SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS
SKRIPSI ELIS NURFITRI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ABSTRACT Farming System and Productivity of Beef Cattle From Different Farming Groups in Ciamis Nurfitri, E., R. Priyanto, and D. J. Setyono The research was conducted to study farming system and productivity of beef cattle from different farming groups (Pemula, Lanjut and Madya) in Ciamis. The study was held on July until December 2007. The research metodology included observation and interview based on questioner againts 75 farmers. The qualitative data was analysis using descriptive analysis, while the quantitative data was computed using tStudent test and Chi-Square test. The research showed the differences occurred between farming groups on production management and productivity of beef cattle. The farming group of madya level showed better production management and productivity of beef cattle, compared with the other farming groups (Pemula and Lanjut) level. Keywords : beef cattle farming system, productivity and farming groups
SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS
ELIS NURFITRI D14104030
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS
Oleh : ELIS NURFITRI D14104030
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 25 Februari 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Rudy Priyanto NIP. 131 622 682
Ir. Dwi Joko Setyono, MSi. NIP. 131 849 391
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Mei 1986 di Ciamis Jawa Barat. Penulis adalah anak bungsu dari lima bersaudara dari pasangan Bapak H. Djadja Sudjani dan Ibu Hj. Hasanah. Penulis menyelesaikan Taman Kanak-kanak di TK Miftahul Huda pada tahun 1992 dan Pendidikan Dasar di SDN Panyingkiran 1 Ciamis pada tahun 1998. Pendidikan Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 3 Ciamis dan Pendidikan Lanjutan Menengah Atas di SMAN 3 Ciamis diselesaikan pada tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan penulis aktif mengikuti stadium general dan menjadi anggota panitia berbagai acara kegiatan. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Peternakan, penulis menyelesaikan skripsinya dengan judul Sistem Pemeliharaan dan Produktivitas Sapi Potong pada Berbagai Kelas Kelompok Peternak di Kabupaten Ciamis.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, segala kekuatan, serta segala kemudahan dan jalan keluar dari setiap masalah yang penulis hadapi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penyusunan skripsi yang berjudul Sistem Pemeliharaan Sapi Potong pada berbagai Kelas Kelompok Peternak di Kabupaten Ciamis ini merupakan salah satu syarat agar penulis memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan manajemen produksi dan produktivitas sapi potong dari beberapa kelas kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya) di Kabupaten Ciamis. Skripsi ini diharapakan dapat memberikan informasi usaha pemerintah untuk mengetahui sejauh mana perkembangan peternakan di Kabupaten Ciamis. Selain itu dapat membantu program agendanya terhadap keadaan peternakan di Kabupaten Ciamis, juga sebagai rujukan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna, masih banyak kekurangan pada skripsi ini baik dalam hal penyajian ataupun isi, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk perbaikan lebih lanjut. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat baik bagi penulis ataupun semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis berharap karya kecil ini menjadi salah satu karya terbaik yang bisa penulis persembahkan terutama untuk keluarga tercinta. Amin.
Bogor, Februari 2008
Penulis
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Hijauan Kering dari Jerami Padi.......................................................... 2.
25
Diagram Skor Kondisi Sapi PO pada Kelas Pemula, Lanjut dan Madya ................................................................................
31
Diagram Skor Kondisi Sapi LimPO pada Kelas Pemula, Lanjut dan Madya ................................................................................
32
Diagram Skor Kondisi Sapi SimPO pada Kelas Pemula, Lanjut dan Madya ................................................................................
32
Diagram Skor Kondisi Sapi BraPO pada Kelas Pemula, Lanjut dan Madya ................................................................................
32
6.
Kandang Individu ................................................................................
49
7.
Kandang Kelompok .............................................................................
49
8.
Sapi Peranakan Ongole (PO) ...............................................................
50
9.
Sapi LimPO (Limousin x PO) .............................................................
50
10. Sapi SimPO (Simmental x PO)............................................................
51
11. Sapi BraPO (Brahman x PO) ...............................................................
51
3. 4. 5.
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Penentuan Peternak Responden ..........................................................
14
2. Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Ciamis ...........................
15
3. Jumlah Ternak Sapi Potong yang Dimiliki Peternak Responden .......
16
4. Karakteristik Peternak Responden di Lokasi Penelitian......................
18
5. Hasil Uji Khi-kuadrat Perkandangan pada Kelas Kelompok Peternak..............................................................................
22
6.
Hasil Uji Khi-kuadrat Jenis Pakan yang Digunakan pada Kelas Kelompok Peternak..............................................................................
25
Ukuran Tubuh Sapi Potong Betina dari Tiga Kelas Kelompok Pada Umur (0-18 Bulan)......................................................................
28
Ukuran Tubuh Sapi Potong Betina dari Tiga Kelas Kelompok Pada Umur (19-60 Bulan)....................................................................
28
9.
Penampilan Reproduksi Sapi Betina di Lokasi Penelitian...................
30
10.
Hasil Uji Khi-kuadrat Skor Kondisi Sapi Potong pada Kelas Kelompok Peternak..............................................................................
33
Hasil Uji Khi-kuadrat Skor Kondisi Sapi PO, LimPO, SimPO dan BraPO pada Kelas Kelompok Peternak ........................................
33
7. 8.
11.
RINGKASAN ELIS NURFITRI. D14104030. 2008. Sistem Pemeliharaan dan Produktivitas Sapi Potong pada Berbagai Kelas Kelompok Peternak di Kabupaten Ciamis. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rudy Priyanto Pembimbing Anggota : Ir. Dwi Joko Setyono, MSi. Upaya untuk meningkatkan produktivitas sapi potong dilakukan melalui pendekatan peningkatan kemampuan kelompok peternak. Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis melakukan pembinaan peternak dengan membentuk kelompokkelompok peternak dan mengklasifikasikannya ke dalam kelas-kelas kelompok. Semakin tinggi kelas kelompok diharapkan kerjasama anggota dan manajemen produksi semakin baik, sehingga dapat berdampak pada peningkatan produktivitas ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan manajemen produksi dan produktivitas sapi potong dari beberapa kelas kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya) di Kabupaten Ciamis. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Ciamis selama enam bulan dari bulan Juli sampai dengan Desember 2007. Peternak yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 75 peternak responden antara lain 35 peternak dari kelas Pemula, 25 peternak kelas Lanjut dan 15 peternak kelas Madya. Pengambilan data dari tiga kelas kelompok peternak diambil secara acak terdiri dari 7 kelompok dari kelas Pemula, 5 kelompok dari kelas Lanjut dan 3 kelompok dari kelas Madya. Masing-masing kelompok diambil 5 peternak secara acak. Jumlah keseluruhan 15 kelompok dan 75 peternak yang telah dipilih. Prosedur yang digunakan adalah pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran tubuh sapi meliputi lingkar dada, tinggi gumba, panjang badan dan skor kondisi, serta data hasil wawancara langsung dengan peternak responden, yang meliputi sistem pemeliharaan dan penampilan reproduksi sapi potong. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Data yang diperoleh dari hasil wawancara ditabulasi dan disajikan dalam bentuk deskriptif kemudian dianalisis dengan Uji Khi-kuadrat untuk pengujian kebebasan dalam tabel
kontingensi. Data ukuran tubuh dan kinerja reproduksi sapi potong dari tiga kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya diuji dengan menggunakan Uji t-student. Peternak di Kabupaten Ciamis memelihara sapi potong secara intensif, diantaranya semua ternak dikandangkan, pengembangbiakan ternak menggunakan Inseminasi Buatan (IB) dan ketersediaan pakan cukup baik. Keberadaan kelas kelompok peternak nyata berpengaruh pada manajemen pemeliharaan dan produktivitas sapi potong. Sistem pemeliharaan kelas Madya lebih maju dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tahapan kelas kelompok maka semakin baik manajemen dan produktivitas sapi potongnya. Kata-kata kunci : kelas kelompok, manajemen pemeliharaan, produktivitas, sapi potong
ii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN..................................................................................................
i
ABSTRACT.....................................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................
v
KATA PENGANTAR .....................................................................................
vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xi
PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................... Tujuan .................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................
3
Bangsa-Bangsa Sapi Potong ................................................................ Sistem Pemeliharaan Sapi Potong ....................................................... Produktivitas Sapi Potong.................................................................... Produksi Sapi Potong............................................................... Reproduksi Sapi Potong ........................................................... Kelompok Peternak Sapi Potong ........................................................
3 6 7 7 8 9
METODE.........................................................................................................
12
Lokasi dan Waktu ................................................................................ Materi................................................................................................... Rancangan............................................................................................ Analisis Data............................................................................ Prosedur ............................................................................................... Pengumpulan Data ................................................................... Penentuan Responden .............................................................. Performans yang Diamati.........................................................
12 12 12 12 13 13 14 14
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
15
Karakteristik Lokasi Penelitian............................................................ Profil Wilayah Kabupaten Ciamis............................................ Populasi Ternak di Kabupaten Ciamis ..................................... Karakteristik Peternak Responden....................................................... Manajemen Produksi Sapi Potong....................................................... Sistem Produksi Sapi Potong ................................................... Sistem Pemeliharaan ................................................................ Sistem Pengembangbiakan Sapi Potong .................................. Perkandangan ...........................................................................
15 15 15 17 19 19 20 21 21
Jenis Pakan dan Sistem Pemberiannya..................................... Penanganan Kesehatan ............................................................ Sistem Pemasaran Sapi Potong................................................ Produktivitas Sapi Potong.................................................................... Ukuran Tubuh ...................................................................................... Lingkar Dada ........................................................................... Tinggi Gumba .......................................................................... Panjang Badan ......................................................................... Reproduksi ........................................................................................... Skor Kondisi Tubuh Sapi potong.........................................................
24 26 27 27 27 28 29 30 30 31
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
35
Kesimpulan .......................................................................................... Saran ....................................................................................................
35 35
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................
36
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
37
LAMPIRAN
39
.................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Daftar Kuesioner Penelitian.................................................................
40
2. Batasan Titik dalam Pengukuran Parameter Tubuh Sapi ....................
45
3. Skor Kondisi Sapi ................................................................................
46
4. Penentuan Umur Berdasarkan Gigi .....................................................
47
5. Pengamatan Performans Sapi ..............................................................
48
6. Foto Penelitian .....................................................................................
49
7. Uji t-Student Lingkar Dada Sapi PO Betina Umur 0-18 Bulan...........
52
8. Uji t-Student Lingkar Dada Sapi PO Betina Umur 19-60 Bulan.........
52
9. Uji t-Student Tinggi Gumba Sapi PO Betina Umur 0-18 Bulan .........
52
10.
Uji t-Student Tinggi Gumba Sapi PO Betina Umur 19-60 Bulan .......
52
11.
Uji t-Student Panjang Badan Sapi PO Betina Umur 0-18 Bulan.........
53
12.
Uji t-Student Panjang Badan Sapi PO Betina Umur 19-60 Bulan.......
53
13.
Uji t-Student Lingkar Dada Sapi LimPO Betina Umur 0-18 Bulan ....
53
14.
Uji t-Student Lingkar Dada Sapi LimPO Betina Umur 19-60 Bulan ..
53
15.
Uji t-Student Tinggi Gumba Sapi LimPO Betina Umur 0-18 Bulan...
54
16.
Uji t-Student Tinggi Gumba Sapi LimPO Betina Umur 19-60 Bulan.
54
17.
Uji t-Student Panjang Badan Sapi LimPO Betina Umur 0-18 Bulan ..
54
18.
Uji t-Student Panjang Badan Sapi LimPO Betina Umur 19-60 Bulan
54
19.
Uji t-Student Lingkar Dada Sapi SimPO Betina Umur 0-18 Bulan ....
55
20.
Uji t-Student Lingkar Dada Sapi SimPO Betina Umur 19-60 Bulan ..
55
21.
Uji t-Student Tinggi Gumba Sapi SimPO Betina Umur 0-18 Bulan...
55
22.
Uji t-Student Tinggi Gumba Sapi SimPO Betina Umur 19-60 Bulan.
55
23.
Uji t-Student Panjang Badan Sapi SimPO Betina Umur 0-18 Bulan ..
56
24.
Uji t-Student Panjang Badan Sapi SimPO Betina Umur 19-60 Bulan
56
25.
Uji t-Student Lingkar Dada Sapi BraPO Betina Umur 0-18 Bulan.....
56
26.
Uji t-Student Lingkar Dada Sapi BraPO Betina Umur 19-60 Bulan...
56
27.
Uji t-Student Tinggi Gumba Sapi BraPO Betina Umur 0-18 Bulan....
57
28.
Uji t-Student Tinggi Gumba Sapi BraPO Betina Umur 19-60 Bulan..
57
29.
Uji t-Student Panjang Badan Sapi BraPO Betina Umur 0-18 Bulan ...
57
30.
Uji t-Student Panjang Badan Sapi BraPO Betina Umur 19-60 Bulan .
57
31.
Uji t-Student Birahi Pertama Sapi Betina ............................................
58
32.
Uji t-Student Kawin Pertama Sapi Betina ...........................................
58
33.
Uji t-Student Beranak Pertama Sapi Betina.........................................
58
34.
Uji t-Student Birahi Pertama Sapi Betina ............................................
58
35.
Uji Khi-kuadrat Bentuk Kandang ........................................................
59
36.
Uji Khi-kuadrat Alas Kandang ............................................................
59
37.
Uji Khi-kuadrat Dinding Kandang ......................................................
59
38.
Uji Khi-kuadrat Atap Kandang............................................................
60
39.
Uji Khi-kuadrat Jenis Pakan ................................................................
60
40.
Uji Khi-kuadrat Skor kondisi Sapi PO ................................................
60
41.
Uji Khi-kuadrat Skor kondisi Sapi LimPO..........................................
61
42.
Uji Khi-kuadrat Skor kondisi Sapi SimPO ..........................................
61
43.
Uji Khi-kuadrat Skor kondisi Sapi BraPO...........................................
