BAB IV KESIMPULAN Konflik antara Slemania dan Brajamusti yang terjadi mulai dari tahun 2000 hingga sekarang mengalami dinamika yang naik dan turun. Pada tahun 2000 hingga tahun 2011 kecenderungan konflik yang terjadi adalah terus mengalami kenaikan walaupun tidak selalu konflik itu di tandai dengan kekerasan ataupun bentrok dilapangan. Pada tahun 2011 hingga sekarang konflik mulai menurun ketegangannya, hal ini dikarenakan faktor internal yang terjadi didalam masing masing kelompok suporter. Penggunaan atribut didalam suporter merupakan suatu identitas tersendiri, akan tetapi atribut tersebut justru dapat memicu konflik antara Slemania dan Brajamusti. Didalam perkembangannya atribut dan rasa gengsi rival sekota merupakan konflik yang terjadi pada medio tahun 2005 hingga tahun 2013, sebelumnya pemicu konflik itu sendiri dikarenakan kesalah pahaman penerimaan Brajamusti ketika menghadiri pertandingan persahabatan di stadion Tridadi. Namun sekarang berkembang menjadi konflik atribut yang membawa aroma gengsi derby Yogyakarta. Konflik yang terjadi antara Slemania dan Brajamusti merupakan konflik terbuka, memiliki akar yang dalam dan sangat nyata serta memerlukan berbagai tindakan
untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya apalagi ini
merupakan konflik yang ada sejak awal tahun 2000an. Persaingan gengsi klub sekota ini selalu mengnyajikan laga seru dan panas. Aksi dukungan yang berlebihan ditambah lagi dengan aroma gengsi diantara kedua belah kubu supporter menjadikan laga yang seharusnya berjalan dengan menarik justru berbuah malapetaka.Konflik antara Slemania dan Brajamusti memang sudah belasan tahun terjadi. Ini merupakan konflik di permukaan memiliki akar yang dangkal atau bahkan tidak berakar dan muncul hanya karena kesalah pahaman mengenai sasaran yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi (Fisher,2000).
80
Konflik merupakan suatu hal yang memberikan dampak negatif dan positif. Konflik yang berujung pada tindakan kekerasan tentunya akan menimbulkan efek yang negatif. Efek positif dari suatu konflik dapat memberikan dampak yang positif apabila dapat disikapi dengan sikap yang dewasa.Konflik sangat dibutuhkan didalam kehidupan masyarakat karena dapat memberikan dampak persaingan yang positif juga. Dalam dunia sepakbola persaingan dan konflik tidak dapat dihindarkan, apalagi persaingan dalam tim satu kota atau lebih dikenal dengan derby. Yogyakarta memiliki tiga tim yang berkompetisi diliga Indonesia. Ada dua klub yang berada didalam satu kasta liga divisi utama, PSIM Mataram yang bermarkas di kota Jogja dan PSS Sleman yang bermarkas di Sleman. Kedua klub memiliki basis suporter yang besar dan fanatik.PSIM mempunyai Brajamusti sedangkan PSS memiliki Slemania.Derby kedua tim sekota ini selalu panas dan berjalan dengan tensi yang tinggi. Kedua suporter selalu terlibat bentrok apabila kedua klub saling bertemu. Periode pertama puncak konflik terjadi di Sleman pada tahun 2000.Konflik berawal di Stadion Tridadi ketika pertandingan uji coba antara PSS Sleman melawan Arema Malang. Saat itu Brajamusti ikut hadir dalam pertandingan tersebut karena mendapat ajakkan dari salah satu laskar yang berbasis di Kalasan, selain itu Arema merupakan rival dari PSIM dengan suporternya yang bernama Aremania sehingga Brajamusti semakin bernafsu untuk turut hadir di Tridadi. Akan tetapi sikap yang tidak mengenakkan ditunjukkan oleh Slemania, rasa tidak simpatik kepada Brajamusti dengan tidak dianggap dan tidak diistimewakan sebagai tamu.Perilaku dari Slemania berupa tidak diberikan lahan parkir kepada Brajamusti dan kemudian Brajamusti diusir untuk pulang.Saat itu Brajamusti masih bernama PTLM dan anggotanya masih kurang terkoorddinir dengan baik.Pada akhirnya bentok pun memecah diluar stadion.Aksi saling lempar benda keras dan pukulpun terjadi.
