PEMULIHAN KEPADATAN TANAH SETELAH PEMANENAN PADA HUTAN ALAM PRODUKSI (Recovery of Soil Compaction after Logging on Natural Forest Production)* Agus Setiawan1, Juang R. Matangan2, Endang Suhendang3 dan/and Teddy Rusolono4 1
Balai Diklat Kehutanan Samarinda Jl. P. Untung Suropati, Sei Kunjang. Samarinda 75126 Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga PO BOX 168. Bogor 16680 Telp. : (0251) 8622642 E-mail :
[email protected];
[email protected];
[email protected];
[email protected]
2,3,4
*Dirterima : 17 Desember 2012; Disetujui : 19 Agustus 2014
ABSTRACT One of the physical effects on soil due to mechanical timber harvesting is the occurrence of soil compaction which damaging soil structure. The objective of the research was to find out the duration of soil compaction recovery at landing site (TPn), main skidding trail (JSS) and branch skidding trail (JSP). The research was conducted at Gunung Gajah Abadi forest company, East Kalimantan. Bulk density of the compaction soil was measured at landing site, main skidding trail and branch skidding trail on each logged over area of 4, 8, 26 year old and primary forest as controls. After 26 years soil compaction average at 30 cm depth in landing site 4 years after logging, bulk density decrease from 1.50 g/cm2 to 1.23 g/cm2, while porosity increase from 45.69% to 55.17%; the main skidding trail, bulk density decrease from 1.37 g/cm2 to 1.12 g/cm2, while porosity increase from 48.31% to 58.41%; and the branch skidding trail, bulk density decrease from 1.38 g/cm2 to 1.12 g/cm2, while porosity increase from 48.05% to 56.13%. Regression analysis shows that recovery of soil density will be achieved27 years at landing site, 26 years at skidding trail and24 year at branch skidding trail after harvesting terminated. Keywords : Recovery, soil compaction, bulk density, porosity
ABSTRAK Salah satu dampak fisik pada tanah akibat pemenenan kayu secara mekanis adalah terjadinya pemadatan tanah yang merusak struktur tanah. Penelitian bertujuan mengetahui jangka waktu pemulihan kepadatan tanah di tempat pengumpulan kayu (TPn), jalan sarad primer (JSP) dan jalan sarad sekunder (JSS). Penelitian dilaksanakan di areal PT. Gunung Gajah Abadi, Kalimantan Timur.Pengukuran kepadatan tanah hutan dilakukan pada tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer dan jalan sarad sekunder pada masing-masing areal bekas tebangan (logged over area) berumur 4, 8 dan 26 tahun serta hutan primer sebagai kontrol. Setelah 26 tahun kepadatan tanah rata-rata pada kedalaman 30 cm di TPn pada areal bekas tebangan empat tahun, kerapatan massa tanah turun dari 1.50g/cm2 menjadi 1.23 g/cm2 sedangkan porositas naik dari 45.69% menjadi 55.17%; jalan sarad primer, kerapatan massa tanah turun dari 1.37 g/cm2 menjadi 1.12 g/cm2, sedangkan porositas naik dari 48.31% menjadi 58.41%; dan jalan sarad sekunder, kerapatan massa tanah turun dari 1.38 g/cm2 menjadi 1.12 g/cm2sedangkan porositas naik dari 48.05% menjadi 56.13%.Analisis regresi menunjukkan bahwa pemulihan kepadatan tanah pada TPn akan dicapai pada 27 tahun setelah TPn ditinggalkan, jalan sarad primer dicapai pada 26 tahun dan jalan sarad sekunder dicapai pada 24 tahun setelah pemanenan. Kata kunci : Pemulihan, kepadatan tanah, kerapatan massa tanah, porositas
I. PENDAHULUAN Kegiatan pemanenan kayu di hutan tropika akan mengakibatkan dampak terhadap hutan,walaupun hanya sedikit pohon yang dipanen tetapi dampaknya terhadap hutan akan besar baik terhadap tegakan maupun terhadap lingkungan (Whitmore, 1990). Kegiatan pemanenan apabila dilakukan secara berlebihan akan menurunkan kemampuan hutan 99
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: 99-109
