RESPON FISIOLOGIS DAN PROFIL DARAH DOMBA JANTAN DI DESA PETIR YANG DIBERI HIJAUAN YANG DIPOTONG DAN SILASE DAUN SINGKONG (Manihot esculenta sp.)
EKA JATMIKA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Fisiologis dan Profil Darah Domba Jantan di Desa Petir yang Diberi Hijauan yang Dipotong dan Silase Daun Singkong (Manihot esculenta sp.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Eka Jatmika NIM D24110034
ABSTRAK EKA JATMIKA. Respon Fisiologis dan Profil Darah Domba Jantan di Desa Petir yang Diberi Hijauan yang Dipotong dan Silase Daun Singkong (Manihot esculenta sp.). Dibimbing oleh ASEP SUDARMAN dan SRI SUHARTI. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat terhadap respon fisiologis dan profil darah domba. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (4 perlakuan dan 4 kelompok) dengan 16 ekor domba umur 12 bulan dan rataan bobot awal 21.55 ± 2.02 kg. Perlakuan penelitian yaitu T0 (100% hijauan), T1 (100% hijauan yang dipotong-potong), T2 (80% hijauan yang dipotong-potong + 20% konsentrat), dan T3 (80% hijauan yang dipotong-potong + 20% silase daun singkong). Peubah yang diamati yaitu respon fisiologis meliputi frekuensi respirasi, denyut jantung, suhu rektum dan profil darah meliputi hemoglobin, hematokrit, eritrosit, dan leukosit. Data diuji menggunakan analisys of variance (ANOVA). Hasil penelitian menunjukan bahwa suplementasi silase daun singkong atau konsentrat sebesar 20% sangat nyata meningkatkan (P<0.01) frekuensi respirasi pada pagi dan siang hari juga meningkatkan denyut jantung pada siang hari. Suplementasi silase daun singkong atau konsentrat tidak mempengaruhi suhu rektum, eritrosit, hematokrit dan hemoglobin domba. Pemotongan hijauan sangat nyata meningkatkan (P<0.01) jumlah leukosit. Pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong dapat diberikan dengan memperhatikan waktu pemberian pakan. Kata kunci : domba, profil darah, respon fisiologis, silase daun singkong
ABSTRACT EKA JATMIKA. Physiological Response and Blood Profile of Sheep in Petir Village which given a chopped forage and Cassava Leaves Silage (Manihot esculenta sp.). Supervised by ASEP SUDARMAN and SRI SUHARTI. The purpose of this study was to analyze the effect of chopped forage with suplementation of cassava leaves silage or concentrate in physiological response and blood profile of sheep. This study used a completely randomized block design (4 treatments and 4 groups) using 16 sheeps of 12 months old with average body weight 21.55 ± 2.02 kgs. The treatments were TO (100% forage), T1 (100% forage chopped), T2 (80% forage chopped + 20% concentrate), and T3 (80% forage chopped + 20% silage cassava leaves). The variables observed were pshyiological responses such as respiration, heart rate, and rectal temperature, and blood profile include haemoglobin, hematocrit, erythrocytes, and leucocyte. Data were analyzed using analysis of variance (ANOVA). The results showed that suplementation of cassava leaves silage or concentrate 20% very significant increased (P<0.01) of respiration frequency at morning and at noon also increased heart rate at noon. Suplementation of cassava leaves silage or concentrate did not affect rectal temperature, erythrocyte, hematocrit and hemoglobin of sheep. The Chopped of forage very significant increased the leukosit. The Chopped of forage with suplementation of cassava leaves silage could be given regard with management time feeding. Keywords: blood profil, cassava leaves silage, physiological response, sheep
RESPON FISIOLOGIS DAN PROFIL DARAH DOMBA JANTAN DI DESA PETIR YANG DIBERI HIAJUAN YANG DIPOTONG DAN SILASE DAUN SINGKONG (Manihot esculenta sp.)
EKA JATMIKA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan limpahan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Respon Fisiologis dan Profil Darah Domba Jantan di Desa Petir yang Diberi Hijauan yang Dipotong dan Silase Daun Singkong (Manihot esculenta sp.)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi informasi tentang respon fisiologis dan profil darah domba lokal di Desa Petir yang diberi hijauan yang dipotong dan silase daun singkong (Manihot esculenta sp.). Pemilihan topik tersebut dikarenakan adanya kendala yang dihadapi peternak yaitu rendahnya kualitas hijauan, ketersediaan hijauan yang fluktuatif dan mahalnya harga konsentrat. Solusi untuk kendala-kendala tersebut adalah dengan suplementasi silase daun singkong. Silase daun singkong memiliki protein yang tinggi dan memiliki daya simpan yang relatif lama, sehingga dapat mengatasi rendahnya kualitas hijauan dan ketersediaan hijauan yang fluktuatif. Selain itu perbaikan sifat fisik pakan juga dapat dilakukan melalui pemotongan hijauan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa pengaruh pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat terhadap respon fisiologis dan profil darah domba. Penulis menyadari penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca secara umumnya.
