r
AGRIPLUS MAJALAH ILMIAH
IIJN 0854 - 0128
Natsir Sandiah, Yulius B. Pasolon dan La Ode Sabaruddin : UJI KESEIMBANGAN HARA DAN VAHIASI JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum var. HAWAII) La Ode Arsad Sani : PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA KELUARGA TRANSMIGRAN DAN LOKAL PADA PEMELIHARAAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KONAWE SELATAN
Azhar Ansi dan Nur Asyik : PENGARUH PUPUK ORGANIK DAN FOSFOR TERHADAP JUMLAH BINTIL AKAR EFEKTIF DAN PRODUKSI KACANG PANJANG (Vigna sinensis L.) Muhammad Amrullah Pagala : PENGARUH PEMBERIAN KITOSAN TERHADAP KUALITAS . SEL DARAH ITIK PETELUR
.
Zulkarnain : ANALIS IS SPASIAL RENCANA PEMANFAATAN WILAYAH EX. HTI BARITO PASIFIC TIMBER
Alamsyah Flamin : ANALISIS PENGARUH HUBUNGAN FAKTOR - FAKTOR SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT TERHADAP KELESTARIAN KAWASAN HUTAN DI HULU DAS POLEANG
Teguh Wijayanto : PRODUKSI BIBIT JERUK KEPROK (Citrus reticulata ) DAN JERUK SIAM (Citrus sinensis) SECARA IN-VITRO YANG BEBAS PENYAKIT CVPD DI SULAWESI TENGGARA La Baco S, Naik Sinukaban, Yanuar J. Purwanto, Bunasor Sanim dan Suria Darma Tarigan : VALUASI EKONOMI HUTAN DI SUBDAS KONAWEHA H ULU PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Budiyanto : DAMPAK IMPLEMENTASI PP (PERATURAN PEMERINATAH) NO. 20 TAHUN 2006 TENTANG !RIGASI TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI DI INDONESIA: SUATU KAJIAN TERORITIS DAN EMPIRIS
Gusti Ayu Kade Sutariati : PENINGKATAN MUTU BENIH TOMAT LOKAL MUNA MELALUI APLIKASI TEKNIK INVIGORASI BENIH PLUS AGENS HAYATI
Nur Arafah : DINAMlKA PENGELOLMN HUTAN ADAT DI PULAU KECIL (Studi Kasus Pulau Wangi - Wangi Kabupaten Wakatobi)
Muhammad Ramli. Dietriech G. Bengen, Hichardus F. Kaswadji dan Ridwan Affandi : SUMBER DAYA DETRITUS DARI HUTAN MANGROVE SEBAGAI MAKANAN POTENSIAL IKAN BELANAK (Liza subuiridis) DI PANTAI UTARA KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA
VOLUME 21 NOMOR 02 MEl 2011
TERBII TlGA KALI IETAHUN
AGRIPLUS Ketua Dewan Editor: Prof. Ir. Andi Bahrun, M.Sc. Agric. , Ph.D. Wakil Ketua Editor: Ir. Saediman, M.Agr., Ph.D. Editor Ahli : Prof. Ir. H. Mahmud Hamundu, M.Sc. (Unhalu) Prof. Dr. Ir. H. Ambo Ala, M.S. (Unhas) Prof. Dr. H. La Ode Abd. Rauf, M.S. (Unhalu) Ir. Yadi Setiadi, M .Sc., Ph.D. (IPB) Ir. Yonny Koesmaryono, M.S., Ph.D. (lPB) Prof. Ir. La Karimuna, M.Sc. , Ph.D. (Unhalu) Ir. Yulius B. Pasolon, M.Sc., Ph.D. (Unhalu) Prof. Ir. Darwis, DEA, Ph.D. (Unhalu) Prof. Ir. Sahta Ginting, M.Agr.Sc., Ph.D. (Unhalu) Ir. H. I Gusti R. Sadimantara, M.Agr., Ph.D. (Unhalu) Dr. Ir. H. Sarawa Mamma, M.S . (Unhalu) Ir. H. La Sara, M.Si., Ph.D. (Unhalu) Prof. Dr. If. La Rianda, M.Si. (Unhalu) Prof. Dr. Ir. Ayub Padangaran, M.S. (Unhalu) Prof. Ir. La Ode Muh. AsIan, M.Sc., Ph.D. (Unhalu) Dr. Ir. La Ode Nafiu, M.Si. (Unhalu) Dr. Ir. La Ode Sabaruddin, M.Si. (Unhalu) Editor Pelaksana : Drs. La Ode Arief, M.Rur.Sc. Ir. La Ode Abdul Madiki, ~iI.Si. La Ode Afa, S.P., M.Si. Sekretariat : Drs. Hadjirun, Sm.Hk. PutuArimbawa, SP, M.Si La Ode Arsad Sani, S.Pt, M.Sc Alamat Redaksi / Penerbit :
