KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA
Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi
Oleh THOMAS F. PATTIASINA RANDOLPH HUTAURUK EDDY T. WAMBRAUW LUCKY SEMBEL BASIR LESSY
FAKULTAS PETERNAKAN PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2010
PRAKATA Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah daerah yang akan mengalami dampak buruk dari fenomena perubahan iklim secara global ini. Pulau-pulau kecil memiliki karakteristik yang berbeda dengan daerah daratan atau pulau besar ditinjau dari aspek ekologi, fisik, maupun sosial ekonomi dan budaya. Secara ekologi, pulau-pulau kecil memiliki daya dukung yang terbatas dan sangat beresiko terhadap tekanan lingkungan. Keterbatasan sumberdaya di pulau-pulau kecil mendorong upaya pencegahan terhadap degradasi maupun kerusakan berbagai ekosistem yang eksis. Terumbu karang adalah salah satu ekosistem penting yang patut dilindungi, karena terumbu karang merupakan sumber makanan dan juga pendapatan bagi masyarakat yang bermukim di pulau-pulau kecil. Penelitian ini dilaksanakan di pulau-pulau kecil Kabupaten Sarmi merupakan bagian dari kajian potensi-potensi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Sarmi dalam rangka pngembangan perikanan yang berkelanjutan. Penelitian ini masih memiliki kekurangan-kekurangan akibat keterbatasan waktu dan dana. Walaupun demikian diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi ekosistem terumbu karang di pulau-pulau kecil Kabupaten Sarmi dalam rangka menunjang upaya pengelolaan ekosistem ini demi menopang kehidupan masyarakat.
Penulis
i
DAFTAR ISI PRAKATA....................………………………………………………….……
i
DAFTAR ISI …………………………………………………………….…….
ii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….…….
iii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….
iv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………..
v
ABSTRAK…………………………………………………………………….
vi
I. PENDAHULUAN ……………………………………………….…….
1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………..
1
1.2. Tujuan ……………………………………...……………….…
2
II. TINJAUAN PUSTAKA.……………………………………………….
3
III. METODE KERJA ……………………..……………………………...
8
3.1. Waktu dan Lokasi ………………………………………..…..
8
3.2. Metode ………..……………………………………………….
9
IV. HASIL DAN EMBAHASAN.….………………………………...…….
4
4.1. Bentuk-bentuk Terumbu Karang..…………………………..
13
4.2. Aspek Ekonomi Terumbu Karang …………………………..
13
4.3. Persentase Tutupan Karang Hidup………………...……….
15
4.4. Indeks Mortalitas Karang………………..…....……………...
16
4.5. Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Karang………………..
20
V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………..…………………
22
5.1. Kesimpulan …………………………………………………...
22
5.2. Saran ………………………….……………………….………
22
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
23
LAMPIRAN…………………………………………………………………
24
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kategori Tutupan Substrat Karang..................................................
10
Tabel 2. Persentase Tutupan Karang 8 Stasiun pengamatan ………………
15
Tabel 3. Indeks Mortalitas Karang ……………………………………………..
17
iii
DAFTAR GAMBAR 1. Peta Lokasi Studi.......................................................................................
iv
8
DAFTAR LAMPIRAN
1. Dokumentasi Kegiatan Survei.......................................................... 24
v
KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA Abstrak Kehidupan masyarakat di pulau-pulau kecil Kabupaten Sarmi sangat bergantung pada pada sumberdaya perikanan. Oleh karena itu ekosistem pesisir sangat penting perannya dalam kaitan dengan penyediaan hasil-hasil perikanan bagi masyarakat. Terumbu karang adalah salah satu ekosistem pesisir memiliki fungsi penting bagi kehidupan mereka karena terumbu karang adalah sumber bahan makanan dan pendapatan. Meskipun demikian, perusakan terumbu karang terus berlangsung, dan terutama penyebabnya adalah aktivitas negatif dari masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terumbu karang di Pulau-pulau kecil Kabupaten Sarmi. Diharapkan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai informasi untuk menunjang pengelolaan ekosistem terumbu karang di daerah ini. Metode yang digunakan dalam survei ini adalah metode Reef Check dengan melakukan penyelaman pada kedalaman 3 dan 6 meter untuk tiap stasiun dengan panjang transek 100 meter. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah persentase tutupan karang berdasarkan kategori substrat menurut Hodgson (2000). Data yang diperoleh ditabulasikan kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus presentase tutupan karang dan indeks mortalitas karang untuk menentukan tingkat kematian dari terumbu karang. Terumbu karang di Pulau Sarmi bertipe terumbu karang tepi (fringing reef), yang mempunyai rataan terumbu karang sedang dengan lereng terumbu landai. Secara umum kondisi terumbu karang pada pulau-pulau kecil di Kabupaten Sarmi berada pada kategori sedang. Berdasarkan fakta yang ada sepanjang kegiatan pengamatan bahwa kerusakan terumbu karang yang terjadi disebabkan oleh faktor alam dan manusia.