Bogor, Agustus 2015
Eka Jatmika
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Pakan Bahan Analisis Darah Prosedur Pembuatan Silase Daun Singkong Persiapan dan Pemeliharaan Domba Pengukuran Respon Fisiologis Pengambilan Darah Pengukuran Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit Analisis Jumlah Eritrosit dan Leukosit Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan Percobaan Perlakuan Analisis Data Peubah yang Diamati HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pengaruh Perlakuan Terhadap Respon Fisiologis Domba Suhu Rektum Frekuensi Respirasi Denyut Jantung Pengaruh Perlakuan Terhadap Pofil Darah Domba Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Leukosit SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP UCAPAN TERIMA KASIH
xi xi 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 5 5 5 5 5 5 5 6 6 8 9 10 10 11 11 11 12 12 13 13 15 19 19
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Komposisi pakan dan kandungan zat makanan ransum perlakuan (%BK) Rataan suhu dan Kelembaban didalam kandang Rataan respon fisiologis domba Rataan profil darah domba
2 6 7 10
DAFTAR GAMBAR 1 Rataan suhu rektum harian domba 2 Rataan frekuensi respirasi harian domba 3 Rataan denyut jantung harian domba
7 9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Hasil analisis ragam frekuensi respirasi pagi Hasil uji Duncan frekuensi nafas pagi Hasil analisis ragam frekuensi respirasi siang Hasil uji Duncan frekuensi nafas pagi Hasil analisis ragam frekuensi respirasi sore Hasil analisis ragam denyut jantung pagi Hasil analisis ragam denyut jantung siang Hasil uji Duncan frekuensi nafas pagi Hasil analisis ragam denyut jantung sore Hasil analisis ragam suhu rektum pagi Hasil analisis ragam suhu rektum siang Hasil analisis ragam suhu rektum sore Hasil analisis ragam jumlah eritrosit Hasil analisis ragam hematokrit Hasil analisis ragam hemoglobin Hasil analisis ragam leukosit Hasil uji Duncan jumlah leukosit
15 15 15 15 15 16 16 16 16 16 17 17 17 17 17 17 18
1
PENDAHULUAN Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang cukup diminati oleh peternak di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan domba mampu beradaptasi pada daerah tropis sehingga relatif mudah untuk dipelihara. Peternakan domba di Indonesia sebagian besar merupakan peternakan rakyat dengan skala usaha kecil dan sebagai usaha sampingan (Batubara 2014). Kendala yang sering dihadapi oleh peternak saat ini adalah rendahnya kualitas rumput dan ketersediaan hijauan yang fluktuatif menyebabkan produktivitas domba menjadi rendah. Oleh karena itu perlu digunakan pakan alternatif yang murah, terjamin ketersediaannya dan bernilai nutrisi tinggi sehingga dapat mensuplementasi penggunaan rumput. Salah satu pakan alternatif yang dapat digunakan untuk suplementasi rumput adalah daun singkong (Manihot esculenta sp.). Badan Pusat Statistik (2014) mencatat luas panen tanaman singkong di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 1 061 254 ha dengan produksi daun singkong mencapai 0.92 ton ha-1 tahun-1 bahan kering (Lebdosukoyo 1983). Tingginya produksi daun singkong tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak. Daun singkong mengandung protein kasar sebesar 21-24% sehingga dapat dijadikan sebagai pakan sumber protein (Sokerya dan Preston 2003). Tingginya nutrien dan ketersediaannya yang cukup melimpah dapat dipertahankan melalui teknologi silase. Pembuatan silase bertujuan untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan sehingga dapat mengatasi rendahnya kualitas hijauan dan ketersediaan rumput yang fluktuatif karena daya simpan silase yang relatif lama. Selain itu Noveanto (2013) melaporkan bahwa pengolahan daun singkong menjadi silase dapat menurunkan kandungan HCN (Hydrocyanic acid) dalam daun singkong sebesar 78.67% sehingga lebih aman untuk pakan ternak. Manajemen pemberian pakan pada ternak selain dapat diperbaiki melalui suplementasi juga dapat diperbaiki melalui perubahan bentuk fisik. Peternak di Desa Petir biasa menggunakan daun ubi jalar (Ipomoeae batatas) sebagai pakan disaat ketersediaan rumput terbatas. Bentuk daun ubi jalar yang merambat dapat diperbaiki melalui pemotongan. Pemotongan hijauan bertujuan untuk mengurangi bentuk fisik pakan agar lebih mudah dikonsumsi ternak dan dapat mengurangi cekaman panas pada tubuh domba. Utomo dan Soejono (1987) menyebutkan bahwa pengurangan ukuran bahan pakan dapat meningkatkan konsumsi dan menurunkan heat increament karena berkurangnya ruminasi. Pemberian pakan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat dan dengan bentuk fisik yang berbeda dapat mempengaruhi respon fisiologis ternak. Respon fisiologis yang tidak normal menandakan adanya gangguan terhadap kesehatan ternak dan dapat berpengaruh terhadap produktivitasnya. Kesehatan ternak yang terganggu dapat dilihat melalui gambaran darahnya (profil darah). Sonjaya (2012) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi gambaran darah salah satunya adalah kualitas pakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh pemotongan hijauan yang disuplementasi dengan silase daun singkong atau konsentrat terhadap respon fisiologis (suhu rektum, frekuensi respirasi, denyut jantung) dan profil darah (hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit, jumlah leukosit) domba yang dipelihara peternak.
2
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan rakyat Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Analisis profil darah dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Penelitian terdiri atas pemeliharaan dan pengamatan peubah dari bulan September sampai dengan Desember 2014. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan domba lokal jantan berumur sekitar 12 bulan sebanyak 16 ekor dengan rataan bobot badan awal 21.55 ± 2.02 kg. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Termometer bola basah dan kering dipasang untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang. Peralatan lain yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan kapasitas 50 kg dan timbangan digital kapasitas 500 gram, stetoskop, termometer digital, tabung vacutainer yang berisi EDTA sebagai antikoagulan darah, sentrifuge, microhematokrit reader, tabung sahli, seperangkat pipet pengencer eritrosit dan leukosit, haemocytometer dan mikroskop. Pakan Pakan yang diggunakan adalah hijauan berupa rumput lapang atau daun ubi jalar (Ipomoea batatas) (dominan daun ubi jalar) yang dipotong-potong sepanjang 5-7 cm, silase daun singkong (Manihot esculenta sp.) dan konsentrat. Komposisi bahan pakan dan kandungan zat makanan ransum disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi pakan dan kandungan zat makanan ransum perlakuan (%BK) Bahan Pakan Hijauan (%) Silase Daun Singkong (%) Konsentrat (%) Jumlah Abu (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) BETN (%) Total Digestible Nutrient (%)*
T0 100 0 0 100 11.20 17.72 2.00 30.26 38.82 56.72
T1 100 0 0 100 11.20 17.72 2.00 30.26 38.82 56.72
Perlakuan T2 80 0 20 100 11.25 16.65 2.47 27.96 41.67 59.21
T3 80 20 0 100 9.81 19.14 2.25 28.43 40.36 60.80
*Perhitungan berdasarkan Hartadi et al. 1980; T0 = 100% hijauan tidak dipotong-potong; T1 = 100% hijauan yang dipotong-potong; T2 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% konsentrat; T3 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% silase daun singkong.