Fakultas Pertanian Universitas HaIuoleo KampusBumiTridhanna Telp. (0401 )3191692,3195861 Fax. 3191692 Kendari 93232 Setting / Lay Out / Printed By :
PERCETAKAN RAMAl Jl.MT. Haryono o.1 3TelpJ Fax. (040 1)3191711 Kendari93711
ISSN 0854-0128
~jalah C?}lmiah
AGRIPLUS VOLUME 21 NOMOR 02 MEl 2011
diterbitkan oleh : Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari
DAFTAR lSI HaIaman
Judu/
un KESEIMBANGAN HARA DAN VARL-\sI JARAK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPl... GAJAH
TANAM
TERHADAP
(Pennisetum p urpureum var. HA WAll) lVulsi, Sandiah, Yulius B. Pasolon dan La O
94 - 100
PRODUKTIVlTAS TENAGA KERJA KELUARGA TRANSMIGRAN DAN LOKAL P ADA PEMELIHARAAN SAPI POTONG DI KABU'ATEN KONAWE SELATAN La Ode Arsad Sani ....................................... _ _ _ ............................... .................... .
101 - 110
PENGARUH PUPUK ORGANIK DAN FOSFOR TERHADAP JUMLAH BINTIL AKAR EFEKTIF DAN PRODUKSI KACANG P A-XlA-,{G ( Vigna sinensis L.) AzhaT Ansi dan NUT Asyik ........................... .....................................................
111 - 115
PENGARUH PEMBERIAN KJTOSAN TERHADAP KUALITAS SEL DARAH ITIK PETELUR Muhammad AmrulJah Pagala .............. ........ _ _ _ ........................ ............................ .
116-120
ANALISIS SPASIAL RENCANA PEMA.."\.r.·\ ATAN WILAYAH EX. HTI BARITO PASIFIC TIMBER Zulkarnain ............... ......................................._ _ ................. ........... ..... __ ...... _........ .
121 - 129
ANALISIS PENGARUH HUBUNGA-N F.-\KTOR-FAKTOR SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT TERHADAP KELESTARIA..'\ KAWASAN HUTAN DI HULU DAS POLEANG Alamsyah Flumin ............. ...........................
...................................................
130 - 135
PRODUKSI BIBIT JERUK KEPROK (Citrus resiadaJa) DAN JERUK SIAM (Citrus sinensis) SECARA IN.. VI TRO YANG BEBAS PENYA.KJT CVPD DI SULAWESI TENGGARA Teguh Wijayanto ............. .............................. _ __ ...... ........................... .............. .
136 - 142
VALUASI EKONOMI HUT AN DI SUB DAS I;:OXA WEHA HULU PROVINSI SULAWESI TENGGARA La Baco S, Naik Sinukaban, Yanuar J. PuT"'WaJJ:to, Bunasor Sanim dan Suria Darma Tarigan
143 - 152
DAMPAK IMPLEMENTASI PP (pERATIJRA.'\ PEMERINTAH) NO 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI TERHADAP PRODUKTlVITAS PADJ DI INDONESIA: SUATU KAJIAN TEORITIS DAN EMPIRIS Budiyanlo ...................................................... _. _ _ .. ................................................ .
153 - 162
PENINGKATAN MUTU BENIH TOMAT LOKAL MUNA MELALUI APLIKASI TEKNIK INVIGORASI BENIH PLUS AGENS HAY ATI ellsli Ayu Kade Sutariati ................................ ___ ....................................................... .