vi
1.1 Latar Belakang Kabupaten Sarmi, sebagai salah satu daerah di Provinsi Papua yang memiliki kawasan pesisir, laut dan pulau-pulau kecil selain mempunyai sumberdaya alam yang potensial untuk dimanfaatkan dalam peningkatan pembangunan ekonomi masyarakat, juga memiliki ancaman tekanan eksploitasi yang dapat mengarah kepada kerusakan lingkungan dan sumberdaya pesisirnya apabila tidak dikelola dengan baik. Kabupaten Sarmi memiliki beberapa pulau, dimana sebagaian pulaunya dihuni oleh penduduk asli maupun pendatang. Penduduk ini secara turun-temurun
memanfaatkan
sumberdaya
perairan
dangkal
untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan fakta ini Kabupaten Sarmi memiliki daya tarik untuk berbagai aktivitas pembangunan. Terumbu karang memiliki dampak ekonomis nyata yaitu sebagai penyumbang pada perikanan dalam tiga hal yaitu: penangkapan ikan langsung di atas karang, penangkapan ikan di perairan pantai dangkal yang memperoleh dukungan, rantai makanan, siklus hidup dan produktivitas dari terumbu karang, serta penangkapan ikan di laut lepas. Disamping itu terumbu karang berfungsi pelindung alami mencegah erosi pantai dan menghambat hantaman gelombang yang besar. Dengan lahan yang terbatas di pulau-pulau kecil kehidupan masyarakat yang bermukim di Pulau-pulau kecil Kabupaten Sarmi, Papua sangat tergantung pada sumberdaya perikanan. Oleh karena itu ekosistem terumbu karang memiliki fungsi penting bagi kehidupan mereka karena terumbu karang adalah sumber bahan makanan dan pendapatan. Meskipun
1
demikian, perusakan terumbu karang terus berlangsung, dan terutama penyebabnya adalah aktivitas negatif dari masyarakat.
1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi terumbu karang di
Pulau-pulau
kecil
Kabupaten
Sarmi.
Diharapkan
hasilnya
dapat
dimanfaatkan sebagai informasi untuk menunjang pengelolaan ekosistem terumbu karang di daerah ini.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Terumbu karang Tterumbu karang merupakan ekosistem yang unik yang terdapat di Perairan dangkal daerah tropis dan ditandai dengan dominannya kekayaan jenis biota yang hidup di dalamnya. Dalam ekosistem terumbu karang, peranan karang batu sangat penting karena karang merupakan komponen utama bagi formasi terumbu karang.
Terumbu karang adalah endapan-endapan masif kalsium karbonat (kapur) yang diproduksi oleh binatang karang dengan sedikitnya tambahan alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat (Nybakken 1992). Menurut Nontji (2002), klasifikasi ilmiah menunjukkan bahwa karang termasuk kelompok binatang dan bukan sebagai tumbuhan.
2.2 Biologi dan Reproduksi Karang Nybakken (1992) mengemukakan bahwa pembentukan terumbu karang merupakan proses yang membutuhkan waktu yang lama dan kompleks. Proses diawali dengan terbentuknya endapan masif kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh hewan karang dari filum Cnidaria, kelas Anthozoa, ordo Sclerectinia dengan sedikit tambahan alga berkapur dan organisme lain yang juga menghasilkan kalsium karbonat yang disebut terumbu.