Pakan konsentrat yang digunakan tersusun dari bungkil kelapa, bungkil kacang, wheat pollard, onggok giling, CaCO3, garam dan premix. Premix yang
3
digunakan tersusun dari vitamin A 500 000 IU, vitamin D 100 000 IU, vitamin E 150 mg, vitamin B1 50 mg, vitamin B2 250 mg , vitamin B12 250 mcg, vitamin K 50 mg, Niacinamide 375 mg, Folic Acid 25 mg, Ca-d-Panthotenate 126 mg, Chlorine Chloride 5 000 mg, L-lysine 3 750 mg, DL-methionine 5 000 mg, Mg sulfat 1 700 mg, Fe sulfat 1 250 mg, Mn sulfat 2 500 mg, Cu sulfat 26 mg, Zn sulfat 500 mg, K Iodine 5 mg, dan Antioxidant & carrier qs. Bahan Analisis Darah Bahan yang digunakan untuk analisis darah yaitu HCl, aquadest, larutan Turk, dan larutan Hayem. Prosedur Pembuatan Silase Daun Singkong Silase daun singkong dibuat dari bagian daun dan tangkai atas daun singkong yang dipotong-potong dengan ukuran panjang 3-5 cm. Daun singkong yang telah dipotong kemudian dilayukan selama ± 6 jam pada suhu ruang (27-28 oC). Daun singkong yang telah layu dicampur dengan 5% molasses (Amalia 2010) sampai homogen dan dimasukkan ke dalam plastik dengan cara ditekan-tekan agar udara dalam plastik keluar dan tidak ada udara didalam plastik. Plastik diikat dan diplester rapat agar tidak ada udara yang masuk. Penyimpanan dilakukan selama kurang lebih 25 hari masa fermentasi untuk menghasilkan kualitas silase yang optimal. Persiapan dan Pemeliharaan Domba Bobot awal domba ditimbang pada awal penelitian untuk mengetahui jumlah pemberian pakan dan pengacakan domba, selanjutnya setiap domba dikandangkan di kandang individu. Sebelum perlakuan domba dicukur agar wool seragam, kemudian domba diberikan obat cacing untuk mencegah penyakit cacing pada domba. Ransum diberikan sebanyak 3.5% bobot badan. Penimbangan bobot badan domba dilakukan setiap satu minggu sekali. Air minum diberikan ad libitum. Frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sekitar pukul 07.30 WIB, 12.30 WIB dan jam 17.30 WIB. Pemeliharaan dilakukan selama 10 minggu dengan dengan 3 minggu masa adaptasi. Pengukuran Respon Fisiologis Pengukuran respon fisiologis dilakukan setiap 1 kali dalam seminggu selama 10 minggu. Respon fisiologis yang diukur meliputi: suhu rektum, frekuensi respirasi dan denyut jantung. Suhu tubuh diukur menggunakan termometer digital yang dimasukan kedalam rektum sedalam 3-5 cm. Termometer akan memberi sinyal alarm saat suhu tubuh ternak tealah terekam. Respirasi diukur dengan cara mendengarkan suara hembusan nafas dan melihat kembang kempisnya perut domba selama 1 menit. Denyut jantung diukur menggunkan stetoskop yang ditempelkan pada bagian dada sebelah kiri selama 1 menit. Pengukuran respon fisiologis dilakukan pada pagi (06.30 WIB), siang (11.30 WIB) dan sore hari (16.30 WIB). Pengambilan Darah Pengambilan darah dilakukan pagi hari. Darah diambil dibagian vena jugularis domba. Darah diambil sekitar 3 ml melalui vena jugularis dengan menggunakan
4
jarum yang langsung terhubung pada tabung vacutainer yang berisi EDTA sebagai anti koagulan darah. Tabung kemudian diberi kode sesuai perlakuan. Tabung dimasukkan ke dalam cooling box yang telah berisi es batu dan ice gell sebagai pendingin dan selanjutya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis profil darah. Analisis profil darah dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Penghitungan Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit Larutan 0.01 N HCl diteteskan pada tabung sahli hingga tanda tera 0.1 (tera bawah). Sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga tanda tera 2.0 ml (tera atas). Sampel darah dimasukkan ke dalam tabung Sahli hingga berubah warna coklat kehitaman. Aquadest ditambahkan sedikit demi sedikit sampai warna larutan sama dengan warna standar hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat pada kolom gram % yang tertera pada tabung hemoglobin (Sastradiprajadja dan Hartini 1989). Penentuan nilai hematokrit dilakukan menggunakan metode mikrohematokrit. Darah dimasukkan ke dalam mikrokapiler hematokrit sampai 4/5 bagian pipa kapiler. Ujung mikrokapiler disumbat dengan crestaseal. Pipa-pipa kapiler ditempatkan dalam alat centrifuge, kemudian diputar dengan kecepatan 2500-4000 rpm selama 15 menit. Nilai hematokrit ditentukan dengan menggunakan alat baca microhematokrit reader. Dasar teorinya yaitu darah yang bercampur dengan antikoagulan dicentrifuge sehingga terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri atas butir darah merah yang diukur dan dinyatakan sebagai % volume dari keseluruhan darah (Sastradiprajadja dan Hartini 1989). Analisis Jumlah Eritrosit dan Jumlah Leukosit Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga tanda tera 0.5, kemudian larutan Hayem dihisap sampai tanda 101 yang tertera pada pipet eritrosit. Larutan dan darah dihomogenkan, setelah itu sampel diteteskan satu tetes ke dalam counting chamber (hemocytometer) yang sudah ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x. Menghitung eritrosit dalam counting chamber, digunakan kotak pada counting chamber yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian berikut : satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kanan bawah, satu kotak pojok kiri bawah. Jumlah eritrosit yang didapat dari hasil perhitungan dikalikan 104 untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam 1 mm3 darah (Sastradiprajadja dan Hartini 1989). Perhitungan jumlah leukosit sama dengan perhitungan jumlah eritrosit, hanya larutan pengencer dan jenis pipet berbeda. Sampel darah dihisap sampai tanda 0.5, kemudian larutan Turk dihisap sampai 11 pada pipet leukosit. Menghitung leukosit dalam counting chamber, digunakan 4 kotak pada pojok kanan atas, pojok kiri atas, pojok kanan bawah dan pojok kiri bawah counting chamber yang berjumlah 16 kotak kecil. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil perhitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah (Sastradiprajadja dan Hartini 1989).