61
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan peternakan sapi potong diupayakan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak, disamping meningkatkan pendapatan peternak. Keberadaan peternakan ruminansia memberikan kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan terutama dalam bentuk produk hewani sumber protein, daging dan susu. Peternakan sapi potong merupakan salah satu usaha yang potensial untuk dikembangkan. Pengembangan usaha tersebut tergantung tiga faktor yaitu feeding, breeding dan manajemen. Sehubungan dengan hal tersebut potensi genetik ternak, sistem pemeliharaan dan ketersediaan pakan berkualitas perlu mendapat perhatian. Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kawasan di Priangan Timur yang cukup potensial dalam pengembangan peternakan, karena di Kabupaten ini tersedia sumberdaya yang sangat potensial antara lain luasnya areal pertanian yang terdiri dari sawah dan tegalan, ketersediaan pakan ternak seperti limbah pertanian dan rumput unggul. Peternakan sapi potong belum begitu berkembang di Kabupaten Ciamis karena banyak faktor kendala antara lain keterbatasan modal, ternak yang dipelihara masih usaha sampingan, kurangnya pengetahuan dan keterampilan peternak. Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis untuk mengatasi kendala yang terjadi yaitu melakukan penyuluhan atau bantuan lainnya semakin ditingkatkan. Salah satu diantaranya yaitu pembentukan kelas kelompok peternak sapi potong di berbagai daerah Kabupaten Ciamis. Penumbuhan kelompok ini didasarkan pada kesamaan komoditi ternak yang diusahakan, domisili peternak dan kemampuan peluang ekonomis hasil ternak, serta antisipasi sistem usaha ternak masa depan yang semakin berorientasi pada usaha ternak agribisnis. Secara umum peran dan fungsi kelompok adalah sebagai wahana belajar, unit produksi usaha ternak, wahana kerjasama, pembinaan dan sarana untuk menyampaikan informasi teknologi. Keberadaan adanya kelompok, para peternak dapat meningkatkan modal usaha bersama, menjalin hubungan melembaga dengan koperasi dan melaksanakan kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga keuangan dan pemasaran. Tetapi kualitas kelompok peternak yang tumbuh dan berkembang di masyarakat pedesaan masih tergolong rendah. Menurut Departemen Pertanian
(1999), beberapa indikasi rendahnya kualitas sebagai kelompok peternak antara lain : (1) rasa memiliki anggota terhadap kelompok relatif rendah dan kurang merasakan manfaat berkelompok, (2) perangkat kepengurusan dan rencana kerja kelompok belum lengkap, (3) kurang tanggapnya anggota kelompok terhadap informasi dan lemah dalam penerapan inovasi teknologi, (4) interaksi antar anggota kelompok kurang intensif dan (5) kegiatan kelompok cenderung belum berkesinambungan. Partisipasi anggota kelompok akan membuat kelompok menjadi hidup dan dinamis, sehingga kelompok dapat mencapai tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan anggota kelompok. Pencapaian tujuan tersebut sangat tergantung kepada tingkat partisipasi anggota kelompok untuk memanfaatkan kemampuan dan kesempatan yang tersedia. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan manajemen produksi dan produktivitas sapi potong dari beberapa kelas kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya) di Kabupaten Ciamis.
2
TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-bangsa Sapi Potong Sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dewasa ini di dunia terdapat banyak bangsa sapi potong yang jumlahnya cukup besar. Sehubungan dengan itu peternak sapi potong yang maju pasti selalu mengikuti perkembangan dunia peternakan, khususnya perkembangan bangsa sapi potong. Sapi termasuk filum Chordota (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodaktila (berkuku genap), dan famili Bovidae (bertanduk rongga) (Blakely dan Bade, 1991). Bangsa sapi tropis adalah Zebu (Bos indicus), bangsa sapi sub-tropis adalah (Bos taurus) dan bangsa sapi asli Indonesia merupakan keturunan banteng (Bos sondaicus). Sapi keturunan Bos indicus adalah sapi Brahman, Ongole dan Peranakan Ongole (PO). Sapi keturunan Bos taurus antara lain Aberdeen Angus, Hereford, Shorthorn, Charolais, Simmental dan Limousin. Keturunan Bos sondaicus atau sapi asli Indonesia yaitu sapi Bali, sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatera dan sapi lokal lainnya. Sapi Ongole berasal dari India (Madras) yang beriklim tropis dan bercurah hujan rendah. Sapi Ongole di Eropa disebut Zebu sedangkan di Jawa sangat populer dengan sebutan sapi benggala (Sugeng, 2006). Sapi Ongole dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Peranakan Ongole (PO) dan Sumba Ongole (SO) (Sarwono dan Arianto, 2001). Sapi PO berasal dari persilangan sapi Ongole dengan sapi lokal yang telah mengalami grading up. Persilangan Sapi Ongole dengan sapi lokal di Sumba disebut Sumba Ongole (SO). Sugeng (2006) menyatakan bahwa ciri-ciri sapi Ongole yaitu ukuran tubuh besar dan panjang, punuknya besar, leher pendek, kaki panjang, berwarna putih tetapi pada jantan leher dan punuk sampai kepala berwarna putih keabu-abuan, sedangkan lututnya hitam. Sapi Peranakan Ongole (PO) mirip dengan sapi Ongole bobot maksimal sapi jantan dewasa 600 kg dan sapi betina 400 kg serta memiliki ciri-ciri fisik berbadan besar, berpunuk besar, bergelambir longgar, telinga panjang dan menggantung, mata besar dan tenang, kulit disekitar lubang mata sebesar ± 1 cm berwarna hitam (Sarwono dan Arianto, 2001). Sapi Peranakan Ongole (PO) identik
dengan sapi Brahman, yaitu mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan beriklim panas dan mampu merumput pada padang rumput yang kurang baik (Hattab, 1978). Sapi Simmental berasal dari Switzerland, tipe sapi ini adalah tipe potong, perah dan kerja. Sapi Simmental memiliki ukuran tubuh besar, pertumbuhan otot bagus, penimbunan lemak dibawah kulit rendah. Pane (1993) menyatakan bahwa bobot badan sapi jantan dewasa 1.150 kg dan betina 800 kg, sedangkan ciri-ciri fisik dari sapi Simmental adalah warna bulu pada umumnya krem kecokelatan hingga sedikit merah dan warna bulu pada muka putih, demikian pula dari lutut ke bawah dan pada ujung ekor warna bulunya putih. Sapi Simmental termasuk kelompok Bos taurus, di daerah Ciamis pejantan Simmental lebih banyak disukai dan digunakan dalam persilangan (IB) dengan sapi Pernakan Ongole (PO) daripada pejantan dari Bos indicus. Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole menghasilkan SimPO (Simmental x PO), sapi SimPO tumbuh dan berkembang baik di daerah Ciamis dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan cukup tinggi. Apriliyani (2007) menyatakan bahwa ciri-ciri sapi SimPO (Simmental x PO) adalah bulu berwarna cokelat keemasan, bulu sekitar mulut dan dahi berwarna putih, mata dan kepala pada sapi jantan besar serta bulat, telinga dan tanduk kecil, sedikit bergelambir, berpunuk serta perototan bagus dan bentuk badan kompak. Hasil silangan sapi Simmental x PO tumbuh lebih baik di lokasi Kecamatan Baso, IV Angkat Canduang dan Tilatang Kamang serta menunjukkan pertambahan bobot badan dan bobot badan terbaik sampai umur pedet 120 hari dibandingkan pedet hasil silangan Peranakan Ongole dengan Limousin, Peranakan Ongole dengan Charolais maupun Peranakan Ongole (Bestari et al., 1998). Sapi Limousin berasal dari sebuah propinsi di Perancis yang banyak berbukit batu. Bangsa sapi ini dicirikan dengan tubuhnya yang besar dan panjang serta dadanya yang besar dan berdaging tebal, bulunya berwarna merah mulus, kaki tegap dan mulai bagian lutut ke bawah berwarna terang, tanduk pada sapi jantan tumbuh ke luar dan agak melengkung, bobot badan sapi jantan dewasa mencapai 850 kg, sedangkan pada sapi betina dewasa 650 kg (Sarwono dan Arianto, 2001). Sapi Peranakan Limousin sudah banyak terdapat di Indonesia dan mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi. Hasil penelitian Bahruddin (2004)
4
menunjukkan bahwa sapi persilangan Limousin x PO di Kabupaten Malang mampu beradaptasi dengan baik yaitu hanya dengan pemberian pakan hijauan saja memiliki skor kondisi tubuh sedang (90%) dan gemuk (10%). Di daerah Ciamis selain pejantan Simmental banyak juga menggunakan pejantan dari Limousin sedangkan dari Zebu adalah sapi Brahman, untuk digunakan persilangan dengan sapi Peranakan Ongole. Ciri-ciri sapi LimPO (Limousin x PO) adalah warna bulu pada sapi jantan dominan cokelat muda dan cokelat tua pada bagian leher, bulu sapi betina berwarna cokelat keemasan, bulu sekitar mata dan moncong berwarna putih, sedikit bergelambir, berpunuk, bertanduk kecil, telinga berukuran sedang, perototan bagus dan badan kompak (Apriliyani, 2007). Sapi Brahman dikembangkan di Amerika Serikat, daerah Gulf, antara tahun 1854 dan 1926. Sapi ini termasuk Zebu keturunan Kankrey, Ongole, Gir, Krishna, Hariana dan Bhagari. Bangsa sapi yang semula berkembang di Amerika Serikat ini sekarang telah tersebar luas baik di daerah tropis maupun sub-tropis, yakni di Australia dan juga di Indonesia. Sapi ini termasuk tipe sapi potong yang baik di daerah tropis. Sapi Brahman merupakan sapi potong yang tumbuh baik di padang penggembalaan yang buruk dan kering, tahan panas, endoparasit, caplak dan responsif pada pemeliharaan di kandang (Williamson dan Payne, 1993). Sarwono dan Arianto (2001) menyatakan bahwa sapi ini memiliki bobot jantan dewasa maksimal 800 kg, sedangkan sapi betina 550 kg dan memiliki ciri fisik kaki yang panjang, punuk besar, telinga panjang menggantung berujung runcing dan berkulit longgar. Pane (1986) menyatakan bahwa sapi Brahman banyak disilangkan dengan Bos Taurus. Hasil persilangannya antara lain bangsa sapi Santa Gertudis, Brangus, Beef Master, Charbray, Australian Milking Zebu, Droughmaster dan Braford. Sapi Brahman telah dipakai secara meluas untuk persilangan dengan tujuan menghasilkan Brahman Cross (Williamson dan Payne, 1993). Sapi Brahman di daerah Ciamis disilangkan dengan sapi Peranakan Ongole (PO), menghasilkan sapi BraPO (Brahman x PO). Sapi BraPO tumbuh baik di daerah Ciamis, walaupun daerah Ciamis kurang ketersediaan pakan berkualitas tetapi sapi BraPO tumbuh cepat dengan pakan sederhana. Ciri-ciri sapi BraPO antara lain kaki panjang, berwarna keabu-abuan, bagian muka dan bawah kaki berwarna putih,
5
telinga panjang dan menggantung berujung runcing, perototan bagus serta badan kompak. Sistem Pemeliharaan Sapi Potong Menjaga kelangsungan hidup sapi potong yang sehat dengan pertumbuhan yang baik, maka pemeliharaan dan perawatan harus dilakukan sebaik-baiknya. Keberhasilan tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal pemeliharaan berikutnya. Jadi usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan dengan fase hidup sapi yang bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda dan sapi dewasa (finishing). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa sistem pemeliharaan ternak sapi dibagi menjadi tiga yaitu intensif, ekstensif dan mixed farming system. Pemeliharaan secara intensif dibagi menjadi dua yaitu (a) sapi dikandangkan terus-menerus dan (b) sapi dikandangkan pada saat malam hari, kemudian siang hari digembalakan atau disebut semi intensif. Pola pemeliharaan secara intensif dan semi intensif tersebut banyak terdapat di Pulau Jawa, Madura dan Bali. Pemeliharaan secara ekstensif adalah pemeliharaan ternak sapi di padang penggembalaan, pola pertanian menetap atau di hutan. Pola pemeliharaan secara ekstensif tersebut banyak terdapat di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan dan Sulawesi (Sugeng, 2006). Pemeliharaan ternak secara intensif adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus-menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry. Sistem ini dilakukan karena lahan untuk pemeliharaan secara ekstensif sudah mulai berkurang. Keuntungan sistem ini adalah penggunaan bahan pakan hasil ikutan dari beberapa industri lebih intensif dibanding dengan sistem ekstensif, sedangkan kelemahannya modal yang digunakan lebih tinggi, masalah penyakit dan limbah peternakannya. Sistem ekstensif biasanya aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan ternak sapi dilakukan oleh satu orang yang sama di padang penggembalaan yang sama (Parakkasi, 1999). Daerah yang luas padang rumputnya, tandus dan iklimnya tidak memungkinkan untuk pertanian, maka dapat dilakukan usaha peternakan secara ekstensif. Sepanjang hari sapi digembalakan dan malam hari dikumpulkan di tempat tertentu yang diberi pagar, biasanya disebut kandang terbuka
6
(Sosroamidjojo, 1991). Sedangkan pada beberapa daerah melepaskan ternaknya di lapangan tanpa memperhatikan kecukupan pakannya dan keadaan padang rumput (Tafal, 1981). Sistem pemeliharaan mixed farming system atau Sistem Pertanian Campuran adalah petani biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud digemukkan dengan pakan yang ada di dalam atau di sekitar usaha pertanian (Parakkasi, 1999). Produktivitas Sapi Potong Ternak sapi potong sebagai salah satu sumber makanan berupa daging, produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh produksi daging yang masih rendah. Faktor yang menyebabkan produksi daging masih rendah adalah rendahnya populasi ternak sapi dan juga tingkat produksi sapi yang masih rendah. Rendahnya populasi sapi potong disebabkan karena sebagian besar sapi yang dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan dan modal yang terbatas. Di samping itu, sapi potong yang dipelihara masih merupakan bagian kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala kecil ini terdapat banyak kelemahan, diantaranya adalah sebagai produsen perorangan pasti tidak dapat memanfaatkan sumber daya produktivitas yang tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern. Sebab pada usaha skala kecil ini baik dalam pengadaan pakan, bibit, transportasi, pemeliharaan dan lain sebagainya akan menjadi jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan usaha skala besar. Produksi Sapi Potong Parakkasi (1999) menyatakan bahwa usaha peternakan ruminansia besar penghasil daging dapat dikelompokkan ke dalam beberapa program produksi sapi masing-masing memiliki kekhususan dalam pengelolaannya. Program tersebut antara lain produksi anak (cow calf), pembesaran anak sapi sapihan (stocker) dan penggemukan (finisher). Hardjosubroto (1994), produksi ternak sapi potong sangat berhubungan dengan performansnya, seperti bobot badan, ukuran tubuh, komposisi tubuh, dan kondisi ternak. Apabila penimbangan bobot badan ternak sapi tidak mungkin dilakukan maka ukuran tubuh dapat digunakan sebagai alat penduga bobot hidup dan