untuk tumbuh kembali, sehingga produksi dari hutan akan berkurang atau bahkan bisa hilang. Pengelolaan hutan dimungkinkan untuk diperoleh suatu keseimbangan antara pemanenan (logging) dengan pertumbuhan kembali hutan (Tyrie, 1999). Penggunaan alat berat dalam kegiatan pemenenan hutan menyebabkan meningkatnya kerapatan massa tanah (bulk density), berkurangnya total ruang pori, berkurangnya laju infiltrasi, berkurangnya permeabilitas tanah, berkurangnya kapasitas tampung air dan berubahnya struktur butiran tanah (Diazjunior, 2003 diacu dalam Matangaran dan Suwarna, 2012). Ewel dan Cone (1978) diacu dalam Idris (1987) menyatakan bahwa salah satu dampak fisik pada tanah akibat pemanenan kayu secara mekanis adalah terjadinya kompaksi atau pemadatan tanah yang merusak struktur tanah. Tanah hutan yang belum mengalami gangguan cenderung memiliki nilai stabilitas keremahan dan porositas yang lebih tinggi serta kerapatan massa tanah (soil bulk density) yang lebih rendah dibandingkan dengan yang sudah mengalami pemanenan kayu. Elias (2012) menyatakan dampak pemanenan kayu terhadap tanah akan mengakibatkan penurunan kesuburan tanah yang disebabkan oleh pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat berat dan keterbukaan permukaan tanah yang disebabkan oleh keterbukaan areal akibat penebangan, pembuatan jalan sarad, tempat pengumpulan kayu, jalan angkutan dan penyaradan. Slash (daun, ranting dan cabang dari kegiatan pemotongan batang) dapat secara efektif mengurangi kerusakan tanah hutan, seperti pemadatan tanah di tempat pemanenan. Penggunaan slash untuk menutupi permukaan tanah dapat mengurangi tingkat pemadatan tanah hingga 50% (Matangaran, 2012). Perlu dilakukan penelitian pengaruh kegiatan penyaradan dengan traktor terhadap pemadatan tanah untuk menentukan dampak pemanenan hutan terhadap lingkungan (Matangaran et al., 2006a). Kondisi kepadatan tanah dan pemulihan sifat fisik tanah akan berbeda-beda tergantung tingkat kepadatan tanah, kedalaman lapisan kepadatan tanah, jenis tanah, vegetasi dan iklim (Rab, 2004). Croke et al. (2001) dari hasil penelitian di New South Wales, Australia, menyatakan bahwa kepadatan tanah yang terjadi setelah lima tahun menunjukkan masih belum terjadi pemulihan. Matangaran (2002) dari hasil penelitiannya pada jalan sarad di Riau (Indonesia) dan Hokkaido (Jepang) menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan tanah untuk kembali kekondisi kepadatan semula adalah selama 14 tahun (Riau) dan 11 tahun (Hokkaido) untuk jalan sarad cabang, sedangkan untuk jalan sarad utama adalah selama 28 tahun hutan alam di Riau dan 37 tahun hutan alam di Hokkaido setelah kegiatan pemanenan kayu. Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa pemulihan kepadatan tanah pada jalan sarad cabang dan jalan sarad utama akan dicapai selama 14 tahun dan 55 tahun di hutan alam di hutan Universitas Tokyo di Hokkaido (Matangaran et al., 2006b). Hasil penelitian (Rab, 2004) di Victorian Central Highlands, Australia menunjukkan bahwa tanah pada hutan ini sangat lambat untuk memulihkan dari kepadatan tanah dan kerusakan subsoil. Beberapa hasil penelitian tentang pemulihan kepadatan tanah dalam tulisan Rab (2004) antara lain adalah tingkat pemulihan yang paling cepat adalah 1 tahun setelah pohon disarad skidder berban karet dengan tekstur tanah kering dan kasar di Minnesota (Mace, 1971); diperlukan 10-20 tahun atau lebih untuk tanah untuk pulih setelah kepadatan pada lapisan yang dangkal (Dickerson, 1976; Froehlich, 1979; Jakobsen, 1983), sedangkan kepadatan pada lapisan yang lebih dalam akan selama 50-100 tahun (Greacen and Sands, 1980). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kemampuan pemulihan kepadatan tanah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer dan jalan sarad sekunder berdasarkan parameter kerapatan massa tanah, porositas dan tahanan penetrasi. 100