3
Menurut Suharsono (1996) karang termasuk salah satu biota laut yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai Cnidaria (Cnida = jelatan) yang dapat menghasilkan kerangka kapur dalam jaringan tubuhnya. Karang hidup berkoloni atau sendiri, tetapi hampir semua karang hermatipik hidup berkoloni dengan
berbagai individu hewan karang atau polip
(Nybakken, 1992). Binatang karang memperoleh nutrien utama dari alga yang bersimbiosis di dalamnya (endosimbiotik algae) yaitu alga dari genus Gymnodium yang di kenal dengan sebutan Zooxanthella. Alga ini hidup di dalam polip karang dan membutuhkan cahaya matahari untuk berfotosintesis (Suharsono, 1996). Reproduksi hewan karang dapat terjadi secara seksual maupun non seksual. Proses reproduksi seksual dimulai dengan pembentukan gamet sampai
terbentuknya
gamet
masak.
Proses
ini
disebut
sebagai
gametogenesis. Gamet yang masak kemudian akan dilepaskan dalam bentuk planula. Planula yang telah lepas akan berenang bebas dalam Perairan. Bila mendapati tempat yang cocok maka akan menetap di dasar atau substrat dan berkembang menjadi koloni baru. Karang dalam melakukan pembuahan di luar tubuh induknya (pembuahan eksternal) dan ada yang ada di dalam tubuh induknya (pembuahan internal) (Nybakken, 1992). Sedangkan perkembangan secara nonseksual melalui fragmentasi atau pertunasan (budding).
4
2.3 Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang Ekosistem Terumbu karang umumnya terdapat di Perairan tropis yang dangkal kurang dari 50 meter. Pada Perairan yang kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan karang, biasanya karang tumbuh lebih cepat dibandingkan di daerah yang tercemar. Ada beberapa faktor penentu proses pertumbuhan karang diantaranya adalah :
Cahaya Cahaya diperlukan oleh alga simbiotik zooxanthella dalam proses fotosintesis guna memenuhi kebutuhan oksigen biota terumbu karang (Nybakken, 1992). Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang
dan
kemampuan
karang
menghasilkan
kalsium
karbonat
pembentuk terumbu akan berkurang pula. Jumlah spesies berkurang secara nyata pada kedalaman penetrasi cahaya sebesar 15-20 % dari penetrasi cahaya permukaan yang secara cepat menurun mulai dari kedalaman 10 m (Veron, 1986).
Suhu Menurut Supriharyono (2000), kebanyakan karang akan kehilangan kemampuan untuk menangkap makanan pada suhu di bawah 16 0 C dan di atas 33,5 0 C. Suhu optimum untuk pertumbuhan terumbu karang adalah 25 – 30 0C. Kebiasaan makan hewan karang dipengaruhi oleh fluktuasi suhu.
5
Sedimentasi Pengaruh sedimentasi terhadap hewan karang dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Sedimen akan langsung mematikan karang bila ukuran sedimen cukup besar atau banyak, sehingga menutup polip karang. Pengaruh tidak langsung adalah menurunnya penetrasi cahaya matahari yang penting bagi proses fotosintesis zooxanthella. Selain itu banyaknya energi yang dikeluarkan oleh binatang karang tersebut untuk menghalau sedimen mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan karang (Supriharyono, 2000).
Kedalaman air Terumbu karang umumnya ditemukan pada kedalaman kurang dari 25 meter
pada
Perairan
yang
jernih.
Pengaruh
kedalaman
biasanya
berhubungan dengan faktor lingkungan lainnya. Laju pertumbuhan karang naik sejalan dengan bertambahnya kedalaman, namun setelah pada batas kedalaman tertentu laju pertumbuhan kemudian turun sejalan dengan pertambahan kedalaman (Suharsono, 1996).
Salinitas Binatang karang hidup subur pada salinitas air laut 34 ‰ – 36 ‰ (Nontji, 2002). Salinitas merupakan faktor pembatas kehidupan karang. Kemampuan toleransi setiap jenis karang terhadap salinitas berbeda-beda tergantung pada kondisi laut setempat.
6
Arus dan Gelombang Umumya
terumbu
karang
lebih
berkembang
pada
daerah
yang
bergelombang besar, karena selain memberi pasokan oksigen bagi karang, gelombang juga memberi plankton yang baru untuk koloni karang, serta sangat membantu dalam menghalangi pengendapan pada koloni karang (Dahuri, 2003). Pergerakan air penting untuk suplai makanan yang cukup (terutama zooplankton) dan oksigen serta untuk memindahkan sedimen dari permukaan karang. Pertumbuhan karang di daerah berarus lebih baik bila dibandingkan Perairan tenang (Nontji, 2002).