7
dapat menggambarkan penampilan produksi ternak sapi. Beberapa ukuran tubuh seperti lingkar dada, panjang badan, dan tinggi gumba dapat dijadikan indikator bagi bobot hidup ternak sapi potong. Produksi ternak yang menguntungkan membutuhkan ternak-ternak yang sehat karena penyakit merupakan faktor pembatas keuntungan di kebanyakan daerah tropis (Williamson dan Payne, 1993). Kondisi ternak sapi dapat diamati dengan cara observasi, pengamatan dan perabaan bagian tulang belakang. Skor kondisi tubuh ternak sapi menurut Santosa (2002) dibagi menjadi lima kelas antara lain : 1) Sangat kurus, apabila tulang punggung sapi tampak menonjol transversus processus teraba sangat runcing serta terasa pula tidak terdapat perlemakan di bawah kulit. 2) Kurus, apabila transversus processus teraba oleh ibu jari, tetapi terasa adanya sedikit perlemakan. 3) Sedang, apabila transversus processus hanya dapat teraba dengan cara ibu jari ditekankan. 4) Gemuk, apabila transversus processus tidak teraba walaupun ibu jari ditekan karena perlemakan agak tebal. 5) Sangat gemuk, apabila transversus processus tidak dapat teraba dan terasa sekali adanya perlemakan yang sangat tebal. Reproduksi Sapi Potong Reproduksi merupakan dasar utama di dalam peternakan dan menentukan tingkat prestasi produksi. Semakin tinggi tingkat produksi yang dicapai, maka produksi yang dicapai akan meningkat pula (Natasasmita dan Kooswardhono, 1979). Reproduksi adalah suatu fungsi tubuh secara fisiologis tidak vital bagi kehidupan individual, tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan. Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung sesudah hewan mencapai masa pubertas dan diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang dihasilkan (Toelihere, 1993). Toelihere (1993) menyatakan bahwa daya reproduksi ternak sangat dipengaruhi oleh jarak beranak, dengan jarak beranak ideal adalah 365 hari. Umumnya hal ini sulit dicapai oleh suatu kelompok ternak, namun dapat dijumpai pada individu sapi yang dipelihara dengan tatalaksana yang baik. Reproduktivitas
8
ternak yang tinggi merupakan kunci keberhasilan produksi ternak, terutama mengenai jumlah anak yang dapat dilahirkan selama hidup induk. Empat hal yang menjadi kendala reproduksi sapi potong, yaitu lama bunting yang panjang, panjangnya interval dari lahir hingga estrus pertama, tingkat konsepsi yang rendah dan kematian anak sampai umur sapih yang tinggi. Kelompok Peternak Sapi Potong Kelompok peternak adalah kumpulan orang yang berusaha ternak, yang terkait secara non formal atas dasar kekeluargaan, kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (ekonomi, sosial, budaya dan sumberdaya), keakraban, keserasian, yang dipimpin oleh seorang ketua dan memiliki anggota sekurang-kurangnya 20 orang (Dinas Peternakan Jawa Barat, 1993). Marliati (1996), Kelompok merupakan dua atau lebih individu yang mempunyai beberapa kesamaan objek perhatian, berinteraksi dengan mantap, bersama menyusun suatu struktur dan bersama berpartisipasi dalam kegiatankegiatan kelompok. Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa kelompok peternak sapi potong adalah kumpulan kelompok peternak sapi potong, yang terikat secara non formal atas dasar kekeluargaan, kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan, keakraban, keserasian, yang dipimpin oleh seorang ketua dan memiliki anggota sekurangkurangnya 20 orang. Dinas Peternakan Jawa Barat (1993), Pembagian kelas kelompok berdasarkan evaluasi dan penilaian kelayakan kelompok sebagai berikut : 1) Kelas Pemula a)
kontak tani masih kurang aktif
b)
taraf pembentukan kelompok inti
c)
pemimpin formal aktif
d)
kegiatan kelompok bersifat informatif
e)
nilai dari balai informasi penyuluhan pertanian (BIPP) berkisar antara 0250 poin
2) Kelas Lanjut a)
kelompok inti menyelenggarakan defarm dan gerakan-gerakan terbatas
b)
kegiatan kelompok dalam perencanaan (meskipun terbatas)
c)
pemimpin formal aktif
9
d)
kontak tani mampu memimpin gerakan kerjasama usaha tani
e)
nilai dari balai informasi penyuluhan pertanian (BIPP) berkisar antara 251500 poin
3) Kelas Madya a)
kelompok tani ternak menyelenggarakan kerjasama usaha tani sehamparan (insus)
b)
pemimpin formal kurang menonjol
c)
kontak tani dan kelompok inti bertindak sebagai pemimpin kerjasama usaha tani sehamparan
d)
berlatih mengembangkan program sendiri
e)
nilai dari balai informasi penyuluhan pertanian (BIPP) berkisar antara 501750 poin
4) Kelas Utama a)
hubungan melembaga dengan koperasi
b)
perencanaan program tahunan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan
c)
program usaha terpadu
d)
program diusahakan sejalan dengan usaha koperasi
e)
pemupukan modal dan kepemilikan atau penggunaan modal secara optimal
f)
nilai dari balai informasi penyuluhan pertanian (BIPP) berkisar antara 7511000 poin Suatu kelompok terbentuk karena individu sebagai anggota mempunyai
harapan mencapai kebutuhan, individu memiliki kemampuan dan potensi yang berbeda-beda serta terbatas, sehingga diperlukan kerjasama dan interaksi antara individu dalam kelompok. Kelompok memiliki sumberdaya, pengetahuan dan informasi yang lebih besar, karena terdapat beragam latar belakang dan pengalaman yang dibawa masing-masing individu ke dalam kelompok. Tujuan kelompok adalah sebagai wahana belajar dan kerjasama serta sarana menyampaikan informasi. Alasan orang untuk mengikuti kelompok adalah hubungan sosial, penyaluran, kelompok belajar. Kemudian tujuan yang berhubungan dengan tugas yang digunakan untuk menyelesaikan dua tugas umum yaitu pembuatan keputusan, mendiskusikan alternatif dan pemecahan masalah dalam bermacam-
10
macam konteks. Anggota akan mengetahui arah kelompok apabila tujuan kelompok sebagai unsur dinamika kelompok menjadi kuat karena kegiatan kelompok yang beragam (Tubbs dan Moss, 2000). Soedijanto (1981) menyatakan bahwa proses pembentukan kelompok sesuai dengan beberapa teori antara lain (1) kesamaan tujuan, misalnya : kelompok kerja, kelompok pemecahan masalah, kelompok peternak dan lainnya (2) terbentuk dengan sendirinya, misalnya : teman sepermainan (3) ciri khas yang dibentuk berdasarkan ciri tertentu, misalnya kelompok kulit hitam. Bagaimanapun juga anggota kelompok memiliki kepentingan yang sama dan keuntungan ekonomis yang lebih besar yang dapat menyebabkan keuntungan kelompok (Suhaeti, 1997).
11
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Ciamis Jawa Barat antara lain di Kecamatan Cimerak, Kecamatan Cijulang, Kecamatan Parigi, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Pangandaran,
Kecamatan
Banjarsari,
Kecamatan
Cijeungjing,
Kecamatan
Tambaksari, Kecamatan Rancah dan Kecamatan Ciamis. Penelitian dilakukan selama enam bulan mulai bulan Juli sampai dengan Desember 2007. Materi Penelitian ini melibatkan 75 peternak sapi potong, antara lain 35 peternak dari kelas Pemula, 25 peternak kelas Lanjut dan 15 peternak kelas Madya. Ternak sapi potong yang digunakan adalah sapi Peranakan Ongole (PO), LimPO (Limousin x PO), SimPO (Simmental x PO) dan BraPO (Brahman x PO) di peternakan rakyat Kabupaten Ciamis. Peralatan yang digunakan yaitu pita ukur untuk menentukan ukuran lingkar dada, tongkat ukur untuk menentukan ukuran panjang badan dan tinggi gumba, alat tulis dan kuesioner digunakan untuk pengumpulan data. Rancangan Metode pengumpulan data adalah dengan cara survei ke lokasi dan wawancara langsung dengan peternak menggunakan kuesioner yang telah disiapkan (Lampiran 1). Data primer diperoleh dengan cara pengukuran tubuh sapi meliputi lingkar dada, tinggi gumba, panjang badan (Lampiran 2) dan skor kondisi tubuh sapi berdasarkan nilai skor (Lampiran 3). Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Analisis Data 1. Uji t-Student untuk membedakan ukuran-ukuran tubuh dan kinerja reproduksi sapi potong dari tiga kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya (Gaspersz, 1995). Rumus Uji t-Student menurut (Gaspersz, 1995), sebagai berikut :
t=
( X − u) s/ n
Keterangan :
X = nilai tengah contoh µ = nilai tengah populasi
s = simpangan baku 2. Uji Khi-kuadrat untuk pengujian kebebasan dalam tabel kontingensi (Gaspersz, 1995). Rumus Uji Khi-kuadrat menurut (Gaspersz, 1995), sebagai berikut :
(Oi − E i ) 2 x =∑ Ei i =1 p
2
Keterangan : Oi = frekuensi pengamatan (observasi) ke-i Ei = frekuensi yang diharapkan mengikuti hipotesis yang dirumuskan (frekuensi harapan ke-i) P = notasi untuk banyaknya sifat yang diamati, banyaknya perlakuan yang dicobakan, dan sebagainya Prosedur Pengumpulan Data 1.
Informasi mengenai daerah penelitian, meliputi informasi yang berkaitan dengan letak geografi dan astronomi, iklim, luas wilayah, penggunaan lahan, populasi ternak, dan populasi penduduk. Jenis data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis.
2.
Informasi mengenai peternak responden meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak dan mata pencahariannya.
3.
Manajemen beternak yang meliputi sistem perbibitan, integrasi dengan pertanian, produktivitas terdiri dari produksi dan reproduksi, pakan dan cara pemberian pakan, sistem perkandangan, kesehatan dan sistem pemasaran ternak yaitu penjualan dan perdagangan.
4.
Kondisi ternak meliputi lingkar dada, panjang badan, tinggi gumba dan skor kondisi.
13
Penentuan Responden Responden adalah peternak yang memelihara sapi potong pada lokasi penelitian. Penentuan responden dipilih secara acak berdasarkan kelas kemampuan kelompok peternak. Jumlah keseluruhan kelompok peternak sapi potong di Kabupaten Ciamis adalah 98 kelompok, dibagi menjadi tiga kelas kelompok berdasarkan ketentuannya yaitu kelas Pemula, Lanjut dan Madya. Dalam penentuan responden ditentukan sebagai berikut : Tabel 1. Penentuan Peternak Responden No.
Kelas
1. 2. 3. Jumlah
Pemula Lanjut Madya
Jumlah kelompok 49 45 4 98
Jumlah Kelompok yang dipilih 7 5 3 15
Jumlah Peternak yang dipilih 5 5 5
Jumlah Keseluruhan 35 25 15 75
Pengambilan data dari tiga kelas kelompok peternak diambil secara acak terdiri dari 7 kelompok dari kelas Pemula, 5 kelompok dari kelas Lanjut dan 3 kelompok dari kelas Madya. Masing-masing kelompok diambil 5 peternak secara acak juga. Jumlah keseluruhan 15 kelompok dan 75 peternak yang telah dipilih. Performans yang Diamati 1.
Panjang badan (cm), yaitu jarak lurus dari tulang Humeri Lateralis sampai ke tulang Tuber Ischii.
2.
Lingkar dada (cm), yaitu ukuran melingkar pada bagian dada melalui belakang siku pada bagian tersempit.
3. Tinggi gumba (cm), yaitu jarak tegak lurus dari puncak tulang Cartigalo of Scapula melewati kaki depan dengan posisi tegak lurus sampai tanah. 4.
Skor kondisi yaitu penilaian dengan angka interval antara 1-5 untuk menentukan tingkat kegemukan seekor sapi.
5.
Pendugaan umur sapi berdasarkan gigi (Lampiran 4).
6.
Reproduksi, meliputi umur birahi pertama, umur dikawinkan pertama, umur beranak pertama, umur sapih, rata-rata jumlah anak perkelahiran dan kematian anak (Lampiran 5).
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian Profil Wilayah Kabupaten Ciamis Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis (2006), Kabupaten Ciamis mempunyai luas wilayah secara keseluruhan mencapai 248.763 ha. Jumlah penduduk Kabupaten Ciamis sebanyak 1.457.146 jiwa yang terdiri dari 721.881 jiwa penduduk laki-laki dan 725.265 jiwa penduduk perempuan. Kabupaten Ciamis merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Ciamis secara geografis berada pada 108o20’ sampai dengan 108o40’ Bujur Timur dan 7o40’20” Lintang Selatan. Wilayah sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan, sebelah Barat dengan Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya, sebelah Timur dengan Kota Banjar dan Propinsi Jawa Tengah, dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia (BPS Kabupaten Ciamis, 2006). Sebagian besar luas lahan di Kabupaten Ciamis merupakan lahan untuk bercocok tanam yaitu 65 % dari jumlah lahan di Kabupaten Ciamis. Lahan tersebut terdiri atas sawah, perkebunan, ladang dan tegal yang mempunyai peranan penting penghasil hijauan pakan ternak ruminansia. Populasi Ternak di Kabupaten Ciamis Jenis ternak yang ada di Kabupaten Ciamis terdiri atas ternak sapi potong, sapi perah, kerbau, domba, ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging dan itik. Jumlah kelahiran, kematian, pemotongan dan keluar masuknya ternak mempengaruhi jumlah populasi ternak. Kabupaten Ciamis merupakan salah satu sentra produksi sapi potong dari beberapa Kabupaten yang terdapat di Jawa Barat. Populasi ternak ruminansia tahun 2005 di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Ciamis Jenis Ternak Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Domba Kambing Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis, 2005
Ekor 27.794 91 143 17.968 13.355 59.351
Populasi ternak ruminansia terbesar di Kabupaten Ciamis adalah sapi potong sebesar 27.794 ekor pada tahun 2005. Populasi sapi potong yang terbesar dan tersebar adalah sapi Peranakan Ongole (PO). Dengan adanya kegiatan Inseminasi Buatan (IB) menyebabkan peternak memiliki banyak sapi hasil persilangan antara lain Limousin x PO (LimPO), Simmental x PO (SimPO) dan Brahman x PO (BraPO). Sapi potong yang terdapat pada tiga kelas kelompok yaitu kelompok Pemula, Lanjut dan Madya, sebagian besar jenis sapi potong yang dipelihara sama. Tabel 3 menunjukan jumlah sapi potong yang dimiliki 75 peternak responden dari tiga kelas kelompok peternak antara lain 35 responden kelompok Pemula, 25 responden kelompok Lanjut dan 15 responden kelompok Madya. Tabel 3. Jumlah Ternak Sapi Potong yang Dimiliki Peternak Responden Kelas Kelompok Pemula (n = 35)
Jumlah sapi yang dipelihara 170 ekor
Rata-rata kepemilikan 4 ekor
Jenis sapi yang dipelihara Jenis sapi Jumlah PO 50 ekor LimPO 40 ekor SimPO 40 ekor BraPO 40 ekor
Lanjut (n = 25) 160 ekor
5 ekor
PO LimPO SimPO BraPO
40 ekor 40 ekor 40 ekor 40 ekor
Madya (n = 15)
6 ekor
PO SimPO LimPO BraPO
40 ekor 40 ekor 40 ekor 40 ekor
160 ekor
Keterangan : n = Jumlah Peternak Responden Jenis Sapi = Peranakan Ongole (PO), Limousin x PO (LimPO), Simmental x PO (SimPO) dan Brahman x PO (BraPO) Rata-rata kepemilikan sapi potong di lokasi penelitian adalah 4, 5 dan 6 ekor masing-masing untuk kelompok Pemula, kelompok Lanjut dan kelompok Madya. Jumlah kepemilikan ternak berhubungan dengan kemampuan peternak dalam manajemen pemeliharaan sapi potong, ketersediaan pakan dan modal yang dimiliki serta kestabilan masing-masing kelompok peternak. Semakin tinggi tahapan kelas kelompok maka manajemen produksinya semakin baik sehingga sapi potong yang dipelihara semakin banyak.
