REVITALISASI PMO SEBAGAI PERAN UTAMA BMKG UNTUK POROS MARITIM NASIONAL Oleh: Nasrol Adil PMG Ahli Muda Stamet Kls I Blang Bintang Port Meteorological Officer disingkat PMO sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan BMKG di pelabuhan dan laut memiliki peran sangat strategis dan vital bagi pelaksanaan program pembangunan poros maritim yang sedang digalakkan pemerintah. Bagaimana tidak PMO petugas BMKG yang diwajibkan langsung berhubungan dengan operator kapal terpilih (selected ship) maupun tambahan (supplementary ship) untuk melakukan pengamatan cuaca dilaut lepas yang saat ini masih blank data untuk kawasan perairan Indonesia (SK. 170/ME.007/KB/BMG-2006. Berita-berita bertajuk poros maritime nasional beberapa waktu belakangan ini terus mewarnai mass media dari hari kehari yang didengungkan oleh pemerintahan baru kita dan aktif disuarakan oleh ibu mentri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Kebijakan ini menyusul program pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo yang memperkuat kedaulatan Indonesia untuk kesejahtraan rakyat berbasis maritim. Peledakan beberapa kapal asing yang melakukan illegal fishing diperairan Indonesia telah menunjukkan keseriusan pemerintah untuk memperkuat kedaulatan laut kita dan membangun kesejahtraan rakyat memalui sektor maritime. Posisi nusantara yang sangat strategis diapit oleh dua samudra dan dua benua menjadi salah satu jalur lalulintas pelayaran internasional yang sangat sibuk didunia ditambah lagi dengan Kekayaan alam laut kita baik mineral maupun hasil perikanan yang berlimpah ruah sebagai kekayaan laut potensi kesejahtraan rakyat. Peran berbagai bidang pemerintahan untuk mewujudkan negara kesejahteraan disektor maritime sudah jadi kewajiban setiap lembaga pemerintah tidak terkecuali BMKG. BMKG dibawah bidang meteorologi Maritim telah lama berperan aktif dalam memberikan informasi cuaca dilaut untuk kegiatan pelayaran internasioanl maupun domestik. Kegiatan Kemaritiman oleh BMKG sudah merupakan tugas pokok dan fungsi Bidang Meteorologi maritime jauh jauh hari seiring berdirinya BMG hingga menjadi BMKG seperti saat ini, sebagaimana merujuk pada Keputusan Mentri Perhubungan No. KM.295/MG.201/Phb-81 tentang ketentuan Pelaksanaan Pengamatan cuaca dan pengiriman data cuaca. Landasan hukum ini bukanlah satu-satunya instrumen yang menunjukkan sebagai landasan bagi kegiatan pengamatan cuaca dan informasi
cuaca dilaut tetapi masih banyak instrumen hukum lainnya yang menjadi pegangan kuat BMKG dalam pelaksanaan kegiatan kecuacaan di laut. PMO (Port Meteorological Officer ) sebagaimana disebutkan diatas merupakan ujung tombak kegiatan peramatan dan prakiraan cuaca di laut saat ini menjadi subject yang paling menentukan peran BMKG dalam poros maritime yang memperkuat lembaga ini dengan pengumpulan data cuaca dilaut. Melalui merekalah kapal-kapal yang telah ditetapkan sebagai kapal utama dan suplemetary maupun khusus memberikan data cuaca dilautan lepas dalam jalur pelayarannya. Harus diakui bahwa saat ini data adalah produk utama kita. Keakuratan data akan menunjang keakurata prakiraan. Analisis dan prakiraan yang dilakukan oleh windwave05 dan sekarang telah diperbaharui dengan WaveWatch III dan SWAN perlu verivikasi dan validasi. Ketiadaan data real di lapangan akan mengaburkan keakuratan dari prakiraan kita. Maka