81
Puncak konflik yang kedua terjadi di stadion Mandala Krida di era liga Bank Mandiri pada, dimana pada saat itu akan diadakan ikrar damai suporter seJogja, solo dan Semarang bersamaan dengan pertandingan antara PSS Sleman melawan Persib Bandung. Pada saat itu home base PSS berada di stadion Mandala Krida.Brajamusti turut hadir dalam acara tersebut, namun sikap Slemania yang tidak menghargai kehadiran Brajamusti ditunjukkan dengan perilaku melempari benda-benda keras ketika Brajamusti memasuki lapangan. Perilaku yang ditunjukkan oleh Slemania menyulut amarah dari Brajamusti, karena Mandala Krida adalah rumah dari PSIM dan Brajamusti sehingga Brajamusti merasa tidak dihargai dan dihormati oleh Slemania sebagai kelompok suporter yang notabene bukan berbasis di kota Jogja. Sikap dan perilaku dari Slemania tersebut respon oleh Brajamusti dengan melakukan sweping dan bentrok diluar stadion. Keadaan kota jogja sempat mencekam dan kejadian tersebut dikenal dengan tragedy gayam. Pada musim kompetisi 2009/2010 bentrok besar antara Slemania dan Brajamusti kembali terjadi untuk yang ketiga kalinya.Bentrok yang menjadi puncak konflik antara kedua kelompok suporter ini terjadi di stadion Mandala Krida.PSIM dan PSS bertemu dua kali dalam satu musim, pertemuan yang pertama dilakukan di stadion Maguwoharjo pada tanggal 15 Januari 2009. Keributan kecil juga terjadi pada pertandingan ini.Sikap dari Slemania sudah baik, dengan mau menerima kedatangan Brajamusti.Akan tetapi sikap yang positif tersebut tidak dibarengi dengan perilaku yang positif pula. Kata-kata rasis dan ejekan diteriakkan Slemania di tribun utara sehingga memancing emosi dari Brajamusti.Aksi pelemparan kearah lapangan juga dilakukan oleh kedua kelompok suporter. Seusai pertandingan keributan masih terjadi, pelemparan benda-benda keras ketika Brajamusti berkonfoi untuk pulang kemarkas merekapun sempat terjadi dibebrapa titik, antara lain di perempatan tajem, di depan cassa grande dan di babarsari. Bentrok yang terjadi di petang hari tersebut tidak memakan korban jiwa.
82
Lanjutan kompetisi divisi utama laga kedua antara PSIM melawan PSS tersaji di Stadion Mandala Krida. Aura panas sudah tersaji sejak awal laga, nyanyian yang bernada rasis sudah terdengar sejak leader Brajamusti berdiri.Akan tetapi sikap positif justru ditunjukkan oleh Dewan Pimpinan Pusat Brajamusti, dengan menyambut baik kedatangan Slemania. Sebagian anggota Brajamusti turut menyambut kedatangan Brajamusti dengan menyalami Slemania yang datang serentak dari arah markas Brimob di Baciro.Walaupun susasana panas, namun masih dapat dikendalikan.Sampai pada akhirnya muncul perilaku yang sangat provokatif dari Brajamusti.Pada menit ke-65 ada pemain PSS Sleman yang terkapar karena lemparan benda keras dari Brajamusti di tribun timur. Perilaku ini memicu amarah dari Slemania dengan membalas lemparan benda keras kearah Brajamusti yang pada saat itu juga lemparan kearah Slemania juga terjadi.Sehingga bentrok antar kedua suporterpun tak bisa dihindarkan. Melihat