PERFORMA AYAM KAMPUNG YANG DIBERI CAMPURAN PAKAN BERUPA DEDAK PADI DAN DAUN SINGKONG (Manihot esculenta Crantz)
ANUGRAH CIPTA ROMADHONI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ABSTRAK ANUGRAH CIPTA ROMADHONI. Performa Ayam Kampung yang Diberi Campuran Pakan Berupa Dedak Padi dan Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz). Dibimbing oleh SRI DARWATI dan RUDI AFNAN. Ayam kampung merupakan ternak yang banyak dibudidayakan di kalangan masyarakat menengah ke bawah di Indonesia secara semi intensif dan ekstensif. Ayam kampung memiliki pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan ayam ras. Ayam kampung yang berumur 4 minggu memiliki bobot badan 0.20 kg sedangkan ayam ras memiliki bobot badan 1.2 kg. Ayam kampung mampu mencerna serat kasar lebih dari 5% dari kandungan zat nutrisi pakan. Tanaman padi dan singkong banyak tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sehingga sisa pengolahannya dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui performa ayam kampung yang diberi campuran pakan berupa dedak padi dan daun singkong. Dedak padi dan daun singkong yang telah dikeringkan diaduk dan diberi air hangat sebelum diberikan pada ayam. Pakan perlakuan diberikan pada ayam berumur 5-12 minggu (P2) dan 8-12 minggu (P3) dalam bentuk pasta. Kontrol yang digunakan (P1) diberikan pakan komersial pada umur 0-12 minggu. Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata dari 3 perlakuan terhadap bobot badan pada umur 12 minggu. Ayam P1 memiliki bobot badan tertinggi dengan konversi pakan terendah. Bobot badan terendah dihasilkan oleh P2 dengan konversi pakan tertinggi. Ayam P3 memiliki bobot badan dan konversi pakan di antara P1 dan P2. Mortalitas tertinggi (13.33%) terjadi pada P2 selama pemeliharaan 12 minggu. Pakan berupa campuran dedak padi dan daun singkong baik diberikan pada ayam kampung mulai umur 8 minggu untuk mengganti pakan komersial pada periode pemeliharaan 0-12 minggu. Kata kunci: ayam kampung, daun singkong, dedak padi, performa ayam kampung
ABSTRACT ANUGRAH CIPTA ROMADHONI. Performance of Kampung Chicken Fed by Rice Bran and Cassava Leaves (Manihot esculenta Crantz). Supervised by SRI DARWATI and RUDI AFNAN. Kampung chicken is often cultivated in Indonesia in semi-intensive and extensive. This chicken has slower growth than broiler. A four weeks kampung chicken old has weight 0.20 kg while broiler has weight 1.2 kg, but kampung chicken could digest crude fiber more than 5% of the nutrient content of the feed. Rice and cassava are widely grown in lowland as well as highland and their residual processing can be used as feed. The purpose of this study was to investigate the performance of kampung chicken fed rice bran and cassava leaves. Rice bran and dried cassava leaves were stirred in warm water before feeding to the chickens. Treatment feed was given to the chickens aged 5-12 weeks (P2) and 8-12 weeks (P3) in pasta form. The control (P1) was given commercial feed at the age of 0-12 weeks. The analysis showed the feeding method influences the body weight of kampung chicken. The highest body weight showed in P1 with
lowest feed conversion. The lowest body weight showed in P2 with highest feed conversion. Treatment P3 resulted body weight and feed conversion between P1 and P2. The highest mortality (13.33%) showed in P2. Rice bran and cassava leaves were good to give to kampung chicken in 9 weeks to replace commercial feed. Keywords: cassava leaf, kampung chicken, performance of kampung chicken, rice bran
PERFORMA AYAM KAMPUNG YANG DIBERI CAMPURAN PAKAN BERUPA DEDAK PADI DAN DAUN SINGKONG (Manihot esculenta Crantz)
ANUGRAH CIPTA ROMADHONI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Ayam Kampung yang Diberi Campuran Pakan Berupa Dedak Padi dan Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Anugrah Cipta Romadhoni NIM D14090006
Judul Skripsi: Perfonna Ayam Kampung yang Diberi Campuran Pakan Berupa Dedak Padi dan Daun Singkong (Manihol esculenta Crantz) : Anugrah Cipta Romadhoni Nama : D14090006 NIM
Disetujui oleh
Dr Ir Sri Darwati, MSi Pembimbing I
Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr Pembimbing II
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
13 AUG 2013
Judul Skripsi : Performa Ayam Kampung yang Diberi Campuran Pakan Berupa Dedak Padi dan Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz) Nama : Anugrah Cipta Romadhoni NIM : D14090006
Disetujui oleh
Dr Ir Sri Darwati, MSi Pembimbing I
Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah ayam kampung, dengan judul Performa Ayam Kampung yang Diberi Campuran Pakan Berupa Dedak Padi dan Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz). Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sri Darwati, MSi dan Dr Rudi Afnan, SPt MScAgr selaku pembimbing. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Ibnu Katsir Amrullah, MS dan Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi serta Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku dewan penguji sidang sarjana. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kadiran dari Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Bapak Dadang, Ibu Enah, Alhidayat, Waluyo yang telah membantu selama pengumpulan bahan dan data penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, seluruh keluarga, dan temanteman Golden Ranch atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2013 Anugrah Cipta Romadhoni
