KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA
EVALUASI EKONOMI INDONESIA 2006 DAN PROSPEK 2007
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Menara Kadin Indonesia Jl. HR. Rasuna Said X – 5 Kav. 2 - 3 Kuningan Jakarta Selatan Tel. 021. 5274484 Fax. 021. 5274331 www.kadin-indonesia.or.id Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
1
EVALUASI EKONOMI 2006 DAN PROSPEK 2007
Ekonomi 2006 Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam Tahun 2006 ini akan lebih rendah dari yang dicanangkan pada RPJM walaupun dapat di kategorikan pertumbuhan ekonomi tersebut relative tinggi. Kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 sempat membuyarkan keyakinan sebagian masyarakat akan kemampuan Indonesia menggapai pertumbuhan ekonomi yang berarti dalam Tahun 2006. Sasaran tingkat pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2006 oleh pemerintah direvisi kebawah hingga menjadi 5,8% dari 6,2% sebelum anggaran tersebut dilaksanakan. Sebagai akibat kenaikan harga BBM yang berlebihan pada bulan Oktober 2005 para ekonom menjadi pesimis dan memperkirakan bahwa jumlah penduduk miskin akan meningkat dan jumlah pengangguran tidak akan berkurang secara significant dalam Tahun 2006. Data yang ada menunjukkan bahwa bila pada bulan Februari tahun 2005 jumlah pengangguran terbuka telah mencapai 10,9 juta orang maka pada bulan November Tahun 2005 meningkat menjadi orang 11,9 juta orang. Kemudian pada bulan Februari tahun 2006 jumlah pengagguran telah turun hingga 11,1 juta orang dan selanjutnya pada bulan Agustus 2006 turun lagi hingga menjadi 10,9 juta orang. Penduduk Menurut Kegiatan (2001-2006) Labour Force
Bekerja
158.5
155.5
153.9
151.4
170
159.3
190
Penganggur
160.8
15 TH Keatas
106.4 95.5
94.0
95.2
106.3
105.8
104.0
94.9
70
93.7
90
92.8
110
102.6
130
105.9
150
10.9
11.1
10.9
10.3
9.8
30
11.9
50
10
2003
2004
2005/2
2005/11
2006/2
2006/8
Dengan jumlah pengangguran terbuka diatas 10 juta orang dapat dikatakan bahwa salah satu masalah serius yang harus dipecahkan oleh pemerintah adalah masalah pengangguran. Bila tingkat pengangguran tidak dapat dikurangi maka diperkirakan bahwa ekonomi Indonesia masih berada pada posisi yang rawan. Adalah benar yang diperkirakan oleh para ekonom sebelumnya, jumlah penduduk miskin telah meningkat menjadi 39,1 juta orang pada bulan Maret tahun 2006 dari sekitar 35,1 juta orang pada bulan Februari tahun 2005. Data ini dengan jelas menunjukkan bahwa sebagai akibat kenaikan harga BBM yang terlalu besar pada bulan Oktober 2005 jumlah orang miskin meningkat lebih dari 4 juta orang. Bila kita memperhitungkan adanya usaha pemerintah membantu orang miskin dengan cara pemberian uang kas dan selama beberapa bulan sebelum data kemiskinan terkumpul ekonomi Indonesia tetap mengalami pertumbuhan, dapatlah dikatakan bahwa kenaikan harga BBM bulan Oktober 2005 telah berakibat peningkatan jumlah orang miskin dengan jumlah yang sangat besar dan hal ini sangat memprihatinkan. Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
2
Perkembangan Penduduk Miskin, 1999 - 2006 (Juta Orang) Desa
Kota/Desa
1999
2001
2002
39.1 12.5
12.4
11.4 2003
24.8
35.1 22.7
24.8
25.1 12.2
13.0
22.7
2000
36.1
37.3
35.7
37.1 8.5
12.1
15.6
25.2
28.6
32.3
37.3
48.0
Kota
2004
2005/2
2006/3
Dari data yang diumumkan oleh BPS baru-baru ini terlihat petunjuk kuat bahwa dalam Tahun 2006 Indonesia akan mampu menciptakan pertumbuhan sekitar 5,8%, bahkan ada kemungkinan besar tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2006 akan mencapai angka sekitar 6%. Raihan ini cukup melegakan walaupun belum memadai bila dilihat dari berbagai sudut pandang. Perkembangan PDB Indonesia 2004-2006 2,000,000
21.8% 1,800,000
22.7%
21.9%
22.6% 22.6%
20.4% 20.6%
25%
22.0% 21.6% 21.7% 21.4% 20%
1,600,000 1,400,000 15%
1,851,020.6
1,377,480.4
3.48%
10%
5%
101,100.0
0.11% 99,300.0
904,480.4
447,380.4
-2.18%
96,420.1
2.03% 2.17%
96,522.9
101,341.0
98,184.9
1.69%
1,749,546.9
1,311,046.7
3.05% 862,759.2
93,708.4
-1.50%
427,760.3
2.33%
94,835.1
814,406.1
3.05%
84,948.2
200,000
82,119.0
400,000
2.53% 2.29% 402,591.2
600,000
92,659.1
800,000
1,238,799.4
1,000,000
1,656,825.7
1,200,000
0%
-
-5%
2004-I
II
III
PDB Constan Price
IV
2005-I
II
PMDB Konstan 2000
III
IV
2006-I
Real Growth
II
III
IV
PMDB/PDB
Dari data dalam tabel diatas dapat dilihat bahwa selama tiga kuartal tahun 2006 PDB Indonesia atas harga konstan 2000 telah mencapai Rp. 1.377,4 triliun sehingga untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6% pada tahun 2006 yang dibutuhkan adalah pertumbuhan ekonomi pada kuartal terakhir 2006 sebesar 0,86%. Tampaknya ekonomi dapat berjalan dengan baik dalam bulan November dan bulan Desember sehingga dapat diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih besar dari 5,8% pada tahun 2006. Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
3
Dari data tentang perkembangan ekonomi dapat diketahui bahwa yang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dalam tiga triwulan Tahun 2006 adalah Pengeluaran Konsumsi. Kontribusi Nilai Pengeluaran Konsumsi Rumah terhadap PDB pada triwulan III tahun 2006 adalah 60,91%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 63,28%. Selanjutnya Kontribusi Nilai Konsumsi Pemerintah terhadap PDB mengalami penurunan dari 8,82% pada kuartal kedua tahun 2006 menjadi 8,48% pada triwulan ketiga tahun 2006. Perkembangan PDB Harga Konstan 2000 (Triliun Rupiah) 1. K o n sum si R um ah T an g ga
