USULAN KEGIATAN PENGEMBANGAN SEKOLAH BERKARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL
Pelatihan dan Pendampingan Sekolah Berkarakter dan Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Catur Asrama Bagi Guru-Guru SMA Negeri 1 Kintamani
Oleh: Dr. I Nengah Suastika, M.Pd./ 0020078003 (Ketua Pelaksan) I Ketut Sedana Arta, S.Pd.,M.Pd./ 0012047607/ (Anggota) Dewa Gede Sudika Mangku, SH., LL.M./ 0027128401 (Anggota)
JURUSAN PPKn FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA AGUSTUS 2016 1
HALAMAN PENGESAHAN
2
BAB I ANALSIS SITUASI Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kintamani terletak di Desa Bayung Gede Kecamatan Kintamani. Secara geografis SMA Negeri 1 Kintamani terletak disebelah sebelah selatan Kota Kecamatan, tepatnya Jalan Bayung Gede menuju obyek wisata Gunung Batur. Visi SMA Negeri 1 Kintamani adalah “mewujudkan sekolah yang aman, nyaman, cerdas dan berkarakter berlandasakan nilai-nilai budaya Bali”. Sedangkan misi SMA Negeri 1 Kintamani adalah (1) mendidik siswa untuk memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap hingga menjadi lulusan yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, beriman dan berahlak mulia melalui proses PAIKEM; (2) meningkatkan peran serta warga sekolah dalam berprilaku hidup bersih, sehat dan peduli lingkungan sekolah secara mandiri dan bersama-sama agar menjadi budaya sekolah, (3) menciptakan sekolah berbudaya lingkungan, kondusif dan
memadai
sebagai
tempat
proses
pendidikan
yang
menyenangkan,
(4)
mengembangkan sikap dan prilaku agrokultural pada lingkungan sekolah, (5) menciptakan suasana kerja yang harmonis, berdasarkan 10 indikator budaya sekolah, yaitu: (i) kedisiplinan, (ii) partisipasi dan tanggung jawab, (iii) kebersamaan dan kekeluargaan, (iv) kejujuran yang tinggi, (v) semangat hidup, (vi) semangat belajar, (vii) menyadari kelemahan diri sendiri dan mengakui kelebihan orang lain, (viii) menghargai orang lain, (ix) mewujudkan persatuan, dan (x) berpandangan positif, (5) membina dan mengembangkan potensi peserta didik, guru, dan karyawan agar menjadi sumber daya manusia yang handal, (6) meningkatkan pelayanan yang optimal dan menyenangkan bagi siswa, insan pendidik dan masyarakat, serta (7) mengembangkan sikap dan perilaku religius. Pengembangan visi dan misi ini didasarkan pada kondisi geografis dan sosial budaya masyarakat Kintamani yang multikultural, namum memiliki nilai-nilai budaya Bali yang kuat. Untuk mewujudkan visi dan misi sebagaimana digambarkan di atas SMA Negeri 1 Kintamani mengembangkan berbagai upaya. Adapun upaya strategis yang telah dan sedang dilakukan adalah: (1) mengembangkan taman sekolah dan pemanfaatan lingkungan sekolah, (2) mengembangkan kelompok ilmiah remaja (KIR), (3) mengembangkan taman membaca dan taman belajar dilingkungan sekolah, dan (4) meningkatkan kualifikasi akademik tenaga pengajarnya yang sebelumnya masih berkualifikasi diploma dan sarjana untuk melanjutkan kejenjang sarjana dan magister. 3
Selain itu, sekolah juga mengirim tenaga pengajarnya untuk mengikuti berbagai pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam melangsungkan proses pembelajaran. Setangkup dengan usaha tersebut adalah dengan mengikutkan siswa dalam berbagai ajang perlombaan, baik yang bersifat akademik mapun non akademik. Secara kategorial SMA Negeri 1 Kintamani termasuk kategori Sekolah Standar Nasional (SSN) dan memiliki 49 orang tenaga pendidik dengan kualifikasi pendidikan S2 sebanyak 19 orang dan S1 sebanyak 30 orang. Sekolah ini memiliki 433 siswa yang dikelompokan ke dalam 12 rombongan belajar. Ruang kelas yang dimiliki sekolah sebanyak 11 ruang ditambah dengan 1 ruang lain yang difungsikan sebagai ruang kelas. Selain itu sekolah juga memiliki 1 ruang perpustakaan, Laboratorium IPA, Laboratorium Komputer dan ruang serba guna/aula. Sekolah juga memiliki ruang kepala sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, dan ruang tamu. Prasarana lain adalah 1 buah gudang, 1 buah dapur, 1 ruang produksi, 1 ruang data, 1 ruang arsip, 1 ruang BK, 1 ruang PMR/Pramuka, 1 ruang OSIS, 1 ruang koperasi, 1 Hall/lobi, kantin sehat, rumah penjaga sekolah, bangsal kendaraan, dan pos satpam. Untuk menunjang pendidikan lingkungan hidup dan kesehatan sekolah dilengkapi dengan taman sekolah, 1 ruang UKS yang lengkap dan representatif, 2 buah WC/kamar mandi guru dan 4 toilet/kamar mandi siswa, taman belajar dan 10 buah tong sampah. Berdasarkan data guru, kualifikasi akademik tenaga pengajar di SMA Negeri 1 Kintamani sudah sangat memadai, mengingat hampir semua guru berkualifikasi akademik sarjana, bahkan beberapa telah memiliki kualifikasi akademik magister. Namun secara faktual para guru mengakui berbagai kendala masih dihadapi dalam mewujudkan sekolah yang berkarakter sebagaimana visi dan misi sekolah. Ada beberapa kendala yang dihadapi sekolah dalam mengembangkan sekolah berkarakter, yaitu : (1) daya dukung masyarakat sebagai pemilik dan penikmat hasil pendidikan, belum mampu menunjukkan budaya berkarakter sebagaimana praktek pendidikan yang dilakukan di sekolah, (2) latar belakang siswa yang berasal dari berbagai daerah dan berbagai etnis belum sepenuhnya mampu menunjukkan perbauran budaya yang positif, (3) kemampuan siswa yang sangat beragam dengan berbagai latar belakang sosial budaya, (4) perubahan kurikulum yang secara terus menerus belum dibarengi dengan 4
pelatihan yang memadai membuat guru kesulitan dalam implementasinya, (5) perubahan kurikulum 2013 yang menghendaki perubaha pola pikir tenaga pendidik untuk dapat membangun karakter siswa melalui pendekatan scientific, model pembelajaran konstruktivis, asesment hasil dan proses pembelajaran dan pengembangan multi intlegensi siswa, dan (6) para guru di SMA 1 Kintamani sampai saat ini belum mampu mengembangkan dan mengimplementasikan model-model pembelajaran yang berbasis kearifan lokal yang mampu mempermudah siswa dalam membangun karakter berdasarkan budaya lokal yang berkembang pada masyarakat.
