PROSIDING Seminar Nasional PROFESIONALISME TENAGA KESEHATAN BERBASIS KELAUTAN MENUJU MEA 2015
Tim Editor: Lukman La Basy Heru Santoso Wahito Nugroho Sahrir Sillehu Taufan Umasugi Risman Tunny Hamka Sangkala Astuti Tuharea Suparji
ISBN 978-602-1081-12-9
Penerbit: Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES) 2015
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015
Prosiding Seminar Nasional: PROFESIONALISME TENAGA KESEHATAN BERBASIS KELAUTAN MENUJU MEA 2015 Tim Editor: Lukman La Basy Heru Santoso Wahito Nugroho Sahrir Sillehu Taufan Umasugi Risman Tunny Hamka Sangkala Astuti Tuharea Suparji Penerbit: Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES) 2015
Halaman---------- ii ------------ ISBN 978-602-1081-12-9
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015
Prosiding Seminar Nasional: PROFESIONALISME TENAGA KESEHATAN BERBASIS KELAUTAN MENUJU MEA 2015 Tim Editor: Lukman La Basy Heru Santoso Wahito Nugroho Sahrir Sillehu Taufan Umasugi Risman Tunny Hamka Sangkala Astuti Tuharea Suparji ISBN 978-602-1081-12-9 Penerbit: Forum Ilmiah Kesehatan (Forikes) Sekretariat: Jalan Cemara, RT.01, RW.02 Ds./Kec. Sukorejo, Ponorogo Telepon: 085853252665, 081335718040 Email:
[email protected] Website: www.forikes.webs.com Desain Sampul dan Tata Letak: Heru Santoso Wahito Nugroho Cetakan Pertama, 2015 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang menggandakan buku ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit Dipublikasikan atas kerjasama antara SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MALUKU HUSADA dengan FORUM ILMIAH KESEHATAN (FORIKES)
Halaman---------- iii ------------ ISBN 978-602-1081-12-9
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015
SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL: PROFESIONALISME TENAGA KESEHATAN BERBASIS KELAUTAN MENUJU MEA 2015 DI AMBON, TANGGAL 12 NOVEMBER 2015
Pembina Pengawas
: Ny. Rasma Tunny, S.Sos : Lukman Labasy, S.Farm.,M.Sc.,Apt M.Dahlan Sely, SE Astuti Tuharea, SH.,MH Ketua : Aulia Debby Pelu, S.Farm.,M.Farm.,Apt Sekertaris : Ira Sandi Tunny, S.Si.,M.Kes Bendahara : Melawati Wakano, S.ST Seksi Acara : Ns. Larahmat Wabula , S.Kep Wiwi Rumahloat, S.Pd., M.Si. Med Dewi quril Malasari Ely, S.S.,M.Pd Nurdiana Pelupessy, S.ST Indah Susanti, S.kep Fatmy F. Soulisa, S.Kep Ns. Endha Fitriasari, S.Kep Hasna Tunny, S.Kep Seksi Ilmiah : Epi Dusra, S.KM.,M.Kes Maritje S.J. Malisngorar, S.Si.,M.Sc M.Taufat Umasugi, S.Kep.,M.Kes Luthy Latuconsiana, S.KM Rahma Tunny, S.GZ Seksi Perlengkapan : Abubakar Lating, SE Ns. Mirdat Hitiauth, S.Kep Ima Soumena, S.Kom Nurhafsiana Bachtiar, S.Pd Edi Sugiarto, SKM M.Nur Tunny Seksi Humas Dan dokumentasi: Risman Tunny, S.Farm.,M.Farm.,Apt Hamka, SP., M.Si Idham Soamole, S.Kep Ns. Ratnasari Rumakey, S.Kep Sataria Soumena, SE Wa. Jumaria Urata, S.Km Busran Tunny Narasumber : Prof. Dr. Yoes Prajitna Dahlan, dr., M.Sc., SpPark Prof Dr. C.A Nidom M.Suhfy Madjid, ST Harif Fadilah, S.Kp.,SH Dr.M. Hadi, M.Kes I. Made Kariasa, S.Kp., M.Kep
Halaman---------- iv ------------ ISBN 978-602-1081-12-9
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015
KATA PENGANTAR Puji Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, prosiding seminar nasional ini dapat terselesaikan. Prosiding ini merupakan kumpulan artikel dari para peneliti, dalam bidang kesehatan dari berbagai daerah di Indonesia. Artikel yang disajikan meliputi ringkasan hasil penelitian yang disusun secara sistematis. Tim editor dan panitia pelaksana seminar nasional dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelenggaraan seminar ini, khususnya kepada para peserta seminar nasional yang telah berpartisipasi untuk menyukseskan acara seminar nasional. Kami berharap bahwa seminar ini dapat berlanjut pada masa-masa selanjutnya, oleh karena itu dukungan dari semua pihak yang terkait sangat kami harapkan, terimakasih. Tim Editor
Halaman---------- v ------------ ISBN 978-602-1081-12-9
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 DAFTAR ISI Sampul ----- i Halaman judul pertama ----- ii Halaman judul kedua ----- iii Susunan panitia ----- iv Kata pengantar ----- v Daftar isi ----- vi FAKTOR SOSIAL BUDAYA YANG MEMPENGARUHI KEJADIANMALARIADI DESA SERIHOLO KECAMATAN AMALATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 Ira Sandi Tunny, Idham Soamole, Anna Jelischa Corputty (1) PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRIH TERHADAP KEJADIAN FLOUR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 3 SERAM BARAT KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 Fitria F. Soulissa, Epi Dusra, C.H. Drakel (7) GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWI TENTANG KEJADIAN KEPUTIHAN PADA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEMESTER II, IV, DAN VI STIKes MALUKU HUSADA KAIRATU TAHUN 2015 Greny Rahakbauw, Risman Tunny, M. Wakano (14) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KADAR GULA DARAH PADA KLIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN BULA KECAMATAN BULA KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR TAHUN 2015 Risman Tunny, La Rakhmat Wabula, Aziza. W (18) PENGARUH KOMPRES HANGAT JAHE (ZINGIBER OFFICINALE ROSCOE) TERHADAP SKALA NYERI PADA PENDERITA ARTHRITIS GOUT DI DUSUN WAIMITAL DESA WAIMITAL KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROPINSI MALUKU TAHUN 2015 Lukman La Basy, Aziza W, La Rakhmat Wabula (24) TINGKAT KECEMASAN SISWI REMAJA USIA 12 – 14 TAHUN YANG MENGALAMI MENARCHE DI SMPN 4 WAIMITAL KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT Lukman La Basy, Kaliky D, Samiun I (30) HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM PENANGANAN AWAL DIARE PADA ANAK PRASEKOLAH DI DESA WAISARISSA KECAMATAN KAIRATU BARAT Nur Baharia Marasabessy, Endah Fitriasari, Aulia Deby P (34) GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TALAGA KAMBELO KECAMATAN HUAMUAL KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 Ira Sandi Tunny, Endah Fitriasari, Farid Tomagola (39) GAMBARAN KEJADIAN SECTIO CAESAREA BERDASARKAN KARAKTERISTIK OBSTETRI DI RSUD Dr. M HAULUSSY AMBON PROVINSI MALUKU Epi Dusra, Pelupessy N, Latupono. F (43) HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI DESA KAMARIAN KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT M.Taufan Umasugi, Ira Sandy Tunny, Idham Soamole (48)
Halaman---------- vi ------------ ISBN 978-602-1081-12-9
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN HIGH HEELS DENGAN KEJADIAN ARTHRALGIA PADA Staf STIKes MALUKU HUSADA KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROPINSI MALUKU TAHUN 2015 Lukman La Basy, Samal A, Nurmalina Wati D (51) BARBARA (BAKSO CAMPUR BROKOLI DAN WORTEL) SEBAGAI WUJUD DIVERSIFIKASI PANGAN LOKAL BERDAYA SAING GLOBAL Ozha Octa Sandira, Antika Marta, Heru Santoso Wahito Nugroho, Suparji (55) FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PERAWAT DI RSUD PIRU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU DALAM MENGIKUTI PENDIDIKAN PERAWAT LANJUTAN TAHUN 2015 Lukman La Basy, Irhamdi A, Tomy A Wael (60) GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PELAKSANAAN EMERGENCY MIDICAL SYSTEM PADA MASYARAKAT KELOMPOK KHUSUS POLISI LALULINTAS DI KOTA AMBON 2015 Hamdan Tunny, Tina Amna Ningsih, Saifa Ibrahim (68) HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN NELAYAN PENYELAM TENTANG MENYELAM DENGAN KEJADIAN BAROTRAUMA DI DUSUN WAIMULI DESA NEGERI LIMA KECAMATAN LEIHITU KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2015 M Taufan Umasugi, Moh. Dahlan Sely, Sarno Saode S (74) HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA WAIMITAL KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 Risman Tunny, Aipassa F., Rumau S.S. (78) GAMBARAN PENGETAHUAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI TERHADAP PERTOLONGAN PERTAMA PADA KORBAN KECELAKAAN TENGGELAM DI DESA HUALOY KECAMATAN AMALATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 M. Taufan Umasugi, Sehat Sillehu, Moh. Dahlan Sely (84) HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA HILA KECAMATAN LEIHITU KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2015 Risman Tunny, Aipassa F, Taniloton S (90) PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DI LINGKUNGAN KANTOR STIKES MALUKU HUSADA TAHUN 2015 Latuconsina Luthfy, Saraju Tulaseket (96) STUDI PEMANFAATAN PENGOBATAN ALTERNATIF PADA DUKU PATAH TULANG PRE DAN POST MASSAGE DI DESA WAAI, LIANG KECAMATAN SALAHUTU KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2015 Lukman La Basy, Siti Rochmaedah, Suriati Basami (100) GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PENDERITA GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANAH GOYANG KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 Lukman La Basy, Hamdan Tunny, Basir S (105)
Halaman---------- vii ------------ ISBN 978-602-1081-12-9
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 FAKTOR SOSIAL BUDAYA YANG MEMPENGARUHI KEJADIANMALARIADI DESA SERIHOLO KECAMATAN AMALATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 Ira Sandi Tunny1, Idham Soamole1, Anna Jelischa Corputty2 1= Dosen STIKes Maluku Husada 2= Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKes Maluku Husada ABSTRAK Malaria adalah penyakit tropis yang disebabkan oleh salah satu plasmodium dan ditularkan lewat karier nyamuk genus anopheles yang terinfeksi.Malaria adalah penyakit yang bersifat akut dan kronik disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan spleenomegali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan keluar rumah, penggunaan alat pencegah gigitan dengan kejadian malaria di desa Seriholo Kecamatan Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat. Desain penelitian yang di gunakan adalah penelitian deskriptif analitik. Jumlah sampel dalam penelitian adalah 22 orang penderita malaria pada Desa Seriholo tahun 2015 dengan teknik pengambilan sampel mempergunakan total sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan penilaian tingkat pengetahuan sesuai defenisi operasional. Ada terdapat hubungan antara kebiasaan keluar rumah dengan kejadian malaria dengan nilai signifikansi kebiasaan keluar rumah (p= 0,000). Terdapat hubungtan antara penggunaan alat pencegah gigitan dengan kejadian malaria dengan Nilai signifikansi penggunaan alat pencegah gigitan(p= 0,006). Ada terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluar rumah dengan kejadian malaria dan penggunaan alat pencegah gigitan dengan kejadian malaria. Kata Kunci: kebiasaan Keluar Rumah, Penggunaan Alat pencegah gigitan nyamuk, Kejadian Malaria. LATAR BELAKANG Malaria masih merupakan masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (Depkes RI, 2009:1). Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang masih menjadi perhatian global. Salah satu target pencapaian dari delapan target pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) di tahun 2015 adalah memberantas HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya. Target penurunan beban kasus malaria mencapai 75% di tahun 2015 Menurut World Health Organization (WHO) angka kematian penyakit malaria masih sekitar 627.000 pada tahun 2012, sebagian besar adalah anak di bawah usia lima tahun di Afrika. Menurut data terbaru angka kejadian malaria menurun 25% di seluruh dunia, dan sebesar 31% di wilayah Afrika.Terjadi penurunan angka kematian akibat malaria yaitu sekitar 42% secara global dan sekitar 49% terjadi di wilayah Afrik (WHO, 2013). Kasus malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia (Kemenkes RI, 2011a).Hal ini dapat dilihat dari data Riskesdas tahun 2013 tentang data penyakit malaria di Indonesia. Insiden Malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah 1,9% menurun dibanding tahun 2007 (2,9%) sedangkan prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0%. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi penyakit malaria tertinggi adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria diatas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur (Kemenkes RI, 2013b). Angka kejadian malaria pada tahun 2012 di provinsi Maluku adalah sebanyak 1.585 kasus malaria dengan kategori pasien rawat inap dan termasuk dalam 3 golongan penyakit dengan angka kejadian penyakit terbanyak dan malaria menempati urutan ketiga setelah kasus ISPA dan Diare. Untuk kategori rawat jalan penyakit malaria menempati urutan ke empat dengan jumlah kasus sebanyak 1.415 kasus malaria. Provinsi Maluku merupakan daerah endemis malaria, berdasarkan laporan dari bagian Program Malaria Bidang P2B Dinas Kesehatan Provinsi Maluku tahun 2012 jumlah Angka Kesakitan Annual Paracite Incidence (API) tahun 2008 sebesar 12,3/1000 penduduk, tahun 2009 sebesar 7,0/1000 penduduk, tahun 2010 sebesar 10,4/1000 penduduk, pada tahun 2011 sebesar 9,2/1.000 penduduk, dan
Halaman---------- 1 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 pada tahun 2012 sebesar 11,1/1000 penduduk. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kasus malaria di Provinsi Maluku mengalami peningkatan. Di Maluku khususnya di kabupaten seram bagian barat malaria masi merupakan penyakit yang masi membutuhkan perhatian dari pemerintah dan dinas kesehatan karena di lihat dari data jumlah kasus malaria klinis di Seram Bagian Barat pada tahun 2010 berjumlah 12,396 . Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat bahwa selama ini penemuan angka kesakitan malaria kabupaten Seram Bagian Barat masi meningkat. Pada desa Seriholo terus terjadi peningkatan malaria dari tahun 2013 sampai dengan bulan april 2015. Dari data Puskesmas Tomalehu di ketahui angka kesakitan malaria pada Desa Seriholo masih tinggi di lihat dari laporan klinis malaria yang menggunakan angka ANNUAL MALARIA INCIDEN ( AMI ), pada tahun 2013 menerangkan AMI malaria klinis 56.94 dan ANNUAL PARASIT INCIDEN ( API ) malaria positif 8.33 sedangkan, pada tahun 2014 dilaporkan terdapat AMI malaria klinis 138.8 dan API malaria positif 25 dan pada tahun 2015 periode Januari-April kasus malaria tercatat AMI malaria klinis 95.83 dan API malaria positif 30.55. ( buku register laporan bulanan penemuan kasus malaria puskesmas Tomalehu ). Berdasarkan beberapa uraian masalah diatas peneliti ingin mengetahui tentang “faktor sosial budaya mempengaruhi kejadian Malaria Di Desa Seriholo kec,Amalatu Kab,Seram Bagian Barat”. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah observasional dengan rancangan cross sectional study. Penelitian ini akan dilaksanakan Di Desa Seriholo Kecamatan. Amalatu.Kabupaten Seram Bagian Barat. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Juli samapi Agustus 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga yang tinggal di Desa Seriholo Kecamatan. Amalatu.Kabupaten Seram Bagian Barat. Jumblah kk desa Seriholo adalah 150 kk, di mana Annual malaria Inciden sebesar 95.83 % dan Annual Paracite insiden sebesar 30.55 %. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita malaria pada bulan januari sampai april 2015 sebanyak 22 orang, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Data yang di peroleh atau data yang di dapatkan dari data primer dan data sekunder.Analisa data di lakukan dengan dua tahap, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat dengan uji chi sguare. Analisa univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi setiap variabel yang akan digunakan. Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis hubungan variabel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dan skala data yang ada. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk memudahkan penyajian, usia responden dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) 22 − 30 tahun, (2) >30 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan karakteristik umur yang paling banyak berusia 22-30 tahun terdapat 13 responden (59,1%), dan yang berusia > 30 tahun terdapat 9 responden (40,9%). Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 14 (62,6%) responden yang berjenis kelamin laki-laki dan 8 (36,4%) responden berjenis kelamin perempuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 10 (45,5%) responden yang tamatan SD, kemudian 5 (22,7%) responden yang tamatan SMP dan 5 (22,7%) responden yang tamatan SMA Sedangkan 2 (9,1%) reponden yang tamatan S1. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 20 (90,9%) responden yang bertani dan 2 (9,1%) responden bekerja sebagai PNS. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 20 (90,9%) responden yang mempunyai pendapatan perbulan ≤ 1.000.000 dan 2 (9,1%) responden mempunyai pendapatan perbulan > 1.000.000. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 19 (62,6%) responden yang mempunyai pengetahuan rendah tentang malaria dan 3 (36,4%) responden yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang malaria. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 18 (81,8%) responden yang memilki kebisaan buruk untuk keluar rumah yang berkaitan dengan pencegahan penyakit malaria sedangkan 4 (18,2%) responden memilki kebiasaan baik untuk keluar rumah yang berkaitan dengan pencegahan penyakit malaria. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 2 (9,1%) responden yang menggunakan alat pencegah gigitan nyamuk malaria, sedangkan 20 (90,9%) responden yang tidak menggunakan alat pencegah gigitan nyamuk malaria. Tabel 1 menunjukan bahwa dari 19 (100%) responden yang memilki pengetahuan rendah tentang malaria terdapat 17 (89,5%) responden yang terserang penyakit malaria dan 2 (5,6%) responden yang tidak terserang penyakit malari. Kemudian dari 3 (100%) responden yang memilki pengetahuan tinggi tentang malaria, terdapat 3 (100%) responden tidak terserang penyakit malaria dan tidak ada responden
