SINTAS BAKTERI ASAM LAKTAT KANDIDAT PROBIOTIK KERING BEKU ASAL AIR SUSU IBU SELAMA REKONSTITUSI DAN KEMAMPUANNYA UNTUK BERKOMPETISI DENGAN Cronobacter sakazakii
DEDE SAPUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Sintas Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Kering Beku Asal Air Susu Ibu Selama Rekonstitusi dan Kemampuannya untuk Berkompetisi dengan Cronobacter sakazakii“ adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2012
Dede Saputra NRP. F251090191
ABSTRACT DEDE SAPUTRA. Survival of Freeze Dried Lactic Acid Bacteria Isolated from Breast Milk During Reconstitution and Their Ability to Compete with Cronobacter sakazakii. Under direction of LILIS NURAIDA and RATIH DEWANTI-HARIYADI Powdered infant formula (PIF) is a fabricated food product whose nutrition is formulated to correspond to breast milk. Nowadays, some PIF manufacturers have supplemented PIF with probiotic bacteria. However, due to possible Cronobacter spp. contamination, reconstitution at 70 oC is adviced thus it may also affect the viability of lactic acid bacteria (LAB). The objective of this study was to evaluate the survival of freeze dried LAB isolated from breast milk during reconstitution and their ability to compete with Cronobacter sakazakii (C. sakazakii) in PIF. This study was conducted in 4 stages, i.e. (1) screening of LAB isolates based on the survival during reconstitution at 50 oC; (2) competition of LAB isolates with C. sakazakii YRC3a; (3) evaluation of the LAB isolates on freeze drying process; and (4) competition of LAB isolates with C. sakazakii YRC3a in PIF at various reconstitution temperatures. Screening of LAB showed that all LAB isolates decreased in cell number after reconstitution at 50 oC. Based on the result of screening, 4 LABs were chosen i.e Lactobacillus rhamnosus (L. rhamnosus) R14, R21, R23, and R25 because the bacterial number decrease was lower. However, only L. rhamnosus R21 and R25 were capable of inhibiting the growth of C. sakazakii YRC3a. Meanwhile, assessment of the LAB survival during freeze drying process showed insignificant reduction of cell number of L. rhamnosus R21 and R25. Competition of freeze dried L. rhamnosus R21 and R25 with C. sakazakii YRC3a during reconstitution in PIF at various reconstitution temperatures (50, 60, and 70 oC) showed that the freeze dried LAB were able to suppress the number of C. sakazakii YRC3a as the temperature increased. The result also showed that LAB isolates did not undergo significant cell reduction as the reconstitution temperature increased. Keywords: breast milk, Cronobacter sakazakii, LAB, PIF, reconstitution
RINGKASAN DEDE SAPUTRA. Sintas Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Kering Beku Asal Air Susu Ibu Selama Rekonstitusi dan Kemampuannya untuk Berkompetisi dengan Cronobacter sakazakii. Dibimbing oleh LILIS NURAIDA dan RATIH DEWANTI-HARIYADI Air susu ibu (ASI) merupakan makanan alamiah yang baik untuk bayi, mudah dicerna, praktis, ekonomis dan memiliki komposisi zat gizi yang ideal, sesuai dengan kebutuhan dan pencernaan bayi. Pada kondisi tidak ada ASI, susu formula bubuk dapat digunakan sebagai pengganti ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Susu formula bubuk adalah susu yang diformulasikan menyerupai nilai gizi ASI dan diproduksi secara fabrikasi. Perkembangan teknologi yang semakin pesat, menyebabkan beberapa industri penghasil susu formula bubuk melakukan berbagai upaya pengembangan produk. Salah satu upaya pengembangannya adalah melalui penambahan bakteri probiotik pada susu formula bubuk. Penggunaan bakteri probiotik pada susu formula didasarkan pada petimbangan bahwa bakteri probiotik memiliki kemampuan untuk menurunkan jumlah bakteri patogen dalam usus manusia. Isolat BAL asal ASI telah dilaporkan memiliki potensi sebagai probiotik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa susu formula sering diasosiasikan sebagai media perantara kontaminasi bakteri patogen. Tidak menutup kemungkinan susu formula probiotik juga dapat mengalami kontaminasi oleh patogen. Kontaminasi bakteri patogen pada produk pangan dapat terjadi pada saat proses pengolahan, penanganan, dan pada saat praktek penyiapan susu formula di rumah tangga. Salah satu patogen berbahaya yang ditemukan pada produk susu formula adalah Cronobacter sakazakii (C. sakazakii). Penggunaan bakteri probiotik baik kultur tunggal maupun campuran ke dalam susu formula bubuk diharapkan mampu mencegah pertumbuhan bakteribakteri patogen salah satunya C. sakazakii. Penelitian ini dimaksud untuk mengevaluasi sintas BAL kering beku asal ASI selama rekonstitusi dan kemampuanya untuk berkompetisi dengan C. sakazakii pada susu formula yang direkonstitusi. Penelitian ini terdiri dari 4 tahap. Pada tahap 1, dipelajari sintas BAL asal ASI selama rekonstitusi pada suhu 50 oC. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan isolat BAL asal ASI yang memiliki ketahanan terhadap suhu rekonstitusi 50 ºC dan rekonstitusi suhu 27 oC sebagai kontrol. Pada tahap ini dilakukan analisis total BAL sebelum dan sesudah rekonstitusi dan selanjutnya dipilih 4 isolat BAL yang paling tahan terhadap suhu rekonstitusi. Pada tahap 2, dipelajari kompetisi isolat BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a. Tahap ini bertujuan untuk menapis isolat BAL asal ASI yang memiliki kemampuan berkompetisi dan menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi. Pada tahap ini 4 isolat terpilih dari tahap 1 diikutsertakan pada uji kompetisi BAL dengan C. sakazakii YRC3a, kompetisi dilakukan selama 24 jam pada suhu 37 oC. Penghitungan masing-masing bakteri dilakukan pada ke-0 jam dan setelah kompetisi jam ke-24. Kegiatan ini dilakukan sebanyak 2 kali ulangan. Analisis perubahan pH pada jam ke-0 dan setelah jam
ke-24 juga dilakukan pada set terpisah. Pada tahap ini dipilih 2 isolat BAL yang mampu berkompetisi dan menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a. Pada tahap 3, dipelajari pengaruh pengeringan beku (freeze drying) terhadap viabilitas BAL. Tahap ini bertujuan untuk melihat sintas isolat BAL yang paling tahan terhadap proses pengeringan beku. Sebelum proses pengeringan beku, dilakukan produksi biomassa sel BAL. Proses pengeringan beku melibatkan 2 jenis isolat terpilih pada tahap 2. Isolat terpilih pada tahap 2 diinokulasikan ke dalam medium MRSB selanjutnya dilakukan pemanenan sel dan disentrifugasi untuk mendapatkan sel biomassa basah. Uji viabilitas BAL sebelum pembekuan, setelah pembekuan, dan setelah pengeringan beku, dilakukan dengan penghitungan BAL menggunakan metode tuang pada media MRSA. Pada tahap 4, dipelajari pengaruh kompetisi BAL dan C. sakazakii YRC3a pada berbagai suhu rekonstitusi susu formula bubuk yaitu 50, 60, dan 70 °C. Penelitian tahap ini bertujuan untuk melihat pengaruh BAL yang dikompetisikan dengan C. sakazakii YRC3a yang direkonstitusi pada suhu 50, 60, dan 70 °C selama hang time 0 sampai dengan 8 jam. Analisis terhadap perubahan pH, suhu, jumlah BAL dan C. sakazakii YRC3a dilakukan pada tahap ini. Penghitungan BAL dan C. sakazakii YRC3a dilakukan dengan metode tuang pada masingmasing media selektif. BAL dihitung pada media MRSA-AA dan C. sakazakii YRC3a pada media TSAYE-SC. Penghitungan ini dilakukan pada hang time 0 hingga 8 jam. Rekonstitusi pada suhu 50 oC menurunkan jumlah BAL dengan rata-rata antara 0,06-1,44 log (CFU/mL). Penurunan jumlah BAL yang terjadi pada seluruh isolat relatif kecil dan tidak signifikan (p-value <0,05). Dari hasil penapisan diketahui Lactobacillus acidophilus (L. acidophilus) A22 merupakan isolat yang mengalami penurunan jumlah log paling tinggi yaitu 1,44±0,01 log (CFU/mL), sedangkan isolat L. rhamnosus A27 mengalami penurunan jumlah log paling rendah yakni sebesar 0,06±0,04 log (CFU/mL). Berdasarkan penurunan jumlah log yang tidak berbeda nyata dengan L. rhamnosus A27 dan telah dilaporkan menghambat EPEC K1.1.≥ 2 siklus log maka dipilih 4 isolat L. rhamnosus yakni R14, R21, R23, dan R25 dan diikutsertakan pada tahap selanjutnya. Hasil kompetisi BAL dengan C. sakazakii YRC3a menunjukkan bahwa hanya isolat L. rhamnosus R21 dan R25 yang mampu menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a. Isolat L. rhamnosus R21 mampu menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a lebih besar yakni 2,82 log (CFU/mL), sedangkan isolat R25 menghambat sebesar 0,61 log (CFU/mL). Hasil berbeda ditunjukkan oleh isolat R14 dan R23, dimana kedua isolat ini tidak menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a. Pengukuran perubahan pH yang dilakukan pada set terpisah, pada jam ke-0 dan setelah jam ke-24 terlihat adanya penurunan nilai pH cukup rendah yakni mencapai 4,4. Kultur BAL yang dikeringbekukan yaitu isolat R21 dan R25 memiliki viabilitas yang masih tinggi. L. rhamnosus R21 dan R25 mengalami penurunan jumlah total sel setelah pengeringan beku berturut-turut sebesar 0,97 dan 0,82 log (CFU). Penurunan jumlah total BAL disebabkan oleh proses pembekuan dan pengeringan, namun penurunan jumlah sel terbesar terjadi pada proses pengeringan. Uji kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R21 kering beku menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah C. sakazakii YRC3a berkisar
antara 0,54-1,27 log (CFU/mL) sesaat setelah rekonstitusi pada suhu 50, 60, dan 70 °C. Hasil serupa juga terjadi pada penggunaan BAL L. rhamnosus R25 kering beku yang dikompetisikan dengan C. sakazakii YRC3a, dimana terjadi penurunan berkisar antara 0,57-0,90 log (CFU/mL) pada waktu dan suhu rekonstitusi yang sama dengan perlakuan sebelumnya. Pada kompetisi BAL L. rhamnosus R21 kering beku dengan C. sakazakii YRC3a terlihat bahwa pada 2 jam pasca rekonstitusi pada suhu 60 dan 70 °C jumlah C. sakazakii YRC3a relatif konstan, tetapi pasca rekonstitusi pada suhu 50 °C terjadi kenaikan jumlah C. sakazakii YRC3a. Pengamatan serupa terjadi untuk BAL L. rhamnosus R25 kering beku 2 jam pasca rekonstitusi pada suhu 50, 60, dan 70 °C, jumlah C. sakazakii YRC3a relatif konstan. Pada 8 jam pasca rekonstitusi C. sakazakii YRC3a dengan L. rhamnosus R21 kering beku pada suhu 60 dan 70 °C, menunjukkan terjadi kenaikan jumlah YRC3a berturut-turut sebesar 2,84 dan 3,40 log (CFU/mL) tetapi kenaikan jumlah YRC3a ini lebih rendah bila dibandingkan dengan kenaikan C. sakazakii YRC3a, 8 jam pasca rekonstitusi tanpa adanya BAL; sedangkan pada penggunaan suhu rekonstitusi 50 °C terjadi kenaikan jumlah C. sakazakii YRC3a yakni sebesar 4,89 log (CFU/mL) yang hampir sama dengan perlakuan tanpa adanya BAL yaitu 4,80 log (CFU/mL). Kompetisi BAL L. rhamnosus R21 dengan C. sakazakii YRC3a dinilai cukup efektif menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a selama hang time. Uji kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R25 kering beku 8 jam pasca rekonstitusi pada suhu 50, 60, dan 70 °C, menunjukkan terjadi kenaikan jumlah C. sakazakii YRC3a berkisar antara 4,084,17 log (CFU/mL). Kenaikan ini hampir sama dengan perlakuan tanpa adanya BAL, berkisar antara 4,10-4,80 log (CFU/mL), sehingga kompetisi BAL isolat R25 kering beku dengan C. sakazakii YRC3a dinilai tidak efektif untuk menghambat pertumbuhan YRC3a. Pada hasil kompetisi BAL L. rhamnosus R21 dan R25 dengan C. sakazakii YRC3a, L. rhamnosus R21 dan R25 tidak mengalami kenaikan yang signifikan hingga hang time jam ke-8. Hal ini disebabkan oleh jumlah BAL telah mencapai populasi maksimum. Pengukuran pH medium susu formula rekonstitusi yang dilakukan pada set terpisah selama hang time hingga 8 jam, terlihat adanya sedikit penurunan pH dari 7,7 menjadi 7,1. Nilai ini masih berada pada kisaran pH optimum tumbuhnya C. sakazakii yakni 5,0 sampai dengan 9,0. Kata kunci: air susu ibu, Cronobacter sakazakii, BAL, susu formula, rekonstitusi
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang • Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. • Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya tanpa izin IPB.
SINTAS BAKTERI ASAM LAKTAT KANDIDAT PROBIOTIK KERING BEKU ASAL AIR SUSU IBU SELAMA REKONSTITUSI DAN KEMAMPUANNYA UNTUK BERKOMPETISI DENGAN Cronobacter sakazakii
DEDE SAPUTRA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Winiati P. Rahayu
Judul Penelitian : Sintas Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Kering Beku Asal Air Susu Ibu Selama Rekonstitusi dan Kemampuannya untuk Berkompetisi dengan Cronobacter sakazakii Nama
: Dede Saputra
NIM
: F251090191
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lilis Nuraida, M. Sc. Ketua
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Haryadi, M. Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M. Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc, Agr
Tanggal Ujian: 23 Mei 2012
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala anugerah, kekuatan dan karunia-Nya yang tak terhingga yang diberikan kepada penulis. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya yang setia mengikuti ajarannya sampai akhir zaman. Tesis dengan judul “Sintas Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Kering Beku Asal Air Susu Ibu Selama Rekonstitusi dan Kemampuannya untuk Berkompetisi dengan Cronobacter sakazakii” merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc., selaku Ketua komisi pembimbing yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis, bukan hanya kritikan dan saran dalam penelitian dan penulisan, namun pelajaran yang sangat berharga untuk menjadi pribadi yang lebih baik, disiplin, teliti, ikhlas dan sabar dalam memaknai hidup. Terima kasih atas segala nasihat, motivasi, kesabaran, dan kepercayaan yang telah Ibu berikan. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc., selaku Anggota pembimbing yang telah bersedia membimbing penulis, memberi nasihat, saran, dan perbaikan disetiap kesalahan penulisan. Sungguh uluran tangan Ibu menjadi semangat bagi penulis untuk tetap optimis menjalani sebagian proses pembelajaran ini. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu, selaku penguji luar komisi yang telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran untuk menguji dan memberikan masukan yang sangat membangun karya ilmiah ini. Terima kasih untuk saran-saran yang sangat baik yang telah Ibu berikan untuk kesempurnaan tulisan ini. Ungkapan terima kasih terdalam, penulis sampaikan kepada Ibunda dan Ayahanda, sungguh kalian adalah motivasi dan sumber inspirasi bagi ananda untuk terus belajar memaknai setiap proses kehidupan ini. Keluarga Besar atas segala dukungan, do’a, dan kasih sayang yang tulus, sungguh kalian adalah keluarga terbaik yang sangat berarti bagi hidup penulis.
Ungkapan Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas Pendanaan penelitian (a.n. Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M. Sc.) melalui skema Hibah Pascasarjana. Dr. Suliantari, Prof. Dr. Ir. Betty S. Jenie, Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, Dr. Harsi D. Kusumaningrum, Dr. Ir. Endang Prangdimurti, Dr. Nur Wulandari, dan Dr. Elvira Syamsir (Departemen ITP-FATETA IPB) atas semangat dan motivasi yang sangat berarti. Terima kasih kepada seluruh dosen-dosen IPN yang telah mengajarkan banyak ilmu kepada penulis, sungguh jasa Bapak/Ibu tidak akan terlupakan. Keluarga Bpk. Ferdisar Adrian, MM (Ibu, Fasya, Farhan), Bpk Isep Ghojali (Ibu, Ridho, Nisa, Iki), Bpk. Dasep Soemantri (Ibu, Sargi, Arfi), Bpk. Djonifar (Ibu, Selena, Emyr), Ibu Tjitjih, Pak Hendra, Mba Reni, Kaka dan Azka, terima kasih atas motivasi, dukungan, dan bantuan yang sangat berarti sehingga penulis bisa menyelesaikan program Magister ini. Rani Anggraeni, S.Si, M.Si, Herlina Hadisetiawati, STP, Rahmawati, M.Si, Mursalin, M.Si, Lula Nadia, M.Si, Fajri Ghojali, STP, MM, drh. Helmayeni Chandra, M. Ubit M. Adam, S.Pi, Sahabat XL (Sigit, Warid, Elvi, Iboy, Irna, Tuko, Indra, Ella, Uu, Bach, Madong dan lainnya). Terima kasih atas saran dan motivasi yang sangat membangun, ketika penulis dihadapi banyak cobaan dan terima kasih atas persahabatan yang ditawarkan, sungguh persahabatan ini sulit untuk dilupakan. Kristian Edo Zulfamy dan Evi Fratiwi terima kasih teramat tulus untuk setiap motivasi, semangat, dan dukungan kepada penulis untuk tetap terus optimis melangkah kedepan. Terima kasih karena tidak
pernah
lelah
mendengarkan keluh-kesah penulis dan terus menjadi sumber inspirasi serta menjadi keluarga yang sangat baik ketika penulis sangat membutuhkan hal itu. Terima kasih teramat tulus juga penulis sampaikan kepada Handika Gilang Pramana Putra, S.Pi, Esa, Rhesa, Niswani, Mawaddah, Theorema, Nona, dan lainnya, terima kasih untuk kerja kerasnya yang sangat membantu. Terima kasih penulis ucapkan kepada Laskar “Cronobacter sakazakii” yang sama-sama berjuang untuk mengungkap rahasia mikroba ini di laboratorium SEAFAST Center IPB (Larasati, Seftiono, Hamdani, dan Riyanti).
Bertha, Vanya, Ulfa, Balqis, Fitri, Eci, terima kasih untuk kebersamaanya di Lab Mikrobiologi SEAFAST. Vannesa N.J Lekahena, Melina Sari, Dian Purbasari, Widaningrum, Sritina, Rizky, Mba Yanne, Mba Tanti, Mba Indah, Rangga, Supri, Ihsan, dan Nandi (IPN angkatan 2009) persahabatan ini akan selalu terukir dalam prasasti hati kita. Kak Wilson, Bu Zita, Mba Dewi, Mba Rara, Kak Teti, Listika, Indah, Winda, Ranti Sam, Hasrul Vitor, Tata, Contardo, Desy, Icha, Sendy, Sagita Nindya, Dias, terima kasih atas persahabatan yang sangat indah. Terima kasih penulis sampaikan kepada Solid EVSE Travellers Marissa Chang, Vendryana Ayu, William Suhartono, Adi Indra, Septiyanni, Dimas Supriyadi, dan Annisa R. persahabatan kita tak kan lekang oleh waktu. Terima kasih kepada Desty Gitapratiwi, STP, M.Si, Ibu Elly, Mba Hanna, Mba Ari, Mas Yerris, Mba Yuliasri, Bu Martianah, Bapak Misdi, Fitriyah, Pak Udin, Teh Eva, Bu Entin (almarhumah), Mba Erly, Mba Virna, Mas Marto, Teh Yuli, Pak Ade, Abah, Mba Irin, Ria Chori, Ria, Mba Denny, Mba Sri, Vero, Iman S, Dini, Bu Rubiyah, Pak Wahid, Mba Vera, Pak Nana, Iman, A’ Heri, Untung, Adnan, serta rekan-rekan lain di SEAFAST Center IPB, Lab ITP, MAKSI, Centium Printing, dan 3 Mulia yang telah tulus membantu dan menerima penulis menjadi bagian dari kalian. Serta terima kasih untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2012 Dede Saputra
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Toboh, Pariaman Sumatera Barat, sebagai putra keempat dari pasangan Bapak Joni dan Ibu Minang. Penulis mengawali pendidikan di SDN 41 Toboh pada tahun 1992 dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 1998. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMP Negeri 7 Sakarek Ulu dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Pariaman. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan Sarjana, pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dan menyelesaikannya pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus dan anggota FORMASIP periode 2009-2010. Pada tahun 2011/2012 penulis diberi kepercayaan menjadi Staf Pengajar di STMIPA Bogor, Pengajar Mandiri Bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada pelajar Sekolah Internasional di Bogor dan Jakarta. Pada tahun ajaran 2011/2012 penulis diberi kepercayaan menjadi Asisten Praktikum Evaluasi Nilai Biologis Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitian, pelatihan, dan kegiatan seminar nasional diantaranya panitia Seminar dan Kongres Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia, Seminar Applied Microbial Genetic pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB. Penulis melakukan penelitian dan menyusun tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, dengan judul “Sintas Bakteri Asam Laktat Kandidat Probiotik Kering Beku Asal Air Susu Ibu Selama Rekonstitusi dan Kemampuannya untuk Berkompetisi dengan Cronobacter sakazakii”, dibimbing oleh Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc. dan Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................
xvii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xix
1. PENDAHULUAN.....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................
1
1.2 Tujuan ....................................................................................................
3
1.3 Hipotesis.................................................................................................
3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................
3
2. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
5
2.1 Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik..................................................
5
2.2 Pengeringan Bakteri Asam Laktat .........................................................
9
2.3 Bakteri Asam Laktat Asal Air Susu Ibu .................................................
12
2.4 Ketahanan Bakteri Asam Laktat Terhadap Pemanasan .........................
14
2.5 Cronobacter spp. (Enterobacter sakazakii) ...........................................
15
2.6 Sumber Cronobacter spp .......................................................................
16
2.7 Ketahanan Cronobacter spp. Terhadap Suhu Tinggi dan Kekeringan ......................................................................................
18
2.8 Susu Formula Bayi dan Proses Produksinya ..........................................
19
2.9 Rekonstitusi Susu Formula ....................................................................
21
3. METODOLOGI .......................................................................................
23
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................
23
3.2 Bahan dan Alat .......................................................................................
23
3.3 Metode Penelitian...................................................................................
24
a) Tahapan penelitian ............................................................................
24
b) Prosedur kerja ................................................................................... 1) Penapisan BAL berdasarkan sintas selama rekonstitusi susu formula suhu 50 °C (Modifikasi Meutia 2008; Fitriyah 2011) ...
27 27
2) Kompetisi isolat BAL dengan C.sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi (Modifikasi Meutia 2008; Fitriyah 2011) ............................................................................. 3) Sintas BAL terhadap proses pengeringan beku (freeze-drying) (Puspawati et al. 2010) .................................... 4) Kompetisi BAL dan C. sakazakii YRC3 pada susu formula dengan berbagai suhu rekonstitusi (Modifikasi Fitriyah 2011).. 5) Metode Analisis .......................................................................... (a) Derajat keasaman pH (AOAC 1994) .................................... (b) Perubahan suhu ..................................................................... (c) Penghitungan koloni (BAM 2001) ...................................... 6) Analisis Data............................................................................... 4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 4.1
28 29 31 32 32 32 32 33 35
Penapisan Bakteri Asam Laktat Berdasarkan Sintas Selama Rekonstitusi Susu Formula pada Suhu 50 °C .......................................
35
Kompetisi Isolat BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a dalam Susu Formula Rekonstitusi .......................................................
37
Sintas BAL Selama Proses Pengeringan Beku (freeze drying) ......................................................................................
40
Kompetisi BAL dan C. sakazakii YRC3a pada Susu Formula dengan Berbagai Suhu Rekonstitusi ..................................................... 4.4.1 Pengaruh kompetisi BAL pada saat rekonstitusi...................... 4.4.2 Pengaruh kompetisi BAL selama hang time ............................ 4.4.3 Pengaruh kompetisi BAL setelah hang time selama 8 jam ......
44 44 48 54
5. SIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
57
5.1
Simpulan ...............................................................................................
57
5.2
Saran .....................................................................................................
58
DAFTARPUSTAKA ...................................................................................
59
LAMPIRAN .................................................................................................
67
4.2 4.3 4.4
DAFTAR TABEL Halaman 1. Karakter tingkat adaptasi dan perkembangan Cronobacter spp. parameter kisaran optimum .....................................................................
18
2. Batas maksimum cemaran mikroba untuk produk susu formula bayi dan formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi ....................
21
3. Tahap penelitian, tujuan, dan hasil yang diharapkan ..............................
26
4. Ringkasan percobaan dari setiap tahap penelitian ..................................
27
5. Pengaruh suhu rekonstitusi 50 °C terhadap isolat bakteri asam laktat .................................................................................
36
6. Jumlah dan penurunan C. sakazakii YRC3a pada uji kompetisi dengan BAL L. rhamnosus ....................................................................
38
7. Sintas BAL L. rhamnosus R21 dan R25 setelah pengeringan beku .......
41
8. Penurunan jumlah C. sakazakii YRC3a dan BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku perlakuan kompetisi dan kontrol (CFU/mL) ........
45
9. Jumlah dan penurunan C. sakazakii YRC3a pada kompetisi BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku setelah hang time selama 8 jam............................................................................................
55
10. Jumlah dan penurunan BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku pada kompetisi C. sakazakii YRC3a setelah hang time selama 8 jam............................................................................................
56
xvii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. BAL asal ASI (a) L. rhamnosus R14; (b) L. rhamnosus R21....................
14
2. Proses pengolahan susu formula dengan tipe pengolahan pencampuran basah dari bahan baku basah dan kering ..........................
20
3. Diagram alir proses penelitian .................................................................
24
4. Proses pembuatan biomassa basah ..........................................................
30
5. Proses pembuatan biomassa kering .........................................................
30
6. Penurunan jumlah BAL dalam susu formula rekonstitusi pada suhu 50 °C dan penghambatan EPEC K1.1 .................................................
36
7. Penurunan jumlah BAL L. rhamnosus R21 dan R25 setelah pengeringan beku (freeze drying) ..........................................................
42
8. Pertumbuhan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula yang mengandung L. rhamnosus R21 (a) dan R25 (b) setelah rekonstitusi suhu 50 oC ...............................................................
49
9. Pertumbuhan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula yang mengandung L. rhamnosus R21 (a) dan R25 (b) setelah rekonstitusi suhu 60 oC ...............................................................
50
10. Pertumbuhan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula yang mengandung L. rhamnosus R21 (a) dan R25 (b) setelah rekonstitusi suhu 70 oC ...............................................................
51
xviii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Pengaruh suhu rekonstitusi 50 °C terhadap isolat BAL .............................
