SEKOLAH KAMPUNG BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN TERINTEGRASI Sebuah pengalaman dari Pantai Timur Kabupaten Sarmi - Provinsi Papua JOHN RAHAIL (Hp. 08124209941/Email:
[email protected])) Seminar “Membangun Optimisme di Tanah Papua: Belajar dari Praktik Baik Pelayanan Publik.” Yogyakarta, 27 November 2012.
POTRET OBYEKTIF: Pemenuhan kebutuhan pendidikan di provinsi Papua masih jadi masalah Keberhasilan pembangunan pendidikan mengedepankan aspek fisik, dengan indikator secara kuantitatif Mengejar kecerdasan akademik dan menganaktirikan kecerdasan karakter sebagai penguatan identitas dan jatidiri
Pendekatan
pembangunan pendidikan lebih mengedepankan output (% kelulusan), mengabaikan proses dan keberlanjutan Pendekatan ini menyebabkan: - Anak tidak siap bersaing (takut salah) - Mudah menyerah, tidak punya prinsip dan keberanian - Pengedalian diri lemah, lawan bisa baca - Tidak Percaya Diri (PD)
Fakta terkait potret kualitas SDM: Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) provinsi Papua (64,56) pada rangking 33 dari 33 provinsi di Indonesia (2010) IPM disumbang oleh indikator utama: - Angka harapan hidup: 68,35 tahun - Angka melek huruf: 75,58% - Rata-rata lama sekolah: 6,57 tahun - Pengeluaran perkapita: Rp.603.880
Fakta ini tercermin dari nilai IPM 65,52% kabupaten pada peringkat Rendah dan Menengah Bawah: IPM Rendah (<50,0), 41,38% IPM Menengah bawah (50,0-65,9), 24,14%
(terutama wilayah kabupaten dengan akses sulit di pesisir maupun pegunungan) IPM
Menengah Atas (66,0-79,9), 34,82%
Situasi ini disebabkan karena: Kondisi
obyektif geografis dan sosialekonomi-budaya masyarakat Penduduk hidup miskin (37,08%) dan pemukiman terkonsentrasi di kampung (70%) Pendekatan penguatan - pemberdayaan masyarakat dalam banyak hal tidak optimal (tiba-berangkat)
Pola
hidup masyarakat, mempengaruhi pandangan dan nilai terhadap pendidikan: - Pendidikan dianggap “bukan investasi” - Pendidikan secara sosial “barang mahal” - Partisipasi masyarakat “rendah dan semu” Stakeholder pendidikan tidak nyaman di kampung karena “tidak menyatu”
Perlu melakukan sesuatu untuk: Pemenuhan kebutuhan pendidikan masyarakat sebagai upaya meningkatkan Kualitas SDM Papua ▼ “Membangun Papua, dimulai dari kampung”
Pendidikan berpusat pada Masyarakat ▼ Penguatan, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat Kampung ▼ Pendekatan pembangunan pendidikan berbasis kearifan lokal dan terintegrasi
“SEKOLAH KAMPUNG” (dimulai tahun 2007)
TUJUAN SEKOLAH KAMPUNG Membangun Rasa Percaya Diri Anak-anak Di kampung untuk Suka Belajar dan Mencintai Sekolah … sehingga siap secara sosial-mental untuk masuk dan ketika di sekolah formal
Bagaimana memulainya … ? Tidak
membawa “baju baru” tetapi merapikan baju yang ada (kearifan lokal) Membangun jejaring dengan semua pihak dan kehadiran ada manfaat untuk semua Mendayagunakan dan penguatan potensi lokal sesuai struktur masyarakat, sebagai pengelola Kelebihan dan kekurangan dipadukan sebagai proses belajar dan bekerja bersama
Nilai