sekali lagi peran aktif PMO dalam mengumpulkan data-data pengamatan cuaca oleh kapal-kapal yang telah disebutkan diatas sangat signifikan. Untuk itu PMO sebagai salah satu lembaga sangat perlu untuk direvitalisasi. Kepiawaian seorang PMO dalam menjalin hubungan baik dengan pihak operator pelabuhan dan kapal serta menciptakan hubungan yang harmonis dengan mereka akan memberikan kontribusi bagi kelengkapan data cuaca di perairan kita. Kelengkapan data akan swell, alun, tinggi gelombang, arah dan kecepatan angin dilaut dan unsur cuaca lainnya akan membantu pada ketepatan dan keakuratan prakiraan terlebih bagi informasi UP welling yang saat ini sangat membantu nelayan kita terhadap keberadaan ikan. Keakuratan prakiraan berarti keselamtan pelayaran, nelayan dan masyarakat pesisir. Permasalahan blank data pada laut lepas kita yang diakibatkan oleh sebaran Stamet maritime darat yang hanya berjumlah 11 stasiun saja diseluruh wilayah Indonesia dengan luas lautanya mencapai 70% luas daratannya mengharuskan kita menjalin kerjasama dengan operator pelayaran untuk melakukan Volutary Observasioan Ship (VOS). Dan syukurlah saat ini BMKG telah menempatkan AWS kapal di beberapa kapal pelayaran nasional. Namun tentu saja hal ini belum dirasa cukup untuk mnutupi blank data yang ada perlu kerjasama yang lebih erat dengan banyak operator untuk meningkatkan kerapatan ruang data cuaca dilaut kita. Maka peran PMO sangat potensial untuk hal itu. Untuk lebih mengedepankan peran PMO perlu kita perhatikan Infrastuktur fisik dan infranstruktur manusia yang masih menjadi persoalan kita. Sebagaimana halnya peralatan otomatis dirasakan masih kurang semisal Radar maritim dan Aws maritime mak kekurangan
akan sumber daya manusia juga masih dirasakan sebagai permasalahan klasik yang mendera instansi kita tercinta ini sampai saat ini. Berdasarkan ketentuan teknis (WMO no. 49.BD 2/3 ) paragraf 2.5.2.2, setiap anggota WMO dalam hal ini BMKG hendaknya menempatkan petugaspetugas meteorologi yang memikili prasyarat antara lain: - Memiliki pengetahuan maritim pada pelabuhan-pelabuhan utamanya. - Mempunyai pengalamanan dan pengetahuan meteorologi baik secara teori maupun praktek. - Mampu meningkatkan pengetahuannya dalam bidang meteorologi dan oceanografi. - Memiliki pengetahuan dan kemampuan Bahasa Inggris yang baik.
KEGIATAN PMO Kegiatan seorang PMO dipelabuhan sudah disusu dengan estándar internacional dalam hal ini mengacu pada aturan WMO dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Petugas Meteorologi di Pelabuhan atau Port Meteorological Officers / PMO mempunyai kegiatan utama mengunjungi kapal - kapal, memberikan bantuan kepada petugas di dek kapal dalam praktek pengamatan cuaca di laut, juga tentang penyandian sandi cuaca maritim (SHIP) dan prosedur tata cara pengiriman laporan cuaca hasil pengamatan.
PMO mendistribusikan form pengamatan, buku panduan dan instruksi operasional. Sebagai tambahan petugas PMO juga mengkalibrasi peralatan pengamat cuaca di kapal. PMO juga akan meninjau secara lengkap form - form observasi yang ada, kesalahan atau kelalaian yang ada, dan memberikan saran tentang metode untuk peningkatannya. Selain itu juga menjalin hubungan baik dengan pemilik dan agen kapal, operator pelabuhan, stasiun radio pantai, akademi dan sekolah maritim, untuk mengamankan kerjasama dalam komunitas maritim.