68
2. Kompetisi BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi pada suhu 27 °C selama 24 jam .....................
70
3. Perubahan nilai pH pada kompetisi BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi ............................
72
4. Pengeringan beku dan uji viabilitas BAL................................................
72
5. Gambar persiapan dan proses pembuatan BAL kering beku .................. a) Proses penyalutan sel BAL dengan kriogenik laktosa ....................... b) Produksi sel BAL pada medium MRSB ............................................ c) Proses pengeringan beku BAL........................................................... d) Kondisi pengaturan alat pada proses pengeringan beku BAL ........... e) Uji viabilitas BAL setelah pengeringan beku ....................................
73 73 73 73 74 74
6. Uji kompetisi BAL L. rhamnosus R21 dan R25 dengan C. sakazakii YRC3a . a) Data kompetisi R21 vs YRC3a pada media MRSA-AA ................... b) Data kompetisi R25 vs YRC3a pada media MRSA-AA ................... c) Data kompetisi R21 vs YRC3a pada media TSAYE-SC................... d) Data kompetisi R25 vs YRC3a pada media TSAYE-SC................... e) Data kontrol R21 vs pada media MRSA-AA .................................... f) Data kontrol R25 vs pada media MRSA-AA .................................... g) Data kontrol YRC3a pada media TSAYE-SC ...................................
75 76 79 82 85 88 90 94
7. Jumlah awal BAL R21 sebelum rekonstitusi pada media MRSA...........
97
8. Jumlah awal BAL R25 sebelum rekonstitusi pada media MRSA...........
98
9. Jumlah awal C. sakazakii YRC3a sebelum rekonstitusi pada media TSA
99
10. Perubahan suhu pada susu formula rekonstitusi pada volume 20 mL selama 30 menit pertama .............................................................
100
xx
1
1. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Air susu ibu (ASI) merupakan makanan ideal bagi bayi pada usia 6 bulan
pertamanya (Baldeón et al. 2008). Pada kondisi tidak ada ASI, susu formula bubuk dapat digunakan sebagai pengganti ASI untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Susu formula bubuk adalah susu yang dihasilkan secara fabrikasi untuk memenuhi keperluan asupan gizi bayi. Produk susu formula diformulasikan menyerupai nilai gizi ASI (Breeuwer et al. 2003). Seiring dengan perkembangan teknologi, beberapa industri penghasil susu formula melakukan berbagai upaya pengembangan produk. Upaya-upaya pengembangan produk yang telah dilakukan oleh industri diantaranya, menambahkan beberapa jenis nutrien bermanfaat untuk menunjang kualitas produk yang dihasilkan seperti; vitamin, PUFA, nukleotida, dan komponen lainnya sehingga produk yang dihasilkan menyerupai kualitas ASI (Carver 2003). Dewasa ini beberapa industri penghasil susu formula bubuk juga melakukan upaya pengembangan produk dengan menambahkan bakteri probiotik pada susu formula. Penambahan bakteri probiotik dilakukan dengan pertimbangan, bakteri probiotik mampu menurunkan jumlah bakteri patogen dalam usus manusia, dengan dua hipotesa yaitu (a) sel BAL probiotik mampu mengganti posisi penempelan bakteri patogen di usus, dan (b) komponen antimikroba yang dimiliki BAL probiotik dapat menghambat bakteri patogen (Bernett et al. 1993). Hipotesis ini didukung oleh berbagai kajian yang menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba BAL terbukti mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Bernett et al. 1993). Salah satu sumber bakteri probiotik adalah ASI. Nuraida et al. (2008) telah mengisolasi 87 isolat BAL asal ASI yang dilaporkan memiliki potensi sebagai probiotik dan aktivitas antimikrobial terhadap beberapa bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus. Penelitian Hartanti (2010) juga menunjukkan bahwa isolat-isolat BAL asal ASI ini, memiliki kemampuan menghambat patogen E. coli entero patogenik (EPEC) K 1.1.
2
Bakteri probiotik umumnya ditambahkan pada susu formula dalam bentuk bubuk yang mengandung sel hidup dalam jumlah tinggi dan tahan lama. Probiotik bubuk tersebut dapat diperoleh melalui beberapa cara seperti pengeringan semprot (spray drying), pengeringan beku (freeze drying), dibekukan (freezing), dan dikeringkan dengan oven vakum (Fu & Etzel 1995; Nuraida et al. 1995; Harmayani et al. 2001). Dewasa ini proses pengeringan beku (freeze drying) dengan penambahan bahan kriogenik (penyalut) lebih dipilih menjadi alternatif terbaik dalam pengeringan bakteri probiotik, karena metode ini dapat mempertahankan viabilitas probiotik selama proses pengeringan beku dan selama penyimpanan (Gardiner et al. 2000; Desmond et al. 2001). Puspawati et al. (2010) menunjukkan bahwa Pediococcus pentosaceus A16, Lactobacillus brevis, L. rhamnosus R21 yang dikeringbekukan dengan penyalut laktosa mengalami sedikit penurunan jumlah bakteri yaitu masing-masing 1,24; 1,42 dan 2,13 log (CFU/g), walaupun demikian informasi efektivitasnya belum banyak dilaporkan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa susu formula bayi sering diasosiasikan sebagai media perantara kontaminasi bakteri patogen. Tidak menutup kemungkinan susu formula probiotik juga dapat mengalami kontaminasi oleh bakteri-bakteri patogen. Kontaminasi bakteri berbahaya ini dapat terjadi pada saat proses pengolahan di industri, dan dapat juga terkontaminasi pada saat penanganan atau praktek persiapan susu formula di rumah tangga. Salah satu jenis patogen berbahaya yang sering ditemukan pada produk susu formula adalah C. sakazakii. Meutia (2009) berhasil mengisolasi beberapa jenis bakteri C. sakazakii asal susu formula bayi dan makanan pendamping ASI yang beredar di Indonesia. Isolat YRC3a merupakan salah satu jenis yang berhasil diisolasinya dan dilaporkan memiliki nilai D 50 sebesar 103,09-243,90 menit (Seftiono 2012). WHO (2007) dan BPOM (2009) merekomendasikan penggunaan air suhu 70 °C untuk merekonstitusi susu formula untuk menginaktivasi C. sakazakii. Penggunaan suhu 70 °C dapat berpengaruh juga pada BAL atau probiotik yang sering ditambahkan pada susu formula. Penggunaan BAL atau probiotik yang tahan panas diharapkan dapat menghambat C. sakazakii selama rekonstitusi.
3
1.2
Tujuan Penelitian Tujuan Umum dari penelitian ini adalah mengevaluasi sintas BAL kering
beku asal ASI selama rekonstitusi dan kemampuannya untuk berkompetisi dengan C. sakazakii pada susu formula bubuk. Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah: a) mempelajari sintas BAL asal ASI selama rekonstitusi susu formula pada suhu 50 oC; b) mempelajari kompetisi isolat BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi; c) mempelajari pengaruh pengeringan beku (freeze drying) terhadap viabilitas BAL; d) mempelajari pengaruh kompetisi BAL dan C. sakazakii YRC3a pada susu formula dengan berbagai suhu rekonstitusi yaitu 50, 60, dan 70 °C. 1.3
Hipotesis Bakteri asam laktat (BAL) kandidat probiotik kering beku yang
ditambahkan pada susu formula diduga memiliki ketahanan yang baik pada suhu rekonstitusi 70 °C dan karena itu dapat menghambat pertumbuhan C. sakazakii pasca rekonstitusi susu formula. 1.4
Manfaat Penelitian Menambah informasi sifat fungsional bakteri asam laktat kandidat probiotik
yang yang berasal dari air susu ibu dalam meminimalkan atau menghambat bakteri C. sakazakii setelah rekonstitusi susu bubuk formula.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik Bakteri asam laktat (BAL) pertama kali ditemukan oleh Pasteur, seorang
profesor kimia di University of Lille. Pada tahun 1878, Lister melaporkan isolasi bakteri asam laktat asal susu yang tengik. Beberapa bakteri asam laktat dapat ditemukan juga pada saluran pencernaan manusia maupun hewan (Surono 2004). Bakteri asam laktat dan Bifidobacteria termasuk dalam kelompok bakteri baik bagi manusia dan umumnya memenuhi status Generally Recognized As Safe (GRAS), yaitu dianggap aman bagi manusia. Kelompok bakteri ini tidak membusukkan protein, dan dapat memetabolisme berbagai jenis karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat sehingga disebut bakteri asam laktat. Beberapa jenis bakteri asam laktat memiliki potensi sebagai bakteri probiotik. Perhatian terhadap bakteri probiotik dimulai sejak tahun 1908, ketika Ellie Metchnikoff seorang ahli mikrobiologi dari Institut Pasteur di Perancis, menyarankan untuk mengonsumsi susu fermentasi agar berumur panjang. Pada tahun 1960 definisi probiotik juga digunakan pada pemberian pakan ternak yang disuplementasi dengan mikroba untuk membantu hewan ternak khususnya dalam saluran pencernaannya. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan, pada tahun 1965 konsep probiotik sudah mulai dikenal pertama kali digunakan oleh Lily dan Stillwell. Istilah probiotik berasal dari bahasa Yunani yang berarti for life. Kemudian Fuller pada tahun 1989 mencoba memperbaiki definisi probiotik yang berasal dari kata probios yang berarti kehidupan, probiotik adalah suplemen mikroba hidup yang memberikan efek positif kepada manusia dan hewan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Hingga tahun 1990, masih diperdebatkan apakah konsep probiotik itu fakta, fiksi, mitos atau suatu relitas. Tahun 1995 diakui, mulai memasuki era probiotik (Surono 2004). Definisi lain juga menjelaskan bahwa probiotik adalah makanan suplemen berupa mikroba hidup yang memiliki keuntungan kepada manusia khususnya dalam keseimbangan mikroflora usus (Shortt 1999; Fuller 1999). Sejalan dengan perkembangan zaman maka banyak dilakukan penelitian mengenai mekanisme probiotik yang menggunakan hewan percobaan untuk diekstrapolasikan pada manusia (Fuller 1999).
6
De Vrese & Schrezenmeir (2008), juga mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme potensial yang memiliki jumlah yang cukup untuk mencapai usus dalam keadaan aktif dan memberikan efek positif untuk kesehatan. Bakteri probiotik juga didefinisikan sebagai bakteri hidup dalam kultur tunggal atau campuran yang mempunyai manfaat bagi kesehatan manusia (Salminen 1998). Probiotik adalah organisme hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat memberi manfaat bagi kesehatan (WHO 2001). Probiotik
yang
efektif
harus
memenuhi
beberapa
kriteria
yaitu;
(a) memberikan efek menguntungkan inangnya, (b) tidak patogenik dan tidak toksik, (c) mengandung sejumlah besar sel hidup, (d) mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus, (e) tetap hidup selama penyimpanan, (f) mempunyai sifat sensori yang baik, (g) diisolasi dari inangnya (De Vrese & Schrezenmeir 2008; Fuller 1989). Bakteri asam laktat untuk dapat berfungsi sebagai probiotik harus memenuhi berbagai persyaratan sebagai berikut (Shortt 1999): 1) Tahan terhadap asam, terutama asam lambung yang memiliki pH antara 1,5-2,0 sewaktu tidak makan dan pH 4,0-5,0 sehabis makan, sehingga mampu bertahan dan hidup lama ketika melalui lambung dan usus. Ketahanan probiotik terhadap asam lambung dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian yang menjelaskan bahwa bakteri ini dapat hidup pada kisaran pH yang sangat luas. Apabila bakteri ini masuk ke dalam saluran pencernaan manusia maka harus mampu bertahan pada pH asam lambung yaitu sekitar 3,5. Pada kondisi yang sangat asam membran sel bakteri akan mengalami kerusakan yang mengakibatkan hilangnya komponen-komponen intraseluler, seperti Mg, K dan lemak dari sel, kerusakan ini akan menyebabkan kematian pada sel (Bender & Marquis 1987). Ketahanan Lactobacillus pada pH rendah terjadi karena (1) kemampuannya dalam mempertahankan pH internal lebih alkali daripada pH eksternal (2) mempunyai membran sel yang lebih tahan terhadap kebocoran sel akibat terpapar pH rendah (Bender & Marquis 1986). Zavaglia et al. (1998) menguji daya tahan isolat klinis Bifidobacteria pada pH 3 selama 1 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 11 dari 25 isolat
7
Bifidobacteria masih hidup dalam kondisi pH rendah, dengan ketahanan lebih besar dari 1%. 2) Stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama berada pada bagian usus kecil. Empedu disekresikan ke dalam usus untuk membantu absorbsi lemak dan asam empedu yang terkonjugasi dan diserap dari usus kecil. Bakteri asam laktat mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap garam empedu yang berhubungan dengan kerusakan terhadap membran luar sel bakteri. Semakin tinggi konsentrasi garam empedu, maka jumlah sel Lactobacillus yang mati juga akan meningkat (Ngatirah et al. 2000; Kusumawati 2002). 3) Memproduksi senyawa antimikroba seperti asam laktat, hidrogen peroksida, dan bakteriosin. 4) Mampu menempel pada sel usus manusia, faktor penempelan oleh probiotik merupakan syarat untuk pengkolonisasian, aktivitas antagonis terhadap patogen, pengaturan sistem daya tahan tubuh dan mempercepat penyembuhan infeksi. 5) Tumbuh baik dan berkembang dalam saluran pencernaan, sebagai probiotik tentu saja kemampuan untuk tumbuh harus diperhatikan. Pada beberapa genus Bifidobacteria dan Lactobacillus dapat tumbuh baik pada saluran pencemaan tanpa adanya oksigen. 6) Koagregasi membentuk lingkungan mikroflora normal dan seimbang, koagregasi juga mencerminkan kemampuan interaksi antar kultur untuk saling menempel. 7) Aman digunakan oleh manusia. Uji secara in vivo merupakan salah satu indikator bahwa probiotik tersebut dapat dikonsumsi oleh manusia. 8) Tahan terhadap mikrobisida dan spermisidal vaginal. Sifat ini diperlukan untuk probiotik yang ditujukan untuk mengobati infeksi saluran urinovaginal. Bakteri asam laktat potensi probiotik memiliki mekanisme kerja mampu menstimulasi
sistem
imun
karena
adanya
senyawa
peptidoglikan
dan
lipopolisakarida dalam dinding sel. Bakteri asam laktat melakukan kontak dengan sistem imun saluran usus melalui sel M atau sel folikel epitelium dari Peyer’s patch atau melalui sel epitelial saluran usus halus atau usus besar. Interaksi antara
8
bakteri asam laktat dengan sel M hanya menstimulasi respon imun spesifik, sedangkan interaksi antara bakteri asam laktat dengan sel folikel epitel menstimulasi respon imun non spesifik atau peradangan meskipun juga dapat meningkatkan respon imun spesifik (Surono 2004). Probiotik selain mempunyai efek modulasi flora normal saluran pencernaan, bakteri ini juga mampu berperan sebagai modulator sistem imun. Salah satu contohnya adalah Lactobacillus yang mampu meningkatkan fungsi imunitas seluler dan humoral (Vanderhoof 1999). Bakteri ini mampu menstimulasi sistem imun antara lain meningkatkan fungsi fagositosis makrofag, sel natural killer (NK), monosit dan netrofil. Lactobacillus GG mampu merangsang sekresi IgM setelah vaksinasi rotavirus dan meningkatkan produksi IgA dengan hasil akhir meningkatkan produksi imunoglobulin. Pada penerapanya agar dapat berfungsi sebagai probiotik pada berbagai produk fermentasi seperti susu fermentasi, yoghurt, kultur yoghurt, susu acidophilus, kefir, kuyms jumlah bakteri BAL minimal sebesar 107 CFU/g (Codex
2003).
The
International
Dairy
Federation
dalam
laporannya
menyebutkan bahwa jumlah minimal sel probiotik pada produk susu untuk dapat berperan dalam menigkatkan kesehatan pencernaan adalah 106 CFU/g sel per gram produk (Sultana et al. 2000), sehingga berdasarkan acuan ini, maka pada studi ini dilakukan penambahan BAL lebih banyak dengan perbandingan (108:103) antara BAL dengan C. sakazakii. Isolat
bakteri
yang
umum
digunakan
dalam
probiotik
adalah
L. acidophillus dan berbagai Bifidobacteria spp., yang merupakan organisme yang dominan dalam usus kecil dan usus besar. Mikroba ini mempunyai peranan dalam menghambat pertumbuhan mikroba patogen melalui produksi asam organik dan bakteriosin dan dengan dekonjugasi garam empedu. Saat ini sediaan probiotik yang ada mengandung L. delbrueckii subsp bulgaricus, L. acidophilulus, L. casei, L. fermentum, L. plantarum, L. brevis, L. cellobiosus, L. lactis dan L. reuteri (Fuller 1992). Bifidobacteria yang saat ini digunakan sebagai probiotik adalah Bifidobacterium adolescentis, B. animalis, B. bifidum, B. infantis, B. longum dan B. thermophilus (Fuller 1992). Vinderola dan Reinheimer (2003) menyatakan bahwa L. delbrueckii subsp bulgaricus merupakan spesies starter asam laktat
9
dengan karakteristik probiotik terbaik diantara spesies starter yang dianalisis. Bakteri ini tahan terhadap asam lambung dan empedu dan menunjukkan nilai tinggi untuk aktivitas β-galactosidase. Aplikasi probiotik pada produk pangan diantaranya dimanfaatkan untuk fermentasi beberapa produk pangan dan dilaporkan dapat mencegah kerusakan makanan baik oleh bakteri patogen serta bakteri perusak pangan (Budiana 1997). Kelompok bakteri probiotik juga lazim digunakan sebagai kultur starter baik pada pengolahan yoghurt, keju, atau proses fermentasi lainnya. Penggunaan BAL juga banyak digunakan karena memiliki sifat antimikroba baik sebagai anti bakteri maupun sebagai antimikotik (ldawati 1996; Ismail 2002). Sifat antimikroba tersebut dihasilkan oleh kemampuan BAL untuk menghasilkan asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin (Axelsson 1998). Selain itu bakteri probiotik dewasa ini sering dimanfaatkan oleh industri penghasil susu formula bubuk sebagai mikroba potensial untuk menghambat pertumbuhan patogen sehingga dapat ditambahkan dalam bentuk bubuk kering beku. Jenis bakteri probiotik yang telah dimanfaatkan untuk dikeringbekukan adalah B. lactis dan L. acidophillus (Gerber 2011). 2.2
Pengeringan Bakteri Asam Laktat Untuk mengawetkan kultur BAL yang mengandung sel hidup dalam jumlah
tinggi dan tahan lama maka BAL dapat diawetkan dengan cara pengeringan semprot (spray drying), pengeringan beku (freeze drying), dibekukan (freezing), atau pengeringan dengan oven vakum (Fu dan Etzel 1995; Nuraida et al. 1995; Harmayani et al. 2001). Pengeringan beku atau liofilisasi adalah teknik pengeringan dimana produk dibekukan terlebih dahulu kemudian dengan menggunakan energi dalam bentuk panas dan pada tekanan yang rendah, kandungan air bahan yang berupa es akan diuapkan dengan cara sublimasi. Pengeringan beku merupakan pengeringan yang terbaik untuk mencegah terjadinya perubahan kimia dan meminimumkan kehilangan nutrien selama proses pengeringan berlangsung. Kultur kering beku mempunyai penampakan jernih, padat dan memiliki viabilitas sel yang baik. Pengeringan beku dapat mempertahankan bentuk kaku dari bahan yang
10
dikeringkan sehingga dapat menghasilkan produk kering yang berpori dan tidak berkerut. Selama proses pengeringan beku, kandungan air bahan akan hilang sebanyak 90%, dan kandungan air bahan tidak berada pada fase cair sehingga dapat mencegah transpor zat-zat yang dapat larut dalam air dan memperkecil terjadinya
reaksi
degradasi
(King
1971
dalam
Endry
2000).
Terdapat beberapa keunggulan dan kelemahan pada produk pangan yang dikeringkan dengan pengeringan beku. Keunggulan produk yang dikeringkan melalui pengeringan beku adalah produk lebih kering, stabil, menempati volume yang kecil sehingga dapat menekan biaya penyimpanan dan pengiriman. Adapun kelemahanya adalah proses pengeringan beku membutuhkan biaya operasional mahal, biasanya diproduksi dalam skala besar. Produksi lambat atau rendah karena proses pengeringan beku biasanya dengan sistem batch dan pengeringan melalui sublimasi berjalan lambat (Jhonson & Etzel 1995). Pengeringan beku dapat menyebabkan beberapa perubahan, diantaranya perubahan fisik, kimiawi maupun biokimia pada sel bakteri. Selama proses pembekuan kemungkinan terjadi kerusakan sel karena perbedaan sensitivitas untuk setiap jenis mikroba terhadap pembekuan, terbentuknya kristal es baik ekstraseluler maupun intraseluler. Kerusakan yang terjadi akibat proses pembekuan ini akan mengakibatkan perubahan morfologi sel, struktur sel, perubahan fungsi sel dan perubahan stabilitas genetik (Ray & Speck 1973). Kemampuan sel untuk bertahan selama pembekuan dipengaruhi oleh ukuran dan tipe sel, umur sel, permeabilitas membran sel, metode penyimpanan dan metode thawing. Secara umum respon BAL terhadap pembekuan yaitu, BAL akan mensintesis senyawa-senyawa protein dan terjadinya perubahan komposisi asam lemak pada membran bakteri (Wang et al. 2005). Beberapa penelitian menjelaskan bahwa proses pembekuan dapat mempengaruhi BAL yang dibekukan, seperti terjadinya perubahan rasio antara asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang dapat menentukan resistensi dari BAL terhadap pembekuan (Goldberg & Eschar 1977; Beal et al. 2001; Wang et al. 2005). Hal yang serupa telah dilaporkan oleh Murga et al. (2000), yang telah mengamati kenaikan C16:0 dan C18:2 pada L. acidopilus. Siuta dan Goulet (2001), menjelaskan bahwa
11
enkapsulasi L. acidophilus R0052 menyebabkan viabilitas sel dapat bertahan dari 9,l x 109 CFU menjadi 5,3 x 109 CFU pada hari ke 50 pada penyimpanan 40 °C dengan kelembaban (RH) 75%. De Vrese dan Schrezenmeir (2008),
dalam
laporannya juga menyebutkan bahwa pengeringan probiotik melalui spray drying dapat melindungi sel bakteri yang dikeringkan hingga suhu 70 °C. Untuk dapat melindungi sel agar tetap hidup selama proses pengeringan beku, maka beberapa cara dapat dilakukan, yaitu melalui penambahan bahan pelindung (kriogenik) pada sel bakteri yang akan dikeringkan. Bahan pelindung adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi kerusakan dinding sel dan membran sel, tetapi ada juga bahan yang hanya dapat menahan kerusakan membran sel. Bahan kriogenik sangat berperan penting dalam mencegah kerusakan akibat proses pengeringan ataupun pengeringan beku. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, menjelaskan bahwa bahan pelindung dapat mencegah terjadinya penurunan jumlah sel selama proses pengeringan, pengeringan
beku
atau
pembekuan.
Nasombat
dan
Sriwong
(2000),
mengemukakan dalam hasil penelitiannya bahwa penggunaan Lyoprotective agents (9,1% b/b) jenis laktosa dapat mempertahankan kemampuan hidup bakteri Lactococcus lactis sebesar 64,17±3,00% dan L. sakei sebesar 56,42 ± 2,35%. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Puspawati et al. (2010) yang menyatakan bahwa pengeringan beku P. pentosaceus A16, Lactobacillus brevis, L. rhamnosus R21 setelah disalut dengan kriogenik mengalami sedikit penurunan yaitu masingmasing 1,24; 1,42; dan 2,13 log CFU/g. Laktosa merupakan salah satu jenis bahan pelindung atau kriogenik yang umum digunakan pada proses pengeringan beku. Laktosa merupakan golongan karbohidrat yang utama terdapat pada susu. Laktosa merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Penggunaan laktosa sebagai bahan pelindung sudah banyak diaplikasikan. Hasil penelitian yang dilakukan Zamora et al. (2006) menunjukkan bahwa penggunaan laktosa 12% sebagai bahan pelindung pada proses pengeringan beku dapat mempertahankan ketahanan L. murinus-PS85 yang selama penyimpanan pada suhu 20 °C selama 60 hari, mencapai 20% sedangkan pada suhu 5 °C sebesar 4%. Pada kultur Enterococcus raffinosus-PS7, penggunaan laktosa 12%
12
sebagai bahan pelindung mampu mempertahankan viabilitasnya
selama
penyimpanan pada suhu 5 °C sebesar 60%, sedangkan pada suhu 20 °C selama 60 hari dapat menyebakan penurunan sebesar 100%. Puspawati et al. (2010), juga mengemukakan dalam hasil penelitiannya bahwa penggunaan laktosa sebagai pelindung pada proses freeze dried Pediococcus pentosaceus
A16 dapat
mengurangi penurunan jumlah bakteri ini, besarnya penurunan jumlah total bakteri akibat freeze dried sebesar 0,91 log CFU/g. 2.3
Bakteri Asam Laktat Asal Air Susu Ibu Bakteri asam laktat bersifat anaerob, aerotoleran, tahan asam, fermentatif,
berbentuk batang dan bulat, habitatnya harus kaya nutrisi(fastidious), komposisi basa nitrogen DNA kurang dari 50 % mol G+C (Axelsson 2004; Adam & Moss 1995). Bakteri asam laktat secara alami dapat berasal dari saluran pencernaan manusia, produk-produk susu dan permukaan tanaman tertentu. Klasifikasi BAL menjadi beberapa genus didasarkan pada perbedaan morfologi, jenis fermentasi glukosa, perbedaan suhu pertumbuhan, produksi asam laktat, kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi garam tinggi dan toleransi terhadap asam, alkali, serta garam yang berbeda-beda. Pada pengklasifikasian beberapa genus baru, penambahan karakteristik seperti komposisi asam lemak dan sifat motil juga digunakan sebagai dasar. BAL terdiri dari dua bentuk yaitu kokus (Lactococcus, Vagococcus,
Leuconostoc,
Pediococcus,
Aerococcus,
Tetragenococcus,
Streptococcus, Enterococcus) dan batang (Lactobacillus, Carnobacterium, Bifidobacterium). Bakteri dan Streptococcus secara tradisional digunakan sebagai kultur starter untuk fermentasi makanan dan minuman karena berkontribusi terhadap flavor dan aroma serta menghambat kerusakan (De Vuyst & Vandamme 1994). ASI merupakan salah satu sumber BAL. Salminen et al. (2004), meneliti isolat B. bifidum (yang kemudian dikenal sebagai L. bifidus) di dalam ASI. Hal ini berkaitan dengan keberadaan N-acetylglucosamine sebagai faktor bifidus di dalam ASI, yaitu sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen dan dapat menunjang pertumbuhan bakteri L. bifidus (Surono 2004). Nuraida et al. (2008), mengisolasi BAL yang berasal dari ASI. Dari tiga puluh satu sampel ASI diperoleh 87 isolat macam kultur BAL. Melalui uji
13
fisiologis dan biokimia yang dilakukan pada uji identifikasi awal diperoleh 54 isolat yang teridentifikasi sebagai Lactobacillus homofermentatif, 18 isolat teridentifikasi sebagai Lactobacillus heterofermentatif, 9 isolat teridentifikasi sebagai Bifidobacteria, 1 isolat teridentifikasi sebagai Pediococcus, serta 6 isolat teridentifikasi sebagai Streptococcus. Bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif kurang baik untuk dikembangkan menjadi produk probiotik yang berupa susu fermentasi. Hal ini disebabkan gas CO 2 yang dihasilkan akan merusak tekstur produk probiotik yang berupa susu fermentasi. Sehingga dalam pengujian ketahanan terhadap asam hanya BAL yang bersifat homofermentatif yang diikutsertakan. Beberapa isolat yang diperoleh dari isolasi ASI ini adalah L. rhamnosus, yang merupakan salah satu BAL yang banyak mengkolonisasi mukosa usus. Bakteri asam laktat jenis ini sangat stabil pada rentang suhu yang luas dan pada berbagai tingkat pH. Pada penggunaanya L. rhamnosus sering sekali dikombinasikan dengan bakteri lain seperti L. acidopilus maupun L. casei untuk meningkatkan efisiensi kerja bakteri tersebut (Legowo 2007). Berdasarkan hasil penelitian Nuraida et al. (2008), isolat L. rhamnosus R21 asal ASI yang diperoleh memiliki ketahanan yang baik terhadap kondisi asam (pH 2) dimana terjadi penurunan log <1 dan juga tahan pada kondisi garam empedu 0,5% dengan penurunan jumlah bakteri sebesar 2,23 log CFU/g (Nuraida et al. 2008). Selain isolat R21, isolat lain yang juga diperoleh oleh Nuraida et al. (2008), asal ASI adalah L. rhamnosus R23, L. rhamnosus B16, L. rhamnosus R14, L. rhamnosus 25, L. rhamnosus R27 dan isolat R32, memiliki ketahanan hidup yang baik pada kondisi pH asam (pH 2 selama 5 jam) dan konsentrasi garam empedu sebesar 0,5% secara in vitro, serta isolat-isolat ini memiliki daya hambat terhadap Bacillus cereus, Salmonella thypii, Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Hartanti (2010), juga melaporkan bahwa isolat-isolat asal ASI tersebut di atas, mampu menghambat pertumbuhan enteropatogenik E. coli (EPEC) K1.1. > 2 log CFU/mL dengan jumlah EPEC 105 CFU/mL dan dapat menghambat isolat Lactobacillus lainnya sebesar 106 CFU/mL, hal ini disebabkan oleh kemampuan isolat ini menghasilkan L-asam laktat dengan konsentrasi yang tinggi (Wang et al. 2005). Berikut di bawah ini visualisasi BAL pada Gambar 1.
