MAKALAH
SISTEM PENGELOLAAN HUTAN UPAYA PENURUNAN EMISI CARBON PENGEMBANGAN PROYEK CDM Oleh : Ja Posman Napitu o
JOGJAKARTA
2007
DESIGN :
JP_
NAPITU
Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Carbon Pengembangan Proyek CDM I. Pendahuluan Perubahan iklim (climate change) yang dipacu oleh pemanasan global yang kian dapat dirasakan saat ini. Pemanasan global tersebut menimbulkan berbagai permasalahan/dampak yang salah satunya adalah dengan naiknnya permukaan laut akibat mencairnya es di kutub utara serta meningkatnya suhu rata-rata bumi 1 20 (UNFCCC,2005).
Dampak tersebut
memicu berbagai pihak untuk dapat
menanggulangi bahaya yang dapat mengancam kehidupan manusia, salah satu upaya yang ditempuh dengan adanya system perdagangan karbon. Perdagangan karbon dilahirkan dalam proses yang sangat panjang, dimulai pada tahun 1990 para ilmuwan memlaporkan tentang perubahan iklim yang merupakan tanda bahaya bagi umat manusia. Para pakar dan ahli mendesak agar dibentuk suatu kesepakatan global untuk menatasi perubahan iklim. Dua tahun kemudian melalui konvensi PBB dibentuklah Unitet Nation Frameworks Convention Climate Change (UNFCCC) yang bertujuan menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) pada tingkat yang aman dan tidak mengganggu iklim global. Berbagai pertemuan dilakukan dan penandatanganan kesepakatan, namun diantara itu semua yang paling penting adalah pada saat pertemuan di Kyoto, Jepang Tahun 1997 dengan dibuatnya suatu perjanjian yang lebih dikenal dengan Protokol Kyoto. Protokol Kyoto mengwajibkan pengurangan emisi gas rumah kaca (EGRK) negara-negara industry maju yang salah satunya adalah Karbon dioksida (CO2)sebanyak 5,2 % dibawah kadar yang dilepaskan selama kurun waktu 5 tahun dan dari Tahun 2008-2012 merupakan periode komitmen pertama. Panghasil emisi karbon terbesar dapat dilihat pada Tabel 1.
2 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Tabel 1. Sepuluh Negara Penghasil Emisi Terbesar Dunia No
Nama Negara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Amerika Serikat Cina Rusia Jepang India Jerman Kanada Inggris Korsel Itali Negara Lain Sumber : Earth Policy Institut Tahun 2005
Emisi Karbon (Ton)
Persentase (%)
1.614 1.405 468 348 312 230 161 159 139 132 2.627
21,2 18,5 6,2 4,6 4,1 3 2,1 2,1 1,8 1,7 34
Protokol Kyoto menawarkan tiga mekanisme fleksibel untuk membantu Negaranegara industry menekan laju emisi karbon yaitu : -
Implementasi bersama (join implementation)
-
Perdagangan Karbon Internasional (International Carbon Trading)
-
Mekanisme Pembangaun Bersih (Clean Development Mechanism)
Adannya Clean Development Mechanism (CDM) dikarenakan sulitnya untuk memaksa Negara-negara maju untuk mengurangi emisi karbonnya begitu besarnya ketergantungan negara tersebut pada bahan bakar fosil (BBM), Amerika Serikat salah satu negara industri terbesar masih menolak Protokol Kyoto. CDM merupakan mekanisme
yang
mengajak
Negara
berkembang
dan
berdasarkan
CDM
tersebutlah perdagangan karbon (carbon trading) diatur. 2. Bisnis Carbon Saat ini karbon menjadi bisnis yang menarik berbagai lembaga, para pecinta lingkungan turut serta dalam perdagangan karbon. FIFA lembaga sepak bola dunia membeli beberapa kredit karbon pada Piala Dunia 2006, Rolling stone salah satu group music internasional juga membeli kredit karbon dalam rangka tour mereka ke berbagai Negara. Bank Dunia tercatat sebagai pembeli terbesar pada tahun 2005 yang mencapai 10 miliar dollar. Pada Grafik laju penangan Emisi karbon dan Penambahan Emisi dapat dilihat masih sedikitnya pengembang CDM.