16
Sapi potong pada kelompok Pemula persentase milik sendiri 47,72% dan 52,28 % gaduhan, kelompok Lanjut 44,11 % milik sendiri dan 55,89 % gaduhan, sedangkan kelompok Madya 23,31% milik sendiri dan 76,19% gaduhan. Semakin meningkat tahapan kelas semakin banyak para investor yang menanamkan modal kepada kelompok peternak, cara yang digunakan adalah sistem gaduhan. Gaduhan merupakan hal yang sudah biasa dilakukan peternak di pedesaan Jawa, demikian juga peternak di daerah Sumatera, yaitu dengan menginvestasikan modal berupa sapi potong (Mink, 1982). Persentase bagi hasil di daerah Ciamis dilakukan sesuai kesepakatan antara pemilik dan peternak yaitu 40% : 60% keuntungan dari penjualan atau dapat berupa anak (pedet) untuk dijadikan produksi anak dan ternak pengganti. Bahrudin (2004) menyatakan bahwa status kepemilikan milik sendiri akan mempermudah dalam pendapatan dan pemilihan sapi yang tergolong unggul. Hal ini dikarenakan pedet yang dihasilkan akan lebih lama dipelihara sehingga dapat digunakan sebagai ternak pengganti. Karakteristik Peternak Responden Perbedaan karakteristik peternak responden ketiga kelas kelompok peternak diketahui dari hasil wawancara, meliputi umur, pendidikan, mata pencaharian, pengalaman beternak dan tujuan beternak. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa umur rata-rata peternak responden dari kelompok Pemula 45,71 tahun, Lanjut 48,12 tahun dan Madya 42,8 tahun. Hal ini merupakan umur produktif karena pada umur tersebut peternak masih mampu dan sanggup bekerja, mengelola lahan sawah serta memelihara ternak dengan baik. Djenen (1982), menyatakan bahwa umur produktif berkisar antara 20-40 tahun. Peternak responden pada umumnya memiliki latar belakang pendidikan SD, antara lain kelompok Pemula sebesar 71,43%, kelompok Lanjut 60% dan kelompok Madya 73,33% sedangkan sisanya lulusan SMP, SMA, D3 dan S1 dengan nilai persentase yang rendah. Hal ini merupakan salah satu penyebab peternak responden kurang cepat dalam menerima hal-hal yang baru, sehingga peternak masih kurang dalam pengetahuan dan keterampilan beternak.
17
Tabel 4. Karakteristik Peternak Responden di Lokasi Penelitian Karakteristik Peternak Umur (tahun) Tingkat Pendidikan: - SD (%) - SMP (%) - SMA (%) - D3 (%) - S1 (%) Pekerjaan utama : - Nelayan + peternak (%) - Buruh Tani + Peternak (%) - Tani + peternak (%) - PNS + peternak (%) - Wiraswasta + peternak (%) Pengalaman beternak (tahun) Tujuan beternak: - Penggemukan (%) - Produksi anak+Tabungan (%)
Kelompok Pemula (n = 35) 45,71 ± 9,16
Kelompok Lanjut (n = 25) 48,12 ± 7,94
Kelompok Madya (n =15) 42,8 ± 7,34
71,43 17,14 08,57 00,00 02,86
60,00 20,00 12,00 04,00 04,00
73,33 20,00 06,67 00,00 00,00
00,00 28,57 28,57 05,71 37,15
00,00 48,00 32,00 08,00 12,00
26,67 60,00 00,00 00,00 13,33
5,8 ± 7,22
8,44 ± 4,81
9,85 ± 5,85
14,28 85,72
28,00 72,00
20,00 80,00
Keterangan : n = jumlah responden Usaha beternak sapi potong peternak kelompok Pemula, Lanjut dan Madya, tujuannya adalah untuk produksi anak, tabungan dan penggemukan. Tujuan beternak untuk produksi anak dan tabungan masing-masing 85,72%, 72% dan 80% untuk kelompok Pemula, Lanjut dan Madya. Hal ini menunjukkan bahwa peternak masih mengandalkan pada produksi sapi induk (pedet) dan dapat menjual sewaktu-waktu apabila ada keperluan yang mendadak. Untuk penggemukan 14,28% kelas Pemula, 28% Lanjut dan 20% Madya, berarti masih ada sebagian kelompok yang melakukan usaha penggemukan sapi potong terutama sapi jantan. Pengalaman peternak responden dari kelompok Pemula 5,8 tahun, Lanjut 8,44 tahun dan Madya 9,85 tahun. Ketiga kelompok pengalamannya berbeda, hal ini dikarenakan oleh lama berdirinya kelas kelompok peternak. Selain itu, usaha beternak sapi potong merupakan usaha turun-temurun dari orang tua kepada anaknya yang sudah dewasa ataupun yang sudah berkeluarga. Pengalaman semakin lama sehingga peternak dapat memelihara ternak dengan baik dan mampu menangani permasalahan yang terjadi salah satunya cara pemberian pakan, menjaga kesehatan
18
sapi potong serta lingkungan kandang dan sebagainya. Menurut Santoso et al. (1983), lama pengalaman beternak merupakan suatu faktor penting bagi peternak dalam mempertimbangkan dan mengambil keputusan dalam menentukan pilihan jenis ternak yang dipeliharanya. Pada umumnya beternak sapi potong bukan menjadi mata pencaharian utama bagi peternak di Kabupaten Ciamis, tetapi masih usaha sampingan mereka. Mata pencaharian utama peternak di Kabupaten Ciamis antara lain buruh tani, PNS, buruh bangunan, nelayan dan pedagang. Manajemen Produksi Sapi Potong Kondisi ternak sapi potong ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan terutama pengaruh dari iklim, manajemen produksi serta teknologi budidayanya. Kelas kelompok (Pemula, Lanjut dan Madya) memiliki masing-masing perbedaan dalam cara manajemen produksi sapi potongnya. Sistem Produksi Sapi Potong Sistem produksi sapi potong dari ketiga kelas kelompok peternak dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu produksi anak, penggemukan dan gabungan dari keduanya. Ketiga sistem tersebut dari masing-masing kelas kelompok memiliki beberapa perbedaan salah satunya dalam manajemen pemeliharaan ternak sapi potong. Ketiga kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya melakukan sistem produksi campuran tetapi masing-masing memiliki perbedaan dalam pengelolaannya. Sistem produksi campuran yaitu peternak memelihara sapi potong untuk produksi anak tetapi sekaligus usaha penggemukan. Sistem ini dilakukan oleh kelompok yang sudah meningkat tahapan kelasnya, dengan jumlah kepemilikan sapi yang banyak, antara lain kelas Lanjut dan Madya. Kemampuan induk untuk menghasilkan anak yang sehat dengan penampilan yang baik merupakan tujuan peternak pada sistem produksi anak. Induk sapi akan tetap dipelihara selama kinerja reproduksinya baik, tetapi akan diafkir apabila kurang baik atau kinerja reproduksinya sudah menurun, karena dapat menghasilkan kerugian bagi peternak. Sistem penggemukan ketiga kelas kelompok peternak dilakukan kurang lebih 6-12 bulan. Peternak kelompok Pemula mendapatkan bakalan yang diperoleh dari
19
pasar hewan, tetapi sebagian dari bantuan pemerintah yaitu dari program Anggaran Pembangunan Belanja Daerah (APBD). Peternak kelompok Lanjut selain dana pribadi, peternak juga memperoleh bakalan dari program bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK), Bantuan Langsung Masyarakat (BLM), dan APBD. Peternak kelompok Madya memperoleh bakalan dengan cara yang sama seperti kelas Lanjut. Semakin meningkat tahapan kelas kelompok semakin banyak para investor yang menginvestasikan modal untuk usaha penggemukan sapi potong. Jenis sapi bakalan yang digunakan antara lain sapi Peranakan Ongole (PO), Limousin x PO (LimPO), Simmental x PO (SimPO) dan Brahman x PO (BraPO). Peternak lebih menyukai sapi persilangan hasil Inseminasi Buatan (IB) sebagai bakalan untuk digemukkan karena pertumbuhannya cepat. Bangsa sapi yang paling disukai adalah bangsa Simmental, Limousin dan Brahman. Sistem Pemeliharaan Peternak di Kabupaten Ciamis memelihara sapi potong secara intensif, diantaranya semua ternak dikandangkan, pengembangbiakan ternak menggunakan Inseminasi Buatan (IB) dan ketersediaan pakan cukup baik. Peternak kelompok Pemula 50% memandikan sapi potong secara tidak teratur, dan 50% peternak yang rutin dua kali seminggu memandikan sapinya. Peternak kelompok Lanjut 40% memandikan sapinya tidak teratur dan 60% peternak yang secara teratur. Frekuensi peternak di kelompok Madya memandikan sapinya secara teratur (dua kali dalam seminggu) sebesar 100%. Hal ini dikarenakan peternak kelompok Madya sudah memahami cara pemeliharaan sapi dengan benar. Menurut AAK (1995), untuk menjaga kebersihan badan sapi, setiap hari harus dimandikan, minimal satu minggu sekali dimandikan, agar kulitnya bersih dan tidak mudah terserang penyakit. Peternak kelompok Pemula, Lanjut dan Madya sudah melakukan pancatatan mengenai perkembangan sapi potong yang dimiliki. Pencatatan tersebut meliputi manajemen perkawinan (seperti tanggal di IB dan tanggal beranak) dan kesehatan hewan. Pencatatan ini dilakukan karena peternak sudah mendapatkan pembinaan dan penyuluhan dari Sub Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis yang rutin tiap bulan melakukan penyuluhan ke masing-masing kelompok. Menurut Salisbury dan Vandemark (1985), bahwa sistem pencatatan yang teliti terhadap sapi-sapi yang dimiliki peternak akan mempertinggi efisiensi reproduksi seekor ternak.
20
Sistem Pengembangbiakan Sapi Potong Peternak kelompok Pemula, Lanjut dan Madya pada umumnya telah menggunakan teknologi Inseminasi Buatan (IB) untuk mengawinkan ternak sapi betinanya, sehingga tidak terdapat kawin alam. Pelayanan IB dari ketiga kelompok tersebut sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kecekatan para inseminator yang sudah ditempatkan oleh Kepala Sub Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis pada masing-masing daerah dalam menangani palaksanaan IB. Disamping itu peralatan IB yang lengkap dan sarana transportasi serta komunikasi dapat membantu kelancaran pelaksanaan IB. Harga IB ditentukan oleh keadaan tempat peternak atau kelompok peternak, apabila berbukit-bukit dan jauh dari tempat inseminator harga lebih mahal dibandingkan pada daerah yang mudah dijangkau. Pengetahuan peternak di lokasi penelitian mengenai gejala-gejala sapi birahi cukup baik. Gejala-gejala birahi sudah dipahami peternak yaitu gelisah, berteriak, menaiki sapi lain dan 3B (beureum, baseuh, bareuh) pada vulva. Jika sudah terdapat tanda-tanda tersebut maka para peternak langsung menghubungi inseminator untuk segera diperiksa dan dilakukan kawin IB. Toelihere (1979) menyatakan bahwa sapi-sapi betina yang terlihat pertama kali birahi pada pagi hari harus diinseminasi buatan (IB) pada hari itu juga, sedangkan mulai birahi sore hari sebaiknya diinseminasi pada pagi hari besoknya. Menurut pengalaman peternak bahwa, anak sapi hasil Inseminasi Buatan (IB) akan lebih menarik dan bagus penampilannya. Perkandangan Kandang dibangun bertujuan untuk memberikan keamanan serta kenyamanan bagi sapi potong dan memudahkan dalam pengelolaan. Selain itu dapat melindungi sapi potong dari cuaca buruk dan beberapa aspek lain yang dapat mengganggu. Peternak kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya mengandangkan semua sapi potongnya. Hasil uji Khi-kuadrat bentuk kandang, alas kandang, dinding kandang dan atap kandang kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya dapat dilihat pada Tabel 5.
