 0.15 0.15 0.05 0.07 0.07 0.07 0.02 0.07 0.05 1
0.23 0.11 0.11 0.04 0.04 0.06 0.04 0.03 0.23 0.11 1
0.12 0.18 0.18 0.06 0.02 0.18 0.03 0.03 0.12 0.06 1
0.12 0.12 0.18 0.18 0.06 0.03 0.12 0.03 0.12 0.06 1
0.25 0.13 0.13 0.02 0.13 0.06 0.03 0.03 0.03 0.19 1
0.18 0.12 0.18 0.12 0.03 0.12 0.06 0.03 0.12 0.06 1
0.20 0.20 0.11 0.06 0.06 0.06 0.06 0.03 0.20 0.03 1
0.20 0.20 0.05 0.10 0.05 0.20 0.05 0.01 0.10 0.03 1
0.18 0.18 0.06 0.12 0.06 0.02 0.06 0.06 0.18 0.06 1
0.1995 0.1500 0.1259 0.0853 0.0625 0.0857 0.0592 0.0306 0.1285 0.0728 1.0000
ALTERNA TIF 1
ALTERNA TIF 2
ALTERNA TIF 3
ALTERNA TIF 4
ALTERNA TIF 5
ALTERNA TIF 6
ALTERNA TIF 7
ALTERNA TIF 8
ALTERNA TIF 9
ALTERNA TIF 10
RATA - RATA
0.04 0.04 0.09 0.18 0.18 0.18 0.22 0.02
0.13 0.13 0.03 0.13 0.26 0.13 0.07 0.04
0.02 0.14 0.03 0.17 0.17 0.14 0.14 0.03
0.03 0.11 0.02 0.11 0.22 0.11 0.32 0.03
0.04 0.08 0.03 0.08 0.15 0.46 0.03 0.05
0.05 0.20 0.05 0.20 0.07 0.20 0.10 0.04
0.02 0.17 0.02 0.03 0.42 0.17 0.08 0.03
0.08 0.13 0.04 0.17 0.13 0.21 0.13 0.04
0.09 0.13 0.02 0.13 0.17 0.26 0.09 0.04
0.11 0.18 0.01 0.15 0.15 0.11 0.18 0.04
0.0603 0.1300 0.0355 0.1332 0.1912 0.1958 0.1356 0.0367
ALTERNATIF 1 0.22 ALTERNATIF 2 0.11 ALTERNATIF 3 0.11 ALTERNATIF 4 0.11 ALTERNATIF 5 0.11 ALTERNATIF 6 0.05 ALTERNATIF 7 0.07 ALTERNATIF 8 0.03 ALTERNATIF 9 0.11 ALTERNATIF 10 0.07 JUMLAH 1 TATA GUNA LAHAN ALTERNATIF ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8
60
ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10 JUMLAH AKSESIBILITAS ALTERNATIF ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8 ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10 JUMLAH ASPEK BIAYA ALTERNATIF ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5
0.02 0.01 1
0.04 0.03 1
0.07 0.10 1
0.04 0.03 1
0.04 0.04 1
0.03 0.07 1
0.04 0.02 1
0.04 0.04 1
0.04 0.04 1
0.04 0.04 1
0.0405 0.0412 1
ALTERNA TIF 1
ALTERNA TIF 2
ALTERNA TIF 3
ALTERNA TIF 4
ALTERNA TIF 5
ALTERNA TIF 6
ALTERNA TIF 7
ALTERNA TIF 8
ALTERNA TIF 9
ALTERNA TIF 10
RATA - RATA
0.25 0.25 0.12 0.08 0.06 0.05 0.04 0.04 0.05 0.05 1
0.19 0.19 0.06 0.19 0.06 0.05 0.05 0.10 0.06 0.05 1
0.22 0.33 0.11 0.04 0.11 0.02 0.04 0.04 0.06 0.04 1
0.31 0.10 0.31 0.10 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 0.03 1
0.29 0.22 0.07 0.22 0.07 0.02 0.02 0.02 0.04 0.02 1
0.22 0.18 0.22 0.13 0.13 0.04 0.01 0.01 0.01 0.01 1
0.23 0.15 0.11 0.15 0.11 0.11 0.04 0.01 0.04 0.04 1
0.23 0.08 0.12 0.12 0.12 0.12 0.12 0.04 0.04 0.04 1
0.23 0.14 0.09 0.14 0.09 0.14 0.05 0.05 0.05 0.05 1
0.16 0.16 0.12 0.16 0.12 0.12 0.04 0.04 0.04 0.04 1
0.2325 0.1794 0.1340 0.1327 0.0917 0.0708 0.0429 0.0383 0.0415 0.0361 1
ALTERNA TIF 1
ALTERNA TIF 2
ALTERNA TIF 3
ALTERNA TIF 4
ALTERNA TIF 5
ALTERNA TIF 6
ALTERNA TIF 7
ALTERNA TIF 8
ALTERNA TIF 9
ALTERNA TIF 10
RATA - RATA
0.13 0.26 0.26 0.03 0.04
0.06 0.12 0.46 0.12 0.03