2. K o nsum si P em erin tah
3. P em bentuk an M o dal T D B
4. P er uba han St o k
5. E kspo r B arang da n Ja sa
6 . Im po r B arang da n Ja sa
3,500.00 3,000.00 2,500.00
545.0
612.3
433.8 2,000.00
680.5
739.0
310.8
23.5 354.6
4.3 389.8
12 1. 4
12 6 .2
612.6 1,500.00 1,000.00
13 6 .4
495.0 606.7 13.3 296.8 10 2 .9
500.00
956.6
1,004.1
1,043.8
0.00
-4.7 2003
2004
2005
801.5
2006/9
-500.00
Secara kumulatif semua komponen PDB Indonesia menurut penggunaan hingga triwulan III tahun 2006 secara riil mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2005. Pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 2,97%, pengeluaran konsumsi pemerintah meningkat 13,26%, Pembentukan Modal Domestik Bruto (PMDB) meningkat 0,80%, perubahan inventori meningkat 75,03%, ekspor 11,65%, dan impor 7,39%. Setelah cukup lama konsumsi sebagai motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi, mulai muncul pendapat yang menyatakan bahwa ada sesuatu hal yang aneh pada ekonomi Indonesia. Dengan level pendapatan atau tingkat ekonomi Indonesia seperti yang diumumkan oleh BPS, biasanya akan sulit terjadi pengeluaran konsumsi dapat bertahan lama berperan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Para ekonomi mencoba mencari jawaban atas pertanyaan kenapa konsumsi dapat berfungsi sebagai penggerak roda ekonomi dalam kurun waktu yang cukup lama. Dari studi-studi yang pernah dilakukan dapat diketahui salah satu hal yang memungkinkan pengeluaran konsumsi dapat berfungsi sebagai penggerak utama ekonomi adalah karena di dalam ekonomi Indonesia terdapat “Hidden economy” cukup besar bobotnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bobot “hidden economy di Asia berkisar antara 13% (untuk kasus Singapura) sampai dengan 50%(untuk kasus Philippina). Di Negara Amerika besarannya diperkirakan antara 6% sampai dengan 20% dari PDB. Sampai saat ini belum ada studi khusus yang memperkirakan besarnya hidden economy untuk kasus Indonesia. Tapi dari perkembangan faktor-faktor yang berkaitan dengannya boleh jadi volumenya cukup besar. Seperti diketahui APBN 2006 bersifat ekpansif. Tanpa memperhitungkan nilai Belanja Barang Luar Negeri dan Gaji Pegawai luar negeri, APBN Indonesia pada tahun 2006 bersifat ekspansif sebesar Rp. 138,7 triliun atau sekitar 4,4% dari PDB. Dalam APBN 2007 yang akan datang daya gerak ekonomi yang bersumber dari APBN mengalami menurunan hingga menjadi sekitar 3,2% dari PDB. Dengan demikian, kebijakan Depkeu yang mempercepat atau memperlancar pencairan anggaran berpengaruh positif dalam memperlancar perputaran roda perekonomian.
Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
4
Sifat APBN 2006 & 2006 2006
2006
2007
2007
Budget
Revised
Proposed
APBN
Penerimaan Pajak
416.313,2
425.053,1
505.877,6
509.462,0
Belanja Pemerintah Pusat
427.598,3
478.249,3
495.993,3
504.776,2
Belanja Pemerintah Daerah
220.069,5
220.849,8
250.548,4
258.794,6
Pembayaran Bunga Utang LN
76.629,0
82.494,7
85.115,6
85.086,4
Pembayaran Cicilan Pokok
63.594,6
52.824,2
54.109,4
54,830,0
Ekspansi(+)/Kontraksi (-)
91.131,0
138.727,1
101.439,1
114.192,4
Indicator APBN
GDP (Trilliun Rp.)/2000
3.040.7717 3.119,0735 3.531.0875 3.531.0875
Harga Minyak Int. (US$/bbl)
57,0
64,0
63,0
65,0
Diluar perkiraan sebelumnya, dalam tahun 2006 telah terjadi kenaikan harga produk-produk pertanian di pasar dunia. Kenaikan harga ini dalam perputarannya menaikkan nilai ekspor Indonesia ke pasar dunia. Seperti ditunjukkan dalam Tabel dibawah ini, volume perdagangan Indonesia dalam tahun 2006 ini mengalami peningkatan secara berarti. Sampai dengan bulan Oktober 2006 nilai total ekspor Indonesia adalah US$ 82.207,8 juta yang berarti mengalami peningkatan sekitar 16,36% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kalau dilihat lebih jauh, dalam periode yang sama ekspor nonmigas meningkat sebesar 17,88% dan ekspor migas bertambah 11,07%. Di sisi lain impor Indonesia juga mengalami peningkatan hingga menjadi US$ 50.209,2. Dengan raihan ini berarti impor Indonesia meningkat sekitar 3,06% bila dibandingkan dengan raihan dalam sepuluh bulan pertama tahun 2005. Kalau dilihat lebih jauh ternyata impor nonmigas dalam sepuluh bulan tahun 2006 hanya meningkat sebesar 0,45%. Walau demikian, dalam periode yang sama impor barang modal meningkat 6,01% dan bahan baku/bahan penolong sebesar 2,87%. Perkembangan ini mengindikasikan bahwa kegiatan ekonomi masih terus berlanjut walaupun menunjukkan gerakan yang lambat.
Ekspor-Impor Indonesia 2000-2006 (US$ Miliar)
80,000
82,207.8
85,565.7
90,000
69,713.8
62,527.2
57,158.8
50,000
56,320.9
60,000
62,124.0
70,000
17,541.1
16,193.2
50,209.2
19,249.7
15,587.5
11,625.20
46,179.7
13,651.5
7,630.30
33,085.9
12,112.7
6,525.80
31,288.9
12,636.3
5,471.80
30,962.1
14,366.6
10 , 0 0 0
6,019.50
20,000
33,514.8
30,000
17,427.1
57,599.9
40,000
0
2000
2001 T t l Ek
2002 T t lI
2003 Ek
2004 Mi
2005 I
2006/10
Mi
Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
5
Tidakdapat disangkal, terjalinnya kerjasama yang lebih baik antara pemerintah dengan otoritas moneter dalam perputarannya telah menimbulkan ketenangan bagi unitunit ekonomi atau bagi para pelaku usaha. Dalam situasi yang relatif tenang tersebut arus modal masuk ke Indonesia meningkat secara berarti, dan sebagai akibatnya nilai tukar rupiah menguat.