Kegiatan - kegiatan tersebut di atas disesuaikan dengan lokasi petugas PMO di pelabuhan, dimana untuk pelabuhan yang besar akan lebih lengkap dalam melaksanakan kegiatan tersebut, sementara untuk pelabuhan yang lebih kecil menyesuaikan dengan pola yang ada di pelabuhan besar, serta dengan prasarana yang tersedia. Selain hal tersebut diatas Port Meteorological Officer mempunyai tugas utama, antara lain Memelihara kontak dengan petugas pengamat cuaca di kapal serta melakukan pemeriksaan
inspeksi peralatan pengamat cuaca yang terdapat di kapal, melakukan pemeriksaan peralatan pengamatan meteorologi atas dasar permintaan nakhoda kapal, serta memberikan beberapa petunjuk dan saran dalam masalah kecuacaan. Memelihara hubungan baik dengan para pemilik kapal maupun agen kapal, dari berbagai kebangsaan, dengan tujuan mendaftar kerjasama dengan kapal ataupun dalam rangka lebih menggiatkan pengamatan cuaca di laut.Membina dan memelihara kerjasama yang baik dengan Penguasa pelabuhan / Syahbandar dan perusahaanperusahaan pelayaran sekolah -sekolah dan akademi pelayaran.
LANDASAN HUKUM Dalam hukum Indonesia menganut azas hukum yang baru mengalahkan hukum yang lama dan hukum yang khusus mengalahkan hukum yang umum, maka berdasarkan azas ini Kep. Mentri Perhubungan NO.KM295/MG-201/Phb masih tetap berlaku sebelum diadakan yang baru. Dan m dengan kehadiran Undan-Undang Pelayaran yang baru UU. No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran pada pasal yang
menyangkut BMKG telah diperkuat dengan hukuman denda
300.000.000,-(tiga ratus juta Rupiah) bagi kapal-kapal yang tidak memiliki alat-alat pengamatan cuaca dilaut dan tidak melaporkan kejadian cuaca buruk dilaut.(pasal 308 dan 309). Berdasrkan Keputusan Mentri Perhubungan No. KM.295/MG.201/Phb-81 pasal 1 ayat 1 dan 2 dengan tegas menyebutkan Kapal-kapal Niaga Indonesia sewaktu berlayar di perairan wilayah Indonesia dan mercusuar-mercusuar, serta bangunan di laut lainnya di seluruh wilayah Indonesia diwajibkan melaksanakan pengamatan dan memonitor cuaca yang lengkap dan terbatas sesuai dengan peralatan yang dimiliki. Dalam Pasal 5 keputusan mentri ini menyebutkan bahwa setiap kapal yang berlabuh wajib memberikan kesempatan atau bantuan kepada petugas Badan Meteorologi dan Geofisika yang akan melakukan pemeriksaan atau perbaikan alat - alat meteorologi atau memberikan petunjuk – petunjuk sehubungan dengan pengamatan cuaca di laut. Hal ini senada dengan UU No.17/2008 tentang Pelayaran Pasal 132 Kapal sesuai dengan jenis, ukuran, dan daerah pelayarannya wajib dilengkapi dengan peralatan meteorologi yang memenuhi persyaratan,wajib menyampaikan informasi cuaca sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Nakhoda yang sedang berlayar dan mengetahui adanya cuaca buruk yang membahayakan keselamatan berlayar wajib menyebarluaskannya kepada pihak lain dan/atau instansi Pemerintah terkait. Pasal 186 (1) Pemerintah wajib memberikan pelayanan meteorologi meliputi antara lain:
a. pemberian informasi mengenai keadaan cuaca dan laut serta prakiraannya; b. kalibrasi dan sertifikasi perlengkapan pengamatan cuaca di kapal; dan c. bimbingan teknis pengamatan cuaca di laut kepada Awak Kapal tertentu untuk menunjang masukan data meteorologi.
