PROSEDING SEMINAR NASIONAL DAN PIT IGI XVII GEO MARITIM : UPAYA MEWUJUDKAN POROS MARITIM DUNIA DALAM PERSPEKTIF GEOGRAFI
Editor
: Dr. Muzani Dipl-Eng,M.Si Aris Munandar,SP. d,M.Si Cahyadi Setiawan M.Si Ode Sofyan Hardi ,S.Pd,M.Si Ilham Mataburu M.Si
Cover
: Sukowati
ISBN
: 978-602-18999-3-9
ii
PENDEKATAN GEOMORFOLOGI –TANAH UNTUK PENGEMBANGAN LAHAN PADI SAWAH DI MEREUKE Junun Sartohadi1a, Aries Dwi Wahyu Rahmadana2b,Evi Dwi Lestari3b, Edwin Maulana 4bc, Suci Handayani5d,Makruf Nurudin 6d
[email protected] (1),
[email protected] (2),
[email protected] (3),
[email protected](4),
[email protected] (5),
[email protected] (6) a Staf Pengajar Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada b Peneliti, Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Univeritas Gadjah Mada c Staf Laboratorium Geospasial Parangtritis, Badan Informasi Geospasial d Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada
ABSTRAK Kabupaten Merauke memiliki wilayah dengan relief yang relatif datar dengan material penutup permukaan aluvium. Sepintas, wilayah yang relatif datar dan tersusun atas material aluvium sesuai untuk pengembangan pertanian padi sawah. Kabupaten Merauke merupakan kawasan perbatasan yang merupakan serambi depan wilayah NKRI sehingga perlu dikembangkan sesuai dengan sumberdaya wilayah yang tersedia. Penyampaian makalah ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan mengenai potensi pengembangan lahan pertanian padi sawah melalui analisis bentanglahan tanah (soilscape). Metode penelitian yang digunakan adalah survei lapangan yang didahului dengan analisis geomorfologitanah (pedo-geomorphology) melalui interpretasi peta dan citra penginderaan jauh. Peta-peta yang digunakan mencakup peta Landsystem 1 : 250.000, Peta Rupa Bumi Indonesia 1 : 50.000; sedangkan citra penginderaan jauh yang digunakan mencakup SPOT, Landsat TM, SRTM 90M. Setiap satuan pemetaan yang telah diidentifikasi dilakukan pengecekan lapangan untuk uji akurasi informasi atas hal-hal yang diinterpretasikan. Setiap satuan pemetaan untuk kemudian dilakukan pengamatan kondisi tanah melalui transek dan beberapa titik tambahan terpilih. Pengujian laboratorium dilakukan atas tanah yang dijadikan pewakil. Analisis pengembangan semata-mata didasarkan atas teori geomorfologi-tanah untuk menghindarkan berbagai ancaman kerusakan lahan dan kerugian investasi yang akan dilakukan. Pendekatan geomorfologi-tanah mempunyai manfaat dalam dua hal terkait dengan pengembangan lahan pertanian padi sawah. Pendekatan geomorfologi-tanah dapat membantu efektifitas survei lapangan yang dilakukan. Informasi mengenai sumber material, sumber air, wilayah genangan, tutupan lahan, potensi kemasaman dan ancaman intrusi air laut dapat dihasilkan melalui interpretasi geomorfologi-tanah. Lebih dari itu, pendekatan geomorfologi-tanah dapat digunakan sebagai dasar penentuan transek pengecekan tanah di lapangan. Pendekatan geomorfologi-tanah membantu dalam hal evaluasi keberlanjutan pemanfaatan lahan terkait dengan penempatan berbagai fasilitas pendukung lahan pertanian, pengurangan risiko kerusakan lahan dan kerugian investasi. Kata Kunci: geomorfologi, tanah, lahan, sawah, perbatasan A. PENDAHULUAN Mandiri pangan merupakan salah satu agenda besar dari kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kala. Mandiri pangan diartikan bahwa kebutuhan pangan pokok bagi rakyat Indonesia dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Makanan pokok dari sebagian besar rakyat Indonesia adalah beras yang saat ini dipenuhi melalui impor dari negara Vietnam, Thailand, dan India. Mandiri pangan dapat dicapai melalui dua cara, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi lahan sawah. Intensifikasi diartikan dengan penciptaan produktifitas optimum lahan sawah dalam memproduksi beras. Ekstensifikasi berarti menambah luas lahan sawah yang ada saat ini. Intensifikasi lahan sawah mengisyaratkan perlu adanya peningkatan teknik pengelolaan lahan agar berproduksi secara optimum dan lestari. Ekstensifikasi lahan sawah bermakna pencarian lahan yang berpotensi untuk pengembangan produksi beras.