14
(a)
(b)
Gambar 1 BAL isolat asal ASI (a) L. rhamnosus R14; (b) L. rhamnosus R21 2.4
Ketahanan Bakteri Asam Laktat Terhadap Pemanasan Pemanasan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
kemampuan suatu bakteri untuk bertahan dan tumbuh. Proses pemanasan dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan lubang atau pori pada membran sel bakteri. Panas juga sangat berkontribusi penting dalam menginaktifkan enzimenzim dan ribosoma, yang pada akhirnya dapat menurunkan atau mereduksi aktivitas biologi bakteri yang terpapar sehingga dapat mengalami kematian (Tabatabaie & Mortazavi 2008). Ketahanan panas setiap mikroba berbeda-beda, hal ini sangat bergantung pada keragaman genetik yang dimiliki oleh masingmasing Isolat, jumlah sel, umur sel, kondisi fisiologis bakteri, suhu pertumbuhan inokulum, air, lemak, garam dan faktor lainnya. BAL merupakan bakteri yang mampu tumbuh pada suhu yang bervariasi. Beberapa jenis BAL bersifat mesofilik dan termofilik, yaitu tumbuh pada suhu 5 dan 45 °C (Jay 2000). Niamsup et al. (2003), juga menjelaskan beberapa isolat L. thermotolerans sp. dapat tumbuh pada kisaran suhu yang tinggi, seperti L. thermotolerans G35 T dapat tumbuh pada suhu 50 °C dan L. thermotolerans lainnya yakni G12, G22 ,G43 dan G44 mampu tumbuh pada suhu 45 °C. Beberapa BAL juga bersifat termodurik artinya bakteri ini tahan terhadap suhu pasteurisasi, yaitu 72 °C selama 15 detik. BAL termodurik optimum tumbuh pada suhu 45 °C. BAL termodurik tidak harus tumbuh pada suhu tinggi. Beberapa jenis BAL termodurik diantaranya, Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus (Fardiaz 1992; Helfrerich & Westhoff 1980).
15
Rizqiati et al. (2008), melakukan seleksi ketahanan panas BAL jenis L. plantarum. Hasil yang diperoleh menunjukkan 10 isolat probiotik L. plantarum yang diuji pada suhu pemanasan 100 °C selama satu menit menyebabkan terjadinya penurunan BAL sebesar 44-75%, sehinga yang tersisa hanya 25-56%. 2.5
Cronobacter spp. (Enterobacter sakazaki) Cronobacter sakazakii merupakan bagian dari famili Enterobacteriaceae,
genus Enterobacter dan secara biologis Cronobacter spp. merupakan bakteri yang bersifat motil, tidak membentuk spora, Gram negatif, dan anaerob fakultatif. Genus baru Cronobacter spp. dikelompokkan berdasarkan karakterisasi molekuler terhadap gen 16 sRNA, gen DNAG dan gluA ; uji biokimia (API 20E, ID 32E) dan α-glukosidase, pigmen kuning, dan pertumbuhannya pada media kromogenik (Iversen 2007). Cronobacter spp. merupakan bakteri patogen oportunis yang dapat mengakibatkan infeksi pada bayi dan memiliki tingkat mortalitas yang tinggi (40-80 %). Bakteri ini dikenal mengontaminasi susu formula bubuk untuk bayi dan beberapa isolatnya mampu bertahan sampai 2 tahun pada susu formula bubuk. Selain terdapat pada susu bubuk bayi, bakteri ini juga ditemukan mengontaminasi berbagai macam produk makanan seperti sereal. Infeksi yang disebabkan C. sakazakii mengancam seluruh kelompok usia namun bayi adalah kelompok usia yang paling rawan terserang infeksi. C. sakazakii mampu tumbuh pada rentang pH 5-10 dan konsentrasi NaCl hingga 7% (Iversen 2008). Bakteri ini dapat membelah dirinya sekitar 75 menit pada suhu 21 oC dalam susu formula bayi yang direkonstitusi (Iversen 2003). Kandhai et al. (2006) menyatakan C. sakazakii dapat tumbuh pada suhu rekonstitusi 8 dan 47 oC pada susu formula dengan menggunakan air steril. C. sakazakii merupakan patogen yang dapat menyebabkan meningitis yaitu, infeksi dan inflamasi pada meninges atau lapisan penutup otak; sepsis adalah beredarnya bakteri pembentuk nanah atau toksinnya melalui sirkulasi darah yang dapat berada dalam darah atau jaringan; sedangkan brain cyst adalah munculnya kista pada otak. Van Acker et al. (2001) dan Hunter et al. (2008) melaporkan bahwa C. sakazakii dapat menyebabkan penyakit necrotizing enterocolitis (NEC). Adanya C. sakazakii memicu apoptosis pada sel epitelial usus atau Intestinal
16
Epithelial Cell (IEC) dan meningkatkan produksi interleukin-6 di dalam sel IEC-6 pada hewan percobaan (Hunter et al. 2008). Meskipun tidak ada bukti secara epidemiologis tentang dosis infeksinya, laporan Iversen dan Forsythe (2003) memperkirakan 1000 sel sebagai konsentrasi awal Cronobacter spp. yang dapat menyebabkan infeksi. Jumlah ini sama dengan dosis infeksi bakteri patogen lain seperti Neiserria meningitis, E. coli O157, dan L. monocytogenes 4b. Dosis infeksi C. sakazakii bervariasi tergantung pada respon bakteri ini terhadap stres, kondisi kesehatan inang, dan komponen pada makanan (Iversen & Forsythe 2003). Penderita imuno-compromised akan cepat terinfeksi dengan dosis lebih kecil jika dibandingkan dengan manusia sehat. Nazarowec-White dan Farber (1997) melaporkan bahwa C. sakazakii dapat menimbulkan infeksi pada mencit bila diinokulasikan sebanyak 105 CFU/mL secara oral dan sebanyak 103 CFU/mL secara interperitoneal. Muytjens et al. (1988) dan Nazarowec-White dan Farber (1997) menyatakan laju pertumbuhan organisme ini dapat digunakan untuk menghitung waktu yang diperlukan untuk menggandakan diri (14 generasi) pada dosis infeksi (103 sel) dengan suhu inkubasi yang berbeda. Suhu inkubasi yang digunakan yakni 10, 18, 21, dan 37 oC dengan waktu penggandaan berturut-turut 13,6; 2,9; 1,3; dan 0,5 jam. Bakteri C. sakazakii pada level yang rendah (≤0,36 sel/100 g) diduga tidak menyebabkan infeksi asalkan tidak ada penyimpangan suhu atau kontaminasi dalam preparasi. Di Indonesia tidak ada laporan mengenai kasus infeksi yang disebabkan oleh C. sakazakii. 2.6
Sumber Cronobacter sakazakii Bakteri ini dapat diisolasi dari berbagai makanan termasuk keju, roti, tahu,
teh asam, daging yang di-curing, minced beef, dan sosis. C. sakazakii juga ditemukan pada kamir roti dikarenakan bakteri ini merupakan bagian dari flora permukaan biji sorgum (Gassem 1999). Bakteri ini juga ditemukan pada biji padi (Cottyn et al. 2001). Sumber utama bakteri C. sakazakii yang terkait pada kasuskasus infeksi pada bayi yang baru dilahirkan adalah dari makanan bayi dan susu formula, namun beberapa peneliti juga telah mengisolasinya dari berbagai sumber seperti lingkungan dan makanan lain, karena bakteri ini bukan merupakan bagian
17
dari flora normal manusia dan hewan, maka dimungkinkan bahwa tanah, air, dan sayur-sayuran merupakan sumber kontaminasinya pada makanan. Susu formula bayi diasosiasikan sebagai sumber kontaminan bakteri C. sakazakii penyebab infeksi pada bayi. Beberapa penelitian mutakhir telah dilakukan, seperti hasil penelitian Estuningsih et al. (2006) yang menjelaskan bahwa dari 74 sampel makanan bayi di Indonesia dan
Malaysia, ditemukan
35 sampel (47%) positif Enterobactericiae dan 10 sampel (13,5%) positif mengandung C. sakazakii. Meutia (2009) juga berhasil mengisolasi 8 isolat C. sakazakii dari 4 sampel susu formula bayi (n=25). Identifikasi dengan API 20E dan DNA sekuensing menunjukkan bahwa isolatnya memiliki kemiripan sebesar 92-97% dengan genom lengkap C. sakazakii ATCC BAA-894. Dewanti-Haryadi et al. (2010), juga telah berhasil mengisolasi beberapa isolat yang diduga sebagai kelompok C. sakazakii, berdasarkan hasil identifikasi takson dan tingkat kemiripan isolat dengan program apiwebTM, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat 6 isolat yang diisolasi dari produk makanan bayi, maizena, dan bubuk coklat diantaranya DES c13, DES b10, DES b7a, DES d3 dan lainnya (Dewanti-Hariyadi et al. 2010). Selain itu C. sakazakii juga telah berhasil diisolasi dari sumber pangan jenis bumbu bubuk komersial dan produk bubuk lainnya (Hamdani 2012 in press). Haryani et al. (2008) mengisolasi bakteri ini dari sumber makanan ready-toeat (street food) di Malaysia. Dari tujuh isolat diketahui enam isolat positif C. sakazakii berdasarkan uji biokimiawi standar (API 20E) dan uji genetik dengan metode RAPD PCR finger printing. Isolat didapatkan dari lima lokasi berbeda di Malaysia yakni yang berasal dari kuah chutney, curry samosa, surimi lobster, kuih lapis, dan kuih koci. Tiga puluh isolat C. sakazakii juga berhasil diisolasi dari tiga sumber yang berbeda di industri, yakni penyaring udara (24 isolat), lingkungan (3 isolat), dan produk bubuk (3 isolat) dengan metode Pulsed-Field Gel Electrophoresis (PFGE) (Mullane et al. 2008). Meskipun bakteri ini terdapat secara luas namun Muytjens dan Kollee (1990) tidak berhasil mengisolasi bakteri ini dari susu sapi mentah, ternak, tikus, padi-padian, kotoran burung, hewan peliharaan, permukaan air, tanah, lumpur, atau akar kayu (Iversen & Forsythe 2003).
18
2.7
Ketahanan C. sakazakii Terhadap Suhu Tinggi dan Kekeringan Menurut Iversen dan Forsythe (2003) Cronobacter spp., dapat tumbuh pada
kisaran suhu yang luas (6-47 oC). Kondisi optimum perkembangan bakteri ini berada pada kisaran suhu 37-44 oC, namun tidak termasuk dalam golongan tahan panas karena pada suhu 60 oC dapat mengalami kematian (Edelson et al. 2004). Karakteristik adaptasi dan berkembang bakteri ini menurut Food Safety Athority of Ireland, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakter tingkat adaptasi dan perkembangan C. sakazakii Parameter Suhu untuk pertumbuhan Waktu generasi 0) saat suhu 22 °C D-value pada suhu 60 °C (isolat Cronobacter spp. berasal dari PIF) Keterangan :
0)
Kisaran 6- 45 °C
Optimum 37-43 °C
37-44 menit
-
3,52-3,58
-
Waktu generasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk membuat populasi bakteri menjadi 2x lipat. Sumber: Iversen & Forsythe (2003)
C. sakazakii merupakan jenis bakteri yang mungkin terdapat pada makanan pendamping ASI, jenis patogen ini memiliki karakteristik yang kurang tahan terhadap panas namun beberapa galur bakteri ini memiliki ketahanan panas yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian nilai D 56 pada berbagai isolat lokal asal susu formula, MP-ASI, dan lainnya seperti DESc13;
DESb10;
DESb7a; YRC3a; dan YRT2a yakni masing-masing 11,36; 5,48; 8,55; 4,10; dan 5,83 menit (Seftiono 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi ketahanan panas bakteri. Beberapa diantaranya yakni perbedaan galur, kondisi fisiologis bakteri, suhu pertumbuhan dari inokulum, dan menstruum pemanasan (termasuk kadar lemak, total solid, dan total gula), metode yang digunakan, dan metodologi dalam recovery mikroba (Nazarowec-White & Farber 1997; Kim & Park 2007). Selain memiliki ketahanan terhadap panas, bakteri patogen ini juga memiliki kemampuan untuk bertahan pada kondisi kering. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa bakteri ini mampu bertahan pada kondisi kering selama 2,5 tahun pada susu bubuk formula.
19
2.8
Susu Formula Bayi dan Proses Produksinya Susu formula bayi adalah susu yang dihasilkan secara fabrikasi untuk
memenuhi keperluan asupan gizi bayi. Produk susu formula diformulasikan menyerupai nilai gizi ASI (Breeuwer et al. 2003). Proses pembuatan susu formula (Gambar 2) dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu pencampuran kering (dry mixing), pencampuran basah (wet mixing) atau kombinasi keduanya. Proses pencampuran kering adalah proses pengolahan dimana seluruh bahan yang berbentuk kering (bahan baku dan bahan tambahan) dicampurkan dengan pencampur kering untuk mendapatkan produk akhir dengan tingkat homogenitas yang diinginkan. Kelebihan dari pencampuran kering adalah tidak adanya air yang terlibat dalam proses pengolahan sehingga lini proses dapat dijaga tetap kering dalam jangka waktu lama (BPOM 2011). Metode pencampuran kering memiliki kekurangan dari segi kualitas dan keamanannya karena semua bahan baku yang digunakan tidak memiliki ukuran partikel yang sama sehingga akan sangat sulit untuk menghasilkan pencampuran yang homogen (Heredia et al. 2009). Hal ini akan mempengaruhi kualitas nutrisi susu yang dihasilkan. Proses produksi susu formula dengan tipe pencampuran basah dilakukan
dengan
mencampurkan
seluruh
bahan
dalam
kondisi
basah
(pencampuran bahan baku dalam wujud cair, proses pasteurisasi, penambahan ingredient yang sensitif terhadap perlakuan termal serta spray drying) (BPOM 2011). Secara teoritis proses panas yang dilakukan dalam proses pembuatan susu dapat membunuh semua sel vegetatif bakteri yang ada sebelum proses spray drying, namun kontaminasi setelah perlakuan panas (post heat treatment contamination) seperti kontaminasi dari lingkungan pabrik juga harus dipertimbangkan. Kontaminasi bakteri C. sakazakii (Gambar 2) pada proses produksi susu dapat berasal dari faktor instrinsik dan ekstrinsik. Kontaminasi intrinsik terjadi ketika susu formula terpapar C. sakazakii pada tahapan pemrosesan susu formula, misalnya ketika penambahan bahan baku yang sensitif terhadap perlakuan panas seperti, vitamin, mineral, dan lesitin setelah proses spray drying. Kontaminasi ekstrinsik terjadi melalui peralatan, misalnya blender, sendok pada saat penyiapan susu formula.
20
Bahan baku basah (susu segar)
Bahan baku kering (premix vitamin atau BTP
Penerimaan di pabrik
SOP
Penyimpanan di gudang SOP
Penimbangan bahan baku & BTP Pencampuran
SOP
Homogenisasi
SOP
Pasteurisasi Evaporasi
Penampungan sementara
SOP
Pemindahan ke jalur pengeringan Pengeringan dengan pengeringan semprot Pendinginan Aglomerasi
SOP
Pengayakan Kemasan
Pengisian ke dalam pengemas
N2 atau CO2
Penghembusan dengan gas inert
SOP SOP
Penutupan kemasan Pemberian label atau kode Distribusi
Pengepakan ke dalam kemasan sekunder
Susu formula
Penyimpanan sementara untuk konfirmasi hasil uji
Gambar 2 Proses pengolahan susu formula dengan tipe pengolahan pencampuran basah yang berasal dari bahan basah dan kering (CAC 2004)
SOP
21
Selama proses produksi dan penyiapan susu formula bubuk ada kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh bakteri-bakteri patogen seperti Bacillus
spp.,
Cronobacter
spp.,
Salmonella
spp.,
L.
monocytogenes,
Staphylococcus spp. dan Enterobacter spp. Sehingga diperlukan regulasi batas cemaran mikroba yang boleh terdapat dalam produk akhir. Indonesia mengatur batas cemaran mikroba produk susu formula bayi dan formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi Peraturan Kepala Badan POM RI (2009) (Tabel 2). Tabel 2 Batas maksimum cemaran mikroba untuk produk susu formula bayi dan formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi No. 1 2 3 4 5 6
Jenis mikroba ALT (30 °C, 72 jam) Enterobacteriaceae Enterobacter sakazakii Salmonella sp. Staphylococcus aureus Bacillus cereus
Batas cemaran 1 x 104 koloni/mL negatif/10 g* negatif/10 g** negatif/25 g 1 x 101 koloni/mL 1 x 102 koloni/mL
Sumber: BPOM (2009)
2.9
Rekonstitusi Susu Formula Bayi Rekonstitusi adalah proses persiapan susu formula atau makanan bayi yang
berbentuk bubuk dengan cara mencampurkannya dengan air sehingga susu bubuk atau makanan bayi tersebut siap dikonsumsi. Pada saat melakukan praktek rekonstitusi ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan, salah satunnya adalaha suhu rekonstitusi. Suhu rekonstitusi menjadi sangat penting bilamana pada produk pangan yang akan direkonstitusi ada kemungkinan terkontaminasi oleh mikroba patogen yang dapat memberikan dampak serius terhadap kesehatan konsumen. Suhu rekonstitusi merupakan salah satu faktor penting dalam mereduksi jumlah bakteri patogen berbahaya salah satu contonya adalah C. sakazakii yang dewasa ini banyak ditemukan pada makanan atau susu formula bubuk bayi. Efektivitas suhu rekonstitusi menjadi sangat penting dikaji untuk menentukan seberapa besar pengaruh suhu rekonstitusi untuk mereduksi bakteri-bakteri patogen yang mungkin mengontaminasi produk pangan.
22
Beberapa suhu rekonstitusi yang digunakan pada praktek di rumah tangga yakni 45, 50, 60, dan 70 oC. Beberapa penelitian telah menguji efektivitas beberapa suhu untuk merekonstitusi susu formula dan prroduk pangan lainnya diantaranya adalah suhu 50, 60, dan 70 oC. Pemilihan suhu rekonstitusi 50 oC didasarkan pada pertimbangan pola kebiasaan masyarakat Indonesia ketika menyeduh atau menyiapkan minuman hangat, termasuk susu formula dengan Penggunaan suhu sekitar 50
o
C ini dikenal dengan istilah suwam kuku.
o
Suhu rekonstitusi 60 C dipilih karena merupakan suhu rekonstitusi yang umum digunakan pada praktek rekonstitusi di rumah tangga. Selain itu suhu rekonstitusi 60 oC sering digunakan pada beberapa penelitian uji inaktivasi patogen jenis Cronobacter spp. Ogihara et al. (2009) pada penelitian uji ketahanan panas bakteri C. sakazakii menggunakan suhu 60 oC. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu rekonstitusi 60 oC mampu menurunkan jumlah bakteri C. sakazakii ATCC 29004 sebesar 0,37-1 siklus log. Selain itu penggunaan suhu rekonstitusi 60 oC ini dinilai lebih aman untuk menjaga kerusakan nutrien yang terkandung pada produk pangan, seperti yang dijelaskan oleh FAO/WHO (2004) bahwa penggunaan suhu yang tidak terlalu tinggi dapat mencegah terjadinya kehilangan dan kerusakan nutrien komponen pangan lainnya, salah satunya adalah vitamin C yang terdapat pada produk pangan termasuk susu formula bubuk . Sementara itu, pemilihan suhu 70 oC pada penelitian ini didasarkan atas rekomendasi FAO/WHO (2004) dan BPOM (2009) tentang prosedur persiapan susu formula rekonstitusi. Suhu rekonstitusi 70 oC juga dinilai efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen berbahaya seperti laporan Meutia (2009) yang menyebutkan bahwa suhu rekonstitusi 70 oC dapat mengurangi jumlah sel C. sakazakii sebesar 2,74-6,72 log (CFU/mL).
23
3. METODOLOGI 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Nopember 2011.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium General Microbiology, Fermentation Microbiology, dan Kimia South East Asia for Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor. 3.2
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari, bahan utama
meliputi isolat BAL (isolat lokal asal ASI) koleksi SEAFAST Center IPB, merupakan isolat BAL yang memiliki kemampuan menghambat E. coli entero patogenik K.1.1 (EPEC K.1.1) (Hartanti 2010) yaitu; Lactobacillus rhamnosus A22, A23, A24, A27, A29, R14, R21, R23, R25, R27, R32, dan B16, serta memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi. Isolat Cronobacter sakazakii YRC3a asal susu formula (Meutia 2009). Bahan uji yang digunakan adalah susu formula (Sufor) bayi dengan komposisi nutrisi; karbohidrat (62 g/100g) protein (9,8 g/100g); lemak (22,5 g/100g), dan nutrisi lainnya (informasi komposisi diperoleh dari tabel pada kemasan produk), akuades steril, air minum dalam kemasan steril. Media yang digunakan yaitu de Mann Rogosa Sharpe Agar (MRSA) (Oxoid CM0361), de Mann Rogosa Sharpe Broth (MRSB) (Oxoid CM0359), yeast extract, Laktosa (Oxoid), Buffer 4 dan 7, buffer kalium dihidro posfat (KH 2 PO 4 ), DrugganForsythe-Iversen (DFI) Agar (Oxoid, CM1055), Brain Heart Infusion (BHI) (Oxoid CM0225), Buffered Peptone Saline (BPS) (Oxoid CM0509), Tryptose Soy Agar (TSA) (Oxoid CM0131), Tryptose Soy Broth (TSB) (Oxoid CM0129), TSAYE-SC (yeast extract- sodium chloride), dan MRSA-AA (acetic acid). Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Freeze drier (Labconco Freezone6), pipet mikro (Finnpipette) berikut tip, vorteks (Vortex-Genie 2), Sentrifuse (Sorvall), inkubator (Incucell MMM-Group), termometer, Oven (Gallenhamp), Hot plate (Steroglass), pH Meter (Eutech pH meter 700), Autoklaf (ALP Model-40), dan alat analisis mikrobiologis standar lainnya.
