SEJARAH KABUPATEN LAMANDAU A. KABUPATEN LAMANDAU DI MASA LALU
Pada tahun 1918 terdapatlah sebuah dusun/dukuh sangat kecil yang dihuni oleh 10 kepala keluarga, yang menempati enam rumah. Nama Nanga Bulik diberikan kepada dukuh ini, karena tempat pemukiman sekelompok penduduk itu berada di muara/nanga Sungai Bulik. Secara historis, dukuh/dusun ini merupakan pedukuhan masyarakat dari kerajaan Kotawaringin yang termasuk wilayah Raja Kotawaringin, yang bernama Sultan Balaluddin. Kesultanan Kotawaringin dan pemerintah kolonial Belanda terpingsut oleh kekayaan sumberdaya alam dukuh ini, sehingga mereka merasa perlu untuk menempatkan seorang perwakilan kerajaan, yang pada waktu itu dipercayakan kepada salah seorang pangeran, yaitu Pangeran Jangkang untuk mengendalikan tata kehidupan masyarakat sebagai seorang pasedor atau setingkat pembantu camat, dengan wilayah kekuasaan meliputi desa-desa yang berada di DAS Lamandau, Bulik, Menthobi,
Palikodan, Belantikan, Delang, dan Batangkawa atau yang kita kenal dengan Kecamatan Bulik, Lamandau, dan Delang.
Pertimbangan-pertimbangan penempatan perwakilan kerajaan melukiskan betapa strategisnya letak geografis untaian desa itu bagi kerajaan dan sekaligus bagi pemerintah kolonial Belanda, bukan saja secara ekonomis dan politik, tetapi juga secara sosiologis dan kultural. Pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Nanga Bulik merupakan titik sentral yang bisa dijangkau baik melalui jalur sungai maupun jalur darat dari desa-desa di sekitarnya dan merupakan pintu gerbang perekonomian masyarakat dari DAS Lamandau, Bulik, Menthobi, Palikodan, Belantikan, Delang, dan Batangkawa. 2. Posisi Nanga Bulik sangat strategis serta didukung oleh berbagai sumberdaya alam yang berlimpah baik hasil hutan, perkebunan, peternakan, dan pertambangan maupun flora dan fauna yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dari ketujuh DAS yang berada di wilayah pasedor Nanga Bulik tersebut.
3. Eratnya ikatan sejarah dan tali persaudaraan yang dapat dilihat dari asal-usul dan adat istiadat yang serumpun. Hal ini merupakan modal dasar rasa kebersamaan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari sejarah peradaban manusia, khususnya sejarah peradaban masyarakat pedalaman Bulik, Lamandau, dan Delang (BULANG). 4. Untuk lebih mempermudah serta mendekatkan jangkauan pelayanan pemerintah kerajaan Kotawaringin kepada masyarakat pedalaman saat itu. Dukuh sangat kecil ini mengalami sejarah titik balik secara politik yang pertama pada 1920, yakni ketika pemerintah kolonial Belanda meningkatkan status kewilayahan Nanga Bulik dari sekadar wilayah yang dipimpin oleh seorang pasedor menjadi wilayah onder distrik (setingkat kecamatan) dengan Onder Erens Sandan sebagai onder pertama. Secara berkelanjutan, order distrik mengalami pergantian, yaitu Onder Martin Assan, Onder Saman, dan Onder Gusti Hamidan. Sesuai dengan perkembangan zaman, pada 1939 istilah Onder Distrik Nanga Bulik diubah menjadi Kecamatan Nanga Bulik dengan wilayah