0.13 0.07 0.26 0.13 0.04
0.44 0.09 0.18 0.09 0.04
0.16 0.22 0.33 0.11 0.05
0.07 0.14 0.28 0.28 0.07
0.15 0.10 0.15 0.10 0.15
0.16 0.12 0.20 0.12 0.08
0.18 0.18 0.09 0.14 0.14
0.14 0.10 0.24 0.10 0.14
0.1622 0.1391 0.2446 0.1206 0.0785 61
ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8 ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10 JUMLAH
0.13 0.04 0.03 0.03 0.03 1
0.06 0.06 0.04 0.03 0.04 1
0.07 0.09 0.05 0.13 0.04 1
0.02 0.04 0.03 0.03 0.03 1
0.05 0.02 0.03 0.02 0.01 1
0.07 0.02 0.02 0.03 0.02 1
0.20 0.05 0.05 0.05 0.02 1
0.16 0.04 0.04 0.04 0.04 1
0.09 0.05 0.05 0.05 0.05 1
0.10 0.07 0.03 0.03 0.03 1
0.0950 0.0471 0.0366 0.0443 0.0319 1
Sumber : Hasil Analisis,2016 Dari hasil yang di peroleh di buat bobot keputusan stakeholder, yang merupakan hasil perkalian antara bobot criteria dan bobot alternative. Dapat di lihat pada tabel 4.7 berikut. Tabel.4.6 Bobot Keputusan Alternatif AHP SH 1
ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8 ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10
KONDISI JALAN
TATA GUNA LAHAN
AKSESIBILITAS
ASPEK BIAYA
TOTAL
0.1090 0.0820 0.0466 0.0341 0.0469 0.0323 0.0167 0.0702 0.0398 0.5465
0.0158 0.0341 0.0093 0.0350 0.0502 0.0514 0.0356 0.0096 0.0106 0.0108
0.0155 0.0981 0.0732 0.0725 0.0501 0.0387 0.0235 0.0209 0.0227 0.0197
0.0201 0.0760 0.1336 0.0659 0.0429 0.0519 0.0258 0.0200 0.0242 0.0174
0.1605 0.2902 0.2628 0.2075 0.1901 0.1743 0.1016 0.1208 0.0973 0.5945
Sumber : Hasil Analisis,2016 62
4.3.4 Bobot Alternatif Rata – rata Setelah dilakukan perhitungan alternatif
terhadap masing – masing
responden, maka dapat di lakukan perhitungan bobot alternatif rata – rata dari seluruh responden. Adapun rata – rata bobot alternatif dapat di lihat pada tabel 4.8. Tabel 4.7 Bobot Keputusan Alternatif Responden
ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8 ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10
ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8 ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10
SH 1 0.1605 0.2902 0.2628 0.2075 0.1901 0.1743 0.1016 0.1208 0.0973 0.5945
SH 8 0.3270 0.2445 0.1749 0.1373 0.1052 0.0910 0.0678 0.0676 0.1865 0.0529
SH 2 0.2146 0.1837 0.1551 0.1401 0.1509 0.1117 0.0844 0.0810 0.0655 0.1269
RESPONDEN SH 3 SH 4 0.2162 0.1435 0.1665 0.0861 0.1170 0.0748 0.1013 0.0893 0.0821 0.0975 0.0828 0.0787 0.0535 0.0595 0.0558 0.0240 0.0683 0.0326 0.0565 0.0573
SH 5 0.3716 0.3126 0.2638 0.1608 0.1835 0.1640 0.0598 0.0972 0.1321 0.0885
SH 6 0.2998 0.2452 0.1922 0.1031 0.1414 0.1254 0.0413 0.0850 0.1514 0.0786
SH 7 0.3639 0.2573 0.2043 0.1455 0.0938 0.0763 0.0560 0.0698 0.1940 0.0555
SH 9 0.4033 0.1620 0.1760 0.2104 0.1938 0.1008 0.0987 0.0532 0.1040 0.1997
RESPONDEN SH 10 SH 11 0.3903 0.2607 0.2420 0.2303 0.1416 0.3064 0.1843 0.1632 0.1300 0.1395 0.1202 0.1527 0.0843 0.0742 0.1402 0.0675 0.2015 0.0992 0.1019 0.0583
