Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1
Maret 2013
ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992
REDUKSI EMISI KARBON MELALUI PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI Carbon Emission Reduction of Sustainable Natural Production Forest Management Rina Muhayah Noor Fitri Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36 Kotak Pos 19, Banjarbaru, Kalimantan Selatan
ABSTRACT. This research was conducted to analyze reduction carbon emission capabilities of sustainable natural production forest management. This research was performed in Sarpatim Co.Limited. Data was collected by teresterial survey and literature reference. Result showed that implementation of sustainable forest management had value of standing stock more higher than pre-sustainable forest management. Its capasities reduced rate of stands lossing in timber harvesting. Natural production sustainable forest management relatively reduced 75 % of rate of biomass or cabon lossing than presustainable forest management. Comparation result of standing stock remains indicated that sustainable forest management reduced carbon emission at 234.158 ton CO2/year than pre-sustainable forest management. Remain damaged stands promoting biomass lossing at 135.55 ton/ha/year, 69.43 ton/ ha/year caused by implementation of pre-sustainable forest management and sustainable forest management, respectively. Sustainable natural forest management could minimize rate of damaged standing stock. Therefore its could minimize rate of carbon lossing at 90.500-190.200 ton C/year or reduced rate of carbon emission at 39%-57%/year. Key words: sustainable natural production forest management, standing stock, biomass, carbon emission. ABSTRAK. Tujuan penelitian adalah menganalisis kemampuan reduksi emisi karbon dari pengelolaan hutan alam produksi lestari. Penelitian ini dilaksanakan di hutan alam produksi PT. Sarpatim. Data dikumpulkan dengan survey teresterial dan penelusuran pustaka. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hutan lestari memiliki stok tegakan atau karbon hutan lebih besar daripada hutan tidak lestari sehingga mampu mereduksi kehilangan tegakan akibat kegiatan pemanenan. Pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mengurangi kehilangan biomassa atau karbon sebesar 0,72% dibandingkan dengan sebelum melakukan pengelolaan hutan lestari. Hasil komparasi tegakan tinggal memberikan gambaran bahwa IUPHHK SFM mampu mereduksi emisi karbon sebesar 234.158 ton CO2/tahun dibandingkan dengan IUPHHK Pra-SFM. Kerusakan tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM menyebabkan kehilangan biomassa sebesar 135,55ton/ha/tahun dan IUPHHK SFM sebesar 69,43 ton/ha/tahun. Pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu meminimalkan kerusakan tegakan tinggal sehingga mampu mengurangi kehilangan karbon sebesar 90,5-190,2 ribu ton C/tahun atau mampu mereduksi emisi karbon 39%-57%/tahun. Kata kunci: pengelolaan hutan alam produksi lestari, tegakan tinggal, biomassa, emisi karbon Penulis untuk korespondensi : surel
[email protected]
Muhayah,R.N.F: Reduksi Emisi Karbon ……….(1):76-84
PENDAHULUAN Hutan berfungsi sebagai sumber emisi khususnya CO2, tetapi juga dapat berfungsi sebagai penyerap karbon (Ari wibowo dan Rufii 2009). Menurut Imai et al. (2009), hutan yang dikelola secara lestari dapat mempertahankan sumberdaya kayunya untuk kontinuitas produksi dan juga dapat menjaga kelestarian cadangan karbon hutan dibandingkan dengan hutan yang dikelola secara tidak lestari. Praktek-praktek kehutanan yang dilaksanakan pada hutan bersertifikat (sebagai pendekatan pengelolaan hutan lestari) dari FSC dapat mengurangi emisi karbon dibandingkan dengan hutan tidak bersertifikat dan besarnya pengurangan emisi tersebut sekurangkurangnya 10% (Putz et al. 2008). Pengelolaan hutan alam produksi lestari memperhatikan keseimbangan fungsi produksi, ekologi dan sosial (Bahruni 2011). Manfaat dari pengelolaan hutan lestari cukup banyak, namun tantangan yang dihadapi untuk mencapai pengelolaan hutan lestari juga cukup besar. Luas kawasan hutan di Indonesia berdasarkan data Statistik Bina Produksi Kehutanan tahun 2009 sebesar
pengusahaan hutan yang baik, serta birokrasi yang belum efisien (2) ketidakpastian lahan (3) faktor kemampuan manajerial yang mencakup aspek teknis, manajemen dan finansial yang masih rendah (4) faktor motif ekonomi yang tidak disertai dengan kemauan untuk dapat mempertahankan ketersediaan hutan dalam jangka waktu yang panjang. Hasil studi Darusman dan Bahruni (2004) menyatakan bahwa biaya produksi pengelolaan hutan lestari lebih tinggi dari pengelolaan hutan tidak lestari. Besar kenaikan biaya produksi hutan lestari berkisar antara IDR 26.000-44.000/m3 atau sekitar 4-6,5% dari biaya produksi hutan tidak lestari. Pengelolaan hutan alam produksi lestari diharapkan mampu mengurangi emisi dan mempertahankan simpanan karbon yang lebih besar dibandingkan dengan hutan alam produksi tidak lestari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan reduksi emisi karbon dari pengelolaan hutan alam produksi lestari. Penelitian ini diharapkan mampu menegaskan pentingnya penerapan pengelolaan hutan lestari di hutan alam produksi.