3 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Gambar 1. Laju Penangan Emisi Karbon dan Penambahan Emisi Karbon
Perdagang karbon tidak terlepas dari perkara citra, bagi negara-negara yang tergolong tidak memiliki citra baik dalam komitmen lingkungan menjadi penghalang dalam pemasaran karbonnya. Sampai saat ini perdagangan karbon lebih banyak dilakukan oleh firma yang beremisi rendah contohnya bank. Hal ini dilakukan untuk menggaet nasabah mereka yang memiliki visi lingkungan. Namun bagi sebagain kalangan bisnis karbon adalah bisnis yang menggiurkan. Perhitungan bisnis karbon sangat sederhana setiap upaya penuruna emisi karbon setara dengan 1 (satu) ton karbon (tCO2) akan di beri 1 (satu) CER (certified emission reduction). Sertifikat yang mirip surat berharga yang dikeluarkan oleh Badan Eksekutif CDM di bawah UNFCCC. Negara industry yang meratifikasi Protocol 4 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Kyoto disebut sebagai ANNEX-1. Negara atau lembaga non pemerintah dapat membeli CER dari negara berkembang (NON ANNEX-1) yang tidak diwajibkan mengurangi emisi karbon. Layaknya sistem dagang harga CER dapat bervariasi tergantung kesepakatan pihak-pihak yang bertransaksi, rata-rata harga CER 5-15 US $. Jika suatu proyek CDM dapat menjual 1 juta ton CO2e dalam setahun, maka pendapatan kasar yang dipeoleh dapat mencapai 5 - 15 juta US$ dari penjualan CER yang tentunya buka jumlah yang sedikit. Perlu diketahui reduksi emisi karbo, bukan berarti semata-mata karbon yang ada di udara langsung terkurangi tetapi semata-mata upaya menekan bertambahnya emis GRK akibat penggunaan BBM. 3. Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB) Indonesia setelah meratifikasi Protokol Kyoto melalui Undang-Ungdang 17 Tahun 2004, membuka peluang untuk ikut serta dalam arus perdagangan karbon (carbon trading). Fasilitator CDM ditingkat Nasonal, pemerintah membentuk Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB) dibawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup pada juli 2005. roses pengusulan dan penerimaan CER oleh pengembang proyek CDM dapat dilihat pada Gambar 2. Negara yang ikut dalam perdagang karbon wajib membentuk komisi yang menanganni perdaganga karbon, komisi ini sifatnya indefenden tanpa adanya campur tangan pemerintah di berbagai tempat komisi ini di sebut DNA (Designated National Authority). Setiap proyek CDM harus diverifikasi dan divalidasi DNA masingmasing Negara. Di Indonesia Komnas MPB dalam verifikasi tidak mengenakan biaya, hal ini untuk memacu para pegembang proyek CDM sehingga lebih giat dalam pengembangan proyek CDM. Mekanime transaksi dan pemasaran CDM tentunya sangat memberatkan bila pengembang proyek CDM tidak memiliki jalur dan hubungan internasional yang baik. Issu pengerusakan lingkungan yang kerab terjadi di Indonesia akan sangat memperburuk posisi negara dan pengembang proyek CDM apabila tidak dilakukan upaya-upaya perbaikan citra dan pembelaan. Sehingga setiap issu global yang memperburuk posisi Indonesia di dunia Internasional harus segera di klarifikas dengan tetap melakukan upaya perbaikan. 5 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Gambar 2. Alur Permohonan dan Traksaksi CER 4. Pengelolaan Hutan Sebagai Upaya Pengembangan Proyek CDM Pengelolaan hutan dalam upaya penurunan emisi karbon, menjadi suatu proyek CDM yang dapat dipasarkan dengan menjual penyeraran CO2e dalam jutaan ton pertahun. Berdasarkan kajian strategis nasional sector kehutanan dan energy (KSNKE) yang dilakukan pada tahun 2000-2001, Indonesia memiliki potensi pengurangan emisi karbon sekitar 23-24 juta ton CO2e pertahun. Jika dikonversi ke nilai US.