21
Tabel 5. Hasil Uji Khi-kuadrat Perkandangan pada Kelas Kelompok Peternak (Pemula, Lanjut dan Madya) Parameter
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
Bentuk kandang •
Individu
80,00%
40,00%
13,33%
•
Kelompok
20,00%
60,00%
86,67%
Alas kandang •
Tanah padat
57,14%
20,00%
20,00%
•
Tanah padat + Serbuk gergaji
14,29%
20,00%
33,33%
•
Tanah padat + Jerami kering
28,57%
60,00%
46,67%
Dinding kandang •
Bambu
60,00%
50,00%
33,33%
•
Kayu
11,43%
20,00%
13,33%
•
Bambu + kayu
14,28%
20,00%
13,33%
•
Tembok
14,28%
20,00%
40,00%
Atap kandang •
Seng
11,43%
20,00%
20,00%
•
Daun kirai
57,14%
32,00%
13,33%
•
Genteng
22,86%
08,00%
46,67%
•
Genteng +seng
08,57% 40,00% 20,00% Keterangan : Pemula (n = 35 peternak), Lanjut (n = 25 peternak) dan Madya (n = 15 peternak) Kandang dibuat secara sederhana tetapi memiliki daya tahan cukup lama untuk beberapa tahun. Kandang yang digunakan ada dua macam yaitu kandang individu dan kandang kelompok. Hasil uji Khi-kuadrat bentuk kandang kelas kelompok
peternak
(Pemula,
Lanjut
dan
Madya),
menunjukkan
terdapat
kecenderungan yang berbeda (X2 hit > X2 0,01). Perbedaan dapat dilihat dari kelompok Pemula masih banyak membangun kandang dekat rumah atau menjadi satu dengan rumahnya (kandang individu). Hal ini disebabkan keterbatasan lahan dan modal yang dimiliki. Sedangkan kelas Lanjut dan Madya pada umumnya membangun kandang kelompok pada satu wilayah. Hal ini terjadi karena kelas
22
kelompok Lanjut dan Madya sudah lebih maju perkembangan kelompoknya daripada kelas Pemula. Ketersediaan lahan dan modal juga lebih besar dibandingkan kelas Pemula. Lantai kandang pada umumnya dari tanah yang dipadatkan atau menggunakan serbuk gergaji kayu dan jerami kering agar kandang tetap kering serta tidak becek. Hasil uji Khi-kuadrat alas kandang pada kelas kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya) menunjukkan adanya kecenderungan berbeda ( X20,05 < X2 hit < X20,01). Perbedaan tersebut terdapat pada kelompok Pemula masih banyak menggunakan tanah padat sebagai alas tanpa diberikan serbuk gergaji ataupun jerami kering. Alasan tersebut karena faktor ekonomi keadaan kelas kelompok peternak. Kelas lanjut dan madya menggunakan tanah padat dengan alas jerami kering. Peternak kelas Lanjut dan Madya sudah lebih mengerti dalam manajemen pemeliharaan sapi potong yang benar. Menurut peternak kelompok Lanjut dan Madya, jerami kering dapat menjadikan kandang tetap kering tidak becek dan hangat. Selain itu, dapat memberikan kenyamanan bagi sapi potong dan menghindarkan sapi dari penyakit karena lantai kering tidak akan mudah menjadi sarang kuman. Hal ini juga sesuai dengan AAK (1995) yang menyatakan bahwa alas dasar lantai kandang yang berasal dari jerami kering ataupun sisa-sisa bahan makanan yang berasal dari hijaun sangat cocok untuk ternak sapi. Dinding kandang berfungsi sebagai penahan angin langsung atau angin kencang, penahan keluarnya udara panas dari dalam kandang yang dihasilkan tubuh ternak dan penahan percikan air dari atap masuk ke dalam ruangan kandang (Sugeng, 2006). Bahan dinding kandang pada kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya bermacam-macam antara lain menggunakan bambu, kayu, bambu ditambah kayu dan tembok. Hasil uji Khi-kuadrat di atas menunjukkan tidak ada kecenderungan (X2 hit < X2 0,01) dari ketiga kelas kelompok (Pemula, Lanjut dan Madya) hasilnya adalah sama. Karena pada kelompok Pemula, Lanjut dan Madya bahan yang digunakan hampir sama untuk pembuatan dinding kandang, yaitu menggunakan bambu. Peternak di Kabupaten Ciamis dalam pembuatan kandang masih menggunakan dinding kandang terbuat dari bambu, di daerah Ciamis kebun bambu tersedia banyak,
23
para peternak memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk pembuatan dinding kandang. Atap kandang terbuat dari genteng, seng, dan anyaman daun kirai. Hasil uji Khi-kuadrat menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda (X20,05 < X2hit < X20,01) dari ketiga kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya. Kelompok Pemula masih banyak menggunakan daun kirai untuk atap kandang. Hal ini disebabkan karena kelompok Pemula masih memanfaatkan bahan yang tersedia di alam tanpa mengeluarkan biaya yang tinggi. Selain itu kelompok Pemula belum mampu menggunakan genteng ataupun seng karena keterbatasan modal. Kelompok Lanjut pada umumya menggunakan seng dan genteng sedangkan kelompok Madya genteng. Pada kelompok Lanjut dan Madya sudah banyak bantuanbantuan modal sehingga mereka mampu membuat kandang dengan atap yang lebih baik dan tahan lama. Menurut Sugeng (2006), menggunakan atap genteng maka udara luar bisa masuk kandang melalui celah-celahnya dan tidak begitu menyerap panas. Kandang dibersihkan dua kali sehari untuk menjaga kesehatan sapi dan mengurangi timbulnya pencemaran misalnya polusi bau, hal ini dilakukan sama dari ketiga kelompok Pemula, Lanjut dan Madya. Limbah kandang digunakan pupuk untuk lahan perkebunan misalnya kebun rumput atau pupuk untuk lahan pertaniannya. Sebagian ada yang dijual kepada masyarakat setempat sehingga pupuk kandang menjadi hasil sampingan. Kelompok Lanjut limbah kotoran sapi sudah dimanfaatkan dan dibuat pupuk kompos, sedangkan kelompok Madya selain pembuatan pupuk kompos sebagian sudah menggunakan teknologi pembuatan biogas. Jenis Pakan dan Sistem Pemberiannya Jenis pakan pada kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya disajikan pada Tabel 6. Hasil uji Khi-kuadrat menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda (X2 hit > X2 0,01). Kelompok Pemula masih banyak menggunakan rumput lapang tanpa campuran pakan yang lain. Sistem pemberian rumput lapang 2 x per hari masing-masing ± 30 kg.
24
Tabel 6. Hasil Uji Khi-kuadrat Jenis Pakan yang Digunakan pada Kelas Kelompok Peternak (Pemula, Lanjut dan Madya) Jenis Pakan
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
Rumput lapang
80,00%
20,00%
05,00%
Rumput gajah
05,00%
40,00%
70,00%
Limbah pertanian
15,00%
30,00%
10,00%
Konsentrat
00,00%
10,00%
15,00%
Keterangan : Pemula (n = 35 peternak), Lanjut (n = 25 peternak) dan Madya (n = 15 peternak) Kelompok Lanjut paling banyak menggunakan campuran rumput gajah dan Hijauan kering seperti jerami padi yang dikeringkan ataupun daun jagung, cara pemberian 2 x per hari. Kelompok Madya rumput gajah dengan konsentrat lebih banyak digunakan dengan kadar pemberian rumput gajah 2 x per hari masing-masing ± 30 kg dan konsentrat 1 x per hari masing-masing ± 2 kg. Para peternak banyak memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak. Hijauan yang diberikan berupa jerami padi, daun ubi jalar, rumput lapang, daun jagung, rumput gajah, tetapi sebagian ada yang menggunakan hijauan kering (Gambar 1).
Gambar 1. Hijauan Kering dari Jerami Padi
25
Peternak kelompok Pemula memberikan pakan sapi potong dari rumput lapang, tetapi pada musim panen sisa limbah pertanian dimanfaatkan untuk pakan, antara lain daun jagung, daun ubi jalar dan jerami padi. Konsentrat kadang-kadang diberikan, bahkan tidak ada yang memberikan konsentrat. Hal tersebut terjadi karena masalah faktor ekonomi peternak, untuk membeli konsentrat harus mengeluarkan biaya, sedangkan kelompok Pemula masih kekurangan modal untuk beternak. Kelompok Lanjut menggunakan rumput gajah, rumput lapang dan hijauan, dengan konsentrat dedak padi diberikan siang hari. Kelompok Madya menggunakan rumput gajah dan konsentrat, karena pada kelompok Madya masing-masing peternak sudah memiliki kebun rumput yang cukup luas antara lain rumput gajah. Rumput gajah selalu diberikan dengan cara dipotongpotong terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan Lubis (1953) yang menyatakan bahwa sebaiknya rumput gajah dipotong-potong dahulu sebelum diberikan kepada ternak. Konsentrat yang digunakan adalah ampas tahu, onggok dan dedak padi diberikan siang hari. Para peternak pada umumnya memberikan hijauan pada ternaknya sebanyak satu ikat (± 30 kg) per ekor, hijauan tersebut diberikan sebanyak dua kali per hari. Peternak tidak pernah menghitung kebutuhan nutrisi ternaknya tetapi hal terpenting supaya ternaknya tenang dan tidak berteriak-teriak karena sudah kenyang. Pemberian konsentrat dicampur dengan air minum secukupnya. Pemberian air minum pada kelas Pemula tidak teratur, hal ini dikarenakan sebagian peternak kelas Pemula belum begitu memahami cara beternak dibandingkan kelas Lanjut dan Madya. Kelas Lanjut dan Madya sudah teratur dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Peternak kelas kelompok Lanjut dan Madya sudah memahami manajemen beternak yang baik. Penanganan Kesehatan Penyakit akan sering menyerang sapi potong apabila pola pemeliharaan dan penanganan kurang baik, antara lain kurang menjaga sanitasi kandang, kebersihan tempat pakan, kebersihan sapi potong dan lain sebagainya. Para peternak kelompok Pemula, Lanjut dan Madya sudah memperhatikan penanganan kesehatan walaupun masih bersifat pengobatan. Penyakit yang sering terjadi di kelompok Pemula, Lanjut dan Madya adalah sama, antara lain diare, kembung, cacingan dan demam 3 hari. Tindakan yang dilakukan peternak untuk
26
menangani hal tersebut yaitu memanggil mantri hewan. Mantri hewan sudah ditugaskan oleh Sub Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis pada wilayah-wilayah tertentu untuk mengawasi kesehatan ternak di peternakan rakyat. Sapi potong pada kelas kelompok (Pemula, Lanjut dan Madya) selalu diperhatikan oleh mantri hewan setempat, karena setiap seminggu sekali selalu dilakukan pengontrolan kesehatan ternak oleh mantri hewan. Sistem Pemasaran Sapi Potong Peternak kelompok Pemula, Lanjut dan Madya biasanya menjual sapi pada saat lebaran dan pada saat dimana sapi siap untuk dijual. Selain itu sapi juga dapat dijual pada saat membutuhkan uang dan harga sapi tersebut dianggap menguntungkan oleh peternak. Peternak biasanya menjual sapi kepada belantik, atau langsung ke Pasar Hewan dan RPH. Sapi gaduhan pemerintah dijual lagi kepada Sub Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis. Harga yang berlaku adalah harga taksiran terhadap sapi potong, atas dasar penampilan ternak sapi yang akan dijual, antara lain melihat tingkat kegemukan dan lingkar dada sapi tersebut, kecuali dijual di pasar hewan dan RPH dilakukan penimbangan terlebih dahulu. Produktivitas Sapi Potong Ukuran Tubuh Penampilan produksi ternak sapi potong dapat dilihat dari bobot badan, ukuran tubuh, dan kondisi ternak sapi potong tersebut. Menurut Hardjosubroto (1994), ukuran tubuh seperti lingkar dada, tinggi gumba dan panjang badan merupakan indikator bagi bobot hidup sapi. Ukuran tubuh tersebut dapat dijadikan alat penduga bobot badan apabila penimbangan tidak dapat dilakukan secara langsung. Ukuran tubuh sapi potong betina dari tiga kelas kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya) pada umur 018 dan 19-60 bulan dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.
27
Tabel 7.
Ukuran Tubuh Sapi Potong Betina dari Tiga Kelas Kelompok Peternak pada umur (0-18 bulan)
Jenis Sapi PO
Ukuran Tubuh (cm) Lingkar Dada Tinggi Gumba Panjang Badan
(21) 130.95A ± 3.40 (21) 111.05A ± 3.14 (21) 115.62A ± 3.49
LimPO
Lingkar Dada Tinggi Gumba Panjang Badan
(19) 134.79A ± 3.31 (16) 135.63AB ± 3.22 (15) 137.80B ± 4.54 (19) 110.74A ± 2.28 (16 )111.31A ± 3.68 (15) 116.40B ± 7.22 (19) 116.63A ± 2.11 (16) 116.31A ± 2.91 (15) 123.07B ± 7.45
SimPO
Lingkar Dada Tinggi Gumba Panjang Badan
(18) 133.56A ± 4.19 (18) 110.50A ± 2.01 (18) 114.89A ± 1.57
Kelompok Pemula
BraPO
Lingkar Dada (17) Tinggi Gumba (17) Panjang Badan (17) Keterangan : Superscript (P<0,01)
Tabel 8.
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
(23) 133.48B ± 2.95 (19) 135.00B ± 3.56 (23) 112.17AB ± 2.12 (19) 113.00B ± 1.91 (23) 116.39A ± 1.47 (19) 117.84B ± 1.71
(15) 135.00AB ± 3.55 (17) 137.35B ± 3.37 (15) 111.40A ± 2.26 (17) 113.71B ± 2.62 (15) 115.73A ± 1.44 (17) 118.24B ± 2.84
133.94A ± 3.58 (14) 134.50A ± 4.13 (18) 136.61BC ± 3.91 111.59A ± 2.65 (14) 112.43AB ± 2.38 (18) 114.06B ± 2.58 116.24A ± 2.75 (14) 117.14AB ± 2.25 (18) 118.83B ± 3.09 berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat nyata
Ukuran Tubuh Sapi Potong Betina dari Tiga Kelas Kelompok Peternak pada umur (19-60 bulan)
Jenis Sapi PO
Ukuran Tubuh (cm) Lingkar Dada Tinggi Gumba Panjang Badan
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
(29) 158.97A ± 9.28 (29) 123.69A ± 6.87 (29) 127.00A ± 7.16
(27) 160.48A ± 5.42 (27) 124.11A ± 4.52 (27) 128.63A ± 4.80
(31) 163.94B ± 4.61 (31) 126.87B ± 4.75 (31) 131.90B ± 4.87
LimPO
Lingkar Dada Tinggi Gumba Panjang Badan
(21) 157.67A ± 8.42 (21) 123.86A ± 2.48 (21) 129.81A ± 2.75
(24) 160.96A ± 5.54 (24) 125.42AB ± 3.63 (24) 131.58AB ± 4.66
(25) 163.92B ± 2.80 (25) 126.72B ± 4.42 (25) 133.52B ± 4.74
SimPO
Lingkar Dada Tinggi Gumba Panjang Badan
(22) 157.23A ± 8.19 (22) 124.68A ± 5.08 (22) 129.77A ± 5.99
(25) 162.92B ± 1.89 (25) 125.04AB ± 3.71 (25) 131.04A ± 3.72
(23) 165.43C ± 2.76 (23) 132.09C ± 2.81 (23) 138.96B ± 2.29
BraPO
Lingkar Dada (23) Tinggi Gumba (23) Panjang Badan (23) Keterangan : - Superscript (P<0,01)
157.22A ± 6.95 (26) 160.50A 125.57A ± 6.09 (26) 125.62A 130.48A ± 4.76 (26) 131.23A berbeda pada baris yang sama
± 5.67 (22) 165.23B ± 4.47 (22) 131.14B ± 4.71 (22) 137.27B menunjukkan sangat
± 4.00 ± 3.47 ± 2.99 nyata
Lingkar Dada Sapi Peranakan Ongole (PO) kelompok Pemula, Lanjut dan Madya pada umur 0-18 dan 19-60 bulan menunjukkan adanya perbedaan. Pada umur 0-18 bulan lingkar dada kelas Lanjut dan Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula. Sapi Peranakan Ongole (PO) pada umur 19-60 bulan lingkar dada kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut. Ukuran lingkar dada sapi LimPO
28
(Limousin x PO) pada umur 0-18 bulan terdapat perbedaan, lingkar dada pada kelas Lanjut dan Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula, sedangkan pada umur 1960 bulan lingkar dada kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut. Lingkar dada Sapi SimPO (Simmental x PO) pada umur 0-18 bulan menunjukkan adanya perbedaan. Lingkar dada kelas Lanjut dan Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula. Kemudian pada umur 19-60 bulan terdapat perbedaan, lingkar dada kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut serta kelas Lanjut lebih besar daripada kelas Pemula. Sapi BraPO (Brahman x PO) pada umur 0-18 bulan menunjukkan adanya perbedaan, lingkar dada kelas Lanjut dan Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula. Pada umur 19-60 bulan lingkar dada kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Lanjut dan Madya. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen pemeliharaan kelas Lanjut dan Madya lebih baik dibandingkan kelas Pemula. Semakin meningkat tahapan kelas maka semakin baik manajemen produksinya, dapat dilihat dari nilai ukuran lingkar dada. Perbedaan nilai lingkar dada tersebut disebabkan oleh faktor manajemen pemeliharaan dan ketersediaan pakan. Semakin tinggi ukuran lingkar dada maka semakin besar bobot badan sapi tersebut. Tinggi Gumba Tinggi gumba sapi Peranakan Ongole (PO) kelas Pemula, Lanjut dan Madya pada umur 0-18 bulan terdapat perbedaan. Ukuran tinggi gumba pada kelas Lanjut dan Madya lebih besar dari kelas Pemula. Pada umur 19-60 bulan tinggi gumba kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Lanjut dan Madya. Ukuran tinggi gumba sapi LimPO (Limousin x PO) pada umur 0-18 bulan menunjukkan adanya perbedaan, nilai kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut. Tinggi gumba sapi LimPO umur 19-60 bulan kelas Lanjut dan Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula. Sapi SimPO (Simmental x PO) ukuran tinggi gumba kelas Madya pada umur 0-18 bulan lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut. Kemudian pada umur 19-60 bulan tinggi gumba kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Lanjut dan Madya, serta kelas Lanjut lebih besar dibandingkan kelas Pemula. Ukuran tinggi gumba sapi BraPO (Brahman x PO) pada umur 0-18 bulan kelas Lanjut dan Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula. Pada umur 19-60 bulan tinggi gumba kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut.