METODE PENELITIAN
133.453.366 hektar dan luas hutan alam produksi yang dibebani hak (IUPHHK_HA) seluas 25.770.887 hektar.
Lokasi Penelitian
Hutan alam produksi di Indonesia yang memiliki
Penelitian dilaksanakan di PT Sarmiento
sertifikat dari FSC hanya 5 unit manajemen dengan
Parakancha Timber (Sarpatim) yang telah memiliki
luas 632.345 hektar atau 2,45% dari total luas hutan
sertifikat pengelolaan hutan alam produksi lestari dari
alam produksi (FSC 2011). Hutan alam produksi yang
Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Dalam penelitian
memiliki sertifikat dari LEI (3 unit; 2 unit diantaranya
ini, PT. Sarpatim dipilih mewakili pengelolaan hutan alam
juga memiliki sertifikat FSC) seluas 502.000 hektar (LEI
produksi lestari – Sustainable Forest Management
2011) dan sertifikat dari Departemen Kehutanan (48 unit)
(SFM) dengan pendekatan telah memiliki sertifikat
seluas 6.517.489 hektar. Jumlah keseluruhan areal
pengelolaan hutan alam produksi lestari. Pada hutan
hutan alam produksi yang memiliki sertifikat pengelolaan
alam produksi lestari diambil data sebelum memiliki
hutan lestari seluas 7.904.962 ha atau 29,69% dari hutan
sertifikat (IUPHHK Pra-SFM) dan sesudah memiliki
alam produksi.
sertifikat (IUPHHK SFM).
Rendahnya persentase luas hutan alam produksi yang memiliki sertifikat pengelolaan hutan lestari di Indonesia mengindikasikan rendahnya motivasi pengelola hutan untuk melakukan pengelolaan hutan lestari. Hasil studi Bahruni (2011) menyatakan bahwa kendala yang menyebabkan rendahnya motivasi pengelola hutan untuk melaksanakan pengelolaan hutan lestari disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) faktor tata kelola
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan meliputi data (1) Potensi tegakan (2) Pohon tersedia (3) Realisasi produksi (4) Hasil penelitian yang relevan. Fokus perhitungan simpanan biomassa, karbon dan karbondioksida berasal dari kegiatan produksi meliputi (1) kegiatan pemanenan (2) pengurangan kerusakan tegakan tinggal.
dan regulasi yang tidak mampu menumbuhkan perilaku 77
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013
Simpanan biomassa kegiatan pemanenan
tinggal dengan potensi biomassa pada IUPHHK Pra-
Simpanan biomassa kegiatan pemanenan dilihat
SFM dan IUPHHK SFM. Hasil perbedaan biomassa
dari indikator pohon tersedia dan pohon dipanen.
yang hilang setiap tingkatan vegetasi merupakan
Perhitungan biomassa menggunakan persamaan
simpanan biomassa dari pengurangan kerusakan
Brown dan Lugo (1992):
tegakan tinggal.
B = V x WD x BEF
Total simpanan biomassa dari kegiatan produksi
Keterangan:
diperoleh dari simpanan biomassa kegiatan pemanenan
V
: Volume kayu (m3)
dan simpanan biomassa dari pengurangan kerusakan
WD
: Kerapatan kayu (kg/cm3) menurut jenis kayu
tegakan tinggal.