yang sama dengan Wilayah Onder Distrik dan merupakan satu-satunya kecamatan yang ada di Kotawaringin pada saat itu. Camatnya diangkat/dipilih oleh raja Kotawaringin dari putra terbaik Kecamatan Nanga Bulik kelahiran Kudangan, yang bernama PANGARUH. Ia memiliki jasa dan ketokohan, sehingga beliau diberi gelar Mas Kaya Patinggi Agung Mangku Arai atau lebih popular dengan panggilan Camat Maskaya. Kepemimpinan Maskaya Pangaruh telah menghantarkan Kecamatan Nanga Bulik sampai pada alam kemerdekaan, yaitu sampai dengan 1952. Dukuh Nanga Bulik terus berevolusi secara sosial politik untuk untuk tidak berlama-lama ”melandau.” Evolusi ini didasari oleh etos juang, toleransi dan kebersamaan untuk menjadi dukuh ini tempat hidup yang makin layak bagi penduduknya. Semangat dan etos inilah yang kemudian menjadi modal dasar pembangunan dukuh sangat kecil ini pada masa kemerdekaan sampai menjadi sebuah kabupaten. Kemerdekaan 1945 mengantar Kecamatan Nanga Bulik ke Orde Lama; sebuah era yang ditandai oleh penataan kembali tatanan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Tujuannya adalah untuk menghadapi masalah dan tantangan baru era kemerdekaan. Dalam konteks penataan kembali itulah, pada 1952 Kewedanaan Pangkalan Bun (dulu Kesultanan Kotawaringin) menata kembali tata pemerintahan dan kemasyarakatan di wilayah Kewedanaan Pangkalan Bun dengan membentuk empat kecamatan, yaitu: 1. Kecamatan Kotawaringin Barat dengan ibukota Sukamara. 2. Kecamatan Kotawaringin Selatan dengan ibukota Pangkalan Bun. 3. Kecamatan Kotawaringin Utara dengan ibukota Tapin Bini. 4. Kecamatan Kotawaringin Timur dengan ibukota Nanga Bulik. Dinamika pemerintahan dan kemasyarakatan terus berlangsung pada tahun-tahun berikutnya. Tepatnya pada 1960, Kewedanaan Pangkalan Bun dimekarkan menjadi Daerah Swatentra Tingkat II dengan nama Kabupaten Kotawaringin Barat. Seiring dengan perubahan tersebut, setiap kecamatan di atas mengalami hal sama. Kecamatan Kotawaringin Barat dimekarkan menjadi Kewedanaan Sukamara, Kecamatan Kotawaringin Selatan menjadi Kewedanaan Pangkalan Bun. Sedangkan Kotawaringin Utara dan Kecamatan Kotawaringin Timur digabung menjadi Kewedanan Nanga Bulik, yang meliputi wilayah desa-desa di sepanjang DAS Lamandau, Bulik, Menthobi, Palikodan, Belantikan, Delang, Batangkawa, dan bahkan termasuk Desa Kenawan dan Laman Baru (sekarang masuk wilayah Kecamatan Balai Riam Kabupaten Sukamara). Yang ditunjuk sebagai Wedana pertama adalah Akhmad Said, yang digantikan oleh Y.M. Nahan sebagai Wedana kedua dan terakhir. Kemudian, Kewedanaan Nanga Bulik (bukan Kewedanaan Bulik) berakhir pada 1965 dan kembali menjadi wilayah Kecamatan Bulik. Era 1960-an kembali mengantar Kecamatan Bulik ke dalam konteks politik pemerintahan baru. Begitupun Kecamatan Penataan pemerintahan daerah di seluruh Indonesia dilakukan melalui penetapan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Melalui UU ini, daerah-daerah eks Kewedanaan ditingkatkan menjadi Wilayah Administratif (Pembantu Bupati).