SH 12 0.3535 0.0939 0.1265 0.1781 0.2226 0.0998 0.1305 0.0519 0.0970 0.1948
SH 13 0.3704 0.1274 0.1366 0.1701 0.1907 0.0870 0.1043 0.0534 0.1145 0.1892
SH 14 0.3412 0.1781 0.1541 0.1927 0.1266 0.0892 0.0590 0.0571 0.2098 0.1044
63
ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3 ALTERNATIF 4 ALTERNATIF 5 ALTERNATIF 6 ALTERNATIF 7 ALTERNATIF 8 ALTERNATIF 9 ALTERNATIF 10
RESPONDEN SH 15 SH 16 0.3209 0.3591 0.3132 0.2411 0.1584 0.1984 0.0827 0.1068 0.1256 0.1400 0.1873 0.1097 0.1082 0.1049 0.2143 0.0906 0.0709 0.1885 0.0673 0.0512
JUMLAH
PERSENTASE ( % )
4.896 3.374 2.843 2.373 2.313 1.851 1.288 1.329 2.013 2.078
20.101 13.852 11.671 9.742 9.497 7.598 5.288 5.458 8.264 8.529
0,25
0,2
20,10%
0,15 13,85% 0,1
11,67% 9,74% 9,50% 8,26%
7,60% 0,05
8,53%
5,29% 5,46%
0
Gambar 4.2 Persentase Bobot Alternatif AHP Rata-rata Sumber : Hasil Analisis,2016
64
4.3.5 Rangking Dan Jenis Penanganan Tabel 4.8. Rangking dan penanganan Prioritas Jalan di Kab.Buton Utara NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TOTAL KINERJA
NAMA RUAS JALAN
PERSENTASE (%)
LANGKASAI-PETETEA
4.896
20.101
KEC.BONEGUNU
3.374
13.852
RONTA
2.843
11.671
KEC.KAMBOWA
2.373
9.742
BURANGA
2.313
9.497
SP3 DAN SP4
1.851
7.598
SP GUNUNG SARI
1.288
5.288
DESA LANTAGI
1.329
5.458
SP 1 TRIWACU-WACU
2.013
8.264
DESA BIRA
2.078
8.529
JENIS PENANGANAN
RANGKING PRIORITAS
Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan Rutin
1 2 3 4 5 8 10 9 7 6
Sumber : Hasil Analisis,2016 Kemudian,
hal
lain
yang
mempengaruhi
bobot
pada
ruas
jalan
Langkasepe-Petetea-Lakansai-Petetea adalah tata guna lahan yang terletak pada wilayah yang merupakan salah satu ruas
jalan yang menghubungkan pemukiman
dan sekolah serta melewati kawasan pertanian dari empat aspek yang di tinjau ruas
jalan
Lakansai-Petetea-Lakansai-Petetea,
stakeholder
sangat
memprioritaskan ruas jalan ini untuk di tangani terlebih dahulu karena merupakan sarana transportasi yang sangat memiliki peran penting terhadap perokonomian kabupaten Buton Utara ini di lihat dari penilaian stakeholder terhadap tata guna 65
lahan sebesar 4,896 atau 20,101 persen jalan ini perlu di prioritaskan terlebih dahulu agar memperlancar perekonomian kabupaten Buton Utara serta membantu perkembangan kabupaten Buton Utara. Sementara penilaian yang ditunjukkan kepada ruas jalan Kec.Bonegunu oleh
stakeholder
mendapat
peringkat
ke dua ini karenakan ruas jalan
menghubungkan ke pusat perekonomian ibu kota kabupaten buton utara , ini dikarenakan ruas jalan ini memiliki tipe perkerasan jalan yang masih lebih mudah dilewati
dibanding
ruas
jalan
pada
alternatif
1
menjadikan
ruas
jalan
Kec.Boneguru menjadi prioritas kedua atas penanganan jalan pada Kabupaten Buton Utara. Sedangkan untuk penilaian ruas jalan Ronta para stakeholder memberikan bobot total kinerja sebesar 2,834 atau sebesar 11, 671 persen
