RESPON FISIOLOGIS KAMBING KACANG DENGAN PAKAN BERBEDA PADA PEMELIHARAAN SEMI INTENSIF
VINNY PUTERI SUARTIN
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Fisiologis Kambing Kacang dengan Pakan Berbeda pada Pemeliharaan Semi Intensif adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014
Vinny Puteri Suartin NIM D14100051
ABSTRAK VINNY PUTERI SUARTIN. Respon Fisiologis Kambing Kacang dengan Pakan Berbeda pada Pemeliharaan Semi Intensif. Dibimbing oleh MUHAMAD BAIHAQI dan EDIT LESA ADITIA. Pakan tambahan untuk kambing kacang pada pola pemeliharaan semi intensif berguna untuk memperbaiki performa kambing. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian pakan tambahan berupa limbah tauge, leguminosa dan konsentrat terhadap respon fisiologis kambing kacang. Penelitian ini menggunakan 10 ekor kambing kacang ( 3 jantan, 7 betina) berumur I1 dengan 2 jenis pakan dan 3 ulangan. Pakan R1 (100% leguminosa) dan R2 (50% limbah tauge + 50% konsentrat). Parameter yang diamati meliputi suhu rektal, denyut jantung dan respirasi. Data dianalisa menggunakan Uji T. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju respirasi kambing di pagi hari tidak berpengaruh secara signifikan (P>0.05). Pada sore hari menunjukkan bahwa laju respirasi dipengaruhi oleh pakan. Kambing dengan pakan mengandung leguminosa berpengaruh secara signifikan (P<0.01). Respirasi kambing kacang dengan perlakuan R1 (41.53±2.98) dan pada perlakuan R2 (29.44±6.32). Parameter denyut jantung dan suhu rektal menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0.05) pada pengamatan pagi hari maupun sore hari.
Kata kunci:kambing kacang, respon fisiologis, semi intensif
ABSTRACT VINNY PUTERI SUARTIN. Physiological Response Kacang Goat with Different Feed on Semi Intensive. Supervised by MUHAMAD BAIHAQI and EDIT LESA ADITIA. Additional feeding for kacang goat on semi intensive useful for their performance. This research aimed to evaluate the influence of additional feeding of bean sprout waste, legumes and concentrate on the physiological response of kacang goat. This research used 10 kacang goat ( 3 buck, 7 does) aged I1with 2 types of feed as treatments. Feed R1 (100% legumes) and R2 (50% bean sprout waste+50% concentrate). Observed parameters were body temperature, heartbeat and respiration. Data were analyzed by T-test. The result showed respiration of goat in the morning was not significantly different (P>0.05). In the afternoon showed respiration was affected by the feed R1 (27.22±2.80) and R2 (26.02±0.84). Goat with feed containing legumes have a different significantly (P<0.01). Respiration kacang goat with R1 treatment (41.53±2.98) and R2 (29.44±6.32). Parameters of heartbeat and body temperature were not significantly different (P>0.05) in the morning and afternoon observation days. Key words: kacang goat, physiological response, semi intensive
RESPON FISIOLOGIS KAMBING KACANG DENGAN PAKAN BERBEDA PADA PEMELIHARAAN SEMI INTENSIF
VINNY PUTERI SUARTIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Respon Fisiologis Kambing Kacang dengan Pakan Berbeda pada Pemeliharaan Semi Intensif Nama : Vinny Puteri Suartin NIM : D14100051
Disetujui oleh
M.Baihaqi, SPt MSc Pembimbing I
Edit Lesa Aditia, SPt MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul “Respon Fisiologis Kambing Kacang dengan Pakan Berbeda pada Pemeliharaan Semi Intensif”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak M Baihaqi, SPt MSc selaku dosen pembimbing utama, kepada Bapak Edit Lesa Aditia, SPt MSc selaku dosen pembimbing anggota yang telah banyak memberi saran serta kepada Bapak Dr Agr Asep Gunawan, SPt MSc selaku dosen penguji atas saran dan masukannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua (Donny Kusmawan, SE dan Dewi Suryati) serta kakak tercinta (Muhamad Taufan Megantara) atas segala bentuk dukungan, doa dan motivasi baik moril maupun material yang diberikan kepada penulis. Selain itu, terima kasih kepada tim penelitian (Slamet Heri, Aljanofri, Hengki, Amilin dan Yoni) atas segala bentuk bantuannya dalam penelitian ini, serta para sahabat Jannaatin Alfaafa, Sela Pratiwi, Asnidar Reni M.Nasir, M. Irfan Fadillah dan M. Faisal Nurhuda yang selalu mendukung dan memberikan motivasi terhadap penulis. Tidak lupa pada seluruh teman-teman IPTP 47 atas segala doa dan kasih sayang yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Vinny Puteri Suartin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan Alat Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Performa Kambing Respon Fisiologis Kambing Kacang Pagi Hari Respon Fisiologis Kambing Kacang Sore Hari SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 1 2 2 2 2 3 3 4 4 6 6 7 9 9 11 12
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Komposisi kimia dan bahan pakan penelitian Suhu dan kelembaban di dalam kandang Suhu dan kelembaban di luar kandang PBBH dan konsumsi bahan kering harian kambing Pengamatan respon fisiologis kambing kacang pada pagi hari Pengamatan respon fisiologis kambing kacang pada sore hari