722
Ekstensifikasi lahan sawah, secara teoritis, hanya dapat dilakukan di luar Pulau Jawa. Ekstensifikasi lahan sawah mensyaratkan ketersediaan lahan yang cukup luas dan saat ini masih kosong dalam arti pemanfaatan untuk kegiatan lain di luar pertanian padi. Tersedianya lahan kosong tidak dengan serta merta dapat diubah pemanfaatannya menjadi lahan sawah karena ada beberapa syarat pokok baik fisik maupun non fisik yang harus dipenuhi agar lahan dapat dimanfaatkan secara lestari. Pengalaman kurang menyenangkan atas usaha pencetakan lahan sawah di Kalimantan Tengah yang bergambut tebal memberikan pelajaran yang nyata bahwa tidak semua lahan kosong yang datar dan kecukupan air dapat dianggap sesuai. Ekstensifikasi lahan sawah memerlukan analisis ilmiah yang komprehensif untuk mengurangi dampak negatif yang akan timbul sehingga lahan dapat dimanfaatkan secara lestari. Kabupaten Merauke merupakan kawasan perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini yang secara fisik banyak tersedia lahan datar. Kabupaten Merauke mempunyai luas total wilayah 46.791,63 km2 dengan kepadatan penduduk 4,49 jiwa/km2. Penduduk Kabupaten Merauke tersebar di berbagai distrik dengan kepadatan yang sangat beragam (Tabel 1). Kabupaten Merauke secara morfologis lahan didominasi oleh sudut lereng yang kecil berupa dataran aluvial dan dataran aluvial pantai sehingga secara sekilas mempunyai potensi yang tinggi untuk ekstensifikasi lahan sawah. Kabupaten Merauke yang merupakan kawasan perbatasan dengan luas lahan yang besar namun mempunyai jumlah penduduk yang terbatas perlu dikembangkan karena bertindak sebagai beranda depan negara. Program peningkatan produksi bahan pokok pangan berupa beras secara nasional berpotensi dilaksanakan di Kabupaten Merauke (Djaenudin, 2007). Pengembangan lahan sawah di Kabupaten Merauke harus didahului dengan penyusunan rencana yang matang agar tercipta pemanfaatan lahan yang lestari. Sangat dimungkinkan lahan yang terlihat secara sekilas mempunyai potensi kesesuaian yang tinggi karena mempunyai susunan morfologi permukaan yang datar, namun pada kenyataannya mempunyai faktor pembatas fisik yang sulit diatasi. Pemahaman atas sifat-sifat lahan secara komprehensif yang tidak hanya mencakup analisis morfologi permukaan lahan namun juga sifat-sifat tanah yang menyelimuti permukaan lahan sangat diperlukan untuk mengetahui adanya ancaman dan hambatan dalam pemanfaatan lahan secara lestari. Tabel 1. Luas wilayah dan jumlah penduduk menurut distrik di Kabupaten Merauke No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Distrik
Luas (km2)
Kimaam Tabonji Waan Ilwayab Okaba Tubang Ngguti Kaptel Kurik Animha Malind Merauke Naukenjerai Semangga Tanah Miring Jagebob Sota Muting Elikobel Ulilin Jumlah
4.630,30 2.868,06 5.416,84 1.999,08 1.560,50 2.781,18 3.554,62 2.384,05 977,05 1.465,60 490,60 1.445,63 905,86 326,95 1.516,67 1.364,96 2.843,21 3.501,67 1.666,23 5.092,57 46.791,63
Sumber: BAPPEDA Kab. Merauke, 2013
723
Jumlah Penduduk 6.093 5.376 4.717 5.373 5.137 2.352 1.970 1.825 14.052 2.042 9.377 93.999 1.974 13.670 17.905 7.386 3.058 5.384 3.993 4.297 209.980
Kepadatan (jiwa/km2) 1,32 0,99 1,64 2,69 3,29 0.85 0.55 0,77 14,38 1,39 19,11 65,02 2,18 41,81 11,18 5,41 1,08 1,54 2,40 0,84 4,49
Geomorfologi adalah bagian dari ilmu kebumian yang mempelajari susunan bentuklahan permukaan bumi melalui telaah mendalam atas karakteristik morfologi permukaan, material penyusun, dan proses-proses yang membentuk dan mengubah konfigurasi morfologi permukaan. Geomorfologi dengan kata lain mempelajari interaksi yang kompleks antara morfologi permukaan lahan, material, dan proses-proses yang bekerja padanya yang menghasilkan satuan-satuan bentuklahan penyusun permukaan bumi. Pengamatan satuan-satuan bentuklahan tidak terbatas pada kawasan yang luas dan makro, namun juga dapat mencakup kawasan yang sempit dan mikro. Karakterisisasi