163 - 170
DINAMIKA PENGELOLAAN RUTAN ADAT DI PULAU KECIL (Studi Kasus Pulau Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi) NUT ATafah ...................................................... _.•••_. ......................................................
J 7J - 177
SUMBERDAYA DETRITUS DARI HUfA-'1 MANGROVE SEBAGAI MAKANAN POTENSlAL lKAN BELANAK (Liza sub>iridis) Dr PANTAI UTARA KONAWE SELATAN SULAWESITENGGARA Muh ammad Ramli, Dietriech G Bengen, Rickardus F. Kaswadji dan Ridwan Affandi......... .
AGRIPLUS Volume 21 Nomor : 02 Mej 2011 ISSN 0854-0128
178 - 184
SUMBERDAYA DETRITUS DARI HUTAN MANGROVE SEBAGAI MAKANAN POTENSIAL IKAN BELANAK (Lka subvlrldis) DI P ANTAl UTARA KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA
Okh: Muhammad Ramlli, Dietriech G Bengen Zi, Riehardus F. Kaswadjfi, Ridwan Affandl'i ABSTRACT Mangrove forest as the main producer denitus in coastal waters and is a source of food for marine organisms. Mullet is one of detritivora fish that utilize detritus as food (energi source). This study aimed to obtain information about the' connibution of mangrove as denitus producer as well as a potential food source for mullet (Liza subviridis). To calculate the denitus, referring to the Rahana (2005). Relative feed consumption were evaluated using Sapatura and Gophen formula (1992) referred Sulistiono (1998). Proximate analysis is done by determining the percentage of protein, fat and carbohydrates content (SNI 01-2891-1992) refers to the method used by Musfiroh et 01. (2007). Denitus production calculations, refer to Rahana (2005). Relative feed consumption of mullet are determined based Sapatura Gophen (1992) in Sulistiono (1998). The content of protein, fat and carbohydrates were analyzed (SNI 01-2891-1992) refers to the method used by Musfiroh et.al (2007). Energi content of detritus, food and body tissue is determined by the equvalensi energi of the nunitional content (Nurjana, 2010). Study result shows that denitus production, Indeks Stomach Content Index, food composition and food quality (energy content of denitus and non detritus) of mullet are determined by vegetation structure and environmental conditions. Detritus production of mangrove ecosystem on the northern coast of South Konawe is 420-636 kg ha" year· 1 or equiv to 2.016-4.706 kcal ha· 1 years· l . Detritus content in mullet stomach are 43.89% - 47.94% or equiv to 0.99 - 1:03 kcallg while non detritus content are 51.71% - 56-11% or equiv to 2.51-2.70 kcal g.1 dry material.
Key words: Detritus, food, mangrove, mullet PENDAHULUAN Penelitian tentang eksositem mangrove sebagai daerah untuk mencari makan atau penelitian yang menghubungkan antara kerusakan hutan mangrove dengan hasil tangkapan ikan dan udang telah banyak dilakukan (Santanu dan Milan, 2001; Sukristijono, 2004; Lugendo et aI., 2006; Lewis and Gilmore, 2007). Laegdsgaard and Craig (2001) mengemukakan bahwa ada tiga dugaan utama yang menyebabkan ekosistem mangrove dijadikan sebagai habitat ikan, yakni (I) ikan tertarik karena keragaman struktur vegetasi mangrove, (2) jumlah predator relative sedikit semakin tinggi komplesitas struktur ekosistem mangrove semakin sedikit jumlah predatornya, dan (3) ketersediaan makanan di ekosistem mangrove lebih banyak dibandingkan
ekosistem lainnya Sehubungan dengan hal tersebut ekosistem mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground), tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai juvenile dan larva ikhtiofauna serta kerang (shellfish) dari predator (Bengen and Dutton, 2004). Detritus dari ekosistem mangrove adalah bahan organik yang berasal dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian membentuk substrat untuk pertumbuhan bakteri dan algae, yang kemudian menjadi sumber makanan penting yang kaya akan energi bagi organisme pemakan suspensi dan detritus. Selain bakteri dan jamur, organisme lain juga berkonnibusi untuk pembentukan detritus (D'Croz et 01.,
I) StafPengajar Pada Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo, Kendari. ') Stal Pengajar Fakultas Perikanan dan lImu Kelautan Inslitut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.