24
3.3
Metode Penelitian
a)
Tahapan penelitian Tahap pelaksanaan penelitian dan ringkasan percobaan dapat dilihat dalam
matriks di bawah ini (Gambar 3). TAHAP 1 11 isolat BAL asal ASI (menghambat EPEC K1.1>1siklus log) (Hartanti 2010) Rekonstitusi suhu 50 °C
Analisis: Total BAL sebelum dan sesudah rekonstitusi
4 isolat BAL paling tahan suhu rekonstitusi (T=50 °C)
TAHAP 2
4 isolat BAL paling tahan suhu rekonstitusi (T=50 °C) Uji Kompetisi BAL & C.sakazakii YRC3a pada susu formula
Analisis: Total BAL sebelum dan sesudah kompetisi 24 jam; analisis pH
2 isolat BAL yang mampu berkompetisi dan menghambat C.sakazakii YRC3a
TAHAP 3
Isolat terpilih tahap 2 Produksi biomassa sel basah + kriogenik laktosa 10% (b/v) Pembekuan Biomassa sel (T= -22 °C) Pengeringan beku kultur BAL (T= -50 °C; P= 0,01 Mpa; t= 48 jam
Analisis: Total BAL sebelum dan sesudah pembekuan dan sesudah pengeringan beku
BAL kering beku
TAHAP 4
BAL kering beku
C.sakazakii YRC3a
Uji kompetisi BAL dan C.sakazakii YRC3a pada suhu rekonstitusi 50, 60 & 70 ºC selama hang time 0, 2, 4, 6 dan 8 jam pada susu formula; a) BAL; b) C.sakazakii YRC3a; dan c) BAL& C.sakazakii YRC3a
Gambar 3 Diagram alir proses penelitian
Analisis: Total BAL, C.sakazakii YRC3a, pH, dan suhu
25
Penelitian ini terdiri dari 4 tahap. Tahap pertama bertujuan untuk menapis isolat BAL asal ASI yang memiliki ketahanan terhadap suhu rekonstitusi 50 ºC. Rekonstitusi dilakukan pada isolat BAL asal ASI yang telah disentrifugasi (biomassa sel bakteri). Pada tahap ini dilakukan analisis total BAL sebelum dan sesudah rekonstitusi. Selanjutnya dipilih 4 isolat BAL yang paling tahan suhu rekonstitusi. Tahap kedua yaitu kompetisi isolat BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi. Tahap ini bertujuan untuk menapis isolat BAL asal ASI yang memiliki kemampuan untuk berkompetisi dan menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a pada susu formula rekonstitusi. Pada tahap ini dilakukan penghitungan jumlah bakteri pada masing-masing media selektif; BAL media MRSA-AA dan C. sakazakii YRC3a pada media TSAYESC pada jam ke-0 dan setelah kompetisi jam ke-24. Analisis pH pada tahap ini juga dilakukan namun pada set yang terpisah. Tahap ketiga mempelajari sintas BAL selama proses pengeringan beku (freeze-drying). Tujuan tahap ini adalah untuk melihat sintas isolat BAL yang paling tahan terhadap proses pengeringan beku (freeze drying). Pengeringan beku dilakukan pada dua isolat terpilih tahap 2. Pada tahap ini dilakukan analisis viabilitas BAL sebelum pembekuan, setelah pembekuan dan setelah pengeringan beku. Penelitian tahap keempat adalah kompetisi BAL dan C. sakazakii YRC3a pada susu formula dengan berbagai suhu rekonstitusi yaitu 50, 60, dan 70 °C. Tahap keempat bertujuan untuk melihat kompetisi isolat BAL asal ASI yang telah dikering bekukan dengan C. sakazakii YRC3a selama hang time 0, 2, 4, 6, dan 8 jam. Pada tahap ini dilakukan penghitungan jumlah BAL dan C. sakazakii YRC3a yang diinokulasikan pada susu formula. Penghitungan jumlah masingmasing bakteri dilakukan menggunakan media selektif BAL yaitu media MRSAAcetic acid dan C. sakazakii YRC3a
pada media TSAYE-Sodium cloride
(perbandingan BAL dengan C. sakazakii YRC3a 108: 103). Analisis pH dan suhu dilakukan pada set terpisah.
26
Tahapan-tahapan penelitian, hasil yang diharapkan dan ringkasan penelitian, disajikan pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3 Tahap penelitian, tujuan, dan hasil yang diharapkan Tahap Penelitian
Tujuan
Hasil yang Diharapkan
1.
Penapisan BAL berdasarkan sintas selama rekonstitusi susu formula pada suhu 50 oC Menentukan isolat BAL Mengetahui jenis isolat Isolat BAL yang tahan suhu yang akan dipilih untuk BAL yang tahan rekonstitusi 50 °C digunakan pada penelitian terhadap suhu rekonstitusi 50 °C 2. Kompetisi isolat BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi Menentukan isolat BAL Mengetahui jenis isolat Isolat BAL yang mampu yang akan dipilih untuk BAL yang mampu berkompetisi dan menghambat dikompetisikan dengan berkompetisi dan C. sakazakii YRC3a menghambat C. sakazakii YRC3a C. sakazakii YRC3a 3. Sintas BAL selama proses pengeringan beku (freeze-drying) Menentukan isolat BAL Mengetahui jenis isolat Isolat BAL yang memiliki yang akan dipilih untuk BAL yang tahan viabilitas sel tetap tinggi digunakan pada uji terhadap proses selama pengeringan beku kompetisi tahap 4 pengeringan beku 4. Kompetisi BAL dan C. sakazakii YRC3a pada susu formula dengan berbagai suhu rekonstitusi Melihat kemampuan BAL yang tahan terhadap • Melakukan uji kompetisi BAL untuk suhu rekonstitusi dan BAL dan C. sakazakii bekompetisi dengan menghambat C. sakazakii YRC3a pada suhu YRC3a C. sakazakii YRC3a rekonstitusi 50, 60, dan 70 °C • Melihat pertumbuhan BAL dan C.sakazakii • BAL yang tahan setelah • Penghitungan jumlah YRC3a selama Hang hang time, sedangkan BAL dan C. sakazakii time C. sakazakii YRC3a YRC3a yang diharapakan mengalami ditumbuhkan pada media penurunan jumlah atau selektif selama hang terhambat time (0, 2, 4, 6, dan 8) • Melihat perubahan pH jam • Terjadi Perubahan pH yang dan suhu selama hang • Pengukuran pH dan suhu semakin rendah seiring time (0, 2, 4, 6, dan 8) selama hang time (0, 2, dengan lamanya waktu jam 4, 6, dan 8) jam hang time, yang mengindikasikan BAL tetap bertahan pasca rekonstitusi dan selama hang time dan perubahan suhu
27
Tabel 4 Ringkasan percobaan dari setiap tahap penelitian Penelitian
Faktor-faktor
Pengamatan atau Analisis
1.
Penapisan BAL berdasarkan sintas selama rekonstitusi susu formula pada suhu 50 oC Menentukan isolat BAL yang Penggunaan suhu Total bakteri BAL yang akan dipilih untuk digunakan rekonstitusi masih bertahan sebelum dan pada penelitian sesudah rekonstitusi 2.
Kompetisi isolat BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi Menentukan isolat BAL yang Perubahan nilai pH Total bakteri C. sakazakii akan dipilih untuk dan jumlah total BAL YRC3a setelah kompetisi dikompetisikan dengan setelah kompetisi C. sakazakii YRC3a 3.
Sintas BAL selama proses pengeringan beku (freeze-drying)
Menentukan isolat BAL yang akan dipilih untuk digunakan pada uji kompetisi tahap 4 4. •
•
•
Proses pembekuan dan pengeringan beku
Total bakteri BAL yang masih bertahan sebelum dan sesudah proses pengeringan beku Kompetisi BAL dan C. sakazakii YRC3a pada susu formula dengan berbagai suhu rekonstitusi Melakukan uji kompetisi • Penggunaan suhu • Penurunan log BAL dan BAL dan C. sakazakii rekonstitusi yang C. sakazakii YRC3a YRC3a pada suhu semakin meningkat sebelum dan setelah rekonstitusi 50, 60, dan rekonstitusi 70 °C • Lamanya • Melihat pertumbuhan BAL Penghitungan jumlah BAL hang time dan C. sakazakii YRC3a dan C. sakazakii YRC3a selama hang time yang ditumbuhkan pada media selektif selama hang time (0, 2, 4, 6, dan 8) jam • Perubahan nilai pH dan • Lamanya Pengukuran pH dan suhu suhu pasca rekonstitusi dan selama hang time hang time selama hang time (0, 2, 4, 6, dan 8) jam
b.
Prosedur Kerja
1)
Penapisan bakteri asam laktat berdasarkan sintas selama rekonstitusi susu formula pada suhu 50 oC (Modifikasi Meutia 2009; Fitriyah 2011) Rekonstitusi dilakukan pada suhu 50 °C untuk mendapatkan isolat BAL
asal ASI yang paling tahan terhadap suhu rekonstitusi 50 °C, untuk diikutsertakan pada tahap kedua. Penapisan dilakukan terhadap 11 jenis isolat BAL asal ASI
28
yang memiliki kemampuan menghambat E. coli entero patogenik K.1.1 ≥ 1 siklus log (Hartanti 2010). Isolat bakteri asam laktat ditumbuhkan pada media MRSB 10 mL masing-masing sebanyak 6 tabung reaksi, kemudian diinkubasi sampai akhir fase log yaitu selama 24 jam pada inkubator suhu 37 °C. Dari dua tabung MRSB yang telah ditumbuhi sel BAL diambil 1 mL dan dilakukan pengenceran dengan media pengencer KH 2 PO 4 9 mL. Serial pengenceran dilakukan untuk menghitung jumlah BAL setelah 24 jam inkubasi. Biomassa sel pada 4 tabung MRSB tersisa kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit sehingga didapat biomassa sel basah. Selanjutnya biomassa sel basah tersebut dicuci dengan Buffer Posphate Saline (BPS). Pelet sel dari 4 tabung masing-masing disuspensikan ke dalam 10 mL larutan buffer steril. Selanjutnya masing-masing sebanyak 0,2 mL suspensi BAL (biomassa sel basah) diinokulasikan pada 2,88 gram susu bubuk formula. Rekonstitusi dilakukan dengan air steril suhu 27 °C sebagai kontrol dan 50 °C hingga volumenya 20 mL di dalam erlenmeyer 50 mL. Jumlah BAL dalam susu bubuk formula rekonstitusi diperkirakan sekitar 107 CFU/mL. Jumlah BAL awal (kontrol) dan jumlah BAL akhir (rekonstitusi suhu 50 °C) ditentukan melalui penghitungan dengan metode tuang pada media MRSA. Selisih log10 antara jumlah koloni awal dan jumlah koloni akhir merupakan besar penurunan jumlah bakteri. 2)
Kompetisi isolat BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi (Modifikasi Meutia 2008; Fitriyah 2011) Isolat BAL ditumbuhkan pada media MRSB 10 mL sebanyak 4 tabung
reaksi, kemudian diinkubasi sampai akhir fase log yaitu selama 24 jam pada inkubator pada suhu 37 °C. Dari dua tabung MRSB yang telah ditumbuhi sel BAL diambil 1 mL dan dilakukan pengenceran dengan media pengencer KH 2 PO 4 BAL setelah
9 mL. Serial pengenceran dilakukan untuk menghitung jumlah 24 jam inkubasi. Biomassa sel pada 2 tabung MRSB
tersisa kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit sehingga didapat biomassa sel basah. Selanjutnya biomassa sel basah tersebut dicuci dengan buffer posphate saline (BPS). Pelet sel dari 2 tabung masingmasing disuspensikan ke dalam 10 mL larutan buffer steril. Pengenceran dengan media pengencer bufer posfat 9 mL dilakukan sehingga diperoleh jumlah BAL
29
sekitar 108 CFU/mL.
Hal yang sama juga dilakukan pada C. sakazakii
YRC3a, bakteri ini ditumbuhkan pada media TSB 10 mL, selanjutnya diinkubasi sampai akhir fase log yaitu selama 18 jam
pada inkubator suhu 37 oC.
Pengenceran dengan media pengencer bufer posfat 9 mL dilakukan sehingga diperoleh hasil penghitungan
C. sakazakii YRC3a setelah 18 jam inkubasi.
Selanjutnya terhadap bakteri C. sakazakii YRC3a dilakukan kembali pengenceran dengan media pengencer bufer posfat sehingga diperoleh jumlah bakteri sekitar 104 CFU/mL (supaya jumlah
C. sakazakii YRC3a pada susu
formula rekonstitusi sebesar 103 CFU/mL). Masing-masing sebanyak 2 mL suspensi BAL (jumlah 108 CFU/mL) dan 2 mL suspensi C. sakazakii YRC3a (jumlah 104 CFU/mL) diinokulasikan ke dalam 2,88 gram sampel susu formula pada set yang sama. Takaran susu formula disesuaikan dengan prosedur penyajian yang tertera pada kemasan. Selanjutnya susu formula yang telah mengandung BAL dan C. sakazakii YRC3a direkonstitusi dengan menggunakan air minum dalam kemasan yang telah disterilkan dengan menggunakan suhu 27 oC sebagai kontrol dan 50 oC hingga volumenya 20 mL di dalam erlenmeyer 50 mL. Jumlah masing-masing bakteri pada susu bubuk formula rekonstitusi diperkirakan 108 CFU/mL untuk BAL dan 103 CFU/mL untuk C. sakazakii YRC3a. Penghitungan jumlah bakteri (BAL dan C. sakazakii YRC3a) dilakukan dengan metode tuang pada masing-masing media selektif. BAL pada media MRSA-AA (media selektif yang mengandung asam asetat glasial) dan C. sakazakii YRC3a pada media TSAYE-SC (media selektif yang mengandung yeast extract dan sodium klorida). Penghitungan jumlah masing-masing bakteri dilakukan pada jam ke-0 dan setelah kompetisi jam ke-24, sehingga diperoleh data jenis BAL yang paling efektif untuk berkompetisi dan menghambat patogen target. 3)
Sintas BAL selama (Puspawati et al. 2010)
proses
pengeringan
beku
(freeze-drying)
Sebelum proses pengeringan beku dilakukan produksi biomassa sel BAL. Biomassa BAL dibuat dengan menggunakan media MRSB. Pada medium yang telah steril diinokulasi kultur BAL yang telah disegarkan sebanyak 10% kemudian
30
diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Kultur kerja selanjutnya dipanen dan sentrifugasi pada kecepatan 1000 rotary per minute (rpm) selama 10 menit. Supernatan dipisahkan sehingga diperoleh biomassa basah. Berikut di bawah ini (Gambar 4) proses pembuatan biomassa basah dan proses pengeringan BAL (Gambar 5). Proses pengeringan beku terhadap isolat terpilih dilakukan dengan penambahan bahan pelindung (kriogenik) laktosa dengan konsentrasi 10% (b/v) dengan perbandingan biomassa basah dengan kriogenik adalah 1:10 (biomassa ditambah dengan 10 mL larutan laktosa steril). Isolat yang telah ditambahkan bahan pelindung dalam bentuk larutan disimpan selama 1 jam pada suhu 23 ºC dengan tujuan untuk memungkinkan terjadinya difusi bahan pelindung ke dalam sel, selanjutnya dibekukan pada suhu -20 ºC selama 12 jam dan kemudian dikeringkan dengan alat freeze drier merk Labconco pada kondisi -50 ºC; 0,01 Mpa selama 2 hari. Medium MRS Broth
Sterilisasi (T=121 ºC, t=15 menit Inokulasi isolat BAL sebanyak 10% Inkubasi (T= 37 ºC t=16-20 jam) Sentrifugasi (1000 rpm, t= 10 menit) Biomassa Basah
Gambar 4 Proses pembuatan biomassa basah Biomassa Basah Penambahan larutan Laktosa 10% (b/v) (1:10) Pembekuan (T= -20 ºC t=12 jam) Pengeringan beku (T= -50 ºC; P= 0,01 Mpa; t= 24 jam)
Biomassa Kering
Gambar 5 Proses pembuatan biomassa kering
Uji viabilitas
31
Viabilitas BAL dianalisis dengan melakukan penghitungan jumlah total BAL sebelum pembekuan (sel+kriogenik), setelah pembekuan, dan setelah pengeringan beku. Sebelum proses pengeringan beku dilakukan penghitungan jumlah BAL untuk mengetahui jumlah bakteri awal (sebelum penyalutan dengan kriogenik). 4)
Kompetisi BAL dan Cronobacter sakazakii YRC3a pada susu formula dengan berbagai suhu rekonstitusi (Modifikasi Fitriyah 2011) Isolat BAL dan C. sakazakii isolat YRC3 terpilih, selanjutnya diikutsertakan
pada uji kompetisi pada berbagai suhu rekonstitusi 50, 60, dan 70 oC, sedangkan isolat BAL dan C. sakazakii isolat YRC3 tunggal sebagai perlakuan kontrol. Untuk BAL kultur kering beku sebanyak 1 g disuspensikan kedalam 9 mL larutan buffer fosfat. Masing masing sebanyak 0,2 mL isolat BAL dari suspensi yang berisi 1010 CFU/mL dan 0,2 mL C. sakazakii YRC3 yang berisi 105 CFU/mL terpilih diinokulasikan pada 2,88 gram susu formula. Jumlah bakteri asam laktat dan C. sakazakii YRC3a pada sampel susu formula rekonstitusi masing-masing sekitar 108 dan 103 CFU/mL. Susu bubuk formula direkonstitusi dengan air steril sampai volumenya 20 mL di dalam erlenmeyer 50 mL. Rekonstitusi dilakukan pada suhu 50, 60, dan 70 oC. Selanjutnya susu formula rekonstitusi dijaga kondisinya pada suhu ruang sampai jam ke-8 hang time. Penghitungan jumlah total bakteri setelah rekonstitusi dilakukan setiap susu formula rekonstitusi mencapai hang time 0, 2, 4, 6, dan 8 jam. Penghitungan jumlah total masingmasing bakteri dilakukan pada masing-masing media selektif BAL pada media selektif
MRSA-AA
dan
C.
sakazakii
YRC3a
pada
media
selektif
TSAYE-SC. Kegiatan pengitungan jumlah masing-masing bakteri dikerjakan 2 kali pengulangan. Jumlah awal BAL dan C. sakazakii YRC3a sebelum rekonstitusi ditentukan melalui penghitungan jumlah total masing-masing bakteri. BAL kering beku masing-masing sebanyak 1 g disuspensikan pada 9 mL larutan buffer posfat. Selanjutnya terhadap suspensi BAL yang yang telah mengandung 1010 CFU/mL dilakukan pengenceran pada media buffer posfat sehingga diperoleh jumlah awal BAL sekitar 108 CFU/mL. Jumlah awal C. sakazakii YRC3a sebelum rekonstitusi ditentukan dengan mensuspensikan sebanyak 1 mL C. sakazakii YRC3a yang
32
telah diinkubasi selama 18 jam pada suhu 37 °C. Selanjutnya terhadap C. sakazakii YRC3a dilakukan pengenceran pada media pengencer buffer posfat sehingga diperoleh jumlah awal sekitar 103 CFU/mL. Penghitungan jumlah awal BAL dan C. sakazakii YRC3a sebelum rekonstitusi dilakukan dengan metode tuang pada masing-masing media pertumbuhan yaitu MRSA dan TSA. 5.
Metode Analisis
a)
Derajat Keasaaman (pH) (AOAC 1994) Sampel susu formula rekonstitusi (kontrol dan kompetisi) sebanyak 20 mL,
dihomogenkan dan dibiarkan selama 1 menit. Selanjutnya diukur nilai pHnya dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan buffer pH 4,0 dan pH 7,0. Perubahan nilai pH diukur setiap susu formula rekontitusi mencapai masa hang time 0, 2, 4, 6, dan 8 jam. Nilai pH diukur sebanyak 2 kali ulangan dari jam ke-0 hingga jam ke-8 (selama hang time). b)
Perubahan Suhu Sampel susu formula rekonstitusi (kontrol dan kompetisi) sebanyak 20 mL.
Selanjutnya diukur perubahan suhu sampel susu formula rekonstitusi dengan termometer. Perubahan suhu diukur setiap susu formula rekontitusi mencapai masa hang time 0, 2, 4, 6, dan 8 jam. Kegiatan ini dilakukan sebanyak 2 kali ulangan. c)
Penghitungan Koloni (BAM 2001) Jumlah koloni bakteri BAL dan C. sakazakii YRC3a dihitung setelah
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Koloni bakteri dapat dihitung dengan rumus Standard Plate Count sebagai berikut: N = ΣC/ {[(1*n 1 ) + (0,1*n 2 )+ ...]*(d)} Dimana :
N ∑C n1 n2 d
= jumlah koloni per mL atau per gram produk = jumlah semua koloni yang dihitung dari 2 cawan = jumlah cawan pada pengenceran pertama = jumlah cawan pada pengenceran kedua = pengenceran pertama yang dihitung
Limit deteksi metode plating berkisar 25 hingga 250 koloni. Ketika dalam cawan terdapat koloni kurang dari 25, maka dalam pelaporannya dikatakan bahwa
33
jumlahnya <2,5x101 CFU/mL. Jika tidak ditemukan koloni dalam cawan hingga pengenceran terendah, maka pelaporannya sebanyak 1,0x101 CFU/mL. Namun, jika koloninya melebihi 250, maka dianggap sebagai TBUD (tidak bisa untuk dihitung). Dengan demikian, hanya cawan yang jumlah koloninya berkisar 25 hingga 250 saja yang dapat dihitung sebagai jumlah koloni bakteri yang diinokulasikan. 6)
Analisis Data (Steel & Torrie 1980; Uyanto 2009) Analisis statistika yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. a)
Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil Pengujian sintas BAL terhadap proses pengeringan beku (freeze-drying), Kompetisi BAL dan Cronobacter sakazakii isolat YRC3a pada Berbagai Suhu Rekonstitusi 50, 60, dan 70 °C, perubahan nilai pH, dan suhu dianalisis dengan statistika deskriptif.
b)
Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel & Torrie 1980; Uyanto 2009) Data hasil penapisan bakteri asam laktat berdasarkan sintas selama rekonstitusi suhu 50 oC dan kompetisi isolat BAL asal ASI dengan Cronobacter sakazakii isolat YRC3a, dianalisis dengan menggunakan softwear SPSS 16.0 dengan menggunakan model perancangan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor (Anova Single Factor) (Steel & Torrie 1980), dengan uji lanjut berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT) (Uyanto 2009). Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y ij = µ + τ i + ε ij Keterangan : Yij
= Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j
µ
= Rataan umum populasi
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i, pada ulangan ke-j
εij
= Galat percobaan pada perlakuan ke-i, dengan ulangan ke-j
35
4. 4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan Bakteri Asam Laktat Berdasarkan Rekonstitusi Susu Formula pada Suhu 50 °C
Sintas
Selama
Hasil pengujian sintas BAL terhadap rekonstitusi pada suhu 50 °C, disajikan pada Tabel 5. Sebelas isolat BAL asal ASI seluruhnya mengalami penurunan jumlah relatif kecil berkisar antara 0,06-1,44 log (CFU/mL) (data selengkapnya pada Lampiran 1). Hal ini menunjukkan bahwa isolat BAL asal ASI memiliki ketahanan panas bervariasi. L. acidophilus A22 merupakan isolat yang paling sensitif terhadap suhu 50 °C dan mengalami penurunan jumlah dengan rata-rata terbesar yaitu 1,44±0,01 log (CFU/mL), sebaliknya dengan Lactobacillus A27, isolat ini mengalami penurunan jumlah paling rendah dengan rata-rata sebesar 0,06±0,04 log (CFU/mL), sehingga isolat ini dinilai paling tidak sensitif terhadap suhu 50 °C. Isolat-isolat lain yang juga digunakan pada tahap ini, mengalami penurunan jumlah dengan rata-rata relatif kecil (Tabel 5). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa L. acidophilus A22 mengalami penurunan jumlah log yang berbeda nyata (p-value <0,05) dengan 10 jenis isolat lainnya, sehingga isolat ini tidak diikutsertakan untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Berdasarkan hasil yang diperoleh di atas, dipilih 4 isolat BAL yakni L. rhamnosus R14, R21, R23, dan R25 untuk digunakan pada tahap selanjutnya karena memiliki ketahanan terhadap suhu 50 °C dan tidak berbeda nyata (p-value <0,05) dengan Lactobacillus A27. Selain itu pemilihan keempat isolat ini juga didasarkan pada pertimbangan lain yakni keempat isolat ini telah dilaporkan memiliki kemampuan menghambat EPEC K.1.1 ≥ 2 siklus log (Hartanti 2010). Isolat-isolat lain yang juga digunakan yakni, A23, A24, A27, A29, R27, dan R32 tidak dipilih untuk digunakan pada pengujian berikutnya karena hanya menghambat EPEC K1.1 ≤1 siklus log (Hartanti 2010). Hasil penelitian yang diperoleh sama dengan yang dikemukakan oleh Rizqiati et al. (2008) yang menjelaskan bahwa Lactobacillus plantarum mar8 dan L. plantarum sa28k yang dipaparkan pada suhu 100 °C selama 1 menit,
36
mengalami penurunan jumlah, namun masih berada pada kisaran 56,85% dan 56,32%. Tabel 5 Pengaruh suhu rekonstitusi 50 °C terhadap isolat BAL Kode Isolat
Penghambatan EPEC Log (CFU/mL)**
A22
1,26
A23
1,95
A24
1,00
A27
1,16
A29
1,13
R14
2,05
R21
2,12
R23
2,06
R25
2,06
R27
1,06
R32
1,00
ƩBAL (No) (CFU/mL) rekonstitusi suhu 27 °C 5,1 x 106 6,0 x 106 1,3 x 107 1,8 x 107 3,6 x 107 5,6 x 107 1,9 x 107 2,1 x 107 3,2 x 107 2,9 x 107 5,4 x 107 5,7 x 107 6,9 x 107 6,7 x 107 4,5 x 107 2,5 x 107 6,9 x 107 6,3 x 107 9,7 x 107 10,1 x 107 5,1 x 107 3,1 x 107
ƩBAL (Nt) (CFU/mL) rekonstitusi suhu 50 °C 1,9 x 105 2,2 x 105 1,2 x 107 8,8 x 106 3,5 x 107 4,4 x 107 1,6 x 107 1,9 x 107 2,2 x 107 2,6 x 107 3,3 x 107 2,1 x 107 3,8 x 107 3,7 x 107 3,2 x 107 2,4 x 107 4,3 x 107 4,6 x 107 6,6 x 107 9,6 x 107 2,3 x 107 1,8 x 107
Δ Log 27-50 °C (CFU/mL) 1,43 1,44 0,04 0,31 0,01 0,11 0,09 0,03 0,17 0,05 0,21 0,42 0,27 0,25 0,14 0,01 0,21 0,14 0,17 0,02 0,34 0,24
Ratarata
SB
1,44c
0,01
0,18ab
0,19
0,06a
0,07
0,06a
0,04
0,11ab
0,08
0,32
b
0,15
0,26ab
0,01
0,08a
0,09
0,18ab
0,05
0,10ab
0,11
0,29ab
0,07
Penurunan Ʃ BAL rekonstitusi T= 50 oC, log (CFU/mL)
Keterangan: Data diperoleh dari penelitian Hartanti (2010)** 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
A22
R14
R32
A23
A27 R27 A24 A29
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
R21 R25 R23
2.2
2.4
Penghambatan EPEC K1.1. log (CFU/mL) Keterangan: Data penghambatan EPEC K1.1 diperoleh dari penelitian Hartanti (2010)
Gambar 6 Penurunan jumlah BAL log (CFU/mL) dalam susu formula rekonstitusi pada suhu 50 °C dan penghambatan EPEC K1.1
37
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa isolat-isolat BAL asal ASI yang digunakan memiliki ketahanan panas yang bervariasi. Jordan dan Cogan (1999), pada penelitiannya menunjukan beberapa galur BAL yakni, Lactobacillus paracasei galur DPC2103 memiliki nilai D yang bervariasi pada pengujian ketahanan panasnya dalam media susu skim yaitu (D 60= 22,5 menit); Lactobacillus plantarum galur DPC1919 (D 50= 42,2 menit); dan Lactobacillus plantarum galur DPC2102 (D 53,5= 3,14 menit). Ketahanan panas bakteri yang bervariasi umumnya dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah protein penyusun bakteri, jumlah sel awal bakteri, sumber isolat, umur sel, dan faktor lainnya. Johnson dan Etzel (1995) dan Desmond (2005) juga menjelaskan bahwa terjadinya penurunan jumlah total bakteri karena faktor panas yang digunakan sehingga merusak struktur sel termasuk kerusakan membran sel, ribosom, DNA, RNA dan enzim. Faktor-faktor lain yang diduga juga mempengaruhi ketahanan panas bakteri diantaranya adalah kondisi fisiologis mikroorganisme, suhu pertumbuhan dari inokulum, dan menstruum pemanasan (termasuk
kadar lemak, total solid, dan total gula)
(Nazarowec-White & Farber 1997). Ketahanan panas BAL terhadap penggunaan suhu tinggi juga sangat bergantung pada lamanya waktu bakteri terpapar panas. Apabila bakteri dipaparkan terhadap panas dalam waktu singkat maka hanya terjadi penurunan diameter dinding sel bakteri, tetapi jika bakteri dipaparkan terhadap panas dalam waktu yang agak lama maka akan menyebabkan microcracks dan microvoids pada dinding sel (Mottar et al. 1989). 4.2
Kompetisi Isolat BAL asal ASI dengan Cronobacter sakazakii YRC3a dalam Susu Formula Rekonstitusi Empat isolat BAL terpilih pada tahap 1 yaitu, L. rhamnosus R14, R21, R23,
dan R25 yang tahan terhadap suhu rekonstitusi 50 °C digunakan pada uji kompetisi dengan C. sakazakii YRC3a. Keempat BAL L. rhamnosus yang dikompetisikan memiliki kemampuan yang bervariasi untuk berkompetisi dan menghambat pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a. Besarnya penghambatan oleh BAL terhadap pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a setelah kompetisi 24 jam ditentukan dengan membandingkan hasil uji kompetisi dengan kontrol C. sakazakii YRC3a tunggal (Tabel 6).