BEF
: Biomass Expansion Factor (1,74)
Kerusakan tegakan tinggal Perhitungan kerusakan tegakan tinggal menggunakan data potensi tegakan hasil pengukuran
Tabel 1. Persentase kerusakan tegakan tinggal Table 1 Percent of damaged standing stock Tingkat perkembangan vegetasi (%)
lapangan dan persentase kerusakan tegakan tinggal hasil studi Elias (2002). Metode yang digunakan dalam membuat plot pengukuran adalah metode nested sampling. Plot pengukuran dibuat 6 petak ukur yang didalam
-
Metode Pemanenan Kayu Konvensional
RIL
33,47 34,93 40,42
17,6 5 19,5 9 19,0 8
Anakan Pancang Tiang dan pohon
petak ukur tersebut dibuat sub petak ukur. Vegetasi yang diamati meliputi tingkat pohon, tiang, pancang dan semai. Plot ukur 20 m x 20 m digunakan untuk pengukuran diameter, tinggi dan jenis pohon. Selanjutnya dalam plot ukur 20 x 20 m tersebut, dibuat sub petak ukur ukuran 10 m x 10 m untuk pengukuran tiang, 5 x 5 m untuk pengukuran pancang dan 2 x 2 m
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Simpanan Karbon IUPHHK Pra-SFM IUPHHK Pra-SFM merupakan IUPHHK Sarpatim sebelum memiliki sertifikat pengelolaan hutan alam
untuk pengukuran jumlah dan jenis semai. Perhitungan
produksi lestari. Data yang digunakan untuk
biomassa semai menggunakan metode secara langsung
menggambarkan hutan yang belum bersertifikat adalah
(destruktif). Bobot kering biomassa semai dihitung
data di bawah tahun 2004. Pemilihan tahun tersebut
berdasarkan rumus:
diprediksi dapat merepresentasikan keadaan hutan
Wk = Fk x Wb Fk = BKcontoh x 100% BBcontoh
sebelum memiliki sertifikat berdasarkan pertimbangan bahwa IUPHHK yang melakukan sertifikasi memerlukan waktu kurang lebih 5 (lima) tahun untuk persiapan
Keterangan:
sertifikasi. PT. Sarpatim memperoleh sertifikat hutan
Wk
= bobot kering biomassa (kg)
alam produksi lestari pada tahun 2008 sehingga data
Wb
= bobot basah biomassa (kg)
di bawah tahun 2004 merupakan data dari hutan yang
Fk
= faktor konversi bobot basah ke bobot
pengelolaannya belum berdasarkan pada pengelolaan
kering (gr) BKcontoh= Berat kering contoh (gr) BBcontoh= Berat basah contoh (gr)
hutan alam produksi lestari. Pada IUPHHK Pra-SFM, terdapat 13 jenis pohon yang umumnya dipanen (termasuk jenis rimba
Perhitungan biomassa yang hilang akibat kerusa-
campuran yang merupakan gabungan 22 jenis pohon).
kan tegakan tinggal menggunakan persentase keru-
Berdasarkan volume pohon tersedia dan volume panen
sakan tegakan tinggal pada pemanenan dengan metode
tiap jenis pohon pada IUPHHK Pra-SFM maka jenis
konvensional dan RIL dapat dilihat pada Tabel 1.
yang paling banyak tersedia dan dipanen (mewakili lebih
Biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan
dari 66% volume keseluruhan) adalah Meranti.
tinggal diperoleh dari persentase kerusakan tegakan
Perhitungan besarnya biomassa tiap jenis pohon
78
Muhayah,R.N.F: Reduksi Emisi Karbon ……….(1):76-84
dipanen dipengaruhi oleh besarnya volume pohon dan
m3).
nilai wood density (WD). Nilai WD tertinggi pada IUPHHK
Luas tebangan tahun 2001 dan 2002 seluas 2.490
A adalah jenis Meranti batu dan nilai WD terendah
ha dan 3.201 ha. Rata-rata penebangan IUPHHK Pra-
adalah jenis Pulai.
SFM seluas 2.845,5 ha/tahun. Berdasarkan luas areal penebangan, realisasi pohon dipanen pada tahun 2001
Kegiatan produksi difokuskan pada kegiatan pemanenan dan kerusakan tegakan tinggal. Kegiatan pemanenan menggunakan indikator pohon tersedia dan pohon dipanen. Perhitungan kerusakan tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM berdasarkan kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan konvensional. Data statistik produksi menunjukkan bahwa realisasi produksi pada IUPHHK Pra-SFM antara 50%– 98% (kurang dari 100%) dari target produksi. Hasil studi Bahruni (2011) menyebutkan bahwa gambaran kelestarian produksi jangka panjang tidak dapat diukur
dan 2002 sebesar 134,73 m3/ha dan 51,35 m3/ha. Biomassa pohon tersedia dan pohon dipanen IUPHHK Pra-SFM dirangkum pada Tabel 2. Rasio produksi terhadap AAC
Kegiatan Produksi
0.8 0.6 0.4 0.2 0
Gambar 1. Kecenderungan produksi IUPHHK PraSFM Figure 1. Trend of pre-SFM production
dengan kriteria rasio rencana (target) dan realisasi produksi tahunan. Rasio rencana dan realisasi produksi
Tabel 2. Biomassa, karbon dan CO2 pohon tersedia dan pohon dipanen IUPHHK Pra-SFM
tidak mencerminkan kelestarian produksi yang didasarkan potensi tegakan, karena rasio ini hanya
Table 2. Biomass, carbon and CO2 of existing trees
menunjukkan kemampuan unit manajemen merealisasi
and harvesting trees of pre-SFM)
rencana atau target produksi tahunan. Kecenderungan produksi jangka panjang dapat dievaluasi menggunakan rasio antara realisasi produksi dengan Annual Allow-
Kegiatan pemanenan Pohon tersedia Pohon dipanen Tegakan tinggal
2007
2008
Biomassa (ton) 377.980 146.105 231.875
185.206 184.290 915
Biomassa (ton/tahun) 281.593 165.198 116.395
Rata-rata Karbon CO2 (tC/tahun) (tCO 2/tahun) 140.796 516.723 82.598 303.138 58.198 213.585
able Cutting (AAC). Gambar 1 berikut ini menyajikan kecenderungan produksi pada IUPHHK Pra-SFM.