Pemulihan Kepadatan Tanah Setelah Pemanenan pada Hutan… (A. Setiawan, dkk)
II. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan di areal PT. Gunung Gajah Abadi, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2012. B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah contoh tanah. Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa Yamanaka’s soil hardness meter (penetrometer saku), silinder sampel tanah dengan setang, timbangan, oven dan alat tulis menulis serta seperangkat komputer dengan program pengolah data. C. Metode Penelitian Pengambilan contoh kepadatan tanah hutan dilakukan pada tempat pengumpulan kayu (TPn), jalan sarad yang dekat dengan TPn (jalan sarad primer/JSP) dan jalan sarad yang dekat dengan tunggak (jalan sarad sekunder/JSS) pada masing-masing areal bekas tebangan berumur 4, 8 dan 26 tahun serta hutan primer sebagai kontrol. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat Yamanaka’s soil hardness meter (penetrometer saku) dan silinder sampel tanah (cylinder soil sampler). Titik pengambilan sampel kepadatan tanah ditunjukkan pada Gambar 1. TPn Jalan sarad sekunder
TPn Jalan sarad primer
10-20m
Gambar (Figure) 1. Tata letak titik pengambilan sampel kepadatan tanah (Sampling point layout of the soil density)
Pengukuran kerapatan massa tanah menggunakan silinder sampel tanah dilakukan sebanyak tiga kali ulangan melalui tahapan berikut: 1. Mengambil contoh tanah pada kedalaman 10 cm, 20 cm dan 30 cm dengan cara menekan tabung silinder kedalam tanah sambil memutar setang; 2. Mengeluarkan tabung silinder yang telah berisi contoh tanah dari dalam tanah kemudian menimbangnya; 3. Mengeluarkan contoh tanah dari tabung silinder dan kemudian memasukkan dalam plastik untuk kemudian dikeringkan dan ditimbang berat kering tanah tersebut. Tahapan pengukuran kepadatan tanah hutan menggunakan alat penetrometer saku dilakukan sebanyak 10 kali ulangan adalah sebagai berikut: 1. Menentukan lahan yang akan diukur; 2. Meletakkan alat secara vertikal di atas tanah; 3. Menekan alat hingga menembus tanah pada kedalaman10 cm, 20 cm dan 30 cm, mencatat nilai indeks yang ditunjukkan alat. 101
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: 99-109
Kerapatan massa tanah yang diukur dengan menggunakan silinder sampel tanah dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut (Koga, 1991; Craig, 2004): = Dimana : = Kerapatan massa tanah basah (g/cm3) Mw = Berat contoh tanah awal (g) V = Volume contoh tanah awal (cm3) = Dimana : = Kerapatan massa tanah kering (g/cm3) = Kerapatan massa tanah basah (g/cm3) W = Kadar air contoh tanah (%) Untuk mendapatkan gambaran tentang ruang pori tanah yang diamati, dihitung porositas tanah berdasarkan rumus berikut : P=
, ,
× 100%
Dimana : P
= Porositas tanah (%) = Kerapatan massa tanah kering (g/cm3) 2,65 = BJ tanah umum
Untuk menentukan waktu pemulihan kepadatan tanah setelah pemanenan digunakan analisis regresi, dengan pembanding sebagai kontrol, yaitu kondisi kepadatan tanah pada hutan primer. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanah di areal HPH PT Gunung Gajah Abaditer bentuk dari bahan induk batuan beku, batuan endapan dan batuan metomorf. Melalui proses pembentukan tanah bahan induk menghasilkan jenis tanah asosiasi Podsolik Merah Kuning dengan latosol. Berdasarkan hasil klasifikasi oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor, areal kerja PT. Gunung Gajah Abadi memiliki tiga jenis tanah, yaitu alluvial, podsolik merah kuning dan latosol.Tekstur tanah bervariasi dari agak kasar-agak halus (lempung berpasir-lempung liat berpasir). A. Kerapatan Massa Tanah Hasil penelitian kerapatan massa tanah dengan silinder sampel pada berbagai variasi umur setelah pemanenan dan hutan primer disajikan pada Tabel 1.
