KOMITE EKONOMI NASIONAL
PROSPEK EKONOMI INDONESIA
2014
Tantangan Ekonomi di Tengah Tahun Politik
komite ekonomi nasional
i
PENGANTAR Ketua Komite Ekonomi Nasional Assalamu’alaikum Wr. Wrb Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air Selama ini kita selalu membanggakan diri bahwa daya tahan ekonomi kita amat tinggi. Kita dapat terus tumbuh diatas 6 persen, walaupun ada gejolak yang amat dahsyat di perekonomian global. Sayangnya keadaan itu tidak terus berlanjut. Perekonomian kita tidak dapat lepas sepenuhnya dari gejolak perekonomian dunia, dan akhirnya mulai merasakan tekanan yang cukup signifikan. Di tahun 2013 banyak hal yang mengejutkan kita. Di sisi global, walaupun ekonomi kawasan Eropa masih berada dalam situasi resesi, namun sudah lebih tenang dibandingkan tahuntahun sebelumnya. Bahkan di tahun 2014 kawasan Eropa diperkirakan akan tumbuh lagi. Kejutan justru berasal dari Amerika Serikat, Negara yang sebelumnya dianggap lebih stabil dibandingkan Negara-negara maju lainnya di dunia. Isu tapering (pengurangan stimulus moneter yang diberikan the Fed secara bertahap), isu batas hutang, dan isu shutdown, telah menimbulkan gejolak di pasar finansial dunia. Modal pun segera keluar dari Negara berkembang (emerging markets).Hampir seluruh mata uang Negara berkembang mengalami pelemahan yang signifikan karena investor masih menganggap aset dalam bentuk dolar sebagai safe haven ketika ketidakpastian global meningkat. Rupiah kita pun ikut tertekan. Negara-negara berkembang, yang semula diharapkan dapat menggantikan Negara maju sebagai mesin pertumbuhan dunia, ternyata justru mengalami perlambatan. China hanya tumbuh di sekitar 7,6 persen di tahun 2013, jauh lebih lambat dari biasanya. Sedangkan India hanya tumbuh 4,4 persen. Negara-negara BRICS yang lain pun mengalami perlambatan pertumbuhan yang signifikan. Sementara itu, di dalam negeri sendiri ada beberapa kejutan yang kita alami. Untuk mengurangi tekanan terhadap APBN, pada pertengahan tahun 2013 Pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Akibatnya inflasi kita meningkat hingga mencapai 8,3 persen pada akhir Oktober 2013. Di samping itu, relatif kuatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia (di tengah relatif lesunya perekonomian dunia) telah membuat pertumbuhan impor kita tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekspor. Akibatnya, Indonesia mengalami defisit transaksi perdagangan, dan akhirnya transaksi berjalan kita juga mengalami defisit.
ii
komite ekonomi nasional
Untuk mengendalikan tekanan inflasi sekaligus mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan, BI menaikkan suku bunga acuannya. Namun kebijakan ini bagaikan pisau bermata dua. Investor menyadari bahwa, selain dapat mengendalikan inflasi dan nilai tukar, kenaikan suku bunga juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Tampaknya saat ini investor mulai menunda rencana investasinya, dan menunggu perkembangan selanjutnya sebelum mulai aktif melakukan investasi lagi. Perekonomian kita memang mengalami perlambatan dalam beberapa triwulan terakhir ini. Pada triwulan ke-3 di tahun 2013, pertumbuhan ekonomi kita tinggal 5,6 persen. Untuk keseluruhan tahun 2013, Komite Ekonomi Nasional (KEN) memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5,7 persen, jauh di bawah perkiraan semula sebesar 6,3 persen. Perkembangan di atas menimbulkan sentimen negatif terhadap perekonomian kita. Akibatnya, sebagian investor menarik modalnya ke luar negeri, sehingga nilai tukar kita cenderung melemah, dan melewati level 11.500 rupiah per dolar. Apa yang terjadi pada tahun 2013 lebih buruk dari skenario terburuk yang dibuat Komite Ekonomi Nasional dalam outlook ekonomi 2013. Ketidakpastian global dan domestik ternyata lebih tinggi dari perkiraan semula. Ternyata sulit mengantisipasi dengan akurat apa yang akan terjadi, walaupun hanya satu tahun ke depan. Untuk tahun 2014 ketidakpastian global maupun domestik masih akan tinggi. Perekonomian global memang diharapkan akan sedikit lebih baik di tahun 2014. Akan tetapi kita masih menghadapi risiko yang sama besarnya. AS masih dapat menimbulkan kejutan besar terhadap perekonomian global, dengan kebijakan tapering maupun isu batas utang dan anggaran yang belum tuntas. Eropa pun belum akan tumbuh dengan terlalu kuat. Sementara China dan India pun masih akan tumbuh dengan laju yang relatif lambat. Di dalam negeri sendiri kita akan menghadapi pemilu legislatif dan pemilu presiden. Walaupun kita sudah biasa menjalankan pemilu dengan sukses, ketidakpastian yang ditimbulkan oleh pemilu masih ada. Antara lain, sebagian dari kita khawatir birokrasi kita tidak berjalan selancar biasanya. Ada juga yang khawatir akan timbulnya kekisruhan dalam pemilu yang akan kita lakukan tahun depan.
komite ekonomi nasional
iii
Kami percaya bahwa, dengan pengalaman kita yang cukup dalam menghadapi pemilu, kita akan dapat menjalankan pemilu dengan baik, lancar, dan tanpa keributan yang berarti. Walaupun demikian, dunia usaha (termasuk investor lokal maupun asing) akan cenderung berhati-hati sampai proses pemilu berakhir. Jadi, triwulan pertama sampai ketiga rasanya aktivitas ekonomi kita akan biasa-biasa saja. Baru pada triwulan keempat kita bisa mengharapkan peningkatan aktivitas ekonomi yang signifikan. Selain itu, kita masih menghadapi ketidakpastian yang ditimbulkan oleh defisit transaksi berjalan. Pemerintah dan BI harus lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan menanggulangi defisit ini. Memperlambat pertumbuhan ekonomi mungkin alternatif pilihan yang baik. Akan tetapi, mengerem pertumbuhan ekonomi terlalu dalam dapat menjerumuskan ekonomi kita ke dalam perlambatan pertumbuhan yang parah, bahkan ke dalam masa resesi. Kami percaya bahwa pemerintah dan BI sudah memiliki pengalaman yang cukup untuk mengatasi defisit transaksi berjalan ini, tanpa harus membuat ekonomi kita terpuruk ke masa resesi. Untuk mengatasi masalah defisit transaksi berjalan Indonesia harus segera memperbaiki struktur industri dan ekonominya. Kita harus memperbaiki sisi suplai kita, agar kita tidak harus mengimpor barang terlalu banyak ketika ekonomi kita tumbuh dengan cepat. Ini memang bukan pekerjaan yang dapat dilakukan dalam waktu singkat, karena itu kita harus segera memulainya. Pada saat yang bersamaan kita harus menghindari perlambatan ekonomi yang terlalu dalam, karena hanya akan meningkatkan pengangguran dan kemiskinan, dan pada akhirnya bahkan dapat mengganggu stabilitas perekonomian secara menyeluruh. Sementara itu harapan dukungan terhadap pertumbuhan dari sisi fiskal pun masih relatif terbatas. Subsidi energi yang besar telah mengurangi fleksibilitas APBN dalam menopang pertumbuhan ekonomi. Indonesia harus benar-benar memikirkan cara yang tepat untuk mengatasi masalah subsidi energi ini, agar kita mempunyai dana yang lebih banyak lagi untuk membangun perekonomian kita, termasuk pembangunan infrastruktur. Selain itu, penyerapan anggaran pun perlu terus diperbaiki. Sudah lebih dari lima tahun kita menghadapi masalah penyerapan anggaran. Sudah berbagai cara diupayakan untuk memperbaikinya. Namun, hingga saat ini penyerapan anggaran belum membaik secara signifikan. Pemerintah harus terus berupaya memperbaiki penyerapan anggaran bila ingin dampak yang lebih signifikan dari APBN terhadap pertumbuhan ekonomi kita.
iv
komite ekonomi nasional
Dengan ketidakpastian yang tinggi, utamanya yang berasal dari dalam negeri, memperkirakan arah ekonomi di tahun 2014 menjadi pekerjaan yang tidak mudah. Tahun 2014 adalah tahun yang kurang baik, atau bisa dikatakan tahun penyesuaian. Namun, ada harapan keadaan akan berubah menjadi amat baik, utamanya bila Indonesia dapat memilih orang yang tepat dalam pemilihan presiden 2014, yaitu orang yang dipandang dapat memenuhi harapan masyarakat kita. Bila hal itu terjadi, kita akan mengalami perbaikan sentimen yang luar biasa terhadap perekonomian kita. Pemerintahan baru akan mendapatkan keuntungan yang amat besar dari perbaikan ini. Akan tetapi, harapan kami Indonesia tidak melupakan langkah-langkah untuk terus memperbaiki fondasi ekonominya. Kami berharap pandangan Komite Ekonomi Nasional yang disampaikan dalam buku ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang arah perekonomian Indonesia di tahun 2014. Kami juga berharap buku ini dapat turut memberikan sumbangan bagi perbaikan ekonomi Indonesia ke depan. Demikian pengantar dari kami, atas perhatiannya kami mengucapkan banyak terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb Chairul Tanjung
komite ekonomi nasional
v
DAFTAR ISI Pengantar II Pendahuluan 01
vi
1. Perkembangan Ekonomi Global • Perekonomian Amerika Serikat: Pemulihan Ekonomi yang Lambat dan Ketidakpastian Kebijakan • Perekonomian Jepang: Didorong Abenomics • Perekonomian Eropa: Sudah Melewati Titik Terendah • Perekonomian China: Mulai Stabil • Perekonomian India: Melambat Tajam • Negara Berkembang, Negara BRICS Lainnya • Perkembangan dan Prospek Ekonomi ASEAN
02
2. Review Keadaan Ekonomi Tahun 2013 • Perkembangan Beberapa Variabel Makro Ekonomi • Neraca pembayaran • Inflasi • Suku Bunga • Nilai Tukar • Kinerja Bursa Saham dan Obligasi • Kinerja Perbankan • Perkembangan Fiskal • Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) • Kemiskinan di Indonesia • Kondisi Terkini • Dampak Kenaikan BBM dan Program Kompensasi • Tantangan ke Depan • Masalah Ketenagakerjaan • Jaminan Kesehatan Nasional • JAMKESMAS • Komitmen Pemerintah • Kepesertaan • Premi • Dampak Fiskal • Perkembangan Persepsi Internasional Terhadap Indonesia • Peringkat Utang Indonesia • Peringkat Daya Saing (WEF) • World Bank Ease of Doing Business Survey • Pandangan Beberapa Institusi Luar Negeri • Kinerja Korporasi
20 20 20 21 22 24 27 30 35 36 40 40 41 42 43 44 44 45 47 47 48 48 48 49 51 53 56
komite ekonomi nasional
03 07 08 11 12 14 17
3. Prospek Perekonomian Tahun 2014 • Prediksi Beberapa Variabel Ekonomi Makro Tahun 2014 • Inflasi: lebih Rendah • Suku Bunga: Walaupun Ada Ruang, Mungkin Tidak Turun • Nilai Tukar Rupiah: Cenderung Stabil Lemah • Prospek Fiskal: Daya Dorong Minimal • Pertumbuhan Ekonomi • Belanja Rumah Tangga • Belanja Pemerintah • Investasi • Ekspor • Risiko Ekonomi Melambat Lebih Parah • Prospek Ekonomi dan Keuangan Syariah 2014 • Memaknai Ekonomi Syariah • Proyeksi Industri Keuangan Syariah 2014 • Indonesia Pusat Keuangan Syariah Dunia
59 59 59 62 64 66 71 72 73 75 79 80 84 84 85 88
4. Perkembangan Sektoral • Sektor Retail dan Konsumsi • Sektor Pertambangan • Sektor Perkebunan
89 89 92 96
5. Tantangan dan Risiko di 2014 • Ketidakpastian Global • Tantangan Domestik
99 99 100
6. Rekomendasi • Langkah-langkah Antisipatif untuk Menjaga Stabilitas Sistem Finansial • Langkah-langkah Untuk Mendorong Mengatasi Ketidakseimbangan Eksternal, Internal dan Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi • Beberapa Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Krisis Eropa
104 104
7. Rangkuman • Perekonomian Global • Perkembangan 2013 • Prospek 2014
109 109 110 110
8. Susunan Pengurus KEN
112
104 108
komite ekonomi nasional
vii
PENDAHULUAN
Kondisi perekonomian global di tahun 2013 ternyata lebih lemah dari perkiraan semula. Memang, kecemasan terhadap krisis utang Eropa dan bubarnya EU sudah tidak menghantui perekonomian global lagi. Ekonomi AS pun tampak lebih stabil. Jepang juga dapat bertumbuh dengan cukup baik. Namun, laju pertumbuhan perekonomian global belum dapat dibilang kuat. Eropa bahkan masih mengalami pertumbuhan negatif. AS pun masih tumbuh jauh di bawah laju pertumbuhan potensialnya. Negara-negara berkembang pun tidak menunjukkan kinerja yang terlalu cerah. Hampir seluruh negara berkembang mengalami perlambatan ekonomi yang signifikan. Negara-negara BRICS, yang selama ini dianggap sebagai alternatif mesin pertumbuhan dunia yang dapat menggantikan peran negara-negara maju, juga mengalami berbagai kendala yang menyulitkan mereka untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat. Kondisi global diperburuk lagi oleh beberapa masalah di AS yang sempat memicu timbulnya sentimen negatif terhadap perekonomian dunia. AS masih terjebak dengan isu-isu yang dapat membahayakan pemulihan di AS sendiri, maupun pemulihan perekonomian dunia. Isu anggaran pemerintah AS (yang sempat menyebabkan government shutdown), isu batas utang, dan isu pengurangan stimulus moneter oleh the Fed (tapering), sempat mengguncang pasar finansial dunia di tahun 2013. Isu-isu ini masih akan mengemuka di tahun 2014, dan akan turut meningkatkan ketidakpastian global di tahun 2014. Walaupun demikian, sebagian besar ekonom memperkirakan kondisi perekonomian global pada tahun 2014 akan sedikit lebih baik dari kondisi di tahun 2013. Pada tahun 2013 Indonesia lebih merasakan dampak kelesuan ekonomi global dibandingkan dengan pada tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2013 perekonomian Indonesia terusmenerus mengalami perlambatan. Dengan prospek ekonomi global yang lebih baik di tahun 2014, seharusnya Indonesia pun dapat tumbuh lebih cepat. Akan tetapi, kendala-kendala yang kita hadapi saat ini, yang akan terus berlangsung di 2014, akan menyulitkan perekonomian Indonesia untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat. Buku prospek perekonomian 2014 ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang prospek perekonomian global dan Indonesia pada tahun 2014. Informasi di dalam buku ini diharapkan dapat memberikan acuan bagi para pelaku ekonomi di Indonesia dalam mengambil keputusan yang tepat.
viii
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
1
1
Perekonomian Amerika Serikat: Pemulihan Ekonomi yang Lambat dan Ketidakpastian Kebijakan
Perkembangan Ekonomi Global
Gambar 1. Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat.
Persen 10
Pertumbuhan PDB Fed Funds Rate
8
Kinerja perekonomian global di tahun 2013 lebih lemah dari perkiraan semula. Lembagalembaga dunia, seperti IMF dan World Bank, sampai merevisi ke bawah prediksi pertumbuhan ekonomi dunia berkali-kali. Emerging economy, yang sempat diharapkan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia menggantikan negara-negara maju, ternyata mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan. Sementara negara-negara maju tampak memperlihatkan perbaikan yang menjanjikan. Di Asia, pertumbuhan ekonomi China terus melambat. Pertumbuhan PDB China terus menurun pada semester pertama 2013. Sebagian kalangan bahkan sempat mengatakan China sedang menuju hard landing. Namun, pertumbuhan yang membaik pada triwulan ketiga 2013 menepis skenario hard landing. Ekonomi China saat ini dianggap sudah stabil, dan ke depan diperkirakan akan dapat tumbuh secara berkesinambungan, walaupun dengan laju pertumbuhan yang relatif rendah untuk ukuran China. India pun mengalami masalahnya sendiri. Ekonominya terus melambat. Nilai tukarnya pun terus terpuruk. Negara-negara berkembang di belahan dunia lain pun tampak mengalami perlambatan pertumbuhan juga. Brazil, misalnya, diperkirakan hanya akan tumbuh 2,5 persen di tahun 2014. Sementara Meksiko diperkirakan akan tumbuh dengan laju 1,2 persen. Sebaliknya, ekonomi negara-negara maju tampak mulai stabil dan bahkan menunjukkan prospek perbaikan yang lebih menjanjikan. AS, misalnya, memperlihatkan tanda-tanda perekonomian yang semakin baik. Keadaan ini bahkan sempat membuat the Fed berencana melakukan tapering, yang sempat mengguncang pasar finansial dunia. Jepang pun menunjukkan kinerja ekonominya yang cukup baik, didorong oleh Abenomicsnya. Sementara itu, Eropa sudah memberi indikasi bahwa kawasan tersebut sudah melewati titik terendah dari siklus penurunan ekonominya. Banyak ekonom yang mengatakan Eropa sudah keluar dari resesi, dan akan mulai tumbuh positif di tahun 2014. Secara umum perekonomian global mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi pada semester pertama tahun 2013. Memasuki semester kedua, keadaan mulai berangsur-angsur membaik. Diperkirakan hal ini akan berlangsung terus pada tahun 2014. Keadaan perekonomian global pada tahun 2014 diperkirakan akan sedikit lebih baik dibandingkan dengan pada tahun 2013.
2
komite ekonomi nasional
Inf lasi 6
4
2
0
-2
-4
-6 90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
Sumber: CEIC
Pada tahun 2013 perekonomian AS terus menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada triwulan ketiga 2013 PDB AS tumbuh 2,8 persen (annualized rate), lebih tinggi dari 2,5 persen pada triwulan kedua 2013. Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga didukung oleh pertumbuhan persediaan bisnis AS sebesar 0,8 persen, ekspor 0,3 persen dan belanja domestik sebesar 1,7 persen. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi AS, the Fed telah menambah likuiditas di pasar melalui kebijakan Quantitative Easing III (QE3). Hal ini dilakukan sejak September 2012 dengan membeli obligasi pemerintah di pasar sekunder sebesar US$ 40 milyar per bulan, yang kemudian naik menjadi US$ 85 milyar per bulan di bulan Desember 2012. Ketika ada indikasi ekonomi AS sudah mulai membaik, timbul spekulasi bahwa the Fed akan segera mengurangi jumlah uang yang diinjeksikannya ke dalam sistem perekonomian, dengan cara mengurangi belanja obligasi pemerintah yang mereka lakukan selama ini. Langkah ini dikenal dengan istilah tapering. Isu tersebut sempat mengguncang pasar finansial dunia. Bursa saham global terkoreksi tajam, dan hampir seluruh mata uang dunia melemah tehadap dolar AS.
komite ekonomi nasional
3
Namun, pada akhirnya the Fed menunda kebijakan tapering tersebut karena pertumbuhan ekonomi AS dianggap belum cukup kuat. Kebijakan tapering tampaknya baru akan mulai dilakukan setelah tingkat pengangguran AS turun ke 7 persen dan pertumbuhan ekonomi sudah lebih berkesinambungan (di kisaran 3 persen selama beberapa triwulan). Memang, perekonomian AS memiliki kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan negara maju lainnya. Akan tetapi, melemahnya kegiatan industri dan dampak dari government shutdown diperkirakan akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan keempat 2013. Artinya, ekonomi AS masih membutuhkan bantuan stimulus dari sisi moneter, dan injeksi uang yang masif ke perekonomian AS masih akan berlangsung, paling tidak hingga triwulan pertama 2014.
Dengan keadaan seperti di atas, kebijakan suku bunga stabil dan rendah (bunga acuan 0 – 25 bps), terkendalinya inflasi (dibawah 2 persen), serta menurunnya tingkat pengangguran (turun dari 8,1 persen pada Agustus 2012, menjadi 7,3 persen di Agustus 2013) saja belum cukup untuk mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Apalagi saat ini masih ada indikasi bahwa pendapatan rumah tangga masih belum meningkat secara signifikan, dan kepercayaan konsumen masih relatif lemah. Keadaan ini membuat belanja rumah tangga di sana tidak dapat naik telalu kencang. Pertumbuhan penjualan retail, misalnya bahkan mulai mengalami penurunan. Pendeknya, bantuan stimulus dari sisi moneter masih diperlukan, paling tidak dalam jangka pendek. Gambar 3. Penjualan Retail AS Mulai Turun.
Ke depan, implementasi kebijakan tapering akan benar-benar ditentukan oleh pergerakan ekonomi di sana. The Fed diperkirakan akan terus mencermati dampak dari beberapa isu yang dapat memberikan dampak negatif terhadap perekomian AS. Pertumbuhan ekonomi AS, misalnya, akan dipengaruhi oleh pemotongan anggaran pemerintah. Seperti kita ketahui, pemerintah AS telah menerapkan pengetatan kebijakan fiskalnya untuk mengatasi masalah utang mereka. Hal lain yang akan dimonitor dengan cermat oleh the Fed adalah masalah batas utang pemerintah AS. Batas utang (debt ceiling) sudah disetujui untuk dinaikkan hingga menjadi US$ 16,699 triliun pada Oktober 2013. Namun, persetujuan kenaikan batas utang tersebut hanya dapat membiayai belanja pemerintah hingga pertengahan Januari 2014. Akibatnya, masalah batas utang ini akan mengemuka kembali menjelang pertengahan Januari 2014, yang dapat memberikan sentimen negatif terhadap perekonomian AS dan dunia. Perlu dikemukakan juga di sini bahwa rasio utang terhdap PDB pemerintah AS saat ini sudah di atas 100 persen, yang membuat kondisi fiskal AS tidaklah terlalu baik.
3
10
2 5
1 0
0
-1 -5
-2 -3 MOM (kiri)
-4
-10
YOY (kanan)
-5
-15 J 2008A
J
OJ 2009A
J
OJ 2010A
J
OJ 2011A
J
OJ 2013A
J
OJ 2013A
J
O
Gambar 2. Batas Utang AS dan Kondisi Rasio Utang Terhadap PDB Beberapa Negara. Sumber: CEIC Rasio Utang Terhadap PDB (%)
US$ Triiun 18.0
Australia
16.5
Brazil
15.0
2018
Canada
13.5
US Debt
12.0
Debt Ceiling
China India
10.5
Italy
9.0
France
7.5
Germany
6.0
Japan
4.5
Russia
3.0
United Kingdom
1.5 2…
2…
2…
2…
2…
1…
1…
1…
1…
1…
1…
United States 1…
0.0
2012
0
50
100
150
200
250
Sumber: Whitehouse.gov & IMF
4
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
5
Perekonomian Jepang: Didorong Abenomics
Gambar 4. Indeks Kepercayaan Konsumen dan Tingkat Pengangguran AS.
160
12 Indeks Kepercayaan Konsumen (sumbu kiri)
140
Tingkat Pengangguran (sumbu kanani)
10
120 8
100 80
6
60
Perekonomian Jepang menunjukkan pertumbuhan yang kuat pada semester pertama 2013 (4,0 persen annualized rate di triwulan pertama dan 3,7 persen di triwulan kedua), setelah tumbuh dengan laju sebesar 2 persen pada tahun 2012. Penguatan yang terjadi pada perekonomian Jepang adalah dampak dari Abenomics yang diluncurkan oleh pemerintah Jepang. Seperti kita ketahui, Abenomics terdiri dari tiga matra kebijakan yang diharapkan dapat menggairahkan kembali perekonomian Jepang, yaitu fiskal stimulus yang masif; kebijakan moneter yang longgar dari bank sentral Jepang; dan strategi pertumbuhan ekonomi untuk mendorong investasi swasta. Target-target spesifik, antara lain, mencakup menaikkan target inflasi hingga 2 persen, dan menaikkan defisit anggaran 2013 menjadi 11,5 persen dari PDB.
4
40 2
20
0
0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Sumber: CEIC
Pergantian Gubernur bank sentral di AS sempat menimbulkan pertanyaan akan kesinambungan kebijakan QE yang saat ini dilakukan. Kita sudah mengetahui bahwa pada 31 Januari 2014 Janet Yellen akan menggantikan Ben Bernanke sebagi Gubernur the Fed. Selama menjabat sebagai wakil gubernur the Fed, Janet Yellen merupakan salah satu pendukung komitmen the Fed untuk menjaga kebijakan QE yang saat ini dilakukan.Yellen juga dikenal amat pro job (penurunan pengangguran). Dengan latar belakang yang demikian, Janet Yellen diperkirakan akan meneruskan kebijakan QE yang telah dilakukan oleh Ben Bernanke, sampai pertumbuhan ekonomi di AS benar-benar berkesinambungan. Stimulus moneter yang diberikan oleh the Fed diperkirakan akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi AS ke tingkat yang lebih tinggi. Perekonomian AS diperkirakan akan tumbuh dengan laju sebesar 2,6 persen di tahun 2014, lebih cepat dari 1,6 persen di tahun 2013.
Abenomics berdampak pada pelemahan Yen yang amat signifikan. Sejak Abenomics diluncurkan, Yen sudah mengalami pelemahan dari kisaran 75 – 80 Yen/USD ke kisaran 95-100 Yen/USD (melemah sekitar 20 persen). Pelemahan Yen yang signifikan ini membuat produk Jepang mengalami peningkatan daya saing di pasar internasional, maupun di pasar Jepang sendiri. Akibatnya, timbul ekspektasi yang kuat bahwa ekonomi Jepang akan dapat keluar dari kelesuan yang sudah terjadi puluhan tahun. Indeks harga saham gabungan di Tokyo pun mengalami kenaikan yang amat signifikan. Angka PDB Jepang di tahun 2013 memang menunjukkan bahwa Abenomics telah memberi dampak positif terhadap perekonomian Jepang. Akibatnya, angka pengangguran di sana sudah turun dari 4.0 persen di 2012 menjadi 3,7 persen pada triwulan pertama 2013. Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi Jepang. Pertumbuhan Ekonomi
Suku Bunga/Inflasi
15
3
10
2
5
1
0
0
-5
-1
-10
-2
-15
-3
-20
1234123412341234123412341234123412341234123412341234 2001
2002
2003
2004
2005
Pertumbuhan Ekonomi (AR)
2006
2007
2008
2009
Inflation Rate
2010
2011
2012
-4
2013
Reference Rate
Sumber: CEIC
6
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
7
Pada tahun 2014 Jepang diperkirakan masih akan mempertahankan kebijakan agresifnya untuk menopang pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Jepang pada tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh dengan laju 1,6 persen. Gambar 6. Purchasing Manager Index Jepang Berada di Atas 50.
Langkah-langkah tersebut dipandang amat positif oleh pasar, sehingga kepercayaan terhadap surat utang negara-negara Eropa pulih secara berangsung-angsur. Akibatnya, kekhawatiran terhadap ancaman hilangnya mata uang tunggal Euro, dan terhadap bubarnya Uni Eropa turun secara drastis. Hal ini telah menciptakan stabilitas terhadap pasar finansial di Eropa, sehingga sepanjang tahun 2013 kekhawatiran terhadap merebaknya krisis utang di Eropa boleh dikatakan sudah hilang. Gambar 7. Perekenomian Eropa Masih Mengalami Kontraksi.
65.0
55.0
Pertumbuhan Ekonomi (%) 6
45.0
4 2
35.0
Jan-07 Apr-07 Jul-07 Oct-07 Jan-08 Apr-08 Jul-08 Oct-08 Jan-09 Apr-09 Jul-09 Oct-09 Jan-10 Apr-10 Jul-10 Oct-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Oct-13
Inflasi
Sumber: Bloomberg
Perekonomian Eropa: Sudah Melewati Titik Terendah Setelah mengalami pertumbuhan negatif pada 0,7 persen tahun 2012, perekonomian Eropa kembali mengalami kontraksi pada tahun 2013. Pada triwulan petama 2013 ekonomi Eropa tumbuh –1,07 persen YoY. Sepanjang tahun 2013 ekonomi Eropa diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar 0,3 persen. Eropa sudah mengeluarkan berbagai upaya untuk mengeluarkan kawasan tersebut dari krisis. Pada pertengahan tahun 2012 Gubernur ECB, Mario Draghi, mengeluarkan pernyataan bahwa ECB akan mempertahankan eksistensi mata uang tunggal Euro, termasuk dengan cara membeli surat utang negara Eropa. ECB juga lebih agresif dari sebelumnya dalam upayanya mengembalikan pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa. Hal ini terlihat dari kebijakannya menurunkan suku bunga acuan di sana, hingga menjadi 0,25 persen pada bulan Nopember 2013, yang merupakan level terendah sepanjang sejarah.
8
Pertumbuhan PDB
-2
25.0
-0.14 -0.51 -0.67 -0.93 -1.07
0
komite ekonomi nasional
-4 -6
Policy Rate 12341234123412341234123412341234123412341234123412 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012 2013
Sumber: CEIC
Relatif lebih stabilnya sistem finansial di Eropa memberikan ruang terhadap ekonomi kawasan tersebut untuk membaik. Walaupun secara keseluruhan negara di kawasan Uni Eropa masih mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, sudah ada tanda-tanda ekonomi Eropa mulai membaik. Pada triwulan kedua 2013 ekonomi Jerman tumbuh 0,9 persen. Sementara itu, Spanyol mengalami kontraksi sebesar 1,2 persen pada triwulan ketiga 2013, lebih baik dari kontraksi sebesar 1,6 persen pada triwulan sebelumnya. Italia mengalami kontraksi ekonomi sebesar 2,0 persen pada triwulan ketiga 2013, lebih baik dari kontraksi sebesar 2,3 persen pada triwulan kedua. Walaupun masih negatif, terlihat tren yang kuat bahwa pertumbuhan negatifnya semakin kecil.
komite ekonomi nasional
9
Selain itu, ada beberapa indikasi lain yang memperkuat dugaan bahwa Eropa mungkin sudah melewati titik terburuknya. Hal ini, antara lain, diperlihatkan oleh indikator ekonomi dini Eropa yang terus meningkat akhir-akhir ini. Selain itu, Indeks Kepercayaan Konsumen di sana juga terus mengalami peningkatan secara konsisten. Purchasing Manager Index (PMI) Eropa juga sudah mengalami peningkatan, dan sempat naik ke atas 50 (PMI di atas 50 menunjukkan adanya ekspansi ekonomi). Akan tetapi PMI cenderung jatuh ke bawah 50 dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini menunjukkan proses pemulihan ekonomi di Eropa masih belum cukup kuat, sehingga kawasan tersebut masih memerlukan dukungan dari kebijakan moneternya. Wajar saja bila ECB menurunkan bungan acuannya ke 0,25 persen, yang merupakan level terendah sepanjang sejarah. Gambar 8. PMI Eropa Sempat Naik ke Atas 50.
Perekonomian China: Mulai Stabil Gambar 9. Perkembangan Perekonomian China.
Pertumbuhan PDB (%)
Suku Bunga/Inflasi ( %)
16
9
14 12
6
10 8
3
6 4
0
2
60.0
0
55.0
1234123412341234123412341234123412341234123412341234 2001
50.0
2002
2003
2004
Pertumbuhan PDB
45.0
2005
2006
2007
2008
2009
Suku Bunga Pinjaman
2010
2011
2012
-3
2013
Inflasi
Sumber: CEIC
40.0
Jan-07 Apr-07 Jul-07 Oct-07 Jan-08 Apr-08 Jul-08 Oct-08 Jan-09 Apr-09 Jul-09 Oct-09 Jan-10 Apr-10 Jul-10 Oct-10 Jan-11 Apr-11 Jul-11 Oct-11 Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Oct-13
35.0
Sumber: Bloomberg
Dengan latar belakang yang demikian, perekonomian Eropa diperkirakan masih akan terus membaik dan bahkan dapat mencetak pertumbuhan positif di tahun 2014. Para ekonom memperkirakan ekonomi Eropa akan tumbuh dengan laju 1,0 persen di tahun 2014.
Sejak tahun 2012 pertumbuhan ekonomi China terus melambat. Pada tahun 2012 perekonomian China tumbuh dengan laju 7,7 persen, terburuk dalam 23 tahun terakhir. Perlambatan tersebut disebabkan oleh melemahnya permintaan global maupun domestik. Perlambatan ekonomi China terus berlanjut di tahun 2013. Mata uang Yuan yang mencapai rekor tertinggi pada Oktober 2013 menimbulkan kekhawatiran pelemahan daya saing ekspor China, yang dikhawatirkan akan turut menekan pertumbuhan ekonomi China. Selain itu, tekanan inflasi yang meningkat dikhawatirkan akan memicu kenaikan suku bunga acuan di sana, sehingga pertumbuhan kredit akan melambat. Walaupun tampaknya suku bunga acuan belum akan diubah hingga tahun depan, isu perlambatan ekspansi kredit sempat menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan China. Untungnya, pada triwulan ketiga 2013 ekonomi China mulai menunjukkan perbaikan. Ekonomi China tumbuh dengan laju 7,8 persen pada triwulan tersebut, lebih tinggi dari dua triwulan sebelumnya. Artinya, ekonomi China sudah mulai stabil, dan peluang China mengalami hard landing semakin kecil. Karena itu, target pertumbuhan ekonomi China di tahun 2013 sebesar 7,5 persen diperkirakan akan tercapai.