Rata-rata biomassa pohon dipanen lebih besar
Rasio produksi IUPHHK Pra-SFM berada antara
dibandingkan dengan biomassa tegakan tinggal.
0,36-0,60 terhadap AAC. Gambaran angka rasio
Simpanan karbon tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM
produksi pada IUPHHK Pra-SFM terhadap AAC sedikit
sebesar 58.198 ton C/tahun atau 20,45 ton C/ha.
menurun. Kecenderungan produksi jangka panjang
Persentase biomassa pohon dipanen tahun 2001
IUPHHK Pra-SFM menunjukkan tingkat produksi yang
sebesar 38,65% dan biomassa tegakan tinggal sebesar
relatif menurun. Angka rasio realisasi produksi dan AAC
61,35%. Persentase biomassa pohon dipanen tahun
menegaskan bahwa IUPHHK Pra-SFM tidak mampu
2002 sebesar 91,75% dan menyisakan 8,25% tegakan
mempertahankan kelestarian produksi jangka panjang.
tinggal. Rata-rata kegiatan pemanenan IUPHHK Pra-
Kegiatan Pemanenan: Pohon Tersedia dan
SFM menyisakan 34,8%/tahun tegakan tinggal.
Pohon Dipanen
Kerusakan Tegakan Tinggal
Volume pohon tersedia pada IUPHHK A sangat
Potensi biomassa dan karbon di hutan primer dan
fluktuatif. Pada tahun 2001 volume pohon tersedia
hutan bekas tebangan setiap tingkat perkembangan
sebesar 335.484,34 m dan tahun 2002 hanya
vegetasi ditampilkan pada Tabel 3.
3
164.382,97 m atau 49% dari volume pohon tersedia
Potensi biomassa atau karbon tingkat pohon pada
tahun 2001. Berbeda dengan besarnya volume pohon
hutan primer adalah 82,7% dan hutan bekas tebangan
tersedia, volume pohon dipanen ternyata lebih besar
sebesar 81,11% dari total biomassa tegakan. Biomassa
pada tahun 2002 yaitu 159.990,72 m atau 26% lebih
tingkat tiang, pancang dan semai pada hutan primer
3
3
besar dari volume panen pada tahun 2001 (126.840,58 79
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013
sebesar 12,85%; 5,83% dan 0,20% dan hutan sekunder
Tabel 4. Biomassa, karbon dan CO2 yang hilang akibat
sebesar 10,84%; 6,14% dan 0,31%. Hasil penelitian Junaedi (2007) menunjukkan
kerusakan tegakan IUPHHK Pra-SFM Table 4 . The lossing of biomass, karbon and CO2
persentase biomassa yang relatif sama pada semua tingkatan vegetasi di hutan primer. Pada hutan bekas tebangan, persentase biomassa tingkat pohon relatif sama tetapi lebih rendah pada tingkat vegetasi tiang, pancang dan semai (tiang = 4,02%, pancang = 1,98%
caused by standing damaged of pre-SFM Tingkat Vegetasi Pohon Tiang Pancang Semai Total
Biomassa (ton/ha) 113,12 14,83 7,26 0,34 135,55
Biomassa (ton/tahun) 390.300 51.152 25.055 1.201 467.709
Karbon (ton C/tahun) 195.150 25.576 12.528 601 233.854
CO2 (ton CO2/tahun) 716.201 93.864 45.976 2.204 858.246
dan semai = 0,21%) daripada IUPHHK Pra-SFM. Total biomassa dan karbon hutan bekas tebangan
Deskripsi Simpanan Karbon IUPHHK PT
menunjukkan penurunan sekitar 23,40%. Hal tersebut
Sarmiento Parakanca Timber setelah mem-
sesuai dengan pernyataan Lasco (2002) bahwa aktifitas
peroleh Sertifikasi Hutan Lestari (IUPHHK SFM)
pemanenan kayu di hutan tropis Asia akan menurunkan
IUPHHK SFM mulai menerapkan pengelolaan hutan
cadangan karbon antara 22% - 67%.
alam produksi lestari sejak tahun 2004. IUPHHK SFM
Kegiatan pemanenan kayu mengakibatkan
memperoleh sertifikat hutan alam produksi lestari dari
kerusakan tegakan tinggal. Perhitungan biomassa
salah satu lembaga sertifikasi tahun 2008. Data yang
kerusakan IUPHHK Pra-SFM menggunakan persentase
digunakan untuk kegiatan produksi pada IUPHHK SFM
kerusakan tegakan hasil studi Elias (2002) dan potensi
adalah (1) Pohon tersedia dan pohon dipanen tahun
biomassa dari hasil pengukuran di lokasi penelitian.
2007, 2008 dan 2009 (2) Kerusakan tegakan akibat
Pendekatan persentase kerusakan tegakan IUPHHK
pemanenan.