38
Tabel 6
Jumlah dan penghambatan C. sakazakii YRC3a pada uji kompetisi dengan BAL L. rhamnosus
Perlakuan R14 vs YRC3a R21 vs YRC3a R23 vs YRC3a R25 vs YRC3a Kontrol YRC3a
ƩC.sakazakii (0 jam) (No) (CFU/mL) 4,9 x 102 8,5 x 102 1,1 x 103 1,1 x 103 4,9 x 103
ƩC.sakazakii (24 jam) (Nt) (CFU/mL) 1,2 x 107 1,7 x 104 7,9 x 109 3,5 x 106 6,2 x 107
Pertumbuhan Log (Nt-No)
Penghambatan*) Log (CFU/mL)
4,38 1,29 6,86 3,50 4,11
0,27**) -2,82 2,75**) -0,61
Keterangan: *) Dihitung berdasarkan perbedaan Log (Nt-No) dengan perlakuan kontrol **) Nilai positif artinya tidak ada penghambatan dibandingkan dengan kontrol
Hasil uji kompetisi 4 isolat BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a menunjukkan bahwa hanya 2 isolat BAL asal ASI yang mampu menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a yakni isolat L. rhamnosus R21 dan L. rhamnosus R25. Penghambatan pertumbuhan C. sakazakii YRC3a oleh BAL L. rhamnosus R21 dan R25 berturut-turut sebesar 2,82 log (CFU/mL) dan 0,61 log (CFU/mL). BAL L. rhamnosus R14 dan L. rhamnosus R23, tidak mampu menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a, hal ini terlihat dari kenaikan jumlah C. sakazakii YRC3a cukup tinggi sama dengan jumlah C. sakazakii YRC3a kontrol setelah 24 jam kompetisi sama. Penghambatan pertumbuhan bakteri patogen oleh BAL diduga disebabkan karena kompetisi nutrisi dan akumulasi D-asam amino dan menurunnya potensi redoks (Heller et al. 2001). Penghambatan pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a oleh L. rhamnosus R21 dan R25 selama kompetisi dalam susu formula diduga juga disebabkan oleh jumlah sel BAL yang tinggi dan terbentuknya senyawa antimikroba. Gourama dan Bullerman (1995) menyatakan bahwa sebagian besar BAL dapat menginaktivasi bakteri patogen serta menghambat pertumbuhan kapang dengan beberapa substansi antimikroba. Hartanti (2010) dan Nuraida et al. (2007), juga menjelaskan bahwa isolat BAL asal ASI yang merupakan kandidat probiotik (R14, R23, dan B16) memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri E. coli entero patogenik K1.1. Selain itu isolatisolat BAL asal ASI berpotensi sebagai probiotik, dan telah dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba terhadap beberapa bakteri patogen lain seperti Salmonella typhimurium, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus (Nuraida et al. 2008).
39
Pelczar dan Chan (1986), menjelaskan bahwa senyawa antimikroba dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuh mikroba dengan mekanisme berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat proses pembentukannya atau menyebabkan lisis pada dinding sel yang sudah terbentuk, dan perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga terjadi kebocoran nutrisi dari dalam sel. Kerusakan membran sitoplasma akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan atau matinya sel. Ada beberapa senyawa yang dihasilkan oleh BAL yang bersifat antimikroba, diantaranya adalah asam-asam organik seperti asam laktat, asam asetat, asam format, asam asetat, hidrogen peroksida, dan senyawa protein atau kompleks spesifik yang disebut bakteriosin (Ouwehand & Vesterland 2004) setelah inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 °C. Kemampuan BAL L. rhamnosus R21 dan R25 dalam menghambat pertumbuhan patogen C. sakazakii YRC3a juga diduga karena terbentuknya kompleks bakteriosin yang diproduksi setelah 24 jam inkubasi. Bakteriosin merupakan senyawa peptida antimikroba yang berasal dari bakteri Gram positif dan Gram negatif, bersifat kationik, anionik dan netral. Senyawa ini disintesis dalam ribosom bakteri serta memiliki aktivitas antimikroba yang bervariasi (Hancock et al. 1999). Selain bakteriosin, selama kompetisi dengan C. sakazakii YRC3a, BAL L. rhamnosus R21 dan R25 juga diduga memproduksi senyawasenyawa lain yang memiliki aktivitas antimikroba seperti hidrogen peroksida, diasetil, dan jenis lainnya. Senyawa-senyawa ini dapat merusak susunan membran lipida mikroba, sehingga meningkatkan permeabilitas membran, kemudian akan merusak susunan asam nukleat dan protein sel (Naidu & Clemens 2000). Hasil berbeda terlihat pada BAL L. rhamnosus R14 dan R23. Kedua isolat BAL ini tidak menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a setelah 24 jam kompetisi. Hal ini diduga bahwa kedua isolat ini memiliki kemampuan pembentukan kompleks bakteriosin dan senyawa-senyawa yang bersifat antibakteri lebih rendah atau bahkan tidak menghasilkan kompleks bakteriosin atau senyawa antimikroba seperti yang diproduksi oleh dua isolat L. rhamnosus lainnya yaitu R21 dan R25. Kompetisi BAL L. rhamnosus R14, R21, R23, dan R25 dengan C. sakazakii YRC3a selama 24 jam, menunjukkan terjadinya penurunan nilai pH pada susu formula rekonstitusi. Nilai pH pada L. rhamnosus R14 pada jam ke-0 yakni 7,7
40
setelah kompetisi 24 jam nilai pH mengalami penurunan menjadi 4,5; L. rhamnosus R21 pada jam ke-0 yakni 7,61 setelah kompetisi 24 jam nilai pH mengalami penurunan menjadi 4,49. Hal serupa juga terjadi pada isolat L. rhamnosus R23 pada jam ke-0 yakni 7,6 setelah kompetisi 24 jam nilai pH mengalami penurunan menjadi 4,4; sedangkan untuk isolat L. rhamnosus R25 nilai pH pada jam ke-0 sebesar 7,6 setelah 24 jam nilai pH mengalami penurunan menjadi 4,8. Penurunan nilai pH yang cukup rendah diduga tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a, hal ini dapat dilihat pada uji kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan isolat BAL L. rhamnosus R14 dan R23 dimana kedua isolat ini tidak mampu menghambat pertumbuhan patogen C. sakazakii YRC3a. Jumlah C. sakazakii YRC3a terus mengalami kenaikan mencapai 4-6 siklus log setelah kompetisi selama 24 jam (Tabel 6). 4.3
Sintas BAL Selama Proses Pengeringan Beku (Freeze-Drying) Pengeringan beku pada prinsipnya dilakukan untuk meningkatkan stabilitas
dan viabilitas mikroba ketika dilakukan pemanasan sehingga jumlah mikroba yang hidup pasca proses pengolahan ataupun pemanasan lebih tinggi. Namun untuk mencapai proses pengeringan beku mikroba juga melewati serangkaian proses yang sangat berpengaruh terhadap viabilitasnya, diantara tahapan itu adalah proses pembekuan (freezing) dan proses pengeringan beku (Freeze drying), di mana kedua proses ini berkontribusi sangat besar untuk menurunkan viabilitas mikroorganisme yang akan dikeringkan. Pengeringan beku dilakukan terhadap 2 isolat BAL terpilih pada tahap 2, yaitu Lactobacillus rhamnosus R21 dan R25. Sintas BAL selama pengeringan beku ditentukan dengan membandingkan total BAL sebelum dan sesudah proses pengeringan beku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultur BAL yang dikering bekukan yaitu isolat L. rhamnosus R21 dan R25 memiliki viabilitas yang masih tinggi (Tabel 7 dan Gambar 7). Berdasarkan Tabel 7 diketahui jumlah sel hidup isolat L. rhamnosus R21 dan R25 masing-masing sebelum pembekuan adalah 5,2 x 1012 CFU dan 5,3 x 1012 CFU. Setelah mengalami pembekuan selama 12 jam dengan suhu -22 °C jumlah sel BAL masing-masing isolat L. rhamnosus R21 dan R25 masih tetap tinggi yakni berturut-turut sebesar 3,0 x 1012 CFU dan 2,9 x 1012 CFU.
41
Pada proses pembekuan terjadi penurunan jumlah sel BAL namun tidak signifikan (p-value <0,05). Tidak terjadinya penurunan jumlah sel hidup yang signifikan selama proses pembekuan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: ukuran dan tipe sel, umur sel, permeabilitas membran sel. Selain itu resistensi BAL terhadap pembekuan juga dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing strain BAL untuk melakukan sintesis senyawa-senyawa protein dan perubahan komposisi asam lemak pada membran (Wang et al. 2005). Namun demikian, respon ini sangat bervariasi diantara spesies BAL. Perubahan komposisi asam lemak membran sel akan memperbaiki permeabilitas membran pada suhu rendah dan akhirnya mikroba dapat beradaptasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio antara asam lemak jenuh dan tidak jenuh, serta jenis asam lemak yang terbentuk menentukan resistensi BAL terhadap pembekuan (Goldberg & Eschar 1977; Beal et al. 2001; Wang et al. 2005). Tabel 7 Sintas BAL L. rhamnosus R21 dan R25 setelah pengeringan beku
Kode Isolat Lactobacillus rhamnosus R21 Lactobacillus rhamnosus R25
Jumlah total sel hidup dalam sampel selama pembuatan kultur kering (CFU) sebelum setelah setelah pembekuan pembekuan pengeringan beku 5,2 x 1012 3,0 x 1012 5,7 x 1011 12 12 5,3 x 10 2,9 x 10 8,0 x 1011
Keterangan: jumlah bakteri merupakan hasil rata-rata 2 kali ulangan dan duplo
Penggunaan bahan pelindung (kriogenik) juga berkontribusi untuk menjaga kestabilan sel hidup pada mikroba selama pembekuan. Bahan pelindung dapat memberikan pengaruh koligatif, membantu berlangsungnya dehidrasi secara osmotik sebelum pembekuan, dapat menurunkan titik beku sel, menstabilkan membran, meningkatkan permeabilitas sel dan juga dapat bersifat sebagai bufer untuk mengimbangi adanya perubahan pH selama pembekuan. Selain itu bahan pelindung mampu membentuk ikatan hidrogen dengan air dan dengan struktur sel sehingga dapat mencegah kematian sel akibat terjadinya pembentukan kristal es dan peningkatan konsentrasi zat terlarut. Tahapan selanjutnya adalah proses pengeringan beku. Gambar 7 menunjukkan bahwa tingkat ketahanan kultur BAL L. rhamnosus R21 dan R25 setelah pengeringan beku relatif baik. Pada tahap ini, jumlah total mikroba
42
setelah pengeringan beku untuk masing-masing isolat L. rhamnosus R21 dan R25 adalah 5,7 x 1011 CFU dan 8,0 x 1011 CFU. Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah sel total selama pengeringan beku
Penurunan Ʃ BAL log (CFU)
masing-masing isolat R21 dan R25 hanya sebesar 0,97 dan 0,82 log (CFU).
1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00
0,82±0,42a
0,97±0,50a
L. rhamnosus R21
L. rhamnosus R25
Isolat BAL Keterangan: Superscript huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada α=0,05
Gambar 7 Penurunan jumlah BAL L. rhamnosus R21 dan R25 selama proses pengeringan beku (freeze drying) Berdasarkan hasil analisis statistik, sintas kultur L. rhamnosus R21 dan R25 terhadap proses pengeringan beku tidak berbeda nyata (p-value <0,05). Penurunan jumlah sel pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmayani et al. (2001) yang menjelaskan bahwa selama proses pengeringan beku BAL asal dadih, terjadi penurunan jumlah sel berkisar antara 0,5-2 siklus log. Hasil yang sama juga dikemukakan oleh Seveline (2005) yang menunjukan bahwa pengeringan beku yang dilakukan terhadap Lactobacillus F1 menghasilkan BAL yang memiliki viabilitas sel yang baik. Puspawati et al. (2010), juga menjelaskan bahwa terjadi penurunan jumlah sel mikroba pada proses pengeringan beku BAL asal ASI namun masih memiliki viabilitas sel yang masih tinggi. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harmayani et al. (2001), dimana terjadi penurunan jumlah bakteri isolat Lactobacillus sp. Dad 13 asal dadih sebesar 2 siklus log yaitu dari 1013 CFU/mL menjadi 1011 CFU/mL, sedangkan pada penelitian ini penurunan jumlah BAL isolat R21 dan R25 cukup rendah setelah pengeringan beku dimana jumlah BAL yang hidup masih tetap
43
tinggi yaitu masing-masing sebesar 11,75 log (CFU) dan 11,90 log (CFU). Viabilitas sel BAL isolat R21 dan R25 yang relatif tinggi karena media pertumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah MRSB yang merupakan media sintesis dengan kandungan nutrisi yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan BAL. Penurunan viabilitas sel terbesar terjadi selama proses pengeringan beku. Penurunan jumlah sel terbesar selama pengeringan beku diduga disebabkan oleh faktor pengurangan air selama pengeringan. Selain itu proses pengeringan beku sering dihubungkan dengan adanya akumulasi bahan terlarut, dimana akumulasi ini dapat menyebabkan kondisi stres untuk pertumbuhan sel terutama respon terhadap tekanan osmotik medium sehingga ketahanan sel bakteri menurun (Hutkins et al. 1987; Molenaar et al. 1993; Glaaskar et al. 1996 dalam Champagne et al. 2001). Proses pengeringan juga dapat menyebabkan hilangnya air dari bahan sehingga konsentrasi biomolekul dan ion-ion di dalam sel meningkat dan menyebabkan aktivitas seluler berhenti, sehingga sel mengalami kondisi stress (Novelina 2005). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Ray dan Speck (1973), yang menjelaskan bahwa kenaikan konsentrasi ion dapat menurunkan kekuatan ikatan hidrofobik sehingga konfigurasi makromolekul akan mengalami gangguan dan menyebabkan membran lipid mengalami kebocoran sel. Terdapat beberapa kerusakan yang terjadi pada sel mikroba yang disebabkan oleh pengeringan beku. Hal ini dapat dilihat dari kerusakan sistem biologis seperti terjadinya perubahan sifat fisik pada membran lipid atau perubahan struktur protein yang sensitif (Leslie et al. 1995 dalam Carvalho 2002). Beberapa hasil penelitian lain juga menjelaskan bahwa kehilangan atau penurunan viabilitas sel karena pengeringan beku berhubungan dengan kerusakan komponen sel, membran sel, dinding sel, dan DNA (Zamora et al. 2006). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat bahwa viabilitas BAL selama proses pengeringan beku cukup tinggi. Viabilitas BAL yang cukup tinggi diduga karena adanya penggunaan bahan penyalut (kriogenik), yaitu laktosa. Penggunaan laktosa sebagai bahan pelindung sudah banyak diaplikasikan. Zamora et al. (2006) menunjukkan bahwa penggunaan laktosa 12%
44
sebagai bahan pelindung pada proses pengeringan beku dapat mempertahankan ketahanan L. murinus-PS85 selama penyimpanan pada suhu 20 °C selama 60 hari mencapai 20%. Puspawati et al (2010), juga menunjukkan bahwa penggunaan laktosa sebagai pelindung pada proses pengeringan beku Pediococcus pentosaceus A16 dapat mengurangi penurunan jumlah bakteri ini, besarnya penurunan jumlah total bakteri sebelum dan sesudah pengeringan beku sebesar 0,91 log CFU/g. Hal serupa juga dilaporkan oleh Nanasombat dan Sriwong (2007), dimana hasil penelitiannya menjelaskan bahwa penggunaan Lyoprotective agents (9,1% b/b) jenis laktosa dapat mempertahankan kemampuan hidup bakteri Lactococcus lactis sebesar 64,17±3,00% dan Lactobacillus sakei sebesar 56,42±2,35%. Penurunan jumlah sel hidup kultur BAL pada penelitian ini sangat rendah baik L. rhamnosus R21 maupun R25. Hal ini diduga karena bahan pelindung yang digunakan mampu menurunkan suhu pada fase transisi membran dan melindungi struktur protein dalam keadaan kering (Leslie et al. 1995). Bahan pelindung secara umum juga memilki karakteristik fisik yang berbeda seperti konduktivitas termal dan divusivitas termal yang sangat berperan dalam memberikan efek perlindungan pada sel yang disalut (Mosilhey 2003). 4.4
Kompetisi BAL dan Cronobacter sakazakii YRC3a pada Susu Formula dengan Berbagai Suhu Rekonstitusi Rekonstitusi merupakan suatu proses persiapan susu bubuk formula hingga
menjadi susu formula yang siap untuk dikonsumsi. Suhu rekonstitusi merupakan salah satu faktor penting dalam mereduksi jumlah bakteri C. sakazakii yang terdapat pada makanan atau susu bubuk formula, namun efektivitas suhu rekonstitusi perlu dikaji untuk menentukan seberapa besar suhu tersebut mampu mereduksi bakteri-bakteri patogen yang mungkin mengontaminasi produk tersebut. 4.4.1 Pengaruh kompetisi BAL pada saat rekonstitusi Pengaruh kompetisi BAL selama rekonstitusi terhadap pertumbuhan C. sakazakii YRC3a sesaat setelah rekonstitusi pada jam ke-0 pada berbagai suhu disajikan pada Tabel 8.
45
Tabel 8 Penurunan jumlah C. sakazakii YRC3a dan BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku perlakuan kompetisi dan kontrol (CFU/mL)
Kultur YRC3a YRC3a kontrol R21 R25 R21 kontrol R25 kontrol
Kompetisi dengan R21 R25 YRC3a YRC3a
Perubahan Ʃ bakteri setelah rekonstitusi Log (CFU/mL) rekonstitusi rekonstitusi rekonstitusi suhu 50 °C suhu 60 °C suhu 70 °C 0,54 0,71 1,27 0,57 0,56 0,90 0,64 1,05 1,43 0,66 0,77 0,77 0,55 0,59 0,84 0,48 0,75 0,81 0,54 0,72 1,13
Keterangan: *) Perubahan jumlah bakteri setelah direkonstitusi; dihitung berdasarkan jumlah setelah rekonstitusi dibandingkan dengan jumlah awal sebelum rekonstitusi
Tabel 8 menunjukkan bahwa penggunaan suhu rekonstitusi yang semakin meningkat yakni 50, 60, dan 70 °C menyebabkan jumlah C. sakazakii YRC3a (kontrol) mengalami penurunan jumlah yang semakin tinggi yaitu pada kisaran
0,64-1,43 log (CFU/mL). Hal yang sama juga terjadi pada BAL L. rhamnosus R21 dan R25 (kontrol), penggunaan suhu rekonstitusi yang semakin tinggi menyebabkan terjadinya penurunan jumlah BAL yang semakin tinggi pula yakni masing-masing berkisar antara 0,48-0,81 dan 0,54-1,13 log (CFU/mL). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Ogihara et al. (2009), dimana terjadi penurunan jumlah bakteri E. sakazakii isolat klinis ATCC 29004 (tidak dikompetisi) yang direkonstitusi pada suhu 55, 60, dan 70 oC, setelah menit ke-2 pasca rekonstitusi berkisar antara 0,16-1,26 log (CFU/mL). Kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R21 kering beku pada rekonstitusi suhu 50 ºC (Tabel 8) menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah C. sakazakii YRC3a sebesar 0,54 log (CFU/mL). Peningkatan suhu rekonstitusi yakni 60 dan 70 ºC menyebabkan terjadinya penurunan jumlah C. sakazakii YRC3a semakin meningkat pula berturut-turut sebesar 0,71 log (CFU/mL) dan 1,27 log (CFU/mL). Hasil serupa juga terjadi pada kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R25 kering beku, dimana terjadi penurunan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a sesaat setelah rekontitusi (jam ke-0). Penurunan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a terbesar terjadi pada
46
penggunaan suhu rekonstitusi 70 °C yakni sebesar 0,90 log (CFU/mL), sedangkan pada suhu rekonstitusi 50 dan 60 °C terjadi penurunan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a lebih rendah berturut-turut sebesar 0,57 dan 0,56 log (CFU/mL). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu. Meutia (2009) pada penelitiannya menyebutkan bahwa penggunaan rekonstitusi suhu 70 °C mampu mereduksi jumlah bakteri Cronobacter spp. sebesar 2,74 hingga 6,72 log (CFU/mL), namun penurunan jumlah bakteri ini tergantung dari jenis galur yang digunakan. Kim dan Park (2007), juga menjelaskan terjadi penurunan jumlah E. sakazakii yang diisolasi dari makanan bayi di Korea (tidak dikompetisi) lebih besar yaitu berkisar antara 1-2 siklus log. Terjadinya perbedaan penurunan jumlah bakteri pada penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis galur yang digunakan (Aroyo 2009) dan keragaman genetik bakteri (Ashakura et al. 2007). Perbedaan penurunan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a karena suhu rekonstitusi yang semakin tinggi juga dapat disebabkan karena bakteri C. sakazakii YRC3a diisolasi dari susu formula dimana isolat-isolat bakteri ini cenderung memiliki ketahanan yang baik terhadap panas. Hal ini disebabkan oleh
teknologi
pengolahan yang digunakan. Ketahanan panas yang besar pada isolat asal susu formula dimungkinkan karena proses pengolahan susu formula lebih banyak menggunakan proses panas (pasteurisasi dan spray drying) dibandingkan dengan proses pengolahan makanan bayi, maizena, dan bubuk coklat. Penurunan jumlah bakteri uji cukup rendah pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal diantaranya penggunaan menstruum (termasuk komposisi lemak, konsentrasi gula, dan total padatan). Menstruum pemanas yang digunakan pada penelitian ini adalah susu formula bubuk dengan kadar lemak sekitar 2,97 g/100 mL. Keberadaan lemak yang terdapat pada susu formula diduga akan meningkatkan ketahanan panas bakteri, hal ini berhubungan dengan kemampuan lemak untuk mempengaruhi kelembaban sel sehingga memberikan efek proteksi. Faktor lainnya adalah total karbohidrat yang terkandung pada medium. Medium pemanasan yang mengandung gula akan meningkatkan ketahanan panas mikroba yang terdapat di dalamnya. Pengaruh ini terutama disebabkan gula. Gula yang terdapat pada menstruum, akan mengurangi
47
a w melalui mekanisme pengikatan air yang terdapat di dalam medium maupun sel sehingga menurunkan aktivitas airnya, akibatnya sel menjadi lebih tahan panas. Komposisi protein yang terdapat pada susu formula yakni 9,8 g/100 g, diduga mampu memberikan efek proteksi terhadap bakteri karena protein bersifat sebagai koloid di dalam larutan, dimana bahan-bahan koloidnya mampu menurunkan hantaran panas. Kandungan nutrisi dari menstruum pemanas yang digunakan pada penelitian akan menentukan respon ketahanan bakteri terhadap perlakuan panas yang dapat dilihat dari parameter nilai D. Ketahanan panas setiap mikroba juga dipengaruhi oleh metode recovery isolat serta adanya perlakuan cold shock setelah proses panas, kadar air, senyawa penghambat, waktu, temperatur lingkungan, kadar garam, konsentrasi karbohidrat, pH, serta efek dari ultrasonics (Lewis 2000). Penurunan jumlah bakteri yang relatif kecil juga terjadi pada BAL kering beku yang dikompetisi dengan C. sakazakii YRC3a. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kompetisi BAL L. rhamnosus R21 kering beku dengan bakteri C. sakazakii YRC3a mengalami penurunan jumlah bakteri berkisar antara 0,66-0,77 log (CFU/mL) pada suhu rekonstitusi 50, 60, dan 70 °C. Hal yang sama juga terjadi pada kompetisi BAL L. rhamnosus R25 kering beku dengan bakteri C. sakazakii YRC3a. Penurunan jumlah BAL L. rhamnosus R25 berkisar antara 0,55-0,84 log (CFU/mL). Penurunan jumlah BAL L. rhamnosus kering beku relatif kecil pada perlakuan kompetisi dengan C. sakazakii YRC3a diduga dipengaruhi oleh proses pengeringan beku yang dilakukan terhadap BAL. Pada proses pengeringan beku sel BAL disalut terlebih dahulu dengan bahan pelindung. Bahan pelindung ini berfungsi untuk mencegah kerusakan dinding sel akibat tekanan fisik termasuk penggunaan suhu tinggi. Selain itu penggunaan bahan pelindung juga dihubungkan dengan kemampuannya untuk melindungi protein dan membran sel mikroba (Wiemken 1990 dalam Champagne et al. 2001). Hasil yang diperoleh pada penelitian menunjukkan bahwa penurunan jumlah C. sakazakii YRC3a sesaat setelah rekonstitusi (jam ke-0) baik pada perlakuan kontrol maupun kompetisi disebabkan oleh penggunaan suhu rekonstitusi yang semakin meningkat. Penggunaan BAL dan jenis BAL yang
48
berbeda pada perlakuan kompetisi tidak mempengaruhi penurunan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a. 4.4.2 Pengaruh kompetisi BAL selama hang time Gambar 8, 9, dan 10 (a) dan (b) menunjukkan pada dua jam pertama rekonstitusi suhu 50, 60, dan 70 °C jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a kontrol relatif konstan. Hal serupa juga terjadi pada kontrol L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku. Kedua isolat BAL tidak mengalami kenaikan jumlah yang signifikan. Gambar 8, 9, dan 10 (a) dan (b) juga menunjukkan bahwa pada kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku pada 2 jam pertama hang time, jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a relatif konstan pada suhu rekonstitusi 60 dan 70 °C, kecuali pada suhu rekonstitusi 50 °C terjadi kenaikan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a dari 3,10 log (CFU/mL) pada jam ke-0 menjadi 3,87 log (CFU/mL) pada jam ke-2 hang time. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Ogihara et al. (2009) yang menjelaskan bahwa jumlah C. sakazakii isolat ATCC 29004 (tidak dikompetisi) yang direkonstitusi pada suhu 60 dan 70 °C tidak mengalami kenaikan yang signifikan setelah disimpan selama 120 menit pada suhu ruang. Jumlah C. sakazakii YRC3a yang relatif konstan baik perlakuan kontrol maupun kompetisi pada 2 jam pertama rekonstitusi diduga karena patogen ini masih dalam kondisi terluka (injury) akibat direkonstitusi dengan air penyeduh pada suhu yang semakin meningkat. Hal yang sama juga terjadi pada BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku perlakuan kontrol dan kompetisi. Tidak terjadi kenaikan jumlah kedua isolat BAL pada 2 jam pertama rekonstitusi diduga karena BAL telah mencapai populasi maksimal. Seiring dengan berjalannya masa hang time dari jam ke-2 hingga jam ke-8, dapat dilihat adanya kecenderungan peningkatan jumlah C. sakazakii YRC3a pada kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R21 dan R25 masingmasing mencapai 7,99 log (CFU/mL) dan 7,24 log (CFU/mL) (Gambar 8 a dan b). Peningkatan jumlah bakteri juga terjadi pada kontrol bakteri C. sakazakii YRC3a yaitu mencapai 7,81 log (CFU/mL), berdasarkan hasil yang diperoleh perlakuan kompetisi dan kontrol tidak berbeda nyata (p-value <0,05). Berdasarkan hasil yang diperoleh (Gambar 8 a dan b) terlihat bahwa tidak ada pengaruh kompetisi
49
dengan BAL L. rhamnosus R21 dan R25 selama hang time yang direkonstitusi
9,0
7,7
8,0
8,0
7,6
45
7,0
7,0 7,5
5,0
40
6,0 7,4
pH
o
6,0
5,0
35 7,3
4,0
4,0 30
7,2
3,0 25
2,0
0
2
4
6
8
3,0
8,5
8,4
8,3
8,2
8,1
7,1
2,0
8,0
7,7
9,0
8,5
Log L. rhamnosus R21 (CFU/mL)
50
Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL)
9,0
Suhu ( C)
Log C. sakazakii YRC3a (kontrol) (CFU/mL)
pada suhu 50 °C.
