KERAGAAN PEMASARAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) Eddy Supriadi1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Hj. Tenten Tedjaningsih2) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] Dedi Darusman3) Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemasaran kepiting bakau dilihat dari pola pemasaran, fungsi saluran pemasaran, margin pemasaran, dan farmer’s share. Metode yang digunakan adalah survai kasus pemasaran kepiting bakau pada petambak di Desa Karangjaladri Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam pemasaran kepiting bakau di Desa Karangjaladri terdapat empat pola saluran pemasaran, yaitu saluran nol tingkat (produsen – konsumen), dan saluran satu tingkat (produsen – pedagang pengecer – konsumen), saluran pemasaran dua tingkat (produsen – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen) dan saluran tiga tingkat (produsen – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen). Keseluruhan lembaga pemasaran melakukan fungsi pertukaran, pengadaan fisik dan fungsi pelancar. Pada tingkat produsen tidak dilakukan fungsi pembelian. Pada tingkat pengumpul dan pedagang besar, fungsi pertukaran, pengadaan fisik dan fungsi pelancar dilaksanakan. Sedangkan pada tingkat pedagang pengecer tidak terjadi fungsi pengangkutan. Margin pemasaran pada saluran nol tingkat Rp.0 per kilogram, margin pemasaran pada saluran satu tingkat Rp.55.000,00 per kilogram, margin pada saluran pemasaran dua tingkat Rp.63.000, dan margin pada saluran tiga tingkat Rp.70.000. Farmer’s Share pada saluran nol tingkat sebesar 100 persen. Farmer’s share pada saluran satu tingkat sebesar 54,17 persen, bagian yang diterima produsen pada saluran dua tingkat sebesar 45,2 persen dan bagian produsen yang diterima pada saluran tiga tingkat 41,67 persen. Kata Kunci : Kepiting Bakau, Pola Pemasaran, Fungsi Pemasaran, Margin Pemasaran dan Farmer’s Share. ABSTRACT The purpose of research is to know the marketing of mangrove crab be seen from marketing pattern, function of marketing institutions, and farmer,s share. The methods research used survey method to a marketing mangrove crab case in farmers at Karangjaladri, Parigi, Pangandaran. The result of this research shows 1
that in the marketing of mangrove crab in Karangjaladri there are four pattern marketing institutions, there is zero level channel (producer - consumer), one level channel (producer – retailer - consumer), two level channel (producer – trader – retailer – consumer), and three level chanel (producer – trader – wholesaler – retailer – consumer). Overall marketing agencies conduct exchange function, physical function and facilitating function. At the producer level is not done purchasing function, at the traders and wholesaler exchange function, physical and facilitating function performed. While at retailers level do not happen transport function. Marketing margins at zero level Rp.0 per kilogram, marketing margin at the one level channel Rp.55.000 per kilogram, the margin at the two level chanel Rp.63.000, and at three level chanel Rp.70.000. Farmer's share at zero level channel is 100 percent. Farmer’s share at the one level channel 54.17 percent, farmer’s share at two level channel 45.2 percent and farmer’s share at three levels channels 41.67 percent. Key Word : Mangrove crab, Pattern, Function of Marketing Channels, Margin Marketing and Farmer’s Share. PENDAHULUAN Di dalam wilayah Indonesia terkandung kekayaan hewani dan nabati yang saat ini tingkat eksploitasinya belum optimal. Jika dimanfaatkan secara arif, potensi kekayaan tersebut dapat mendukung pembangunan sosial–ekonomi masyarakat Indonesia yang maju, makmur dan berkeadilan. Namun potensi yang besar ini belum tergarap secara optimal sehingga membuka peluang bagi kita untuk mengelolanya. Potensi kepiting bakau di alam cukup besar. Secara geografis daerah penyebaran kepiting bakau sama dengan daerah penyebaran hutan mangrove. Berdasarkan luasan hutan mangrove daerah penyebaran kepiting bakau disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Daerah Penyebaran dan Produksi Kepiting Bakau di Indonesia No
Wilayah perairan
1 2
Selat Malaka Laut Cina Selatan
3 4
Laut Jawa Selat Makassar, Laut Flores
5 6 7
Laut Sulawesi, Samudra Pasifik
8 9
Laut Arafura Samudra Hindia
Luas daerah penyebaran ( ha ) 114.335 585.000
Produksi ( ton ) 3.290 317