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan Alat Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Pertambahan Bobot Badan Konsumsi Pakan Konversi Pakan Mortalitas SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 1 1 2 2 2 2 3 5 5 7 10 11 12 13 13 15 15
DAFTAR TABEL 1 Kandungan nutrien pakan yang diberikan pada ayam kampung 2 Pertambahan bobot badan ayam kampung jantan (g/ekor) pada umur 0-12 minggu 3 Pertambahan bobot badan ayam kampung betina (g/ekor) pada umur 0-12 minggu 4 Konversi pakan kumulatif ayam kampung umur 5-12 minggu 5 Mortalitas ayam kampung umur 0-12 minggu (ekor)
4 8 9 11 12
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Bobot badan ayam kampung jantan umur 0-12 minggu Bobot badan ayam kampung betina umur 0-12 minggu Konsumsi pakan ayam kampung jantan umur 5-12 minggu Konsumsi pakan ayam kampung betina umur 5-12 minggu
5 6 10 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 Contoh hasil analisis ragam bobot badan ayam 2 Contoh hasil analisis ragam konsumsi pakan
15 15
PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ternak yang banyak dibudidayakan di kalangan masyarakat menengah ke bawah di Indonesia secara semi intensif dan ekstensif. Ayam kampung tidak membutuhkan kandungan nutrisi yang tinggi seperti ayam ras pedaging. Ayam kampung yang berumur 3-6 minggu membutuhkan protein sebesar 18%, sedangkan ayam ras pedaging membutuhkan 20%. Ayam ras memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan ayam kampung. Ayam ras yang berumur 4 minggu memiliki bobot badan 1.2 kg sedangkan ayam kampung memiliki bobot badan 0.20 kg, namun ayam kampung mampu mencerna serat kasar lebih dari 5% pakan karena memiliki seka yang dapat membantu pencernaan secara fermentatif. Ayam kampung lebih mampu beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan. Selain itu ayam kampung juga memiliki organ pencernaan yang lebih mampu mencerna pakan yang memiliki nutrisi rendah. Komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan ayam adalah biaya pakan. Biaya yang tinggi ini disebabkan oleh peningkatan harga bahan baku pakan. Oleh karena itu, dibutuhkan subtitusi jenis bahan pakan yang dapat menghasilkan performa yang sama dengan pemberian pakan komersial namun dengan harga yang lebih murah. Bahan pakan subtitusi sebaiknya merupakan bahan pakan lokal yang mudah didapat dengan harga murah dan tersedia sepanjang tahun seperti dedak padi dan daun singkong tua yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini untuk mempelajari performa ayam kampung yang diberi campuran pakan berupa dedak padi dan daun singkong. Penelitian pemberian pakan berupa campuran dedak padi dan daun singkong dilakukan pada umur 5-12 minggu pada ayam kampung yang dipelihara secara intensif. Pemberian pakan dedak padi dan daun singkong diharapkan dapat mengurangi biaya pakan yang digunakan pada pemeliharaan selama 12 minggu. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi solusi untuk masyarakat menengah ke bawah dalam pengadaan pakan ayam kampung dengan harga murah, mudah diperoleh dan memiliki nutrisi yang cukup baik untuk pertumbuhan ayam kampung. Selain itu, pada penelitian ini diharapkan untuk memperoleh metode pemberian pakan yang mudah dan dapat diaplikasikan di masyarakat.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mempelajari performa ayam kampung yang diberi campuran pakan berupa dedak padi dan daun singkong. Penelitian dilakukan pada ayam kampung umur 0-12 minggu.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menguji ternak ayam kampung yang diberi campuran pakan dedak padi dan daun singkong. Penggunaan kedua bahan pakan tersebut
2 merupakan salah satu upaya pemanfaatan limbah pertanian yang belum digunakan secara optimal. Pakan campuran diberikan pada ayam kampung dengan umur berbeda untuk mengetahui umur yang tepat untuk diberikan pakan dedak padi dan daun singkong pada ayam kampung. Pemberian pakan campuran dedak padi dan daun singkong diharapkan dapat menggantikan pakan komersial pada umur tertentu sehingga dapat menghemat biaya pakan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pakan perlakuan diberikan pada ayam dengan umur 5-12 minggu (P2) dan umur 8-12 minggu (P3). Penelitian dilakukan selama 12 minggu untuk mencapai bobot potong. Penelitian diharapkan mampu memberikan informasi terkait performa dan daya adaptasi ayam kampung yang diberi pakan dengan nutrisi rendah.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Pemuliaan dan Genetika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama 12 minggu pada bulan Januari-April 2013.
Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ayam Kampung Unggulan Balitnak (KUB) sebanyak 90 ekor dengan jumlah jantan sebanyak 45 ekor dan betina sebanyak 45 ekor. Ayam kampung yang digunakan adalah ayam berumur sehari (DOC). Bahan lain yang digunakan adalah dedak padi, daun singkong, pakan komersial berbentuk crumble untuk ayam 0-4 minggu, pakan komersial berbentuk pellet untuk ayam P1 pada 5-12 minggu dan untuk P3 pada 5-8 minggu. Selain itu, vitachick, vitastress, vaksin ND (Newcastle Disease), dan vaksin gumboro juga diberikan pada ayam penelitian ini.
Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah dua buah kandang berukuran 3 x 4 m, sekat bambu ukuran 70 x 90 x 70 cm sebanyak 18 unit, timbangan digital OSUKA dengan ketelitian 0.5, tempat minum galon kapasitas 1 liter sebanyak 18 buah, dan tempat pakan gantung sebanyak 18 buah. Alat lain yang juga digunakan yaitu seng pembatas, brooder, wadah, pengaduk, gelas ukur 500 ml, termometer, kompor, panci air, dan lampu 60 watt.
