Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue... (Endang Puji Astuti, et al.)
Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue berdasarkan Maya Indeks dan Indeks Entomologi di Kota Tangerang Selatan, Banten Transmission Risk of Dengue Haemorrhagic Fever based on Maya and Entomological Indexes in South Tangerang, Banten Endang Puji Astuti*, Heni Prasetyowati, dan Aryo Ginanjar
Loka Litbang P2B2 Ciamis, Badan Litbangkes, Kemenkes RI, Jl. Raya Pangandaran KM.03 Desa Babakan Kp. Kamurang, Kabupaten Pangandaran 46396, Jawa Barat, Indonesia *Korespondensi penulis:
[email protected] Submitted: 21-01-2016, Revised: 03-11-2016, Accepted: 15-12-2016 Abstrak Kota Tangerang Selatan menjadi penyumbang tertinggi DBD tahun 2014 di Provinsi Banten. Peningkatan kasus DBD tiap tahun di wilayah ini menunjukkan penularan masih berlangsung dan upaya pengendalian yang dilakukan kurang optimal. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk menilai risiko penularan DBD di wilayah endemis DBD berdasarkan Maya Indeks dan indeks entomologi. Penelitian dilakukan dengan pendekatan potong lintang di tiga puskesmas endemis tertinggi tiga tahun terakhir yaitu Benda Baru, Bakti Jaya dan Pondok Jagung Kota Tangerang Selatan bulan Juni 2015. Survei jentik pada kontainer di 100 rumah di masing-masing wilayah puskesmas sehingga total sampel yang diambil adalah 300 rumah. Kontainer yang diamati dikategorikan menjadi kontainer terkendali/Controllable Containers (CC) dan kontainer bekas/Disposable Container (DC). Data dianalisa secara deskriptif untuk menentukan proporsi jumlah dan jenis kontainer. Maya Indeks diperoleh dari hasil pengkategorian rasio Breeding Risk Indicator (BRI) dan Hygiene Risk Indicator (HRI), Container Index (CI), House Index (HI), Bruteau Index (BI), House Pupa Index (HPI), Pupa Index (PI) dihitung untuk menilai kepadatan larva. Dari hasil pengamatan diperoleh 833 kontainer dengan 785 kontainer tergolong CC dan 48 termasuk dalam DC. Controllable Container yang positif larva terbanyak di Kota Tangerang Selatan adalah ember (22,7%), bak (15,5%) dan penampungan air di dispenser (12,4%), sedang Disposible Container yang paling banyak positif larva adalah ember bekas (10,3%) kemudian barang bekas (7,2%). Nilai Container Index (CI) sebesar 11,7% dan House Index (HI) 27,3%, Angka Bebas Jentik (ABJ) 72,7%, dan Bruteau Index (BI) 32,3%. Indeks pupa digambarkan dengan PI 29,3% dan HPI 2,7% yang masih relatif rendah. Wilayah endemis DBD Kota Tangerang Selatan memiliki tingkat risiko sedang dalam penularan DBD. Kata Kunci: DBD, indeks entomologi, Maya Indeks, Tangerang Selatan Abstract South Tangerang City become the highest contributor of dengue in 2014 in the province of Banten. The increasing of dengue cases in this city indicates that transmission still ongoing and the vector controls less optimal. The aim of this study is to assess the transmission risk of dengue in endemic regions based Maya index and Entomology index. This cross sectional study was conducted in three health centers which highest dengue case at last three years that is Benda Baru, Bakti Jaya and Pondok Jagung in June 2015. The survey larvae in containers has conducted in 100 houses in each area of the health center, so that the total sample taken is 300 houses. Containers were observed categorized into containers of controlled / Controllable Containers (CC) and containers used / Disposable Container (DC). Data were analyzed descriptively to determine the proportion of the number and types of containers. Maya index obtained from categorization ratio of Breeding Risk Indicator (BRI) and Hygiene Risk Indicator (HRI). Container