Landasan hukum dalam skala Internasional pun telah diratifikasi oleh pemerintah yaitu Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 1980 tentang ratifikasi Konvensi Internasional tentang Safety of Life at Sea (SOLAS) Tahun 1974 dan Ketentuan teknis World Meteorological Organization (WMO) Nomor 9 Volume D Nomor 471 dan Nomor 558 Ketentuan Internasional lainnya mengenai pelayanan meteorologi maritim tertuang dalam WMO Technical regulation (WMO-No.49), Volume I, Chapter C.1 yang berjudul ”Meteorological Services to Marine Activities” yang menyebutkan bahwa para operator pelayaran sebaiknya dapat memberikan pelayanan dengan cara yang sama di berbagai negara, baik penangkapan ikan di samudra maupun di pelabuhan. Standarisasi secara internasional mencakup : Skema VOS Metode Pengamatan elemen-elemen cuaca Penyiapan Informasi Cuaca Sinoptik Penerbitan Buletin cuaca dan Laut Ketentuan Siaran Informasi Cuaca Sinyal Warning Visual Storms Pelayanan Untuk SAR (Serach and Rescue) Port Meteorological Officer Pelayanan Informasi Pembentukan Es di laut Pencemaran Laut Pertukaran Data pengamatan Klimatologi Laut Pelatihan Meteorologi Maritim
Saat ini operasional StaMet.Maritim masih mengacu kepada Peraturan Kepala BMG NO : SK.170/ME.007/KB/BMG-2006 Tentang petunjuk teknis Operasional Stasiun Meteorologi maritim. Dalam JUKNIS ini tidak menyebut secara jelas tentang PMO tetapi lebih jelas
menyebut tentang VOS (Voluntary Observing Ship) namun tugas-tugas dari PMO tercantum dalam pasal 8 dari aturan ini dimana kunjungan kekapal dilakukan 3 bulan sekali dan Fam Voyage dilaksanakan setahun satu kali. Dalam hal kunjungan kekapal pada petunjuk teknis ini dirasa sangat kurang dengan kondisi kita menginginkan permasalahn kekosongan data dapat teratasi. Maksudnya adalah intensitas dari kunjungan kekapal baik kualitas maupun kwantitas perlu ditingkatkan. Dan yang tak kalah penting adalah pemeriksaan ketersedian data cuaca,
alat dan
kelayakan serta kalibrasi alat-alat meteorologi diatas kapal dimana menurut UU no 17/2008.diketahui bahwa jika perusahaan kapal tidak menyediakan peralatan Meteorologi atau rusak dikenakan denda 300 juta rupiah jadi hal ini berarti wajib. Artinya menurut amanah undang-undang tersebut PMO berhak memeriksa dan wajib melakukan pembinaan serta wajib mengkalibrasi alat.
KERJASAMA INTERNASIONAL Penelitian dan kerjasama Internasionalpun telah dijalin lama oleh BMKG dengan berbagai negara dan Organisasi dunia sabagaimana saat ini Kepala BMKG juga menjabat Presiden RA V WMO
untuk Asia Pasifik BMKG jaga tergabung dalam JCOMM (Joint
WMO/IOC Tehnical Commision for Oceanography and Marine Meteorology) dan berbagai institusi Iternasional lainnya seperti IOC,IMO dan lain-lain menambah posisi BMKG lebih kuat di kancah internacional. Keberhasilan yang dicapai ini idealnya menjadi motivasi bagi PMO untuk lebih percaya diri dalam melakukan kegiatannya di pelabuhan. . REVITALISASI PMO Untuk merivitalisasi PMO tidak sekedar pada object PMO semata, namun perlu memperhatikan proses kegiatan PMO dari sector hulu hingga hilir. 1. Sector Pendidikan Untuk merivalisasi PMO harus segera dilakukan pembenahan yang komprehensif dari hulu hingga hilir. Proses rekrutmen tenaga terampil dan ahli bidang meteorólogi maritim tentulah berasal dari AMG yang sekarang telah meningkat status menjadi STMKG. Peningkatan status ini diharapkan mampu membawa kepada peningkatan sumber daya manusia bidang meteorologi maritim yang handal. Program dan kurikulum yang ada saat
