Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2014 Vol. 3 No.1 Hal : 11-17 ISSN 2302-6308
Available online at:
http://umbidharma.org/jipp
IDENTIFIKASI KECEPATAN MERAYAP KEPITING BAKAU (Scylla serrata) PADA BENTUK MATA JARING DAN SUDUT KEMIRINGAN YANG BERBEDA (Crawling Speed of Mud Crab: Scylla serrata Indentification at Different Mesh Size Pattern and Inclination Angle) Adi Susanto1*, Ririn Irnawati1, Angga Sasmita1 1Jurusan
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Raya Jakarta, KM 04. Pakupatan, Serang, Banten. *Korespondensi:
[email protected] Diterima: 21 Maret 2014/ Disetujui: 12 April 2014
ABSTRACT The collapsible trap is a common trap used to catch mud crabs in Indonesia. The trap entrance (funnel) design has a significant effect to fishing efficiency. The research aimed to determine an optimal entrance design of collapsible trap to catch mud crab based on inclination angle and mesh size (net) pattern. The laboratory experiment was conducted to collect data of mud crab creeping speed at inclination angle of 20°, 30°, 40°, using box and diamond net surface. The Kruskal Wallis analysis was used to define the effect of inclination angle and net shape. Mud crabs can cross a box and diamond funnel easier in angle 20° than in angle 40°. The crawling speed at box and diamond shape varied from 1.88 – 7.50 cm/s and 1.88 – 5.00 cm/s respectively. The highest speed was found at diamond shape in 20° inclination angle and the lowest speed was at 40°. The different angles and net shapes have a significant effect to crawling speed of mud crabs, and the optimal design was funnel with 30° inclination angle using box net pattern. Keywords: crawling speed, funnel, inclination, mesh size, pattern ABSTRAK Bubu lipat adalah jenis perangkap yang umum digunakan untuk menangkap kepiting bakau di Indonesia. Desain pintu masuk (funnel) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi penangkapan dengan bubu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan desain funnel yang optimal untuk menangkap kepiting bakau berdasarkan pada aspek kemiringan sudut dan bentuk mata jaring yang berbeda. Ujiloba laboratorium telah dilakukan untuk mengumpulkan data kecepatan merayap kepiting bakau pada sudut kemiringan 20°, 30° dan 40° dengan bidang jaring berbentuk kotak dan diamond. Untuk menentukan pengaruh kemiringan sudut dan bentuk mata jaring digunakan uji Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepiting bakau dapat melintasi bidang jaring berbentuk kotak dan diamond dengan mudah pada sudur 20° dibandingkan sudut 40°. Kecepatan merayap kepiting bakau pada bidang jaring kotak bervariasi antara 1,88-7,50 cm/s sedangkan pada bidang diamond berkisar 1,88-5,00 cm/s. Kecepatan tertinggi adalah pada sudut 20° dan kecepatan terendah pada sudut 40°. Perbedaan sudut kemiringan dan bentuk bidang jaring memberikan pengaruh yang nyata terhadap
12
SUSANTO ET AL.
JIPP
kecepatan merayap kepiting bakau dan desain yang ideal adalah bubu dengan sudut kemiringan 30° dan bentuk mata jaring kotak. Kata kunci: bentuk, funnel, kecepatan merayap, sudut kemiringan, mata jaring PENDAHULUAN Bubu (trap) merupakan alat tangkap pasif yang banyak digunakan dalam penangkapan berbagai jenis krustase. Bahan dan konstruksi bubu sangat beragam, tergantung pada target tangkapan dan kebiasaan nelayan setempat. Salah satu jenis bubu yang banyak digunakan untuk penangkapan krustase, terutama kepiting bakau (Scylla sp.) adalah bubu lipat (Susanto dan Irnawati 2012). Penggunaan bubu lipat didasarkan pada beberapa alasan antara lain konstruksinya sederhana dan mudah dioperasikan (Li et al. 2006), harganya murah dan hasil tangkapan dalam bentuk hidup (Martasuganda 2003) dan dapat dilipat ketika tidak dioperasikan sehingga dalam satu kapal dapat membawa bubu lipat dalam jumlah yang banyak (Susanto dan Irnawati 2012). Bubu lipat