7
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan kerjasama penelitian antara Pemerintah Daerah Kabupaten Sarmi dengan Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua Manokwari, yang mengkaji potensi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dalam upaya pengembangan perikanan berkelanjutan di Kabupaten Sarmi. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Agustus 2007 di pulau-pulau kecil Kabupaten Sarmi, yaitu: Pulau Armo, Pulau Liki, Pulau Sarmi, Pulau Wakde, Pulau Yamna, dan Pulau Podena.
Gambar 1. Peta Lokasi Studi
8
3.2 Metode 3.2.1 Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam survei ini adalah metode Reef Check dengan melakukan penyelaman pada kedalaman 3 dan 6 meter untuk tiap stasiun dengan panjang transek 100 meter. Pengumpulan data terumbu karang dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan yang meliputi pengamatan terhadap substrat karang. Pengambilan data karang di lokasi survei dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Penentuan lokasi pengamatan Pengamatan terumbu karang dilakukan pada delapan stasiun pengamatan yang terdapat di beberapa pulau di wilayah perairan laut Sarmi yaitu: Pulau Sarmi, Pulau Armo, Pulau Liki, Pulau Wakde, Pulau Masimasi, Pulau Yamna, dan Pulau Podena. Pada masingmasing pulau diambil stasiun pengamatan yang dianggap mewakili, kecuali di Pulau Liki terdapat dua stasiun pengamatan. 2. Pengamatan dilakukan pada dua kedalaman, yaitu kedalaman 3 dan 6 meter. 3. Garis transek 100 m ditarik secara horizontal mengikuti garis pantai pada kedalaman 3 dan 6 meter pada masing-masing stasiun, yang mengikuti kontur terumbu karang. 4 Selanjutnya dilakukan pencatatan terhadap bentuk pertumbuhan karang yang dilewati garis transek, pencatatan dimulai dari 0 meter hingga 94.5 meter.
9
5 Prosedur pengambilan data karang dengan mengunakan contoh acak sederhana (Simple Random Sampling) dimana setiap karang mempunyai peluang yang sama untuk diambil. 6. Hasil pencatatan dimasukan dalam kategori, yaitu karang hidup (karang lunak dan karang keras), karang yang baru mati, alga indikator nutrien, sponge, batu, pecahan karang, pasir, lempung dan lainnya. 7. Pencatatan posisi lokasi pengamatan dengan receiver GPS sebelum memasang transek. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah persentase tutupan karang berdasarkan kategori substrat menurut Hodgson (2000), seperti pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kategori Tutupan Substrat Karang Kode
Kategori Substrat
HC
Karang keras (Hard Coral)
SC
Karang lunak (Soft Coral)
RKC
Karang yang baru saja mati (Recently Killed Coral)
NIA
Alga indikator nutrien (Nutrient Indicator algae)
SP
Sponge
RC
Batu (Rock)
RB
Pecahan karang (Rubble)
SD
Pasir (Sand)
SI
Lempung (Silt/Clay)
OT
Lainnya (Other)
10
3.2.2 Metode Analisis Data Data yang diperoleh ditabulasikan kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus presentase tutupan karang dan indeks mortalitas karang untuk menentukan tingkat kematian dari terumbu karang seperti yang diuraikan dibawah. 1. Persentase tutupan karang (UNEP/AIMS, 1993):
Total Panjang Kategori Persentase Tutupan =
x 100 % Panjang Garis Transek
2. Indeks mortalitas karang (Oliver dkk., 2004)
% karang mati IM = % karang hidup + % karang mati
Persentase karang mati diperoleh dari jumlah persentase pecahan karang (rubble) dan jumlah persentase karang yang baru mati (Recently cilled coral). Sedangkan persentase karang hidup diperoleh dari jumlah persentase karang lunak (soft coral) dan jumlah persentase karang keras (hard coral). Nilai indeks mortalitas berkisar antara 0 – 1. Kondisi terumbu karang dikatakan
memiliki
tingkat
kematian
karang
rendah
atau
tingkat
kesehatannya tinggi bila nilai indeksnya mendekati 0 (nol). Sedangkan
11
sebaliknya dikatakan memiliki tingkat kematian karang tinggi atau tingkat kesehatannya rendah jika nilai indeksnya mendekati 1 (satu).