2 4 5 6 7 8
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Uji T suhu rektal kambing kacang pada pengamatan pagi hari Uji T suhu rektal kambing kacang pada pengamatan sore hari Uji T denyut jantung kambing kacang pada pengamatan pagi hari Uji T denyut jantung kambing kacang pada pengamatan sore hari Uji T respirasi kambing kacang pada pengamatan pagi hari Uji T respirasi kambing kacang pada pengamatan sore hari
11 11 11 11 11 12
PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang mempunyai banyak keunggulan sehingga baik untuk diternakkan. Devendra dan Burns (1994) menyatakan keunggulan kambing kacng ini yaitu sebagai ternak penghasil daging dan susu, bersifat prolifik, dapat beranak setiap tahun selama masa produktifnya, mudah beradaptasi dengan berbagai lingkungan bahkan di lingkungan yang buruk. Kambing kacang ini memiliki daya tahan terhadap beberapa penyakit. Beberapa sistem pemeliharaan kambing di Indonesia yaitu sistem pemeliharaan intensif, semi intensif dan ekstensif. Sistem pemeliharaan ternak secara semi intensif adalah kegiatan pemeliharaan ternak dengan sistem penggembalaan yang dilakukan secara teratur dan baik, namun juga disediakan kandang untuk dihuni ternak pada malam hari. Kondisi tertentu seperti saat menjelang kelahiran atau saat menjelang pemotongan, ternak diberikan perhatian secara intensif dan dikandangkan satu hari penuh. Pemeliharaan ternak kambing dipandang sangat cocok dalam kondisi lahan pertanian, karena ternak kambing dikenal mudah beradaptasi pada berbagai kondisi agroekosistem pedesaan serta merupakan usaha komplementer dalam suatu sistem pertanian tanaman pangan (Winarso 2010). Sistem pemeliharaan semi intensif ini dapat mempengaruhi performa kambing. Performa ternak kambing dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah pakan dan kondisi lingkungan. Untuk meningkatkan performa ternak, diberikan pakan tambahan. Pakan tambahan yang dapat diberikan untuk meningkatkan performa kambing dapat berasal dari limbah pasar, salah satunya adalah limbah tauge. Limbah tauge memiliki kandungan nutrien, salah satunya adalah protein kasar yang lebih tinggi dibanding rumput lapang. Rahayu et al (2010) menyatakan bahwa limbah tauge merupakan salah satu limbah pasar yang sangat berpotensi untuk digunakan sebagai pakan ternak karena produksi tauge tidak mengenal musim dengan ketersediaan relatif banyak. Berdasarkan penelitian sebelumnya, penambahan limbah tauge menghasilkan performa ternak yang baik tanpa mengganggu performa produksinya (Wandito 2011). Adanya kedua faktor tersebut maka timbul perubahan pada ternak bila ditinjau dari segi respon fisiologis. Respon fisiologis merupakan suatu reaksi yang dilakukan oleh setiap sistem hidup terhadap berbagai perubahan yang terjadi pada lingkungannya (Isnaeni 2006). Respon fisiologis terhadap lingkungan ini selalu berubah sesuai waktu dan tempat. Kondisi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu cuaca, manajemen dan nutrisi (Awabien 2007). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian pakan tambahan berupa limbah tauge, leguminosa dan konsentrat terhadap respon fisiologis kambing kacang yang dipelihara semi intensif
2 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji penggunaan limbah tauge sebagai pakan alternatif dengan manajemen pemeliharaan semi intensif terhadap respon fisiologis kambing kacang. Kambing kacang yang digunakan sebanyak 10 ekor berumur I1. Pakan yang digunakan adalah campuran limbah tauge dan konsentrat serta leguminosa. Adapun parameter yang diukur pada respon fisiologis adalah denyut jantung, suhu rektal serta laju respirasinya.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Januari hingga Maret 2014. Pemeliharaan dan pengamatan dilakukan di laboratorium lapang Ruminansia Kecil, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa proksimat terhadap pakan dilaksanakan di Pusat Antar Universitas (PAU). Bahan Ternak yang digunakan adalah 10 ekor kambing kacang (3 jantan dan 7 betina) dengan rataan bobot badan awal 12.9±2.68 kg dan umur ternak rata-rata 1 tahun yang diperoleh dari peternakan rakyat di Kabupaten Bogor. Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas leguminosa (PK 23.46%, TDN 70.64%), limbah tauge (PK 12.66%, TDN 63.05%) serta konsentrat. Pakan tambahan yang diberikan adalah R1 (100% leguminosa) dan R2 (50% limbah tauge + 50% konsentrat). Rasio bahan pakan antara konsentrat : limbah tauge adalah 50 : 50 berdasarkan bobot kering. Komposisi kimia ransum penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1Komposisi kimia dan bahan pakan penelitian Komposisi Kimia* Limbah Tauge Gamal Rumput Lapang
Bahan Kering 100.00 100.00 100.00
Abu 0.73 1.72 0.76
Protein kasar 12.66 23.46 5.82
Serat kasar 31.51 23.09 33.66
Lemak kasar 0.73 1.72 0.76
Beta-N
TDN
54.37 50.01 59
63.05 70.64 59.52
Keterangan : R1 (100 % leguminosa) dan R2 (50% konsentrat +50% limbah tauge); *Hasil Analisa Proksimat Pusat Antar Universitas 2014. TDN dihitung menurut perhitungan Wandito (2011).