29
Panjang Badan Ukuran panjang badan sapi Peranakan Ongole (PO) pada umur 0-18 dan 1960 bulan panjang badan kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut. Kemudian Sapi LimPO (Limousin x PO) pada umur 0-18 bulan panjang badan kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut. Panjang badan sapi LimPO (Limousin x PO) Pada umur 19-60 bulan kelas Lanjut dan Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula. Panjang badan sapi SimPO (Simmental x PO) pada umur 0-18 bulan kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut. Panjang badan sapi SimPO (Simmental x PO) pada umur 19-60 bulan kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut, serta kelas Lanjut lebih besar daripada kelas Pemula. Ukuran panjang badan sapi BraPO (Brahman x PO) pada umur 0-18 bulan terdapat perbedaan yaitu panjang badan kelas Lanjut dan Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula. Panjang badan sapi BraPO pada umur 19-60 bulan kelas Madya lebih besar dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut. Reproduksi Pengelolaan reproduksi sapi potong yang dimiliki peternak dapat ditunjukkan melalui panampilan reproduksinya. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penampilan reproduksi sapi potong betina pada kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya adalah sama, dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9.
Penampilan Reproduksi Sapi Betina di Lokasi Penelitian (Kelas Pemula, Lanjut dan Madya)
Parameter Umur birahi I (bulan)
Kelompok Pemula (100) 18.70A ± 1.67
Kelompok Lanjut (100) 18.48A ± 1.18
Kelompok Madya (100) 18.48A ± 1.21
Umur kawin I (bulan)
(100) 19.16A ± 1.25
(100) 19.20A ± 1.28
(100) 19.04A ± 1.07
Umur beranak I (bulan)
(100) 28.59A ± 1.16
(100) 28.51A ± 1.02
(100) 28.30A ± 0.95
Umur sapih (bulan)
(100) 3.29A ± 0.75
(100) 3.46AB ± 0.72
(100) 4.91C ± 1.05
Keterangan : Jumlah sampel 100 ekor sapi betina
Sifat-sifat reproduksi sapi potong dari tiga kelas kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya) pada umumnya sama antara lain rata-rata umur birahi pertama ± 18 bulan, umur kawin pertama ± 19 bulan, umur beranak pertama ± 28 bulan dan umur sapih ± 3 bulan. Tetapi pada umur sapih kelas Madya berbeda lebih lama ± 4
30
bulan dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut, hal ini disebabkan karena banyaknya pembeli yang memesan dengan berbagai jenis umur ternak sapi berbeda. Peternak kelas Pemula, Lanjut dan Madya menyapih pedet pada umur muda agar induknya dapat dikawinkan kembali. Tetapi selain itu kebiasaan sifat turun temurun peternak yang sudah biasa memberikan pakan konsentrat pada pedet sebagai pengganti air susu induk. Bestari et al. (1998) Penyapihan secara alamiah terjadi pada pedet umur 6-9 bulan. Dengan demikian penyapihan yang dilakukan oleh peternak sapi potong dari tiga kelas kelompok tersebut pada saat umur yang masih terlalu awal atau dini. Kasus distokia (kesulitan melahirkan) tidak ditemukan baik dari kelas Pemula, Lanjut dan Madya. Hal ini menandakan bahwa manajemen peternak untuk mengawinkan ternaknya sudah dipahami oleh peternak, antara lain tidak terlalu muda (dara) atau cukup tua. Kematian ternak tidak ditemukan dan jarang sekali terjadi pada kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya. Skor Kondisi Tubuh Sapi Potong Skor kondisi tubuh digunakan untuk menilai tingkat kegemukan seekor ternak sapi potong. Dengan melihat skor kondisi maka dapat diketahui baik buruknya manajemen pemeliharaan yang telah dilakukan oleh peternak. Skala skor kondisi sapi yang dipakai pada penelitian ini adalah 1-5 dengan kategori sangat kurus (1), kurus (2), sedang (3), gemuk (4) dan sangat gemuk (5). Skor kondisi ternak sapi potong di lokasi penelitian berada pada skala kurus (2) dan sedang (3). Pengelompokkan sapi PO, LimPO, SimPO dan BraPO berdasarkan skor kondisi dari ketiga kelas kelompok peternak dapat dilihat pada Gambar 2, 3, 4 dan 5.
Jumlah (%)
100 80 60 40 20 0 PEMULA
Keterangan
LANJUT
MADYA
2 = Kurus
3 = Sedang
Gambar 2. Diagram Skor Kondisi Sapi Peranakan Ongole (PO) pada Kelas Pemula, Lanjut dan Madya
31
Jumlah (%)
100 80 60 40 20 0 PEMULA
Keterangan
LANJUT
MADYA
2 = Kurus
3 = Sedang
Gambar 3. Diagram Skor Kondisi Sapi LimPO (Limousin x PO) pada Kelas Pemula, Lanjut dan Madya
Jumlah (%)
100 80 60 40 20 0 PEMULA
Keterangan
LANJUT 2= Kurus
MADYA 3= Sedang
Gambar 4. Diagram Skor Kondisi Sapi SimPO (Simmental x PO) pada Kelas Pemula, Lanjut dan Madya Jumlah (%)
100 80 60 40 20 0 PEMULA
Keterangan
LANJUT 2= Kurus
MADYA 3= Sedang
Gambar 5. Diagram Skor Kondisi Sapi BraPO (Brahman x PO) pada Kelas Pemula, Lanjut dan Madya Hasil uji Khi-kuadrat skor kondisi tubuh sapi potong di daerah Ciamis disajikan pada Tabel 10. Pada umumnya sapi potong kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya terdapat dua skor kondisi tubuh yaitu skor (2) kurus dan skor (3) sedang. Skor kondisi (2) kurus paling besar terdapat di kelas Pemula yaitu 157%, setelah itu terdapat di kelas Lanjut 106,5%, sedangkan di kelas Madya hanya 47%. Skor kondisi
32
(3) sedang paling banyak di kelas Madya sebesar 353%, setelah itu kelas Lanjut 293% dan kelas Pemula paling sedikit yaitu 243%. Skor kondisi kelas Madya lebih baik dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut, setelah itu skor kondisi kelas Lanjut lebih baik dibandingkan kelas Pemula. Tabel 10. Hasil Uji Khi-kuadrat Skor Kondisi Sapi Potong pada Kelas Kelompok Peternak (Pemula, Lanjut dan Madya) Skor Kondisi
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
•
Kurus
157,00%
106,50%
47,00%
•
Sedang
243,00%
293,50%
353,00%
Keterangan :
Pemula (n = 170 ekor), Lanjut (n = 160 ekor) dan Madya (n = 160 ekor)
Hasil uji Khi-kuadrat skor kondisi sapi PO menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda (X2 hit > X2 0,01) dapat dilihat pada Tabel 11. Kelompok Lanjut dan Madya lebih banyak sapi yang memiliki skor kondisi tubuh (3) sedang dibandingkan kelas Pemula masih banyak skor (2) kurus. Tabel 11. Hasil Uji Khi-kuadrat Skor Kondisi Sapi PO, LimPO, SimPO dan BraPO pada Kelas Kelompok Peternak (Pemula, Lanjut dan Madya) Jenis Sapi
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
•
Kurus
42,00%
24,00%
12,00%
•
Sedang
58,00%
76,00%
88,00%
•
Kurus
32,50%
25,00%
10,00%
•
Sedang
67,50%
75,00%
90,00%
•
Kurus
35,00%
17,50%
10,00%
•
Sedang
65,00%
82,50%
90,00%
•
Kurus
47,50%
40,00%
15,00%
•
Sedang
52,50%
60,00%
85,00%
PO
LimPO
SimPO
BraPO
Keterangan :
Pemula (n = 170 ekor), Lanjut (n = 160 ekor) dan Madya (n = 160 ekor)
33
Skor kondisi sapi PO kelas kelompok Pemula, Lanjut dan Madya berada pada skala kurus (2) dan skala sedang (3) dapat dilihat persentasenya pada Gambar 4. Kelas Pemula skor kondisi kurus sebesar 42% dan sedang 58%, kelas Lanjut skor kondisi kurus 24% dan sedang 78%, untuk kelas Madya skor kondisi kurus 12% dan sedang 88 %. Hasil uji Khi-kuadrat skor kondisi pada sapi LimPO menunjukkan terdapat kecenderungan yang berbeda ( X20,05 < X2 hit < X2 0,01) dapat dilihat pada Tabel 11. Kelompok Madya lebih banyak skor kondisi sedang dibandingkan kelas Pemula dan Lanjut. Kelas Pemula skor kondisi kurus sebesar 32,5% dan sedang 67,5%, kelas Lanjut skor kondisi kurus 25% dan sedang 75%, untuk kelas Madya skor kondisi kurus 10% dan sedang 90%. Hasil uji Khi-kuadrat skor kondisi pada sapi SimPO menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda (X2 hit > X2 0,01) dapat dilihat pada Tabel 11. Kelas Pemula skor kondisi kurus sebesar 35% dan sedang 65%, kelas Lanjut skor kondisi kurus 17,5% dan sedang 82,5%, untuk kelas Madya skor kondisi kurus 10% dan sedang 90%. Hasil uji Khi-kuadrat skor kondisi pada sapi BraPO menunjukkan terdapat kecenderungan yang berbeda (X2 hit > X2 0,01) dapat dilihat pada Tabel 11. Kelas Pemula skor kondisi kurus sebesar 47,5% dan sedang 52,5%, kelas Lanjut skor kondisi kurus 40% dan sedang 60%, untuk kelas Madya skor kondisi kurus 15% dan sedang 85%. Persentase kelas Madya lebih baik dibandingkan kelas Lanjut dan Madya. Hasil skor kondisi sapi PO, LimPO, SimPO dan BraPO pada Gambar 2, 3, 4 dan 5 dapat dilihat bahwa semakin meningkat kelas semakin baik skor kondisinya. Hal ini sesuai dengan manajemen pemeliharaan yang baik akan menghasilkan tingkat produktivitas yang lebih baik. Dapat dilihat dari skor kondisi tubuh sapi PO, LimPO, SimPO dan BraPO kelas Pemula lebih rendah, dibandingkan kelas Lanjut dan Madya. Kemudian kelas Lanjut lebih rendah dibandingkan kelas Madya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat tahapan kelas kelompok peternak maka semakin baik manajemen produksinya, sehingga tingkat produktivitas semakin tinggi.
34
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan : 1. Terdapat perbedaan manajemen pemeliharaan antara kelas kelompok Pemula dan Lanjut dengan Madya antara lain dalam sistem perkandangan, pengolahan limbah, jenis pakan dan penanganan kesehatan. 2. Tingkat produktivitas sapi potong kelas Madya lebih tinggi dibandingkan kelas Lanjut dan Pemula, sedangkan produktivitas kelas Pemula dan Lanjut sama. Saran Meningkatkan tingkat produktivitas sapi potong pada kelas kelompok peternak dapat dilakukan dengan syarat manajemen produksi yang lebih baik. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat dikemukakan adalah : 1. Peternak masih mengalami kekurangan modal untuk usaha peternakannya sehingga menghambat manajemen produksi dan produktivitas sapi potong. Pemupukan modal dan bantuan perlu diupayakan secara optimal untuk setiap kelas kelompok peternak, khususnya kelas Pemula dan Lanjut di Kabupaten Ciamis. 2. Perencanaan kegiatan produksi diperlukan untuk meningkatkan produktivitas sapi potong yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan peternak. 3. Pelaksanaan penyuluhan dari Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis sebaiknya lebih ditingkatkan khususnya untuk kelas Pemula dan Lanjut dalam masalah manajemen pemeliharaan antara lain pencegahan penyakit, pengolahan limbah dan kebersihan kandang. 4. Kemampuan meningkatkan hubungan kelembagaan dengan KOPERASI/KUD dan perjanjian dengan pihak lain lebih ditingkatkan lagi dengan cara mengikuti kegiatan atau pertemuan-pertemuan. 5. Akses untuk mendapatkan informasi dan menerima teknologi sebaiknya dipermudah dengan cara menyediakan fasilitas-fasilitas, sehingga peternak dapat menerima dan memanfaatkannya untuk kemajuan beternak.