hal ini telah
mendapat penanganan perkerasan dan beberapa titik pengaspalan, dijadikan prioritas ketiga dalam pilihan para stakeholder karena meskipun komoditi pertanian hanya sedikit namun jalan ini menghubungkan antara Bau-bau – Ereke dan Pelabuhan Feri Maligano – Ereke meskipun rute yang harus ditempuh masih lebih jauh dibanding pada ruas jalan di alternatif 1. Hal lain juga di tunjukkan oleh ruas jalan Kecamatan Kambowa,yang mendapat prioritas keempat. ruas jalan ini mendapat skor penilaian dari para stakeholder 2,373 atau sebesar 9,742 persen karena di tinjau dari segi tata guna lahan ruas jalan ini adalah daerah pemukiman padat penduduk, para stakeholder seringnya memilih jalan ini pada pengisian kuesioner karena jalan ini dirasa perlu
66
untuk di tangani karena kondisi jalan yang rusak dan berdebu padahal ruas jalan ini adalah ruas jalan padat penduduk. Pada urutan kelima adalah ruas jalan Buranga juga adalah jalan akses menuju kawasan kedua ibukota kabupaten, ruas jalan ini mendapat skor total kinerja sebesar 2,313 atau sebesar 9,497 persen, walaupun ruas jalan ini juga adalah kawasan padat penduduk tetapi jika dibandingkan dengan ruas jalan Kecamatan Kambowa yang merupakan akses jalan padat penduduk ruas jalan Buranga mendapat skor yang tidak jauh berbeda dengan ruas jalan Kecamatan Kambowa hanya berbeda 0,246 persen, Hal ini dapat dikatakan bahwa para stakeholder benar – benar sangat memperhitungkan aspek tata guna lahan khususnya daerah pemukiman. Untuk urutan keenam ruas jalan yang di prioritaskan adalah jalan Desa Bira, ruas jalan ini mendapat skor 8,529 atau sebesar 2,078 persen, jika di tinjau dari aspek kondisi jalan memang jalan tersebut sangat rusak dan jalan menjadi satu – satunya ruas jalan yang menghubungkan perkampungan nelayan di kelurahan Desa Bira dengan akses menuju ibukota kabupaten, lebih menitik beratkan Desa Bira menjadi urutan ke 6 karena ruas jalan yang tidak terlalu panjang dan hanya merupakan kawasan pemukiman penduduk dengan komoditi hasil laut. Pada posisi ke tujuh ruas jalan SP 1 Tri Wacu-wacu Mendapat prioritas selanjutnya ini dapat dilihat pada total nilai kinerja sebesar 2,013 atau sebesar 8,264 persen, jika di tinjau dari tata guna lahan jalan ini di butuhkan masyarakat karena jalan ini juga sebagai salah satu penguhubung masyarakat untuk 67
menyalurkan hasil pertanian berupa beras, ruas jalan pada SP 1 Tri Wacu-wacu ini mendapat urutan ketujuh dari para stakeholder dikarenakan akses menuju kelokasi SP 1 Tri Wacu-wacu
ini telah mendapat penanganan jalan berupa pengaspalan