dikembangkan dengan tujuan untuk mempermudah dalam transportasi (portable) dan menambah jumlah yang dapat dibawa dalam satu kapal dengan cara ditumpuk (Archdale and Kuwahara 2005). Keberhasilan penangkapan kepiting bakau dengan bubu lipat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ketepatan pemilihan jenis umpan, ketepatan daerah penangkapan dan konstruksi pintu masuk (funnel). Konstruksi pintu masuk merupakan aspek paling penting yang berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan ikan menggunakan bubu (Yamane and Flores 1989; Yamane 1995; dan Sugimoto et al. 1996). Desain dan konstruksi pintu masuk yang tepat akan memudahkan
kepiting bakau untuk menemukan jalan masuk dan terperangkap di dalam bubu. Kepiting bakau memasuki bubu lipat dengan cara merayap melalui pintu masuk yang berbentuk celah. Kemiringan dan bentuk mata jaring yang digunakan pada bagian funnel diduga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kecepatan merayak kepiting saat melintasi pintu masuk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sudut kemiringan dan bentuk mata jaring pada funnel yang lebih ideal sehingga dapat dilalui dengan mudah oleh kepiting yang akan meningkatkan efektivitas penangkapan kepiting bakau (Scylla sp.) menggunakan bubu lipat. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan hasil ujicoba laboratorium yang dilakukan pada Bulan Oktober 2012. Kepiting bakau yang digunakan adalah jenis Scylla serrata yang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di sekitar Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu dengan jumlah 15 ekor yang memiliki lebar karapas 75-120 mm dan berat 89226 gram. Percobaan dilakukan di akuarium dengan ukuran panjang 75 cm, lebar dan tinggi masing-masing 40 cm. Lintasan berupa frame jaring yang terbuat dari PE multifilament dengan mesh size 1,25 inci dipasang pada 3 sudut kemiringan yaitu 20°, 30° dan 40°. Pemasangan mata jaring dilakukan sedemikian rupa sehingga bidang lintasan berbentuk kotak dan diamond. Ilustrasi desain bidang funnel dan pelaksanaan penelitian disajikan pada Gambar 1 dan 2.
Vol. 3, 2014
Identifikasi Kecepatan Merayap Kepiting
13
Gambar 1 Desain funnel yang digunakan
Gambar 2 Desain akuarium percobaan Untuk menarik perhatian kepiting agar melewati bidang lintasan, pada ujung akuarium diberikan umpan berupa potongan daging cumi-cumi. Percobaan dilakukan untuk memperoleh data kejadian kepiting yang melintas sebanyak 50 kali untuk masing-masing kombinasi perlakukan (sudut kemiringan dan bentuk mata jaring). Data kecepatan merayap kepiting bakau saat melintasi frame jaring selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan dilakukan uji Kruskal Wallis dengan uji lanjut Mann Whitney. Uji ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh sudut kemiringan dan bentuk mata jaring terhadap kecepatan merayap kepiting bakau. HASIL Desain pintu masuk yang sesuai akan memudahkan kepiting bakau untuk melintas dan akhirnya terperangkap ke dalam bubu. Pemilihan
sudut kemiringan dan bentuk mata jaring yang tepat sangat menentukan keberhasilan kepiting melewati pintu masuk. Berdasarkan hasil percobaan, rata-rata kecepatan merayap kepiting bakau pada mata jaring yang berbentuk kotak relatif lebih tinggi dibandingkan pada bidang jaring yang berbentuk diamond. Kecepatan merayap kepiting bakau pada bidang jaring berbentuk kotak sebesar 3,36 cm/s sedangkan pada bidang jaring diamond sebesar 2,83 cm/s. Pada bidang mata jaring berbentuk kotak, kecepatan merayap kepiting bakau berkisar 1,88 - 7,50 cm/s sedangkan bentuk diamond sebesar 1,88 - 5,00 cm/s. Pada bidang kemiringan yang landai (20°), kepiting bakau dapat melintasi dua jenis bidang jaring dengan mudah dan kecepatan tinggi. Namun seiring bertambahnya sudut kemiringan, kecepatan merayap kepiting bakau justru semakin rendah. Sebaran kece-
14
SUSANTO ET AL.