Disamping upaya
tersebut, dorongan dan motivasi para guru di SMA 1 Kintamani untuk mengitegrasikan pendidikan karakter bangsa dalam proses pembelajaran tampak dalam melangsungkan praktik pembelajaran. Akan tetapi, upaya tersebut masih tampak dalam tataran teoritis atau baru menyentuh pada tingkatan kognitif siswa, belum tampak upaya terstruktur yang mampu membangun sikap dan keterampilan karakter yang menjadi tujuan pengembangan pembelajaran karakter bangsa. Untuk itu diperlukan proses pelatihan dan pendampingan yang lebih komperhensip bagi para guru SMA 1 Kintamani untuk dapat mengembangkan program sekolah berkarakter, program pengelolaan lingkungan berkarakter
serta
pelatihan
dan
pendampingan
implementasi
model-model
pembelajaran berbasis catur asrama sesuai kurikulum nasional tahun 2013. Dilihat dari infrastruktur SMA 1 Kintamani memiliki daya dukung yang memadai untuk menjadi sekolah berkualitas dan berkarakter. Tata ruang SMA 1 Kintamani dibangun berdasarkan konsep Tri Mandala, yaitu pembagian tata ruang berdasarkan pada tiga wilayah, yaitu: (1) utama mandala (wilayah utama/suci), (2) madya mandala (wilayah tengah), dan (3) nista mandala (wilayah bawah). Berdasarkan pada pembagaian ruang ini pada kawasan utama mandala dibangun tempat suci, tempat pertunjukan seni, gapura serta taman hijau sebagai perindang, sedangkan pada madya mandala dibangun ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang OSIS, ruang UKS, ruang belajar, laboratorium, lapangan upacara ruang administrasi dan ruang aula untuk pertemuan. Sedangkan pada wilayah nista mandala dibangun tempat MCK, tempat sampah dan kantin sekolah. Untuk mempercantik tampilan wilayah sekolah pada setiap depan ruang kelas atau ruang belajar dibangun taman. Namun penataan kebersihan dan keindahan ruangan belum banyak mendapatkan perhatian, baik dari guru, siswa mapun dari pegawai administrasi. Implikasinya ruangan yang ada di SMA 1 Kintamani tampak 5
tidak tertata dengan baik, sehingga tidak memiliki nilai ergonomi. Demikian juga dengan penataan dan perawatan taman sekolah, tampak tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Tanaman yang ada di taman tidak terawat dan tidak terurus, karena menurut siswa dan guru tugas untuk mengurus dan merawat taman adalah petugas kebersihan saja. Sejalan dengan pandangan tersebut kebersihan sekolah juga dinilai tidak menjadi tangungjawab semua civitas akademika sekolah. Berdasarkan pada studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19 dan 20 September 2015, disampaikan bahwa SMA Negeri 1 Kintamani memiliki visi dan misi yang strategis untuk membangun sekolah berkarakter, mengingat berbagai persoalan demoralisasi pernah terjadi di SMA 1 Kintamani ini. Kasus perkelahian pelajar yang terjadi pada tahun 2012 yang melibatkan puluhan siswa, kasus siswa yang berhenti sekolah karena hamil dan “pemalakan” yang dilakukan pelajar yang memiliki power merupakan persoalan yang sangat urgen. Persoalan implementasi karakter dalam kehidupan sekolah juga kurang tampak karena program sekolah yang belum bersesuaian, belum ada pedoman standar prilaku civitas akademika, belum ada pedoman standar pengelolaan lingkungan sekolah dan belum dimilikinya kemampuan dan keterampilan dalam mengemas dan mengimplementasikan model-model pembelajaran berbasis lokal genius. Para guru mengakui memiliki motivasi yang kuat dalam mewujudkan sekolah yang berkarakter dan berdaya saing, terlebih lebel SMA 1 Kintamani yang pernah memiliki nama besar merupakan tanngungjawab yang cukup berat. Untuk itu, kepala sekolah, guru dan komite sekolah telah melakukan upaya strategis dengan merumuskan visi dan misi yang sejalan dengan pembangunan dan pengembangan sekolah berkarakter. Berdasarkan pada analisis konseptual dan kondisi empirik di atas, urgensi masalah pengembangan sekolah berkarakter pada SMA Negeri 1 Kintamani adalah berkaitan dengan melatih dan membuadayakan prilaku berkarakter warga sekolah, diantaranya adalah: (1) perlu adanya pedoman standar prilaku budaya sekolah yang menujukkan budaya berkarakter, baik standar prilaku bagi guru, pegawai, bagi siswa dan civitas sekolah lainnya, (2) perlu adanya pedoman standar baku bagi civitas akademika sekolah dalam memelihara dan menjaga lingkungan sekolah, (3) peningkatan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran yang berbasis karakter, (4) peningkatan wawasan dan keterampilan guru dalam mengimplementasikan model-model pembelajaran berbasis lokal genius yang 6
sejalan dengan nilai-nilai karakter masyarakat setempat, (5) peningkatan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengembangankan model evaluasi yang berbasis nilainilai karkter yang mampu mengevaluasi pengetahuan, sikap dan keterampilan moral siswa, dan (6) pengembangan program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung pengembangan karakter siswa melalui pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan pada lingkungan sekolah.
7
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT Berdasarkan pada analisis siatuasi sebagaimana di gambarkan di atas, maka tujuan utama dari pengabdian masyarakat pengembangan sekolah berkarakter ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan civitas akademika SMA 1 Kintamani dalam mengembangkan program sekolah berkarakter, pengembangan pedoman standar baku budaya berkarakter bagi sivitas akademika, pedoman pengelolaan lingkungan sekolah berkarakter dan keterampilan mengemas dan mengimplementasikan model-model pemberlajaran berbasis lokal genius sesuai kurikulum 2013. Secara khususnya tujuan pengabdian masyarakat ini dapat dirinci sebagai berikut: 1.
Untuk memformulasikan pedoman standar prilaku budaya sekolah yang menujukkan budaya berkarakter, baik standar prilaku bagi guru, pegawai, bagi siswa dan civitas sekolah lainnya;
2.
Untuk memformulasikan pedoman standar baku bagi civitas akademika sekolah dalam memelihara dan menjaga lingkungan sekolah dalam rangka mewujudkan misi sekolah berbasis lingkungan;
3.
Untuk memformulasikan program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung pengembangan karakter siswa melalui pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan pada lingkungan sekolah;
4.
Untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan guru-guru SMA 1 Kintamani dalam mengembangkan prangkat pembelajaran karakter berbasis lokal genius sesuai kurikulum 2013;
5.
Untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan guru dalam mengembangkan model evaluasi pembelajaran karkter berbasis lokal genius yang mampu mengevaluasi pengetahuan, sikap dan keterampilan moral siswa SMA;
6.
Untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
keterampilan
guru
dalam
mengimplementasikan model-model pembelajaran karakter berbasis lokal genius yang sesuai dengan pendekatan scientific dan filsafat konstruktivisme kurikulum 2013; 7.
Mengembangkan kreativitas dan motivasi kelapa sekolah, guru-guru SMA 1 Kintamani dalam melangsungkan pembelajaran yang sejalan dengan pendidikan 8
karakter bangsa, untuk membangun pengetahuan, sikap dan prilaku berkarakter siswa yang selama ini terabaikan dalam proses pembelajaran; 8.
Mengembangkan sekolah yang miliki karakter dan daya saing. Melalui pegembangan program sekolah berkarakter, pedoman standar prilaku budaya sekolah berkarakter, pedoman standar perawatan lingkungan sekolah berbasis lingkungan, pelatihan, pendampingan, supervise praktik pembelajaran berbasis lokal genius akan terbangun suasana akademik dan kebiasaan berkarakter, baik dikalangan guru, pegawai administrasi mapun siswa (seluruh civitas akademika SMA 1 Kintamani). Kondisi ini akan mampu membangun kesadaran akan jiwa dan semangat berkarakter, yang pada akhirnya melekat dan menjadi label bagi SMA 1 Kintamani. Sedangkan manfaat yang relevan dengan progaram pengabdian masyarakat ini
adalah terbangunnya budaya SMA 1 Kintamani yang berkarakter dan berdaya saing. Secara khusus manfaat kegiatan ini dapat dirinci sebagai berikut : 1.
Pemerintah Kabupaten Bangli, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli, bahwa program ini dapat membantu merealisasikan salah satu program yang telah disusun dalam rencana pembangunan pendidikan Kabupaten Bangli, khususnya pada jenjang SMA, yaitu peningkatan kualitas proses dan mutu pendidikan melalui pemberdayaan civitas akademika;
2.
Bagi Sekolah, program ini dapat membantu merealisasikan visi dan misi sekolah dalam membangun dan mengembangkan sekolah berkarakter dan berdaya saing dengan keunggulan lokal genus yang dimiliki. Melalui pengembangan program sekolah berkarakter, standar prilaku civitas akademika SMA 1 Kintamani, standar pemeliharaan dan perawatan lingkungan sekolah serta peningkatan wawasan
dan
keterampilan
guru
dalam
mengembangkan
perangkat
pembelajaran serta implementasi model pembelajaran berbasis lokal genius akan terealisasi nilai-nilai karakter pada lingkungan sekolah; 3.
Bagi Komite Sekolah, program ini membantu mewujudkan tujuan komite sekolah dalam membangun budaya sekolah yang berkarakter sesuai dengan nilai-nilai multikultural masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Kintamani;
4.
Bagi Guru, program pengabdian masyarakat ini akan mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam merancang dan mengembangkan 9
perangkat pembelajaran serta cara mengimplementasikan model pembelajaran berbasis lokal genius sesuai dengan kurikulum 2013. Kemampuan dan keterampilan ini akan menjadi bekal dalam megembangkan siswa berkarakter sebagaimana tujuan pemberlakuan kirkulum 2013. 5.
Bagi Civitas Akademika Sekolah, pelatihan dan pendampingan pengembangan standar budaya berkarakter yang akan menghasilkan program sekolah berkarakter, pedoman standar baku pemeliharaan lingkungan sekolah dan pedoman standar prilaku berkarakter bagi civitas akademika sekolah, sehingga memudahkan civitas akademika sekolah dalam mewujudkan tujuan membangun sekolah berkarakter sebagaimana tujuan sekolah;
6.
Bagi Siswa, program pengabdian masyarakat yang menghasilkan standar prilaku berkarakter
dan
standar
perawatan
lingkungan
sekolah
serta
mengimplementasikan model pembelajaran lokal genius akan memberikan wahana bagi siswa baik diluar kelas mapun di dalam kelas dalam melatih, membiasakan dan membudayakan nilai-nilai karakter pada diri siswa. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat dalam konteks akademik proses penanaman nilai-nilai karakter sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa akan berhasil jika dilakukan melalui tauladan, pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan dalam semua aspek kehidupan.
