Revaluasi Aktiva Tetap Perusahaan Untuk TujuanPerpajakan di PT X
Penulis : Wahyu Wijayanto Drs. AdangHendrawan, M.Si. Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Abstrak Penelitian ini membahas tentang Revaluasi Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana perencanaan pajak atas aktiva tetap di PT X. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79 tahun 2008 mempersilahkan perusahaan untuk melakukan revaluasi atas aktiva tetapnya dan atas selisih lebih dari hasil revaluasi tersebut dikenakan PPh Final dengan tarif 10%, Hal ini sebenarnya cukup menguntungkan bagi perusahaan yang ingin melakukan revaluasi untuk keperluan penghematan beban pajak yang akan ditanggung oleh perusahaan. Penulis menggunakan metode kuantitatif yangberdasarkan tujuannya termasuk penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulandata melalui studi pustaka dan studi lapangan yang dilakukan dengan wawancaramendalam. Hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana perusahaan memanfaatkan Peraturan Menteri Keuangan tersebut dan hambatan yang ditemukan bagi perusahaan untuk melakukan revaluasi aktiva sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan serta keuntungan bagi perusahaan dalam rangka melakukan revaluasi. Kata kunci : Revaluasi, Aktiva Tetap, Depresiasi, Perencanaan Pajak. Abstract This study discusses the Company’s Fixed Asset Revaluation for Taxation Purpose. This study try to see how is the Company’s Fixed Asset Revaluation for Taxation Purpose according to Minstry of Finance regulation. The regulation allows company to perform Fixed Asset revaluation and impose 10% Tax on the gain of fixed asset revaluation.This regulation could be benefiting for company which like to perform fixed asset revaluation in order to do the tax saving.This research uses qualitative research methods based on data collecting techniques study the literature and field studies conducted with interviews. The outcome of this research is to know how far companies in Indonesia took advantage of regulationand to know barrier for companies to perform fixed asset revaluation according to Ministry of Finance regulation. And also to know what are the benefits for company if they perform the Fixed Asset revaluation.
Keywords: Fixed Asset, Revaluation, Depreciation, Tax Planning.
1 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
Pendahuluan 1. Latar Belakang Pada tanggal 29 Mei 2007 Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mensahkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 (revisi 2007) tentang Aktiva tetap dan Aktiva lain-lain, PSAK tersebut menggantikan PSAK No 16 tahun 2004. Tujuan dari dikeluarkannya PSAK tersebut adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi aset tetap, agar pengguna laporan keuangan dapat memahami informasi mengenai investasi entitas di aset tetap, dan perubahan dalam investasi tersebut. Isu utama dalam akuntansi aset tetap adalah pengakuan aset, penentuan jumlah tercatat, pembebanan penyusutan, dan rugi penurunan nilai atas aset tetap. Aktiva tetap adalah aktiva berwujud (tangible fixed assets) yang (1) masa manfaatnya lebih dari satu tahun, (2) digunakan dalam kegiatan perusahaan, (3) dimiliki tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan, serta (4) nilainya cukup besar (Soemarso, 2005, hal 20). Bagi idustri padat modal seperti industri produksi mobil, industri pesawat terbang, industri eksplorasi dan penyulingan minyak. Industri-industri tersebut mungkin memiliki aktiva properti, bangunan pabrik, dan peralatan sebanyak 75 dari total investasi aktiva mereka. Penilaian dari properti, bangunan pabrik, dan peralatan didasarkan pada kepentingan pengguna laporan keuangan karena hal tersebut mengindikasikan sumber daya fisik yang tersedia bagi perusahaan dan mungkin juga memberikan indikasi atas likuiditas dan arus kas perusahaan di masa depan. Penilaian-penilaian ini penting terutama dalam industri padat modal karena properti, bangunan pabrik, dan peralatan merupakan komponen utama dari keseluruhan aktiva perusahaan. Tujuan dari akuntansi atas bangunan pabrik dan peralatan adalah 1. Melaporkan hasil pekerjaan mengelola perusahaan kepada investor. 2. Mempertanggungjawabkan penggunaan dan keadaan (deterioration) bangunan pabrik dan peralatan. 3. Merencanakan akuisisi baru melalui penganggaran. 4. Menyediakan informasi untuk otoritas perpajakan. 5. Menyediakan informasi penentuan rate bagi regulated industry.
2 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
Berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), disebutkan bahwa Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga. Atas dasar itulah maka pemerintah bermaksud membantu dan meringankan beban usaha melalui kebijaksanaan perpajakan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei 2008 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk tujuan Perpajakan yang menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2002. Tujuan diberikannya kesempatan untuk melakukan penilaian kembali aktiva tetap antara lain agar perusahaan dapat menyehatkan posisi keuangannya sehingga lebih mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya (“Penilaian kembali (revaluasi)”. Dengan dilakukannya penyesuaian, diharapkan perusahaan dapat melakukan penghitungan penghasilan dan biaya yang lebih serasi dan wajar demi kelangsungan usaha.
Tinjauan Teoritis 2.1. Teori Dasar Akuntansi Bidang ilmu yang mempelajari mengenai pelaporan keuangan suatu organisasi adalah Ilmu Akuntansi. Definisi akuntansi menurut AICPA: “Accounting is the art of recording, classifying, and summarizing in asignificant manner and in terms of money, transaction and events which are in part at least, of a financial character, and interpreting the results thereof”.Belkaoui (2000) mendefinisikan informasi akuntansi sebagai informasi kuantitatif tentang entitas ekonomi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi dalam menentukan pilihan-pilihan diantara alternatif-alternatif tindakan. Penggunaan informasi akuntansi itu untuk perencanaan strategis, pengawasan manajemen dan pengawasan operasional
(Anthony,
1965;
Simons,
1991).
