RESPON PERTUMBUHAN KEPITING BAKAU (Scylla Serrata Forskal) TERHADAP SALINITAS DAN JENIS PAKAN SEGAR Sri Oetami Madyowati Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Dr. Soetomo, Jl. Semolowaru 84 Surabaya
Abstract: This research has an objective to know responses of salinity and fresh food type to increase growth of mangrove crab (Scylla serrata Forskal). The analysed growth data are absolute weight growth and water quality parameters. This research shows that factor of salinity and fresh food types give real effects to increase for growth of mangrove crab (Scylla serrata Forskal). The best treatment is a treatment of salinity, 25 o/oo and fresh food from bloody cookles with average weight growth is 31.25 gs. Water quality as a supporting factor is still in tolerable limit for mangrove crab life, that is dissolve oxigen 6.85 – 7.30 ppm, temperature 27.35 – 28.85 oC and pH 7.35 – 8.35. Keywords: Fresh food, absolute growth, Scylla serrata Forskal
PENDAHULUAN
dalam negeri maupun luar negeri, telah menjadikan harga kepiting cukup baik di pasaran lokal ataupun internasional. Permintaan kepiting bakau yang terus meningkat disebabkan rasa dan aroma daging yang khas dan juga enak (Afrianto & Liviawaty 2004). Menurut Soim (2001), bagian tubuh kepiting yang bisa dimakan (edible portion) mengandung 65,72% protein, 7,5% mineral dan 0,88% lemak. Selama ini kebutuhan kepiting sebagian besar masih dipenuhi dari hasil penangkapan. Padahal mengandalkan produksi dari penangkapan cukup risakan karena dalam jangka panjang produksinya menurun, disamping itu produksinya tidak stabil karena sangat tergantung alam. Oleh karena itu perlu adanya budidaya kepiting secara intensif yang dapat memenuhi kebutuhan kepiting secara kontinyu dan berkesinambungan (Wasito 1999). Kutinyo (1999) berpendapat bahwa
Pemanfaatan hasil perikanan belum banyak digunakan secara optimal, umumnya yang ditangkap dan dicari konsumen adalah beberapa jenis ikan dan udang. Padahal jika dilihat dari potensi yang ada tidak sedikit hasil perikanan yang belum dimanfaatkan salah satunya yaitu kepiting bakau (Scylla serrata Forskal) (Afrianto & Liviawaty 2004). Menurut data dari Direktorat Jenderal Perikanan, produksi maupun ekspor kepiting tertinggal jauh dari udang, namun akhir-akhir ini banyak pengusaha perikanan yang mulai tertarik membu-didayakan kepiting sebagai komoditi ekspor. Potensi pasar luar negeri yang cukup besar memberi peluang bagi pengembangan komoditi ini secara serius dan komersial (Mardjoko 2000). Permintaan akan komoditi kepiting terus meningkat baik pasaran 1
tingginya kematian dalam budidaya kepiting sering disebabkan oleh menurunnya kualitas air. Penurunan kualitas air bisa diakibatkan karena pemberian pakan yang berlebihan dan fluktuasi salinitas dalam perairan. Menurut Afrianto dan Liviawaty (2004), jika sering terjadi perubahan salinitas maka akan berpengaruh terhadap kehidupan kepiting karena dia akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan cara mengatur proses osmoregulasi. Proses osmoregulasi tersebut membutuhkan energi yang berasal dari pakan. Pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Pakan yang baik terdiri dari beberapa komponen dengan komposisi tertentu. Komponen tersebut adalah protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Kekurangan salah satu komponen ini sering menyebabkan pertumbuhan terganggu (Mudjiman A. 2003). Menurut Hariati (1993), pakan yang baik, keadaan segar, karena pakan segar masih mengandung komponen dari nutrien yang dibutuhkan oleh kepiting bakau dan kualitasnya lebih baik dibandingkan pakan yang sedang dalam proses pembusukan yang cepat. Pakan yang biasa diberikan pada kepiting bakau yaitu potongan-potongan ikan rucah, daging kerang, cumi-cumi dan berbagai jenis keong. Karenanya pemberian pakan dengan gizi yang tinggi mutlak diperlukan. Kerang darah adalah kelompok kerang yang memiliki pigmen darah merah/haemoglobin yang disebut bloody cockles, sehingga kerang ini dapat hidup pada kondisi kadar oksigen relatif rendah, bahkan setelah dipanen masih bisa hidup walaupun tanpa air (PKSPL 2004). 2
Komposisi kimia kerang sangat bervariasi tergantung pada spesies, jenis kelamin, umur, dan habitat. Pada umumnya kerang kaya akan asam suksinat, asam sitrat, asam glikolat yang erat kaitannya dengan citarasa dan memberikan energi sebagai kalori (OFCF 1987). Komposisi kimia kerang darah yang dilaporkan adalah protein 9 – 13 %, lemak 0-2 %, glikogen 1-7 % dan memiliki nilai kalori 80 kalori dalam 100 g daging segar. Oleh karena itu pakan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kepiting disamping salinitas sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh salinitas dan pemberian pakan segar yang berbeda terhadap peningkatan pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata Forskal). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui salinitas dan jenis pakan segar yang terbaik untuk peningkatan pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata Forskal).