10
BAB III TARGET LUARAN Berdasarkan pada analisis situasi dan tujuan pengabdian masyarakat sebagaimana di gambarkan di atas, maka target luaran pengabdian masyarakat ini adalah berupa metode, model dan teknologi pembelajaran/media pembelajaran dan artikel ilmiah. Luaran berupa metode dalam pengabdian masyarakat ini berupa cara pengembangan pedoman standar prilaku budaya sekolah yang menujukkan budaya berkarakter, baik standar prilaku bagi guru, pegawai, bagi siswa dan civitas sekolah lainnya, cara pengembangan pedoman standar baku bagi civitas akademika sekolah dalam memelihara dan menjaga lingkungan sekolah dalam rangka mewujudkan misi sekolah berbasis lingkungan serta cara pengembangan program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung pengembangan karakter siswa melalui pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan pada lingkungan sekolah, khususnya di SMA 1 Kintamani. Luaran berupa cara pengembangan standar prilaku berkarakter dan program sekolah berkarakter ini akan doformulasi dalam bentuk buku yang dapat dijadikan pegangan bagi civitas akademika sekolah. Dalam buku standar prilaku warga sekolah ini akan memuat mengenai (1) kegiatan, (2) nilai karakter yang dikembangkan, (3) indikator nilai karakter yang dikembangkan, (4) rencana aksi sekolah yang memuat target waktu, target kualitas/sarana prasarana, dan penangungjawab, (5) prioritas yang memuat teritegrasi ke mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah, (6) strategi, (7) kemitraan, dan (8) sumber dana. Selain itu buku pedoman standar prilaku civitas sekolah ini akan dengkapi dengan penjelasan yang dapat digunakan dengan mudah dalam mengembangkan nilai-nilai karakter warga sekolah. Target
luaran
berikutnya
dari
pelaksanaan
pengabdian
masyarakat
pengembangan sekolah berkarakter ini adalah berupa rancangan model pengembangan program sekolah berkarakter. Rancangan model sistem pengembangan prongram sekolah berbasis karakter ini akan memuat mengenai (1) strategi analisis potensi sekolah, (2) cara analisis nilai-nilai karakter masyarakat, (3) pedoman musyawarah komite sekolah dan civitas akademika sekolah dalam mengembangkan program sekolah berkarakter, (4) rancangan metode pelaksanaan program sekolah berkarakter, dan (5) rancangan indikator keberhasilan sekolah berkarakter. Model pengembangan sekolah berkarkter ini terformulasi melalui proses pelatihan dan pendampingan pengembangan 11
sekolah berkarkter. Sedangkan target ketiga dari kegiatan pengabdian masyarakat pengembangan sekolah berkarakter ini adalah
teknologi pembelajaran/media
pembelajaran yang terformulasi melalui proses pelatihan dan pendampingan pengembangan perangkat pembelajaran dan implementasi model-model pembelajaran berbasis lokal genius. Teknologi pembelajaran, yaitu berupa perangkat pembelajaran yang
sesuai
dengan
pengembangan
pendidikan
karakter
bangsa.
Perangkat
pembelajaran yang dimaksud adalah berupa rencana pelaksanaan pembelajaran, sintaks pembelajaran berbasis lokal genius dan model evaluasi. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan didasarkan pada langkah-langkah model pembelajaran berbasis lokal genius sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kurikulum 2013 yang menjadikan karakter bangsa sebagai muatan utama yang mesti diterjadikan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis karakter sesuai dengan kurikulum 2013 ini diharapan menjadi pedoman dan pegangan bagi guru-guru SMA 1 Kintamani untuk melangsungkan proses pembelajaran serta dijadikan sebagai acuan dalam membuat dan mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran selanjutnya. Sedangkan model evaluasi berbasis karakter sebagaimana tuntutan kurikulum 2013 diharapkan dapat menjadi acuan dalam melakukan penilaian proses terhadap perkembangan dan kemajuan karakter siswa, sehingga proses evaluasi diterjadikan terhadap proses dan hasil belajar siswa. Dengan demikian evaluasi terhadap pendidikan karakter bangsa bersifat komperhensif, terukur dan tersetruktur sesuai dengan tujuan dan target pendidikan karakter bangsa sebagaimana dikembangkan oleh pemerintah. Di sisi lain siantaks model pembelajaran berbasis lokal genius akan memberikan nilai-nilai lokal yang kuat dalam proses dan pelaksanaan pembelajaran yang dilangsungkan guru. Kondisi ini diyakini akan mempermudah guru dalam melaksanakan proses pembelajaran karakter. Target terakhir kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah artikel ilmiah yang siap dipublikasikan pada jurnal ilmiah. Artikel ilmiah ini akan diterbitkan pada jurnal pengabdian masyarakat Undiksha Singaraja, sehingga kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan dapat dipertangungjawabkan secara akademis.
12
BAB IV METODE DAN RENCANA KEGIATAN Pelaksanaan P2M pengembangan sekolah berkarakter berbasis lokal genius ini akan dilakukan dengan tiga metode secara sinergis, yaitu: metode diklat, pendampingan/supervisi kelas, dan metode showcase. Tiga metode ini juga sudah digunakan oleh CCE, CICED, dan CCEI dalam pembinaan kepada guru-guru dan dinilai sangat efektif dalam menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan serta keterampilan para guru. Pada fase pertama, metode diklat akan digunakan untuk meningkatkan pengetahuan kepala sekolah dan guru guru-guru SMA 1 Kintamani berkaitan dengan pedoman standar prilaku budaya sekolah, pedoman standar dalam memelihara dan menjaga lingkungan sekolah, strategi merancang program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung pengembangan karakter siswa melalui pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan pada lingkungan sekolah, hakekat pendidikan karakter bangsa, model pembelajaran lokal genius (catur asrama), perangkat pembelajaran berbasis pendidikan karakter bangsa dan mode evaluasi pendidikan karakter bangsa berbasis budaya lokal. Pada proses pendidikan dan latihan ini tim P2M akan bekerja sama dengan pakar pendidikan karakter Undiksha Singaraja, pakar manajemen pendidikan dan pengawas sekolah. Pakar pendidikan karakter, pakar manajemen pendidikan dan pengawas sekolah ini akan memberikan paket materi kepada para guru dan kepala sekolah tentang cara membuat pedoman standar prilaku budaya sekolah, pedoman standar dalam memelihara dan menjaga lingkungan sekolah, strategi merancang program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung
pengembangan
karakter
siswa
melalui
pelatihan,
pembiasaan
dan
pembudayaan pada lingkungan sekolah, implementasi Kurikulum 2013, perangkat pembelajaran berbasis karakter, model evaluasi berbasis karakter dan model pembelajaran berbasis lokal genius sebagai wahana pendidikan karakter bangsa. Pada proses ini akan di libatkan sebanyak 30 orang guru dan kepala sekolah yang akan dijadikan satu kelas. Kelas diberi diklat selama 60 jam (enam hari kegiatan) oleh tim ahli pendidikan karakter, tim ahli manajemen pendidikan dan pengawas sekolah serta atas keikutsertaanya diberikan penghargaan berupa sertifikat. Materi yang didiklatkan adalah: cara membuat pedoman standar prilaku budaya sekolah (selama 5 jam), cara membuat pedoman standar dalam memelihara dan menjaga lingkungan sekolah (selama 13
5 jam), strategi merancang program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung
pengembangan
karakter
siswa
melalui
pelatihan,
pembiasaan
dan
pembudayaan pada lingkungan sekolah (selama 5 jam), kurikulum 2013 (selama 5 jam), pendidikan karakter dan budaya bangsa (selama 5 jam), workshop model pembelajaran berbasis catur asrama (selama 15 jam), workshop pengembangan model evaluasi pembelajaran karakter berbasis lokal genius (selama 5 jam), workshop pengembangan dan pengemasan perangkat pembelajaran
(selama 10 jam), dan
evaluasi/refleksi pengalaman belajar (5 jam). Pada fase kedua kegiatan P2M pengembangan sekolah berkarakter berbasis lokal genius ini akan menggunakan metode pendampingan dan supervisi kelas. Pada fase ini akan dilakukan dua bentuk kegiatan sekaligus. Pertama adalah pendampingan dari pakar Pendidikan Karakter dan Manajemen Pendidikan terhadap realisasi dari program standar prilaku civitas akademika SMA 1 Kintamani, program standar pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan sekolah dan program sekolah berkarakter yang telah dikembangkan dari proses pelatihan. Pendampingan pelaksanaan program ini dilakukan untuk menjamin kontinyuitas program, sasaran program, manfaat program dan luaran program yang telah dikembangkan untuk dilakukan refleksi dan revisi sesuai dengan kebutuhan. Proses pendampingan implementasi program ini akan dilakukan selama tiga bulan yang bersifat isidental sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di SMA
1
Kintamani.