7.936
833
Laut Banda
427.800 308.000
2.765 19
Laut Seram, Laut Halmahera,
910.000
54
4.333
162
1.825.000 66.458
198 342
Sumber : M. Ghufran dan Kordi (2007)
2
Kepiting bakau merupakan salah satu sumber daya perikanan pantai yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Pemanfaatan secara komersial dari komoditas ini semakin meningkat, baik untuk dikonsumsi dalam negri maupun di ekspor. Di dalam negeri, kepiting bakau dipasarkan di pasar – pasar tradisional hingga di pasar swalayan (supermarket) dan disajikan di rumah makan kecil hingga restoran dan hotel berbintang. Sedangkan untuk ekspor, pasar kepiting bakau Indonesia adalah Jepang, Singapura, Australia, Korea Selatan, Prancis dan Amerika Serikat. Kepiting memiliki rasa gurih dan enak juga bernilai gizi yang tinggi. Bagian kepiting bakau yang bisa dimakan mencapai 40 persen. Hasil analisis proksimasi daging dan telur kepiting bakau dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis Proksimasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) No Bagian Tubuh Protein (%) Lemak (%) Abu (%) 1 Edible portion Daging 65,72 0,88 7,5 Telur 88,55 8,16 3,2 2 Non edible portion 1,99 ttd 49,9 Sumber : M. Ghufran dan Kordi (2007) Keterangan : edible portion (40 %), non edible portion (60 %), ttd = tidak terdeteksi
Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa daging dan telur kepiting bakau mengandung protein yang tinggi serta lemak dan abu yang rendah, merupakan salah satu indikasi komposisi makanan yang baik. Bagian yang tidak dapat dimakan mencapai 60 persen, banyak mengandung zat kapur dengan kandungan protein dan lemak rendah dan abu tinggi, dapat dimanfaatkan sebagai campuran rangsum ternak. Enam Kecamatan di Kabupaten Ciamis yang resmi pada tahun 2013 menjadi bagian dari Kabupaten Pangandaran memiliki potensi sumberdaya perikanan budidaya yang besar dengan berbagai komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pemanfaatan potensi tersebut berbeda pada setiap kecamatan. Desa Karangjaladri merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran. Karangjaladri merupakan desa yang berada di dekat pantai sehingga memiliki potensi perikanan yang cukup besar khususnya perikanan budidaya tambak / payau kepiting bakau. Budidaya kepiting bakau yang dilakukan masyarakat sebagian besar merupakan usaha pembesaran kepiting
3
bakau dengan media budidaya berupa tambak, namun ada juga yang melakukan usaha pembesaran di keramba yang terbuat dari ember bekas cat tembok. Namun seperti dibahas sebelumnya dari potensi yang tinggi tersebut pemanfaatannya sangat rendah. Salah satu aspek yang menjadi permasalahan yang dialami oleh petambak di Desa Karangjaladri yaitu pemasaran. Sifat komoditas kepiting yang cepat rusak dan jarak antara lokasi petambak dengan konsumen yang jauh, menyebabkan kualitas kepiting berkurang, selain itu komoditas kepiting tidak dapat diolah sebagaimana komoditas ikan yang dapat diolah dengan cara penggaraman dan pengeringan melalui metode yang sederhana dan alami, karena tekstur kepiting yang keras. Satu – satunya cara pengolahan kepiting bakau yang dapat dilakukan adalah pengalengan, akan tetapi pengolahan tersebut memerlukan proses yang cukup rumit dan peralatan lengkap. Sehingga kepiting harus segera dipasarkan agar tidak terjadi kematian. Hasil usaha pembesaran yang dilakukan dijual kepada pengumpul, atau juga langsung kepada konsumen akhir yaitu masyarakat yang berada di sekitar tambak, dan wisatawan yang ada di objek wisata Green Canyon, Pangandaran dan Batukaras. Pada umumnya petambak di Desa Karangjaladri cenderung menjual kepiting bakau hasil usahanya melalui lembaga pemasaran terlebih dahulu dikarenakan keadaan tertentu, meskipun sebenarnya produsen dapat menjual hasil produksinya langsung kepada konsumen. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengamati keragaan pemasaran kepiting bakau di Desa Karangjaladri. Berdasarkan uraian diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut : (1) Bagaimana pola dan fungsi saluran pemasaran kepiting bakau dari petambak di Desa Karangjaladri ? (2) Berapa besar margin yang terjadi dalam pemasaran kepiting bakau ? (3) Berapa besar farmer’s share yang terjadi dalam pemasaran kepiting bakau? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola, fungsi saluran pemasaran, margin pemasaran dan farmer’s share kepiting bakau.
