Sebuah Analisis Lintas Seni atas Novel Moderato Cantabile Karya Marguerite Duras oleh: Rasus Budhyono
Strukturalisme Lintas Seni Salah satu pokok teori Strukturalisme dari Ferdinand de Saussure adalah konsep tanda, yang dibangun oleh penanda dan petanda. Pemikiran ini kemudian menjadi landasan ilmu linguistik. Akan tetapi teori ini kemudian berkembang juga dalam ilmu-ilmu lain, di antaranya sastra. Salah satu arah perkembangan teori ini dalam kesusastraan adalah adanya anggapan bahwa sebuah karya sastra, apapun genrenya, merupakan sebuah penanda bagi bentuk atau gagasan yang terkandung di dalamnya.
Pemikiran inilah yang kemudian menjadi dasar bagi beberapa penteori Strukturalis sastra untuk mengembangkan konsep Poetics. Vladimir Propp, misalnya, kemudian mencoba merumuskan petanda apa yang menjadi ruh sekian banyak cerita rakyat atau dongeng Rusia. Contoh lainnya adalah apa yang dikembangkan oleh Greimas dengan teori aktannya, yang meyakini bahwa sebuah karya fiksi dapat masuk ke dalam skemanya. Lebih lanjut lagi, teori-teori naratologi yang dikemukakan oleh Tzvetan Todorov, Gerard Genette, Mieke Bal, Seymour Chatman, juga meyakini bahwa ada sebuah tatanan gramatika yang melandasi setiap karya narasi.
Ternyata keyakinan akan adanya sebuah struktur abstrak ini tidak berlaku pada dunia sastra saja. Seni lukis juga tercatat diwarnai oleh usaha untuk membongkar struktur ini. Teori perspektif gambar, misalnya mewajibkan seorang pelukis untuk menghasilkan karyanya dengan mengikuti garis-garis abstrak yang berpusat pada cakrawala untuk menciptakan kesan panjang, lebar, dan isi. Ada pula teori perspektif warna yang berkaitan dengan cerah atau gelapnya warna sebuah objek sebagai perwujudan efek dekat dan jauh. Dalam seni lukis Cina lain lagi. Di sana berkembang perspektif yang bersifat vertikal. Objek yang paling rendah seolah-olah berada paling dekat dengan pengamat lukisan dan sebaliknya.
Seni musik juga tak ketinggalan diwarnai oleh aliran strukturalisme. Konsep-konsep tangga nada (diatonis dan pentatonis, mayor dan minor, atau Dorian, Phrygian, dan Lydian, misalnya) dilandasi oleh paham yang sama. Karya-karya musik klasik patuh mengikuti pola-pola tersebut tentunya dengan pengembangan-pengembangan lain oleh setiap komponis.
Strukturalisme memang sangat unik karena ternyata ia tidak berperan terbatas pada satu cabang seni saja. Sebelumnya dikatakan bahwa sebuah karya, apapun wujudnya, dapat dikatakan sebagai sebuah penanda. Bila kita merujuk pada petandanya saja, maka ternyata ia bisa mengejawantah dalam bentuk petanda yang lain. Untuk menjelaskan hal ini ada baiknya kita melihat contoh berikut. Seorang penulis, pelukis, dan pemusik sedang jatuh cinta dan ingin menyatakan perasaan mereka masing-masing berdasarkan keahliannya. Petandanya sama, yakni perasaan cinta. Akan tetapi, sesuatu yang abstrak ini diungkapkan lewat media yang berbeda: puisi, lukisan, dan lagu. Dari contoh ini dapat dikatakan bahwa sebenarnya puisi, lukisan, dan lagu yang lahir dari perasaan ketiga orang tadi bersifat sinonim, karena merujuk kepada petanda yang sama.
Persilangan antara seni rupa dengan sastra misalnya dapat dilihat dari karya-karya penyair imagisme, seperti Williams Carlos Williams. Ia seolah-olah memindahkan objek benda konkrit ke dalam sebuah puisi. Contoh lainnya adalah puisi Ode on A Grecian Urn karya John Keats. Di sini Keats memindahkan gambar pada sebuah jambangan ke dalam puisi. Atau, alam yang ada dalam pikiran Wordsworth terwujud dalam puisi-puisi romantiknya, sebagaimana para novelis realis Amerika seperti Mark Twain berhasil membawa warna lokal kehidupan tepi sungai Mississippi dalam Tom Sawyer.