morfologi bentuklahan secara makro mungkin hanya mencakup aspek sudut lerang saja, namun secara mikro dapat mencakup berbagai aspek lereng yang lain seperti: panjang, sudut, aransemen, komposisi. Karakterisisasi material dan proses juga bersifat multi-hirarkis kedetilannya mengikuti luas kawasan kajian. Tanah merupakan material gembur yang menyelimuti permukaan satuan bentuklahan penyusun permukaan bumi. Tanah terbentuk dari hasil pelapukan batuan yang telah terubah oleh berbagai aksi kinerja iklim dan organisme sehingga mempunyai sifat dan perwatakan yang berbeda dengan material hasil pelapukan batuan. Tanah sebagai tubuh alam mempunyai sifat dinamis sebagai akibat dari adanya pengaruh iklim dan organisme yang bekerja pada permukaan bumi. Tanah merupakan media tempat tumbuh tanaman berakar di bawah kondisi lingkungan alami. Tanah dalam konteks geomorfologis, merupakan sebagian dari material penyusun satuan bentuklahan yang terletak di permukaan. Tanah seperti halnya morfologi permukaan lahan merupakan media perekam berbagai proses alami yang telah pernah bekerja pada masa lampau. Kajian geomorfologi memberikan informasi proses yang terjadi masa lampau melalui telaah morfologi permukaan lahan dan material khususnya material dasar. Kajian geomorfologi-tanah memberikan informasi yang lebih detil atas proses-proses yang terjadi pada masa lampau melalui telaah mendalam morfologi permukaan lahan mikro dan material tanah yang menyelimuti permukaan lahan. Berbagai proses pada masa lampau yang telah membentuk satuan bentulahan saat ini dapat dimaknai sebagai informasi penting untuk memperkirakan proses-proses yang saat ini berlangsung dan yang akan berlangsung di masa yang akan datang. Proses-proses alami yang telah membentuk dan akan mengubah satuan bentuklahan dari waktu ke waktu dapat dimaknai sebagai informasi akan adanya ancaman bencana alam sehingga perlu tindakan antisipasi. Kajian geomorfologi tanah berpotensi untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam perencanaan pemanfaatan sumberdaya lahan secara lestari. B. METODE Metode yang diterapkan di dalam pengumpulan data adalah metode survei lapangan yang didahului dengan interpretasi peta dan citra dengan pendekatan analisis bentanglahan (land surface characteristics analysis). Peta yang digunakan di dalam proses pengumpulan data dan informasi kawasan Kabupaten Merauke adalah Peta Sistem Lahan 1 : 250.000, Peta Geologi 1 : 500.000, dan Peta Rupa Bumi Indonesia 1 : 50.000. Citra-citra yang digunakan untuk menghasilkan informasi kawasan kajian mencakup SPOT, Landsat TM, dan SRTM 90m. Interpretasi Peta Sistem Lahan adalah hal pertama yang dilakukan, didasarkan atas penermatan kartu data yang mencakup berbagai informasi mulai dari morfologi permukaan lahan, material penyusun, karakteristik tanah, penutupan laham, dan ancaman bencana. Peta Sistem Lahan mempunyai kelemahan dalam hal akurasi dan presisi baik pada geometri peta maupun kartu data yang ada padanya. Interpretasi peta dan citra berikut pengecekan lapangan berbasis analisis geomorfologi-tanah dilakukan untuk meningkatkan kualitas Peta Sistem Lahan sehingga menjadi lebih layak dijadikan sebagai peta dasar dalam penelitian. Karakteristik permukaan lahan yang dianalisis mencakup morfologi permukaan lahan, penggunaan lahan dan penutupan lahan, pola pengatusan, dan pola kelurusan untuk kemudian dikorelasikan dengan informasi yang diperoleh dari Peta Sistem Lahan dan Peta Geologi. Pada berbagai
724