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bentuk-bentuk Terumbu Karang Sistem terumbu karang terdapat di sepanjang garis pantai daerah tropis yang dangkal, pada perairan yang hangat, jernih dan bersih. Terumbu karang merupakan ekosisitem yang paling produktif di dunia. Karang dapat dibedakan menurut bentuknya yaitu (Clark, 1992) : 1. Fringing reef: karang yang berhubungan dengan pantai dan paling umum serta tersebar luas dan umumnya terdapat di bawah batas air surut terendah. Karena terletak di pesisir pantai, maka karang ini rawan terhadap dampak. 2. Patch reef: terumbu karang yang terpisah dan terpencar, seringkali terdapat diantara pesisir dan struktur karang lepas pantai. 3. Barrier reef: struktur karang lepas pantai yang sejajar dengan garis pantai dan muncul dari daratan bawah air, perairan diantara pesisir dan karang ini sering disebut laguna. 4. Reef banks: struktur lepas pantai yang terpisah dari daratan oleh perairan dalam.
4.2 Aspek Ekonomi Terumbu Karang Terumbu karang memiliki dampak ekonomis penting yaitu : 1. Menyumbang pada perikanan dalam tiga hal: pengakapan ikan langsung di atas karang; penangkapan ikan di perairan pantai dangkal yang
13
mendapat dukungan rantai makanan, siklus hidup dan produktivitas dari terumbu karang; dan penangkapam ikan di lepas pantai. 2. Produktivitas karang yang tinggi dapat mendukung ikan di laut dalam, diperkirakan ada 30% ikan yang hidup dari karang; perikanan rakyat tergantung pada terumbu karang yang mencapai 90% dari produksi ikan di Indonesia. 3. Terumbu karang Indonesia mendukung lebih dari 350 jenis karang keras dan 2000 jenis ikan karang. 4. Diperkirakan bahwa potensi hasil perikanan yang berkelanjutan dari karang di Indonesia dapat mencapai lebih dari satu milyar dolar Amerika dalam satu tahun. Di daerah yang berpotensi tinggi untuk pariwisata, satu km2 karang yang sehat dapat memberikan hasil senilai US $ 500.000 per tahun. 5. Aspek ekonomi lain yang berasal dari terumbu karang ialah eksploitasi karang hias untuk ekspor dan penambangan karang, pengumpulan ikan karang untuk dijual pada perdagangan akuarium dan mundukung industri pariwisata karang, penyelam dengan snorkel, penyelam lain, pemotret bawah air, pesiar serta nelayan. Terumbu karang berfungsi sebagai pelindung alami, mencegah erosi pantai,
menghambat
hantaman
gelombang
besar
dan
memberikan
kesempatan bagi bakau untuk berkembang dan menyediakan tempat mendarat yang aman bagi perahu. Menurut studi yang dilakukan oleh LIPI diperkirakan bahwa di Indonesia tinggal 7% terumbu karang yang masih asli,
14
24% dalam kondisi baik, 29% dalam keadaan sedang dan 40% kondisi rusak atau sama sekali mati (Djamal, 1998).