Kedua,
guru-guru
dengan
ijin
dari
kepala
sekolah
mengimplementasikan perangkat embelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran karakter berbasis catur asrama di kelas masing-masing (cukup 6 kelas sebagai fase uji coba). Pada saat implementasi inilah kegiatan supervisi dan pembinaan dilakukan oleh tim pakar pendidikan karakter bekerja sama dengan para pengawas yang dilibatkan dalam kerja sama. Pembinaan juga dilakukan oleh kepala sekolah secara internal untuk memperkuat program yang dikembangkan. Pendekatan supervisi yang digunakan adalah superviri klinis. Supervisi klinis dalam proses ini dimaksudkan untuk membimbing guru melalui tatap muka secara kolegial, yang dipusatkan pada “tampilan guru” dalam melangsungkan proses pembelajaran sehingga sesegera mungkin dapat dilakukan perbaikan dan pengembangan. Secara sirkuler supervisi klinis diawali dengan proses perencanaan, observasis pelaksanaan pembelajaran di kelas dan diakhiri dengan refleksi. Proses perbaikan akan dilakukan secara langsung pada saat akhir pembelajaran 14
dilaksanakan, sehingga masukan dan perbaikan yang diberikan dapat bermanfaat bagi guru-guru yang melakukan praktik pembelajaran dengan model pembelajaran karakter berbasis lokal genius sebagai wahana pendidikan karakter bangsa. Pada fase ketiga, guru dengan sepengetahuan dan seijin kepala sekolah diminta melakukan kegiatan showcase keberhasilan program dan hasil belajar siswa yang dijadikan
sebagai
subjek
kegiatan.
Pada
kegiatan
ini
akan
dilakukan
penyajian/presentasi hasil program pengembangan standar prilaku budaya sekolah berkarakter, standar pengelolaan dan perawatan lingkungan sekolah dan program sekolah berkarakter serta penyajian/persentasi portofolio oleh siswa (masing-masing mata pelajaran yang diwakili oleh 1 kelas). Pada saat showcase ini para pejabat pemerintahan terkait di tingkat lokal/kabupaten akan diundang untuk menjadi tim penilai. Showcase akan dilakukan di SMA 1 Kintamani di mana kegiatan pengabdian masyarakat ini dilaksanakan. Di akhir showcase kepala sekolah, guru-guru dan seluruh civitas akademika diminta untuk melanjutkan program standar prilaku budaya sekolah berkarakter, standar pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan sekolah dan program sekolah berkarakter serta implementasi model pembelajaran karakter berbasis catur asrama ini sebagai wahana pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah dan di kelas masing-masing dengan tetap memperoleh pembinaan dari tim P2M, Pengawas, dan kepala sekolah secara internal. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan program pengembangan sekolah berkarakter di SMA 1 Kitamani sebagaimana visi dan misi sekolah. Keberhasilan program P2M ini ditentukan oleh tingkat pemahaman, sikap positif, dan keterampilan seluruh civitas akademika dalam mengimplementasikan prilaku berkarakter, pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan sekolah, program sekolah
berkarakter
dan
keterampilan
profesional
guru-guru
dalam
mengimplementasikan model pembelajaran karakter berbasis lokal genius sebagai wahana pendidikan karakter bangsa. Di samping itu perlu dilihat output penerapan model pembelajaran ini sebagai wahana pendidikan karakter bangsa terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran di tingkat SMA secara terintegrasi dalam ranahranah: pemahaman konseptual, kemampuan pemecahan masalah, peningkatan rasa percaya diri, kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan; orientasi nilai dan sikap sosial religius, serta beberapa keterampilan sosial siswa, seperti: keterampilan 15
berkomunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, dan mengatasi konflik. Untuk menilai keberhasilan program tersebut akan dievaluasi melalui metode observasi, wawancara dan tes sumatif Tayibnapis (2000). Evaluasi melalui observasi dilakukan untuk melihat secara langsung proses keberhasilan program dilihat dari aktivitas sekolah, lingkungan sekolah, budaya akademik sekolah, proses pembelajaran dan pola pelatihan, pembiasaan serta pembudayaan nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran. Wawancara dilakukan untuk memformulasi pandangan kepala sekolah, pandangan guru-guru, pendapat siswa dan sivitas akademika SMA 1 Kintamani lainnya berkaitan dengan pedoman standar prilaku berkarakter, pedoman pegelolaan dan pemeliharaan lingkungan sekolah, program sekolah berkarakter, pengembangan perangkat pembelajaran karakter berbasis lokal genius dan implementasi model-model pembelajaran karakter berbasis lokal genius. Wawancara dan observasi terhadap program ini dilakukan selama kegiatan berlangsung atau penilaian proses. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai keberhasilan program melalui persentasi oleh guru dan persentasi hasil belajar siswa oleh siswa yang dijadikan subjek kegiatan ini. Penilaian sumatif ini dilakukan pada fase akhir program atau penilaian output/produk kegiatan. Kegiatan evaluasi proses akan berfokus pada efektivitas kegiatan diklat, kegiatan pendampingan/supervisi dan pembinaan, dan kegiatan showcase. Sedangkan evaluasi output akan berfokus pada capaian program dan hasil belajar siswa. Indikator keberhasilan program, karena itu dikembangkan sebagai berikut:
16
Tabel 01: Indikator Evaluasi Program P2M No Model Fokus Indikator Evaluasi 1 Formatif 1.1. Diklat 1.1.1. Relevansi dan kejelasan materi diklat bagi peserta 1.1.2. Kecocokan porsi waktu diklat 1.1.3. Relevansi dan sikap peserta terhadap strategi diklat 1.1.4. Tingkat pemahaman konseptual peserta terhadap cara pengembangan pedoman standar prilaku budaya sekolah, 1.1.5. Tingkat pemahaman konseptual cara pengembangan standar perawatan dan penataan lingkungan sekolah 1.1.6. Tingkat pemahaman konsetual cara pengembangan program sekolah yang mendukung pembentukan sekolah berkarakter 1.1.7. Tingkat pemahaman konseptual pengembangan dan pengemasan perangkat pembelajaran karakter berbasis lokal genius 1.1.8. Tingkat pemahaman konseptual tentang model pembelajaran karakter berbasis lokal genius. 1.2. Pendampingan/ 1.2.1. Sikap dan prilaku kepala sekolah, guru, Supervisi siswa dan civitas akademika sekolah terhadap pedoman prilaku berkarakter 1.2.2. Sikap dan prilaku kepala sekolah, guru, siswa dan civitas akademika sekolah terhadap pedoman perawatan dan penataan lingkungan sekolah 1.2.3. Sikap dan prilaku kepala sekolah, guru, siswa dan civitas akademika sekolah terhadap program sekolah yang mendukung pembentukan sekolah berkarakter 1.2.4. Sikap guru-guru terhadap kegiatan supervisi dan pembinaan 1.2.5. Keterampilan profesional guru-guru dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran karakter berbasis lokal genius 1.2.6. Keterampilan profesional guru-guru dalam melaksanakan model pembelajaran karakter berbasis lokal genius
17
1.2.7. Keterampilan profesional guru-guru dalam melaksanakan model evaluasi karakter berbasis lokal genius 1.3. Showcase guru 1.3.1. Kesiapan peserta mengikuti showcase dan siswa 1.3.2. Relevansi dokumen portofolio guru (kelengkapan, kejelasan, informasi, hal-hal yg mendukung, grafis, bagian dokumentasi, persuasif, kegunaan, koordinasi, dan refleksi). 1.3.3. Relevansi dokumen portofolio siswa (kelengkapan, kejelasan, informasi, hal-hal yg mendukung, grafis, bagian dokumentasi, persuasif, kegunaan, koordinasi, dan refleksi). 1.3.4. Kebermaknaan presentasi guru (signifikansi, pemahaman, argumentasi, responsif, relevansi program, eviden, koordinasi, dan refleksi program) 1.3.5. Kebermaknaan presentasi siswa (signifikansi, pemahaman, argumentasi, responsif, kerja sama kelompok, persuasif, kegunaan, koordinasi, dan refleksi) 2 Sumatif 1.1. Hasil program 1.1.1. Pemahaman konseptual civitas sekolah secara terkait program menyeluruh 2.1.2. Penguasaan relevansi program terhadap sikap dan prilaku civitas akademika terhadap program 2.1.3. Penguasaan keunggulan dan kendala program yang telah dilaksanakan 2.1.4. Penguasaan terhadap keterkaitan antar program 2.1.5. Penguasaan atas komitmen dan keberlanjutan program 2.1.6. Penguasaan kerjasama civitas akademika sekolah dalam implementasi program P2M 2.1.5. Penguasaan rencana kegiatan untuk keberlanjutan program setelah kegiatan P2M dilaksanakan 1.2. Hasil belajar 1.2.1. Pemahaman konseptual siswa siswa secara 1.2.2. Kemampuan pemecahan masalah terintegrasi 1.2.3. Rasa percaya diri 1.2.4. kepekeaan dan Komitmen social 1.2.5. Orientasi nilai dan sikap sosial religius 1.2.6. Keterampilan sosial siswa Sumber: Sukadi, Sanjaya, Kertih. 2010, 2011. Belajar dan Pembelajaran sebagai Yadnya. Buku Panduan Guru. Singaraja: Undiksha. 18
Untuk melakukan penilaian pada setiap indikator keberhasilan program, tim akan mengembangkan sendiri instrumen penilaian baik berupa tes pemahaman konsep, pedoman wawancara, pedoman observasi, form penilaian kinerja, form penilaian produk, form penilaian diri, dan form penilaian portofolio. Pengembangan instrumen ini akan dilakukan melalui pengembangan kisi-kisi, petunjuk pengerjaan instrumen, pengembangan instrumen, uji konstruk untuk mengetahui kesesuaian isi atau conten, uji validitas dan uji reliabilitas untuk mengetahui konsistensi instrumen yang digunakan.