5
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 kelompok (berdasarkan bobot badan). Perlakuan T0: 100% hijauan tidak dipotong-potong T1: 100% hijauan dipotong-potong T2: 80% hijauan dipotong-potong + 20% konsentrat T3: 80% hijauan dipotong-potong + 20% silase daun singkong Model matematika yang digunakan adalah (Steel dan Torrie 1993): Yij = μ + αi + βj + εij Keterangan: Yij : nilai pengamatan perlakuan ke-i, blok ke-j μ : rataan umum αi : efek perlakuan ke-i βj : efek blok ke-j εij : galat perlakuan ke-i dan blok ke-j Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan apabila terdapat perbedaan nyata pada level P<0.05 dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie 1993). Peubah yang Diamati Respon fisiologis berupa suhu rektum, frekuensi respirasi, dan denyut jantung serta profil darah yang meliputi hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Rata-rata suhu di dalam kandang berkisar 22.40-30.40 oC dengan kelembaban mencapai 84.4-91.9% seperti yang tercantum pada Tabel 2. Suhu paling tinggi terjadi pada siang hari (30.40 oC) dan paling rendah pada pagi hari (22.40 oC), sedangkan kelembaban paling tinggi terjadi pada pagi hari (91.90%) dan paling rendah pada siang hari (84.40%). Kelembaban yang tinggi tersebut dapat disebabkan karena Desa Petir berada didaerah daratan yang cukup tinggi sekitar 281 m diatas permukaan laut (BPS 2013). Suhu merupakan ukuran untuk mengetahui intensitas panas, sedangkan kelembaban menunjukan jumlah uap air di udara (Yousef 1985). Rataan suhu dalam kandang pada pagi hari cukup sejuk sesuai kebutuhan domba, namun pada siang
6
hari suhu dalam kandang berada diatas suhu normal untuk domba. Yousef (1985) melaporkan bahwa suhu yang nyaman untuk domba berkisar antara 4-24 oC dengan kelembaban dibawah 75%. Suhu dan kelembaban lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengaturan berbagai fungsi tubuh ternak (Isnaeni 2006). Pada suhu lingkungan yang tinggi domba akan mengalami beban panas yang cukup tinggi, sedangkan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan pelepasan panas pada domba terhambat (Awabien 2007). Rataan suhu dan kelembaban udara selama penelitian tercantum pada Tabel 2. Tabel 2 Rataan suhu dan Kelembaban didalam kandang Waktu Suhu (oC) 07.00 22.40 ± 0.42 10.00 27.80 ± 0.45 12.00 29.90 ± 0.74 14.00 30.40 ± 1.19 17.00 27.30 ± 2.28
Kelembaban (%) 91.90 ± 3.00 84.60 ± 2.88 86.00 ± 2.12 84.40 ± 4.98 88.20 ± 5.67
Tingginya suhu dan kelembaban didalam kandang penelitian dapat berpengaruh terhadap fisiologis domba. Sudarman dan Ito (2000) melaporkan bahwa domba yang diberi pakan tinggi hijauan yang ditempatkan pada suhu lingkungan 30 oC mempunyai beban panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang ditempatkan pada suhu lingkungan 20 oC. Suprayogi (2006) menambahkan bahwa domba yang dipelihara di Hutan Pendidikan Gunung walat dengan kelembaban yang tinggi mencapai 96% mengalami gangguan respirasi berupa peningkatan resprasi sebanyak 29 kali menit-1. Ternak dapat melepaskan panas dari dalam tubuhnya melalui beberapa cara salah satunya melalui mekanisme evaporasi (Isnaeni 2006). Evaporasi merupakan salah satu mekanisme pelepasan panas yang dilakukan oleh ternak untuk mengatur agar suhu tubuh ternak tetap dalam kondisi normal. Pelepasan panas secara evaporasi dapat dilakukan baik melalui peningkatan suhu rektum maupun peningkatan frekuensi respirasi. Pengaruh Perlakuan Terhadap Respon Fisiologis Domba Suhu Rektum Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat tidak berpengaruh nyata terhadap suhu rektum domba baik pada pagi, siang, maupun sore hari. Rataan suhu rektum domba penelitian berkisar 38.39-38.70 oC pada pagi, 38.79-39.12 oC pada siang, dan 39.15-39.33 oC pada sore hari seperti yang tercantum pada Tabel 3. Hasil tersebut menunjukan bahwa suhu rektum domba masih berada pada kisaran normal. Sonjaya (2012) menyebutkan bahwa suhu rektum domba dalam kondisi normal bervariasi antara 37.90-39.80 oC. Perbedaan yang tidak nyata menunjukan bahwa selama penelitian pemberian hijauan yang dipotong-potong dengan suplementasi konsentrat atau silase daun singkong tidak mempengaruhi suhu rektum domba. Hal tersebut dapat terjadi karena domba memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya (homeoterm) melalui proses termoregulasi yang ditunjukan oleh suhu rektum
7
domba penelitian yang berada dalam kisaran normal. Termoregulasi merupakan proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya agar tetap konstan atau tidak mengalami perubahan suhu yang terlalu besar (Isnaeni 2006). Pengaruh pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat terhadap respon fisiologis tercantum pada Tabel 3. Tabel 3 Rataan respon fisiologis domba Parameter Suhu rektum (oC) Frekuensi respirasi (kali menit-1) Denyut jantung (kali menit-1)
Perlakuan T0 T1 T2 T3 T0 T1 T2 T3 T0 T1 T2 T3
Pagi 38.57 ± 0.48 38.39 ± 0.27 38.70 ± 0.42 38.60 ± 0.35 30.38 ± 7.04AB 27.40 ± 3.24A 38.60 ± 7.92C 34.88 ± 7.42BC 75.78 ± 9.97 76.58 ± 12.91 89.17 ± 11.21 86.39 ± 12.60
Waktu Siang Sore 39.11 ± 0.32 39.31 ± 0.25 38.79 ± 0.31 39.15 ± 0.26 39.09 ± 0.30 39.33 ± 0.29 39.12 ± 0.24 39.22 ± 0.27 59.85 ± 11.54A 62.80 ± 22.64 54.87 ± 10.39A 52.50 ± 18.31 85.87 ± 22.52B 76.23 ± 29.29 80.70 ± 23.17B 70.10 ± 29.93 87.31 ± 11.58A 98.78 ± 13.44 87.43 ± 13.61A 97.17 ± 17.12 103.42 ± 13.11B 107.20 ± 14.43 104.13 ± 11.07B 102.38 ± 14.42
T0 = 100% hijauan tidak dipotong-potong; T1 = 100% hijauan yang dipotong-potong; T2 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% konsentrat; T3 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% silase daun singkong; Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf berbeda (A, B, C) menunjukan berbeda sangat nyata (P<0.01).