4.3 Persentase Tutupan Karang Hidup Secara umum kondisi terumbu karang pada pulau-pulau kecil di Kabupaten Sarmi berada pada kategori sedang dan berdasarkan fakta yang ada sepanjang kegiatan pengamatan bahwa kerusakan terumbu karang yang terjadi disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Presentase tutupan karang yang diperoleh dari hasil analisis data yang dikumpulkan dari delapan stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Tutupan Karang Pada 8 Stasiun Pengamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Lokasi Pulau Sarmi Pulau Armo Pulau Liki 1 Pulau Liki 2 Pulau Wakde Pulau Masimasi Pulau Yamna Pulau Podena
Tutupan Karang Hidup HC (%) SC (%) 25.00 3.75 24.38 4.34 30.63 1.88 30.63 16.88 29.38 0.63 39.38 0.63 64.38 0.00 60.00 8.13
Total (%) 28.75 28.72 32.51 47.51 30.01 40.01 64.38 68.13
Terumbu karang di Pulau Sarmi bertipe terumbu karang tepi (fringing
reef), yang mempunyai rataan terumbu karang sedang dengan lereng terumbu landai. Dari hasil pengamatan yang dilakukan ditemukan bahwa tutupan karang hidup sebesar 28.75 % yang berada pada kondisi sedang. Pecahan karang yang ditumbuhi oleh alga banyak ditemukan di perairan Pulau Sarmi. Pada bagian barat Pulau Sarmi dari garis pantai hingga jarak kurang lebih 10 meter ke arah laut terdapat hamparan
15
bongkahan karang mati yang cukup luas, yaitu mencapai setengah dari pulau tersebut yang merupakan daerah hempasan ombak. Ekosistem terumbu karang di Pulau Sarmi memiliki keragaman ikan karang yang sangat rendah. Hal ini terlihat pada saat pengamatan dimana hanya ditemukan beberapa jenis ikan yang berasosiasi dengan karang. Secara umum hamparan terumbu karang di Pulau Armo relatif luas dengan kondisi terumbu karang yang dapat dikategorikan sedang. Dasar laut di bagian timur Pulau Armo terdiri dari hamparan pasir halus. Persentase tutupan karang hidup adalah 28.72 %. Pada daerah terdapat beberapa koloni karang massive dengan diameter yang besar yang masih hidup dan kolonikoloni karang bercabang. Pada titik pengamatan lainnya ditemukan karang yang didominasi oleh coral tabulate.
4.4 Indeks Mortalitas Karang Indeks mortalitas karang di Pulau Sarmi mencapai 0,60 dan merupakan nilai yang tertinggi dibandingkan dengan indeks mortalitas pulaupulau lainnya (Tabel 3). Nilai indeks mortalitas yang tinggi ini menunjukkan bahwa tingkat kematian karang di Pulau Sarmi sangat tinggi.
Indeks
mortalitas karang yang menunjukkan tingkat kematian terumbu karang pada setiap lokasi pengamatan disajikan dalam Tabel 3.
16
Tabel 3. Indeks Mortalitas Terumbu Karang Pada 8 Stasiun Pengamatan
Lokasi
Sarmi Armo Liki 1 Liki 2 Wakde Masimasi Yamna Podena
Tutupan Karang Hidup dan Karang Mati Hard Soft Pecahan Karang coral coral karang Mati (%) (%) (Rb) % (RCK) % 25.00 3.75 28.70 13.20 24.38 4.34 8.75 31.25 30.63 1.88 12.50 24.34 30.63 16.88 11.88 21.88 29.38 0.63 25.70 16.25 39.38 0.63 18.13 5.63 64.38 0.00 0.63 6.25 60.00 8.13 6.88 14.38
Nilai Indeks Mortalitas 0.60 0.59 0.53 0.42 0.59 0.38 0.09 0.23
Kondisi terumbu karang pada bagian timur Pulau Armo sangat memprihatinkan hal ini terlihat dengan bentuk hancuran dari koloni-koloni pecahan karang dalam area yang cukup luas. Indeks mortalitas karang di Pulau Armo cukup tinggi, yaitu mencapai 0,59. Indeks mortalitas ini mendekati indeks mortalitas karang Pulau Sarmi. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kematian karang di Pulau ini cukup tinggi. Hasil pengamatan terumbu karang pada dua titik di Pulau Liki ditemukan bahwa persentase tutupan berada pada kondisi sedang. Rata-rata nilai tutupan karang hidup pada kedua titik tersebut adalah 40.01 %. Keanekaragaman jenis ikan karang yang berasosiasi kurang, dan terlihat kerusakan karang di beberapa tempat. Indeks mortalitas rata-rata pada kedua titik pengamatan adalah 0,47. Tingkat kematian karang di Pulau ini masih tergolong tinggi. Kecerahan cukup baik namun karena arus di Pulau Liki relatif kuat sehingga banyak di temukan pecahan karang (rubble) selain juga