pada sebagian besar ruas jalan SP 1 Tri Wacu-wacu. Untuk prioritas jalan ke delapan adalah ruas jalan SP 3 dan SP 4 (Kulisusu Barat) yang mendapat skor 1,851 atau sebesar 7,598 persen, walaupun kondisi ruas jalan ini masih bagus tetapi para stakeholder memilih jalan ini karena jalan ini menjadi salah satu akses ke pusat pertanian dan perkebunan, tanpa mengesampingkan fakta bahwa jalan ini menghubungkan ke wilayah pemukiman penduduk juga beberapa sekolah dasar. Ruas jalan yang di prioritaskan selajutanya adalah ruas jalan Desa Lantagi yang mendapat rangking ke Sembilan yang mendapat skor 5,458 atau sekitar 1,329 persen, Jalan ini adalah jalan menuju ketempat wisata, pemukiman yang tidak terlalu padat serta dengan komoditas hasil perkebunan yang sedikit, kurangnya jumlah jiwa, jarak tempuh yang pendek dan rendahnya hasil komoditas perkebunan pada daerah ini menempatkan Desa Lantagi pada urutan kesembilan atas pilihan para stakeholder pada prioritas penanganan jalan. Ruas jalan yang terakhir menjadi prioritas penanganan jalan adalah jalan SP Gunung Sari ruas jalan ini mendapat skor 1,329 atau 5,288 persen, jika di tinjau dari segi tata guna lahan jalan ini adalah tidak menghubungkan satu titik lokasi ke lokasi yang merupakan ruas jalan yang hanya menjadi akses keluar masuk penduduk SP Gunung Sari itu sendiri dengan ruas jalan yang sempit dan hanya berupa pengerasan merupakan satu-satunya alasan mengapa jalan SP 68
Gunung Sari masuk dalam urutan prioritas penanganan jalan pada Kabupaten Buton Utara. Hasil ranking prioritas pada tabel 4.9 dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan untuk
menyusun usulan/kebijakan dalam penanganan jalan di
Kabupaten Buton Utara. Penyusunan usulan ini dilakukan dengan skenario yang didasarkan atas prioritas ini, diasumsikan adanya dana yang akan dialokasikan oleh pemerintah untuk kegiatan penanganan jalan. Alokasi dana akan diperuntukkan bagi ruas jalan yang memiliki prioritas pertama. Apabila alokasi dana tersebut masih memungkinkan untuk membiayai program penanganan jalan selanjutnya, maka alokasi dana akan ditujukan pada prioritas kedua dan begitu seterusnya. Demikian akan berlangsung hingga alokasi dana tersebut tidak dapat lagi atau tidak bersisa untuk program penanganan jalan tahun pertama perencanaan. Sedangkan ruas jalan yang tidak dapat ditangani pada tahun pertama akan menjadi prioritas pertama pada ususlan penanganan jalan di tahun berikutnya. Daftar Kebutuhan Penanganan Jalan
Usulan Penanganan Jalan berdasarkan Prioritas
Dana yang tersedia (Rp)
Dapat ditangani (berdasarkan urutan prioritas) dengan dana yang tersedia
Tidak
Ditangani pada tahun berikutnya
Ya Penanganan Jalan Gambar 4.3 Skenario alokasi dana penanganan jalan pada tiap ruas. 69
Urutan prioritas penanganan jalan pada tabel 4.9 tidak mutlak harus digunakan sesuai dengan urutan tersebut. Namun dapat pula direkomendasikan oleh
Bina
Marga
dimana
pemeliharaan
rutin
dilaksanakan
setiap
tahun
perencanaan dikarenakan pemeliharaan rutin bersifat sangat urgent sehingga tidak boleh diabaikan.