Perkembangan Inflasi Tahun
Bahan Makana n
Makana n Jadi
Peruma han
Sandan g
Kesehat -an
Pendidik an
Transpo rtasi
Umum
1993
5,10
15,48
7,97
9,89
9,77
1994
13,93
9,09
6,08
4,89
9,24
1995
13,32
5,67
6,50
7,00
8,64
1996
6,32
4,72
5,77
9,69
6,47
1997
18,45
6,08
7,67
8,11
11,05
1998
118,37
94,32
47,47
98,69
86,14
38,01
55,55
77,63
1999
-5,25
3,60
5,23
6,54
3,87
5,29
5,15
2,01
2000
4,00
11,08
10,10
10,19
9,57
17,51
12,66
9,35
2001
12,03
14,48
13,59
8,14
8,92
11,9
14,16
12,55
2002
9,13
9,18
12,71
2,69
5,63
10,85
15,52
10,03
2003
-1.72
6,24
9,21
7,08
5,67
11,70
4,10
5.06
2004
6,38
4,85
7,40
4,87
4,75
10,31
5,84
6,40
2005
13,91
13,71
13,94
6,92
6,13
8,24
44,75
17,11
9,52
5,19
4,06
6,70
4,77
8,05
0.91
5,32
2006/11
Kemampuan otoritas moneter mengendalikan jumlah uang beredar ternyata berpengaruh positif bagi pengendalian inflasi dan dengan inflasi yang relatif rendah ini (bila dibandingkan dengan yang terjadi dalam tahun sebelumnya) Bank Indonesia berusaha menurunkan tingkat bunga dengan cara menurunkan tingkat bunga SBI. Data yang ada menunjukkan bahwa bila selama sebelas bulan Tahun 2006 tingkat inflasi adalah 5,32 % padahal dalam tahun 2005 inflasi mencapai 17,11%. Dipenghujung Tahun 2005 jumlah uang beredar (M2) berjumlah Rp. 1.203.215 milyar dan pada akhir bulan September mencapai Rp. 1.291396 milyar yang berarti meningkat hanya sebesar 7,33%. Nilai tukar rupiah terhadap US dollar pada akhir tahun 2005 adalah Rp.9.830 Per 1 Us dollar dan pada akhir bulan tanggal 6 Desember 2006 telah berada di sekitar Rp. 9.105 Per 1 US dollar. Tingkat bunga SBI (BI rate) pada akhir tahun 2005 mencapai % pada tangga 7 November 2006 turun hingga menjadi 10,25%. Dari penjelasan diatas dapatlah dikatakan walaupun sebelum memasuki tahun 2006 rasa pesimis begitu mencekam, namun dengan terjadinya perkembangan beberapa faktor yang berkontribusi positif pada ekonomi Indonesia secara perlahan muncul optimisme dan tahun 2006 tampaknya akan dapat ditutup dengan sedikit perasaan lega walaupun selanjutnya dalam tahun 2007 tampaknya masih dibutuhkan usaha yang sangat keras dengan penuh perhitungan. Prospek Ekonomi 2007 Lingkungan ekonomi global dalam tahun 2006 yang akan segera berakhir ini adalah lebih baik dari tahun 2005 yang lalu. Sayangnya, menurut proyeksi IMF per bulan September 2006, pertumbuhan ekonomi dunia akan mengalami penurunan dari 5,1% pada tahun 2006 menjadi menjadi 4,9% pada tahun 2007. Ekonomi Amerika yang selama beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan diatas 3%, dalam tahun 2007 Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
6
diperkirakan akan turun hingga berada dibawah 3%. Demikian juga negara-negara yang tergabung dalam Euro area pertumbuhan ekonominya akan mengalami perlambatan dari sekitar 2,4% pada tahun 2006 menjadi hanya sekitar 2,0% pada tahun 2007 yang akan datang. Berbeda dengan negara maju, pertumbuhan negara berkembang di Asia akan tetap tinggi walaupun diperkirakan mengalami sedikit penurunan dari 8,7% menjadi 8,6%. Diantara negara-negara berkembang Asia juara pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2007 yang akan datang tampaknya akan tetap dipegang oleh China ,dan kemudian disusul oleh India. Sejalan dengan perkembangan ini, IMF juga memperkirakan bahwa volume perdagangan dunia akan mengalami penciutan dan penurunan yang lebih besar akan dialami oleh negara maju. Kecenderungan perkembangan ini menunjukkan bahwa masalah daya saing akan semakin menonjol di tahun depan dan usaha untuk meningkatkan daya saing semakin penting artinya. Walaupun ekonomi Indonesia sudah keluar dari krisis tidak berarti telah tersedia waktu jeda. Menghadapi tahun 2007 yang kecenderungannya tidak lebih baik dari tahun 2006 Indonesia dituntut bekerja lebih keras untuk dapat memanfaatkan peluang yang tersedia secara optimal dalam segala bidang termasuk dalam bidang perdagangan internasional. Dengan volume perdagangan dunia yang semakin kecil dapat dipastikan persaingan antar negara akan semakin tajam dan tutuntutan agar setiap negara lebih membuka ekonominya akan semakin gencar dikumandangkan. Kegagagalam WTO dalam menggalang kerjasama perdagangan negara-negara di dunia disatu sisi menguntungkan Indonesia. Dengan kegagalan tersebut tersedia waktu bagi Indonesia untuk merapatkan barisan sebelum masuk kembali pada perlombaan gerak jalan menyeluruh. Summary of World Output (annual percent change) Ten-Year Averages 1988-97
World Advanced economies United States Euro area Japan Other advanced economies2
19982007
2005
2006
2007
3.4 2.9 3,0 … 2.9 3.6
4.1 2.6 3.1 2.1 1.3 3.3
4.9 2.6 3.2 1.3 2.6 3.1
5.1 3.1 3.4 2.4 2.7 3.6
4.9 2.7 2.9 2.0 2.1 3.3