$ dengan harga perton CO2e sebesar 5 US$ maka diperoleh 115 – 120 juta dollar AS atau sekitar 1,1 - 1,2 trilliun rupiah pertahun. Perhitungan ini hampir setengah dari realisasi PNBP Sektor Kehutanan Tahun 2006 mencapai Rp,2,429 triliun (PSDH sebesar 1,217 triliun dan DR sebesar 1,273 triliun) (Depkeu, 2007). 6 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Untuk sektor kehutanan ada sekitar 15 juta Ha lahan yang dapat di ajukan yaitu kawasan lahan krisis yang siap untuk di tanam (KSNKE, 2002) untuk Hutan Lindung, Kawasan Suaka Marga Satwa dan Suaka Alam serta Taman Nasional tidak termasuk dalam proyek CDM di karenakan kawasan tersebut memiliki fungsi khusus yang memang harus tetap di pertahankan dalam perlindungan tata air, plasma nutfa dan biodiversity lainnya. Kriteria hutan yang dapat di promosikan dalam pengembangan proyek CDM adalah : a)
Hutan tanaman tidak di produksi
b)
Lahan kosong yang di hutankan kembali
c)
Areal yang ditanami belum pernah menjadi hutan 50 tahun sebelumnya Permasalah yang menjadi bahan pertimbangan dalam hal hutan menjadi
obyek bisnis karbon adalah potensi kebocoran (leakage) yang disebabkan oleh illegal logging, perambahan, maupun perubahan status kawasa. Hal ini disebabkan belum baiknya system pengelolahan hutan di Indonesia (Dohong, 2007). 5. Asumsi Pengelolaan Hutan Potensi Pengembangan Proyek CDM Jika menurut kajian strategis sektor kehutanan tahun 2000-2001 menyatakan bahawa 15 juta ha hutan Indonesia dapt diajukan sebagai proyek pengembangan CDM, maka asumsi pengelolaan hutan sebagai obyek pengahasil Penerimaan Negara Bukan Pajak Sektor (PNBP) Karbon dapat menjadi kenyataan yang menggiurkan. Permasalahannya adalah bagaimana mengelola dan memasarkan potensi
jual
karbon
tersebut
dipasaran
dan
makanisme
manajemen
pengelolaannya dan posisi citra Indoensia dalam pengelolaan lingkungan. Berdasarkan
kajian
Kementerian
Lingkuhan
Hidup
(KLH)
Tahun
2003,
menunjukkan bahwa potensi untuk melakukan kegiatan penanaman pada lahanlahan kritis yang layak menurut definisi Kyoto cukup besar, khususnya potensi terkait dengan areal penanaman dan lokasi yang pernah menjadi hutan 50 tahun sebelumnya, sebagaimana diberikan pada Tabel 1. Khusus untuk kegiatan proyek perdagangan karbon, lahan yang paling mungkin adalah lahan-lahan dengan penutupan alang-alang, lahan kritis, dan lahan terlantar yang merupakan sasaran dari kegiatan hutan tanaman industri dengan luas total sekitar 19.830.623 ha berdasarkan data tahun 1990 dan 36.410.513 ha berdasarkan data Tahun 2000. 7 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
Tabel 2. Potensi lahan yang layak untuk kegiatan Aforestasi Reforestasi Penyerapan Karbon No Kriteria Lahan TAHUN 1990 1
Lahan kritis (didalam dan diluar kawasan hutan)
2
Hutan bekas tebangan – hutan sekunder
3
2000
6.787.800
23.725.552
12.230.000
30.785.000
Pertanian / sawah / padi kering 2)
8.112.883
8.106.356
4
Perkebunan yang tidak memenuhi kriteria definisi Kyoto 2)
2.052.447
16.543.663
5
Lahan terlantar
9.823.175
10.260.492
6
Alang-alang
3.219.648
2.424.469
7
Ladang berpindah / lahan terlantar / kebun 1)
12.718.787
12.768.711
54.944.740
10.260.492
1)
Total lahan tersedia untuk kegiatan proyek A/R CDM Sebagian besar dari lahan ini mungkin tidak memenuhi kriteria lahan Kyoto. 50 tahun yang lalu mungkin lahan ini masih berbentuk hutan. Sumber: NSS Report (MoE, 2003) 1) 2)