4
METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai pada kasus pemasaran kepiting bakau pada petambak di Desa Karangjaladri Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran Jawa Barat. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah snowball sampling. Pembahasan pola dan fungsi saluran pemasaran dibahas secara deskriptif. Pola dan fungsi pemasaran berdasarkan Kotler yaitu lembaga-lembaga yang ikut bagian dalam penyaluran barang dan jasa tersebut diantaranya produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen . Tabel 3. Fungsi Pemasaran Kepiting Bakau Lembaga pemasaran
Produsen
Pengumpul
Fungsi pemasaran
Pedagang
Pedagang
Besar
Pengecer
Konsumen
Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik Fungsi Fasilitas
Sedangkan untuk analisis margin dan farmer’s share yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Hanafiah dan Saefuddin (1986) :
Marjin Pemasaran MP = Pr – Pf ………………(1)
Keterangan : MP = Marjin Pemasaran Pf = Harga ditingkat petani Pr = Harga ditingkat pengecer
Farmer’s share Pf Fs = Pr Keterangan :
x 100 persen ………………….(2) Fs : Farmer’s share Pf : harga yang diterima petani Pr : harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Saluran Pemasaran Kepiting Bakau Pola saluran pemasaran kepiting bakau yang terbentuk di Kabupaten Pangandaran terdiri dari 4 saluran yaitu : 1. Saluran pemasaran nol tingkat
: Produsen – konsumen.
2. Saluran pemasaran satu tingkat
: Produsen – pedagang pengecer –
konsumen 3. Saluran pemasaran dua tingkat
: Produsen – pengumpul – pedagang
pengecer – konsumen. 4. Saluran pemasaran tiga tingkat
: Produsen – pengumpul – pedagang
besar – pedagang pengecer – konsumen. Saluran pemasaran pertama merupakan saluran pemasaran langsung, dimana produsen yang dalam hal ini merupakan petambak kepiting bakau bisa langsung menjual kepiting bakau hasil produksinya kepada konsumen dalam bentuk segar. Pada saluran pemasaran kedua petambak menjual kepiting bakau kepada pedagang pengecer agar mendapatkan harga yang cukup tinggi, dan rumah makan menjual kepiting bakau kepada konsumen dalam bentuk hasil olahan. Pada saluran pemasaran ketiga petambak menjual kepiting bakau kepada pengumpul terlebih dahulu yang kemudian dijual kepada rumah makan. Dan pada saluran pemasaran keempat petambak menjual kepiting bakau kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual kepada pedagang besar dan pedagang besar menjualnya kepada pedagang pengecer kemudian pengecer menjualnya kepada konsumen. Pola saluran pemasaran kepiting bakau segar dan olahan dapat dilihat pada Gambar 1. Pengumpul Pengeumpul A
Pedagang besar
Pedagang Pengecer A
Konsumen
Produsen Pedagang Pengecer B
Pedagang Pengumpul B
Gambar 1. Pola saluran pemasaran kepiting bakau Kabupaten Pangandaran. 6
Fungsi Pemasaran Kepiting Bakau Fungsi Pemasaran pada Produsen (Petambak) Fungsi–fungsi pemasaran yang dilakukan petambak budidaya pembesaran kepiting bakau di Desa Karangjaladri dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4. Fungsi–fungsi pemasaran yang dilakukan petambak budidaya pembesaran kepiting bakau di Desa Karangjaladri. No Fungsi Pemasaran Ada Tidak ada 1 Fungsi Pertukaran √ Pembelian √ Penjualan 2 Fungsi Penyediaan Fisik √ Pengangkutan √ Penyimpanan 3 Fungsi Pelancar √ Permodalan √ Penanggungan Resiko √ Standariasi dan Grading √ Informasi Pasar Keterangan : √ : Menandai ada atau tidaknya suatu fungsi pemasaran Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petambak adalah fungsi penjualan. Pada umumnya petambak memnjual kepiting bakau hasil budidayanya kepada pengumpul dengan harga Rp. 50.000,00 per kilogram, kegiatan penjualan dilakukan di lokasi tambak. Transaksi yang dilakukan tunai dimana uang hasil penjualan kepiting tersebut biasanya diterima langsung. Biaya panen ditanggung oleh petambak yaitu membeli pintur, box sulfur dan membayar pekerja yang membantu mengangkat pintur dan mengikat kepiting. Petambak dapat langsung menjual kepiting bakau hasil produksinya langsung kepada konsumen akhir. Namun hal ini hanya terjadi pada waktu tertentu seperti liburan akhir tahun atau hari raya saja dimana wisatawan dari dalam dan luar negeri sangat banyak berwisata ke Pangandaran dan dilakukan oleh petambak yang lokasi budidaya di pinggir jalan wisata Batuhiu–Cijulang. Fungsi pengadaan secara fisik yang dilakukan oleh petambak yaitu fungsi penyimpanan. Panen kepiting bakau tidak dapat dilakukan secara sekaligus dalam jumlah yang banyak.
