HASIL KAJIAN SOSEKLING DAN LANDASAN HUKUM PENYELESAIAN MASALAH GANTI KERUGIAN TANAH GARAPAN DI TANAH NEGARA PEMBANGUNAN JABUNG RING DIKE (TUBAN-LAMONGAN, JATIM) (Ringkasan Eksekutif)
2014 Andi Suriadi, dkk
Gedung Hearitage Lantai 3, Jalan Pattimura No 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
ADVIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN
"Hasil Kajian Sosekling dan Landasan Hukum Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian Tanah Garapan di Tanah Negara Pembangunan Jabung Ring Dike (Tuban-Lamongan, Jatim)" (Ringkasan Eksekutif) 2014 Pengarah : Ir. Lolly Martina Martief, MT Penanggung Jawab : Ir. Riana Suwardi, M.Si Penulis : Andi Suriadi M. Andri Hakim Dwi Rini Hartati Ratih Putri Rachmanty Masmian Mahida
© 2014. Dipublikasikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan (PUSLITBANG SOSEKLING) Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum
Untuk informasi lebih lanjut hubungi : PUSLITBANG SOSEKLING Gedung Heritage Lantai 3, Jalan Pattimura No 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Phone +62 21 72784644, 72786483, Fax +62 21 72784644, 72786483 Website : http://sosekling.pu.go.id Email :
[email protected]
1
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
DAFTAR ISI I. II. III. IV.
LATAR BELAKANG PERMASALAHAN ............................................................................ 2 METODOLOGI .................................................................................................................. 4 PELAKSANAAN ADVIS .................................................................................................... 6 HASIL ADVIS .................................................................................................................... 7 o Jenis Usaha dan Tingkat Pendapatan...............................................................................7
o
o
•
Usaha Budidaya Padi...................................................................................................7
•
Usaha Budidaya Tambak Ikan ....................................................................................9
•
Usaha Budidaya Semangka ......................................................................................11
•
Usaha Budidaya Rosela ............................................................................................13
•
Usaha Budidaya Jagung ............................................................................................15
Pola Pemanfaatan Tanah Negara ...................................................................................17 •
Pola Pemanfaatan Individual dengan Menggarap................................................... 18
•
Pola Pemanfaatan Berkelompok dengan Menggarap ............................................18
•
Pola Pemanfaatan Berkelompok dengan Menyewakan .........................................18
Payung Hukum Pemberian Kompensasi ........................................................................19
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................................. 21
1
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
KATA PENGANTAR
Pembangunan infrastruktur tidak dapat dipisahkan dari kendala-kendala teknis maupun non teknis yang terjadi di lapangan. Di beberapa kasus kendala tersebut dapat diatasi dengan mudah, namun di beberapa kasus lain perlu penanganan khusus sampai dengan ke ranah legal. Seperti halnya pembangunan Jabung Ring Dike yang merupakan bangunan infrastruktur pengendali banjir Sungai Bengawan Solo di Tuban dan Lamongan. Pembangunan Ring Dike ini mengalami kendala permasalahan lahan. Lahan lokasi pembangunan yang sejatinya merupakan Tanah Negara dan dapat digunakan tanpa pembebasan lahan, namun saat ini dibudidayakan oleh masyarakat sekitar sebagai lahan pertanian yang merupakan mata pencaharian mereka. Atas dasar garapan tersebut, masyarakat penggarap meminta adanya ganti kerugian atas garapan mereka apabila Tanah Negara tersebut akan diambil alih oleh Negara. Salah satu alternatif solusi adalah pemberian uang kerohiman kepada masyarakat penggarap Tanah Negara. Untuk mengetahui nilai keuntungan yang diperoleh petani penggarap yang akan menjadi referensi besaran nilai kerohiman, perlu dilakukan perhitungan biaya garapan di Tanah Negara tersebut. Berdasarkan surat permohonan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo No PR0304-An/37 perihal Permohonan Pendampingan Penyelesaian Masalah Sosial Pembangunan Jabung Ring Dike, Puslitbang Sosial, Ekonomi dan Lingkungan melaksanakan penelitian dalam rangka memberikan advis Perhitungan Biaya Konversi Garapan di Tanah Negara Pembangunan Jabung Ring Dike (Tuban – Lamongan, Jawa Timur). Advis ini dilakukan untuk menilai besaran biaya konversi garapan di Tanah Negara pembangunan Jabung Ring Dike serta memberikan contoh pembuatan dokumen legal penanganan permasalahan pengambil alihan Tanah Negara yang telah dilakukan dalam pembangunan Saluran tarum Barat. Advis dilakukan denga mengambil sampel petani penggarap Tanah Negara dan Tanah Yasan di sekitar pembangunan Jabung Ring Dike untuk melihat gambaran pendapatan petani di wilayah tersebut. Hasil advis menunjukan bahwa rata-rata petani padi mendapatkan keuntungan antara Rp 15.910.730 sampai dengan Rp 16.472.680. Petani Ikan mendapatkan keuntungan antara Rp 6.894.084 sampai dengan Rp 7.252.672, tanaman Semangka, Rosela dan Jagung dengan rata-rata keuntungan antara Rp 3.786.666 sampai dengan Rp. 8,538,621. Ringkasan eksekutif ini disusun sebagai laporan hasil pelaksanaan Advis Perhitungan Biaya Konversi Garapan di Tanah Negara Pembangunan Jabung Ring Dike yang telah dilaksanakan melalui survey pengambilan data tanggal 17 Juni sampai dengan 24 Juni 2014 kemudian diteruskan dengan analisis data, pelaporan dan penyampaian hasil laporan sampai dengan tanggal 18 Juli 2014. Kami berharap ringkasan eksekutif ini dapat menjadi acuan atau masukan kepada pihak yang membutuhkan.
Jakarta, Juli 2014 Tim Advis Sosekling
2
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
RINGKASAN EKSEKUTIF I.
LATAR BELAKANG PERMASALAHAN •
•
•
•
Luapan air sungai Bengawan Solo yang terjadi hampir terjadi setiap tahun telah menyebabkan kerugian sosial ekonomi bagi masyarakat terutama di bagian hilir. Salah satu solusinya adalah pembuatan ring dike (tanggul tanggul keliling) di wilayah Kab. Tuban dan Kab. Lamongan, Prov. Prov Jawa Timur. Pembangunan Jabung Ring Dike memiliki dua fungsi: (a) Pengendali engendali banjir pada wilayah sungai Bengawan Solo bagian hilir yang dapat menampung air sementara (retarding ( basin) serta mengalirkan kembali air secara kontinyu melalui floodway menuju ke laut Jawa. (b) Penyedia enyedia air baku dengan kapasitas mencapai ± 30,5 30 juta m² yang dapat dimanfaatkan untuk mengairi areal untuk keperluan irigasi seluas 2.143 ha pada musim kemarau serta dapat dimanfaatkan untuk perikanan dan pariwisata di sekitar waduk (BBWS Bengawan Solo, 2014). 2014) Untuk membangun ring dike diperlukan tanah ± 1.400 ha dengan memanfaatkan Tanah Negara seluas 927 ha dan Tanah Yasan/Hak Milik seluas 473 ha ha. Realisasi pengadaan engadaan tanah telah mencapai ± 606,93 ha yang terdiri atas Tanah Yasan dan Tanah Negara Garap. Garap Sisanya ± 749 ha yang merupakan Tanah Negara Garap masih menjadi kendala karena para penggarap menuntut ganti rugi dengan alasan: (a) Telah elah memanfaatkan memanfaat tanah negara secara turun-temurun (b) Tahun 2007,, ada 7 penggarap tanah Negara yang memperoleh ganti garapan di Desa Mlangi Rp 90.000.000/ha (memiliki SPPT).