Akuntansi
merupakan
suatu
proses
pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan mengenai transaksi (kejadian ekonomi dan keuangan) suatu organisasi, baik profit maupun non profit, untuk menghasilkan
3 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
informasi yang akan digunakan oleh pihak internal maupun eksternal. Oleh karena itu, informasi yang dihasilkan oleh suatu laporan keuangan harus sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dari suatu organisasi. Dengan demikian, diperlukan sebuah Standar Akuntansi yang dapat diterima oleh seluruh pemangku kepentingan. Di indonesia, lembaga yang berwenang untuk meyusun Standar Akuntansi adalah Dewan Standard Akuntasi Keuangan-Ikatan Akuntansi Indonesia (DSAK-IAI). 2.2.Teori Aktiva Tetap Pengertian Aktiva tetap adalah aktiva berwujud (tangible fixed assets) yang (1) masa manfaatnya lebih dari satu tahun, (2) digunakan dalam kegiatan perusahaan, (3) dimiliki tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan, serta (4) nilainya cukup besar (Soemarso, 2005, hal 20). Kieso, Weygandt dan warfield (2001:500) mengemukakan:“Property, plant and equipment are properties of durable nature used in the regular operation of the business”. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa aktiva tetap memiliki masa manfaat terbatas pada saat aktiva tetap tidak dapat memberikan manfaat secara ekonomis makan pada saat itulah aktiva dihentikan untuk diganti agar kegiatan operasi perusahaan dapat berjalan dengan lancar. Menurut Hartanto (2002;314) kriteria aktiva tetap yaitu: 1. Dimiliki atau dikuasai oleh perusahaan. 2. Memiliki bentuk fisik. 3. Memberikan mafaat dimasa yang akan datang. 4. Dipakai atau digunakan secara aktif didalam kegiatan normal perusahaan, atau dimiliki tidak sebagai suatu investasi atau untuk dijual kembali. 5. Mempunyai masa mafaat relatif permanen (Lebih dari satu periode akuntansi atau lebih dari satu tahun). Menurut Hendriksen dan Van Breda yang bukunya dialih bahasakan oleh Herman wibowo (2000;152) mengemukanan bahwa aktiva tetap memiliki karakteristik khusus yaitu:
4 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
1. Aktiva tetap merupakan barang fisik yang dimiliki untuk memudahkan produksi barang lain atau memberikan jasa bagi perusahaan atau pelanggannya dalam pelaksanaa operasi yang normal. 2. Aktiva semuanya memiliki umur yang terbatas, dan pada akhir umur itu aktiva harus ditinggalkan atau diganti. Umur ini mungkin merupakan suatu estimasi jumlah tahun yang ditentukan oleh keausan atau kerusakan yang disebabkan oleh elemen-elemennya, atau mungkin bersifat variabel dengan tergantung pada jumlah penggunaan dan pemeliharaan. 3. Nilai aktiva itu ditentukan oleh kemampuan memaksa pihak lain agar tidak dapat memperoleh hak property legal atas penggunaan aktiva dan bukan oleh pelakasanaa kontrak. 4. Semua aktiva itu bersifat nonmoneter, mamfaatnya diterima dari penggunaan atau penjualan jasa dan bukan dari konversi aktiva menjadi jumlah uang yang diketahui. Secara akuntansi, syarat dimulainya penyusutan aset tetap adalah pada saat aset tersebut siap untuk digunakan, yaitu pada saat aset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen (PSAK 16 (revisi 2007) par. 58)
.
Sedangkan secara perpajakan, syarat dimulainya penyusutan aktiva tetap adalah pada bulan dilakukannya pengeluaran kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut (UU Pajak Penghasilan No. 17 Tahun 2000 Pasal 11 ayat (3).). 2.3. Sistem Perpajakan Sistem perpajakan di Indonesia sudah seharusnya memperhatikan hal-hal sebagaimana telah dikemukakan oleh ahli-ahli perpajakan di dunia sehingga dapat berjalan dengan baik dan lancar. Sistem perpajakan dikenal dengan tiga unsur pokok, yaitu: a. Kebijaksanaan perpajakan (tax policy), b. Undang-Undang perpajakan (tax laws), c. Administrasi perpajakan (tax administration)
5 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
2.4. Kebijakan Pajak (Tax Policy) Kebijakan Pajak Indonesia yang masih belum tegas dan memberi kejelasan atau kepastian hukum sehingga timbul beberapa pendapat yang berbeda. Kebijakan pajak adalah salah satu bentuk kebijakan negara di bidang perpajakan. Kebijakan negara didefinisikan sebagai apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan (whatever government choose to do or not to do) (Dye 1981). Perumusan kebijakan adalah proses sosial di mana proses intelektual melekat didalamnya tidak berarti bahwa efektivitas relatif dari proses intelektual tidak dapat ditingkatkan atau bahwa proses sosial dapat diperbaiki (Dunn 1981). Adapun proses pembuatan kebijakan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. (Dye 1981). Secara ilmiah kebijakan memiliki unsur-unsur yang penting yaitu goal atau tujuan, plans atau proposal, program, decision atau keputusan, dan efek (Marsuni 2006). Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang menggunakan instrumen pemungutan pajak dan pengeluaran belanja negara untuk mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja dan inflasi (Mansury, 1999). Perencanaan suatu kebijakan pajak harus memperhatikan pembatasan dan perbaikan administrasi harus dilakukan agar implementasi desain kebijakan pajak dapat efektif diterapkan (Faria and Yocelik 2006). Permasalahan di dalam kebijakan pajak terjadi ketika proses penjaminan elastisitas dan respositivitas dari penghasilan yang potensial (potential revenue) kepada perkembangan ekonomi secara keseluruhan dan tergantung kepada tarif dan basis pajak yang diaplikasikan dan ditetapkan (Faria and Yocelik 2006). 2.5. Undang-Undang Pajak (Tax Laws) Peraturan perundang-undangan di Negara Indonesia bersifat hierarki/ bertingkat yang mana tidak boleh peraturan yang tingkatnya lebih rendah mengatur mengenai sesuatu hal yang diatur oleh peraturan dibawahnya apabila tidak diberi wewenang oleh peraturan diatasnya. Undang-undang dasar 1945 mengamanatkan kepada Undang-undang pajak untuk untuk mengatur pajak dan pungutan lainnya. Salah satu Undang-undang pajak adalah Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dalam hal tertentu mengamanatkan peraturan dibawahnya seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, 6 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
