RESPON FISIOLOGIS DAN PROFIL DARAH DOMBA GARUT JANTAN DENGAN PAKAN DAN MANAJEMEN WAKTU PEMBERIAN PAKAN BERBEDA
BIMA SAPUTRA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Fisiologis dan Profil Darah Domba Garut Jantan dengan Pakan dan Manajemen Waktu Pemberian Pakan Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Bima Saputra NIM D14100093
ABSTRAK BIMA SAPUTRA. Respon Fisiologis dan Profil Darah Domba Garut Jantan dengan Pakan dan Manajemen Waktu Pemberian Pakan Berbeda. Dibimbing oleh SRI RAHAYU dan DEWI APRI ASTUTI. Pakan dan manajemen pemberian pakan dapat mempengaruhi perubahan respon fisiologis dan profil darah domba menjadi tidak normal. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respon fisiologis dan profil darah domba garut jantan yang diberi pakan limbah tauge dengan manajemen waktu pemberian yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 16 ekor domba garut jantan dengan 2 faktor dan 4 ulangan. Faktor utama adalah pakan R1 (40% rumput + 60% konsentrat 1) dan R2 (40% limbah tauge + 60% konsentrat 2) dan faktor kedua adalah manajemen pemberian pakan pagi hari (P) dan sore hari (S). Parameter respon fisiologis yang diamati antara lain respirasi, denyut jantung, dan suhu rektal. Parameter profil darah yang diamati antara lain hemoglobin, hematokrit (PCV/Packed Cell Volume), eritrosit, leukosit dan diferensial leukosit. Data dianalisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukan bahwa denyut jantung pada domba yang diberi pakan mengandung limbah tauge memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibandingkan dengan frekuensi denyut jantung domba yang diberi pakan mengandung rumput. Manajemen waktu pemberian pakan yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap respon fisiologis domba (laju respirasi, denyut jantung dan suhu rektal). Perbedaan pakan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap profil darah domba garut jantan, tetapi manajeman waktu pemberian pakan pagi hari memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap jumlah eritrosit serta sangat nyata (P<0.01) terhadap jumlah eosinofil lebih tinggi dibandingkan dengan manajemen waktu pemberian pakan sore hari. Pemberian pakan limbah tauge dengan manajemen waktu pemberian pakan yang berbeda tidak mengganggu respon fisiologis dan profil darah domba. Kata kunci : Domba garut, pakan, profil darah, respon fisiologis, waktu pemberian. ABSTRACT BIMA SAPUTRA. Physiological Response and Blood Profile of Garut Rams with Feed and Different Feeding Time Management. Supervised by SRI RAHAYU and DEWI APRI ASTUTI. Feed and feeding time management can influence change physiological respon of sheep. This research aimed to evaluate phsyiological response and blood profile of garut rams with mung bean sprout waste as subtitution of grass and different feeding time management. This research used 16 garut rams (I0) with 2 factors and 4 replicates. The first factor was different feed persentage consist of R1 (consentrate 60% + grass 40%) and R2 (concentrate 40% + mung bean sprout waste 40%). The second factor is different feeding consist of P
(morning feeding time) and S (afternoon feeding time). Pshyiological response that were observed are respiration, heart rate, and rectal temperature. Blood profile that were observed are haemoglobin, hematocrit (PCV/Packed Cell Volume), eritrosit, leucocyte, and leukocyte differentiation. Data processed with ANOVA and Duncan analysis. The result showed that mung bean sprout makes significant effect (P<0.01) lower rate of heartbeat than sheep was given feed with grass. The mung bean sprout waste was not affecting the blood hematology of garut rams, but feeding time management in the morning (P<0.05) makes higher value on red blood cell and (P<0.01) eosinophils than feeding time management in afternoon. The feed treatment with different feeding time management were not influence change physiological respon and blood profile of sheep. Key words: Blood profile, feed, feeding, garut rams, physiological response.
RESPON FISIOLOGIS DAN PROFIL DARAH DOMBA GARUT JANTAN DENGAN PAKAN DAN MANAJEMEN WAKTU PEMBERIAN PAKAN BERBEDA
BIMA SAPUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Respon Fisiologis dan Profil Darah Domba Garut Jantan dengan Pakan dan Manajemen Waktu Pemberian Pakan Berbeda Nama : Bima Saputra NIM : D14100093
Disetujui oleh
Ir Sri Rahayu, MSi Pembimbing I
Prof Dr Ir Dewi Apri Astusi, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul Respon Fisiologis dan Profil Darah Domba Garut Jantan dengan Pakan dan Manajemen Waktu Pemberian Pakan Berbeda. Skripsi ini berdasarkan hasil penelitian penulis yang dilaksanakan dari bulan juli sampai bulan september 2013. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Ibu Ir Sri Rahayu, MSi dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS selaku dosen pembimbing atas nasehat, perhatian, dan bimbingannya sejak pembuatan proposal, penelitian sampai penulisan skripsi. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis berikan kepada Mamah, Bapak, kakak Andri, serta Adik Erika atas nasehat, doa, dukungan dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada temanteman tim penelitian Mbak Aslimah, Iwan, Sabrun, Cahya, Fira, Hengki dan Vivin serta Haer, Amir dan Ucup atas kerjasama dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman IPTP47 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat karib Ilma, Bayu, Rama yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, September 2014
Bima Saputra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Alat Bahan Prosedur Persiapan Penelitian dan Masa Pemeliharaan Peubah Pengamatan Respon Fisiologi Pengambilan Darah Perhitungan Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit Perhitungan Jumlah Eritrosit dan Leukosit Perhitungan Diferensial Leukosit Rancangan Percobaan dan Analisis Data Model Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Respon Fisiologis Domba Garut Jantan Profil Darah Domba Garut Jantan Eritrosit Hemoglobin dan Hematokrit Diferensial Leukosit SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii vii 1 1 2 2 2 2 2 2 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 7 9 10 10 12 13 15 18
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Kandungan zat makanan pakan dalam 100% bahan kering Rataan suhu dan kelembaban panas di dalam kandang Rataan respon fisiologis domba garut jantan Rataan profil darah domba garut jantan Rataan jumlah leukosit dan difererensial leukosit domba garut jantan
3 7 8 9 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Hasil analisis ragam respirasi domba garut jantan Hasil analisis ragam denyut jantung domba garut jantan Hasil uji Duncan pakan terhadap denyut jantung domba garut jantan Hasil analisis ragam suhu rektal domba garut jantan Hasil uji Duncan interaksi 2 faktorial terhadap suhu rektal domba garut jantan Hasil analisis ragam hemoglobin Hasil analisis ragam hematokrit Hasil analisis jumlah eritrosit Hasil uji Duncan manajemen terhadap jumlah eritrosit Hasil analisis ragam jumlah leukosit Hasil analisis ragam jumlah neutrofil Hasil analisis ragam jumlah limfosit Hasil analisis ragam jumlah monosit Hasil analisis ragam jumlah eosinofil Hasil uji Duncan manajemen terhadap jumlah eosinofil Hasil analisis ragam jumlah basofil Hasil analisis rasio antara netrofil dan basofil