Apabila menggunakan jalur Kyoto yaitu melalui CDM maka lahan yang tersedia hanya sekitar 19,8 juta ha sedangkan jika menggunakan jalur Non Kyoto maka luas lahan yang tersedia cukup besar yakni 36,4 juta ha menurut data tahun 2000 (KLH, 2003). Dari 600 juta ton karbon dunia yang harus diserap selama periode komitmen pertama tahun 2008 – 2012, potensi untuk menyerap karbon dari sektor kehutanan di Indonesia diprediksi sebesar 28 juta ton karbon/tahun atau setara dengan luas penanaman sebesar 750.000 – 1 juta ha setiap tahunnya (jika potensi serapan karbon rata-rata + 24 tC/ha/tahun). Dengan asumsi rata-rata kemampuan serapan karbon hutan tanaman sebesar 24 ton karbon/ha, maka untuk luasan tersebut kegiatan perdagangan karbon melalui jalur CDM diprediksi dapat menyerap sekitar 475.934.952 ton karbon dan menyerap sekitar 873.852.312 ton karbon melalui jalur Non Kyoto. Jika harganya 5 US$/ton karbon, maka investasi yang mungkin terjadi dalam mekanisme perdagangan karbon ini cukup besar yakni sekitar 2.379.674.760 US$ melalui proyek CDM dan sekitar 4.369.261.560 US$ melalui jalur Non-Kyoto. Sebuah angka yang fantastis dan merupakan proyek yang feasiable dilakukan. Jika ditinjau dari analisis biaya pembangunan suatu hutan tanaman (industri) dengan standar biaya sekitar Rp.4.000.000,-/ha (+ 400 US$/ha dengan nilai tukar diasumsikan Rp.9000,- untuk 1 US$), dan potensi serapan karbon 100 tC/ha untuk 8 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
jenis unggul dan cepat tumbuh (manajemen intensif, tanah subur), maka dana yang akan diperoleh dari penjualan karbon sebesar 5 US$ dikalikan 100 tC/ha adalah sebesar 500 US$/ha. Tentu saja jika semata-mata menanam pohon untuk hanya menjual manfaat serapan karbon, secara hitungan matematik petani akan memperoleh sisa dana (kredit) sebesar 100 US$/ha. Angka ini tentu sangat kecil dan tidak feasiable dengan penerapan mekanisme dan teknologi canggi (peningkatan penyerapan dari 24 tC/ha menejadi 100 tC/ha) perlakukan yang diberikan. Oleh karena itu, analisis biaya untuk membangun dan mengelola hutan tanaman
harus
dilakukan
secara
komprehensif
artinya
nilai
ekonomi
dari
keberadaan suatu hutan tanaman harus menghitung semua manfaat yang mungkin diperoleh dalam suatu periode tertentu (daur/rotasi tebang atau siklus hidup pohon), dalam hal ini termasuk manfaat kayu pada akhir daur, manfaat penyerapan karbon selama proses pertumbuhan, manfaat hasil tumpangsari (jika ada selama periode yang singkat, 2-3 tahun), manfaat sebagai pengatur tata air dalam suatu DAS dan manfaat lainnya yang dapat dihitung seperti wisata alam, wisata berburu dan lain-lain. Berkaitan dengan perdagangan karbon, maka manfaat yang paling mungkin untuk dihitung dan dikombinasikan adalah manfaat kayu pada akhir daur dan manfaat penyerapan karbon selama masa pertumbuhan sampai masak tebang. Dalam hal ini penjualan penyerapan karbon merupakan pendapatan (income) tambahan bagi pengelola selain hasil kayu pada akhir daur. Jika income dari kayu hanya akan diperoleh pada saat pohon ditebang, maka manfaat penjualan karbon dapat diperoleh setelah karbon disertifikasi yang waktunya dapat dinegosiasikan antara penjual dan pembeli, apakah setelah pohon ditanam secara periodik dengan memberikan bukti di lapangan bahwa pohon tumbuh baik dan didukung oleh pencatatan serta data pertumbuhan yang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan. Tanaman monokultur yang memiliki peluang untuk menjual karbon selama waktu daur tebang yang cukup singkat (7 – 10 tahun) dari proses pertumbuhan pohon yang ditanam. Namun demikian perlu mempertimbangkan secara cermat dampak negatif yang timbul yang umumnya berasal dari proses persiapan lahan, kegiatan pengelolaan selama masa daur hutan tanaman industri seperti pemberian pupuk (yang dikhawatirkan akan mengemisikan Gas Rumah Kaca dari proses 9 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