3 Alat Peralatan yang digunakan adalah kandang individu berukuran 90 x 90 x 100 cm, tempat makan dan minum, timbangan gantung ternak, alat suntik, stetoskop, termohygrometer manual, termometer digital, dan stopwatch. Prosedur Persiapan Penelitian Persiapan penelitian ini meliputi persiapan sarana dan prasarana yang mendukung dalam pemeliharaan ternak seperti persiapan kandang, obat-obatan, dan pakan. Sebanyak 10 kambing kacang yang baru datang diberi larutan gula untuk memulihkan kondisi ternak kemudian diberikan obat cacing, antibiotik serta vitamin. Masa Pemeliharaan (Adaptasi dan Perlakuan) Masa adaptasi dilakukan terhadap lingkungan dan pakan sebelum pengambilan data, hingga kambing terbiasa untuk mengkonsumsi pakan sesuai dengan perlakuan dan memiliki tingkat pertumbuhan yang seragam. Masa adaptasi dilakukan selama 1 bulan. Kambing sudah mulai dipelihara secara semi intensif dan pada saat sore hari diberi pakan tambahan sesuai perlakuan yang diberikan. Setiap minggunya, kambing diberikan vitamin untuk menjaga kondisi ternak. Periode pemeliharaan, ternak dipelihara secara semi intensif dengan waktu penggembalaan antara pukul 11.00 sampai 16.00 setelah itu dikandangkan secara individu dan pada pukul 16.30 WIB diberikan ransum sesuai masing-masing perlakuan. Air minum diberikan ad libitum. Suhu dan kelembaban di dalam kandang diukur setiap hari pada pukul 07.30 WIB, 14.30 WIB dan 16.30 WIB. Suhu dan kelembaban di luar kandang diukur setiap jam dimulai dari pukul 11.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Pengamatan Respon Fisiologis Pengamatan respon fisiologis dilakukan 3 kali yaitu pada awal, tengah dan akhir penelitian. Pengamatan dilakukan pada pukul 07.00-07.30 WIB dan 16.0016.30 WIB. Peubah yang diamati meliputi : 1. Respirasi diukur dengan cara menghitung jumlah hembusan nafas kambing pada bagian rongga dada dengan bantuan stopwatch (Pamungkas dan Hendri 2006) selama 1 menit dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. 2. Pengamatan denyut jantung dengan cara menghitung banyaknya detak jantung kambing dengan menggunakan stetoskop pada dada sebelah kiri (Pamungkas dan Hendri 2006) selama 1 menit dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. 3. Suhu rektal diukur dengan cara memasukkan termometer digital ke dalam rektum. Layar termometer menunjukkan L oC (mengindikasikan termometer siap digunakan untuk membaca suhu). L o C akan terhapus setelah suara dari sinyal alarm termometer tersebut bunyi. Suhu yang tertera pada layar sudah terekam (Adelodun et al. 2012).