102
Pemulihan Kepadatan Tanah Setelah Pemanenan pada Hutan… (A. Setiawan, dkk)
Tabel (Table) 1. Rataan dan standar deviasi kerapatan massa tanah (g/cm3) pada lokasi, kedalaman dan umur bekas tebangan yang berbeda (Mean and standard deviation of bulk density (g/cm3) at the location, depth and different ex-logging age) Umur Lokasi (Location) setelah TPn (Landing site) JSP (Main skidding trail) JSS (Branch skidding trail) tebangan Kedalaman tanah (cm) (tahun) (Ex(Depth) (cm) logging age 10 20 30 10 20 30 10 20 30 (year)) ns ns 1,53* ± 1,52* ± 1,44 ± 1,48* ± 1,36* ± 1,37* ± 1,30 ± 1,37* ± 1,38* ± 4 0,07 0,17 0,25 0,14 0,05 0,04 0,08 0,05 0,15 1,42* ± 1,45* ± 1,44 ns ± 1,29 ns ± 1,28 ns ± 1,26 ns ± 1,26 ns ± 1,34* ± 1,34* ± 8 0,06 0,05 0,21 0,10 0,15 0,08 0,19 0,08 0,06 1,26 ns ± 1,23 ns ± 1,19 ns ± 1,21 ns ± 1,19* ± 1,10 ns ± 1,20 ns ± 1,20* ± 1,16 ns ± 26 0,06 0,14 0,05 0,03 0,09 0,09 0,05 0,05 0,05 Hutan primer (kontrol) 1,13 ± 1,04 ± 1,12 ± 1,13 ± 1,04 ± 1,12 ± 1,13 ± 1,04 ± 1,12 ± (Primary 0,09 0,01 0,04 0,09 0,01 0,04 0,09 0,01 0,04 forest) (control) Keterangan (Remaks): TPn = Tempat pengumpulan kayu (Landing site) JSP = Jalan sarad primer (Main skidding trail) JSS = Jalan sarad sekunder (Branch skidding trail) * - ns = Uji beda nilai rataan terhadap hutan primer (Significant test of mean value to primary forest) * = Berbeda nyata pada taraf 95% (Significant at level 95%) ns = Tidak berbeda nyata (Non significant) ttab(0.05, 8) = 2.31
Kerapatan massa tanah pada tempat pengumpulan kayu secara rataan menunjukkan kecenderungan untuk menurun seiring dengan bertambahnya umur setelah pemanenan. Nilai kerapatan massa tanah umur empat tahun setelah pemanenan pada kedalaman 10 cm, 20 cm dan 30 cm adalah sebesar 1,53 g/cm3, 1,52 g/cm3 dan 1,44 g/cm3. Pada umur delapan tahun setelah pemanenan, nilai kerapatan massa tanah cenderung untuk menurun, pada kedalaman 10 cm, 20 cm dan 30 cm nilainya sebesar 1,42 g/cm3, 1,45 g/cm3 dan 1,44 g/cm3. Nilai kerapatan massa tanah juga cenderung untuk menurun pada umur 26 tahun setelah pemanenan, dimana pada kedalaman 10 cm, 20 cm dan 30 cm mempunyai sebesar 1,26 g/cm3, 1,23 g/cm3 dan 1,19 g/cm3. Jika dibandingkan dengan kondisi hutan primer, maka nilai kerapatan massa tanah pada tempat pengumpulan kayu umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan ini mempunyai nilai yang lebih besar. Pada tempat pengumpulan kayu, nilai kerapatan massa tanah pada jalan sarad primer secara rataan menunjukkan kecenderungan untuk menurun seiring dengan bertambahnya umur setelah pemanenan. Nilai kerapatan massa tanah pada jalan sarad primer umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan ini mempunyai nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi hutan primer. Kecenderungan penurunan nilai kerapatan massa tanah dengan bertambahnya umur setelah pemanenan juga terjadi pada jalan sarad sekunder. Nilai kerapatan massa tanah pada jalan sarad sekunder umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan ini mempunyai nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi hutan primer. Secara grafis hubungan kerapatan massa tanah berdasarkan variasi umur setelah pemanenan dan kedalaman di tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer, jalan sarad sekunder dan hutan primer ditunjukkan pada Gambar 2.