Halaman---------- 2 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 yang terserang penyakit malaria. Berdasarakan Hasil Penelitian dan analisa data menggunakan chi square maka didapatkan 𝜌 value = 0,001 yaitu <α (0,050) sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian malaria di Desa Seriholo Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015. Serta parameter kekuatan hubungan memilki nilai 𝑋 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 11,811 >𝑋 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 [(2−1)(2−1 ; 0,05] (3,841). Yang artinya bahwa jika seseorang memilki pengetahuan rendah tentang malaria maka akan berpeluang 11,8 kali terserang penyakit malaria. Tabel 1. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kejadian Malaria pada Masyarakat di Desa Seriholo Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Penyakit Malaria Terserang Buruk Pengetahuan tentang malaria
Baik
Total
Tidak Terserang
Total
17
2
19
89.5%
10.5%
100.0%
0
3
3
.0%
100.0%
100.0%
17
5
22
77.3%
22.7%
100.0%
Sig (𝜌)
ρ value = 11,811 Sig. 2 − tailed = 0,001
Hasil penelitian menunjukan sebagian besar (77,3%) masyarakat memilki pengetahuan rendah tentang malaria. Dalam hal ini pengetahuan tentang penyebab, cara pencegahan dan pengobatan malaria merupakan faktor resiko terjadinya malaria pada masyarakat. Sikap dan persepsi masyarakat tentang penyakit malaria dalam hal pencegahan dan terapi malaria juga merupakan faktor risiko kejadian malaria. Penelitian tentang hubungan antara pengetahuan dengan kejadian malaria juga telah dilakukan oleh Rahayau S (2013) di Wilayah Kerja puskesmas Timika Jaya Mimika yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian malaria dan memilki nilai signifikan 0,019 Menurut Notoatmojo(2007), agar dapat mewujudkan suatu tatanan rumah yang sehat sebagai perwujuan gambaran penerapan pencegahan malaria aka syarat yang harus dimiliki adalah memilki tingkat pengetahuan yang tinggi tentang pencegahan penyakit malaria. karena pengetahuan merupakan domaianynag sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang atau overt behavior. Bedasarkan hasil peneliti sebelumnya dan ditunjang dengan pendapat para ahli maka dapat dikatakan pengetahuan sangatlah penting bagi masyarakat untuk mencegah gigitan nyamuk malaria karena dari sebuah pengetahuan akan muncul tindakan positif untuk melakukan sebuah kegiatan yang dapat melindungi diri sendiri maupun keluarga secara umum. Tabel 2. Hubungan antara kebiasaan keluar rumah dengan Kejadian Malaria pada Masyarakat di Desa Seriholo Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Penyakit Malaria Terserang Kebiasaan Keluar rumah
Buruk Baik
Total
Tidak Terserang
Total
17
1
18
94.4%
5.6%
100.0%
0
4
4
.0%
100.0%
100.0%
17
5
22
77.3%
22.7%
100.0%
Sig (𝜌)
ρ value = 16,662 Sig. 2 − tailed = 0,000
Tabel 2 menunjukan bahwa dari 18 (100%) respondenyang memilki kebiasaan buruk untuk keluar rumah yang kaitannya dengan kejadian malaria terdapat 17 (94,4%) responden yang terserang penyakit malaria dan 1 (5,6%) responden yang terserang penyakit malari.Kemudian dari 4 (100%) respondenyang memilki kebiasaan baik untuk keluar rumah yang kaitannya dengan kejadian malaria, terdapat 4 (100%)
Halaman---------- 3 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 responden tidak terserang penyakit malaria dan tidak ada responden yang terserang penyakit malaria. Berdasarakan Hasil Penelitian dan analisa data menggunakan chi squaremaka didapatkan 𝜌 value = 0,000 yaitu <α (0,050) sehingga dapat dikatakanbahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluar rumah dengan kejadian malaria di Desa Seriholo Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015. Serta parameter kekuatan hubungan memilki nilai 𝑋 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 16,622>𝑋 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 [(2−1)(2−1 ; 0,05] (3,841). Yang artinya bahwa jika seseorang memilki kebiasaan buruk untuk keluar rumah maka akan berpeluang 16,2 kali terserang penyakit malaria. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar (81,8%) masyarakat memilki kebiasaan yang buruk untuk keluar rumah. Dalam hal ini ketika keluar rumah untuk melakukan aktifitas untuk bekerja tanpa memperhatikan kondisi kesehatan tubuh mereka, baik ketika melakukan aktifitas di kebun maupun di luar rumah.Diketahui bahwa masyarakat mempunyai kebiasaan untuk keluar rumah terutama bagi masyarakat laki-laki yang bertani, mereka jarang memnggunakan baju ataupun celana panjang ketika mereka melakukan aktifitas di kebun ataupun aktifitas di luar rumah. Penelitian tentang hubungan antara kebiasaan keluar rumah dengan kejadian malaria sudah diteliti oleh Nurlette dkk(2012) di wilayah kerja Puskesmas Rajawali Kecamatan Sirimau Ambon, yang memberikan hasil yaitu nilai signifikansi 𝜌 value = 0,000 yaitu <α (0,050) sehingga memberikan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluar rumah mempunyai hubungan dengan kejadian malaria. Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang sudah diperoleh maka peneliti dapat memberikan asumsi bahwa kebiasaan keluar rumah mempunyai hubungan dengan penyakit malaria.hal ini disebabkan karena jika seseorang memiliki kebiasaan yang buruk dalam halnya jarang memakai baju ketika beraktiitas di kebun maupun di rumah pada siang hari, kemudian sering keluar malam dan terkena udara dingin maka akan rentan sekali untuk mengalami kejadian malaria. sebaliknya jika seseorang yang menjaga kestabilan tubuhnya dengan baik dalam hal ini memiliki kebiasaan yang baik untuk keluar rumah maka sulit untuk terkena penyakit malaria. Oleh sebab itu masyarakat harus mempunyai kebiasaan yang baik untuk keluar rumah, dalam artian selalu menggunakan baju, dan celana panjang ketika beraktifitas di kebun maupun ketika berada di rumah pada malam hari sehingga tidak mudah untuk mengalami kejadian malaria. Tabel 3. Hubungan antara Penggunaan Alat Pencegah Gigitan Nyamuk Malaria dengan Kejadian Malaria pada Masyarakat di Desa Seriholo Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Penyakit Malaria Terserang Penggunaan Buruk Alat pencegah gigitan Baik nyamuk malaria Total
Tidak Terserang
Total
17
3
20
85.0%
15.0%
100.0%
0
2
2
.0%
100.0%
100.0%
17
5
22
77.3%
22.7%
100.0%
Sig (�)
ρ value=7,840 Sig.2−tailed=0,006
Tabel 3 menunjukan bahwa dari 20 (100%) respondenyang memilki kebiasaan buruk dalam penggunaan alat pencegah gigitan nyamuk malaria, terdapat 17 (85%) responden yang terserang penyakit malaria dan 3 (15%) responden yang terserang penyakit malari.Kemudian dari 2 (100%) respondenyang memilki kebiasaan baikdalam penggunaan alat pencegah gigitan nyamuk malaria, terdapat 2 (100%) responden tidak terserang penyakit malaria dan tidak ada responden yang terserang penyakit malaria. Berdasarakan Hasil Penelitian dan analisa data menggunakan chi-squaremaka didapatkan 𝜌 value = 0,006 yaitu <α (0,050) sehingga dapat dikatakanbahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pencegah gigitan nyamuk malaria dengan kejadian malaria di Desa Seriholo Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015. Serta parameter kekuatan hubungan memilki nilai 𝑋 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 7,480 >𝑋 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 [(2−1)(2−1 ; 0,05] (3,841). Yang artinya bahwa jika seseorang tidak menggunakan alat pencegah gigitan nyamuk malaria maka akan berpeluang 7,4 kali terserang penyakit malaria.
Halaman---------- 4 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Hasil penelitian menunjukan sebagian besar (81,8%) masyarakat tidak pernah menggunakan alat untuk mencegah gigitan nyamuk malaria. Hal semacam ini sangat berbahaya bagi mereka karena berdasarkan hasil observasi bahwa lingkungan sekitar tempat tinggal warga sangat memberikan dampat negatif untuk kesehatan masyrakat. Dilain sisih kebiassan masyarakat dalam menggunakan alat pencegah penyakit malaria hanya digunakan pada saat malam hari ketika mereka mau beristirahat, baik itu dalam bentuk bahan padat maupun bahan cair. Hubungan antara penggunaan alat pencegah gigitan nyamuk malaria dengan kejadian malaria telah diteliti sebelumnya oleh Hasyim dkk (2014) di wilayah endemis Provinsi Sumatera Selatan, yang membagi alat pencegah gigitan nyamuk malaria dalam dua bagian yaitu ;(1) penggunaan kawat kasa, dan memperoleh hubungan yang signifikan antara pengunaan kain kasa dengan kejadian malaria yang memdapatkan hasil uji signifikansi yaitu 𝜌 value = 0,027 yaitu <α (0,050). (2) penggunaan obat anti nyamuk juga memberikan hasil yang sama artinya terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan obat nyamuk dengan kejadian malaria dengan nilai signifikansi 𝜌 value = 0,003 yaitu <α (0,050). Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data yang sudah diperoleh maka peneliti dapat memberikan asumsi bahwajika seseorang menggunakan alat pencegah gigitan nyamuk malaria maka tidak akan terserang penyakit malaria dikarenakan dia sudah mengantisipasi gigtan nyamukyang akan memnyebabkan kejadian malaria. Sebaliknya jika seseorang tidak menggunakan alat pencegah gigitan nyamuk malaria maka dia akan terserang penyakit malaria.Semua tindak terpegantung pada jenis alat yang digunakan yang paling penting disini bahwa alat tersebut harus mengandung unsur yang dapat menghindari diri dari gigitan nyamuk malaria tersebut. Oleh sebab itu masyarakat perlu menggunakan alat pencegah gigitan nyamuk malaria sehingga tidak mudah untuk mengalami kejadian malaria. KESIMPULAN Secara statistik telah dijelaskan dengan analisis korelasi chi-square dengan taraf signifikan α = 0,05 dengan jumlah sampel adalah sebanyak 22 responden maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan tujuan khusus yaitu: 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian malaria pada masyarakat di Desa Seriholo Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2015 yaitu memilki nilai signifikansi 0,001 < α = 0,05 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan keluar rumah dengan kejadian malaria pada masyarakat di Desa Seriholo Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2015 yaitu memilki nilai signifikansi 0,000<α = 0,05. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pencegah gigitan nyamuk malaria dengan kejadian malaria pada masyarakat di Desa Seriholo Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2015 yaitu memilki nilai signifikansi 0,006 <α = 0,05 DAFTAR PUSTAKA Buku laporan bulanan penemuan kasus malaria puskesmas tomalehu tahun 2013-2015 Center for Health and Human Nutrition (CH2N) UGM, Faktor Risiko dan Alternatif Penanggulangan Penyakit Malaria di Daerah Endemis Malaria, di Propinsi Jawa Tengah, Pusat Studi Kes dan Gizi Manusia, Fakultas Kedokteran, UGM, Yogyakarta, 2001. Depkes RI. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Jakarta: Depkes RI; 2008. Depkes RI, Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Llngkungan. Bandung: Depkes RI; 2009 Harmendo.Faktor Risiko kejadian Malaria di Wilayah Kena Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka.[Tesis]. Semarang. ProgramPascasarjana Universitas Diponegoro; Semarang; 2008 Hasan Husi 2007, analisa faktor resiko kejadian malaria. Di akses pada 13 juni 2015 Kemenkes RI, 2011a. Pedoman Penggunaan Kelambu Berinsektisida Menuju Eliminasi Malaria. Kemenkes RI. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan RI; 2013b Manalu H, Penanggulangan Penyakit Malaria di Tinjau dari Aspek Sosial Budaya di Daerah Hiperendemis Timika Irian Jaya, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. XXV No. 10, 1997
Halaman---------- 5 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Mansjoer, Arief, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2.Jakarta: Media Aesculapius FK UI. Nursalam. 2009. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis, Dan Instrumen Keperawatan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta Notoaatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta, Jakarta; 2010. Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar FundamentalKeperawatan : Konsep, Proses & Praktik. Jakarta : EGC. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC. Rustam, Faktor-faktor Lingkungan, Perilaku yang Berhubungan denganKejadian Malaria pada Penderita yang Mendapat Pelayanan di Puskesmas Kabupaten Sarolangan Propinsi Jambi, Universitas Indonesia, Depok, 2002 Subki S, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Puskesmas Membalong, Gantung dan Manggar Kabupaten Belitunmg, Universitas Indonesia, Depok, 2000 Suwendra, Made, Beberapa Faktor Risiko Lingkungan Rumah tangga yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria pada Balita, Universitas Indonesia,Depok, 2003 (Tesis, tidak dipublikasikan) World Health Organization, 2013.World Malaria Report 2013.(Online), (http://apps.who.int) diakses pada 18 April 2014. World Health Organization, 2014. Millennium Development Goals 6: Combat HIV/AIDS, Malaria And Other Diseases, (Online). (http://www.who.int) diakses pada 20 April 2014.
Halaman---------- 6 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRIH TERHADAP KEJADIAN FLOUR ALBUS PADA REMAJA PUTRI DI SMA NEGERI 3 SERAM BARAT KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 Fitria F. Soulissa1, Epi Dusra1, C.H. Drakel2 1= Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada 2= Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada ABSTRAK Keputihan seringkali tidak ditangani dengan serius oleh para remaja.Padahal,keputihan bisa jadi indikasi adanya penyakit. Keputihan merupakan masalah kedua sesudah gangguan haid. Sangat tidak nyaman,gatal, berbau bahkan terkadang perih. Air rebusan daun sirih untuk membasuh vagina dapat mengurangi keputihan, karena daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavicol, seskuiterpan, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakol.Tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun sirih terhadap kejadian keputihan pada remaja putri di SMA Negeri 3 Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015.Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian menggunakan kuasi eksperimen yaitu dengan mengetahui adanya keputihan (pretest) dan memeriksa keefektifan ekstrak daun sirih tersebut setelah di lakukan pemberian (post test).Sampel sebanyak 18 responden dengan memberikan lembar observasi. Hasil penelitianmenunjukan bahwa 13 dari 18 responden yang mengalami keputihan sembuh setelah diberi perlakuan berupa ekstrak daun sirih. Kesimpulannya kejadian keputihan sebelum dan setelah diberi perlakuan berupa pemberian ekstrak daun sirih adalah berbeda atau mengalami penyembuhan secara signifikan. Kata Kunci : Ekstrak daun sirih, keputihan LATAR BELAKANG Keputihan dalam bahasa medis dikenal sebagai leukorea, fluor albus. Leukorea adalah cairan yang keluar dari alat genital wanita yang tidak berupa darah melainkan berupa keputihan yang banyak dialami wanita usia produktif tapi tidak menutup kemungkinan bisa terjadi pada bayi dan usia tua (Aghe 2009). Masalah reproduksi menjadi perhatian bersama, khususnya wanita karena sangat penting dan dampaknya luas mencakup berbagai kehidupan dan menjadi parameter terhadap masyarakat reproduksi. Menurut replication of the ICPD (International Comperece On Population And Development) kesehatan reproduksi adalah keadaan kesehatan fisik, mental, social, yang utuh dan bukan hanya tidak ada penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan system reproduksi dan fungsinya serta prosesnya (Manuaba,2001). Keputihan merupakan gejala yang sangat sering dialami oleh sebagian besar wanita.Gangguan ini merupakan masalah kedua sesudah gangguan haid. Sangat tidak nyaman,gatal, berbau bahkan terkadang perih. Keputihan seringkali tidak ditangani dengan serius oleh para remaja.padahal, keputihan bisa jadi indikasi adanya penyakit. Hampir semua perempuan pernah mengalami keputihan.Pada umumnya, orang menganggap keputihan pada wanita sebagai hal yang normal. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, karena ada berbagai sebab yang dapat mengakibatkan keputihan, bukan tentang kebersihan daerah intim saja tapi juga cara membersihkannya. Keputihan yang normal memang merupakan hal yang wajar. Namun,keputihan yang tidak normal dapat menjadi petunjuk adanya penyakit yang harus diobati (Efmed,2009). Menjaga kesehatan organ reproduksi pada perempuan di awali dengan menjaga kebersihan organ kewanitaan. Membesihkan vagina dengan cara membasuh secara teratur bagian vulva secara hati-hati menggunakan air besih. Yang harus di perhatikan lagi adalah membersihkan bekas keringat yang ada di sekitar bibir vagina (Riskiyani at.al,2011). Kebersihan organ reproduksi khususnya bagian luar merupakan bagian dari kebersihan diri. Kebiasaan ini perlu di tanamkan sejak kecil,di mulai dari cara cebok yang benar yaitu dari arah depan ke belakang. Hal ini di lakukan untuk mencegah berpindahnya kuman-kuman dari anus ke vagina.Selain itu area vagina harus selalu di jaga dalam keadaan kering, karena kelembaban dapat menyebabkan kuman, bakteri dan jamur tumbuh subur, sehingga sering kali berlanjut menyebabkan keluhan keputihan (Seodoko, 2008).