35
LAMPIRAN
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, segala kekuatan, serta segala kemudahan dan jalan keluar dari setiap masalah yang penulis hadapi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang tiada henti mendo’akan penulis agar senantiasa menjadi jauh lebih baik dari hari ke hari, atas semua kasih sayang, motivasi dan materi serta semua kebaikan tulus yang penulis rasakan dan atas semua hal yang tak pernah dari orang lain bisa penulis dapatkan. Juga kepada Dr. Ir. Rudy Priyanto dan Ir. Dwi Joko Setyono, MSi. sebagai dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan serta saran kepada penulis dari pembuatan proposal hingga penyelesaian skripsi ini. Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi. sebagai Pembimbing Akademik atas semua pengetahuannya dan motivasi yang telah diberikan. Ir. Sudjana Natasasmita sebagai penguji seminar dan sidang yang telah memberikan semangat, membimbing dan meluangkan waktunya. Selain itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Kukuh Budi Satoto, MSi. sebagai penguji sidang yang telah meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada Kakanda (Ida Mulyani A.Md + Hilman Karyana), (Januar Ramdhani S.H. + Imas Aryani Hasanah S.Ag), (Ade Burhani + Adah Wahidah), (Cece Mulyadi S.Pd.,MAP + drg. Verasari Febrianty), dan Ka’ Indra Permana A.Md serta keluarga, nenek dan keluarga besar di Ciamis terimakasih atas motivasinya. Terima kasih juga kepada Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis dan instansi yang terkait khususnya pak Acu Nugraha serta Ir. H. Kuswara Suwarman. MBA. yang telah memberikan izin untuk penelitian. Terakhir penulis ucapkan terima kasih banyak kepada Ir. Afton Atabany, MSi. dan keluarga besar TPT’41 serta civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, Februari 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2006. Ciamis dalam Angka 2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis, Ciamis. Bahruddin. 2004. Produktivitas sapi potong hasil Inseminasi Buatan di Kabupaten Malang. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Baillie, N. D. 1988. A Course Manual in Animal Handling, Husbandry and Management. Resident Technical Advisor in Animal Science. IPB-Australian Project. Bestari, J., A. R. Siregar, Y. Sani dan P. Situmorang. 1998. Produktivitas empat bangsa pedet sapi potong hasil IB di Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat : 1. perubahan bobot badan sampai umur 120 hari. Proceedings Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Blakely, J. dan D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan Bambang Srihandono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Departemen Pertanian. 1999. Pedoman Peningkatan Kinerja Penyuluhan Pertanian dalam Program Bimas Intensifikasi Pertanian. Kerjasama Departemen Pertanian, Departemen Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah, Institut Pertanian Bogor, Jakarta. Dinas Peternakan Jawa Barat, 1993. Pedoman Penyelenggaraan Penyuluhan Peternakan. Buku Ketiga 1994/1995. Dinas Peternakan Jawa Barat, Bandung. Djenen. 1982. Pola Pemukiman Penduduk Pedesaan Sumatera Barat. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapang. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Hattab, S. 1978. Usaha Ranch Sapi Potong Mulai Berkembang di Indonesia. Warta Pertanian Th VII No. 47. Departemen Pertanian, Jakarta. Apriliyani, N. I. 2007. Penampilan produksi dan pendugaan bobot hidup berdasarkan ukuran-ukuran linier tubuh sapi lokal dan sapi persilangan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lubis, D. A. 1953. Ilmu Makanan Ternak. Yayasan Pembangunan, Jakarta. Marliati. 1996. ’Perilaku kepemimpinan kelompok tani dan keefektivan kelompok tani dalam pelaksanaan program intensifikasi ayam bukan ras.’ Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mink, S. 1982. ”Prospects for Small Farm Goat Production in Transmigration Areas of Indonesia: Results of a Survey”. Working paper No. 2 Balai Penelitian Ternak – Farming system program, Bogor, Indonesia. Dalam: P. S. Hardjosworo dan Joel M. Levine (Editor). Pengembangan Peternakan di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Natasasmita, A. dan Kooswardhono. 1979. Beternak Sapi Daging. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pane, I. 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT Gramedia, Jakarta. Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Salisbury, G. W. dan Vandemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Santosa, U. 2002. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya, Jakarta. Santoso, A dan A. R. Siregar. 1983. Respon peternak terhadap hasil silangan sapi lokal x sapi ras di daerah Jombang. Proceedings Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Sarwono, B. dan H. B. Arianto. 2001. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Soedijanto. 1981. ”Keefektivan kelompok tani dalam kegiatan penyuluhan Pertanian.” Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sosroamidjojo. 1991. Ternak Potong dan Kerja. CV. Yasaguna, Jakarta. Sugeng, Y. B. 2006. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Suhaeti, R.N. 1997. ”Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan keefektivan kelompok P4K.” Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tafal, Z. B. 1981. Ranci Sapi. Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Toelihere, M. R. 1979. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung. Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung. Tubbs, S. L. dan S. Moss. 2000. Human Communication. Eighth Edition. McGrowHill Companies, Inc, USA. Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Daerah Tropis. Terjemahan S.G.N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
38
Lampiran 1. Daftar Kuesioner Penelitian Kelas kelompok (1) pemula (2) lanjut (3) madya (coret yang tidak sesuai) I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama 2. Umur 3. Alamat tempat tinggal 4. Pendidikan terakhir 5. Mata pencaharian/jabatan a. petani/peternak b. petani penggarap c. buruh tani d. nelayan e. pedagang g. pegawai f. sambilan dll 6. Jumlah anggota keluarga 7. Pendapatan dari beternak sapi per tahun 8. Pendapatan dari pertanian atau usaha lain 9. Sumber modal usaha
: :………..tahun : : : : : : : : : : : Rp………….. : Rp………….. :
II. DATA PERTANIAN 1. Lahan yang dimiliki a. lahan Pertanian :…………….ha b. lahan Peternakan :…………….ha c. jumlah seluruhnya :…………….ha 2. Produksi pertanian per tahun dan biayanya a. padi :……………ton, Rp…………… b. jagung :……………ton, Rp…………… c .lain-lain :……………ton, Rp…………… 3. Luas lahan usaha peternakan (a+b+c) =…………………..m2 a. luas kandang yang dikuasai peternak ……….……m2 b. luas lahan untuk penanaman pakan ternak (rumput, jagung, dan lainnya)…………………… m2 c. luas lahan untuk penggembalaan dan lainnya…… m2 III. DATA TERNAK 1. Jenis dan jumlah ternak a. sapi b. domba c. kambing d. lain-lain 2. Sistem pemeliharaan a. intensif b. ekstensif c. sistem pertanian campuran
:.………….ekor :.………….ekor :…………..ekor :…………..ekor : : :
40
3. Jumlah ternak sapi yang dipelihara a. jantan dewasa :…………..ekor b. jantan muda :…………..ekor c. jantan pedet :…………..ekor d. betina dewasa :…………..ekor e. betina muda :…………..ekor f. betina pedet :…………..ekor 4. Status kepemilikan sapi a. milik sendiri :…………..ekor b. gaduhan atau sistem bagi hasil :…………..ekor persentase bagi hasil :…………..%peternak,…….%pemilik c. klasifikasi kelompok : 5. Penyakit yang menyerang ternak satu tahun belakangan a. sapi : b. domba : c. kambing : d. lain-lain : 6. Jumlah pengeluaran ternak satu tahun terakhir a. sapi :.………….ekor b. domba :.………….ekor c. kambing :…………..ekor d. lain-lain :…………..ekor 7. Jumlah tenaga kerja yang ada di peternakan yang dimiliki a. anggota keluarga :…………..orang b. buruh :…………..orang 8. Ternak yang paling menguntungkan menurut peternak : 9. Sumber air yang dipakai untuk keperluan ternak : IV. DATA TERNAK SAPI DAN PRODUKTIVITASNYA 1. Mulai beternak sapi sejak tahun : 2. Bangsa sapi yang dipelihara : 3. Body Condition Score :1-5 ada di lampiran a. jantan dewasa : b. jantan muda : c. jantan pedet : d. betina dewasa : e. betina muda : f. betina pedet : 4. Asal bibit ternak yang diusahakan selama setahun lalu : a. produksi sendiri b. pasar c. pedagang d. peternak e. bantuan pemerintah 5. Jumlah ternak sapi ketika pertama kali dipelihara beserta umurnya a. jantan :……………ekor,…………..tahun b. betina :……………ekor,…………..tahun 6. Pertambahan ternak satu tahun kebelakang:
41
7. Umur sapi pertama birahi :……………bulan 8. Umur sapi dikawinkan pertama kali :……………bulan 9. Umur sapi betina beranak pertama :……………bulan 10. Mampukah sapi beranak satu tahun sekali : ya/tidak 11. Calving interval : ……………bulan 12. Pada umur berapa sapi disapih :…………….bulan 13. Kejadian distokia : pernah/tidak a. cara mengatasinya : 14. Umur sapi saat disapih :…………….bulan 15. Kematian pedet : pernah/tidak a. penyebabnya : b. cara mengatasinya : 16. Pencatatan usaha dan produksi yang dilakukan : 17. Kendala dalam pemeliharaan : V. PAKAN TERNAK 1. Luas lahan untuk menanam rumput :………………………ha a. jika tidak ada, dari mana mendapatkan rumput? Mencari/membeli 2. Jenis rumput atau hijauan yang ditanam dan diberikan ? a. HMT unggul jenis :……………,jumlah………….kg hijauan terdiri dari : b. rumput alam atau lapang :……………,jumlah………….kg rumput alam terdiri dari : 3. Frekuensi pemberian hijauan berapa? a. tersedia terus menerus b. 2 kali/hari c. tidak teratur 4. Jumlah pemberian pakan a. berdasarkan persentase bobot badan : b. kira-kira saja : 5. Kualitas hijaun makanan ternak? a. rumput alam saja b. rumput unggul + rumput alam + dedaunan 6. Cara pemberian hijauan? a. langsung diberikan tanpa dipotong-potong b. dipotong-potong terlebih dahulu 7. Konsentrat yang diberikan berupa apa? a. dedak padi :jumlah…..kg/hari,harga/kg Rp…….. b. ampas tahu :jumlah…..kg/hari,harga/kg Rp…….. c. lain-lain :jumlah…..kg/hari,harga/kg Rp…….. 8. Frekuensi pemberian konsentrat berapa? a. 2 kali/hari b. 1 kali/hari c. tidak teratur 9. Cara pemberian konsentrat? a. kering b. dicampur dengan air minum 10. Cara pemberian air minum?
42
a. tersedia terus menerus b. 2 kali/hari c. tidak teratur 11. Apakah ada cara pemberian formulasi pakan selain yang di atas? Ya/tidak a. jika Ya apa saja : VI. TATA LAKSANA 1. Apa tujuan anda beternak sapi ? a. tabungan b. produksi anak c. bibit d. penggemukan e. penghasil pupuk dan tenaga kerja pertanian f. warisan g. lain-lain (………………) 2. Bagaimana cara mendapatkan bakalan atau bibit? a. membeli dari pasar hewan b. membeli dari peternak lain c. meminta peternak atau petani lain untuk investasi d. lain-lain (………………) 3. Kapan sapi anda dimandikan a. tiap hari b. kadang-kadang 4. Tata letak kandang a. tersendiri b. jadi satu dengan rumah 5. Ukuran kandang : ……….mx………m 6. Jumlah ternak dalam kandang :…………….ekor 7. Berapa kali anda membersihkan kandang? a. 2 kali/hari b. 1 kali/hari c. tidak tentu 8. Aspek apa yang anda catat selama ini untuk melihat tingkat produktivitas? a. manajemen perkawinan (sifat reproduksi) b. performans anak yang dilahirkan c. sifat produksi d. pertambahan bobot badan e. tidak ada yang dicatat 9. Penyakit apa yang sering terjadi? a. mencret b. kembung 10. Bagaimana cara mengobatinya : 11. Pemanfaatan limbah kotoran sapi : 12. Untuk sapi yang dilepaskan a. dimana dilepaskan : b. jarak dari kandang :……………..km 13. Pengeluaran ternak sapi satu tahun terakhir a. dijual :………….....ekor
43
b. kematian :………….....ekor 14. Jarak mantri kesehatan ke lokasi peternakan :……………..km 15. Adakah sumber informasi mengenai tata cara beternak sapi?Ya/tidak a. jika Ya dari mana : 16. Bentuk bantuan yang pernah didapat dari pemerintah atau instansi lain? VII. PEMASARAN PRODUKSI ATAU HASIL USAHA PETERNAKAN 1. Pemanfaatan hasil produksi dalam setahun ini : a. dijual/dipasarkan …………………….ekor/kg b.dikonsumsi sendiri…………………...ekor/kg c. dibibitkan/dibesarkan………………...ekor d. lainnya……………………………….ekor 2. Pemasaran ternak sapi/produk a. kapan sapi dijual : pilih salah satu 1. pada saat harga menguntungkan 2. tergantung kebutuhan 3. asal saja b. kepada siapa dijual/siapakah pembelinya 1. konsumen rumah tangga 2. restoran/rumah makan/warung 3. pedagang/pasar 4. koperasi 5. perusahaan 6. dsb (………………) * alasan utama memilih konsumen tersebut : c. apakah harganya rugi/untung : d. bagaimana cara penentuan harga : e. bagaimana cara pembayarannya 1. secara kontan 2. dicicil 3. dibayar di muka 4. dibayar kemudian 5. tidak tentu 3. Dalam memasarkan produksi, apakah mengikuti informasi pasar? a. selalu mengikuti perkembangan pasar b. kalau perlu saja mengikuti informasi pasar c. tidak pernah mengikuti informasi pasar * alasanya :
Responden
(……………)
44
Lampiran 2. Batasan Titik dalam Pengukuran Parameter Tubuh Sapi
45
Lampiran 3. Skor Kondisi Sapi
46
Lampiran 4.
Penentuan Umur Sapi Berdasarkan Perubahan Gigi Susu ke Gigi Permanen.
47
Lampiran 5. Pengamatan Performans Sapi
No.