15 15 15 15 15 16 16 16 16 16 16 17 17 17 17 17 17
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan domba umumnya terletak di perkotaan (wilayah urban) karena memiliki keunggulan dekat dengan pasar sehingga mempermudah proses penjualan. Kelemahan di wilayah perkotaan yaitu lahan yang berfungsi sebagai sumber hijauan pakan ternak telah beralih fungsi menjadi permukiman dan industri yang menyebabkan ketersediaan hijauan pakan ternak terbatas. Salah satu limbah pasar yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah limbah tauge. Menurut Rahayu et al. (2010), limbah tauge memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk ruminansia kecil yaitu kandungan serat kasarnya yang tinggi (49.44%) dan protein kasar sebesar 13.63% yang hampir sama dengan konsentrat. Limbah tauge merupakan pakan alternatif yang sangat berpotensi untuk digunakan sebagai pengganti rumput lapang karna produksi tauge tidak dipengaruhi oleh musim dan lahan yang sempit dengan ketersediaanya yang relatif banyak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya hasil survei Rahayu et al (2010) yang menyatakan bahwa setiap harinya pasar tradisional di kota Bogor dapat menghasilkan limbah tauge sebanyak 1.5 ton. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purnamasari (2013) yang menyatakan bahwa respon fisiologis domba ekor tipis yang diberi pakan mengandung limbah tauge berada dalam kisaran normal yaitu laju respirasi (26.32±2.21 kali menit-1), denyut jantung (78.88±5.55 kali menit-1), dan suhu rektal (38.39±0.17 oC). Suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan ternak domba mengalami cekaman stres yang dapat mengganggu respon fisiologis dan profil darah ternak. Domba merupakan hewan homeoterm yang memiliki kemampuan mempertahankan dan mengeluarkan panas agar kondisi tubuh tetap berada dalam kondisi normal sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Oktameina (2011) menyatakan bahwa respon fisiologis domba garut dengan perlakuan pencukuran menunjukan, frekuensi laju respirasi domba pada pagi hari (26.12±3.21 kali menit-1) lebih rendah dibandingkan sore hari (45.09±8.22 kali menit-1), frekuensi denyut jantung domba garut pagi hari (73.92±4.51 kali menit-1) lebih rendah dibandingkan dengan sore hari (83.98±5.98 kali menit-1) dan suhu rektal pada pagi hari (38.22±0.38 oC) lebih rendah dibandingkan dengan sore hari (39.17±0.19 oC). Pakan dengan kualitas nutrisi yang rendah dan manajemen waktu pemberian pakan yang tidak tepat dapat mempengaruhi respon fisiologis ternak menjadi tidak normal sehingga dapat menurunkan produktivitas domba. Domba yang mengalami perubahan fisiologis memberikan perubahan gambaran darah (profil darah). Seperti yang dijelaskan oleh Guyton dan Hall (1997) bahwa perubahan gambaran darah dapat disebabkan faktor internal seperti pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus dan suhu tubuh. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi antara lain akibat infeksi kuman, dan perubahan suhu lingkungan. Peternakan domba saat ini kurang memperhatikan kesehatan ternaknya dan lebih mementingkan produktivitas yang tinggi. Salah satu yang dapat dijadikan indikator ternak sehat adalah respon fisiologis dan profil darah ternak normal. Data mengenai respon fisiologis dan profil darah domba garut jantan yang diberi
2
pakan limbah tauge dengan manajemen waktu pemberian pakan sore hari belum banyak yang mendukung. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian pakan limbah tauge sebagai pengganti rumput lapang, dan pengaruh manajemen waktu pemberian pakan pagi hari dan sore hari terhadap respon fisiologis dan profil darah domba garut jantan. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup pemeliharaan domba garut jantan dengan pemeliharaan selama 3 bulan dengan pemberian pakan limbah tauge sebagai pakan pengganti rumput lapang untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan ternak. Penelitian ini ditekankan untuk menguji limbah tauge sebagai pakan alternatif pengganti rumput dan manajemen waktu pemberian pakan pagi dan sore hari yang diperkirakan berpengaruh terhadap respon fisiologis dan profil darah domba garut jantan.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai September 2013. Pemeliharaan domba dilakukan di Laboratorium Lapang Ruminansia Kecil, analisis profil darah dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Pedaging, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Fisiologi Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu dengan ukuran 90 x 90 x 100 cm, tempat pakan dan minum, timbangan digital pakan 5 kg, termohygrometer analog, termometer suhu tubuh digital, stetoskop, stopwatch, kamera digital, obat luka luar, obat cacing, obat mata, kapas, syiring (spoite dan jarum suntik), tabung vacutainer dengan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acid), coolingbox, icegel, mikroskop, gelas obyek, haemometer Sahli, pipa kapiler, sentrifuge hematocrit reader, tabung penghisap turk dan hayem, counting chamber, Hand counter, dan tisu. Bahan Bahan yang digunakan untuk analisis profil darah antara lain alkohol 70%, HCl 0.1 N, aquadest, methanol, minyak emersi, pewarna giemsa, larutan turk dan hayem. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 ekor domba garut jantan dengan rataan bobot badan awal 15.9 ± 2.4 kg (koefisien keragaman
3
15.2%) dengan umur yang seragam yang diperoleh dari peternakan di sekitar Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Rumput yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Limbah tauge didapatkan dari beberapa pedagang tauge yang tersebar di sekitar Pasar Bogor dan Pasar Anyar, Kota Bogor. Bahan pakan konsentrat diperoleh dari Koperasi Peternak Susu Bogor (KPS Bogor). Penyusunan komposisi pakan penelitian ini berdasarkan isoprotein dan isoenergi, persentase bahan yang digunakan berdasarkan hasil analisis uji proksimat bahan pakan. Pakan terdiri atas ransum R1 (40% rumput lapang + 60% konsentrat 1) dan ransum R2 (40% limbah tauge + 60% konsentrat 2). Rumput lapang dan limbah tauge diberikan dalam bentuk segar secara bersamaan dengan pemberian konsentrat. Kandungan zat makanan ransum dalam 100% bahan kering (BK) tercantum pada Tabel 2. Tabel 1 Kandugan zat makanan ransum dalam 100% bahan kering Bahan R1
R2
BK
Abu
PK
SK
LK
Beta-N
TDN*
Rumput
40
3.03
3.82
9.44
0.33
23.37
27.36
Kons 1
60
8.57
9.81
16.36
0.85
24.17
37.26
LT RKons 2
100 40 60 100
11.60 1.12 8.74 9.86
13.63 25.80 5.50 12.06 8.50 15.58 14.00 27.64
1.18 0.17 1.04 1.21
47.54 21.15 26.14 47.29
64.62 28.09 37.77 65.86
Keterangan: Kons 1 = konsentrat 1; kons 2 = konsentrat 2; Hasil Analisis Proksimat Laboratotium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (2013);*) Hasil perhitungan TDN menurut Hartadi et al. (1997).