Awalnya, peningkatan status kewilayahan ini memberi harapan bagi masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau, dan Delang (Delang adalah hasil pemekaran Kewedanaan Tapin Bini pada 1960) yang merupakan eks wilayah Kewedanaan Nanga Bulik. Tetapi harapan tidak menjadi kenyataan, karena kewedanaan Nanga Bulik tidak dijadikan Wilayah Pembantu Bupati. Selain itu, UU tersebut juga sarat dengan nuansa sentralistiknya, sehingga harapan untuk dapat mengatur urusan rumah tangganya sendiri juga harus dikubur dalam-dalam. Harapan untuk lebih leluasa dan otonom mengelola urusan rumah tangganya sendiri dan memberi pelayanan publik yang lebih baik akhirnya tumbuh kembali pada era reformasi. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan semangat zaman dan bertentangan dengan semangat demokratisasi. Undang-Undang tersebut diganti Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang baru ini memberi peluang seluas-luasnya bagi pemekaran daerah. Peluang ini dimanfaatkan sebaiknya-baiknya oleh para tokoh masyarakat setempat untuk mewujudkan cita-citanya membentuk daerah otonom sendiri. Setelah melalui proses yang panjang dan perjuangan berat, akhirnya pada 2002 Pemerintah pada 10 April 2002 menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah
B. SEJARAH PEMBENTUKAN KABUPATEN LAMANDAU Kabupaten Lamandau merupakan bekas wilayah kewedanaan Bulik yang terdiri dari Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang. Pembentukan Kabupaten Lamandau diawali dengan pertemuan Pemerintah Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat seluruh Camat serta tokoh masyarakat se-Kabupaten Kotawaringin Barat di Aula Kantor Bupati Kotawaringin Barat pada tanggal 3 Nopember 1999 yang
mensosialisasikan Rencana Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat untuk memekarkan Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada pertemuan tersebut dihadiri oleh unsur masyarakat dan Pemerintah Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Delang. Secara khusus dapat dicatat, bahwa utusan-utusan tersebut dari : 1. Kecamatan Bulik : 1) Nubari B. Punu, BA (Camat Bulik) 2) H. Arsyadi Madiah (tokoh masyarakat) 3) Darmawi Juwahir (tokoh masyarakat) 2. Kecamatan Delang : Untuk Kecamatan Delang diwakili oleh Drs. Kardinal (Camat Delang) 3. Kecamatan Lamandau : Untuk Kecamatan Lamandau diwakili oleh Silas Kadongkok, BA selaku Camat Lamandau. Pada pertemuan tersebut dijelaskan tentang rencana Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat meningkatkan status daerah Pembantu Bupati Sukamara menjadi Kabupaten Sukamara, sehingga Kotawaringin Barat dimekarkan menjadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Kotawaringin Barat dengan Ibukotanya Pangkalan Bun dan Kabupaten Sukamara dengan Ibukotanya Sukamara. Termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukamara adalah Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang. Mencermati kebijakan tersebut, utusan dari Kecamatan Bulik dan Kecamatan Delang mengambil sikap Abstain. Di pihak lain, masyarakat pedalaman Kotawaringin Barat yang berada di perantauan khususnya di Palangka Raya merasa prihatin dengan kondisi pembangunan di Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang yang tertinggal dari daerah lain di Kotawaringin Barat, sekaligus mencermati adanya rencana penggabungan ketiga Kecamatan tersebut dengan Sukamara. Atas keprihatianan tersebut, maka Drs. Nahson Taway, Drs. Iba Tahan,MS., Ir. Farintis Sulaiman dan Charles Rakam, S.Pd mengadakan Studi Kualitatif ”Pembentukan Kabupaten Lamandau” sebagai respon terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Studi ini dibicarakan dalam pertemuan Kerukunan Tamuai Kotawaringin Barat di Palangkaraya pada tanggal 7 Nopember
1999. Hasil pertemuan tersebut antara lain agar hasil studi kualitatif pembentukan Kabupaten Lamandau disosialisasikan kepada masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang dan diusulkan kepada Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada tanggal 10 Nopember 1999, atas prakarsa Drs. Nahson Taway, para tokoh masyarakat yang berasal dari Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang mengadakan pertemuan di Pangkalan Bun. Hasil pertemuan adalah mengusulkan (melalui surat) kepada DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat, Bupati Kabupaten Kotawaringin Barat, DPRD Propinsi Kalimantan Tengah dan Gubernur Kalimantan Tengah, agar wilayah bekas Kewedanaan Bulik (Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang) disatukan menjadi sebuah Kabupaten baru yaitu “Kabupaten Lamandau” dengan berdasarkan/melampirkan hasil studi kualitatif pembentukan Kabupaten