ini sudah mapan namun untuk peningkatan STMKG saat ini perlu melengkapi laboratorium Meteorologi maritim dan perangkat-perangkat semisal AWS kapal dan Radar Maritim. Skema simulasi pemeriksaan dan pengkalibrasian alat juga sudah harus terlaksana kedepan. Peningkatan bobot perkuliahan untuk mata kulaih kemaritiman dan oceanografi perlu peningkatan mutu dan kwantitas. Pembentukan postur taruna yang tidak saja menjadi petugas pencatat dan peramal cuaca tapi sudah seharusnya manjangkau kepada pemeriksa karana UU pelayaran dalam hal pemeriksaan kelayakan alat-alat meteorologi dikapal yang berujung pada hukuman denda jika tidak layak secara inplisit pemeriksaan yang dilakukan oleh PMO adalah sebagai penyidik PNS. Dengan peningkatan status STMKG saat ini juga harus melihat Konvensi laut Manila 2010 yaitu adanya pemberlakuan peraturan tentang pelayaran yang telah diratifikasi oleh pemerintah dalam hal ini Dirjen Perhubungan Laut pada pendidikan khusus bagi pelaut untuk Safety and Security At Sea yang dilaksanakan sebagai suatu kewajiaban bagi pelaut untuk naik diatas kapal. Peluang ini sangat terbuka bagi STMKG/Pusdiklat BMKG untuk mempersiapkan kualifikasi pengamat tingkat Pembantu Observer (PO) diatas kapal bagi pelaut dasar dimana saat ini menurut
kementrian
perhubungan terdapat kebutuhan 20.000 pelaut setiap tahunnya. Dan peluang untuk menambah PNBP dari sector ini sangat menjanjikan dan untuk itu perlu ada kerjasama yang erat antara Dirjen Perhubungan laut dengan BMKG.
2. Sector Perangkat hukum Perka
KaBMG
SK.170/ME.007/KB/BMG-2006
tentang
petunjuk
teknis
Operasional Stasiun Meteorologi maritim perlu diperbaharui untuk menempatkan penekanan kepada penugasan PMO dipelabuhan yang sesuai dengan standarisasi WMO dan IMO serta UU No.17/2008 tentang pelayaran. Terkait dengan jumlah stasiun yang melayani Meteorologi Maririm yang masih sedikit maka pemanfaatan Stasiun Meteorologi ditiap propinsi yang menjadi koordinator sangat mungkin diberdayakan dengan pemanfaata pengamatan Otomatis seperti AWS maritim dan Radar maupun CCTV terkait dengan lokasi Stamet penerbangan yang rata-rata di
bandar udara maka alat-alat ini sangat membantu pengamatan cuaca di wilayah pelabuhan laut ditiap propinsi. Saat ini stasiun Meteorologi penerbangan yang melayani cuaca maritim menurut perka 170 ada 3 stasiun yaitu Biak, Cilacap dan Kupang. Maka dengan kebutuhan dan semakin banyaknya permintaan masyarakat memerlukan informasi cuaca maritim perubahan atau pembaruan dari juknis ini adalah suatu keniscayaan. 3. Sektor Organisasi dan kelembagaan Organisasi kemaritiman pada lembaga setingkat BMKG saat ini yang mengurus cuaca wilayah laut dengan luas 3.257.483 km2 dari sabang samapai merauke adalah pada level kepala bidang. Hal ini menjadi tantangan yang besar bagi kita untuk memberdayakan level setingkat bidang ini sebagai penentu dalam pengambilan kebijakan, oleh karena itu perlulah kiranya kita mereorganisasi diri untuk mendukung poros maritim yang diprogramkan pemerintah ini. 4. Sektor SDM Sektor ini memang masih menjadi kendala samapi saat ini namun bukanlah kendala yang besar jika penguatan akan Automatisasi segera dilaksankan. Karena secara latar belakang pendidikan seluruh taruna Amg (STMKG) sudah mengenyam yang namanya Meteorologi maritim akan tetapi memang diperlukan UpGreding maupun Refreshing terhadap meteorologi maritim kekinian. 