Halaman---------- 7 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Beberapa penyakit pada organ reproduksi wanita adalah dapat berupa trikomoniasis, vaginosis bacterial, candidiasis, vulvovaginitis, gonorea, klamidia, dan sifilis.Salah satu gejala dan tanda-tanda penyakit infeksi organ reproduksi wanita adalah terjadi keputihan. Untuk itu, remaja sangat perlu mendapatkan perhatian khusus dalam menjaga kesehatannya terutama kesehatan reproduksinya (Riskiyani at.al,2011). Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik dan mengenali penyebab masalah keputihan akan dapat mempengaruhi cara pencegahan keputihan sehingga keputihan dapat teratasi (Riskiyani at.al,2011). Menurut Elistiawaty, 75% wanita Indonesia perna mengalami keputihan dan pasti mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya. Angka ini berbeda dengan Negara Eropa yang hanya 25% wanita Eropa terkena penyakit keputihan. Wanita Indonesia banyak mengalami keputihan karena hawa di tanah air lembab, sehingga mudah terkena infeksi jamur Candida Albicans, sedangkan di Negara Eropa hawanya kering. Setiap wanita biasanya terkena gangguan ini tanpa melihat golongan usia, latar belakang dan jenis pekerjaan. Pada vagina terdapat mekanisme pertahanan terhadap benda asing.Kelenjar pada vagina dan serviks/leher rahim menghasilkan secret yang berfungsi sebagai pelindung yang alami untuk mengalami gesekan pada dinding vagina saat berjalan dan pada saat berhubungan seksual. 95% kasus kangker leher rahim pada wanita Indonesia di tandai dengan keputihan (Safitri,2011). Data penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukan bahwa 75% perempuan di dunia mengalami keputihan dan 45% diantaranya dapat mengalami keputihan sebanyak 2 kali atau lebih. Di Indonesia, pada tahun 2002 sebanyak 50% perempuan Indonesia perna mengalami keputihan. Pada tahun 2003, sebanyak 60% wanita mengalami keputihan, dan pada tahun 2004 70% wanita mengalami keputihan setidaknya sekali dalam seumur hidupnya (Kumalasari,2012). Dari data yang di dapat sepanjang tahun 2011 hingga 2012, Dr. Boyke mencatat sebanyak 70% wanita di Indonesia masih mengalami masalah keputihan (Binar,2012). Terkait dengan kasus keputihan, data dari dinas kesehatan provinsi Maluku belum ada data resmi mengenai kasus tersebut. Hal ini mungkin di karenakan kurangnya perhatian khusus terkait kasus keputihan dan belum adanya kesadaran dari masyarakat sendiri untuk melakukan pemeriksaan maupun pengobatan pada sarana pelayanan kesehatan terdekat. Berdasarkan studi pendahuluan yang di lakukan di SMA Negeri 3 Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat dari 67 siswi di temukan sebanyak 63 siswi pernah mengalami keputihan dan sebanyak 14 (20,9%) siswi yang saat di lakukan pengambilan data awal sedang mengalami keputihan fisiologis yaitu pengeluaran cairan bening yang tidak berbau dan 18 (26,9%) siswi mengalami keputihan patologis yaitu terjadi pengeluaran cairan yang berbau dan berwarna putih susu ke kuningan. Berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi keputihan baik itu dengan menggunakan sabun antiseptik maupun menggunakan bahan herbal seperti daun sirih.Air rebusan daun sirih untuk membasuh vagina dapat mengurangi keputihan, karena daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavicol, seskuiterpan, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakol.Bebeapa literature menyatakan bahwa daun sirih juga mengandung enzim diastase, gula dan tannin.Biasanya, daun sirih muda mengandung diastase, gula dan minyak atsiri lebih banyak di bandingkan dengan daun sirih tua. Sementara inti kandungan tanninnya relative sama. Senyawa eugenol pada daun sirih, terbukti mematikan jamur Candida albicans penyebab keputihan, sementara tannin, merupakan astrigen yang mengurangi sekresi cairan pada vagina (Wayan, 2012). Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh “Pemberian Ekstrak Daun Sirih Terhadap Kejadian Flour Albus Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 3 Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015”. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif.Rancangan penelitian ini menggunakan kuasi eksperimen yaitu dengan mengetahui adanya keputihan (pretest) dan memeriksa keefektifan ekstrak daun sirih tersebut setelah di lakukan pemberian (post test). Pre test Perlakuan 1 X
Post test 2
Keterangan : 1 : Remaja putri yang mengalami keputihan sebelum diberi perlakuan (pre test)
Halaman---------- 8 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 2 : Remaja putri yang mengalami keputihan setelah diberi perlakuan (post test) X : Perlakuan berupa pemberian ekstrak daun sirih Lokasi penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat dan waktu penelitian dilakukan pada 30 Juli sampai 4 Agustus 2015.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh seluruh remaja siswi yang mengalami keputihan sebanyak 18 siswi.Pengambilan sampel yaitu total sampling, dimana jumlah sampel yang mengalami keputihan seluruhnya adalah 18 remaja siswi kelas X dan XII. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuisioner guna mengetahui siswi manakah yang mengalami keputihan.Kemudian di berikan lembar observasi guna mengetahui perkembangan Flour Albus setelah di intervensi. Intervensi berupa ekstrak daun siri, dimana ekstrak daun sirih adalah air rebusan daun sirih dengan bahan; daun sirih segar 7-10 lembar, pemakaian; daun sirih di rebus dalam 2,5 liter air, dan dalam kondisi agak dingin atau hangat kuku. Air rebusan di pakai mencuci vagina 2 kali sehari dan di pakai selama 5 hari berturut-turut. Setiap siswi di berikan ekstrak daun sirih 1 x dosis setiap pagi dan sore, dan dilanjutkan sampai hari ke lima. Pemberian ekstrak daun sirih dengan air yang bersih, cara cebok dari depan ke belakang, menggunakan celana dalam yang tidak ketat dan terbuat dari bahan yang menyerap keringat. HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Menurut Umur Tabel 1. Distribusi Distribusi karakteristik responden berdasarkanumur remaja putri di SMA Negeri 3 Seram Barat Tahun 2015 Umur 16 17 18 Total
Jumlah (n) 2 13 3 18
Persen (%) 11,1 72,2 16,7 100
Dari tabel 1 di atas dapat dijelaskan menurut klasifikasi umur, bahwa sebagian besar responden remaja putri di SMA Negeri 3 Seram Barat berusia 17 tahun yaitu sebanyak 13 orang (72,2%), sedang untuk usia 18 tahun sebanyak 3 orang (16,7%) dan persentase paling kecil berusia 16 tahun yaitu sebanyak 2 orang (11,1%). Pretest Keputihan Tabel 2. Distribusi gejala keputihan bau pada remaja putridi SMA Negeri 3 Seram Barat sebelum diberikan perlakuan Keputihan Tidak Ya Total
Jumlah (n) 1 17 18
Persen (%) 5,6 94 100
Tabel 2 menunjukan bahwa dari 18 responden terdapat 17 responden (94,4%) yang memiliki jejala keputihan bau dan hanya 1 responden (5,6%) yang tidak memiliki gejala keputihan bau. Tabel 3. Distribusi gejala keputihan volume pada remaja putri di SMA Negeri 3 Seram Barat sebelum diberikan perlakuan Keputihan Tidak Iya Total
Jumlah (n) 3 15 18
Persen (%) 16,7 83,3 100
Halaman---------- 9 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan tabel 3 jumlah responden yang mengalami gejala keputihan volume atau banyaknya cairan keputihan yaitu sebanyak 15 responden (83,3%) dan hanya 3 responden (16,7%) yang tidak mengalami hal tersebut. Tabel 4. Distribusi gejala keputihan gatal pada remaja putrid di SMA Negeri 3 Seram Barat sebelum diberikan perlakuan Keputihan Tidak Ya Total
Jumlah (n) 3 15 18
Persen (%) 16,7 83,3 100
Tabel 4 menunjukan bahwa dari 18 responden terdapat 15 responden (83,3%) yang mengalami gejala keputihan gatal dan hanya 3 responden (16,7%) responden yang tidak mengalami gejala keputihan gatal. Tabel 5. Distribusi gejala keputihan warna pada remaja putrid di SMA Negeri 3 Seram Barat sebelum diberikan perlakuan Keputihan Tidak Ya Total
Jumlah (n) 2 16 18
Persen (%) 11,1 88,9 100
Tabel 5 menunjukan bahwa dari 18 responden terdapat 16 responden (88,9%) yang mengalami gejala keputihan warna dan hanya 2 responden (11,1%) responden yang tidak mengalami gejala keputihan warna. Post Test Keputihan Tabel 6. Distribusi gejala keputihan bau pada remaja putri di SMA Negeri 3 Seram Barat setelah diberi perlakuan Keputihan Tidak Ya Total
Jumlah (n) 17 1 18
Persen (%) 94,4 5,6 100
Table 6 menunjukan bahwa dari 18 responden terdapat 17 responden (94,4%) yang telah mengalami penyembuhan gejala keputihan bau dan hanya 1 responden (5,6%) responden yang tidak mengalami penyembuhan. Tabel 7. Distribusi gejala keputihan volume pada remaja putrid di SMA Negeri 3 Seram Barat setelah diberi perlakuan Keputihan Tidak Ya Total
Jumlah (n) 15 3 18
Persen (%) 83,3 16,7 100
Berdasarkan tabel 7 dari 18 responden terdapat 15 responden (83,3%) yang telah mengalami penyembuhan gejala keputihan volume dan hanya 3 responden (16,7%) responden yang tidak mengalami penyembuhan. Tabel 8. Distribusi gejala keputihan gatal pada remaja putri di SMA Negeri 3 Seram Barat setelah diberi perlakuan
Halaman---------- 10 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Keputihan Tidak Ya Total
Jumlah (n) 18 0 18
Persen (%) 100 0 100
Berdasarkan tabel 8 dari 18 responden keseluruhan responden mengalami perubahan berupa sembuhnya gejala gatal. Tabel 9. Distribusi gejala keputihan warna pada remaja putri di SMA Negeri 3 Seram Barat setelah diberi perlakuan Keputihan Tidak Ya Total
Jumlah (n) 16 2 18
Persen (%) 88,9 11,1 100
Berdasarkan tabel 9 dari 18 responden terdapat 16 responden (88,9%) yang telah mengalami penyembuhan gejala keputihan warna dan hanya 2 responden (11,1%) responden yang tidak mengalami penyembuhan. 20 15 10
BAU
GATAL
VOLUME
WARNA
5 0 Hari I
Hari II
Hari III Hari IV
Hari V
Gambar 1. Kejadian keputihan hari pertama sampai ke hari ke lima pada remaja putri di SMA Negeri 3 Seram Barat Pada gambar 1 menunjukan bahwa gejala keputihan bau pada hari pertama : 17 responden, hari ke dua: 14 responden, hari ke tiga : 5 responden, hari ke empat : 3 responden, dan hari ke lima : 1 responden. Pada gejala gatal hari pertama : 14 responden, hari ke dua : 9 responden, hari ke tiga : 3 responden, hari ke empat dan hari ke lima semua responden mengatakan sembuh. Pada gejala volume, hari pertama sebanyak 15 responden, hari ke dua : 13 responden, hari ketiga : 11 responden, hari ke empat : 7 responden, hari kelima : 3 responden. Dan gejala warna pada hari pertama sebanyak : 15 responden, hari ke dua : 11 responden, hari ke tiga : 7 responden, hari ke empat : 3 responden, dan hari kelima : 2 responden. Tabel 10. Perbedaan kejadian keputihan berdasarkan Perbandingan t hitung dengan t tabel Gejala keputihan Bau Volume Gatal Warna
t hitung 11,662 5,831 9,220 7,714
t tabel 2,110
Berdasarkan tabel 10 perbandingan antara t hitung dengan t tabel jika statistik hitung lebih besar dari statistik tabel maka Ho ditolak begitupun sebaliknya jika statistik hitung lebih kecil dari statistik tabel maka Ho diterima. Ho dalam penelitian ini adalah sama atau rata-rata kejadian keputihan sebelum dan sesudah di beri perlakuan artinya sama atau tidak berbeda secara nyata. Diketahui t hitung output gejala
Halaman---------- 11 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 keputihan masing-masing fada bau: 11,662, volume : 5,831, gatal: 9,220 dan warna 7,714. Sedangkan nilai pada tabel t dengan tingkat signifikansi adalah 5% atau tingkat kepercayaan 95%, df (degree of freedom) atau derajat kebebasan adalah n-1 atau 18-1=17. Uji dilakukan dua sisi atau dua ekor karena akan di ketahui apakah rata-rata sebelum perlakuan sama dengan rata-rata setelah perlakuan ataukah tidak. Perlunya dua sisi dapat diketahui pula dari output SPSS yang menyatakan 2 tailed. Dari tabel t didapat angka 2,110. Oleh karena t hitung terletak pada daerah Ho ditolak maka dapat disimpulkan bahwa kejadian keputihan sebelum dan sesudah di beri perlakuan berupa ekstrak daun sirih adalah tidak sama atau berbeda secara nyata, yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun sirih untuk keputihan adalah berhasil secara signifikan. Tabel 11. Perbedaan kejadian keputihan sebelum di berikan perlakuan dan setelah di berikan perlakuan pada remaja putrid di SMA Negeri 3 Seram Barat Tahun 2015 Kejadian keputihan Kejadian keputihan
n 18
Sebelum 18
Sesudah 13 6.648
p 0,000
Tabel 11 memperlihatkan kejadian keputihan sebelum dan sesudah di berikan perlakuan berupa pemberian ekstrak daun sirih. Dimana sebelum diberi perlakuan yaitu 18 responden (100%) dan sesudah diberi perlakuan 13 responden (72,2%). Hasil uji paried t test menunjukan terjadi perubahan yang signifikan antara kejadian keputihan sebelum dan sesudah diberi perlakuan dengan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05). PEMBAHASAN Gambaran kejadian keputihan sebelum perlakuan Hasil penelitian menunjukan bahwa dari empat gejala keputihan yang diteliti yaitu berupa bau, volume, gatal dan warna, persentase tertinggi yang dialami responden adalah gejala bau yaitu dari 18 responden terdapat 17 responden (94,4%), kemudian gejala warna sebanyak 16 responden (88,9%), gejala volume dan gatal masing-masing sebanyak 15 responden (83,3%). Keputihan adalah satu nama gejala penyakit reproduksi kaum wanita, yang merupakan keluarnya cairan berwarna putih dari vaginanya, yang berupa lendir. Kadang-kadang lendir yang keluar dari vagina itu berbau busuk, namun kadang-kadang tidak begitu berbau sama sekali (Saydam,2011). Cairan yang keluar dari vagina itu sering di sebut keputihan. Keluarnya cairan itu mungkin karena adanya gangguan ekosistem vagina, sehingga lendir yang berlebihan atau jumlah yang cukup banyak (Syafni,2011). Flour albus (keputihan), walau tidak berbahaya (kecuali pada karsinoma servitis uteri), cukup mengganggu penderita, baik fisik maupun mental.Sifat dan banyaknya keputihan dapat memberikan petunjuk kearah etiologinya. Perlu ditanyakan sudah berapa lama keluhan itu, terus menerus atau pada waktu-waktu tertentu saja, banyaknya, warnanya, baunya, disertai rasa gatal/nyeri atau tidak (Yunianti et.al,2012). Gambaran kejadian keputihan setelah perlakuan Setelah dilakukan penelitian hasilnya menunjukan bahwa 15 dari 18 responden mengalami penyembuhan, dan dari empat gejala keputihan yang diteliti yaitu berupa bau, volume, gatal dan warna. Dari 18 responden semuanya mengalami penyembuhan pada gejala gatal, 17 responden (94,4%) yang mengalami penyembuhan gejala bau, 16 responden (88,9%) yang mengalami penyembuhan gejala warna, dan 15 responden (83,3%) yang mengalami penyembuhan gejala volume. Data menunjukan kejadian keputihan pada wanita tinggi, akan tetapi karena dianggap sebagai gejala premenstrual syndrome, sedikit sekali wanita yang menyadari bahwa keputihan adalah gangguan kesehatan yang perlu di obati dan dicari penyebabnya. Bagi penderita keputihan, kesan dari luar memang tidak terlihat, tetapi hal ini akan mengganggu penampilan dan secara tidak sadar akan menurunkan rasa percaya diri.