3 Prosedur Pemeliharaan Persiapan kandang dilakukan 2 minggu sebelum pemeliharaan dilakukan. Kandang dibersihkan menggunakan sapu lidi dan sapu ijuk. Pembersihan basah menggunakan air dan sabun, serta larutan disinfektan. Seng pembatas, lampu, dan brooder diatur sedemikian rupa untuk menampung masing-masing 45 ekor DOC per kandang. Ayam dipasang wing band di sayap kanan pada minggu ke-2 untuk memudahkan pencatatan data penelitian. Pemeliharaan ayam kampung umur 5-12 minggu dilakukan pada 9 unit petak kandang berukuran 3 x 4 m terbuat dari bambu. Ukuran masing-masing petak kandang adalah 70 x 90 x 70 cm. Ayam yang sudah berumur 4 minggu diacak sesuai jenis kelamin untuk menentukan kandang dan perlakuan yang diperoleh untuk ayam umur 5-12 minggu. Ayam sebanyak 45 ekor jantan dan 45 ekor betina dibagi sesuai jenis kelamin dan dikandangkan pada 18 petak kandang dengan jumlah ayam masingmasing petak adalah 5 ekor. Vaksin ND diberikan pada ayam umur 7 hari melalui tetes mata. Ayam umur 21 hari diberi vaksin gumboro melalui air minum. Ayam diberi vaksin ND untuk ke-2 kalinya pada hari ke-28. Vitamin dicampurkan ke dalam air minum 2 kali seminggu, sedangkan vitastres diberikan sekali seminggu pada saat penimbangan. Pemberian Pakan Pakan komersial diberikan pada anak ayam umur sehari (DOC) sampai 4 minggu, selanjutnya dari umur 5-12 minggu ayam diberi perlakuan pakan yang berbeda. Jenis perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : P1 = Pakan komersial 100% diberikan pada ayam berumur 0-12 minggu P2 = Pakan komersial 100% diberikan pada ayam berumur 0-4 minggu, dan saat ayam berumur 5-12 minggu diberi campuran pakan berupa dedak padi 75% dan daun singkong 25% P3 = Pakan komersial 100% diberikan pada ayam berumur 0-7 minggu, dan saat ayam berumur 8-12 minggu diberi campuran pakan berupa dedak padi 75% dan daun singkong 25% Pakan diberikan ad libitum selama pemeliharaan. Prosedur pembuatan pakan perlakuan dedak padi dan daun singkong diawali dengan pengeringan daun singkong. Pengeringan daun singkong dilakukan pada suhu 60 °C (kering matahari). Daun yang sudah kering dihaluskan secara manual dan disimpan di dalam plastik. Sebelum diberikan pada ayam, daun singkong dan dedak padi ditimbang sesuai kebutuhan ayam dengan perbandingan 75% : 25%, dicampur, dan ditambahkan air hangat. Pakan diberikan dalam bentuk pasta. Kandungan pakan yang diberikan pada ayam kampung dalam penelitian ditampilkan pada Tabel 1.
4 Tabel 1 Kandungan nutrien pakan yang diberikan pada ayam kampung Kandungan
Pakan dedak padi dan daun singkong (as fed)a
Pakan komersial 0-4 minggu 5-12 minggu
Kandungan nutrien (%)
Kadar air Abu Lemak Protein Serat kasar Kalsium Fosfor
58.84 4.38 3.77 7.70 7.16 0.42b 0.81c
13.0 7.0 5.0 21.0-23.0 5.0 0.9 0.6
13.0 7.0 5.0 19.0-21.0 5.0 0.9 0.6
a
Sumber: Hasil analisis Laboratorium Pusat Antar Universitas IPB (2013) b, c Hasil perhitungan dari data Sukria dan Krisnan (2009); Ramli dan Risnawati (2007)
Pengambilan Data Data penelitian diambil sejak ayam berumur sehari (DOC) sampai ayam berumur 12 minggu. Peubah yang diamati adalah bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, dan mortalitas ayam. Bobot badan, pertambahan bobot badan, dan mortalitas diamati setiap minggu sedangkan konsumsi dan konversi pakan diamati setiap hari. Bobot badan dan konsumsi pakan diukur menggunakan timbangan digital sedangkan untuk peubah yang lain dilakukan perhitungan. Pertambahan bobot badan (g/ekor/minggu) = bobot badan akhir-bobot badan awal Konsumsi pakan (g/ekor/hari) = jumlah pemberian-sisa pakan Konversi pakan = jumlah konsumsi pakan/jumlah pertambahan bobot badan Mortalitas (%) = (jumlah ayam mati/jumlah ayam awal) x 100% Analisis Data Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 2x3 dengan 3 ulangan. Faktor yang diamati adalah jenis kelamin dan pemberian pakan yang berbeda. Faktor jenis kelamin terdiri atas 2 jenis yaitu (1) untuk jenis kelamin jantan dan (2) untuk jenis kelamin betina. Faktor pemberian pakan terdiri atas P1, P2, dan P3. Model matematis menurut Steel dan Torrie (1993) adalah: Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + (ɛ)ijk Keterangan : Yijk = Nilai pengamatan performa ayam kampung pada jenis kelamin ke-i (1, 2) dan jenis pakan ke-j (P1, P2, P3) pada ulangan ke-k µ = Nilai rataan performa ayam kampung Ai = Pengaruh jenis kelamin ayam ke-i (1, 2) terhadap performa ayam kampung Bj = Pengaruh jenis pakan ke-j (P1, P2, P3) terhadap performa ayam kampung (AB)ij = Pengaruh interaksi jenis kelamin ayam ke-i dengan jenis pakan ke-j (ɛ)ijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan jenis kelamin ke-i dan jenis pakan ke-j pada ulangan ke-k