5. Belajar dari teknologi Casing Untuk yang satu ini penulis teringat akan Kuliah Umum Sestama (sekarang KBMKG) pada awal 2012 di AMG. Beliau menanyakan kepada kami apa persamaan dan perbedaan antara merk mobil Asia dan Eropa. Kami menjawab sama-sama terbuat dari besi tetapi yang membedakannya adalah harganya. Bagaimana mobil-mobil eropa bisa dipatok dengan harga sangat tinggi dibanding mobil asia jawabannya adalah karena performent dan kinerja mesin dan kualitas nya sangat tinggi. Maka dari sini kinerja dan performen BMKG akan sangat tinggi jika elemen mesin didalamnya punya performen yang tinggi. Hari ini performen yang tinggi saja belum cukup mesti ada pasion kata MenHub Ignasius Jonan. Performa yang tinggi ditambah pasion akan membuat kinerja semakin mantap, akan tetapi jika dibalut dengan bentuk atau casing mobil model tempoe
doeloe atau tidak update maka pembeli juga ogah. Konsumen lebih memilih casing mobil yang gress dan keluaran baru. Sebagaimana juga terjadi pada Hand Phone semakin hari menunjukkan inovasiinovasi terbaru sehingga pemain yang sudah mengakar dimasyarakat juga kalah bersaing dengan pendatang baru. Teknologi casing ini adalah penampakan dari luar dari seorang PMO, tampilan seorang PMO sebagai petugas harus sudah kelihatan berwibawa dan disegani. Penampakan dari luar ini bisa kita ambil contoh bagaimana seorang tentara yang kita lihat terbalut dengan baju seragamnya yang berwibawa dan disegani. Bagaimana ketika kita melihat seorang dokter dengan seragam putihnya ada kesan yang kita tangkap dari masing-masing profesi ini, jadi casing sangat menentukan. Kita akan lebih melihat dengan fokus jika seorang tukul dihiasi dengan balutan jas yang menawan daripada melihat tukul dengan kaos T-shirt. Namun tentu saja kebutuhan akan casing ini berbedabeda menurut tempatnya. Ada casing mobil untuk kota besar, ada untuk off road, ada untuk road race, dan ada untuk formula one. Begitu juga dengan petugas BMKG memiliki perbedaan fungsi di masing-masing tempat. Petugas fungsioonal PMG saja punya keahlian Teknisi, forcaster dan Observer. Belum lagi Auditor, Arsiparis, Dosen, Dokter dan perawat semua berbeda fungsi jabatan funsionalnya yang memerlukan casing yang berbeda pula. Seorang teknisi tidak mungkin memakai jas dokter untuk naik ke tiang anemometer, juga sebaliknya akan ada rasa ketidakpercayaan user jika hal ini dilakukan. Oleh karena dasar tersebut maka performent, pasion dan casing jika tigatiganya dipadukan akan menempatkan PMO pada posisi pemeran utama BMKG untuk poros Maritim Nasional
KESIMPULAN
Dengan berbagai dukungan yang ada baik landasan hukum berskala Internasional maupun nasional semakin memperkuat kapasitas seorang PMO. Untuk itu kegiatan PMO untuk pemeriksaan alat-alat pengamatan cuaca dikapal serta pembinaan tata cara pengamatan kepada pelaut harus terus diintensifkan, terstruktur dengan Standard prosedur operasi dan terukur dengan skala internasional ISO standart. Fam voyage harus dijadikan kegiatan rutin bagi Stamar guna validasi prakiraan gelombang dan cuaca dilaut.
Petunjuk Teknis tentang pelayanan meteorologi maritim perlu diperbaharui terkait penambahan stasiun yang melayani kegiatan meteorologi maritim ditiap propinsi, penekanan kewenangan serorang PMO sesuai Undang-undang Pelayaran UU no.17tahun 2008 dan penguatan bidang meteorologi maritim untuk turunan undang-undang MKKUG UU no 31 tahun 2009 dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang masih dalam pembahasan. Selain performing dan passion juga diperlukan casing yang memadai untuk tampilan seorang PMO dimata operator pelabuhan dan pelayaran.
Banda Aceh, 14 Desember 2014 Mengetahui/Menyetujui
Penulis
Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Blang Bintang
TTD FACHKRURAZI,SP NIP.196509301990031002
NASROL ADIL NIP.107405121997031001