10
Hang time (jam) Suhu (oC) pH Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL) Log L. rhamnosus R21 (CFU/mL) Log C. sakazakii YRC3a kontrol (CFU/mL)
8,0
8,0
7,6
45 7,0
7,0 7,5
5,0
7,4
pH
6,0
o
6,0
40
5,0
35 7,3
4,0
4,0 30
7,2
3,0 2,0
25
7,1 0
2
4
6
8
3,0 2,0
8,4
8,3
8,2
8,1
Log L. rhamnosus R25 (CFU/mL)
50
Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL)
9,0
Suhu ( C)
Log C. sakazakii YRC3a (kontrol) (CFU/mL)
(a)
8,0
10
Hang time (jam) Suhu (oC) pH Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL) Log L. rhamnosus R25 (CFU/mL) Log C. sakazakii YRC3a (kontrol) (CFU/mL)
(b) Gambar 8 Pertumbuhan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula yang mengandung L. rhamnosus R21 (a) dan R25 (b) setelah rekonstitusi suhu 50 oC
7,7
9,0
8,0
55
7,6
8,0
7,0
50
7,0 7,5
5,0
45
6,0 7,4
pH
o
6,0
40
5,0 7,3
4,0
35
3,0
30
2,0
25
4,0
0
2
4
6
8
7,2
3,0
7,1
2,0
8,4
8,3
8,2
8,1
Log L. rhamnosus R21 (CFU/mL)
60
Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL)
9,0
Suhu ( C)
Log C. sakazakii YRC3a (kontrol) (CFU/mL)
50
8,0
10
Hang time (jam) Suhu (oC) pH Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL) Log L. rhamnosus R21 (CFU/mL) Log C. sakazakii YRC3a kontrol (CFU/mL)
7,7
9,0
8,0
55
7,6
8,0
7,0
50
5,0
6,0
45 7,4
pH
o
6,0
7,0 7,5
5,0
40 7,3
4,0
4,0
35
3,0
30
2,0
25 0
2
4
6
8
7,2
3,0
7,1
2,0
8,4
8,3
8,2
8,1
Log L. rhamnosus R25 (CFU/mL)
60
Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL)
9,0
Suhu ( C)
Log C. sakazakii YRC3a (kontrol) (CFU/mL)
(a)
8,0
10
Hang time (jam) Suhu (oC) pH Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL) Log L. rhamnosus R25 (CFU/mL) Log C. sakazakii YRC3a kontrol (CFU/mL)
(b) Gambar 9 Pertumbuhan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula yang mengandung L. rhamnosus R21 (a) dan R25 (b) setelah rekonstitusi suhu 60 oC
8,0
65
7,7
9,0
7,6
8,0
60 7,0
50
7,4
o
6,0
7,5
5,0
pH
7,0 55
6,0 5,0
45 7,3
4,0
40
3,0
35
4,0
0
2
4
6
8
8,3 8,2 8,1 8,0 7,9
7,2
3,0
7,1
2,0
7,8
7,7
9,0
8,4
7,6
8,0
30 2,0
8,4
Log L. rhamnosus R21 (CFU/mL)
70
Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL)
9,0
Suhu ( C)
Log C. sakazakii YRC3a (kontrol) (CFU/mL)
51
10
Hang time (jam) Suhu (oC) pH Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL) Log L. rhamnosus R21 (CFU/mL) Log C. sakazakii YRC3a (kontrol) (CFU/mL)
8,0
65 60
7,0
6,0
5,0 4,0
50
7,4
pH
o
6,0
7,0
7,5
55
5,0 45
7,3
40
3,0
35
2,0
30 0
2
4
6
8
4,0
7,2
3,0
7,1
2,0
8,3 8,2 8,1 8,0 7,9 7,8
Log L. rhamnosus R25 (CFU/mL)
70
Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL)
9,0
Suhu ( C)
Log C. sakazakii YRC3a (kontrol) (CFU/mL)
(a)
10
Hang time (jam) o
Suhu ( C) pH Log C. sakazakii YRC3a (CFU/mL) Log L. rhamnosus R25 (CFU/mL) Log C. sakazakii YRC3a kontrol (CFU/mL)
(b) Gambar 10
Pertumbuhan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula yang mengandung L. rhamnosus R21 (a) dan R25 (b) setelah rekonstitusi suhu 70 oC
52
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Fitriyah (2011) yang menjelaskan bahwa rekonstitusi susu formula pada suhu 50 oC, terhadap pertumbuhan C. sakazakii YRC3a yang dikompetisikan dengan L. rhamnosus R23, menunjukkan adanya kenaikan jumlah isolat YRC3a hingga jam ke-6 dan mengalami sedikit penurunan pada jam ke-8. Peningkatan jumlah C. sakazakii YRC3a yang cukup tinggi selama hang time diduga karena kemampuan bakteri ini untuk memanfaatkan nutrisi yang terkandung dalam medium susu formula yakni protein (9,8 g/100 g), lemak (22,5 g/100 g susu) dan nutrisi lainnya yang dapat digunakan oleh untuk tumbuh. Pada kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R21 kering beku pada suhu rekonstitusi 60 °C, terjadi kenaikan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a yang mencapai 5,74 log (CFU/mL). Pada jam ke-8 kenaikan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a juga terjadi pada perlakuan kontrol pada suhu rekonstitusi yang sama yaitu mencapai 6,66 log (CFU/mL) (Gambar 9 a). Berdasarkan hasil yang diperoleh (Gambar 9 a), terlihat bahwa bakteri C. sakazakii YRC3a perlakuan kontrol lebih cepat tumbuh pada akhir hang time bila dibandingkan dengan perlakuan kompetisi, sehingga dapat disimpulkan bahwa BAL L. rhamnosus R21 mempengaruhi pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a selama hang time hingga jam ke-8. Pada kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL isolat R25 kering beku pada rekonstitusi suhu 60 °C, bakteri C. sakazakii YRC3a mengalami kenaikan mencapai 7,22 log (CFU/mL) setelah hang time 8 jam (Gambar 9 b). Kenaikan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a perlakuan kompetisi tidak berbeda nyata dengan C. sakazakii YRC3a perlakuan kontrol, dimana terjadi kenaikan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a kontrol mencapai 6,66 log (CFU/mL). Berdasarkan Gambar 9 b, terlihat bahwa adanya kecenderungan pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a yang sama baik perlakuan kontrol maupun kompetisi, walaupun pada akhir hang time pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a kontrol sedikit berada di atas perlakuan kompetisi. Pengaruh kompetisi BAL L. rhamnosus R21 terhadap pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a pada rekonstitusi suhu 70 °C selama hang time 8 jam, terlihat adanya kenaikan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a yang mencapai 5,88 log
53
(CFU/mL). Hasil yang sama juga terjadi pada kompetisi bakteri C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R25 dimana bakteri C. sakazakii YRC3a juga mengalami kenaikan mencapai 6,93 log (CFU/mL). Kenaikan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a juga terjadi pada perlakuan kontrol yakni mencapai 6,77 log (CFU/mL) setelah hang time 8 jam. Berdasarkan Gambar 10 a, dapat dilihat bahwa adanya kecenderungan pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a pada kompetisi yang sama dengan perlakuan kontrol, tetapi pada akhir hang time jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a kontrol lebih tinggi daripada perlakuan kompetisi. Hal berbeda ditunjukkan oleh Gambar 10 b, dimana pada akhir hang time adanya kecenderungan pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a yang sama, baik pada perlakuan kompetisi dengan BAL L. rhamnosus R25 maupun perlakuan kontrol. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa BAL L. rhamnosus R21 mampu sedikit menghambat bakteri C. sakazakii YRC3a sedangkan BAL L. rhamnosus R25 tidak mampu sedikit menghambat bakteri C. sakazakii YRC3a. Pada kompetisi BAL isolat R21 kering beku dengan C. sakazakii YRC3a menunjukkan tidak terjadi kenaikan jumlah BAL isolat R21 yang signifikan hingga hang time jam ke-8. Kenaikan jumlah BAL isolat R21 terbesar hanya 0,33 log (CFU/mL) pada suhu rekonstitusi 50 , 60, dan 70 °C. Kenaikan jumlah isolat BAL R21 kering beku pada perlakukan kompetisi sama dengan kontrol, dimana pada kontrol terjadi kenaikan jumlah BAL L. rhamnosus R21 dengan nilai terbesar yaitu 0,31 log (CFU/mL) pada suhu rekonstitusi yang sama. Hal yang sama juga terjadi pada kompetisi BAL L. rhamnosus R25 kering beku dengan C. sakazakii YRC3a, dimana tidak terjadi kenaikan jumlah BAL L. rhamnosus R25 kering beku yang signifikan (p-value <0,05), kenaikan jumlah isolat R25 terbesar hanya 0,21 log (CFU/mL). Pada perlakuan kontrol jumlah BAL L. rhamnosus R25 kontrol juga mengalami kenaikan selama hang time hingga jam ke-8, namun kenaikan terbesar hanya 0,33 log (CFU/mL) hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan perlakuan kompetisi BAL L. rhamnosus R25 dengan C. sakazakii YRC3a. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap ini dapat dilihat bahwa kenaikan jumlah BAL baik L. rhamnosus R21 maupun R25 tidak signifikan
54
(p-value <0,05) hingga hang time jam ke-8. Hal ini diduga karena BAL telah mencapai populasi maksimal. 4.4.3 Pengaruh kompetisi BAL setelah hang time selama 8 jam Kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R21 kering beku yang direkonstitusi pada suhu 60 dan 70 °C, mampu menghambat pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan jumlah C. sakazakii YRC3a setelah hang time 8 jam masing-masing hanya sebesar 2,84 log (CFU/mL) dan 3,40 log (CFU/mL) bila dibandingkan dengan jumlah bakteri YRC3a kontrol pada suhu rekonstitusi yang sama yaitu masing-masing sebesar 4,10 log dan 4,45 log (CFU/mL) (Tabel 9). Artinya terjadi penghambatan pertumbuhan C. sakazakii YRC3a masing-masing sebesar 1,26 dan 1,05 log (CFU/mL) setelah hang time 8 jam (Tabel 9). Hasil berbeda justru ditunjukkan oleh kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R21 kering beku pada suhu rekonstitusi 50 °C, dimana tidak terjadi penghambatan pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a YRC3a setelah hang time 8 jam. Hal ini dapat dilihat jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a yang tetap tinggi yakni 4,89 log (CFU/mL) dan tidak berbeda nyata dengan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a kontrol yaitu sebesar 4,80 log (CFU/mL) (Tabel 9). Hasil kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R25 kering beku menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a pada suhu rekonstitusi 50 °C. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan jumlah C. sakazakii YRC3a setelah hang time jam ke-8 sebesar 4,17 log (CFU/mL), bila dibandingkan dengan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a kontrol pada suhu rekonstitusi yang sama yaitu sebesar 4,80 log (CFU/mL). Berdasarkan hasil yang diperoleh penghambatan oleh BAL L. rhamnosus R25 terbesar hanya sebesar 0,63 log (CFU/mL) pada suhu rekonstitusi 50 °C, sedangkan pada suhu rekonstitusi 60 dan 70 °C tidak terjadi penghambatan pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a (Tabel 9). Hal ini dapat dilihat dari jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a pada perlakuan kompetisi tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol pada suhu rekonstitusi yang sama yakni masing-masing berkisar antara 4,08-4,17 dan 4,10-4,80 log (CFU/mL).
55
Tabel 9 Jumlah dan penurunan C. sakazakii YRC3a Log (CFU/mL) pada kompetisi BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku setelah hang time selama 8 jam Perlakuan
Suhu (°C)
Ʃ C. sakazakii (0 jam) (No) (CFU/mL)
Ʃ C. sakazakii (8 jam) (Nt) (CFU/mL)
Pertumbuhan Log (Nt-No)
Penghambatan*) Log (CFU/mL)
YRC3a vs R21
50
1,3x103
9,8x107
4,89
0,09**)
60
2
5
2,84
-1,26
5
3,40
-1,05
7
4,17
-0,63
7
4,17
6
4,08
7
4,80
6
70 YRC3a vs R25
50 60 70
Kontrol YRC3a
50
8,0x10
2
3,0x10
3
1,2x10
3
1,2x10
2
7,1x10
3
1,0x10
2
5,8x10 7,7x10 1,8x10 1,7x10
8,5x10 6,4x10
60
3,6x10
4,5x10
4,10
70
2,1x102
5,8x106
4,45
0,07**) -0,37
Keterangan: *) Dihitung berdasarkan perbedaan Log (Nt-No) dengan perlakuan kontrol **) Nilai positif artinya tidak ada penghambatan dibandingkan dengan kontrol
Penghambatan pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a oleh BAL L. rhamnosus R21 setelah hang time jam ke-8, diduga akibat terbentuknya senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri yang diproduksi oleh BAL L. rhamnosus R21. Senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri yang mungkin terbentuk adalah jenis diasetil, hidrogen peroksida, karbondioksida, dan senyawa lain yang memeiliki anktivitas antibakteri yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri patogen (Davidson & Hoover 1993; Daeschel 1989). Pada penelitian ini jenis senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri yang dihasilkan oleh BAL L. rhamnosus R21 tidak diidentifikasi. Sedangkan penggunaan BAL L. rhamnosus R25 kering beku pada perlakuan kompetisi tidak efektif menghambat pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a setelah hang time 8 jam, diduga akibat BAL L. rhamnosus R25 belum optimal memproduksi senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a. Kompetisi BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku dengan C. sakazakii YRC3a setelah hang time jam ke-8, menunjukan bahwa tidak terjadi penghambatan pertumbuhan BAL yang signifikan baik pada L. rhamnosus R21 maupun R25 pada rekonstitusi suhu 50, 60, dan 70 °C (Tabel 10).
56
Tabel 10
Jumlah dan penurunan BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku Log (CFU/mL) pada kompetisi C. sakazakii YRC3a setelah hang time selama 8 jam Suhu (°C)
ƩL. rhamnosus (0 jam) (No) (CFU/mL)
ƩL. rhamnosus (8 jam) (Nt) (CFU/mL)
Pertumbuhan Log (Nt-No)
Penghambatan*) Log (CFU/mL)
R21 vs YRC3a
50 60 70
1,5x108 1,2x108 1,2x108
3,2x108 2,1x108 1,9x108
0,33 0,25 0,24
0,02**) 0,14**) 0,25**)
R25 vs YRC3a
50 60 70 50 60 70 50
1,9x108
2,5x108
1,8x108 9,5x107 2,3x108
2,1x108 1,6x108 4,6x108
-0,21 0,03**) -0,08
1,2x108 1,0x108 1,7x108 1,3x108
1,5x108 1,0x108 4,1x108 1,4x108
0,12 0,09 0,21 0,31 0,11 -0,01 0,33
7
7
Perlakuan
Kontrol R21
Kontrol R25
60 70
4,9x10
9,5x10
0,06 0,29
Keterangan: *) Dihitung berdasarkan perbedaan Log (Nt-No) dengan perlakuan kontrol **) Nilai positif artinya tidak ada penghambatan dibandingkan dengan kontrol
Selama hang time hingga 8 jam tidak terjadi penghambatan pertumbuhan L. rhamnosus R25 kering beku yang signifikan. Penghambatan L. rhamnosus R25 terbesar hanya 0,21 log (CFU/mL) pada rekonstitusi suhu 50 °C, sedangkan pada rekonstitusi suhu 60 dan 70 °C tidak terjadi penghambatan pertumbuhan L. rhamnosus R25. Hasil berbeda ditunjukkan oleh L. rhamnosus R21 kering beku, dimana L. rhamnosus R21 tidak mengalami penghambatan pertumbuhan pada rekonstitusi suhu 50, 60, dan 70 °C (Tabel 10). Tidak terjadi penghambatan pertumbuhan kedua isolat BAL oleh C. sakazakii YRC3a diduga dipengaruhi oleh kemampuan BAL berkompetisi untuk memperoleh nutrisi pada media susu.
57
5.
5.1
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Ketahanan BAL asal ASI terhadap rekonstitusi suhu 50 °C bervariasi.
Seluruh isolat BAL ASI mengalami penurunan jumlah log dengan rata-rata berkisar 0,06-1,44 log (CFU/mL) setelah frekonstitusi pada suhu 50 °C. Berdasarkan hasil penapisan L. rhamnosus R14, R21, R23, dan R25 dipilih untuk diikutsertakan pada tahap kedua, dengan pertimbangan keempat isolat ini mengalami penurunan jumlah log yang relatif rendah yakni berturut-turut sebesar 0,32±0,15; 0,26±0,01; 0,08±0,09; dan 0,18±0,05 log (CFU/mL). Kemampuan 4 isolat BAL terpilih dalam berkompetisi dan menghambat C. sakazakii YRC3a bervariasi, namun isolat yang memiliki aktivitas penghambatan terbesar adalah L. rhamnosus R21 dan R25 dengan menghambat pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a masing-masing sebesar 2,82 log dan 0,61 log (CFU/mL). Isolat R14 dan R23 tidak mampu menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a setelah dikompetisikan selama 24 jam. Proses pengeringan beku terhadap BAL L. rhamnosus R21 dan R25 menyebabkan terjadinya penurunan jumlah sel, masing-masing sebesar 0,97 dan 0,82 log (CFU). BAL L. rhamnosus R21 dan R25 dinilai tahan terhadap proses pengeringan beku karena hanya terjadi penurunan <1 siklus log. Dari uji kompetisi BAL L. rhamnosus R21 dengan C. sakazakii YRC3a disimpulkan bahwa BAL L. rhamnosus R21 mampu menghambat pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a jika rekonstitusi dilakukan pada suhu 60 dan 70 °C, yaitu masing-masing sebesar 1,26 log dan 1,05 log (CFU/mL). Pada suhu rekonstitusi 50 °C, L. rhamnosus R21 tidak mampu menghambat pertumbuhan isolat YRC3a selama hang time hingga jam ke-8. Penggunaan BAL L. rhamnosus R25 mampu menghambat pertumbuhan bakteri C. sakazakii YRC3a terbesar hanya 0,63 log (CFU/mL) jika rekonstitusi dilakukan pada suhu 50 °C, sedangkan jika rekonstitusi dilakukan pada suhu 60 dan 70 °C, L. rhamnosus R25 tidak mampu menghambat pertumbuhan C. sakazakii YRC3a selama hang time. Pada uji kompetisi BAL L. rhamnosus R21 dan R25 dengan C. sakazakii YRC3a, L. rhamnosus R21 dan R25 tidak mengalami kenaikan yang signifikan
58
(p-value <0,05) selama hang time hingga jam ke-8, yang menunjukkan BAL L. rhamnosus R21 dan R25 tidak terganggu oleh keberadaan C. sakazakii YRC3a. 5.2
Saran Perlu dilakukan kajian mengenai penggunaan isolat L. rhamnosus R21 asal
ASI yang ditambahkan pada susu bubuk formula untuk berkompetisi dan menghambat pertumbuhan bakteri C. sakazakii isolat lainnya yang berasal dari susu formula. Perlu dilakukan kajian terhadap aktivitas senyawa antibakteri isolat L. rhamnosus R21 lebih mendalam untuk mengetahui jenis senyawa antibakteri yang berperan utama untuk menghambatannya pertumbuhan C. sakazakii yang mungkin terjadi selama hang time.
59
DAFTAR PUSTAKA
Adam MR, Moss MO. 1995. Food Microbiology. The Royal Society of Chemistry, London: Cambridge. Alakomi HL. et al. 2000. Lactic acid permeabilizes Gram-negative bacteria by disrupting the outer membrane. J Appl Environmental Microbiology 66: 2001-2005. Arroyo C, Condón S, Pagán R. 2009. Thermobacteriological characterization of Enterobacter sakazakii. J Food Microbiology 136:110-118. Asakura H. et al. 2007. Genetic characterization of thermal tolerance in Enterobacter sakazakii. J Microbiol. Immunology 51(7): 671-677. Axelsson L.1998. Lactid acid Bacteria: Classification and Physiology. Di dalam S. Salminen dan A Von Wright, editor. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects 2nd ed: Marcel Dekker Inc., New York. 2004. Lactid Acid Bacteria: Classification and Physiology. Di dalam: Salminen S, dan A. Wright, editor, Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional Aspect 3rd ed: Marcel Dekker Inc., New York. [BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. http://www.cfsan.fda.gov/. [25/09/2010]. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2009. Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk Keperluan Medis Khusus. Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.1.52.3920. Baldeón EM, Naranjo G, Granja D. 2008. Effect of infant formula with probiotics on intestinal microbiota. J Archivos Latinoamericanos de Nutricion 58 (1). Bender GR, RE Marquis. 1987. Membran ATP-ase and acid tolerance of Actinomyces viscosus and Lactobacillus casei. J Appl Environmental Microbiology 59(12): 2124-2128. Bernett MF, D Brassart, JR Neeser, AL Servin. 1993. Adhesion of human Bifidobacteria strains to cultured human intestinal epithelial cells and inhibition of Enteropathogen-cell interaction. J Appl Environmental Microbiology 59(12): 4121-4128. Breeuwer P, Lardeau AM, Peterz, Joosten HM. 2003. Desiccation and heat tolerance of Enterobacter sakazakii. J Appl Microbiology 95:967-973. Budiana D. 1997. Mempelajari penggunaan kultur campuran bakteri asam laktat dan P. freudenreichii terhadap mutu dan sifat anti bakteri produk minuman fermentasi kacang merah (Phaseolus vulgaris L). [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2004. Codex Standard CAC/RCP 572004. Code of Hygienic Practice for Milk and Milk products. 1-49.