Index (CI), House Index (HI), Bruteau Index (BI), House Pupa Index (HPI), Pupa Index (PI) were calculated to assess the density of larvae. The results showed 833 containers with 785 containers belonging to CC and 48 included in the DC. The largest of positive Controllable Container in South Tangerang City is a bucket (22.7%), bath up (15.5%) and water reservoirs in dispenser (12.4%), while Disposable Container most positive larvae are buckets former (10.3%) and used goods (7.2%). Value Container Index (CI) was 11.7%, House Index (HI) 27.3%, Angka Bebas Jentik (ABJ) 72.7%, and Bruteau Index (BI) 32.3%. The number of pupae depicted with PI 29.3% and HPI 2.7% which is relatively low. Based on Maya index and Entomology index South Tangerang city has a moderate risk level in the transmission of dengue. Keywords: DBD, Entomology Index, Maya index, South Tangerang City
211
Media Litbangkes, Vol. 26 No. 4, Desember 2016, 211–218
Pendahuluan Demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia cenderung mengalami peningkatan kasus setiap tahunnya terutama pada awal musim penghujan. Persebaran virus dengue, awalnya di tahun 1968 hanya 2 provinsi yang melaporkan adanya kasus dengue, kemudian di tahun 2009 terlaporkan di 32 provinsi dari 33 provinsi,1 dan di tahun 2015 infeksi dengue terdistribusi di seluruh provinsi (34 provinsi) Indonesia.2 Provinsi Banten tahun 2009 masuk dalam kategori Angka Insiden (AI) tinggi (AI > 55/100.000 penduduk) dengan peringkat nasional ke-11 yaitu 56,4/100.000 penduduk.1 Provinsi Banten merupakan wilayah yang semua kabupaten/kotanya melaporkan adanya kasus DBD. Tahun 2010, angka DBD Provinsi Banten adalah 5.468 kasus, dan menurun pada tahun 2011 yaitu 1.979 kasus,3 namun jumlah kasus meningkat lagi pada tahun 2014 yaitu 3.002 kasus dengan angka kematian (Case Fatality Rate/CFR) sebesar 1,2% di atas angka CFR nasional yaitu 0,9%. Peringkat Banten menjadi urutan ke-9 tertinggi kasus DBD di Indonesia.2 Kota Tangerang Selatan mempunyai andil besar dalam menyumbang kasus DBD di Provinsi Banten yaitu tercatat 173 penderita pada tahun 20113 dan meningkat tajam menjadi 768 penderita pada tahun 2014.2 Penularan DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan yaitu lingkungan fisik (kepadatan rumah, kontainer sebagai breeding place nyamuk Aedes aegypti, suhu, kelembaban); lingkungan biologi (predator, tanaman hias); dan lingkungan sosial (mobilitas, sosial budaya, kepadatan penduduk). Upaya pengendalian lingkungan telah di lakukan di wilayah Banten, tak terkecuali di Kota Tangerang Selatan. Pengendalian DBD dilakukan secara terpadu yaitu: 1) Pengamatan jentik berkala (PJB); 2) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3 M; 3) Fogging atau pengasapan.3 Kader atau juru pemantau jentik (Jumantik) bekerjasama dengan puskesmas setempat melakukan pemeriksaan jentik berkala. Peningkatan kasus DBD tiap tahun di wilayah ini menunjukkan upaya pengendalian yang dilakukan kurang optimal. Banyak tempat perkembangbiakan ditemukan positif jentik Aedes spp. Tempat perkembangbiakan seperti barang bekas, talang air, lubang-lubang di pohon, terkadang tidak terpantau. Kondisi ini akan memburuk jika musim penghujan, kontainer
212