Keputusan Menteri Keuangan. Undang-undang itu sendiri adalah hukum, karena berisi kaedah hukum untuk melindungi kepentingan manusia (Mertokusumo 1991). Merujuk kepada konsepsi negara hukum, maka penetapan objek pajak dalam suatu Undang-Undang, harus memenuhi kriteria dan syarat tertentu yang disebut tatbestand (Marsuni, 2006). Tatbestand diartikan sebagai sesuatu yang dikenakan pajak disebabkan karena adanya unsur keadaan, perbuatan atau peristiwa (Soemitro, 2004). Di dalam suatu negara yang demokratis dan berdasarkan hukum, kekuasaan untuk mengenakan pajak tidak boleh bersifat tidak terbatas, atau dengan kata lain kekuasaan untuk mengenakan pajak harus dibatasi (limits on the taxing power) melalui Undang-Undang (Darussalam and Septriadi, 2). Undang-undang perpajakan adalah seperangkat peraturan yang terdiri dari UndangUndang beserta peraturan pelaksanaannya (Mansury 1999). Undang-Undang harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak memberikan peluang kepada siapapun untuk memberikan interpretasi yang lain daripada yang dikehendaki oleh pembuat Undang-Undang. Penjelasan Undang-undang harus bisa membuat orang memahami makna dari batang tubunh Undangundang tersebut, hal ini sesuai dengan fungsi penjelasan yaitu menjelaskan ketentuan yang ada dalam batang tubuhnya oleh karena itu penjelasan yang diberikan tidak boleh menyebabkan ketidakjelasan dan penjelasan tersebut harus dilakukan dengan tuntas (Sukardji, 1999). Jangan sampai Wajib Pajak bisa melakukan perlawanan aktif terhadap pajak yaitu secara nyata dengan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada pemerintah atau fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak (Waluyo 2007). Asas certainty atau kepastian sangat berperan sehingga jelas siapa yang harus dikenakaan pajak, apa-apa saja yang dijadikan objek pajak, di mana tempat terutang, berapa tarifnya dan bagaimana prosedur pemenuhan kewajibannya (Rosdiana 2005). 2.6. Perencanaan Pajak (Tax Planning) Perencanaan pajak adalah tindakan terstruktur atas kegiatan/transaksi yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya. Penekaannya adalah pada pengendalian setiap transaksi yang mengandung konsekuansi pajak. Tujuan perencanaan pajak adalah mengefensiesikan jumlah pajak terutang melalui penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal dan tidak dapat ditoleransi. 7 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
(Gunadi,2005,hal.128) dalam akuntansi pajak, mengemukakan bahwa: “Oleh karena tujuan perencanaan pajak adalah untuk mengefisiensikan pajak terutang yang berada di lapisan tarif pajak tertinggi, maka secara aritmatika perlu dilakukan berbagai upaya agar laba kena pajak masuk kedalam tarif pajak yang minimum, memaksimumkan biaya fiskal yang dapat dikurangkan, dan memaksimalkan penghasilan yang dapat ditangguhkan atau dikecualikan dari pengenaan pajak.” Cara lain untuk mengefisiensikan beban pajak adalah melaui penghematan (Tax saving) yang menurut Moh Zain (2003:51) dalam manajemen perpajakan adalah “Usaha memperkecil jumlah utang pajak yang tidak termasuk dalam ruang lingkup pemajakan, sedang penghindaran pajak juga merupakan usaha yang sama dengan cara mengeksploisir celah-celah yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dimana aparat perpajakan tidak dapat melakukan apa-apa.
2.7. Manajemen Pajak (Tax Management) Manajemen pajak adalah upaya untuk meminimalkan beban pajak, tetapi masih dalam batasan-batasan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Sedangkan menurut Suandy (2006), Manajemen pajak juga bisa berarti perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya. Menurut Sophar Lumbantoruan, manajemen Pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Menurut Suandy (2006), Tujuan Manajeman pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Menerapkan peraturan perpajakan dengan benar, karena dengan manajemen pajak, Wajib pajak akan berusaha melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai prosedur. 2. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. Motivasi dilakukan manajemen pajak pada umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yitu (Suandy: 2006) : 8 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
1. Kebijakan Pajak (Tax Policy) 2. Undang-undang perpajakan (Tax Law) 3. Administrasi Perpajakan (Tax Administration) Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Penerapan dan perlakuan yang berbeda atas dasar peraturan pemerintah terhadap masing-masing kondisi Wajib Pajak, membuat Wajib Pajak termotivasi untuk melakukan manajemenpajak. Undang-undang perpajakan dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuaketentuan lain, karena tidak ada tidak ada undang-undang yang mengatur setiap masalah secara sempurna. Tidak jarang ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri, sehingga terdapat celah bagi wajib pajak untuk menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat untuk manajemen pajak yang baik. 2.9. Konsep Nilai Uang Penghematan beban pajak yang berkaitan dengan manajemen aktiva tetap tidak terlepas dari konsep nilai uang kini dan masa yang akan datang (time value of money). Bagi perusahaan, melakukan revaluasi atas aset tetapnya tidaklah gratis, ada beberapa biaya yang wajib dikeluarkan dalam rangka mengetahui harga pasar wajar untuk setiap asetnya. Biaya tambahan tersebut antara lain biaya jasa penilai (apraisal fee), beban pajak bila ada kenaikan nilai aset setalah direvaluasi dan juga biaya lainnya. Dengan banyaknya biaya yang terkait dengan proses revaluasi apakah masih dapat menguntungkan bagi perusahaan. Oleh karena itu penulis mencoba meninjau fenomena tersebut menggunakan Time value of money conceptatau konsep nilai waktu uang. Time value of money atau dalam bahasa indonesia disebut nilai waktu uang adalah merupakan suatu konsep yang menyatakan bahwa nilai uang sekarang akan lebih berharga daripada nilai uang masa yang akan datang atau suatu konsep yang mengacu pada perbedaan nilai uang yang disebabkan oleh perbedaan waktu. Dalam memperhitungkan, baik nilai sekarang maupun nilai yang akan datang maka kita harus menyertakan panjangnya waktu dan tingkat pengembalian maka konsep time value of money sangat penting dalam masalah keuangan baik untuk perusahaan, lembaga maupun 9 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
individu. Dalam perhitungan uang, nilai Rp. 1.000,- yang diterima saat ini akan lebih bernialai atau lebih tinggi dibandingkan dengan nilai Rp. 1.000,- yang akan diterima dimasa yang akan datang. Manfaat time value of money adalah untuk mengetahui apakah investasi yang dilakukan dapat memberikan keuntungan atau tidak. Time value of money berguna untuk menghitung anggaran (Planning), dengan demikian stakeholders dapat menganalisa apakah suatu investasi layak untuk dilanjutkan bila menguntungkan atau dihentikan bila dirasa akan merugikan:
Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dalam melakukan penelitian, penulis mencari pihak-pihak yang terkait terhadap penelitian agar mendapatkan informasi yang nantinya dapat dianalisis sehingga dapat mengetahui jawaban atas permasalah yang diangkat, yakni Revaluasi aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan di PT
X.Berdasarkan
deskriptif.Berdasarkan
tujuannya, manfaatnya,
penelitian penelitian
ini ini
digolongkan termasuk
ke
sebagai
penelitian
dalam
penelitian
murni.Berdasarkan dimensi waktunya, penelitian ini termasuk ke dalam cross sectional study, karena meneliti satu bagian dari fenomena sosial pada suatu waktu tertentu dan tidak bermaksud dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini termasuk ke dalam kategori teknik pengumpulan data secara kuantitatif dimana data yang diambil berbentuk angka-angka. Data-data tersebut diambil menggunakan teknik studi kepustakaan dan studi lapangan.Pengumpulan data dengan studi kepustakaan didapat dari skripsi, tesis, buku-buku, undang-undang, internet, ketentuan-ketentuan dari instansi pemerintah serta dokumen lain yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang diteliti.Studi lapangan dilakukan dengan dua cara, pertama dengan observasi langsung ke tempat penelitian untuk mendapatkan data primer dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan. Cara yang kedua dengan melakukan wawancara yang dilakukan kepada pihak-pihak yang memiliki kompetensi dalam penelitian ini.