Perkawinan antara dua cabang seni juga terjadi antara seni musik dan sastra. Salah satu perwujudannya adalah novel Moderato Cantabile karya Marguerite Duras yang menjadi pokok di sini. Tulisan ini akan membahas bagaimana musik diwujudkan dalam sebuah karya narasi.
Moderato Cantabile Karya Marguerite Duras: Perwujudan Musik dalam Narasi “mod·e·ra·to [mòddə rtō] adverb: at a moderate tempo: at a moderate tempo ( used as a musical direction)
in musical notation, term indi cating a tempo between andante (walking pace) and all egro (lively). Moderato is Italian for "moderate." can·ta·bi·le [kaan t bi l ày] adverb: in a smooth, flowing, and melodious style ( used as a musical direction)”
Moderato dan contabile adalah dua istilah yang digunakan dalam seni musik. Moderato adalah sebuah ukuran tempo lagu sedang, dan cantabile adalah cara membawakan lagu sehingga melodi yang dimainkan terkesan lembut mengalun. Tempo dan pembawaan lagu semacam ini tidaklah mudah untuk dimainkan karena biasanya seorang pemusik, apalagi yang pemula, selalu cenderung untuk terbawa emosi sehingga temponya berubah menjadi lebih cepat, dan alunan melodinya jadi terganggu. Kunci dalam membawakan lagu semacam ini adalah kontrol terhadap emosi. Dalam sebuah simfoni, kendali utama untuk mengontrol tempo dan alunan melodius ada pada seorang konduktor. Bila dalam paragraf sebelumnya dijelaskan musik moderato cantabile dari sudut pandang pemain, maka dari sudut pandang pendengar, terutama yang awam, ceritanya lain lagi. Musik semacam ini berkesan datar, monoton, dan bisa-bisa membuat pendengarnya merasa kesal karena tak ada gejolak atau kejutan di dalamnya.
Kesan yang serupa itulah yang timbul dari pembacaan atas novel Moderato Cantabile karya Marguerite Duras. Pertanyaannya adalah: bagaimanakah caranya sebuah karya naratif dapat menghasilkan efek yang serupa dengan yang dihasilkan oleh sebuah karya musikal moderato cantabile? Jawabannya ada pada teknik narasi yang digunakan dalam karya ini. Bagan berikut menggambarkan kaitan antara musik dan narasi. Musik Konduktor Arahan konduktor Lagu Pemusik
Novel Narator Narasi Cerita Tokoh
Berbekal hubungan paradigmatik antara unsur-unsur musik dan narasi inilah karya di atas dapat dipahami sebagai wujud Strukturalisme lintas seni.
Novel Moderato Cantabile berkisah tentang seorang perempuan bernama Anne Desbaresdes yang terperangkap dalam kejemuan dan kemonotonan hidup. Ia kerap pergi mengantar anaknya ke apartemen Nona Giraud untuk belajar bermain piano darinya. Tidak jelas apa alasan Desbaresdes ingin anaknya belajar main piano. Anaknya pun ternyata tidak antusias dalam belajar. Diceritakan bahwa anak tersebut mengalami kesulitan untuk memainkan sebuah sonata. Kemudian, terdengar sebuah jeritan. Ternyata jeritan itu berkaitan dengan sebuah pembunuhan terhadap seorang perempuan. Desbaresdes tiba-tiba tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang peristiwa ini. Kepenasaranan inilah yang membawanya ke sebuah kafe tempat ia bertemu dengan seorang laki-laki bernama Chauvin yang bekerja di pabrik milik suami Desbaresdes.
Terlibatlah kedua orang ini dalam pembicaraan berkaitan dengan pembunuhan tersebut. Kesepian dan kejenuhan, dipadu dengan gelas-demi gelas anggur dan pertemuan rutin dengan Chauvin sepertinya membuat Desbaresdes merasakan ketertarikan secara erotik kepada Chauvin dan tampaknya Chauvin pun demikian. Akan tetapi hubungan mereka tidak berkembang hingga mengakibatkan peristiwa yang lebih jauh lagi. Cerita berakhir tanpa puncak yang memuaskan kepenasaranan dan emosi pembaca.