60
Carvalho AS et al. 2002. Survival of freeze-dried Lactobacillus plantarum and Lactobacillus rhamnosus during storage in the presence of protectants. Biotech Letters 254: 1587-1591. Carver JD. 2003. Advances in nutritional modifications of infant formulas. J American of Clinical Nutrition 77 (suppl): 550S-1554S. Champagne CP., Gardner NJ. 2001. The effect of protective ingredients on the survival of immobilized cells of Streptococcus thermophillus to air and freeze drying. J Biotechnology 4 (3): 1-7. Codex. 2003. Codex Standard for Fermented Milks. CODEX STAN 243-2003. http://www.codexalimentarius.net?download/standart/400//CXS2434.pdf [4/04/2011]. Cottyn B et al. 2001. Bacteria populations associated wih rice seed in the tropical environment. Phytopathology 91: 282-292. Daeschel MA. 1989. Antimicrobial substance from lactic acid bacteri for use as foof preservation. J Food Technol 43:148-155. Davidson PM, Hoover DG. 1993. Antimicrobial components from lactic acid bacteria. Di dalam: Salminen S, Wright AV, editor. Lactic Acid Bacteria. New York: Marcel Dekker. Desmond C et al. 2001. Environmental adaptation of probiotic lactobacilli towards improvement of performance during spray drying. J Int Dairy 11: 801-808. De Vrese M, J. Schrezenmeir. 2008. Probiotics, Prebiotics, and Synbiotics. Adv Biochem Engin/Biotechnol. 111:1-66©. Berlin Heidelberg:Springer-Verlag. Published online: 7 May 2008. [11/04/2011]. De Vuyst L, Vandame EJ. 1994. Lactic Acid Bacteria: Their Practical Importance In Bacteriocin of Lactic Acid Bacteria Microbiology, Genetics and Application. London: Blackie Academic and Professional. Dewanti-Haryadi R et al. 2010. Isolation of Enterobacter sakazakii (Cronobacter spp.) from powdered infant formula and other dry foods obtained from Bogor area, Indonesia. Proceeding International Seminar Current Issue and Challenges in Food Safety. Bogor: SEAFAST Center IPB. Edelson-Mammel SG, Buchanan RL. 2004. Thermal Inactivation of Enterobacter sakazakii in Rehydrated Infant Formula. J Food Protection 67(1): 60-63. Eijsink VGH et al. 2002. Production oc class II bacteriocinc by lactic acid bacteria; an example of biological welfare and communication. Antonie van Leeuwenhoek 81: 639-654. Endry. 2000. Perbandingan antara pengendalian suhu bahan dan suhu lempeng pemanas terhadap konsumsi energi untuk pemanasan pada proses pengeringan beku. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
61
Estuningsih S et al. 2006. Enterobacteriaceae in dehydrated powdered infant formula manufactured in indonesia and malaysia. J Protection 69:30133017. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT Gramedia. Fitriyah. 2011. Survival dan pertumbuhan Cronobacter sakazakii dan Lactobacillus selama rekonstitusi susu formula. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Friedemann M. 2007. Enterobacter sakazakii in food and beverages (other than infantformula and milk powder). J Food Microbiol 116: 1-10. Fu W, Etzel MR. 1995. Spray drying of Lactococcus laclis ssp. lactis C2 and cellular injury. J Food Sci 60:195-200. Fuller R. 1989. Probiotik in man and animals. J Appl Bacteriol 66: 365-378. 1999. Probiotics from Animals. Didalam G.W. Tannock, editor, Probiotics: A Critical Review: Horizon Scientific Press. [FAO/WHO] Food and Agriculture Organization-World Health Organization. 2004. Enterobacter sakazakii and other microorganisms in powdered infant formula. Meeting report. Geneva, Switzerland 2-5 Pebruary 2004. Microbiological Risk Assesment Series No. 6. 2006. Enterobacter sakazakii and Salmonella in powdered infant formula. Rome, Italy 16-20 January 2006. Microbiological Risk Assesment Series No. 10. Gajic O. 2003. Relationships between MDR proteins, bacteriocin production ang proteolysis in Lactococcus lactis. [dissertation]. Netherlands. Post Graduate School. University of Groningen. Gardiner G, O’Sullivan E, Kelly J, Auty MAE, Fitzgerald GF, Collins JK, Ross RP, Stanton C. 2000. Comparative survival rates of human-derived probiotic Lactobacillus paracasei and L. salivarius strains during heat treatment and spray drying. J Appl Environment Microbiol 66: 2605-2616. Gassem M.A.A. 1999. study of he microorganism associated with he fermented bread (khamir) produced from sorghum in gizan region, Saudi Arabia. J Appl Microbiol 86: 221-225. Gerber. 20110. http://medical.gerber.com/public/InfantFormulasFAQ.aspx [8 Juni 2011]. Goldberg I, Eschar L. 1977. Stability of lactic acid bacteria to freezing as related to their fatty acid composition. J Appl Environmental Microbiology 33(3): 489-496. Gourama H, Bullerman LB. 1995. Inhibition of growth and aflatoxin production of Aspergillus flavus by Lactobacillus sp. J Food Protection 58:11. Hamdani FW. 2012. Identifikasi keragaman genetika Cronobacter spp. (Enterobacter sakazaki) yang diperoleh dari produk pangan kering [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
62
Hancock RE, Chapple DS. 1999. Peptide Antibiotics. Antimicrob Agent Chemoter 46: 1322-1323. Harmayani E., Ngatirah., Rahayu ES, Utami T. 2001. Ketahanan dan viabilitas probiotik bakteri asam laktat selama proses pembuatan kultur kering dengan metode freeze dan spray drying. J Tek Industri Pangan 22: 126-132. Hartanti AW. 2010. Evaluasi aktivitas antidiare isolat Lactobacillus dari air susu ibu [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Haryani Y et al. 2008. Characterization of Enterobacter cloacae Isolated from Street Foods. J ASEAN Food 15(1): 57-64. Helfrerich W, Westhoff D. 1980. All About Yoghurt. New Jersey: Prentice-Hall Inc. Heredia Norma, Irene Wesley, Santos Garcia. 2009. Microbiologically Safe Foods. Canada: Jhon Willey and Sons Inc. Publication. Hunter CJ, Singamsetty VK, Chokshi NK, Boyle P, Camerini V, Grishin AV, Upperman JS, Ford HR, Prasadarao NV. 2008. Enterobacter sakazakii enhances epithelial cell by inducing apoptosis in a rat model of necrotizing enterocolitis. J Infect Disease 198: 568-93. Hutkins RW, Nannen NL. 1993. pH homeostatis in lactic acid bacteria. J Dairy Scince 76: 2354-2365. Idawati. 1996. Isolasi dan seleksi bakteri asarn laktat yang bersifat antimikroba dari lkan peda dan kecap lkan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ismail M. 2002. Sifat Antimikotik Bakteri Asam Laktat yang Berasal dan Dadih dan Tempoyak terhadap Beberapa Jenis Kapang. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Iversen C. dan S. Forsythe. 2003. Risk profile of Enterobacter sakazakii, an emergent pathogen associated with infant milk formula. Trends Food Sci Technology 14: 443- 454. Iversen C, S.J. Forsythe. 2007. Comparison of media for the isolation of Enterobacter sakazakii. J Appl Environmenal Microbiology 73: 48-52. Iversen C et al. 2008. Cronobacter gen. nov., a new genus to accommodate the biogroups of Enterobacter sakazakii, and proposal of Cronobacter sakazakii gen. nov., comb. nov., Cronobacter malonaticus sp. nov., Cronobacter turicensis sp. nov., Cronobacter muytjensii sp. nov., Cronobacter dublinensis sp. nov., Cronobacter genomospecies 1, and of three subspecies, Cronobacter dublinensis subsp. dublinensis subsp. nov., Cronobacter dublinensis subsp. lausannensis subsp. nov. and Cronobacter dublinensis subsp. lactaridi subsp. nov. J Systematic and Evolutionary Microbiol 58: 1442-1447. Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology sixth edition. Maryland: Aspen Publisher Inc.
63
Johnson JAC, Etzel MR. 1995. Properties of Lactobacillus helvetieus CNRZ-32 attenuated by spray drying, freeze drying, or freezing. J Food Science 78: 761-768. Jordan KN, Cogan TM. 1999. Heat resistance of Lactobacillus spp. isolated from cheddar cheese. Letters in Appl Microbiol 29: 136-140. Kim, Park 2007. Thermal resistance and inactivation of Enterobacter sakazakii isolates during rehydration of powdered infant formula. J Microbiol. Biotech 17: 364-368. Kandhai MC et al. 2004. Occurrence of Cronobacter Spp. In Food Production Environments and Households. Lancet 363: 39-40. Kusumawati N. 2002. Seleksi bakteri asam laktat indigenus sebagai genus probiotik dengan kemampuan mempertahankan keseimbangan mikroflora feses dan mereduksi kolesterol serum darah tikus [tesis]. Bogor. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Lambert JW, Bidlas E. 2007. A study of the gamma hypothesis: predictive modelling of the growth and inhibition of the Enterobacter sakazakii. J food Microbiol 115: 204-213. Legowo AM. 2007. Khasiat Yoghurt untuk Pengobatan. Semarang. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro. Lewis, Michael, Neil Heppell. 2000. Continuous Thermal Processing of Foods Pasteurization and UHT Sterilization. Maryland: Aspen Publishers, inc. Martinez B, Rodriquez A, Suarez JE. 2000. Loctococcin 972, a bacteriocin that inhibits septum formation in Lactococci. Microbiology 146: 949-955. Meutia YR, Dewanti-Hariyadi R, Estuningsih S. 2009. Pengaruh Suhu Rekonstitusi Terhadap Isolat local Enterobacter Sakazakii (Cronobacter spp.) Asal susu Formula dan makanan bayi. Warta IHP 26(1). Mittal R et al. 2009. Brain damage in newborn rat model of meningitis by Cronobacter spp: a role for outer membrane protein-A. Lab Investigation 89: 263-277. Misgiyarta. 2008. Kajian Standar Mutu Susu Formula Dalam Upaya Menekan Kontaminan Enterobacter Sakazakii. Peneliti pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Departemen Pertanian RI. Mosilhey S.H. 2003. Influence of Different Capsule Materials on the Physiological Propelties of Microencapsulated Lactobacillus acidophilus. Institute of Food Technology: Faculty of Agriculture University of Bonn. 153p. Mullane N et al. 2008 Dissemination of Cronobacter spp. (Enterobacter sakazakii) in a powdered milk protein manufacturing facility. J Appl Environment Microbiol 74(19): 5913-5917. Murga F, Cabrera GM, Fond DE Valdes G, Disalvo A, Seldes AM. 2000. Influence of growth temperature on cryotolerancde and lipid composition of Lactobacillus acidophilus. J Appl Microbiol 88: 342-348.
64
Muytjens HL, LA. Kolle. 1990. Cronobacter spp. meningitis in neonates: causative role of formula?. Pediatric Infectious Disease 9: 372-373. Nassav G., B. Aongaillor, Y. Noel, 2004. Study by ultrasound of impact of technological parameters changes in the milk gelation process. J Food Eng 63: 229-236. Nasombat S, N. Sriwong. 2007. Improving viability of freeze-dried lactic acid Bacteria using lyoprotectants in combination with osmotic and cold adaptation. J KMITL Sci. Technology 7 (S1 Nov). Nazarowec-White, M., J.M. Farber. 1997. Thermal resistance of Cronobacter spp. in reconstituted dried-infant formula. J Food Protect 60: 226- 230. Niamsup P. 2003. Lactobacillus thermotolerans sp. nov., a novel thermotolerant species isolated from chicken faeces. J. Systematic and Evolutionary Microbiol 53: 263-268 Ngatirah E., Harmayani E. S. Rahayu, Utami T. 2000. Seleksi bakteri asam laktat sebagai agensia probiotik yang berpotensi menurunkan kolesterol. Di dalam: Prosidium Seminar Nasional. 63-78. Novelina. 2005. Kajian pengeringan kemoreaksi dan kalsium oksida serta dampaknya terhadap stress dan kerusakan kultur Saccharomyces cereviciae [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nuraida L, Adawiyah DR, Subarna. 1995. Pembuatan dan pengawetan kultur kering yoghurt. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 6: 85-93. Nuraida L, Susanti, Hartanti AW. 2007. Lactic Bacteria and Bifidobacteria Profil of Breast Milk ang their potency as probiotics 10th. Asean Food Conference Food for Mankin-Contribution of Science and Technology. Kuala Lumpur. Nuraida L, Susanti, Hana, Palupi NS, Hartanti AW. 2008. Probiotic potency of lactic acid bacteria isolated from breast milk. International Symposium on Probiotic from Asia Traditional Fermented Foods for Healthy Gut Function. Jakarta. Ogihara H et al. 2009. Effects of the reconstitution and storage conditions of powdered infant formula (PIF) on the survival and growth of Enterobacter sakazakii. Shokuhin Eisegaku Zassi J The Food Hygie Society of Japan. 50(3): 109-116. Osaili TM. et al. 2008. Detergent and sanitizer stresses decrease thermal resistance of Enterobacter sakazakii in infant milk formula. J Food Sci 73: M154-M157. Oscarriz JC, Pisabarro AG. 2001. Classification and mode of action of membraneactive bacteriocins produced by Gram-positive bacteria. Int. Microbiol 4: 13-19. Ostling CE., Lindgren S.E. 1990. Inhibition of Enterobacteria and Listeria growth by lactic, acetic, and formic acid. J Appl Bacteriol 73: 18-24.
65
Ouwehand AC, Vesterland. 2004. The Probiotic Potencial of Propionibacteria. Di dalam: Salminen S, dan A. Wright, editor, Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Fuctional Aspect, 3rd ed. Marcell Dekker Inc., New York. 159-174p. Pelczar MJ, ECS. Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah Ratna Siri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, SL. Angka. Jakarta: Universitas Indonesia. Puspawati NN, Nuraida L, Adawiyah DR. 2010. Penggunaan berbagai jenis bahan pelindung untuk mempertahankan viabilitas bakteri asam laktat yang diisolasi dari air susu ibu pada proses pengeringan beku dan penyimpanan. J Tek Industri Pangan 21(1). Ray B, Speck Marvin L. 1973. Feeze Injury in Bacteria. CRC Critical Review in Clinical Laboratory Sciences. Rizqiati H, Jenie BSL, Nurhidayat N, Nurwitri CC. 2008. Survival of Lactobacillus plantarum encapsulated with skim milk and arabic gum after spray drying and its viability during storage. J Animal Production 100(30): 179-187. Salminen S, Von Wright A. 1998. Lactic Acid Bacteria. Microbiology and Functional Aspects. Second Edition : Marcel Decker Inc, New York. Salminen S, Atte von Wright. 2004. Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects, 2nd edition. Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker Inc. Seftiono H. 2012. Kinetika Inaktivasi Cronobacter spp. (Enterobacter sakazakii) dalam susu formula dan sistem bufer dengan berbagai A w dan pH pada proses pemanasan [tesis] Bogor. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Shortt C. 1999. The probiotic century:historical and current perspectives. Review Trends Food Sci Tech 10: 411-417. Siuta GP, Goulet J. 2001. Improving Probiotic Survival Rates. Food Technol 55: 36-40. Steel R.G.D. and J.H. Torrie. 1980. Principle and Procedures of Statistics, a Biometrical Approach. Kogakusha: McGraw-Hill, Ltd. 633p. Sultana K et al. 2000. Encapsulation of probiotic bacteria with alginate-starch and evaluation of survival in simulated gastrointestinal condition and in youghurt. Int. J Food Microbiol 62: 47-55. Surono I.S. 2004. Probiotik. Susu Fermentasi dan Kesehatan. PT. Tri Cipta Karya (TRICK). Tabatabaie F, A. Mortazavi. 2008. Studying the effects of heat and cold shock on cell wall microstructure and survival of some lab in milk. J World Appl Sci 4(2): 191-194. Tannock GW. 1999. Probiotics: A Critical Review (editor). London: Horizon Scientific Press.
66
Uyanto S.S. 2009. Pedoman Ananlisis Data dengan SPSS edisi 3. Graha Ilmu. Van Acker J et al. 2001. Outbreaks of necrotizing enterocolitis associated with Cronobacter spp. in powdered milk formula. J Clinic Microbiol 39: 293-297. Vanderhoof JA, Whitney DB, Antonson DL. 1999. Lactobacillus GG in prevention of antibiotic associated diarrhea in children. J Pediatric. 135-143 Vinderola CG., Reinheimer JA. 2003. Lactic acid starter and probiotic bacteria: a comparative “in vitro” study of probiotic characteristics and biological barrier resistance. Food Research International 36: 895-904. [WHO] World Health Organization Experts’ report. 2001. Health and Nutritional Properthies of Probiotics in Food Including Powdered Milk with Live Lactic Acid Bacteria. [WHO] World Health Organization. 2007. Safe preparation, storage and handling of powdered infant formula guidelines. Available at; http://www.who.int/foodsafety/publications/micro/pif2007/en/index.html. [20 Mei 2011] Wang Y, Corrieu G, Beal C. 2005. Fermentation pH and Temperature Influence The Cryotolerance of L. acidophilus RD758. J Dairy Sci 88(1): 21-29 Weber H. 2003. Mikrobiologie der Lebensmittel-Fleisch-Fisch-Feinkost (editor). Hamburg: Behr’s Verlag. Zamora LM., C. Carretero, D Pares. 2006. Comparative survival rates of lactic acid bacteria isolated from blood, following spray-drying and freeze drying. Food Sci Tech Int 12(1): 77-84. Zavaglia AG, G Kociubinski, P Perez, G De Antoni. 1998. Isolation and characterization of Bifidobacterium strains for probiotic formulation. J Protection 61(7): 865-873.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1. Pengaruh suhu rekonstitusi 50 °C terhadap isolat BAL
Kode Isolat
Genus/galur
A22
L. acidophilus
Penghambatan EPEC (Log CFU/mL) ** 1,26
Jumlah Awal (No) (CFU/mL) Rekonstitusi suhu 27 °C 5,1 x 106 6
A23
L. rhamnosus
1,95
A24
L. rhamnosus
1,00
A27
L. rhamnosus
1,16
A29
L. rhamnosus
1,13
R14
L. rhamnosus
2,05
R21
L. rhamnosus
2,12
R23
L. rhamnosus
2,06
R25
Lactobacillus
2,06
R27
Lactobacillus
1,06
R32
L. rhamnosus
1,00
6,0 x 10 1,3 x 107 1,8 x 107 3,6 x 107 5,6 x 107 1,9 x 107 2,1 x 107 3,2 x 107 2,9 x 107 5,4 x 107 5,7 x 107 6,9 x 107 6,7 x 107 4,5 x 107 2,4 x 107 6,9 x 107 6,3 x 107 9,7 x 107 10,1 x 107 5,1 x 107
Jumlah Akhir (Nt) (CFU/mL) Rekonstitusi suhu 50 °C 1,9 x 105
1,43
5
2,2 x 10 1,2 x 107 8,8 x 106 3,5 x 107 4,4 x 107 1,6 x 107 1,9 x 107 2,2 x 107 2,6 x 107 3,3 x 107 2,1 x 107 3,8 x 107 3,7 x 107 3,2 x 107 2,4 x 107 4,3 x 107 4,6 x 107 6,6 x 107 9,6 x 107 2,3 x 107
1,44 0,04 0,31 0,01 0,11 0,09 0,03 0,17 0,05 0,21 0,42 0,27 0,25 0,14 0,01 0,21 0,14 0,17 0,02 0,34
7
0,24
7
1,8 x 10 3,1 x 10 Keterangan: Air Susu Ibu*; Hartanti (2010)**; SB= Simpangan baku
Uji F: ANOVA Single Factor Perubahan jumlah BAL Jumlah Sumber Keragaman Kuadrat Between Groups Within Groups Total Hipotesis Keputusan
3,12 0,09 3,22
Perubahan Jumlah (Log CFU/mL)
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
10 11 21
0,31 0,01
Ratarata 1,44
0,01
0,18
0,19
0,06
0,07
0,06
0,04
0,11
0,08
0,32
0,15
0,26
0,01
0,08
0,09
0,18
0,05
0,10
0,11
0,29
0,07
F-hit
F-tab
34,35
2,85
: Ho: µ1= µ2= µ3= µ4= µ5=µ6= µ7= µ8= µ9= µ10= µ11 Ho: Minimal Terdapat sepasang µi≠ µi’ : Berdasarkan Hasil uji-F dapat dilihat minimal terdapat sepasang perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf α=0,05 dimana Fhit>Ftab
SB
69
Uji Lanjut: Uji pembanding berpasangan uji Duncan Perubahan jumlah BAL Duncan Isolat
Keputusan
a N
b
Subset for alpha = 0.05 1 2 0,06 0,06 0,08 0,09 0,09 0,11 0,11 0,18 0,18 0,18 0,18 0,26 0,26 0,29 0,29 0,32
2 A24 a 2 A27 a 2 R23 a 2 R27 ab 2 A29 ab 2 A23 ab 2 R25 ab 2 R21 ab 2 R32 ab 2 R14 b 2 A22 c 0,05 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
0,06
c 3
1,44 1,00
70
Lampiran 2.
Kompetisi BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi pada suhu 27 °C selama 24 jam
• Lampiran 2a. Perubahan jumlah C. sakazakii YRC3a YRC3a pada media TSAYE-SC Jumlah Log (CFU/mL) U1 U2
Keterangan
Δ Log (CFU/mL) Δ (U1) Δ (U2) (24-0) (24-0) jam jam 4,41 4,36
Ratarata
SB
4,38
0,01
0 jam
24 jam
0 jam
24 jam
R14 vs YRC3a
2,69
7,11
2,69
7,04
R21 vs YRC3a
2,89
4,13
2,96
4,31
1,24
1,34
1,29
0,04
R23 vs YRC3a
3,06
9,89
3,02
9,91
6,83
6,89
6,86
0,02
R25 vs YRC3a
3,06
6,63
3,02
6,45
3,57
3,43
3,50
0,05
• Lampiran 2b. Perubahan jumlah pada media MRSA-AA Jumlah Log (CFU/mL) U1 U2
Keterangan
Δ Log (CFU/mL) Δ (U1) Δ (U2) (24-0) (24-0) jam jam 2,61 2,64
Ratarata
SB
2,63
0,01
0 jam
24 jam
0 jam
24 jam
R14 vs YRC3a
7,42
10,04
7,39
10,03
R21 vs YRC3a
7,79
9,39
7,67
9,40
1,59
1,73
1,66
0,05
R23 vs YRC3a
7,41
9,89
7,30
9,92
2,48
2,61
2,54
0,05
R25 vs YRC3a
7,48
9,86
7,60
9,89
2,38
2,29
2,34
0,03
Lampiran 2c. Penghambatan C. sakazakii YRC3a Keterangan
Rata-rata
STDEV
Penghambatan
R14 vs YRC3a
4,38
0,02
-0,27
R21 vs YRC3a
1,29
0,04
2,82
R23 vs YRC3a
6,86
0,02
-2,75
R25 vs YRC3a YRC3a
3,50 4,11
0,05 0,07
0,61 -
71
Uji F: ANOVA Single Factor Penghambatan jumlah C. sakazakii YRC3a
Jumlah Kuadrat
Derajat Bebas
Kuadrat Tengah
F-hit
F-tab
Between Groups
31,89
4
7,97
1,04E3
5,19
Within Groups
0,04
5
0,01
Total
31,93
9
Sumber Keragaman
Hipotesis
: Ho: µ1= µ2= µ3= µ4= µ5 Ho: Minimal Terdapat sepasang µi≠ µi’
Keputusan
: Berdasarkan Hasil uji-F dapat dilihat minimal terdapat sepasang perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf α=0,05 dimana Fhit>Ftab
Uji Lanjut: Uji pembanding berpasangan uji Duncan Penghambatan C. sakazakii YRC3a Duncana Kompetisi BAL vs Cronobacter R21 vs YRC3a
Subset for alpha = 0.05 Keputusan
N
1
a
2
1.29E0
2
R25 vs YRC3a b 2 3.50E0 Kontrol YRC3a c 2 R14 vs YRC3a d 2 R23 vs YRC3a e 2 Sig. 1.00 1.00 Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
3
4
5
4.11E0 4.38E0 1.00
1.00
6.86E0 1.00
72
Lampiran 3. Perubahan nilai pH pada kompetisi BAL asal ASI dengan C. sakazakii YRC3a dalam susu formula rekonstitusi Perlakuan YRC3a vs R14 YRC3a vs R21 YRC3a vs R23 YRC3a vs R25 Kontrol R14 Kontrol R21 Kontrol R23 Kontrol R25 Kontrol YRC3a
pH 0 jam 7,7 7,6 7,6 7,6 7,6 7,6 7,7 7,7 7,8
pH 24 jam 4,5 4,5 4,4 4,4 4,9 4,8 4,8 4,8 5,7
Lampiran 4. Pengeringan beku dan uji viabilitas BAL • KODE ISOLAT: L. rhamnosus R21
Ʃ No (biomassa sel +kriogenik) (CFU/mL) Pengenceran 10-8 10-9 10-10 10-11 Ʃ Log
U1 TBUD TBUD 156 127 17
U2 TBUD TBUD 135 100 13
15 2 0 1,42.1011 11,15
14 3 2 1,18.1011 11,07
Ʃ Nb (setelah pembekuan) (CFU/mL) Pengenceran 10-7 10-8 10-9 10-10 Ʃ Log
U1 TBUD TBUD TBUD TBUD 80
U2 TBUD TBUD TBUD TBUD 73
80 8 7 8,00.1010 10,90
68 10 5 7,05.1010 10,45
Ʃ Nt (setelah pengeringan beku) (CFU/g) Pengenceran 10-7 10-8 10-9 10-10 Ʃ Log
U1 TBUD TBUD TBUD TBUD 112
U2 TBUD TBUD TBUD TBUD 185
140 25 39 1,43.1011 11,16
145 46 35 1,86.1011 11,27
• KODE ISOLAT: L. rhamnosus R25
Ʃ No (biomassa sel +Kriogenik) (CFU/mL) Pengenceran 10-8 10-9 10-10 10-11 Ʃ Log
U1 TBUD TBUD 111 159 11 13 2 7 1,31.1011 11,12
U2 TBUD TBUD 140 110 28 24 1 0 1,32.1011 11,12
Ʃ Nb (setelah pembekuan) (CFU/mL) Pengenceran 10-7 10-8 10-9 10-10 Ʃ Log
U1 TBUD TBUD TBUD TBUD 80 73 8 8 7,65.1010 10,88
U2 TBUD TBUD TBUD TBUD 67 76 2 7 7,15.1010 10,85
Ʃ Nt (setelah pengeringan beku) (CFU/g) Pengenceran 10-7 10-8 10-9 10-10 Ʃ Log
U1 TBUD TBUD TBUD TBUD 202 183 50 47 2,19.1011 11,34
Keterangan: Jumlah bakteri merupakan hasil rata-rata 2 kali ulangan dan duplo; No: Jumlah mikroba awal+laktosa; Nb: Jumlah mikroba setelah pembekuan; Nt: Jumlah mikroba setelah freeze driying
U2 TBUD TBUD TBUD TBUD 212 226 53 56 2,48.1011 11,39
73
Lampiran 5. Gambar persiapan dan proses pembuatan BAL kering beku
Lampiran 5a: Proses penyalutan sel BAL dengan kriogenik laktosa
Lampiran 5b: Produksi sel BAL pada medium MRSB
Lampiran 5c: Proses pengeringan beku BAL
74
Lampiran 5d: Kondisi pengaturan alat pada proses pengeringan beku BAL
Lampiran 5e: Uji viabilitas BAL setelah pengeringan beku
75
Lampiran 6: Uji Kompetisi BAL kering beku R21 dan R25 dengan C.sakazakii YRC3a pada T= 50;60;&70 °C; dan selama Hang time t= 0;2;4;6;&8 jam
76
Lampiran 6a. Data kompetisi R21 vs YRC3a pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 50 oC Suhu 50 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-5)
0
10 (-6) 10
(-7)
10 (-6) 2
10 (-7) 10 (-8) 10 (-6)
4
10 (-7) 10
(-8)
10 (-6) 6
10 (-7) 10 (-8) 10 (-7)
8
10 (-8) 10
(-9)
∑Koloni TBUD TBUD 143 142 14 21 146 165 19 12 2 2 200 228 19 25 2 4 200 230 25 32 3 5 26 33 4 5 0 2
CFU/mL
1.43x108
Log CFU/mL
8.16
Pengenceran
∑Koloni
10 (-4)
TBUD TBUD 152 141 18 21 154 168 15 17 3 3 204 218 20 34 2 3 232 243 29 38 2 4 29 40 2 5 4 0
10 (-5) 10
(-6)
10 (-5) 1.56x108
8.19
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
2.16x108
8.33
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2.21x108
8.34
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