103
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: 99-109 9
Keterangan ((Remarks) : TPn JSP JSS HP
= = = =
Tempat empat pengumpulan kayu ((Landing anding site) Jalan alan sarad primer ((Main skidding trail) Jalan alan sarad sekunder ((Branch skidding trail) Hutan utan primer (Primary ( rimary forest forest)
Gambar (Figure)2. Kerapatan massa tanah (g/cm3) berdasarkan variasi umur setelah pemanenan dan kedalaman (Bulk ulk density (g/cm g/cm3) on variations of ex-logging logging age and depth) depth
Kerapatan massa tanah pada pada kedalam kedalaman an 10 cm, semakin bertambah umur setelah pemanenan pemanenan, maka nilai kerapatan massa tanah akan menurun, ini terjadi baik pada TPn, T JSP maupun JSS. Namun pada umur setelah pemanenan 26 tahun nilai kerapatan massa tanah masih lebih besar dibandingkan pada hutan primer primer. Hal al yang sama juga terjadi pada kedalaman 20 cm,dimana cm dimana semakin bertambah umur setelah pemanenan, pemanenan maka nilai kerapatan massa tanah akan menurun, baik pada Tpn, JSP maupun JSS. Pada umur setelah pemanenan 26 tahun nilai kerapatan massa tanah masih lebih besa besarr dibandingkan pada hutan primer. Hal ini menunjukkan bahwa pada kedalaman 10 cm, di TPn, TP , JSP dan JSS masih ada pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenan terhadap kerapatan massa tanah. Pada kedalaman 30 cm, kerapatan massa tanah juga semakin menurun dengan deng bertambahnya umur setelah pemanenan, baik pada TPn, JSP maupun JSS, namum pada umur 26 tahun setelah pemanenan kerapatan massa tanah sudah mendekati kondisi pada hutan primer. Hal ini menunjukkan bahwa ppengaruh engaruh mekanis dari kegiatan pemanenan terhadap kerapatan n massa tanah dipengaruhi oleh kedalaman tanah, dimana semakin dalam tanah, maka pengaruh mekanis kegiatan pemanenan akan semakin kecil. Mengacu pada Hovland et al. al. (1966) diacu dalam Matangaran (1992), maka kelas kepadatan adatan tanah di tempat pengumpulan kayu umur empat tahun setelah pemanenan pada kedalaman 10 cm dan 20 20 cm termasuk dalam kelas padat sedangkan pada kedalaman 30 cm termasuk dalam kelas normal. Umur delapan tahun setelah pemanenan pada ketiga kedalaman termasuk dalam kelas kelas normal. Kelas kepadatan tanah umur 26 tahun setelah pemanenan sama dengan kondisi hutan primer, yaitu termasuk dalam kelas kepadatan tanah longgar. Pemadatan tanah adalah meningkatnya kerapatan tanah sebagai akibat dari beban atau tekanan yang diberikan diberikan atau dengan kata lain pemadatan tanah adalah tingkah laku dinamis tanah, dimana udara dan air pada pori-pori pori pori dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis 104
Pemulihan Kepadatan Tanah Setelah Pemanenan pada Hutan… Hutan (A. Setiawan, Setiawan dkk)
(Baver et al., 1978 diacu dalam Kusuma, 1998). Jika melihat dari nilai kerapatan massa tanahnya dibandingkan dengan kondisi hutan primer, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenan pada tempat pengumpulan kayu pada umur empat dan delapan tahun setelah setelah pemanenan masih bberpengaruh erpengaruh sedangkan pada umur 26 tahun setelah pemanenan pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenan pemanenansemakin semakin kecil. B. Porositas Porositas tanah adalah ruang volume seluruh pori pori-pori pori makro dan mikro dalam tanah yang dinyatakan dalam persentase volume tanah atau porositas tanah adalah bagian dari volume tanah yang tidak ditempati oleh padatan tanah. Semakin tinggi kerapatan massa tanah tanah, maka porositas tanah semakin kecil kecil, sebaliknya ebaliknya semakin rendah kerapatan massa tanah tanah, maka tanah tersebut memiliki porositas yang besar. H Hubungan ubungan porositas tanah berdasarkan variasi umur setelah pemanenan dan kedalaman di tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer, jalan sarad sekunder dan hutan primer ditunjukkan pada Gambar 3. 3 berikut :
Keterangan ((Remarks Remarks) : TPn JSP JSS HP
Gambar (Figure) 3..