178
179
1989). HasiJ pengamatan mikroskopis yang dilakukan oleh Odum and Heald (1975) pada daun mangrove yang membusuk, didapatkan sebuah komunilas kompleks yang terdiri alas jamur, bakteri, protozoa, dan mikroalga. Salah satu Jems ikan yang memanfaatkan detritus sebagai sumber makanan (energi) adalah ikan belanak (Liza subviridis) dari famili mugilidae. Ikan belanak bersifat detritivor, memanfaatkan detritus yang dihasilkan dari basil dekomposisi serasah mangrove, makan dengan mengisap lapisan sedimen bagian atas, memakan detritus dan mikro algae. Juga mengambiJ butiran pasir dalam sedimen yang berfungsi untuk menggiling makanan di dalam lambung, karena detritus yang berasal dari mangrove memiliki selulosa dan lignin yang sulit dihancurkan. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi tentang kontribusi mangrove sebagai pemasok detritus sebagai sumber makanan potensial bagi ikan belanak, Liza subviridis di pesisir Utara Konawe Selatan Sulawesi Tenggara.
METODE PENELITIAN Penelitian diJaksanakan selama enam bulan dari bulan Mei 2010 sampai dengan Oktober 2010 berlokasi di pesisir Utara Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara (Gambar I). Penguku.ran dan pengambilan sampel dilakukan dua kali setiap bulan pada lokasi dengan struktur vegetasi yang berbeda yaitu pada daerah muara Landipo (muara sungai) dan daerah tanjung Tiram (non muara). Pengambilan data vegetasi dilakukan menggunakan metode transek berplot yaitu dengan cara membuat plot berukuran lOx 10 m' kontinyu di sepanjang garis transek. Struktur dan komposisi vegelasi hutan mangrove ditentukan dengan mengikuti metode yang dikemukakan oleh Bengen (2002).
Gambar 1. Letak lokasi penelitian Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Serasah yang jatuh dari pohon di tampung dengan perangkap serasah (litter trap) sebanyak 45 buah yang di pasang secara acak di bawah kanopi pohon pengamatan pada ketinggian 1,5 m di alas permukaan tanah atau tidak lerendam air saat pasang. Unluk mendapatkan total detritus yang dibasilkan, maka dilakukan pengukuran produksi serasah dan laju dekomposisi, selanjutnya dihitung jumlah rendemen detritus dari sisa hasil dekomposisi serasah. Untuk menghitung basil akhir dekomposisi serasah yang menjadi detritus, mengacu pada Rahana (2005). Konsumsi pakan relatif ikan belanak dievaluasi dengan menggunakan rumus perhitungan Sapatura and Gophen (1992) yang diacu Sulistiono (1998). Organisme dalam isi lambung diidentifikasi menggunakan buku Davis (1955), Yamaji (\ 976) dan Sachlan (1982). Untuk melihat sumbangan detritus sebagai makanan ikan belanak, dilakukan anal isis dengan menggunakan indeks bagian lerbesar (Index of Preponderance) (Effendie, 1979). Analisis proksimal dilakukan dengan menentukan persentase kandungan protein, lemak dan karbohidrat pada d~tritus maupun pada komponen isi lambung ikan (SNI 012891-1992) mengacu pada metode yang digunakan oleh Musfiroh dkk. (2007). Nilai dari
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
180
komponen tersebut, selanjuu:ya dika~ikan dengan nilai kesetaraan energmya (NulJana, 2010) yaitu menggunakan sistem Atwater. Ekivalensi energi untuk protein sebesar 5.65 kkaI gram" , karbohidrat 4.20 kkal gram", dan lemak sebesar 9.40 kkal gram' (Sediatama,
,
1987).