Prosedur Persiapan Penelitian dan Masa Pemeliharaan Persiapan penelitian meliputi persiapan sarana dan prasarana yang mendukung pemeliharaan ternak seperti persiapan kandang, obat-obatan dan pakan. Persiapan kandang meliputi pembersihan kandang dan melengkapi peralatan yang digunakan dalam penelitian. Domba yang baru datang dicukur, dimandikan, kemudian diberikan obat cacing, vitamin, dan antibiotik, selanjutnya domba ditimbang dengan menggunakan timbangan gantung untuk mengetahui bobot badan awal. Domba dikelompokan menjadi 4 katagori yang terdiri dari 4 ekor domba sesuai bobot badan awal yaitu bobot badan kecil (10-13 kg), sedang (14-15 kg), agak besar (15-17 kg), dan besar (17-18 kg). Masa adaptasi domba terhadap lingkungan dan pakan dilakukan selama dua minggu. Pemeliharaan utama dilakukan selama dua bulan (8 minggu) dan pengoleksian data dilakukan pada masa pemeliharaan utama. Pemberian pakan dilakukan 1 kali dalam sehari sesuai perlakuan berdasarkan 4% bahan kering tiap kg bobot badan dan air minum disediakan ad libitum. Pemberian pakan pada pagi hari dilakukan pada pukul 06.00 WIB dan pemberian pakan sore hari dilakukan pada pukul 18.00 WIB.
4
Peubah Pengamatan Respon Fisiologi Pengukuran respon fisiologis dilakukan pada pertengahan penelitian. Pengamatan dilakukan sebelum pemberian pakan pada pukul 05.30-06.00 WIB untuk perlakuan pagi dan 17.30-18.00 WIB untuk perlakuan sore, 2 jam setelah pemberian pakan pada pukul 8.00-8.30 WIB untuk perlakuan pagi dan 20.0020.30 WIB untuk perlakuan sore, 4 jam setelah pakan pada pukul 10.00-10.30 WIB untuk perlakuan pagi dan 22.00-22.30 WIB untuk perlakuan sore diambil secara duplo. Peubah yang diamati meliputi : 1. Respirasi diukur dengan cara menghitung jumlah hembusan nafas dari hidung dengan bantuan stopwatch selama 15 detik kemudian hasilnya dikalikan 4, 2. Denyut jantung diukur dengan menggunakan stetoskop yang ditempelkan pada dada sebelah kiri selama 15 detik kemudian hasilnya dikalikan 4, 3. Suhu tubuh diukur dengan termometer digital yang dimasukan ke dalam rectum. Sebelum dimasukan kedalam rektum, layar termometer digital harus menunjukan L oC yang mengindikasikan termometer siap digunakan. Termometer akan memberikan sinyal alarm yang menunjukan suhu tubuh ternak telah terekam. Penghitungan Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit Pengambilan darah dilakukan pada sebelum ternak diberikan pakan. Darah diambil dari vena jugularis domba, sebelumnya daerah jugularis tepatnya 1/3 bagian atas leher didesinfeksi dengan alkohol 70%, selanjutnya dilakukan pembendungan vena jugularis dan pengambilan darah. Darah diambil sebanyak 3 ml dengan syring dan dimasukkan ke dalam tabung vacutainer yang berisi EDTA sebagai antikogulan darah. Tabung tersebut dimasukkan kedalam cooling box yang telah berisi ice gell untuk selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis profil darah. Larutan HCl 0.1 N dimasukkan dalam tabung sahli sampai tanda angka 10 pada garis batas bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai tanda tera atas (0.02 ml). Sampel darah segera dimasukkan kedalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga berubah menjadi warna cokelat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematid. Setelah itu larutan ditambah dengan aquades, teteskan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan aquades ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar haemometer. Nilai hemoglobin dilihat di kolom gram % yang tertera pada tabung hemoglobin (Sastradiprajadja dan Hartini 1989). Dasar teorinya yaitu darah yang bercampur dengan antikoagulan disentrifuge sehinga terbentuk lapisan - lapisan. Lapisan yang terdiri atas butir butir darah merah atau eritrosit diukur dan dinyatakan sebagai % volume dari keseluruhan darah. Tujuannya yaitu untuk mengetahui volume total eritrosit dalam 100 ml darah dengan metode mikrohematokrit. Penentuan hematokrit dilakukan dengan cara pipet mikrohematokrit diisi dengan darah yang mengandung antikoagulan sebanyak 4/5 bagian pipet dan ujung masuknya darah ditutup dengan sumbat berupa lilin. Pipet kemudian dicentrifuse dengan kecepatan 10 000 rpm selama 5 menit. Setelah terbentuk lapisan eritrosit, buffy coat, dan plasma, nilai hematokrit dibaca dengan hematocrit reader.
5
Penghitungan Jumlah Eritrosit dan Leukosit Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator, sedangkan untuk perhitungan leukosit digunakan pipet leukosit hingga tanda tera 0.5 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tisu lalu hisap larutan pewarna Hayem hingga tanda 101 untuk perhitungan eritrosit sedangkan untuk leukosit digunakan larutan pewarna Turk hingga tanda 11. Larutan dan darah dihomogenkan dengan memutar pipet membentuk angka 8 selama 3 menit, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet pada tissu. Setelah itu teteskan satu tetes ke dalam counting chamber (hemocytometer) yang sudah ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x. Menghitung eritrosit dalam, digunakan kotak pada counting chamber yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian berikut : satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kanan bawah, satu kotak pojok kiri bawah. Menghitung leukosit dalam counting chamber, digunakan 4 kotak pada pojok kanan atas, pojok kiri atas, pojok kanan bawah dan pojok kiri bawah counting chamber yang berjumlah 16 kotak kecil. Jumlah eritrosit yang didapat dari hasil penghitungan dikalikan 104 dan jumlah leukosit yang didapat dari hasil penghitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit 1 pada setiap mm3 volume darah (Sastradiprajadja dan Hartini, 1989). Hand counter digunakan untuk mempermudah perhitungan. Jumlah Eritrosit = α x 104 Jumlah Leukosit = b x 50 Keterangan: α = jumlah eritrosit hasil penghitungan dalam counting chamber b = jumlah leukosit hasil penghitungan dalam counting chamber