7
Fungsi pengangkutan dilakukan oleh petambak kepiting bakau di Desa Karangjaladri, yaitu apabila petambak menjual kepiting hasil usahanya langsung kepada konsumen akhir atau rumah makan. Fungsi pelancar yang dilaksanakan oleh pembudidaya kepiting bakau adalah fungsi permodalan, fungsi penanggungan resiko terhaadap kerusakan kepiting selama penyimpanan, standarisasi dan grading serta fungsi informasi pasar. Petambak menyiapkan modal sendiri untuk melaksanakan budidayanya, atau mendapatkan bantuan dana dari Dinas Kelautan, Pertanian Kehutanan Kabupaten Pangandaran, Lembaga Keuangan. Fungsi penanggungan resiko yang dilakukan petambak adalah penyusutan bobot serta setiap kerusakan yang terjadi selama. Fungsi standarisasi dan grading yaitu kepiting bakau yang dijual kepada pengumpul minimal 200 gram per ekor. Fungsi informasi pasar yang dilaksanakan petambak yaitu memberikan informasi kepada pengumpul ketika akan panen, dan mencari tahu informasi harga yang sedang berlaku di sesama petambak. Fungsi Pemasaran pada Pedagang Pengumpul Tabel 5. Fungsi – fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengumpul pada pemasaran kepiting bakau No Fungsi Pemasaran Ada Tidak ada 1 Fungsi Pertukaran √ Pembelian √ Penjualan 2 Fungsi Penyediaan Fisik √ Pengangkutan √ Penyimpanan 3 Fungsi Pelancar √ Permodalan √ Penanggungan Resiko √ Standariasi dan Grading √ Informasi Pasar Ketetrangan : √ : Menandai ada atau tidaknya suatu fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengumpul. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran, fungsi pengadaan fisik dan fungsi pelancar. Fungsi pertukaran yang dilaksanakan oleh pedagang pengumpul yaitu pembelian dan penjualan kembali. Volume pembelian pedagang pengumpul pada
8
saat penelitian adalah 50 - 60 kg per minggu untuk pembelian diluar waktu panen, sedangkan pada saat panen pembelian kepiting bakau yang dilakukan pengumpul mencapai 500 kg. Fungsi penjualan yang dilakukan pedagang pengumpul adalah menjual kepiting bakau kepada pedagang besar dan ke rumah makan. Pada saat penelitian pedagang pengumpul menjual kepiting kepada pedagang besar dengan harga Rp. 60.000,00 per kilogram. Sedangkan apabila menjual ke rumah makan langsung, pedagang pengumpul menjual kepiting bakau dengan harga Rp. 65.000,00 per kilogram. Cara pembayaran kepiting bakau dari pedagang besar atau rumah makan kepada pedagang pengumpul dilakukan secara tunai. Pedagang
pengumpul
melakukan
fungsi
pengadaan
fisik
yaitu
penyimpanan dan pengangkutan. Penyimpanan ini dilakukan selama menunggu jumlah kepiting yang dikehendaki untuk dijual pada pembelian sehari – hari dari penangkap kepiting konvensional, sedangkan pada waktu petambak panen, pengumpul tidak melakukan penyimpanan, dikarenakan kepiting diambil ke tambak setelah selesai dipanen. Fungsi pelancar yang dilaksanakan pedagang pengumpul terdiri dari permodalan, penanggungan resiko, standarisasi dan grading dan informasi pasar. Modal usaha yang digunakan pengumpul berasal dari modal sendiri. Penanggungan resiko yang dilakukan pedagang pengumpul yaitu penyusutan bobot dan kematian selama penyimpanan. Fungsi standarisasi dan grading dilakukan pada saat menjual ke pedagang besar maupun rumah makan. Umumnya kepiting dengan ukuran minimal 200 gram yang diinginkan pembeli. Fungsi informasi pasar yang dilakukan adalah mengumpulkan informasi mengenai waktu panen petambak, harga ditingkat petambak, harga dan permintaan pasar. Fungsi Pemasaran pada Pedagang Besar Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang besar adalah pembelian dan penjualan kembali. Pedagang besar membeli kepiting bakau dari pengumpul. Rata–rata pembelian kepiting bakau yang dilakukan oleh pedagang besar adalah 50–100 kg per hari dan pada musim panen sampai 1000–2000 kg. Dengan harga kepiting bakau adalah Rp. 60.000,00.