= = = =
Tempat pengumpulan kayu ((Landing Landing site) Jalan sarad primer ((Main skidding trail) Jalan sarad sekunder ((Branch skidding trail) Hutan primer (Primary (Primary forest forest)
Porositas tanah (%) berdasarkan variasi umur setelah pemanenan dan kedalaman (Porosity (%) based on variations of ex-logging age and depth))
Porositas orositas tanah pada tempat pengumpulan kayu mempunyai kecenderungan untuk meningkat dengan bertambahnya umur setelah pemanenan pemanenan. Nilai porositas pada umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan tersebut lebih kecil jika ika dibandingkan dengan hutan primer primer. Pada ada jalan sarad primer menunjukkan bahwa porositas tanah mempunyai kecenderungan untuk meningkat dengan bertambahnya umur setelah pemanenan. Nilai porositas pada umur u 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan tersebut jika dibandingkan dengan hutan primer mempunyai nilai yang lebih kecil, kecuali pada umur 26 tahun kedalaman 30 cm mempunyai nilai porositas yang lebih besar. Hal ini disebabkan pada umur 26 tahun, kepadatan tanahnya semakin kecil serta pada kedalaman 30 cm pengaruh mekanis kegiatan pemanenan juga semakin berkurang. berkurang 105
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: 99-109
Pada jalan sarad sekunder, nilai porositas mempunyai kecenderungan untuk meningkat dengan bertambahnya umur setelah pemanenan, sama seperti pada tempat pengumpulan kayu dan jalan sarad primer. Nilai porositas pada umur 4, 8 dan 26 tahun setelah pemanenan tersebut jika dibandingkan dengan hutan primer mempunyai nilai yang lebih kecil. Secara umum porositas tanah cenderung meningkat sejalan dengan bertambahnya umur setelah pemanenan pada variasi kedalaman yang berbeda, baik pada tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer maupun jalan sarad sekunder. Pada umur 26 tahun kondisi porositas tanah mendekati porositas pada hutan primer, kecuali pada kedalaman 30 cm porositasnya lebih besar dari hutan primer. Pada tulisan Guariguata dan Ostertag (2001) dinyatakan bahwa perubahan dalam sifat tanah sesaat setelah pemanenan, antara lain bulk density (Allen, 1985; Eden et al., 1991; Martins et al., 1991; Raich, 1983; Reiners et al., 1994; Neil et al., 1997) yang meningkat dan porositas tanah yang menurun (Chauvel et al., 1991; Reiners et al., 1994). Tanah hutan yang belum mengalami gangguan cenderung memiliki nilai stabilitas keremahan dan porositas yang lebih tinggi serta kerapatan massa tanah (soil bulk density) yang lebih rendah dibandingkan dengan yang sudah mengalami pemanenan kayu. C. Tahanan Penetrasi Hasil penelitian tahanan penetrasi tanah dengan alat penetrometer saku pada berbagai variasi umur setelah pemanenan dan hutan primer disajikan pada Tabel 2 berikut : Tabel (Table) 2. Rataan dan standar deviasi tahanan penetrasi tanah (kg/cm2) dengan penetrometer saku di tempat pengumpulan kayu (TPn), jalan sarad primer (JSP), jalan sarad sekunder (JSS) dan hutan primer pada variasi umur setelah pemanenan (Mean and standard deviation of penetration resistance (kg/cm2) in the landing site, main skidding trail, branch skidding trail and primary forest on the variation of ex-logging age) Jangka waktu Tahanan penetrasi tanah (kg/cm2) (Penetration resistance) (kg/cm2) setelah pemanenan Tempat pengumpulan Jalan sarad primer (JSP) Jalan sarad sekunder (JSS) (tahun) (Exkayu (TPn) (Landing (Main skidding trail) (Branch skidding trail) Logging age) site) (year) 4 14,13* ± 0,69 13,53* ± 0,58 11,89* ± 0,65 8 9,80* ± 1,20 8,90* ± 0,87 7,05* ± 0,24 26 3,43ns ± 0,46 2,99 ns ± 0,41 2,74 ns ± 0,15 Hutan primer (kontrol) (Primary 2,96 ± 0,20 forest) (control) Keterangan (Remarks) : * - ns = Uji beda nilai rataan terhadap hutan primer (Significant test of mean value to primary forest) * = Berbeda nyata pada taraf 95% (Significant at level 95%) ns = Tidak berbeda nyata (Non significant) ttab(0.05, 8) = 2.31
Tahanan penetrasi tanah pada tempat pengumpulan kayu menunjukkan bahwa semakin bertambahnya umur setelah pemanenan, maka tahanan penetrasi tanah akan semakin menurun. Jika dibandingkan, tahanan penetrasi tanah pada hutan bekas tebangan lebih besar dari kondisi hutan primer, pada umur 26 tahun setelah pemanenan cenderung mendekati kondisi hutan primer dan relatif lebih tinggi nilainya. 106
Pemulihan Kepadatan Tanah Setelah Pemanenan pada Hutan… Hutan (A. Setiawan, Setiawan dkk)