Perhitungan Diferensial Leukosit Preparat ulas dibuat setelah pengambilan darah. Gelas Objek disiapkan sebanyak 2 buah untuk satu sampel darah. Darah domba diteteskan pada gelas objek pertama dengan posisi mendatar. Gelas objek kedua ditempatkan pada bagian depan (yang berlawanan dengan letak tetes darah) dengan membentuk sudut 30°, lalu digeserkan sehingga darah menyebar sepanjang garis kontak antara kedua gelas objek. Setelah darah menyebar dengan hati-hati tanpa mengangkat gelas objek pertama, gelas objek kedua didorong ke arah depan dengan cepat sehingga terbentuk usapan darah tipis di atas gelas objek pertama. Ulasan darah tersebut dikeringkan di udara kemudian difiksasi dalam larutan methanol selama 5 menit lalu dimasukkan dalam pewarna giemsa selama 30 menit. Selanjutnya dibilas dengan air, dikeringkan dan diteteskan minyak emersi untuk selanjutnya dihitung benda darah putih tersebut di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x 10. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Model Desain penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial (2x2) dengan 4 kali ulangan. Faktor utama
6
adalah perlakuan pakan R1 (40% rumput lapang + 60% konsentrat 1) dan R2 (40% limbah tauge + 60% konsentrat 2). Faktor kedua adalah manajemen pemberian pakan pagi hari (P) dan sore hari (S). Model matematika menurut Matjik dan Sumertajaya (2013) adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk Keterangan: Yijk µ αi βj ρk (αβ)ij εijk
: Nilai pengamatan perlakuan pakan ke-i dan manajemen ke-j : Nilai tengah umum pengamatan : Pengaruh pemberian pakan pada taraf ke-i (R1 dan R2) : Pengaruh manajemen pada taraf ke-j (P dan S) : Pengaruh aditif kelompok ke-k (1, 2, 3, dan 4) : Interaksi antara pemberian pakan dan manajemen pemberian pakan(AB) : Pengaruh galat percobaan
Analisis Data Sidik ragam (Analysis of Variance/ANOVA) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Hasil yang menunjukan perbedaan nyata selanjutnya dilakukan pengujian lebih lanjut dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemeliharaan ternak domba garut dilakukan secara intensif selama 2 bulan dan ternak domba yang digunakan pada penelitian kali ini adalah domba garut berkelamin jantan. Ternak jantan digunakan sebagai bahan penelitian dikarenakan untuk menghindari berkurangnya ternak domba betina yang masih produktif sebagai penghasil bibit domba. Ternak jantan memiliki keunggulan pertambahan bobot badan harian yang lebih efisien dalam mengubah pakan menjadi otot tubuh dikarenakan adanya hormon testosteron yang menyebabkan sekresi androgen tinggi sehingga pertumbuhan lebih cepat terutama setelah munculnya sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan (Soeparno 1998). Suhu dan kelembaban kandang diukur dengan thermohygrometer analog yang ditempatkan sesuai posisi ketinggian domba. Pengukuran suhu dan kelembaban di dalam kandang dilakukan pada pukul 03.00, 06.00, 14.00, 18.00, dan 21.00 WIB. Rataan kondisi lingkungan didalam kandang yaitu suhu, kelembaban tercantum pada Tabel 3. Data suhu dan kelembaban tercantum pada Tabel 3 menunjukan bahwa kisaran suhu dan kelembaban harian dalam kandang adalah 26.47-34.08 oC dan 56.41%-83.49%. Data tersebut sesuai dengan Yani dan Purwanto (2006) yang menyatakan bahwa negara beriklim tropis memiliki rataan suhu dan kelembaban harian relatif tinggi, yaitu berkisar antara 24-34 oC dengan persentase kelembaban sebesar 60%-90%. Yousef (1985) menyatakan bahwa kondisi lingkungan nyaman (thermoneutral zone) untuk ternak domba pada kisaran suhu 21-31 oC dengan kelembaban di bawah 75%. Suhu udara di kandang melebihi kondisi nyaman
7
domba terjadi pada pukul 14.00 WIB. Kelembaban di kandang terlihat tinggi pada pagi dan malam hari pukul 03.00, 06.00, dan 21.00. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi dapat berpengaruh terhadap stres panas (Marai et al. 2007).
Tabel 2 Rataaan suhu dan kelembaban di dalam kandang Waktu Suhu(˚C) Kelembaban(%) 03.00 27.05 ± 0.79 83.15 ± 2.08 06.00 26.47 ± 0.74 83.49 ± 2.25 14.00 34.08 ± 2.32 56.41 ± 9.04 18.00 30.22 ± 1.62 74.26 ± 5.40 21.00 28.08 ± 1.45 80.49 ± 3.54
Selain suhu dan kelembaban udara, unsur iklim mikro yang juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan ternak adalah radiasi dan kecepatan angin. Penelitian sebelumnya mengenai kecepatan angin di dalam Kandang Percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilakukan oleh Widyarti dan Oktavia (2011) menunjukkan kecepatan angin di dalam kandang pada pukul 10.00 sampai 15.00 WIB berkisar 0.38–0.40 m s-1. Kecepatan angin pada suhu tinggi yang terjadi pada siang hari ini dapat menurunkan cekaman panas sehingga domba tetap mendapatkan zona nyaman (Yani dan Purwanto 2006). Domba memiliki tingkat kepekaan yang lebih rendah terhadap stres panas dibandingkan dengan sapi (Silanikove 2000). Respon Fisologis Domba Garut Jantan Tujuan utama dari penggemukan domba adalah meningkatkan produktivitas domba secara maksimal, namun saat ini kesehatan ternak juga penting diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Awabien (2007) menjelaskan bahwa respon fisiologis dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya cuaca, nutrisi, dan manajemen. Rataan pengukuran respon fisiologis domba garut jantan sebelum pemberian pakan tersaji pada Tabel 4. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa kedua faktor perlakuan tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0.05) terhadap laju respirasi domba, namun perlakuan pakan R1 menunjukan frekuensi denyut jantung domba berbeda sangat nyata (P<0.01) lebih cepat (88.25±7.12 kali menit-1) dibandingkan dengan perlakuan pakan R2 (72.29±9.91 kali menit-1). Perlakuan manajemen waktu pemberian pakan yang berbeda tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0.05) terhadap denyut jantung domba. Hasil uji duncan pada parameter suhu rektal menunjukan bahwa perlakuan R2S (39.47±0.19 oC) berbeda sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibandingan dengan R1S (38.59±0.35 oC) dan R2P (38.63±0.03 oC), namun perlakuan R2S tidak berbeda nyata (P<0.05) dengan R1P dan R2P tidak berbeda nyata (P<0.05) dengan R1S. Rataan laju respirasi domba garut jantan secara keseluruhan sebesar 47.25 kali menit-1 lebih tinggi dari kisaran normal sebesar 26–32 kali menit-1 (Frandson 1992), namun masih berada dalam katagori stres panas rendah meskipun terjadi kenaikan nilai suhu dan kelembaban
8
lingkungan yang melebihi zona nyaman domba (Tabel 3). Hal ini dikarenakan domba pada penelitian kali ini sudah beradaptasi terhadap lingkungan dengan baik sehingga laju respirasi domba tergolong dalam kisaran normal. Domba yang mengalami stres panas rendah akan melakukan respirasi sebanyak 40-60 kali menit-1 (Silanikove 2000).