Pra-SFM berdasarkan persentase kerusakan pada blok tebangan yang melakukan pemanenan dengan metode konvensional. Tabel 4 menunjukkan biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan karena menerapkan metode pemanenan konvensional pada IUPHHK PraSFM, dapat dilihat pada Tabel 4. Total biomassa yang hilang akibat kerusakan sebesar 135,55 ton/ha atau sebesar 467.709 ton/tahun. Tingkat pohon merupakan penyumbang terbesar kehilangan biomassa hutan akibat kerusakan tegakan tinggal. Kerusakan yang terjadi pada tingkat pohon mengakibatkan kehilangan biomassa 83,45%/tahun dari total biomassa yang hilang karena kerusakan tegakan tinggal IUPHHK Pra-SFM. Tabel 3. Potensi biomassa dan karbon pada IUPHHK PT. Sarpatim pada tahun 2011 Table 3. Potention of biomass an carbon at Sarpatim Co.Ltd in 2011 Hutan primer Hutan bekas tebangan Tingkat Vegetasi Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha) Biomassa (ton/ha) Karbon (ton/ha) Pohon 358,30 179,15 279,85 139,93 Tiang 56,78 28,39 36,67 18,34 Pancang 25,73 12,87 20,79 10,39 Semai 0,89 0,44 1,04 0,52 Total 441,70 220,85 338,35 169,18
Kegiatan Produksi Realisasi produksi pada IUPHHK SFM kurang dari 100% atau hanya sekitar 76%-87% dari rencana atau target produksi. Realisasi tersebut belum dapat menggambarkan bahwa IUPHHK SFM dapat mempertahankan target produksi jangka panjang karena tidak melakukan penebangan melebihi target produksi. Kelestarian produksi jangka panjang dapat dilihat dari rasio realisasi produksi dan AAC. Rasio produksi IUPHHK SFM antara 0,38-074 terhadap AAC. Rasio produksi IUPHHK SFM cenderung meningkat. Kecenderungan produksi pengelolaan hutan alam produksi lestari dalam jangka panjang menunjukkan tingkat produksi yang relatif meningkat dengan rasio 0,38 pada tahun 2004 dan terus meningkat hingga mencapai rasio 0,74 terhadap AAC pada tahun 2009. Kesimpulan yang dapat diambil adalah kelestarian produksi jangka panjang pengelolaan hutan alam produksi lestari relatif dapat dipertahankan. Kecenderungan produksi tersebut dikuatkan juga oleh data potensi tegakan pada IUPHHK SFM yang sedikit meningkat. Volume pohon tersedia pada IUPHHK SFM tahun 2007 sebesar 386.402,84 m3. Pada tahun 2008 volume pohon tersedia mengalami
80
Muhayah,R.N.F: Reduksi Emisi Karbon ……….(1):76-84
peningkatan sebesar 4,94% atau sebesar 19.096,85 m3
persentase pohon dipanen IUPHHK SFM sebesar
dan pada tahun 2009 meningkat 3,76% atau sebesar
48,35%/tahun dan tegakan tinggal sebesar 51,65%/
15.245,52 m . Luas areal penebangan pada tahun 2007,
tahun.
3
2008 dan 2009 sebesar 4.307,68 ha; 4.856 ha dan 4.138,94
Simpanan karbon IUPHHK SFM pada kegiatan
ha. Rata-rata luas penebangan IUPHHK SFM seluas
pemanenan sebesar 122.001 tC/tahun atau 447.743
4.434,21 ha/tahun.
tCO2/tahun. Simpanan karbon IUPHHK SFM (absolut dan persentase) lebih besar dari IUPHHK Pra-SFM. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hutan alam produksi yang telah memiliki sertifikat lestari melakukan penebangan lebih rendah dibandingkan dengan sebelum memiliki sertifikat. Menurut Pirard et al. 1995, diacu
Gambar 2. Kecenderungan produksi IUPHHK SFM Figure 2. Trend of SFM production
dalam Elias 2002, intensitas penebangan pada hutan
Kegiatan Pemanenan: Pohon Tersedia dan
RIL sebesar 8,8 batang/ha atau 103 m3/ha. Pengelolaan
Pohon Dipanen
hutan tidak lestari yang menerapkan metode
Volume pohon tersedia pada IUPHHK SFM tahun
yang dikelola secara lestari dan menerapkan metode
pemanenan konvensional memiliki intensitas pene-
2007 sebesar 386.402,84 m3; tahun 2008 meningkat
bangan sebesar 13,6 batang/ha atau 139 m3/ha.