Pada jalan sarad primer, tahanan ahanan penetrasi tanah menunjukkan bahwa semakin bertambahnya umur setelah pemanenan pemanenan, maka tahanan penetrasi tanah akan semakin menurun. Tahanan penetrasi tanah pada hutan bekas tebangan tersebut lebih besar dari kondisi hutan primer, pada umur 26 tahun setelah pemanenan cenderung mendekati kondisi hutan primer dan relatif lebih tinggi nilainya. Kondisi tahanan penetrasi tanah pada jalan sarad sekunder sama dengan pada tempat pengumpulan kayu dan jalan sarad primer primer, yaitu semakin bertambahnya bertambahnya umur setelah pemanenan pemanenan, maka tahanan penetrasi penetrasi tanah akan semakin menurun. Tahanan penetrasi tanah pada umur 26 tahun setelah pemanenan lebih kecil dari kondisi hutan primer. Secara umum dapat dijelaskan bahwa tahanan penetrasi tanah akan menurun seiring dengan semakin meningkatnya umur setelah pemanenan, pemanenan, ini terjadi pada tempat pengumpulan kayu, jalan sarad primer dan jalan sarad sekunder. Hasil uji beda nilai rataan tahanan penetrasi pada tempat pengumpu pengumpulan kayu, jalan sarad primer dan jalan sarad sekunder menunjukkan bahwa jangka waktu setelah pemanenan empat dan delapan tahun dibandingkan hutan primer berbeda nyata sedangkan jangka waktu setelah pemanenan 26 tahun dibandingkan hutan primer tidak berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi pemulihan dalam hal tahanan penetrasi pada jangka waktu setelah pemanenan 26 tahun. Penilaian kkemampuan emampuan pemulihan kepadatan tanah dilakukan dengan analisis regresi untuk memprediksi waktu yang diperlukan oleh tanah sampai dengan kondisi yang mendekati hutan primer (Gambar 3.). 3
Keterangan (Remarks (Remarks) : TPn = Tempat pengumpulan kayu (Landing ( site) JSP = Jalan sarad primer (Main ( skidding trail) JSS = Jalan sarad sekunder (Branch (Branch skidding trail) HP = Hutan primer (Primary (Primary forest) forest
Gambar (Figure) 3.. Kecenderungan penurunan tahanan penetrasi tanah (kg/cm2) berdasarkan variasi umur setelah pemanenan ((The decline trend in penetration resistance (kg/cm2) based on variations of ex-logging logging age)
Hasil penelitian menunjukkan waktu yang lebih singkat untuk pemulihan kepadatan tanah pada jalan sarad sekunder dibandingkan jalan sarad primer dan tempat te pat pengumpulan kayu kayu. Hal ini karena pada tempat pengumpulan kayu kayu, aktivitas bulldozer masih sangat tingg tinggii dibandingkan pada jalan sarad sehingga tingkat kepadatan tanahnya akan tinggi. Demikian pula halnya dengan aktivitas aktivitas bulldozer pada jalan sarad primer lebih tinggi dibandingkan pada jalan sarad sekunder sehingga kepadatan tanah pada jalan primer akan lebih tinggi dibandingkan jalan sarad sekunder sekunder,, sehingga waktu pemulihannya akan lebih cepat pada jalan sarad sekunder. sekunder
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kerapatan massa tanah rata-rata rata di tempat pengumpulan kayu pada areal bekas tebangan delapan dan 26 tahun sebesar 1.44 g/cm2 dan 1.23 g/cm2 atau turun 14% % dan 18% 1 dari 107
Indonesian
Forest Rehabilitation Journal Vol. 2 No. 2, September 2014: 99-109
2.
3.
4.
5.
kerapatan massa tanah empat tahun setelah tebangan; di jalan sarad primer pada areal bekas tebangan 8 dan 26 tahun sebesar 1.28 g/cm2 dan 1.17 g/cm2 atau turun 8% dan 17% dari kerapatan massa tanah empat tahun setelah tebangan; di jalan sarad sekunder pada areal bekas tebangan delapan dan 26 tahun sebesar 1.31 g/cm2 dan 1.19 g/cm2 atau turun 9% dan 12% dari kerapatan massa tanah empat tahun setelah tebangan. Porositas rata-rata di tempat pengumpulan kayu pada areal bekas tebangan 8 dan 26 tahun sebesar 45.81% dan 53.75% atau naik 5% dan 23% dari porositas empat tahun setelah tebangan; di jalan sarad primer pada areal bekas tebangan 8 dan 26 tahun sebesar 51.79% dan 55.94% atau naik 10% dan 19% dari porositas empat tahun setelah tebangan; di jalan sarad sekunder pada areal bekas tebangan 8 dan 26 tahun sebesar 50.41% dan 55.13% atau naik 3% dan 12% dari porositas empat tahun setelah tebangan. Tahanan penetrasi tanah (kg/cm2) 4, 8 dan 26 tahun setelah tebangan di tempat pengumpulan kayu sebesar 14.13 kg/cm2, 9.80 kg/cm2 dan 3.43 kg/cm2; di jalan sarad primer sebesar 13.53 kg/cm2, 8.90 kg/cm2dan 2.99 kg/cm2; di jalan sarad sekunder sebesar 11.89 kg/cm2, 7.05 kg/cm2 dan 2.74 kg/cm2. Berdasarkan nilai kerapatan massa tanah dan porositas dibandingkan hutan primer, maka pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenan pada tempat pengumpulan kayu pada umur empat dan delapan tahun setelah pemanenan masih berpengaruh, sedangkan pada umur 26 tahun setelah pemanenan pengaruh mekanis dari kegiatan pemanenan semakin kecil. Pemulihan kepadatan tanah jika dibandingkan dengan kondisi hutan primer, pada tempat pengumpulan kayu akan dicapai pada umur 27 tahun, pada jalan sarad primer dicapai pada umur 26 tahun dan pada jalan sarad sekunder dicapai pada umur 24 tahun setelah pemanenan.