70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis dalam menentukan urutan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton utara, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam prioritas penanganan jalan di Kabupaten Buton utara, kriteria yang dapat dipertimbangkan adalah kriteria kondisi jalan, tata guna lahan, aksesibilitas, dan aspek biaya. 2. Setelah di peroleh data primer, dalam hal ini pengisian kuesioner oleh 16 (enam belas) stakeholders dari masing – masing instansi pemerintah di wilayah Kabupaten Buton Utara, kemudian di lakukan uji konsistensi data dan analisa pembobotan. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi konsistensi responden antara lain, responden melihat dari tata guna lahan dan kondisi jalan serta aksisibilitas atau kurangnya pemahaman responden terhadap maksud pertanyaan dari kuisioner yang diberikan. 3. Sesuai hasil analisa yang telah dilakukan terhadap beberapa kriteria yang dipertimbangkan oleh responden, ruas Jalan langkasepe – petetea – Lakansai - Petetea
(4,896 atau 20,101 % ) merupakan ruas jalan yang
diusulkan untuk mendapatkan prioritas utama dalam penanganan jalan di kabupaten Buton Utara. Kemudian ruas jalan selanjutnya secara berturut – turut adalah Jalan kec.Bonegunu(3,374 atau 13, 852%), Jalan Ronta (2,843 atau 11,761%), Jalan kec.kambowa (2,373 atau 9,742%), Jalan Buranga 71
(2,313 atau 9,497%), Jalan Desa Bira (2,078 atau – Petetea 8,529%), Jalan SP1 Triwacu-wacu (2,013 atau 8,264%), Jalan SP3 dan SP4 (1,851 atau 7,598%), Jalan Lantagi (1,329 atau 5,458%), dan terakhir Jalan SP gunung sari (1,288 atau 5,288%). 5.2 Saran Dalam penelitian ini ada beberapa hal yang disarankan berdasarkan hasil analisa terhadap beberapa kriteria sebagai berikut : 1. Dalam penetapan kriteria untuk menetukan prioritas penanganan jalan disarankan untuk mempertimbangkan pengembangan kriteria – kriteria lain
yang
lebih
spesifik
mewakili wilayah
yang
ditinjau.
Hal ini
dimaksudkan agar hasil analisis yang diperoleh merupakan suatu usulan penanganan jalan yang semakin efektif dan efisien berdasarkan berbagai kriteria yang mewakili kondisi wilayah penelitian. 2. Penentuan penanganan jalan dengan Analisis Multi Kriteria atau dalam hal ini Metode AHP disarankan untuk diterapkan pada usaha penentuan prioritas penanganan jalan untuk seluruh ruas jalan yang berada di wilayah Kabupaten Buton utara. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh urutan prioritas yang mencakup seluruh ruas jalan di Kabupaten Buton utara Khususnya Ibu Kota Kabupaten Buton utara. 3. Dalam penelitian ini tidak menutup kemungkinan bahwa hasil yang dicapai mengandung ketidakkonsistensian jawaban dari responden. Untuk menghindari atau meminimalisir terjadinya hal tersebut, maka sangat disarankan untuk melakukan pemberian kuisioner lebih dari sekali dengan 72
mengubah susunan tanpa menambah atau mengurangi konten dalam kuisioner sebelumnya. 4. Kriteria – kriteria yang dikemukakan bersifat fleksibel atau tidak mutlak untuk lokasi yang ditinjau. Hal ini menyebabkan urutan prioritas juga tidak bersifat mutlak, akan tetapi dapat berubah urutannya sesuai dengan kriteria pertimbangan yang diusulkan, persepsi responden dan waktu pengamatan.
73
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik,2011, Kabupaten Bombana Dalam Angka 2011,Bombana Marimin, 2004, Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk . PT. Gramedia, Jakarta Saaty L, Thomas, 1993, Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks, Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta Sembiring, Irwan Suranta, Studi Penentuan Prioritas Peningkatan Ruas Jalan (Studi Kasus : Ruas Jalan Provinsi di Kabupaten Samosir), Tesis, Program Magister Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008. Sari, Nur Kumala, Analisis Prioritas Penanganan Jalan Di Kota Kendari . Skripsi Program Studi Teknik Sipil Universitas Haluoleo, Kendari,2011 Soeparyanto, Try Sugiarto, Penentuan Lokasi Terminal Barang Dengan Membandingkan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique For Order Preference By Similarity To Ideal (TOPSIS), Jurnal Teknik Sipil, Vol. 9, No. 1, Januari 2011, Kendari Undang – Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, Jakarta http://blog.uad.ac.id/sulisworo/2009/04/16/analisis-hierarki-proses/,Analisis Hierarki Proses, diakses pada tanggal 30 Februari 2012.
www.presidenri.go.id/DokumenUU.php/233.pdf Peraturan Presiden No. 36 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum diakses 23 Maret 2012 http://wsetiabudi.files.wordpress.com/2008/05/teknik-sampling.ppt Sampling, diakses tanggal 20 Maret 2012
,
Teknik