Gambar 1 Peta Pengadaan Tanah Pembangunan Jabung Ring Dike •
Aksi para penggarap tanah negara yang dimotori oleh warga Desa Mlangi adalah: (a) Meminta bantuan LSM KAReB yang berkantor di Surabaya untuk pendampingan dan bantuan hukum (b) Mengajukan Surat Pengaduan kepada Presiden Republik Indonesia, Gubernur Jawa Timur, Komisi A DPRD Jawa Timur, Kanwil BPN Prov. Jawa Timur, dan Bupati Tuban. 3
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
•
•
•
II.
(c) Mengadu ke Komnas HAM (d) Membatasi dan menghalangi pekerjaan konstruksi di lapangan. Permasalahannya adalah: (a) Penggarap menuntut ganti garapan, tetapi tidak memiliki bukti (seperti SPPT). (b) Sudah ada Surat Kepala Kanwil BPN Prov. Jawa Timur, No. 609/11-35/IV/2014, tanggal 22 April 2014 yang intinya bahwa penggarap tersebut belum dapat dikategorikan sebagai calon subjek hak atas tanah karena menggarap hanya tenggang waktu 4 bulan dan tergantung pada saat air surut serta penggarapannya yang tidak tetap tempatnya. Upaya-upaya mengantipasi potensi gejolak sosial adalah: (a) BBWS Bengawan Solo: 1) Rapat Koordinasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur tanggal 8 November 2013. 2) Rapat Koordinasi di Kabupaten Tuban tanggal 12 Februari 2014. 3) Rapat Koordinasi di Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi Jawa Timur tanggal 23 Januari 2014 4) Rapat Koordinasi dengan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Tuban di Kantor PPK Sungai dan Pantai II tanggal 13 Maret 2014. 5) Rapat Koordinasi Perkembangan Pelaksanaan Jabung Ring Dike bersama Tim BAPPENAS, JICA, dan perangkat daerah Kabupaten Tuban di kantor PPK Sungai dan Pantai II tanggal 15 Maret 2014. (b) Bupati Tuban: 1) Mengajukan permohonan bantuan sosial/hibah Kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas, di Desa Mlangi dan Kujung berupa ternak sapi, kambing, bebek, dan peralatan keramba. 2) Mengusulkan permohonan bantuan sosial/hibah kepada Gubernur Jawa Timur untuk warga Desa Mlangi, Kujung, Sumberejo, dan Mrutuk berupa bantuan benih pertanian dan perikanan, traktor, pompa air, modal simpan pinjam dan UKM, serta bantuan modal dan pelatihan perikanan dan peternakan. Berdasarkan surat permintaan Advis dari BBWS Bengawan Solo, Puslitbang Sosekling, Balitbang PU melakukan pemetaan profil sosial ekonomi dan potensi dampak kerugian yang kemungkinan akan dialami oleh warga penggarap tanah negara. Pemetaan ini berusaha mengetahui: (a) Jenis usaha tani apa saja yang digeluti oleh masyarakat secara umum dan penggarap tanah Negara, dan bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha tani tersebut? (b) Bagaimana pola penguasaan tanah negara di sekitar pembangunan Jabung ring dike? (c) Bagaimana payung hukum dalam rangka memberikan kompensasi warga penggarap tanah negara selama ini?
METODOLOGI o
Metode Kajian pemetaan sosial ekonomi masyarakat di sekitar pembangunan Jabung Ring Dike menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif (mixed method). Pada metode kuantitatif, data dikumpulkan dengan menggunakan teknik survei dengan perangkat instrumen kuesioner (Bryman, 2004). 4
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
o
Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan secara stratified random sampling (Eriyanto, 2007) dengan penentuan besaran jumlah sampel berdasarkan rumus Slovin (Prasetyo dan Lina, 2005). Berdasarkan data yang ada, jumlah KK dari 8 delapan desa tersebut sebanyak 6.365 (BPS, Kab. Tuban dan Kab. Lamongan 2013). Dari jumlah KK tersebut, kemudian ditentukan besaran sampel dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut: Rumus Slovin: =
1 + .
Di mana:
n : besaran sampel N : besaran populasi e : nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan
Dengan menggunakan nilai kritis 10% atau dengan kata lain tingkat kepercayaan (level of confidience) 90 %, maka: =
6.365 = 98 ( 147 ) 1 + (6.365 0.1 )
Dari jumlah sampel Slovin tersebut, kemudian dilakukan penentuan jumlah sampel berdasarkan lokasi desa yang besarannya ditentukan secara proporsional sesuai jumlah KK di desa yang bersangkutan.Jumlah tersebut sesungguhnya menjadi batas minimal karena dalam pelaksanaannya di lapangan disesuaikan dengan kebutuhan dari permintaan advis (terutama di Desa Mlangi) sehingga secara keseluruhan jumlah sampel/responden sebanyak 147 orang dengan persebaran sampel di delapan desa sebagai berikut: Tabel 1. Jumlah KK dan Sampel/Responden No.
Kab.
Kec.
Desa
Jumlah Jumlah Proporsi KK Sampel Slovin 1. Tuban Widang Mlangi 1.301 20 2. Tuban Widang Mrutuk 1.106 17 3. Tuban Widang Kujung 531 8 4. Tuban Widang Simorejo 1.067 17 5. Tuban Widang Sumberejo 885 14 6. Lamongan Laren Jabung 525 8 7. Lamongan Laren Dateng 415 6 8. Lamongan Laren Gelap 535 8 Total 6.365 98 (Sumber: Diolah dari BPS Kab. Tuban dan Lamongan, 2013)
Jumlah Sampel Realisasi 51 23 12 17 17 10 7 10 147
Sebagai gambaran, pola persebaran desa pengambilan sampel, dapat dilihat pada peta berikut ini.
5
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Gambar 2. Persebaran Desa-Desa Tempat Pengambilan Sampel
o
Teknik Analisis Data dianalisis secara statistik yang dipilah ke dalam dua ukuran kategori: data mengelompok dan data menyebar (Kadir, 2010) dengan bantuan penggunaan excel dan SPSS versi 22. Unit analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah rumah tangga yang diwakili oleh kepala keluarga sebagai responden.