tersebut akan terisi air dan menjadi tempat potensial bagi nyamuk vektor. Banyaknya jumlah kontainer positif jentik yang ditemukan di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap indeks entomologi wilayah tersebut. Indeks entomologi yang meliputi House Index (HI), Container Index (CI), Breteau Index (BI), dan Pupa Index serta Maya Index memiliki hubungan dengan kejadian DBD di Kecamatan Denpasar Selatan.4 Penelitian di wilayah Jambi juga menyebutkan jumlah kontainer dan persentase Maya Indeks mempengaruhi tingginya kejadian DBD (p value < 0,001).5 Maya Indeks (MI) dan indeks entomologi dapat digunakan untuk memperkirakan risiko penularan DBD di suatu lokasi.6,7 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat risiko penularan DBD di Kota Tangerang Selatan berdasarkan indeks entomologi dan Maya Indeks. Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan disain potong lintang dan merupakan bagian dari penelitian “Pemetaan Status Kerentanan Aedes aegypti terhadap Insektisida di Indonesia Tahun 2015”. Etik penelitian diperoleh dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Nomor LB.02.01/5.2/KE.105/2015). Pengumpulan data dilaksanakan selama bulan Juni 2015 di tiga puskesmas endemis DBD tertinggi di Tangerang Selatan yaitu Benda Baru, Bakti Jaya dan Pondok Jagung. Jumlah rumah yang disurvei untuk masing-masing wilayah puskesmas sebanyak 100 rumah8 sehingga total sampel yang diteliti adalah 300 rumah. Kontainer yang diamati dikategorikan menjadi kontainer terkendali / Controllable Containers (CC) dan kontainer bekas / Disposable Container (DC). Controllable Containers adalah tempat yang dapat dikontrol atau dikendalikan oleh manusia agar vektor tidak dapat berkembangbiak. Disposable Container adalah tempat yang terbengkalai atau disimpan di luar rumah, kontainer akan berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk ketika musim penghujan. Maya Indeks diperoleh dengan menghitung dua indikator yaitu indikator risiko perkembangbiakan / Breeding Risk Indicator (BRI) dan risiko kebersihan lingkungan / Hygiene Risk Indicator (HRI) yang masing-masing dikategorikan kedalam tiga tingkatan risiko yaitu tinggi, sedang dan rendah.6,7 Nilai BRI
Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue... (Endang Puji Astuti, et al.)
diperoleh dari pembagian antara jumlah CC yang ditemukan di rumah tangga dengan rata-rata CC yang positif larva. HRI diperoleh dari pembagian antara jumlah DC di rumah tangga dengan ratarata DC positif larva. Kategori MI dapat dilihat pada Tabel 1 yaitu MI tinggi jika BRI3/HRI3, BRI3/HRI2, dan BRI2/HRI3; kategori MI sedang jika BRI1/HRI3, BRI2/HRI2, dan BRI3/HRI1; kategori MI rendah jika BRI1/HRI1, BRI2/HRI1, dan BRI1/HRI2.6,7 Tabel 1. Matriks 3x3 Komponen Breeding Risk Indicator (BRI) dan Hygiene Risk Indicator (HRI) pada Maya Index6,7 BRI
1 (rendah)
2 (sedang)
3 (tinggi)
1 (rendah)
BRI1/HRI1 (rendah)
BRI2/HRI1 (rendah)
BRI3/HRI1 (sedang)
2 (sedang)
BRI1/HRI2 (rendah)
BRI2/HRI2 (sedang)
BRI3/HRI2 (tinggi)
3 (tinggi)
BRI1/HRI3 (sedang)
BRI2/HRI3 (tinggi)
BRI3/HRI3 (tinggi)
HRI
Indeks entomologi dihitung berdasarkan Container Index (CI) adalah jumlah larva positif per kontainer; House Index (HI) adalah jumlah rumah positif per rumah; Breteau Index (BI) adalah jumlah kontainer positif larva per rumah diperiksa; House Pupa Index (HPI) adalah jumlah rumah positif pupa dibagi jumlah rumah diperiksa; dan Pupa Index (PI) adalah jumlah pupa per jumlah kontainer. Indikator tersebut digunakan untuk menentukan risiko penularan berdasarkan density figure (DF). Kategori kepadatan rendah jika DF 1; kepadatan sedang jika DF 2-5; kepadatan tinggi jika DF 6-9 (Tabel 2). Tabel 2. Ukuran Kepadatan Larva Aedes spp. menggunakan Larva Index (LI) Density Figure DF)
House Index (HI)
Container Index (CI)
Breteau Index (BI)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1-3 4-7 8-17 18-29 30-37 38-49 50-59 60-76 ≥ 77
1-2 3-5 6-9 10-14 15-20 21-27 28-31 32-40 ≥ 41
1-4 5-9 10-19 20-34 35-49 50-74 75-99 100-199 ≥ 200
Sumber: Service MW. Mosquito Ecology Field Sampling Methods. Chapman and Hal9