4 Analisis Data Data bobot badan kambing serta suhu di dalam dan di luar kandang diolah menggunakan statistika deskriptif dengan membandingkan rataan data antar perlakuan. Uji T digunakan untuk mengetahui perbedaan respon fisiologis kambing kacang dengan perlakuan pakan yang berbeda. Model matematika yang digunakan sebagai berikut (Walpole 1995) :
√ ⁄
√ ⁄
Keterangan : t = Nilai t hitung yang dibandingkan dengan t tabel untuk penerimaan hipotesis Xi = Rata-rata perlakuan ke-i Xj = Rata-rata perlakuan ke-j S = Simpangan baku N = Jumlah individu sampel Do = Selisih 2 rataan yang berbeda
Perhitungan Tingkat Stres Perhitungan tingkat stres dilakukan dengan rumus temperature humidity index yaitu : THI = db oC – {(0.31 – 0.31 RH) (db oC – 14.4)} Keterangan : db oC = termometer bola kering (oC) ; RH = (kelembaban %) / 100. Kategori stres berdasarkan nilai yang didapat adalahkurang dari 22.2 = tidak mengalami stres panas; 22.2-23.3 = mengalami stres panas sedang; 23.3-25.6 = stres panas agak berat; lebih dari 25.6 = ekstrim panas. *= perhitungan dilakukan berdasarkan rumus THI menurut Marai et al. (2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi lingkungan di sekitar kandang dapat mempengaruhi ternak, baik tingkah laku, respon fisiologis maupun produktivitas ternak. Suhu dan kelembaban di dalam dan luar kandang ditunjukkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2Suhu dan kelembaban di dalam kandang Waktu
Suhu (o C)
Kelembaban (%)
Nilai THI*
07.30 14.30 16.30 Rata-rata
24.97±0.75 28.02±2.60 27.88±1.86 26.96±1.74
87.63±7.98 84.38±6.96 85.06±5.48 85.69±6.80
24.55 27.34 27.21 26.33
Level Stres Panas* Agak berat Ekstrim Ekstrim Ekstrim
Keterangan : Kurang dari 22.2 = tidak mengalami stres panas; 22.2-23.3 = mengalami stres panas sedang; 23.3-25.6 = stres panas agak berat; lebih dari 25.6 = ekstrim panas. *perhitungan dilakukan berdasarkan rumus THI menurut Marai et al. (2007).
5
Tabel 3Suhu dan kelembaban di luar kandang Waktu
Suhu (o C)
11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 Rataan
29.15±1.60 31.48±2.74 30.87±2.94 30.23±2.82 29.75±2.45 30.30±2.60
Kelembaban (%) 77.42±8.18 68.58±11.38 71.85±11.93 73.85±11.22 75.50±10.78 73.44±9.57
Nilai THI* 28.12 29.82 29.43 28.95 28.54 28.97
Level Stres Panas* Ekstrim Ekstrim Ekstrim Ekstrim Ekstrim Ekstrim
Keterangan : Kurang dari 22.2 = tidak mengalami stres panas; 22.2-23.3 = mengalami stres panas sedang; 23.3-25.6 = stres panas agak berat; lebih dari 25.6 = ekstrim panas. *= perhitungan dilakukan berdasarkan rumus THI menurut Marai et al. (2007).
Terdapat 4 unsur iklim mikro yang mempengaruhi produktivitas secara langsung yaitu suhu, kelembaban udara, respirasi, radiasi dan kecepatan angin. Yani dan Purwanto (2006) menyatakan keempat unsur tersebut dapat menghasilkan pengaruh yang berbeda. Temperatur dan kelembaban udara selama penelitian dapat mempengaruhi konsumsi pakan serta pertumbuhan kambing. Suhu dan kelembaban di luar dan di dalam kandang terdapat perbedaan, rataan dalam kandang sebesar 26.96±1.74 oC sedangkan di luar kandang sebesar 30.30±2.60 oC . Smith dan Mangkuwidjojo (1988) menyatakan daerah nyaman bagi kambing berkisar antara 18 oC dan 30 oC. Hal ini mengindikasikan bahwa kambing masih dalam kondisi yang nyaman saat kambing berada di dalam kandang namun saat di luar kandang, kambing berada dalam kondisi tidak nyaman. Kelembaban di luar serta di dalam kandang pun memiliki perbedaan yaitu kelembaban di luar kandang sebesar 73.44±9.57% sedangkan di dalam kandang sebesar 85.69±6.80%. Kartasudjana (2001) menyatakan kelembaban optimal bagi kambing adalah dibawah 75%. Kelembaban yang tinggi di dalam kandang dipengaruhi oleh musim penghujan sedangkan Oktameina (2011) menyatakan kelembaban yang tinggi di dalam kandang menunjukkan bahwa udara di dalam kandang mengandung uap air yang tinggi yang dihasilkan dari proses respirasi ternak. Efek ini menjadi semakin buruk ketika kelembaban yang tinggi disertai dengan stres panas (Hafez 2002). Level stres panas meningkat seiring dengan peningkatan nilai THI yang tertera pada Tabel 2 dan Tabel 3. Level stres ekstrim terdapat pada pukul 11.00 WIB hingga pukul 16.30 WIB, hal ini dikarenakan nilai suhu serta kelembaban yang tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai THI dan level stres panas. Meskipun demikian, keadaan ini masih dapat ditoleransi oleh kambing kacang yang telah beradaptasi di daerah tropis sehingga tahan terhadap suhu dan kelembaban yang tinggi. Selain itu, modifikasi perhitungan nilai THI menurut Marai et al. (2007) dilakukan di daerah sub-tropis sehingga kurang tepat dijadikan sebagai acuan untuk mengukur tingkat stres pada kambing di daerah tropis. Hafez (2002) menambahkan bahwa ternak yang terpapar suhu tinggi mengakibatkan penurunan bobot badan, average daily gain (ADG) dan tingkat pertumbuhan yang tercermin dari lemahnya reproduksi.