METODE PENELITIAN Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah kepiting bakau (Scylla serrta Forskal) yang mempunyai berat kurang lebih 100 g. Yang diperoleh dari petani kepiting di Bangil. Kepiting bakau yang digunakan mempunyai kelengkapan morfologis: kelengkapan anggota badan, tubuh tidak mengalami kerusakan atau cacat, kelincahan dalam bergerak, tubuh berukuran sama dan berwarna hijau kecoklatan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara observasi langsung terhadap gejala-gejala subyek yang diamati (Surachmad 2002).
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 1, Januari 2011
Menurut Hanafiah (2008) rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan salinitas (S) yang terdiri dari 3 level yaitu (S1)19 permil, (S2)25 permil dan (S3) 31 permil. Faktor kedua adalah perlakuan jenis pakan (P) yang diberikan terdiri dari 2 level yaitu (P1)daging ikan mujair dan (P2) daging kerang darah, dimana pakan yang diberikan 5% dari berat total kepiting bakau dan diberikan dua kali sehari yaitu pagi hari (pukul 07.00) dan sore hari (pukul 18.00). Sehingga kombinasi perlakuan terdiri dari 6 perlakuan dengan 4 ulangan maka seluruhnya terdapat 24 satuan percobaan. Data pertumbuhan berat yang diperoleh dari hasil penelitian diolah melalui analisis sidik ragam. Berdasarkan hasil perhitungan , F hitung dibandingkan dengan F tabel. Jika analisis sidik ragam tersebut menunjukkan perbedaan nyata atau sangat nyata maka pengujian dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Uji BNJ untuk mengetahui perlakuan yang terbaik dari percobaan yang dilakukan. Data pertumbuhan adalah pertumbuhan berat mutlak. Menurut Effendie (2000) bahwa pertumbuhan berat mutlak adalah pertambahan berat diakhir penelitian dikurangi dengan pertambahan berat di awal penelitian dengan rumus: W = wt – wo W = Pertumbuhan berat mutlak (g) wt = biomassa kepiting bakau pada akhir penelitian (g) wo = biomassa kepiting bakau pada awal penelitian (g) Sedang untuk mengetahui hubungan antara salinitas dengan pertumbuhan dilakukan perhitungan regresi linier sederha-
na dan regresi linier kuadratik. Untuk mempertahankan kualitas air selama pemeliharaan dilakukan pergan-tian air setiap 2 hari sekali sebanyak 20-30%. Pengukuran kualitas air yang meliputi suhu, oksigen terlarut (DO) dan pH dilakukan setiap hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Berat Mutlak Kepiting Bakau Faktor interaksi antara pakan segar dan salinitas berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau. Dari hasil penelitian didapat bahwa perlakuan S2P2 dengan salinitas 25 permil dan pemberian pakan segar jenis kerang darah memberikan rata-rata pertumbuhan berat mutlak paling tinggi sebesar 31,25 g. Sedangkan pertumbuhan terendah di dapat pada perlakuan S3P2 (salinitas 31 permil, pakan kerang darah) yaitu sebesar 16,75 g. Data kisaran nilai pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Kepiting bakau yang diberi pakan kerang darah mempunyai rata-rata pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi pakan ikan mujair. Hal ini disebabkan karena daging kerang memiliki tekstur yang liat dan tidak mudah hancur, sedangkan ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan. Berbagai jenis bakteri dapat menguraikan komponen gizi menjadi senyawa-senyawa berbau busuk dan anyir, seperti indol, skatol, H2S, merkaptan, dan lain-lain. Beberapa bakteri patogen (penyebab penyakit), seperti Salmonella, Vibrio, dan Clostridium, sering mencemari produk perikanan.