Halaman---------- 12 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Pemberian air rebusan dau sirih untuk membasuh vagina dapat mengurangi keputihan. Dimana senyawa Eugenol pada daun sirih, terbukti mematikan jamur Candida albicans penyebab keputihan, sementara tannin merupakan astrigen yang mengurangi sekresi cairan pada liang vagina (Yunianti et.al,2012). Perbedaan kejadian keputihan sebelum dan sesudah perlakuan Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kejadian keputihan sebelum dan sesudah di beri perlakuan berupa ekstrak daun sirih mengalami perbedaan secara nyata, yang berarti bahwa pemberian ekstrak daun sirih untuk keputihan adalah berhasil secara signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Yunianti pada tahun 2012 pada 20 mahasiswa remaja putri poltekkes Denpasar jurusan keperawatan yang menderita keputihan, hanya sebagian kecil yaitu 1 orang (5%) yang tidak ada perubahan dan sebagian besar mengalami perubahan 19 orang (95%). Hasil penelitian ini menunjang teori senyawa yang terkandung dalam daun sirih seperti eugenol yang dapat mematikan jamur candida albicans sebagai penyebab keputihan dan tannin, berupa astrigen yang dapat mengurangi sekresi cairan pada liang vagina dan penekan kekebalan tubuh. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilihat padaperbandingan t hitung (6.648) dan t tabel (2.110) dimana t tabel lebih kecil disbanding t hitung, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh pemberian ekstrak daun sirih terhadap kejadian keputihan pada remaja putri di SMA Negeri 3 Seram Barat tahun 2015. Saran Diharapkan semoga hasil penelitian ini dapat di gunakan sebagai tambahan informasi dan referensi baik peneliti maupun yang sedang mengalami keputihan dan semoga kita semua dapat lebih memperhatikan kebersihan dan kesehatan daerah intim baik dengan cara pemilihan pakaian dalam, cara mencebok, maupun penggunaan bahan-bahan pembersih daerah intim. Agar terhindar dari segala macam penyakit akibat kurang diperhatikannya daerah intim kewanitaan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Aghe.(2009).Leukorrea.File://localhost/E:/Data%20Kebidanan? leukorrea. htm.januari. Efmed.(2009).Keputihan?Apakah itu? File://localhost/E:/The%20World% 0of%20ObGyn_%20Keputihan_20Apakah%20itu_html. Binar,Yona. (2012) Centro one.Boyke 70% Wanita Indonesia Alami Keputihan,(http://m.centroone.com/female-detail/24075/) Manuaba. I.B.G.(2001) Ilmu Kebidanan dan Ilmu Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.EGC, Jakarta. Riskiyani.S.,Tresya.U, Indra F.Ibnu.(2012) Perilaku Remaja Putri Tentang Perawatan Organ Reproduksi Wanita Di SMA Negeri 1 Dobo Kabupaten Kepulauan Aru Provinsi Maluku. Safitri.,Andita,H.,Citra.(2011) Jurnal Kesehatan Hubungan Sikap Dan Tindakan Ibu Hamil Dalam Mengatasi Keputihan Di Denpasar IX Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Soedoko Roem.(2008) Pentingnya Menjaga Kebersihan Organ Intim wanita http://pddkroemsoedokoblogspot.com/2008/03/pentingnya-menjagakebersihan-organ.html Wayan,M.Putu,S.,Ni Putu Yunianti. (2012) Jurnal Kesehatan Penggunaan Air Rebusan Daun Sirih Terhadap Keputihan Fisiologis Di Kalangan Remaja Putri Mahasiswa Polketes Denpasar.
Halaman---------- 13 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWI TENTANG KEJADIAN KEPUTIHAN PADA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEMESTER II, IV, DAN VI STIKes MALUKU HUSADA KAIRATU TAHUN 2015 Greny Rahakbauw1, Risman Tunny1, M. Wakano2 1= Dosen STIKes Maluku Husada 2= Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Maluku Husada ABSTRAK Permasalahan keputihan merupakan permasalahan klasik pada kebanyakan kaum wanita.Ironisnya kebanyakan wanita tidak mengetahui tentang keputihan dan penyebab keputihan pada wanita itu sendiri dan malah yang menjadikan keputihan sebagai hal yang enteng.Justru jika tidak ditangani dengan baik, keputihan bisa berakibat fatal. Kemandulan dan kehamilan ektopik (hamil di luar kandungan) bisa menjadi salah satu akibat dari adanya keputihan.Tujuan dari penelitian ini Untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswi tentang gejadian keputihan program studi ilmu keperawatan semester II,IV dan VI STIKes Maluku husada kairatu tahun 2015. pada penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif sederhana untuk mengetahui “gambaran pengetahuan mahasiswi tentang gejadian keputihan program studi ilmu keperawatan semester II,IV,dan VI stikes Maluku husada kairatu tahun 2015. hasil penelitian yang di lakukan oleh peneliti dengan menggunakan analisa univariat di peroleh hasil dari 183 responden yang memiliki pengetahuan baik tentang keputihan dengan persentase 71.6 % sedangkan responden yangpernah mengalami kejadian keputihan dengan persentase 32.8 %. di simpulkan bahwa sebagian besar mahasiswi suadah banyak yang mengetahui tentang keputihan kemudian sebagian besar responden pernah mengalami kejadian keputihan di STIkes Maluku husada pada semester II,IV dan VI. Kata Kunci: Pengetahun. Kejadian keputihan PENDAHULUAN Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik,mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya atau suatu keadaan dimana manusia dapatmenikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman (Boyke, 2008). Organ reproduksi merupakan salah satu organ tubuh yang sensitif dan memerlukan perawatan khusus.Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi.Salah satu gejala terjadinya kelainan atau penyakit pada organ reproduksi adalah Keputihan.Keputihan merupakan gejala yang sangat sering dialami oleh sebagian besar wanita.Keputihan dapat fisiologis ataupun patologis. Dalam keadaan normal,getah atau lendir vagina adalah cairan bening tidak berbau, jumlahnya tidak terlalu banyak dan tanpa rasa gatal atau nyeri.Sedangkan dalam keadaan patologis akan sebaliknya, terdapat cairan berwarna, berbau, jumlahnya banyak dan disertai gatal dan rasa panas atau nyeri, dan hal itu dapat dirasa sangat mengganggu (Sudardjat Tanusukma, 2011). Permasalahan keputihan merupakan permasalahan klasik pada kebanyakan kaum wanita.Ironisnya kebanyakan wanita tidak mengetahui tentang keputihan dan penyebab keputihan pada wanita itu sendiri dan malah yang menjadikan keputihan sebagai hal yang enteng Justru jika tidak ditangani dengan baik, keputihan bisa berakibat fatal.Kemandulan dan kehamilan ektopik (hamil di luar kandungan) bisa menjadi salah satu akibat dari adanya keputihan, selain itu gejala awal kanker rahim biasanya dimulai dengan adanya keputihan. Dan tentunya kanker leher rahim merupakan jenis penyakit yang berbahaya yang jika tidak ditangani dengan baik, akan berujung pada kematian. Jadi jangan anggap enteng keputihan. (Noor Azizah.2014) Berdasarkan data penelitian tentang kesehatan reproduksi wanita menunjukkan 75% wanita di dunia pasti menderita keputihan, paling tidak sekali dalam hidupnya.Sedangkan wanita Indonesia sendiri 75% pasti mengalami keputihan minimal satukali dalam hidupnya.Lebih dari 70% wanita Indonesia mengalami keputihan yang disebabkan oleh jamur dan parasit seperti cacing kremi atauprotozoa (Trichomonas vaginalis). Angka ini berbeda tajam dengan Eropa yanghanya25% saja karena cuaca di
Halaman---------- 14 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Indonesia yang lembab sehingga mudah terinfeksi jamur Candida albicans yang merupakan salah satu penyebab keputihan (Febiliawanti, 2011). Menurut WHO (2013) bahwa sekitar 75% perempuan di dunia pasti akan mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup nya, dan sebanyak 45% akan mengalami dua kali atau lebih, sedangkan wanita Eropa yang mengalami keputihan sebesar 25%. sedangkan Indonesia sebanyak 75%wanita pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya dan45% di antaranya mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebihKondisi seperti ini bisa dicegah dengan melakukan kebiasaan vulva hygiene yang baik, sedangkan kebiasaan inisendiri merupakan perilaku yang harus di biasakan oleh setiap individu dan di sertai dengan pengetahuan, untuk itu tenaga kesehatan mempunyai peranan penting untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya hygiene yang baik untuk mencegah keputihan melalui penyuluhan (Maghfiroh, 2013). Dari data yang tercatat pada Dinas Kesehatan Provinsi Maluku sedikitnya dalam satu tahun, rata-rata 100 orang perempuan di Maluku mengalami gangguan alat reproduksi seperti keputihan (Flour Albus) sebagai gejala awal kanker serviks, selanjutnya menurut Gubernur Maluku Said Assagaff Tercatat sedikitnya dalam satu tahun, rata-rata 10 orang perempuan di Maluku meninggal dunia akibat penyakit kanker serviks di mana yang terjadi sebelum tahun 2007 tercatat dari 10.000 perempuan di Maluku hanya dua orang yang meninggal akibat penyakit kanker serviks. Setelah itu meningkat menjadi 10 perempuan per tahun,"(Dinas Kesehatan Prov. Maluku, 2014) Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks. Sekitar 8.000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian .Seperti halnya di Kabupaten atau Kota di Indonesia Kabupaten Seram Bagian Barat juga mengalami akan hal yang sama untuk angka penderita penyakit keputihan Berdasarkan data pada Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2008, dari 73,3% remaja berusia 15-24 tahun berperilaku tidak sehat,yang merupakan salah satupenyebab terjadinya keputihan. Berdasarkan data pra survei yang penulis lakukan pada tanggal 11 April 2015 di STIKes Maluku Husada dengan melakukan wawancara pada 10 mahasiswi terbagi atas semester II berjumlah 2 orang,semester IV berjumlah 3 orang dan semester VI berjumlah 5 orang.Terdapat 7 mahasiswi yang mengalami keputihan, setelah ditanyakan tentang vulva Hygiene4 orang (30%) yang membersihkan vagina dengan sabun sirih dan 3 orang (20%) lainnya tidak pernah menjaga vulva hygienedengan baik, ini artinya masih tingginya kejadian keputihan pada mahasiswi di STIKes Maluku Husada,padahal Pemakaian sabun yang tidak sesuai menyebabkan suasanaasam basa vagina berubah. Perubahan lingkungan dalam organ intim ini menyebabkan kuman yang mestinya normal justru menjadi lebih banyakpertumbuhannya.Kuman yang seharusnya tidak ada justru timbul karena daya tahan vagina berubah. Hal ini terjadi akibat perubahan asam basa yang dipicu penggunaan pembersih tidak semestinya, misalnya sabun sirih Memiliki pengetahuan yang baik merupakan salah satu faktor yang sangat membantu bagi mahasiswi semester II, IV ,dan VI Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada (STIkes) yang berada padaKabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku terhadap masalah organ reproduksi wanita, karena dengan adanya pengetahuan yang baik dan dimiliki oleh mahasiswi, otomatis sangat membantu mereka tersebut dalam berperilaku yang baik untuk mencegah masalah yang berkaitan dengan organ reproduksi wanita sehingga adanya dorongan dari mahasiswi itu sendiri untuk bertindak dalam hal ini melakukan tindakan yang diharapkan dapat mencegah munculnya kasus yang berhubungan dengan masalah organ reproduksinya terutama pada masalah keputihan.Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan mahasiswi tentang kejadian keputihan pada organ reproduksi wanita, dalam melakukan perawatan. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswi semester II, IV dan VI yang sementara menempuh studi di STIKes Maluku Husada, Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat yang berjumlah 391 orang.dalam penelitian ini tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan tehnik random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana atau yang biasa disebut dengan simple random sampling untuk ukuran sampelnya sebagian dari jumlah populasi yang ada, yang jumlahnya 183 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan kuisioner secara langsung kepada responden dan Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi melalui tahap, editing, coding, entri,disajikan dalam bentuk table dan narasi.
Halaman---------- 15 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenjang Usia Pada Mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Maluku Husada semester II, IV dan VI. Tahun 2015 Usia responden 17-20 tahun 21-24 tahun Total
n 146 37 183
% 79.8 20.0 100.0
Tabel 1 menunjukkanbahwadari 183 responden yang paling banyakberusia 17 – 20 tahunyaitu 146 responden (79,8%) danberusia 21-24 tahunhanya 37 responden ( 20,2%). Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat kademik (Semester) Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Maluku HusadaSemester II, IV dan VI Tahun 2015 Semester Semester II Semester IV Semester VI Total
n 55 72 56 183
% 30.1 39.3 30.6 100.0
Tabel 2 menunjukanbahwadari 183 responden yang paling banyak berada pada semester IV yaitu 72 responden (39,3%) dan paling sedikitberadapada semester II yaitu 55 (30.1%). Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mahasiswi Semester II,IV Dan VI Program Studi Ilmu Keperawatan Maluku Husada Tahun 2015 Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total
n 131 48 4 183
% 71.6 26.2 2.2 100
Tabel 3 menunjukan bahwa dari 183responden yang paling banyak memiliki pengetahuan baik yaitu 131 responden (71.6%) dan paling sedikit memiliki pengetahuan kurang yaitu 4 responden (2.2%). Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Keputihan Mahasiswi Semester II,IV Dan VI Program Studi IlmuKeperawatan STIKes Maluku Husada Tahun 2015 Kejadian keputihan Ya Tidak Total
n 60 128 183
% 32.8 67.2 100.0
Tabel 4 menunjukan bahwa dari183 responden yang paling banyak tidak mengalami kejadian keputihan yaitu 128 responden (67.2%) dan mengalami keputihan hanya 60 responden (32.8%). Dari 131 responden yang mempunyai pengetahuan baik tetapi mengalami keputihan sebanyak 40 responden (30.9%), dan 48 responden yang mempunyai pengetahuan cukup tetapi tidak mengalami keputihan sebanyak 20 responden (58.3%), sedangkan dari 4 responden yang mempunyai pengetahuan kurang tetapi tidak mengalami keputihan sebanyak 4 responden (100.0%) PEMBAHASAN Dari 183 responden yang memiliki pengetahuan baik dan mengalami kejadian keputihan sebanyak 40 responden (21.9), responden yang memiliki pengetahuan baik dan tidak mengalami kejadian keputihan
Halaman---------- 16 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 sebanyak 91responden (49.7), responden yang memiliki pengetahuan cukup dan mengalami kejadian keputihan sebanyak 20 responden (10.9) , responden yang memiliki pengetahuan cukup dan tidak mengalami kejadian keputihan sebanyak 28 responden (15.3) ,responden yang memiliki pengetahuan kurang dan tidak mengalami kejadian keputihan sebanyak 4 responden (2.2).Hasil penelitian menunjukkan dari 183 responden yang paling banyak memiliki pengetahuan baik yaitu 131 responden (71.6%) dan paling sedikit memiliki pengetahuan kurang yaitu 4 responden (2.2%).Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 183 responden yang paling banyak tidak mengalami kejadian keputihan yaitu 128 responden (67.2%) dan mengalami keputihan hanya 60 responden (32.8%). KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penilitian dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut : Dari 183 Responden Yang Memiliki Pengetahuan Baik Yaitu 131 (71.6%), pengetahuan cukup yaitu 48 responden (26.2%), dan pengetahuan kurang yaitu 4 responden (2.2%).Dan Dari 183 responden hampir sebagian besar responden tidak mengalami kejadian keputihan dengan jumlah 128 responden (67,2%), dan responden yang mengalami kejadian keputihan dengan jumlah 60 responden (32.8%). Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan maka dapat disampaikan saran kepada pihak terkait, yaitu Bagi peniliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penilitian ini lebih lanjut dengan variabel yang berbeda, lokasi yang berbeda dan jumlah responden lebih banyak DAFTAR PUSTAKA Boyke, (2008).Tanda Dan Gejala Kanker Mulut Rahim.http://www .pdpersi.co.id. (diakses tanggal 05 januari 2012). SudardjatTanusukma, 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika Noor Azizah. 2015. Karakteristik Remaja Putri Dengan Kejadian Keputihan Di Smk Muhammadiyah Kudus. Skripsi STIKES Muhammadiyah Kudus Febiliawanti IA. Kenaliciri keputihan vagina abnormal. [internet]. c2009[cited 2011 feb 1]. Magfiroh,. (2013). KTI Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri TerhadapKejadian Flour ALbus Di SMA II jepara.