6 Performa Kambing Pertambahan bobot badan harian (PBBH) dan konsumsi bahan kering diukur sebagai data pendukung. PBBH dan konsumsi bahan kering harian kambing disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 PBBH dan konsumsi bahan kering harian kambing Peubah PBBH (g ekor-1 hari-1) Konsumsi (g ekor-1 hari-1)
R1 12.59±8.93 1298.98±766.57
R2 18.57± 10.03 212.84±157.87
Keterangan : R1 (100% leguminosa) dan R2 (50% limbah tauge + 50% konsentrat)
PBBH merupakan salah satu indikator kecepatan pertumbuhan seekor ternak selama pemeliharaan. Nilai suatu zat makanan akan diketahui dari data pertambahan bobot badan ternak (Church dan Pond 1998). Hasil analisis deskriptif pada Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pertambahan bobot badan yaitu pertambahan pada R1 12.59±8.93 g ekor-1 hari-1 dan pada R2 18.57±10.03 g ekor-1 hari-1. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ngitung (2013) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot badan kambing lokal yang diberi pakan rumput lapang yang ditambahkan daun gamal adalah 48.10 g ekor-1 hari-1. Sedangkan pada penelitian Wandito (2011) yang menggunakan pakan konsentrat dan limbah tauge menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 145.28 g ekor-1 hari-1. Hasil pertambahan bobot badan harian yang berbeda ini dipengaruhi oleh konsumsi pakan selama penggemukan (Parakkasi 1999). Selain itu, kondisi lingkungan serta nilai palatabilitas yang rendah juga dapat memicu rendahnya konsumsi pakan pada kambing. Kandungan nutrisi dari limbah tauge dapat menjadi suatu acuan untuk memanfaatkan limbah tauge sebagai pakan kambing. Limbah tauge memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan rumput lapang, yaitu memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi sehingga akan meningkatkan pertambahan bobot badan harian. Kandungan protein kasar pada limbah tauge sebesar 12.66%. Tauge juga memiliki kandungan antinutrisi yang berasal dari biji kacang hijaunya, namun telah mengalami penurunan akibat proses perkecambahan itu sendiri. Kandungan antinutrisi pada tauge meliputi tripsin inhibitor, hemaglutinin, tanin dan asam pitat (Mubarak 2005). Kandungan leguminosa yakni gamal yang dipakai untuk pakan tambahan ternak kambing memiliki kandungan protein kasar sebesar 20%-30% BK, serat kasar 15% dan kecernaan in vitro bahan kering 60%-65% (Natalia 2009). Respon Fisiologis Kambing Kacang Pagi Hari Respon fisiologis yang diamati pada penelitian ini meliputi suhu rektal, denyut jantung dan respirasi. Respon fisiologis kambing kacang pada waktu pagi hari disajikan pada Tabel 5.