Faktor yang dapat mempengaruhi suhu tubuh ternak diantaranya pakan. Pemberian hijauan yang tinggi dalam ransum dapat menyebabkan terjadinya cekaman panas pada domba. Sudarman dan Ito (2000) melaporkan bahwa domba yang diberi pakan dengan proporsi tinggi hijauan dalam ransum memiliki temperatur vagina yang lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang diberi ransum dengan proporsi hijauan yang rendah. Respon suhu rektum domba penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. 39,6
SUHU REKTUM (OC)
39,4 39,2 39 38,8 38,6 38,4 38,2 38 37,8 PAGI
SIANG
SORE
WAKTU PENGAMATAN
Gambar 1 Rataan suhu rektum harian domba Suhu rektum domba mengalami peningkatan pada interval pagi menuju sore hari seperti yang terlihat pada Gambar 1. Hal tersebut dapat disebabkan karena suhu
8
yang tinggi didalam kandang. Pada suhu lingkungan yang tinggi (siang hari), pelepasan panas seekor ternak tidak sebanding dengan panas yang diterima sehingga suhu tubuh menjadi meningkat (Sunugawa et al. 2002), sedangkan kelembaban yang tinggi seperti yang terjadi pada sore hari dapat menyebabkan evaporasi lambat dan kehilangan panas ternak terhambat, sehingga selama penelitian suhu rektum domba pada sore hari cenderung tinggi. Frekuensi Respirasi Domba Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat berpengaruh sangat nyata meningkatkan (P<0.01) frekuensi respirasi domba pada pagi dan siang hari. Rataan frekuensi respirasi domba selama penelitian berkisar 27.40-38.60 kali menit-1 pada pagi, 54.87-85.87kali menit-1 pada siang, dan 52.50-76.23 kali menit-1 pada sore hari seperti yang tercantum pada Tabel 3. Hasil rataan frekuensi respirasi tersebut lebih tinggi dibandingkan frekuensi respirasi normal sebesar 26–32 kali menit-1 (Frandson 1992). Hasil tersebut menunjukan bahwa domba mengalami cekaman panas. Silanikove (2000) menyebutkan bahwa domba yang mengalami stres panas sedang akan melakukan respirasi sebanyak 60-80 kali menit-1. Perlakuan pemotongan hijauan menjadi ukuran yang lebih kecil (T1) tidak memberikan pengaruh berbeda dengan perlakuan hijauan tanpa pemotongan (T0), namun perlakuan T1 cenderung menunjukan rataan frekuensi yang lebih rendah dibandingkan perlakuan T0. Hal tersebut menunjukan bahwa pemotongan hijauan dapat mengurangi cekaman panas pada domba. Menurut Utomo dan Soejono (1987) pemotongan bahan pakan menjadi ukuran yang lebih kecil mampu menurunkan heat increament karena berkurangnya ruminasi. Pemberian suplementasi silase daun singkong atau konsentrat menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) terhadap domba yang diberi hijauan saja T0 dan T1 seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tingginya frekuensi respirasi pada domba T2 dan T3 baik pada pagi maupun siang hari dapat disebabkan karena tingginya kandungan zat makanan seperti protein kasar, BETN dan TDN dalam ransum. seperti yang tercantum pada Tabel 1. Kandungan protein kasar ransum T2 lebih rendah dibandingkan dengan ransum perlakuan lain terutama T3, namun domba T2 memiliki frekuensi respirasi yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena kandungan zat makanan BETN dan TDN yang tinggi. Selain itu konsentrat lebih mudah dicerna dalam tubuh ternak. Ternak cenderung lebih mudah memperoleh energi dari konsentrat dibandingkan dengan hijauan dengan kandungan energi yang hampir sama. Menurut Darmawan (2012) konsentrat merupakan bahan pakan yang mudah dicerna dalam tubuh ternak dan mempercepat metabolisme rumen. Suplementsi konsentrat atau silase daun singkong dalam pakan memiliki kandungan zat makanan yang lebih baik dibandingkan pakan berupa hijauan saja. Kandungan zat makanan yang tinggi dapat meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh. Wuryanto et al. (2010) menyebutkan bahwa konsumsi nutren yg tinggi akan meningkatkan proses metabolisme tubuh sehingga panas tubuh yang dihasilkan akan lebih banyak. Gambar 2 menunjukan bahwa domba yang diberi suplementasi T2 dan T3 memiliki frekuensi respirasi yang lebih tinggi. Hal tersebut terjadi karena suplementasi pakan dapat meningkatkan produksi panas dalam tubuh domba. Kelebihan panas dalam tubuh akan dikeluarkan melalui proses penguapan air
9
FREKUENSI RESPIRASI (KALI MENIT-1)
melalui saluran pernafasan dan kulit. Suhu rektum domba selama penelitian tetap berada dalam kisaran normal, untuk menjaga keseimbangan panas tersebut domba melakukan mekanisme pembuangan panas melalui pernafasan dengan cara meningkatkan frekuensi respirasi. Isnaeni (2006) menambahkan bahwa pada saat laju metabolisme meningkat, kebutuhan oksigen dan pembentukan karbondioksida juga meningkat. Domba akan meningkatkan frekuensi respirasi untuk megurangi panas tubuh yang diterima dan mencukupi kebutuhan oksigen. Grafik rataan frekuensi respirasi harian domba dapat dilihat pada Gambar 2. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 PAGI
SIANG
SORE
WAKTU PENGAMATAN
Gambar 2 Rataan frekuensi respirasi harian domb Denyut Jantung Domba Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat berpengaruh sangat nyata meningkatkan (P<0.01) denyut jantung domba pada siang hari. Rata-rata denyut jantung domba selama penelitian berkisar 75.78-89.17 kali menit-1 pada pagi, 87.31-104.13 kali menit-1 pada siang, dan 97.17-107.20 kali menit-1 pada sore hari seperti yang tercantum pada Tabel 3. Hasil rataan denyut jantung tersebut masih berada dalam kisaran normal. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) denyut jantung domba normal pada daerah tropis berkisar antara 70-80 kali menit-1. Domba yang diberi suplementasi konsentrat atau silase daun singkong memiliki rataan denyut jantung yang tinggi pada siang hari apabila dibandingkan perlakuan lainnya seperti yang tercantum pada Tabel 3. Tingginya rataan denyut jantung pada domba perlakuan T2 dan T3 dapat disebabkan karena tingginya frekuensi respirasi pada domba T2 dan T3 dalam upaya pengaturan suhu tubuh agar tetap dalam kondisi normal. Frekuensi respirasi yang meningkat akan menyebabkan peningkatan denyut jantung karena jantung akan bekerja lebih cepat untuk mencukupi suplai oksigen dan mengalirkan darah ke tepi kulit untuk pelepasan panas tubuh agar keseimbangan panas tubuh terjaga (Ilma et al. 2007). Menurut Hafez (1968) peningkatan denyut jantung adalah salah satu upaya domba untuk membuang tambahan panas yang ada didalam tubuhnya melalui media cairan darah ke bagian perifer tubuh untuk dibuang keluar. Selain dipengaruhi oleh perlakuan pakan, denyut jantung domba juga dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Pada suhu rendah, denyut jantung tidak dipengaruhi oleh waktu pengamatan sedangkan pada suhu tinggi (siang hari) nyata mempengaruhi denyut jantung. Peningkatan denyut jantung pada siang hari
10
merupakan upaya domba dalam mengimbangi suhu lingkungan yang tinggi. Isnaeni (2006) menyatakan bahwa denyut jantung dipengaruhi oleh rangsangan kimiawi, prubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah, rangsangan panas, gerakan dan aktivitas otot. Rataan denyut jantung harian domba dapat dilihat pada Gambar 3.
DENYUT JANTUNG (KALI MENIT-1)
120 100 80 60 40 20 0 PAGI
SIANG
SORE
WAKTU PENGAMATAN
Gambar 3 Rataan denyut jantung harian domba Pengaruh Perlakuan Terhadap Profil Darah Domba Pengaruh pemotongan hijauan dengan suplementasi silase daun singkong atau konsentrat dapat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Rataan profil darah domba Parameter Eritrosit (juta mm-3 ) Hemoglobin (g 100 ml-1) Hematokrit (%) Leukosit (ribu mm-3 )
Perlakuan T0 8.53 ± 0.82 7.85 ± 1.23 31.75 ± 1.89 5.11 ± 0.36A
T1
T2
8.41 ± 1.02
8.48 ± 1.43
7.33 ± 1.10 29.00 ± 4.36
7.40 ± 1.40 30.00 ± 3.61
6.57 ± 0.50B
5.23 ± 0.46A
T3 8.47 ± 1.16 7.80 ± 0.28 30.50 ± 1.00 5.58 ± 0.53A
T0 = 100% hijauan tidak dipotong-potong; T1 = 100% hijauan yang dipotong-potong; T2 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% konsentrat; T3 = 80% hijauan yang dipotong-potong + 20% silase daun singkong; Angka pada baris yang sama dan diikuti huruf berbeda (A, B, C) menunjukan berbeda sangat nyata (P<0.01).