9
Tabel 6. Fungsi – fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang besar pada pemasaran kepiting bakau di Kabupaten Pangandaran. No Fungsi Pemasaran Ada Tidak ada 1 Fungsi Pertukaran √ Pembelian √ Penjualan 2 Fungsi Penyediaan Fisik √ Pengangkutan √ Penyimpanan 3 Fungsi Pelancar √ Permodalan √ Penanggungan Resiko √ Standariasi dan Grading √ Informasi Pasar Keterangan : √ : Menandai ada atau tidaknya suatu fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang besar. Fungsi penjualan kembali yang dilakukan pedagang besar yaitu menjual kepiting bakau kepada rumah makan sea food yang ada di objek wisata Pangandaran, Batukaras dan Green Canyon Cijulang. Harga jual kepiting bakau kepada rumah makan sea food adalah Rp. 65.000,00-75.000,00 per kilogramnya. Fungsi pengadaan secara fisik yang dilakukan pedagang besar yaitu penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan dilakukan beberapa jam saja sampai kepiting memenuhi jumlah untuk didistribusikan kerumah makan. Biaya yang dikeluarkan pedagang besar untuk fungsi penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian boks tempat menyimpan kepiting bakau. Fungsi pengangkutan yang dilakukan pedagang besar adalah mengangkut kepiting bakau ke tempat rumah makan. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan mobil bak atau truck. Fungsi pelancar yang dilakukan pedagang besar adalah fungsi permodalan, penanggungan resiko, standarisasi dan grading serta informasi pasar. Pedagang besar kepiting bakau menggunakan modal sendiri atau mendapat pinjaman modal dari. Pedagang besar kepiting bakau melakukan standarisasi dan grading yaitu untuk kepiting yang berukuran minimal 200 gram. Resiko yang terjadi seperti kerusakan alat, penyusutan bobot, dan kematian kepiting selama pengangkutan dan penyimpanan ditanggung sendiri oleh pedagang besar. Informasi pasar yang
10
dilakukan adalah memberikan informasi harga ditingkat pedagang rumah makan, kepada pedagang pengumpul. Fungsi Pemasaran pada Pedagang Pengecer ( Rumah Makan ) Tabel 7. Fungsi – fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang rumah makan pada pemasaran kepiting bakau di Kabupaten Pangandaran No Fungsi Pemasaran Ada Tidak ada 1 Fungsi Pertukaran √ Pembelian √ Penjualan 2 Fungsi Penyediaan Fisik √ Pengangkutan √ Penyimpanan 3 Fungsi Pelancar √ Permodalan √ Penanggungan Resiko √ Standariasi dan Grading √ Informasi Pasar Keterangan : √ : Menandai ada atau tidaknya suatu fungsi pemasaran Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang rumah makan adalah fungsi pembelian dan penjualan. Pedagang rumah makan melakukan pembelian dari pedagang besar dengan harga Rp. 65.000,00 – Rp. 75.000,00 per kilonya. Volume pembelian rumah makan yaitu 10 – 200 kg per hari. Fungsi penjualan yang dilakukan adalah dengan menjual kembali kepiting bakau dalam bentuk olahan, diantaranya kepiting saus tiram dan kepiting manis pedas. Kepiting bakau yang sudah diolah tersebut dijual kepada konsumen, sebagian besar adalah wisatawan luar negeri di objek wisata Pangandaran dan Green Canyon. Kepiting bakau yang sudah diolah dijual dengan harga Rp. 120.000,00 – 150.000,00 per kilogram. Fungsi penyimpanan dilakukan apabila kepiting bakau tidak habis dijual dalam satu hari. Kepiting bakau kuat disimpan dalam kondisi hidup dalam 24 jam. Apabila lebih dari satu hari kepiting disimpan dengan cara membuka bagian kerapasnya kemudian disimpan pada lemari pendingin dengan suhu yang sangat rendah. Fungsi pelancar yang dillakukan pedagang pengecer adalah fungsi permodalan, fungsi penanggungan resiko, standarisasi dan grading serta informasi pasar. Pedagang rumah makan menjalankan usahanya dengan modal sendiri dan