Sepertinya memang bukan cerita yang menjadi titik berat dalam novel ini, namun narasi datar, tanpa emosi, serta efek yang ditimbulkan dari narasi inilah yang menjadi kekuatan novel ini, dan hal inilah yang akan dibahas berikut ini.
Moderato Contabile dituturkan melalui seorang narator orang ketiga yang tidak terlibat dalam peristiwa (extradiegetic). Sepanjang novel narator tetap menjaga diri selalu tersembunyi di balik narasinya (covert). Fokalisasi ada pada tokoh Desbaresdes, akan tetapi narator tidak pernah memasuki kesadaran tokoh ini, apalagi tokoh lainnya. Bila dikaitkan dengan bagan di atas, yang menghubungkan antara musik dan novel, maka narator seolah-olah bertindak sebagai pengatur konser narasinya. Jarak yang dibuat antara dirinya dengan cerita dan tokoh menyiratkan kemampuan narator untuk tetap menjaga emosi agar tidak terbawa oleh konser yang dipandunya. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam ceritapun tidak digambarkan mengalami gejolak emosi yang kuat. Kesatupaduan antara pembawaan narator dan apa yang terjadi dalam cerita serupa dengan apa yang terjadi dalam simfoni lagu yang dibawakan secara moderato cantabile.
Kesan tempo yang lambat dibangun oleh rentetan peristiwa yang dikisahkan tanpa menggebu, namun datar-datar saja. Teknik yang digunakan untuk membangun tempo dalam novel ini disebut Genette sebagai permainan durasi. Menurutnya, durasi merupakan pengaturan perbandingan antara waktu cerita dan penceritaan. Sayangnya, novel yang dibahas adalah novel terjemahan sehingga perbandingan tersebut tidak bisa diukur. Meskipun demikian ada semacam kecurigaan bahwa bila dibaca dalam bahasa aslinya, perbandingan antara durasi penceritaan dan cerita akan mendekati hitugan tempo moderato cantabile.
Meskipun belum dilakukan pengukuran seperti yang dirumuskan Genette, tempo sudah terasa dalam perkembangan hubungan antara Desbaresdes dan Chauvin. Dalam novel pembicaraan antara keduanya cenderung berputar-putar, membuat pembaca merasa tak sabar menunggu kapan pembicaraan akan sampai pada intinya. Ternyata dari pembicaraan awal hingga akhir, inti permasalahan di antara keduanya memang tidak pernah dinyatakan secara eksplisit. Apa yang menyebabkan laki-laki dan perempuan itu memasuki keadaan yang serupa hanya dapat diperkirakan saja oleh pembaca. Bahkan, nama Chauvin pun baru disebut di tengah-tengah novel. Kesan lamban ini diperkuat pula oleh frekuensi tinggi penceritaan tentang kegiatankegiatan monoton di kedai: keluar-masuknya buruh dari dan ke kedai, minum anggur, bunyi sirine, bunyi radio, dan pembicaraan yang berkisar pada pembunuhan dan penyebabnya.
Sepertinya memang bukan penyebab atau akibat keterperangkapan kedua tokoh ini dalam situasi yang menjemukan yang menjadi perhatian. Bila dikaitkan dengan konsep alur, hubungan sebabakibat adalah hal yang sangat penting sebagai unsur pembangunnya. Keadannya sudah terjadi. Desparesdes dan Chauvin sama-sama berada dalam keadaan yang sangat tak mengenakkan. Akan tetapi penyebabnya tidak pernah disebutkan. Narator mengelipsis peristiwa ini. Memang narator dan juga Chauvin menyebu-nyebut suami Desbaresdes, namun mereka tidak pernah menyebut bahwa kejemuan Desbaresdes diakibatkan oleh keadaan rumah tangganya. Pembaca dibiarkan menerka-nerka. Akhir novel juga dibuat tidak jelas oleh narator. Desbaresdes diceritakan bertemu terakhir kali di kafe tempat mereka biasa bertemu. Sepertinya ketertarikan Desbarasdes kepada Chauvin sudah memuncak. Akan tetapi narasinya tetap tidak bergejolak.