III. PELAKSANAAN ADVIS •
Waktu Survei lapangan dalam dua tahap: (a) Koordinasi instansional (Pemda dan BBWS Bengawan Solo), 11 – 12 Juni 2014. 6
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
(b) Penyebaran kuesioner, 17 – 24 Juni 2014. •
Lingkup Wilayah Wilayah pemetaan mencakup 8 desa, 2 kecamatan, dan 2 kabupaten: (a) 5 Desa di Kec. Widang, Kab. Tuban (Mlagi, Mrutuk, Kujung, Simorejo, dan Sumberejo) (b) 3 Desa di Kec. Laren, Kab. Lamongan (Jabung, Dateng, dan Gelap)
•
Pelaksanaan Pengambilan data dilakukan oleh Tim Puslitbang Sosekling (5 orang), Narasumber (1 orang), dan dibantu oleh Tim Satker BBWS Bengawan Solo.
IV. HASIL ADVIS o
Jenis Usaha dan Tingkat Pendapatan •
Usaha Budidaya Padi Dari 147 responden, ternyata 95 % yang mengandalkan sumber mata pencahariannya dari usaha budidaya padi. Perolehan panen (gabah) rata-rata setiap desa memiliki variasi, yakni 5,6 – 7,9 ton/ ha dengan rata-rata 8 desa sebanyak 6,59 ton/ha. Bila dihitung secara keseluruhan, rata-rata keuntungan sebesar Rp 16.006.790 per ha sekali panen. Adapun rincian usaha tani padi secara rata-rata dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. Rincian Rata-rata Hasil Usaha Tani Padi No. I. a. b. c. d. e. f. g. h. i. II. III.
Uraian Pengeluaran (Rata-rata) Biaya benih/ha Pupuk/Ha (Rp) Pestisida/Ha (Rp) Pengolahan tanah/ha Penanaman/ha Pemupukan/ha Penyiangan/ha Pemberian air/ha Panen/perontokan/ha Penghasilan (Rata-rata) Hasil panen kotor/ha Keuntungan (Rata-rata) ( II – I) Keuntungan bersih/ha
Gabungan 613.985 1.311.595 612.410 879.693 1.345.363 135.574 261.285 918.875 2.125.419 24.210.993 16.006.790
Dari rata-rata tersebut, jika dibandingkan pengeluaran, pendapatan, dan keuntungan antara TN dan non-TN, terdapat perbedaan sebagaimana pada grafik berikut ini.
7
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Hasil Usaha Tani/Ha (Padi) TN
Non TN
Rp30.000.000 Rp25.000.000 Rp20.000.000 Rp15.000.000 Rp10.000.000 Rp5.000.000 Rp-
Non dan TN Gambar 3. Perbedaan Pengeluaran, Penghasilan, dan Keuntungan Non-TN Data di atas menunjukkan bahwa rata rata-rata rata keuntungan bersih petani TN sebesar Rp 16.472.680/ha /ha (pendapatan kotor Rp 24.649.379 - pengeluaran Rp 8.176.699) 8. lebih besar dibanding dengan non-TN sebesar Rp 15.910..730/ha (pendapatan kotor Rp 24.120.605 - pengeluaran Rp 8.209.874). Hal ini menunjukkan terdapat selisih keuntungan sebesar Rp 561.950 per ha per sekali panen. panen Pada umumnya, petani menjual padi kepada para pedagang pengumpul dengan transaksi di sawah atau di rumah dalam keadaan Gabah Kering Panen (GKP). (GKP) Berdasarkan data BPS, rata-rata rata panen padi di tingkat Prov. Jawa Timur tahun 2013 sebesar 59,15 kuintal/ha (5,91 ton/ha). Pada Inpres No. 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, disebutkan bahwa Harga Pembelian Pemerintah intah (HPP): GKP Petani Rp 3.300/kg dan GKP Penggilingan Rp 3.350/kg. Jika dihitung berdasarkan HPP tersebut, maka pendapatan kotor petani adalah: (a) GKP di Petani : 5.915 kg x Rp 3.300 = Rp 19.519.500 (b) GKP di Penggilingan: 5.915 kg x Rp 3.350 = Rp 19.815.250
Sementara itu, data BPS Kab. Tuban, rata-rata produksi padi 2013 sebanyak 6,61 ton/ha.. Jika dihitung berdasarkan HPP, maka pendapatan kotor petani: petani (a) GKP di Petani : 6.610 kg x Rp 3.300 = Rp 21.813.000 (b) GKP di Penggilingan: 6.610 kg x Rp 3.350 = Rp 22.143.500 Demikian pula, BPS Kab.Lamongan, Kab rata-rata rata produksi padi tahun 2013 sebanyak 6,45 ton/ha. Jika dihitung berdasarkan HPP, maka pendapatan kotor petani: petani (a) GKP di Petani : 6.450 kg x Rp 3.300 = Rp 21.285.000 (b) GKP di Penggilingan: 6.450 kg x Rp 3.350 = Rp 21.607.500 Jika dibandingkan dengan rata-rata rata pendapatan kotor (TN dan non non-TN) sebesar Rp 24.210.993/ha /ha, maka hasil studi ini tampaknya masih lebih besar dari HPP yang ditetapkan pemerintah. 8
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Gambar 4. Peta Hasil Panen Tanaman Padi: TN dan Non-TN
•
Usaha Budidaya Tambak Ikan Dari 147 responden 21 responden yang menjawab melakukan usaha tambak ikan, namun hanya 4 desa, yakni Desa Dateng, Jabung, Mlangi, dan Simorejo. Mengingat jenis ikan dalam satu tambak bervariasi, misalnya bandeng, mas, mujair, dan bader, maka tentu hasil panen pada setiap jenis ikan yang diperoleh tidak sama. Namun demikian, secara umum, rata-rata keuntungan bersih dalam usaha tambak sebesar Rp 7.184.362 per ha.
9
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
rata per desa (4 desa) di atas, bila dilihat ssecara keseluruhan Keuntungan rata--rata tentang uraian yang lebih dirinci berupa biaya yang dikeluarkan dan hasil yang diperoleh, dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3. Analisis Usaha Tambak per Hektar No. I. a. b. II. III.