BASIL DAN PEMBAHASAN
Kerapatan dan Komposisi Mangrove Kerapatan mangrove di muara Landipo sebesar 2.804 tegakan ha", dengan kerapatan dan komposisi masing-masing jenis adalah Rhizophora apiculata (1.260 tegakan ha"), Rhizophora stylosa (530 tegakan ha"'), Sonneratia alba (314 tegakan ha"), Avicenia marina (330 tegakan ha"), Bruguera gymnorhiza (200 tegakan ha") dan Lumnitzera recemosa (170 tegakan ha·'). Kerapatan mangrove di lokasi tanjung Tiram adalah 2.300 tegakan ha·'. kerapatan dan komposisi masingmasing jenis adalah Sonneratia alba (1 .120 tegakan ha"), Rhizophora stylosa (430 tega~ ha''), Avicenia marina (340 tegakan., ha j , Bruguera gymnorhiza (210 tegakan ha ') dan Rhizophora apicuiata (200 tegakan ha"). Mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, maka tingkat kerapatan mangrove di muara Landipo dan tanjung Tiram masih tergolong sangat padat Tingginya kerapatan vegetasi di daerah muara Landipo, erat kaitannya dengan letaknya yang berada pada muara yang relatif terlindung, adanya suplai air tawar secara periodik atau tipe dasar prairannya berlumpur sehingga sangat mendukung pertumbuhan bakau. Sesuai dengan pendapat Bengen (2000) bahwa ~utan ~angro~e merupakan komunitas vegetas, panta, trOPlS, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon d~ mangrove yang mampu tumbuh berkembang di daerah pasang surut panla! berlumpur.
Produksi Detritus Berdasarkan hasil pengukuran laju dekomposisi, selama kurang lebih 75 hari didapatkan rendemen sebesar 9.50% dari total serasah yang didekomposisi. Hasil penelitian Rahana (2005) menunjukkan bahwa laju dekomposisi sebesar 0.0127 g harr' dengan rendemen yang dihasilkan yaitu 9.53%. Dengan demikian, muara Landipo dengan kerapatan mangrove 2.804 tegakan/ha, menghasilkan serasah bahan kering sebanyak 6.7 ton ha" tahun". Dengan rendemen 9.50% dari hasil dekomposisi maka dihasilkan detritus sebanyak 636 kg ha" tahun", setara dengan 3922 kkaI ha" tahun". Daerah tanjung Tiram dengan kerapatan mangrove 2.300 tegakanlha, menghasilkan serasah bahan kering sebanyak 4.4 ton ha" tahun", menghasilkan detritus sebanyak 420 kg ha" tahun" , setara dengan 2016 kkal ha" tahun'" Tingginya produksi detritus di muara Landipo disebabkan kerapatan vegetasi mangrove dan komposisi jenisnya lebih tinggi, dengan demikian produktivitas perairan di muara Landipo juga akan lebih tinggi karena dinamika serasah mangrove berupa produksi dan laju dekomposisi mempunyai arti penting terhadap kesuburan estuaria dan perairan pantai karena sumbangan nutriennya. Hasil penelitian Mohammad dkk. (2008) menunjukkan bahwa dari guguran serasah jenis Rhizophora sebanyak 1119.16 kg ha" tahun" menyumbangkan nutrien kedalam perairan sebesar 507.35 kg N per tahun, 21.90 kg P per tahun dan 25,121.52 kg C pertahun. Hutan mangrove Teluk. Sepi, Lombok dengan kerapatan vegetasi 480 pohon hektar·' dan komposisi jenis terdiri dari Rhizophora apicuiata, R mucronata, R stylosa Griff, Ceriops tagal, C. decandra, Brugueria sp., Sonneratia alba dan Aegiceras corniculatum menghasilkan serasah sebesar 9,9 ton ha" thn·' (Zamroni dan Rohyani, 2008). Jika rendemen sisa hasil dekomposisi serasah adalah 9.50%, maka produksi detritus yang dihasilkan sebanyak 940 kg ha" tahun" . Bahkan produksi serasah sangat tinggi di kawasan sungai dan tambak di hutan payau RPH Tritih Cilacap sebesar 13,37 ton ha" tahun" (Affandi,
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
I 996}. Jika rendemen sisa hasil dekomposisi sersah adalah 9.50%, maka produksi detritus yang dihasilkan sebesar 1.270 kg ha·' tahun·'.