Halaman---------- 17 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KADAR GULA DARAH PADA KLIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN BULA KECAMATAN BULA KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR TAHUN 2015 Risman Tunny1, La Rakhmat Wabula1, Aziza. W2, 1=Dosen STIKes Maluku Husada 2=Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKes Maluku Husada ABSTRAK Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar gula darah di atas nilai normal. Kasus diabetes mellitus diseluruh dunia menurut International Diabetes Federation (2012) adalah sebanyak 371 juta orang. Gaya hidup modern/canggih, pola makan yang tidak teratur dan kurangnya pengetahuan adalah penyebab terus meningkatnya penderita diabetes mellitus di dunia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Gula Darah Pada Klien Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Bula tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif Analitik dengan metode Cross Sectional, sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan metode total sampling yang berjumlah 30 orang. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Pengolahan data dengan SPSS, menggunakan uji Chi-Square dan tingkat kemaknaan 0,05. Hasil dalam penelitian ini diperoleh Nilai signifikasi pengetahuan (p=0,064), gaya hidup (p=0,000) dan pola makan ( p=0,001). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Pengetahuan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kadar gula darah. Sementara gaya hidup dan pola makan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kadar gula darah. Kata Kunci: Pengetahuan, Gaya Hidup, Pola Makan, Kadar Gula Darah. LATAR BELAKANG Globalisasi dan Modernisasi yang terjadi telah berdampak pada semua aspek tidak terkecuali juga aspek kesehatan. Semakin canggihnya peralatan elektronik dan semakin majunya peradaban tidak hanya membawa keuntungan bagi manusia, tapi juga kerugian, termaksud juga kerugian dalam aspek kesehatan. Penyakit yang terjadi akibat dari majunya peradaban salah satunya adalah penyakit degeneratif karena akibat dari kurangnya aktifitas fisik manusia ataupun makanan-makanan yang siap saji (instan) yang kaya akan kalori tapi miskin akan zat gizi. Hal ini lama-kelamaan akan menyebabkan penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus. Menurut Kemenkes RI (2013) dalam Riskesdas tahun 2013 menyatakan diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2012, menyatakan bahwa penderita diabetes mellitus di seluruh dunia mencapai 371 juta orang. Indonesia masuk dalam urutan ke tujuh negara dengan penderita diabetes melitus terbanyak dengan jumlah 7,6 juta orang. Bahkan diprediksi pada tahun 2030, Indonesia akan masuk lima besar sebagai negara penderita diabetes di dunia. Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013 juga menyebutkan bahwa menurut WHO empat jenis Penyakit Tidak Menular (PTM) yang utama, Diabetes mellitus berada pada posisi ke-4 yang paling banyak terjadi setelah penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung koroner, stroke), kanker, dan penyakit pernapasan kronis (asma dan penyakit paru obstruksi kronis). Data prevalensi penyakit diabetes mellitus berdasarkan diagnosis dokter atau tenaga kesehatan dan berdasarkan gejala yang dialami pada umur ≥ 15 tahun di propinsi Maluku khususnya berada pada posisi ke 13 setelah Sulawesi tenggara dan jambi dengan jumlah 1.0% untuk diagnosis oleh dokter atau tenaga kesehatan dan berada pada posisi ke 10 dengan jumlah 2,3% untuk diagnosis berdasarkan gejala yang dialami (Kemenkes RI, 2013). Arisman (2011) juga mengemukakan bahwa, Kurangnya latihan fisik atau olahraga juga menjadi penyebab meningkatnya gula darah sehingga menyebabkan diabetes mellitus. penelitian acak terkendali (randomized controlled trial) terhadap penduduk kota Da Qing di cina membuktikan bahwa olahraga
Halaman---------- 18 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 berhasil menghambat perkembangan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) menjadi diabetes mellitus tipe II. Sudaryanto, et al (2014) didalam penelitiannya tentang “Hubungan pola makan, genetik, dan kebiasaan olah raga terhadap kejadian diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja puskesmas Nusukan, Banjarmasin” mengatakan bahwa, pola makan yang merupakan kebiasaan makan seseorang dapat menyebabkan peningkatan kadar gloukosa darah. Pola makan sendiri adalah gambaran mengenai macammacam, jumlah dan komposisi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang. Peran olahraga terhadap diabetes mellitus, khususnya terhadap kadar glukosa dapat dibagi atas; efek segera (acute effect) dan efek jangka panjang (chronic effect). Efek segera menyangkut apa yang terjadi ketika sedang melakukan latihan fisik. Efek jangka panjang menyangkut hasil yang diperoleh dari keseluruhan latihan (Bustan, 2015). METODE Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Bula pada Tanggal 03 s/d 16 Agustus 2015. Populasi pada penelitian ini adalah semua klien diabetes mellitus di Wilayah kerja Puskesmas Perawatan Bula tahun 2014-2015. Penarikan sampel menggunakan total sampling, maka didapatkan sampel sebanyak 30 orang responden. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden menggunakan instrument penelitian kuesioner dan dilakukan dengan cara home to home. Setelah pengambilan data dilakukan dan data diperoleh, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data yang meliputi beberapa bagian yaitu: Editing, Coding, dan Tabulating. Setelah data diolah, selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan uji statistik Chi-Square dengan kemaknaan ( = 0,05). HASIL Karakteristik Umum Responden Tabel 1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur klien diabetes mellitus di Wilayah kerja Puskesmas Perawatan Bula Tahun 2015 Umur 35 s/d 40 41 s/d 45 46 s/d 50 51 s/d 55 56 s/d 60 61 s/d 65 66 s/d 70 Total
Jumlah (n) 5 6 9 4 5 0 1 30
Persen (%) 17 20 30 13 17 0 3 100
Berdasarkan tabel 1 dapat digambarkan bahwa klasifikasi umur untuk usia 46 s/d 50 adalah yang paling banyak yaitu berjumlah 9 responden (30%), sedangkan untuk jumlah yang sedikit pada usia 66 s/d 70 tahun dengan hanya 1 responden (3%) dan untuk usia 61 s/d 65 tahun sama sekali tidak ada. Distribusi responden menurut kadar gula darah Tabel 2 distribusi responden berdasarkan Kadar Gula Darah Sewaktu Klien diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Bula Tahun 2015. Kadar Gula Darah Normal Tidak Normal Total
Jumlah (n) 9 21 30
Persen (%) 30 70 100
Menurut tabel 2 diatas dapat disimpilkan bahwa responden dengan kadar gula darah sewaktunya tidak normal yang paling banyak yaitu berjumlah 21 responden (70%).
Halaman---------- 19 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan Klien diabetes mellitus di Wilayah kerja Puskesmas Perawatan Bula Tahun 2015 Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total
Jumlah (n) 6 10 14 30
Persen (%) 20 33 47 100
Berdasarkan tabel 3. diketahui bahwa responden dengan tingkat pengetahuan kurang adalah yang paling banyak dengan jumlah 14 orang (47%), dan yang paling sedikit yaitu yang memiliki tingkat pengetahuan baik hanya 6 responden. Distribusi responden menurut Gaya Hidup Tabel 4. distribusi karakteristik responden berdasarkan Gaya Hidup Klien diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Bula Tahun 2015 Sikap Baik Kurang Baik Total
Jumlah (n) 6 24 30
Persen (%) 20 80 100
Uraian tabel 4. Diatas yaitu responden berdasarkan gaya hidupnya. Responden dengan gaya hidup kurang baik sebanyak 24 responden (80%) dan responden dengan gaya hidup baik hanya 6 responden (20%). Distribusi responden menurut Pola Makan. Tabel 5. distribusi karakteristik responden berdasarkan Pola Makan Klien diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Bula Tahun 2015 Pola Makan
Jumlah (n)
Persen (%)
Sesuai Standar Kebutuhan
5
17
Tidak sesuai standar kebutuhan
25
83
Total
30
100
Dari tabel 5. diatas dapat disimpulkan bahwa responden dengan pola makan yang tidak sesuai standar kebutuhan lebih banyak yaitu 25 responden (83%). Pengaruh pengetahuan terhadap Kadar Gula Darah. Tabel 6. Analisis pengaruh pengetahuan terhadap kadar gula darah klien diabetes mellitus di wilayah kerja puskesmas perawatan bula Tahun 2015 Pengetahuan
Baik Cukup Kurang Total
Kejadian abortus provokatus Normal Tidak normal N % N % 2 7 4 13 3 10 7 23 2 7 12 40 7 24 23 76
Total
Sign (p)
N 6 10 14 30
% 20 33 47 100
0,064
Halaman---------- 20 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan tabel 6, didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,064 atau p=0,064 yang lebih besar daripada 0,05% sehingga H0 diterima dan H1 ditolak atau hipotesis penelitian ditolak. Artinya variabel pengetahuan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kadar gula darah. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kadar Gula Darah. Tabel 7. Analisis pengaruh Gaya Hidup Terhadap Kadar Gula Darah Klien diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Bula Tahun 2015 Gaya Hidup
Kejadian abortus provokatus Normal
Total
Baik Kurang baik
n 3 6
% 20 10
Tidak Normal N % 0 0 21 70
Total
9
30
21
Sign (p)
70
N 6 24
% 20 80
30
100
0,000
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan uji Chi-Square pada tabel 7 diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,000 atau p= 0,000 yang lebih kecil dari 0,05% sehingga dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak dan H1 diterima atau hipotesis penelitian diterima. Artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya hidup terhadap kadar gula darah. Pengaruh Pola Makan terhadap Kadar Gula Darah. Tabel 8. Analisis pengaruh Pola Makan Terhadap Kadar Gula Darah Klien diabetes mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Bula Tahun 2015 Pola Makan
Sesuai standar kebutuhan Tidak sesuai standar kebutuhan Total
Kejadian abortus provokatus Normal Tidak Normal n % n % 5 17 0 0 4 13 21 70
N 5 25
% 17 83
9
30
100
30
21
70
Total
Sign (p)
0,001
Berdasarkan hasil pengolahan data bagian pada tabel 8 didapatkan hasil sebesar 0.001 yang lebih kecil dari 0, 05 atau p < α. Hal ini dapat disimpulkan bahwa H 0 ditolak dan H1 diterima atau hipotesis penelitian diterima. Artinya ada pengaruh yang signifikan antara pola makan dengan kada gula darah pada klien diabetes mellitus. PEMBAHASAN Pengaruh pengetahuan terhadap Kadar Gula Darah. Berdasarkan hasil uji Chi-Square dengan nilai kemaknaan α = 0.05 dimana hasil penelitian diperoleh p > 0.05 yaitu 0.064 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan dengan kadar gula darah. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Qurratuaeni (2009) dengan judul “Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Terkendalinya Kadar Gula Darah pada Pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta Tahun 2009” yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengtahuan dengan terkendalinya kadar gula darah karena meskipun pengetahuan merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak atau melakukan suatu hal, tetapi tidak sepenuhnya terkendalinya kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus didahului oleh pengetahuan. Hal ini sejalan dengan teori model keyakinan kesehatan dimana perilaku kesehatan akan tumbuh dari keinginan individu untuk menghindari suatu penyakit dan kepercayaan bahwa tindakan kesehatan yang tersedia akan mencegah suatu penyakit. Penelitian tersebut ditunjang oleh pandangan menurut Notoatmodjo (2014) yang mengemukakan bahwa Pengetahuan merupakan salah satu domain dari perilaku. Selain pengetahuan, masih ada dua domain penting yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang yaitu sikap (Attitude) dan tindakan
Halaman---------- 21 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 (Practice). Berdasarkan pemaparan diatas, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa walaupun seseorang memiliki pengetahuan yang baik, belum tentu dapat memiliki sikap dan tindakan yang baik dalam berperilaku sehat. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kadar Gula Darah. Hasil analisa bivariat pada tabel menunjukan bahwa dari 30 responden, diperoleh responden dengan gaya hidupnya kurang baik dan kadar gula tidak normal sebanyak 21 responden, Sedangkan responden yang memiliki gaya hidup yang baik dan kadar gula darahnya normal sebanyak 6 responden, hanya 3 responden yang memiliki gaya hidup kurang baik dengan kadar gula darah normal. Berdasarkan hasil uji Chi-Square dengan nilai kemaknaan α = 0,05 diperoleh hasil penelitian yaitu p = 0,000 yang menunjukan p < α atau 0,000 < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup terhadap kadar gula darah. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Fitriyani (2012) dengan judul “Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Citangil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cilegon” yang mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus tipe II. Hal ini menunjukan bahwa orang yang beraktivitas fisik ringan sehariharinya memiliki resiko 2,68 kali untuk menderita diabetes mellitus tipe II dibandingkan dengan orang yang aktivitas fisik sedang dan berat. Bustan (2015) berpendapat yang sama mengenai prinsip dasar manajemen pengendalian atau penanganan diabetes mellitus ada lima dan salah satunya adalah latihan jasmani atau aktifitas fisik. Aktifitas fisik merupakan salah satu bentuk gaya hidup seseorang, sehingga aktifitas fisik penting dalam pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus. Mekanisme prinsip terjadinya diabetes mellitus ditandai dengan tingginya resistensi terhadap insulin, yang ditandai dengan tidak stabilnya (bisa naik dan bisa turun) kadar glukosa darah. Peran olahraga dimungkinkan sesuai mekanisme kerja dan dampak yang dihasilkan dari suatu latihan fisik terhadap insulin dan organ tubuh. Olahraga akan mempengaruhi mekanisme peningkatan sensitifitas insulin. Artinya, dengan insulin yang ada, olahraga mampu untuk membuat efek insulin akan optimum, sehingga kadar glukosa akan terkendali. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kadar Gula Darah. Melalui uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square dengan nilai kemaknaan α = 0.05 diperoleh hasil yaitu p < α yaitu 0.001, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara pola makan terhadap kadar gula darah. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sartika et al (2013) tentang “Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Penyakit Diabetes Mellitus Tipe II di Poli Interna Blu.RSUP.Prof.DR.R.D. Kandou Manado Tahun 2013” menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan kejadian diabetes mellitus tipe II. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan makanan memegang peranan dalam peningkatan kadar gula darah. Karena pada proses makan, makanan yang dimakan akan dicerna di dalam saluran cerna dan kemudian akan diubah menjadi suatu bentuk gula yang disebut glukosa. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sudaryanto et al (2014) dengan judul “Hubungan antara Pola Makan, Genetik, dan Kebiasaan Olahraga terhadap Kejadian diabetes mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan, Banjarmasin” yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola makan terhadap kejadian diabetes mellitus tipe II. Hasil dari uji Odds Ratio menunjukan bahwa hubungan pola makan nilai OR= 10.0;95% (91%) dapat diinterpretasikan bahwa responden yang dengan pola makan yang buruk memiliki 10 kali lipat resiko terhadap kejadian diabetes mellitus tipe II. dari hasil ini maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa seseorang dengan pola makan yang tidak sesuai atau buruk akan berisiko tinggi menyebabkan tidak terkendalinya kadar gula darah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan tidak berpengaruh terhadap kadar gula darah dengan p value = 0,064. sementara gaya hidup memiliki pengaruh terhadap kadar gula darah dengan nilai p value = 0,000 dan Pola Makan memiliki pengaruh terhadap Kadar Gula Darah dengan nilai p value = 0,001 .
Halaman---------- 22 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Saran Diharapkan dengan adanya penelitian ini masyarakat dapat memahami tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan tidak terkendalinya kadar gula darah sehingga bisa menghindarinya. Demikian juga bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian tenatng faktor-faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kadar gula darah secara lebih luas. Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kadar gula darah. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.
5.
6.
7.
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
18.
19.
Rendy, M. Clevo, TH Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah penyakit Dalam. Yogyakarta: Medical Book. Padila. (2012). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Medical Book. Aspuah, Siti. (2013). Kumpulan Kuesioner dan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Medical Book. Sudaryanto, et al. (2014). Hubungan Antara Pola Makan, Genetik, dan Kebiasaan Olah Raga Terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan, Banjarmasin. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Qurratuaeni. (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Terkendalinya Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati Jakarta. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sumangku, et al. (2013). Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Penyakit Diabeetes Mellitus Tipe II di poli Interna BLU.RSUP.Prof.Dr.R. D. Kandou Manado. Ilmu Keperawatan Fakultas kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Di ambil dari ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1. Nomor 1. Hairi, et al. (2013). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Diabetes Mellitus Dengan Gaya Hidup Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Desa Nyatnyono, kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Arisman. (2011). Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus, & Dislipidemia Konsep, Teori, dan Penanganan Aplikatif. Jakarta: EGC. Bustan, M. Nadjib. (2015). Manajemen Pengendalian penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. TIM STIKes. (2015). Panduan Penulisan Skripsi Tahun 2015 (Revisi ke-3). Stikes Maluku Husada. Priyoto. (2014). Teori Sikap dan Perilaku Dalam Kesehatan Dilengkapi Contoh Kuesioner. Yogyakarta: Medical Book. Notoatmodjo, Soekidjo. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Wibowo, Adik. (2014). Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Zahtamal, et al. (2007). Faktor-Faktor Risiko Pasien Diabetes Mellitus. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Shara, et al. (2012). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cingkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Program Studi Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat Stikes MH. Thamrin, Jakarta. Azhara, Nafi, et al. (2014). Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2014. Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro, Semarang. Fitriyani. (2012). Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Puskesmas Kecamatan Citangkil dan Puskesmas Kecamatan Pulo Merak, Kota Cielgon. Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
Halaman---------- 23 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 PENGARUH KOMPRES HANGAT JAHE (ZINGIBER OFFICINALE ROSCOE) TERHADAP SKALA NYERI PADA PENDERITA ARTHRITIS GOUT DI DUSUN WAIMITAL DESA WAIMITAL KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROPINSI MALUKU TAHUN 2015 Lukman La Basy1, Aziza W2, La Rakhmat Wabula1 1=Dosen STIKes Maluku Husada 2=Mahasiswa Prodi Keperawatan STIKes Maluku Husada ABSTRAK Arthritis Gout merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi, penyakit ini menyebabkan banyak keluhan diantaranya, nyeri kaki, lutut, pinggang, tangan, leher dan diberbagai sendi lain nya. Tindakan non farmakologis untuk penderita Arthritis Gout diantaranya adalah kompres hangat jahe. Kompres merupakan tindakan mandiri perawat dalam upaya menurunkan nyeri. tujuan penelitian Untuk mengetahui Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Artritis Gout di Dusun Waimital Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2015.Jenis penelitian ini menggunakan rancangan Pre – Eksperimental dengan menggunakan rancangan (One Group Pre – Post Test Design). Teknik pengambilan sampel dengan cara random sampling. Analisa data dengan menggunakan uji Wilcoxon.Hasil penelitian Berdasarkan uji statistic Wilcoxon didapatkan nilai signifikansi pvalue = 0,000, dimana nilai α < 0,05. sehingga Ha diterima, berarti ada pengaruh yang signifikan antara Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Penderita Arthritis Gout di Dusun Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh kompres hangat jahe terhadap penurunan skala nyeri pada penderita arthritis gout di dusun waimital desa waimital kecamatan kairatu kabupaten seram bagian barat tahun 2015 dengan nilai p value = 0,000. Kata Kunci: Skala Nyeri, Kompres Hangat Jahe, Arthritis Gout. PENDAHULUAN Pada masa Hippocrates dikenal luas sebuah penyakit yang bernama gout yang sering dinamakan sebagai “penyakit para raja dan raja dari penyakit” karena sering muncul pada kelompok masyarakat dengan kemampuan sosial ekonomi tinggi. Sebagai mana diketahui, kelompok masyarakat ekonomi tinggi sering mengkonsumsi daging (yaitu keluarga kerajaan pada zaman dahulu), akibatnya menimbulkan rasa sakit yang teramat sangat. Kepercayaan kuno menyatakan bahwa penyakit ini di sebabkan oleh luka yang jatuh tetes demi tetes kedalam sendi (Damayanti, 2012). Arthritis Gout adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia. Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan ekstraselular. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar asam urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl (Sudoyo, 2009). prevalensi arthritis gout di Amerika serikat meningkat dua kali lipat dalam populasi lebih dari 75 tahun antara 1990 dan 1999, dari 21 per 1000 menjadi 41 per 1000. Dalam studi kedua, prevalensi arthritis gout pada populasi orang dewasa di Inggris diperkirakan 1,4%, dengan puncak lebih dari 7% pada pria berusia 75 tahun (Alexander, 2010). Kemenkes RI (2013) juga memaparkan bahwa WHO mendata penderita Arthritis Gout di Indonesia mencapai 81% dari populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter, sedangkan 71% cenderung langsung mengonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling tinggi menderita Arthritis Gout jika dibandingkan dengan negara di Asia lainnya seperti Hongkong, Malaysia, Singapura dan Taiwan. Arthritis Gout secara nasional prevalensinya berdasarkan wawancara sebesar 30,3% dan prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 14%.