10
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
11
Tercapainya target pertumbuhan tersebut tidak lepas dari kebijakan bank sentral China yang telah membiarkan kredit perbankan China untuk tumbuh moderat, seperti yang terlihat dari suplai uang (M2) yang tersedia melebihi 100 triliun Yuan (US$ 16,4 triliun), lebih tinggi dari PDB nominal China. Namun, dengan perkiraan akan tercapainya target pertumbuhan ekonomi 2013, pada triwulan keempat 2013 bank sentral China diperkirakan akan menurunkan ekpansi kredit dari moderat menjadi lebih netral. Selain itu, faktor lain yang mendorong bank sentral China memperlambat ekspansi kredit adalah tingkat inflasi yang telah mencapai 3,1 persen di bulan September, dan kondisi cuaca musim dingin yang berpotensi memicu kenaikan harga bahan bakar dan makanan. Perlu dikemukakan di sini bahwa pertumbuhan PDB China utamanya didukung oleh investasi, yang mencapai lebih dari setengah tingkat pertumbuhan PDB, disusul oleh konsumsi dan ekspor, dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 3,4 persen (YoY) dan 0,1 persen (YoY). Telalu dominannya kontribusi investasi dalam pertumbuhan PDB telah memicu China untuk merubah struktur ekonominya. Mereka berencana meningkatkan kontribusi konsumsi dalam negeri terhadap perekonomian, yang saat ini berada di sekitar 46 persen dari PDB. Hal ini dilakukan agar mesin pertumbuhan ekonominya lebih berimbang, sehingga ekspansi ekonomi yang terjadi menjadi lebih berkesinambungan.
Perekonomian India terus mengalami perlambatan sejak triwulan kedua 2010. PDB India pada triwulan kedua tahun 2013 tumbuh sebesar 2,4 persen YoY (4,4 persen annualized rate). Dengan pertumbuhan yang terjadi, tampaknya sulit bagi India untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 5,6 persen di tahun 2013. Tampaknya India masih belum menemukan cara yang jitu untuk mengatasi masalah yang dihadapi perekonomian mereka. Pertumbuhan ekonomi terus menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 2010 ekonomi India tumbuh dengan laju 10,1 persen, turun menjadi 6,8 persen di 2011, dan menjadi 5,1 persen di 2012. Di tengah perlambatan ekonomi yang terjadi saat ini, perekonomian India juga mengalami tekanan sentimen negatif yang disebabkan oleh defisit transaksi berjalan. Impor yang jauh lebih besar dari ekspor membuat neraca perdagangan India mengalami defisit. Besarnya defisit cenderung membesar di tahun 2013 ini, antara lain disebabkan juga oleh pembelian emas dari luar negeri untuk memenuhi permintaan pasar domestik. Pada triwulan kedua 2013 defisit perdagangan India mencapai US$ 21,8 milar, naik dari defisit sebesar US$ 18,2 milyar pada triwulan sebelumnya. Keadaan belum tampak akan membaik pada semester kedua 2013, seperti yang diisyaratkan oleh defisit pada bulan Oktober 2013 yang mencapai US$ 10,56 milyar, jauh lebih tinggi dari US$ 6,7 milyar pada bulan September 2013.
Dengan keadaan seperti di atas, ekonomi China diperkirakan akan tumbuh dengan laju 7,4 persen di tahun 2014, sedikit lebih lambat dari perkiraan sebesar 7,6 persen di tahun 2013.
Perekonomian India: Melambat Tajam
Gambar 11. Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan (Current Account) dan Transaksi Modal (Capital Account) India.
US$ Bllion 40.0
Gambar 10. Perkembangan Perekonomian India.
30.0
Pertumbuhan PDB (%)
Suku Bunga/Inflasi (%)
14
18
12
15
10
12
8
9
6
6
4 2
3
0
0
1234123412341234123412341234123412341234123412341234 2001
2002
2003
2004
2005
Pertumbuhan Ekonomi
2006
2007
2008 Policy Rate
2009
2010
2011
2012
Inflation Rate
20.0 10.0 0.0 -10.0 Capital Account
-20.0
Current Account -30.0 -40.0 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2013
Sumber: CEIC
Sumber: CEIC
12
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
13
Sementara itu, pelemahan mata uang Rupee yang dianggap terlalu tajam telah memicu bank sentral India menaikan suku bunga acuan menjadi 7,5 persen. Kebijakan tersebut dibarengi dengan langkah-langkah untuk menekan tingkat inflasi. Selain itu, bank sentral juga mengetatkan likuiditas di sistem finansial mereka, dan membatasi besarnya investasi yang boleh dilakukan di luar negeri. Namun, upaya India untuk menekan angka inflasi tampaknya belum memberikan hasil seperti yang diharapkan. Tekanan inflasi cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari angka inflasi yang naik menjadi 9,84 persen di bulan September 2013, naik secara signfikan dari 9,52 persen yang terjadi pada bulan sebelumnya. Kenaikan harga bahan bakar di pasar global merupakan salah satu penyebab kenaikan harga bahan bakar dalam negeri India, yang pada gilirannya telah memicu kenaikan tingkat inflasi di sana. Tampaknya India harus berbuat lebih banyak lagi untuk mengeluarkan perekonomiannya dari tren perlambatan yang terjadi. India, antara lain, perlu menarik invetasi asing. Untuk mendukung hal tersebut tentunya India harus menyediakan infrastruktur yang mencukupi. Selain itu, India juga harus melakukan transformasi ekonomi agar mesin pertumbuhan ekonomi tidak terlalu didominasi oleh belanja rumah tangga semata. India harus meningkatkan peran investasi yang lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi mereka. Pada dasarnya mesin pertumbuhan ekonomi harus dibuat lebih berimbang. Walaupun demikian, ekonomi India akan sedikit diuntungkan oleh kondisi global yang sedikit lebih baik (utamanya AS dan Eropa). Di tahun 2014 perekonomian India diperkirakan akan tumbuh 4,7 persen di 2014, sedikit lebih baik dari 4,4 persen di 2013.
Negara Berkembang, Negara BRICS Lainnya Sama halnya dengan China dan India, pertumbuhan ekonomi di negara-negara anggota BRICS lainnya juga cenderung menurun. Jika pada tahun 2010 Brazil masih bertumbuh 7,5 persen, maka pada tahun 2011 pertumbuhannya melambat menjadi 2,7 persen, dan terus melambat menjadi 0,9 persen pada tahun 2012, namun diprediksikan sedikit meningkat menjadi 2,5 persen untuk tahun 2013 ini. Kondisi yang sama terlihat di Rusia, dimana pada tahun 2010 yang lalu negara ini bertumbuh 4,5 persen, dan kemudian menurun masing-masing menjadi 4,3 persen dan 3,4 persen pada tahun 2011 dan 2012. Dan untuk tahun 2013 ini, perekonomian Rusia diprediksikan akan tumbuh semakin lambat menjadi 1,5 persen. Selanjutnya Afrika Selatan yang bertumbuh 3,1 persen pada tahun 2010, pada tahun 2011 pertumbuhannya sedikit membaik menjadi 3,5 persen. Namun pada tahun 2012 pertumbuhannya kembali melambat menjadi 2,5 persen dan diprediksikan melambat lagi menjadi 2,0 persen pada tahun 2013.
14
komite ekonomi nasional
Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Brazil, Rusia dan Afrika Selatan disebabkan oleh beberapa faktor baik eksternal maupun internal. Adapun faktor eksternal yang secara umum memperlambat pertumbuhan ekonomi ketiga negara di atas antara lain adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa, Amerika Serikat maupun negara negara konsumen utama komoditas seperti China, Jepang dan India. Kondisi ini menyebabkan permintaan dan harga komoditas menurun, sehingga kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi ketiga negara tersebut juga menurun. Penurunan ekspor ini tidak hanya menurunkan kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi, namun juga menyebabkan menurunnya kinerja neraca berjalan (current account balance) di ketiga negara tersebut. Di Brazil defisit neraca berjalan (persen terhadap PDB) meningkat dari -2,1 persen tahun 2011 menjadi -2,4 persen pada tahun 2012 dan diproyeksikan menjadi -3,4 persen tahun 2013. Kondisi yang sama terjadi di Afrika Selatan, dimana defisit neraca berjalannya memburuk dari -3,4 persen pada tahun 2011 menjadi -6,3 persen pada tahun 2012 dan diprediksikan masih tetap tinggi tahun 2013 ini (-6,1 persen). Sementara itu Rusia masih mencatat neraca berjalan yang surplus, namun surplusnya semakin menurun dari 5,1 persen tahun 2011 menjadi 3,7 persen tahun 2012 dan diproyeksikan menurun lagi menjadi 2,9 persen pada tahun 2013 ini. Penurunan kinerja neraca berjalan di ketiga negara BRICS tersebut memicu sentimen negatif terhadap nilai tukar mata uangnya, sehingga mengalami depresiasi yang signifikan. Disamping itu rencana the Fed yang akan mengurangi stimulus moneternya (tapering QE3) menyebabkan mata uang dolar Amerika menguat terhadap hampir semua mata uang lainnya di dunia. Mata uang Brazil (Real) melemah dari 1,86 Real per US$ pada akhir tahun 2011 menjadi 2,06 Real pada akhir tahun 2012 dan 2,26 Real pada akhir September 2013 atau terdepresiasi masing-masing 9,3 persen dan 10,0 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Mata uang Afrika Selatan (Rand) juga melemah dari 8,19 rand per US$ pada akhir tahun 2011 menjadi 8,61 Rand per US$ pada akhir tahun 2012 (terdepresiasi 4,9 persen), dan pada akhir September 2013 melemah menjadi 9,96 Rand per US$ atau terdepresiasi 17,1 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu nilai tukar mata uang Rusia (Rubel) hanya sedikit mengalami pelemahan dari 31,52 Rubel per US$ pada bulan September 2012 menjadi 32,63 Rubel per US$ pada bulan September 2013 atau terdepresiasi 3,4 persen. Selain mengalami penurunan kinerja ekspor dan neraca berjalan, Brazil dan Rusia juga menghadapi peningkatan tekanan inflasi, sedangkan tekanan inflasi di Afrika Selatan relatif terjaga. Kenaikan tekanan inflasi di Brazil terutama disebabkan oleh jaringan infrastruktur yang kurang memadai sehingga biaya transportasi dan distribusi menjadi mahal. Sedangkan kenaikan tekanan inflasi di Rusia terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan akibat gagal panen beberapa komoditas tanaman bahan makanan. Untuk meredam pelemahan kurs dan sekaligus untuk mengendalikan laju inflasi yang mulai meningkat, otoritas moneter di ketiga negara tersebut menjalankan kebijakan moneter yang relatif ketat melalui kenaikan suku bunga acuan, yang diikuti oleh kenaikan suku bunga
komite ekonomi nasional
15
simpanan dan pinjaman. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan konsumsi dan investasi melambat, sehingga kontribusi konsumsi dan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan juga semakin menurun. Jadi penurunan kinerja pertumbuhan ekonomi di ketiga negara BRICS tersebut disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor, konsumsi dan juga investasi. Tabel 1. Basic Economic Indicators Brazil, Rusia dan Afrika Selatan.
Indikator 1. Pertumbuhan PDP, % YoY
2. Neraca Berjalan, % PDB
3. Nilai Tukar Terhadap, US$
4. Laju Inflasi, % YoY
Negara
2011
2012
2013F
2014F 2.45
Brazil
7.53
2.73
0.87
2.54
Rusia
4.50
4.30
3.40
1.48
2.80
Afrika Selatan
3.09
3.46
2.55
2.00
2.90 -3.20
Brazil
-2.21
-2.12
-2.41
-3.38
Rusia
4.42
5.12
3.69
2.89
1.40
Afrika Selatan
-2.82
-3.39
-6.26
-6.07
-5.80
Brazil
1.66
1.87
2.05
2.25
2.34
Rusia
30.54
32.14
30.53
32.60
32.81
Afrika Selatan
6.63
8.09
8.47
10.10
10.00
Brazil
5.04
6.63
5.41
6.10
5.90
Rusia
6.88
8.48
5.07
6.60
5.30
Afrika Selatan
4.27
4.99
5.65
5.90
5.60
10.75
11.00
7.25
9.88
10.13
Rusia
7.75
8.00
8.25
7.88
7.25
Afrika Selatan
5.50
5.50
5.00
5.00
5.25
Brazil 5. Suku Bunga Acuan, % pa
2010
Sumber: Diolah dari Data CEIC dan Bloomberg
Untuk tahun 2014 pertumbuhan ekonomi negara-negara BRICS secara umum diperkirakan akan membaik dibandingkan dengan tahun 2013. Perbaikan kinerja ekonomi negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa diperkirakan akan mendorong perbaikan kinerja ekspornya. Disamping itu pertumbuhan konsumsi yang masih kuat diperkirakan juga menjadi motor pertumbuhan ekonomi, khususnya di Rusia dan Afrika Selatan. Namun masih tingginya tekanan inflasi di beberapa negara seperti Brazil menyebabkan ruang untuk melonggarkan kebijakan moneter menjadi terbatas. Untuk tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Brazil diperkirakan 2,45 persen, melambat sedikit dari prediksi tahun 2013. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Rusia dan Afrika Selatan untuk tahun 2014 masing-masing diprediksikan 2,80 persen dan 2,90 persen, lebih baik dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan yang dicapai tahun 2013 ini.
16
komite ekonomi nasional
Perkembangan dan Prospek Ekonomi ASEAN Perekonomian negara-negara ASEAN (dalam hal ini ASEAN-5) di tahun 2013 mengalami perlambatan yang signifikan. Pada bulan Oktober 2013 IMF dalam publikasinya World Economic Outlook (WEO) memperkirakan pertumbuhan ekonomi ASEAN tahun 2013 hanya akan mencapai 5,0 persen. Prediksi pertumbuhan tersebut jauh dibawah pertumbuhan tahun 2012 yang mencapai 6,2 persen. Perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN ini terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja perekonomian global, khususnya China, India dan Eropa yang merupakan pasar utama ekspor negara-negara anggota ASEAN. Selain itu, untuk meredam gejolak yang berasal dari perekonomian global, negara-negara ASEAN cenderung menerapkan kebijakan moneter ketat. Akibatnya, pertumbuhan konsumsi dan investasi negara-negara ASEAN juga melambat di tahun 2013. Untuk tahun 2014, pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN diproyeksikan akan meningkat menjadi 5,4 persen. Adapun komponen yang diperkirakan akan mengalami peningkatan pertumbuhan yang siginfikan pada tahun 2014 mendatang adalah ekspor seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian global, khususnya Jepang, Amerika Serikat, Eropa dan China. Untuk tahun 2014 ekspor negara-negara ASEAN diperkirakan akan tumbuh 6,5 persen, meningkat dibandingkan dengan prediksi pertumbuhan ekspor tahun ini yang hanya mencapai 4,4 persen. Sementara itu meskipun laju inflasi ASEAN diprediksikan tetap terjaga di sekitar 5 persen, namun isu tapering yang diprediksikan akan dilakukan the Fed pada triwulan pertama tahun 2014, akan meningkatkan tekanan kepada bank sentral di ASEAN untuk mengetatkan kebijakan moneternya untuk mencegah kemungkinan terjadinya pelarian modal keluar negeri. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan konsumsi dan investasi (khususnya investasi dalam negeri) tampaknya tidak akan mengalami kenaikan yang signifikan pada tahun 2014.
komite ekonomi nasional
17
Gambar 12. Laju Pertumbuhan Negara ASEAN-5.
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi %
Petumbuhan Ekonomi ASEAN-5, %YoY
7.5
Negara
7.0
5.4
5.4 5.0
4.7
4.5
3.0 1.8 1.5
0.0 2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013F
2014F
Sumber: IMF, World Economic Outlook, Oktober 2013.
Pada tahun 2015 negara-negara kawasan ASEAN akan mengimplementasikan Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA). Implementasi Komunitas Ekonomi ASEAN ini di satu sisi memberikan peluang bagi perdagangan dan investasi yang besar, karena berkurangnya hambatan-hambatan tarif dan non tarif akan memberikan ruang bagi pertumbuhan perdagangan antar negara anggota ASEAN. Namun di sisi lain, pembentukan komunitas ini dapat menimbulkan ancaman tersendiri. Utamanya, kompetisi antar negara ASEAN dalam perdagangan maupun investasi akan semakin ketat. Dunia usaha Indonesia harus benar-benar mempersiapkan diri untuk menghadapi KEA ini. Bila tidak, kita hanya akan menjadi penonton di era perekonomian dunia yang semakin terintegrasi ini.
18
komite ekonomi nasional
2011
2012
2013F
2014F
2013F
Bloomberg's Polling
5.5
4.5
2005
2010
6.2
6.2 6.0
Tabel 2. Perkiraan Petumbuhan Beberapa Negara di Dunia.
2014F
IMF
Amerika Serikat
3.0
1.7
2.8
1.6
2.6
1.6
2.6
Jepang
4.4
-0.7
2.0
1.9
1.6
2.0
1.2
Eropa
2.0
1.5
-0.7
-0.3
1.0
-0.4
1.0
China
10.4
9.3
7.7
7.6
7.4
7.6
7.3
India
10.1
6.8
5.1
4.4
4.7
3.8
5.1
Singapura
14.8
4.9
1.3
2.7
3.7
3.5
3.4
Malaysia
7.2
5.1
5.6
4.5
5.0
4.7
4.9
Thailand
7.8
0.1
6.5
4.0
4.5
3.1
5.2
Philippine
7.6
3.7
6.8
7.0
6.0
6.8
6.0
South Korea
6.3
3.6
2.0
2.7
3.5
2.8
3.7
INDONESIA
6.2
6.5
6.2
5.7
5.7
5.3
5.5
Sumber: WEO, Oktober 2013, World Bank, IMF.
komite ekonomi nasional
19
2
Sementara itu, transaksi modal dan finansial pada tahun 2013 jauh lebih kecil dari defisit transaksi berjalan. Pada tiga triwulan pertama 2013 transaksi modal dan finansial hanya mencapai US$ 13,06 milyar. Jumlah ini tidak cukup untuk menutup defisit transaksi berjalan. Dengan keadaan yang seperti ini, tidaklah terlalu mengherankan bila rupiah kita tertekan dan cadangan devisa kita tergerus hingga tinggal US$ 95, 68 milyar pada akhir triwulan ketiga 2013 (tertinggi mencapai US$ 119,66 milyar pada triwulan kedua 2011).
Review Keadaan Ekonomi Tahun 2013
Penurunan transaksi modal dan kapital di 2013 bukan disebabkan oleh turunnya investasi langsung ke Indonesia, tetapi disebabkan oleh melambatnya arus portofolio masuk ke Indonesia. Investasi langsung pada tiga triwulan pertama 2013 mencapai US$ 12,79 milyar, tumbuh hampir 30 persen dari US$ 9,84 milyar di periode yang sama tahun 2012. Sedangkan investasi portofolio pada periode yang sama mencapai US$ 8,03 milyar, turun sekitar 11 persen dari US$ 9,02 milyar di periode yang sama tahun 2012.Tampaknya prospek perlambatan ekonomi telah membuat investor portofolio lebih enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Seperti kita ketahui, BI telah berupaya menekan defisit transaksi berjalan, antara lain dengan memperlambat pertumbuhan ekonomi kita.
Perkembangan Beberapa Variabel Makro Ekonomi Neraca Pembayaran Tabel 3. Neraca Pembayaran Indonesia.
(US$ Milyar) URAIAN
I. Transaksi Berjalan A. Barang 1) - Ekspor - Impor B. Jasa - jasa C. Pendapatan D. Transfer berjalan II. Transaksi Modal & Finansial A. Transaksi modal B. Transaksi finansial 2) - Aset - Kewajiban 1. Investasi langsung 2. Investasi portofolio 3. Investasi lainnya III. Total ( I + II ) IV. Selisih Perhitungan Bersih V. Neraca Keseluruhan (III+IV)
2008
0.13 22.92 139.61 -116.69 -13.00 -15.16 5.36 -1.83 0.29 -2.13 -17.95 15.82 3.42 1.76 -7.31 -1.71 -0.24 -1.95
2009
10.6 30.9 119.6 -88.7 -9.7 -15.1 4.6 4.9 0.1 4.8 -14.4 19.2 2.6 10.3 -8.2 15.5 -3.0 12.5
2010
5.14 30.63 158.07 -127.45 -9.32 -20.79 4.63 26.62 0.05 26.57 -6.90 33.47 11.11 13.20 2.26 31.77 -1.48 30.29
2011
1.69 34.78 200.79 -166.01 -10.63 -26.68 4.21 13.57 0.03 13.53 -15.66 29.19 11.53 3.81 -1.80 15.25 -3.40 11.86
2012
-24.42 8.62 188.50 -179.88 -10.33 -26.80 4.09 25.16 0.05 25.11 -16.24 41.35 13.98 9.21 1.92 0.74 -0.53 0.21
2013 Q1
-5.87 1.63 45.23 -43.60 -2.48 -6.13 1.10 -0.30 0.01 -0.31 -7.93 7.62 3.88 2.76 -6.95 -6.17 -0.44 -6.62
Q2
-9.95 -0.71 45.55 -46.26 -3.13 -7.13 1.01 8.43 0.06 8.36 2.64 5.72 3.77 3.39 1.20 -1.53 -0.95 -2.48
Q3
-8.45 -0.01 44.15 -44.15 -2.62 -6.71 0.88 4.93 0.04 4.89 -3.01 7.91 5.14 1.88 -2.13 -3.52 0.87 -2.65
Ke depan, defisit transaksi berjalan akan terus menimbulkan sentimen negatif terhadap nilai tukar rupiah dan perekonomian kita. Selain itu, kebijakan BI pun akan terfokus pada cara mengurangi defisit transaksi berjalan ini. Bila tidak merubah pendekatan yang dilakukan saat ini, upaya BI mengendalikan defisit transaksi berjalan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia secara signifikan.
Inflasi Memasuki awal tahun 2013, inflasi memiliki kecenderungan yang meningkat. Tren kenaikan ini dipengaruhi oleh ketatnya pasokan bahan kebutuhan pokok di pasar domestik serta pembatasan sementara impor sejumlah produk pertanian yang berdampak pada naiknya harga bahan makanan dan makanan jadi. Di bulan April dan Mei 2013, tekanan inflasi relatif terkendali, dimana inflasi pada bulan Mei sempat menurun ke 5,5 persen.
Sumber: Bank Indonesia
Kuatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri membuat impor kita naik dengan signifikan. Sementara itu, perekonomian global yang lemah membuat pertumbuhan ekspor kita sulit tumbuh. Harga komoditas (pertambangan dan perkebunan) yang rendah turut menekan kinerja ekspor kita. Akibatnya, kita mengalami defisit perdagangan, yang telah menekan neraca transaksi berjalan kita. Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan sejak triwulan keempat 2011. Pada tahun 2012 defisit transaksi berjalan kita mencapai US$ 24,42 milyar. Transaksi berjalan terus mengalami defisit pada tahun 2013, dengan kecenderungan yang meningkat. Pada triwulan ketiga 2013, misalnya, defisit transaksi berjalan mencapai US$ 8,45 milyar. Pada tiga triwulan pertama 2013 defisit transaksi berjalan kita sudah mencapai US$ 24,28 milyar.
20
komite ekonomi nasional
Di bulan Juni 2013, inflasi tahunan menanjak menjadi 5,9 persen. Kenaikan terutama dipicu oleh langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, antara lain harga premium dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 6.500/liter, dan harga solar dari Rp 4.500/liter menjadi Rp 5.500/ liter. Namun karena implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan pada minggu ketiga Juni 2013, maka dampak signifikan kenaikan ini baru tergambar pada inflasi tahunan di bulan Juli 2013. Kebijakan menaikkan harga BBM ini membuat inflasi tahun 2013 berada di atas perkiraan semula KEN. Pada bulan Juli 2013, inflasi bulanan mencapai 3,3 persen, yang membuat inflasi tahunan naik menjadi 8,6 persen. Kenaikan harga BBM telah membuat harga bahan pangan dan biaya transportasi naik drastis. Inflasi bulanan makanan melonjak menjadi 5,5 persen di bulan Juli
komite ekonomi nasional
21
dari 1,2 persen di bulan Juni. Pada periode yang sama, biaya transportasi juga naik menjadi 9,6 persen dari 3,8 persen. Di bulan Juli, tekanan inflasi tambahan juga datang dari faktor musiman (bulan Ramadhan).
Secara berturut-turut BI rate naik sebesar 50 bps menjadi 6,5 persen (Juli 2013), lalu naik sebesar 50 bps menjadi 7 persen (Agustus 2013), dan tambahan kenaikan 25 bps menjadi 7,25 persen (September 2013).
Gambar 13. Pergerakan Inflasi Tahunan.
YoY% 18 UMUM Makanan
15
defisit transaksi berjalan Indonesia yang menciptakan sentimen negatif terhadap nilai tukar rupiah, mendorong BI secara agresif kembali menaikkan suku bunga.
Bukan Makanan
Selain kenaikan BI rate, BI juga menaikkan suku bunga deposit facility dari level 4,25 persen di bulan Juni 2013, menjadi 5,5 persen di bulan September 2013, serta suku bunga lending facility dari level 6,75 persen menjadi 7,25 persen di periode yang sama. Gambar 14. Prediksi Inflasi dan BI Rate tahun 2013.
12
9
9.2
1.6
6
1.3
3
1.0
BI Rate
YoY, %
MoM, %
Prediksi
8.4 7.8 6.8
4.4 0.1 3.6 -0.2
2.8
-0.5
Dec - 13
Oct - 13
Nov - 13
Sep - 13
Jul - 13
Aug - 13
Jun - 13
Apr - 13
May - 13
Mar - 13
Feb - 13
Jan - 13
Dec - 13
Nov - 12
2.0
Oct - 12
Di bulan Agustus 2013, laju inflasi tahunan masih bergerak naik, mencapai 8,8 persen. Tingginya permintaan barang dan jasa jelang Idul Fitri serta dorongan faktor masa tahun ajaran baru, membuat harga bahan pangan, sandang, biaya transportasi dan biaya pendidikan kembali naik. Harga sejumlah barang mulai kembali normal di bulan September dan Oktober 2013. Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM diperkirakan akan membuat inflasi tahunan mencapai 8,5 – 9 persen di akhir tahun 2013.
5.4
Sep - 12
sumber: BPS
0.4
Aug - 12
2013
Jul - 12
2012
Jun - 12
2011
May - 12
2010
Apr - 12
2009
Mar - 12
2008
6.6
Feb - 12
2007
0.7
Jan - 12
0
Sumber: BPS
Suku Bunga Setelah bertahan cukup lama pada level terendah, suku bunga acuan BI rate akhirnya dinaikkan pada tahun 2013. BI rate sendiri telah bertahan di level yang rendah, yaitu 5,75 persen sejak Februari 2012. Namun, anggapan bahwa prospek dan ekspektasi inflasi akan naik menjelang kenaikan harga BBM bersubsidi membuat BI menaikkan suku bunga acuan di bulan Juni 2013 ke level 6 persen dari 5,75 persen di bulan Mei 2013. Seperti diketahui, BI menerapkan kebijakan Inflation Targeting, dengan tujuan tunggal yaitu menciptakan kestabilan harga. Walaupun demikian, BI juga menerapkan bauran kebijakan dalam kebijakan moneternya. Laju inflasi yang melonjak pasca kenaikan BBM bersubsidi dan
22
komite ekonomi nasional
Disatu sisi langkah BI yang mengerek suku bunga hingga 1,5 persen ke level 7,25 persen bertujuan untuk menekan impor, agar posisi neraca transaksi berjalan menjadi lebih baik. Namun disisi lain, kebijakan moneter kontraktif ini berdampak negatif karena akan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Seperti kita ketahui, perekonomian Indonesia cukup sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Ekonomi cenderung bergerak lebih lambat ketika suku bunga berada pada level yang lebih tinggi. Pada minggu kedua Nopember 2013 BI kembali menaikkan BI rate menjadi 7,5 persen. Defisit neraca transaksi berjalan yang dianggap masih terlalu tinggi membuat BI kembali menaikkan BI rate, padahal tekanan inflasi relatif lebih terkendali dengan kecenderungan menurun.
komite ekonomi nasional
23
Kebijakan ini menggambarkan kebijakan moneter BI saat ini lebih dipengaruhi oleh defisit transaksi berjalan, bukan inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Namun, dengan tekanan inflasi yang cenderung melunak, ada peluang yang cukup besar BI akan mempertahankan BI rate pada level 7,5 persen hingga akhir tahun.
Nilai Tukar Tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang terjadi sejak tahun 2012 terus berlanjut di tahun 2013. Pada awal tahun 2013 rupiah sempat bertahan pada kisaran 9.795 per dolar AS. Namun akhirnya terus melemah dan menembus kisaran 11.406 per dolar AS di akhir September 2013.
Dari sisi domestik, sentimen negatif dipicu oleh defisit neraca transaksi berjalan (current account). Kinerja ekspor yang belum pulih dan laju impor migas yang terus naik menyebabkan neraca perdagangan luar negeri defisit, yang menggerus cadangan devisa Indonesia. Guna memperbaiki keadaan neraca transaksi berjalan, BI memandang laju impor harus diperlambat, dengan menaikkan suku bunga dan membuat lemah nilai tukar rupiah. Kenaikan suku bunga diperkirakan akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya juga akan mengurangi permintaan akan produk yang diimpor. Pelemahan rupiah juga diharapkan akan membuat harga produk impor menjadi lebih mahal dan menekan permintaan akan produk impor. Dengan paradigma seperti ini, tidaklah terlalu mengherankan bila kita melihat nilai tukar dibiarkan melemah. Akibatnya, rupiah memang benar-benar melemah secara signifikan. Kinerja rupiah adalah yang terburuk dibandingkan mata uang negara lain di Asia, bila kita lihat sejak tahun 2005.
Gambar 15. Pergerakan Rupiah Cukup Volatile, Dengan Kecenderungan Melemah. Gambar 16. Pergerakan Rupiah Dibandingkan dengan Mata Uang Negara Lain.
(rupiah/dolar) 13,000
2005=100 160
Indonesia
12,000 140
Japan
11,000 120
Thailand
10,000 100
Philippines
9,000 80
China
8,000 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
60
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: Bloomberg Sumber: CEIC, Bloomberg, perhitungan KEN
Pelemahan rupiah dipicu oleh sentimen negatif yang muncul dari sisi eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, depresiasi rupiah dipengaruhi oleh isu penyesuaian stimulus moneter the Fed. Perekonomian AS yang terus menunjukkan pemulihan kencang, memunculkan persepsi dan sinyal bahwa the Fed akan mengurangi atau bahkan menghentikan kucuran stimulus moneter yang selama ini berjalan (tapering). Ketika isu tersebut merebak dan ketidakpastian semakin tinggi, investor cenderung mengurangi eksposur mereka di negara-negara yang memiliki risiko agak tinggi, termasuk negara berkembang. Investor cenderung mencari tempat aman (safe haven), sampai ketidakpastian dianggap sudah berkurang. Akibatnya, modal akan cenderung keluar dari negara berkembang, dan mata uang negara-negara tersebut pun cenderung melemah.
24
komite ekonomi nasional
Untuk tahun 2013 pun, kinerja rupiah relatif lebih buruk. Sejak awal tahun rupiah mengalami pelemahan sebesar 14,1 persen. Sedangkan depresiasi mata uang negara-negara Asia lainnya tidak sebesar rupiah. Baht, misalnya, hanya melemah 2,1 persen sejak awal tahun, dan dolar Singapura terdepresiasi sebesar 2,7 persen.
komite ekonomi nasional
25
Tabel 4. Nilai Tukar Fundamental Rupiah Berdasarkan Beberapa Pendekatan.
Gambar 17. Perbandingan Kinerja Mata Uang Beberapa Negara Tahun 2013.
4
Indikator
2.5
1.8
2 0 -2
-2.1
-4
-1.0 -2.7
-6
-5.7
-8 -10.4
-12 -16
9,400
9,115
9,083
8,924
8,991
8,709
8,597
8,823
9,068
9,180
9,480
9,588
8,573
8,572
8,652
8,784
8,982
9,040
8,990
8,956
9,043
9,108
9,106
9,207
9,283
2. Tren PPP
8,997
8,330
8,814
9,381
8,837
8,934
9,104
8,808
8,559
9,113
9,869
9,510
9,397 9,283
3. REER
8,311
8,648
8,721
8,791
8,856
8,917
8,974
9,028
9,080
9,131
9,182
9,233
4. Trend REER
9,288
8,935
8,902
8,887
8,888
8,903
8,930
8,971
9,023
9,086
9,156
9,227
9,299
5. Competing Currency
10,616
10,333
9,739
9,617
9,109
9,131
8,738
8,615
8,845
9,233
8,913
9,153
9,126
6. Econometric
10,561
8,587
8,371
9,249
8,732
8,706
9,093
9,236
8,800
9,555
9,380
9,268
9,059
Fundamental Value
9,391
8,901
8,866
9,118
8,901
8,938
8,971
8,936
8,892
9,204
9,267
9,266
9,241
Deviasi, %
-14.2
-5.3
-2.7
0.4
-0.3
-0.6
3.0
3.9
0.8
1.5
1.0
-2.3
-3.6
Sumber: KEN
-11.7
-14.1 IDR
EURO
AUD
JPY
THB
SGD
KRW
PHP
CNY
Sumber: CEIC, Bloomberg
Sebenarnya, nilai tukar rupiah di atas 9.800 per dolar terlalu lemah bila dibandingkan dengan nilai fundamentalnya. Sejumlah metodologi penghitungan fundamental nilai tukar rupiah menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah seharusnya berada di sekitar 9.800 rupiah per dolar. Secara rata-rata, enam metode yang digunakan untuk menghitung nilai tukar rupiah menunjukkan bahwa pada bulan September 2013 nilai fundamental rupiah berada di kisaran 9.757 rupiah per dolar. Jadi, rupiah di kisaran 11.613 per dolar terlalu lemah dibanding nilai fundamentalnya. Artinya, sebenarnya ada ruang yang cukup besar bagi rupiah untuk menguat. Namun, kebijakan BI yang cenderung lebih suka rupiah yang lemah akan membuat penguatan tersebut akan terbatas. Walaupun demikian, perhitungan fundamental tersebut menunjukkan bahwa kecil peluang terjadinya pelemahan rupiah yang tidak terkendali.