Tabel 3 Rataan respon fisiologis domba garut jantan Parameter Respirasi (kali/menit) Rataan Denyut Jantung (kali/menit) Rataan Suhu Rektal (oC) Rataan
R1
Waktu Pemberian Pakan Pagi Sore 44.17 ± 6.50 46.00 ± 5.53 47.33 ± 7.16 51.49 ± 9.71 45.75 ± 6.55 48.75 ± 7.88 83.00 ± 1.92 93.50 ± 6.42
45.08 ± 5.67 49.41 ± 8.21 47.25 ± 7.82 88.25 ± 7.12A
R2
69.83 ± 5.20
74.75 ± 13.64
72.29 ± 9.91B
R1 R2
76.42 ± 7.92 39.12 ± 0.38A 38.63 ± 0.03B 38.87 ± 0.36
84.12 ± 14.06 38.59 ± 0.35B 39.47 ± 0.19A 39.03 ± 0.54
38.85 ± 0.44 39.05 ± 0.46
Jenis Pakan R1 R2
Rataan
Keterangan: Angka pada kolom atau baris yang sama dan diikuti huruf berbeda (A, B) menunjukan berbeda sangat nyata ( P<0.01). R1= 60% konsentrat 1 + 40% rumput; R2= 60% konsentrat 2 + 40% limbah tauge).
Domba yang diberi pakan mengandung limbah tauge menunjukan frekuensi denyut jantung yang lebih lambat (72.29±9.91 kali menit-1) dibandingkan domba yang di beri pakan mengandung rumput (88.25±7.12 kali menit-1) dan masih berada dalam kisaran normal. Menurut Franson (1992) denyut jantung domba normal pada daerah tropis berkisar antara 60-120 kali menit-1. Hasil penelitian Sunando (2014) menunjukan bahwa rataan durasi ingestive terlihat adanya kecendrungan durasi tingkah laku ingestive (makan) lebih tinggi pada domba yang diberi pakan R1 dibandingkan dengan domba yang diberi pakan R2. Hal yang menyebabkan nilai frekuensi denyut jantung domba dengan perlakuan pakan rumput (R1) lebih tinggi dikarenakan palatabilitas rumput lebih rendah dibandingkan limbah tauge. Pakan dengan tingkat palatabilitas yang rendah akan mengakibatkan aktivitas makan lebih banyak sehingga frekuensi denyut jantung domba meningkat. Edey (1983) menyatakan bahwa denyut jantung merupakan bagian dari respon fisiologis ternak yang di pengaruhi oleh suhu lingkungan, gerakan dan aktivitas otot. Suhu rektal tertinggi terlihat pada domba yang diberi pakan R2 dengan manajemen waktu pemberian sore hari (S) sebesar 39.47±0.19 oC. Hal tersebut dikarenakan pakan R2 yang mengandung limbah tauge memiliki nutrisi yang tinggi dan pada malam hari suhu lingkungan akan menurun sehingga domba akan meningkatkan konsumsi pakan untuk meningkatkan suhu tubuh. Tingginya konsumsi nutrisi akan meningkatkan proses metabolisme tubuh sehingga panas tubuh yang dihasilkan akan lebih banyak (Wuryanto et al. 2010). Mahfuzhdin
9
(2014) menyatakan bahwa domba garut jantan yang diberi pakan mengandung limbah tauge mengkonsumsi bahan kering lebih banyak (945.95±58.73 g ekor-1 hari-1) dengan pertambahan bobot badan harian (144.42±18.85 g ekor-1 hari-1) lebih besar dibandingkan dengan domba yang diberi pakan mengandung rumput lapang (623.03±62.75 g ekor-1 hari-1) dengan pertambahan bobot badan harian (80.80±21.73 g ekor-1 hari-1). Pengamatan suhu rektal keseluruhan berada pada kisaran normal (38.59-39.47 oC) yang mengindikasikan bahwa kedua faktor perlakuan tidak mempengaruhi respon fisiologis domba. Marai et al. (2007) menyatakan bahwa suhu rektal domba dalam kondisi thermoneutral di daerah tropis bervariasi antara 38.3-39.9 oC. Profil Darah Domba Garut Jantan Selain pengamatan respon fisiologis ternak, pengamatan profil darah juga dapat menjadi indikator untuk mengetahui kesehatan ternak. Darah berfungsi sebagai sistem transportasi nutrisi, oksigen, sisa-sisa metabolisme, hormon, dan juga sebagai alat pertahanan tubuh dari benda-benda asing yang bersifat patogen (Guyton dan Hall 1997). Menurut Widiyono et al (2010) status fisiologis dapat mempengaruhi gambaran kimia darah ternak ruminansia kecil dan oleh karena itu perlu dipertimbangakan dalam evaluasi status kesehatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ternak. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan pemberian pakan tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05) terhadap kadar hemoglobin, persentase hematokrit, dan jumlah eritrosit, akan tetapi pada perlakuan manajemen waktu pemberian pakan menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05) terhadap jumlah eritrosit seperti yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4 Rataan profil darah domba garut jantan. Priode Pemberian Pakan Jenis Parameter Normal Pakan Pagi Sore R1 9.92 ± 1.17 7.93 ± 1.07 Hemoglobin 8-16f (g dl-1) R2 9.77 ± 0.64 9.39 ± 0.87 9.85 ± 0.88 8.66 ± 1.19 Rataan R1 27.16 ± 3.56 22.24 ± 4.36 Hematokrit 28-32g (%) R2 26.89 ± 1.77 26.83 ± 1.88 27.02 ± 2.60 24.53 ± 3.96 Rataan R1 11.86 ± 2.47 9.16 ± 1.35 Eritrosit 9-15e -3 (juta mm ) R2 13.27 ± 0.80 10.98 ± 1.98 12.56 ± 1.86a 10.06 ± 1.85b Rataan
Rataan 8.93 ± 1.48 9.58 ± 0.74 9.25 ± 1.07 24.70 ± 4.53 26.85 ± 1.69 25.77 ± 3.52 10.50 ± 2.34 12.12 ± 1.86
Keterangan: Angka pada kolom atau baris yang sama dan diikuti huruf berbeda (a, b) menunjukan berbeda nyata (P<0.05). R1= 60% konsentrat 1 + 40% rumput; R2= 60% konsentrat 2 + 40% limbah tauge, e(Smith dan Mangkuwidjojo 1998), f(Banks 1993), g(Guyton dan Hall 1997) .