Uraian Pengeluaran Rata-rata biaya benih/ha Rata-rata biaya OP/ha Penghasilan Rata-rata hasil panen kotor/ha Keuntungan ( II – I) Rata-rata keuntungan bersih/ha
Jumlah 1.427.407 2.439.312 11. 11.051.081 7.184.362
Mengingat dalam usaha tambak, ada yang menggunakan menggunakan tanah, yakni non-TN non dan TN, maka dapat dibandingkan antara usaha tambak ikan di lokasi non-TN non dan TN. Dari 21 1 responden yang mengusahakan tambak ikan, terdapat 17 responden yang menggarap di lokasi non-TN non dan 4 responden di lokasi TN. JJika dibandingkan keduanya diperoleh hasil sebagaimana pada grafik berikut ini. Perbandingan Biaya Ikan TN dan Non TN Rp12.000.000 Rp10.000.000 Rp8.000.000 Rp6.000.000 Rp4.000.000 Rp2.000.000 Rp0 TN
Non TN
Rata2 Nilai Benih/Ha
TN
Non TN
Rata2 Nilai Biaya OP /Ha
TN
Non TN
Rata2 Nilai Hasil Panen Kotor/Ha
TN
Non TN
Rata2 Nilai Keuntungan Bersih/Ha
Gambar 5. Perbandingan Usaha Tambak Ikan TN dan Non TN Dari komparasi di atas terlihat bahwa rata-rata rata rata hasil panen kotor per hektar untuk TN lebih besar Rp 11.197.024/ha dibanding dengan non-TN non Rp 11.016.742/ha. Dengan demikian, setelah dikurangi dengan biaya benih dan 11.016.742/ha. operasional, tampak pula rata rata-rata rata keuntungan yang diperoleh petani di TN lebih kecil Rp 6.894.084/ha dibanding dengan non-TN TN Rp 7.252.672/ha. Dengan demikian, rata-rata rata rata keuntungan TN lebih kecil dibanding dengan nonnon TN dengan selisih Rp 358.588/ha.
10
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Gambar 6. Jumlah Petani Ikan
•
Usaha Budidaya Semangka Dari 147 responden, terdapat 17 orang yang menjawab pernah menanam semangka. Dari usaha tanam semangka, petani mengeluarkan biaya dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 8.496.563 per ha sekali tanam. Akan tetapi, dari data yang ada, hanya petani dari Desa Mlangi yang menjawab menanam semangka.Untuk melihat detail pengeluaran dan hasil panen, dapat dilihat sebagaimana pada tabel berikut ini.
11
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Tabel 4.. Pengeluaran dan Hasil Panen Rata-rata Petani Semangka No. I. a. b. II. III.
Uraian Pengeluaran Rata-rata Rata-rata biaya benih/ha Rata-rata biaya OP/ha Penghasilan Rata-rata Rata-rata hasil panen kotor/ha Keuntungan ( II – I) Rata-rata keuntungan bersih/ha
Jumlah 814,898 1,384,671 10,696,132 8,496,563
ika dilihat lebih jauh mengenai TN dan non-TN tampaknya memiliki Namun jika perbedaan. Dari 17 responden yang mengusahakan tanaman semangka, 15 reponden yang menggarap di lokasi TN dan 2 responden yang menggarap di nonTN terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara antara keuntungan TN dan non-TN. Secara rinci perbadingan pengeluaran, hasil panen, dan keuntungan yang diperoleh dapat dilihat pada grafik berikut ini. Perbandingan Usaha Tani Semangka/Ha di TN dan Non-TN Non Rp14.000.000 Rp12.000.000 Rp10.000.000 Rp8.000.000 Rp6.000.000
TN Non TN
Rp4.000.000 Rp2.000.000 RpRata-rata Nilai Benih/Ha
Rata-rata Nilai Biaya OP /Ha
Rata-rata Nilai Hasil Panen Kotor/Ha
Rata-rata Rata Nilai Keuntungan Bersih/Ha Per Responden
Gambar 7.. Perbandingan Biaya dan Keuntungan Semangka TN dan Non TN Data di atas menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh dari usaha tanaman semangka, petani TN mendapatkan keuntungan lebih besar (Rp 9.091.156 per ha) dibanding dengan petani di non-TN (Rp 4.037.115 per ha). Artinya, terdapat selisih keuntungan sebesar Rp R 5.054.041 antara petani TN dan petani di non-TN.
12
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Gambar 8. Peta Jumlah Petani Semangka
•
Usaha Budidaya Rosela Dari 147 responden, ternyata hanya 9 responden yang menanam rosella. Dari usaha tanaman rosella ini, rata-rata keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 4.487.892 per ha sekali panen. Adapun rincian pengeluaran dan hasil panen dapat dilihat pada tabel berikut ini.
13
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Tabel 5. Pengeluaran dan Hasil Panen Rosela No. I. a. b. II. III.
Uraian Pengeluaran Rata-rata biaya benih/ha Rata-rata biaya OP/ha Pendapatan Rata-rata hasil panen kotor/ha Keuntungan ( II – I) Rata-rata keuntungan bersih/ha
Jumlah 1,239,057 2,944,750 8,671,699 4,487,892
Akan tetapi, jika dilihat lebih jauh mengenai TN dan non-TN tampaknya memiliki perbedaan. Dari 9 responden yang mengusahakan tanaman rosella, 6 reponden yang menggarap di lokasi TN dan 3 responden yang menggarap di non-TN TN terdapat perbedaan antara keuntungan TN dan non-TN. Secara rinci perbandingan dingan pengeluaran, hasil panen, dan keuntungan yang diperoleh dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Perbandingan Biaya Rosela TN dan Non TN 10.000.000,0 9.000.000,0 8.000.000,0 7.000.000,0 6.000.000,0 5.000.000,0 4.000.000,0 3.000.000,0 2.000.000,0 1.000.000,0 TN
Non TN
Rata-rata Nilai Benih/Ha
TN
Non TN
TN
Non TN
Rata-rata Nilai Biaya Rata-rata rata Nilai Hasil OP /Ha Panen Kotor/Ha
TN
Non TN
Rata-rata Nilai Keuntungan Bersih/Ha
Gambar 9.. Perbandingan Budidaya Rosela TN dan Non-TN Non Data di atas menunjukkan bahwa hasil keuntungan budidaya rosella antara petani yang menggarap di lokasi TN lebih besar (Rp 4.838.504 4. per ha) dibanding lokasi non-TN (Rp 3.786.666 per ha). Ini berarti terdapat selisih sebesar Rp 1.051.837 per ha sekali panen.
14
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Gambar 10. Peta Jumlah Petani Rosela •
Usaha Budidaya Jagung Dari 147, hanya 7 orang yang menjawab melakukan usaha budidaya jagung. Dari usaha budidaya tanaman jagung ini, rata-rata keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 6.517.500 per ha sekali panen. Rincian mengenai usaha budidaya jagung dapat dilihat pada tabel berikut ini.
15
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Tabel 6. Rincian Usaha Budidaya Jagung No. I. a. b. II. III.