11
modal pinjaman dari bank. Fungsi penanggungan resiko yang dilaksanakan adalah resiko kematian kepiting selama disimpan. Fungsi standarisasi dan grading yang dilakukan adalah dengan memisahkan kepiting yang per kilogramnya berisi 3 – 5 ekor dijual satu porsinya berisi 3 – 5 ekor, dan yang perkilogramnya 1 – 2 ekor dijual per porsinya hanya 1 ekor saja. Analisis Margin Pemasaran Kepiting Bakau Margin dan Biaya Pemasaran Kepiting Bakau pada Saluran 1 Lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran 1 sebanyak 2 lembaga yaitu terdiri dari petambak dan konsumen akhir. Petambak menjual kepiting bakau langsung kepada konsumen akhir dengan harga Rp. 65.000 – 80.000. Biaya pemasaran yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 2.500,00 per kilogramnya. Margin dan Biaya Pemasaran Kepiting Bakau pada Saluran 2 Pada saluran pemasaran 2, lembaga pemasaran yang terlibat sebanyak 3 lembaga yaitu terdiri dari petambak, rumah makan dan konsumen akhir. Tabel 8. Distribusi Margin Pemasaran Kepiting Bakau Saluran 2 Lembaga Pemasaran Produsen Harga jual Biaya Pengepakan Biaya Transportasi
Rp / Kg 65.000,00 2.500,00 1.150,00
Pedagang Pengecer Harga beli Harga jual Biaya penyusutan bobot Biaya Pengolahan Margin keuntungan
65.000,00 120.000,00 3.250,00 16.667,00 55.000,00 35.083,00
Sumber : Data Primer tahun 2014 yang sudah diolah
Petambak menjual kepiting bakau langsung kepada pedagang rumah makan rata – rata dengan harga Rp. 65.000,00 per kilogramnya, sehingga pedagang rumah makan mendapatkan margin sebesar Rp. 55.000,00 per kilogramnya, dengan menjual kepiting kepada konsumen akhir seharga Rp. 120.000,00.
12
Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh petambak adalah biaya panen dan pengepakan sebesar Rp. 2.500,00 per kilogramnya, serta biaya transportasi sebesar Rp. 1.150,00 per kilogramnya. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang rumah makan adalah biaya pengolahan kepiting menjadi makanan yaitu sebesar Rp. 16.667,00 per kilogramnnya dan biaya penyusutan bobot sebesar Rp. 3.250,00 per kilogramnya. Margin dan Biaya Pemasaran Kepiting Bakau pada Saluran 3 Lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran pemasaran 3 yaitu terdiri dari petambak, pedagang pengumpul, rumah makan dan konsumen. Tabel 9. Distribusi Margin Pemasaran Kepiting Bakau Saluran 3 Lembaga Pemasaran
Rp / Kg
Produsen Harga jual
52.000,00
Pengumpul Harga beli Harga jual Biaya transportasi Biaya penyusutan bobot Biaya Pengemasan Margin Keuntungan
52.000,00 65.000,00 277,78 1.456,00 1.112,00 13.000,00 10.154,22
Pedagang Pengecer Harga beli Harga jual Biaya penyusutan bobot Biaya Pengolahan Margin Keuntungan
65.000,00 115.000,00 3.250,00 16.176,00 50.000,00 30.574,00
Sumber : DataPrimer tahun 2014 yang sudah diolah Petambak menjual kepiting bakau kepada pedagang pengumpul dengan harga Rp. 52.000,00 per kilogramnya. Pedagang pengumpul mendapatkan margin sebesar Rp. 13.000,00 per kilogramnya dengan menjual kepiting bakau Rp. 65.000,00 per kilogramnya kepada pedagang rumah makan. Pedagang rumah makan menjualnya kembali kepada konsumen akhir dengan harga Rp. 115.000,00 per kilogramnya, sehingga mendapatkan margin sebesar Rp. 50.000,00 per kilogramnya.