Hasil Respon rate dari sampel penelitian di Kota Tangerang Selatan adalah 100%. Dari masingmasing rumah yang diperiksa jumlah rumah positif larva di wilayah Puskesmas Benda Baru sebanyak 26 rumah; Puskesmas Pondok Jagung sebanyak 31 rumah dan Puskesmas Bakti Jaya sebanyak 25 rumah. Sebanyak 833 kontainer ditemukan selama survei dilakukan. Sebagian besar kontainer merupakan Controllable Container yang terletak di dalam rumah. Jenis kontainer dan keberadaan larva Ae. aegypti di ketiga wilayah puskesmas disajikan dalam Tabel 3. Terdapat 18 kontainer yang ditemukan termasuk kategori Controllable Container yaitu jerigen, torn, teko, plastik terpal, ember dan tutup ember, pot bunga dan alasnya, drum dan lain-lain. Kontainer positif larva terbanyak di Kota Tangerang Selatan adalah ember (22,7%), bak (15,5%) dan penampungan air di dispenser (12,4%) (Tabel 3). Variasi kontainer yang termasuk dalam Disposable Container terdapat 7 macam, yaitu aquarium yang sudah tidak terpakai, gembor penyiram air, sepatu boot bekas, ban bekas, kaleng bekas, ember bekas dan barang bekas. Kontainer yang tidak dikendalikan yang paling banyak positif larva adalah ember bekas kemudian barang bekas. Kategori barang bekas yang ditemukan di wilayah ini seperti pecahan gelas, toples, lubang pada sepeda yang tidak terpakai, gayung, dll. (Tabel 3). Maya Indeks di Kota Tangerang Selatan diperoleh dengan menghitung dua indikator yaitu indikator risiko perkembangbiakan / Breeding Risk Indicator (BRI) dan risiko kebersihan lingkungan / Hygiene Risk Indicator (HRI) yang masing-masing dikategorikan kedalam tiga tingkatan risiko yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dua indikator tersebut kemudian dikombinasikan untuk mengetahui nilai Maya Indeks (Tabel 4). Tabel 4. Kombinasi Breeding Risk Index dan Hygiene Risk Index untuk Mengetahui Maya Indeks Maya Indeks Breeding Risk Index
Hygiene Risk Index
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
0
0
0
Sedang
58
170
27
Tinggi
13
30
2
213
Media Litbangkes, Vol. 26 No. 4, Desember 2016, 211–218
Hasil kombinasi tertil dari dua indikator yaitu indikator risiko perkembangbiakan / Breeding Risk Indicator (BRI) dan risiko kebersihan lingkungan / Hygiene Risk Indicator (HRI) di Kota Tangerang Selatan menghasilkan nilai Maya Indeks yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kategori Maya Indeks hasil kombinasi Breeding Risk Index dan Hygiene Risk Index Kategori Maya Indeks
58
Sedang
183
Tinggi
59 Total
300
Analisa Maya Indeks menunjukkan hasil perhitungan BRI, HRI dan Maya Indeks di 300 rumah di Tangerang Selatan sebagian besar termasuk kategori sedang. Nilai BRI untuk kategori rendah hanya sebanyak 23,7% sedangkan nilai HRI 0% yang berarti tidak ada rumah di lokasi survei yang kondisi HRI nya rendah. Nilai BRI dan HRI dengan kategori tinggi di bawah 20%, begitupula dengan Maya Indeks yaitu 19,7% (Tabel 6). Tabel 6. Distribusi Frekuensi Rumah Berdasarkan Kategori Breeding Risk Index, Hygiene Risk Index dan Maya Index di Kota Tangerang Selatan Bulan Juni 2015 Breeding Risk Index (%)
Hygiene Risk Index (%)
Maya Index (%)
Rendah
23,7
0,0
19,3
Sedang
66,7
85,0
61,0
Tinggi
9,7
15,0
19,7
100
100
100
Total
Perhitungan indeks entomologi di wilayah Tangerang Selatan disajikan dalam Tabel 7. Dalam tabel tersebut wilayah puskesmas yang paling tinggi nilai House Index-nya (HI) adalah Pondok Jagung (31%) dengan nilai BI 38%. Nilai HI Kota Tangerang Selatan adalah 27,3%, sedangkan nilai CI masih di bawah nilai CI Puskesmas Benda Baru dan Pondok Jagung. Nilai Pupa Index (PI) Tangerang Selatan terdiri dari HPI 2,7% dan PI 29,3%. Nilai PI Kota Tangerang Selatan lebih tinggi dibandingkan nilai PI per puskesmas.