26
10,950
1. PPP
Catatan : deviasi negatif (-) berarti nilai tukar Rupiah vs US$ undervalued, dan deviasi positif (+) berarti nilai tukar Rupiah vs US$ overvalued.
-10 -14
AKTUAL
Dec-08 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Dec-10 Mar-11 Jun-11 Sep-11 Dec-11 Mar-12 Jun-12 Sep-12
komite ekonomi nasional
Kinerja Bursa Saham dan Obligasi Bursa saham Indonesia bergerak fluktuatif sepanjang tahun 2013. Sejak awal tahun hingga pertengahan Mei 2013, IHSG mampu menguat 20,8 persen ke level tertingginya yaitu 5.215. Namun ketidakpastian global yang dipicu oleh perkembangan ekonomi di AS (isu pengurangan atau penghentian stimulus moneter the Fed) dan persepsi risiko yang meningkat dari kondisi domestik negara berkembang (perlambatan pertumbuhan ekonomi, laju inflasi meningkat, defisit neraca perdagangan, dan depresiasi nilai tukar) memicu sentimen negatif yang membuat bursa saham regional, termasuk IHSG terkoreksi. Sejak akhir Mei 2013, IHSG terus tertekan, dan sempat turun ke level 3.967,8 diakhir Agustus 2013. Artinya, dalam tempo dua bulan sejak menembus titik tertingginya, IHSG sudah merosot hingga 23,9 persen. Namun, secara berangsur-angsur IHSG kembali menguat. Penguatan yang terjadi, antara lain, disebabkan oleh kepastian akan keputusan the Fed yang melanjutkan kucuran stimulus moneternya. Kondisi fundamental ekonomi yang kuat (misalnya, perekonomian Indonesia masih terus tumbuh, inflasi yang masih terkendali, daya beli masyarakat yang tetap, dan kondisi fiskal yang sehat) turut memberikan sentimen positif tambahan terhadap bursa saham kita. IHSG pun terus menguat sejak akhir Agustus 2013, dan pada pertengahan September 2013 IHSG pun sempat berada di atas level 4.600. Dengan fondasi ekonomi yang kuat seperti saat ini, peluang IHSG untuk meningkat lagi ke level yang lebih tinggi masih terbuka lebar. Namun, bila perekonomian Indonesia terus diperlambat, maka ruang bagi IHSG untuk naik secara signifikan menjadi terbatas.
komite ekonomi nasional
27
Gambar 18. IHSG Sempat Menciptakan Level Tertinggi dalam Sejarah.
5600
1780
Kinerja bursa saham kita masih relatif cukup baik dibandingkan dengan bursa saham di Asia Tenggara. Sampai dengan 31 Oktober 2013, IHSG mengalami kenaikan sebesar 4,5 persen dibandingkan dengan level pada akhir tahun 2012. Sedangkan Indeks Saham Singapura (STI) mengalami kenaikan sebesar 1,4 persen dan Thailand (SET) naik sebesar 3,7 persen.
1680 5100
1580 1480
4600
1380 1280
4100
1180 3600
980
SET (Kanan)
3-Sep-13
3-Jul-13
3-May-13
3-Mar-13
3-Jan-13
3-Nov-12
3-Sep-12
3-Jul-12
3-May-12
3-Mar-12
3-Jan-12
3-Nov-11
3-Sep-11
3-Jul-11
3-May-11
3-Mar-11
880
3-Jan-11
3100
Gambar 19. Perbandingan Kinerja Bursa Saham Global.*
37.8
Kinerja Bursa Saham (% YTD)
30
11
140 130
Sumber: BEI, Bloomberg
35
Gambar 20. Kinerja Surat Utang Negara Indonesia.
1080
IHSG (Kiri)
40
Senada dengan bursa saham yang melemah di tengah tahun 2013, kinerja obligasi pemerintah dan surat utang negara pun turut tertekan. Ekspektasi laju inflasi yang meningkat pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, serta sentimen negatif terhadap rupiah mengerek imbal hasil SUN secara signifikan. Sebagai contoh, imbal hasil SUN 10 tahun yang berada di sekitar 5,9 persen pada akhir Mei 2013, meningkat drastis menjadi sekitar 7 persen pada akhir Juni 2013.
Indeks harga (kiri) Imbal hasil % (kanan)
10
120
9
110
8
100
7
90
6
80
5
70
4
25 20
18.6 14.1
15
2.4
1.4 Straits Times Idx
5
Hangseng Idx
10 3.7
7.0 1.7
4.5
JCI
KOSPI Idx
KLCI Idx
SET Idx
Nikkei 225
UKX
DJIA
0
Sumber: BEI, Kemenkeu
Tekanan terhadap harga SUN terus terjadi dan mencapai puncaknya pada awal September 2013, hingga imbal hasil naik mencapai sekitar 8,8 persen. Isu pengurangan atau penghentian stimulus moneter the Fed (tapering) menjadi sentimen negatif yang menggerakan pasar, meskipun akhirnya kekhawatiran tersebut tidak terjadi. Saat ini bursa obligasi kembali pulih, dengan imbal hasil yang sudah turun ke 7,3 persen pada akhir Oktober 2013. Namun, kebijakan BI yang secara tak terduga menaikkan BI rate di bulan Nopember kembali menekan harga obligasi Indonesia.
*Sampai 31 Oktober 2013 Sumber: BEI, Bloomberg
28
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
29
Gambar 21. Kepemilikan Asing Kembali Meningkat.
Rp Trn
pelaku usaha Indonesia. Kredit investasi masih dapat melaju kencang di tengah melambatnya kredit modal kerja dan konsumsi. Per Agustus 2012, kredit investasi tumbuh sebesar 29,8 persen lalu naik menjadi 32,5 persen per Agustus 2013.
%
1,000
40 Total Surat Utang Negara (kiri)
900
Kepemilikan asing (kiri)
800
pangsa kepemilikan asing (kanan)
700
35
34.0 31.2
29.6
600 500
30 25
400
20
300 200
15
100 Sep-13
Jun -13
Mar -13
Dec -12
Sep-12
Jun -12
Mar -12
Dec -11
Oct -11
Jun -11
Dec -10
Mar -11
Sep-10
Jun -10
Dec -09
Mar -10
Sep-09
Jun -09
Mar -09
Sep-08
Dec -08
Jun -08
Mar -08
10 Dec -07
0
Sumber: Kemenkeu
Minat investor asing pada instrumen SUN juga cenderung stabil. Per September 2013, asing memiliki investasi sebesar Rp 294,14 triliun rupiah (sekitar 31,2 persen dari total SUN), naik dari posisi Desember 2012 sebesar Rp 270,52 triliun rupiah. Meski menurun, porsi kepemilikan asing tetap lebih tinggi dibandingkan dengan periode September tahun sebelumnya (sekitar 29,6 persen dari total SUN).
Kinerja Perbankan
Tentunya ini merupakan pertanda yang baik, karena investasi yang tumbuh kuat akan turut memperkokoh mesin pertumbuhan ekonomi kita. Dengan kata lain, pertumbuhan kredit perbankan kita cukup berkualitas. Terkait dengan penyaluran kredit konsumsi, Bank Indonesia telah menyempurnakan aturan Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV) untuk kredit properti dan pengaturan uang muka kredit kendaraan bermotor ditahun 2013. Dengan aturan LTV/FTV, bank hanya dapat memberikan fasilitas kredit maksimal sebesar rasio LTV yang ditetapkan terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian kredit atau pembiayaan. Sementara dalam aturan uang muka, BI mensyaratkan persentase minimal uang muka dalam kredit kendaraan bermotor. Selain menjalankan prinsip kehati-hatian dan lebih ketat dalam mengelola risiko, aturan ini juga dimaksudkan untuk mengerem laju pertumbuhan kredit konsumsi, terutama yang beragunan properti. Gambar 22. Laju Pertumbuhan Kredit Perbankan.
60
(% YoY)
50
Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Total
40
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rata-rata laju pertumbuhan kredit perbankan hingga Agustus 2013 cenderung melambat. Total kredit yang dikucurkan perbankan sampai dengan Agustus 2013 tumbuh 22,18 persen, lebih rendah dari periode yang sama ditahun 2012, yang mencapai 23,58 persen. Dilihat dari laju pertumbuhannya hingga Agustus 2013, kredit investasi memiliki laju pertumbuhan tahunan tertinggi sebesar 32,5 persen, diikuti kredit modal kerja (tumbuh 20,7 persen), dan kredit konsumsi (naik 16,9 persen). Sementara itu, berdasarkan porsi penyalurannya, porsi kredit modal kerja mencapai 47,6 persen, diikuti kredit konsumsi (28,6 persen) dan kredit investasi (23,8 persen). Data diatas menunjukkan beberapa hal. Pertama, kekhawatiran akan tingginya kredit konsumtif yang membuat ekonomi kita kepanasan tampaknya kurang beralasan, karena meski porsinya lebih besar dari kredit investasi, laju pertumbuhan tahunannya termasuk paling rendah. Kedua, sebagian besar pertumbuhan kredit perbankan nasional disalurkan untuk aktivitas produktif, yang mengindikasikan naiknya kegiatan produksi dan investasi para
30
komite ekonomi nasional
30 20 10 0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
-10 Sumber: BI
komite ekonomi nasional
31
Tabel 5. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Kreditnya. 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013 Aug
Trillions Rp Total Working Capital Investment Creditts Consumption Creditts
316.0 181.6 75.8 58.6
371.1 206.6 84.4 80.0
440.5 233.5 95.8 111.2
559.5 289.7 118.7 151.1
695.6 354.6 134.4 206.7
Percent Change YoY Total Working Capital Investment Creditts Consumption Creditts
11.6 4.4 10.2 45.5
17.4 13.8 11.3 36.5
18.7 13.0 13.4 39.0
27.0 24.0 24.0 35.8
24.3 22.4 13.2 36.8
13.9 17.0 12.5 9.5
26.5 28.6 23.2 24.8
30.5 28.4 37.4 29.9
10.0 2.7 16.4 19.0
22.8 25.2 17.0 22.9
24.6 21.4 33.2 24.2
23.1 23.2 27.4 19.9
22.2 20.8 32.5 16.9
Percent Share Total Working Capital Investment Creditts Consumption Creditts
100.0 57.5 24.0 18.5
100.0 55.7 22.8 21.6
100.0 53.0 21.7 25.2
100.0 51.8 21.2 27.0
100.0 51.0 19.3 29.7
100.0 52.3 19.1 28.6
100.0 53.2 18.6 28.2
100.0 52.4 19.6 28.1
100.0 48.9 20.7 30.4
100.0 49.8 19.7 30.4
100.0 48.6 21.1 30.3
100.0 48.6 21.8 29.5
100.0 47.6 23.8 28.6
792.3 1,002.0 1,307.7 1,437.9 1,765.8 2,200.1 2,707.9 3,067.4 414.7 533.2 684.7 703.0 880.2 1,068.7 1,316.7 1,461.6 151.2 186.2 255.9 297.9 348.5 464.3 591.4 729.4 226.3 282.6 367.1 437.0 537.1 667.2 799.7 876.4
Banking Pressure Index (BPI) juga menunjukkan bahwa keadaan perbankan kita masih cukup baik. BPI adalah indeks yang menunjukkan tekanan di perbankan kita. BPI di atas 0,5 menunjukkan tekanan di sistem perbankan kita besar, dan kemungkinan terjadinya sistemik default besar. Sedangkan BPI di bawah 0,5 menunjukkan tekanan yang rendah dalam sistem perbankan kita. Saat ini BPI Indonesia berada di level 0,00 yang mengindikasikan kesehatan sistem perbankan yang masih terjaga. Namun, BPI terlihat cenderung meningkat dalam beberapa bulan terakhir, yang memberi indikasi tekanan di sistem perbankan cenderung meningkat. Perlambatan ekonomi ke level yang lebih rendah lagi dari saat ini diperkirakan akan semakin meningkatkan tekanan terhadap sistem perbankan kita. Indonesia harus hatihati dengan kebijakan perlambatan pertumbuhan ekonominya. Gambar 23. Banking Pressure Index Naik, Namun Masih Aman.
Sumber: BI
Total Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan sampai dengan bulan Juli 2013 sudah mencapai 3.392,9 triliun rupiah, naik sebesar 14,6 persen dibandingkan dengan pada bulan yang sama tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan DPK ini cenderung melambat dibandingkan akhir tahun 2012 yang mencapai 15,8 persen. Secara umum, kondisi sistem perbankan kita cukup baik, dengan posisi NPL sebesar 1,9 persen (turun dari 2,2 persen di akhir 2012) dan CAR pada level 18 persen (naik dari 17,4 persen di akhir 2012). Sementara itu, fungsi intermediasi juga makin meningkat seperti yang tergambar pada LDR sebesar 89 persen di bulan Juli 2013 (naik dari 84,7 persen di akhir 2012). Jadi, saat ini sistem perbankan kita berada dalam keadaan yang amat sehat.
Banking Pressure Index - Indonesia
2.0 1.5 1.0 0.5
0.00
0.0 -0.5 -1.0
Tabel 6. Indikator Perbankan Nasional.
-1.5 97
(Triliun Rupiah)
2000 Total Asset YoY(%) Dana Pihak Ketiga YoY(%) Kredit
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2008
2009
2010
2011
2012
1,030.5 1,099.7 1,112.2 1,196.2 1,272.3 1,469.8 1,693.5 1,986.5 2,310.6 2,534.1 2,758.1 3,651.8 4,262.6 4,510.3 2.4
6.7
1.1
7.6
6.4
15.5
699.1
797.4
835.8
888.6
13.2
14.1
4.8
6.3
8.4
17.1
15.2
17.3
16.3
9.7
15.5
21.4
16.7
17.4
16.1
12.5
15.4
19.0
15.8
14.6
832.9 1,045.7 1,353.6 1,470.8 1,689.1 2,228.5 2,742.7 3,045.5
320.4
358.6
410.3
477.2
595.1
730.2
15.5
11.9
14.4
16.3
24.7
22.7
14.1
25.5
29.4
8.7
20.7
24.1
23.1
23.3
LDR (%)
45.8
45.0
49.1
53.7
61.8
64.7
64.7
69.2
77.2
74.5
78.8
80.0
84.7
89.0
5.8
3.6
2.1
3.0
1.7
4.8
3.6
1.9
3.8
3.8
3.3
2.6
2.2
1.9
12.5
20.5
22.5
19.4
19.4
19.3
21.3
19.3
16.8
17.4
16.4
16.1
17.4
18.0
CAR
Sumber: BI
komite ekonomi nasional
99
00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
Sumber: Danareksa Research Institute
15.6
963.1 1,127.9 1,287.0 1,510.7 1,753.3 1,973.0 2,144.1 2,784.1 3,225.2 3,392.9 14.1
98
Jul-13
YoY(%)
NPL - net (%)
32
2007
Walaupun kinerjanya baik, sistem perbankan kita belum mendorong perekonomian secara optimal. Ketika BI menurunkan suku bunga acuannya, respon penurunan suku bunga kredit cenderung lambat. Sebaliknya saat BI rate dinaikkan, tingkat bunga kredit secara responsif bergerak naik dengan lebih cepat. Meski tingkat bunga DPK meningkat, margin bunga perbankan masih tetap tinggi. Margin bunga yang tinggi memang menguntungkan sektor perbankan namun kurang optimal menopang kemajuan sektor riil. Pelaku bisnis Indonesia harus membayar bunga pinjaman lebih tinggi dari pebisnis di negara-negara tetangga. Keadaan ini tentu saja mengurangi daya saing perusahaan Indonesia di pasar dalam negeri maupun pasar global.
komite ekonomi nasional
33
Gambar 24. Suku Bunga Pinjaman di Indonesia Jauh Lebih Tinggi dari di Negara Lain.
18
(%)
Gambar 25. Perbandingan Selisih Suku Bunga Pinjaman dan Deposito Beberapa Negara.
7
16
(%)
6
14
5
12
4
10 8
3
6
2
4
1
Indonesia
2
Malaysia
Filipina
Thailand
Indonesia
Malaysia
Filipina
Thailand
0
0
2004 2004 2005 2006 2007 2007 2008 2009 2010 2010 2011 2012 2013
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013 Sumber:CEIC
sumber: CEIC
Saat ini selisih bunga yang dinikmati perbankan Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di negara-negara tetangga kita. Sebagai gambaran, selisih suku bunga pinjaman deposito rata-rata di Indonesia saat ini sekitar 5,6 persen, jauh diatas Malaysia yang hanya sekitar 1,5 persen. BI harus menciptakan iklim yang lebih kompetitif di dalam perbankan kita, agar selisih bunga pinjaman dan bunga deposito turun ke level yang lebih rendah, sehingga bunga pinjaman pun turun ke level yang lebih mendukung daya saing perusahaan Indonesia. BI juga perlu memperhatikan kebijakan suku bunganya, karena kebijakan BI menaikkan BI rate ke level yang lebih tinggi semakin membebani, dan mengurangi daya saing para pelaku bisnis kita.
Perkembangan Fiskal Tabel 7. Perkembangan Fiskal.
URAIAN A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 1. Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak II. PENERIMAAN HIBAH B. BELANJA NEGARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal 4. Pembayaran Kewajiban Utang 5. Belanja Subsidi 6. Belanja Hibah 7. Bantuan Sosial 8. Belanja Lainnya II. TRANSFER KE DAERAH 1. Dana Perimbangan 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian C. KESEIMBANGAN PRIMER D. SURPLUS (DEFISIT) ANGGARAN (A-B) E. PEMBIAYAAN (I + II) I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN
APBN-P 1,358.2 1,357.4 1,016.2 341.1 0.8 1,548.3 1,069.5 212.3 162.0 176.1 117.8 245.1 1.8 86.0 68.5 478.8 408.4 70.4 (72.3) (190.1) 190.1 194.5 (4.4)
2012 REALISASI s/d 23 OKT 2012 976.0 974.3 749.7 224.6 1.6 1,022.7 654.9 162.6 82.7 70.0 80.6 203.9 0.0 51.6 3.6 367.8 309.9 57.8 33.8 (46.7) 133.9 160.2 (26.3) 87.1
% thd APBN-P 71.9 71.8 73.8 65.8 198.2 66.1 61.2 76.6 51.0 39.7 68.4 83.2 2.0 60.0 5.3 76.8 75.9 82.1 (46.7) 24.6 70.4 82.4 594.1
APBN-P 1,502.0 1,497.5 1,148.4 349.2 4.5 1,726.2 1,196.8 233.0 206.5 192.6 112.5 348.1 2.3 82.5 19.3 529.4 445.5 83.8 (111.7) (224.2) 224.3 241.1 (16.8)
2013 REALISASI s/d 23 OKT 2013 1,069.8 1,068.3 816.0 252.3 1.5 1,166.2 763.5 180.8 93.5 82.8 89.5 252.2 0.0 63.1 1.6 402.7 335.6 67.1 (6.9) (96.4) 205.6 230.1 (24.5) 109.1
% thd APBN-P 71.2 71.3 71.1 72.3 33.0 67.6 63.8 77.6 45.3 43.0 79.6 72.4 0.9 76.5 8.2 76.1 75.3 80.1 6.2 43.0 91.7 95.5 146.3
Sumber: Kemenkeu
34
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
35
Pada tahun 2013, anggaran pendapatan dialokasikan naik sebesar 10,6 persen menjadi 1.502 triliun rupiah, sementara anggaran belanja meningkat 11,5 persen menjadi 1.726,2 triliun rupiah. Target defisit anggaran 2013 yang ingin dicapai pemerintah sebesar 2,38 persen dari PDB.
Di tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung melambat. Pada triwulan I 2013, PDB Indonesia tumbuh 6,1 persen, lalu menurun menjadi 5,8 persen ditriwulan II. Pada triwulan III, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali melambat menjadi 5,6 persen.
Pesatnya pertumbuhan volume konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan akan membuat realisasi subsidi BBM akan melebihi anggarannya. Untuk membuat APBN lebih berkesinambungan, pemerintah telah menaikkan harga BBM bersubsidi, yang mengakibatkan naiknya tekanan inflasi. Guna mengurangi dampak tertekannya daya beli masyarakat, pemerintah juga meluncurkan program kompensasi (Program Keluarga Harapan, Program Bantuan Siswa Miskin, Program Beras untuk Rakyat Miskin, Program Infrastruktur Dasar, dan Bantuan Tunai Langsung Sementara) yang nilainya lebih dari 29 triliun rupiah.
Saat ini motor penggerak ekonomi Indonesia adalah belanja rumah tangga, yang mampu tumbuh hingga 5,5 persen ditriwulan III 2013. Sementara itu, laju pertumbuhan ekspor dan investasi cenderung melambat. Ekspor melemah seiring lambatnya pemulihan ekonomi global, yang menekan permintaan dan harga komoditas. Kinerja ekspor yang menurun sebenarnya sudah tampak sejak tahun 2012 lalu. Ekspor tumbuh sebesar 2,1 persen di tahun 2012, setelah sebelumnya mampu tumbuh 13,9 persen di tahun 2011. Saat ini, ekspor berangsur mulai pulih dengan tumbuh 3,6 persen di triwulan I 2013 menjadi 5,3 persen di triwulan III 2013.
Pemerintah mengklaim bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi mampu menghemat anggaran subsidi energi dan berguna untuk alokasi infrastruktur lain. Meski positif, lambatnya penyerapan belanja membuat dampak realokasi dana untuk infrastruktur tersebut kurang optimal. Hingga akhir Oktober 2013, realisasi anggaran hanya mencapai 67,6 persen, walaupun sedikit lebih tinggi dari 66,1 persen pada periode yang sama tahun 2012.
Selain itu, pertumbuhan investasi juga cenderung menurun. Pertumbuhan investasi sempat mencapai dua digit di tahun 2012, sudah turun menjadi 4,5 persen di triwulan III 2013. Naiknya suku bunga tampak turut menekan pertumbuhan aktivitas investasi, karena biaya pendanaan menjadi lebih mahal.
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Setelah mampu tumbuh hingga 6,5 persen di tahun 2011, ekonomi Indonesia tumbuh melambat menjadi 6,2 persen di tahun 2012.
Sementara itu, pertumbuhan belanja pemerintah cenderung lebih baik daripada tahun sebelumnya. Belanja pemerintah naik dari 0,4 persen di triwulan I 2013, menjadi 8,8 persen di triwulan III 2013. Untuk menopang ekonomi yang melambat, tampaknya peran pemerintah menjadi makin penting. Karena itu, perbaikan penyerapan anggaran menjadi hal yang wajib terus diupayakan. Gambar 27. Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan.
Gambar 26. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Hingga 2012. Rp Trn(c.p.2000)
YoY(%)
2,800
8 PDB (kiri)
2,600
Pertumbuhan PDB (kanan)
6.3
5.7
2,400 4.9
2,200 2,000
4.5
4.8
5.0
5.5
6.2
6.0
6.5
6.2
4.6
3.6
3 2 0.8
1 0
1,000 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: BPS
36
5 4
1,600
1,200
komite ekonomi nasional
Pertumbuhan YoY (kanan)
700
8
Pertumbuhan QoQ (kanan)
600
6
500
4
400
2
6
1,800
1,400
7
% Pertumbuhan
PDB Riil (kiri)
Rp trn (cp.2000)
0
300 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
200
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
-2 -4
100
Sumber: BPS
komite ekonomi nasional
37
Dengan perkembangan yang disebutkan di atas, perekonomian Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan akan tumbuh dengan laju hanya sebesar 5,7 persen. Walaupun pertumbuhan ini tidaklah buruk, namun Indonesia seharusnya mampu tumbuh lebih cepat lagi, terutama bila penyerapan anggaran lebih baik dari yang terjadi selama ini. Selain itu, langkah pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan oleh BI tampak turut menekan pertumbuhan ekonomi kita di tahun 2013. Tabel 8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2013 (persen).
Sektor
2012
2013F
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan&Perikanan
4.0
3.4
2013F, % Y-o-Y Q1 3.6
Q2 3.2
2013F, % Q-o-Q
Q3 3.0
Q4 3.7
Q1 23.0
Q2 2.6
Q3 6.2
Q4 -22.6 -1.6
2. Pertambangan & Penggalian
1.5
0.2
0.1
-0.7
1.6
-0.2
0.5
-0.9
1.8
3. Industri Pengolahan
5.7
5.5
5.9
5.9
4.9
5.2
-2.2
2.8
2.9
1.7
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
6.4
5.8
8.1
5.5
4.0
5.7
-1.2
2.3
-0.4
5.0
5. Konstruksi
7.5
6.5
6.7
6.6
6.2
6.5
-5.1
4.1
3.3
4.2
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
8.1
6.1
6.6
6.5
6.0
5.3
-2.7
4.4
1.5
2.1
7. Pengangkutan & Komunikasi
10.0
10.5
9.9
11.5
10.5
10.2
1.5
3.3
3.3
1.7
8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
7.1
7.8
8.4
8.1
8.1
6.8
3.0
1.5
2.2
0.0
9. Jasa-jasa
5.2
5.1
6.5
4.5
5.6
4.1
-0.1
0.8
2.9
0.5
PRODUK DOMESTIK BRUTO
6.2
5.7
6.1
5.8
5.6
5.3
1.4
2.6
3.0
-1.7
1. Konsumsi Rumah Tangga
5.3
5.0
5.2
5.1
5.5
4.3
0.4
1.5
2.9
-0.6
2. Konsumsi Pemerintah
1.2
3.1
0.4
2.1
8.8
1.2
-42.6
30.8
5.6
27.7
3. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
9.8
4.7
5.5
4.5
4.5
4.4
-6.3
5.2
2.8
3.0
4. Ekspor Barang dan Jasa-jasa
2.0
4.5
3.6
4.8
5.3
4.4
-4.2
2.8
0.0
6.1 13.0
5. Impor Barang-barang dan Jasa-jasa
6.6
1.7
0.0
0.5
3.8
2.4
-12.9
9.9
-5.3
6. Konsumsi Total
4.8
4.8
4.8
4.8
5.9
3.8
-6.3
4.3
3.2
2.9
7. Permintaan Dalam Negeri
6.2
4.8
5.0
4.7
5.5
4.0
-6.3
4.6
3.1
2.9
Sumber: BPS
Dari sisi sektoral, sektor transportasi dan komunikasi tetap menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Sektor transportasi tumbuh dari 6,0 persen (triwulan I 2013) menjadi 6,9 persen (triwulan III 2013), sementara sektor telekomunikasi berekspansi dari 12,2 persen menjadi 12,5 persen di periode yang sama. Mobilitas masyarakat dan belanja konsumen yang cukup kuat mampu menopang aktivitas investasi dan pengembangan sektor transportasi dan telekomunikasi. Pesatnya perkembangan teknologi dan daya beli konsumen yang relatif terjaga, mendorong kebutuhan komunikasi (suara, teks, dan data) makin meningkat. Sektor lain yang berkinerja positif di tengah perlambatan ekonomi adalah sektor konstruksi. Pada triwulan III 2013, sektor konstruksi tumbuh 6,2 persen, turun dari 6,7 persen di triwulan I 2013. Aktivitas investasi dan pembangunan infrastruktur meningkat, namun kinerja sedikit menurun, sehubungan dengan naiknya suku bunga yang menyebabkan biaya pendanaan menjadi lebih mahal.
selama 10 tahun terakhir, kinerja sektor industri di triwulan III 2013 masih relatif lebih tinggi. Kinerja ini cukup menggembirakan, karena terjadi di tengah ekonomi dunia yang melambat, dan ekspor yang melemah. Karena pertumbuhan yang lambat di tahun-tahun sebelumnya, kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap perekonomian Indonesia pada triwulan III 2013 hanya mencapai 23,1 persen, jauh lebih kecil dari kontribusi pada triwulan I 2000 yang mencapai 27,1 persen. Bila dilihat lebih dalam lagi pada periode yang sama, kontribusi subsektor industri migas juga menurun dari 3,6 persen menjadi 2,7 persen. Sedangkan kontribusi subsektor industri nonmigas turun dari 23,5 persen menjadi 20,4 persen. Tampaknya kita perlu usaha keras untuk menaikkan kembali peran sektor manufaktur, karena sektor ini memberikan lapangan kerja yang signifikan dalam perekonomian Indonesia. Perlu diingat bahwa kita tidak akan pernah menjadi negara maju tanpa dukungan pertumbuhan yang kuat dari sektor industri kita. Adapun subsektor yang masih berekspansi lebih cepat ditahun 2013 adalah subsektor industri tekstil, barang kulit, dan alas kaki (mengalami kenaikan laju pertumbuhan dari 5,2 persen di Q1 2013 menjadi 6,2 persen di Q3 2013), dan subsektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya (naik dari 9,6 persen menjadi 11,3 persen). Tabel 9. Pertumbuhan Sektor Industri dan Pangsanya Terhadap Perekonomian (%).
Pertumbuhan rata-rata 2001 - 2011
Pertumbuhan 2013
Pangsa Terhadap Perekonomian
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q1 2000
Q3 2012
Q3 2013
INDUSTRI PENGOLAHAN
4.6
5.5
5.2
5.9
6.2
5.9
5.9
4.9
27.1
23.9
23.1
a. Industri Migas
-1.2
0.7
-1.9
-6.0
-3.5
-4.6
-2.5
-2.8
3.6
3.0
2.7
1 Pengilangan Minyak Bumi
-0.4
-1.0
0.3
-4.3
-1.8
-1.3
0.6
0.9
1.5
1.5
1.5
2 Gas Alam Cair
-1.7
2.2
-3.7
-7.4
-5.0
-7.4
-5.2
-6.0
2.1
1.5
1.2
b. Industri tanpa Migas
5.4
5.9
5.8
6.9
7.0
6.7
6.5
5.4
23.5
20.9
20.4
Sektor
Pertumbuhan 2012
1 Makanan, Minuman dan Tembakau
4.2
8.1
5.9
10.3
6.7
3.5
3.5
3.3
8.1
7.8
7.5
2 Tekstil, Brg. Kulit, & Alas kaki
2.1
1.4
4.3
5.2
5.8
5.2
6.6
6.2
3.2
1.9
1.8 1.0
3 Brg. Kayu & hasil hutan lainnya
-0.4
-0.9
-8.2
-3.6
1.5
4.6
12.8
7.6
1.4
1.0
4 Kertas dan Barang cetakan
3.2
0.1
-7.8
-6.9
-6.5
0.5
6.1
4.9
1.4
0.8
0.7
5 Pupuk, Kimia & Barang dari karet
5.4
9.2
2.2
14.3
15.2
11.0
5.3
-4.4
3.1
2.7
2.4
6 Semen & Brg. Galian bukan logam
5.3
6.1
9.2
10.8
5.3
4.0
1.4
3.0
0.7
0.7
0.7
7 Logam Dasar Besi & Baja
0.1
5.6
1.9
9.7
8.6
11.2
14.8
5.2
0.6
0.4
0.4
8 Alat Angk., Mesin & Peralatannya
10.7
5.7
11.1
4.3
6.9
9.6
9.2
11.3
4.7
5.5
5.7
9 Barang lainnya
4.1
4.2
-6.5
-3.6
2.6
-10.5
-1.9
0.5
0.2
0.1
0.1
Sumber: BPS
Sementara itu, pertumbuhan sektor industri sedikit menurun di tahun 2013. Pada triwulan I 2013, sektor industri pengolahan tumbuh dengan laju 5,9 persen, menurun menjadi 4,9 persen di triwulan III 2013. Meski demikian, dibandingkan rata-rata pertumbuhan
38
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
39
Kemiskinan di Indonesia Kondisi Terkini Jumlah dan persentase penduduk miskin menurun dalam periode 2004-2005, namun pada tahun 2006 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan karena meningkatnya harga barang-barang kebutuhan pokok, yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17.95 persen. Mulai tahun 2007 sampai dengan Maret 2013 jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali mengalami penurunan. Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,07 juta orang (11,37 persen), berkurang sebesar 0,52 juta orang dari 28,59 juta orang (11,66 persen) pada bulan September 2012. Garis kemiskinan (GK) dipergunakan sebagai batas untuk mengelompokkan penduduk masuk dalam kategori miskin atau tidak miskin. Selama periode September 2012 – Maret 2013, GK naik sebesar 4,66 persen yaitu dari Rp 259.520.000 per kapita (September 2012) menjadi Rp 271.626.000 per kapita (Maret 2013). Jika memperhatikan komponen GK, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Besarnya sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2013 sebesar 73.52 persen. Tabel 10. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, Sep 2012 – Mar 2013.