Eritrosit Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan pakan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit domba. Rataan jumlah eritrosit domba pada penelitian berkisar 8.41-8.53 juta mm-3. Hasil tersebut berada sedikit dibawah kisaran normal. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) jumlah eritrosit normal pada domba berkisar 9-15 juta mm-3. Menurut Sonjaya (2012) jumlah eritrosit pada domba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya genetik, bangsa ternak, umur, kualitas pakan, kondisi daerah, dan manajemen pemeliharaan. Selain itu jumlah eritrosit juga dapat ditentukan oleh ukuran sel darah hewan tersebut (Murray 1995).
11
Domba penelitian memiliki jumlah eritrosit sedikit dibawah kisaran normal. Jumlah eritrosit yang berada sedikit dibawah kisaran normal tersebut dapat disebabkan oleh ukuran sel darah merah pada domba. Tipe ukuran sel darah merah pada domba dapat diketahui melalui perhitungan Mean Corpuscular Volume (MCV). Perhitungan MCV digunakan untuk mengukur volume rata-rata dari sel darah merah dengan cara membagi hematokrit dengan sel darah merah. Sel darah merah dikategorikan berdasarkan ukurannya. Sel yang mempunyai ukuran kecil disebut mikrositik, sel yang mempunyai ukuran normal disebut normositik dan sel yang mempunyai ukuran besar disebut makrositik. Menurut Soeharsono (2010) nilai MCV pada domba normal berkisar 25-35 fl. Hasil perhitungan untuk domba penelitian memiliki kisaran MCV diatas 36-37 fl. Hal tersebut menunjukan bahwa domba penelitian mempunyai ukuran sel darah merah yang besar (makrositik) namun jumlahnya sedikit. Murray et al. (1995) menyebutkan bahwa pada hewan yang memiliki ukuran sel darah kecil akan memiliki jumlah sel darah yang banyak, sebaliknya pada hewan yang memiliki ukuran sel darah yang besar akan memiliki jumlah sel darah yang sedikit. Hemoglobin Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan pakan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin domba. Rataan kadar hemoglobin domba penelitian berkisar 7.33-7.85 g 100 ml-1. Hasil tersebut berada dibawah kisaran normal. Kadar hemoglobin normal pada domba berkisar 9-15 g 100 ml-1 (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Rendahnya kadar hemoglobin domba penelitian dapat disebabkan oleh jumlah eritrosit domba yang berada dibawah kisaran normal. Sonjaya (2012) menyebutkan bahwa pada hewan normal, jumlah eritrosit sebanding dengan kadar hemoglobin dan hematokrit. Guyton (1997) menambahkan bahwa bila volume sel darah merah menurun maka pembentukan hemoglobin pada sumsum tulang belakang juga menurun karena sel darah merah yang dapat diisi oleh hemoglobin berkurang. Hematokrit Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan pakan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai hematokrit domba. Rataan nilai hematokrit domba penelitian berkisar 29.00-31.75 %. Hasil tersebut masih berada dalam kisaran normal. Nilai hematokrit domba normal adalah 29%-45% (Smith dan Mangkiwidjojo 1988). Sonjaya (2012) menyebutkan bahwa pada hewan normal, jumlah eritrosit sebanding dengan kadar hemoglobin dan hematokrit. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai hematokrit diantaranya bangsa dan jenis ternak, umur dan fase produksi, jenis kelamin, pakan, dehidrasi, iklim setempat dan penyakit (Sujono 1991). Tingginya suhu dan kelembaban didalam kandang juga dapat mempengaruhi nilai hematokrit domba. Wilson (1979) menyebutkan bahwa nilai hematokrit ternak akan berkurang pada suhu lingkungan yang tinggi. Hal tersebut dapat terjadi karena hematokrit berhubungan dengan viskositas darah. Pada suhu lingkungan yang tinggi domba cenderung meningkatkan konsumsi air minum dan menyebabkan kandungan air dalam tubuh meningkat sehingga terjadinya penurunan nilai hematokrit.
12
Leukosit Hasil uji statistik menunjukan perlakuan pemotongan hijauan sangat nyata meningkatkan (P<0.01) jumlah leukosit domba. Berdasarkan Tabel 4 jumlah ratarata leukosit domba penelitian berkisar 5.11-6.57 ribu mm-3. Hasil tersebut menunjukan bahwa jumlah leukosit domba penelitian masih berada dalam kisaran normal. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyebutkan bahwa jumlah leukosit pada domba normal berkisar 4-12 ribu mm-3. Rataan jumlah leukosit yang paling tinggi ditunjukan oleh domba perlakuan T1 seperti yang tercantum pada Tabel 4. Menurut Sonjaya (2012) peningkatan jumlah sel darah putih dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kondisi atau kualitas pakan. Peningkatan jumlah leukosit pada domba T1 dapat disebabkan karena kandungan getah pada hijauan (daun ubi jalar) yang keluar karena proses pemotongan. Proses pemotongan hijauan dapat meningkatkan luas permukaan pakan dan mengeluarkan getah yang terkandung didalamnya. Getah yang keluar dari hijauan tersebut dapat digolongkan menjadi antigen atau benda asing bagi tubuh domba, sehingga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan pada jumlah leukosit. Frandson (1992) menyebutkan bahwa leukosit merupakan sistem kekebalan tubuh yang aktif bila terjadi gangguan non spesifik. Fungsi utama sel darah putih adalah untuk mempertahankan tubuh dari benda asing. Sel darah putih akan menuju jaringan saat terjadi serangan benda asing dengan memanfaatkan darah perifer untuk mengantarkannya dari sumsum tulang menuju jaringan yang membutuhkan. Colville dan Bassert (2008) menambahkan bahwa aliran sel darah putih secara tetap berasal dari sumsum tulang akan masuk menuju jaringan sebagai usaha untuk mengontrol serangan benda asing dalam tubuh. Sonjaya (2012) menyebutkan bahwa pada beberapa hewan mempunyai sifat yang karakteristiknya tidak dipunyai hewan lain dalam memberikan reaksi terhadap suatu rangsangan, sehingga mengakibatkan kenaikan jumlah sel darah putih yang berbeda pula. Jumlah leukosit domba penelitian masih berada dalam kisaran normal. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa domba penelitian dalam kondisi sehat.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemotongan hijauan menjadi ukuran yang lebih kecil cenderung menurunkan frekuensi respirasi dan denyut jantung domba. Suplementasi pakan (silase daun singkong atau konsentrat) meningkatkan produksi panas tubuh yang dilepaskan melalui peningkatan frekuensi respirasi dan denyut jantung agar suhu tubuh domba tetap normal. Pemotongan hijauan dan suplementasi pakan tidak mempengaruhi eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit domban namun meningkatkan jumlah leukosit. Hijauan yang dipotong-potong dengan suplementasi silase daun singkong dapat diberikan pada domba dengan memperhatikan manajeman waktu pemberian pakan.