10 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
Hasil dan Pembahasan 4.1. Urgensi Revaluasi Aktiva Tetap Bagi Perusahaan Revaluasi secara komersial diperlukan untuk mengubah tampilan neraca menjadi lebih baik, sehingga menarik bagi pihak-pihak yang ingin melakukan kerjasama. Namun hal tersebut tergantung komposisi aktiva tetap terhadap total aset peruasahaan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Riza Ardiyanto, Senior Consltant Forsight Consulting berikut: “Ya tergantung perusahaannya sih. Ada perusahaan nilai aset tetapnya dominan, ada yg tidak dominan terhadap balance sheet. Nah perusahaan aset tetap dominan lah yang kalo melakukan revaluasi akan terlihat bagus balance sheetnya” Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No.79/PMK 03/2008 disebutkan bahwa kegiatan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan dilakukan bila terjadi ketidaksesuaian antara unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga. Sehingga penilaian kembali aktiva tetap perusahaan bertujuan agar diperoleh angka laba wajar karena merupakan hasil perbandingan antara penghasilan kini dengan biaya kini. Tujuan ini sejalan dengan tujuan akuntansi yaitu menghasilkan laba wajar atau tingkat kembalian yang wajar bagi investor, sebagaimana yang dinyatakan oleh Riza Ardiyanto, Senior Consltant Forsight Consulting berikut: “Menurut saya sih revaluasi itu perlu ya. Soalnya kan harga naik terus. Tiap taun pasti ada inflasi. Kalo harga naik nilai aktiva tetap enggak sama dengan nilai pasarnya, neraca engga akan menunjukkan posisi yang sesungguhnya. Dengan melakukan revaluasi nilai aktiva tetap sesuai dengan nilai pasarnya, pada akhirnya neraca akan menunjukkan posisi yang sesungguhnya. Posisi yang wajar. Selisih lebih penilaian kembali juga meningkatkan struktur modal perusahaan” Bagi perusahaan, penilaian kembali aset tetap akan menyebabkan berkurangnya pajak terhutang karena revaluasi dari sudut perpajakan dilakukan saat aset tetap mengalami kenaikan harga pasar. Kenaikan nilai aset tetap menaikkan pula biaya depresiasi yang pada akhirnya mengurangi laba periodik. Hal ini merupakan penerapan asas keadilan dalam pemungutan pajak karena sudah selayaknya pajak dikenakan atas laba wajar yang dihasilkan oleh 11 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
perusahaan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Riza Ardiyanto, Senior Consltant Forsight Consulting berikut: “dalam kondisi inflasi atau nilai tukar anjlok saya pikir perusahaan perlu mernpertimbangkan untuk melakukan revaluasi karena nilai buku sudah tidak memperlihatkan harga pasar saat itu” Hal tersebut sesuai dengan pendapat Gunadi (1999,102) yang menyebutkan bahwa iklim moneter yang cenderung fluktuatif dibuktikan dengan misalnya pernah terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, konsep nilai historical cost ini menjadi tidak wajar. Krisis nilai tukar rupiah menyebabkan kolapsnya perusahaan-perusahaan yang mempunyai hutang luar negeri dan menyebabkan timpangnya nilai buku dengan nilai pasar aktiva dan ketimpangan struktur modal dan perimbangan antara harga produk dan harga jualnya. Ketidakwajaran tersebut dapat menimbulkan keadaan nominal over taxation terhadap perusahaan. Berdasarkan tinjauan pustaka dan opini pihak terkait, dapat simpulkan bahwa revaluasi aktiva tetap perlu diterapkan oleh perusahaan. 4.2. Konsekuensi Melakukan Revaluasi Pelaksanaan penilaian kembali aktiva tetap memberikan keuntungan dan kerugian bagi perusahaan.