Karakteristik Kualitas Air Salinitas di muara Landipo berkisar antara 23.3 - 28.0 ppt, sedangkan di tanjung Tiram be~.sar an~a 30.3 - 33.0 ppt. Rendahnya s~hmtas d.' muara sungai Landopo, lebih dlp~ngllTullI oleh pasokan air tawar yang teratur dari alITan sungai yang OOrmuara ke perairan t~rsebut. Sedang pada daerah tanjung Tiram tldak ada pasokan air tawar yang masuk ke perairan tersebut. Sesuai dengan pendapat D~uri (200~) bahwa di daerah yang terdapat ahran sung81 akan teIjadi percrunpuran dua ~~u lebih massa air yang berbeda sifatnya Hal Imlah yang menyebabkan penurunan salinitas air laut sebagai akibat masuknya air tawar ke perairan. Bila dihubungkan dengan proses dekomposisi serasah menjadi detritus maka daerah muara Landipo akan lebih cepat proses dekomposisinya dibandingkan dengan daerah bersalinitas tinggi (tanjung Tiram) karena populasi organisme dekomposemya lebih banyak. N ga et af. (2006) menyatakan bahwa tingkat dekomposisi dan pelepasan bahan organik lebih tinggi di salinitas rendah dibandingkan dengan di air tawar (0 ppt) atau pada salinitas tinggi (30-35ppt). Kondisi ini juga OOrpengaruh terhadap kualitas detritus ProteinnY!l tinggi karena (kandungan dekomposernya lebih banyak) sebagai makanan ikan belanak. Zat hara fosfat dan nitrat di perairan merupakan sumber bahan makanan bagi mikroorganisme laut dan salah satu indikator kesuburan perairan. Kandungan fosfat di perairrun muara Landipo berkisar antara 0.036 0.050 mg r' dan di perairan tanjung Tiram berkisar antara 0.029 - 0.041 mg r'. Hasil pengukuran kadar nitrat di daerah muara Landipo berkisar antara 0.0028 - 0.0086 mg rl Di perairan tanjung Tirrun OOrkisar antara 0.0022 - 0.0061 mg r'. Besarnya nilai kandungan fosfat dan nitrat di perairan muara Landipo berkaitan erat dengan struktur vegetasi seperti kerapatan yang
tinggi sehingga berpengaruh terhadp produksi serasah, didukung juga dengan letaknya di daerah pertemuan air tawar dan air laut. Daerah pertemuan air tawar dan air laut pada umumnya subur karena mendapat pasokan bahan organik dan anorganik baik dari laut maupun dari sungai termasuk dari daerah itu sendiri mengakibatkan kadar zat hara di daerah tersebut relatif lebih tinggi. Plankton merupakan salah satu parameter biologis yang era! hubungannya de~gan kandungan zat hara Tinggi rendahnya kehmpahan plankton tergantung kepada kandungan zat hara di perairan tersebut (Nybakken, 1982).
Makanan Berdasarkan pengamatan terhadap nilai indeks isi lambung ikan belanak, Liza subviridis di muara Landipo berkisar antara 5.7-7.9% dan tanjung tiram OOrkisar antara 5.3-7.3%. Hasil pemeriksaan 'Sl lrunbung ikan belanak selanjutnya dikelompokkan kedalam 6 ite~ makanan yaitu detritus, foraminifera, al ga, diatom, kopepoda, dan moluska (Grunbar 2). Tingkat keaktifan makan ikan belanak pada muara Landipo berkaitan dengan ketersediaan detritus sebagai sumber makanan ikan belanak, dengan kata lain mangrove muara Landipo memberikan kontribusi yang lebih besar sebagai pemasok makanan berupa detritus dibandingkan daerah tanjung Tiram. Kelompok jenis makanan yang tertinggi adalah detritus yaitu sebesar 48.29"10 pada m.uara landipo dan 43.89%. pada daerah tanjung Tlram. Non detrtus (foraminifera, alga, diatom, kopepoda, dan moluska), muara Landipo sebesar 51.71% dan tanjung Tiram 56.11%. Besamya kandungan detritus dalrun kelompok makanan mengindikasikan eratnya ketergantungan ikan belanak (Liza subviridis) pada ekosistem mangrove sehagai pemasok detritus. Prapaporn et af. (1998) menemukan persentase tertinggi dari isi lambung Liza subviridis yang terdapat di perairan mangrove Thachio, Thailand adalah komponen detritus sebesar 72 persen.
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
182
Kelompok Makanan Muara Landipo 50.00 45.00 40.00
g
s: .!>
-
~;:gg 25.00 20.00 15.00
10.00 5 .00 0.00
1. -".'10
~ . 67
.