13
Saran Perlu adanya manajemen waktu pemberian pakan silase daun singkong. Silase daun singkong sebaiknya tidak diberikan pada siang hari agar domba tidak menerima panas ganda yaitu panas dari lingkungan dan panas dari hasil metabolisme pakan.
DAFTAR PUSTAKA Amalia RN. 2010. Kajian silase daun singkong (Manihot esculenta) dengan berbagai zat aditif terhadap kecernaan in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Awabien RL. 2007. Respon fisiologis domba yang diberi minyak ikan dalam bentuk sabun kalsium [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Batubara LP. 2003. Pemanfaatan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai ransum kambing potong. Lokakarya Nasional Kambing Potong [internet]. [Waktu dan tempat tidak diketahui]. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. Hal 130 -135; [diunduh 2015 Mar 21]. Tersedia pada: http://kalteng.litbang.pertanian.go.id/eng/pdf/allpdf/peternakan/fullteks/lokakarya/prokpo04-12.pdf [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Koordinat dan Ketinggian Kantor Desa di Kecamatan Dramaga. http://bogorkab.bps.go.id/publikasi/kecamatandramaga-dalam-angka-2014 [22 Maret 2015]. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia 2014. http://www.bps.go.id/. [20 Maret 2015]. Colville T, Bassert JM. 2008. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technician. Missouri (US): Elsevier. DermawanW, Nugroho H, Rachmawati A. 2012. Heat tolerance coefficient (HTC) value of young ewe’s ettawa crossbred’s (EC) goat before and after concentrate feeding in highland area. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Srigandono, Praseno K, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Guyton AC, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Irawati, penerjemah. Jakarta (ID): EGC. Hafez ESE. 1968. Adaptation of Domestic Animals. Philadelphia (US): Lea and Febiger. Hartadi HS, Reksohadiprodjo, Tillman AD. 1980. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Yogyakarta (ID). Gadjah Mada University Press. Ilma MO, Kustono, Widyantoro. 2007. Status faali dan profil darah domba lokal jantan yang diberi pakan subtitusi tepung limbah udang fermentasi. Buletin Peternakan 31(4): 179-185. Isnaeni W. 2006. Fisiologi Hewan. Jakarta (ID): Kanisius. Lebdosukoyo S. 1983. Pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang kebutuhan pakan ruminansia. Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar; 1982 Des 6-9; Cisarua, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm 78-83. Murray RK, Granner DK, Mayes Pa, Rodwel VW. 1995. Biokomia Harper. 24th Edition. Jakarta (ID): EGC.
14
Noveanto I. 2013. Kecernaan nutrien, retensi nitrogen, dan sintesis protein mikroba pada domba yang mendapat substitusi konsentrat dengan silase daun singkong (Manihot esculenta sp.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sastradipradja D, Hartini S. 1989. Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): FKH –IPB. Silanikove N. 2000. Effects of heat stress on the welfare of extensively managed domestic ruminants. J Livestock Production Sci. 67(2000):1–18. Smith JB, Mankoewidjojo. 1988. Pemeliharaan. Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Soeharsono H. 2010. Fisiologi Ternak. Bandung (ID): Widya Padjajaran. Sokerya S, Preston TR. 2003. Effect of grass or cassava foliage on growth and nematode parasite infestation in goats fed low or high protein diets in confinement. Livestock Research for Rural Development 15(8):47-54. Sonjaya H. 2012. Dasar Fisiologi Ternak. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pr. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: Bambang Sumantri, Edisi ke-2 cetakan ke-3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Umum. Sudarman A, Ito T.2000. Heat production and thermoregulatory responses of sheep fed roughage propotion diets and intake levels when exposed to a high ambient temperature. Asian-Aust J Aanim Sci. 13(5):625-629. Sujono A. 1991. Nilai hematokrit dan konsentrasi mineral dalam darah sapi Fries Holland pada lokasi limpahan vulkanik gunung Kelud, Jawa Timur. Karya Ilmiah. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sunagawa K, Arikawa Y, Higashi M, Matsuda H, Takahashi H, Kuriwaki Z, Kojiya Z, Uechi S, Hongo F. 2002. Direct effect of a hot environment on ruminal motility in sheep. Asian-Aust J Aanim Sci. 15(6):859-865. Suprayogi A, Astuti DA, Satrija F, Supriyanto. 2006. Physiological Status of sheep reared indoor system under the tropical rain forest climatic zone. Di dalam: Priosoeryanto BP, Suprayogi A, Tiuria R, Astuti DA, editor. Development of Animal Health and Production for Improving the Sustainablity of Livestock Farming in the Integrited Agriculture System; 2005 Jan 25-26; Bogor, Indonesia. Kassel (DE): Kassel University Press. hlm 1-5. Utomo R, Soejono M. 1987. Pengaruh ukuran partikel pakan terhadap kecernaan. Tahun XI. No. 1. ISSN 0126-4400. Yogyakarta (ID): Buletin Peternakan Fakultas Peternakan UGM. Wilson JA. 1979. Principle of Animal Phisiology. 2nd Edition. New York (US): Publisher. Wuryanto IPR, Darmoatmojo LMYD, Dartosukarno S, Arifin M, Purnomoadi A. 2010. Produktivitas, respon fisiologis dan perubahan komposisi tubuh pada sapi jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein berbeda. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 Hal 331-338. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Yousef MK. 1985. Stress Physiology in livestock. 1st Edition. Florida (US): CRC Pr.
15
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil analisis ragam frekuensi nafas pagi db SK JK KT 3 Perlakuan 198.048 66.016 3 Kelompok 38.423 12.808 7 Galat 63.452 9.065 13 Total 331.017
Fhit 7.283 1.413
Sig .015 .317
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikansi.