Data yang telah ditabulasi diuji asumsi keaditifan, kehomogenan ragam, kenormalan, dan kebebasan galat. Selanjutnya dilakukan analisis ragam dan uji banding Tukey jika diperoleh kesimpulan berbeda nyata.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Pakan perlakuan berupa dedak padi dan daun singkong mengandung zat anti nutrisi yang dapat menyebabkan ayam sulit untuk mencerna. Dedak padi memiliki sifat pencahar yang menyebabkan sulitnya pengosongan saluran pencernaan. Dedak padi juga mengandung asam fitat yang dapat mengikat beberapa mineral esensial sehingga menyebabkan mineral tersebut tidak tersedia (Tangendjaja 1991). Ravindran (1999) menyatakan unggas dewasa mampu menoleransi asam fitat sampai 50% dari pakan. Daun singkong mengandung asam sianida (HCN) yang bersifat toksik sebesar 62 ppm per persen bahan kering, kandungan asam sianida pada daun akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya umur tanaman (Sofyaningsih 2003). Menurut Shreve (2002), asam sianida bersifat toksik pada kadar 300-500 ppm. Proses pengeringan dan pemberian air hangat pada pakan perlakuan sebelum diberikan pada ayam dilakukan untuk mengatasi kekurangan dari kedua bahan tersebut. Pakan yang telah melalui proses pelayuan, pengeringan, dan pencampuran dengan air hangat dimaksudkan untuk mengurangi kandungan anti nutrisi berupa HCN dan asam fitat dalam kedua bahan pakan. Adrizal (2003) menyatakan tanin maupun HCN pada daun singkong segar dapat berkurang hingga >90% dengan pencacahan dan penjemuran 1-2 hari sebelum dijadikan campuran pakan. Menurut Sukria dan Krisnan (2009), penambahan air panas dapat menurunkan kandungan asam fitat dalam dedak padi. Bobot badan ayam kampung jantan mengalami penurunan pada minggu 1-4 yaitu dari 267.83 g menjadi 259.83 g (P1), 301.33 g menjadi 267.17 g (P2), dan 305.83 g menjadi 223.32 g (P3) seperti yang disajikan pada Gambar 1. Empat minggu pertama merupakan masa adaptasi ayam dengan lingkungan. Faktor stres lain yaitu pemasangan wing band pada minggu ke-2 dan pengukuran bobot badan yang dilakukan setiap minggu. Menurut Sugito dan Delima (2009), stres 1 294.03
Bobot badan (g/ekor)
1400 1200
952.57
1000 800
517.08
600
P1 P2
400
P3
200 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Minggu keGambar 1 Kurva pertumbuhan ayam kampung jantan umur 0-12 minggu
6 menyebabkan ayam mengurangi konsumsi pakan sehingga berdampak pada penurunan bobot badan. Peningkatan bobot badan pada masing-masing perlakuan terjadi pada minggu 5 dan 6. Penyebabnya adalah pada minggu ini ayam sudah dipindahkan ke petak sesuai dengan perlakuan yang didapatkan sehingga persaingan dalam memperoleh makan dan minum berkurang. Ayam juga memiliki ruang gerak yang lebih sempit sehingga energi yang digunakan untuk bergerak berkurang. Analisis laboratorium terhadap pakan dedak padi dan daun singkong menghasilkan kandungan protein sebesar 18.70% (Tabel 1), kebutuhan protein ayam kampung umur 4-8 minggu menurut Hardjosworo dan Rukmiasih (2000) adalah 18% dan menjadi 16% pada umur 8-10 minggu. Berdasarkan pernyataan tersebut, kandungan protein pakan perlakuan mencukupi kebutuhan ayam kampung. Namun, pada penelitian ini, ayam yang diberi pakan perlakuan (P2 dan P3) memiliki bobot badan yang lebih rendah dibandingkan kontrol (P1). Kondisi ini merupakan akibat perbedaan kelengkapan nutrien yang terkandung pada pakan. Selain itu, hal ini diduga karena imbangan kalsium fosfor dalam pakan tidak mengikuti rasio 1:1 sampai 2:1 (Mulyantini 2010). Pakan campuran dedak padi dan daun singkong mengandung serat kasar yang tinggi dan kalsium yang rendah (Tabel 1). Menurut Hardjosworo dan Rukmiasih (2000), ayam kampung membutuhkan kalsium dalam pakan sebesar 0.8% pada umur 0-10 minggu. Selain itu, kandungan N yang tinggi pada protein pakan diduga berasal dari N pada HCN yang tidak dapat dicerna oleh ayam. Menurut Cheeke (1989), kandungan asam sianida pada daun singkong dapat menghambat terjadinya pembentukan ATP di dalam tubuh. Selain itu, kandungan zat anti nutrisi yang terdapat pada pakan dedak padi dan daun singkong diduga menyebabkan ayam tidak mampu mencerna kedua pakan tersebut dengan baik. Ayam P2 memiliki bobot badan paling rendah (Gambar 2). Penyebabnya adalah alat pencernaan ayam tidak siap mencerna pakan dengan serat kasar 17.40% pada umur 5 minggu. Menurut Sukria dan Krisnan (2009), pemberian daun singkong pada unggas biasanya 5%-10% dari ransum. Pemberian daun singkong sampai taraf 25% pada ayam umur 5 minggu dalam penelitian merupakan salah satu penyebab rendahnya bobot badan ayam. Ayam kampung Bobot badan (g/ekor)