'. --
Kelompok Makanan Tanjung Tj ram 43.89
l
45 .00 40.00 35.00 30.00
ec 25.00 _ 15.00 "' 20.00
10.00 . 5.00
0 .00
1.1-1-Hit
.t.n
Gambar 2. Komposisi makanan ikan beJanak, Liza subviridis
Energi pada Otot dan Hati Data tentang kandungan energi pada hati dan otot ikan belanak di dua lokasi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan total energi (kk I) protein, lemak dan karbohidrat pada bagian otot dan hati ikan belanak. Lokasi Muara Landipo (kka1 g-I) Tanjung Tiram (kkal g-I)
Protein
Otot Lemak Karbo
Total
Protein
Hati Lemak . Karbo
168.941
14.896
1.353
185.190
138.492
107.245
1-.378
247.115
149.870
15.608
2.167
167.645
124.708
106.939
1.324
232.971
Berdasarkan Tabel I, tampak bahwa pemasok energi baik pada otot maupun pada organ hati adalah komponen protein. Kontribusi lemak sebagai sumber energi pada organ bati jauh lebih besar dibanding pada otot. Hal ini menunjukkan bahwa hati berfungsi sebagai tempat mendeposit energi dalam bentuk lemak sebagai energi cadangan. Peran hati sebagai tempat mendeposit energi cadangan
Total
sesuai dengan pendapat Brusle and Anadon (\996). Berdasarkan Tabel I, juga terlihat bahwa kandungan energi baik pada otot maupun organ hati, di stasi un muara Landipo lebih tinggi dari tanjung Tiram. Perbedaan ini terkait dengan kualitas makanan (kandungan energi detritus maupun non detritus) yang dikonsumsinya. Perbedaan kandungan energi baik pacta otot maupun hati antara kedua lokasi
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
183
tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan kandungan proteinnya. Kandungan protein pada otot dan hati di muara Landipo lebih tinggi dari tanjung Tiram.
KESIMPUAN DAN SARAN
Hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) Kontribusi hutan mangrove sebagai pemasok detritus ditentukan oleh struktur vegetasi mangrove dan kondisi Iingkungan perairan. Kontribusi hutan mangrove di muara Landipo sebagai pemasok detritus lebih tinggi dari tanjung Tiram. (2) Nilai Index Stomach Content, komposisi makanan dan mutu makanan (kandungan energi detritus dan non detritus) ikan belanak dipengaruhi oleh struklur vegetasi dan kondisi lingkungan mangrove. (3) ' Kualitas ikan belanak
(kundunglIfl
@n~rqi
oada j!1Jinaan otot
d!1fl
haJi) terkait dengan mutu makanannya (kualitas detritus). Untuk mempertahankan fungsi ekosistem mangrove sebagai pemasok detritus yang merupakan sumber makanan potensial untuk ikan detritivore dan untuk menjamin keberlanjutan perikanan pantai (perikanan rakyat) maka vegetasi mangrove perlu dipertahankan dengan kerapatan > 2300 pohon ha" dengan komposisi jenis yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Affandi
Bengen
M. 1996. Produksi dan Laju Penghancuran Serasah Mangrove di Hutan Alami dan Binaan Cilacap, Jawa Tengah. Tesis Pascasarjana (Magister) Institut Teknologi Bandung (tidak dipublikaskan). DG. 2000. Sinopsis Teknik pengambilan contoh dan analisis data biofisik sumberdaya pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan I1mu Kelautan lnstitut Pertanian Bogor.
Bengen DG. 2002. Pedoman Teknis Penge dan Pengelolaan Ekosistem Mang Pusat kajian Sumberdaya Pesisir Lautan.lnstitut Pertanian Bogor.
Bengen DG. and Dutton LM 2004. Interac mangrove, fisheries and for management in Indonesia. Fishes Forestry. Worldwide Water Interaction and Management. Ed TG. Northcote and GF. Hart Blackwell Publishing company.
Brusle J and GG Anadon. 1996. The Stru and fuction of Fish Liver. Morfology Horizon of New Rese Edit by JS Datta Munshi and Hira Dutta. AA Balkema Publisher, old road, Brookfield USA. Dahuri
R. 2002. lntegrasi Kebij Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
Pulau-Pulau
Ked!.