214
Wilayah
CI (%)
HI (%)
BI (%)
HPI (%)
PI (%)
Benda Baru
13,1
26
31
3
11,0
Pondok Jagung
13,1
31
38
2
1,7
Bakti Jaya Kota Tangsel
9,2
25
28
3
18,6
11,7
27,3
32,3
2,7
29,3
Jumlah
Rendah
Kategori
Tabel 7. Indeks Entomologi Ae. aegypti di Kota Tangerang Selatan Bulan Juni Tahun 2015
Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Tangerang Selatan mempunyai potensi terjadinya penularan infeksi virus dengue. Indikator risiko tempat perkembangbiakan dan sanitasi lingkungan, BRI dan HRI sebagian besar (>60%) termasuk kategori sedang. Sebagian besar Maya Indeks juga menunjukkan berisiko terjadinya penularan DBD dengan kategori sedang. Keberadaan kontainer dan sanitasi lingkungan sangat mempengaruhi keberadaan dan kepadatan nyamuk Ae. aegypti di lingkungan pemukiman. Kontainer yang ditemukan di Tangerang Selatan sebanyak 833 variasi, dimana sebagian besar (94,3%) adalah kontainer yang dikontrol masyarakat (Controllable Container). Spesies Aedes yang ditemukan pada kontainer tersebut adalah Ae. aegypti. Hasil ini selaras dengan kondisi di Kota Banjar pada 2012 dimana sebagian besar larva Ae. aegypti ditemukan pada kontainer terkendali (Controllable Container) yaitu sebesar 94,29%.10 Controllable Container dominan yang ditemukan di Kota Tangerang Selatan dan penelitian di Jakarta Pusat adalah ember, bak mandi,11 sedangkan di Denpasar dan Kota Banjar yang dominan adalah bak air dan dispenser.4,10 Kontainer terkendali (Controllable Container/CC) yang banyak ditemukan di dalam rumah sebagian besar dengan kategori sedang (66,7%). Hasil ini menunjukkan banyak CC di masyarakat mempunyai risiko besar sebagai tempat berkembang biak larva Ae. aegypti. Controllable Container adalah kontainer yang dapat dikendalikan manusia dengan cara dibersihkan untuk memutus dan mencegah perkembangan nyamuk vektor.7 Hasil penelitian di Denpasar, nilai BRI tinggi ditemukan lebih banyak pada rumah penderita (21,3%) dibandingkan rumah kontrol (12%). Hal ini menunjukkan Kota Tangerang Selatan berisiko
Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue... (Endang Puji Astuti, et al.) Tabel 3. Distribusi Jenis Kontainer dan Keberadaaan Larva Ae. aegypti di Kota Tangerang Selatan Bulan Juni tahun 2015 Jumlah
Kontainer dengan Larva
% Positif Larva
% Positif Larva dari Total Kontainer Positif Larva
Controllable Containers
785
65
8,3
67,0
Ember
432
22
5,1
22,7
Bak
118
15
12,7
15,5
Dispenser
92
12
13,0
12,4
Jolang
48
3
6,3
3,1
Kulkas
43
0
0,0
0,0
Gentong
22
3
13,6
3,1
Tempayan
8
1
12,5
1,0
Drum
7
4
57,1
4,1
Pot bunga
4
1
25,0
1,0
Tempat minum burung
2
1
50,0
1,0
Tutup ember
2
1
50,0
1,0
Gayung
1
0
0,0
0,0
Jerigen
1
1
100,0
1,0
Kendi
1
0
0,0
0,0
Plastik terpal
1
0
0,0
0,0
Teko
1
1
100,0
1,0
Toples
1
0
0,0
0,0
Torn
1
0
0,0
0,0
Disposable Container
48
32
66,7
33,0
Ember bekas
28
10
35,7
10,3
Ban bekas
6
6