7 Tabel 5 Pengamatan respon fisiologis kambing kacang pada pagi hari Respon Fisiologis Suhu Rektal (oC) Denyut Jantung (kali menit-1) Respirasi (kali menit-1)
R1 38.76 ± 0.28 101 ± 11.20 27.22 ± 2.79
R2 38.68 ± 0.18 92.27 ± 10.26 26.02 ± 0.84
Nilai P 0.614 0.411 0.446
Suhu rektal merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk menggambarkan suhu tubuh ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu rektal kambing kacang dengan perlakuan R1 tidak berbeda nyata dengan R2. Hal ini dapat diartikan, suhu keduanya masih berada dalam kisaran normal suhu rektal kambing. Tidak berbedanya suhu rektal kambing dalam setiap perlakuan dapat disebabkan oleh kondisi kambing yang dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Otoikhian (2009) suhu rektal pada kambing di daerah tropis berkisar 36.5-39.5 oC. Suhu rektal yang normal mengindikasikan bahwa ternak kambing dalam performa yang baik dan sehat. Smith dan Mangkuwidjojo (1988) menyatakan suhu rektal kambing pada kondisi normal adalah 38.5-40oC. Salah satu yang dapat mempengaruhi suhu rektal pada kambing adalah kelembaban, pengeluaran panas dengan cara berkeringat ataupun melalui respirasi (Parakkasi 1999). Hasil analisis menunjukkan pada denyut jantung tidak terdapat perbedaan nyata pada perlakuan pakan leguminosa serta limbah tauge dan konsentrat. Rataan nilai denyut jantung kambing pada penelitian ini adalah 101 ± 11.20 kali menit-1 untuk R1 dan R2 92.27 ± 10.26 kali menit-1. Hal ini dapat disebabkan oleh komposisi yang terdapat pada masing-masing pakan serta aktivitas yang tinggi pada kambing. Aktivitas kambing pada saat digembalakan adalah berpindahpindah tempat sesuai dengan kondisi leguminosa yang berada di sekitar padang penggembalaan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Otoikhian et al (2009) yang mengukur denyut jantung kambing pada pemeliharaan semi intensif berkisar 70-75 kali menit-1. Karstan (2006) menyatakan denyut jantung normal pada kambing berkisar antara 70-80 kali menit-1. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu spesies ternak, jenis kelamin, umur, musim, dan temperatur tubuh. Faktor pakan dari tiap perlakuan tidak berbeda nyata terhadap respirasi pada pagi hari dimana R1 27.22 ± 2.79 kali menit-1 dan pada R2 26.02 ± 0.84 kali menit-1. Pagi hari kambing tidak mengalami stres karena suhu lingkungan berada pada kisaran suhu nyaman, sehingga laju respirasi berada pada kisaran normal. Kambing mempunyai frekuensi laju respirasi berkisar 16-34 kali menit-1 (Barkley 2009). Frekuensi respirasi bervariasi tergantung dari besar badan, umur, aktivitas tubuh, kelelahan dan penuh tidaknya rumen (Smith dan Mangkuwidjojo 1988).
Respon Fisiologis Kambing Kacang Sore Hari Respon fisiologis sore hari diukur setelah kambing digembalakan. Respon fisiologis kambing kacang di sore hari disajikan pada Tabel 6.
8 Tabel 6 Pengamatan respon fisiologis kambing kacang pada sore hari Respon Fisiologis Suhu Rektal (oC) Denyut Jantung (kali menit-1) Respirasi (kali menit-1)
R1 39.87± 0.27 118.60 ± 10.38 41.53 ± 2.97A
R2 40.04 ± 0.26 92.27 ± 10.26 29.44 ± 6.32B
Nilai P 0.414 0.783 0.005
Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang sama dan diikuti huruf berbeda (A,B) menunjukkan perbedaan yang nyata untuk (P<0.05).
Hasil analisis menunjukkan penambahan pakan leguminosa dan limbah tauge tidak berpengaruh nyata terhadap suhu rektal kambing (Tabel 5). Suhu rektal kambing dengan perlakuan R1 dan R2 berturut-turut adalah 39.87± 0.27 oC dan 40.04± 0.26 oC. Hal ini dapat diartikan bahwa kandungan yang terdapat pada leguminosa maupun limbah tauge tidak meningkatkan atau menurunkan suhu rektal pada kambing. Suhu lingkungan yang tinggi saat kambing digembalakan dapat mempengaruhi tingginya suhu rektal . Otoikhian et al.(2009); Njiru et al.(2001) menyatakan suhu normal pada kambing adalah sebesar 39-40oC. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi suhu rektal antara lain bangsa ternak, aktivitas, kondisi kesehatan ternak dan kondisi lingkungan (Frandson 1992). Denyut jantung pada sore hari menunjukkan bahwa pemberian pakan mengandung leguminosa sebesar 118.60 ± 10.381 kali menit-1 sedangkan pakan mengandung limbah tauge dan konsentrat 92.27 ± 10.26 kali menit-1. Hal ini akibat aktifitas dari kambing sehingga nilai denyut jantungnya meningkat. Semakin banyak aktifitas yang dilakukan oleh kambing di padang penggembalaan maka akan semakin tinggi pula nilai denyut jantungnya. Nilai denyut jantung yang tinggi juga dapat disebabkan oleh cekaman panas saat di padang penggembalaan karena tidak berhasil mengurangi beban panas dari luar tubuh ternak, sehingga suhu organ tubuh ternak akan meningkat. Yani dan Purwanto (2006) menyatakan bahwa peningkatan denyut jantung merupakan respon dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju respirasi kambing kacang yang diberi pakan mengandung leguminosa memiliki nilai respirasi lebih tinggi dibanding pakan yang mengandung limbah tauge dan konsentrat. Nilai rataan pada RI dan R2 berturut-turut adalah 41.53 ± 2.97 kali menit-1dan 29.44 ± 6.32 kali menit-1. Barkley (2009) menyatakan kisaran normal laju respirasi pada kambing yakni sebanyak 16-34 kali per menit. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah karena adanya penambahan pakan serta aktifitas pada kambing. Laju respirasi yang tinggi disebabkan oleh leguminosa yang diberikan. Leguminosa yang banyak di konsumsi oleh kambing adalah gamal. Natalia (2009) menyatakan bahwa kandungan anti nutrisi yang terdapat pada gamal dapat mempengaruhi laju respirasi. Anti nutrisi yang terdapat pada gamal salah satunya adalah nitrat (NO3). Nitrat tidak beracun tetapi jika dalam jumlah besar banyak dapat menyebabkan penyakit yang disebut keracunan nitrat. Nitrat yang secara alamiah terdapat pada tanaman diubah menjadi nitrit oleh proses pencernaan lalu nitrit di konversi menjadi amonia. Amonia kemudian di konversi lagi menjadi protein oleh bakteri dalam rumen. Jika kambing banyak mengkonsumsi hijauan yang mengandung nitrat dalam jumlah besar, nitrit akan terakumulasi di dalam rumen. Nitrit sekurangnya 10 kali lebih beracun
9 dibandingkan nitrat. Nitrit diserap ke dalam sel darah merah dan bersatu dengan molekul pengangkut oksigen, hemoglobin sehingga membentuk methemoglobin. Methemoglobin tidak dapat membawa oksigen dengan efisien seperti hemoglobin, akibatnya detak jantung dan laju respirasi ternak meningkat. Konsumsi pakan berdasarkan jenis nutrisi juga akan mempengaruhi laju respirasi pada kondisi stress panas. Tingginya konsumsi nutrien akan mempengaruhi laju respirasi pada ruminansia (Bluett et al. 2001) dan dapat mengakibatkan proses metabolisme tubuh meningkat sehingga panas tubuh yang dihasilkan juga lebih banyak (Wuryanto et al. 2010).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ternak kambing yang dipelihara secara semi intensif dengan pemberian leguminosa meningkatkan laju respirasi ternak kambing pada sore hari. Sedangkan denyut jantung, suhu rektal, dan juga laju respirasi pada pagi hari terhadap perlakuan penambahan pakan tidak meningkat.
Saran Penggembalaan ternak sebaiknya dilakukan pada pagi hari agar ternak tidak mengalami cekaman panas. Perbaikan manajemen pemberian pakan juga perlu diperhatikan yaitu dengan meningkatkan kualitas pakan serta pemberian naungan di padang penggembalaan untuk mengurangi cekaman panas pada ternak. Perlu adanya studi mengenai nilai THI yang tepat untuk kambing yang dipelihara pada iklim tropis lembab.
DAFTAR PUSTAKA Adelodun O, Fadare, Sunday O, Peters, Abdulmojeed Y, Adekayode O, Sonibare, Matthew A, Adeleke, Michael O et al. 2012. Physiological and haematological indices suggest superior heat tolerance of white-coloured West African Dwarf sheep in the hot humid tropics. J Trop Anim Health Prod. 10: 1-9.doi 10.1007/s11250-012-0187-0. Awabien RL. 2007. Respon fisiologis domba yang diberi minyak ikan dalam bentuk sabun kalsium. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Barkley M. 2009. The Normal Animal. Penn State Cooperative Extention Bedfort Country. Pennsylvania (US): The Pennsylvania State University. Bluett SJ, Hodgson J, Kemp PD, Barry TN. 2001. Performance of lambs and the incidence of staggers and heat stress on two perennial ryegrass (Lolium perenne) cultivars using a leader-follower rotational grazing management system. J Agric Sci. 136(1): 99-110.