Uraian Pengeluaran Rata-rata biaya benih/ha Rata-rata biaya OP/ha Pendapatan Rata-rata hasil panen kotor/ha Keuntungan ( II – I) Rata-rata keuntungan bersih/ha
Jumlah 750.000 1,570.357 8.837.857 6.517.500
Namun demikian, jika dilihat lebih jauh mengenai TN dan non-TN tampaknya memiliki perbedaan. Dari 7 responden yang mengusahakan tanaman jagung, 1 responden ponden yang menggarap di lokasi TN dan 6 responden yang menggarap di non-TN TN terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara keuntungan TN dan non-TN. TN. Secara rinci perbandingan pengeluaran, hasil panen, dan keuntungan yang diperoleh dapat dilihat pada grafik berikut ini. Perbandingan Biaya dan Keuntungan Jagung / Ha TN
Non TN
Rp12.000.000 Rp10.000.000 Rp8.000.000 Rp6.000.000 Rp4.000.000 Rp2.000.000 Rp-Rata2 Nilai Benih/Ha
Rata2 Nilai Biaya OP /Ha
Rata2 Nilai Hasil Panen Kotor/Ha
Rata2 Nilai Keuntungan Bersih/Ha
Gambar 11. Perbandingan Budidaya idaya Jagung TN dan Non-TN Non Data di atas menunjukkan bahwa hasil keuntungan budidaya jagung antara petani yang menggarap di lokasi TN lebih lebih kecil (Rp 3.375.000 per ha) dibanding dengan lokasi non-TN TN (Rp 7.041.250 per ha).Ini berarti terdapat selisih sebesar Rp 3.666.250 per ha sekali panen.
16
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Gambar 12. Peta Sebaran Jumlah Petani Jagung o Pola Pemanfaatan Tanah Negara
Dari 147 responden, terdapat 51 responden yang menguasai TN. Jika dilihat berdasarkan mata pencaharian utamanya, dari 51 responden tersebut dominan merupakan petani pemilik 59%, kemudian petani penggarap 31%, buruh tani 6%, karyawan 2%, dan nelayan 2%. Luas lahan tanah negara yang dimanfaatkan oleh responden cukup bervariasi. Berdasarkan data yang ada luasan pemanfaatan tanah negara dapat dibagi tiga, yakni (a) < 1 ha sebesar 74%, (b) 1-2 ha sebesar 24%, dan (c) > 2 sebesar 2%. Pada umumnya durasi penggunaan lahan tanah negara maksimal 4 bulan dan sekali musim tanam. Dari 51 responden tersebut setidaknya ditemukan 3 tipologi pemanfaatan tanah negara.
17
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
• Pola Pemanfaatan Individual dengan Menggarap Pola pemanfaatan TN secara individual dengan menggarap secara langsung dilakukan oleh warga dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan sebagai tambahan penghasilan. Bagi warga yang benar-benar untuk kebutuhan hidup adalah mereka yang sama sekali tidak memiliki tanah di lokasi non-TN dan hanya berstatus sebagai buruh tani. Sebaliknya, bagi yang menggarap dalam rangka sebagai tambahan penghasilan adalah mereka yang memiliki lahan di lokasi non-TN yang berstatus sebagai petani pemilik.
Berdasarkan data lapangan jumlah responden yang menguasai TN dengan cara menggarap sebanyak 34 orang. Jika dirinci lebih jauh, dari jumlah tersebut, terdapat 9 responden yang benar-benar menggarap dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup (sebagai buruh tani, nelayan dan petani penggarap), sedangkan jumlah responden yang menggarap dengan tujuan sebagai pencari penghasilan tambahan (petani pemilik) sebanyak 25 responden. Pola penguasaan TN secara individual dengan cara menggarap ini banyak dilakukan oleh petani di Dusun Mlangi, Dusun Kadutan, Dusun Gambuhan, dan Dusun Dermalang, Desa Mlangi. Jenis usaha tani yang diusahakan bervariasi, padi, jagung, ikan, dan rosella. • Pola Pemanfaatan Berkelompok dengan Menggarap Pola pemanfaatan berkelompok dengan cara menggarap ini juga didasari oleh dua variasi tujuan. Sama dengan pola penguasaan yang bersifat individual, selain ada yang bertujuan memenuhi kebutuhan hidup, juga ada yang sekadar penghasilan tambahan. Namun demikian, yang menarik dalam pola pemanfaatan ini adalah para petani secara bersama-sama melakukan penggarapan di atas TN dalam satu areal.
Pola pemanfaatan secara berkelompok ini didorong oleh keinginan untuk memanfaatkan TN selagi belum digenangi. Kelompok mereka cenderung diikat oleh adanya kedekatan tempat tinggal. Artinya, satu kelompok penggarap yang terdiri atas beberapa puluh orang kemudian secara kolektif membuka lahan di atas TN. Namun demikian, pembukaan lahan di TN tidak asal membuka karena melalui izin aparat desa setempat. Dari 51 responden yang memanfaatkan TN, jumlah responden yang termasuk dalam tipologi berkelompok dengan menggarap ini sebanyak 12 orang. Dari jumlah tersebut yang berstatus sebagai petani pemilik sebanyak 2 orang, sedangkan yang berstatus sebagai buruh tani dan petani penggarap sebanyak 10 orang. Pola penguasaan ini ditemukan di Desa Mrutuk, Dateng dan Mlangi. • Pola Pemanfaatan Berkelompok dengan Menyewakan Pola pemanfaatan TN berkelompok dengan cara menyewakan didasari oleh tujuan bahwa yang penting dapat tambahan penghasilan dari hasil sewa dan memenuhi kebutuhan hidup. Namun demikian, yang unik dengan pola penguasaan berkelompok dengan cara menyewakan ini adalah adanya dua variasi, yakni penguasaan secara alamiah dan penguasaan secara paksa.
Subpola yang pertama (alamiah) dilakukan oleh sekelompok orang yang selama ini menguasai TN kemudian secara bersama-sama menyewakan TN yang mereka kuasai kepada orang lain. Umumnya warga yang menyewakan TN kepada petani 18
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
lainnya memiliki luas TN sebanyak 0,25 ha. Hasil wawancara dengan petani yang menyewakan tanahnya secara berkelompok bahwa dengan luas 0,25 ha, ia mendapatkan sewa sebesar Rp 250.000 per sekali panen. Berdasarkan data yang ada, terdapat 5 orang responden yang menguasai tanah negara secara berkelompok dengan cara menyewakan. Dari kelima orang tersebut 3 orang memiliki lahan di luar tanah negara dan 2 orang sebagai buruh tani dan petani penggarap. Sedangkan subpola kedua (secara paksa) dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang mengusir petani yang selama ini menggarap TN. Setelah berhasil mengusir petani sebelumnya, mereka kemudian menyewakan kepada orang lain. Berdasarkan wawancara dengan warga, kisaran nilai sewa per hektar TN sebesar ± Rp 8.000.000/ha. Pola penguasaan berkelompok dengan cara menyewakan ditemukan di Dusun Kadutan dan Dusun Mlagi, Desa Mlangi. Payung Hukum Pemberian Kompensasi Dalam hal pemberian ganti kerugian, ada sejumlah payung hukum yang mengatur tentang pemberian kompensasi kepada yang berhak, termasuk yang menggarap tanah Negara. Secara ringkas payung hukum tersebut dapat dilihat pada matriks berikut ini:
o
Matriks 1. Payung Hukum terkait Pemberian Kompensasi No. 1.