Lampiran 2 Hasil uji Duncan frekuensi nafas pagi Perlakuan N Subset 1 2 T1 3 27.400 T0 4 30.375 30.375 T3 4 34.875 T2 3 Sig. .237 .066 Lampiran 3 Hasil analisis ragam frekuensi respirasi siang db SK JK KT 3 Perlakuan 2237.958 745.986 3 Kelompok 170.148 56.176 7 Galat 499.976 71.425 Total 13 2981.097 Lampiran 4 Hasil uji Duncan frekuensi nafas siang Perlakuan N 1 T1 3 54.867 T0 4 59.850 T3 4 T2 3 Sig. .465 Lampiran 5 Hasil analisis ragam frekuensi respirasi sore db SK JK KT 3 Perlakuan 1096.086 365.362 3 Kelompok 689.122 229.707 7 Galat 880.865 125.838 13 Total 2536.354
34.875 38.600 .149
Fhit 10.444 .794
Sig .006 .535
Subset 2
80.700 85.867 .450
Fhit 2.903 1.825
Sig .111 .230
16
Lampiran 6 Hasil analisis ragam denyut jantung pagi db SK JK KT 3 Perlakuan 394.244 131.415 3 Kelompok 169.570 56.523 7 Galat 303.117 43.302 13 Total 946.480
Fhit 3.035 1.305
Sig .102 .346
Lampiran 7 Hasil analisis ragam denyut jantung siang db SK JK KT 3 Perlakuan 897.166 299.055 3 Kelompok 76.435 25.478 7 Galat 157.33 22.533 13 Total 1182.984
Fhit 13.272 1.131
Sig .003 .400
Lampiran 8 Hasil uji Duncan denyut jantung siang Perlakuan N 1 T0 4 87.312 T1 3 87.433 T2 3 T3 4 Sig. .974
Subset 2
103.417 104.125 .851
Lampiran 9 Hasil analisis ragam denyut jantung sore db SK JK KT 3 Perlakuan 177.946 59.315 3 Kelompok 249.238 83.074 7 Galat 153.449 21.921 13 Total 588.477
Fhit 2.706 3.790
Sig .126 .067
Lampiran 10 Hasil analisis ragam suhu rektum pagi db SK JK KT 3 Perlakuan .057 .019 3 Kelompok .403 .134 7 Galat .654 .093 13 Total 1.204
Fhit .205 1.437
Sig .890 .311
17
Lampiran 11 Hasil analisis ragam suhu rektum siang db SK JK KT 3 Perlakuan .149 .050 3 Kelompok .184 .061 7 Galat .340 .049 13 Total .764
Fhit 1.026 1.251
Sig .437 .362
Lampiran 12 Hasil analisis ragam suhu rektum sore db SK JK KT 3 Perlakuan .062 .021 3 Kelompok .121 .040 7 Galat .091 .013 13 Total .283
Fhit 1.575 3.090
Sig .279 .099
Lampiran 13 Hasil analisis ragam jumlah eritrosit db SK JK KT 3 Perlakuan .153 .051 3 Kelompok 1.701 .567 7 Galat 10.504 1.501 13 Total 12.229
Fhit .034 .378
Sig .991 .772
Fhit .593 .622
Sig .639 .623
Lampiran 15 Hasil analisis ragam hemoglobin db SK JK KT 3 Perlakuan 1.043 .348 3 Kelompok 1.337 .446 7 Galat 9.760 1.394 13 Total 11.829
Fhit .249 .320
Sig .859 .811
Lampiran 16 Hasil analisis ragam jumlah leukosit db SK JK KT 3 Perlakuan 4.232 1.411 3 Kelompok 1.656 .552 7 Galat .517 .074 13 Total 6.328
Fhit 19.103 7.475
Sig .001 .014
Lampiran 14 Hasil analisis ragam hematokrit db SK JK 3 Perlakuan 15.612 3 Kelompok 16.363 7 Galat 61.338 13 Total 91.429
KT 5.204 5.454 8.770
18
Lampiran 17 Hasil uji Duncan jumlah leukosit Perlakuan N 1 T0 4 5.112 T2 3 5.233 T3 4 5.575 T1 3 Sig. .069
Subset 2
6.567 1.000
19
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bandung pada tanggal 23 April 1993. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Dadan Arifin dan Ibu Siti Asiah. Penulis menempuh pendidikan menengah di SMP Mekar Arum Bandung (2005-2008) dan SMAN 26 Bandung (2008-2011). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) Jalur Undangan dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama kuliah, penulis pernah mengikuti Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Paguyuban Mahasiswa Bandung (PAMAUNG) di IPB. Penulis juga menjadi anggota (2013) dan Ketua Departemen BOS BEM FAPET (2014) dan anggota Perkusi Mahasiswa Peternakan (D’Ransum Percussion). Kepanitiaan yang pernah diikuti, Ketua Acara Dekan Cup Fapet (2013), Penanggung Jawab Acara IPB-Day Dies Natalis IPB ke-50 (2014), dan Ketua Acara Dies Natalis Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI) ke-32 (2014). Prestasi yang pernah dicapai penulis yaitu penerima dana judul PKM Kewirausahaan DIKTI (2013), Juara 2 Futsal TPB CUP (1012), Juara 2 Volly Dekan Cup (2013), Juara 2 perkusi SEMARAK BIDIKMISI (2013). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Integrasi Proses Nutrisi (2015). Penulis pernah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Tegal pada Juli-Agustus 2014.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih kepada papa (Dadan Arifin), mama (Siti Asiah) dan adik ( Ryan M. Alamsyah) yang selalu memberikan dukungan baik semangat, do’a, maupun finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sampai sejauh ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada DIKTI atas bantuan dana pendidikan dan penelitian melalui beasiswa BIDIKMISI. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Asep Sudarman, M Rur Sc dan Dr. Sri Suharti, S Pt M Si selaku pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, kesabaran, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan. Terima kasih juga kepada Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS selaku dosen pembahas seminar pada tanggal 28 Mei 2015 dan sebagai penguji ujian sidang pada tanggal 7 Agustus 2015 bersama Dr. Ir. Heny Nur’aeni M Si. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Kusnadi selaku Ketua RT dan peternak domba di Desa Petir yag telah membantu selama penelitian, Pak Ujang yang membantu mengumpulkan daun singkong, Pak Darmawan yang telah membantu analisis di laboratotium. Terima kasih kepada rekan satu penelitian Ide R Puspitaning dan kepada Dhony Pratama serta Mugi Mira Lestari selaku rekan satu bimbingan. Terima kasih kepada M. Asrianto Malik dan Gresy Eva atas bantuannya dalam mengolah data dan mengoreksi skripsi. Terima kasih kepada rekan TPB
20
(Saeful Ansor, Fandes Trisman dan Pringgo kusuma), kepada teman susah Ridia Shafadina, kepada para penghuni KOBEL dan keluarga besar DESOLATOR (INTP 48). Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Hany zetira Putri untuk dukungan, semangat, do,a dan bantuannya selama penelitian sehingga menjadi motivasi tersendiri bagi penulis. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat, Aamiin.