Sri Oetami Madyowati: Respon Pertumbuhan Kepiting Bakau
3
Tabel 1. Kisaran nilai rata-rata pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau (Scylla serrata Forskal) karena pengaruh salinitas dan pakan segar yang berbeda Perlakuan S1P1 S1P2 S2P1 S2P2 S3P1 S3P2
Kisaran (g) 15 – 24 24 – 37 17 – 22 23 – 45 16 – 32 13 - 20
Sehingga kandungan gizi dari kerang dapat dicerna dan diserap oleh kepiting bakau sehingga pemanfaatan nutrisinya lebih optimal. Sedangkan pada ikan mujaer, yang diberikan, sebelum dimangsa oleh kepiting terjadi penguraian pada daging ikan. Di samping itu daging kerang mempunyai aroma yang khas yang disukai oleh kepiting bakau sehingga akan merangsang nafsu makan kepiting bakau lebih besar serta mempunyai nilai gizi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kasry (2003), bahwa pakan yang diberikan untuk usaha pembesaran kepiting adalah kerang darah segar dimana kandungan kalori, protein dan lemak yang terdapat dalam 100 g kerang darah (Anadarah granosa) adalah 81 kalori; 13,4 g protein dan 1,4 g lemak. Untuk mengetahui hubungan antara salinitas dengan pertumbuhan berat mutlak yang diberi pakan segar berupa ikan mujair dengan perhitungan analisis regresi linier sederhana dengan persamaan Y = 5,125 + 0,625 X diperoleh bahwa peningkatan salinitas akan menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau yang diberi pakan segar jenis ikan mujair. Hal ini disebabkan karena jenis pakan awal yang diberikan pada kepiting bakau di tambak adalah ikan mujair. Sehingga ketika diberi 4
Rata-rata (g) 17,75 + 7,27 30,25 + 5,56 19,25 + 2,22 31,25 + 10,49 25,25 + 6,80 16,75 + 4,73
perlakuan dalam penelitian berupa pakan ikan mujair tidak mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri. Energi yang diperoleh dari pakan langsung dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan sehingga pertumbuhannya akan mengalami peningkatan. Pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembang-biakan. Pakan yang baik terdiri dari beberapa komponen dengan komposisi tertentu. Komponen tersebut adalah protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Kekurangan salah satu komponen ini sering menyebabkan pertumbuhan terganggu (Mudjiman 2003). Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara salinitas dengan pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau yang diberi pakan segar jenis kerang darah dengan perhitungan regresi linier kuadratik. Dari hasil perhitungan (persamaannya adalah Y = -78,14 + 9,88 X – 0,22 X2) diperoleh bahwa peningkatan salinitas justru akan menurunkan pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau setelah mencapai pertumbuhan optimal. Pertumbuhan optimal dicapai pada salinitas 22,45 permil yang menghasilkan pertumbuhan berat mutlak 32,79 g. Pertumbuhan semakin meningkat hingga dicapai pertumbuhan optimal pada salinitas 25
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 1, Januari 2011
permil dan akan menurun seiring dengan meningkatnya salinitas. Pertumbuhan terendah didapat pada salinitas 31 permil. Hal ini disebabkan karena kepiting harus menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yaitu dengan cara mengatur osmoregulasi. Proses ini membutuhkan energi yang cukup besar yang diperoleh dari pakan yang diberikan, sehingga energi yang seharusnya dimanfaatkan untuk pertumbuhan lebih banyak digunakan untuk proses adaptasi sehingga akan diperoleh nilai pertumbuhan yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Afrianto dan Liviawaty (2004), bahwa perubahan salinitas akan menyebabkan kepiting beradaptasi dengan lingkungannya dengan cara mengatur proses osmoregulasi. Proses ini membutuhkan energi yang cukup besar yang berasal dari pakan. Akibatnya energi yang tersedia untuk pertumbuhan menjadi semakin berkurang atau habis. Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian meliputi suhu, oksigen terlarut (DO), dan derajat keasaman (pH). Suhu air media pada saat penelitian berkisar antara 27,35oC – 28,85oC masih dalam kisaran normal, sehingga layak untuk pemeliharaan kepiting. Menurut Kutinyo (1999), bahwa setiap organisme mempunyai daya toleransi yang berbeda terhadap perubahan temperatur perairan. Kepiting bakau dapat bertahan hidup pada suhu antara 26oC sampai 32oC. Oksigen terlarut (DO) selama penelitian berkisar antara 6,85 sampai 7,3 ppm masih dalam batas-batas toleransi sehingga baik untuk kehidupan kepiting bakau. Hal ini sesuai dengan pendapat Surjadi (2001) bahwa kandungan oksigen apabila kurang dari 3 ppm dianggap kurang baik
untuk kehidupan kepiting, tetapi bila oksigen terlalu besar maka akan menyebabkan air menjadi jenuh dan akhirnya terjadi emboli gas pada kepiting. Kisaran oksigen terlarut yang cocok untuk kehidupan kepiting antara 3 – 15 ppm. Derajat keasaman (pH) pada semua perlakuan berkisar antara 7,35 – 8,35 yang masih dalam batas-batas toleransi untuk kehidupan kepiting sehingga baik untuk pertumbuhan kepiting bakau. Menurut Kasry (2003) pH air media pemeliharaan kepiting berkisar antara 7 – 8.