2.
Peraturan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Uraian Pasal 40 Pemberian ganti kerugian atas Objek Pengadaan Tanah diberikan langsung kepada Pihak yang Berhak Penjelasan Pasal 40 Yang berhak antara lain : a. Pemegang Hak Atas Tanah b. Pemegang Hak Pengelolaan c. Nadzir, untuk tanah wakaf d. Pemilik tanah bekas milik adat e. Masyarakat hukum adat f. Pihak yang menguasai TN dengan itikad baik g. Pemegang dasar penguasaan atas tanah; dan atau hak atas tanah dan atau h. Pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah (alinea 2) Pihak yang menguasai tanah negara yang dapat diberikan ganti kerugian adalah pemakai tanah negara yang sesuai dengan atau tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan (alinea 6) Pasal 23 ayat (1) Pihak yang menguasai tanah Negara dengan itikad baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2) huruf f berupa perseorangan, badan hukum, badan sosial, badan keagamaan, atau instansi pemerintah yang secara fisik menguasai, menggunakan, memanfaatkan dan memelihara tanah negara secara turun temurun dalam waktu tertentu dan/atau memperoleh dengan cara tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 23 ayat (2) Penguasaan tanah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan alat bukti, berupa: a. sertifikat hak atas tanah yang telah berakhir jangka waktu haknya;
19
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
3.
4.
5.
Peraturan Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah UU No 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 129/permentan/OT.140/1 2/2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Belanja Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2014
b. surat sewa-menyewa tanah; c. surat keputusan penerima obyek tanah landreform; d. surat ijin garapan/membuka tanah; atau e. surat penunjukan/pembelian kavling tanah pengganti Lampiran V tentang Daftar Nominatif menyebutkan bahwa pihak yang berhak adalah: a. Pemilik b. Menguasai/Menggarap/Menyewa Pasal 7 ayat (2) Strategi Perlindungan Petani dilakukan melalui: a. prasarana dan sarana produksi Pertanian; b. kepastian usaha; c. harga Komoditas Pertanian; d. penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; e. ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa; f. sistem peringatan dini dan penanganan dampak perubahan iklim; dan g. Asuransi Pertanian Yang dimaksud dengan “ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa” adalah ganti rugi yang tidak ditanggung oleh Asuransi Pertanian yang diakibatkan antara lain oleh terjadinya pemusnahan budi daya tanaman atau ternak yang disebabkan oleh area endemik, bencana alam periodik, dan/atau rusaknya infrastruktur Pertanian. Format 1 : Program, Kegiatan dan Output Kegiatan Belanja Bantuan Sosial TA 2014 - No : 6 - Program : Penyediaan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Pertanian. - Kegiatan : Pembiayaan Pertanian - Output : Bantuan Penanggulangan Padi Puso (BP3) - Kriteria Penerima Manfaat : “Penerima manfaat adalah petani yang mengalami kegagalan panen/puso agar dapat melanjutkan kegiatan usahatani padi “ - Bentuk Belanja Bansos : Uang - Satuan : Ha - Biaya/Satuan : Rp. 3.700.000
Selain payung hukum di atas, pengalaman berdasarkan hasil kajian Puslitbang Sosekling tahun 2013 terhadap pengosongan dan pemberdayaan masyarakat dalam rehabilitasi Saluran Tarum Barat yang dapat menjadi acuan : a) Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No 614/Kep.1427-Bappeda/2013 tentang Standar Harga Satuan Untuk Pengosongan Lahan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rehabilitasi Saluran Tarum Barat, tanggal 7 Oktober 2013.Surat Keputusan ini memuat tentang harga satuan yang meliputi harga satuan penggantian kehilangan aset bangunan, harga satuan penggantian pohon dan tanaman, standar harga satuan tunjangan dan standar jenis pelatihan. b) Kesepakatan bersama antara Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Kabupaten Karawang, Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kota Bekasi tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Penanganan Resettlement Plan Rehabilitasi Saluran Tarum Barat – ICWRMIP Nomor 10/KB/D/2013, tanggal 29 Juli 2013. 20
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Di samping payung hukum di atas, dasar pemberian kompensasi juga sering menggunakan Upah Minimum Regional (UMR). Kendatipun memiliki beberapa kekurangan (kategori buruh), dalam konteks ini pemberian ganti rugi garapan di tanah Negara, juga dapat mempertimbangkan UMR Kab. Tuban sebesar Rp. 1.370.000 dan UMR Kab. Lamongan sebesar Rp. 1.220.000 (PerGub Jatim No.78 2013).
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Merujuk pada data dan analisis di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Terdapat 5 jenis tanaman budidaya yang digeluti oleh warga di sekitar pembangunan Jabung Ring Dike. Hasil keuntungan budidaya terhadap kelima jenis tanaman budidaya tersebut, memiliki perbedaan. Demikian pula terdapat perbedaan rata-rata hasil keuntungan budidaya di lokasi non-TN dan TN sebagai berikut: No.
Jenis Tanaman
1. 2. 3. 4. 5.
Padi Ikan Semangka Rosela Jagung Rata-rata
Rata-rata Keuntungan Keseluruhan (Non-TN dan TN) (Ha)
Rp 16.006.790 Rp 7.184.362 Rp 8.496.563 Rp 4.487.892 Rp 6.517.500 Rp 8.538.621
Perbandingan Rata-rata Rata-rata Keuntungan Keuntungan Non-TN (Ha) TN (Ha)
Rp 15.910.730 Rp 7.252.672 Rp 4.037.115 Rp 3.786.666 Rp 7.041.250 Rp 7.605.687
Rp 16.472.680 Rp 6.894.084 Rp 9.091.156 Rp 4.838.504 Rp 3.375.000 Rp 8.134.285
Dengan demikian, dapat dibuat rentang (range) keuntungan penggarapan lahan 1 hektar di sekitar pembangunan Jabung Ring Dike dengan menanam berbagai jenis usaha budidaya adalah antara Rp 7.605.687 - Rp 8.538.621/ha/1 kali panen. b. Terdapat tiga pola penguasaan tanah negara di wilayah studi, yaitu (1) digarap secara sendiri/individual, (2) digarap secara berkelompok dan (3) disewakan secara berkelompok. Namun khusus untuk disewakan secara berkelompok ditemukan dua sub pola yaitu dengan pola alamiah dan pola secara paksa. Terkait dengan rencana pengosongan tanah negara, pola yang paling potensial menimbulkan konflik adalah pola disewakan secara berkelompok karena masyarakat yang menyewakan secara berkelompok cenderung hanya mengambil untung tanpa bekerja menggarap lahan tanah negara. Gejala lain yang potensial menimbulkan konflik adalah klaim di antara orang-orang yang diambil tanah garapannya oleh pihak lain secara paksa. Selain itu, kelompok yang paling rentan menerima dampak adalah buruh tani dan petani penggarap yang hanya mengandalkan sumber mata pencaharian dari menggarap tanah negara. c. Penyusunan payung hukum didasarkan pada kasus serupa pada tanah Negara di proyek Rehabilitasi Saluran Tarum Barat, Jawa Barat yang dilakukan dengan cara penerbitan Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No 614/Kep.1427-Bappeda/2013 tentang Standar Harga Satuan Untuk Pengosongan Lahan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rehabilitasi Saluran Tarum Barat, tanggal 7 Oktober 2013 yang diawali dengan Kesepakatan bersama antara Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Kabupaten Karawang, Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kota Bekasi tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Penanganan Resettlement 21
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Plan Rehabilitasi Saluran Tarum Barat – ICWRMIP Nomor 10/KB/D/2013, tanggal 29 Juli 2013. Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut: a. Pemberian kompensasi kepada penggarap khususnya di atas TN sedapat mungkin memperhatikan keuntungan yang diperoleh pada setiap hektar yang mereka garap. b. Berdasarkan perhitungan nilai hasil garapan tanah negara, baik hasil studi lapangan maupun data sekunder, ada beberapa alternatif estimasi pemberian ganti rugi garapan: No. 1.