Halaman---------- 24 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Arthritis Gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. Arthritis Gout terjadi sebagai akibat dari Hyperuricemia yang berlangsung lama (asam urat serum meningkat) disebabkan karena penumpukan purin atau ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Sedangkan gejala yang sering yakni nyeri, sendi bengkak, kulit kemerahan hingga keunguan, kencang, licin dan hangat (Muhaj, 2010) Nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderita yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman, mengacu kepada teori dari asosiasi nyeri Internasional, pemahaman tentang nyeri lebih menitikberatkan bahwa nyeri adalah kejadian fisik, yang tentu saja untuk penatalaksaan nyeri menitik beratkan pada manipulasi fisik. Nyeri diperkenalkan sebagai suatu pengalaman emosional yang penatalaksanaannya tidak hanya pengelolaan fisik semata, namun penting juga untuk melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk mengatasi nyeri (Thamsuri, 2012). Penanganan penderita Arthritis Gout difokuskan pada cara mengontrol rasa sakit, mengurangi kerusakan sendi, dan meningkatkan atau mempertahankan fungsi dan kualitas hidup. Penanganan untuk Arthritis Gout meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis. Tindakan non farmakologis untuk penderita Arthritis Gout diantaranya adalah kompres hangat jahe. Kompres merupakan tindakan mandiri perawat dalam upaya menurunkan suhu tubuh (Perry & Potter, 2009) kompres hangat jahe dapat menurunkan nyeri Arthritis Gout kompres hangat jahe merupakan pengobatan tradisional atau terapi alternatif untuk mengurangi nyeri Arthritis Gout Kompres hangat jahe memiliki kandungan enzim siklo-oksigenasi yang dapat mengurangi peradangan pada penderita Arthritis Gout, selain itu jahe juga memiliki efek farmakologis yaitu rasa panas dan pedas, dimana rasa panas ini dapat meredakan rasa nyeri, kaku, dan spasme otot atau terjadinya vasodilatasi pembuluh darah, manfaat yang maksimal akan dicapai dalam waktu 20 menit sesudah aplikasi panas (Devi et al, 2014) Dari fenomena yang terjadi diatas dan banyak ditemukan penderita Arthritis Gout, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: ‟Pengaruh Kompres Hangat Jahe terhadap Skala Nyeri pada Penderita Arthritis Gout di Dusun Waimital Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015‟? Tujuan Tujuan pada penelitian yaitu untuk Menganalisis Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Skala Nyeri Pada Penderita Artritis Gout di Dusun Waimital Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain Pra– Eksperimental dengan menggunakan rancangan (One Group Pra – Post Test Design). Ciri tipe penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasikan sebelum di lakukan intervensi, kemudian di observasi lagi setelah intervensi. Misalnya, penelitian ini, sebelum dilakukan kompres hangat jahe (pre-test), skala nyeri penderita arthritis gout di ukur. Kemudian dilakukan kompres hangat jahe oleh peneliti selama 20 menit. Setelah itu diukur kembali (post-test) skala nyeri pasien tersebut. Kemudian dibandingkan antara nyeri pra-test dengan post-test. Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Waimital Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita arthritis gout yang berjumlah 30 orang. Sampel pada penelitian ini berjumlah 28 orang dengan menggunakan metode random sampling. Langkah – langkah pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut : Melakukan pengambilan sampel / responden yaitu dengan jumlah 28 orang dengan cara Random Sampling. Menjelaskan tentang penelitian, tujuan, manfaat dan langkah-langkah penelitian serta penandatanganan informed consent. Sebelum melakukan pra-test dan post-test, peneliti mengukur skala nyeri arthritis gout pada responden. Melakukan pengukuran skala nyeri arthritis gout sebelum dilakukan kompres hangat jahe (pre-test). memberikan kompres hangat jahe setiap pagi dan sore selama 11 hari untuk mendapatkan hasil yang optimal. Melakukan pengukuran skala nyeri arthritis gout setelah dilakukan kompres hangat jahe (post-test) .
Halaman---------- 25 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Analisis univariat dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabell (Notoadmodjo, 2009). Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran (distribusi frekuensi). Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk melihat perbedaan yang bermakna antara dua kelompok data (komparatif) yaitu variable dependen (skala nyeri arthritis gout) sebelum terapi bercerita dan variable dependen (skala nyerii arthritis gout) setelah melakukan kompres hangat jahe. Penelitian ini menggunakan uji hipotesis berpasangan yaitu digunakan untuk melihat skala nyeri sesudah dan sebelum dilkakukan pemberian kompres hangat jahe, selanjut dilakukan uji Shapiro-Wilk untuk melihat apakah data normal atau tidak, apabila data tidak normal digunakan uji non parametric yaitu uji Wilcoxon (Dahlan, 2012) Dengan nilai kemaknaan α = 0,005. HASIL Jenis penelitian ini menggunakan desain Pra – Eksperimental dengan menggunakan rancangan (One Group Pra – Post Test Design) pada bab ini akan menyajikan hasil penelitian tentang Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Skala Nyeri Pada Penderita Arthritis Gout di Dusun Waimital Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku Tahun 2015 yang dilakukan pada tanggall 05 s/d 15 agustus 2015. Responden dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 28 orang. Pemberian intervensi dilakukan sebanyak 2 kali sehari selama 11 hari. Sebelum diberikan intervensi skala nyeri responden diukur, kemudian diukur kembali setelah diberikan intervensi. Tabel 1. Karakteristik Responden Menurut Umur Umur 50-56 57-62 63-68 69-74 80-86 Total
n 14 3 3 5 3 28
(%) 50,0 10,7 10,7 17,9 10,7 100,0
Berdasarkan hasil tabel diatas menjelaskan bahwa umur responden 50-56 tahun berjumlah 14 orang (50,0%), 57-62 tahun berjumlah 3 orang (10,7%), 63-68 tahun 3 orang (10,7%), 69-74 tahun 5 orang (17,9%), dan 80-86 tahun 3 orang (10,7%). Tabel 2. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin No 1 2
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
n 2 26 28
(%) 7,1 92,9 100
Berdasarkan hasil penelitian tabel diatas bahwa diketahui dari 28 responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2 responden (7,1%) dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 26 responden (92,9%). Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Skala Nyeri Pre-Test No 1 2 3 4 5
Skala nyeri Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat Total
N 1 12 13 2 28
(%) 3,6 42,9 46,4 7,1 100
Halaman---------- 26 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Dari tabel diatas memaparkan bahwa dari 28 responden yang mengalami nyeri ringan sebanyak 1 responden (3,6%). Dan yang mengalami nyeri sedang 12 responden (42,9%). Sedangkan yang mengalami nyeri berat 13 responden (46,4%). sedangkan yang mengalami nyeri sangat berat 2 responden (7,1%). Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Skala Nyeri Post-Test No 1 2 3 4 5
Skala nyeri Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Nyeri sangat berat Total
N 6 16 6 28
(%) 21,4 57,1 21,4 100
Dari hasil penelitian tabel di atas dapat menunjukkan bahwa dari 28 orang responden yang mengalami tidak nyeri sebanyak 6 orang (21,4%). Dan nyeri ringan sebanyak 16 orang (57,1%). Kemudian yang mengalami nyeri sedang sebanyak 6 orang (21,4%). Tabel 5. Mengetahui Hasil Pengaruh Kompres Hangat Jahe Skala nyeri Pre-test Post test
n 28 28
Mean rank 14,50 .00
Sum rank 406 .00
P value 0,000
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa hasil analisis statistic dengan menggunakan uji statistic Wilcoxon didapatkan nilai signifikansi pvalue = 0,000, dimana nilai p < α atau 0,000 < 0,005. sehingga Ha diterima, berarti ada pengaruh yang signifikan antara Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Skala Nyeri Pada Penderita Arthritis Gout di Dusun Waimital Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015. PEMBAHASAN Skala Nyeri Sebelum Dilakukan Kompres Hangat Jahe (pre-test) Menurut Anas (2011) Teknik nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada penderita Arthritis Gout diantaranya dengan menggunakan kompres hangat jahe yang dapat memberikan efek farmakologis yaitu panas dapat mengatasi dan menghilangkan sensasi nyeri, teknik ini juga memberikan reaksi fisiologis antara lain meningkatkan respons inflamasi, meningkatkan aliran darah dalam jaringan dan meningkatkan pembentukan edema selain itu juga tindakan ini dapat digunakan sebagai pertolongan pertama ketika nyeri menyerang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebelum dilakukan kompres hangat jahe yang paling tertinggi skala nyeri responden adalah 46,4% dengan kategori nyeri berat berjumlah 13 orang. Dan yang mengalami skala nyeri sedang 42,9% berjumlah 12 orang. Skala Nyeri Setelah Dilakukan Kompres Hangat Jahe (Post-Test) Menjelaskan bahwa salah satu intervensi non farmakologi yang dapat dilakukan perawat secara mandiri dalam menurunkan skala nyeri stimulasi kutaneus, yaitu dengan melakukan kompres hangat jahe pada pasien untuk menurunkan skala nyeri arthritis gout Smalzer et al (2009). Menurut Devi (2014) juga mengemukakan bahwa Kompres hangat jahe dapat menurunkan nyeri arthitis gout. Kompres jahe merupakan pengobatan tradisional atau terapi alternatif untuk mengurangi nyeri arthritis gout. Kompres hangat jahe memiliki kandungan enzim siklo oksigenasi yang dapat mengurangi peradangan pada penderita arthritis gout selain itu jahe juga memiliki efek farmakologis yaitu rasa panas dan pedas, dimana rasa panas ini dapat meredakan rasa nyeri, kaku, dan spasme otot atau terjadinya vasodilatasi pembuluh darah, manfaat yang maksimal akan dicapai dalam waktu 20 menit sesudah aplikasi panas.
Halaman---------- 27 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan hasil penelitian bahwa setelah dilakukan kompres hangat jahe dari 28 responden dapat diketahui skala nyeri rata-rata adalah 57,1% dengan jumlah 16 orang. Responden mengalami penurunan skala nyeri setelah dilakukan kompres hangat jahe. Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Jahe Pada Penderita Arthritis Gout Hasil Analisa bivariat menunjukan bahwa 28 orang responden sebelum dilakukan kompres hangat jahe skala nyeri 46,4% dengan kategori nyeri berat berjumlah 13 orang. Dan setelah dilakukan kompres hangat jahe skala nyeri responden 57,1% dengan kategori nyeri ringan berjumlah 16 orang. Berdasarkan hasil statistik dari uji Wilcoxon didapatkan (p=0,000) dengan tingkat kemaknaan α < 0,05 yang menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kompres hangat jahe terhadap skala nyeri arthritis gout. Berdasarkan data di atas. Terjadi penurunan skala nyeri. Penurunan ini dapat terlihat bahwa setelah kompres hangat jahe rata-rata responden mengalami skala nyeri ringan. Hal ini menunjukan ada pengaruh kompres hangat jahe dengan penurunan skala nyeri pada penderita arthritis gout. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Devi Susanti di Sumatra Barat Bukit Tinggi tahun (2014) tentang Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri Artritis Rhematoid Pada Lansia di PSTW Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar, menunjukan secara keseluruhan ada hubungan yang bermakna antara tingkat skala nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres hangat jahe dengan p-value 0,000. Pada data pre dan post treatment di dapatkan penurunan skala nyeri dari berat ke sedang dari skala sedang ke ringan dan tidak mengalami dari rendah ke sedang atau tinggi. Ada perbedaan signifikan tingkat nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres hangat rebusan jahe pada lanjut usia dengan artritis rhematoid. Menurut asumsi peneliti terdapat pengaruh yang signifikan antara kompres hangat jahe dengan penurunan skala nyeri pada penderita arthritis gout. Hal ini sesuai dengan salah satu intervensi non farmakologi yang dapat dilakukan perawat secara mandiri dalam menurunkan skala nyeri stimulasi kutaneus, yaitu dengan melakukan kompres hangat jahe pada responden untuk menurunkan skala nyeri arthritis gout. Kompres hangat bagian dari teknik stimulasi kutaneus yang merupakan salah satu intervensi non farmakologi dalam penanganan nyeri. Teknik stimulasi kutaneus dapat mengatasi nyeri karena menurun kan persepsi dengan stimulasi nyeri yang di transmisikan ke otak (Smelzer & Bere, 2009). Arthritis Gout adalah suatu penyakit sindrom yang disebabkan oleh respon peradangan terhadap deposisi kristal monosodium urat dimana pada lapisan persendian mengalami peradangan sehingga menyebabkan rasa nyeri, kekakuan, kelemahan, kemerahan, bengkak dan panas, penyakit ini terjadi antara umur 20 – 50 tahun. Arthritis Gout merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang menyerang beberapa sendi, sinoviom adalah bagian yang terjadi pada proses peradangan yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi (Khitchen, 2011). Arthritis Gout merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai dalam masyarakat dan merupakan salah satu kelompok penyakit yang selalu ditemukan dalam praktik dokter umum, penyakit ini ada yang menyerang sendi dan ada pula yang hanya menyerang jaringan disekitar sendi (Dalimartha, 2009). Menurut asumsi peneliti penurunan skala nyeri pada pasien yang diberikan kompres hangat jahe tergantung pada masing-masing responden. Responden yang mampu berespon dengan baik terhadap kompres hangat jahe akan mengalami penurunan yang lebih tinggi di bandingkan responden yang yang tidak mampu. Hal ini sesuai dengan mekanisme gate control, dimana kurangnya konsentrasi menyebabkan pintu gerbang yang mentransmisikan nyeri, sehingga sampai simulasi kutaneus nyeri ke otak yang seharus nya berkurang akibat kompres jahe. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Skala Nyeri Pada Penderita Arthritis Gout maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Sebelum dilakukan kompres hangat jahe (pre-test), skala nyeri arthritis gout responden adalah 46,4% dengan kategori nyeri berat. Sesudah dilakukan kompres hangat jahe (post-test), skala nyeri arthritis gout responden adalah 57,1% dengan kategori nyeri ringan. Didapatkan ada pengaruh kompres hangat jahe terhadap skala nyeri pada penderita arthritis gout di dusun waimital desa waimital kecamatan kairatu kabupaten seram bagian barat tahun 2015 dengan nilai p value = 0,000
Halaman---------- 28 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 DAFTAR PUSTAKA Damayanti, D 2012 Mencegah Dan Mengobati Asam Urat, Araska, Yogjakarta Sudoyo. S , (2007), Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI Kemenkes, RI 2013 Profil Kesehatan Indonesia, Departemen Republik Indonesia, Jakarta Muhaj, Khaidir. (2010). “ Askep Arthritis Pirai Gout Tamsuri. A . (2012), Konsep & Penatalaksaan Nyeri, jakarta : EGC Potter dkk, (2009), Fundamental Of Nursing Nursing Konsep, Proses, Dan Praktik. Jakarta: EGC Susanti, Devi. (2014). Pengaruh Kompres Hangat Jahe Terhadap Penurunan Skala Nyeri Arthritis Rhematoid Pada Lansia Di Pstw Kasih Sayang Ibu Batu Sangkar. Diakses 09 Mei 2015 dari http://Jurnal.umsb.ac.id
Halaman---------- 29 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 TINGKAT KECEMASAN SISWI REMAJA USIA 12 – 14 TAHUN YANG MENGALAMI MENARCHE DI SMPN 4 WAIMITAL KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT Lukman La Basy1, Kaliky D1, Samiun I3 1=Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada 2=Mahasiswa Program Studi KeperawatanSTIKes Maluku Husada 3=Dosen Poltekes Kemenkes Maluku ABSTRAK Menarche adalah perdarahan kali pertama dari uterus terjadi pada wanita di masa pubertas sekitar usia 12–14 tahun.Perubahan yang menandakan bahwa remaja sudah memasuki tahap kematangan organ seksual dalam tubuh. Dimulainya menarche membuat organ seks sekunder tumbuh berkembang seperti pembesaran payudara, mulai tumbuh rambut ketiak, panggul membesar dan juga mulai berkembangnya beberapa organ vital yang siap untuk dibuahi. Usiamenarche bervariasi pada setiap individu dan wilayah tempat tinggal. Namun usia menarche dapat dikatakan normal apabila terjadi pada usia 12–14 tahun.Untuk mengetahui tingkat kecemasan siswi remaja usia 12 – 14 tahun yang mengalami menarche di SMPN 4 waimital kecamatan kairatu kabupaten seram bagian barat.Desain penelitian ini menggunakan deskriptif. Penelitian dilakukan di SMPN 4 Waimital padatanggal 9 agustussampaidengan 10 september 2015.jumlahsampel sebanyak 52 siswi. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa siswi SMPN 4 Waimital yang tidakmengalami kecemasan sebanyak 10 responden (19.2%), cemas ringan sebanyak 39 responden (75.0%), cemas sedang sebanyak 3 responden (5.8%).berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar tingkat kecemasan pada responden adalah cemas ringanhal ini Dikarenakan sebagian responden belum mempunyai pengetahuan sehingga responden tidak siap dalam menghadapi menarche yang di tandai dengan tidak enak badan, pusing, letih dan mudah tersinggu Kata Kunci : Tingkat kecemasan, Menarche LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai dengan pubertas.Pubertas adalah perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal yang terjadi selama masa remaja awal.Pubertas tercapai pada umur 12 -16 tahun.Remaja mengalami perubahan dramatis pada masa pubertas.Pada masa ini hormon seksual seperti progesteron dan esterogen meningkat kuat.Hal ini menyebabkan perubahan dalam tubuh remaja putri seperti tumbuhnya payudara, pinggul melebar dan membesar, tumbuhnya rambut-rambut halus di daerah ketiak dan kemaluan serta dimulainya kematangan seksual yang ditandai dengan menstruasi pertama atau menarche.Perubahan fisik yang cepat dan luas di masa pubertas terjadi beriringan dengan pergolakan emosi dan pertumbuhan psikis remaja. Hal tersebut dapat menimbulkan perasaan bingung, berbagaipertanyaan, ketakutan dan kecemasan (Proverawati,2009). Banyak remaja memandang menarche adalah hal yang menakutkan karena menarche akan menimbulkan ketidaknyaman, sakit, pusing dan sebagainya. Menarche haid yang pertama terjadi yang merupakan ciri khusus kedewasaan seorang wanita yang sehat dan tidak hamil. Keluhan saat menarche sama dengan haid biasa. Biasanya selama 2 hari sebelum haid dimulai, banyakwanita merasa tidak enak badan, mereka mengalami pusing –pusing, perutkembung, letih atau mudahtersinggung dan mungkin merasakan tekanan di daerah pinggul.Pada umumnya gejala hilang ketika haid di mulai.Banyak gadis merasa sakit saat haid.Keluhan ini disebut dysmenorrea dan biasanya baru timbul 2 atau 3 tahun sesudah menarche (Ariyani, R. 2010). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menemukan bahwa 37,5% perempuan mengawali usiareproduksi (menarche) pada umur 13 –14tahun, lalu dijumpai 0,1% perempuan dengan umur menarche 6 – 8 tahun, dan di jumpai sebanyak 19,8% perempuan baru mengalami menarche pada usia 15 – 16 tahun, dan 4,5% pada usia 17 tahun keatas (Depkes, 2010). Penelitian tentang menstruasi pada remaja putri sudah banyak dilakukan oleh peneliti peneliti sebelumnya. Yaitu: Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ayu Ratih Agustini pada tahun 2008 di SDN Giwangan Yogyakarta yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Menstruasi Terhadap