Daerah/Tahun Perkotaan Sep-12 Mar-13 Perubahan Sep '12 - Mar '13 (%) Perdesaan Sep-12 Mar-13 Perubahan Sep '12 - Mar '13 (%) Perkotaan + Perdesaan Sep-12 Mar-13 Perubahan Sep '12 - Mar '13 (%)
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) Makanan
Bukan Makanan
Total
194,207 202,137 4.08
83,175 86,904 4.48
277,382 289,041 4.20
185,967 196,215 5.51
54,474 57,058 4 .74
240,441 253,273 5.34
190,758 199,691 4.68
68,762 71,935 4.61
259,520 271,626 4.66
sumber: BPS
40
komite ekonomi nasional
Dimensi lain dari kemiskinan yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Untuk periode September 2012 - Maret 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan adanya penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Dampak Kenaikan BBM dan Program Kompensasi Dalam triwulan I 2013, seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia, harga ratarata minyak mentah Indonesia naik mencapai sekitar US$ 111,12 per barel. Pada saat yang sama, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri yang terus meningkat telah menyebabkan naiknya subsidi BBM. Keadaan ini telah membuat pemerintah mengambil kebijakan mengurangi subsidi BBM (premium dan solar). Selain untuk mengurangi tekanan terhadap APBN, penghematan yang dilakukan diharapkan dapat digunakan untuk membiayai programprogram yang lebih berpihak kepada golongan yang kurang mampu. Akan tetapi, pada sisi lain pengurangan subsidi BBM mengakibatkan peningkatan harga-harga (inflasi) yang akan menekan daya beli masyarakat, terutama rumah tangga miskin dan rentan. Paket-paket kompensasi yang telah dibuat pemerintah didesain untuk meringankan beban rakyat kecil karena kenaikan harga tersebut. Ada dua kelompok paket kompensasi yang telah disiapkan oleh pemerintah. Kelompok pertama adalah perluasan cakupan dan peningkatan nilai manfaat program-proram perlindungan sosial yang selama ini sudah berjalan, yakni Raskin, BSM, dan PKH, untuk selanjutnya disebut dengan Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S). Selain itu, pemerintah juga melakukan perbaikan pada mekanisme penyaluran bantuan melalui pemanfaatan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang dapat digunakan oleh Rumah Tangga Sasaran (RTS) penerima manfaat P4S. Perbaikan juga dilakukan dalam mekanisme penetapan sasaran (targeting) RTS yang didasarkan pada Basis Data Terpadu (BDT) hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011. Berdasarkan BDT, diputuskan bahwa KPS diberikan kepada 25% rumah tangga dengan status sosial ekonomi terendah. Persentase tersebut telah mencakup 2 kali jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada bulan Maret 2012 sebesar 11,66%. Dengan kata lain, pemberian KPS tidak hanya mencakup rumah tangga yang masuk dalam kategori miskin namun juga mencakup rumah tangga yang rentan miskin.
komite ekonomi nasional
41
Kelompok kedua program kompensasi adalah Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) serta Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur (P4I), yang mencakup Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Permukiman (P4-IP), Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (P4-SPAM), dan Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air (P4-ISDA). BLSM merupakan solusi jangka pendek untuk mempertahankan daya beli masyarakat miskin (mencegah agar masyarakat miskin tidak menjual aset, berhenti sekolah, atau mengurangi konsumsi makanan yang bergizi). Untuk tahun 2013, sasaran program BLSM adalah 15,5 juta RTS Penerima Manfaat (RTS-PM) dengan tingkat sosial ekonomi terendah yang terdapat dalam BDT hasil PPLS 2011. Besaran BLSM adalah sebesar Rp.150.000 per bulan per rumah tangga selama empat bulan, dan disalurkan secara bertahap sebanyak 2 kali yaitu (i) pembayaran pertama pada bulan Juni/Juli 2013 sebesar Rp.300.000, dan (ii) pembayaran kedua pada bulan September/Oktober 2013 sebesar Rp.300.000.
Pada era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I, pemerintah telah menetapkan penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas pembangunan. Hal ini dilanjutkan oleh KIB II. Untuk itu, presiden mengeluarkan Perpres No.15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang mendukung terwujudnya visi dan misi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono untuk menurunkan angka kemiskinan hingga 8 – 10% pada akhir tahun 2014. Namun, akhir-akhir ini penurunan angka kemiskinan terlihat mulai melambat. Tanpa upaya yang terpadu dan serius, tingkat kemiskinan pada Maret 2014 diperkirakan akan berada pada tingkat 10,80%. Angka tersebut lebih tinggi 0,8% dari target pesimis pemerintah dalam RPJMN 2009-2014.
Masalah Ketenagakerjaan
Ketepatan sasaran penerima bantuan dan pemutakhiran data RTS-PM merupakan kunci kesuksesan penyaluran dana BLSM di lapangan. Dalam rangka meningkatkan ketepatan sasaran telah dilakukan pemutakhiran daftar Rumah Tangga penerima KPS dengan memperhatikan perubahan kondisi sosial ekonomi di masyarakat. Dengan langkah tersebut diperkirakan penyaluran dana BLSM saat ini lebih baik dibandingkan dengan di masa lalu.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh struktur pekerja Indonesia. Berdasarkan data Agustus 2013, Indonesia memiliki 110,8 juta pekerja yang seharusnya merupakan modal pembangunan ekonomi Indonesia, jika mampu diserap perekonomian secara produktif. Namun, masih ada masalah yang kita hadapi yang membuat tenaga kerja kita tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Tantangan ke Depan
Permasalahan ketenagakerjaan Indonesia adalah sebagai berikut:
Gambar 28. Perkembangan dan Proyeksi Penurunan Angka Kemiskinan, 2004 – 2014.
Persen 20 18
17.75 16.66
16
16.85 15.97
15.42 14.15
14
13.33 13.5
12
12
12.49
12.36
12.5
12.5
11.5
10
11.5
11.96 11.5 10.5
11.66
11.37
11.5 10.5
10.8 10
10.5 9.5
8 Tingkat Kemiskinan Aktual
Skenario Optimis
Skenario Pesimis
8
6 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 2014
1. Pertumbuhan ekonomi setahun terakhir belum mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup banyak, berkualitas, dan inklusif. Berbagai program pembangunan pertanian, industri manufaktur maupun jasa tidak secara eksplisit ditargetkan untuk menciptakan lapangan kerja. Selain itu, kita juga menghadapi persoalan institusi ketenagakerjaan yang kurang harmonis, seperti yang terlihat dalam implementasi kebijakan upah minimum dan jaminan sosial. Akibatnya: a. Terjadi stagnasi /penurunan jumlah pekerja Indonesia selama setahun terakhir menjadi 110,8 juta pekerja pada Agustus 2013 dibandingkan data setahun sebelumnya yaitu 110,81 juta pekerja Indonesia pada Agustus 2012. b. Pada periode yang sama jumlah angkatan kerja justru meningkat menjadi 118,19 juta pada Agustus 2012 dibandingkan 118,05 juta pekerja pada Agustus 2013. c. Jumlah penganggur terbuka menjadi 7,39 juta dari 7,24 juta pada tahun sebelumnya, atau tambahan penganggur terbuka sebanyak 150 ribu orang dalam satu tahun terakhir. d. Tingkat pengangguran terbuka meningkat menjadi 6,25 persen pada Agustus 2013, dibandingkan dengan 5,92 persen pada Februari 2013 dan 6,12 persen pada Agustus 2012.
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 Keterangan: Perhitungan proyeksi penurunan angka kemiskinan 204 dilakukan oleh TNP2K
42
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
43
2. Struktur perekonomiaan masih berbasis pertanian dan perdagangan dan sebagian besar lapangan kerja adalah sektor informal. Kebijakan upah minimum tidak mengakomodasi masalah sektor informal. a. Pekerja berdasarkan lapangan usaha masih didominasi sektor pertanian (38,07 juta) dan perdagangan (23,74 juta). b. Sebagian besar pekerja berada di sektor informal (60 persen) dibandingkan sektor formal (40 persen). Dari 110,8 juta pekerja Indonesia terdapat pekerja tidak dibayar/ pekerja keluarga sebanyak 17,62 juta orang, pekerja bebas di non-pertanian sebesar 5,97 juta orang dan pekerja bebas di pertanian sebanyak 5,05 juta orang. 3. Secara rata-rata pekerja Indonesia masih rendah tingkat pendidikannya sehingga diperkirakan produktivitas rata-ratanya juga rendah. a. Sekitar dua-pertiga dari keseluruhan pekerja Indonesia hanya berpendidikan SD (52 juta orang) dan SMP (20,5 juta orang). b. Sedangkan hanya sepertiga pekerja Indonesia berpendidikan menengah hanya 17,84 juta berpendidikan SMA dan 9,99 juta berpendidikan SMK; serta berpendidikan tinggi hanya 7,57 juta berpendidikan universitas dan 2,92 juta berpendidikan diploma.
Gambar 29. Cakupan Asuransi Kesehatan Indonesia, Juni 2013.
TNI/POLRI/PNS Kemhan 0.59%
Belum tercover 28.35%
Jamkesnas 36.30%
Asuransi Komersial 1.20% JPK Jamsostek 2.96% Askes PNS 6.69%
Jamkesda 16.79%
Asuransi Perusahaan 7.12%
Jaminan Kesehatan Nasional Sumber: Mukti, 2013
JAMKESMAS Pelaksanaan program bantuan sosial kesehatan untuk keluarga miskin yang dikemas dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) telah berjalan sejak tahun 2005 (dulu Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin – Askeskin). Kebijakan pemerintah pusat (bantuan sosial kesehatan) dengan alokasi anggaran Jamkesmas senilai Rp 8.29 triliun di tahun 2013 (naik dari Rp 7.4 triliun di tahun 2012) diharapkan mampu mencakup 86.4 juta jiwa atau 36.3 persen dari total penduduk Indonesia (lihat gambar). Kebijakan ini sekaligus memperbaiki citra nasional dari aspek jumlah penduduk yang terlindungi oleh jaminan kesehatan dibandingkan dengan yang melalui jaminan kesehatan sosial dan komersial.
44
komite ekonomi nasional
Komitmen Pemerintah Pada tanggal 1 Januari 2014 Indonesia akan memulai satu langkah besar yaitu memulai implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) demi terlaksananya asuransi sosial dan tercapainya jaminan kesehatan semesta bagi seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2019. Jaminan kesehatan semesta dimaksudkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif, bermutu, dan merata bagi seluruh masyarakat. Keinginan ini diawali dengan membangun pondasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Untuk merealisasikan terciptanya SJSN, telah diterbitkan UndangUndang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai peraturan pelaksana SJSN. Secara kelembagaan, pada awal tahun 2014, Indonesia akan memiliki 2 badan penyelenggara jaminan sosial yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai badan hukum publik yang ditugaskan negara untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
komite ekonomi nasional
45
Kepesertaan
Gambar 30. Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Prinsip utama dari kepesertaan Jamkes adalah seluruh pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS Kesehatan. Namun pemberi kerja yang kini telah menyediakan jaminan kesehatan bagi pekerjanya secara mandiri diberikan kelonggaran untuk bergabung paling lambat hingga awal tahun 2019 agar seluruh pekerja terlindungi melalui BPJS Kesehatan.
UU 40/2004 tentang SJSN UU 24/2011 tentang BPJS
Askes, Jamkesmas, JPK bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan
Jaminan Kesehatan
Program Kesehatan Jamsostek BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014
Jaminan Kecelakaan Kerja
Transformasi harus selesai pada 1 Januari 2014
Jamsostek bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan BPJS Ketenagakerjaan
Jaminan Hari Tua
Jaminan Pensiun
BPJS Ketenagakerjaan harus mulai diselenggarakan pada 1 Juli 2015
Jaminan Kematian
Sumber: Tuwo, 2013
Untuk mencapai tujuan khusus tersebut, sesuai dokumen Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019 (2012), telah disepakati 8 sasaran pokok yang akan dicapai pada tahun 2014, yaitu (1) tersusunnya seluruh peraturan pelaksanaan yang diperlukan, (2) beroperasinya BPJS Kesehatan sesuai UU No. 24/2011, (3) paling sedikit 121,6 juta penduduk dijamin melalui BPJS Kesehatan (berasal dari 96,4 juta jiwa dari program Jamkesmas, 17,2 juta jiwa dari peserta Askes PNS, 5,5 juta jiwa dari peserta JPK Jamsostek dan 2,5 juta jiwa dari peserta PJKMU), (4) manfaat medis JKN yang dikelola oleh BPJS sama untuk seluruh peserta sedangkan untuk manfaat non medis masih ada perbedaan, (5) disusunnya rencana aksi pengembangan fasilitas kesehatan dan implementasinya secara bertahap, (6) paling sedikit 75 persen peserta puas dengan layanan BPJS Kesehatan, (7) paling sedikit 75 persen fasilitas kesehatan puas dengan layanan BPJS Kesehatan, dan (8) pengelolaan keuangan BPJS Kesehatan terlaksana secara transparan, efisien, dan akuntabel. Proses transformasi BPJS Kesehatan paling tidak harus sudah rampung sampai dengan Desember 2013. Selama proses transisi akan dibentuk Project Management Office yang terdiri atas unsur PT Askes, Kementerian Kesehatan, dan PT Jamsostek untuk melancarkan proses pemindahan pengelolaan peserta Jamkesmas dan JPK Jamsostek. Prinsip pengelolaan yang baik (good corporate government) tentunya akan menjadi kunci keberhasilan proses transformasi ini.
46
komite ekonomi nasional
Sebagaimana diatur dalam Perpres No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (Jamkes), kepesertaan Jamkes mencakup (i) pengalihan dan integrasi kepesertaaan yang dimulai dengan menyatukan pengelolaan peserta Askes Sosial/PNS (yang kini dikelola oleh PT Askes), pengalihan pengelolaan Jamkesmas dari Kemenkes sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), pengalihan peserta JPK Jamsostek, dan pengalihan jaminan kesehatan dari TNI/POLRI, serta sebagian peserta Jamkesda. Dengan kata lain, ditargetkan sekitar 121,6 juta jiwa akan dijamin oleh BPJS Kesehatan di tahun 2014, dan (ii) perluasan kepesertaan di kelompok pekerja swasta dan pekerja mandiri (sektor informal). Saat ini, dari 120 juta angkatan kerja, 114 juta orang adalah pekerja sedangkan 6 juta orang menganggur. Dari 114 juta pekerja, 60 persen diantaranya adalah pekerja sektor informal, dimana sekitar 20 juta pekerja masuk dalam kategori unpaid family worker dan sekitar 35,6 juta orang masuk dalam kategori setengah menganggur (bekerja kurang dari 35 jam/ minggu). Hal ini memberi tantangan besar ke depan, mengingat pekerja sektor informal biasanya tersebar di berbagai pelosok nusantara (sekitar 43 persen pekerja informal berusaha di tempat yang tidak permanen), memiliki tingkat mobilitas yang sangat tinggi, pendapatan tidak stabil dan berkelanjutan, serta kurang terlibat dalam jasa keuangan (86 persen pekerja informal menerima pendapatan dalam bentuk tunai, dan hanya 16 persen yang memiliki rekening bank atas nama sendiri).
Premi Perluasan dan tingkat perlindungan (protektabilitas) haruslah dibarengi dengan iuran yang memadai. Masyarakat sudah sewajarnya untuk tidak perlu mengkhawatirkan jika iuran terlalu tinggi, sebab BPJS secara hukum adalah badan nirlaba. Dalam hal ini, pemegang saham BPJS adalah seluruh peserta, karenanya setiap surplus akan digunakan untuk perbaikan paket manfaat seluruh peserta. Untuk tahap awal, iuran telah diperhitungkan berkisar pada 5-6 persen gaji sebulan atau penetapan nilai nominal. Sedangkan untuk PBI, telah diputuskan besaran iuran adalah sebesar Rp 19.225 per orang per bulan. Batas atas upah penetapan iuran dan besaran iuran akan disesuaikan paling lama setiap dua tahun. Untuk menjamin BPJS tidak defisit atau menumpuk surplus terlalu besar, dalam jangka panjang perlu dilakukan keseimbangan antara pemasukan dana iuran dan belanja kesehatan, serta ketersediaan dana cadangan.
komite ekonomi nasional
47
Investment Grade Baa3
Baa3 Ba1 Ba3
Ba3*
23-Dec08
Dampak fiskal JKN diharapkan akan positif sejalan dengan meningkatnya kesadaran penduduk untuk membayar pajak dan iuran. Sebagai catatan, selama ini Indonesia baru menganggarkan sekitar 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)-nya untuk kesehatan. Setelah BPJS berjalan, diperkirakan belanja kesehatan Indonesia akan meningkat bertahap mulai pada kisaran 4 persen PDB. Dari jumlah tersebut, beban PBI diperkirakan tidak lebih dari 1 persen PDB.
Gambar 31. Peringkat Investment Grade untuk Indonesia Menurut Moody’s.
22-Oct07
Dampak Fiskal
Ba3***
Ba2***
Ba2
Ba1
B1 B2
B2 B3
Perkembangan Persepsi Internasional Terhadap Indonesia
Saat ini hanya lembaga pemeringkat Standard & Poors yang belum memberikan investment grade kepada Indonesia. Standard & Poors terakhir memberikan afirmasi peringkat Indonesia di level BB+ pada tanggal 23 April 2012 setelah menaikkan peringkat Indonesia ke level tersebut dari level BB pada tanggal 12 Maret 2010. Peringkat BB+, menurut sistem pemeringkatan Standard & Poors, hanya berada satu tingkat di bawah investment grade. Tampaknya Standard & Poors melihat iklim berinvestasi di Indonesia masih belum membaik secara signifikan. Terutama tanpa pembangunan infrastruktur yang lebih cepat dari saat ini, Standard & Poors melihat kecil peluang bagi Indonesia untuk tumbuh lebih cepat dari saat ini secara berkesinambungan.
48
komite ekonomi nasional
18-Jan12
17-Jan11
21-Jun10
16-Sep09
11-Jun09
19May-06
30-Sep03
20-Mar98
9-Jan98
21-Dec97
Lembaga pemeringkat dunia menilai positif perkembangan yang terjadi di perekonomian Indonesia. Beberapa lembaga pemeringkat telah memberikan peringkat investment grade kepada Indonesia. Sebagai contoh, pada tanggal 22 Nopember 2012, Fitch memberikan afirmasi peringkat Indonesia di level BBB- setelah pada tanggal 15 Desember 2011 lalu Fitch menaikkan peringkat Indonesia ke level tersebut dari level BB+. Sementara itu, Moody’s telah memberikan peringkat Baa3 kepada Indonesia pada tanggal 18 Januari 2012. Di tahun yang sama, pemeringkat Rating and Investment juga menaikkan peringkat Indonesia ke level BBBdari level BB+. Sedangkan Japan Credit Rating Agency memberi afirmasi peringkat Indonesia di level BBB- pada tanggal 13 Nopember 2012.
14-Mar94
Peringkat Utang Indonesia
Sumber: Moody’s
Peringkat investment grade bagi Indonesia memberi sinyal kepada investor bahwa risiko berinvestasi di Indonesia semakin menurun. Keadaan ini membuat investor (terutama asing) menjadi lebih percaya untuk berinvestasi di Indonesia. Pada mulanya, investor mungkin akan berinvestasi di pasar modal. Kemudian, apabila keadaan terus membaik, para investor pun akan meningkat investasinya di sektor riil. Artinya, apabila perbaikan peringkat ini terus berlangsung, lambat laun investasi asing langsung (FDI) di Indonesia akan meningkat dengan signifikan. Kegiatan investasi pun akan meningkat, yang tentunya akan mendorong perekonomian Indonesia untuk tumbuh lebih cepat lagi.
Peringkat Daya Saing (WEF) Dalam laporan daya saing global yang dipublikasikan oleh World Economic Forum (WEF), peringkat daya saing Indonesia untuk tahun 2013-2014 berada pada posisi 38, atau mengalami kenaikan peringkat sebesar 12 tingkat dari posisi 50 pada periode sebelumnya. Dibandingkan dengan negara-negara di sekeliling kita, Indonesia adalah satu-satunya negara yang mengalami peningkatan peringkat yang cukup tajam di periode 2013-2014. Peringkat daya saing Thailand dan Malaysia, misalnya, hanya naik 1 tingkat sedangkan peringkat daya saing Singapura relatif stabil di sekitar 2.
komite ekonomi nasional
49
WEF menyusun GCI (Global Competitiveness Index) dari tiga kelompok besar (lihat tabel 10), yaitu Kebutuhan Dasar (mencakup institusi, infrastruktur, keadaan makro ekonomi dan kesehatan serta pendidikan dasar), Peningkat Efisiensi (pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, perkembangan pasar finansial, kesiapan teknologi dan besarnya pasar) dan Faktor Inovasi dan Kecanggihan (kecanggihan bisnis dan inovasi). Naiknya peringkat Indonesia pada periode ini disebabkan oleh peningkatan peringkat pada semua kelompok, terutama pada kelompok Kebutuhan Dasar (naik 13 tingkat).
Kebutuhan Dasar Institusi Infrastuktur Keadaan Makroekonomi Kesehatan dan Pendidikan Dasar
2012-2013 58 72 78 25 70
Indonesia
Brunei
Malaysia
Singapura
Thailand
38 50 46
26 28 28
24 25 21
2 2 2
37 38 39
2013-2014 27 29 29 38 33
2013-2014 1 3 2 18 2
2013-2014 49 78 47 31 81
2013-2014 perubahan* 2013-2014 45 13 18 67 5 25 61 17 58 26 -1 1 72 -2 23
Gambar 32. Faktor-Faktor yang Paling Mengganggu Aktivitas Bisnis.
Peraturan mata uang asing
Tabel 11. Perbandingan Peringkat Daya Saing Beberapa Negara ASEAN.
GCI 2013-2014 (dari total 148) GCI 2012-2013 (dari total 144) GCI 2011-2012 (dari total 142)
pembangunan infrastruktur relatif lambat, sebenarnya perbaikan yang terjadi mungkin lebih baik dari yang dipersepsikan banyak orang. Paling tidak WEF melihat sudah terjadi kemajuan yang signifikan di dalam kondisi infrastruktur kita. Ke depan pembangunan infrastruktur harus terus ditingkatkan, agar daya saing kita semakin membaik.
Peningkat Efisiensi (Efficiency Enhancers) Pendidikan tinggi dan pelatihan Efisiensi pasar barang Efisiensi pasar tenaga kerja Perkembangan pasar finansial Kesiapan teknologi Besarnya pasar
58 73 63 120 70 85 16
52 64 50 103 60 75 15
6 9 13 17 10 10 1
65 55 42 10 56 71 131
25 46 10 25 6 51 26
2 2 1 1 2 7 34
40 66 34 62 32 78 22
Faktor Inovasi dan Kecanggihan Kecanggihan Bisnis Inovasi * negatif = memburuk
40 42 39
33 37 33
7 5 6
54 56 59
23 20 25
13 17 9
52 40 66
Sumber: WEF
Dilihat dari komponennya, pilar efisiensi pasar tenaga kerja Indonesia mengalami peningkatan yang paling tajam, naik 17 tingkat (ke posisi 103) dibandingkan dengan periode sebelumnya. Walaupun undang-undang tenaga kerja kita masih perlu ditingkatkan agar tercipta pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel, beberapa perbaikan sudah mulai dilakukan. Misalnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 2013 tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Peningkatan peringkat ini diharapkan dapat terus meningkatkan efisiensi pasar tenaga kerja Indonesia sehingga Indonesia dapat bersaing lebih baik dengan negara tetangga terutama di era perdagangan bebas ASEAN ini, apalagi mengingat posisi Indonesia dalam pilar ini masih jauh di bawah negara tetangga kita.
1.6
2012 - 2013 2013- 2014
Ketidakcukupan kapasitas berinovasi
2.1
Peraturan perpajakan Kriminalitas dan pencurian
2.6 2.8
Keadaan kesehatan masyarakat yang buruk
3.5
Kurangnya tenaga kerja terdidik Ketidakstabilan pemerintahan
4.2 4.9
Tarif pajak
5.2
Inflasi
5.2
Ketidakstabilan kebijakan
5.7
Etos kerja yang buruk
5.7
Peraturan perburuhan yang terlalu ketat
6.3
Akses ke pendanaan
6.9
Masalah infrastruktur
9.1
Inefisiensi birokrasi pemerintahan
15.0 19.3
Korupsi 0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
Presentase Respon
Sumber: WEF
Survey WEF tentang kendala melakukan bisnis kembali menunjukkan bahwa Korupsi (19,3 persen responden menunjuk komponen ini sebagai pengganggu aktivitas bisnis) dan Inefisiesnsi Birokrasi Pemerintah (15,0 persen) masih menjadi faktor utama yang mengganggu aktivitas berbisnis di Indonesia. Kendala yang berikutnya adalah infrastruktur (9,1 persen). Walaupun proporsi yang mengatakan masalah Infrastruktur sebagai kendala bisnis masih cukup tinggi, namun peringkat Indonesia dalam pilar Infrastruktur menunjukkan tren meningkat dari tahun ke tahun. Ini berarti sudah mulai ada perbaikan dalam hal infrastruktur di Indonesia. Ke depan, untuk memperbaiki iklim berbisnis di Indonesia, pemerintah masih harus memperbaiki kinerja birokrasi dan menekan korupsi dengan lebih sungguh-sungguh.
World Bank Ease of Doing Business Survey Komponen lain yang mengalami kenaikan signifikan adalah komponen Infrastuktur. Peringkat pilar Infrastruktur mengalami kenaikan dari 78 di periode sebelumnya menjadi 61 di periode 2013-2014. Dibandingkan dengan negara tetangga kita, Indonesia adalah satu-satunya negara dalam pilar ini yang mengalami tren peningkatan secara konsisten dalam 6 tahun terakhir. Pada periode 2008-2009, Indonesia menduduki peringkat 86 dalam pilar Infrastruktur dan saat ini Indonesia menduduki peringkat 61. Ini berarti Indonesia telah naik 25 tingkat selama 6 tahun terakhir. Peningkatan ini merupakan perkembangan yang baik. Jadi, walau ada kesan
50
komite ekonomi nasional
Survey Ease of Doing Business yang dilakukan oleh World Bank juga memberi indikasi bahwa iklim bisnis di Indonesia sudah mulai membaik. Peringkat Ease of Doing Business Indonesia untuk tahun 2014 mengalami kenaikan cukup signifikan menjadi 120, dari posisi ke 128 pada tahun sebelumnya. Walaupun demikian, perkembangan peringkat negara-negara tetangga kita tampak masih lebih baik. Peringkat Malaysia, misalnya, naik dari posisi 12 di tahun 2013 ke posisi 8 untuk tahun 2014. Peringkat Brunei bahkan naik dengan sangat signifikan dari po-
komite ekonomi nasional
51
sisi 79 pada tahun 2013 menjadi posisi 59 pada tahun 2014. Peringkat Thailand relatif stabil di posisi 18, dan Singapura tetap dapat mempertahankan peringkat tertingginya (peringkat 1). Survey ini memberikan indikasi yang amat kuat bahwa Indonesia masih tertinggal amat jauh dari negara-negara tetangga kita dalam hal kemudahan melakukan bisnis. Gambar 33. Peringkat Ease of Doing Business Indonesia Meningkat.
160 140
129 128
120
2012
120
100
2013
Survey Ease of Doing Business yang dilakukan oleh World Bank tersebut juga menunjukkan bahwa komponen yang mengalami penurunan paling tajam di tahun 2014 adalah komponen Trading Across Borders (perdagangan antar bangsa/melewati perbatasan). Komponen ini turun sebesar 17 tingkat. Sedangkan komponen yang mengalami peningkatan paling tajam di tahun 2014 adalah komponen Getting Credit (memperoleh kredit). Komponen ini naik sebesar 43 tingkat.
2014
83 79
80
59
60 40
18
20
12
17 18 18
6
1
0 Indonesia
Brunei
Malaysia
Thailand
1
1
Singapura
Sumber: World Bank
Tabel 12. Komponen Peringkat Ease of Doing Business.
Peringkat Starting a Business
52
Peringkat DB 2013
Perubahan Peringkat
175
166
-9
Dealing with Construction Permits
88
75
-13
Getting Electricity
121
147
26
Registering Property
101
98
-3
Getting Credit
86
129
43
Protecting Investors
52
49
-3
Paying Taxes
137
131
-6
Trading Across Borders
54
37
-17
Enforcing Contracts
147
144
-3
Resolving Insolvency * negatif = memburuk
144
148
4
komite ekonomi nasional
Peringkat WEF dan survey World Bank di atas memberi indikasi kuat bahwa Indonesia masih kurang menarik dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita sebagai tempat untuk melakukan investasi dan melakukan kegiatan usaha. Namun kondisi tersebut berangsur-angsur membaik seperti terlihat dari peningkatan peringkat yang cukup signifikan dari kedua survey tersebut di tahun 2014. Hal ini ditunjang pula oleh aliran FDI ke Indonesia yang masih deras di tahun ini. Tampaknya investor mempunyai harapan yang besar terhadap prospek perekonomian kita ke depan, termasuk akan terjadinya perbaikan-perbaikan yang signifikan terhadap birokrasi, kemudahan melakukan bisnis, dan iklim investasi secara keseluruhan.
Pandangan Beberapa Institusi Luar Negeri
Peringkat DB 2014
Sumber: World Bank
Komponen yang memiliki peringkat paling rendah adalah komponen Starting a Bussiness (memulai usaha). Komponen ini berada di posisi 175 pada tahun 2014, menurun 9 tingkat dari posisi 166 pada tahun sebelumnya. Selain komponen tersebut, komponen lainnya yang juga mempunyai peringkat rendah dan terus terpuruk dalam survey tersebut adalah Enforcing Contracts, Resolving Insolvency, Paying Taxes (membayar pajak), dan Getting Electricity (memperoleh suplai listrik). Kelima komponen tersebut selalu menduduki peringkat 5 terbawah pada survey tiap tahunnya.
Dalam laporan Global Wealth Report yang dipublikasikan oleh Credit Suisse, nilai rata-rata kekayaan per orang dewasa di Indonesia meningkat terus. Pada 2013, rata-rata nilai kekayaan per orang dewasa di Indonesia mencapai US$ 11.839 atau dengan menggunakan nilai tukar yang konstan mencapai US$ 12.194 per orang dewasa. Nilai kekayaan tersebut naik 4,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar US$ 11.284 per orang dewasa, atau jika dibandingkan dengan tahun 2000, nilai kekayaan tersebut naik sekitar empat kali lipat. Laporan tersebut menunjukkan bahwa loncatan Indonesia kembali dari krisis keuangan Asia tahun 1997-1998 amat mengesankan. Dengan menggunakan hitungan dalam USD, krisis keuangan dunia telah menyebabkan kemunduran kecil, namun pemulihan pertumbuhan terjadi dengan cepat sehingga saat ini rata-rata nilai kekayaan per orang dewasa di Indonesia telah meningkat jauh di atas level pada masa sebelum krisis tahun 1997-1998.
komite ekonomi nasional
53
Gambar 35. Distribusi Kekayaan Beberapa Negara Asia.
Gambar 34. Nilai Kekayaan Per Orang Dewasa di Indonesia. US $
100%
24,000 Indonesia
China
Thailand
India
20,000
80%
16,000
60%
12,000
Dunia Indonesia India Thailand China
40%
8,000
20%
4,000
0% < 10,000
0 2000
2002
2004
2006
2008
2010
10.000 - 100.000
100.000 - 1 juta
2012
Sumber: Credit Suisse Sumber: Credit Suisse
Dibandingkan dengan beberapa negara lainnya yang memiliki rata-rata kekayaan per orang dewasa yang relatif sama di tahun 2000, Indonesia mengalami peningkatan kekayaan yang relatif cukup tinggi. Thailand, misalnya, mengalami peningkatan kekayaan sekitar dua kali lipat sejak tahun 2000, sedangkan India mengalami peningkatan kekayaan sekitar 1,3 lipat sejak tahun 2000. Angka ini masih berada di bawah Indonesia yang mengalami peningkatan kekayaan sekitar empat kali lipat sejak tahun 2000. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa profil kekayaan antara Indonesia dan India memiliki beberapa kesamaan. Misalnya, komposisi kekayaannya Indonesia terdiri dari, antara lain, aset real yang besarnya 84 persen dari total aset, sedangkan India sebesar 86 persen. Hutang pribadi di kedua negara juga sangat rendah, rata-rata sekitar 5 persen dari total aset di Indonesia dan 6 persen untuk India. Namun demikian, walaupun kekayaan per orang dewasa dalam dua negara tersebut relatif sama pada tahun 2000 (dengan Indonesia hanya 23 persen lebih tinggi dari India), saat ini kekayaan per orang dewasa di Indonesia lebih dari dua kali lipat di India. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan PDB nominal Indonesia yang cukup tinggi dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 13,1 persen antara tahun 2000 dan 2013 dibandingkan dengan hanya sebesar 9,9 persen untuk India.