Lamandau yang ditulis oleh keempat penulis di atas. Adapun usul/surat tersebut ditandatangani oleh 8 (delapan) orang atas nama masyarakat pedalaman BULANG (Bulik, Lamandau dan Delang yaitu : 1. C.S Phaing ( Almarhum ) 2. Drs. Nahson Taway 3. Drs. Don F. Ringkin 4. Harigano Ringkas 5. Musringin 6. Sama DJ. Mamud (Almarhum) 7. Helkia Penyang 8. Tommy Hermal Ibrahim. Pada tanggal 17 Nopember 1999, Drs. Iba Tahan, MS, Inte Sartono, SH, Markos DJ. Mamud, S.Hut, Charles Rakam, S.Pd melakukan ekspose melalui SKH Kalteng Pos untuk menjelaskan keinginan masya masyarakat pedalaman Kotawaringin Barat untuk menyatukan Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang dalam Kabupaten Lamandau (SKH Kalteng Pos tanggal 18 Nopember 1999, halaman 2). Pada tanggal 20 Nopember 1999, beberapa tokoh masyarakat yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Pedalaman (FKMP) Kecamatan Bulik yaitu H. Muchlisin, H. ArsyadiMadiah, Andreas Nahan, S.IP, Darmawi
Juwahir dan Thedan Usith mengumpulkan dan mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda. Pada pertemuan tersebut dihadiri pula oleh Tommy Hermal Ibrahim (Anggota DPRD KotawaringinBarat) sebagai salah satu penandatangan surat usulanPembentukan Kabupaten Lamandau tertanggal 10 Nopember 1999 tersebut di atas. Dari hasil pertemuan tanggal 20 Nopember tersebut dilaksanakan jajak pendapat (polling) dari tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda, cendekiawan dan para pemerhati di Kecamatan Bulik dengan 3 (tiga) alternatif pilihan yaitu : 1. Setujukah anda, bergabung dengan Kabupaten Sukamara ? 2. Setujukah anda, apabila kita tetap bergabung dengan Kabupaten Kotawaringin Barat ? 3. Setujukah anda apabila kita mengusulkan pembentukan Kabupaten baru hasil pemekaran dengan Nanga Bulik sebagai Ibu Kota Kabupatennya ? Dari hasil polling saat itu ternyata menunjukkan bahwa 97,36% setuju dengan pilihan yang ketiga yaitu mengusulkan pembentukan Kabupaten sendiri. Dari hasil polling inilah kemudian yang mendasari gerak dan langkah perjuangan pembentukan Kabupaten Lamandau di tingkat lokal Kecamatan Bulik, Delang dan Lamandau disamping dukungan para tokoh Bulik, Lamandau dan Delang yang berada di luar daerah. Kemudian pada saat Penjabat Gubernur Kalimantan Tengah Bapak Rapiudin Hamarung bersama dengan Bupati Kotawaringin Barat beserta Pejabat Pemerintah lainnya berkunjung di Nanga Bulik pada tanggal 6 Januari 2000, masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang kembali menyatakan sikap secara utuh dan tegas agar ketiga kecamatan tersebut digabung dalam sebuah Kabupaten baru yaitu Kabupaten Lamandau. Selanjutnya atas prakarsa FKMP – BULANG pada tanggal 8 Juli 2000 di Nanga Bulik tepatnya di Gedung Kartawana/Eks Kantor DPRD Kabupaten Lamandau atau Kantor KPUD, dilaksanakan Musyawarah Besar Masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang, untuk menyatukan Visi dan Misi pemekaran Kabupaten Lamandau serta dalam rangka membentuk Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten Lamandau (P3KL) dengan Mozes Pause, SH sebagai Ketua Umum dan Tommy Hermal Ibrahim sebagai Sekretaris Umum P3KL
yang ditugasi untuk menyusun komposisi dan personalia P3KL serta melanjutkan perjuangan pembentukan Kabupaten Lamandau. Setelah mendapatkan persetujuan dari DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat serta Bupati Kotawaringin Barat, maka pada tanggal 15 Oktober 2001, oleh Bupati Kotawaringin Barat di Hotel Wisata Jakarta dilakukan Expose terhadap rencana Pembentukan Kabupaten Lamandau dan Sukamara di depan Tim Independen Ditjen PUOD Depdagri bersama Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat, Bapak T.A. Zailani turut hadir pada saat Ekpose tersebut Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah dari Dapil Kotawaringin Baratyaitu : 1. Bapak HM. San Marwan 2. Bapak Ir. Kemal Masri Peserta / utusan ekspose yaitu : 1. Drs. Daud Juanda (Asisten I Kabupaten Kotawaringin Barat) 2. Drs. Wahyudi,M.Si. (Bappeda Kabupaten Kotawaringin Barat) Adapun perwakilan dari P3KL yaitu : 1. Mozes Pause, SH 2. H. Muchlisin 3. Tommy Hermal Ibrahim 4. Andereas Nahan, S.IP 5. H. Arsyadi Madiah 6. H. Burhan 7. Drs. Frans Evendi. Sekembalinya dari Jakarta hasil ekspose tersebut kemudian disosialisasikan kepada masyarakat Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang pada tanggal 5 Pebruari 2002 di Nanga Bulik. Setelah dilakukan pembahasan serta kajian yang mendalam serta atas petunjuk dan Ridho dari Tuhan Yang Maha Esa, maka akhirnya rencana Pembentukan Kabupaten Lamandau telah disahkan melalui Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur di Propinsi Kalimantan Tengah di Jakarta.