10
Eritrosit, Hemoglobin, dan Hematokrit Hasil yang didapatkan pada penelitian menunjukan rataan keseluruhan jumlah eritrosit pada domba garut jantan berada dalam kisaran normal dan domba tidak mengalami anemia, yaitu sebesar 9.16-13.27 juta mm-3. Hasil tersebut selaras dengan kadar haemoglobin yang berada dalam kisaran normal sebesar 7.95-9.92 g dl-1. Produksi eritrosit dipengaruhi oleh konsentrasi hemoglobin dan hematokrit di dalam darah. Pada hewan normal, jumlah eritrosit sebanding dengan dan kadar hemoglobin dan hematokrit (Widjajakusuma dan Sikar 1986). Limbah tauge terbukti lebih baik dibandingkan dengan rumput karena limbah tauge memiliki kandungan protein kasar sebesar 13%-14% lebih tinggi dibandingkan rumput sehingga dapat memenuhi kebutuhan pokok dan produksi ternak yang lebih baik (Rahayu et al. 2010). Erniasih et al. (2006) menambahkan bahwa protein merupakan unsur nutrien yang sangat berperan penting dalam pembentukan eritrosit dan sintesis hemoglobin. Jumlah eritrosit domba yang diberikan pakan pada pagi hari (P) menunjukan perbedaan yang nyata (P<0.05) lebih banyak (12.56±1.86 juta mm-3) dibandingkan sore hari (S) (10.06±1.85 juta mm-3). Saat pagi hari menjelang siang hari kadar oksigen di lingkungan akan meningkat akibat hasil fotosintesis tanaman yang terjadi pada siang hari, dan saat sore hari menjelang malam hari akan terjadi penurunan kadar oksigen di lingkungan. Konsumsi pakan domba pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan sore hari karena domba merupakan hewan diurnal. Aktivitas domba yang tinggi dan suhu lingkungan yang terus meningkat pada siang hari akan membutuhkan jumlah eritrosit yang lebih banyak untuk kebutuhan metabolisme dalam tubuh, transportasi nutrisi pakan dan oksigen ke jaringan tubuh yang aktif bekerja. Rataan keseluruhan persentase hematokrit darah domba garut jantan berada dalam kisaran dibawah normal yaitu sebesar 24.53%-27.02% yang mengindikasikan domba tidak dehidrasi. Keadaan hematokrit dibawah normal disebabkan karena kedua jenis pakan yang berbeda yaitu rumput dan limbah tauge diberikan dalam bentuk segar yang mengandung kadar air yang tinggi. Duncan dan Prase (1997) menjelaskan bahwa nilai hematokrit akan menurun pada keadaan bunting, kelebihan cairan, dan anemia. Rataan keseluruhan hematokrit yang didapatkan pada penelitian kali ini sebanding dengan nilai kadar hemoglobin dan eritrosit yang mengindikasikan domba dalam kondisi normal. Diferensial Leukosit Leukosit atau sel darah putih merupakan sistem kekebalan tubuh yang akan aktif bila terjadi gangguan non spesifik seperti infeksi parasit, bakteri dan virus yang dapat menyebabkan ternak sakit. Guyton (1993) menyebutkan bahwa leukosit dalam aliran darah berperan sebagai kekebalan tubuh (imunitas). Hasil Perhitungan jumlah leukosit dan diferensial leukosit tertera pada Tabel 6. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa rataan keseluruhan jumlah leukosit pada domba garut jantan berkisar 8.78-11.80 ribu m-3 dan berada dalam kisaran normal. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa ternak pada penelitian dalam keadaan sehat. Menurut Kelly (1984), leukosit terdiri dari dua tipe yaitu polimorfonuklear leukosit (granulosit) dan mononuklear leukosit (agranulosit). Leukosit granuler terbagi menjadi tiga jenis yaitu neutrofil, basofil, dan eosinofil. Ketiga jenis tersebut memiliki peran tersendiri sebagai imunitas tubuh. Neutrofil
11
berfungsi untuk memfagositosis dan membunuh organisme serta membatasi penyebaran mikroorganisme sedangkan eosinofil berfungsi sebagai indikasi parasitosis, alergi, dan kondisi lainnya dan basofil berfungsi hampir serupa dengan eosinofil yaitu sebagai sel yang merespon terhadap reaksi alergi dan mencegah terjadinya penggumpalan darah karna mengandung histamin (Haen 1995; Theml 2004; Lawhead dan Baker 2005).
Tabel 5 Rataan jumlah leukosit dan diferensial leukosit domba garut jantan. Priode Pemberian Pakan Jenis Parameter Normal Rataan Pakan Pagi Sore R1 11.80 ± 5.04 8.78 ± 2.37 10.28 ± 1.98 Leukosit 4-12c (Ribu m-3) R2 11.30 ± 3.53 8.84 ± 3.24 10.07 ± 3.40 Rataan 11.55 ± 4.03 8.80 ± 2.63 10.17 ± 3.66 d R1 41.50 ± 4.12 37.75 ± 14.89 39.62 ± 10.31 Limfosit 40-75 (%) R2 51.50 ± 19.94 50.00 ± 19.95 50.75 ± 18.48 46.50 ± 14.36 43.87 ± 17.56 45.18 ± 16.90 Rataan e R1 2.75 ± 2.22 1.75 ± 1.50 2.25 ± 1.83 3-8 Monosit (%) R2 5.00 ± 1.41 2.75 ± 1.26 3.87 ± 1.73 3.87 ± 2.10 2.25 ± 1.39 3.06 ± 1.61 Rataan d R1 10-50 Neurofil 34.00 ± 8.83 57.25 ± 14.15 45.62 ± 16.54 (%) R2 32.50 ± 16.34 38.75 ± 14.91 35.62 ± 14.86 33.25 ± 12.18 48.00 ± 16.69 40.62 ± 13.72 Rataan c R1 1-10 Eosinofil 13.50 ± 4.12 3.25 ± 2.06 8.37 ± 6.25 (%) R2 11.00 ± 6.88 5.75 ± 2.50 8.37 ± 5.55 12.25 ± 5.42A 4.50 ± 2.51B Rataan d R1 0±0 <1 0±0 0±0 Basofil (%) R2 0±0 0±0 0±0 0 ± 0 0 ± 0 Rataan R1 1.35 ± 1.05 <1.5f Netrofil/ 0.81 ± 0.17 1.89 ± 1.33 Limfosit R2 0.93 ± 0.77 0.82 ± 0.67 1.05 ± 0.95 0.82 ± 0.45 1.47 ± 1.16 1.14 ± 0.07 Rataan Keterangan: Angka pada kolom atau baris yang sama dan diikuti huruf berbeda (A, B) menunjukan berbeda sangat nyata (P<0.01). R1= 60% konsentrat 1 + 40% rumput; R2= 60% konsentrat 2 + 40% limbah tauge, c(Kelly 1984), d(Jain 1993), e(Zukesti 2003), f(Kannan et al 2000).