dekompoisi), kegiatan penebangan dan ekstraksi kayu (menggunakan mesin-mesin dengan BBM), transportasi serta prosesing kayu log hasil tebangan. Untuk itu perlu penilaian yang cermat, baik, akuntabel, akurat dan jujur dari pengusul/pengelola hutan tanaman terhadap informasi dan data siklus penyerapan karbon neto dari hutan tanaman industri agar investasi yang akan ditanamkan benar-benar akan memberikan manfaat tambahan bagi masyarakat sekitar hutan dan pengelola hutan tanaman. Penting untuk dicatat bahwa potensi penyerapan karbon didalam proses pertumbuhan tanaman selayaknya harus lebih besar dari emisi karbon yang diakibatkan oleh proses persiapan lahan tanaman, pengelolaan dan pemeliharaan serta pemanenan kayunya. Tanaman monokultur disamping penting secara ekonomi – dari penjualan kayu, juga harus mempunyai fungsi lingkungan yaitu perlindungan Daerah Aliran Sungai dan lapangan kerja bagi penduduk di sekitar hutan untuk jangka panjang, yang akhirnya akan memberikan jaminan sosial melalui akses terhadap sumber daya alam yang lestari untuk pangan, obatan-obatan dan tempat berlindung, terlebih lagi untuk manfaat intangible yang masih belum dapat dihitung secara ekonomi dalam upaya membantu stabilisasi iklim global, udara dan air bersih, serta untuk rekreasi dan riset. 6. Kesimpulan a. Perubahan iklim (climate change) yang dipacu oleh pemanasan global yang menimbulkan berbagai permasalahan, dampak tersebut pihak
untuk
dapat menanggulangi
bahaya
yang
memicu berbagai
dapat mengancam
kehidupan manusia, salah satu upaya yang ditempuh dengan adanya system perdagangan karbon. b. Protokol Kyoto menawarkan tiga mekanisme fleksibel untuk membantu Negaranegara industry menekan laju emisi karbon yaitu : -
Implementasi bersama (join implementation)
-
Perdagangan Karbon Internasional (International Carbon Trading)
-
Mekanisme Pembangaun Bersih (Clean Development Mechanism)
c. Perdagang karbon tidak terlepas dari perkara citra, bagi negara-negara yang tergolong tidak memiliki citra baik dalam komitmen lingkungan menjadi penghalang dalam pemasaran karbonnya 10 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
d. Mekanime transaksi dan pemasaran CDM tentunya sangat memberatkan bila pengembang proyek CDM tidak memiliki
jalur dan hubungan internasional
yang baik. e. Perhitungan penuruna emisi karbon setara dengan 1 (satu) ton karbon (tCO2) akan di beri 1 (satu) CER (certified emission reduction). Sertifikat yang mirip surat berharga yang dikeluarkan oleh Badan Eksekutif CDM di bawah UNFCCC. f.
Negara industry yang meratifikasi Protocol Kyoto disebut sebagai ANNEX-1. Negara atau lembaga non pemerintah dapat membeli CER dari negara berkembang (NON ANNEX-1) yang tidak diwajibkan mengurangi emisi karbon.
g. Indonesia setelah meratifikasi Protokol Kyoto melalui Undang-Ungdang 17 Tahun 2004, membuka peluang untuk ikut serta dalam arus perdagangan karbon (carbon trading). Fasilitator CDM ditingkat Nasonal, pemerintah membentuk Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB) dibawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup pada juli 2005. h. Kajian strategis nasional sector kehutanan dan energy (KSNKE) yang dilakukan pada tahun 2000-2001, Indonesia memiliki potensi pengurangan emisi karbon sekitar 23-24 juta ton CO2e pertahun. i.
Kriteria hutan yang dapat di promosikan dalam pengembangan proyek CDM adalah :
j.
-
Hutan tanaman tidak di produksi
-
Lahan kosong yang di hutankan kembali
-
Areal yang ditanami belum pernah menjadi hutan 50 tahun sebelumnya
Jika menurut kajian strategis sektor kehutanan tahun 2000-2001 menyatakan bahawa
15
juta
ha
hutan
Indonesia
dapt
diajukan
sebagai
proyek
pengembangan CDM, k. Berdasarkan
kajian
Kementerian
Lingkuhan
Hidup
(KLH)
Tahun
2003,
menunjukkan bahwa potensi untuk melakukan kegiatan penanaman pada lahan-lahan kritis yang layak menurut definisi Kyoto(criteria CDM) cukup besar, lahan yang paling mungkin adalah lahan-lahan dengan penutupan alangalang, lahan kritis, dan lahan terlantar yang merupakan sasaran dari kegiatan hutan tanaman industri dengan luas total sekitar 19.830.623 ha berdasarkan data tahun 1990 dan 36.410.513 ha berdasarkan data Tahun 2000 11 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
l.