Kenaikan
nilai aktiva
tetap mempunyai
konsekuensi
naiknya
beban
penyusutan aktiva tetap yang dibebankan ke dalam laba rugi, atau dibebankan ke harga pokok produksi Dari sisi penilaian kinerja perusahaan, neraca akan menunjukkan posisi kekayaan yang wajar. Dengan demikian berarti pemakai laporan keuangan menerima informasi yang lebih akurat. Selisih lebih penilaian kembali juga meningkatkan struktur modal sendiri, artinya perbandingan antara pinjaman (debt) dengan modal sendiri (equity) atau Debt to Equity Ratio (DER) menjadi membaik. Membaiknya DER pada gilirannya perusahaan dapat menarik dana baik melalui pinjaman dari pihak ketiga atau melalui emisi saham, sebagaimana pendapat yang disampaikan oleh Riza Ardiyanto, Senior Consltant Forsight Consulting berikut: “Menurut saya sih positif. Revaluasi bisa menciptakan performance of balance sheet yang lebih baik, sebagai akibat meningkatnya nilai aktiva dan modal. Karenanya akan 12 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
meningkatkan kepercayaan para pemegang saham karena kenaikan nilai aktiva dapat dicatat sebagai tambahan nilai saham. Juga meningkatkan kepercayaan kreditur karena membaiknya beberapa rasio keuangan perusahaan khususnya yang ditunjukkan oleh debt to assets ratio dan debt to equity ratio. Selain terlihat dari performa diatas kertas, juga terlihat secara riil karena bisa menghemat pajak karena bertambah besarnya nilai penyusutan aktiva. Penghematan pajak bisa sebesar 25% dari nilai tambah penyusutan, sementara selisih lebih dari revaluasi aktiva hanya dikenakan pajak 10%.” Pernyataan dari narasumber sesuai dengan pendapat Gunadi (2001) yang menyebutkan bahwa manfaat revaluasi aktiva tetap antara lain dapat meningkatkan kesebandingan biaya (produksi, melalui peningkatan depresiasi) dengan pendapatan (harga jual) dan perimbangan aktiva dengan pasiva sekaligus modal sendiri (owner’s equity) dengan utang. Oleh karena itu, selain restrukturisasi biaya-penghasilan, revaluasi sekaligus merestrukturisasi aktiva-pasiva dan modal-utang. Selain itu, dalam Pasal 5 PMK NO. 79/PMK.03/2008 tahun 2008 diatur bahwa atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final 10% (sepuluh persen). Jika perusahaan tidak memperoleh ijin Direktur Jenderal Pajak dalam melakukan penilaian kembali aktiva tetap untuk tujuan perpajakan, maka tidak ada pencatatan PPh final 10% atas selisih lebih penilaian kembali, dan tidak ada manfaat dari penyusutan aktiva yang direvaluasi, karena selisih lebih revaluasi tersebut tidak diakui oleh pajak, kepada perusahaan akan dikenakan pajak sebesar 25% (tarif normal) setelah selisih lebih tersebut digabung dengan penghasilan sumber lainnya, sebagaimana disampaikan oleh Riza Ardiyanto, Senior Consltant Forsight Consulting berikut: “Kalo tidak melakukan revaluasi, beban pajaknya lebih tinggi karena akumulasi penyusutannya lebih rendah dari nilai wajar, kalo melakukan revaluasi, beban pajaknya lebih rendah karena ada penghematan pajak dari selisih lebih akumulasi penyusutan yg udah disesuaikan dengan nilai wajar seperti yg udh aq jelasin sebeumnya. Tapi memang ada pajak 10% dari selisih keuantungan revaluasi. Tapi kan ada tax saving 30% dari peningkatan akumulasi penyusutan. Jadi ada penghematan pajak. Jika tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh PMK no 79 tahun 2008 namun tetap melakukan revaluasi maka akan dikenakan tarif 25%” 13 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
Penghematan pajak yang terjadi sebagai akibat bertambah besarnya nilai penyusutan aktiva, yang dapat memberikan penghematan pajak sebesar 30% dari nilai tambah penyusutan. Sementara keuntungan dari revaluasi aktiva hanya dikenakan pajak final sebesar 10%. Gunadi (1997) mencotohkan pencatatannya, sebagai berikut: Mencatat selisih lebih penilaian kembali Aktiva Tetap
Rp 200.000.000
Selisih lebih penilaian kembali
Rp 200.000.000
Mencatat pembayaran dan pembebanan PPh Final 10% atas revaluasi PPh Final
Rp 20.000.000
Kas
Rp 20.000.000
Selisih lebih penilaian kembali
Rp 20.000.000
PPh Final
Rp 20.000.000
Mencatat biaya jasa penilai dan akuntan publik Biaya jasa konsultasi
Rp
5.000.000
Kas
Rp
Selisih lebih penilaian kembali
Rp
5.000.000
5.000.000
Biaya jasa konsultasi
Rp
5.000.000
Selisih revaluasi ditransfer ke modal saham Selisih lebih penilaian kembali
Rp 175.000.000
Modal saham
Rp 175.000.000
Jika perusahaan tidak memperoleh ijin Direktur Jenderal Pajak maka perusahaan akan dikenakan pajak sebesar 25% (tarif normal) setelah selisih lebih tersebut digabung dengan penghasilan sumber lainnya. Sehingga pencatatan yang dilakukan perusahaan adalah sebagai berikut : Mencatat selisih lebih penilaian kembali Aktiva Tetap
Rp 200.000.000
Selisih lebih penilaian kembali
Rp 200.000.000
Mencatat biaya jasa penilai dan akuntan publik Biaya jasa konsultasi Kas
Rp
5.000.000 Rp
5.000.000 14
Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
Selisih lebih penilaian kembali
Rp
Biaya jasa konsultasi
5.000.000 Rp
5.000.000
4.3. Fakta di Lapangan (Studi Kasus: PT X) Setelah mengetahui tinjauan pustaka dan opini mengenai PMK No. 79/PMK.03/2008 ditinjau dari latar belakang, urgensi revaluasi aktiva tetap bagi perusahaan, serta konsekuansi melakukan revaluasi aktiva tetap berdasarkan PMK No. 79/PMK.03/2008, kita dapat menyimpulkan bahwa PMK No. 79/PMK.03/2008 sangat bermanfaat bagi perusahaan dan perusahaan perlu untuk mengimplementasikannya. Lantas bagaimana fakta di lapangan? Bagaimana implementasi dari PMK No. 79/PMK.03/2008? Untuk mengetahuinya, peneliti meninjau dari sebuah perusahaan yang berada di bisnis tambang batu bara dimana komposisi aktiva tetap terhadap total aset perusahaan sangat dominan sehingga, berdasarkan opini, seharusnya perusahaan tersebut melakukan revaluasi aktiva tetap. Perusahaan yang diambil sebagai studi kasus adalah PT X. Pada bagian ini, studi kasus akan dibagi menjadi: 1) Profil perusahaan dan 2) Tinjauan PMK NO. 79/PMK.03/2008 di PT X. 4.3.1. Profil Perusahaan PT X merupakan anak perusahaan dari Chettinad Group yang merupakan perusahaan asal India dengan bidang usahanya seperti semen, baja, transportasi, logistic, coal terminal, textile, plantation, perguruan tinggi, media, rumah sakit, dan lain-lain. PT X memiliki peran strategis bagi Chettinad Group, terutama dalam memasok kebutuhan batubara untuk pabrik semen yang dikelola Chettinad Cement Ltd. Juga untuk memasok kebutuhan batubara di India, serta diekspor ke pasar internasional. PT X memiliki visi menjadi perusahaan pertambangan batubara yang kredibel, konsisten, dipercaya, cepat dan tanggap, serta mampu berkembang bersama dalam mensejahterakan lingkungan. Sedangkan misinya memproduksi batubara berkualitas sesuai kebutuhan pasar, secara ekonomis dan berkesinambungan, dengan memperhatikan lingkungan.