JIPP
patan merayap kepiting bakau pada bentuk mata jaring dan sudut kemiringan yang berbeda disajikan pada Gambar 3 dan 4. Bila dilihat dari bentuk bidang jaring, maka kecepatan merayap ratarata tertinggi terdapat pada bidang jaring berbentuk diamond pada sudut 20° yaitu 4,19 cm/s. Pada bidang jaring
berbentuk kotak, kecepatan rata-rata tertinggi terdapat pada sudut kemiringan 30° sebesar 3,74 cm/s seperti disajikan pada Gambar 5. Keceparan merayap kepiting bakau pada bidang jaring berbentuk diamond berbanding terbalik dengan kemiringan pintu masuk dimana semakin tinggi sudut kemiringan maka kecepatannya semakin rendah.
8.00
Kecepatan (cm/s)
7.00 6.00 5.00 Sudut 20°
4.00
Sudut 30°
3.00
Sudut 40°
2.00
1.00 0.00 0
20
40
60
Kejadian ke
Gambar 3 Kecepatan merayap kepiting bakau pada bidang jaring berbentuk kotak pada sudut kemiringan yang berbeda 6.00
Kecepatan (cm/s)
5.00 4.00 Sudut 20°
3.00
Sudut 30° Sudut 40°
2.00 1.00 0.00 0
20
40
60
Kejadian ke
Gambar 4 Kecepatan merayap kepiting bakau pada bidang jaring berbentuk diamond pada sudut kemiringan yang berbeda
Vol. 3, 2014
Identifikasi Kecepatan Merayap Kepiting
15
Kecepatan merayap (cm/s)
6.00 5.00
Kotak 4.19 3.69
4.00
Diamond
3.74 3.01
3.00
2.66 2.02
2.00 1.00 0.00 Sudut 20°
Sudut 30°
Sudut 40°
Gambar 5 Kecepatan rata-rata merayap kepiting bakau pada sudut dan bidang jaring yang berbeda Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa bentuk bidang jaring dan sudut kemiringan yang digunakan pada pintu masuk bubu memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan merayap kepiting bakau. Uji lanjut Mann Whitney menunjukkan bahwa sudut kemiringan 20°, 30° dan 40° serta bentuk bidang jaring kotak dan diamond memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecepatan merayap kepiting bakau. Penggunaan sudut kemiringan dan bidang jaring yang tepat akan meningkatkan kecepatan merayap kepiting bakau ketika memasuki bubu. PEMBAHASAN Efektivitas penangkapan ikan menggunakan alat tangkap pasif dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis spesies, habitat, tingkah laku, ukuran dan spesifikasi alat tangkap (Atar et al. 2002). Kemiringan sudut pada pintu masuk akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peluang masuknya ikan dan target tangkapan lainnya ke dalam bubu. Pada bubu lipat kepiting bakau, pada bentuk bidang jaring yang sama, semakin landai sudut kemiringan yang digunakan maka kecepatan merayap kepiting akan
semakin tinggi. Sebaliknya, apabila sudut kemiringan yang digunakan curam, maka kepiting bakau akan mengalami kesulitan dalam melintasi bidang jaring. Hal senada diungkapkan oleh Li et al. (2006), yang menyatakan bahwa semakin tinggi sudut kemiringan bubu yang digunakan maka frekuensi ikan masuk ke dalam bubu semakin rendah. Pemasangan mata jaring sehingga lintasan pada pintu masuk berbetuk kotak akan memudahkan kepiting bakau untuk merayap melintasi funnel dan terperangkap ke dalam bubu. Kepiting bakau memiliki tiga pasang kaki jalan dan satu pasang kaki renang yang digunakan untuk berjalan melintasi area pintu masuk. Bagian ujung kaki jalan dan kaki renang disebut sebagai dactylus memiliki bentuk yang berbeda. Pada kaki jalan, memiliki bentuk yang runcing sehingga ketika merayap di atas bidang jaring akan lolos dan masuk ke celah mesh size. Kepiting akan menggunakan celah pada mata jaring layaknya tangga sebagai pijakan untuk melewati funnel. Pada kaki renang kepiting bakau, dactylus memiliki bentuk yang membundar (lebar) sehingga ukuran
16
SUSANTO ET AL.