satuan bentuklahan yang didapatkan melalui tahapan interpretasi peta dan citra dilakukan pengecekan lapangan secara transek. Pengujian hasil interpretasi peta dan citra atas satuan-satuan delineasi adalah hal pertama yang dilakukan selama pengecekan lapangan. Koreksi atas logika penarikan garis delineasi dan satuan-satuan delineasi banyak dilakukan karena keterbatasan pemahaman kondisi lapangan dan resolusi spasial peta berikut citra yang digunakan untuk interpretasi. Berbagai informasi mengenai dinamika penutupan lahan pada masa lalu lebih mewarnai pada ketidak-akuratan penarikan batas-batas satuan delineasi yang dilakukan melalui tahapan interpretasi peta dan citra. Pengujian atas karakteristik material tanah dan tanah yang menyelimuti permukaan lahan dilakukan menurut transek memotong persebaran material. Pemahaman atas intensitas dan jenis proses sedimentasi material penutup permukaan lahan sangat penting untuk menentukan arah transek pengujian di lapangan. Pengujian atas contoh-contoh material tanah dan tanah juga dilakukan di laboratorium untuk mendukung hasil pengujian di lapangan. Pengujian di laboratorium dilakukan untuk pengukuran karakteristik fisik dan kimia tanah yang berpengaruh terhadap pemanfaatan lahan untuk tanaman padi. Pengujian di laboratorium juga dilakukan pada contoh-contoh air yang diperkirakan akan dapat dijadikan sebagai sumber air baku pengairan. Contoh air yang diuji di laboratorium berasal dari air sungai dan air tanah dalam. Hasil-hasil pengujian di lapangan atas kondisi morfologi permukaan lahan, karakteristik material penyusun, dan proses yang terjadi di wilayah kajian dianalisis secara spasial menurut satuan-satuan bentuklahan. Informasi yang didapatkan disajikan secara deskriptif untuk menjelaskan potensi pemanfaatan lahan sebagai kawasan pengembangan lahan sawah secara lestari dari sudut pandang kondisi fisik lahan. C. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Deskripsi kondisi geografis Kabupaten Merauke mempunyai luas wilayah yang termasuk sangat besar dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Merauke menurut hasil pengukuran dari peta-peta yang digunakan di dalam penelitian dan telah dikonfirmasi dengan pihak pemerintah daerah adalah +4,6 juta hektar. Secara morfologis dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu dataran bergelombang dan dataran yang rata. Dataran bergelombang merupakan hasil dari proses tektonik pengangkatan sementara dataran yang rata merupakan hasil proses aluvio-marin. Secara geologis material dasar penyusun wilayah Kabupaten Merauke merupakan batuan sedimen berikut hasil-hasil perombakannya baik oleh proses pelapukan, erosi, sedimentasi sungai dan laut (Tabel 2). Bagian wilayah yang tersusun oleh material batu koral, endapan laut, dan pasir sangat dimungkinkan kurang sesuai untuk pengembangan lahan sawah. Sifat kimia tanah yang lebih dipengaruhi oleh tingginya kandung CaCO3 sangat dimungkinkan membuat tanah kurang sesuai untuk lahan pertanian intesif. Endapan laut juga dimungkinkan kurang sesuai untuk pengembangan lahan sawah dikarenakan sifat kimia tanah yang dimungkinkan lebih dipengaruhi oleh kadar NaCl. Kawasan endapan pasir juga dimungkinkan menjadi kurang sesuai untuk pengembangan lahan sawah dikarenakan sifat fisik tanah yang berdrainase sangat cepat. Kawasan lain yang tersusun oleh material batuan jenis lain yang ada di Kabupaten Merauke dimungkinkan mempunyai potensi untuk pengembangan lahan sawah yang lebih tinggi . Tabel 2. Luasan Formasi Geologi Kabupaten Merauke No Formasi Geologi Simbol 1 2
Alluvium Pengangkatan Batu Koral
Qa Qc
725
Luas (ha) 781.628 71.269
Luas (%) 16.70 1.52
3 4 5 6 7 8
Endapan Laut Muda Endapan Laut Tua Endapan Rawa Muda Endapan Rawa Tua Endapan Sungai Tua Pasir Total
Qc1 Qc2 Qs1 Qs2 Qr2 pasir
74.224 16.064 1760.641 1400.077 497.935 77.321 4.679.163
1.58 0.34 37.62 29.92 10.64 1.65 100