15 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
4.3.1.1. Coal Mining Untuk coal mining, PT X beroperasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan sejak tahun 2006 dimana daerah tersebut dikenal sebagai delta coal, yaitu produk batubara yang memiliki kadar air dan debu cukup rendah dibanding batubara lain dari kelas yang sejenis. Karenanya ramah lingkungan dan efektif dari segi biaya karena kandungan sulfur dan abu yang rendah serta pembakaran yang ideal untuk melindungi boiler dan lingkungan usaha. Saat ini memiliki produksi hampir mencapai 1 juta ton batubara per tahun. Produk memiliki keunggulan dalam hal kebersihan dan rendahnya kadar debu dan sulfur yang memberikan hasil pembakaran maksimal dengan tetap ramah lingkungan. PT X mengoperasikan tiga unit mesin pemilah yang berbeda untuk menghasilkan 3 jenis ukuran batubara, yaitu Nut 20-50 mm, Fines 0-20 mm dan ROM 0-50 mm. Mesin pemilah juga berguna untuk mencegah terkontaminasinya batubara oleh material yang tidak dikehendaki. Secata garis besar proses penambangan batubara PT X
antara lain penggalian
menggunakan Bucket Wheel Excavator. Setelah itu diproses dengan cara menghancurkan batubara sampai ukuran -50 mm. Batubara hasil penambangan akan berukuran +300 mm, untuk mendapatkan spesifikasi batubara dengan kualitas tertentu, pengolahan batubara akan terdiri dari 3 proses, yaitu Penyaringan (screening), Pengecilan Ukuran dan Pencampuran (blending). Adapun proses penambangan adalah sebagai berikut: 1. Batubara yang berukuran <300 mm diangkut dengan truk ke lokasi pengolahan batubara yang berjarak 257 km dari stockpile tambang dan dituangkan langsung kedalam hopper/corong penampung. Apabila hopper dalam keadaan terisi penuh oleh batubara, batubara dapat ditimbun untuk sementara waktu di tempat penimbunan sementara (Row Coal Temporary Stockpile). 2. Batubara yang sudah masuk kedalam corong penerima akan langsung diangkut oleh mesin pengumpan (Feeder) dan langsung dipecah oleh mesin pemecah pertama (Primary Crusher) dari ukuran dibawah 600 mm menjadi ukuran dibawah 150 mm. Selanjutnya dialirkan ke Conveyor dimana mesin pengumpan dan mesin pemecah pertama adalah satu kesatuan.
16 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
3. Batubara yang sudah dipecah oleh mesin pemecah pertama langsung dialirkan ke Conveyor untuk dialirkan lagi ke menara mesin pemecah kedua (Secondary Crusher). Disini batubara dipecah lagi menjadi ukuran -50 mm sehingga menghasilkan batubara yang siap pakai. 4.3.1.2. Coal Terminal Coal terminal berlokasi di Kalimantan Timur, daerah Kabupaten Paser. PT X mengeksport batubaranya ke Chettinad Logistics Private Ltd yang juga anak perusahaan Chettinad Group. PT X memiliki peralatan modern dengan kapasitas besar menjamin dilakukannya proses bongkar muat dari kapal angkut secara cepat dan aman. Conveyor yang terhubung dengan Stacker and Reclaimer. Stacker and Reclaimer disinkronisasi dengan kecepatan conveyor. Hal ini memudahkan penyimpanan kargo di kedua sisi conveyor. Stacker and Reclaimer tersambung ke truk terpisah otomatis dan sistem gerobak loading. Terminal dapat berlabuh kapal-kapal ukuran medium. Terminal ini telah terhubung ke conveyor. Sistem disinkronkan untuk pemakaian 500 ton per jam dari sebuah kapal. Conveyor tertutup mencegah air hujan atau terbang oleh angin. Central Distribution Point melalui pemuatan kargo dapat memuat 500 ton / jam sehingga memuat 6 sampai 7 kargo / hari. Sistem pemuatan truk dilengkapi dengan komputerisasi jembatan timbang. Sistem pemuatan truk dapat memuat 10 truk / hari, dengan 100 ton kapasitas jembatan timbang di setiap stasiun loading. Untuk lahan penampungan, saat ini PT X memiliki lokasi dengan luas 3,2 ha yang siap menampung lebih dari 100.000 ton batubara dengan baik, bersih dan aman. 4.3.1.3. Metode Akumulasi Penyusutan Secara perpajakan, aktiva tetap mulai disusutkan pada bulan dilakukannya pengeluaran (pada saat diperoleh/dibeli) kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, atau pada saat dimanfaatkan atau mulai menghasilkan (bidang agraris) dengan persetujuan Direktur 17 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
Jenderal Pajak sesuai dengan Pasal 11 ayat (4) UU PPh. Secara akuntansi berdasarkan paragraf 58 PSAK 16 (Revisi 2007), aset tetap mulai disusutkan pada saat aset tersebut siap untuk digunakan, yaitu pada saat aset tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset tetap siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen Aset tetap diakui sebesar harga perolehan setelah dikurangi akumulasi penyusutan. Penyusutan alat tambang utama yang digunakan dalam operasi pertambangan dihitung dengan menggunakan metode unit produksi. Alat tambang utama terdiri dari Bucket Wheel Excavator, Feeder, Primary Crusher, Secondary Crusher, Conveyor System, Central Distribution Point, Stacker and Reclaimer. Kecuali tanah, semua aset tetap lainnya disusutkan berdasarkan metode garis lurus hingga mencapai nilai sisa, selama periode yang lebih rendah antara estimasi masa manfaat aset, umur tambang, atau masa IUP, yang dinyatakan sebagai berikut: Bangunan 5-20 tahun. Mesin dan peralatan 5-20 tahun. Kendaraan 4 tahun. Peralatan kantor 3-4 tahun
Tabel 4.1. Ativa Tetap dan Nilainya PT X NILAI
AKTIVA TETAP
(Ribu
rupiah)
Bangunan
9,686,736
Mesin dan peralatan
1,639,096
Kendaraan
13,626
Peralatan kantor
12,942 11,522 Sumber: PT X
4.3.2. Tinjauan Peraturan Menganai Revaluasi Aktiva Tetap Untuk Tujuan Perpajakan Sejak bergulirnya PMK pada tahun 2008 sampai saat ini, ternyata PT X belum pernah melakukan revaluasi aset tetapnya. Hal ini sangat menarik mengingat PT X adalah perusahaan
18 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