Halaman---------- 30 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Kecemasan Menghadapi Menarche Pada Siswi Kelas V di SDN Giwangan Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut menghasilkan tingkat kecemasan responden yang dibuktikan dengan adanya jumlah responden yang tadinya paling banyak berada pada tingkat kecemasan berat (54,8%) dalam menghadapi Menarche. Penelitian yang dilakukan Etik Murtapi’ah yang berjudul Hubungan Antara Tingkat Dukungan Sosial Dengan Tingkat Kecemasan Saat Menarche. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 195 responden, 82,6% mengalami kecemasan sedang dan 50,7% mendapatkan dukungan tinggi. Joison (2009) meneliti mengenai Early Menarche Is Associated With An Increased Riskfor Depressive Symptoms In Adolescent Girl In A UK Cohort. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa siswi yang mengalami menarche pertama kali mengalami depresi, hal tersebut dapat disebabkan kurangnya peran keluarga dalam memberikan pendidikan mengenai menarche. Berdasarkan penelitiannya pada 155 remaja, Lee (2008) menemukan 12% remaja yang tidak mempersiapkan datangnya menarche mengungkapkan bahwa mereka merasa dirinya kotor, memalukan, dan menjijikan karena mendapati celananya penuh noda darah menstruasi.Orringer (2010)juga pernah melakukan penelitian terhadap 639 anak perempuan terkait menarche. Respon kebanyakan anak saat mengalami menarche adalah kecewa, sedikit terkejut, sedikit gembira, cemas, khwatir dan sedih. Kecemasan (ansietas) adalah keadaan suasana perasaan (mood) yang ditandai oleh gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan. Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan memberikan sinyal untuk menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman (Durand, 2006 ; Nevid, 2005 ; Kaplan & Sadock, 2005). Kecemasan bukan merupakan suatu penyakit melainkan suatu gejala. Hal ini akan semakin parah apabila pengetahuan remaja mengenai mentruasi ini sangat kurang dan pendidikan dari orang tua yang kurang (Proverawati 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 22 mei 2015 di SMPN 4 waimital didapatkan jumlah siswa 285 orang. Setelah dilakukan wawancara awal kepada 10 siswi, yang telah mengalami menarche sebanyak 4 siswi (40%), dan 6 siswi (60%) yang belum mengalami menarche. Dari 4 siswi yang mengalami menarche mengatakan timbul perasaan cemas pada saat menstruasi antara lain takut, khawatir dan gelisah karena tidak tahu dan tidak mengira akan mengalami menarche. Timbulnya kecemasantersebut karena kurangnya pengetahuan tentang menarche. Sedangkan 6 siswi yang belum mengalami menarche merasa takut serta timbul perasaan cemas karena mereka mengatakan belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang menarche. METODE PENELITIAN Desain penelitiann ini menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif.Desain ini dipilih oleh peneliti untuk mengetahui Gambaran Tingkat Kecemasan Siswi Kelas VIII dalamMenghadapi Menarche di SMPN 4 Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat.Deskriptif kuantitatif merupakan suatu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi didalam masyarakat yang berbentuk angka atau data kualitatif yang di angkakan (Sugiyono, 2007). Lokasi penelitian dilakukan di SMPN 4 Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat.Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan agustus sampai dengan bulan september 2015.Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswi remaja usia 12 – 14 tahun yang berjumlah 52 siswi.Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 52 siswi, dengan cara total sampling.Definisi operasional merupakan definisi yang membatasi ruang lingkup atau pengertian varibel – variabel yang di amatia atau di teliti (Notoatmodjo, 2010). HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 4 Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten SBB pada bulan Agustus tahun 2015. Dalam penelitian ini menggunakan bentuk analisa univariat untuk menggambarkan data karakteristik demografi meliputi : umur dan kelas. Sedangkan variabel penelitian yaitugambaran tingkat kecemasan siswi remaja usia 12 – 14 tahun yang mengalami menarche sebagai berikut. Berdasarkan tabel 1. didapatkan frekuensi remaja putri SMPN 4 Waimital yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 10 responden (19.2%), cemas ringan sebanyak 39 responden (75.0%), cemas sedang sebanyak 3 responden (5.8%).
Halaman---------- 31 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Tabel 1. Tingkat Kecemasan Pada Siswi SMPN 4 Waimital Tahun 2015 Tingkat Kecemasan Tdk ada kecemasan Kecemasan ringan Kecemasan sedang Kecemasan berat Kecemasan berat sekali/panik Total
N 10 39 3 0 0 52
% 19.2 75.0 5.8 0 0 100%
PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kecemasan dalam menghadapi menarchedapat terjadi karena kurangnya informasi tentang menstruasi. Untuk mengurangi kecemasan tersebut salah satunya adalah dengan meningkatkan pengetahuan remaja putri tentang menstruasi sejak dini dengan cara pemberian informasi kesehatan reproduksi remaja (KRR) khususnya tentang menstruasi (Proverawati, 2009). Kecemasan adalah perasaan individu dan pengalaman subyektif yang tidak diamati secara langsung dan perasaan tanpa obyektif yang spesifik dipacu oleh ketidaktahuan dan didahului oleh pengalaman yang baru (Stuart and Sundeen, 2007 ). Kecemasan bukan merupakan suatu penyakit melainkan suatu gejala. Hal ini akan semakin parah apabila pengetahuan remaja mengenai mentruasi ini sangat kurang dan pendidikan dari orang tua yang kurang (Proverawati 2010). Menarche adalah haid pertama yang terjadi akibat proses sistem hirmonalyang komppleks. Menarche salah satu tanda bahwa remaja tersebut telah mengalami perubahan didalam dirinya dan juga disertai dengan berbagai masalah dan perubahan – perubahan baik fisik, biologi, psiologik maupun sosial, harus dihadapi oleh remaja karena ini merupakan peralihan kemasa dewasa (Moersintawati, 2008). Responden dalam penelitian ini adalah siswi usia 12 – 14 tahun di SMPN 4 Waimital , yang berjumlah 52 siswi. Penelitian ini terfokus pada tingkat kecemasan siswi remaja usia 12 – 14 tahun yang mengalami menarche di SMPN 4 Waimital. Dari hasil yang diperoleh bahwa tingkat kecemasan pada remaja usia 12 - 14 tahun yang mengalami menarche sebagian besar berada dalam tingkat kecemasan ringan. Hasil data penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa banyak remaja putri SMPN 4 Waimital yang mengalami cemas ringan pada saat menarche, yaitu sebanyak 39 responden (75,0%). Dikarenakan sebagian responden belum mempunyai pengetahuan sehingga responden tidak siap dalam menghadapi menarche yang di tandai dengan tidak enak badan, pusing, letih dan mudah tersinggung.Kecemasan adalah perasaan yang tidak jelas khawatir karena ancaman pada sistem nilai atau pola keamanan seseorang (Carpenito, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Ratih Agustini pada tahun 2008 di SDN Giwangan Yogyakarta yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Menstruasi Terhadap Kecemasan Menghadapi Menarche Pada Siswi Kelas V di SDN Giwangan Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut menghasilkan tingkat kecemasan responden yang dibuktikan dengan adanya jumlah responden yang tadinya paling banyak berada pada tingkat kecemasan berat (54,8%) dalam menghadapi Menarche. Penelitian yang dilakukan Etik Murtapi’ah yang berjudul Hubungan Antara Tingkat Dukungan Sosial Dengan Tingkat Kecemasan Saat Menarche. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 195 responden, 82,6% mengalami kecemasan sedang dan 50,7% mendapatkan dukungan tinggi. Joison (2009) meneliti mengenai Early Menarche Is Associated With An Increased Riskfor Depressive Symptoms In Adolescent Girl In A UK Cohort. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa siswi yang mengalami menarche pertama kali mengalami depresi, hal tersebut dapat disebabkan kurangnya peran keluarga dalam memberikan pendidikan mengenai menarche. Berdasarkan penelitiannya pada 155 remaja, Lee (2008) menemukan 12% remaja yang tidak mempersiapkan datangnya menarche mengungkapkan bahwa mereka merasa dirinya kotor, memalukan, dan menjijikan karena mendapati celananya penuh noda darah menstruasi. Orringer (2010) juga pernah melakukan penelitian terhadap 639 anak perempuan terkait menarche.Respon kebanyakan anak saat mengalami menarche adalah kecewa, sedikit terkejut, sedikit gembira, cemas, khwatir dan sedih.
Halaman---------- 32 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 KESIMPULAN Tingkat kecemasan siswi remaja usia 12-14 tahun di SMPN 4 Waimital sebanyak 10 responden tidak mengalami kecemasan pada saat menarche. Tingkat kecemasan siswi remaja usia 12-14 tahun di SMPN 4 Waimital sebanyak 39 responden mengalami kecemasan ringan pada saat menarche. Tingkat kecemasan siswi remaja usia 12-14 tahun di SMPN 4 Waimital sebanyak 3 respondenmengalami kecemasan sedang pada saat menarche.Tingkat kecemasaan siswi usia 12 – 14 tahun di SMPN 4waimital tidakmengalami kecemasan berat pada saat menarche.Tingkat kecemasan siswi usia 12 – 14 tahun di SMPN 4 waimital tidak mengalami kecemasan berat sekali/panik pada saat menarche. DAFTAR PUSTAKA Alwisol.(2005). Psikologi Kepribadian.UMM Press.Malang Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Edisi Revisi V, PT Rineka Cipta: Jakarta Aryani, R. (2010). Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Salemba Medika,Jakarta Ayu, R. (2008). PengaruhPendidikanKesehatanTentangMenstruasiTerhadapKecemasaMenghadapi Menarche.Yogyarta. Carpenito,Lynda Jual. (2007). Rencana Asuhan dan Pendokumentasian Keperawatan Alih Bahasa Monika Ester. Edisi 2.Jakarta Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia.(2010). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar.Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI Durand, Mark V. (2006). Intisari Psikologi Abnormal. Pustaka Pelajar : Yogyakarta Etik, M. HubunganAntara Tingkat DukunganSosialDengan Tingkat KecemasanSaat Menarche. Hawari, D. (2004). Manajemen Stres Cemas dan Depres: Balai Penerbit FKUI : Jakarta Joison. (2009). Early Menarche Is Associated With An Increased Riskfor Depressive symptoms In Adolescent Girl In A UK Cohort. Kartono. (2005). Psikologi Wanita: Wanita Sebagai Ibu dan Nenek. Jilid 2. Bandung Lee, J. (2008). Bodies at menarche: Stories of shame, concealment, and sexual maturation. Maju, (2009).Jurnal KTI Tentang Menarche. Mursintowati, B. N.,(2008). Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Sagung Seto . Jakarta Norwitz E, Schorge J. At a Glace Obstetri dan Ginekologi Edisi Kedua Jakarta: Erlangga, (2008). Notoatmodjo, S.(2010). Metodologi Penelitian,Rineka Cipta . Jakarta Orringer. (2010). Adolescent Girls Define Menstruation: Amultiethnic Exploratory Study. Health Care for women international. Taylor & Francis Group,LLC,ISSN: 0739-9332 Print/ 1096-4665 online. Doi:10.1080/07399331003653782 Proverawati A, dan Sasongko B. . (2009) .Menarche, Menstruasi Pertama Penuh Makna . Jogjakarta Misaro S. (2010). Menarche, Menstruasi, Menstruasi Pertama Penuh Makna.nuhu Medika. Jogjakarta Sugiyono.(2007). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Susanti, A.V. (2012). Faktor Risiko KejadianMenarche Dini pada Remaja di SMPN 30Semarang.Journal of Nutrition College. 1(1):386–407. Universitas Diponegoro. Eprints.undip.ac.id/38409/ (Sitasi 24 Juni 2013). Suryani, E. (2010). Psiologi Ibu dan Anak. Yogyakarta:Fitramaya Stuart, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Videbeck S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC. Wiknjosastro, Hanifa. (2005). Ilmu Kandungan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. IlmuKebidanan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Jakarta Yusuf, S. (2010).Psikologi perkembangan anak dan remaja (Edisi revisi).PT Remaja Rosdakarya. Jakarta
Halaman---------- 33 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU DALAM PENANGANAN AWAL DIARE PADA ANAK PRASEKOLAH DI DESA WAISARISSA KECAMATAN KAIRATU BARAT Nur Baharia Marasabessy1, Endah Fitriasari2, Aulia Deby P3 1=Dosen Poltekes Kemenkes Maluku 2=Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan STIKes Maluku Husada 3=Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKes Maluku Husada ABSTRAK Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai negara termasuk Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan infeksi. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui ’’Hubungan pengetahuan dengan sikap ibu dalam penanganan awal diare di desa waisrisa kecamatan kairatu barat”. Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskritif. Hasil penelitian yang di peroleh bahwa ibu yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 29 orang (85,3%) dan ibu yang memiliki sikap negatif adalah 26 orang (76,5%). Kesimpulan Dari hasil penelitin adalah terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan sikap ibu dalam penanganan awal diare pada anak prasekolah di desa Waisarisa Kecamatan Kairatu Barat. Kata Kunci: pengetahuan, sikap, penanganan awal diare LATAR BELAKANG Diare membutuhkan penanganan yang cepat dan adekuat, karena itulah pengetahuan keluarga khususnya ibu sangat penting. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan ini terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari bidang P2&PL Dinas Kesehatan Provinsi Maluku bahwa tahun 2013, jumlah penderita diare sebanyak 52.278 orang dan 14.493 atau sebesar 28% diantaranya adalah balita. Secara keseluruhan dilaporkan 10 penderita diare yang meninggal dunia. Untuk penderita diare, masih menurut data hasil survailans, paling banyak diderita oleh warga berusia antara 1-4 tahun atau yang masih tergolong balita. Pada usia ini, jumlah penderita adalah sebanyak 7.379 orang. Data surveilens juga menyebutkan penderita diare dari warga di kabupaten Seram Bagian Barat yang berusia 5-9 tahun mencapai 2.955, usia 10-14 tahun sebanyak 1.746 orang, usia 15-19 tahun sebanyak 1.467, usia 55-59 tahun sebanyak 856 orang, usia 60-69 tahun sebanyak 1.125 orang dan diatas usia 70 tahun sebanyak 554 orang (Dinkes SBB, 2014) kejadian diare di kabupaten Seram Bagian Barat cukup tinggi, sebab pada tahun 2012 terdapat 102 kasus, tahun 2013 terjadi 86 kejadian diare, tahun 2014 terdapat 56 kasus yang sama dan pada Januari 2015 sampai bulan Mei 2015 terjadi 32 kejadian diare (Dinas Kesehatan SBB, 2013). Data yang diperoleh dari puskesmas pembantu desa Waisarissa Kecamatan Kairatu Barat Kabupaten Seram Bagian Barat didapatkan bahwa dari 10 penyakit yang paling sering diderita adalah diare menempati urutan ke- 3. Adapun frekuensi jumlah kejadian diare di desa Waisarissa dapat dilihat pada tabel berikut ini. Pada anak-anak yang gizinya tidak begitu baik, sering menderita diare walaupun tergolong ringan. Akan tetapi karena diare itu dibarengi oleh menurunnya nafsu makan dan keadaan tubuh yang lemah, sehingga keadaan sangat membahayakan kesehatan anak, ibu biasanya tidak menanggapinya secara sungguh-sungguh karena sifat diarenya ringan, padahal penyakit diare walaupun dianggap ringan tetapi sangat berbahaya bagi kesehatan anak, pandangan masyarakat untuk menanggulangi penyakit diare, anak harus dipuasakan, usus di kosongkan agar tidak terjadi rangsangan yang menyebabkan anak merasa ingin buang air besar. Jika anak sudah dalam keadaan gizi kurang, keadaan gizinya akan menjadi lebih buruk akibat puasa, maka memuasakan anak pada saat diare ditambah dengan dehidrasi yang mudah terjadi pada anak saat diare akan memperburuk keadaan bahkan dapat menyebabkan kematian (Purbasari,2011).