100,0
6,2
Barang bekas
6
7
116,7
7,2
Aquarium bekas
3
2
66,7
2,1
Kaleng bekas
3
5
166,7
5,2
Sepatu boot bekas
1
1
100,0
1,0
Gembor penyiram tanaman
1
1
100,0
1,0
833
97
11,6
100,0
Jenis Kontainer
Total
besar terjadi tempat perkembangbiakan larva.4 Jenis kontainer yang paling banyak ditemukan positif larva Ae. aegypti adalah ember, hasil ini berbeda dengan penelitian di Kota Cilegon dan Kota Serang yang dominan positif
larva Ae. aegypti adalah jenis kontainer bak mandi.12 Masyarakat di Kota Tangerang Selatan sudah jarang yang menggunakan bak mandi untuk menampung air, mereka cenderung beralih ke ember yang mudah dibersihkan dan airnya
215
Media Litbangkes, Vol. 26 No. 4, Desember 2016, 211–218
langsung habis pakai. Namun, masyarakat masih kurang untuk mengontrol kondisi kontainer di rumah mereka sehingga pada saat survei masih banyak ditemukan ember dengan positif larva Ae. aegypti. Disposable Container di wilayah ini sebagian besar adalah ember bekas, barang bekas dan ban bekas yang banyak ditemukan di luar rumah dengan kondisi tidak terurus dan sudah digunakan oleh rumah tangga.7 Kontainer yang dominan tersebut menjadi tempat potensial berkembangbiaknya Ae. aegypti. Hal ini didukung oleh data di lapangan yang menunjukkan kontainer tersebut paling banyak ditemukan larva Ae. aegypti. Kontainer ini merupakan indikator kebersihan lingkungan sekitar rumah yaitu HRI yang terbanyak termasuk kategori sedang. Penelitian serupa di Denpasar menunjukkan HRI tinggi lebih banyak di rumah penderita (29,3%) dibandingkan rumah kontrol (18,6%).4 Semakin tinggi nilai HRI dapat dikatakan bahwa rumah atau pemukiman tersebut semakin kotor. Ini berarti bahwa masyarakat Tangerang Selatan perlu memperhatikan dan memahami kebersihan lingkungan terkait pengelolaan sampah dan meminimalisir keberadaan barang bekas yang berpotensi sebagai sarang nyamuk Ae. aegypti. Berdasarkan analisa Maya Indeks (MI) (Tabel 4), sebagian masyarakat Kota Tangerang Selatan berada pada tingkat risiko kategori sedang (61%). Hasil MI ini sama dengan laporan Kabupaten dari Bantul,13 Tegal,14 dan Denpasar,4 yaitu 58,1%; 43%; 45,3% pada kasus; 46,6% pada kontrol. Berbeda hasil dengan penelitian di Kecamatan Banguntapan, Bantul13 yaitu sebagian besar masyarakat termasuk kategori MI rendah yaitu 36,8%, sedangkan di Kota Banjar sebagian besar termasuk kategori MI tinggi (97%).10 Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kondisi Maya Indeks yang sedang dan tinggi meningkatkan terjadinya penularan infeksi DBD di suatu wilayah.4,5,14 Kondisi ini menunjukkan Kota Tangerang Selatan memiliki potensi penularan infeksi DBD, keadaan ini perlu dikendalikan maka nilai MI akan semakin tinggi dan kasus DBD semakin meningkat. Angka density figure menunjukkan bahwa Kota Tangerang Selatan, termasuk kategori kepadatan populasi nyamuk vektor sedang. ABJ di wilayah ini menunjukkan angka 72,7% yang masih jauh dari ABJ standar yaitu 95%. Angka ini juga lebih rendah dibandingkan dengan ABJ