4.1
5.9
7.4
7.3
7.2
2.3 0,9
4.3 4,0
5.4 5.4
5.4 5.3
5.9 5.0
… 7.9 4,0 2.9
5.8 7.4 4.7 2.8
6.5 9.0 5.7 4.3
6.8 8.7 5.8 4.8
6.5 8.6 5.4 4.2
Other emerging market and developing countries Religional groups Africa Central and eastern Europe Commonwealth of Indevendent States3 Developimng Asia Middle East Western Hemisphere
Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
7
Pertumbuhan Perdagangan Dan Ekonomi Dunia Dan Beberapa Negara
35.00
World Output
Advanced econom ies
United States
Euro area
China
World trade volum e (goods and services)
30.00
7.4
25.00
20.00
10.6 10.2
15.00
0
10.00
3.9
2.1
3.2
8.9 0
7.6
2.4 1.3
3.2
3.4
0 2.9 2.7
2.6
3.1
5.3
4.9
5.1
4.9
2004
2005
2006
2007
5.00
0.00
Setelah mempertimbangkan kegagalan WTO beberapa negara secara gencar menggalang kerjasama bilateral. Beberapa negara besar seperti Amerika dan Jepang dengan gencar berinisiatif membentuk kerjasama ekonomi dengan negara-negara tertentu. Dalam kerjasama tersebut usaha membuka dan mengefisienkan ekonomi selalu mendapat perhatian utama dan selalu hal yang dimintakan negara maju. Negara maju selalu minta agar segala hambatan bagi perdagangan ditiadakan melalui berbagai hal seperti halnya penurunan tarif serta privatisasi BUMN. Menyaksikan beberapa BUMN yang dewasa sebagian (terbesar) sahamnya telah berada ditangan asing, muncul dan berkembang pendapat bahwa privatisasi yang diusulkan oleh negara maju harus dilawan. BUMN apalagi yang berkaitan dengan sumber daya alam harus dikuasai dan dimiliki oleh Indonesia. Dalam APBN 2007 dengan jelas terlihat bahwa privatisasi akan terus berlangsung. Walaupun hal ini telah mendapat persetujuan dari wakil rakyat dapat dipastikan akan muncul perlawanan terhadap privatisasi tersebut. Dan perlawanan ini diperkirakan dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya riak-riak atau gelombang dalam masyarat. Karena perlawanan tersebut sangat besar kemungkinannya dimanifestasikan di jalan-jalan dalam bentuk demonstrasi maka ada kemungkinan berakibat semakin enggannya investor asing berinvestasi di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan sustainable bila yang menjadi motor penggeraknya adalah investasi. Seperti ditunjukkan dalambagan ratio Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto terhadap PDB Indonesia berkisar antara 20% sampai dengan 23%. Dengan besaran seperti ini akan sulit atau malah tidak mungkin Indonesia mencapai pertumbuhan diatas 6 %. Kalau Indonesia merencanakan pertumbuhan ekonomi sebesar 6% misalnya maka untuk itu dibutuhkan tingkat investasi sekitar 26%-30% dari PDB.
Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
8
Perkemban gan PDB dan PMDB Indo nesia 2004-2006 2,000,000
2 1.8% 1,800,000
2 2.7%
21.9%
2 2.6% 2 2.6%
2 0.4% 20.6%
25%
22.0% 2 1.6% 21.7% 21.4% 20%
1,600,000 1,400,000 15%
1,8 51,020 .6
1,3 77 ,480 .4
1,749 ,546 .9
2006-I
II
10%
5%
0 .11% 1 01,100.0
II
9 04,480.4 99 ,300 .0
2005-I
-2 .18%
4 47 ,380 .4 96 ,420 .1
IV
3.48% 2 .03% 2.17%
96,522.9
1,3 11,046 .7
-1 .50%
1 .69%
1 01 ,341 .0
3 .05% 8 62 ,759 .2 98 ,184 .9
II
2.33%
94 ,835 .1
2004-I
92 ,659 .1
200,000
8 14,406.1 84 ,948 .2
400,000
2 .53% 2.29% 3 .05% 4 02 ,591 .2 82 ,119 .0
600,000
4 27,760.3 93,708.4
800,000
1,238 ,799 .4
1,000,000
1,6 56,825 .7
1,200,000
0%
-
-5%
III
III
IV
III
IV
Dengan demikian yang menjadi pertanyaan adalah, apakah Indonesia mampu menggerakkan para investor, yaitu investor nasional dan investor asing menanamkan modalnya di Indonesia. Studi yang dilakukan oleh IMF memberi gambaran bahwa bila Indonesia berkeinginan menanamkan modalnya di Indonesia (green investment) Indonesia harus mampu menjadikan dirinya kondusif bagi penanaman modal. Net Capital Flows (Milllion US$)
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Total Private capital flows, net2 Private direct investment, net Private portfolio flows, net Other private capital flow, net Official flows, net Change in reserves3
64.6
77.3
165.6
205.9
238.5
211.4
182.2
179.4
150.6
159.1
176.9
255.9
263.3
246.1
-78.2
-91.7
-10.9
13.9
3.2
-31.1
-4.6
-36.6
18.4
17.3
15.1
-20.6
-20.8
-59.2
-3.3
-4.3
-53.1
-64.7
-151.8
-238.7
-174.1
-121.9
-200.6
-362.7
-513.5
-592.5
-666.3
-747.9
87.1
133.3
229.6
303.8
514.7
666.8
720.4
Memorandum Current account4
Hasil studi yang dilakukan IMF seperti tertera dalam Tabel diatas menunjukkan bahwa menurut perkiraan jumlah nilai investasi swasta bersih akan turun dari US$ 263.3 milyar pada tahun 2006 menjadi US$ 246,1 milyar pada tahun 2007. Selama tahun 2006 yang lalu pemerintah telah berusaha keras mengundang investor asing menanamkan modalnya di Indonesia. Tetapi hasilnya jauh dari yang diharapkan.
Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
9
Perkembangan PMDN & PMA Realisasi PMA (US$ Milyar)
Realisasi PMDN (Rp. Milyar)
3 5,00 0.0
10,000.0
9,000.0 3 0,00 0.0
8,000.0 2 5,00 0.0
7,000.0
6,000.0 2 0,00 0.0
5,000.0
9,877.4 8,914.6
30,665.0 15 , 0 0 0 . 0
4,000.0 22,038.0
3,000.0
5,450.4
10 , 0 0 0 . 0
4,601.1 2,000.0
3,484.4
4,480.7
15,264.7
3,085.3
12,029.3 5,00 0.0
11,890.0
13,545.9
9,880.8
1,000.0
-
-
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006/10
Untuk dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dibutuhkan investasi yang besar. Sayangnya perkembangan PMA dan PMDN dalam beberapa tahun belakangan ini dan khususnya pada tahun 2006 sangat jauh dari harapan. Walaupun pemerintah telah berusaha keras mengundang para investor agar bersedia menanamkan modalnya di Indonesia tetapi undangan ini belum ditanggapi secara memadai. Data yang tersedia menunjukkan (lihat grafik diatas) bahwa Realisasi Nilai Penanaman Modal Asing selama sepuluh bulan pertama tahun 2006 baru mencapai 50,3% dari nilai realisasi PMA pada tahun 2005. Selanjutnya realisasi nilai PMDN sampai dengan akhir bulan Oktober 2006 baru mencapai 44,2% dari nilai realisasi PMDN selama tahun 2005. Perkembangan yang tidak diinginkan ini tampaknya perlu mendapat perhatian serius. Langkah-langkah konkrit untuk menjadikan Indonesia menarik bagi para investor sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi. Menjadikan pasar tenaga kerja flexible sekarang sudah menjadi keharusan dan membebani pengusaha secara tidak sepadan justru akan menyebabkan para pekerja mengalami kesulitan. Selama ini seolah ada anggapan dan keyakinan bahwa kepentingan buruh dan majikan selalu berjalan berlawanan arah. Pendapat seperti ini diyakini oleh para buruh dan pimpinan serikat buruh pada umumnya. Dalam manajemen modern telah diyakini bahwa kepentingan buruh dan majikan berjalan bergandengan dan saling mendukung. Buruh akan mendapat reward sesuai dengan produktifitasnya dan manajemen selalu berusaha meningkatkan produktifitas karyawanannya. Kalau disimak dengan tenang, dengan jelas terlihat bahwa selama ekonomi mengalami pertumbuhan maka lapangan kerja baru akan tercipta. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi dapat dipastikan bahwa jumlah lapangan kerja baru yang tercipta akan semakin besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selama Indonesia dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi maka ketakutan para buruh kehilangan mata pencaharian dan/atau pendapatan sebenarnya tidak perlu terjadi. Data statistik dengan jelas menunjukkan bahwa jumlah pekerja di Indonesia selalu bertambah banyak seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Adalah tidak dapat dihindari bahwa dalam interaksi ekonomi apalagi dalam persaingan yang semakin tajam dewasa ini dan dalam tahun-tahun mendatang, beberapa perusahaan tidak dapat mempertahankan eksistensinya dan terpaksa gulung tikar. Peristiwa seperti ini adalah kejadian yang lumrah di seluruh dunia. Karena sudah merupakan kejadian yang lumrah beberapa negara mencari jalan keluar agar mereka yang terkena PHK atau yang kehilangan pekerjaan sementara waktu (menunggu mendapat pekerjaan baru) tidak terlalu mengalami kesulitan. Cara yang ditempuh adalah dengan cara mengembangkan dan mengimplementasikan asuransi ketenagakerjaan. Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA 10
Bagi setiap pekerja (yang telah masuk assuransi) akan mendapat sejumlah dana selama beberapa bulan bila ia di PHK atau kehilangan pekerjaan. Jumlah dan lama pemberian dana tersebut disesuaikan dengan kebutuhan hidup dan waktu yang rasional mendapat pekerjaan baru. Jumlah dana yang diberikan tidak terlalu besar dan waktu pemberian dana tidak terlalu lama dengan maksud agar si karyawan berusaha terus mencari pekerjaan. Mempertimbangkan jumlah karyawan di Indonesia dan dikaitkan dengan teknologi yang tersedia, mengembangkan asuransi yang dimaksudkan tidak terlalu sulit. Ini berarti menuntut majikan untuk memberi pesangon yang berlebih bukanlah pilihan yang terbaik bagi Indonesia karena sebagai akibatnya para investor sudah enggan masuk ke Indonesia. Yang lebih tepat adalah membangun dan mengembangkan asuransi ketenagakerjaan yang dapat menciptakan rasa aman bagi para pekerja. Tingginya tingkat pengangguran dan besarnya jumlah yang menganggur dan setengah penganggur di Indonesia harus ditangani secara baik dan tepat. Jumlah penganggur yang besar ini setiap saat dapat menjadi sumber terjadinya gangguan keamanan bukan hanya di daerah perkotaan tetapi juga di daerah-daerah pedesaan. Cara yang terbaik untuk mengatasi hal ini adalah dengan cara menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan bersamaan dengannya meningkatkan daya serap tenaga kerja dari peningkatan aktipitas ekonomi yang tercipta atau diciptakan. Dalam tahun 2006 ini pemerintah telah berhasil menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berarti tetapi masih lebih rendah dari yang direncanakan sebelumnya. Walau demikian kita menyaksikan bahwa ditengah pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, Indonesia masih mengalami pertambahan jumlah pengangguran, dan dengan roda perputaran ekonomi yang relatif cepat tersebut jumlah penduduk miskin belum dapat dikurangi secara memadai. Salah satu masalah ekonomi yang perlu dicari pemecahannya adalah masalah daya serap tenaga kerja. Studi empiris menunjukkan bawa daya serap ekonomi Indonesia dalam menciptakan lapangan kerja dalam beberapa tahun belakangan ini mengalami penciutan yang sangat berarti.
Daya Serap Tenaga Kerja Ekonomi 1993-2003 1993
PDB (Konstan Price) Bekerja Mencari Kerja
2003
329.8
444.5
78,701,328
90,784,917
2,330,414
9,531,090
Pertambahan PDB
34.79%
Pertambahan Pekerja
15.35%
Pertambahan Pekerja
12,083,589
AD Labour/AD PDB
347,344.32
Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
11
Perkembangan Kesempatan Kerja 2001
PDB (Konstan Price) Bekerja Mencari Kerja
2002
2003
2004
2005
1,443.0
1,506.1
1,579.6
1,656.8
1,749.5
90,807,417
91,647,166
92,810,791
93,722,036
94,048,118
8,005,031
9,132,104
9,820,011
10,251,351
10,854,254
Pertambahan PDB
3.83%
4.38%
4.88%
5.13%
5.60%
Pertambahan Pekerja
1.08%
0.92%
1.27%
0.98%
0.35%
Pertambahan Pekerja AD Labour/AD PDB
969,687
839,749
1,163,625
911,245
326,082
253,338.44
191,851.79
238,656.44
177,658.18
58,228.93 152,572
Dari dua Tabel diatas bahwa daya serap tenaga kerja dari ekonomi Indonesia mengalami penurunan secara drastis. Secara rata-rata selama tahun 1993-2003 setiap pertambahan PDB sebesar 1% dapat menciptakan lapangan kerja baru sekitar 347 ribu, tetapi untuk periode 200-2005, secara rata-rata setiap kenaikan PDB satu % hanya dapat menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 152 ribu orang. Menyimak perkembangan ini dapatlah dikatakan, membiarkan industri-industri padat tenaga kerja, seperti industri tekstil, pakaian jadi, dan industri alas kaki terpuruk dan tanpa uluran tangan dari otoritas ekonomi terkait adalah tindakan yang tidak bijaksana terlebih bila kita memahami bahwa industri-industri yang sedang booming dalam beberapa tahun belakangan ini adalah industri padat modal yang berbasiskan ilmu pengetahuan. Kita dapat menyaksikan bagaimana cepatnya pertumbuhan industri yang berkaitan dengan telekomunikasi, tetapi kita juga layak bertanya, apakah sumbangan industri tersebut dalam menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan cukup berarti. Dan selanjutnya apakah nilai tambah yang diciptakan industri ini dapat dinikmati secara memadai oleh masyarakat. Menyimak perkembangan ini dapat dikatakan perlu melakukan tindakan yang terfokus dengan cara menentukan industri-industri tertentu yang dapat dijadikan sebagai lokomotif bagi pertumbuhan industri. Industri yang dimaksudkan selain mempunyai daya saing yang dapat dikembangkan juga harus mempunyai keterkaitan yang kuat dengan industri lainnya terlebih industri yang padat tenaga kerja Dalam beberapa waktu belakangan ini sering dikemukakan oleh para ekonom dan para akademisi dan pelaku usaha bahwa masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia adalah masalah daya saing. Begitu banyak waktu yang digunakan untuk membahas masalah daya saing Indonesia sampai-sampai yang dimaksudkan dengan daya saing menjadi tidak jelas. Data hasil penelitian dari berbagai lembaga penelitian menyatakan bahwa ranking daya saing Indonesia berada diurutan yang sangat rendah selama beberapa tahun terakhir ini sehingga dengan gambaran seperti muncul kesan bahwa Indonesia hanya akan menunggu lonceng kematiannya, apalagi setelah menyaksikan dalam beberapa waktu belakangan ini produk-produk buatan China “menyerbu” Indonesia.
Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
12
Peringkat Daya Saing Indonesia (Menurut World Competitiveness Report) No.
Negara
1998
2000
2001
2002
2003
2004
2005
1
1
USA
1
1
1
1
1
1
2
Singapura
2
2
3
8
4
2
3
3
Malaysia
12
26
28
24
21
16
28
4
Korea
36
29
29
29
37
35
29
5
Jepang
20
21
23
27
25
23
21
6
Cina
21
24
26
28
29
24
31
7
Thailand
41
31
34
31
30
29
27
8
Indonesia
40
43
46
47
57
58
59
9
Argentina
-
42
45
48
58
59
58
Venezuela
-
46
49
46
59
60
60
(n=49)
(n=49)
(n=49)
(n=49)
(n=59)
(n=60)
(n=60)
10
Jumlah Negara (n)
Dengan mengartikan competitiveness sebagai sekumpulan faktor, kebijakan dan kelembagaan yang menentukan tingkat produktifitas suatu negara (Competitiveness is defined as the set of factors, policies and institutions that determine the level of productivity of a country) kiranya menjadi jelas bahwa urusan peningkatan daya saing bukan urusan yang sederhana tetapi urusan yang sangat rumit dan jangkauannya sangat luas dan melibatkan berbagai pihak baik dalam pemerintahan maupun yang diluarnya. Faktor yang mempengaruhi tingkat produktifitas suatu negara adalah banyak yang tersebar di berbagai bidang. Selanjutnya faktor-faktor yang dimaksudkan berbeda antara satu negara dan negara lainnya dan itu tergantung kepada tingkat perkembangan dari ekonomi negara tersebut, dan bobot pentingnya faktor tersebut berubah dari waktu ke waktu. Ini berarti bahwa langkah pertama dan utama untuk meningkatkan daya saing adalah pengenalan diri sendiri. Pekerjaan ini adalah pekerjaan yang tidak mudah walaupun kelihatannya sangat sederhana. Untuk mengenal diri sendiri seperti yang dimaksudkan paling sedikit harus ada pemahaman akurat dan memadai mengenai: 1. Stabilitas ekonomi makro ; 2. Keberadaan dari berbagai kelembagaan (apakah ada independensi sistim peradilan, apakah korupsi terjadi pada pemerintahan, pengadilan, perusahaanperusahaan, tingkat kesehatan dan pendidikan). 3. Apakah pemerintah bertindak dengan cara effisien atau justru dengan cara sektarian. 4. Apakah pasar bekerja secara effisien 5. Apakah pasar tenaga kerja fleksibel. 6. Apakah pasar barang dan keuangan flexible. 7. Apakah terdapat penemuan (innovation) dan bagaimana kemampuan menerima menerapkan kemajuan teknologi. Dengan mengetahui keberadaan hal-hal yang mempengaruhi produktifitas tersebut para pembuat keputusan akan dapat melakukan berbagai tindakan untuk mempengaruhi factor-faktor yang dimaksudkan dan selanjutnya akan menciptakan peningkatan produktifitas dan atau daya saing. Selama ini beberapa faktor khususnya nomor 2 dan nomor 5 dianggap sangat mempengaruhi daya saing Indonesia yaitu faktor birokrasi, implementasi hukum dan ketenagakerjaan . Tampaknya prioritas perlu diberikan untuk memecahkan hal ini. Masalah ketenagakerjaan tampaknya harus Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
13
ditempatkan di depan karena semakin lama maka usaha mempengaruhinya dapat dipastikan akan semakin sulit (dengan mudah di politisasi). Seperti diketahui tidak lama lagi Indonesia akan melaksanakan Pemilu kembali. Sudah dapat diperkirakan semua Partai Politik pada tahun 2007 yang akan datang akan mulai memasang ancang-ancang untuk merebut hati masyarakat. Kalau hal tersebut dilakukan oleh partai politik dalam bingkai kepentingan nasional tidak akan menimbulkan persoalan. Tetapi seperti yang sudah-sudah dalam merebut hati masyarakat partai politik selalu mengedepankan kepentingan partainya diatas kepentingan nasional. Oleh karenanya alangkah baiknya masalah ekonomi yang bersinggungan dengan masalah masyarakat banyak (masalah ketenaga kerjaan misalnya) diselesaikan secara cepat sebelum diperpolitisir secara berlebih Peningkatan daya saing nasional adalah pekerjaan yang harus dilakukan secara serius oleh semua pihak terkait. Untuk ini diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang daya saing nasional tersebut bila dilihat dari berbaga sudut pandang. Dari data yang tersedia dan kecenderungan yang terjadi dapat dikatakan ketidakmerataan daya saing masing-masing kelompok usaha/perusahaan dapat menjadi sumber bagi muncul dan berkembangnya ketidaktenteraman di Indonesia. Dengan kata lain kepincangan daya saing (kemampuan) para pengusaha sangat potensial memicu keributan baik di pusat maupun daerah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa jumlah seluruh unit usaha (kecil, menengah dan besar) di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 jumlahnya mencapai 43.711.480 unit (terdiri dari 43.641.094 usaha kecil, 66.318 usaha menengah, dan 4.068 usaha besar), dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 44.693.759 unit ( terdiri dari 44.621.823 unit usaha kecil, 67.765 unit usaha menengah, dan 4.171 unit usaha besar). Yang menarik adalah seandainya Output per tenaga kerja (PDB per tenaga kerja) dapat dijadikan sebagai ukuran produktifitas maka pada tahun 2004 yang lalu dapat dikatakan bahwa : 1. Produktifitas setiap pekerja di Perusahaan Besar adalah 29,24 kali lebih besar dari produktifitas mereka yang bekerja di Perusahaan Kecil. 2. Produktifitas setiap pekerja di Perusahaan Besar adalah 6,34 kali lebih besar dari produktifitas mereka yang bekerja di Perusahaan Menengah; 3. Produktifitas setiap pekerja di Perusahaan Besar adalah 22,40 kali lebih besar dari produktifitas mereka yang bekerja pada UKM. Dan pada tahun 2005 yang lalu gambarannya adalah: 1. Produktifitas setiap pekerja di Perusahaan Besar adalah 33,04 kali lebih besar dari produktifitas mereka yang bekerja di Perusahaan Kecil. 