1400 1200
1 036.47
1000 750.08
800
P1
600
419.06
400
P2 P3
200 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
Minggu keGambar 2 Kurva pertumbuhan ayam kampung betina umur 0-12 minggu
7 belum siap menoleransi pakan berserat kasar tinggi pada umur 5 minggu. Hasil ini sesuai dengan Erniasih dan Saraswati (2006) yang menyatakan ayam yang diberi pakan berupa limbah padat kunyit (SK 5.46%) mengalami penurunan bobot badan. Ayam kampung betina memiliki bobot badan lebih rendah (P<0.05) dibandingkan ayam kampung jantan (Gambar 2). Pernyataan ini mendukung Mansjoer (1985) yang menyatakan pertumbuhan ayam kampung jantan lebih cepat dibandingkan ayam kampung betina (sampai umur 8 bulan). Bobot badan ayam kampung betina mulai menunjukkan perbedaan akibat perlakuan pada minggu ke-6. Ayam yang diberi pakan dedak padi dan daun singkong mulai umur 5 minggu (P2) memiliki bobot terendah. Hal ini disebabkan proses adaptasi cukup sulit dan membutuhkan waktu lama. Ayam dapat beradaptasi pada minggu ke-7 yang ditandai dengan peningkatan bobot badan setiap minggunya. Ayam kampung membutuhkan waktu adaptasi terhadap perubahan pakan dan nutrisi yang diberikan. Ayam yang diberi perlakuan pakan dedak padi dan daun singkong pada minggu ke-8 lebih siap mencerna serat kasar yang tinggi sehingga ayam mampu mempertahankan bobot badannya pada kisaran bobot panen untuk ayam kampung. Berdasarkan hasil penelitian, ayam kampung jantan umur 12 minggu yang diberi pakan P1, P2, dan P3 memiliki bobot badan yaitu 1.294.03, 517.08, dan 952.57 g. Bobot badan ayam kampung betina pada umur yang sama dengan perlakuan P1, P2, dan P3 yaitu 1.036.47, 419.06, dan 750.01 g. Rivai (2001) menyatakan bobot badan ayam kampung jantan umur 12 minggu mencapai 1.070.8 g dan betina 903.4 g. Nilai yang berbeda ini disebabkan karena perbedaan pakan dan lingkungan yang digunakan dalam penelitian yaitu PK 21% untuk ayam umur 5-6 minggu dan 17% untuk ayam umur 6-12 minggu (Rivai 2001). Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan (PBB) ayam jantan tidak berbeda nyata pada minggu ke-1 sampai ke-4 (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena semua ayam masih mendapatkan pakan yang sama. Pertambahan bobot badan ayam kampung berbeda nyata untuk perlakuan P2 terhadap P1 dan P3 pada minggu ke-5. Penyebabnya adalah ayam P2 sudah menerima pakan yang berbeda pada minggu ini. Ayam P2 mengalami penurunan bobot badan pada minggu ke-6 dan 7. Hal ini disebabkan karena kandungan serat kasar yang tidak tercerna dalam pakan yang terlalu tinggi. Ayam tidak mampu mencerna serat kasar karena ayam adalah hewan monogastrik yang tidak memiliki enzim selulase. Saluran pencernaan ayam kampung P2 membutuhkan waktu dua minggu untuk beradaptasi dengan pakan yang diberikan. Pada minggu ke-8 sampai 11, ayam P2 menunjukkan PBB yang terus meningkat setiap minggunya. Erniasih dan Saraswati (2006) menyatakan bahwa serat kasar akan mengikat asam empedu di dalam saluran pencernaan. Asam empedu akan dikeluarkan dalam bentuk feses sebelum membantu penyerapan lemak, akibatnya terjadi pengurangan proses penyerapan lemak dan bobot badan akan menurun. Kandungan serat kasar yang tinggi juga dapat menyebabkan kontraksi usus halus semakin cepat sehingga substrat yang diserap akan lebih sedikit. Wahju (1992) menambahkan bahwa
8 serat kasar yang terlalu tinggi dalam pakan ayam dapat menyebabkan keluarnya nutrien lain bersama feses. Tabel 2 Pertambahan bobot badan ayam kampung jantan (g/ekor) pada umur 0-12 minggu Minggu ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total PBB
P1 28.53± 2.67x 63.07± 3.48x 61.00± 5.26x 87.03±15.67x 123.63±23.22a 129.17±15.06a 138.93±17.12a 138.07±26.42a 128.57±28.42a 125.00±30.00a 126.13±49.19a 1.266.12±274.18
Jenis perlakuan P2 28.97± 1.80x 58.30± 0.78x 56.80± 1.65x 85.10±12.11x 18.87±15.35b -42.63± 3.95b -5.93± 8.96c 23.63±11.77b 38.38± 8.90b 57.14±42.52b 68.71±17.32b 486.00±132.74
P3 29.53± 4.75x 59.07± 6.25x 61.27± 6.40x 86.60±21.33x 130.93±10.00a 120.33± 9.19a 71.30± 8.84b 37.00±78.76b 63.33±62.97b 23.87±30.10b 118.77±10.50a 924.52±204.08
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf uji 5% (uji banding Tukey).