Selain itu, 81 persen orang dewasa di Indonesia memiliki kekayaan kurang dari USD 10.000. Persentase ini melebihi angka dunia sebesar 69 persen. Pada tingkat kekayaan yang lebih tinggi, persentasenya semakin kecil jika dibandingkan dengan dunia secara keseluruhan. Hal ini mencerminkan kenyataan bahwa walaupun kekayaan per orang dewasa di Indonesia telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, namun kekayaan tersebut masih relatif rendah menurut standar internasional. Ada perbedaan yang cukup besar dalam distribusi kekayaan dengan 175 ribu orang Indonesia merupakan bagian dari 1 persen pemegang kekayaan tertinggi dunia. Distribusi kekayaan semacam ini juga dialami oleh beberapa negara tetangga kita seperti Thailand dan India. Indonesia juga tercatat memiliki 123 ribu orang yang memiliki kekayaan di atas US$ 1 juta atau sekitar Rp 11 milyar. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 104 ribu orang, dan diperkirakan meningkat menjadi 194 ribu pada 2018. Sementara itu, India memiliki 182 ribu orang yang memiliki kekayaan di atas US$ 1 juta. Jumlah ini juga meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 158 ribu orang, dan diperkirakan meningkat menjadi 302 ribu pada 2018. Sedangkan Thailand memiliki 25 ribu orang yang memiliki kekayaan di atas US$ 1 juta. Jumlah ini meningkat sebanyak 20 ribu orang dari tahun sebelumnya. Selain Credit Suisse, beberapa institusi internasional lainnya, seperti Goldman Sachs, Morgan Stanley, dan International Monetary Fund (IMF) juga memberikan pandangan cukup positif terhadap perkembangan yang terjadi di Indonesia. Mereka melihat prospek Indonesia ke depan masih cukup cerah.
54
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
55
• Goldman Sachs berpendapat bahwa Indonesia masih akan menjadi magnet kuat bagi investor asing dalam beberapa dekade ke depan, khususnya dalam 10 tahun mendatang. Walaupun dalam dua tahun belakangan ini pasar di Asia Tenggara tampak lesu akibat dampak krisis global, kelesuan tersebut diperkirakan hanya berjangka pendek.
Goldman Sachs 9 Okt 2013
• Menurut Goldman Sachs, kekuatan Indonesia berasal dari pembangunan infrastruktur, urbanisasi, serta pertumbuhan kelompok kelas menengah yang membuka peluang bisnis menarik bagi investor jangka panjang. • Sebelumnya, Goldman Sachs telah memprediksi Indonesia akan menjadi salah satu dari 11 kekuatan baru dalam ekonomi global atau yang dikenal dengan N-11. Kesebelas negara tersebut, selain Indonesia,meliputi Korea Selatan, Meksiko, Turki, Iran, Nigeria, Mesir, Filipina, Vietnam, Pakistan, dan Bangladesh
Morgan Stanley 4 Juli 2013 11 Nop 2013
IMF 10 Okt 2013
• Morgan Stanley menurunkan peringkat pasar saham Indonesia menjadi “underweight” dari sebelumnya “equalweight” karena pasar saham Indonesia merupakan yang paling rentan di Asia Tenggara untuk pelarian modal di tengah valuasi mahal dan saham besar oleh investor asing. • Sebanyak 13 saham anggota Bursa Efek Indonesia masuk dalam daftar Morgan Stanley Composite International (MSCI) Small Cap Indices khususnya MSCI Indonesia Index.MSCI Small Cap Indices merupakan kumpulan saham dari berbagai negara dengan jumlah saham yang diperdagangkan (free float) minimal 14%.MSCI Index terbaru ini efektif diberlakukan pada 26 Nopember 2013. • IMF memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun ini hanya tumbuh sebesar 5,3% karena melemahnya investasi dan permintaan komoditas dari negara berkembang lainnya serta juga karena kondisi keuangan yang makin ketat. Namun IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat menjadi 5,5% pada tahun 2014. • IMF juga menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi negara ASEAN-5 (Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina dan Vietnam) yang diprediksi akan tumbuh sebesar 5% pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 5,4% pada tahun 2014.
Kapitalisasi pasar di bulan Juli mencapai 4.582,3 triliun rupiah (turun 3,3 persen dari bulan sebelumnya), lalu turun menjadi 4.130,1 triliun rupiah di bulan Agustus (turun 9,9 persen). Pergerakan bursa berangsur pulih setelah the Fed memutuskan untuk terus melanjutkan kebijakan stimulus moneternya. Laju inflasi yang lebih terkendali serta stabilnya pergerakan rupiah turut membantu perbaikan sentimen di pasar. Kapitalisasi pasar kembali naik menjadi 4.251,4 triliun rupiah diakhir September 2013, atau meningkat 5,5 persen dari bulan yang sama tahun 2012. Gambar 36. Kapitalisasi Pasar Masih Naik 5,5 % YoY (Akhir September 2013).
(triliun rupiah) 6,000
120
Kapitalisasi Pasar (kiri) Pertumbuhan Kapitalisasi Pasar (kanan)
5,000
100 80 60
4,000
40
3,000
20 0
2,000
-20
1,000
-40
0
-60
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: BEI
Kinerja Korporasi Diawal tahun 2013, bursa saham bergerak positif dan mendorong kapitalisasi pasar ke level yang semakin tinggi. Fundamental ekonomi yang solid serta kondisi industri dan perusahaan yang berkinerja baik menjadi faktor penarik investor domestik dan asing menempatkan dananya dipasar finansial Indonesia. Akan tetapi, bursa saham mengalami tekanan pada bulan Juni 2013, seiring kebijakan Bank Indonesia menaikkan BI rate dan keputusan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi. Ekspektasi inflasi yang meningkat dan biaya bunga yang lebih tinggi menjadi pemicu timbulnya sentimen negatif, yang membuat pasar terkoreksi tajam. Di bulan Juni 2013, kapitalisasi pasar modal tergerus 4,3 persen menjadi 4.739,6 triliun rupiah. Tekanan dipasar masih berlanjut di bulan berikutnya, akibat tambahan sentimen negatif yang berasal dari defisit transaksi berjalan, melemahnya rupiah dan isu tapering off dari kebijakan moneter the Fed.
56
komite ekonomi nasional
Melemahnya pergerakan pasar saham membuat kapitalisasi pasar perusahaan-perusahaan besar di bursa turun dengan signifikan. Sepuluh perusahaan dengan kapitalisasi terbesar di bursa saham Indonesia berasal dari sektor produk konsumen, otomotif, telekomunikasi, perbankan, infrastruktur dan semen. Dari sisi nilai aset, beberapa perusahaan Indonesia sudah dapat disetarakan dengan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang masuk ke dalam daftar Fortune 500. Sebagai catatan, Dell (peringkat 51 di Amerika Serikat) memiliki aset sebesar sekitar 47,5 milyar dolar, Phillip Morris (peringkat 99) memiliki aset sebesar 37,7 milyar dolar, dan Texas Instument (peringkat 218) memiliki aset sebesar 20,0 milyar dolar.
komite ekonomi nasional
57
Hingga September 2013, perusahaan berkapitalisasi besar di Indonesia seperti Astra Internasional (aset sekitar 18 milyar dolar sampai dengan Juni 2011, turun 2,6 persen YoY), Telkom (aset sekitar 10,5 milyar dolar, turun 4,4 persen YoY), BCA (aset sekitar 42,4 milyar dolar, turun 4,9 persen YoY), Bank Mandiri (aset sekitar 60,8 milyar dolar, turun 0,8 persen YoY) dan BRI (aset sekitar 51,1 milyar dolar, naik 1,5 persen YoY) mempunyai aset yang cukup besar untuk disetarakan dengan perusahaan-perusahaan top 500 di Amerika Serikat.
3
Prospek Perekonomian Tahun 2014
Tabel 13. Nilai dan Pertumbuhan Aset 10 Perusahaan Berkapitalisasi Terbesar di Indonesia.
No
Perusahaan
Total Aset (Juta Dolar)
Kapitalisasi Pasar (Juta Rupiah) per 31 Oct 2013
Dec-08
Dec-09
Dec-10
Dec-11
Prediksi Beberapa Variabel Ekonomi Makro Tahun 2014
Pertumbuhan Total Aset (%) Dec-12
Sep-13
Dec-09
Dec-10
Dec-11
Dec-12
Sep-13
1
HM Sampoerna Tbk
293,222,688.0
1,424.6
1,868.8
2,285.9
2,119.3
2,724.2
2,354.2
31.2
22.3
(7.3)
28.5
(1.6)
2
Astra International Tbk
269,215,616.0
7,129.4
9,381.6
12,569.0
16,878.4
18,917.9
18,132.1
31.6
34.0
34.3
12.1
(2.6) (4.9)
3
Bank Central Asia Tbk
257,644,848.0
21,683.9
29,788.2
36,130.9
41,770.6
45,977.6
42,359.4
37.4
21.3
15.6
10.1
4
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk
236,879,984.0
8,057.9
10,317.9
11,110.2
11,271.4
11,558.8
10,503.9
28.0
7.7
1.5
2.6
(4.4)
5
Unilever Indonesia Tbk
228,900,000.0
574.4
789.6
969.1
1,146.5
1,243.9
1,160.0
37.5
22.7
18.3
8.5
(10.4)
6
Bank Mandiri (Persero) Tbk
200,666,672.0
31,650.2
41,626.2
50,091.8
60,362.2
65,969.8
60,876.7
31.5
20.3
20.5
9.3
(0.8)
7
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
194,886,384.0
21,728.6
33,433.2
45,025.7
51,394.4
57,222.3
51,104.9
53.9
34.7
14.1
11.3
1.5
8
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
123,631,688.0
2,256.1
3,024.3
3,573.6
3,400.2
3,908.2
3,766.3
34.0
18.2
(4.9)
14.9
4.3
9
Bank Negara Indonesia Tbk
89,513,552.0
17,813.8
23,997.6
27,684.7
32,709.0
34,593.0
31,515.0
34.7
15.4
18.1
5.8
(2.6)
10
Semen Indonesia (Persero) Tbk
85,117,312.0
936.2
1,366.2
1,733.3
2,150.5
2,758.6
2,414.7
45.9
26.9
24.1
28.3
4.3
Sumber: Bloomberg, diolah
Kenaikan suku bunga, yang telah memperlambat pertumbuhan ekonomi kita, terlihat mulai mempengaruhi kinerja perusahaan-perusahaan tersebut. Jika di tahun 2012 perusahaanperusahaan tersebut mampu mencatat kenaikan laba hingga dua digit, pada tahun 2013 pertumbuhannya menurun. Pertumbuhan laba Astra International, contohnya, turun menjadi 16,8 persen, lebih rendah 2,2 persen dari pertumbuhan di tahun 2012. Hanya sektor perbankan yang masih mampu mencetak pertumbuhan laba hingga dengan kuartal ketiga 2013. Tabel 14. Kinerja Keuangan 10 Perusahaan Berkapitalisasi Terbesar di Indonesia.
Laba Bersih No
Pertumbuhan Laba Bersih (%)
Perusahaan Dec-09
Dec-10
Dec-11
Dec-12
Sep-13
Dec-09
Dec-10
Dec-11
Dec-12
Sep-13
1
HM Sampoerna Tbk
492.8
707.0
919.4
1,060.8
239.1
21.6
43.5
30.0
15.4
(11.0)
2
Astra International Tbk
972.6
1,581.7
2,027.4
2,071.5
437.4
1.7
62.6
28.2
2.2
(16.8)
3
Bank Central Asia Tbk
659.4
933.6
1,233.3
1,250.3
380.3
9.8
41.6
32.1
1.4
21.3
4
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk
1,104.2
1,270.3
1,249.9
1,370.6
370.2
(0.0)
15.0
(1.6)
9.7
(1.6)
5
Unilever Indonesia Tbk
294.9
372.9
474.6
516.2
119.3
17.8
26.5
27.3
8.8
(14.5)
6
Bank Mandiri (Persero) Tbk
693.2
1,015.0
1,396.0
1,653.7
424.6
25.4
46.4
37.5
18.5
1.5
7
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
708.0
1,263.2
1,719.4
1,992.5
498.3
14.2
78.4
36.1
15.9
5.9
8
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
603.4
687.0
680.8
890.9
184.1
815.2
13.8
(0.9)
30.9
(12.9)
9
Bank Negara Indonesia Tbk
240.6
451.6
664.1
751.6
212.6
89.2
87.7
47.1
13.2
15.3
10
Semen Indonesia (Persero) Tbk
322.2
400.0
447.5
517.0
124.5
22.8
24.1
11.9
15.5
(8.1)
Tabel 15. Prediksi Beberapa Variabel Makro Ekonomi Indonesia. Indicator
UNITS
2008
2009
2010
2011
2012
2013F
2014F
National Account Gross Domestic Product, (YoY Growth) Household Consumption, (YoY Growth) Gross Fixed Investment, (YoY Growth) Manufacturing Production, (YoY Growth)
% % % %
6.0 5.3 11.9 3.7
4.6 4.9 3.3 2.2
6.2 4.7 8.5 4.7
6.5 4.7 8.8 6.1
6.2 5.3 9.8 5.7
5.7 5.0 4.7 5.5
5.5 - 6.0 4.1 - 4.6 6.3 - 6.8 5.3 - 5.8
Consumer Price Index Inflation rate, e.p.
%
11.1
2.8
7.0
3.8
4.3
8.7
4.8 - 5.0
Interest Rate 3-month Deposit, e.p. 3-month Deposit Rate, Avg. BI Rate, %, e.p.
% % %
11.2 8.5 9.3
7.5 9.3 6.5
7.1 6.8 6.5
6.8 6.9 6.0
5.8 5.9 5.8
6.8 6.1 7.3
6.5 7.5 7.3
IDR/US$ IDR/US$
10,950 9,753
9,400 10,356
8,991 9,074
9,068 8,773
9,670 9,419
11,530 10,477
10.234 - 11.209 10.500 - 11.500
Exchange Rate Exchange rate, e.p. Exchange rate, Avg.
Sumber: BI, BPS, prediksi KEN.
• Inflasi: Lebih Rendah Laju inflasi pada tahun 2014 diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan dengan pada tahun 2013. Hal ini disebabkan karena dampak kenaikan harga BBM bersubsidi (sekitar 0,7 persen untuk setiap kenaikan 10 persen harga rata-rata BBM bersubsidi) akan hilang dari angka inflasi tahunan setelah satu tahun dari waktu harga BBM tersebut dinaikkan. Seperti kita ketahui, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada akhir bulan Juni 2013, sehingga inflasi tahunan kita naik tajam pada bulan Juli 2013 ke 8,61 persen. Artinya, pada bulan Juli 2014 inflasi tahunan akan turun dengan signifikan. KEN memperkirakan pada bulan Juli 2014 inflasi tahunan akan berada di bawah 5 persen dari sekitar 7 persen di bulan Juni 2014. Angka inflasi ini akan bertahan pada level yang relatif rendah pada bulan-bulan berikutnya.
Sumber: Bloomberg, diolah
58
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
59
Gambar 37. Inflasi Pada Tahun 2014 Diperkirakan Akan Cenderung Turun.
persen 9.0
Prediksi
8.0
7.50
7.0 6.0 5.0
BI Rate - Pesimis
BI Rate - Optimis
Inflasi - Pesimis
Inflasi - Optimis
4.0
Nov-14
Sep-14
Jul-14
May-14
Mar-14
Jan-14
Nov-13
Sep-13
Jul-13
May-13
Mar-13
Jan-13
3.0
Selain itu, tekanan terhadap pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi juga cenderung kecil, karena harga minyak dunia diperkirakan akan stabil di tahun 2014. US Energy Information Administration (EIA) memperkirakan harga minyak akan cenderung turun pada tahun 2014. Harga minyak West Texas Intermediate diperkirakan akan turun menjadi US$ 94 per barel pada akhir tahun 2014. Angka ini berada di bawah asumsi harga minyak dalam APBN 2014. Artinya, ada peluang yang cukup besar bahwa pemerintah tidak harus merevisi APBN 2014 karena subsidi BBM yang melonjak. Jadi, ruang untuk menjaga harga BBM pada level saat ini terbuka cukup lebar. Perlu dikemukakan sekali lagi di sini bahwa outlook energi dunia untuk tahun 2014 kelihatannya memang akan positif. Eksplorasi dan penemuan minyak di pantai timur China akan mulai memasuki tahap produksi. Bohay Bay di China maupun Laut China Selatan mempunyai potensi minyak dan shale gas yang sangat besar. Selain itu, perusahaan-perusahaan minyak di Amerika juga lebih optimis terhadap eksplorasi dan produksi minyaknya. Meksiko juga mempunyai potensi yang sangat besar di sekitar teluk Meksiko, terutama karena didukung oleh adanya perubahan undang-undang terkait. Ada sekitar 50 titik pemboran baru di teluk Meksiko. Industri energi dunia juga akan diuntungkan oleh biaya eksplorasi yang akan cenderung menurun, utamanya karena biaya sewa rig yang lebih rendah.
Sumber: BI, BPS, prediksi KEN.
Angka inflasi diprediksi akan berada pada level yang relatif rendah dengan asumsi pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi di tahun 2014. Mengingat tahun 2014 adalah tahun pemilihan umum, rasanya kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi di tahun 2014 amat kecil peluangnya untuk terjadi. Dari APBN 2014 terlihat bahwa, paling tidak hingga saat ini, pemerintah belum mempunyai rencana untuk menaikkan harga BBM tahun depan. Subsidi BBM tahun 2014 dianggarkan sebesar Rp 210,7 T, lebih tinggi dari anggaran tahun 2013 yang mencapai Rp 199,9 T. Ini mengisyaratkan bahwa pemerintah tidak berencana menaikkan harga BBM bersubsidi, kecuali bila harga minyak mentah mengalami kenaikan yang signifikan serta kurs rupiah terdepresiasi tajam.
Indonesia akan mulai melirik ke tempat minyak dan gas yang jauh lebih besar. Penemuan gas di Afrika (pantai timur Afrika) bisa menjadi sumber minyak bagi Indonesia (Pertamina sudah mulai mengikuti beberapa proses tender). Artinya, peluang bagi harga minyak dunia untuk berada di level yang relatif rendah di tahun 2014 memang terbuka lebar. Dengan keadaan yang demikian, inflasi di tahun 2014 akan cenderung turun dan berada di kisaran 4,75 – 5,29 persen pada akhir tahun 2014.
Upaya-upaya pemerintah untuk mengendalikan harga di tahun 2014 tampaknya akan memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pada tahun 2013. Isu impor daging sapi, kedelai, maupun produk holtikultura diperkirakan sudah dapat ditangani dengan lebih baik, sehingga tekanan dari kenaikan harga pangan diperkirakan akan cenderung lebih terkendali di tahun 2014. Kinerja tim pengendali inflasi (TPI dan TPID) juga diperkirakan akan lebih efektif. Akibatnya, inflasi akan cenderung kembali bergerak pada tren jangka panjangnya (di kisaran 5-6 persen).
60
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
61
Gambar 38. Prediksi Harga Minyak Dunia.
West Texas Intermediate, US$/barel
94
95
98
97
99 106
96
88
93
95
75
Prediksi
69
70
74
85
75
81
82
86
89
100
106
96
99
103
115
70
Dengan latar belakang yang demikian, BI diperkirakan akan mempertahankan BI rate pada level 7,5 persen hingga akhir tahun 2014. Gambar 39. Suku Bunga Amat Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.
48
55
Padahal defisit transaksi berjalan belum akan hilang dalam waktu singkat, karena ekonomi kita masih menarik bagi sebagian investor asing. Ketika investor asing melakukan investasi di dalam negeri, mereka akan mengimpor barang modal dan bahan baku untuk memulai aktivitas produksinya. Dengan kata lain, impor kita akan tetap kuat, dan neraca perdagangan kita akan terus tertekan. Artinya, defisit transaksi berjalan berpeluang untuk terus terjadi, selama ekonomi kita masih ekspansi dengan baik dan selama investor masih tertarik untuk menanamkan modalnya di negara kita.
40 1st
2nd 3rd 4th
1st
2nd 3rd 4th
1st
2nd 3rd 4th
1st
2nd 3rd 4th
1st
2nd 3rd 4th
1st
Suku Bunga / Inflasi (%)
7
20
6
15
• Suku Bunga: Walaupun Ada Ruang, Mungkin Tidak Turun.
5
10
Untuk mengendalikan stabilitas makro ekonomi Indonesia, Bank Indonesia masih menerapkan bauran kebijakan, dimana bermacam faktor dipertimbangkan dan campuran kebijakan diimplementasikan. Pada tahun 2013 pelemahan nilai tukar dan defisit transaksi berjalan menjadi fokus utama BI dalam menjalankan kebijakan moneternya. Walaupun demikian, inflasi juga masih menjadi acuan kebijakan BI.
4
5
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: EIA
Di tahun 2014 tekanan inflasi akan lebih rendah dibandingkan dengan pada tahun 2013. Artinya, bila BI konsisten menjalankan kerangka kebijakan inflation targetting seharusnya ada ruang untuk menurunkan suku bunga hingga 6 persen (bila inflasi turun ke kisaran 5 persen seperti yang diperkirakan oleh KEN). Akan tetapi, bila kita lihat kebijakan moneter yang dilakukan oleh BI akhir-akhir ini, tampaknya BI rate tidak akan diturunkan hingga akhir 2014. Saat ini BI lebih khawatir terhadap defisit transaksi berjalan, bukan terhadap inflasi, bukan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan bukan terhadap angka pengangguran. Pandangan bahwa satu-satunya cara untuk menjaga stabilitas ekonomi adalah menurunkan defisit transaksi berjalan tampak sudah mengakar dalam di kepala para pimpinan otoritas moneter kita.
62
Pertumbuhan Ekonomi (%)
2nd 3rd 4th
komite ekonomi nasional
3
0 Q1Q2 Q3 Q4 Q1Q2 Q3 Q4 Q1Q2 Q3 Q4 Q1Q2 Q3 Q4 Q1Q2 Q3 Q4 Q1Q2 Q3 Q4 Q1Q2 Q3 Q4 Q1Q2 Q3 Q4 Q1Q2 Q3 Q4
2005
2006
2007
2008
Pertumbuhan Ekonomi
2009
2010 TD 3M
2011
2012
2013
Inflasi tahunan
Sumber: BPS, BI, diolah
Data historis menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia amat dipengaruhi oleh suku bunga. Suku bunga yang tinggi cenderung akan memperlambat pertumbuhan ekonomi, sedangkan suku bunga yang relatif rendah akan memberi ruang bagi ekonomi untuk tumbuh lebih cepat. Biasanya ekonomi kita cenderung bisa tumbuh dengan relatif lebih cepat ketika bunga acuan berada lebih rendah dari 6,5 persen. BI rate 7,5 persen bukanlah level yang membahayakan perekonomian kita, dalam pengertian ekonomi tidak akan jatuh ke masa resesi dengan bunga pada tingkat tersebut. Akan tetapi, daya dorong dari sisi moneter menjadi tidak cukup kuat untuk menopang laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari saat ini. Artinya, di tahun 2014 sulit bagi ekonomi kita untuk tumbuh dengan laju yang lebih cepat dari yang terjadi di tahun 2013.
komite ekonomi nasional
63
Gambar 40. Laju Pertumbuhan Uang (M0) Cenderung Melambat.
% 10
11209
11400
Optimis
10900
Pesimis
10400
10234
9900 9400 8900
Nov-14
Sep-14
Jul-14
May-14
Mar-14
Jan-14
Nov-13
Sep-13
Jul-13
May-13
Mar-13
Jan-13
Nov-12
Sep-12
8400
Sumber: BI, Prediksi KEN
Dengan latar belakang demikian, di tahun 2014 rupiah diperkirakan akan cenderung stabil lemah, dan bergerak dengan nilai rata-rata pada 10.500 – 11.500 rupiah per dolar.
%, YoY
M0 (kanan)
BI Rate (kiri)
Prediksi
11900
Jul-12
Akan tetapi, karena neraca transaksi berjalan diperkirakan masih akan defisit tahun depan, ditambah lagi dengan ekonomi yang cenderung melambat, sebagian investor akan ragu menanamkan modalnya di Indonesia. Memang, biasanya investor akan lebih tertarik untuk menanam modal di tempat yang menawarkan pertumbuhan yang lebih tinggi. Akibatnya, aliran modal asing yang masuk ke Indonesia diperkirakan belum cukup kuat untuk membuat rupiah menguat secara signifikan.
Nilai Tukar Rupiah terhadap US$ 12400
May-12
Namun, bila the Fed benar-benar melakukan tapering (yang diperkirakan akan dilakukan pada tahun 2014) pasar lambat laun akan menyadari bahwa kebijakan tesebut dilakukan karena fondasi pemulihan ekonomi di AS sudah semakin baik. Artinya, fondasi perekonomian global pun akan membaik, karena AS masih merupakan lokomotif utama perekonomian dunia. Akibatnya, kepercayaan investor terhadap stabilitas perekonomian dunia akan membaik secara berangsur-angsur. Dalam kedaan yang demikian mereka menjadi tidak terlalu takut untuk mengambil risiko. Investor akan mencari peluang investasi yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi. Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan prospek pertumbuhan tertinggi, ada peluang yang cukup besar aliran modal akan masuk ke Indonesia juga.
Gambar 41. Nilai Tukar Rupiah Cenderung Stabil Lemah.
Mar-12
Ketika the Fed diisukan akan melakukan tapering (pengurangan pembelian surat utang negara oleh bank sentral AS), pasar finansial dunia mengalami kepanikan. Modal keluar dari emerging economies, termasuk Indonesia, kembali ke tempat yang dianggap relatif aman, yaitu mata uang dolar atau aset-aset dalam dolar. Akibatnya, hampir seluruh mata uang negara berkembang pun melemah terhadap dolar AS. Rupiah pun mengalami tekanan yang amat signifikan.
Sebenarnya ada faktor-faktor yang dapat menciptakan sentimen positif terhadap rupiah. Salah satu diantaranya adalah laju inflasi yang relatif terkendali di tahun 2014. Selain itu, BI diperkirakan masih akan menjaga laju pertumbuhan uang (melalui kebijakan moneter yang cenderung ketat) karena mereka berpandangan bahwa Indonesia masih perlu memperlambat pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor ini diperkirakan paling tidak dapat mencegah rupiah melemah terlalu signifikan dari levelnya pada saat ini.
Jan-12
• Nilai Tukar Rupiah: Cenderung Stabil Lemah.
50
9
40
8
30
7
20
6
10
5
0
4
-10
3 2007
-20
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber: BI
64
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
65
• Prospek Fiskal: Daya Dorong Minimal. Tabel 16. APBN 2013 dan RAPBN 2014. (dalam triliun rupiah)
2013 URAIAN
APBNP
2014 APBN
Selisih
Pertumbuhan (%)
A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Dalam Negeri 1. Penerimaan Perpajakan II. Hibah
1,502.01 1,497.52 1,148.36 4.48
1,667.10 1,665.80 1,280.40 1.40
165.1 168.3 132.0 -3.1
11.0 11.2 11.5 -68.8
B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat 1. Belanja KL 2. Belanja Non-KL II. Transfer Ke Daerah Total Anggaran Pendidikan Rasio Anggaran Pendidikan Total
1,726.19 1,196.83 622.00 574.80 529.36 345.30 20.00
1,842.50 1,249.90 637.80 612.10 592.60 368.90 20.00
116.3 53.1 15.8 37.3 63.2 23.6 0.0
6.7 4.4 2.5 6.5 11.9 6.8 0.0
C. Keseimbangan Primer
-111.7
-54.1
57.6
-51.6
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B)
-224.2
-175.4
48.8
-21.8
% terhadap PDB
-2.38
1.69
4.1
E. Pembiayaan (I + II)
224.19
175.40
-48.8
-21.8
2.38 241.06 -16.87
1.69 196.30 -20.90
-0.7 -44.8 -4.0
-18.6 23.9
% terhadap PDB I. Pembiayaan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar negeri (neto)
Sumber: Kemenkeu
Daya dorong kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi kita tahun depan dapat diperkirakan dari struktur ABPN 2014. Pada tahun 2014 pendapatan negara diperkirakan akan mencapai Rp.1.667,1 triliun, atau naik sebesar Rp. 165,1 triliun dari tahun 2013 (tumbuh 11,0 persen). Sementara itu pengeluaran pemerintah pada tahun 2014 direncanakan mencapai Rp.1.842,5 triliun. Dengan demikian defisit anggaran tahun 2014 diperkirakan akan mencapai Rp. 175,4 triliun rupiah, atau 1,69 persen dari PDB.
66
komite ekonomi nasional
Dari ukuran rasio defisit terhadap PDB tampak seolah anggaran tahun 2014 cukup prudent dan berkesinambungan (batas maksimal defisit angggaran yang masih dianggap berkesinambungan adalah 3 persen terhadap PDB). Akan tetapi, ada ukuran lain yang digunakan oleh para ekonom untuk menilai kesinambungan suatu anggaran, yaitu keseimbangan primer, dimana suatu anggaran dianggap berkesinambungan apabila keseimbangan primernya di atas angka tertentu (jauh lebih besar dari nol). Keseimbangan primer yang negatif menunjukkan bahwa pendapatan pemerintah sudah lebih rendah dari pengeluarannya sebelum membayar bunga utang. Keseimbangan primer yang negatif pada anggaran 2014 menunjukkan bahwa sebenarnya APBN 2014 dirancang tidak berkesinambungan. Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah tampak mengajukan APBN dengan defisit keseimbangan primer. Artinya, pemerintah merencanakan anggaran yang tidak berkesinambungan dalam beberapa tahun terakhir ini. Memang, pada implementasinya keseimbangan primer tidak selalu negatif. Hal ini terjadi terutama karena penyerapan anggaran yang buruk. Jadi, sebenarnya kesinambungan anggaran kita diselamatkan oleh ketidakmampuan kita membelanjakan anggaran. Ke depan, kelemahan ini harus diperbaiki. Anggaran harus dirancang dengan keseimbangan primer yang surplus. Pada saat yang bersamaan kemampuan pemerintah menyerap anggaran harus diperbaiki. Apabila tidak diperbaiki, maka daya dorong APBN terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi kurang optimal. Pada sisi pendapatan, pendapatan pajak tahun 2014 direncanakan akan mencapai Rp.1.280,4 triliun, naik cukup signifikan dari Rp. 1.148,5 triliun. Rasio pendapatan pajak terhadap PDB mencapai 12,33 persen di tahun 2014. Angka ini tidak jauh dari angka di tahun 2013, dimana rasio pendapatan pajak terhadap PDB mencapai 12,2 persen. Artinya, tidak terjadi peningkatan yang cukup signifikan terhadap efisiensi pengumpulan pajak kita. Ke depan, efisiensi pengumpulan pajak harus diperbaiki lagi, agar keseimbangan primer kita membaik. Perlu dikemukakan di sini bahwa negara-negara tetangga kita sudah mampu mengumpulkan pajak dengan lebih efisien. Sebagai contoh, rasio pengumpulan pajak terhadap PDB Malaysia mencapai 16,2 persen, Thailand 17,6 persen, dan Singapura 13,8 persen. Dalam APBN 2014 belanja negara mencapai Rp. 1.842.5 triliun, atau naik sebesar 6,7 persen dari Rp 1.726,2 triliun pada tahun 2013. Dengan asumsi laju inflasi sebesar 5,5 persen di tahun 2014, maka pertumbuhan belanja secara riil hanya sekitar 1,2 persen (dengan menggunakan pendekatan sederhana, yaitu pertumbuhan nominalnya dikurangi oleh inflasi). Artinya, dampak dari belanja fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi secara riil di tahun 2014 akan amat terbatas. Keadaan akan diperburuk lagi oleh masalah penyerapan anggaran yang belum dapat diperbaiki dengan tuntas dalam lima tahun terakhir ini.
komite ekonomi nasional
67
Tabel 17. Rencana Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2014.
(dalam triliun rupiah) URAIAN 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal 4. Pembayaran Bunga Utang a.Utang Dalam Negeri b.Utang Luar Negeri 5. Subsidi A.Energi B.Non Energi 6. Belanja Hibah 7. Bantuan Sosial 8. Belanja Lain-lain 9. Tambahan Belanja (Netto)
Total
2013 APBNP 233.0 206.5 192.6 112.5 96.8 15.8 348.1 299.8 48.3 2.3 82.5 19.3
1196.8
APBN 264.0 201.9 205.8 121.3 109.1 12.2 333.7 282.1 51.6 3.5 55.9 36.9 27.0
1250.0
2014 Pertumbuhan pangsa (%) (%) 13.3 -2.2 6.9 7.8 12.8 -22.6 -4.1 -5.9 6.9 49.2 -32.2 91.5
4.4
21.1 16.2 16.5 9.7 8.7 1.0 26.7 22.6 4.1 0.3 4.5 3.0 2.2 100.0
Sumber: Kemenkeu
Belanja Pemerintah Pusat didominasi oleh belanja pegawai dan belanja subsidi. Belanja pegawai di tahun 2014 mencapai Rp. 264,0 triliun (21,1 persen dari total belanja pemerintah pusat). Sementara belanja subsidi mencapai Rp. 333,7 triliun (26,7 persen). Sementara itu, belanja barang mencapai Rp. 201,9 triliun (16,2 persen) dan belanja modal mencapai Rp. 205,8 triliun (16,5 persen). Dengan struktur belanja yang demikian, daya dorong APBN terhadap pertumbuhan ekonomi akan tidak optimal. Di masa mendatang agar dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian menjadi lebih signifikan, struktur APBN perlu diperbaiki agar porsi belanja untuk pembangunan dapat ditingkatkan secara signifikan.