menjadi 405.499,69 m3 dan menjadi 420.745,2 m3 pada
Kerusakan Tegakan Tinggal
tahun 2009. Rata-rata pohon tersedia IUPHHK SFM sebesar 404.215,91 m3/tahun. Volume pohon dipanen tahun 2007 sebesar 181.613,50 m3, kemudian meningkat 9,85% pada tahun 2008 menjadi 199.499,53 m3. Pada tahun 2009, volume pohon dipanen mengalami peningkatan 7,73% menjadi 214.925,71 m3. Rata-rata pohon dipanen IUPHHK SFM sebesar 198.679,58 m3/tahun. Jenis-jenis pohon tersedia IUPHHK SFM relatif sama dengan IUPHHK Pra-SFM. Jenis-jenis pohon dipanen IUPHHK SFM bertambah 4 jenis (Agathis, Pulai, Resak dan Rengas) selain pohon dipanen yang dipanen pada IUPHHK Pra-SFM. Perhitungan biomassa pohon tersedia, pohon dipanen dan tegakan tinggal IUPHHK SFM tersaji pada Tabel 5. Rata-rata biomassa tegakan tinggal lebih besar daripada biomassa pohon dipanen. Rata-rata biomassa pohon dipanen IUPHHK SFM sebesar 228.855 ton/tahun dan biomassa tegakan tinggal sebesar 244.002 ton/ tahun. Persentase biomassa pohon dipanen tahun 2007
Aktifitas pemanenan kayu mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal. Persentase kerusakan tegakan berbeda-beda sesuai dengan metode pemanenan yang digunakan. IUPHHK SFM menerapkan teknik RIL dalam kegiatan pemanenan. Menurut Elias (2002), minimalisasi kerusakan akibat pemanenan kayu dengan menerapkan reduced impact wood harvesting dapat mencapai pengurangan hingga 50% dari kerusakan yang diakibatkan praktek pemanenan konvensional. Perhitungan kerusakan tegakan IUPHHK SFM menggunakan persentase kerusakan tegakan tinggal berdasarkan hasil penelitian Elias (2002) dan data potensi biomassa dari hasil pengukuran lapangan. Besarnya biomassa yang hilang akibat kerusakan tegakan IUPHHK SFM ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 5. Biomassa, karbon dan CO2 pohon tersedia dan pohon dipanen IUPHHK SFM Table 5. Biomass, carbon, and CO2 of existing trees and harvesting trees of SFM
sebesar 47,02% dan biomassa tegakan tinggal sebesar 52,98%. Pada tahun 2008 dan 2009, persentase biomassa pohon dipanen meningkat menjadi 48,30% dan 49,73%. Peningkatan persentase biomassa pohon dipanen menyebabkan persentase biomassa tegakan tinggal IUPHHK SFM semakin rendah (51,70% pada
Kegiatan pemanenan Pohon tersedia Pohon dipanen Tegakan tinggal
2007
2008
Biomassa (ton)
2009
Rata-rata Biomassa Karbon CO2 (ton/tahun) (tC/tahun) (tCO2/tahun)
444.946 475.767 497.858 472.857
236.428
867.692
209.197 229.800 247.569 228.855
114.427
419.949
235.749 245.967 250.289 244.002
122.001
447.743
tahun 2008 dan 50,27% pada tahun 2009). Rata-rata 81
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013
Tabel 6. Biomassa, karbon dan CO2 yang hilang akibat kerusakan tegakan IUPHHK SFM Table 6. Biomass, carbon and CO2 lossing caused by damaged stand of SFM Tingkat Vegetasi Pohon Tiang Pancang Semai
Biomassa (ton/ha) (ton/tahun) 53,395 236.765 6,998 31.030 4,072 18.058 0,184 814
Karbon (tC/tahun) 118.382 15.515 9.029 407
Kegiatan Pemanenan Simpanan biomassa atau karbon pada kegiatan pemanenan menggunakan indikator pohon tersedia dan pohon dipanen. Penebangan yang dilakukan oleh
CO2 (tCO2/tahun) 434.464 56.940 33.137 1.494
IUPHHK Pra-SFM sebesar 65,2%/tahun dan IUPHHK SFM sebesar 48,35%/tahun terhadap pohon tersedia. Biomassa pohon tersedia dan pohon dipanen dirangkum pada Tabel 7.
Total biomassa yang hilang akibat kerusakan
Simpanan karbon tegakan tinggal pada hutan alam
tegakan sebesar 64,65 ton/ha atau sebesar 286.667
produksi lestari lebih tinggi dari hutan alam produksi
ton/tahun. Kerusakan tegakan tinggal IUPHHK SFM
tidak lestari (IUPHHK Pra-SFM). Rata-rata persentase
menyebabkan penurunan potensi karbon tegakan
biomassa tegakan tinggal terhadap pohon tersedia
tinggal sebesar 143.333 ton C/tahun atau sebesar
IUPHHK Pra-SFM sebesar 34,8%/tahun dan IUPHHK
526.034 ton CO2/tahun. Kerusakan pada tingkat pohon
SFM sebesar 51,65%/tahun. Simpanan karbon tegakan
sebesar 82,59% dari total biomassa yang hilang karena
tinggal dari kegiatan pemanenan menunjukkan bahwa
kerusakan tegakan. Pemanenan juga menyababkan
hutan lestari melakukan penebangan lebih rendah dari
kerusakan pada tingkat tiang, pancang dan semai
hutan tidak lestari. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
sebesar 17,41%.