2. Produktifitas setiap pekerja di Perusahaan Besar adalah 7,11 kali lebih besar dari produktifitas mereka yang bekerja di Perusahaan Menengah; 3. Produktifitas setiap pekerja di Perusahaan Besar adalah 25,32 kali lebih besar dari produktifitas mereka yang bekerja pada UKM. Menyimak perkembangan ini dapat dikatakan bahwa bila Indonesia tidak berusaha melakukan percepatan atau memberi perhatian yang lebih besar kepada UKM maka posisi mereka akan semakin sulit. Hanya dengan pemberian usaha ekstra dalam peningkatan produktifitas kepada UKM usaha peningkatan daya saing nasional akan menjadi lebih bermakna. Bila kita menyimak data yang dikemukakan diatas secara kritis, kita dengan mudah dapat memahami mengapa UKM di Indonesia semakin nyaring keluhannya. Hasil olah cepat Pendaftaran Perusahaan/Usaha (Sensus Ekonomi 2006) menunjukkan bahwa jumlah total unit usaha meningkat secara berarti dan terlihat indikasi bahwa keberadaan UKM tidak bertambah baik. Perbedaan produktifitas antara Perusahaan Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
14
UKM tidak bertambah kecil tetapi justru bertambah besar. Hampir dapat dipastikan keberadaan perusahaan menurut skala dan produktifitas seperti yang dikemukakan akan menjadi issu politik pada tahun 2007 yang akan datang. Oleh karenanya sudah selayaknya bila dari sekarang berbagai usaha yang dibutuhkan untuk menghadapinya dilakukan secara tepat. Sangat besar kemungkinan ketidakmampuan usaha kecil dan menengah (UKM) menghadapi perusahaan besar atau bersaing dengan perusahaan besar akan menjadi pemicu muncul dan berkembangnya protes kepada pemerintah. Masuknya retailer dengan skala ekonomi besar dalam perputarannya akan semakin mempersulit para retailer kecil dan hal ini telah mengemuka dalam beberapa bulan terakhir ini. Kalau dikaji lebih jauh, ternyata sudah ada aturan (Perda) yang mengatur tata ruang dan keberadaan para retailer menurut skala usaha tertentu. Tetapi yang terjadi adalah peraturan tersebut tidak di jalankan bahkan Pemerintah Daerah terus memberi izin kepada retailer skala besar untuk berusaha diwilayah yang sebelumnya merupakan wilayah UKM. Sekarang keadaannya di Jakarta sudah pada ambang “lampu kuning” yang kalau disundut (secara politik) akan menjadi masalah besar. Salah satu faktor yang dianggap berpengaruh negatif bagi perputaran roda ekonomi Indonesia adalah sektor perbankan.
1,216,813
Perkembangan Kredit dan Dana Perbankan
1,134,087
1,400,000
365,410
307,594
269,000
741,082
90.0%
37.34%
38.02%
2000
2001
80.0% 70.0% 60.0%
60.81%
60.90%
57.36%
50.0%
48.53% 40.0%
43.24% 200,000
110.0% 100.0%
689,663
553,548
600,000
400,000
902,325 437,943
800,000
845,015
720,379
809,126
1,000,000
965,079
1,200,000
120.0%
30.0%
-
20.0% 2002
Total Kredit
2003
2004
Total Dana
2005
2006/9
LDR
Dari diagram diatas kita dapat melihat bahwa jumlah dana yang memasuki sektor perbankan dan kredit yang disalurkan terus mengalami peningkatan. Namun kalau ditelah lebih jauh dapat diketahi bahwa aliran pemerian kredit tersebut kepada yang membutuhkannya dirasakan sangat lamban, dan ini tercermin dari LDR yang masih berkutat pada angka sekitar 60%. Beberapa waktu belakangan ini sering dikemukakan bahwa yang menjadi faktor penghalang bagi bank-bank menyalurkan kredit ke sektor riil adalah karena bankbank sulit menemukan perusahaan yang dianggap “patut “ dibiayai. Penjelasan seperti ini sangat sulit untuk diterima. Sudah sangat sering dikemukakan oleh para pelaku usaha bahwa mereka sangat membutuhkan kucuran kredit agar dapat mengembangkan usahanya atau agar dapat mempertahankan eksistensinya di pasar. Melihat kecenderungan yang terjadi tampaknya dalam tahun 2007 yang akan datang usaha mempertemukan kedua kepentingan yang saling mengisi ini perlu dilakukan. Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
15
Sebagai akibat ketidakmampuan bank-bank menemukan nasabah yang diinginkannya maka bank-bank mencari jalan keluar agar banknya tidak mengalami kerugian besar. Tindakan yang dilakukan adalah menanamkan uangnya dalam SBI. Posisi Net dan Bunga SBI 2004-2006 Posisi Net
Bunga SBI
200,000
14.00
180,000
12.00
160,000 10.00
140,000 120,000
8.00
100,000 6.00
80,000 60,000
4.00
40,000 2.00
20,000 -
-
Perkembangan CAR, Dan BOPO Bank Umum
130
123.26
120 110
20.80
20.47
20.71
Jun.06
Jul.06
Apr.06
Mei.06
21.84
21.53
Mar.06
22.03 Mei.05
21.66
21.21 Apr.05
21.28
22.09
21.75 Mar.05
Jan.06
22.35
Nov.04
Des.04
Jan.05
19.77
19.42
Okt.04
Feb.05
20.78
20.44
Sept.04
88.14
18.45
18.94
19.43
19.44
19.69
19.30
Jul.05
Sept.05
Okt.05
Nov.05
Des.05
30
Aug. 05
40
19.51
50
Jun.05
% (Per Tahun)
88.77
91.70
89.50
98.05
90.94
101.11
91.10
102.67
88.84
81.16
90.05
81.22
88.79
81.19
75.20
81.35
60
76.64
80.78
83.61
70
84.82
80
94.97
90
Feb.06
100
20 10 0
CAR
BOPO