Yang ada hanyalah hasrat-hasrat tertahan yang berujung pada sebuah ciuman yang tidak digambarkan secara erotis. Setelah itu tidak jelas.
Apa yang terjadi pada Desbaresdes mungkin dapat lebih dimengerti dengan melihat dua bagian cerita yang belum dibahas, yakni bagian mengenai anaknya dan hubungannya dengan dirinya, dan mengenai pembunuhan. Sejak awal hubungan antara Desbaresdes dengan anaknya tidak digambarkan dekat sebagaimana layaknya ibu dan anak pada umumnya. Hal ini terlihat dari ketidaktahuan alasan Desbaresdes membawa anaknya belalar piano. Terasa sekali bahwa komunikasi ibu-anak ini tidak berdasarkan saling pengertian, terutama dari pihak ibu. Seringkali jawaban Desbaresdes sebenarnya berfokus pada dirinya. Diajaknya anaknya berjalan-jalan setiap sore sebenarnya bukan untuk kepentingan anaknya, namun agar ia dapat bertemu dengan Chauvin di kafe. Ibu ini bahkan terlihat asing dengan kehadiran anaknya. Apalagi saat ia berbincang-bincang dengan Chauvin di kafe. Ia tidak memperdulikan anaknya, yang dibiarkannya bermain lama di pantai atau dermaga.
Alih-alih memberi perhatian pada anaknya, Desbaresdes lebih perduli pada peristiwa pembunuhan terhadap seorang perempuan. Ia begitu penasarannya terhadap penyebab kematian perempuan itu sehingga ia selalu menanyakannya kepada Chauvin, yang sebenarnya tidak memberikan jawaban jelas terhadap masalah ini. Dari tuturan narator diketahui bahwa perempuan itu mati karena ia sendiri yang menginginkan kematian itu dari pacarnya. Obsesi Desbaresdes terhadap pembuhuhan ini menyiratkan bahwa Desbaresdes menganggap perempuan itu sebagai alter-egonya. Desberasdes seperti melihat dirinya dalam perempuan itu. Perbedaannya mungkin adalah bahwa perempuan itu mati secara lebih stoic karena dibunuh, sementara Desberasdes di bagian akhir bahwa ia telah mati secara jiwa, terasing dari kehidupan keluarganya bahkan dari anaknya, dan terkekang dalam hubungannya dengan Chauvin, bahkan disebut sebagai penzinah oleh narator.
Penutup
Cerita, yang bukan titik utama novel ini, dapat ditafsirkan dengan beragam oleh pembaca. Akan tetapi, tetap saja cerita tidak akan hadir dan diketahui pembaca tanpa adanya narator dan
narasinya. Perilaku narasi novel ini dapat dikatakan sebagai perwujudan musikal dari lagu tentang Desbaresdes karena perilaku ini mengatur tempo, jalannya peristiwa, dan emosi. Narasi yang seolah-olah tidak diwarnai emosi ini justru menghasilkan efek yang kuat bagi pembaca. Daftar Acuan Duras, Marguerite. 1999. Moderato Cantabile. (terj. Apsanti Djokosuyatno). Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Encyclopaedia Britanica Inc. 2005. Encyclopaedia Britannica 2005 Ultimate Reference Suite DVD. Genette, Gerard. 1980. Narrative Discourse, An Essay in Method. Cornell University Press. Ithaca, New York. Jahn, Manfred. 2003. Narratology: A Guide to the Theory of Narrative. Part III of Poems, Plays, and Prose: A Guide to the Theory of Literary Genres. http://www.unikoeln.de/~ame02/pppn.htm Microsoft Corporation. 2005. Encarta Reference Library Premium Encyclopaedia).
2005 DVD (Digital
Propp, Vladimir. 2003. Morphology of The Folktale. (terj. Lawrence Scott). University of Texas Press. Austin, Texas. Saussure, Ferdinand de. 1959. Course in General Linguistics dalam Adams, Hazard (ed.). 1992. Critical Theory since Plato, Revised Edition. Harcourt Brace Jovanovich, Inc. Fort Worth. Todorov, Zvetan. 1975. The Fantastic, A Structural Approach to A Literary Genre. Cornell University Press, Ithaca, New York. _______ 1985 Tata Sastra [Zaimar, Okke dkk. (penerjemah)]. Djambatan. Jakarta.