13
Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul yaitu biaya transportasi sebesar Rp. 277,78 per kilogramnya. Biaya untuk penyusutan bobot adalah sebesar Rp. 1.456,00 per kilogramnya. Biaya pengemasan sebesar Rp. 1.112,00 per kilogramnya. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang rumah makan yaitu biaya pengolahan sebesar Rp. 19.426,00 per kilogramnya. Biaya penyusutan bobot sebesar Rp. 3.250,00 per kilogramnya. Margin dan Biaya Pemasaran Kepiting Bakau pada Saluran 4 Pada saluran 4 lembaga pemasaran yang terlibat terdiri dari petambak, pedagang pengumpul, pedagang besar, rumah makan, konsumen. Petambak menjual kepiting bakau kepada pedagang pengumpul dengan harga Rp. 50.000,00 per kilogramnya. Pedagang pengumpul mendapatkan margin pemasaran sebesar Rp. 10.000,00 per kilogramnya dengan menjualnya kepada pedagang besar sebesar Rp. 60.000,00 per kilogramnya. Pedagang besar menjual kepiting bakau kepada pedagang rumah makan dengan harga sebesar Rp. 65.000,00 per kilogramnya sehingga mendapatkan margin pemasaran sebesar Rp.5.000,00 per kilogramnya. Pedagang rumah makan mendapatkan margin sebesar Rp. 55.000,00 per kilogramnya dengan menjual kepiting bakau hasil olahan kepada konsumen akhir sebesar Rp. 120.000,00 per kilogramnya. Biaya
pemasaran
yang
dikeluarkan
pedagang
pengumpul
biaya
transportasi sebesar Rp. 287,50 per kilogramnya. Biaya tersebut meliputi pembelian bahan bakar kendaraan dan konsumsi pengirim kepiting. Biaya penyusutan bobot sebesar Rp. 1.400 per kilogramnya. Biaya pengepakan sebesar Rp. 1.000,00. Per kilogramnya. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang besar adalah biaya transportasi sebesar Rp. 75,00 per kilogramnya. Biaya bobot adalah Rp. 1.680,00 per kilogramnya. Biaya pengepakan sebesar Rp. 1000,00 perkilogramnya, biaya tersebut digunakan untuk pembelian boks stereoform. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang rumah makan adalah biaya penyusutan bobot sebesar Rp. 3.250,00 per kilogramnya. Biaya pengolahan sebesar Rp.19.250,00 per kilogramnya.