Sumber: RePPProT, 1990 dan BAPPEDA Kab. Merauke, 2013 Secara garis besar satuan-satuan tanah yang ada di Kabupaten Merauke ada 8 great group(lihat Tabel 3). Satuan tanah Paleustults dan Tropohemits berturut-turut merupakan satuan tanah yang paling tinggi dan paling rendah proporsinya, keduanya dimungkinkan mempunyai potensi sedang untuk pengembangan lahan sawah. Paleustults mempunyai penghambat drainase cepat karena pada lapisan bawahnya mempunyai Plinthite, sementara Tropohemist mempunyai penghambat drainase sangat lambat karena posisi topografisnya pada cekungan (Notohadisuwarno, 1984). Satuan-satuan tanah yang lain sangat dimungkinkan mempunyai potensi untuk pengembangan lahan sawah tingkat sedang dengan berbagai bentuk dan tingkatan penghambat yang berbeda. Tabel 3 Luasan Great Group(Soil Survey Staff, 1975) tanah Kabupaten Merauke No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Tanah Eutropepts Hydraquents Paleustults Sulfaquents Tropaquents Tropaquepts Tropohemists Tropopsamments
Total Sumber: RePPProT, 1990 dan BAPPEDA Kabupaten Merauke, 2013
Luas (ha)
Luas (%)
774.818 36.006 1.893.877 287.643 1.206.568 395.864 17.170 67.217 4.679.163
16,55 0,76 40,47 6,14 25,78 8,46 0,36 1,43 100
Iklim Kabupaten Merauke dapat diamati dari kondisi curah hujan, tipe iklim, suhu dan kelembaban udara. Kabupaten Merauke memiliki curah hujan sebesar 1463 mm/tahun. Analisis atas nilai rata-rata curah hujan bulanan Kabupaten Merauke yang termasuk dalam klasifikasi bulan basah sebanyak 4 bulan, bulan lembab sebanyak 2 bulan dan bulan kering sebanyak 6 bulan. Tipe iklim Kabupaten Merauke berdasarkan sistem klasifikasi Oldeman termasuk tipe D3 sehingga memerlukan tambahan air irigasi jika akan dikembangkan untuk lahan sawah. Penggunaan lahan di Kabupaten Merauke yaitu hutan lahan kering, hutan rawa, hutan mangrove, semak belukar, savana, hutan tanaman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering bercampur semak, transmigrasi, sawah, tambak, tanah terbuka, pertambangan, pemukiman dan rawa. Penggunaan lahan dominan di Kabupaten Merauke yaitu hutan lahan kering. Dominasi penggunaan lahan hutan menunjukkan kondisi alami lebih banyak dijumpai di Kabupaten Merauke. Aktivitas masyarakat belum optimal atas dasar ketersediaan luasan lahan dalam hal memanfaatkan lahan. b. Geomorfologi-tanah daerah penelitian Kabupaten Merauke tersusun atas 17 sistem lahan. Morfologi yang dominan dijumpai di Kabupaten Merauke berupa dataran dan dataran bergelombang. Tutupan lahan dominan adalah hutan lahan kering dan rawa-rawa. Hutan lahan kering dan rawa-rawa mendominasi sebagian besar wilayah di Kabupaten Merauke karena kondisi material pembentuk permukaan (genesis) tersusun atas material hasil
726
pengangkatan dan sedimentasi material dari perbukitan-pegunungan di sisi Utara. Data sistem lahan Kabupaten Merauke dapat dilihat pada Tabel 4. Ada 6 satuan wilayah sistem lahan yang diduga potensial untuk pengembangan lahan sawah, yaitu: ABB, BST, KPI, MBN, TKK, WDO. Pada ke enam satuan sistem lahan untuk kemudian dilakukan pengujian peta hasil interpretasi di lapangan berikut pengamatan lahan, air dan tanah. Tabel 5 menunjukkan daftar satuan sistem lahan yang diduga potensial untuk lokasi pengembangan lahan sawah yang secara total kurang lebih 50% luas lahan seluruh Kabupaten Merauke. Pengujian lapangan atas 6 satuan pemetaan sistem lahan yang dilengkapi dengan analisis laboratorium atas contoh tanah dan air menunjukkan bawah semua satuan wilayah yang diuji mempunyai potensi yang setara. Faktor penghambat yang menyebabkan satuan-satuan wilayah yang diuji jatuh kepada klas berpotensi marginal sangat bervariasi. Faktor pembatas yang berupa keterbatasan dalam hal kesuburan (f) dan ketersediaan hara (n) hampir dapat diketemukan pada semua satuan wilayah yang diuji (Tabel 5). Genesis satuan sistem lahan yang merupakan lahan endapan fluvial dan fluvio-marin dari meterial batuan sedimen laut mungkin menjadikan sebab utama mengapa semua sistem lahan yang diuji mempunyai penghambat kesuburan. Batuan sedimen laut pada umumnya telah kehilangan sebagian besar unsur logam karena proses reduksi dan mobilisasi akibat jenuh air. Batuan sedimen untuk setelah mengalami pengangkatan terombak oleh proses pelapukan dan re-sedimentasi oleh aktivitas aliran air dan gelombang, sehingga pada