yang bergerak di bidang pertambangan batu bara sehingga memiliki aset tetap yang bisa mempengaruhi performa balance sheet karena tingginya persentase aset tetap terhadap balance sheet. Namun belum pernah melakukan revaluasi berdasarkan PMK NO. 79/PMK.03/2008 seperti pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak Satria, Senior Manager of Commercial Operations PT X, sebagai berikut: “Sebetulnya tergantung dari tujuannya sih. Kamu mau revaluasi untuk tujuan apa. Bisa untuk mempercantik neraca supaya dipandang baik oleh investor atau untuk memperkecil tax exposure. Untuk alasan pertama kebetulan owner kita tidak terlalu mempermasalahkan. Jadi yang bisa dipertimbangkan, ya alasan kedua, untuk memperkecil tax exposure. Namun, alasan kedua ini pun menjadi kurang menarik jika melihat butir butir di PMK no 79.” Menurut Pa Satria sebagai Senior Manager of Commercial Operations dari PT X mengutarakan ada 3 alasan mengapa alasan untuk memperkecil tax exposure menjadi tidak menarik juga yang pada akhirnya membuat PT X belum mau melakukan revaluasi terhadap aset tetap PT X. 4.3.2.1. Objek Revaluasi Dari segi biaya, revaluasi untuk seluruh aktiva tetap tentu akan membutuhkan biaya yang jauh lebih besar, karena jumlah aktiva yang dinilai pun akan lebih banyak ketimbang revaluasi untuk kelompok aktiva tertentu saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh pak Satria, sebagai berikut: “Awal denger tentang peraturan revaluasi rasanya kok menarik. Dalam pajak, revaluasi menyebabkan potensi pajak terutang pasca revaluasi menjadi lebih kecil akibat membesarnya biaya penyusutan. Untuk mencapai manfaat pajak itu perlu diperhatikan aktiva-aktiva mana yang akan direvaluasi, tentunya yang secara komersial dan fiskal dapat disusutkan. Misalkan jika di perusahaan kami, kita punya mesin. Mesin dan kendaraan kita punya nilai jual masih bagus soalnya maintenancenya ketat. Sayangnya revaluasi dilakukan ke seluruh aset tetap. Karenanya biayanya tidak sedikit, termasuk biaya appraisal dan tambahan biaya akuntan serta pajaknya padahal tidak semuanya
19 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
bisa disusutkan di pajak. Dan bagaimana jika yang terjadi adalah selisih kurang? Disini PMK tidak mengatur sama sekali” Narasumber mencontohkan aset tetap yang tidak bisa disusutkan untuk keperluan pajak di PT X adalah tanah. Karena tanah tidak dapat disusutkan maka atas tanah rasanya kurang perlu dilakukan revaluasi seperti pernyataannya sebagai berikut: “Kita ada tanah sampai dengan 50 hektar di Kaltim dan Kalsel. PMK bilang tanah wajib direvaluasi. Tapi jika tidak bisa disusutkan, ya buat apa revaluasi tanah. Revaluasi juga kan ada biaya appraisal yang engga murah. Juga harus bayar pajak 10%” Selain itu, PT X juga memiliki aset yang tidak terlalu berdampak terhadap perkembangan harga sehingga lebih cocok menggunakan model biaya. Pak Satria mencontohkan aset tersebut adalah kapal laut seperti pernyataannya sebagai berikut: “Selain itu ada beberapa aset tetap yang mau enggak mau harus direvaluasi padahal lebih tepat menggunakan model biaya. Misalnya kita punya kapal laut. Seperti kapal laut itu kan nilai wajarnya tidak terlalu berimbas oleh kenaikan harga. Sampai 10 tahun lebih pun harga kapal laut ga terlalu berbeda. Ngapai harus direvaluasi, nilai historical sama nilai fairnya paling tidak jauh beda” Selain itu, PT X memiliki aset tetap di luar negeri, yaitu berlokasi di India dimana asetaset tersebut tidak bisa direvaluasi padahal sangat berpengaruh terhadap performa balance sheet seperti pernyataannya sebagai berikut: “Kita belum mau revaluasi soalnya masih kebingungan. Salah satunya bahwa revaluasi dilakukan terhadap aset tetap yang hanya berada di Indonesia. Sedangkan kita punya tanah dan bangunan di india dengan nilai yang cukup besar dan sangat berpengaruh terhadap performa balance sheet. PSAK bilang itu harus direvaluasi tapi PMK tidak, sedangkan kita pembukuan juga mengacu pada PSAK dan IFRS.”
20 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
4.3.2.2. Periode Revaluasi Mengenai periode revaluasi juga menjadi isu di PT X seperti pernyataan Bapak Satria, Senior Manager of Commercial Operations PT X sebagai berikut: “Kaltim itu perkembangan daerahnya cepat, secepat Jakarta. Jadi kalo revaluasi setiap 5 tahun sekali itu terlalu lama. Ambil lah golongan 1 seperti kendaraan itu udah habis depresiasinya dalam 4 tahun, udah habis dong nilainya. Disini pun harga tanah sangat cepat naiknya, dalam 2 tahun bisa naik 3 kali lipat, gimana dalam lima tahun. Oleh karena itu, perlu pertimbangan yang matang mengenai saat yang tepat kapan harus merevaluasi aktiva tetap yang dimiliki. Lalu adakah sanksi bagi kami jika melakukan revaluasi sebelum atau lewat lima tahun? Saya tanyakan hal tersebut ke DKP setempat juga masih belum dapat jawaban” 4.3.2.3. Dasar Revaluasi Mengenai dasar revaluasi juga menjadi isu di PT X seperti pernyataan Bapak Satria, Senior Manager of Commercial Operations PT X sebagai berikut: “Untuk laporan keuangan kita lebih banyak menggunakan IFRS karena harus terkonsolidasi dengan induk perusahaan di India. Dasar revaluasi IFRS, begitu juga PSAK 16, menggunakan nilai buku komersial. Nah ini gimana? Sedangkan PMK no 79 menggunakan nilai buku fiskal. Jika dasar revaluasi berbeda maka sangat mungkin besaran selisih penilaian kembali akan berbeda pula” 4.3.2.4. Kompensasi Kerugian Hal lain yang dikeluhkan PT X adalah tidak diperkenankannya kompensasi kerugian atas nilai selisih lebih revaluasi seperti pernyataan Bapak Satria, Senior Manager of Commercial Operations PT X sebagai berikut: “Selain tidak menarik, ditambah dihapuskannya kompensasi kerugian di PMK 79 ini membuat revaluasi menjadi semakin tidak menarik dan tidak fair, terutama buat perusahaan yang merugi dan perusahaan yang benar-benar sedang dalam keadaan kesulitan keuangan. Kalau dulu perusahaan yang punya kompensasi kerugian, supaya 21 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
gak hangus dimanfaatin. Misalnya perusahaan rugi akan hangus kompensasinya, maka direvaluasi saja. Nah sekarang begitu dihapuskannya kompensasi kerugian, berarti kan gak menarik revaluasi” Terhadap kenaikan nilai dari penilaian kembali aktiva tetap dikenakan pajak penghasilan final 10%. Dalam KMK 486 diatur bahwa pengenaan pajak final 10% dilakukan setelah dikurangi dengan kompensasi sisa kerugian fiskal dari tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan. Sedangkan dalam PMK No. 79/PMK.03/2008 diatur bahwa pengenaan pajak final 10% dihitung dari selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap di atas nilai buku fiskal semula. Dengan demikian, jika perusahaan masih mempunyai sisa kerugian fiskal dari tahun sebelumnya maka tidak dapat lagi diperhitungkan sebagai pengurang nilai selisih lebih revaluasi aset tetap. Hal ini mungkin menjadikan revaluasi menjadi tidak menarik dan kurang diminati sebagian perusahaan, karena mereka tidak dapat lagi mengkompensasikan sisa kerugian yang sudah mau habis masa berlakunya.