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa jumlah netrofil dan basofil tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0.05) dan masih dalam kisaran normal, sedangkan jumlah eosinofil menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada domba yang diberi pakan pada pagi hari memiliki jumlah eosinofil lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang diberi pakan pada sore hari (S) dan terlihat melebihi normal sebesar 12.25±5.42 %. Hal ini mengindikasikan kemungkinan terjadinya infeksi parasit lebih besar pada sistem pencernaan dan
12
alergi akibat suhu lingkungan yang rendah pada domba yang diberi pakan pagi hari dibandingkan pada domba yang diberi pakan pada sore hari. Pada pagi hari suhu terlihat lebih rendah dibandingkan dengan sore hari dan perbedaan suhu tersebut dapat menimbulkan reaksi alergi dingin terhadap tubuh ternak. Eosinofil memiliki fungsi yang istimewa yaitu menyerang dan menghancurkan larva cacing yang menyusup serta mengindikasikan bahwa ternak mengalami alergi. Jumlah sel eosinofil akan meningkat pada saat terjadi reaksi alergi atau infeksi oleh parasit (Tizard 1982). Leukosit agranuler terbagi menjadi dua jenis yaitu limfosit dan monosit. Dalam peredaran darah limfosit memiliki peran sebagai sistem kekebalan tibuh (imunitas) sedangkan monosit berperan sebagai magrofag yang memfagosit mikroba partikel asing yang menyerang tubuh dan sel sisa hasil aktivitas neutrofil (Guyton 1993; Lawhead dan Baker 2005). Hasil analisis ragam menunjukan jumlah leukosit agranulosit masih berada dalam kisaran normal dan tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0.05). Menurut Sugito et al. (2007) perhitungan rasio antara netrofil dan limfosit dapat dijadikan sebagai indikator cekaman panas dari lingkungan terhadap ternak. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa rataan rasio nerofil dan limfosit tidak berbeda nyata (P>0.05) dan masih dalam kisaran normal. Nilai rasio antara netrofil dan limfosit pada domba penelitian kali ini membuktikan bahwa domba tidak mengalami cekaman panas dan kedua perlakuan terbukti tidak memberikan pengaruh terhadap cekaman panas yang di terima domba.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Respon fisiologis dan profil darah domba dengan pakan yang mengandung limbah tauge dan manajemen waktu pemberian pakan sore hari dalam kisaran normal. Limbah tauge dapat dijadikan pakan alternatif pengganti rumput dan manajemen waktu pemberian pakan sore hari tidak mengganggu respon fisiologis dan profil darah serta dapat diterapkan oleh peternak domba . Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan menggunakan hewan yang lebih banyak dan beragam guna memperkaya data respon fisiologis dan profil darah yang diberikan pakan limbah tauge. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kesehatan ternak yang diberikan pakan limbah tauge yang berasal dari limbah pasar.
13
DAFTAR PUSTAKA Awabien RL. 2007. Respon fisiologis domba yang diberi minyak ikan dalam bentuk sabun kalsium [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Banks WJ. 1993. Applied veterinery histology. Texas (US): Mosby, Inc. Duncan JRK, Prase W. 1997. G'eterinarv Lahoratan, Medicine. Clinical Pathology. Ames . Iowa (US): The Iowa state University Pr. Edey TN. 1983. The genetic pool of sheep and goat. In: Goat and sheep Production in the tropics. ELBS. Essex (UK) Longman Group Ltd. Erniasih I. 2006. Penambahan limbah padat kunyit (Curcuma Domestica) pada ransum ayam dan pengaruhnya terhadap status darah dan hepar ayam (Gallus sp). Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol XIV. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Guyton AC. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-7. Terjemahan: K.A Tengadi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Guyton AC, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Terjemahan: Irawati. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Haen PJ. 1995. Principles of Hematology. Harris L, editor. Chicago (US) : Loyola Marymont University. Wm. C. brown Publisher. Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Tillman AD. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): UGM Press. Jain NC.1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia (US): Lea and Febiger. Kannan G, Terrill TH, Kouakou B, Gazal OS, Gelaye S, Amoah EA, Samake S, 2000. Transportation of goats: effects on physiological stress responses and live weight loss. J. Anim. Sci., 78: 1450–1457 Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. London (UK): Bailliere Tindall. Lawhead J, Baker M. 2005. Introduction to Veterinary Science. New York (US): Delmar. Mahfuzhdin I. 2014. Performa domba garut jantan yang diberi pakan limbah tauge sebagai pakan pengganti rumput lapang pada waktu pemberian yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Marai IFM, El-Darawany AA, Fadiel A, Abdel-Hafez MAM. 2007. Physiological traits as affected by heat stress in sheep. Small Ruminant Research 71:1-12. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. Bogor (ID) : IPB Pr. Mubarak AE. 2005. Nutritional composition and nutritional factors of mung bean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional precesses. Food Chem. 89: 489-495. Oktameina WY. 2011. Respon fisiologi domba garut yang dipelihara secara semi intensif dengan perlakuan pencukuran di peternakan PT Indocement [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Purnamasari L. 2013. Respon fisiologis domba ekor tipis serta palatabilitas limbah tauge dan kangkung kering sebagai pengganti rumput [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
14
Rahayu S, Wadito DS, Ifafah WW. 2010. Survey potensi limbah tauge di Kotamadya Bogor. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sastradipradja D, Hartini S. 1989. Fisiologi Veteriner. Bogor (ID): FKH –IPB. Silanikove N. 2000. Effects of heat stress on the welfare of extensively managed domestic ruminants. J Livestock Production Sci. 67 (1–2), 1–18. Smith JB, Mangkuwidjodjo S. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Ed ke-1. Jakarta (ID): UI Pr. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): GM Pr. Sugito W, Manalu DA, Astuti E, Handharyani, Cherul. 2007. Efek cekaman panas dan pemberian ekstrak heksan tanaman Jaloh (Salix tetrasperma roxb) terhadap kadar kortisol, trioditironin dan profil hematologi ayam broiler. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/jit v/jitv123-2.pdf.[diunduh 2013 Desember 10]. Sunando H. 2014. Tingkah laku domba garut jantan muda dengan pemeliharaan intensif yang diberi pakan ransum limbah tauge pada waktu pemberian yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Theml H, Diem H, Haferlach T. 2004. Color atlas of hematology, Practical Microscopic and Clinical Diagnosis. Stuttgart (US): Thieme. Tizard I. 1982. Pengantar Immunologi Veteriner. Surabaya (ID): Airlangga University Pr. Widiyono I, Wulandari S., Hartini P. 2009. Kadar fosfat dalam plasma domba umur 2-16 minggu. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Agribisnisdi Pedesaan. Yogyakarta (ID): Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kulon Progo. 2007 Nov 8 Pp. 71-76. Widjajakusuma R, Sikar H. 1986. Fisiologi Hewan Laboratorium. Fisologi dan Farmakologi. Bogor (ID): FKH – IPB. Widyarti M, Oktavia Y. 2011. Analisis iklim mikro kandangdomba garut sistem tertutup milik fakultas peternakan ipb. J Tek Pertanian. 25 (1): 37-42 Wuryanto IPR, Darmoatmojo LMYD, Dartosukarno S, Arifin M, Purnomoadi A. 2010. Produktivitas. respon fisiologis dan perubahan komposisi tubuh pada sapi jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein berbeda. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 2005 sept 12-13 Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologissapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya. Media Petern. 29 (1): 35-46 Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in livestock. Ed ke-1. Florida (US): CRC Pr. Zukesti E. 2003. Peranan Leukosit sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam Tubuh. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara pr.