mesh size yang tidak sesuai akan menyebabkan kaki renangnya terperosok dan menyulitkan kepiting bakau untuk merayap melewati frame. Bentuk frame kotak dengan berbagai sudut kemiringan lebih mudah dilewati oleh kepiting bakau dibandingkan bentuk diamond. Kaki renang kepiting bakau sering terperosok dan tersangkut pada frame berbentuk diamond sehingga kecepatan merayapnya lebih rendah. Bahkan ada sebagian kepiting yang gagal melintasi funnel yang dipasang. Semakin rendah sudut kemiringan yang digunakan, maka kepiting akan lebih mudah melewati frame, namun peluang kepiting untuk meloloskan diri melalui pintu masuk juga tinggi. Sudut kemiringan yang rendah menyebabkan bagian pintu masuk mudah dijangkau oleh kepiting dan digunakan sebagai jalan untuk meloloskan diri setelah memakan umpan. Sementara itu, sudut yang curam menyebabkan kepiting mengalami kesulitan dan gagal untuk melintasi frame. Archdale et al. (2007) menyatakan bahwa salah satu cara untuk memperkecil lolosnya rajungan dari bubu adalah dengan membuat pintu masuk yang lebih miring. Zulkarnain (2012) menyatakan bahwa efektivitas bubu lipat pintu samping dengan sudut kemiringan mulut 22,5° lebih tinggi dibandingkan dengan bubu lipat pintu atas yang memiliki kemiringan pintu masuk 70°. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka desain mulut bubu yang ideal untuk penangkapan kepiting bakau sebaiknya menggunakan sudut kemiringan 30° dan pada bagian pintu masuknya menggunakan jaring yang dirangkai sedemikian rupa membentuk pola kotak. Penggunaan sudut kemiringan 30° dan mata jaring berbentuk kotak akan memudahkan kepiting bakau untuk masuk dan mencegah kepiting untuk meloloskan diri. Sudut 30° memiliki kemiringan yang cukup tinggi sehingga kepiting bakau akan mengalami kesulitan untuk dapat meloloskan diri.
JIPP Apabila sudut yang digunakan landai, maka kepiting dapat dengan mudah meloloskan diri melalui pintu masuk karena masih dapat dijangkau oleh kaki dan capit kepiting bakau terutama untuk kepiting bakau berukuran besar. KESIMPULAN Desain pintu masuk (funnel) yang ideal untuk digunakan pada bubu lipat kepiting bakau adalah dengan sudut kemiringan 30° dan menggunakan bidang lintasan dari jaring yang berbentuk kotak. Hal ini akan memberikan kemudahan bagi kepiting bakau untuk melewatinya dan menyulitkan kepiting bakau meloloskan diri dari bubu melalui pintu masuk. DAFTAR PUSTAKA Archdale MV and Kuwahara O. 2005. Comparative fishing trials for Charybdis japonica using collapsible box-shaped and dome-shaped pots. Fisheries Science. 71: 1229– 1235. Archdale VM, Anasco CP, Kawamura Y, and Tomiki S. 2007. Effect of Two Collapsible Pot Designs on Escape Rate and Behavior of the Invasive Swimming Crabs Charybdis japonica and Portunus pelagicus. Fisheries Research. 85: 202–209. Atar HH, Ölmes M, Bekcan S and Seçer S. 2002. Comparison of three different traps for catching blue crab (Callinectes sapidus Rathbun 1896) in Beymelek Lagoon. Turk Journal of Veterinary Animal Science 26: 1145-1150. Li Y, Yamamoto K, Hiraishi T, Nashimoto K, Yoshino H. 2006. Effects of entrance design on catch efficiency of arabesque greenling traps: a field experiment in Matsumae, Hokkaido. Fisheries Science. 72: 1147–1152.
Vol. 3, 2014
Identifikasi Kecepatan Merayap Kepiting
Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan. Bogor: Departemen PSP FPIK IPB. 69 hlm. Sugimoto Y, Fuwa S, Ishizaki M, Imai T. 1996. Entrance shape of fish trap and fishing efficiency. Nippon Suisan Gakkaishi. 62: 51–56. Susanto A dan Irnawati R. 2012. Penggunaan Celah Pelolosan pada Bubu Lipat Kepiting Bakau (Skala Laboratorium). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 2(2): 71-78. Yamane T, Flores EEC. 1989. Evaluation of the catching efficiency of small pots for prawns. Fisheries Research.8: 81–91.
17
Yamane T. 1995. Effect of different funnel designs on the catching ability of small pots for prawns macrobrachium nipponense. Fisheries Science. 61: 187–191. Zulkarnain. 2012. Rancang Bangun Bubu Lipat Modifikasi dan Penggunaan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagai Umpan Alternatif Untuk Penangkapan Spiny Lobster. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 225 hlm.