Kesimpulan Berdasarkan uraian dari bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik simpulan yakni sebagai berikut : 1. Revaluasi aktiva tetap baiknya dilakukan secara seksama dengan memperhatikan faktorfaktor biaya dan keuntungan yang akan didapat dari revaluasi yang dilakukan perusahaan. 2. Kedala yang ditemukan di lapangan adalah Objek revaluasi yang diperkenankan oleh Peraturan Menteri Keuangan mengenai revaluasi aktiva tetap perusahaan dan objek meliputi seluruh kelompok aktiva tetap perusahaan sedangkan bagi perusahaan sendiri merevaluasi
seluruk
aktiva
tetap
adalah
kondisi
yang
tidak
menguntungkan.
Contonyaadalahtanahdankapalperusahaan. 3. Upaya yang dapat dilakukan apabila perusahaan hendak melakukan revaluasi adalah dengan merevaluasi beberapa kelompok aktiva tetap saja yang berdasarkan perencanaan pajak dianggap menguntungkan. Dengan asumsi perencanaan pajak yang dilakukan sebelumnya dianggap masih cukup menguntungkan bila selisih lebih atas revaluasi aktiva tetap tersebut dikenakan tariff PPh 25%, maka revaluasi sebagian kelompok aktiva tetap perusahaan masih dapat dilakukan. 22 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
Saran Berdasarkan pada simpulan di atas, maka penulis berupaya untuk memberikan saransaran sebagai berikut : 1. Perusahaan sebaiknya melakukan perencanaan pajak yang baik sebelum melakukan revaluasi dengan mempertimbangkan berbagai aspek keuntungan dan biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka melakukan revaluasi. 2. Perbedaan pengakuan objek dan periode revaluasi patut dipertimbagkan oleh perusahaan sebelum memutuskan untuk melakukan revaluasi atas aktiva tetapnya. 3. Hendaknya revaluasi dilakukan apabila biaya yang mungkin akan dikeluarkan oleh perusahaan baik itu biaya jasa penilai maupun biaaya pajak yang akan timbul masih lebih rendah dari keuntungan yang akan didapat perusahaan dalam melakukan revaluasi aktiva tetap.
Kepustakaan Belkaoui, Ahmed Riahi. (2000). Teori Akuntansi, Edisi Pertama, Alih Bahasa Marwata S.E., Akt, Salemba Empat, Jakarta. Soemarso. (2005). Akuntansi Suatu Pengantar. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat. Hartanto. (2002). Akuntansi Keuangan Menengah. Yogyakarta : BPFE. Kieso, E. Donald, Weygandt, Jerry.J, Warfield, D.Terry. (2001). Intermediate Accounting Book 1 10th Edition. Canada : John Wiley & Sons, Inc Hendriksen Eldon S, Michael F. Van Breda. Alih Bahasa Herman Wibowo. (2000). Teori Akuntansi Buku Satu, Edisi kelima. Jakarta: Interaksa. Dye, Thomas, R, (1981), Understanding Public Policy, Sixth Edition, New Jersey, Prentise Hall Inc. Dunn, William, (1981), Public Analysis an Introduction, Pentise Hall Inc, Englewood, USA Marsuni, Lauddin, (2006), Hukum dan Kebijakan Perpajakan di Indonesia, Yogyakarta, UII Press. Angelo G.A. Faria dan Zohto Yocelik, The Interrelationship Between Tax Policy and Tax Administration dalam Parthasarath Shome (Editor), Tax Policy Handbook, Washington DC: Tax Policy Division Fiscal Affairs Departement International Monetaz Fund, (1995) Mansury, R (1999), Kebijakan Fiskal, Jakarta, YP4 Mertokusumo, Sudikno Mertokusumo. (1991). Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta Rochmat Soemitro. (2004). Asas dan Dasar Perpajakan I, Refika Aditama, Bandung 23 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014
Darussalam, Donny Septriadi. (2006). Membatasi Kekuasaan Untuk Mengenakan Pajak. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Sukardji, U. (1999). Pajak pertambahan nilai. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Waluyo, (2007), Perpajakan Indonesia, Jakarta: SalembaEmpat ,EdisiKedua Rosdiana, H. dan Tarigan, R. (2005). Perpajakan: Teori dan aplikasi edisi 1. Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Gunadi. (1999). Perpajakan. Edisi revisi 1999 buku 2. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Zain, Mohammad. (2003). Manajemen Perpajakan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Suandy, Erly. (2006). Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat. Moleong, Lexy J. (2000) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Rosdakarya. Creswell, John W., (1994). Research Design, Qualitative And Quantitative Approaches, London: SAGE Publications, Thousand Oaks. Kountur, Ronny. (2007). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Edisi Revisi. Jakarta: PPM. Bungin, Burhan. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Neuman, W. L. (2003). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach. Boston: A Llyn and Bacon
PeraturanTerkait : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2009 Tentang Revaluasi Aktiva Tetap Perusahaan.
24 Revaluasi aktiva..., Wahyu Wijayanto, FISIP UI, 2014