KESIMPULAN Faktor interaksi antara pakan segar dan salinitas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan kepiting bakau (Scylla serrata Forskal). Perlakuan yang terbaik adalah pada perlakuan dengan salinitas 25 permil dan pemberian pakan jenis kerang darah memberikan rata-rata pertumbuhan berat mutlak paling tinggi sebesar 31,25 g. Dari hasil perhitungan regresi linier se-derhana (persamaannya adalah Y = 5,125 + 0,625X) diperoleh bahwa peningkatan salinitas akan menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau yang diberi pakan segar jenis ikan mujair. Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara salinitas dengan pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau yang diberi pakan segar jenis kerang darah dengan perhitungan regresi linier kuadratik. Dari hasil perhitungan (persamaannya adalah Y = -78,14 + 9,8X – 0,22X2) diperoleh bahwa peningkatan Salinitas justru akan menurunkan pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau setelah mencapai pertumbuhan optimal. Pertumbuhan optimal dicapai pada salinitas 22,45
Sri Oetami Madyowati: Respon Pertumbuhan Kepiting Bakau
5
permil yang menghasilkan pertumbuhan berat mutlak 32,79 g. Pertumbuhan semakin meningkat hingga dicapai pertumbuhan optimal pada salinitas 25 permil dan akan menurun seiring dengan meningkatnya salinitas dimana pertumbuhan terendah didapat pada salinitas 31 permil Kualitas air yang diukur selam penelitian meliputi suhu yang berkisar antara 27,35oC – 28,85oC; oksigen terlarut 6,85 ppm – 7,3 ppm, dan pH berkisar antara 7,35 – 8,35 yang masih berada dalam batas kisaran normal sehingga layak bagi kehidupan kepiting bakau (Scylla serrata Forskal).
DAFTAR PUSTAKA Afrianto E, Liviawaty E. 2004. Pemeliharaan Kepiting. Yogyakarta: Kanisius. Effendi IM. 2000. Metode Biologi Perikanan. Bandung: Yayasan Dewi Sri. Hanafiah AK. 2008. Rancangan Percobaan Teori Dan Aplikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hariati AM. 1993. Makanan Ikan. NUFFIC/UNIBRAW/FIS Fisheries Project. Malang: Universitas Brawijaya. Kasry A. 2003. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologis Ringkas. Jakarta: Bharata.
6
Kutinyo. 1999. Pedoman Budidaya Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Tambak. Balai Budidaya Air Payau Jepara. Jepara: Direktorat Jenderal Perikanan. Mardjoko M. 2000. Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau (Scylla serrata ). Balai Budidaya Air Payau. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan. Mudjiman A. 2000. Makanan Ikan. Jakarta: Penebar Swadaya. [OFCF] Overseas Fishery Corporation Foundation. 1987. Pengolahan HasilHasil Perikanan. Tokyo: Overseas Fishery Corporation Foundation. [PKSPL] Pusat Kajian Sumberdaya Perairan Laut. 2004. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Perikanan (kerang darah) di Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. [Laporan Penelitian]. Kerjasama BAPPEDA dan PKSPL Institut Pertanian Bogor. Soim A. 2001. Teknik Pembesaran Kepiting. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Surachmad W. 2002. Penelitian Ilmiah Dasar. Metode dan Teknik. Edisi ke Tujuh. Bandung: Tarsito. Surjadi. 2001. Budidaya Kepiting untuk Ekspor. Info Agribis. Jakarta: Trubus. Wasito. 1999. Sistem Budidaya Kepiting Bakau. Di dalam: Primadona Informasi. Informasi Industri Usaha Udang dan Ikan. Jakarta: IPTEK.
Neptunus Jurnal Kelautan, Vol. 17, No. 1, Januari 2011