2.
3.
4.
Dasar Pertimbangan Komoditas terendah (jagung) {studi Sosekling} Permentan No.129/ Permentan/OT.14 0/12/ 2013
Dalam Rp/Ha
Keterangan
3.375.000
Mengacu pada komoditas terendah (jagung)
3.700.000
• • •
Rata-rata komoditas (studi Sosekling)
8.134.285
Upah Minimum Kab. Tuban & Lamongan
Tuban 8.220.000 Lamongan 7.320.000
5.
Hasil Padi ratarata Kab. Tuban dan Kab. Lamongan (BPS)
Tuban: - GKP Petani 13.608.801 - GKP Penggilingan 13.939.301 Lamongan: - GKP Petani 13.080.801 - GKP Penggilingan 13.403.301
Kelebihan: nilainya kecil (hemat anggaran) Kekurangan: kemungkinan mendapat penolakan Dalam Bentuk Bantuan sosial dengan dasar per Ha Di lokasi (sawah irigasi teknis) Diberikan bantuan kepada petani luas lahan < 2 ha
- Kelebihan: aturannya sudah jelas - Kekurangan: kemungkinan mendapat penolakan Mengacu pada rata-rata 5 komoditas - Kelebihan : nilai tidak terlalu tinggi - Kekurangan: tidak dapat menggambarkan kehilangan pendapatan secara pasti karena merupakan rata-rata seluruh komoditi • UMR Tuban = Rp. 1.370.000, UMR Lamongan Rp. 1.220.000 (PerGub Jatim No.78 2013) • Dibayarkan 6 Bulan ( 6 kali UMR) • Ada perbedaan antara UMR lamongan dan Tuban Kelebihan : acuannya jelas Kekurangan: kemungkinan akan mendapat penolakan karena upah tersebut sering diidentikkan dengan buruh Tuban: • Padi Kab. Tuban tahun 2013, rata-rata 6,61 ton/ha • HPP Berdasarkan Inpres No. 3/2012: - GKP Petani = Rp 3.300/kg (6.610 x 3.300 = 21.813.000 – 8.204.199*) = 13.608.801 - GKP Penggilingan = Rp 3.350/kg (6.610 x 3.350 = 22.143.500 - 8.204.199*) = 13.939.301
Lamongan: • Padi Kab. Lamongan tahun 2013, rata-rata 6,45 ton/ha • HPP Berdasarkan Inpres No. 3/2012: - GKP Petani = Rp 3.300/kg (6.450 x 3.300 = 21.285.000 – 8.204.199*) = 13.080.801 - GKP Penggilingan = Rp 3.350/kg (6.450 x 3.350 = 21.607.500 - 8.204.199*) = 13.403.301 Kelebihan: basis data & aturannnya jelas Kekurangan: merupakan rata-rata tingkat kab. *) Pengeluaran menggunakan hitungan biaya satu kali panen di wilayah studi Puslitbang Sosekling
22
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
6.
Hasil Padi ratarata Prov. Jatim 2013 (BPS)
GKP Petani 11.315.301 GKP Penggilingan 11.611.051
• Hasil padi Jatim tahun 2013 rata-rata 59,15 kuintal/ha • HPP Berdasarkan Inpres No. 3/2012: - GKP Petani = Rp 3.300/kg (5.915 x 3.300 = 19.519.500 - 8.204.199*) = 11.315.301 - GKP Penggilingan = Rp 3.350/kg (5.915 x 3.350 = 19.815.250 - 8.204.199*) = 11.611.051 Kelebihan : basis datanya jelas Kekurangan: merupakan rata-rata di tingkat provinsi *) Pengeluaran menggunakan hitungan biaya satu kali panen di wilayah studi Puslitbang Sosekling
7.
8.
Hasil komoditas tertinggi (padi) {studi Sosekling}
Hasil komoditas kombinasi (padi + ikan)
16.472.680
23.366.764
• Hasil pernyataan masyarakat Responden di 8 Desa wilayah pembangunan waduk Jabung • Mengacu kepada Hasil tertinggi dari panen 5 komoditi Kelebihan: menggambarkan keuntungan padi di wilayah setempat (padi merupakan komoditi yang paling banyak ditanam di wilayah studi); sesuai Konsep dan Prinsip Umum Penilaian (KPUP) dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI) Kekurangan: Nilai cukup tinggi, namun tetap ada kemungkinan penggarap menuntut lebih karena masih dibawah nilai penggantian sebelumnya (tahun 2007) Rp 90.000.000/ha • Ada informasi terbaru (setelah penelitian lapangan) bahwa petani yang membuat tanggul dapat melakukan budidaya padi + ikan Kelebihan: dapat memenuhi orang-orang yang melakukan budidaya kombinasi Kekurangan: data belum mendapat validasi empiris dan tidak menggambarkan budidaya petani dominan
c. Berdasarkan beberapa alternatif di atas, Puslitbang Sosekling merekomendasikan agar dalam pemberian ganti rugi garapan dapat memilih alternatif ke-7, yakni hasil komoditas tertinggi (padi) di wilayah studi Sosekling sebesar Rp 16.472.680/ha dengan alasan: - Data tersebut merupakan data empiris yang langsung diperoleh oleh penggarap tanah negara di lokasi pembangunan Jabung ring dike sehingga dapat menggambarkan kenyataan di lapangan. - Komoditas padi merupakan yang paling dominan dibudidayakan oleh petani di lokasi tanah negara dibanding dengan lainnya (ikan, semangka, rosella, dan jagung). Dengan demikian, hasil tersebut dapat memenuhi sebagian besar atas kehilangan mata pencaharian para penggarap tanah negara. - Berdasarkan Konsep dan Prinsip Umum Penilaian (KPUP) dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI) tentang pentingnya penggunaan nilai tertinggi dan terbaik dari suatu properti, maka budidaya padi merupakan yang terbesar nilainya sebagai sumber pendapatan petani para penggarap tanah negara. - Jika dihitung berdasarkan hasil panen (padi) tingkat Prov. Jawa Timur serta tingkat Kab. Tuban dan Kab. Lamongan dengan mengacu pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP) terhadap harga Gabah Kering Panen (GKP) di petani maupun GKP di penggilingan, maka alternatif ke-7 tersebut masih lebih tinggi. d. Mengingat petani hanya menggarap pada saat musim kemarau (ketika waduk tidak tergenang), maka ini berarti hanya sekali panen dalam setahun. Untuk itu, pemberian kompensasi sebaiknya jumlah nominalnya untuk satu kali panen saja. Namun, dalam
23
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
kasus tertentu, jika ada tuntutan (klaim) budidaya kombinasi dengan membuat tanggul, maka dapat dipilih alternatif ke-8 sebesar Rp 23.366.764/ha. e. Mekanisme pemberian kompensasi dapat dilakukan dengan dua cara pembayaran dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan: Cara Pembayaran Cara I
Cara II
f.