Apabila menggunakan jalur Kyoto yaitu melalui CDM maka lahan yang tersedia hanya sekitar 19,8 juta ha sedangkan jika menggunakan jalur Non Kyoto maka luas lahan yang tersedia cukup besar yakni 36,4 juta ha menurut data tahun 2000 (KLH, 2003)
m. Asumsi rata-rata kemampuan serapan karbon hutan tanaman sebesar 24 ton karbon/ha, maka untuk luasan tersebut kegiatan perdagangan karbon melalui jalur CDM diprediksi dapat menyerap sekitar 475.934.952 ton karbon dan menyerap sekitar 873.852.312 ton karbon melalui jalur Non Kyoto. Jika harganya 5 US$/ton karbon, maka investasi yang mungkin terjadi dalam mekanisme perdagangan karbon ini cukup besar yakni sekitar 2.379.674.760 US$ melalui kriteria Proyek CDM dan sekitar 4.369.261.560 US$ melalui jalur Non-Kyoto. n. Analisis biaya pembangunan suatu hutan tanaman (industri) dengan standar biaya sekitar Rp.4.000.000,-/ha (+ 400 US$/ha dengan nilai tukar diasumsikan Rp.9000,- untuk 1 US$), dan potensi serapan karbon 100 tC/ha untuk jenis unggul dan cepat tumbuh (manajemen intensif, tanah subur), maka dana yang akan diperoleh dari penjualan karbon sebesar 5 US$ dikalikan 100 tC/ha adalah sebesar 500 US$/ha. Dengan sisa pendapatan bersih 100 US$
diluar biaya
variabel (variable cost) lain tentu dapat dikatan kecil. o. Analisis biaya untuk membangun dan mengelola hutan tanaman harus dilakukan secara komprehensif artinya nilai ekonomi dari keberadaan suatu hutan tanaman harus menghitung semua manfaat yang mungkin diperoleh dalam suatu periode tertentu (daur/rotasi tebang atau siklus hidup pohon), dalam hal ini termasuk manfaat kayu pada akhir daur, manfaat penyerapan karbon selama proses pertumbuhan, manfaat hasil tumpangsari (jika ada selama periode yang singkat, 2-3 tahun), manfaat sebagai pengatur tata air dalam suatu DAS dan manfaat lainnya yang dapat dihitung seperti wisata alam, wisata berburu dan lain-lain. p. Bila potensi yang ada saat ini sebesar 19,5 jt Ha lahan berpotensi dalam proyek pengembangan CDM maka bisnis karbon sangat fantasti dengan memberikan pendapatan 2.379.674.760 US$ dengan asumsi nilai karbon 5 US$ dan sangat feasiable. Namun bila proyek CDM dilakukan dengan mekanisme membuat hutan tanaman sebagai proyek CDM maka sisa keuntungan kotor sebesar 100 US$/ha dengan member perlakuan lainnya hal ini dapat dikatan tidak feasiable 12 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu
7. Tinjauan Pustaka Anonim,2003., Perhitungan proqwsedur.htm
Emisi,
www.pelani/Southsouthnorth/cdm
_
Appenzeller.,2005, The Case of the Missing Carbon, Walter Sullivan Award for Excellence in Science Journalism for this article www.NationalGeografi.com Bill McKibben,2004 The CO2 from fossil fuels lingers in the atmosphere, so global warming can't be undone. But catastrophe can still be averted. www.NationalGeografi.com Rhett A. Butler dan Gabriel Thoumi,2007., Kredit karbon dapat menjadi pemasukan besar bagi Indonesia Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia oleh Indie www.trulyjogja.com. Saloh.Y dan Clough G., 2002 Pertukaran Karbon, Perubahan Iklim, dan Protokol Kyoto: Pertukaran karbon menyetarakan negara industri dengan negara berkembang seperti Indonesia. http://www.cifor.cgiar.org/ kyoto_ptotocol_ina.pdf
13 Sistem Pengelolaan Hutan Upaya Penurunan Emisi Karbon dalam Pengembangan Proyek CDM by: Ja Posman Napitu