17
disebabkan oleh hempasan ombak. Dari pengamatan yang dilakukan, di beberapa tempat tampak ada beberapa anemon yang berasosiasi dengan karang. Tampak juga koloni karang mati yang telah ditumbuhi oleh turf algae. Luasan sebaran terumbu karang hidup di Pulau Wakde relatif tidak luas. Jarak dari garis pantai hingga 5 meter ke arah laut terdapat bongkahan karang mati selanjutnya terdapat ekosistem karang hidup. Dari pengamatan yang dilakukan ditemukan karang meja (Coral tabulate) paling dominan namun sebagian besar telah mengalami pemutihan yang kemungkinan disebabkan oleh perubahan suhu. Kondisi terumbu karang di Pulau Wakde dikategorikan sedang, dengan tutupan karang hidup adalah 30.01 %. Indeks mortalitas karang cukup tinggi yaitu mencapai 0,59. Beberapa koloni karang massive dengan diameter besar merupakan yang paling dominan yang masih terlihat hidup sedangkan koloni-koloni karang dengan pertumbuhan bercabang adalah yang paling banyak mengalami kerusakan. Secara umum kondisi terumbu karang di Pulau Masimasi berada pada kondisi yang masih sama seperti pada pulau-pulai lainnya, yaitu berada pada kondisi sedang dengan persentase penutupan karang hidup adalah 40.01 %. Indeks mortalitas karang di Pulau Masimasi adalah 0,38. Nilai ini relatif rendah dibandingkan dengan beberapa pulau lain. Dari pengamatan yang dilakukan terlihat tingkat kekeruhan sangat tinggi, namun kekeruhan tersebut tidak terjadi pada semua tempat di Pulau Masimasi. Koloni karang dengan pertumbuhan bercabang (coral breanching)
18
paling dominan dan juga jenis karang daun (coral foliose). Kehadiran biota lain seperti turf alga dan makro alga juga terlihat sangat bervariasi. Tipe terumbu karang di Pulau Podena adalah karang tepi (fringing
reef) mempunyai rataan terumbu karang sedang dengan terumbu yang landai. Pulau Podena merupakan salah satu pulau yang memiliki tutupan koloni karang hidup tertinggi dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Hasil pengamatan di Pulau Podena menunjukan bahwa kondisi terumbu karang berada pada kategori baik dengan nilai tutupan karang hidup adalah sebesar 68.13 %. Indeks mortalitas karang di pulau ini relatif rendah yaitu 0,23. Pulau Podena memiliki keragaman ikan karang yang cukup tinggi serta tampak koloni karang masive dalam ukuran besar yang masih hidup. Pada saat dilakukan pengamatan dijumpai anemon yang sangat banyak yang berasosiasi dengan karang dan juga ditemukan sejenis kima sisik. Pulau Podena selain dapat dijadikan sebagai tempat wisata pantai juga sangat potensial dijadikan sebagai diving site karena memiliki terumbu karang yang masih baik. Hal ini dapat didukung dengan masih banyaknya ikan karang yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang. Secara umum terumbu karang yang ada di Pulau Yarsun dan Pulau Anus adalah relatif sama. Pengamatan dengan manta tow pada kedua pulau tersebut menunjukkan bahwa tutupan karang hidup hanya mencapai 10 – 15 % yang ditandai dengan banyaknya pecahan karang, namun kedua pulau ini mempunyai bantuk pantai yang sangat baik serta hamparan pasir putih halus yang luas sehingga dapat dikembangkan sebagai wisata pantai.
19
Pulau-pulau kecil di Kabupaten Sarmi secara umum memiliki bentuk pantai yang hampir sama antara satu dengan lainnya, yaitu pada tempat dimana merupakan daerah hempasan ombak terdapat bongkahan karang mati yang mempunyai luasan yang relatif luas, daerah hempasan ombak ini biasanya karena berhadapan langsung dengan lautan bebas.