14
Tabel 10. Distribusi Margin Pemasaran Kepiting Bakau Saluran 4 Lembaga Pemasaran
Rp / Kg
Produsen Harga jual
50.000,00
Pedagang Pengumpul Harga beli Harga jual Biaya transportasi Biaya penyusutan bobot Biaya pengepakan Margin Keuntungan
50.000,00 60.000,00 287,50 1.400,00 1.000,00 10.000,00 7.312,50
Pedagang Besar Harga beli Harga jual Biaya transportasi Biaya penyusutan bobot Biaya Pengepakan Margin Keuntungan
60.000,00 65.000,00 75,00 1.680,00 1.000,00 5.000,00 2.245,00
Pedagang Pengecer Harga beli Harga jual Biaya penyusutan bobot Biaya Pengolahan Margin keuntungan
65.000,00 120.000,00 3.250,00 16.250,00 55.000,00 35.750,00
Sumber : Data Primer Tahun 2014 yang sudah diolah Analisis Farmer’s Share pemasaran Kepiting Bakau Bagian yang diterima petambak (farmer’s share) pada saluran pemasaran 1 adalah sebesar 100 persen. Kemudian pada saluran pemasaran 2 farmer’s share yang didapat petambak adalah sebesar 54,17 persen. Persentase bagian petambak pada saluran pemasaran ini, dapat dikatakan bagian yang paling besar yang sering terjadi pada pemasaran kepiting bakau. Pada saluran 3 bagian yang diterima petambak ( farmer’s share ) lebih kecil jika dibandingkan dengan bagian petambak pada saluran 2. Hal ini disebabkan karena petambak menjual kepiting bakau melalui pengumpul terlebih
15
dahulu. Bagian yang diterima petambak pada saluran pemasaran 3 yaitu sebesar 45,2 persen. Bagian yang diterima petambak ( farmer’s Share ) pada saluran pemasaran 4, adalah sebesar 41,67 persen. Presentase ini dsapat dikatakan jumlah yang paling sedikit dikarenakan banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran pemasaran 1 tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, dapat ditarik simpulan sebagai beikut : 1) a. Terdapat empat pola saluran pemasaran kepiting bakau yang terjadi yaitu : Saluran pemasaran nol tingkat
: Produsen – konsumen.
Saluran pemasaran satu tingkat
: Produsen – pedagang pengecer –
konsumen. Saluran pemasaran dua tingkat
: Produsen – pedagang pengumpul –
pedagang pengecer – konsumen. Saluran pemasaran tiga tingkat
: Produsen – pedagang pengumpul –
pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen. b. Keseluruhan lembaga pemasaran melakukan fungsi pertukaran, pengadaan fisik dan fungsi pelancar. Pada tingkat produsen tidak dilakukan fungsi pembelian. Pada tingkat pedagang pengumpul dan pedagang besar, fungsi pertukaran, pengadaan fisik dan fungsi pelancar dilaksanakan. Sedangkan pada tingkat pedagang pengecer tidak terjadi fungsi pengangkutan. 2) Margin pemasaran yang terjadi pada : Saluran pemasaran 1 tidak terdapat margin pemasaran karena farmer’s share pada saluran pemasaran 1 adalah sebesar 100 persen karena kepiting bakau dijual langsung oleh petambak kepada konsumen. Kemudian pada saluran pemasaran 2 sebesar Rp. 55.000,00, saluran pemasaran 3 sebesar Rp. 63.000,00 dan saluran pemasaran 4 sebesar Rp. 70.000,00. 16
3)
Farmer’s share yang didapat pada : Saluran pemasaran 1 sebesar 100 persen, pada saluran pemasaran 2
sebesar 54,17 persen, pada saluran pemasaran 3 sebesar 45,2 dan pada saluran pemasaran 4 sebesar 41,67 persen. Saran 1)
Diperlukan suatu penguatan kelembagaan kelompok tani yang mampu merencanakan produksi komoditas kepiting bakau secara kontinyu dalam rangka meningkatkan akses para produsen dalam hal pemasaran hasil terhadap
kelembagaan
pemasaran
dan
pada
gilirannya
mampu
meningkatkan pendapatan usahatani. 2)
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perikanan Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran diharapkan membentuk kelompok – kelompok yang beranggotakan petambak dan pedagang pengumpul kepiting bakau, dimana terdapat hubungan timbal balik yang salung menguntungkan diantara keduanya. Petambak memiliki posisi tawar yang lebih baik dimana pengumpul membeli kepiting bakau dengan harga yang lebih tinggi, dan ketersediaan kepiting bakau di pedagang pengumpul selalu terjaga.
3)
Pemerintah mulai aktif mendatangkan pengusaha swasta yang menanamkan modalnya, membeli hasil produksi dan menjalin kemitraan yang menguntungkan bagi semua pihak. DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kelautan dan Perikanan, 2011. Data Potensidan Pemanfaatan Budidaya Perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis. Hanafiah, Saefuddin., Tataniaga Hasil Perikanan, UI Press, Jakarta. Kotler., 2009. Manajemen Pemasaran, Erlangga, Jakarta. Limbong, Sitorus., 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas Pertanian, Intitut Pertanian Bogor M Ghufran, Kordi K., 2007. Budidaya Kepiting Bakau (Pembenihan, Pembesaran, danPenggemukan), CV Aneka ilmu, Semarang.
17