akhirnya membentuk satuan tanah dengan tingkat kesuburan kimia rendah. Tabel 4 Tabel luasan dan deskripsi Sistem Lahan Kabupaten Merauke No Simbol Nama Deskripsi Luas (ha) Luas (%) 1 ABB Ambebe Dataran pantai yang agak jauh ke dalam yang 240.131 5.13 dilalui oleh sungai yang terdahulu 2 BLA Bula Dataran pantai yang baru, dan tidak jelas pola 94.099 2.01 alirannya dengan beberapa bekas pantai 3 BLK Bulaka Dataran aluvial yang baru dengan sisa-sisa 159.839 3.41 bekas dataran pantai 4 BST Boset Bekas dataran pantai yang berombak 394.885 8.43 5 DGL Digol Dataran sungai yang berbelok-belok di daerah 133.966 2.86 muara dan rawa-rawa 6 FLY Fly Jalur dan bekas kelokan-kelokan dari sungai 36.007 0.76 utama yang memotong dataran 7 KJP Kajapah Rawa-rawa bakau/nipah yang berada di daerah 287.645 6.14 pasang surut 8 KPI Kepi Lembah-lembah berawa, yang tergenang secara 236.026 5.04 musiman 9 KRR Kinjaramora Dataran pantai yang baru dengan bentuk pola 246.198 5.26 aliran parallel 10 MBN Mibini Dataran pantai yang datar – berombak 285.714 6.10 11 MWA Miwa Bekas dataran pantai yang teroreh termasuk 179.283 3.83 sisa-sisa kecil 12 OBO Obo Lembah-lembah berawa yang tertutup, dengan 17.171 0.36 danau-danau 13 PTG Putting Pantai-pantai dan bekas pantai, diantaranya 67.218 1.43 lembah-lembah 14 SDS Sudarso Dataran pantai yang agak jauh kedalam dengan 331.774 7.09 berbagai danau tawar yang terpencar 15 SKI Suki Bekasdataranpantai yang berombak lemah 1.033.989 22.09 16 TKK Tohkiki Punggung-punggung pegunungan yang lebar 774.818 16.55 dan bagian-bagian yang besar dan terpencar
727
17
WDO
Wando
Dataran banjir sungai-sungai besar, yang tergenang secara permanen disamping bekas dataran Jumlah
160.394
3.42
4.679.163
100
Sumber: RePPProT, 1990 Satuan sistem lahan lain mempunyai pembatas perakaran karena mempunyai drainase buruk dan atau lapisan tanah yang meracun (pirit = Fe2SO4). Faktor pengambat lain yang juga sering diketemukan adalah ketersediaan air sebagai akibat dari panjangnya musim kering di Kabupaten Merauke. Dalam hal kekurangan air, beberapa wilayah yang berdekatan dengan sumber air baku baik yang berupa sungai dan air tanah dalam dimungkinkan dapat diatasi mengingat hasil pengujian laboratorium atas contoh air yang diambil semuanya sesuai untuk pengairan (Tabel 6). Contoh air diambil dari lokasi-lokasi sungai yang diperkirakan tidak mengalami kekeringan ketika musim kemarau, yang mencakup Sungai Salor, Sungai Wapeko, Sungai Kumbe, dan Sungai Muting. Pada saat pengambilan contoh air, terjadi hujan beberapa hari sebelumnya sehingga debit air menjadi lebih tinggi dari biasanya. Tabel 5 Hasil kajian kesesuaian sampel tanah pada satuan sistem lahan Kabupaten Merauke NO Sistem lahan Jumlah Sampel Kesesuaian Lahan Penilaian Aktual S3rn, S3n Potensial S2wrsn, S2wrfsn Aktual S3n 2 Boset (BST) 1 Potensial S2wrsn Aktual S3n 3 Kepi (KPI) 11 Potensial S2wrn, S2wrfn Aktual S3brn, S3fn 4 Puting (PTG) 2 Potensial S2wbfrn, S2swfern Aktual S3n 5 Suki (SKI) 1 Potensial S2swefrn Aktual S3fn 6 Wando (WDO) 1 Potensial S2wfrn Catatan: Tohiki (TKK) dan Mibini (MBN) diperkirakan mempunyai tingkatan hampir sesuai (S3) berbasis pada pengamatan lapangan bahwa lahan telah ada yang mengusahakan untuk budidaya padi sawah. Dianalisis berbasis kriteria dari Syset al (1993) Sumber: Analisis data, 2015 1
Ambebe (ABB)
2
Pendugaan geolistrik atas lapisan-lapisan batuan penyusun pada wilayah Wapeko menunjukkan bawah ada ketersediaan cadangan air tanah yang besar. Potensi air tanah yang dapat dimanfaatkan untuk pengairan lahan sawah didasarkan pada interpretasi lapisan bawah permukaan yang dapat bersifat sebagai pembawa air (aquifer) (Tabel 7). Lokasi potensi penempatan sumur berada diantara titik duga L01_12 dan L01_13 dengan radius 100 - 200 m (Gambar 3.20). Potensi air tanah yang dapat dimanfaatkan pada lahan persawahan diperkirakan memiliki debit mencapai 16 m3/jam.