Pada sa’at pengesahan Undang – undang tersebut dihadiri pula oleh Unsur P3KL yaitu : 1. Drs. Iba Tahan, MS 2. H. Arsyadi Madiah 3. Idar Y.Kunum 4. H. Burhan 5. Ibramsyah Ambran
6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Darmawi Juwahir Syubandi H Vicentius Huang Drs. Frans Evendi Imanuel Gerzon Luyen K. Antang Effendi Buhing. Kemudian pada tanggal 8 Juli 2002 oleh Gubernur Kalimantan Tengah atas nama Menteri Dalam Negeri di depan Sidang Paripurna DPRD Propinsi Kalimantan Tengah di Palangka Raya dilaksanakan Acara Pelantikan Bapak Drs. Regol Cikar sebagai Penjabat Bupati Lamandau
Pada Bulan Juli 2002, aktivitas Kantor Bupati Lamandau yang beralamat di Jl. Tjilik Riwut No. 10 Nanga Bulik (Eks Kantor Camat Bulik) mulai dibuka dengan jumlah personil sebanyak 6 (Enam) orang berdasarkan Instruksi Penjabat Bupati Lamandau nomor: 824/01/Peg/2002 Tentang Penunjukan Pegawai Yang Diperbantukan Pada Kantor Bupati Lamandau. Ketujuh orang tersebut adalah : 1. Drs. Kardinal 2. Andreas Nahan, S.IP 3. Ganti P.Kanisa, S.STP 4. Triadi Eka Asi Jayadiputera S.STP 5. H. Arsyadi Madiah 6. Abdul Rasyid Syahrul 7. Cahyono
Setelah melalui perjuangan serta proses yang cukup panjang, akhirnya Kabupaten Lamandau dapat terbentuk. Untuk menunjukan rasa syukur atas terwujudnya
perjuangan tersebut, maka pada tanggal 3 Agustus 2003 dilaksanakan Acara Syukuran Pembentukan Kabupaten Lamandau yang dihadiri oleh salah seorang tokoh kebanggaan/putera asli kelahiran Kabupaten Lamandau yaitu Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Bpk. Drs. Nahson Taway), Biro Tata Praja Setda Propinsi Kalimantan Tengah dan Bupati Kotawaringin Barat serta masyarakat Kabupaten Lamandau dengan mengambil tempat di Bundaran baru Bukit Hibul yang merupakan rencana areal perkantoran kabupaten. Dalam acara syukuran tersebut, sekaligus dilakukan penyerahan Hibah Lahan Perkantoran dari masyarakat Nanga Bulik seluas 350 hektar untuk keperluan areal perkantoran tersebut. Acara syukuran tersebut yang dilaksanakan pada tanggal 3 Agustus 2002 kemudian dicanangkan sebagai hari jadi Kabupaten Lamandau, yang pada tanggal 3 Agustus 2015 ini genap berusia 13 tahun.