216
Provinsi Banten tahun 2011 yaitu 75,5%.3 Nilai CI masih di atas standar WHO (<5%) yaitu 11,65%, indikator ini menggambarkan bahwa di Kota Tangerang Selatan masih ditemukan kontainer positif larva Ae. aegypti. Beberapa penelitian seperti di Kabupaten Penajam Paser, Surabaya menunjukkan bahwa keberadaan, jenis, dan kondisi kontainer berhubungan dengan keberadaan larva Ae. Aegypti.15,16 Nilai BI dihitung menurut WHO (<50%) sedangkan BI di wilayah ini sudah di bawah standar WHO yaitu 32,33% sehingga akan lebih baik lagi jika bisa ditekan seminimal mungkin.17 Indikator lain yang berperan dalam penularan DBD adalah Pupa Index (PI). Pupa Index menjadi salah satu faktor kejadian DBD, yang dapat memperkirakan kepadatan nyamuk dewasa Ae. aegypti di suatu wilayah berdasarkan jenis kontainer.18,19 Penelitian di DKI Jakarta menyebutkan bahwa indeks pupa tertinggi di Jakarta Utara (37%).19 Jika dibandingkan dengan penelitian di DKI Jakarta, nilai PI di Tangerang Selatan masih di bawah PI Jakarta Utara. Keadaan ini bukan berarti risiko penularan DBD tidak ada, karena nyamuk betina Ae. aegypti yang infektif bersifat multiple bite sehingga mampu menularkan dengue ke beberapa orang. Hasil penelitian di Puerto Rico menyebutkan bahwa batas perkiraan penularan dengue agar tidak terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu < 0,1 pupa/rumah (HPI) atau maksimal < 0,9 pupa/rumah.20,21 HPI di Kota Tangerang Selatan ternyata di bawah standar sehingga diprediksi tidak akan terjadi ledakan kasus, namun tetap diwaspadai dan ditekan seminimal mungkin. Indeks kepadatan larva di Kota Tangerang Selatan termasuk kategori sedang, hal ini menunjukkan wilayah ini berpotensi terjadi penularan DBD. Kondisi ini dapat dikendalikan dengan berbagai upaya seperti melakukan manajemen pengelolaan sampah, peningkatan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Kegiatan ini harus dilakukan bersama-sama oleh lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat sehingga kegiatan terpadu ini dapat menekan angka kasus DBD di Tangerang Selatan Provinsi Banten. Secara teknis dengan mengoptimalkan kegiatan promosi kesehatan ke masyarakat serta menggandeng pemangku wilayah (walikota, camat, lurah) agar kegiatan pengendalian berkesinambungan.
Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue... (Endang Puji Astuti, et al.)
Kesimpulan Berdasarkan analisis Maya Indeks dan kepadatan larva, tingkat resiko penularan DBD di Kota Tangerang Selatan termasuk dalam kategori sedang. Masih banyak rumah yang ditemukan barang bekas yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan Aedes aegypti sehingga resiko penularan DBD masih berlangsung.
7.
8.