19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pada analisis konseptual dan kondisi empirik SMA Negeri 1 Kintamani maka urgensi masalah di SMA Negeri 1 Kintamani adalah pengembangan sekolah berkarakter berkaitan dengan melatih dan membuadayakan prilaku berkarakter warga sekolah, diantaranya adalah: (1) peningkatan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran yang berbasis karakter, (2) peningkatan wawasan
dan
keterampilan
guru
dalam
mengimplementasikan
model-model
pembelajaran berbasis lokal genius yang sejalan dengan nilai-nilai karakter masyarakat setempat,
(3)
peningkatan
kemampuan
dan
keterampilan
guru
dalam
mengembangankan model evaluasi yang berbasis nilai-nilai karkter yang mampu mengevaluasi pengetahuan, sikap dan keterampilan moral siswa,
dan (4)
pengembangan program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung pengembangan karakter siswa melalui pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan pada lingkungan sekolah. Berkenaan dengan itu, maka akan dilakukan pelatihan dan pendampingan
pengembangan
perangkat
pembelajaran
berbasis
karakter
dan
pendampingan implementasi model-model pembelajaran karakter berbasis lokal genius pada guru-guru SMA Negeri 1 Kintamani. Pelatihan dan pendampingan pengemasan perangkat pembelajaran dan implementasi model-model pembelajaran karakter berbasis lokal genius sesuai kurikulum 2013 dilakukan dari bulan Mei sampai dengan bulan Oktober di SMA Negeri 1 Kintamani dengan mendatangkan tim pakar dari Undiksha Singraja khususnya pakar pendidikan karakter dan pakar kurkulum. Pada fase pertama, metode diklat akan digunakan untuk meningkatkan pengetahuan kepala sekolah dan guru guru-guru SMA 1 Kintamani berkaitan dengan strategi merancang program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung
pengembangan
karakter
siswa
melalui
pelatihan,
pembiasaan
dan
pembudayaan pada lingkungan sekolah, hakekat pendidikan karakter bangsa, model pembelajaran lokal genius (catur asrama), perangkat pembelajaran berbasis pendidikan karakter bangsa dan mode evaluasi pendidikan karakter bangsa berbasis budaya lokal. Pada proses pendidikan dan latihan ini tim P2M akan bekerja sama dengan pakar pendidikan karakter Undiksha Singaraja, pakar kurikulum dan kepala sekolah. Pakar pendidikan karakter, pakar kurikulum dan kepala sekolah ini akan memberikan paket 20
materi kepada para guru strategi merancang program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung pengembangan karakter siswa melalui pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan pada lingkungan sekolah, implementasi Kurikulum 2013, perangkat pembelajaran berbasis karakter, model evaluasi berbasis karakter dan model pembelajaran berbasis lokal genius sebagai wahana pendidikan karakter bangsa. Pada proses ini akan di libatkan sebanyak 30 orang guru dan kepala sekolah yang akan dijadikan satu kelas. Kelas diberi diklat selama 50 jam (enam hari kegiatan) oleh tim ahli pendidikan karakter, tim ahli kurikulum serta atas keikutsertaanya diberikan penghargaan berupa sertifikat. Materi yang didiklatkan adalah: strategi merancang program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung pengembangan karakter siswa melalui pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan pada lingkungan sekolah (selama 5 jam), kurikulum 2013 (selama 5 jam), pendidikan karakter dan budaya bangsa (selama 5 jam), workshop model pembelajaran berbasis lokal genius (selama 15 jam), workshop pengembangan model evaluasi pembelajaran karakter berbasis lokal genius (selama 5 jam), workshop
pengembangan dan pengemasan
perangkat pembelajaran (selama 10 jam), dan evaluasi/refleksi pengalaman belajar (5 jam). Pelaksanaan pelatihan pengembangan perangkat pembelajaran dan implementasi model-model pembelajaran berbasis lokal genius (catur asrama) sesuai kurikulum 2013 dimulai dari pemberian materi mengenai: (1) rasional kurikulum 2013, (2) elemen perubahan kurikulum 2013, (3) pendekatan dan model evaluasi dalam kurikulum 2013, (4) pengembangan dan pengemasan perangkat pembelajaran sesuai kurikulum 2013, dan (5) model-model pembelajaran berbasis catur asrama dalam imlementasi pendidikan karakter sesuai kurikulum 2013. Rasional kurikulum 2013 adalah tantangan yang bersifat internal dan tantangan yang bersifat eksternal yang akan dihadapi bangsa Indonesia di masa mendatang. Tantangan internal, dilihat dari angka pertumbuhan penduduk Indonesia yang akan mencapai puncaknya pada angka penduduk produktif di tahun 2045, sehingga mesti dipersiapkan dari saat ini. Tantangan berikutnya secara internal adalah masalah semakin menurunnya moralitas masyarakat yang ditunjukkan dengan berbagai pristiwa dan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancancasil. Kondisi ini perlu direspon dengan menyesuaikan kurikulum agar siap menghadapi tantangan di masa yang akan datang. 21
Pada fase pertama pelaksanaan pengabdian masyarakat ini dofokuskan pada pelatihan dan pendampingan pengembangan sekolah berkarakter dengan melakukan inovasi tentang prilaku budaya sekolah, strategi civitas akademika dalam memelihara dan menjaga lingkungan sekolah, strategi merancang program-program sekolah yang mampu mendukungan secara langsung pengembangan karakter siswa melalui pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan pada lingkungan sekolah. Proses pelatihan ini dilakukan dengan metode ceramah dan Tanya jawab untuk memudahkan guru dalam memahami berbagai masalah yang dihadapi dalam mengembangkan budaya sekolah berkarakter. Pada proses ini secara berturut-turut diberikan materi tentang: (1) hakekat karakter dan pentingnya pendidikan karakter bagi bangsa Indonesia, (2) nilai-nilai lokal yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengembangkan dan menginternalisasi nilai-nilai karakter bangsa, (3) kondisi sosial budaya masyarakat yang mesti diciptakan untuk mendukung program pendidikan karakter bagi siswa, (4) pengembangan budaya sekolah yang relevan dengan pengembangan karakter, (5) strategi civitas akademika dalam menjaga dan melestarikan lingkungan sekolah yang sehat dan bersih, (6) mengembangkan program sekolah berkarakter dengan berlandaskan pada nilai-nilai budaya Bali, dan (7) pola pelibatan komite sekolah dan seluruh civitas akademika sekolah dalam mengembangkan sekolah berkarakter. Pada fase ini guru tampak sangat antosias mengikuti pelatihan yang diberikan oleh pakar Undiksha, termasuk mengajukan berbagai permasalahan yang dialami sekolah dalam mengembangkan sekolah berkarakter, khsusnya dalam merancang visi dan misi sekolah serta implementasi sekolah berkarakter yang menyakut aspek parahyangan, palemahan dan pawongan. Berdasarkan pada permasalahan yang diajukan oleh guru, maka pengembangan sekolah berkarakter mesti sejalan dengan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat dimana praktik pendidikan dilangsungkan dan melibatkan semua komponen sekolah dan warga masyarakat untuk mewujudkan sekolah berkarakter, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada proses evaluasi sekolah berkarakter yang dikembangkan. Pelibatan komite sekolah dan seluruh civitas akademika sekolah akan memudahkan sekolah dalam mewujudkan sekolah berkarakter, karena semua warga sekolah dan masyarakat memahami apa peran dan fungsinya dalam pengembangan sekolah berkarakter. Hal ini juga dilakukan untuk mensosialisasikan visi dan misi sekolah kepada masyarakat. 22
Secara konseptual pengembangan sekolah berkarakter merupakan upaya yang bersifat terstruktur dan terencana untuk membangun sarana prasarana, lingkungan sosial dan likungan sekolah, siswa, guru, pegawai dan civitas akademika sekolah yang berlandasarkan pada nilai-nilai moralitas yang tinggi. Keterampilan moral merupakan kompetensi yang bersifat esensial yang mesti dimiliki oleh semua orang untuk dapat menjalani hidup damai serta selaras dengan nilai-nilai agama, nilai nilai sosial masyarakat dan nilai-nilai lokal. Secara rasional kondisi ini dikuatkan dengan adanya fakta: (1) bahwa karakter merupakan jatidiri yang membedakan orang satu dengan lainnya dan membedakan antara bangsa yang satu dengan bangsa lainnya, sehingga menjadi kewajiban setiap individu, masyarakat dan negara untuk membangun karakter yang akan menjadi kekuatan dan keunggulan bagi bangsanya, (2) bangsa yang tidak memiliki karakter dan jatidiri dalam konteks globalisasi akan menjadi “santapan empuk” para pelaku kompetisi global, mengingat karakter merupakan jatidiri, kedirian dan tujuan dari suatu bangsa, (3) eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimilikinya. Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu menjadi bangsa yang berkarakter adalah sebuah keharusan bagi semua bangsa, termasuk bangsa Indonesia, (4) hasil penelitian Chicago Tribune US Dept of Health & Human Services tentang faktor-faktor resiko gagal sekolah pada anak-anak, justru bukan pada kemampuan kognitif, melainkan psiko-sosial (kecerdasan emosi dan sosial) rasa percaya diri (confidence), ingin tahu (curiosity), motivasi, kontrol diri (selfcontrol), bekerjasama (cooperation), mudah bergaul, konsentrasi, empati, dan kemampuan berkomunikasi (Megawangi, 2004), (5) maraknya prilaku amoral (krisis karakter) yang ditunjukkan hampir sebagaian komponen masyarakat, seperti semakin maraknya prilaku seks bebas, penggunaan narkoba, tawuran antar pelajar/warga/geng motor, penjualan perempuan/anak-anak,
tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN), mafia hukum, peradilan, mafia pajak, pembalakan hutan, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan prilaku perampokan yang disertai pemerkosaan biadab, (6) prilaku demoralisasi yang ditunjukkan oleh kalangan pelajar yang merupakan harapan dan tulang pungung bangsa, kondisi ini menjadi salah satu poin penting urgensi pendidikan karakter pada siswa, jika kita menginginkan menjadi bangsa yang unggul di masa mendatang, dan (7) praktik pendidikan yang lebih berorientasi pada 23
pengembangan kemampuan kognitif dengan mengabaikan sikap dan prilaku moral menjadikan proses pendidikan sangat penting untuk dikembalikan pada pitrahnya untuk membentuk manusia yang sempurna (manusia Pancasilais). Kondisi ini sejalan dengan pandangan Pemerintah Republik Indonesia (2010: 16-19) ada enam masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dalam membangun karakter bangsa, yaitu: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa, keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila, bergesernya nilai-nilai etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa dan melemahnya kemandirian bangsa. Sejalan dengan enam permasalahan tersebut telah muncul berbagai prilaku yang mencerminkan degradasi nilai-nilai moral Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maraknya tawuran antar pelajar/warga, meningkatnya tindak kekerasan yang bermotif kesenang pribadi/kelompok, maraknya prilaku seks bebas, penggunaan narkoba, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), pembalakan hutan, pencemaran lingkungan, melemahnya rasa toleransi, empati dan melemahnya kepercayaan akan adanya hukum karma. Pemikiran ini sejalan dengan analisis yang disampaikan Licona, (2013) mengenai ciri-ciri bangsa yang berada diambang kehancuran, yaitu : yaitu: 1) meningkatknya kekerasan di kalangan remaja; 2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk; 3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan; 4) meningkatnya prilaku merusak diri, seperti narkoba, seks bebas, dll; 5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; 6) menurunnya etos kerja; 7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru; 8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara; 9) membudayakan ketidak-jujuran; dan 10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama. Melihat kepada tanda-tanda ini, maka sangat jelas bahwa bangsa ini sedang berada dalam jurang kehancuran. Kesemua ciriciri sebagaimana diungkapkan menjadi prilaku keseharian dan menjadi tontonan seharihari bangsa ini. Kodisi ini secara langsung menujukkan urgensi
kebutuhan
keterampilan moral dalam praktek pembelajaran yang prosesnya dilalui dengan pelatihan, pembiasaan dan pada akhirnya akan menjadi sebuah budaya. Berdasarkan pada kenyataan tersebut, tampaknya setiap orang mesti dibekali dengan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan yang memadai berkaitan dengan kesadaran moral. Jika 24
mereka tidak memiliki pengetahuan, keyakinan dan kesadaran moral dalam praktek kehidupannya sehari-hari diyakini akan berimplikasi pada kehancuran yang akan melanda umat manusia. Terjadinya konflik Sambas di Kalimantan antara etnis Dayak dengan Madura, konflik agama di Poso, dan konflik Bali Nuraga di Lampung Selatan antara etnis Bali dengan Lampung, konflik antar banjar dan antar kasta yang terus terjadi di Bali, mafia peradilan, seks bebas, mafia cuakai, pemakaia narkoba, prilaku korupsi, kolusi, nepotisme, saling menjatuhkan antar lawan politik, pencurian, perampokan, pembuangan bayi, perdagangan manusia, pembalakan liar, perusaan lingkungan dan berbagai rilaku negative lainnya merupakan gambaran utuh bagaimana rentannya moralitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Gambaran degradasi moral yang terjadi diberbagai tempat tersebut akan menjadi pemicu kehancuran yang lebih besar lagi, jika tidak sesegera mungkin di atasi melalui berbagai cara dan media termasuk melalui media pendidikan. Pendidikan merupakan wahana strategis bagi pengembangan dan pembangunan sikap, karakter dan jati diri siswa untuk menjadi insan yang cerdas, kompetitif, serta memiliki kesadaran moral. Untuk itu, pendidikan kebaikan ini semestinya diterjadikan mulai dari praktek pendidikan dari jenjang taman kanak-kanak sampai jenjang perguruan tinggi. Pada jenjang taman kanak-kanak siswa diperkenalkan keterampilam moral yang sederhana dan mudah untuk dilakukan tetapi esensial untuk kehidupannya, sehingga mereka bisa mengetahui prilaku moral itu sangat penting untuk kehidupan di masa mendang. Untuk jenjang SMA, siswa selain dianjarkan tentang konsep-konsep prilaku moral juga dilatih dan dibiasakan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang dapat dibangun dan dikembangkan dalam praktek pembelajaran pada jenjang SMA adalah sikap jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, memiliki rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan bertangungjawab (Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010). Sedangkan keterampilan moral yang dapat dikembangkan dalam praktek pembelajaran jenjang SMA adalah keterampilan berkomunikasi, keterampilan besosialisasi, kemampuan bertangungjawab, keterampilan berdemokrasi, kemampuan membangun prestasi dan kemampuan menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lingkungan sekolah dan masyarakat. Pada 25
tahap inilah sebenarnya telah tumbuh kesadaran akan perbedaan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, termasuk kesadaran akan siakp dan prilaku yang sejalan dengan nilai-nilai agama, masyarakat dan nilai-nilai lokal yang berlaku. Pada konteks ini tampaknya mencontohkan prilaku moral, pelatihan kebiasaan moral dan pembiasaan berprilaku bermoral merupakan oprasionalisasi cara berpikir oprasional formal yang sangat gayut. Pemupukan prilaku bermoral pada anak jenjang SMA dapat dimulai dari adanya contoh dan tauladan yang diberikan oleh guru, oleh pegawai administrasi, oleh kepala sekolah, oleh seniornya di sekolah, oleh penjaga kantin, oleh penjaga keamanan dan oleh civitas sekolah lainnya. Melalui contoh dan tauladan dari civitas akademika sekolah tentang bagaimana berprilaku bermoral akan menjadikan siswa malu bila berprilaku yang tidak sesuai dengan kultur sekolah dan membuat siswa menjadi terlatih untuk senantiasa berprilaku bermoral sebagaimana ditunjukkan oleh civitas akademika sekolah. Terlebih dalam kegiatan kurikuler mapuan kegiatan kokurikuler siswa senantiasa dilatih untuk menunjukkan prilaku bermoral sebagaimana tujuan pembangunan siswa berkarakter, akan semakin memperkuat keyakinannya akan mengaplikasikan perilaku bermoral dalam setiap kehidupan yang dijalaninya. Prosesproses ini menurut (Yani, 2010; Megawangi, 2005) menjadi siklus hidup yang akan menjadi kebiasaan atau budaya bagi diri siswa dan jika tidak melakukan sebagaimana siklus yang telah dilatih dan dibiasakan akan merasakan “kekurangan atau kehilangan sesuatu dalam dirinya”. Namun perlu ditekankan di sini, bahwa praktek pemelajaran karakter dapat dilakukan dengan melakukan pembelajaran yang berdasarkan nilai-nilai karakter yang berkembang pada masyarakat bersangkutan, sehingga apa yang mereka pelajari merupakan kondisi sosial empirik yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat di mana siswa menjalani kehidupan sosialnya. Dengan demikian siswa akan menjadikan masyarakat sebagai laboratorium hidup yang setiap saat bisa dianalisis, diobservasi dan diuji validitasnya. Hal ini juga akan semakin menguatkan siswa dengan akar budaya bangsanya, yang selama ini ditenggarai telah banyak hilang dalam praktek pendidikan. Materi yang diberikan oleh pakar ini dapat dipahami dengan baik oleh semua guru yang mengikuti pelatihan. Hal ini tampak dari proses evaluasi akhir yang dilakukan pada saat pelatihan dilaksanakan, hampir semua guru mampu meyusun program sekolah berkarakter sesuai dengan konsepnya masing-masing. 26
Fase berikutnya adalah pelatihan dan pendampingan pengemasan perangkat pembelajaran sesuai kurikulum 2013 dan implementasi model pembelajaran karakter berbasis lokal genius. Materi yang disampaikan oleh pakar kurikulum Undiksha adalah berkaitan dengan dasar filosofi, tujuan, prinsip dan perbahan kurikulum 2013 serta cara melaksanakannya. Secara prinsip perubahan kurikulum 2013 terletak pada: (1) kompetensi lulusan, yaitu adanya upaya peningkatan dan keseimbangan soft skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan, (2) kedudukan mata pelajaran yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi, (3) pendekatan, yaitu untuk SD tematik terpadu dalam semua mata pelajaran, SMP mata pelajaran, SMA mata pelajaran dan SMK vokasional, (4) struktur kurikulum (mata pelajaran dan alokasi waktu (isi), untuk SD bersifat holistik berbasis sains (alam, sosial, dan budaya), untuk SMP TIK menjadi media semua mata pelajaran, pengembangan diri terintegrasi pada setiap matapelajaran dan ekstrakurikuler, untuk SMA ada matapelajaran wajib dan ada mata pelajaran pilihan, untuk SMK terjadi penambahan jenis keahlian