Uraian
Kelebihan
Kekurangan
Sekali Bayar
Mekanismenya cepat dan sederhana karena hanya sekali dilakukan pembayaran Kemungkinan menuntut hal yang lain kecil karena uang mereka belum diterima semuanya (ada ketergantungan)
Kemungkinan akan menuntut hal yang lain
Beberapa kali bayar (misalnya selama 4 bulan sesuai masa tanam)
Jangka waktu pembayaran akan lama dan mekanisme pembayaran relatif membutuhkan perhatian khusus
Skenario penyusunan Keputusan Gubernur Jawa Barat dapat diadopsi atau diadaptasi sesuai dengan kondisi di Provinsi Jawa Timur dengan bagan alir sebagai berikut: (1) Bahan berupa dokumen atau laporan yang melatarbelakangi pengajuan Keputusan Gubernur ini dipersiapkan beserta hasil analisis besaran ganti kerugian yang akan dibayarkan. Persiapan ini dilakukan oleh pelaksana proyek dengan estimasi waktu maksimum 1 bulan. (2) Pelaksana proyek melaporkan kepada Biro Hukum Kementerian PU untuk meminta pendampingan. Jika dilakukan pendampingan, maka harus dibuat SK Tim BBWS Bengawan Solo dengan Biro Hukum sebelum memulai proses penyusunan Keputusan Gubernur melalui Pemerintah Propinsi Jawa Timur. (3) Jika Biro Hukum tidak mendampingi, maka pihak BBWS Bengawan Solo dapat mengajukan sendiri pengusulan Keputusan Gubernur secara lisan dan tertulis kepada Sekretariat Daerah Sub Bagian Penyusunan Produk Hukum Lain dengan melengkapi berbagai data dukung berupa dukungan kebijakan, dukungan administratif dan dukungan finansial. (4) Pihak BBWS Bengawan Solo harus aktif mendampingi, berkonsultasi dengan BPN – BPKP, dan mengkaji draft Keputusan Gubernur bersama dengan Sekretariat Daerah Sub Bagian Penyusunan Produk Hukum Lain hingga disahkannya produk hukum tersebut. (5) Adapun skenario penyusunan Keputusan Gubernur dapat dilihat pada bagan alir berikut ini:
24
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
Tahapan
Dokumen
Pelaksana
Waktu
MULAI
Hasil analisis besaran ganti kerugian yang telah disepakati dengan OTD
Dokumen /laporan analisis ganti kerugian
Persiapan bahan
BBWS Bengawan Solo
1 bulan
Pelaporan kepada Biro Hukum Setjen Kementerian PU
Pendampingan oleh Biro Hukum
YA - Dukungan kebijakan (PermenPU, surat Dirjen SDA, kontrak loan) - Dukungan administratif (Renstra Ditjen SDA/BBWS, rencana teknis proyek) - Dukungan finansial
BBWS & Biro Hukum
1 bulan
TIDAK
Memberi masukan secara lisan/tertulis kepada Biro Hukum Pemprov Jatim
Proses penyusunan Keputusan Gubernur oleh Biro Hukum Pemprov Jatim - Detil dokumen pengajuan penyusunan Kepgub berisi standar harga ganti kerugian - Konsultasi dengan BPN dan
SK Pembentukan Tim antara BBWS dengan Biro Hukum
Pengkajian dan konsultasi oleh Biro Hukum Pemprov Jatim
SELESAI
Dokumen pengajuan Keputusan Gubernur tentang Skema Ganti Kerugian di Tanah Negara pada Proyek Pembangunan Ring Dike Waduk Jabung, Tuban – Jatim
Draft Keputusan Gubernur tentang Skema Ganti Kerugian di Tanah Negara pada Proyek Pembangunan Ring Dike Waduk Jabung Tuban – Jatim
Keputusan Gubernur tentang Skema Ganti Kerugian
BBWS Bengawan Solo
BBWS & Biro Hukum Pemprov Jatim
2 pekan
3-4 bulan
Tergantung intensitas pertemuan. Semakin banyak akan semakin cepat selesai
25
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
g. Mekanisme validasi petani penggarap tanah Negara sebagai calon penerima kompensasi dapat mengikuti dua pendekatan: komunitas/partisipatif dan formal berikut ini. 1. Pendekatan Komunitas MULAI
Penentuan identitas penggarap TN
Copy KTP dan KK
Identifikasi dan inventarisasi luas garapan - Menentukan titik batas garapan di lokasi TN - Luas garapan (Ha) - Jenis tanaman yang ditanam di TN
Menyepakati letak dan batas garapan (U,T,S,B) bersama penggarap yang berbatasan langsung pembuatan peta batas garapan secara partisipatif
Pengesahan hasil pemetaan partisipatif oleh tokoh masyarakat
2. Pendekatan Formal Validasi identitas penggarap oleh aparat desa Verifikasi luas dan batas garapan oleh aparat desa Aparat Desa mengusulkan untuk disahkan oleh Kecamatan Pengajuan validasi data lebih lanjut ke BPN
-
BPN Melakukan : Pengukuran Gambar situasi
26
Advis Pemetaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pembangunan Jabung Ring Dike
PUSAT LITBANG SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN - KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM Gedung Hearitage Lantai 3, Jalan Pattimura No 20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Phone +62 21 72784644, 72786483, Fax +62 21 72784644, 72786483 Website : http://sosekling.pu.go.id
ISBN 978-602 602-71672-6-1 27