10 Church DC, Pond. 1998. Basic animal and feeding. Singapore (SG): John Willey and Son. Devendra C, Burns M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Harya Putra IDK, penerjemah. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari : Goat Production in the Tropics. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University. Hafez ESE. 1987. Reproduction in Farm Animals.5th ed. Philadelphia (US); LEA & Febiger. IsnaeniW. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta(ID): Kanisius. Johnston RG. 1983. Introduction to Sheep Farming. London (ENG): Granada Publishing Ltd. Karstan AH. 2006. Respon fisiologis ternak kambingyang dikandangkan dan ditambatkan terhadap konsumsi pakan dan air minum. J. Agroforestri. Vol 1, No 1. Kartasudjana R. 2001. Proses Pemotongan Ternak di RPH. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional Marai IFM, El-Darawany AA, Fadiel A, Abdel-Hafez MAM.2007. Physiological traits as affected by heat stress in sheep-A review. J. Small Rumin Res 71:112. Mubarak AE. 2005. Nutritional composition and nutritional factors of mungbean seeds (Phaseolus aureus) as affected by some home traditional precessess. Food Chem. 89: 489-495. Natalia H, Delly N, Sri H. 2009. Keunggulan Gamal Sebagai Pakan Ternak. Palembang(ID): BPTU Sembawa, Ditjen Peternakan dan Keswan. Ngitung R. 2013. Studi biologi dan ekologi kambingmarica sebagai plasmanutfah endemik Sulawesi Selatan. [Disertasi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin. Njiru ENJ, Ojango JM, Ambula MK, Ndirangu CM. 2001. Grazing behaviour of saanen and toggenburg goats in sub-humid tropical conditions of Kenya. J Anim Sci. Vol 14, No.7 :951-955. Oktameina WY. 2011. Respon fisiologis domba garut yang dipelihara secara semi intensif dengan perlakuan pencukuran di peternakan PT. Indocement [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Otoikhian CSO, Orheruata JA, Imasuen Akporhuarho OP. 2009. Physiological response of local (West African Dwarf) and adapted Switzerland (White Bornu) goat breed to varied climatic conditions in South-South Nigeria. AJGA. 5(1): 4-5. Pamungkas FA, Elieser S, Mahmalia F. 2005. Respon fisiologis kambing boer pada kondisi iklim tropis basah. ISBN 979-3137-05-03. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta(ID): Universitas Indonesia Pr. Rahayu SDS, Wandito, Ifafah WW. 2010. Survei potensi limbah tauge di kotamadya Bogor. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Smith JB, Mangkuwidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta(ID): Universitas Indonesia Pr.
11 Winarso B. 2010. Prospek dan kendala pengembangan agribisnis ternak kambing dan domba di Indonesia. Pros. Seminar Nasional. Peningkatan Daya Saing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. PSE-KP,Bogor (ID): hlm. 246 – 264. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka. Wandito DS. 2011. Performa dan morfometrik domba ekor gemuk dengan pemberian pakan konsentrat dan limbah tauge pada taraf pemberian yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wuryanto IPR, Darmoatmojo LMYD, Dartosukarno S, Arifin M, Purnomoadi A. 2010. Produktivitas. Respon fisiologis dan perubahan komposisi tubuh pada sapi jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein berbeda. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya. Med. Pet. 29(1): 35-46.
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji T suhu rektal kambing kacang pada pengamatan pagi hari Perlakuan R1 R2
N 5 5
Rataan 38.76 38.68
StDev 0.28 0.17
StMean 0.12 0.08
Nilai P 0.614
Lampiran 2 Uji T suhu rektal kambing kacang pada pengamatan sore hari Perlakuan R1 R2
N 5 5
Rataan 39.87 40.04
StDev 0.26 0.27
StMean 0.12 0.12
Nilai P 0.414
Lampiran 3 Uji T denyut jantung kambing kacang pada pengamatan pagi hari Perlakuan R1 R2
N 5 5
Rataan 101 92.27
StDev 11.20 10.26
StMean 5.00 4.59
Nilai P 0.411
Lampiran 4 Uji T denyut jantung kambing kacang pada pengamatan sore hari Perlakuan R1 R2
n 5 5
Rataan 118.60 92.27
StDev 10.38 11.18
StMean 4.64 4.99
Nilai P 0.783
Lampiran 5 Uji T respirasi kambing kacang pada pengamatan pagi hari Perlakuan R1 R2
N 5 5
Rataan 27.22 26.02
StDev 2.79 0.84
StMean 1.25 0.38
Nilai P 0.446
12 Lampiran 6 Uji T respirasi kambing kacang pada pengamatan sore hari Perlakuan R1 R2
N 5 5
Rataan 41.53 29.44
StDev 2.97 6.32
StMean 1.33 2.82
Nilai P 0.005
13
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Februari 1992 di Serang, Banten. Penulis merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Donny Kusmawan SE dan Ibu Dewi Suryati. Penulis mengawali sekolah dasar pada tahun 1998 di SD Negeri IV Cilegon dan diselesaikan pada tahun 2004, Pendidikan lanjutan di SMP YPWKS. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kramatwatu pada tahun 2007 dan diselesaikan pada tahun 2010. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2010. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER) sebagai staf pada periode 2011-2012 dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-D) periode 20122013. Penulis juga pernah mengikuti beberapa kepanitiaan yaitu Livestock Vaganza, Makrab IPTP 48 dan Gebyar Nusantara 2011. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil pada tahun 2013-2014.