Dari diagram diatas dapat kita lihat bahwa posisi net SBI cenderung mengalami peningkatan dalam tahun 2006 setelah mencapai titik terendah pada bulan Oktober 2005. Bagaimanapun juga ini memberi gambaran bahwa mereka yang mempunyai dana termasuk perbankan lebih memilih untuk menanamkan modalnya di SBI. Sebagai akibatnya kita juga melihat bahwa BOPO (Biaya Operasional/Pendapatan Operasional) dan CAR perbankan tidak mengalami perbaikan yang berarti bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Karena ekonomi Indonesia pada tahun 2007 yang akan datang akan sangat ditentukan oleh berfungsinya intermediasi perbankan maka sangatlah tepat bila hal-hal yang menyangkut penyaluran kredit dikaji secara mendalam dan dicari jalan keluarnya secara tepat. Usaha pemberantasan korupsi dan tindakan kejahatan ekonomi seperti illegal logging, penyeludupan, serta perjudian selama tahun 2006 telah menunjukkan hasil yang berarti. Namun demikian keberhasilan tersebut belum mampu menjadikan usaha yang dilakukan aparat pemerintah/negara menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan masyarakat. Bahkan dapat dikatakan menjelang tahun 2007 dan selama tahun 2007 akan muncul perlawanan atau tindakan yang tidak mendukung usaha tersebut. Masih segar dalam ingatan kita, masalah pemberian parsel dan pemberian ucapan terima kasih kepada pejabat pemerintah dipersoalkan ditengah masyarakat secara berlebih. Ditengah kuatnya keinginan aparat hukum untuk menciptakan efek jera dengan menayangkan di media masa atau televisi para koruptor, berbagai komentar Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA 16
bermunculan secara berlebih dan kalau ditangani secara baik akan menjadikan usaha pemberantasan korupsi menjadi lumpuh. Perlawanan terhadap kebijakan pemerintah khususnya dibidang-bidang tertentu diperkirakan akan terus meningkat. Oleh karenanya pihak-pihak terkait dan terutama Polri, KPK dan Kejaksaan perlu menanggapinya secara tepat dan effektif. Salah satu cara yang tepat adalah dengan memberi informasi kepada masyarakat secara memadai dan dengan informasi tersebut usaha agitasi atau penyebaran issu-issu yang tidak benar apalagi yang bersifat melawan tidak mempunyai pengaruh. Penutup Dalam tahun 2007 yang akan datang masalah politik secara perlahan tetapi pasti akan tampil kedepan dan masalah ekonomi yang dipolitisasi akan semakin sering terjadi. Ini berarti bahwa kebijakan ekonomi yang dapat dikategorikan sebagai kebijakan ekonomi yang terbaik mungkin saja tidak feasible secara politik. Bagaimanapun juga para politikus akan mulai memasang ancang-ancang untuk memenangkan hati rakyat dalam pemilu 2009 yang akan datang. Sikap membela masyarakat banyak walaupun tidak didukung oleh data atau bahkan bukan solusi yang baik akan “diperjuangkan” sehingga dapat mempengaruhi secara negatif perkembangan ekonomi dan keamanan atau ketenteraman masyarakat. Oleh karenanya dari para pembuat keputusan ekonomi dibutuhkan kepekaan terhadap masalah tersebut agar resiko yang mungkin muncul adalah yang paling minimal bagi ekonomi Indonesia. Seperti dikemukakan sebelumnya, masalah kemiskinan, kesempatan kerja, dan keberadaan UKM adalah masalah yang sangat menonjol dalam tahun 2007 yang akan datang. Berhadapan dengan keadaan ini diharapkan otoritas ekonomi dapat memberi tanggapan yang dalam perputarannya dapat menjadikan kegiatan usaha padat modal bergerak atau berkembang lebih cepat, usaha UKM mendapat fasilitas yang lebih berarti seperti halnya dalam pemberian pemberian kredit dan bila memungkinkan keringanan fiskal. Yang tidak kalah penting adalah bagaimana agar UKM merasa tidak terbebani tetapi merasa ditarik atau tertarik berkembang oleh usaha besar. Untuk menjaga agar Pilkada tidak menjadi sumber ketidaktenteraman terapi kejut dalam hal yang berkaitan dengan korupsi yang muncul sebagai akibat mahalnya biaya mengikuti pilkada tampaknya perlu dilakukan. Rencana pemerintah mewujudkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 % dalam tahun 2007 yang akan datang sangat tergantung kepada ketenteraman yang dapat diciptakan, kemampuan Indonesia menciptakan ekonomi yang kondusive bagi para investor dan bersedia tidaknya para investor menanamkan modalnya di Indonesia. Karena pengangguran dan kemiskinan tidak dapat dihilangkan dalam waktu singkat maka penanganan eksternality dari kedua penyakit ekonomi ini harus dilakukan secara bijaksana dan sitematis. Kenyataan membuktikan bahwa yang menjadi motor penggerak dari berbagai gerakan yang menimbulkan ketidaktenteraman adalah mereka yang tergolong terdidik. Menghadapi hal ini mungkin cara yang tepat dilakukan adalah dengan cara berdiskusi dan atau berdebat secara efektif tentang suatu persoalan yang mengundang beda pendapat. Paling tidak dengan diskusi dan perdebatan masing-masing pihak memahami dan mengerti cara pikir pihak lainnya. Seperti biasanya menjelang akhir tahun kegiatan ekonomi akan meningkat. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan seperti halnya inflasi berlebih, maka perlu dijaga agar arus barang dan jasa tidak terhambat. Ketersediaan kebutuhan dasar seperti beras, Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
17
minyak tanah dan lainnya perlu dijaga agar jangan sampai muncul kelangkaan yang dapat menimbulkan gangguan bagi ketenteraman. Manifestasi dari kepincangan dalam ekonomi akan terlihat dari kegiatan masyarakat menjelang akhir tahun. Agar tidak terjadi kecemburuan dari sebagian masyarakat dan khususnya masyarakat tidak mampu, alangkah tepat bahwa kegiatan menyambut natal dan tahun baru dapat diarahkan pada peningkatan kesetikawanan sosial atau kebersamaan masyarakat Indonesia. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa dari sudut pandang ekonomi, kegiatan ekonomi tahun 2006 tidak akan menimbulkan berbagai persoalan besar bagi keamanan dan ketenteraman asal saja bila timbul riak-riak maka pihak terkait dengan cepat dan tepat dapat menanganinya.
-----------------------------
Evaluasi Ekonomi 2006 dan Prospek 2007 – LP3E KADIN INDONESIA
18