Saran Intervensi yang dapat dilakukan untuk menekan kepadatan larva Ae. aegypti di Kota Tangerang Selatan adalah regulasi pengelolaan sampah rumah tangga di lingkungan masyarakat jika memungkinkan sampai level terendah (RT/ RW). Selain itu, penyuluhan pemanfaatan barang bekas sehingga mengurangi jumlah barang bekas yang potensial sebagai tempat perkembangbiakan Aedes. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Badan Litbang Kesehatan RI selaku pemegang anggaran penelitian, Pusat Upaya Kesehatan Masyarakat selaku koordinator riset, Loka litbang P2B2 Ciamis selaku pengelola anggaran. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Puskesmas Benda Baru, Puskesmas Bakti Jaya, Puskemas Pondok Jagung selaku pemegang wilayah serta tim peneliti Loka Litbang P2B2 Ciamis. Daftar Pustaka 1. Ditjen PP dan PL. Demam berdarah dengue di Indonesia tahun 1968 – 2009. Dalam: Topik utama Buletin Jendela Epidemiologi. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. Agustus 2010;2:1–14. 2. Ditjen PP dan PL. Situasi demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Infomasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. 3. Dinas Kesehatan Provinsi Banten. Profil kesehatan Provinsi Banten : Jadikan desa kita “desa siaga aktif” masyarakat mandiri untuk hidup sehat. Banten: Dinas Kesehatan provinsi Banten. 2011. 4. Purnama SG, Baskoro T. Maya index dan kepadatan larva Aedes aegypti terhadap infeksi dengue. Makara Kesehatan Desember 2012;16(2):57-64. 5. Suhermanto, Satoto TBT, Widartono BS. Spatial analysis on vulnerability to dengue haemorragic fever in Kota Baru Subdistrict, Jambi Municipality Jambi Province. Tropical Medicine Journal 2012;2(1):45-56. 6. Danis-Lozano R, Rodriguez MH, Hernandez Avila M. Gender-related family head schooling
9. 10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
and Aedes aegypti larval breeding risk in southern Mexico. Salud Publica Mex. 2002;44(3):237-42. Miller J, Martinez-Balanzar A, Gazga-Salinas D. Where Aedes aegypti live in Guerrero; using the maya index to measure breeding risk. In: Halstead S, Gomez-Dantes H., eds. Dengue: A worldwide problem, a common strategy. Mexico, DF: Ministry of Health, Mexico, and Rockefeller Foundation;1992:311-17. Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Buku Saku Pengendalian Demam Berdarah Dengue untuk Pengelola Program DBD Puskesmas. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Service MW. Mosquito ecology field sampling methods. Chapman and Hall. 2008 Dewantara PW, Dinata A. Analisis risiko dengue berbasis maya index pada rumah penderita DBD di Kota Banjar Tahun 2012. Balaba 2015;11(1):18. Ramadhani MM, Astuty H. Kepadatan dan penyebaran Aedes aegypti setelah penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat. JKI. April 2013;1(1). Astuti EP, Prasetyowati H, Hendri J, Wahono T, Ginandjar A. Pemetaan status kerentanan Aedes aegypti terhadap insektisida di Provinsi Banten. [Laporan Penelitian]. Ciamis: Loka Litbang P2B2 Ciamis Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI. 2015. Pascawati NA. Survei entomologi dan penentuan maya index di daerah endemis demam berdarah dengue di Dusun Krapyak Kulon, Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul DIY. Jurnal Medika Respati 2015;X(3). Rokhmawanti N. Hubungan maya index dengan kejadian demam berdarah dengue di Kelurahan Tegalsari Kota Tegal. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. 2014. Badrah S, Hidayah N. Hubungan antara tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti dengan kasus demam berdarah dengue di Kelurahan Penajam Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara. J Trop Pharm Chem. 2011;1(2):153-60. Yudhastuti R, Vidiyani A. Hubungan kondisi lingkungan, kontainer, dan perilaku masyarakat dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di daerah endemis demam berdarah dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan 2005;1(2):170-82. Ma’mun. Survei entomologi penyakit demam berdarah dengue dan perhitungan maya index di Dusun Kalangan, Kelurahan Baturetno, Kabupaten Bantul. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2007. Erlanger T, Keiser J, Utzinger J. Effect of dengue vector control interventions on entomological parameters in developing countries: A systematic review and meta-analysis. Med Vet Ento. 2008;22:203-21. Mardihusodo SJ, Satoto TBT, Garcia A, Focks D. Pupal/demographic and adult aspiration surveys of residential and public sites in Yogyakarta,
217
Media Litbangkes, Vol. 26 No. 4, Desember 2016, 211–218 Indonesia, to inform development of a targeted source control strategy for dengue. Dengue Bull. 2011;35:141-152. 20. Shinta, Sukowati S. Penggunaan metode survei pupa untuk memprediksi risiko penularan demam berdarah dengue di lima wilayah endemis di DKI
218
Jakarta. Media Litbangkes 2013;23(1):31-40. 21. Focks, DA., Alexander, N. Multicountry Study of Aedes aegypti Pupal Productivity Survey Methodology. Findings and Recomendations. 2006. WHO. TDR/IRM/DEN/06.1.