728
Tabel 6. Hasil pengujian kualitas air Kabupaten Merauke Nama Sungai Parameter FISIKA TDS TSS Temperatur KIMA pH Oksigen Terlarut (DO) B O D5 COD Pospat (PO4-P) Nitrat (N03) Cadmium (Cd) Tembaga (Cu+2) Timbal (Pb+2) Boron (Bo) BIOLOGI Fecal coliform Coliform total
Satuan
Wapeko
Salor
Kumbe
Muting
mg/L mg/L 0C
1780 27.1 23.3
8 3.8 23.4
9.3 23.3
112 3.2 23.3
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
6.17 8.30 0.73 1.48 2.702 0.0079 0.0471 0.0374 0.0078
6.66 7.45 1.31 3.21 0.094 ≤0.066 0.0070 0.0096 0.1167 0.0278
7.39 7.43 1.60 15.8 0.170 ≤0.066 0.0065 0.0035 0.0545 ≤0.0001
7.24 8.30 0.87 5.93 ≤0.066 ≤0.001 0.0157 0.0545 ≤0.0001
MPN/100mL MPN/100mL
11 22
3 6
3 6
-
Sumber: Analisis Laboratorium, 2015 Tabel 7 Lapisan Bawah Permukaan Sawah Mekanis di Wapeko Titik Duga Titik Duga No Bagian Kedalaman Lapisan Kedalaman Lapisan L01_11 L01_12 <3,74 m penutup <1,2 m penutup 3,74-50,2 m pasir 1,2-6 m pasir 1 Utara >50,2 m pasir 6-30,2 m pasir 30,2-67,2m pasiran >67,2 m pasir L01_14 L01_15 <5,54 m penutup <1,4 m penutup 2 Tengah 5,54-43,81 m Pasir 1,4-9,61 m pasir >43,81 m Pasir 9,61-42,16 m pasir >42,16 m pasir L01_17 L01_18 <1,02 m penutup <1,2 m penutup 3 Selatan 1,02-4,29 m pasir 1,2-5,25 m pasir 4,29-59,1 m pasir 5,25-23 m pasir >59,1 m pasir >23 m pasir Sumber: Anonim, 2014
729
Titik Duga Kedalaman Lapisan L01_13 <1 m Penutup 1-9 m Pasir 9-36,5 m Pasir 36,5-95,8 m pasiran >95,8 m Pasir L01_16 <1,8 m penutup 1,8-47,5 m pasir >47,5 m pasir L01_19 <2,51 m penutup 2,51-101 m pasir >101 m pasir
c. Pola pengembangan lahan sawah Pengembangan lahan sawah tidak dapat didasarkan atas penilaian kualitas tanah semata. Hasil pengujian lapangan dan laboratorium atas satuan–satuan tanah di Kabupaten Merauke menunjukkan bawah pengembangan lahan sawah sangat berpotensi terhambat oleh beberapa faktor yang sifatnya permanen. Keterbatasan potensi air pada musim kemarau sebagai akibat dari panjangnya periode kering terjadi secara umum pada semua lokasi akibat dari karakter iklim wilayah. Banjir dan genangan mengancam beberapa bagian yang merupakan kawasan dekat sungai dan cekungan. Adanya lapisan pirit dan plinthite pada beberapa lokasi telah pula mengisyaratkan bahwa untuk mengatasi permasalahan rendahnya kesuburan dan keterbatasan air tidak mudah dilakukan. Pembuatan saluran irigasi harus diusahakan sedemikian rupa tidak membuka lapisan pirit agar tidak terjadi peningkatan kemasaman tanah. Pemberian pupuk harus diusahakan tidak menyentuh lapisan plinthite agar efisien dan tidak meracuni air tanah. Pengamatan atas kondisi sungai berikut dataran banjir yang ada di sekitar tubuh sungai mengisyaratkan bahwa fluktuasi tinggi muka air sungai sangat besar sebagai akibat dari pasang surut air laut. Kawasan yang terpengaruh oleh pasang surut air laut seyogyanya tidak dibuka sebagai kawasan pengembangan lahan sawah. Dataran banjir yang sangat luas ada di kanan kiri sungai utama seperti Sungai Bian, Sungai Wapeko, dan Sungai Kumbe secara alami terancam oleh adanya genangan pada saat musim hujan. Pembuatan tanggul di sepanjang aliran sungai mungkin dapat dijadikan salah satu bentuk mitigasi struktural untuk melindung kawasan dataran banjir yang berpotensial untuk pengembangan lahan sawah. Keterbatasan ketersediaan air pada musim kemarau kemungkinan besar tidak dapat sepenuhnya dapat diatasi melalui pemanfaatan air permukaan dari sungai saja namun juga harus didukung dengan pemanfaatan air tanah. Pemanfaatan air tanah bersifat tidak berkelanjutan jika tidak dilakukan perlindungan terhadap kawasan resapannya. Untuk itu maka perlu dilakukan kajian mendalam atas satuan-satuan wilayah yang berpotensi sebagai kawasan konservasi air tanah. Kawasan konservasi air tanah