B. Saran 1. Perlunya perencanaan pembuatan jalan sarad yang efektif, sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari kegiatan pemanenan kayu terhadap kepadatan tanah. 2. Bekas jalan sarad yang tidak digunakan lagi perlu dilakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA Craig, R.F. (2004). Soil mechanics. Seventh edition. Spon press. London. Croke, J., P. Hairsine and P. Fogarty. (2001). Soil recovery from track construction and harvesting changes in surface infiltration, erosion and delivery rates with time. Forest Ecology and Management. 143: 3-12. Elias. (2012). Pembukaan wilayah hutan. Edisi II. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.Bogor. Guariguata, M.R.and R. Ostertag. (2001). Neotropical secondary forest succession: change in structural and fuctional characteristics. Forest Ecology and Management. 148: 185-206. Idris, MM. (1987). Pengaruh penyaradan kayu dengan traktor berban ulat terhadap kerusakan tegakan tinggal, pergeseran serta pemadatan tanah, studi kasus di areal HPH PT. Kayu Lapis Indonesia, Propinsi Kalimantan Barat [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Koga, K. (1991). Soil compaction in agricultural land development. Asian Institute of Technology. Bangkok. 108
Pemulihan Kepadatan Tanah Setelah Pemanenan pada Hutan… (A. Setiawan, dkk)
Kusuma, P. (1998). Pengaruh pemberian bahan organik dan lintasan terhadap pemadatan tanah [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Matangaran, J.R. (1992). Pengaruh intensitas penyaradan kayu oleh traktor berban ulat terhadap pemadatan tanah dan pertumbuhan kecambah sengon (Paraserianthes falcataria) dan meranti (Shorea sp.) [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Matangaran, J.R. (2002). Pemulihan kepadatan tanah pada jalan sarad. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. XV: 38-47. Matangaran, J.R. (2012). Soil compaction by velmet forwarder operation at soil surface with and without slash. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. XVIII (1): 52-59. Matangaran, J.R., K. Aruga, R. Sakurai, M. Iwaoka and H. Sakai. (2006a). The recovery of soil compaction in the selection logged over area at Tokyo University Forest in Hokaido. Jurnal of The Japan Forest Engineering Society. 21: 79-82. Matangaran, J.R., K. Aruga, R. Sakurai, H. Sakai and H. Kobayashi. (2006b). Effect of multiple passes of tractor on soil bulk density: a case study in the Boreal Natural Forest of Tokyo University Forest in Hokaido.Jurnal of The Japan Forest Engineering Society. 21: 227-231. Matangaran, J.R. dan U. Suwarna. (2012). Kepadatan tanah oleh dua jenis forwarder dalam pemanenan hutan. Bionatura.14 (2): 115-124. Rab, M.A. (2004). Recovery of soil physical properties from compaction and soil profile disturbance caused by logging of native forest in victorian central highlands, Australia. Forest Ecology and Management. 191: 329-340. Tyrie, G. (1999). Sepuluh tahun riset hutan hujan tropica dataran rendah di Labanan, Kalimantan Timur plot penelitian STREK. Berau forest manajemen project. Jakarta. Whitmore, T.C. (1990). Tropical rain forest dynamics and its implications for management. Di dalam: Gomez-Pompa A, Whitmore TC, Hadley M, editors. Rain forest regeneration and management. Man and the Biosphere Series. Volume 6. Paris (FR): Parthenon Publishing Group. p67-89.
109