berdasarkan spektrum
kebutuhan (6 program keahlian, 40 bidang keahlian, 121 kompetensi keahlian), (5) proses pembelajaran, yaitu standar proses yang semula terfokus pada Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi
dilengkapi dengan Mengamati, Menanya, Mengolah,
Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta, belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat, guru bukan satu-satunya sumber belajar, sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan, (6) penilaian hasil belajar menggunakan penilaian berbasis kompetensi, pergeseran dari penilain melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju penilaian otentik [mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil], memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal), penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga kompetensi inti dan SKL, dan mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian, dan (7) ekstrakurikuler yaitu adanta ekstra wajib dan pilihan (Badan Pengembangan SDM dan Penjamin Mutu Pendidikan, 2013). Dengan diterapkannya kurikulum 2013, maka setiap sekolah mesti mampu merancang dan menggunakan
perangkat
pembelajaran.
Sementara
menurut
Standar
Nasional 27
Pendidikan (2013: 3) pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan UU No. 20 Tahun 2003 yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dapat tercapai melalui pencapaian empat kompetensi inti. Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki oleh peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal
dan
organisasi
horizontal
Kompetensi
Dasar.
Organisasi vertikal
Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari peserta didik. Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu: (1) sikap spiritual yang mencakup beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) sikap sosial yang mencakup berakhlak mulia, sehat, mandiri, dan demokratis, (3) berilmua, dan (4) yang mencakup kecakapan dan keterampilan. Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: (1) mengamati; (2) menanya; (3) mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasi; dan (5) mengkomunikasikan.
Kelima pembelajaran pokok tersebut dapat dirinci dalam
berbagai kegiatan belajar sebagaimana tercantum dalam tabel berikut: LANGKAH PEMBELAJARAN Mengamati
Menanya
KEGIATAN BELAJAR Membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
KOMPETENSI YANG DIKEMBANGKAN Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk 28
pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis mendapatkan informasi yang perlu tambahan tentang apa yang diamati Mengumpulkan informasi/ eksperimen - melakukan eksperimen - membaca sumber lain selain buku teks mengamati objek/ kejadian/ aktivitas - wawancara dengan nara sumber
Mengasosiasikan/ mengolah informasi
- mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. - Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan
Mengkomunikasikan
Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya
Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan .
Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan
Tahap pertama dalam pembelajaran menurut standar proses yaitu perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana pembelajaran yang dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok atau tema tertentu yang 29
mengacu pada silabus. RPP mencakup: (1) data sekolah, matapelajaran, dan kelas/semester; (2) materi pokok; (3) alokasi waktu; (4) tujuan pembelajaran, KD dan indikator pencapaian kompetensi; (5) materi pembelajaran; metode pembelajaran; (6) media, alat dan sumber belajar; (6) langkah-langkah kegiatan pembelajaran; dan (7) penilaian. Setiap guru di setiap satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP untuk kelas di mana guru tersebut mengajar (guru kelas) di SD dan untuk guru matapelajaran yang diampunya untuk guru SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Pengembangan RPP dapat dilakukan pada setiap awal semester atau awal tahun pelajaran, dengan maksud agar RPP telah tersedia terlebih dahulu dalam setiap awal pelaksanaan pembelajaran. Pengembangan RPP dapat dilakukan secara mandiri atau secara berkelompok. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara mandiri dan/atau secara bersama-sama melalui musyawarah guru MATA pelajaran (MGMP) di dalam suatu sekolah tertentu difasilitasi dan disupervisi kepala sekolah atau guru senior yang ditunjuk oleh kepala sekolah. Pengembangan RPP yang dilakukan oleh guru secara berkelompok melalui MGMP antarsekolah atau antar wilayah dikoordinasikan dan disupervisi oleh pengawas atau dinas pendidikan. Berkenaan dengan kewenangan tersebut, maka guru dapat melakukan pengembangan RPP. Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP adalah sebagai berikut:
(1) RPP disusun guru sebagai terjemahan dari ide kurikulum
dan berdasarkan silabus yang telah dikembangkan di tingkat nasional ke dalam bentuk rancangan proses pembelajaran untuk direalisasikan dalam pembelajaran, (2) RPP dikembangkan guru dengan menyesuaikan apa yang dinyatakan dalam silabus dengan kondisi di satuan pendidikan baik kemampuan awal peserta didik, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik, (3)
mendorong partisipasi aktif peserta didik, (4) sesuai dengan tujuan
Kurikulum 2013 untuk menghasilkan peserta didik sebagai manusia yang mandiri dan tak berhenti belajar, proses pembelajaran dalam RPP dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk mengembangkan motivasi, minat, rasa ingin tahu, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, semangat belajar, keterampilan belajar dan kebiasaan belajar, (5) mengembangkan budaya membaca dan menulis, (6) proses pembelajaran dalam RPP dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman 30
beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan, (7) memberikan umpan balik dan tindak lanjut, (8) RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi. Pemberian pembelajaran remedi dilakukan setiap saat setelah suatu ulangan atau ujian dilakukan, hasilnya dianalisis, dan kelemahan setiap peserta didik dapat teridentifikasi. Pemberian pembelajaran diberikan sesuai dengan kelemahan peserta didik, (9) keterkaitan dan keterpaduan, (10) RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI dan KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas matapelajaran untuk sikap dan keterampilan, dan keragaman budaya, (11) menerapkan teknologi informasi dan komunikasi, dan (12) RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Berdasarkan
pada rasional pengembangan RPP tersbut maka RPP paling sedikit memuat: (i) tujuan pembelajaran, (ii) materi pembelajaran, (iii) metode pembelajaran, (iv) sumber belajar, dan (v) penilaian. Komponen-komponen tersebut secara oprasional diwujudkan dalam bentuk format berikut: Sekolah : Matapelajaran : Kelas/Semester : Materi Pokok : Alokasi Waktu : Kompetensi Inti (KI) B. Kompetensi Dasar dan Indikator 1. _____________ (KD pada KI-1 Indikator) 2. _____________ (KD pada KI-2 Indikator) 3. _____________ (KD pada KI-3 Indikator) 4. _____________ (KD pada KI-4 Indikator) C. Tujuan Pembelajaran D. Materi Pembelajaran (rincian dari Materi Pokok) E. Metode Pembelajaran (Rincian dari Kegiatan Pembelajaran) F. Media, Alat, dan Sumber Pembelajaran G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran H. Penilaian
31
Pada fase kedua kegiatan P2M pengembangan sekolah berkarakter berbasis lokal genius ini akan menggunakan metode pendampingan dan supervisi kelas. Guruguru dengan ijin dari kepala sekolah mengimplementasikan perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran karakter berbasis lokal genius (catur asrama) di kelas masing-masing (cukup 3 kelas sebagai fase uji coba). Pada saat implementasi inilah kegiatan supervisi dan pembinaan dilakukan oleh tim pakar pendidikan karakter bekerja sama dengan ahli kurikulum yang dilibatkan dalam kerja sama. Pembinaan juga dilakukan oleh kepala sekolah secara internal untuk memperkuat program yang dikembangkan. Pendekatan supervisi yang digunakan adalah superviri klinis. Supervisi klinis dalam proses ini dimaksudkan untuk membimbing guru melalui tatap muka secara kolegial, yang dipusatkan pada “tampilan guru” dalam melangsungkan proses pembelajaran
sehingga
sesegera
mungkin
dapat
dilakukan
perbaikan
dan
pengembangan. Secara sirkuler supervisi klinis diawali dengan proses perencanaan, pelaksanaan pembelajaran di kelas, observasi dan diakhiri dengan refleksi. Proses perbaikan akan dilakukan secara langsung pada saat akhir pembelajaran dilaksanakan, sehingga masukan dan perbaikan yang diberikan dapat bermanfaat bagi guru-guru yang melakukan praktik pembelajaran dengan model pembelajaran karakter berbasis lokal genius sebagai wahana pendidikan karakter bangsa. Pada fase ketiga, guru dengan sepengetahuan dan seijin kepala sekolah diminta melakukan kegiatan showcase keberhasilan program dan hasil belajar siswa yang dijadikan
sebagai
subjek
kegiatan.