Mak
disampaikan pada Lokakarya Nasi Pengelolaan Ekosistem mangrov Jakarta, 6-7 Agustus 2002
Davis CC. 1955. The Marine and Fresh W Plankton. Michigan State
D'Croz L, Del Rosario and Holness. 1 Degradation of red mang (Rhizophora mangle L.) leaves in Bay of Panama Rev BioI Trop 37:1 104
Effendie MI. 1979. Metode Bio Perikanan. Yayasan Dewi Sri. B 112 p.
Halver JE. 1988. Fish Nutrition. Acade Press, INC. London, 798 pp.
Laegdsgaard and Craig J. 2001. Why juvenile fish utilise mang habitats? Journal of Experime Marine Biology and Ecology 229-253.
Lewis Rand. G Gilmore. 2007. Impo Considerations To Achieve Succe Mangrove Forest Restoration W Optimum Fish Habitat Bulletin Marine Science 80(3): 823- 837.
AGRIPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128
184
Lugendo, Nagelkerken, Van Der Velde and Mgaya. 2006. The importance of mangroves, mud and sand flats, and seagrass beds as feeding areas for juvenile fishes in Chwaka Bay, Zanzibar: gut content and stable isotope analyses. lournal of Fish Biology 69:1639-1661 Mohammad M, Kadarwan S, C Kusuma, Hartrisari H dan Ario D. 2008. Laju dekomposisi serasah mangrove dan kontribusinya terhadap nutrient di hutan mangrove reboisasi. Jurnal penelitian perikanan. Il(I): 19-25. Musfiroh I, Wiwiek I, Muchtaridi dan Yudhi. 2007. Analisis - Karoten dalam Proksimat dan Penetapan Kadar Selai Lembaran Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendtn. ) dengan Metode Spektrofotometri Sinar Tampak. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran Nga, Roijackers and M Scheffer. 2006. Effects of Decomposition and Nutrient Release of Rhizophoro apiculata Leaves on The Mangrove-Shrimp Systems in The Camau Province Vietnam. International Symposium on Southeast Asian Water Environment. Vol. 4 Nybakken, JW. 1982. Biologi Lout: Sua/u Pendekatan Ekalogis. Alih bahasa: HM Eidman, Koesoebiono, DG Bengen, M Hutomo dan S Sukar. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. NuIjana OJ. 2010. Analisis Proksimat Daun Singkong. Departemen IImu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Odum WE and Heald EJ. 1975. The detritusbased food web of an estuarine
mangrove community. In: Ronin LT (ed) Estuarine research. Academic Press, New York, pp 265-286 Prapapom W, S Premcharoen, S Janekitkam and W Maneepitaksanti. 1998. Food items and feeding habits of the greenback mullet, Liza subviridis (Valenciennes, 1836), in the mangrove areas surrounding Thachin estuary, Changwat Samut Sakhon. Congress on Science and Technology of Thailand, Bangkok (Thailand), 19-21 Oct 1998. p. 438-439 Rahana AJ. 2005. Biomass litterfall and the composition rates for the fringed Rhizophora forest lining the bon accord lagoon. Tobago. Revista biology tropical Vol. 53 Suplemen I. Sachlan M. 1982. · Planktonologi. Fakultas Petemakan dan Perikanan UNDIP. Semarang. Sediatama 1987. Gizi .. Dian Rakyat, Jakarta. Sukristijono. 2004. Fisheries associated with mangrove ecosystem in Indonesia: a view from a mangrove ecologist. Biotropia: the Southeast Asian journal of tropical biology Penerbit : Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology Volume: NULL 23: 13-39 Sulistiono. 1998. Fishery biology of the whiting Silago javanica and S. sihama. Tesis. Tokyo University of Fisheries. 168 hal. Yamadji CS. 1976.111ustration of the Marine of Japans. Hoikusha Publishing Co. Ltd. London Zamroni dan Rohyani, 2008. Produksi Serasah Hulan Mangrove di Perairan Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Biodiversitas 9(4):284-287.
AGRJPLUS, Volume 21 Nomor : 02 Mei 2011, ISSN 0854-0128