situasi yang sudah tidak dapat dikendalikan, aparat kepolisian melakukan tembakan gas airmata kearah Brajamusti yang berada di tribun timur, sehingga Brajamusti yang kaget dengan tembakan tersebut lari untuk menghindari iritasi dimata.Perilaku dari kepolisian tersebut justru makin memperkeruh suasana, keributan yang menjalar hingga ketengah lapangan dan mess pemain PSIM mengakibatkan pertandingan dihentikan.Slemania sempat terkepung didalam stadion hingga pukul sepuluh malam, dan berhasil diefakuasi ke Sleman menggunakan mobil Brimob.Konflik yang terjadi di Mandala Krida tesebut menibulkan sikap kecewa dari Brajamusti terhadap aparat kepolisian yang berjaga pada saat itu.Istilah ACAB kemudian mulai muncul dikalangan Brajamusti sebagai wujud rasa kecwa terhadap reaksi polisi pada saat tanggal 12 Februari 2010. Penyerangan saat tour Brajamusti juga dilakukan oleh oknum Slemania sebagai aksi balas dendam tindakan dari Brajamusti di leg ke-dua. Pada tahun 2011 hingga sekarang, tensi konflik antara Slemania dengan Brajamusti cenderung menurun, sudah tidak lagi terjadi bentrok-bentrok dan tindakan kekerasan seperti sebelum-sebelumnya. Hal ini dikarenakan pertama, PSS dan PSIM tidak lagi dalam satu ranah kompetisi yang sama, walaupun kedua
83
klum tersebut berada dalam kasta yang sama yaitu divisi utama liga Indonesia. PSS mengikuti kompetisi yang dikelola oleh PSSI, sedangkan PSIM mengikuti kompetisi divisi utama yang dikelola KPSI (Komisi Penyelamat Sepakbola Indonesia).Kedua, terjadinya dualisme suporter di klub masing-masing.Di Sleman selain Slemania, muncul Brigata Curva Sud sebagai suporter yang mendukung PSS Sleman.Di tubuh PSIM, muncul The Maident atau Mataram Independent sebagai pesaing dari Brajamusti. Dua kelompok suporter sempalan ini sama-sama memiliki ideologi ultras, sehingga ketidak cocokan dan perpecahan pun terjadi, dan pada akhirnya berimbas pada konflik Slemania dan Brajamusti dengan menurunnya tensi konflik karena kedua kelompok suporter tersebut lebih fokus pada konflik internal di klub masing-masing.
Saran Rekonsoliasi Konflik Dalam melakukan rekonsiliasi konflik tentunya perlu dilakukan langkah dan strategi yang tepat agar sasaran yang dibidik dapat mengenai sasaran dan konflik yang berujung pada kekerasan dapat terselesaikan. Pada dasarnya masyarakat memiliki perspektif atau pandangan yang berbeda-beda menganai konflik. Konflik adalah suatu fakta dalam kehidupan yang tidak dapat dihindarkan. Berbagai perbedaan pendapat dalam konflik dapat diselesaikan tanpa adanya kekerasan .Dalam ranah sepakbola, konflik tidak dapat dihindarkan karena memang merupakan bagian dari keberadaan kompetisi itu sendiri. Peneliti akan menggunakan elemen berikut untuk mencari jalan pembuka dari konflik ini, elemen tersebuat antara lain : Hambatan : mencari faktor hubungan secara spesifik dan pengaruhnya terhadap konflik yang ada, dimana hubungan antara Slemania dan Brajamusti selama ini terjalin, serta mencari hambatan yang ada dilapangan dimana tidak semuanya.