Pada
kegiatan
ini
akan
dilakukan
penyajian/presentasi portofolio oleh siswa (masing-masing mata pelajaran yang diwakili oleh 1 kelas). Showcase akan dilakukan di SMA 1 Kintamani di mana kegiatan pengabdian masyarakat ini dilaksanakan. Di akhir showcase kepala sekolah, guru-guru dan seluruh civitas akademika diminta untuk melanjutkan implementasi model pembelajaran karakter berbasis lokal genius ini sebagai wahana pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah dan di kelas masing-masing dengan tetap memperoleh pembinaan dari tim P2M, dan kepala sekolah secara internal. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menjamin keberlanjutan program pengembangan sekolah berkarakter di SMA 1 Kitamani sebagaimana visi dan misi sekolah.
Keberhasilan program P2M ini
ditentukan oleh tingkat pemahaman, sikap positif, dan keterampilan seluruh civitas akademika dalam mengimplementasikan prilaku berkarakter, pengelolaan dan 32
pemeliharaan lingkungan sekolah, program sekolah berkarakter dan keterampilan profesional guru-guru dalam mengimplementasikan model pembelajaran karakter berbasis lokal genius sebagai wahana pendidikan karakter bangsa. Di samping itu perlu dilihat output penerapan model pembelajaran ini sebagai wahana pendidikan karakter bangsa terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran di tingkat SMA secara terintegrasi dalam ranah-ranah: pemahaman konseptual, kemampuan pemecahan masalah, peningkatan rasa percaya diri, kepekaan dan komitmen terhadap lingkungan; orientasi nilai dan sikap sosial religius, serta beberapa keterampilan sosial siswa, seperti: keterampilan berkomunikasi, presentasi, kerja sama, sharing tanggung jawab kepemimpinan, kemampuan mendistribusi tugas, dan mengatasi konflik. Untuk menilai keberhasilan program tersebut akan dievaluasi melalui metode observasi, wawancara dan tes sumatif Tayibnapis (2000). Evaluasi melalui observasi dilakukan untuk melihat secara langsung proses keberhasilan program dilihat dari aktivitas sekolah, lingkungan sekolah, budaya akademik sekolah, proses pembelajaran dan pola pelatihan, pembiasaan serta pembudayaan nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran. Wawancara dilakukan untuk memformulasi pandangan kepala sekolah, pandangan guru-guru, pendapat siswa dan sivitas akademika SMA 1 Kintamani lainnya berkaitan dengan pedoman standar prilaku berkarakter, pedoman pegelolaan dan pemeliharaan lingkungan
sekolah,
program
sekolah
berkarakter,
pengembangan
perangkat
pembelajaran karakter berbasis lokal genius dan implementasi model-model pembelajaran karakter berbasis lokal genius. Wawancara dan observasi terhadap program ini dilakukan selama kegiatan berlangsung atau penilaian proses. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai keberhasilan program melalui persentasi oleh guru dan persentasi hasil belajar siswa oleh siswa yang dijadikan subjek kegiatan ini. Penilaian sumatif ini dilakukan pada fase akhir program atau penilaian output/produk kegiatan. Kegiatan evaluasi proses akan berfokus pada efektivitas kegiatan diklat, kegiatan pendampingan/supervisi dan pembinaan, dan kegiatan showcase. Sedangkan evaluasi output akan berfokus pada capaian program dan hasil belajar siswa
33
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pelatihan dan pendampingan pengembangan sekolah berkarakter dan Implementasi model pembelajaran berbasis Catur Asrama bagi guru-guru SMA Negeri 1 Kintamani dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Sebelum dilakukan pelatihan dan pendampingan melaksanakan model pembelajaran berbasis kearifan lokal Guru-Guru SMA Negeri 1 Kintamani belum memiliki kemampuan dalam mengembangkan dan mengemas rencana pelaksanaan pembelajaran yang mampu meimplementasikan nilai-nilai karakter sesuai dengan kurikulum tahun 2013, sebagain besar guru belum memiliki keterampilan yang memadai dalam menterjemahkan pendidikan karakter bangsa melalui proses evaluasi pembelajaran yang dilangkan, belum tampak upaya strategis yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan nilai-nilai karakter, hal ini tampak dari hasil analisis terhadap rencana pelaksanaan pembelajaran yang dikembangkan oleh guru-guru SMA Negeri 1 Kintamani dan
belum
dimilikinya kemampuan mengembangkan model-model pembelajaran yang mampu mengimplementasikan proses pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan nilai-nilai karakter dalam proses pembelajaran 2. Setelah diberikan pelatihan oleh tim pakar dari Undiksha Singaraja, guru-guru SMA Negeri 1 Kintamani memiliki kemampuan yang memadai melaksanakan model pembelajaran berbasis kearifan lokal dalam rangka pendidikan karakter bangsa sesuai kurikulum 2013. Hal ini dapat diketahui dari hasil pelatihan dan pendampingan melaksanakan model pembelajaran berbasis kearifan lokal dalam rangka pendidikan karakter bangsa sesuai kurikulum 2013. Selain itu para guru mengaku tak takut dan was-was lagi bila mereka harus menerapkan kurikulum 2013 dengan internalisasi nilai-nilai karakternya karena telah mampu membuat perangkat pembelajaran dan imlementasinya dalam proses pembelajaran. Ada beberapa manfaat yang diperoleh oleh guru, yaitu (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai hakekat kurikulum 2013, karena selama ini mereka belum mengetahui secara pasti apa hakekat kurikulum 2013, dan (2) para guru memperoleh gambaran yang jelas bagaimana cara dan strategi 34
pengembangan dan pengemasan perangkat pembelajaran sesuai kurikulum 2013. Guru juga mengakui telah terjadi peningkatan wawasan dan keterampilan mereka dalam memahami kurikulum tahun 2013 dan pengembangan serta pengemasan perangkat pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kurikulum tahun 2013. 4.2. Saran Berdasarkan pelatihan yang telah dilaksanakan pada guru-guru SMA Negeri 1 Kintamani, ada beberapa saran yang layak dipertimbangkan, yaitu : 1. Bagi guru SMA Negeri 1 Kintamani hendaknya terus melatih diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu memberikan keterampilan yang memadai pada siswa. 2. Bagi Dinas pendidikan setempat, semestinya mengusahakan program-program pelatihan bagi para guru SMA Negeri 1 Kintamani, sehingga kemampuan dan keterampilan mereka memadai untuk mengembangkan perangkat pembelajar, mondel pembelajar, dan model evaluasi sesuai dengan kurikulum 2013
35