Sudah saatnya pemerintah memikirkan dengan serius langkah-langkah untuk menghilangkan subsidi BBM. Subsidi harus langsung diberikan kepada orang yang benar-benar berhak mendapatkannya. Langkah ini akan membantu memperbaiki defisit keseimbangan primer secara signifikan. Namun, langkah perubahan pola subsidi tersebut harus dirancang dengan seksama agar tidak menimbulkan kejutan ekonomi, sosial, dan politik yang berlebihan. Untuk mengoptimalkan daya dorong APBN terhadap perekonomian, penghematan dari subsidi energi tersebut harus dimanfaatkan untuk membiayai program-program pembangunan secara tepat sasaran dan tepat waktu. Selain itu, penyerapan anggaran pemerintah harus terus ditingkatkan. Problem penyerapan anggaran sudah terjadi sejak tahun 2008. Beberapa peraturan sudah direvisi untuk memperbaiki penyerapan anggaran. Namun, dampaknya belum terlihat secara signifikan. Akhirakhir ini seolah-olah ada pembenaran terhadap lambatnya penyerapan anggaran tersebut. Pemerintah merasa memang perekonomian perlu agak direm (untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan), sehingga upaya untuk meningkatkan penyerapan anggaran tampak mengendur. Ke depan pemerintah harus tetap berupaya untuk meningkatkan penyerapan anggaran, agar daya dukung fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan. Perlu ditegaskan lagi di sini bahwa banyaknya anggaran yang tersisa berarti juga infrastruktur kita tidak dibangun secara optimal. Kurang optimalnya dukungan infrastruktur dalam pembangunan ekonomi telah meningkatkan inefisiensi di perekonomian kita. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya ICOR (Incremental Capital Output Ratio) di perekonomian kita. ICOR, diterjemahkan secara sederhana, memberi gambaran berapa persen investasi yang dibutuhkan (dalam rasio terhadap PDB) untuk menciptakan satu persen pertumbuhan PDB. Semakin besar ICOR semakin rendah efisiensi suatu perekonomian. ICOR 5, misalnya, memberi indikasi bahwa diperlukan investasi sebesar 5 persen dari PDB untuk menciptakan pertumbuhan PDB sebesar 1 persen.
Secara lebih spesifik dapat kita lihat bahwa alokasi anggaran untuk subsidi energi mencapai Rp. 282,1 triliun (22,6 persen dari total belanja pemerintah). Selain mengurangi kemampuan pemerintah untuk membiayai program pembangunan, subsidi energi ini sering dianggap tidak tepat sasaran, dan menimbulkan distorsi di dalam perekonomian. Memang, relatif rendahnya harga BBM membantu daya saing produsen kita. Akan tetapi, daya saing ini semu. Tanpa subsidi energi, daya saing produsen kita tidak sebaik saat ini. Selain itu, subsidi BBM yang berlebihan dan terus menerus membuat para pelaku ekonomi di Indonesia menjadi malas untuk berinovasi menciptakan proses produksi yang lebih efisien. Artinya, subsidi energi tidak menimbulkan insentif untuk menciptakan ekonomi yang lebih efisien dan berdaya saing tinggi.
68
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
69
Gambar 42. ICOR Terus Meningkat, Menunjukkan Ekonomi Semakin Tidak Efisien.
(%)
(%)
7.0
33.2
ICOR (kiri)
33.37
6.5 Kontribusi Investasi Terhadap Ekonomi (kanan)
6.0
5.9
5.3
4.1
31.0
E. Pembiayaan (I + II)
27.0
21.0
4.0 19.0 3.5
URAIAN D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) % terhadap PDB
23.0
4.5
2013 APBNP
33.0
25.0
5.0
(dalam triliun rupiah)
35.0
29.0
5.5
Tabel 18. Rencana Pembiayaan Anggaran 2014.
% terhadap PDB I. Pembiayaan Dalam Negeri 1. Perbankan Dalam Negri 2. Non-Perbankan Dalam Negri a.l. Surat berharga Negara (neto) II. Pembiayaan Luar negeri (neto) 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri a. Pinjaman Program b. Pinjaman Proyek
2. Penerusa Pinjaman (SLA) 3. Pembayaran Cilcilan Pokok Utang LN
17.0
2014 RAPBN
Selisih
-224.2 -2.38
-175.4 -1.69
48.8 0.69
224.2
174.6
-49.6
2.38
1.70
-0.68
241.1 34.6 206.5 231.8 -16.9 49.0 11.1 37.9 -6.7 -59.2
196.3 4.4 191.9 205.1 -20.9 39.1 3.9 35.2 -1.2 -58.8
-44.8 -30.2 -14.6 -26.7 -4.0 -9.9 -7.2 -2.7 5.5 0.4
Sumber: Kemenkeu.
15.0
3.0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012 2013: Q3
Sumber: BPS, perhitungan KEN
ICOR Indonesia terus mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir, yang artinya perekonomian kita semakin inefisien. Pada masa sebelum krisis ICOR kita berada di kisaran 3,8 (periode 93-96). Pada tahun 2003 ICOR Indonesia sebesar 4,1, dan pada tahun 2012 ICOR Indonesia sudah naik menjadi 5,3. Dan pada triwulan ketiga tahun 2013 ICOR kita naik lagi menjadi 5,9. Artinya, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen kita perlu melakukan investasi sebesar sekitar 5,9 persen dari PDB kita. Jadi, perekonomian Indonesia sudah menjadi lebih tidak efisien lagi. Indonesia harus mengerjakan pekerjaan rumahnya. Efisiensi di perekonomian kita harus segera diperbaiki. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa didukung oleh peningkatan efisiensi akan membuat ekspansi ekonomi yang berlangsung menjadi tidak berkesinambungan. Selain pembangunan infrastruktur yang memadai, Indonesia juga harus terus meningkatkan kinerja birokrasinya, agar efisiensi perekomian kita semakin baik. Reformasi birokrasi harus dijalankan dengan sungguh-sungguh.
Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian dunia diperkirakan akan relatif lebih stabil pada tahun 2014, bahkan ada kecenderungan sedikit menguat. Sementara itu di sisi domestik, inflasi yang diperkirakan akan semakin terkendali sebenarnya memberikan peluang kepada BI untuk menurunkan suku bunga ke tingkat yang lebih rendah. Tapi bukan berarti secara otomatis ekonomi Indonesia di tahun 2014 akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pada tahun 2013. Walaupun lebih stabil, laju pertumbuhan ekonomi global belum cukup kuat untuk menaikkan ekspor Indonesia dengan terlalu signifikan. Sementara itu, Indonesia diperkirakan masih akan mengalami tekanan sentimen negatif dari defisit transaksi berjalan, yang diperkirakan masih akan terjadi pada tahun 2014 nanti. Artinya, ada peluang yang cukup besar otoritas moneter kita akan menjalankan kebijakan moneter yang cenderung ketat, BI rate tidak diturunkan. Pemerintah pun diperkirakan akan menyelaraskan kebijakannya dengan kebijakan BI (tidak akan terlalu agresif mendorong pertumbuhan ekonomi). Dalam keadaan yang demikian, pertumbuhan ekonomi 2014 akan cenderung lebih lambat dari pertumbuhan pada tahun 2013 (skenario pesimis). Skenario yang lebih pesimis tampaknya memiliki peluang yang lebih besar untuk terjadi. Jadi, dalam prediksi pertumbuhan ekonomi 2014, KEN melihat bahwa dari kisaran prediksi yang dikemukakan di sini, realisasinya akan lebih dekat ke batas bawah dari range prediksi yang diberikan.
70
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
71
Gambar 43. Prospek Pertumbuhan Ekonomi 2014.
Rp trn (cp.2000) 850
%
PDB ril: pesimis
7.0
PDB ril: optimis
6.4
PDB ril: % YoY (pesimis)
6.1
PDB ril: % YoY (optimis)
750
5.6
5.9
6.0
5.6
650
5.7 5.3 5.4
Pada semester pertama 2014 pertumbuhan belanja masyarakat akan cenderung melambat, dan terus melambat hingga 3,7 persen pada triwulan ketiga 2014. Akan tetapi, turunnya angka inflasi pada bulan Juli 2014 akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap kondisi perekonomian mereka. Di samping itu, proses pemilu yang diperkirakan sudah selesai pada triwulan ketiga akan semakin meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap prospek perekonomian dan masa depan mereka. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh proses pemilihan umum pun akan turun dengan signifikan setelah triwulan ketiga 2014. Dengan keadaan yang demikian, pertumbuhan belanja rumah tangga akan cenderung menguat pada triwulan keempat 2014, dimana belanja rumah tangga diperkirakan akan tumbuh dengan laju 4,6 persen. Gambar 44. Prediksi Belanja Rumah Tangga 2014.
5.0
550 Belanja rmtg: pesimis
Rp trn (cp.2000) 420
450
4.0 Q1
Q2
Q3
Q4
2011
Q1
Q2
Q3
2012
Q4
Q1
Q2
Q3
2013F
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2014F
%
6.0
Belanja rmtg: optimis Belanja rmtg: % YoY (pesimis) Belanja rmtg: % YoY (optimis)
400
5.2
380
5.5
5.0
Sumber: BPS, Prediksi KEN.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh dengan laju 5,5 - 6,0 persen. Pertumbuhan utamanya didukung oleh belanja rumah tangga, investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB), dan ekspor. Sementara itu, kontribusi belanja pemerintah diperkirakan masih akan sulit tumbuh dengan terlalu signifikan.
360
4.4 340
4.2
4.6
4.5
4.0
4.1
320
3.5
300 Q1
Pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan tidak jauh berbeda dengan tren yang terjadi menjelang akhir tahun 2013. Ekonomi akan bergerak di kisaran 5,5 persen hampir sepanjang tahun 2014 (skenario pesimis).
4.5
Q2
Q3 2012
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2013F
Q1
Q2
Q3
Q4
2014F
sumber: BPS, prediksi KEN
Belanja Pemerintah Belanja Rumah Tangga Belanja rumah tangga masih akan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2014. Survey Kepercayaan Konsumen menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi di akhir Juni 2013 tidak mengurangi daya beli masyarakat dengan terlalu signifikan. Pada tahun 2014 daya beli masyarakat diperkirakan akan tetap terpelihara dengan baik. Hal ini terutama didukung juga oleh relatif lebih rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2014. Walaupun demikian, kebijakan BI yang cenderung ketat akan mempengaruhi pola belanja masyarakat. Aktivitas pemilu diperkirakan belum cukup kuat untuk mendorong pertumbuhan belanja rumah tangga ke tingkat yang lebih tinggi sepanjang semester pertama 2014.
72
komite ekonomi nasional
Dengan defisit anggaran sebesar 1,7 persen dari PDB ada kesan bahwa belanja akan memberikan dorongan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tetapi seperti yang disebutkan sebelumnya, pertumbuhan riil belanja pemerintah hanya mencapai sekitar 1,2 persen. Jadi tampaknya daya dorong belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi masih akan kurang signifikan. Keadaan diperburuk lagi dengan masalah penyerapan anggaran yang tidak kunjung membaik. Dampak kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuan pemerintah untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang ada dalam mengimplementasikan anggarannya bila pada tahun 2014 pemerintah tidak berhasil memperbaiki efisiensi
komite ekonomi nasional
73
penyerapan anggaran, maka belanja pemerintah hanya akan tumbuh pada kisaran 2,7 persen - 3,5 persen. Pertumbuhan belanja pemerintah akan cenderung melambat hingga triwulan ketiga 2014. Diperkirakan birokrasi kita akan disibukkan oleh masalah-masalah pemilu, sehingga implementasi program-program pembangunan cenderung lambat. Namun, pada triwulan keempat 2014, setelah proses pemilu memberikan hasil yang jelas, fokus para penyelenggara negara akan membaik, sehingga pertumbuhan belanja negara pada triwulan keempat akan sedikit membaik, tumbuh dengan laju tahunan sekitar 3,8 persen pada triwulan tersebut.
Investasi Investasi portfolio, sering disebut dengan hot money, yang masuk ke Indonesia sejak tahun 2008 tumbuh cukup tinggi. Hal ini tercermin dari banyaknya dana asing yang masuk dalam bentuk obligasi maupun saham yang jumlahnya mencapai kurang lebih 600 triliun rupiah. Meningkatnya dana asing yang masuk terutama dipicu oleh adanya pengalihan dana yang dilakukan para investor dari negara maju ke negara emerging. Hal ini terjadi terutama sejak terjadinya krisis global yang terjadi di Amerika dan Eropa. Pada tahun 2004 jumlah investasi portofolio hanya sebesar 4.409 juta dolar meningkat signifikan pada tahun 2009 dan 2010 menjadi 10.336 juta dolar dan 13.202 juta dolar.
Gambar 45. Prediksi Belanja Pemerintah 2014. Tabel 19. Transaksi Finansial: Investasi Portofolio Rp trn (cp.2000) 85
%
12.0
Belanja pem: pesimis
Belanja pem: optimis
Belanja pem: % YoY (pesimis)
Belanja pem: % YoY (optimis)
2004
8.0
70
6.1
4.5
3.7
4.0
55 0.0
-1.5 40
-4.0
25
-8.0 Q1
Q2
Q3 2012
74
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2013F
Q1
Q2
Q3
Q4
2014F
Investasi Portofolio (US$ Juta) A. Aset 1. Sektor publik a. Saham b. Surat utang 2. Sektor swasta a. Saham b. Surat utang 1) Obligasi dan wesel 2) Lainnya B. Kewajiban 1. Sektor publik a. Saham b. Surat utang 1) Otoritas moneter 2) Pemerintah a) denominasi valuta asing b) denominasi rupiah 2. Sektor swasta a.Saham b. Surat utang 1) Obligasi dan wesel 2) Lainnya
2005
4,409.00 4,190.00 353 -1,080.00 0 0 0 0 0 0 353 -1,080.00 -106 38 459 -1,118.00 -1,882.00 -712 2,341.00 -406 4,056.00 5,270.00 2,251.00 4,826.00 0 0 2,251.00 4,826.00 772 677 1,479.00 4,149.00 0 0 1,479.00 4,149.00 1,804.00 444 2,043.00 -165 -238 609 -238 -142 0 751
2006 4,277.00 -1,830.00 0 0 0 -1,830.00 10 -1,841.00 -2,257.00 416 6,107.00 4,514.00 0 4,514.00 375 4,139.00 0 4,139.00 1,593.00 1,898.00 -305 20 -325
2007
2008
5,567.00 1,764.00 -4,415.00 -1,294.00 0 0 0 0 0 0 -4,415.00 -1,294.00 -217 -298 -4,199.00 -997 -3,290.00 -537 -909 -459 9,982.00 3,059.00 5,271.00 3,361.00 0 0 5,271.00 3,361.00 1,233.00 -1,980.00 4,037.00 5,341.00 0 4,080.00 4,037.00 1,261.00 4,711.00 -303 3,559.00 322 1,152.00 -625 984 -534 169 -91
2009 10,336 -144 0 0 0 -144 -363 219 -50 269 10,480 9,578 N/A 9,578 3,558 6,020 3,888 2,132 902 787 115 50 65
2010
2011
2012
13,202 -2,511 -2,021 0 -2,021 -490 -96 -394 -257 -137 15,713 13,526 N/A 13,526 1,281 12,245 2,594 9,651 2,187 2,132 56 126 -70
3,806 -1,189 218 0 218 -1,408 -312 -1,096 -1,189 93 4,996 827 N/A 827 -5,371 6,197 2,980 3,217 4,169 -326 4,495 3,408 1,087
9,199 -5,466 -4,673 0 -4,673 -793 -465 -328 -243 -85 14,665 9,250 N/A 9,250 -788 10,039 5,033 5,006 5,415 1,697 3,717 4,667 -950
2013:Sampai Tw III 8,033 -1428 512 0 512 -1940 -721 -1218 -1218 0 9461 7,641 7,641 311 7,331 5,013 2,318 1,820 -876 2,696 4,170 -1473
Sumber: BPS, Prediksi KEN.
Sumber: Departemen Keuangan
Pada tahun 2014, belanja pemerintah diperkirakan akan cenderung melambat hingga triwulan ketiga, dimana belanja pemerintah diperkirakan akan mengalami pertumbuhan negatif 1,9 persen. Pada triwulan keempat pertumbuhan belanja pemerintah akan naik lagi menjadi 3,6 persen. Sepanjang tahun 2014 belanja pemerintah akan tumbuh sebesar 2,7 persen, sedikit lebih lambat dari pertumbuhan sebesar 3,2 persen di tahun 2013.
Derasnya dana masuk memicu penguatan mata uang rupiah terhadap dolar, seperti yang juga dialami oleh mata uang negara emerging lainnya. Rupiah bahkan sempat menguat ke bawah 10.000 rupiah per dolar. Pada tahun 2010 mulai terjadi perubahan dalam investasi yang masuk. Semula hanya portofolio yang mendominasi aliran dana masuk. Namun, kemudian FDI juga meningkat pesat, dari 5.271 juta dolar di tahun 2005, menjadi 11.528 juta dolar di tahun 2010 dan USD dan 14.310 juta dolar di tahun 2012.
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
75
Tabel 20. Investasi FDI.
2004 Investasi Langsung (US$ Juta) A. Ke luar negeri 1. Modal ekuitas dan laba ditanam kembali 2. Modal lainnya B. Di Indonesia (PMA) 1. Modal ekuitas dan laba ditanam kembali 2. Modal lainnya a. Penerimaan b. Pembayaran
-1,512 -3,408 -470 -2,938 1,896 2,138 -242 2,595 -2,837
Tabel 21. Perkembangan PMDN.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
5,271 -3,065 -331 -2,734 8,336 7,812 524 1,637 -1,113
2,188 -2,726 -609 -2,117 4,914 4,616 298 3,649 -3,351
2,253 -4,675 -998 -3,678 6,928 7,549 -621 5,460 -6,081
3,419 -5,900 -1,420 -4,480 9,318 9,105 213 7,779 -7,565
2,628 -2,249 -1,524 -725 4,877 4,982 -104 8,536 -8,640
11,106 -2,664 -1,041 -1,623 13,771 12,468 1,302 14,368 -13,066
11,528 -7,713 -3,137 -4,576 19,241 14,350 4,891 21,414 -16,523
14,310 -5,309 -1,616 -3,693 19,617 15,887 3,731 30,891 -27,159
2013: Sampai Tw III 12,786 -1400 -1537 136 14,188 11,013 3,175 24,481 -21306
Sumber: Bank Indonesia
Sayangnya, investasi FDI lebih banyak pada sektor-sektor yang padat modal seperti industri farmasi dan sebagian sektor jasa, atau sektor primer yang berbasis padat modal. Padahal FDI yang diharapkan adalah yang mampu menjadi motor penggerak ekonomi, terutama pada sektor yang padat karya, mempunyai nilai tambah yang tinggi dan berorientasi ekspor. Namun, sebagian besar FDI justru berorientasi pasar dalam negeri. Selain FDI, ternyata PMDN (Penanaman Modal Dalam Negri) tidak kalah dalam hal pertumbuhan. PMDN juga meningkat sejak tahun 2010. Namun sektor-sektor yang diminati tidak jauh berbeda dengan FDI, yaitu yang berbasis padat modal dan jasa. Akibatnya, angkatan kerja yang terserap pada sektor industri tidak banyak mengalami perubahan, hanya berkisar di angka 15 juta orang. Komposisi FDI seperti saat ini tidak akan dapat membantu memperbaiki struktur ekonomi kita, bahkan dapat membuat neraca perdagangan kita lebih buruk mengingat ketergantungan impor dari sebagian sektor masih cukup tinggi (70 persen). Oleh karena itu, kebijakan investasi perlu difokuskan untuk lebih memperbaiki struktur perekonomian Indonesia. Untuk itu, perlu adanya insentif yang menarik, utamanya di sektor-sektor yang padat karya, mempunyai nilai tambah yang tinggi dan berorientasi ekspor. Selain itu, daftar negatif investasi harus disesuaikan sedemikian rupa agar di masa mendatang investasi lebih mempunyai daya dukung terhadap perbaikan struktur ekonomi Indonesia.
SEKTOR PRIMER Tanaman Pangan & Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan SEKTOR SEKUNDER Industri Makanan Industri Tekstil Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Ind. Kertas dan Percetakan Ind. Kimia dan Farmasi Ind. Karet dan Plastik Ind. Mineral Non Logam Ind. Logam, Mesin & Elektronik Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya SEKTOR TERSIER Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan & Reparasi Hotel & Restoran Transportasi, Gudang & Komunikasi Perumahan, Kawasan Ind & Perkantorans Jasa Lainnya Total
2010 2011 2012 Investasi Pangsa Investasi Pangsa Investasi Pangsa (USD Juta) (%) (USD Juta) (%) (USD Juta) (%) 12,131.40 20.01 16306.9 21.46 20369.10 22.10 8,727.30 14.40 9167.7 12.06 9631.48 10.45 156.5 0.26 112.8 0.15 97.44 0.11 171.6 0.28 12.5 0.02 144.54 0.16 1 0.00 0 0.00 14.73 0.02 3,075.00 5.07 7013.9 9.23 10480.90 11.37 25,612.60 42.25 39048 51.38 49888.94 54.12 16,405.40 27.06 8366.7 11.01 11166.69 12.11 431.7 0.71 999.1 1.31 4450.91 4.83 12.5 0.02 13.5 0.02 76.68 0.08 451.3 0.74 580.3 0.76 56.97 0.06 1,102.80 1.82 9384.8 12.35 7561.04 8.20 3,266.00 5.39 2646.5 3.48 5069.45 5.50 522.8 0.86 2295.8 3.02 2855.01 3.10 2,264.60 3.74 7440.5 9.79 10730.66 11.64 789.6 1.30 6804.7 8.95 7225.67 7.84 0 0.00 0 0.00 0.00 0.00 362.2 0.60 511.3 0.67 664.42 0.72 3.7 0.01 4.8 0.01 31.45 0.03 22,882.20 37.74 20645.7 27.17 21923.97 23.78 4,929.80 8.13 9134.7 12.02 3796.78 4.12 67.6 0.11 598.1 0.79 4586.62 4.98 116.4 0.19 330.7 0.44 1030.44 1.12 390.3 0.64 394.2 0.52 1015.03 1.10 13,787.70 22.74 7927.1 10.43 8612.04 9.34 261.7 0.43 732.7 0.96 58.00 0.06 3,328.60 5.49 1528.2 2.01 2825.05 3.06 60,626.20 100.00 76,000.60 100.00 92,182.01 100.00
2013:Sampai QIII Investasi Pangsa (USD Juta) (%) 15319.645 16.28 3732.165 3.97 292.3022 0.31 0.05 0.00 0.23 0.00 11294.8978 12.00 38288.379 40.68 12908.4573 13.72 1264.7219 1.34 0.3973 0.00 313.0422 0.33 5406.1598 5.74 5227.8072 5.55 1067.2701 1.13 4045.0327 4.30 6001.1428 6.38 10.064 0.01 1982.5046 2.11 61.78 0.07 40504.5428 43.04 20374.8869 21.65 5829.6918 6.19 983.3026 1.04 423.5916 0.45 10915.6804 11.60 1647.8369 1.75 329.5526 0.35 94,112.57 100.00
Sumber: BKPM
Tabel 22. Perkembangan PMA.
2010
SEKTOR PRIMER Tanaman Pangan & Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan SEKTOR SEKUNDER Industri Makanan Industri Tekstil Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Ind. Kertas dan Percetakan Ind. Kimia dan Farmasi Ind. Karet dan Plastik Ind. Mineral Non Logam Ind. Logam, Mesin & Elektronik Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik & Jam Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya SEKTOR TERSIER Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan & Reparasi Hotel & Restoran Transportasi, Gudang & Komunikasi Perumahan, Kawasan Ind & Perkantorans Jasa Lainnya Total
Investasi (USD Juta) 3,042.30 750.9 4.7 39.4 18 2,229.30 3,357.10 1,025.90 154.8 144.1 43.1 46.4 798.4 105 28.4 589.6 1.4 393.8 26.2 9,815.30 1,428.40 619.9 784.7 312.1 5,046.20 1,050.20 573.8 16,214.70
2011 Pangsa Investasi (USD (%) Juta) 18.76 4870.3 4.63 1236 0.03 2.1 0.24 14.2 0.11 10 13.75 3608 20.70 6779.5 6.33 1097.8 0.95 498.3 0.89 249.7 0.27 51 0.29 258.2 4.92 1466.1 0.65 371.2 0.18 137.2 3.64 1773.4 0.01 41.9 2.43 770.2 0.16 64.5 60.53 7824.9 8.81 1864.7 3.82 282.5 4.84 821 1.92 240.4 31.12 3865.6 6.48 265.8 3.54 484.9 100.00 19,474.70
2012
2013:Sampai QIII
Pangsa Investasi Pangsa Investasi (USD Pangsa (%) (USD Juta) (%) Juta) (%) 25.01 5,933.07 24.15 5093.41 24.02 6.35 1,601.87 6.52 990.31 4.67 0.01 19.82 0.08 9.95 0.05 0.07 26.94 0.11 26.37 0.12 0.05 28.99 0.12 6.22 0.03 18.53 4,255.45 17.32 4060.56 19.15 34.81 11,769.95 47.91 12428.56 58.62 5.64 1,782.95 7.26 1486.56 7.01 2.56 473.12 1.93 656.82 3.10 1.28 158.88 0.65 45.04 0.21 0.26 76.29 0.31 27.99 0.13 1.33 1,306.61 5.32 1097.51 5.18 7.53 2,769.79 11.28 2561.60 12.08 1.91 660.30 2.69 337.31 1.59 0.70 145.76 0.59 706.84 3.33 9.11 2,452.62 9.98 2633.33 12.42 0.22 3.40 0.01 2.62 0.01 3.95 1,840.05 7.49 2791.35 13.17 0.33 100.19 0.41 81.59 0.38 40.18 6,861.65 27.93 3680.77 17.36 9.57 1,514.57 6.17 756.92 3.57 1.45 239.57 0.98 521.02 2.46 4.22 483.58 1.97 501.69 2.37 1.23 768.16 3.13 267.55 1.26 19.85 2,808.23 11.43 887.36 4.19 1.36 401.78 1.64 491.90 2.32 2.49 645.77 2.63 254.33 1.20 100.00 24,564.67 100.00 21,202.74
Sumber: BKPM
76
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
77
Kondisi perekonomian global tampaknya sudah mencapai titik terendah pada tahun 2013. Ada harapan pada tahun 2014 kondisi perekonomian global akan lebih stabil. Dalam keadaan yang demikian, investor (baik portofolio maupun langsung) akan menjadi lebih tidak risk averse. Mereka menjadi lebih berani mengambil risiko. Artinya, akan ada investasi mengalir dari negara-negara maju ke negara emerging, termasuk Indonesia. Indonesia masih amat menarik bagi investor asing, karena memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh negara-negara tetangga kita. Dalam keadaan yang demikian, investasi pada tahun 2014 akan cenderung lebih baik dibandingkan dengan pada tahun 2013. Sayangnya, kebijakan moneter yang masih diperkirakan akan ketat akan sedikit memperlambat aktivitas investasi, utamanya yang berasal dari dalam negeri.
Ekspor Dengan relatif lebih stabilnya perekonomian dunia di tahun 2014 dibandingkan dengan pada tahun 2013, permintaan di pasar global pun akan cenderung membaik. Walaupun perbaikannya belum terlalu kuat, tetapi sudah cukup untuk memberi ruang kepada ekspor kita untuk tumbuh lebih cepat. Ada kalangan yang menyebutkan ekspor kita sulit tumbuh karena harga komoditas yang cenderung turun. Akan tetapi, harga komoditas pada tahun 2014 akan relatif stabil dengan kecenderungan meningkat, seiring dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian global. Permintaan akan komoditas di tahun 2014 juga akan cenderung membaik. Gambar 47. Prediksi Pertumbuhan Ekspor 2014.
Gambar 46. Prediksi Pertumbuhan Modal Tetap Bruto (Investasi) 2014. Rp trn (cp.2000) Rp trn (cp.2000) 220
%
Investasi: pesimis
Investasi: optimis
Investasi: % YoY (pesimis)
Investasi: % YoY (optimis)
%
350
10
8.4
13.0 12.0
200
7.1
300
5.5
11.0
180
10.0 9.0
160
8.1 7.2
140
5.6 120
7.4
6.1 5.6
8.0 7.0
Q1
Q2
Q3 2012
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2013F
Q1
Q2
Q3
Q4
2014F
7.7 5
200
150
0 Q1
100
4.0
100
6.6
250
6.0 5.0
7.1
50
Q2
Q3
Q4
Q1
2012
Q2
Q3
Q4
Q1
2013F
Q2
Q3
Q4
2014F
Ekspor: pesimis
Ekspor: optimis
Ekspor: % YoY (pesimis)
Ekspor: % YoY (optimis)
-5
Sumber: BPS, prediksi KEN. Sumber: BPS, prediksi KEN.
Pertumbuhan investasi di tahun 2014 akan terus meningkat secara berangsur-angsur. Pada triwulan pertama 2014 pertumbuhan investasi diperkirakan akan mencapai 5,3 persen, dan meningkat menjadi 7,4 persen pada triwulan keempat 2014. Sepanjang tahun 2014 investasi diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,3 persen, sedikit lebih cepat dari 4,7 persen di tahun 2913.
78
komite ekonomi nasional
Dengan keadaan yang demikian, laju pertumbuhan ekspor di tahun 2014 diperkirakan akan semakin membaik secara berangsur-angsur. Pada triwulan pertama 2014 ekspor diperkirakan akan tumbuh dengan laju 5,2 persen, dan meningkat terus pada triwulan-triwulan berikutnya. Pada triwulan keempat 2014 ekspor sudah tumbuh dengan laju 7,7 persen. Sepanjang tahun 2014 ekspor kita akan tumbuh dengan laju 6,6 persen, sedikit lebih cepat dari pertumbuhan sebesar 4,5 persen di tahun 2013.
komite ekonomi nasional
79
-0.1 - 0.4
1.6 - 2.3
4.8 - 5.2
6.3 - 6.9
5.2 - 5.9
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
5.8
5.8 - 6.3
4.2 - 4.4
6.9 - 7.4
6.7 - 7.2
5.3 - 6.0
5. Konstruksi
6.5
6.3 - 6.8
6.3 - 6.6
6.3 - 6.8
6.1 - 6.7
6.2 - 6.9
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
6.1
6.4 - 6.9
6.0 - 6.3
6.5 - 6.9
6.6 - 7.2
6.5 - 7.2
7. Pengangkutan & Komunikasi
10.5
10.6 - 11.2
11.7 - 12.0
11.0 - 11.5
9.8 - 10.3
10.2 - 10.9
8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
7.8
6.5 - 7.0
6.8 - 7.1
6.5 - 7.0
6.4 - 6.9
6.3 - 7.0
9. Jasa-jasa
5.1
4.1 - 4.6
4.1 - 4.4
3.9 - 4.3
3.6 - 4.1
5.0 - 5.7
PRODUK DOMESTIK BRUTO
5.7
5.5 - 6.0
5.3 - 5.6
5.4 - 5.9
5.6 - 6.1
5.7 - 6.4
1. Konsumsi Rumah Tangga
5.0
4.1 - 4.6
4.1 - 4.4
4.1 - 4.5
3.7 - 4.2
4.6 - 5.2
2. Konsumsi Pemerintah
3.1
2.7 - 3.2
3.4 - 3.7
5.6 - 6.1
-2.0 - (-1.5)
3.8 - 4.5
3. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
4.7
6.3 - 6.8
5.3 - 5.6
5.6 - 6.1
6.7 - 7.2
7.4 - 8.1
4. Ekspor Barang dan Jasa-jasa
4.5
6.6 - 7.1
5.2 - 5.5
6.6 - 7.1
6.5 - 7.1
7.7 - 8.4
5. Impor Barang-barang dan Jasa-jasa
1.7
5.2 - 5.8
4.1 - 4.4
5.2 - 5.7
5.8 - 6.3
5.8 - 6.5
6. Konsumsi Total
4.8
3.9 - 4.4
4.0 - 4.3
4.3 - 4.7
3.0 - 3.5
4.4 - 5.1
7. Permintaan Dalam Negeri
4.8
4.6 - 5.1
4.4 - 4.7
4.7 - 5.1
4.0 - 4.6
5.3 - 6.0
Sumber: BPS, prediksi KEN.
Prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi produksi sektoral tahun 2014 mengikuti tren yang mirip dengan tahun 2013. Sektor industri manufaktur diperkirakan akan bertumbuh sekitar 5,3 persen, hampir sama dengan laju pertumbuhannya di tahun 2013. Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan akan bertumbuh pada kisaran 6,4 persen per tahun, lebih tinggi dari laju pertumbuhannya di tahun 2013. Demikian pula dengan sektor transportasi dan komunikasi yang diperkirakan akan bertumbuh relatif cepat yaitu dengan laju sekitar 10,6 persen. Sedangkan sektor pertanian diperkirakan akan bertumbuh 2,8 persen per tahun, sedikit lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhannya tahun 2013. Relatif lebih rendahnya pertumbuhan sektor pertanian tahun 2014 menyebabkan semakin beratnya upaya untuk menurunkan angka kemiskinan, khususnya kemiskinan pedesaan.