84
Struktur : Menggerakkan struktur kepengurusan di antara kedua kelompok suporter untuk menyelesaikan konflik. Isu-isu : Menanggulangi serta menekan isu-isu yang beredar di kalangan suporter serta menguraikan isu-su yang belum teratasi Dengan poin penyelesaian diatas, diharapkan dapat memecahkan solusi konflik yang selama ini terjadi. Dimana setiap elemen akan diidentifikasi agar memberikan solusi dengan tujuan mencapai sebuah analisa sehingga konflik yang selama ini terjadi dapat terselesaikan dan berkelanjutan. 1. Hambatan Dalam sebuah kompetisi, gesekan antar suporter tentunya wajar terjadi. Dalam hubungan antara Slemania dan Brajamusti selama ini jelas mereka merupakan rival dan musuh dalam ranah sepakbola. Namun bentrok yang terjadi selama ini tidak membutakan mereka apabila kedua kelompok suporter merupakan suporter yang fanatik dan kreatif.Hambatan yang terjadi selama ini muncul di kalangan grass roots, dimana banyak bermunculan Brajamusti dan Slemania baru yang masih labil dan baru beranjak remaja, sehingga emosi mereka sulit untuk dikontrol ketika mengetahui konflik yang terjadi. Strategi : Ditingkan pusat Brajamusti dan Slemania melakukan sosialisasi ke laskar-laskar maupun korwil-korwil yang tersebar di seluruh provinsi Yogyakarta untuk memberikan penyuluhan kepada anggota-anggota baru yang usianya masih pada kisaran anak SMP dan SMA untuk tidak mudah terpancing dan emosi, serta lebih menanamkan sikap yang dewasa untuk menghadapi sebuah konflik yang terjadi selama ini. Selain itu pengurus tingkat pusat juga memberikan penyuluhan mengenai konflik antara kedua belah kelompok supoter dan memberikan statement yang positif mengenai konflik ini terhadap anggotanya.
85
2. Struktur kepengurusan Berbeda dengan grass roots yang ada di kedua kalangan suporter ini. Para pengurus Slemania dan Brajamusti menanggapi konflik ini dengan
kepala
dingin
dan
tidak
terpancing
prahara
yang
terjadi.Kepengurusan selama ini belum begitu getol untuk duduk bersama memperbincangkan persoalan yang terjadi slama ini.Ditambah lagi dengan adanya dualisme suporter di kedua belah kubu suporter. Strategi : Dari tingkat kepengurusan pusat melakukan pertemuan yang serius untuk memperbincangkan masalah konflik yang tengah terjadi, dengan mendatangkan pihak ketiga sebagai mediator. Selain itu kepengurusan pusat juga dapat melakukan kegiatan bersama untuk mengawali aksi perdmaian antara Slemania dan Brajamusti dengan menggelar acara-acara yang bertajuk hiburan, pertandingan amal maupun bakti sosial.
3. Isu : Banyak beredar di jejaring sosial isu-isu yang provokatif, sehingga memancing emosi para anggota Slemania dan Brajamusti, dimana isu-isu yang beredar tersebut belum tentu benar adanya seperti ada pembacokan, pengroyokan,aksi penghadangan dan lain sebagainya ketika hari pertandinga PSS maupun PSIM bertanding. Hal ini membuat para anggota Slemania dan Brajamusti was-was dan banyak ditemui para anggota tersebut membawa senjata tajam ketika akan menonton pertandingan. Selain itu banyak bermunculan group-group di facebook maupun blok yang bernada kebencian dan provokatif, hal inilah yang membuat keruh situasi yang sedang terjadi. Strategi: Setiap anggota baik Slemania maupun Brajamusti saling menahan statemen negatif dan tidak saling menjelek-jelekkan di jejaring sosial, seperti mencaci maki dan mengolok-olok apabila salah satu klub yang mereka bela ada yang kalah. Tidak mengunggah foto-foto yang rasis dan memprovokasi antara Slemania dan Brajamuti, karena itu dapat memicu amarah dari salah satu kelompok suporter.
86
Konflik yang terjadi karena polarisasi yang sangat mencolok dan rivalitas diantara dua kelompok suporter yang berbeda didalam satu wilayah propinsi ini dapat ditanggulangi lebih cepat apabila pemerintah daerah/kota dan propinsi turut serta campur tangan.Selain itu pentingnya meningkatkan komunikasi diantara kedua kelompok suporter dan saling tolorensi srta menyikapi dengan sikap yang dewasa dan sportif dapat mencegah berlarut-larutnya konlik ini.
87