15
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil analisis ragam respirasi domba garut jantan Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
Db 3 1 1 1 9 15
JK
104.1689 75.0822 35.9400 5.4289 550.9889 771.6090
KT
34.7229 75.0822 35.9400 5.4289 61.2209
F
P
0.57 1.23 0.59 0.09
0.6504 0.2968 0.4632 0.7726
Lampiran 2 Hasil analisis ragam denyut jantung domba garut jantan Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
Db 3 1 1 1 9 15
JK
143.8793 1 018.7268 237.6993 31.1643 630.5363 2 062.0060
KT
47.9597 1 018.7268 237.6993 31.1643 70.0595
F
P
0.68 14.54 3.39 0.44
0.5836 0.0041 0.0986 0.5215
Lampiran 3 Hasil uji Duncan pakan terhadap denyut jantung domba garut jantan Pakan R1 R2
Jumlah 8 8
Rata-rata 88.250 72.291
Pengelompokan A B
Lampiran 4 Hasil analisis ragam suhu rektal domba garut jantan Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
Db 3 1 1 1 9 15
JK
0.10906875 0.15800625 0.10080625 1.87005625 0.81445625 3.05239375
KT
0.03635625 0.15800625 0.10080625 1.87005625 0.09049514
F
0.40 1.75 1.11 20.66
P
0.7553 0.2190 0.3187 0.0014
Lampiran 5 Hasil uji Duncan interaksi 2 faktor terhadap suhu rektal domba garut jantan Perlakuan R1P R1S R2P R2S
Jumlah 4 4 4 4
Rata-rata 39.11 38.56 38.63 39.47
Pengelompokan A B B A
16
Lampiran 6 Hasil analisis ragam hemoglobin Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
Db 3 1 1 1 9 15
JK 0.73661875 1.70955625 5.67630625 2.56800625 10.37270625 21.06319375
KT 0.24553958 1.70955625 5.67630625 2.56800625 1.15252292
F 0.21 1.48 4.93 2.23
P 0.8849 0.2542 0.0536 0.1697
KT 1.1618229 18.5976562 24.8751562 23.6439062 12.4008507
F 0.09 1.50 2.01 1.91
P 0.9616 0.2518 0.1904 0.2007
KT 3.15669167 10.46522500 24.95002500 0.16402500 3.11004722
F 1.01 3.36 8.02 0.05
P 0.4304 0.0998 0.0196 0.8235
KT 0.03144167 0.00040000 0.06760000 0.00022500 0.02842500
F 1.11 0.01 2.38 0.01
P 0.3961 0.9082 0.1574 0.9311
KT 0.08460625 0.17015625 0.33350625 0.06890625 0.07866181
F 1.08 2.16 4.24 0.88
P 0.4073 0.1754 0.0696 0.3737
Lampiran 7 Hasil analisis ragam hematokrit Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
Db 3 1 1 1 9 15
JK 3.48546875 18.59765625 24.87515625 23.64390625 111.6076563 182.2098438
Lampiran 8 Hasil analisis ragam jumlah eritrosit Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
Db 3 1 1 1 9 15
JK 9.47007500 10.46522500 24.95002500 0.16402500 27.99042500 73.03977500
Lampiran 9 Hasil uji Duncan manajemen terhadap jumlah eritrosit Manajemen pemberian P S
Jumlah 8 8
Rata-rata 12.5625 10.0650
Pengelompokan A B
Lampiran 10 Hasil analisis ragam jumlah leukosit Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
Db 3 1 1 1 9 15
JK 0.09432500 0.00040000 0.06760000 0.00022500 0.25582500 0.41837500
Lampiran 11 Hasil analisis ragam jumlah neutrofil Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
DB 3 1 1 1 9 15
JK 0.25381875 0.17015625 0.33350625 0.06890625 0.70795625 1.53434375
17
Lampiran 12 Hasil analisis ragam jumlah limfosit Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
DB 3 1 1 1 9 15
JK 0.24116875 0.12780625 0.02030625 0.00680625 0.87465625 1.27074375
KT 0.08038958 0.12780625 0.02030625 0.00680625 0.09718403
F 0.83 1.32 0.21 0.07
P 0.5114 0.2810 0.6584 0.7972
KT 0.01517500 0.06250000 0.05522500 0.00810000 0.01522500
F 1.00 4.11 3.63 0.53
P 0.4376 0.0734 0.0892 0.4843
KT 0.06487500 0.00040000 0.67240000 0.10562500 0.05934722
F 1.09 0.01 11.33 1.78
P 0.4008 0.9364 0.0083 0.2149
Lampiran 13 Hasil analisis ragam jumlah monosit Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
DB 3 1 1 1 9 15
JK 0.04552500 0.06250000 0.05522500 0.00810000 0.13702500 0.30837500
Lampiran 14 Hasil analisis ragam jumlah eosinofil Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
DB 3 1 1 1 9 15
JK 0.19462500 0.00040000 0.67240000 0.10562500 0.53412500 1.50717500
Lampiran 15 Hasil uji Duncan manajemen terhadap jumlah eosinofil Manajemen pemberian P S
Jumlah 8 8
Rata-rata 3.0688 2.6588
Pengelompokan A B
Lampiran 16 Hasil analisis ragam jumlah Basofil Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
DB 3 1 1 1 9 15
JK
KT 0 0 0 0 0 0
F 0 0 0 0 0
P 0 0 0 0
0 0 0 0
Lampiran 17 Hasil analisis ragam rasio antara netrofil dan limfosit Sumber keragaman Kelompok Pakan Manajemen pemberian Pakan*Manajemen pemberian Galat Total
DB 3 1 1 1 9 15
JK
0.02006875 0.00525625 0.01265625 0.00525625 0.04720625 0.09044375
KT
0.00668958 0.00525625 0.01265625 0.00525625 0.00524514
F
1.28 1.00 2.41 1.00
P
0.3404 0.3430 0.1548 0.3430
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Juni 1992. Penulis merupakan anak kedua dari 3 bersaudara pasangan Bapak Matrodji dan Ibu Sriatun. Penulis mengawali pendidikan sekolah dasar pada tahun 1998 di SDN Selong 04 Pagi dan menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2004. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai tahun 2004 di SMPN 13 Kota DKI Jakarta dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 60 Kota DKI Jakarta pada tahun 2007 dan diselesaikan pada tahun 2010. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN dan diterima Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai pengurus di beberapa organisasi mahasiswa. Sebagai pengurus Divisi Kewirausahaan Badan Eksekutif Mahasiswa Peternakan (BEM-D) pada periode 2011-2012 dan sebagai Pengurus Club Satwa Harapan Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPROTER) periode 2012-2013. Penulis menjadi juara 3 tahun 2012 dan juara favorit 2013 lomba perkusi IPB Art Contest. Penulis pernah mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa tahun 2012 Bidang Kewirausahaan yang didanai DIKTI yang berjudul Kebun Rumput Gajah Sebagai Bisnis Penyediaan Hijauan Pakan Berkelanjutan. Penulis juga aktif dalam Kepanitiaan kegiatan, pada tahun 2010 sebagai anggota IPB Goes to School di jakarta (IGTS), dan sebagai Ketua Busines Challenge IPB 2011. Dalam bidang akademik, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Ilmu Produksi Ruminansia Kecil pada tahun 2013 dan Asisten Praktikum mata kuliah Pengenalan Kesehatan dan Kesejahteraan Ternak Tropis pada tahun 2014 .