2.95x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.46
10 (-6) 10
(-7)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.47x108
8.17
1.45x108
8.17
1.61x108
8.20
1.60x108
8.19
2.17x108
8.34
2.17x108
8.34
2.46x108
8.39
2.34x108
8.37
3.45x108
8.54
3.20x108
8.50
77
Lampiran 6a. Data kompetisi R21 vs YRC3a pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 60 oC Suhu 60 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-4)
0
10 (-5) 10
(-6)
10 (-5) 2
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
4
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD TBUD TBUD 110 100 TBUD TBUD 120 115 15 14 TBUD TBUD 133 139 20 12 TBUD TBUD 147 139 15 18 TBUD TBUD 199 196 21 25
CFU/mL
1.05x108
Log CFU/mL
8.02
Pengenceran
∑Koloni
10 (-4)
TBUD TBUD TBUD TBUD 130 124 TBUD TBUD 140 139 23 19 TBUD TBUD 154 170 11 16 TBUD TBUD 139 134 19 16 TBUD TBUD 213 206 20 219
10 (-5) 10
(-6)
10 (-5) 1.18x108
8.07
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
1.36x108
8.13
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 1.43x108
8.16
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
2.00x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.30
10 (-6) 10
(-7)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.27x108
8.10
1.16x108
8.06
1.40x108
8.15
1.29x108
8.11
1.62x108
8.21
1.49x108
8.17
1.37x108
8.14
1.40x108
8.15
2.09x108
8.32
2.05x108
8.31
78
Lampiran 6a. Data kompetisi R21 vs YRC3a pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 70 oC Suhu 70 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-5)
0
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
4
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 120 102 15 13 TBUD TBUD 141 128 17 16 TBUD TBUD 146 169 15 10 TBUD TBUD 160 174 20 22 TBUD TBUD 171 191 22 23
CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (-5)
1.11x108
8.04
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 1.34x108
8.13
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
1.57x108
8.19
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 1.67x108
8.22
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
1.81x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.26
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 119 117 11 14 TBUD TBUD 119 113 17 14 TBUD TBUD 145 138 16 18 TBUD TBUD 173 160 22 21 TBUD TBUD 199 203 24 21
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.18x108
8.07
1.15x108
8.06
1.16x108
8.06
1.25x108
8.09
1.41x108
8.15
1.49x108
8.17
1.67x108
8.22
1.67x108
8.22
2.01x108
8.31
1.91x108
8.30
79
Lampiran 6b. Data kompetisi R25 vs YRC3a pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 50 oC Suhu 50 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-5)
0
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
4
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 157 200 17 21 TBUD TBUD 223 207 20 14 TBUD TBUD 233 218 17 32 TBUD TBUD 249 254 22 28 TBUD TBUD 264 230 19 28
CFU/mL
1.79x108
Log CFU/mL
8.25
Pengenceran
∑Koloni
10 (-5)
TBUD TBUD 227 162 19 24 TBUD TBUD 201 206 22 24 TBUD TBUD 213 223 29 32 TBUD TBUD 220 255 30 24 TBUD TBUD 250 244 33 28
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2.15x108
8.33
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
2.30x108
8.36
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2.51x108
8.39
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
2.34x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.37
10 (-6) 10
(-7)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.95x108
8.29
1.87x108
8.27
2.04x108
8.31
2.09x108
8.32
2.26x108
8.35
2.17x108
8.35
2.38x108
8.36
2.34x108
8.38
2.52x108
8.40
3.20x108
8.39
80
Lampiran 6b. Data kompetisi R25 vs YRC3a pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 60 oC Suhu 60 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-4)
0
10 (-5) 10
(-6)
10 (-5) 2
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
4
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 183 168 24 18 TBUD TBUD 152 155 24 11 TBUD TBUD 200 162 21 19 TBUD TBUD 220 190 20 16 TBUD TBUD 202 197 23 26
CFU/mL
1.76x108
Log CFU/mL
8.25
Pengenceran
∑Koloni
10 (-4)
TBUD TBUD 201 162 18 13 TBUD TBUD 164 150 29 22 TBUD TBUD 170 168 18 19 TBUD TBUD 202 202 20 13 TBUD TBUD 201 221 27 23
10 (-5) 10
(-6)
10 (-5) 1.54x108
8.18
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
1.81x108
8.26
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2.05x108
8.31
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
2.02x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.30
10 (-6) 10
(-7)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.82x108
8.26
1.79x108
8.26
1.63x108
8.21
1.59x108
8.19
1.69x108
8.23
1.75x108
8.25
2.02x108
8.30
2.04x108
8.31
2.13x108
8.33
2.07x108
8.32
81
Lampiran 6b. Data kompetisi R25 vs YRC3a pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 70 oC Suhu 70 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-5)
0
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
4
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 106 80 12 7 TBUD TBUD 56 65 7 10 TBUD TBUD 73 80 17 10 TBUD TBUD 90 94 11 10 TBUD TBUD 158 151 16 15
CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (-5)
9.30x107
7.96
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6.05x107
7.78
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
7.65x107
7.88
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 8.70x107
7.94
10 (-6) 10 (-7)
1.55x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.19
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 100 93 10 8 TBUD TBUD 72 69 8 2 TBUD TBUD 77 85 9 10 TBUD TBUD 98 90 11 10 TBUD TBUD 150 160 15 23
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
9.70x107
7.99
9.50x107
7.98
7.05x107
7.85
6.55x107
7.82
8.10x107
7.90
7.88x107
7.89
9.40x107
7.97
9.05x107
7.96
1.55x108
8.19
1.55x108
8.19
82
Lampiran 6c. Data kompetisi YRC3a vs R21 pada media TSAYE-SC pada suhu rekonstitusi 50 oC Suhu 50 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (0)
0
10 (-1) 10
(-2)
10 (-1) 2
10 (-2) 10 (-3) 10 (-2)
4
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 6
10 (-4) 10 (-5) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 139 125 17 16 TBUD TBUD 55 76 2 3 TBUD TBUD 168 210 19 17 TBUD TBUD 301 278 30 33 TBUD TBUD 100 92 11 22
CFU/mL
1.32x103
Log CFU/mL
3.12
Pengenceran
∑Koloni
10 (0)
TBUD TBUD 139 94 16 14 TBUD TBUD 100 65 7 7 TBUD TBUD 181 236 20 16 TBUD TBUD 268 257 28 20 TBUD TBUD 95 101 15 14
10 (-1) 10
(-2)
10 (-1) 6.55x103
3.82
10 (-2) 10 (-3) 10 (-2)
1.89x105
5.27
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 3.15x106
6.49
10 (-4) 10 (-5) 10 (-5)
9.60x107
Rata-rata
Ulangan 2
7.98
10 (-6) 10
(-7)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.17x103
3.08
1.55x103
3.10
8.25x103
3.91
7.40x103
3.87
2.09x105
5.32
1.99x105
5.29
2.80x106
6.45
2.98x106
6.47
9.90x107
7.99
9.75x107
7.99
83
Lampiran 6c. Data kompetisi YRC3a vs R21 pada media TSAYE-SC pada suhu rekonstitusi 60 oC Suhu 60 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (0)
0
10 (-1) 10
(-2)
10 (-1) 2
10 (-2) 10 (-3) 10 (-2)
4
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 6
10 (-4) 10 (-5) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni
CFU/mL
Log CFU/mL
TBUD TBUD 80 71 4 8 92 103 12 12 0 0 179 149 16 21 2 2 TBUD TBUD 51 35 3 3 58 52 13 17 2 1
7.55x102
2.87
Pengenceran
∑Koloni
10 (0)
TBUD TBUD 82 87 5 8 94 100 13 14 0 0 228 185 15 17 2 2 TBUD TBUD 42 45 3 1 55 56 18 20 1 1
10 (-1) 10
(-2)
10 (-1) 9.75x102
2.99
10 (-2) 10 (-3) 10 (-2)
1.64x104
4.21
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 4.30x105
5.63
10 (-4) 10 (-5) 10 (-5)
5.50x105
Rata-rata
Ulangan 2
5.74
10 (-6) 10
(-7)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
8.45x102
2.93
8.00x102
2.90
9.70x102
2.98
9.73x102
2.99
2.07x104
4.31
1.86x104
4.26
4.35x105
5.64
4.33x105
5.64
6.05x105
5.74
5.78x105
5.74
84
Lampiran 6c. Data kompetisi YRC3a vs R21 pada media TSAYE-SC pada suhu rekonstitusi 70 oC Suhu 70 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (0)
0
10 (-1) 10
(-2)
10 (-1) 2
10 (-2) 10 (-3) 10 (-2)
4
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 6
10 (-4) 10 (-5) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 25 26 8 8 TBUD TBUD 43 51 8 9 TBUD TBUD 184 184 17 16 TBUD TBUD 273 287 27 36 TBUD TBUD 90 96 21 24
CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (0)
2.55x102
2.41
10 (-1) 10
(-2)
10 (-1) 4.70x102
2.67
10 (-2) 10 (-3) 10 (-2)
1.84x104
4.26
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 3.15x105
5.49
10 (-4) 10 (-5) 10 (-5)
7.80x105
Rata-rata
Ulangan 2
5.89
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 40 30 5 3 TBUD TBUD 36 46 10 7 TBUD TBUD 180 184 15 17 TBUD TBUD 280 250 30 37 TBUD TBUD 68 82 16 14
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
3.50x102
2.54
3.03x102
2.48
4.10x102
2.61
4.40x102
2.64
1.82x104
4.26
1.83x104
4.26
2.85x105
5.45
3.00x105
5.47
7.50x105
5.87
7.65x105
5.88
85
Lampiran 6d. Data kompetisi YRC3a vs R25 pada media TSAYE-SC pada suhu rekonstitusi 50 oC Suhu 50 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (0)
0
10 (-1) 10
(-2)
10 (-1) 2
10 (-2) 10 (-3) 10 (-2)
4
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 6
10 (-4) 10 (-5) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 113 121 15 11 211 190 24 21 1 1 TBUD TBUD 107 97 5 5 TBUD TBUD 104 165 12 17 163 160 36 27 3 1
CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (0)
1.17x103
3.07
10 (-1) 10
(-2)
10 (-1) 2.01x103
3.30
10 (-2) 10 (-3) 10 (-2)
1.02x105
5.01
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 1.35x106
6.13
10 (-4) 10 (-5) 10 (-5)
1.75x107
Rata-rata
Ulangan 2
7.24
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 120 110 18 11 188 200 10 9 2 3 TBUD TBUD 101 103 3 7 TBUD TBUD 163 102 14 11 180 152 27 25 2 5
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.15x103
3.06
1.16x103
3.07
1.94x103
3.29
1.98x103
3.29
1.02x105
5.01
1.02x105
5.01
1.33x106
6.12
1.34x106
6.13
1.74x107
7.24
1.75x107
7.24
86
Lampiran 6d. Data kompetisi YRC3a vs R25 pada media TSAYE-SC pada suhu rekonstitusi 60 oC Suhu 60 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (0)
0
10 (-1) 10
(-2)
10 (0) 2
10 (-1) 10 (-2) 10 (-1)
4
10 (-2) 10
(-3)
10 (-3) 6
10 (-4) 10 (-5) 10 (-4)
8
10 (-5) 10
(-6)
∑Koloni TBUD TBUD 123 101 14 13 TBUD TBUD 198 168 17 18 TBUD TBUD 300 260 60 64 TBUD TBUD 110 92 7 8 TBUD TBUD 147 147 29 36
CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (0)
1.12x103
3.04
10 (-1) 10
(-2)
10 (0) 1.83x103
3.26
10 (-1) 10 (-2) 10 (-1)
6.20x104
4.79
10 (-2) 10
(-3)
10 (-3) 6.00x106
6.77
10 (-4) 10 (-5) 10 (-4)
1.63x107
Rata-rata
Ulangan 2
7.21
10 (-5) 10
(-6)
∑Koloni TBUD TBUD 117 117 10 11 TBUD TBUD 188 183 18 19 TBUD TBUD 360 320 45 64 TBUD TBUD 110 104 5 11 TBUD TBUD 168 131 34 33
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.17x103
3.06
1.16x103
3.05
1.86x103
3.26
1.85x102
3.26
5.45x104
4.74
5.83x104
4.77
1.07x106
6.02
3.54x106
6.39
1.66x107
7.22
5.78x107
7.22
87
Lampiran 6d. Data kompetisi YRC3a vs R25 pada media TSAYE-SC pada suhu rekonstitusi 70 oC Suhu 70 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (0)
0
10 (-1) 10
(-2)
10 (0) 2
10 (-1) 10 (-2) 10 (-2)
4
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 6
10 (-4) 10 (-5) 10 (-4)
8
10 (-5) 10
(-6)
∑Koloni TBUD TBUD 65 76 7 5 TBUD TBUD 67 64 8 8 170 162 25 24 8 2 249 207 49 32 3 2 TBUD TBUD 80 86 19 22
CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (0)
7.05x102
2.84
10 (-1) 10
(-2)
10 (0) 6.55x102
2.82
10 (-1) 10 (-2) 10 (-2)
2.10x104
4.32
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 2.44x105
5.38
10 (-4) 10 (-5) 10 (-4)
8.30x106
Rata-rata
Ulangan 2
6.92
10 (-5) 10
(-6)
∑Koloni TBUD TBUD 65 77 6 12 TBUD TBUD 62 72 5 7 150 162 20 21 3 3 212 225 41 40 1 2 TBUD TBUD 87 86 22 21
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
7.10x102
2.85
7.08x102
2.85
6.70x102
2.83
6.63x102
2.83
1.56x104
4.19
1.83x104
4.26
2.35x105
5.37
2.39x105
5.38
8.65x106
6.93
8.48x106
6.93
88
Lampiran 6e. Data kontrol R21 pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 50 oC Suhu 50 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-5)
0
10 (-6) 10
(-7)
10 (-6) 2
10 (-7) 10 (-8) 10 (-6)
4
10 (-7) 10
(-8)
10 (-6) 6
10 (-7) 10 (-8) 10 (-7)
8
10 (-8) 10
(-9)
∑Koloni TBUD TBUD 210 242 26 39 TBUD TBUD 236 230 26 26 TBUD TBUD 236 247 26 33 TBUD TBUD 258 281 40 30 TBUD TBUD 330 327 53 50
CFU/mL
2.34x108
Log CFU/mL
8.36
Pengenceran
∑Koloni
10 (-5)
TBUD TBUD 230 200 25 29 TBUD TBUD 247 249 32 37 TBUD TBUD 239 250 32 26 TBUD TBUD 299 278 35 26 TBUD TBUD 370 337 40 41
10 (-6) 10
(-7)
10 (-6) 2.46x108
8.39
10 (-7) 10 (-8) 10 (-6)
2.46x108
8.39
10 (-7) 10
(-8)
10 (-6) 3.50x108
8.54
10 (-7) 10 (-8) 10 (-7)
5.15x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.71
10 (-8) 10
(-9)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
2.20x108
8.34
2.27x108
8.35
2.52x108
8.40
2.49x108
8.40
2.48x108
8.39
2.47x108
8.39
3.05x108
8.48
3.28x108
8.51
4.05x108
8.61
4.60x108
8.66
89
Lampiran 6e. Data kontrol R21 pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 60 oC Suhu 60 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-5)
0
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
4
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 106 127 20 16 TBUD TBUD 107 95 9 14 TBUD TBUD 150 152 15 15 TBUD TBUD 117 116 17 14 TBUD TBUD 158 150 18 18
CFU/mL
1.17x108
Log CFU/mL
8.07
Pengenceran
∑Koloni
10 (-5)
TBUD TBUD 117 121 11 15 TBUD TBUD 101 100 9 16 TBUD TBUD 136 140 18 12 TBUD TBUD 141 135 15 12 TBUD TBUD 151 150 20 17
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 1.01x108
8.00
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
1.51x108
8.18
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 1.17x108
8.07
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
1.54x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.19
10 (-6) 10
(-7)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.19x108
8.08
1.18x108
8.08
1.01x108
8.00
1.01x108
8.00
1.38x108
8.14
1.45x108
8.16
1.38x108
8.14
1.28x108
8.11
1.51x108
8.18
1.53x108
8.19
90
Lampiran 6e. Data kontrol R21 pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 70 oC Suhu 70 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-5)
0
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
4
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 103 102 12 10 TBUD TBUD 106 102 11 9 TBUD TBUD 98 118 19 11 TBUD TBUD 117 92 10 18 TBUD TBUD 97 107 11 13
CFU/mL
1.03x108
Log CFU/mL
8.01
Pengenceran
∑Koloni
10 (-5)
TBUD TBUD 102 106 15 17 TBUD TBUD 106 96 8 14 TBUD TBUD 93 117 18 13 TBUD TBUD 116 117 16 18 TBUD TBUD 104 96 18 12
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 1.04x108
8.02
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
1.08x108
8.00
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 1.05x108
8.02
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
1.02x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.01
10 (-6) 10
(-7)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.04x108
8.02
1.04x108
8.02
1.01x108
8.01
1.03x108
8.02
1.05x108
8.02
1.07x108
8.01
1.17x108
8.07
1.11x108
8.05
1.00x108
8.00
1.01x108
8.01
91
Lampiran 6f. Data kontrol R25 pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 50 oC Suhu 50 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-5)
0
10 (-6) 10
(-7)
10 (-6) 2
10 (-7) 10 (-8) 10 (-6)
4
10 (-7) 10
(-8)
10 (-6) 6
10 (-7) 10 (-8) 10 (-7)
8
10 (-8) 10
(-9)
∑Koloni TBUD TBUD 150 172 23 17 TBUD TBUD 250 206 29 30 TBUD TBUD 210 210 27 25 TBUD TBUD 262 255 49 33 TBUD TBUD 253 296 41 40
CFU/mL
1.61x108
Log CFU/mL
8.21
Pengenceran
∑Koloni
10 (-5)
TBUD TBUD 180 163 21 18 TBUD TBUD 236 210 30 35 TBUD TBUD 227 205 28 26 TBUD TBUD 277 271 36 38 TBUD TBUD 274 251 48 34
10 (-6) 10
(-7)
10 (-6) 2.23x108
8.34
10 (-7) 10 (-8) 10 (-6)
2.16x108
8.34
10 (-7) 10
(-8)
10 (-6) 4.10x108
8.61
10 (-7) 10 (-8) 10 (-7)
4.10x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.61
10 (-8) 10
(-9)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.72x108
8.34
1.67x108
8.28
2.28x108
8.36
2.26x108
8.35
2.20x108
8.35
2.18x108
8.35
3.70x108
8.57
3.90x108
8.59
4.05x108
8.61
4.08x108
8.61
92
Lampiran 6f. Data kontrol R25 pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 60 oC Suhu 60 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-5)
0
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
4
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 141 114 16 15 TBUD TBUD 156 132 19 16 TBUD TBUD 145 119 17 15 TBUD TBUD 120 151 10 11 TBUD TBUD 145 135 12 16
CFU/mL
1.28x108
Log CFU/mL
8.11
Pengenceran
∑Koloni
10 (-5)
TBUD TBUD 126 117 13 19 TBUD TBUD 149 150 17 19 TBUD TBUD 135 130 19 12 TBUD TBUD 140 147 17 15 TBUD TBUD 155 134 14 19
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 1.44x108
8.16
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
1.32x108
8.12
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 1.36x108
8.13
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
1.40x108
Rata-rata
Ulangan 2
8.15
10 (-6) 10
(-7)
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.22x108
8.09
1.25x108
8.10
1.50x108
8.18
1.47x108
8.17
1.33x108
8.12
1.33x108
8.12
1.44x108
8.16
1.40x108
8.14
1.45x108
8.16
1.43x108
8.16
93
Lampiran 6f. Data kontrol R25 pada media MRSAA-AA pada suhu rekonstitusi 70 oC Suhu 70 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-5)
0
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 2
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
4
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 43 62 5 4 TBUD TBUD 57 54 4 8 TBUD TBUD 54 54 4 2 TBUD TBUD 57 51 9 6 TBUD TBUD 107 86 15 10
CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (-5)
5.25x107
7.72
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 5.55x107
7.74
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
5.40x107
7.73
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 5.40x107
7.73
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
9.65x107
Rata-rata
Ulangan 2
7.98
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 48 44 7 4 TBUD TBUD 59 53 2 7 TBUD TBUD 54 53 3 7 TBUD TBUD 52 63 5 3 TBUD TBUD 90 100 11 9
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
4.60x107
7.66
4.93x107
7.69
5.60x107
7.75
5.58x107
7.75
5.35x107
7.73
5.38x107
7.73
5.75x107
7.76
5.58x107
7.75
9.50x107
7.98
9.61x107
7.98
94
Lampiran 6g. Data kontrol YRC3a pada media TSAYE-SC pada suhu rekonstitusi 50 oC Suhu 50 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (-1)
0
10 (-2) 10
(-3)
10 (-1) 2
10 (-2) 10 (-3) 10 (-2)
4
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 6
10 (-4) 10 (-5) 10 (-5)
8
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni 93 111 12 12 2 3 160 143 13 18 3 2 TBUD TBUD 212 170 24 17 TBUD TBUD 191 205 13 23 TBUD TBUD 60 68 15 17
CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (-1)
1.02x103
3.01
10 (-2) 10
(-3)
10 (-1) 1.52x103
3.18
10 (-2) 10 (-3) 10 (-2)
1.91x105
5.28
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 1.98x106
6.29
10 (-4) 10 (-5) 10 (-5)
6.40x107
Rata-rata
Ulangan 2
7.81
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni 109 91 8 13 2 1 186 196 10 10 2 3 TBUD TBUD 240 158 24 16 TBUD TBUD 180 187 23 20 TBUD TBUD 64 65 16 16
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
1.00x103
3.00
1.01x103
3.01
1.91x103
3.28
1.72x103
3.23
1.99x105
5.29
1.90x105
5.29
1.84x106
6.26
1.91x106
6.28
6.45x107
7.81
6.43x107
7.81
95
Lampiran 6g. Data kontrol YRC3a pada media TSAYE-SC pada suhu rekonstitusi 60 oC Suhu 60 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (0)
0
10 (-1) 10
(-2)
10 (0) 2
10 (-1) 10 (-2) 10 (-2)
4
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 6
10 (-4) 10 (-5) 10 (-4)
8
10 (-5) 10
(-6)
∑Koloni TBUD TBUD 35 37 7 7 TBUD TBUD 77 63 6 10 TBUD TBUD 210 185 21 15 TBUD TBUD 216 236 25 18 TBUD TBUD 33 59 7 4
CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (0)
3.60x102
2.56
10 (-1) 10
(-2)
10 (0) 7.00x102
2.85
10 (-1) 10 (-2) 10 (-2)
1.97x105
5.29
10 (-3) 10
(-4)
10 (-3) 2.27x106
6.35
10 (-4) 10 (-5) 10 (-4)
4.60x106
Rata-rata
Ulangan 2
6.66
10 (-5) 10
(-6)
∑Koloni TBUD TBUD 40 33 4 3 TBUD TBUD 54 54 16 9 TBUD TBUD 202 228 10 9 TBUD TBUD 214 350 30 19 TBUD TBUD 32 57 7 10
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
3.65x102
2.56
3.63x102
2.56
5.40x102
2.73
6.20x102
2.79
2.15x105
5.33
2.06x105
5.31
2.28x106
6.36
2.26x106
6.36
4.45x106
6.65
4.53x106
6.66
96
Lampiran 6g. Data kontrol YRC3a pada media TSAYE-SC pada suhu rekonstitusi 70 oC Suhu 70 oC Jam ke-
Ulangan 1 Pengenceran 10 (0)
0
10 (-1) 10
(-2)
10 (0) 2
10 (-1) 10 (-2) 10 (-1)
4
10 (-2) 10
(-3)
10 (-3) 6
10 (-4) 10 (-5) 10 (-4)
8
10 (-5) 10
(-6)
∑Koloni 213 196 26 23 1 3 TBUD TBUD 28 32 8 2 TBUD TBUD 117 123 14 7 TBUD TBUD 88 87 11 10 TBUD TBUD 68 44 9 6
CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (0)
2.07x102
2.32
10 (-1) 10
(-2)
10 (0) 3.00x102
2.48
10 (-1) 10 (-2) 10 (-1)
1.20x104
4.08
10 (-2) 10
(-3)
10 (-3) 8.75x105
5.94
10 (-4) 10 (-5) 10 (-4)
5.60x106
Rata-rata
Ulangan 2
6.75
10 (-5) 10
(-6)
∑Koloni 202 205 27 22 4 2 TBUD TBUD 32 37 2 1 TBUD TBUD 125 86 14 16 TBUD TBUD 75 75 9 7 TBUD TBUD 62 59 8 8
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
2.06x102
2.31
2.07x102
2.32
3.45x102
2.54
3.23x102
2.51
1.06x104
4.03
1.13x104
4.06
7.50x105
5.88
8.13x105
5.91
6.05x106
6.78
5.83x106
6.77
97
Lampiran 7. Jumlah awal BAL L. rhamnosus R21 sebelum rekonstitusi pada media MRSA Ulangan Suhu (°C)
1 Pengenceran 10 (-5)
50
10 (-6) 10
(-7)
10 (-6) 60
10 (-7) 10 (-8) 10 (-6)
70
10 (-7) 10
(-8)
∑Koloni TBUD TBUD TBUD TBUD 65 74 TBUD TBUD 67 71 7 8 TBUD TBUD 67 66 7 5
Rata-rata
2 CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (-5)
6.95x108
8.84
10 (-6) 10
(-7)
10 (-6) 6.90x108
8.83
10 (-7) 10 (-8) 10 (-6)
6.65x108
8.82
10 (-7) 10
(-8)
∑Koloni TBUD TBUD TBUD TBUD 67 67 TBUD TBUD 66 68 6 6 TBUD TBUD 62 75 3 4
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
6.70x108
8.83
6.93x108
8.83
6.70x108
8.82
6.80x108
8.83
6.85x108
8.84
6.75x108
8.83
98
Lampiran 8. Jumlah awal BAL L. rhamnosus R25 sebelum rekonstitusi pada media MRSA Ulangan Suhu (°C)
1 Pengenceran 10 (-5)
50
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 60
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
70
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 286 294 78 61 TBUD TBUD 264 278 75 62 TBUD TBUD 271 258 63 62
Rata-rata
2 CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (-5)
6.95x108
8.84
10 (-6) 10
(-7)
10 (-5) 6.83x108
8.83
10 (-6) 10 (-7) 10 (-5)
6.25x108
8.79
10 (-6) 10
(-7)
∑Koloni TBUD TBUD 321 326 69 57 TBUD TBUD 254 267 65 65 TBUD TBUD 266 255 78 62
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
6.30x108
8.79
6.63x108
8.82
6.50x108
8.81
6.67x108
8.82
7.00x108
8.84
6.63x108
8.82
99
Lampiran 9. Jumlah awal C. sakazakii YRC3a sebelum rekonstitusi pada media TSA Ulangan Suhu (°C)
1 Pengenceran 10 (0)
50
10 (-1) 10
(-2)
10 (0) 60
10 (-1) 10 (-2) 10 (0)
70
10 (-1) 10
(-2)
∑Koloni TBUD TBUD TBUD TBUD 44 42 TBUD TBUD TBUD TBUD 40 41 TBUD TBUD TBUD TBUD 39 74
Rata-rata
2 CFU/mL
Log CFU/mL
Pengenceran 10 (0)
4.30x103
3.63
10 (-1) 10
(-2)
10 (0) 4.10x103
3.61
10 (-1) 10 (-2) 10 (0)
5.65x103
3.75
10 (-1) 10
(-2)
∑Koloni TBUD TBUD TBUD TBUD 44 44 TBUD TBUD TBUD TBUD 40 40 TBUD TBUD TBUD TBUD 55 55
CFU/mL
Log CFU/mL
CFU/mL
Log CFU/mL
4.40x103
3.63
4.40x108
3.64
4.00x103
3.60
4.10x103
3.61
5.50x105
3.74
5.53x108
3.75
100
Lampiran 10. Perubahan suhu pada susu formula rekonstitusi pada volume 20 mL selama 30 menit Menit ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Suhu (°C) volume 20 mL 67 56 54 52 50 49 47 46 44 43 42 41 41 40 40 39 39 38 38 37 37 37 36 36 35 35 35 35 34 34 34