Ayam kampung jantan P2 memiliki PBB yang tidak berbeda nyata dengan ayam P3 pada minggu ke-8 sampai ke-10. Hasil ini disebabkan ayam P2 semakin baik beradaptasi terhadap pakan yang diberikan. Selain itu, pemberian pakan perlakuan pada ayam P3 menyebabkan saluran pencernaan ayam P3 beradaptasi sehingga PBB mengalami penurunan dari minggu sebelumnya. Pada minggu ke11, ayam P3 sudah dapat beradaptasi terhadap pakan yang diberikan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya PBB ayam kampung jantan P3. Ayam jantan P1 memiliki rataan PBB yang lebih tinggi dibandingkan P2 dan P3 selama penelitian. Ayam kampung betina memiliki PBB yang berbeda nyata dengan ayam kampung jantan. Ayam kampung betina memiliki PBB yang lebih rendah dibandingkan dengan ayam kampung jantan (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena perbedaan hormon pertumbuhan dari kedua jenis kelamin ayam. Hormon androgen yang merupakan hormon kelamin untuk mengatur pertumbuhan lebih tinggi pada ternak jantan, menyebabkan pertumbuhan ayam kampung jantan lebih cepat dibandingkan ternak betina (Nalbandov 1990). Selain itu, hormon tiroid juga berperan dalam pertumbuhan ayam kampung (Kusnadi 2009). Ayam kampung betina P2 mengalami penurunan bobot badan pada minggu ke-6 dan 7, sedangkan ayam kampung betina P3 mengalami penurunan bobot badan pada minggu ke-8 (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena saluran pencernaan ayam kampung betina beradaptasi terhadap pakan yang diberikan. Selain itu, kandungan zat anti nutrisi seperti asam sianida (HCN) dan tanin pada daun singkong dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ayam kampung. Tanin dapat mengikat protein sehingga protein pada pakan resisten terhadap degradasi enzim. Tanin memiliki sejumlah grup fungsional yang dapat membentuk komplek kuat dengan molekul protein. Pembentukan komplek ini terjadi karena
9 adanya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, dan ikatan kovalen antara kedua senyawa tersebut (Makkar 1993). Ikatan tanin dengan protein sangat kuat sehingga organ pencernaan sulit mencerna protein. Asam sianida dapat berpengaruh terhadap sistem transport elektron. Hal ini akan menurunkan tingkat metabolik di antara biosintesis protein sehingga akan menurunkan kebutuhan energi. Ternak akan menurunkan konsumsi pakan sehingga pertumbuhan terhambat (Lehninger 1990). Tabel 3 Pertambahan bobot badan ayam kampung betina (g/ekor) pada umur 0-12 minggu Minggu ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total PBB
P1 24.53± 3.98x 51.43± 1.89x 46.30± 6.46x 76.50± 6.49x 108.63± 0.95a 87.53± 5.30a 110.17± 5.70a 119.63±10.36a 96.27±20.23a 96.60±12.01a 92.23± 5.83a 1.008.29±199.95
Jenis perlakuan P2 P3 51.43± 1.89x 26.70± 5.20x 50.27± 4.71x 54.13±12.19x 50.70± 3.30x 51.13±12.63x 66.77± 7.37x 68.47±21.07x 2.20± 5.72b 106.80±31.47a -24.23± 2.25b 94.68±18.79a -7.87±44.16c 84.13±32.26b 20.92±11.23b -18.36±20.76b 24.84±21.93b 17.64±10.79b 19.12±16.84b 22.86±14.13b 65.91±10.36b 100.93±16.64a 397.52±144.74 722.98±112.88
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf uji 5% (uji banding Tukey).
Kandungan asam fitat pada dedak padi juga dapat menghambat pertumbuhan ayam kampung. Ayam tidak memiliki enzim untuk menghidrolisis asam fitat. Asam fitat dapat menyebabkan berkurangnya ketersediaan fosfor di dalam tubuh sehingga menyebabkan pertumbuhan menurun (Sutardi 1992). Piliang (2002) menyatakan bahwa pemberian asam fitat dan serat kasar bersamaan dapat menurunkan absorpsi mineral Zn, Ca, dan Fe. Ketiga mineral ini merupakan mineral yang dibutuhkan ternak dengan jumlah sedikit namun harus tersedia. Mineral seng (Zn) berperan dalam mempercepat reaksi metabolisme tubuh, sedangkan kekurangan mineral Zn dapat menyebabkan perpendekan tulang kaki, pertumbuhan terganggu, efisiensi penggunaan ransum menurun, kehilangan nafsu makan, dan tingginya mortalitas (Lesson dan Summers 2005). Mineral besi (Fe) digunakan terutama dalam proses pembentukan darah. Fungsi utama mineral besi adalah untuk transport oksigen oleh hemoglobin. Selanjutnya, mineral kalsium (Ca) berperan dalam pembentukan tulang, pembekuan darah, aktivitas enzim, dan kontraksi otot. Apabila kekurangan kalsium, maka dapat menyebabkan perkembangan dan pertumbuhan tulang terhambat (Campbell et al. 2003).
10 Konsumsi Pakan
Rataan konsumsi (g/ekor/hari)
Konsumsi pakan merupakan faktor yang penting dalam menentukan performa ayam kampung. Konsumsi pakan ayam kampung jantan P1 meningkat hingga minggu ke-11 (Gambar 3) karena ayam membutuhkan pakan lebih banyak untuk tumbuh. Konsumsi pakan P2 bernilai paling tinggi dibandingkan P1 dan P3 pada minggu ke-6 sampai minggu ke-9. Penyebabnya yaitu pakan P2 kekurangan suatu zat nutrisi pakan yang mengharuskan ayam mengkonsumsi pakan dengan jumlah lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya. Sesuai dengan pendapat Scott et al. (1982) bahwa kandungan energi pakan yang berbeda menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi. Apabila energi rendah, maka konsumsi akan meningkat. Namun jika energi pakan tinggi, maka konsumsi akan menurun. Kejadian yang sama terjadi pada ayam kampung jantan P3 minggu ke10 sampai ke-12, pada minggu ini ayam P3 sudah memperoleh perlakuan pakan sehingga ayam membutuhkan pakan dengan jumlah lebih banyak untuk memenuhi kekurangan nutrisi dalam tubuhnya.
150 100
P1
50
P2 P3
0
5
6
7
8
9
10
11
12
Minggu keGambar 3 Konsumsi pakan ayam kampung jantan umur 5-12 minggu Konsumsi ayam kampung jantan rata-rata meningkat mulai dari 4-11 minggu dan menurun pada minggu ke-12. Penurunan konsumsi pakan pada minggu ke-12 ini disebabkan hormon androgen dan tiroid yang berperan dalam pertumbuhan ayam kampung jantan sudah mulai aktif. Jumlah konsumsi ayam kampung jantan umur 0-12 minggu pada perlakuan P1, P2, dan P3 berurutan adalah 3.184, 3.720, dan 3.861 g/ekor. Faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah umur, kualitas ransum, dan lingkungan (Amrullah 2004). Konsumsi ayam kampung betina berbeda nyata dengan ayam kampung jantan (Gambar 4). Ayam kampung betina P2 memiliki konsumsi paling tinggi mulai pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8. Ayam kampung betina masih dalam masa adaptasi terhadap pakan perlakuan. Perbedaan nutrisi pakan menyebabkan saluran pencernaan ayam membutuhkan waktu untuk mencerna pakan perlakuan dengan baik. Anti nutrisi yang terkandung dalam dedak padi dan daun singkong dapat menyebabkan kurangnya mineral fosfor dan protein dalam pakan perlakuan. Ayam P3 memiliki konsumsi tertinggi pada minggu ke-9 sampai ke-12. Peningkatan konsumsi ini disebabkan karena ayam betina P3 sudah mulai diberi pakan perlakuan.