Risiko Ekonomi Melambat Lebih Parah Walaupun untuk tahun 2014 ekonomi Indonesia diprediksi akan tumbuh dengan relatif cukup baik, namun ada risiko yang perlu kita waspadai. Kekhawatiran terhadap defisit transaksi berjalan telah membuat otoritas moneter kita cenderung memperketat kebijakan moneternya. Hal ini dilakukan untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi kita. Dengan ekonomi yang lebih lambat, maka impor akan cenderung turun. Otoritas moneter juga tampaknya sengaja memperlemah nilai tukar. Rupiah yang lemah dipercaya akan membuat daya saing produk kita di pasar dunia meningkat, sehingga ekspor kita akan tumbuh dengan lebih baik. Dengan kebijakan yang demikian BI mengharapkan defisit transaksi berjalan akan membaik.
80
komite ekonomi nasional
Gambar 48. Leading Economic Index Cenderung Menurun.
COMPOSITE LEADING INDEX 142
12 Index (LHS)
134
SM6,% (RHS)
9
126
6
118
3
110
0
102
-3
94
-6 Jul-13
0.9 - 1.4
4.8 - 5.1
Jan-13
-0.3 - 0.0
5.3 - 5.8
Jul-12
0.5 - 1.0
5.5
Jan-12
0.2
3. Industri Pengolahan
Jul-11
2. Pertambangan & Penggalian
Jan-11
Q4 3.8 - 4.4
Jul-10
Q3 2.7 - 3.2
Jan-10
2.8 - 3.3
Jul-09
3.4
Q2 2.6 - 3.0
Jan-09
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan&Perikanan
Q1 2.4 - 2.7
Jul-08
2014F
Jan-08
2013F
Jul-07
2014F, % Y-o-Y
Sektor
Kebijakan bank sentral kita tampak cukup berhasil memperlambat pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan ketiga 2013 laju pertumbuhan ekonomi sudah turun menjadi 5,62 persen. Akan tetapi, kita perlu mewaspadai perkembangan yang terjadi. Perlambatan lebih lanjut dapat membuat ekonomi Indonesia terperosok ke dalam masa resesi. Hal ini sudah mulai diisyaratkan oleh Leading Economc Index (LEI) yang sudah melewati titik tertingginya dan sulit naik dalam beberapa bulan terakhir. LEI adalah indeks yang menunjukkan arah perekonomian 6 – 12 bulan ke depan. Memang, pada saat ini LEI belum menunjukkan ekonomi kita sudah pasti akan memasuki masa resesi. Akan tetapi, peluang hal tersebut akan semakin besar bila kita terus memperlambat pertumbuhan ekonomi kita.
Jan-07
Tabel 23. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2014 (persen).
Sumber: KEN, Danareksa Research Institute
Sebagai gambaran, suatu ekonomi memiliki siklus bisnis, yaitu suatu ekonomi memiliki masa ekspansi, masa perlambatan, masa resesi, masa recovery, dan masa ekonomi mengalami ekspansi lagi. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang, sehingga disebut siklus bisnis. Untuk mendeteksi posisi ekonomi dalam siklus bisnis digunakan, antara lain, sequential signaling method. Dalam metoda ini, bila signal P1 terdeteksi maka ekonomi memasuki masa perlambatan, bila P2 terdeteksi berarti perlambatan yang terjadi akan parah, dan bila P3 terdeteksi maka ekonomi tersebut sudah memasuki masa resesi. Ketika ekonomi sedang dalam resesi, bila terdeteksi sinyal T1 maka perekonomian sudah mencapai titik terendah, dan aktivitas ekonomi akan cenderung meningkat setelah itu. Bila T2 terdeteksi, maka pemulihan yang terjadi cukup berkesinambungan, dan bila T3 terdeteksi maka ekonomi sudah dalam fase ekspansi penuh.
komite ekonomi nasional
81
Gambar 49. Pendeteksian Titik Balik (Turning Point) dalam Siklus Bisnis.
3
P3
3
CEI
129
P2
2
Gambar 50. Siklus Bisnis Perekonomian Indonesia.
P1
P2
P3
123
P1
117
T3
1
111 105
T2
0 1
2
3
4
5
6
-1
7
8
T1
9
10
11
99 93
-2
87
Ekspansi
Kontraksi
Ekspansi
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
-3 CEI: Coincident Economic Index, Indeks yang menggambarkan kondisi ekonomi saat ini. sumber: KEN
P1,P2,P3: sinyal deteksi perlambatan ekonomi. sumber: KEN, Danareksa Research Institute
Kita sudah melihat bahwa pada saat ini ekonomi kita sudah melambat. Akan tetapi perlambatan tersebut belum terdeteksi oleh sequential signaling method yang digunakan oleh KEN. Artinya, masih ada harapan perekonomian kita untuk dapat tumbuh dengan relatif baik. Akan tetapi, pendeteksian sinyal P1 (sinyal perlambatan pertama) sudah amat dekat. Bila dalam bulan-bulan mendatang ekonomi kita terus melambat, maka hampir dapat dipastikan bahwa sinyal P1 akan terdeteksi. Artinya, ekonomi Indonesia akan memasuki masa perlambatan yang berkesinambungan. Pengalaman di masa lalu menunjukkan bahwa bila P1 terdeteksi, ekonomi kita akan cenderung terus melambat hingga memasuki masa resesi (seperti yang terjadi di 1997 dan di 2008).
82
komite ekonomi nasional
Dengan latar belakang seperti di atas, Indonesia harus lebih berhati-hati memperlambat pertumbuhan ekonominya. Kebijakan moneter yang relatif ketat saat ini sudah cukup memperlambat pertumbuhan ekonomi. Memperlambat terus pertumbuhan ekonomi akan membuka peluang yang lebih besar bagi ekonomi kita untuk memasuki masa resesi. Memperlambat pertumbuhan ekonomi untuk memperbaiki kondisi transaksi berjalan mungkin merupakan langkah yang pantas untuk ditempuh dalam jangka pendek. Akan tetapi, kita tidak perlu memperlambat ekonomi hingga ekonominya jatuh ke masa resesi. Kebijakan moneter (dan fiskal) harus lebih hati-hati diterapkan dalam bulan-bulan mendatang dan sepanjang tahun 2014.
komite ekonomi nasional
83
Prospek Ekonomi dan Keuangan Syariah 2014
Gambar 51. Momen-Momen Penting dalam Sejarah Perkembangan Industri Finansial Syariah Indonesia.
Memaknai Ekonomi Syariah Ekonomi dan keuangan Syariah kini sudah menjadi komoditas global dan sudah diadopsi oleh institusi multinasional dan berkembang di banyak negara barat dimana Muslim adalah minoritas. Harus diakui bahwa selama beberapa dekade ekonomi Syariah seringkali diasosiasikan hanya dengan segelintir kaum Muslimin yang mencari alternatif lain dalam berbisnis. Lebih dari itu terminologi ekonomi Syariah direduksi hanya kepada lembaga keuangan seperti bank, asuransi, gadai dan pasar modal. Sementara sektor riil seperti industri makanan, manufaktur, pertambangan, pariwisata, sinematografi, farmasi, kosmetik, busana dan aneka industri jasa yang sangat luas dan beragam seolah tidak ada kaitannya dengan ekonomi Syariah. Akibat kedangkalan pemahaman ini, ekonomi syariah menjadi kerdil bahkan dianggap sebagai gerakan sektarian. Padahal ekonomi syariah merangkum seluruh kegiatan komersial yang berbasis etika, transparansi, kejujuran dan semangat berbagi risk and return. Ekonomi syariah adalah Mesin Ekonomi Kedua (second economic engine) setelah ekonomi umum (conventional economy) yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.
Milestones on Indonesian Islamic Banking & Finance Development 1980
1994
Kehadiran Ekonomi Syariah mendapatkan momentum utamanya saat kelahiran Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Umum Syariah pertama pada tahun 1992. Setelah dua dekade berlalu pada tahun 2013 Indonesia memiliki 11 bank umum Syariah, 23 unit usaha Syariah, 160 Bank Perkreditan Syariah, 3.143 kantor cabang dan office channeling, dan 15.000.000 nasabah. Di sektor mikro dan kredit informal, dengan 5000 lebih Baitul Mal wa Tamwil, Indonesia juga menjadi negara dengan jumlah koperasi syariah terbesar di Dunia.
2002
2004
2007
2008
2009
Islamic Cooperrative (Salman - Bandung & Ridho Gusti - Jakarta) 1st Islamic Bank Bank Muamalat Ind
Islamic Banking
• 1st Islamic Branch bank IFI • 2st Islamic Bank Bank Syariah amandiri
1st Takaful Company Asuransi Takaful Keluarga
Takaful
Office Channeling
1st Takaful Branch: Great Eastern
Islamic Banking Act
Tax Neutrality
1st Islamic Re-Insurance ReINDO
• Islamic Money Market (IMA Certificate) • Jakarta Islamic Index
Financial Markets
• Islamic Capital Market • ICM Master Plan (2005) 1st Corporate Sukuk Indosat (Mudharabah)
Sukuk
Sukuk Guidelines (2006) RI Sukuk Act & Govt Sukuk 1992
Kehadiran Ekonomi Syariah dibumi Indonesia sesungguhnya sudah dimulai sejak datangnya Islam itu sendiri, karena pokok-pokok hukum bisnis dan ekonomi sudah termaktub dalam al Qur’an dan Hadist yang menjadi sumber hukum utama umat Islam. Namun karena unsur penjajahan barat dan berbagai masalah sosial budaya lainnya suara ekonomi Syariah baru terdengar dengan kehadiran Syarikat Dagang Islam pada tahun 1911. Sungguh pun demikian prinsip Syariah sudah hadir dan dikenal lebih lama di bumi pertiwi dengan istilah maparo, pertelu dan prinsip bagi hasil rumah makan padang.
2000
1999
2002
2003
2006
2008
Sumber: BI
Proyeksi Industri Keuangan Syariah 2014 Cakupan industri keuangan syariah meliputi bank Syariah (bank umum syariah, unit usaha syariah bank umum, serta BPR Syariah), asuransi syariah, gadai syariah, reksadana syariah, multifinance syariah dan sukuk baik sukuk pemerintah maupun korporasi. Selain itu di pasar saham juga terdapat Jakarta Islamic Index (JII) dan Daftar Efek Syariah (DES) yang mengikutsertakan emiten-emiten yang memenuhi syarat usaha yang sesuai tuntunan syariah. Nilai kapitalisasi pasar saham yang tergabung JII per Desember 2013 diprediksi sebesar Rp 1.973 triliun dari 302 emiten atau sekitar 40 persen dari total kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia.
Dari unsur regulasi, Indonesia juga telah memiliki infrastruktur yang cukup lengkap dibandingkan beberapa negara anggota OKI lainnya. Hal ini dengan telah hadirnya Undang-Undang Perbankan Syariah (2008) UU Sukuk atau Surat Berharga Negara Syariah (2009) Tax neutrality produk-produk keuangan Syariah (2009). Di sisi lain Dewan Syariah Nasional sebagai badan otonom MUI dengan sangat aktif telah mengeluarkan tidak kurang dari 84 fatwa produk keuangan dan ekonomi syariah yang mencakup berbagai aspek seperti perbankan, asuransi, pasar modal, gadai, perdagangan dan jasa lainnya.
84
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
85
Tabel 24. Beberapa Indikator Industri Keuangan Syariah Indonesia.
2011
2012
2013
2014
#4
#7
#5
#4
4,0% 145.5 5.9 3.0 9.1 1.9 5.6 170.9 1,414.9
4,8% 195.0 6.9 19.0 13.1 2.6 8.1 244.7 1,671.0
5,1% 241.4 9.4 25.5 14.8 3.3 10.6 304.9 1,973.5
5,4% 295.0 11.1 32.0 17.7 4.0 13.1 372.9 2,330.7
Islamic Finance Country Index Porsi Aset Perbankan Syariah Aset Perbankan Syariah (Rp T) Outstanding Sukuk Aset Multifinance Syariah Aset Asuransi Syariah Outstanding Gadai Syariah NAB Reksadana Syariah Total Aset Keuangan Syariah (Rp T) Kapitalisasi Pasar Saham Syariah (JII)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Jika dilihat dalam konstalasi global, nilai aset industri keuangan syariah di Indonesia tahun 2013 akan naik 24 persen dari tahun sebelumnya menjadi USD 27,7 Milyar dan diperkirakan akan terus menaik sehingga pada tahun 2014 diproyeksikan sebesar USD 33,9 Milyar atau naik 22 persen. Dengan perkembangan tersebut maka Islamic Finance Country Index untuk Indonesia akan terus membaik menjadi no 5 tahun 2013 dan diharapkan bisa menjadi no 4 pada tahun 2014.
Sementara itu perkembangan perbankan syariah akan terus membaik karena pangsa pasarnya dari total aset perbankan nasional terus meningkat dari 4,8 persen ke 5,1 persen dari tahun 2012 ke 2013 serta 5,1 persen ke 5,4 persen dari tahun 2013 ke 2014 dengan total nilai aset perbankan syariah mencapai Rp 295,0 triliun. Saat ini perbankan Syariah tumbuh dengan kecepatan 38 persen berbanding perbankan konvensional yang tumbuh 18 persen per tahun. Jumlah sukuk korporasi yang beredar untuk tahun 2013 diperkirakan berjumlah Rp 9,4 triliun atau naik 36 persen dari tahun sebelumnya, dan diprediksi akan meningkat mencapai Rp 11,1 triliun pada akhir 2014. Untuk multifinance syariah setelah tumbuh lebih dari 6 kali lipat dari 2011 ke 2012, maka posisi akhir tahun 2013 diperkirakan akan naik 34 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp 25,5 triliun dan sampai akhir tahun 2014 total aset perusahaan pembiayaan ini diperkirakan bisa tumbuh 25 persen menjadi Rp 32,0 triliun. Pasar asuransi syariah diperkirakan terus tumbuh dengan pesat seiring makin banyaknya dilakukan spin off dari unit usaha syariah perusahaan asuransi konvensional menjadi perusahaan asuransi syariah tersendiri. Paling tidak 5 besar perusahaan asuransi jiwa lokal yang memiliki UUS syariah sudah memiliki rencana untuk spin off. Peningkatan berkisar antara 13 sampai 19 persen dengan total pengumpulan premi Rp 17,7 triliun di akhir tahun 2014. Gambar 53. Pangsa Pasar Keuangan Syariah Berdasaran Jenisnya (Rp Triliun persen)
13, 3%
Gambar 52. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Aset Perbankan Nasional.
17, 5%
13,09%
6.0%
Bank 32, 9%
5.4%
5.5%
5.0%
4.9%
4.5%
4.9%
5.2%
5.0%
5.3%
Sukuk
11, 3%
Multifinance Asuransi
4.5% 4.3%
4.2% 4.0%
4.0%
4.0% 3.8% 3.7%
3.5%
295, 7%
Gadai Reksadana
Nov-14
Sep-14
Jul-14
May-14
Mar-14
Jan-14
Nov-13
Sep-13
Jul-13
May-13
Mar-13
Jan-13
Nov-12
Sep-12
Jul-12
May-12
Mar-12
Jan-12
Nov-11
Sep-11
3.0%
Sumber: STEI, TAZKIA
Sumber: BI
86
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
87
Ekspansi pegadaian syariah yang terus berjalan, diharapkan bisa meningkatkan volume bisnis dari Rp 2,6 triliun menjadi Rp 3,3 triliun di akhir tahun 2013 dan menjadi Rp 4,0 triliun di akhir 2014. Seiring makin diminatinya produk reksadana syariah, akhir tahun 2013 produk keuangan ini diharapkan bisa meningkat sampai ke Rp 10,6 triliun dari Rp 8,1 triliun atau 31 persen dari tahun sebelumnya. Tren kenaikan diharapkan terus berlanjut sehingga akhir tahun 2014 bisa bertumbuh sampai ke Rp 13,1 triliun.
4
Perkembangan Sektoral
Indonesia Pusat Keuangan Syariah Dunia Dengan memperhatikan perkembangan diatas, Indonesia mempunyai potensi untuk bisa memposisikan diri sebagai pusat keuangan Syariah Dunia. Kita mempunyai modal yang kuat untuk mewujudkan hal tersebut, karena disamping Indonesia adalah Negara Muslim terbesar di dunia, Indonesia juga adalah anggota G-20 dan Negara dengan penduduk ke 5 terbesar dunia yang memiliki middle income yang tumbuh pesat. Ekonomi dan keuangan Syariah bisa memberi kontribusi yang amat signifikan dalam mengangkat kualitas ekonomi Indonesia.
Sektor Retail dan Konsumsi Pada periode Januari 2013 hingga Mei 2013, saham-saham perusahaan retail dan konsumsi masih diminati investor, terlihat dari meningkatnya indeks harga saham di sektor tersebut dari 1,590.6 pada bulan Januari 2013 menjadi 2,140.0 pada bulan Mei 2013. Pelaku pasar tampaknya masih optimis terhadap kinerja produsen barang-barang konsumsi dan retail sehingga indeks harga saham di sektor tersebut meningkat sebesar 34,5 persen dari awal tahun hingga bulan Mei 2013. Namun sejak bulan Juni 2013, harga-harga saham di sektor tersebut mulai menurun hingga indeksnya mencapai 1.892,5 pada bulan Oktober 2013. Namun secara keseluruhan, indeks harga saham di sektor retail dan konsumsi masih meningkat sebesar 19 persen dari awal tahun hingga bulan Oktober 2013. Gambar 54. Kinerja Saham Sektor Konsumsi Relatif Terhadap IHSG.
2,500
50
2,000
Indeks Saham Konsumsi (kiri)
45
% thdp IHSG (kanan)
40 35
1,500
30 25
1,000
20 15
500
10 5 0
0 Jan -07
Jul -07
Jan -08
Jul -08
Jan -09
Jul -09
Jan -10
Jul -10
Jan -11
Jul -11
Jan -12
Jul -12
Jan -13
Jul -13
Sumber: CEIC
88
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
89
Masih meningkatnya saham-saham perusahaan retail dan konsumsi di tahun 2013 tidak terlepas dari ekspektasi investor terhadap prospek konsumsi domestik yang masih kuat. Kuatnya permintaan domestik Indonesia dapat terlihat, antara lain, dari PDB sektor perdagangan yang menunjukkan peningkatan pada tahun 2013. Sampai dengan triwulan ketiga tahun 2013, sektor perdagangan berhasil mencatat kenaikan sebesar 22,4 trilyun dari 244,3 trilyun rupiah pada triwulan pertama tahun 2013 menjadi 266,8 trilyun rupiah pada triwulan ketiga. Walaupun demikian, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kenaikan ini relatif masih lebih rendah sehingga pertumbuhan rata-rata tahunan sampai triwulan ke 3 tahun 2013 hanya mencapai 6,4 persen atau turun dari 8,7 persen di tahun 2012. Menjelang akhir tahun 2013, pertumbuhan sektor perdagangan diperkirakan akan membaik kembali sehingga sektor perdagangan diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,1 persen pada tahun 2013. Gambar 55. Pertumbuhan PDB Sektor Perdagangan.
100 91.6
90
Penurunan harga BBM
Kenaikan BBM I 80
73.3
Harga bahan pokok naik Inflasi meningkat
Kenaikan BBM IV
Kenaikan BBM II 65.3 Kenaikan
300
Perdagangan (kanan)
60
BBM III
J-04 A-04 J-04 O-04 J-05 A-05 J-05 O-05 J-06 A-06 J-06 O-06 J-07 A-07 J-07 O-07 J-08 A-08 J-08 O-08 J-09 A-09 J-09 O-09 J-10 A-10 J-10 O-10 J-11 A-11 J-11 O-11 J-12 A-12 J-12 O-12 J-13 A-13 J-13 O-13
YoY (kiri)
Indeks Kepercayaan Konsumen
110
70
Rp trn
13
Gambar 56. Indeks Kepercayaan Konsumen Relatif Tinggi.
250
12
200
12
150 11
100
11
50 0
10 I II III IV I 2006
II III IV I II III IV I II III IV I 2007
2008
2009
II III IV I II III IV I II III IV I II III 2010
2011
2012
2013
Sumber: CEIC
Sumber: Danareksa Research Institute
Masih tingginya kecenderungan konsumen untuk belanja tersebut dapat dilihat dari meningkatnya penjualan retail. Indeks penjualan retail masih mengalami peningkatan sejak awal tahun 2013. Pada bulan Oktober 2013, indeks penjualan retail telah mencapai 135,0 atau tumbuh sebesar 7,6 persen dari 125,5 pada bulan Januari 2013. Bahkan pada bulan Juli 2013, indeks penjualan retail sempat mencapai 158,0. Ini menunjukkan kecenderungan konsumen untuk belanja relatif cukup tinggi. Perlu dikemukakan di sini bahwa kenaikan IKK tersebut juga menggambarkan konsumen lebih yakin akan prospek ekonomi dan pendapatan mereka ke depan. Dengan keadaan yang demikian, konsumen akan terus merealisasikan rencana belanjanya dalam waktu dekat ini. Artinya, ke depan kita masih akan melihat pertumbuhan angka penjualan dan belanja retail yang signifikan.
Daya beli masyarakat yang relatif kuat juga masih mendukung pertumbuhan di sektor perdagangan. Daya beli masyarakat yang relatif kuat tersebut dapat dilihat dari optimisme masyarakat yang berada pada level yang cukup baik. Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang saat ini berada pada level yang relatif tinggi memberikan indikasi bahwa konsumen merasa cukup optimis terhadap perkembangan ekonomi nasional dan prospeknya di masa mendatang. Pada bulan Oktober 2013, IKK menguat ke level 91,22 dari level 81,98 pada bulan Juli 2013. Level pada bulan Juli tersebut merupakan level terendah sejak bulan Maret 2011 yang disebabkan oleh sentimen negatif masyarakat terhadap kenaikan harga BBM di bulan Juli 2013. Namun satu bulan setelah peristiwa tersebut, IKK telah pulih kembali dan terus meningkat hingga saat ini. Ini berarti, optimisme konsumen juga semakin meningkat.
90
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
91
Gambar 57. Perbaikan Retail Ditunjang Daya Beli Masyarakat.
180
Indeks Penjualan Retail (Kiri)
160
Indeks Kepercayaan Konsumen (Kanan)
58. Kinerja Saham Sektor Pertambangan Relatif Terhadap IHSG.
140 120
100
4,000
160
95
3,500
140
90
3,000
120
2,500
100
2,000
80
1,500
60
85
100
80
80
75
60
70
40
1,000 500
65
20
60 Jul-13
Jan-13
Jul-12
Jan-12
Jul-11
Jan-11
Jul-10
Jan-10
Jul-09
Jan-09
Jul-08
Jan-08
Jul-07
Jan-07
0
40
Indeks Saham Pertambangan (kiri)
20
% terhadap IHSG (kanan)
0
0 Jan -07
Jul -07
Jan -08
Jul -08
Jan -09
Jul -09
Jan -10
Jul -10
Jan -11
Jul -11
Jan -12
Jul -12
Jan -13
Jul -13
Sumber: CEIC
Sumber: Bank Indonesia, Danareksa Research Institute
Sektor Pertambangan Indeks harga saham di sektor pertambangan secara keseluruhan mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2013. Penurunan ini sejalan dengan melambatnya perekonomian dunia. Persentase indeks di sektor pertambangan terhadap IHSG-pun mengalami penurunan dari 43,7 persen di bulan Januari 2013 menjadi 27,8 persen pada bulan Juli 2013. Walaupun demikian, indeks ini mulai naik kembali sejak bulan Juli 2013 dari level 1282,5 menjadi level 1499,7 pada akhir bulan Oktober 2013. Sehingga secara keseluruhan, indeks harga saham di sektor pertambangan turun sebesar 23,0 persen dari awal tahun hingga bulan Oktober 2013, atau menurun sebesar 21,1 persen selama setahun terakhir.
92
komite ekonomi nasional
Menurunnya harga-harga saham perusahaan di sektor pertambangan tersebut tidak terlepas dari penurunan harga-harga komoditas pertambangan di pasar internasional seiring dengan melambatnya perekonomian dunia. Sejak awal tahun 2013, komoditas pertambangan seperti aluminium, nikel, tembaga, dan timah putih menunjukkan penurunan yang cukup signifikan. Harga nikel, misalnya, dari harga rata-rata sebesar 17.645 USD/ton pada bulan Januari 2013 turun menjadi 13.780 USD/ton pada bulan September 2013. Harga nikel bahkan sempat mencapai 13.705 USD/ton pada bulan Juli 2013. Contoh lainnya adalah harga aluminium yang menurun dari harga rata-rata sebesar 2.038 USD/ton pada bulan Januari 2013 menjadi 1.760 USD/ton pada bulan September 2013.
komite ekonomi nasional
93
Gambar 60. Pertumbuhan PDB Sektor Pertambangan.
Gambar 59. Harga Beberapa Komoditas Sektor Pertambangan di Pasar Internasional (Indeks Januari 2013 = 100). Rp trn
% pertumbuhan
55
140 Aluminium
Tembaga
Nikel
Timah
Timah Putih
Seng
12
YOY (kanan)
Pertambangan (kiri)
50
9
45
6
40
3
35
0
120
100
60 J-12
94
M-12
M-12
J-12
S-12
N-12
J-13
M-13
M-13
J-13
S -13
30
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
80
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
-3
Sumber: CEIC
Sumber: CEIC
Sejak awal tahun 2013, pertumbuhan PDB sektor pertambangan sudah menunjukkan penurunan dan bahkan mencatat pertumbuhan negatif di triwulan kedua tahun 2013. Sampai dengan pertengahan tahun 2013, sektor pertambangan mengalami rata-rata kontraksi tahunan sebesar 0,3 persen. Ini merupakan penurunan yang sangat signifikan dari rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 1,5 persen pada tahun 2012. Namun pada paruh kedua tahun 2013, pertumbuhan sektor pertambangan diperkirakan akan membaik seiring dengan membaiknya harga-harga komoditas pertambangan di pasar internasional dan juga membaiknya ekonomi negara-negara mitra dagang Indonesia. Keadaan ini dapat dilihat dari pertumbuhan tahunan PDB sektor pertambangan di triwulan ke 3 yang meningkat menjadi 1,6 persen. Secara keseluruhan, sektor pertambangan diperkirakan akan tumbuh sebesar 0,2 persen di tahun 2013.
Pada tahun 2014, permintaan terhadap komoditas pertambangan diperkirakan tidak akan meningkat tajam karena perekonomian global diperkirakan masih belum akan pulih seperti sediakala. Permintaan komoditas pertambangan yang tidak terlalu tinggi tersebut diperkirakan akan membuat harga komoditas pertambangan di pasar internasional juga tidak banyak mengalami peningkatan. Karena itu, kinerja sektor pertambangan di Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan tidak akan banyak mengalami perubahan.
komite ekonomi nasional
Di sisi lain, sektor pertambangan sering menghadapi kendala dalam masalah ketidakpastian hukum dan penguasaan pihak asing dalam sektor tersebut. Misalnya, perusahaan asing pemegang izin pertambangan migas mencapai 70 persen, sedangkan dalam pertambangan batubara, bauksit, nikel dan timah, mencapai 75 persen. Bahkan, untuk pertambangan tembaga dan emas mencapai 85 persen. Selain masalah tersebut di atas, sektor pertambangan juga menghadapi masalah reklamasi pasca-tambang. Banyak perusahaan yang tidak membuat rencana reklamasi pasca-tambang ataupun tidak menyetor dana jaminan reklamasi. Apabila tidak segera diselesaikan, masalah tersebut dapat menghambat kinerja sektor pertambangan di masa mendatang.
komite ekonomi nasional
95
Sektor Perkebunan
Gambar 62. Pertumbuhan PDB Sektor Perkebunan.
Secara keseluruhan, indeks harga saham di sektor perkebunan cenderung menurun sepanjang tahun 2013. Melambatnya perekonomian dunia telah mempengaruhi kinerja ekspor dan permintaan bahan baku dari sektor perkebunan sehingga kinerja indeks harga saham di sektor perkebunan tidak mengalami perbaikan yang signifikan. Dari 1.994,7 pada bulan Januari, indeks harga saham di sektor perkebunan sempat turun ke 1.702,9 pada bulan Juli, namun kemudian naik kembali hingga mencapai 1.765,6 pada bulan Oktober 2013. Sehingga, dari awal tahun hingga bulan Oktober 2013, indeks harga saham di sektor perkebunan mengalami penurunan sebesar 11,5 persen. Persentase indeks di sektor perkebunan terhadap IHSG juga mengalami penurunan dari 44,8 persen pada bulan Januari 2013 menjadi 39,1 persen pada bulan Oktober 2013. Gambar 61. Kinerja Saham Sektor Perkebunan Relatif Terhadap IHSG.
Rp trn
% pertumbuhan 14
90
10
75
6 60 2
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
45
2007 30
4,000
140
3,500
Indeks Saham Perkebunan (kiri)
120
% thdp IHSG (kanan)
3,000
2009
2010
Perkebunan (kiri)
2011
2012
YOY (kanan)
2013 -6
Sumber: CEIC
100
2,500
80
2,000 60
1,500
40
1,000
20
500 0 Jan -07
2008
-2
0 Jul -07
Jan -08
Jul -08
Jan -09
Jul -09
Jan -10
Jul -10
Jan -11
Jul -11
Jan -12
Jul -12
Jan -13
Jul -13
Menurunnya harga-harga saham perusahaan di sektor perkebunan sepanjang tahun 2013 tersebut juga tidak terlepas dari penurunan harga-harga komoditas ekspor perkebunan yang mayoritas meliputi produk primer dan hasil olahan sederhana, seperti produk minyak nabati, karet, kakao dan kopi. Sepanjang tahun 2013, harga sebagian besar komoditas perkebunan menunjukkan penurunan. Sebagai contoh, indeks harga komoditas kopi sudah menunjukkan penurunan sejak awal tahun 2013 dari indeks harga rata-rata 170,6 pada bulan Januari menjadi 130,1 pada bulan Oktober 2013, atau turun sebesar 23,7 persen. Sedangkan indeks harga kakao sempat mengalami peningkatan dari indeks harga rata-rata 693.520,7 pada bulan Januari menjadi 562.923,4 pada bulan Oktober 2013, atau turun sebesar 18,8 persen dalam periode Januari - Oktober tersebut.
Sumber: CEIC
Menurunnya kinerja perusahaan-perusahaan di sektor perkebunan sepanjang tahun 2013 tersebut juga tercermin pada pertumbuhan PDB sektor perkebunan yang mengalami penurunan di tahun 2013. Sampai dengan triwulan ke 3 tahun 2013, sektor perkebunan berhasil mencatat pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 3,3 persen, atau turun dari pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 3,9 persen pada tahun 2012. Menjelang akhir tahun 2013, pertumbuhan sektor perkebunan diperkirakan masih akan menurun sehingga secara keseluruhan sektor perkebunan diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,4 persen pada tahun 2013.
96
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
97
Gambar 63. Harga Beberapa Komoditas Perkebunan Menurun.
1,400,006
350
1,200,006
5
Tantangan dan Risiko di 2014
300 1,000,006 250
800,006
600,006
200
Ketidakpastian Global
400,006 150 200,006
Tantangan dan Risiko yang Akan Dihadapi pada Tahun 2014 dan Memerlukan Langkah Antisipasi Awal
Kakao (kiri)
Kopi (kanan)
6 Jan-11 Apr -11 Jul -11
100 Oct -11 Jan-12 Apr -12 Jul -12
Oct -12 Jan-13 Apr -13 Jul -13
Oct -13
Lambat dan lemahnya pemulihan ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa Pemulihan ekonomi yang lambat di negara maju berpengaruh terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Pelemahan permintaan terhadap barang-barang dari negara berkembang mengurangi ekspor, kegiatan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan.
Sumber: CEIC
Pada tahun 2014, permintaan terhadap komoditas perkebunan diperkirakan masih belum akan membaik secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh perekonomian global yang diperkirakan masih relatif lambat tahun depan. Lesunya permintaan komoditas perkebunan tersebut diperkirakan akan membuat harga komoditas perkebunan di pasar internasional juga relatif datar sehingga kinerja sektor perkebunan Indonesia tahun depan diperkirakan belum akan membaik secara signifikan. Walaupun demikian, permintaan ekspor terhadap komoditas perkebunan Indonesia tampaknya tidak akan menurun drastis, mengingat masih tingginya permintaan dari India, China, dan sejumlah negara Asia lainnya.
Pembalikan arah kebijakan moneter di Amerika Serikat. Kebijakan moneter (bank sentral AS) dari yang semula menggelontorkan uang dalam jumlah besar ke pasar sampai saat ini, diperkirakan akan memulai mengurangi volume penggelontoran pada tahun 2014 dan kemudian akan menyetop dan bahkan akan mengurangi likuiditas di pasar pada tahun-tahun berikutnya. Perubahan arah kebijakan berpotensi menimbulkan ketidakpastian di pasar dunia dan secara khusus negara-negara berkembang yang mengalami defisit neraca berjalan dan inflasi tinggi berpotensi mengalami tekanan hebat. Indonesia sebagai salah satu negara dengan persoalan tersebut sangat rentan mengalami tekanan. Perlambatan pertumbuhan ekonomi negara berkembang dan melemahnya permintaan terhadap komoditas. Dari berbagai data terlihat, bahwa percepatan pertumbuhan negara berkembang, utamanya China dan India, mendorong permintaan yang sangat besar terhadap komoditas dan selanjutnya menaikkan harga-harga komoditas seperti minyak sawit, batu bara, karet, nikel, tembaga dan bahan tambang lainnya. Sebaliknya penurunan pertumbuhan ekonomi negara berkembang tersebut juga menurunkan permintaan terhadap barang komoditas dan selanjutnya memperlemah harga barang komoditas tersebut. Dengan perkiraan perlambatan negara berkembang masih berlangsung hingga tahun depan, sektor komoditas Indonesia tidak akan dapat menjadi motor penggerak kegiatan ekonomi tahun 2014.