hutan lestari mampu mempertahankan stok karbon lebih
Perbedaan Simpanan Biomassa, Karbon dan CO2 Kegiatan Produksi Data statistik produksi pada IUPHHK PT Sarpatim menunjukkan realisasi produksi antara 81%-98%
besar dari hutan tidak lestari sehingga mampu mereduksi kehilangan karbon, dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7. Simpanan karbon dan CO2 tegakan tinggal Table 7. Carbon stock an CO2 of standing remains
(realisasi produksi kurang dari 100%) dari target produksi. Hasil studi Bahruni (2011) menyebutkan bahwa
Kegiatan pemanenan
gambaran kelestarian produksi jangka panjang tidak
Pohon tersedia Pohon dipanen Tegakan tinggal
dapat diukur dengan kriteria rasio target dan realisasi produksi tahunan. Kecenderungan produksi jangka panjang dapat dievaluasi menggunakan rasio antara realisasi produksi dengan AAC. Rasio produksi pada IUPHHK Pra-SFM dan IUPHHK SFM antara 0,2-07 terhadap AAC. Rasio produksi Pra-SFM cenderung menurun sedangkan rasio produksi pada IUPHHK SFM cenderung meningkat. Kecenderungan produksi pengelolaan hutan lestari dalam jangka panjang memiliki tingkat produksi yang
IUPHHK Pra-SFM
IUPHHK SFM
Karbon CO2 Karbon (ton/tahun) (ton/tahun) (ton/tahun) 140.796 516.723 236.428 82.599 303.138 114.428 58.198 213.585 122.001
CO2 (ton/tahun) 867.692 419.949 447.743
Tabel 8. Perbedaan simpanan biomassa, karbon dan CO2 tegakan tinggal pada kegiatan pemanenan Table 8. Differentiation of biomass stocking, karbon and CO2 of standing remains in harvesting IUPHHK SFM – IUPHHK Pra-SFM Biomassa Karbon karbondioksida
Rata-rata perbedaan simpanan (ton/tahun) 127.606 63.803 234.158
relatif meningkat dengan rasio 0,38 pada tahun 2004
Hasil perbedaan tegakan tinggal memberikan
dan terus meningkat hingga mencapai rasio 0,74
gambaran bahwa pengelolaan hutan alam produksi
terhadap AAC pada tahun 2009. Kesimpulan yang dapat
lestari mampu mereduksi emisi karbon sebesar 234.158
diambil adalah kelestarian produksi jangka panjang
tCO2. Hasil perbedaan persentase tegakan tinggal
pengelolaan hutan lestari relatif dapat dipertahankan,
menunjukkan bahwa pengelolaan hutan alam produksi
sedangkan kelestarian produksi pada hutan alam
lestari mampu menghindari kehilangan karbon sebesar
produksi tidak lestari belum mampu dipertahankan.
16,85%/tahun dibandingkan dengan hutan alam produksi tidak lestari. Hasil perbedaan (absolut dan persentase) tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan
82
Muhayah,R.N.F: Reduksi Emisi Karbon ……….(1):76-84
hutan alam produksi lestari mampu mereduksi kehi-
Tabel 9. Perbedaan biomassa, karbon dan CO2 yang
langan tegakan atau karbon lebih baik dari pengelolaan
hilang akibat kerusakan tegakan tinggal pada
hutan alam produksi tidak lestari.
tahun 2011
Pengurangan Kerusakan Tegakan Kerusakan terhadap tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan pada IUPHHK bersertifikat (IUPHHK SFM) lebih kecil daripada IUPHHK yang belum memiliki sertifikat (IUPHHK Pra-SFM). Kerusakan tegakan
Table 9. Rate of lossing differentiationof of biomass, carbon and CO2 caused by damaged standing remains at 2011 IUPHHK Pra-SFM – IUPHHK SFM Biomassa Karbon Karbondioksida
Perbedaan kehilangan akibat kerusakan tegakan (ton/tahun) 181.042 90.521 332.212
menyebabkan kehilangan biomassa sebesar 135,55 ton/ha/tahun pada IUPHHK Pra-SFM dan sebesar 64,65
Tabel 10.Total simpanan biomassa, karbon dan
ton/ha/tahun pada IUPHHK SFM. Rata-rata luas
karbonsioksida kegiatan produksi
penebangan pada IUPHHK Pra-SFM seluas 3.450,48
Table 10. Total store of biomass, carbon and CO2 at
ha/tahun dan IUPHHK SFM dengan luas 4.434,21 ha/ tahun. Perbedaan biomassa, karbon dan CO2 yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal tahun 2011 diringkas pada Tabel 9.