Individu Hasil Persilangan
Bangsa Tetua Jantan
Keterangan : LD (Lingkar Dada) PB (Panjang Badan) TG (Tinggi Gumba) SK (Skor Kondisi)
48
Betina
Bangsa Tetua Betina Jantan Betina
Umur
Sex
Ukuran Tubuh
Reproduksi LD
PB
TG
SK
Lampiran 6. Foto Penelitian
Gambar 8. Kandang Individu
Gambar 9. Kandang Kelompok
49
Gambar 10. Sapi Peranakan Ongole
Gambar 11. Sapi LimPO (Limousin x PO)
50
Gambar 12. Sapi SimPO (Simmental x PO)
Gambar 13. Sapi BraPO (Brahman x PO)
51
Lampiran 7. Uji t-Student LD Sapi PO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
LD Pemula PO
21 130.95
3.40
0.74
LD Lanjut PO
23 133.48
2.95
0.62
LD Pemula PO
21 130.95
3.40
0.74
LD Madya PO
19 135.00
3.56
0.82
LD Lanjut PO
23 133.48
2.95
0.62
LD Madya PO
19 135.00
3.56
0.82
0.012
0.001
0.146
Lampiran 8. Uji t-Student LD Sapi PO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
LD Pemula PO
29 158.97
9.28
1.7
LD Lanjut PO
27 160.48
5.42
1.0
LD Pemula PO
29 158.97
9.28
1.7
LD Madya PO
31 163.94
4.61
0.83
LD Lanjut PO
27 160.48
5.42
1.0
LD Madya PO
31 163.94
4.61
0.83
0.456
0.013
0.012
Lampiran 9. Uji t-Student TG Sapi PO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
TG Pemula PO
21 111.05
3.14
0.68
TG Lanjut PO
23 112.17
2.12
0.44
TG Pemula PO
21 111.05
3.14
0.68
TG Madya PO
19 113.00
1.91
0.44
TG Lanjut PO
23 112.17
2.12
0.44
TG Madya PO
19 113.00
1.91
0.44
0.176
0.022
0.193
Lampiran 10. Uji t-Student TG Sapi PO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
TG Pemula PO
29 123.69
6.87
1.3
TG Lanjut PO
27 124.11
4.52
0.87
TG Pemula PO
29 123.69
6.87
1.3
TG Madya PO
31 126.87
4.75
0.85
TG Lanjut PO
27 124.11
4.52
0.87
TG Madya PO
31 126.87
4.75
0.85
0.786
0.044
0.027
52
Lampiran 11. Uji t-Student PB Sapi PO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
PB Pemula PO
21 115.62
3.49
0.76
PB Lanjut PO
23 116.39
1.47
0.31
PB Pemula PO
21 115.62
3.49
0.76
PB Madya PO
19 117.84
1.71
0.39
PB Lanjut PO
23 116.39
1.47
0.31
PB Madya PO
19 117.84
1.71
0.39
0.355
0.015
0.006
Lampiran 12. Uji t-Student PB Sapi PO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
PB Pemula PO
29 127.00
7.16
1.3
PB Lanjut PO
27 128.63
4.80
0.92
PB Pemula PO
29 127.00
7.16
1.3
PB Madya PO
31 131.90
4.87
0.88
PB Lanjut PO
27 128.63
4.80
0.92
PB Madya PO
31 131.90
4.87
0.88
0.319
0.003
0.013
Lampiran 13. Uji t-Student LD Sapi LimPO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
LD Pemula LimPO
19 134.79
3.31
0.76
LD Lanjut LimPO
16 135.63
3.22
0.81
LD Pemula LimPO
19 134.79
3.31
0.76
LD Madya LimPO
15 137.80
4.54
1.2
LD Lanjut LimPO
16 135.63
3.22
0.81
LD Madya LimPO
15 137.80
4.54
1.2
0.456
0.041
0.139
Lampiran 14. Uji t-Student LD Sapi LimPO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
LD Pemula LimPO
21 157.67
8.42
1.8
LD Lanjut LimPO
24 160.96
5.54
1.1
LD Pemula LimPO
21 157.67
8.42
1.8
LD Madya LimPO
25 163.92
2.80
0.56
LD Lanjut LimPO
24 160.96
5.54
1.1
LD Madya LimPO
25 163.92
2.80
0.56
0.137
0.003
0.025
53
Lampiran 15. Uji t-Student TG Sapi LimPO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
TG Pemula LimPO
19 110.74
2.28
0.52
TG Lanjut LimPO
16 111.31
3.68
0.92
TG Pemula LimPO
19 110.74
2.28
0.52
TG Madya LimPO
15 116.40
7.22
1.9
TG Lanjut LimPO
16 111.31
3.68
0.92
TG Madya LimPO
15 116.40
7.22
1.9
0.592
0.010
0.024
Lampiran 16. Uji t-Student TG Sapi LimPO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
TG Pemula LimPO
21 123.86
2.48
0.54
TG Lanjut LimPO
24 125.42
3.63
0.74
TG Pemula LimPO
21 123.86
2.48
0.54
TG Madya LimPO
25 126.72
4.42
0.88
TG Lanjut LimPO
24 125.42
3.63
0.74
TG Madya LimPO
25 126.72
4.42
0.88
0.097
0.009
0.265
Lampiran 17. Uji t-Student PB Sapi LimPO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
PB Pemula LimPO
19 116.63
2.11
0.48
PB Lanjut LimPO
16 116.31
2.91
0.73
PB Pemula LimPO
19 116.63
2.11
0.48
PB Madya LimPO
15 123.07
7.45
1.9
PB Lanjut LimPO
16 116.31
2.91
0.73
PB Madya LimPO
15 123.07
7.45
1.9
0.718
0.005
0.004
Lampiran 18. Uji t-Student PB Sapi LimPO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
PB Pemula LimPO
21 129.81
2.75
0.60
PB Lanjut LimPO
24 131.58
4.66
0.95
PB Pemula LimPO
21 129.81
2.75
0.60
PB Madya LimPO
25 133.52
4.74
0.95
PB Lanjut LimPO
24 131.58
4.66
0.95
PB Madya LimPO
25 133.52
4.74
0.95
0.123
0.002
0.156
54
Lampiran 19. Uji t-Student LD Sapi SimPO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
LD Pemula SimPO
18 133.56
4.19
0.99
LD Lanjut SimPO
15 135.00
3.55
0.92
LD Pemula SimPO
18 133.56
4.19
0.99
LD Madya SimPO
17 137.35
3.37
0.82
LD Lanjut SimPO
15 135.00
3.55
0.92
LD Madya SimPO
17 137.35
3.37
0.82
0.292
0.006
0.065
Lampiran 20. Uji t-Student LD Sapi SimPO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
LD Pemula SimPO
22 157.23
8.19
1.7
LD Lanjut SimPO
25 162.92
1.89
0.38
LD Pemula SimPO
22 157.23
8.19
1.7
LD Madya SimPO
23 165.43
2.76
0.58
LD Lanjut SimPO
25 162.92
1.89
0.38
LD Madya SimPO
23 165.43
2.76
0.58
0.004
0.000
0.001
Lampiran 21. Uji t-Student TG Sapi SimPO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
TG Pemula SimPO
18 110.50
2.01
0.47
TG Lanjut SimPO
15 111.40
2.26
0.58
TG Pemula SimPO
18 110.50
2.01
0.47
TG Madya SimPO
17 113.71
2.62
0.63
TG Lanjut SimPO
15 111.40
2.26
0.58
TG Madya SimPO
17 113.71
2.62
0.63
0.241
0.000
0.012
Lampiran 22. Uji t-Student TG Sapi SimPO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
TG Pemula SimPO
22 124.68
5.08
1.1
TG Lanjut SimPO
25 125.04
3.71
0.74
TG Pemula SimPO
22 124.68
5.08
1.1
TG Madya SimPO
23 132.09
2.81
0.59
TG Lanjut SimPO
25 125.04
3.71
0.74
TG Madya SimPO
23 132.09
2.81
0.59
0.787
0.000
0.000
55
Lampiran 23. Uji t-Student PB Sapi SimPO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
PB Pemula SimPO
18 114.89
1.57
0.37
PB Lanjut SimPO
15 115.73
1.44
0.37
PB Pemula SimPO
18 114.89
1.57
0.37
PB Madya SimPO
17 118.24
2.84
0.69
PB Lanjut SimPO
15 115.73
1.44
0.37
PB Madya SimPO
17 118.24
2.84
0.69
0.117
0.000
0.004
Lampiran 24. Uji t-Student PB Sapi SimPO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
PB Pemula SimPO
22 129.77
5.99
1.3
PB Lanjut SimPO
25 131.04
3.72
0.74
PB Pemula SimPO
22 129.77
5.99
1.3
PB Madya SimPO
23 138.96
2.29
0.48
PB Lanjut SimPO
25 131.04
3.72
0.74
PB Madya SimPO
23 138.96
2.29
0.48
0.397
0.000
0.000
Lampiran 25. Uji t-Student LD Sapi BraPO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
LD Pemula BraPO
17 133.94
3.58
0.87
LD Lanjut BraPO
14 134.50
4.13
1.1
LD Pemula BraPO
17 133.94
3.58
0.87
LD Madya BraPO
18 136.61
3.91
0.92
LD Lanjut BraPO
14 134.50
4.13
1.1
LD Madya BraPO
18 136.61
3.91
0.92
0.694
0.043
0.154
Lampiran 26. Uji t-Student LD Sapi BraPO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
LD Pemula BraPO
23 157.22
6.95
1.5
LD Lanjut BraPO
26 160.50
5.67
1.1
LD Pemula BraPO
23 157.22
6.95
1.5
LD Madya BraPO
22 165.23
4.00
0.85
LD Lanjut BraPO
26 160.50
5.67
1.1
LD Madya BraPO
22 165.23
4.00
0.85
0.080
0.000
0.002
56
Lampiran 27. Uji t-Student TG Sapi BraPO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
TG Pemula BraPO
17 111.59
2.65
0.64
TG Lanjut BraPO
14 112.43
2.38
0.64
TG Pemula BraPO
17 111.59
2.65
0.64
TG Madya BraPO
18 114.06
2.58
0.61
TG Lanjut BraPO
14 112.43
2.38
0.64
TG Madya BraPO
18 114.06
2.58
0.61
0.360
0.009
0.074
Lampiran 28. Uji t-Student TG Sapi BraPO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
TG Pemula BraPO
23 125.57
6.09
1.3
TG Lanjut BraPO
26 125.62
4.47
0.88
TG Pemula BraPO
23 125.57
6.09
1.3
TG Madya BraPO
22 131.14
3.47
0.74
TG Lanjut BraPO
26 125.62
4.47
0.88
TG Madya BraPO
22 131.14
3.47
0.74
0.974
0.001
0.000
Lampiran 29. Uji t-Student PB Sapi BraPO Betina Umur 0-18 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
PB Pemula BraPO
17 116.24
2.75
0.67
PB Lanjut BraPO
14 117.14
2.25
0.60
PB Pemula BraPO
17 116.24
2.75
0.67
PB Madya BraPO
18 118.83
3.09
0.73
PB Lanjut BraPO
14 117.14
2.25
0.60
PB Madya BraPO
18 118.83
3.09
0.73
0.321
0.013
0.084
Lampiran 30. Uji t-Student PB Sapi BraPO Betina Umur 19-60 Bulan Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
PB Pemula BraPO
23 130.48
4.76
0.99
PB Lanjut BraPO
26 131.23
4.71
0.92
PB Pemula BraPO
23 130.48
4.76
0.99
PB Madya BraPO
6 131.23
4.71
0.92
PB Madya BraPO
22 137.27
2.99
0.64
0.581
0.000
0.000
57
Lampiran 31. Uji t-Student Birahi Pertama Sapi Betina Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
Birahi Pemula
100 18.70
1.67
0.17
Birahi Lanjut
100 18.48
1.18
0.12
Birahi Pemula
100 18.70
1.67
0.17
Birahi Madya
100 18.48
1.21
0.12
Birahi Lanjut
100 18.48
1.18
0.12
Birahi Madya
100 18.48
1.21
0.12
0.282
0.287
1.000
Lampiran 32. Uji t-Student Kawin Pertama Sapi Betina Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
Kawin Pemula
100 19.16
1.25
0.13
Kawin Lanjut
100 19.20
1.28
0.13
Kawin Pemula
100 19.16
1.25
0.13
Kawin Madya
100 19.04
1.07
0.11
Kawin Lanjut
100 19.20
1.28
0.13
Kawin Madya
100 19.04
1.07
0.11
0.823
0.468
0.339
Lampiran 33. Uji t-Student Beranak Pertama Sapi Betina Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
Beranak Pemula
100 28.59
1.16
0.12
Beranak Lanjut
100 28.51
1.02
0.10
Beranak Pemula
100 28.59
1.16
0.12
Beranak Madya
100 28.300
0.959
0.096
Beranak Lanjut
100 28.51
1.02
0.10
Beranak Madya
100 28.300
0.959
0.096
0.606
0.056
0.135
Lampiran 34. Uji t-Student Birahi Pertama Sapi Betina Parameter
N
Rataan Simpangan Baku Galat Baku Nilai-P
Umur Sapih Pemula 100 3.290
0.756
0.076
Umur Sapih Lanjut
100 3.460
0.717
0.072
Umur Sapih Pemula 100 3.290
0.756
0.076
Umur Sapih Madya
100 4.91
1.05
0.10
Umur Sapih Lanjut
100 3.460
0.717
0.072
Umur Sapih Madya
100 4.91
1.05
0.10
0.104
0.000
0.000
58
Lampiran 35. Hasil Uji Khi-kuadrat Bentuk Kandang pada Kelas Kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya). Bentuk Kandang
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
Individu
28
10
2
Kelompok
7
15
13
Keterangan : Pemula (n = 35 peternak), Lanjut (n = 25 peternak) dan Madya (n = 15 peternak) Nilai P = 0.000 Lampiran 36. Hasil Uji Khi-kuadrat Alas Kandang pada Kelas Kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya). Alas Kandang Tanah padat
Kelompok Pemula 20
Kelompok Lanjut 5
Kelompok Madya 3
Tanah padat + 5 5 5 serbuk gergaji Tanah padat + 10 15 7 jerami kering Keterangan : Pemula (n = 35 peternak), Lanjut (n = 25 peternak) dan Madya (n = 15 peternak) Nilai P = 0.016 Lampiran 37. Hasil Uji Khi-kuadrat Dinding Kandang pada Kelas Kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya). Dinding Kandang
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
Bambu
21
10
5
Kayu
4
5
2
Bambu + kayu
5
5
2
Tembok
5
5
6
Keterangan : Pemula (n = 35 peternak), Lanjut (n = 25 peternak) dan Madya (n = 15 peternak) Nilai P = 0.372
59
Lampiran 38. Hasil Uji Khi-kuadrat Atap Kandang pada Kelas Kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya). Atap Kandang
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
Seng
4
5
3
Daun Kirai
20
8
2
Genteng
8
2
7
Seng dan Genting
3
10
3
Keterangan : Pemula (n = 35 peternak), Lanjut (n = 25 peternak) dan Madya (n = 15 peternak) Nilai P = 0.003 Lampiran 39. Hasil Uji Khi-kuadrat Jenis Pakan yang Digunakan pada Kelas Kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya). Jenis Pakan HMT HMT + Hijauan kering HMT + Hijauan segar HMT + Konsentrat
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
21
5
2
10
10
3
2
5
3
2
5
7
Keterangan : Pemula (n = 35 peternak), Lanjut (n = 25 peternak) dan Madya (n = 15 peternak) Nilai P = 0.001 Lampiran 40.
Skor Kondisi
Hasil Uji Khi-kuadrat Skor kondisi Sapi PO pada Kelas Kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya). Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
Kurus
21 ekor
12 ekor
6 ekor
Sedang
29 ekor
38 ekor
44 ekor
Keterangan : Pemula (n = 50 ekor), Lanjut (n = 50 ekor) dan Madya (n = 50 ekor) Nilai P = 0.003
60
Lampiran 41. Hasil Uji Khi-kuadrat Skor kondisi Sapi LimPO pada Kelas Kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya). Skor Kondisi
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
Kurus
13 ekor
10 ekor
4 ekor
Sedang
27 ekor
30 ekor
36 ekor
Keterangan : Pemula (n = 40 ekor), Lanjut (n = 40 ekor) dan Madya (n = 40 ekor) Nilai P = 0.049 Lampiran 42. Hasil Uji Khi-kuadrat Skor kondisi Sapi SimPO pada Kelas Kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya). Skor Kondisi
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
Kurus
14 ekor
7 ekor
4 ekor
Sedang
26 ekor
33 ekor
36 ekor
Keterangan : Pemula (n = 40 ekor), Lanjut (n = 40 ekor) dan Madya (n = 40 ekor) Nilai P = 0.018 Lampiran 43. Hasil Uji Khi-kuadrat Skor kondisi Sapi BraPO pada Kelas Kelompok peternak (Pemula, Lanjut dan Madya). Skor Kondisi
Kelompok Pemula
Kelompok Lanjut
Kelompok Madya
Kurus
19 ekor
16 ekor
6 ekor
Sedang
21 ekor
24 ekor
34 ekor
Keterangan : Pemula (n = 40 ekor), Lanjut (n = 40 ekor) dan Madya (n = 40 ekor) Nilai P = 0.006
61