4.5 Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Karang Berdasarkan hasil pengamatan kerusakan terumbu karang di pulaupulau kecil wilayah Kabupaten Sarmi disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Kerusakan yang disebabkan oleh manusia adalah merupakan penyebab
terbesar
kerusakan
terumbu
karang
akibat
pemanfaatan
sumberdaya yang tidak mempertimbangkan kelestarian sumberdaya itu sendiri. Beberapa kasus pengrusakan karang oleh aktifitas manusia tercatat di beberapa pulau seperti Pulau Armo, Pulau Liki, Pulau Masimasi, Pulau Yarsun dan Pulau Anus. Beberapa aktifitas manusia yang merugikan yang sempat diamati langsung maupun berdasarkan informasi dari penduduk setempat adalah penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan racun serta kerusakan oleh jangkar kapal nelayan yang sering berlindung di pulau pada saat angin kencang dan gelombang besar seperti yang ditemukan di Pulau Masimasi. Pengrusakan terumbu karang dapat terjadi karena pengetahuan masyarakat yang terbatas tentang arti penting dari terumbu karang serta minimnya pemahaman tentang hukum dan ketentuan lain yang berkaitan dengan
masalah
perusakan
terumbu
karang.
Rendahnya
20
tingkat
pengamanan dan pengawasan menyebabkan masyarakat nelayan dengan gampangnya mengeksploitasi pulau-pulau kecil yang dalam wilayah Kabupaten Sarmi. Selain oleh faktor manusia, kerusakan terumbu karang di pulau-pulau kecil Kabupaten Sarmi disebabkan oleh faktor alam. Letak pulau-pulau yang berhadapan langsung dengan Lautan Pasifik mengakibatkan terumbu karang di pulau-pulau ini mengalami kerusakan karena arus yang kuat dan terutama hempasan ombak yang kencang. Disamping itu berdasarkan pengamatan di lapangan terdapat kasus pemutihan karang yang diduga disebabkan oleh perubahan suhu yang ekstrim akibat efek pemanasan global. Namun untuk kasus ini diperlukan penelitian yang lebih mendalam.
21
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Secara umum kondisi terumbu karang pada pulau-pulau kecil di Kabupaten Sarmi berada pada kategori sedang. 2. Persentase penutupan karang tertinggi terdapat di Pulau Yamna yaitu 68,13 % dan yang terendah ditemukan di Pulau Sarmi dan Pulau Armo, yaitu berturut-turut 28,75 % dan 28,72 %. 3. Nilai Indeks Mortalitas tertinggi ditemukan di Pulau Sarmi yang mencapai 60. Hal yang sama juga ditemukan di Pulau Armo dan Pulau Wakde, dimana nilai Indeks Mortalitas di kedua lokasi ini mencapai 59. 4. Nilai Indek Mortalitas terendah ditemukan di Pulau Yamna yang hanya mencapai 0,09, diikuti dengan Pulau Podena dengan nilai 0,23. 5. Berdasarkan fakta yang ada sepanjang kegiatan pengamatan bahwa kerusakan terumbu karang yang terjadi disebabkan oleh faktor alam dan manusia.
5.2 Saran Upaya penyadaran masyarakat akan pentingnya ekosistem terumbu karang di Pulau-pulau kecil di Kabupaten Sarmi perlu terus dilakukan, mengingat
pentingnya
ekosistem
ini
dalam
menunjang
kehidupan
masyarakat di pulau-pulau yang sangat bergantung pada sumberdaya perikanan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Clark, J.R. 1992. Integrated Managemant of Coastal Zones, FAO Fisherias Technical Paper 327, Rome. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Djamal, I. 1998. Coral Reefs Face Major Threat from Man, Nature. Jakarta Post. April 26. Hodgson, G. 2000. Coral Reef Monitoring and Management Using Reef Check. Integrated Coastal Management. USA. Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan . Jakarta. Nybakken, J. W. 1992. Biologi laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta. Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang Yang Umum Dijumpai Peraiarn Indonesia. Puslitbang Oseanologi. LIPI. Jakarta. Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. UNEP/AIMS. 1993. Monitoring Coral Reefs for Global Change. Australian Institut of Marine Science. Australia. Veron. J. E. N. 2000. Coral Of The World. Scientific Editor and Producer. Australian Institute of Marine Since and CRR Old Pty Ctd. Australia.
23
Lampiran: Dokumentasi Kegiatan Survei
Persiapan Tim Peneliti (Bertolak dari Sarmi menuju ke Pulau-Pulau Kecil)
Kondisi Pulau Yamna dan Perairan Sekitarnya
24
Pulau Armo dan Ruaya Ikan Lumba-Lumba
Kondisi Pantai Berbatu Pulau Wagde
25
Asosiasi Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang di Pulau Liki
Kondisi Pantai Berpasir dan Berbatu di Pulau Podena
26