Rataan konsumsi (g/ekor/hari)
11 150 P1
100
P2
50
P3
0 5
6
7
8
9
10
11
12
Minggu keGambar 4 Konsumsi pakan ayam kampung betina umur 5-12 minggu Anti nutrisi yang terkandung dalam pakan perlakuan dedak padi dan daun singkong mampu mengikat mineral dan protein pakan sehingga zat nutrisi ini tidak dapat diserap tubuh. Selain itu, kandungan serat kasar yang tinggi pada pakan dapat menyebabkan terbawanya sejumlah nutrien lain keluar bersama feses. Jumlah konsumsi ayam kampung betina umur 0-12 minggu pada perlakuan P1, P2, dan P3 berurutan adalah 3.322, 3.345, dan 4.313 g/ekor.
Konversi Pakan Konversi pakan menentukan efektivitas penggunaan pakan terhadap bobot badan yang dihasilkan. Ayam kampung jantan P3 memiliki nilai konversi pakan yang paling rendah di antara P1 dan P2 (Tabel 4). Hal ini disebabkan saluran pencernaan ayam kampung umur 8 minggu lebih siap mencerna pakan dengan serat kasar yang tinggi dibandingkan dengan ayam umur 5 minggu. Ayam P3 lebih mampu mengkonversikan pakan yang dikonsumsi menjadi bobot badan. Tubuh ayam P3 memiliki cadangan nutrisi yang cukup sehingga saat diberi pakan yang mengandung anti nutrisi tanin, HCN, dan asam fitat pada umur 8 minggu, ayam lebih cepat beradaptasi. Tabel 4 Konversi pakan kumulatif ayam kampung umur 5-12 minggu Jenis kelamin Jantan Betina Jumlah
P1 3.16±0.15 4.23±0.20 3.64±0.18a
Jenis perlakuan P2 24.56±10.44x 26.33±8.12x 22.97±5.60b
P3 6.60±1.98x 9.88±1.37x 7.93±1.56a
Keterangan: Angka-angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf uji 5% (uji banding Tukey).
Konsumsi pakan yang tinggi akan menyebabkan tingginya konversi pakan apabila PBB yang dihasilkan rendah, begitupun sebaliknya. Nilai konversi pakan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa ayam kurang baik dalam mencerna pakan. Semakin rendah angka konversi pakan maka ayam semakin baik dalam mencerna pakan sehingga pemberian pakan semakin efektif. Konversi pakan P2 berbeda nyata dengan P1 dan P3.
12 Ayam kampung jantan memiliki nilai konversi pakan yang lebih rendah dibandingkan ayam kampung betina. Artinya ayam kampung jantan lebih efisien mengubah pakan menjadi bobot badan dibandingkan ayam kampung betina. Konversi ransum pada penelitian ini dipengaruhi oleh bentuk fisik ransum, komposisi ransum, zat nutrisi yang terkandung dalam ransum, kualitas ransum, dan teknik pemberian pakan (Amrullah 2004).
Mortalitas Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pemeliharaan ayam kampung adalah mortalitas. Mortalitas ayam kampung dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ekstrim, zat anti nutrisi dalam pakan, dan kalah bersaing dalam memperoleh pakan. Mortalitas ayam kampung jantan banyak terjadi pada perlakuan P2 (Tabel 5). Hal ini karena ayam jantan P2 membutuhkan konsumsi pakan yang lebih banyak dibandingkan ayam betina pada umur yang sama sehingga ayam P2 memiliki bobot badan yang paling rendah. Bobot badan yang rendah menyebabkan ayam sulit melakukan tingkah laku normal dan lebih mudah terserang penyakit. Tingkat mortalitas pada penelitian ini dipengaruhi oleh faktor bobot badan, kebersihan lingkungan, sanitasi peralatan dan kandang (North dan Bell 1990). Tabel 5 Mortalitas ayam kampung umur 0-12 minggu (ekor) Jenis pakan Jenis kelamin P1 P2 P3 Jantan 0 2 (13.33%) 0 Betina 0 1 (6.67%) 2 (13.33%) Ayam jantan P3 tidak ada yang mati karena organ pencernaan ayam P3 lebih siap mencerna serat kasar dibandingkan ayam P2, selain itu kebutuhan ayam P3 untuk tumbuh terpenuhi dengan pemberian pakan komersial pada umur 0-7 minggu. Ayam kampung jantan dan betina P1 tidak ada yang mati (tingkat mortalitas 0%). Selain itu, bobot badan ayam P1 lebih tinggi dibandingkan P2 dan P3. Hal ini diduga merupakan perbedaan mortalitas akibat kandungan nutrisi pakan P1 yang lebih lengkap dibandingkan pakan perlakuan. Ayam kampung betina P2 memiliki tingkat mortalitas yang lebih rendah dibandingkan P3. Artinya, ayam kampung betina memiliki ketahanan tubuh yang lebih tinggi dibandingkan ayam jantan pada umur 5 minggu. Selain itu, kandungan anti nutrisi pada pakan dedak padi dan daun singkong dapat menjadi penyebab tingginya mortalitas ayam kampung pada P2 dan P3 selama pemeliharaan 12 minggu.