dan kebiasaan positif diberi penguatan, nilai negatif diminimalkan Berada dan tinggal bersama masyarakat (minimalkan image, masyarakat = obyek) melalui pendampingan Mengembangkan konsep PBM, kolaborasi pembelajaran “KurNas” dan kearifan lokal (nilai, kebiasaan, permainan adat yang dikonversikan)
Materi belajar dan bermain di sekolah kampung: - Pengembangan moral dan nilai agama (spiritual) - Pengenalan diri sendiri (perkemb. konsep diri) - Pengenalan perasaan (perkembangan emosi) - Pengenalan ttg orang lain (perkembangan sosial) - Pengenalan berbagai gerak (perkemb fisik) - Mengembangkan komunikasi (perkembangan bahasa) - Ketrampilan berfikir (perkembangan kognitif)
Ada apa di Sekolah Kampung (SK) … ? PBM di SK = rumah kita, kampung kita Warga belajar SK anak pra sekolah 3-6 tahun dan usia sekolah 7-10 tahun di kampung Pengelola dan pengasuh SK penduduk lokal (mengangkat posisi peran adat=identitas) Kegiatan SK, 3 hari/minggu - Selasa & Kamis (08.00-10.00), anak 3-6 tahun - Sabtu (15.00-17.00) + anak-anak 7-10 tahun Proses
Proses
PBM di dalam ruangan, di bawah pohon, di pinggir kali/laut, di halaman rumah adat (sesuai topik) Dalam PBM di SK tidak ada kata “bodoh, pemalas”, namun semua bisa Makan bersama 2 minggu/sekali Pengelola SK selalu ada, karena ada penguatan ekonomi (kegiatan PBM tetap jalan)
Mengapa SK Terintegrasi ? kampung Posyandu Sekolah Minggu (sasaran sama usia balita dan SD) Pengelola dari adat, kader posyandu, pengasuh sekolah minggu Ibu-ibu tidak setiap hari ikut ke kebun, tetapi urus anak sekolah dan anak balita di kampung, ibu juga belajar membaca dan ketrampilan Sekolah
Pondok
bacaan bagi: - Remaja/pemuda belajar ketrampilan hidup sehat, kespro - Bapak-bapak baca koran lokal dan diskusi Bersama pemerintah kampung membuat profil kampung, RPJM Kampung Bersama pimpinan adat menjaga nilai budaya sebagai identitas suku Bersama pimpinan agama menjaga mentalspritual
Pengalaman
lokasi kegiatan memilih 3 tipologi kampung: - Kampung di ibukota distrik/kecamatan - Kampung terbuka ikuti sepanjang jalan - Kampung pemukiman terkonsentrasi Seleksi alam, sekolah kampung yang berhasil pada kampung terkonsentrasi (tipe 70% kampung di Papua)
Setiap tahun warga belajar SK, 90% anak di kampung (Angkatan I skrg kelas V SD) Modul pengelolaan SK sudah dibuat agar SK dapat direplikasi di Papua Peraturan Kampung tentang Wajib Belajar di Kampung (biaya dana pemberdayaan kampung) Sistem Penyelenggaraan Pendidikan (SIP) di Kabupaten Sarmi (didorong jadi Perda)
Kampung Beneraf (Lokasi percontohan)
KELOMPOK SASARAN:
Langsung (anak pra sekolah dan SD)
Tidak Langsung
SOSIALISASI DAN PENGUATAN:
ADVOKASI:
PERENCANAAN BERSAMA MASYARAKAT:
PELATIHAN PENGELOLA
TUMBUHKAN RASA PERCAYA DIRI
PEMAINAN LOKAL = BELAJAR:
PENGENALAN HURUF DAN ANGKA:
PENGENALAN APE:
INTERAKSI LINGKUNGAN:
KARAKTER DAN KEMITRAAN:
POLA HIDUP SEHAT:
PENDAMPINGAN:
PENGHARGAAN: Praktik
Cerdas di Indonesia Timur, dalam Forum KTI-V tahun 2010 Runner-up MDGs Award, dalam Festival MDGs Indonesia tahun 2012 Penggagas menjadi Innovators for the Public Ashoka, tahun 2012
TERUS MEMBANGUN PAPUA DENGAN HATI …
Berbuat sesuatu yang kecil … Untuk sebuah perubahan yang besar Di Tanah Papua Terima kasih …