98
komite ekonomi nasional
komite ekonomi nasional
99
Penyakit ekonomi yang dialami beberapa negara berkembang, defisit neraca berjalan dan inflasi yang relatif tinggi, menyebabkan persepsi yang buruk. Ada 5 mata uang yang mengalami depresiasi diatas 10 persen segera setelah gubernur bank sentral AS mengumumkan akan dimulainya pembalikan kebijakan moneter seperti yang dijelaskan di atas. Kelima mata uang tersebut berasal dari negara India, Indonesia, Rusia, Turki, Afrika Selatan, yang pada saat yang bersamaan mengalami defisit neraca berjalan yang melebar dan inflasi yang relatif tinggi. Mengubah persepsi buruk terhadap kelompok 5 ini tidak mudah sekalipun inisiatif kebijakan memperbaiki fundamental ekonomi sudah diambil. Sekali masuk dalam kelompok persepsi buruk, merubah menjadi persepsi normal atau baik akan memerlukan usaha keras yang terus menerus untuk melakukan perbaikan fundamental (reformasi struktural).
Tantangan Domestik Mengendalikan Harga Pangan. Pada tahun 2014 potensi ancaman gejolak harga bahan pangan masih akan ada. Hal ini disebabkan oleh belum maksimalnya perbaikan di sisi produksi, terutama penambahan areal, sehingga produksi bahan pangan domestik terutama kedelai, berbagai komoditas hortikultura, dan daging sapi belum meningkat secara signifikan. Di sisi lain, konsumsi terhadap bahan pangan tersebut terus mengalami kenaikan, sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita masyarakat. Tantangan ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam menghadapi berbagai komitmen global untuk lebih terbukanya arus perdagangan barang dan jasa serta rentannya tahun politik 2014 maka diperlukan sinergi antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Antara lain, dalam bentuk: 1. Dari sisi permintaan tenaga kerja: bagaimana pemerintah, swasta dan masyarakat melakukan koordinasi secara efektif untuk menghilangkan berbagai hambatan dalam penciptaan lapangan kerja. Melemahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia disertai dengan lambatnya respon pemerintah baik eksekutif maupun yudikatif untuk merevisi peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan khususnya dalam hal pengupahan dan tenaga alih daya (outsourcing), dan TKI di luar negeri, serta segera menyiapkan peraturan implementasi dari UU Sistem Jaminan Sosial dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Permasalahan pengupahan, tenaga alih daya, dan jaminan sosial bagi pekerja telah meningkatkan ketidakpastian di kalangan dunia usaha sehingga memperburuk situasi ketenagakerjaan dan menghambat penciptaan lapangan kerja. Disamping itu perlu dipertimbangkan aspek keadilan dalam hal kebijakan pemerintah di bidang upah minimal bagi pekerja formal yang jumlahnya 40 persen dari
100
komite ekonomi nasional
pekerja Indonesia, dibandingkan dengan 60 persen pekerja Indonesia yang berada di sektor informal yang masih belum dilindungi oleh pemerintah. 2. Dari sisi penawaran tenaga kerja: bagaimana pemerintah, swasta dan masyarakat meningkatkan daya saing pekerja Indonesia. Rendahnya kualitas pekerja Indonesia akibat sistem pendidikan formal dan informal yang belum memadai telah menyebabkan daya saing Indonesia berada di tingkat yang rendah bila dibandingkan dengan berbagai negara lainnya khususnya di kawasan Asia. Ekonomi mengalami ketidakseimbangan eksternal dan internal (defisit neraca berjalan dan inflasi). Ketidakseimbangan eksternal ditandai dengan peningkatan defisit neraca berjalan (3.7 persen PDB pada triwulan III 2013). Terjadinya defisit neraca berjalan di Indonesia terutama disebabkan oleh pelemahan ekspor komoditas dan peningkatan impor barang modal dan konsumsi sejak tahun 2012. Defisit neraca pembayaran tersebut dibiayai oleh aliran modal masuk. Bila aliran modal masuk dapat mengimbangi defisit neraca berjalan, maka tidak akan ada tekanan terhadap neraca pembayaran (BOP) dan rupiah. Lebih lanjut jenis aliran modal ini pun perlu diperhatikan. Jika aliran modal masuk berupa investasi langsung (FDI) maka tidak akan menimbulkan masalah bahkan memberi manfaat bagi perekonomian karena akan tetap tinggal di Indonesia, menciptakan kegiatan dan menyerap tenaga kerja. Namun apabila aliran modal masuk yang berupa modal portofolio, aliran modal jenis ini cenderung berfluktuasi dan dengan mudah keluar kembali. Keluar masuk aliran modal jenis ini akan menimbulkan kegoncangan di pasar keuangan dan membuat rupiah bergejolak. Ketidakseimbangan internal ditandai dengan ketidakmampuan perekonomian bertumbuh secara sehat, tanpa menimbulkan pemanasan atau kenaikan inflasi. Tingginya Inflasi dalam beberapa tahun belakangan ini bukan semata karena kebijakan moneter yang cenderung longgar namun lebih oleh buruknya kebijakan tata niaga pertanian, kenaikan BBM, terganggunya sistim produksi, logistik dan hambatan infrastruktur. Aliran modal masuk yang dapat berhenti secara mendadak dan bahkan terjadi pemulangan modal portofolio. Risiko modal masuk yang berhenti secara mendadak atau bahkan keluar dalam jumlah besar sudah terlihat pada kwartal ketiga tahun 2013. Pada 2 bulan terakhir agak mereda karena penundaan kebijakan tapering the Fed. Namun potensi risiko gejolak aliran modal ini masih sangat besar pada tahun 2014, sebagai akibat dari ketidakpastian dampak pembalikan arah kebijakan di AS yang akan dimulai pada tahun 2014.
komite ekonomi nasional
101
Kepercayaan terhadap rupiah yang masih lemah. Rupiah masih masuk dalam kelompok mata uang lemah, soft currency, bersama sama dengan beberapa mata uang lainnya (India Rupee, Turkey Lira, South Africa Ranch, dan Russia Rubel). Persepsi atas rupiah ini berkaitan dengan pencapaian fundamental yang ditandai oleh indikator inflasi dan neraca berjalan. Kepercayaan terhadap rupiah secara tidak langsung cerminan persepsi pelaku ekonomi atas konsistensi kebijakan mengatasi persoalan fundamental, termasuk implementasinya di lapangan. Sangat mudah untuk kehilangan kepercayaan dan sangat susah untuk memulihkan kepercayaan. Pertumbuhan kredit yang akan melambat termasuk oleh tingginya tingkat LDR “Loan to Deposit Ratio” sudah mencapai level 90 persen. Pertumbuhan kredit dalam sepuluh tahun terakhir ini berada di atas 22 persen per tahun, sementara itu pertumbuhan dana pihak ketiga hanya mencapai sekitar 17 persen. Pertumbuhan kredit yang tinggi setelah krisis 1998, yang dimulai sejak tahun 2001 tersebut, terjadi dari basis yang sangat rendah, LDR di sekitar 20-30 persen. Tentu dengan peningkatan pertumbuhan kredit yang secara terus menerus lebih besar dari pertumbuhan dana pihak ketiga, maka akan terjadi pula kenaikan LDR. Pada satu saat akan mencapai tingkat LDR yang maksimal dan tidak memungkinkan lagi terjadi pertumbuhan kredit tinggi. Hal ini sudah dicapai pada tahun 2013 ini. Pertumbuhan kredit pada akhirnya hanya akan sebanding dengan pertumbuhan dana pihak ketiga. Hampir semua bank melaporkan bahwa rencana pertumbuhan kredit tahun 2014 akan jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya. Tren pertumbuhan kredit seperti ini adalah tren baru dan menjadi level normal pertumbuhan kredit di masa yang akan datang. Jika tren ini berlangsung terus ke depan, maka sumber pertumbuhan kredit bagi sektor riil menjadi terbatas, dan potensi pembiayaan pertumbuhan ekonomi akan terbatas pula. Permasalahan lama di sektor infrastruktur yang terus menumpuk, akibat PR yang tidak dikerjakan, mencapai puncaknya dan akan memperlambat aktivitas ekonomi pada tahun 2014 dan ke depan. Hambatan ketersediaan infrastruktur yang efisien ini telah mengakibatkan biaya logistik yang sangat besar, mengurangi daya saing ekonomi, terutama sektor manufaktur. Beberapa investor menunda masuk ke Indonesia karena alasan biaya logistik yang sangat besar. Persoalan ini terus memburuk dari waktu ke waktu karena penundaan pelaksanaan di lapangan antara lain disebabkan antara lain oleh kekurangsiapan pemerintah dalam mempersiapkan proyek infrastruktur, birokrasi di daerah serta hambatan pengadaan lahan. Rencana strategis (grand plan) sudah ada Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, namun kenyataan pembangunan infrastruktur masih sangat lambat, jauh dari harapan.
102
komite ekonomi nasional
Anggaran belanja subsidi energi dan anggaran belanja pemekaran daerah baru yang terus naik secara signifikan, sementara penerimaan negara dibawah target. Anggaran belanja subsidi energi yang bergerak naik dan diperkirakan mencapai sekitar 400 T rupiah pada tahun 2014, merupakan mata anggaran yang terbesar. Besaran subsidi ini bahkan lebih besar daripada belanja modal pemerintah dan belanja sosial pemerintah. Penerima manfaat yang yang paling banyak (sekitar 85 persen dari belanja subsidi) adalah kelompok yang mampu (kelas menengah keatas). Disisi lain subsidi energi ini adalah untuk keperluan konsumsi dan bukan investasi yang produktif. Bila kita berpikiran jernih, alokasi sumber dana yang tidak efisien dan efektif ini harus dihentikan. Indonesia bukanlah negara kaya yang punya sumber yang tidak terbatas, seperti halnya negara-negara di Timur Tengah. Kita juga melihat begitu banyak usulan pemekaran daerah baru, yang tentu akan membutuhkan anggaran tambahan di tahun-tahun mendatang. Hasil studi yang dilakukan berbagai pihak, bahwa pemekaran daerah baru tidak mempunyai korelasi dengan kemajuan suatu daerah. Sebagian besar dari belanja pemekaran baru daerah hanya untuk pembangunan kompleks perkantoran, rumah tinggal dari para pejabat yang baru di daerah tersebut. Apabila pemekaran dihentikan, dan belanja yang dialokasikan tersebut dipakai untuk keperluan pembangunan infastruktur dasar daerah tersebut, maka dampak ekonomi dan sosial akan jauh lebih besar. Persoalan ketenagakerjaan yang cenderung meningkat menjelang tahun pemilu. Masalah ketenagakerjaan, berkaitan dengan gaji minimum, tuntutan kesejahteraan, cenderung dimanfaatkan menjadi komoditas politik pada saat menjelang pemilu. Kenaikan kesejahteraan pekerja harus diperhatikan, dengan berbagai cara, termasuk dengan pengadaan sistem jaminan sosial, namun juga harus memperhitungkan tingkat kenaikan biaya yang wajar serta perbaikan produktivitas pekerja. Pekerja dan dunia usaha harus sama-sama diuntungkan agar pekerjaan tidak hilang. Implementasi kebijakan pemerintah yang kurang efektif, termasuk kebijakan untuk mengatasi ketidakseimbangan eksternal dan internal, menjelang pemilu 2014. Aktivitas politik yang meningkat menjelang pemilu menyita banyak waktu para politisi dalam mempersiapkan pesta demokrasi tersebut. Para menteri yang berasal dari partai tidak luput dari kegiatan tersebut, karena masing-masing ingin mendapatkan suara dalam pemilu yang akan datang. Para menteri tersebut juga mempertajam prioritas program partai ma-singmasing, yang belum tentu sesuai dengan prioritas partai yang berkuasa atau partai lainnya. Tentu jika pemerintahan terdiri dari koalisi banyak partai, maka akan makin sulit untuk mencapai konvergensi prioritas kebijakan ekonomi menjelang pemilu. Hal ini terjadi dalam masa akhir pemerintahan dan menjelang pemilu 2014. Tingkat kepercayaan pelaku ekonomi terhadap implementasi kebijakan mengatasi ketidakseimbangan masih rendah.
komite ekonomi nasional
103
6
Rekomendasi
Kebijakan yang diperlukan menjawab permasalahan neraca berjalan, menyangkut kebijakan yang mendorong ekspor barang dan jasa dan sebaliknya kebijakan mengurangi ketergantungan impor barang dan jasa dalam jangka menengah dan panjang. Disadari bahwa kebijakan yang diambil dan berfokus kepada kedua permasalahan struktural tidak akan mungkin membuahkan hasil yang instan, namun harus dimulai sekarang agar kita dapat memetik hasilnya satu, dua atau bahkan 3 tahun ke depan. Kebijakan tersebut antara lain:
Langkah-langkah Antisipatif untuk Menjaga Stabilitas Sistem Finansial Kebijakan moneter yang lebih antisipatif dan prudent, termasuk dengan pemberlakuan perangkat makro prudential (misalnya loan to value ratio, debt to income ratio, dan GWM) secara tepat. Kebijakan menaikkan suku bunga atau pengetatan moneter dapat juga dilakukan manakala kebijakan yang bersifat fundamental oleh pemerintah tidak dapat berjalan dengan efektif. Kebijakan ini pasti mengundang perdebatan, namun lebih baik mengambil tindakan antisipatif daripada terlambat. Moral suasi terhadap perbankan nasional agar bertindak lebih hati-hati dan tidak terjadinya perang harga pada perebutan dana pihak ketiga. BI and OJK harus melakukan langkah-langkah antisipasi dan tindakan preventif agar sektor keuangan mampu bertahan sekiranya terjadi gejolak di pasar keuangan domestik dan dunia. Mendapatkan jaminan fasilitas swap dalam mata uang asing, untuk keperluan berjaga-jaga terhadap terjadinya aliran uang keluar. Keberadaan undang-undang jaring pengaman sistem keuangan sangat diperlukan agar pembuat kebijakan mendapatkan dukungan hukum dalam mengambil kebijakan pada saat terjadi ancaman krisis.
Langkah-langkah Untuk Mendorong Mengatasi Ketidakseimbangan Eksternal, Internal dan Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi. Patut disadari bahwa kebijakan moneter seperti yang diusulkan diatas tidak akan menjawab permasalahan fundamental perekonomian. Kebijakan moneter hanya berfungsi melakukan penurunan pemanasan ekonomi sementara namun tidak mengatasi persoalan ekonomi struktural, ibarat panadol untuk menurunkan temperatur tubuh yang tinggi, namun tidak mengatasi radang, infeksi dan luka dalam tubuh.
104
komite ekonomi nasional
• Kebijakan yang berfokus untuk mendorong ekspor dan daya saing barang manufaktur. Kebijakan ini mencakup perbaikan lingkungan usaha, perbaikan logistik dan infrastruktur, perbaikan pelayanan birokrasi pusat dan daerah, modernisasi sistem produksi, peningkatan produktivitas dan keahlian tenaga kerja, penciptaan pasar tenaga kerja yang efisien dan produktif, pemberian insentif fiskal khusus, intensifikasi daerah khusus industri berorientasi ekspor, dll. Kebijakan hilirisasi sudah benar arahnya namun harus dibuat realistis dan terencana dengan baik, sehingga tidak menimbulkan kesan dipaksakan yang pada akhirnya harus dirubah lagi. • Kebijakan mengurangi ketergantungan terhadap impor barang konsumsi dan minyak. Struktur industri manufaktur yang sangat lemah dan tertinggal sebagai akibat perhatian yang kurang dan lupa diri pada saat masa keemasan dan “booming” di sektor komoditas telah menyebabkan barang konsumsi sederhana sehari hari, termasuk buah buahan, harus diimpor. Kebijakan perbaikan logistik dan perubahan harmonisasi tataniaga direkomendasikan menjadi kebijakan utama. Sementara kebijakan fundamental yang memperbaiki sistim transportasi laut juga sangat penting dilakukan, termasuk perbaikan pelabuhan, perkapalan, agar biaya lalu lintas barang lewat laut menjadi murah. Secara umum kebijakan yang menyangkut peningkatan daya saing industri, seperti telah dibahas diatas juga berlaku disini. Strategi kebijakan energi di Indonesia sudah mendesak dibuat dan diimplementasikan secara disiplin. Di berbagai negara, kebijakan ini merupakan kebijakan yang sangat penting, yang menyangkut terhadap kesinambungan perekonomian suatu negara. Hidup matinya suatu negara sangat dipengaruhi kebijakan energi ini. Indonesia perlu mengurangi impor bahan bakar minyak dari waktu kewaktu dengan menggantikannya dengan bahan energi dari dalam negeri, antara lain bahan energi gas dan bahan biofuel. Substitusi bahan bakar minyak dengan bahan bakar gas dan biofuel, perlu didukung oleh perencanaan, regulasi dan pembangunan infatsruktur dalam kurun waktu menengah dan panjang.
komite ekonomi nasional
105
• Kebijakan untuk memperbesar aliran investasi modal langsung (bukan investasi portofolio). Pada intinya rekomendasi kebijakan ini menyangkut kepastian dan kejelasan aturan dan hukum agar dunia usaha dapat melakukan kegiatan investasinya dengan nyaman. Insentif pada dasarnya dapat diberikan dan diarahkan untuk mendukung strategi ekonomi yang memberi manfaat sebagi masyarakat luas. Sementara itu ketergantungan kepada aliran modal yang bersifat jangka pendek harus dikurangi. • Pemberian insentif pajak bagi yang menanamkan kembali hasil profitnya di Indonesia serta pemberian keringanan pajak bagi Swasta Indonesia yang membawa kembali uangnya ke Indonesia. • Pembentukan task force khusus dalam rangka menjawab persoalan neraca Berjalan dalam jangka pendek. Mengingat ancaman yang nyata dalam jangka pendek, sementara hasil dari kebijakan yang secara mendasar mengatasi persoalan struktural ekonomi baru diperoleh 2-3 tahun kedepan, maka direkomendasikan agar Presiden membentuk tim kerja khusus yang diketuai sendiri oleh Presiden. Tim ini melakukan koordinasi aksi secara cepat bersama dengan pelaku bisnis dan dunia usaha, sehingga permasalahan defisit neraca berjalan ini dapat dicarikan solusi secepatnya. • Kebijakan untuk mengatasi tingginya inflasi dan ketidakseimbangan internal.
106
Solusi secara menguntungkan dan rasional atas permasalahan ketenagakerjaan, pengupahan dan jaminan sosial yang bersifat jangka menengah dan panjang serta menjamin perbaikan daya saing melalui perbaikan keahlian dan produktivitas tenaga kerja. Selain itu, untuk memperbaiki kondisi penciptaan lapangan kerja dan untuk meningkatkan produktivitas, perlu dilakukan: 1. Pemerintah Indonesia baik eksekutif maupun legislatif segera merevisi peraturan perundang-undangan di bidang upah minimum dan tenaga alih daya (outsourcing) serta TKI di luar negeri secara menyeluruh. Pemerintah perlu mempertegas keseimbangan antara upah minimum maupun perlindungan jaminan sosial di sektor formal dan kebijakan pemerintah di sektor informal agar mampu mendorong peningkatan proporsi pekerja sektor formal secara berkelanjutan. 2. Dalam menghadapi tantangan globalisasi khususnya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan dilaksanakan pada tahun 2015, daya saing pekerja Indonesia harus tinggi dan bertaraf internasional. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pemerintah, swasta dan masyarakat perlu melakukan koordinasi yang efektif untuk mendorong peningkatan kualitas pekerja Indonesia melalui pendidikan formal dan informal, maupun melalui balai latihan kerja sesuai dengan standar internasional. • Sudah banyak rencana dan strategi besar untuk memperbaiki dan mempercepat pembangunan infrastruktur, namun hasilnya belum memuaskan. Untuk itu direkomendasikan agar dibentuk tim kerja khusus infrastruktur yang diketuai sendiri oleh Presiden atau Wakil Presiden.
Kebijakan untuk menjaga inflasi dapat dilakukan baik dari sisi kebijakan moneter maupun dari sisi kebijakan penyediaan dan produksi. Kenaikan inflasi yang dialami Indonesia belakangan ini banyak disebabkan oleh hambatan aliran barang dari sektor produksi ke pasar (pembeli). Kebijakan yang direkomendasikan harus menjawab hambatan hambatan seperti kebijakan tata niaga kuota yang tidak efisien diganti dengan kebijakan tarif. Memperbaiki efisiensi dan meniadakan pungutan-pungutan di pelabuhan, jalan dan instansi pemerintahan. Perbaikan infrastruktur dasar, pembenihan dan sistim produksi di sektor pertanian.
• Mengefektifkan kebijakan fiskal, mengurangi kebocoran dan alokasi belanja yang tidak efisien, termasuk pengurangan anggaran perjalanan, rapat, seminar, dan pengurangan subsidi energi. Disisi lain pemerintah perlu memastikan agar belanja pemerintah dapat diserap dengan baik dan terdistribusi lebih merata sepanjang tahun.
Percepatan perluasan areal tanaman pangan termasuk komoditas hortikultura dan areal peternakan sapi. Hal ini dilakukan tidak dengan membuka hutan, namun dengan memanfaatkan lahan yang tidak diusahakan, termasuk yang dimiliki oleh BUMN, dan lahan marginal dengan menggunakan teknologi yang sesuai. Upaya ini disertai dengan pengembangan benih/bibit bermutu sehingga komoditas tersebut memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Keseluruhan ini dapat dilakukan dengan skema Public Private Partnership, sehingga implementasinya bisa dilangsungkan secara relatif cepat.
• Melakukan realokasi dana belanja pemerintah ke sektor yang lebih produktif.
komite ekonomi nasional
• Dibuat rencana pengurangan subsidi energi secara bertahap dan pada saat yang sama harus disertai dengan rencana dan strategi ketahanan energi untuk jangka panjang.
Kesadaran publik akan sumber daya yang terbatas perlu ditingkatkan dan diberikan arah sehingga penggunaan dana belanja negara harus ditempatkan pada sektor sektor yang memberi manfaat yang seluasnya. Hasil pengurangan kegiatan yang tidak produktif diatas dapat dipakai secara efektif baik untuk keperluan pendidikan, kesehatan maupun kebutuhan infrastruktur dan pelayanan dasar masyarakat.
komite ekonomi nasional
107
• Langkah Antisipatif Terhadap Kemungkinan Pemburukan Ekonomi yang Berkepanjangan. Penyempurnaan jaring pengaman sosial yang sudah ada dan segera berfungsi dengan cepat manakala pemburukan ekonomi terjadi. Pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk melakukan reformasi struktural yang mungkin membutuhkan pengorbanan agar ekonomi kita mempunyai daya tahan yang lebih baik di masa yang akan datang. Koordinasi erat antara pemerintah dan bank Indonesia dalam pembuatan kebijakan menjaga stabilitas ekonomi. Diusulkan ada forum bersama antara pihak pemerintah dan dunia swasta untuk menjawab permasalahan di masa yang akan datang. Koordinasi dan komunikasi pemerintah dengan DPR dan para pemimpin politik perlu dilakukan secara intensif dalam menjawab tantangan bersama dengan memprioritaskan kepentingan masyarakat luas di atas kepentingan pribadi, partai atau kelompok.
Beberapa Pelajaran yang Dapat Dipetik Dari Krisis Eropa Penundaan tindakan reformasi, seperti penundaan rekapitalisasi bank, penundaan restrukturisasi jaminan sosial dapat menyebabkan penundaan pemulihan ekonomi. Para pemimpin politik ikut bertanggung jawab atas penundaan inisiatif reformasi ekonomi. Sudah menjadi tren di seluruh dunia yang menganut demokrasi, setiap kebijakan menyangkut eformasi struktural selalu menjadi perdebatan yang melelahkan di parlemen atau DPR. Penjelasan permasalahan dan jalan keluar yang akan ditempuh ke publik akan menjadi kredibel, jika beban dapat ditanggung bersama. Kami menyadari bahwa begitu banyak persoalan dan tantangan yang akan dihadapi dalam beberapa tahun kedepan dan tidak mungkin diselesaikan dalam waktu singkat. Permasalahan yang dihadapi banyak bersifat fundamental dan struktural yang harus segera ditangani mulai saat ini, dan harus dilanjutkan oleh kepemimpinan hasil pemilu 2014. Beberapa tantangan yang dibahas di-atas antara lain, ketidakpastian global yang diakibatkan oleh perubahan arah kebijakan di AS, permasalahan fundamental di neraca berjalan dan inflasi adalah permasalahan nyata yang tidak mungkin semuanya diselesaikan oleh pemerintahan sekarang. Demikian pula persoalan mendasar tentang subsidi, ketenagakerjaan, dan daya saing semuanya memerlukan kebijakan strategis yang harus diimplementasikan dengan cepat dan secara berkesinambungan.
108
komite ekonomi nasional
7
Rangkuman
Perekonomian Global Secara umum perekonomian global mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi pada semester pertama tahun 2013. Memasuki semester kedua, keadaan mulai berangsur-angsur membaik. Ketidakpastian global pada tahun 2013 diperburuk oleh beberapa isu di AS. Spekulasi bahwa the Fed akan segera mengurangi jumlah uang yang diinjeksikannya ke dalam sistem perekonomian (tapering), sempat mengguncang pasar finansial dunia. Masalah lain yang sempat menggoncangkan pasar finansial dunia adalah masalah anggaran pemerintah AS dan masalah batas utang pemerintah AS. Walaupun di tahun 2013 dapat ditangani dengan baik, masalahmasalah ini masih akan muncul di tahun 2014 dan dapat kembali menimbulkan gejolak di perekonomian global. Walaupun demikian, kebijakan moneter dan Fiskal di AS diperkirakan akan tetap memberi ruang bagi pertumbuhan yang lebih cepat. Eropa sudah mengeluarkan berbagai upaya untuk mengeluarkan kawasan tersebut dari krisis. Upaya tersebut sudah mulai memberikan hasil, karena walaupun secara keseluruhan negara di kawasan Uni Eropa masih mengalami pertumbuhan ekonomi negatif, sudah ada tandatanda ekonomi Eropa mulai membaik. Perekonomian Eropa diperkirakan masih akan terus membaik dan bahkan dapat mencetak pertumbuhan positif di tahun 2014. Perekonomian Jepang menunjukkan pertumbuhan yang kuat akibat dampak dari Abenomics yang diluncurkan oleh pemerintah Jepang. Di tahun 2014 Jepang diperkirakan masih akan mempertahankan kebijakan agresifnya untuk menopang pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Negara-negara berkembang mengalami perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan. Ekonomi China dan India mengalami perlambatan yang cukup signifikan. Kelesuan ekonomi di negara-negara maju telah menekan kinerja ekspor negara-negara berkembang. Namun, dengan membaiknya kondisi di negara maju, negara-negara berkembang akan menerima dampak positifnya.
komite ekonomi nasional
109
Secara keseluruhan, perekonomian global di tahun 2014 akan sedikit lebih baik dari keadaan di tahun 2013.
Perkembangan 2013 Kenaikan harga BBM bersubsidi dilakukan pada minggu ketiga Juni 2013 membuat inflasi tahun 2013 berada jauh di atas perkiraan semula. Untuk meredam ekspektasi inflasi BI sudah menaikkan suku bunga hingga 7,5 persen di tahun 2013 . Rupiah melemah dengan signifikan di tahun 2013. Pelemahan Rupiah dipicu oleh sentimen negatif yang muncul dari sisi eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, depresiasi rupiah dipengaruhi oleh isu penyesuaian stimulus moneter the Fed. Di sisi internal inflasi yang tinggi, bunga yang naik, dan defisit neraca transaksi berjalan telah menimbulkan sentimen negatif terhadap rupiah. Di tahun 2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung melambat. Pada triwulan III, pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali melambat menjadi 5,6 persen. Saat ini motor penggerak ekonomi Indonesia adalah belanja rumah tangga, yang mampu tumbuh hingga 5,5 persen di triwulan III 2013. Sementara itu, laju pertumbuhan ekspor dan investasi cenderung melambat. Ekspor melemah seiring lambatnya pemulihan ekonomi global, yang menekan permintaan dan harga komoditas. Pertumbuhan investasi juga cenderung menurun. Naiknya suku bunga tampak turut menekan pertumbuhan aktivitas investasi, karena biaya pendanaan menjadi lebih mahal. Sementara itu, pertumbuhan belanja pemerintah cenderung lebih baik daripada tahun sebelumnya. Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan akan tumbuh dengan laju hanya sebesar 5,7 persen.
Prospek 2014 Angka inflasi diprediksi akan berada pada level yang relatif rendah dengan asumsi pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi di tahun 2014. Diperkirakan inflasi di tahun 2014 akan cenderung turun dan berada di kisaran 4,75 – 5,29 persen pada akhir tahun 2014. BI diperkirakan akan tetap mempertimbangkan defisit transaksi berjalan dalam menentukan kebijakan moneternya. Mengingat kita masih akan mengalami defisit neraca transaksi berjalan dan rupiah yang cenderung lemah, BI diperkirakan akan mempertahankan BI rate pada level 7,5 persen hingga akhir tahun 2014. Kebijakan moneter tidak mendukung pertumbuhan yang lebih cepat.
110
komite ekonomi nasional
Neraca transaksi berjalan yang diperkirakan masih akan defisit tahun depan, ditambah lagi dengan ekonomi yang cenderung melambat, akan membuat sebagian investor ragu menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya, di tahun 2014 rupiah diperkirakan akan cenderung stabil lemah, dan bergerak dengan nilai rata-rata pada kisaran 10.500 – 11.500 rupiah per dolar. Belanja Pemerintah dalam APBN 2014 hanya mengalami pertumbuhan riil sekitar 1,2 persen. Artinya, dampak dari belanja fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi secara riil di tahun 2014 akan amat terbatas. Keadaan akan diperburuk lagi oleh masalah penyerapan anggaran yang belum membaik. Jadi, daya dorong fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi akan terbatas. Pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan tidak jauh dengan tren yang terjadi menjelang akhir tahun 2013. Ekonomi akan tumbuh dengan laju 5,5 persen di tahun 2014, lebih lambat dari 5,7 persen di tahun 2013. Belanja rumah tangga masih akan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2014. Investasi sebenarnya mempunyai peluang untuk tumbuh lebih cepat. Sayangnya, kebijakan moneter yang masih diperkirakan akan ketat akan sedikit memperlambat aktivitas investasi, utamanya yang berasal dari dalam negeri. Permintaan di pasar global pun akan cenderung membaik di tahun 2014. Walaupun perbaikannya belum terlalu kuat, tetapi sudah cukup untuk memberi ruang kepada ekspor kita untuk tumbuh lebih cepat, dan membantu ekonomi kita untuk terus tumbuh. Akan tetapi kita harus waspada, saat ini ekonomi Indonesia sudah melambat. Bila terus diperlambat (utamanya melalui kebijakan moneter), maka ekonomi kita dapat memasuki masa perlambatan yang berkesinambungan. Indonesia harus lebih berhati-hati dalam memperlambat pertumbuhan ekonominya. Tahun 2014 adalah tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian Indonesia. Ada tiga siklus dalam posisi menurun pada saat yang bersamaan yaitu siklus komoditas, siklus kredit/ likuiditas dan siklus politik. Kombinasi ketiga siklus inilah yang menjadi penghambat utama pertumbuhan ekonomi dan ancaman terhadap stabilitas ekonomi pada tahun 2014. Namun apabila pemilu tahun 2014 berjalan dengan lancar dan kita mendapatkan pemimpin yang baik, maka euphoria kepercayaan akan menggerakkan investasi dan aliran dana, sehingga rupiah dan pasar modal bisa mengalami pemulihan pada triwulan IV. Hal ini dapat berkesinambungan jika pemerintahan baru mau kerja keras melakukan transformasi struktural sebagaimana tercantum dalam rekomendasi KEN.
komite ekonomi nasional
111
8
112
Susunan Pengurus Komite Ekonomi Nasional
Ketua
Chairul Tanjung
Wakil Ketua Sekretaris
Dr. Raden Pardede
Anggota
Dr. Ninasapti Triaswati Umar Juoro, M.A. MAPE Christianto Wibisono T.P. Rachmat Dr. James T. Riyadi Peter F. Gontha Prof. Dr. Hermanto Siregar Chris Kanter Prof. Dr. Irzan Tandjung, Ph.D Prof. Dr. Badia Parizade Dr. Syafii Antonio, M. Ec Erwin Aksa Sandiaga S, Uno, MBA Prof. Dr. Djisman Simanjuntak Dr. Purbaya Yudhi Sadewa Prof.Dr.Suahasil Nazara Dr.Ishadi SK Prof.Dr.Sidharta Utama Prof. Didik J. Rachbini
komite ekonomi nasional
Dr. Aviliani, SE, M.Si