dapat diletakkan pada wilayah yang satuan tanahnya mempunyai lapisan plithite. Secara topografis, kawasan yang ada plithite-nya mempunyai elevasi yang lebih tinggi, permeabilitas tanah cepat, dan berdrainase baik. Pemanfaatan sumberdaya air permukaan semestinya dikembangkan tidak hanya berbasis pada aliran air sungai yang berfluktuasi besar antara musim kemarau dan musim penghujan. Penciptaan embung penampung air hujan dan air sungai yang dapat digunakan pada saat musim kemarau perlu dikembangkan. Kawasan yang mempunyai lapisan pirit yang secara alami selalu terletak pada zone yang paling rendah elevasinya dapat digunakan sebagai kawasan embung. Pembuatan embung pada kawasan tanah yang mempunyai lapisan pirit mempunyai makna ganda, yaitu menjaga agar tanah tidak mengalami oksidasi sehingga tidak terjadi pengasaman tanah, dan menjaga ketersediaan air bagi kawasan di sekitarnya. D. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Ada 6 satuan sistem lahan yang berpotensi untuk kawasan pengembangan lahan sawah di Merauke. Semua satuan sistem lahan mempunyai potensi yang marginal dengan bentuk faktor pembatas yang bervariasi. Pemanfaatan lahan secara lestari hanya dapat dicapai apabila faktor-faktor pembatas pengambangan lahan sawah diatasi secara komprehensif. Faktor-faktor pembatas yang ada harus diatasi dengan hati-hati dengan memperhatikan perwatakan morfologi permukaan lahan, material penyusunnya yang berupa material dasar dan material penutup permukaan, dan proses-proses yang saat ini berlangsung. Mengatasi adanya faktor pembatas pada setiap sistem lahan tidak dapat dilakukan secara individu karena tidak bersifat lokal dan saling berkait dengan sistem lahan yang ada di sekitarnya.
730
Penelitian yang telah dilakukan baru merupakan penelitian pendahuluan yang perlu ditindak lanjuti dengan penelitian-penelitian berikutnya sehingga hasilnya dapat bersifat operasional. Dari sudut pandang geografis, resolusi spasial peta dan citra untuk penelitian selanjutnyaberikut pengujian lapangannya harus ditingkatkan. Akurasi dan presisi batas-batas delineasi dan informasi yang terkandung di dalamnya harus tinggi sehingga dapat dijadikan pegangan pada tingkat operasional di lapangan. KEPUSTAKAAN Anonim. 2014. Survei Geolistrik untuk Air tanah di Rencana Persawahan di Daerah Merauke, Papua. Laporan PT. ARTHA TYANI MINERAL kepada PT. METRA DUTA LESTARI. Jakarta BAPEDA Kabupaten Merauke, 2013. Kabupaten dalam angka. Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, Propinsi Papua Djaenudin, D. 2007. Potensi Sumber Daya Lahan untuk Perluasan Areal Tanaman Pangan di Kabupaten Merauke. Iptek Tanaman Pangan Vol. 2 No.2 Notohadisuwarno, S. 1984. Klasifikasi Tanah dan Sifat-sifat Fisika, Kimia Tanah Daerah Kurik Kumbe, Irian Jaya. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. 25p. Regional Physical Planning Programme for Transmigration (RePPProT). 1990. The land resources of Indonesia: a national overview (and company-ing atlas). Jakarta: Land Resources Department, Natural Resources Institute, Overseas Development Administration, London, and Ministry of TransmigrationRidhwan, M.M., Nugroho, M,N., Winarno, T., dan Grace, M.V., 2012, “Analisis Status Ketahanan Pangan di Indonesia dengan Aplikasi Model Panel Data Spasial.”, Bank Indonesia Working Paper, November 2012. Soil Survey Staff, 1975. Keys to Soil Taxonomy. United State Departement of Agriculture. Natural Resources Conservation Service Sys, C., E. Van Ranst, J. Debaveye, & F. Beernaert. 1993. Land Evaluation Part III Crops Requirenments. Agricultural Publications – No 7. General Administration for Development Cooperation Place du Champ de Mars bte 57 – 1050 Brussels – Belgium. 199p.
731