production activities Stok/Simpanan Biomassa Karbon Karbondioksida
Total simpanan (ton/tahun) 308.648 154.324 566.370
Hasil perbedaan biomassa, karbon dan CO2 yang hilang akibat kerusakan tegakan tinggal pada tahun 2011 menunjukkan adanya simpanan biomassa, karbon dan CO 2. Perbedaan teknik yang digunakan untuk
KESIMPULAN Kecenderungan produksi jangka panjang IUPHHK
pemanenan menyebabkan perbedaan tingkat kerusakan
Pra-SFM menunjukkan tingkat produksi yang relatif
tegakan. Teknik pemanenan RIL yang di gunakan pada
menurun dan IUPHHK SFM relatif meningkat. Angka
IUPHHK SFM memberikan dampak kerusakan yang
rasio realisasi produksi dan AAC menjelaskan tentang
lebih rendah daripada teknik konvensional yang
IUPHHK Pra-SFM yang tidak mampu mempertahankan
digunakan pada IUPHHK Pra-SFM. Hasil perbedaan
kelestarian produksi jangka panjang.
kehilangan karbon akibat kerusakan tegakan tinggal
Kelestarian produksi jangka panjang pengelolaan
menegaskan bahwa pengelolaan hutan alam produksi
hutan alam produksi lestari (IUPHHK SFM) relatif dapat
lestari mampu mengurangi kehilangan karbon sebesar
dipertahankan. Pengelolaan hutan lestari (IUPHHK
90.521ton C/tahun. Pengelolaan hutan alam produksi
SFM) melakukan penebangan lebih rendah dari hutan
lestari yang menerapkan teknik RIL mampu mereduksi
tidak lestari sehingga mampu mempertahankan stok
emisi CO2 akibat kerusakan tegakan tinggal sebesar
karbon lebih besar (63.803 ton/tahun) dan mampu
39%/tahun dibandingkan dengan pengelolaan hutan
mereduksi kehilangan karbon (234.158 ton/tahun)
alam produksi tidak lestari.
dibandingkan dengan pengelolaan hutan tidak lestari
Total Simpanan Biomassa, Karbon dan Karbondioksida
(IUPHHK Pra-SFM) Pengelolaan hutan alam produksi lestari mampu mengurangi kehilangan karbon sebesar 90.521ton C/
Hasil perhitungan simpanan biomassa, karbon
tahun. Pengelolaan hutan alam produksi lestari yang
karbondioksida pada hutan yang telah memiliki sertifikat
menerapkan teknik RIL mampu mereduksi emisi CO2
pengelolaan hutan lestari (IUPHHK SFM) lebih besar
akibat kerusakan tegakan tinggal sebesar 39%/tahun
dibandingkan dengan sebelum memiliki sertifikat
dibandingkan dengan pengelolaan hutan alam produksi
(IUPHHK Pra-SFM). Perbedaan simpanan biomassa,
tidak lestari. Pengelolaan hutan lestari mampu
karbon dan karbondioksida IUPHHK setelah dan
mereduksi CO2 dari kegiatan produksi dengan indikator
sebelum memiliki sertifikat pengelolaan lestari dari
pemanenan dan kerusakan tegakan tinggal sebesar
indikator produksi (kegiatan pemanenan dan pengu-
566.370 ton/tahun.
rangan kerusakan tegakan tinggal) tersaji pada Tabel 10. 83
Jurnal Hutan Tropis Volume 1 No. 1, Edisi Maret 2013
DAFTAR PUSTAKA Ariwibowo dan Rufii. 2009. Peran Sektor Kehutanan Di Indonesia Dalam Perubahan Iklim. Tekno Hutan Tanaman Vol. 1. No. 1, November 2009. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hutan Tanaman. Badan Litbang Departemen Kehutanan Hal ; 23-32. Bahruni. 2011. Conduct study and Analysis on Economic Incentive Framework of SFM as Important option for Forest Based Climate Change Mitigation-to Reduce Emission from and by tropical foriest. Jakarta: International Tropical Timber Organization. Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass change of Tropical Forest. USA: A Primer FAO Forestry Paper No. 134. Darusman D, Bahruni. 2004. Economic Analysis of Sustaineble Forest Management at Unit Management Level in Indonesia. ITTO Project No PD 42/
84
00/REV.1 (F). Jakarta: ITTO dan APHI. Elias. 2002. Code Forest Harvesting and Reduced Impact Logging in Asia. IPB Press, Bogor. Elias. 2002. Percobaan Minimalisasi Kerusakan akibat Pemanenan Kayu. IPB Press, Bogor. Imai N, Samejima H, Langner A, Ong RC, Kita S, et al. (2009) Co-Benefits of Sustainable Forest Management in Biodiversity Conservation and Carbon Sequestration. PLoS ONE 4(12): e8267. doi:10.1371/journal.pone. 0008267 Junaedi A. 2007. Dampak Pemanenan Kayu dan Perlakuan Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) terhadap Potensi Kandungan Karbon dalam Vegetasi Hutan Alam Tropika (Tesis). Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian bogor. Putz FE, Sist P, Fredericksen T, Dykstra D. 2008. Reduced-impact logging: Challenges and opportunities. Forest Ecol Manage 256: 1427–14.