13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian pakan campuran berupa dedak padi dan daun singkong pada ayam kampung umur 8-12 minggu dapat mencapai bobot 800 g pada umur 12 minggu. Sebaliknya, pemberian pakan campuran pada umur 5 minggu menghambat pertumbuhan ayam kampung sehingga memiliki bobot 500 g pada umur 12 minggu. Saran Pakan campuran dedak padi dan daun singkong baik diberikan pada ayam kampung berumur lebih dari 8 minggu dengan lama pemeliharaan 12 minggu secara semi intensif. Hal ini dilakukan agar ayam kampung dapat mencari kekurangan nutrien pakan di lingkungan. Pengujian terhadap energi dan zat anti nutrisi pakan lebih baik dilakukan untuk mengetahui nutrien yang masih terkandung dalam pakan setelah proses pengurangan kadar anti nutrisi dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Adrizal. 2003. Singkong pakan unggas potensial yang terlupakan. Poultry Indonesia (ID) 284:66-67. Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Ed ke-3. Bogor (ID): Lembaga Satu Gunungbudi. Campbell JR, Kenealy MD, Campbell KL. 2003. The Biology, Care and Production of Domestic Animal. Ed ke-4. New York (US): Mc. Graw Hill. Cheeke PR. 1989. Toxicants of Plant Origin. Vol ke-2. Florida (US): CDR Pr Inc. Erniasih I, Saraswati TR. 2006. Penambahan limbah padat kunyit (Curcuma domestica) pada ransum ayam dan pengaruhnya terhadap status darah dan hepar ayam (Gallus sp.). Bul Anat dan Fisiol. XIV(2):1-6. Hardjosworo PS, Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Depok (ID): Penebar Swadaya. Hastuti RP. 2008. Pengaruh penggunaan bubuk bawang putih (Allium sativum) dalam ransum terhadap performa ayam kampung yang diinfeksi cacing Ascaridia galli [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kusnadi E. 2009. Pengaruh berbagai cekaman terhadap beberapa sistem hormonal serta kaitannya dengan produksi pada ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner (ID) 2009:572-579. Lehninger AL. 1990. Dasar-Dasar Biokimia. Thenawidjaja, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Basic of Biochemistry. Lesson S, JD Summers. 2005. Commercial Poultry Nutrition. Ed ke-3. Ontario (US): Nottingham University Pr.
14 Makkar HPS. 1993. Antinutritional factors in foods for livestock. In: Animal production in developing countries. Gill M, Owen G, Pollot E, Lawrence TLJ, editor. British Society of Animal Production Occasional Publication 16:69-85. Mansjoer SS. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi ayam kampung serta persilangannya dengan ayam rhode island red [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mulyantini NGA. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Nalbandov AV. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas. Sunaryo Keman, penerjemah. Ed ke-3. Jakarta (ID): UI Pr. North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. New York (US): Chapman dan Hall. Piliang WG. 2002. Nutrisi Mineral. Ed ke-5. Bogor (ID): IPB Pr. Ramli N, Risnawati. 2007. Integrasi tanaman singkong dan ternak unggas. Rapat Komisi Pakan 2007; 2007 Jun 13-15; Surabaya (ID). Ravindran V. 1999. Occurance of Phytic Acid in Plant Feed Ingredients. Coelho MB, Kornegay ET, editor. Jerman (DE) : BSAF Corporation. Rivai F. 2001. Pertumbuhan ayam kampung, pelung, dan persilangan pelung kampung keturunan pertama (F1) umur 5-12 minggu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Scott ML, Neshein MC, Young RJ. 1982. Nutrition of The Chicken. Ed ke-3. New York (US): Scott ML and Associates. Shreve B. 2002. Management of nitrate and prussic acid in forage crops. Western Alfafa and Forage Conference. 2001 Dec 11-13. Sparks (US). Sofyaningsih M. 2003. Pengaruh pemberian tepung daun singkong terhadap bobot badan akhir, persentase saluran pencernaan dan organ dalam itik Mandalung (Mule duck) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID): PT Gramedia. Sugito, Delima M. 2009. Dampak cekaman panas terhadap pertambahan bobot badan, rasio heterofil:limfosit dan suhu tubuh ayam broiler. J Ked Hewan. 3(1):218-226. Sukria HA, Krisnan R. 2009. Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di Indonesia. Bogor (ID): IPB Pr. Sutardi T. 1992. Landasan Ilmu Nutrisi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tangendjaja, B. 1991. Pemanfaatan Limbah Padi untuk Pakan. Bogor (ID): Penerbit Puslitbangtan. Wahju J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): UGM Pr.
15 Lampiran 1 Contoh hasil analisis ragam bobot badan ayam kampung jantan umur 1 minggu SK db JK KT P-value Pakan 2 5 150 2 575 0.450 JK 1 14 649 14 649 0.048 Pakan*JK 2 10 900 5 450 0.206 Galat 12 36 182 3 015 Total 17 66 882
Lampiran 2 Contoh hasil analisis ragam konsumsi pakan ayam kampung umur 5 minggu SK db JK KT P-value Pakan 2 5 398 2 699 0.183 JK 1 2 521 2 521 0.201 Pakan*JK 2 748 374 0.767 Galat 12 16 518 1 376 Total 17 25 185
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Situbondo pada tanggal 13 Desember 1990 sebagai anak pertama dari pasangan Supiono dan Latifah. Pendidikan sekolah ditempuh di SMPN 1 Situbondo (2006) dan SMAN 1 Situbondo (2009). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB sejak 2009. Penulis pernah menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan 2010-2011 sebagai staff Departemen Sosial Lingkungan Masyarakat dan menjadi fotografer di Majalah Pangan Emulsi IPB tahun 2011. Penulis pernah menjadi finalis essai dengan tema ekonomi pertanian di Indonesia pada tahun 2009 dan menjadi anggota PKMP yang didanai DIKTI tahun 2011. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Metode Statistika, Teknologi Produksi Ternak Ruminansia Kecil, Metodologi Penelitian dan Rancangan Percobaan, Teknik Penanganan dan Pengolahan Hasil Ikutan, serta Genetika Ternak.