Halaman---------- 34 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Karena itu, pengetahuan ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare merupakan hal yang penting, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen faktor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai hubungan yang positif, yakni dengan peningkatan pengetahuan maka terjadinya perubahan perilaku sangat cepat. (Notoatmodjo S, 2010). Salah satu pengetahuan ibu yang sangat penting adalah bagaimana penanganan awal diare pada anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan dehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun parentral (melalui infuse) telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare (Purbasari,2011). METODE PENELITIAN Desain penelitian ini merupakan analitik dengan pendekatan cross sectional dan dilakukan pada tanggal 03 Agustus sampai 2 september 2015 di Desa Waisarissa Kabupaten Seram Bagian Barat. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak prasekolah yang berjumlah 34 orang. Sampel dalam penelitian ini digunakan metode pengambilan sampel secara total sampling. Data primer diperoleh langsung dengan wawancara menggunakan kuisioner dan data sekunder diperoleh pemerintah desa setempat. Analisis data dilakukan 2 tahap yaitu analisis univariat, dan bivariate dengan menggunakan uji Chi-Square. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan umur anak Usia ≤ 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun Jumlah
Frekuensi 16 7 7 4 34
Persentase (%) 47.1 20.6 20.6 11.8 100.0
Dari pembagian kategori umur maka dapat diketahui yaitu terdapat 16 sampel (47,1%) yang beusia ≤ 2 Tahun, sedangkan yang berusia 3 tahun terdapat 7 sampel (20,6%) dan yang berusia 4 tahun terdapat 7 sampel (20,6%) kemudian yang berusia 5 tahun terdapat 4 sampel (11,8%). Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin anak Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Frekuensi 24 10 34
Persentase (%) 70,58 29,41 100
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 9 (60%) anak PAUD yang berjenis kelamin laki-laki dan terdapat 6 (40%) anak yang berjenis kelamin perempuan. Tabel 3. Distribusi sampel berdasarkan Tinggi Badan Anak Tinggi Badan ≤ 90 cm 91-110 cm 110-130 cm >130 cm Jumlah
Frekuensi 11 4 17 2 34
Persentase (%) 32.4 11.8 50.0 5.9 100.0
Terdapat 11 sampel (32,4%) memilki tinggi badan ≤ 90 cm, sedangkan yang memilki tinggi badan 91-110 cm terdapat 4 sampel (11,8%) dan yang memilki tinggi badan 111-130 cm terdapat 17 sampel
Halaman---------- 35 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 (50%), sedangkan yang memilki tinggi badan >130 cm terdapat 2 (5,9%) sampel. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini : Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan berat badan anak Berat Badan < 20 𝐾𝑔 20-25 Kg >25 Kg Jumlah
Frekuensi 22 11 1 34
Persentase (%) 64,7 32,4 2,9 100
Terdapat 22 sampel (64,7%) yang memilki berat badan <20 Kg, sedangkan yang memilki berat badan 20-25 Kg terdapat 11s sampel (32,4%) dan yang memilki berat badan >25 Kg terdapat 1 sampel (2,9%). Tabel 5. Distribusi responden berdsarkan umur ibu Usia <20 20-40 >40 Jumlah
Frekuensi 1 26 7 34
Persentase (%) 2,9 76,5 20,6 100
Terdapat 1 responden (2,9%) yang beusia < 20 tahun, sedangkan yang berusia 20-40 tahun terdapat 26 responden (76,5%) kemudian 7 responden (20,6%) yang berusia > 40 tahun. Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir ibu Tingkat Pendidikan SD SMP SMA SGO Diploma/S1 Jumlah
N 2 7 21 2 2 34
Persentase (%) 5,88 20,58 61,76 5,88 5,88 100
Terdapat 2 (5,88%) responden yang tamatan SD, kemudian 7 responden yang tamatan SPM, dan21 (%) responden yang tamatan SMA sedangkan 2 (5,88%) responden yang tamatan SGO, setelah itu terdapat 2 (26,66%) responden yang tamatan Diploma/S1. Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan ibu Pekerjaan Ibu rumahtangga PNS Wiraswasta Jumlah
N 32 1 1 34
Persentase (%) 94,11 2,94 2,94 100
Terdapat 32 (94,11%) Ibu sebagai ibu rumahtangga, 1 (2,94%) Ibu bekerja sebagai wiraswasta dan 1 (2,94%) Ibu bekerja sebagai PNS. Tabel 8. Distribusi pengetahuan ibu tentang diare Pengetahuan Ibu tentang Diare Cukup Kurang Total
N 5 29 34
Persentase (%) 14.7 85.3 100.0
Halaman---------- 36 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Terdapat 29 (85,3%) ibu yang memilki pengetahuan kurang kemudian terdapat 5 (14,7%) ibu yang memilki pengetahuan cukup. Tabel 9. Distribusi sikap ibu dalam penanganan awal diare Sikap Ibu Positif Negatif Total
N 8 26 34
Persentase (%) 23.5 76.5 100.0
Terdapat 26 (76,5%) ibu yang memilki sikap negatif dalam penanganan awal diare kemudian terdapat 8 (23,5%) ibu yang mempunyai sikap positif dalam penanganan awal diare. Tabel 10. Hubungan antara pengetahuan ibu dengan sikap ibu dalam penanganan awal diare Pengetahuan Ibu Positif Sikap Ibu
Negatif
Total
Tinggi
Rendah
Total
4
4
8
50%
50%
100%
1
25
26
3,8%
96,2%
100%
5
29
34
14,7%
85,3%
100%
Sig (𝜌)
0,001
Tabel di atas menunjukan bahwa dari 29 (100%) ibu yang memilki pengetahuan rendah tentang diare terdapat 25 (86,20%) ibu yang memilki sikap tidak melakukan penanganan awal diare dan terdapat 4 (13,79%) ibu yang melakukan sikap penanganan awal diare. Kemudian dari 5 (100%) ibu yang memilki pengetahuan tinggi tentang diare terdapat 1 (20%) ibu yang memilki sikap tidak melakukan penanganan awal diare dan terdapat 4 (80%) ibu yang melakukan sikap penanganan awal diare. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 10,389 dan Sig.(2-tailed) = 0,001. Hal ini berarti terdapat hubungan yang signifikan antarapengetahuan ibu tentang diare dengan sikap ibu dalam penanganan awal diare di pada anak di Desa Waisarissa Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015. PEMBAHASAN Pengetahuan ibu tentang diare pada anak prasekolah Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan ibu tentang diare sangatlah rendah. Hal ini tarbukti oleh hasil pengolahan data penelitian yang menunjukan bahwa dri 34 ibu, diantaranya 5 ibu yang memiliki pengetahuan yang tinggi sedangkan 29 ibu yang memiliki pengetahuan yang rendah tentang diare. Pengetahuan ibu tentang diare sangat menentukan kesehatan anak ketika sedang atau sebelum mengalami diare. Karena pengetahuan sangatlah penting dalam hal pencegahan diare maupun ketika anak sedang mengalami diare. Pengetahuan ibu tentang diare juga ditelitih oleh Assiddiqi (2010) di kelurahan Padang Bulan, kecematan Medan Baru yang menggambarkan hasil yaitu pengetahuan ibu terhadap penanganan diare berada pada katagori sedang yaitu 66,7% responden, katagori baik sebanyak 32,2% responden dan katagori kurang sebanyak 10,1% responden. Sikap ibu dalam penanganan awal diare Hasil penelitian menunjukan bahwa sikap ibu dalam penanganan awal diare sangatlah buruk. Hal ini terbukti dari hasil pengolahan data penelitian yang menunjukan bahwa dari 34 ibu, 8 diantaranya
Halaman---------- 37 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 memiliki sikap yang baik sedangakan 26 ibu yang memiliki sikap yang buruk dalam penangannan awal diare. Sikap ibu dalam penanganan awal diare sangatlah penting karena merupakan penyelamatan pertama ketika anak mulai terserang diare. Oleh sebab itu ibu memiliki sikap yang baik ketika anak mengalami diare. Dalam hal ini perlu dilakukan adalah minum banyak cairan, menghindari makanan padat dan memeriksa anak ke dokter. Hasil penelitian dari Purbasari (2009) di puskesmas Ciputat, kota Tanggerang Selatan, Banten yang menyatakan bahwa mayorias ibu berada pada tingkat cukup 84%, kemudian tingkat baik 12% dan kurang 4% Hubungan pengetahuan dengan sikap ibu dalam penanganan awal diare pada anak prasekolah Berdasarakan Hasil Penelitian dan analisa data menggunakan chi squaremaka didapatkan 𝜌 value = 0,001 yaitu <α (0,050) sehingga dapat dikatakanbahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Pengetahuan ibu tentang diare dengan sikap ibu dalam penaganan awal diare di Desa Waisarissa Kabupaten Seram bagian Barat Tahun 2015. Serta parameter kekuatan hubungan memilki nilai 𝑋 2 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 10,389>𝑋 2 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 [(2−1)(2−1 ; 0,05] (3,841) yang artinya bahwa jika Pengetahuan ibu tentang diare buruk makasikap ibu akan memilki peluang 10,3 kali lebih buruk dalam penanganan awal diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Rauf H, dkk (2013). Dimana hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifiakn antara Pengetahuan ibu tentang diare dengan penanganan awal diare yang meperoleh nilai 𝜌 value = 0,001 (𝛼 = 0,050). Hasil yang sama juga telah diteliti oleh Kusumawati R.D. dkk (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang diare dengan sikap ibu dalam penanganan pada balita selama di rumah sebelum dibawa ke rumah sakit, dengan nilai 𝜌 value = 0,013 (𝛼 = 0,050). Penelitian tentang hubungan pengatahuan dengan sikap ibu dalam penanganan awal diare juga sudah di teliti oleh sitompul dkk (2014) pada anak prasekolah di RW 12 Desa jaya mekar padalarang, dengan nilai p value = 0,000 < 0,05. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat berasumsi bahwa penngetahuan ibu mempunyai hubungan dengan sikap ibu dalam penanganan awal diare. Karena pengetahuan sangatlah diperlukan dalam suatu tindakan awal. Dalam hal ini apabila ibu memilki pengetahuan yang tinggi tentang diare maka dalam penanganan awal diare akan berhasil dan anak akan merasa nyaman ketika ibu memberikan tindakan. Sebaliknya apabila ibu memilki pengetahuan yang rendah tentang diare maka anak akan menderita sehingga perlu ditangi khusus oleh dokter. Pengetahuan ibu yang rendah akan membawa dampak yang sangat negativ terhadap anak. Karena dari pengetahuan yang rendah tentang diare mengakibatkan anak akan sakit parah bahkan dapat membawa anak kepada kematian. Oleh sebab itu ibu yang berpengatuhuan rendah perlu mempelajari berbagai cara dan metode dari berbagai sumber dalam menangani anak ketika awal terserang diare. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan sikap ibu dalam penanganan awal diare pada anak prasekolah. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Ansyari, (2010). Diare Pada Anak. Jakarta : Buku Kedokteran.EGC Barts, (2010). Fenomena Penyakit pada Anak Jakarta : PT Rineka cipta Buku Panduan Depkes RI, (2010). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di rumah Sakit. Dinas Kesehatan SBB, (2013) Laporan Keadaan Kesehatan Kab. SBB. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit WHO. Hidayat Aziz, (2012), Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta, EGC Kristianto, (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Buku Kedokteran.EGC Notoatmojo, (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT Rineka cipta Ngastiyah, (2011). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : Buku Kedokteran.EGC
Halaman---------- 38 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TALAGA KAMBELO KECAMATAN HUAMUAL KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 Ira Sandi Tunny1, Endah Fitriasari1, Farid Tomagola2 1=Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada 2=Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKes Maluku Husada ABSTRAK Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Penyakit TB masih menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat di seluruh dunia termasuk Indonesia, dan juga banyak juga pengetahuan masyarakat yang kurang memahami tentang penderita TB Paru sehingga menunjukan sikap yang kurang baik kepada penderita Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten SBB Tahun 2015. Penelitian ini menggunakan metode diskriptif. Sampel yang diambil sebanyak 60 responden yang berasal dari kalangan masyarakat yang berada di wilayah kerja puskesmas Talaga Kambelo dipilih melalui Purposive Sampling. Hasil Penelitian menggambarkan Pengetahuan masyarakat terhadap penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat (55.33%) masih kurang sedangkan yang memiliki pengetahuan baik hanya (44.67%), sedangkan Sikap masyarakat terhadap penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat (51.17%) masih kurang baik sedangkan yang memiliki sikap yang baik kepada penderita Tuberkulosis hanya (48.83%). Kata kunci: Tuberkulosis, Pengetahuan, Sikap LATAR BELAKANG Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Dalam jaringan tubuh kuman ini tidur lama selama beberapa tahun (dormant). Sumber penularan adalah dahak dari pasien yang mengandung kuman TB atau biasa disebut dengan droplet. Sebagian besar kuman tersebut menyerang organ paru-paru, akan tetapi dapat pula menyerang organ tubuh yang lainnya. Bila tidak diadakan pengobatan, maka penderita dapat meninggal dunia. Dari 25% seluruh kematian yang ada, dan sebenarnya dapat dicegah (preventable death) yang diakibatkan oleh TB (Anonim, 2009). Di Indonesia tiap tahun terdapat 429.000 kasus baru TB. Paru Berdasarkan jumlah itu, 169.213 kasus merupakan penderita TB Paru menular. Dengan keadaan ini indonesia menempati peringkat kelima jumlah penderita TB Paru di dunia, setelah india, China, Afrika Selatan dan Nigeria (WHO, 2012). Berdasarkan data Riskesda 2013 di Indonesia TB Paru berada pada peringkat ke tiga daftar penyakit menular setelah Ispa dan Pneumonia, sedangkan di propinsi Maluku TB Paru berada pada urutan ke Dua setelah Ispa. Ini menggambarkan bahwa Maluku sangat tinggi penyebaran TB Paru. (Riskesda, 2013) Di Propinsi Maluku prevalensi TBC saat ini terbilang tinggi, yakni mencapai 210 kasus tiap 100.000 penduduk. Kelompok pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) termasuk paling rentan, sebab diperkirakan 60-80 persen di antaranya juga terinfeksi oleh kuman TBC (WHO Global Tuberculosis Control 2012). Kabupaten Seram Bagian Barat pada tahun 2014 jumlah penderita TB yang tersebar pada 11 kecamatan dari 17 puskesmas sebanyak 364 kasus baru dan Puskesmas Talaga Kambelo yang berada pada urutan Keempat setelah Puskesmas Rawat Inap Kairatu, Puskesmas Piru dan Puskesmas Taniwel. Jumlah penderita TB Paru BTA Positif pada puskesmas Talaga Kambelo berjumlah 27 orang sedangkan suspek berjumlah 105 orang. (Laporan Tahunan Dinkes SBB, 2014). Penderita TB Paru dilingkungan social sering mendapatkan tindakan negatif dilakukan oleh masyarakat sehingga banyak yang menarik diri. Kondisi seperti ini bila dilakukan secara berkepanjangan maka akan timbul keputusasaan penderita untuk mau sembuh.
Halaman---------- 39 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Pengetahuan dan sikap masyarakat juga sangat melatar belakangi perlakuan penderita TB Paru. penelitian yang dilakukan oleh Helper (2011) di Kabupaten Tangerang menemukan bahwa pengetahuan masyarakat tentang TB Paru belum cukup baik demikian juga sikap masyarakat terhadap penderita juga masih kurang. Masih ada stigma di masyarakat tentang TB Paru yang mengatakan bahwa penyakit TB Paru merupakan penyakit menular dan guna-guna/teluh sehingga memilih sikap untuk tidak bergaul atau berdekatan dengan orang yang menderita TB Paru. Berbagai tindakan diskriminasi diterima oleh pasien TB Paru. Kebanyakan pasien TB Paru mendapatkan tindakan diskriminasi oleh tetangganya berupa dihindari, tidak diajak berbicara karena takut penyakitnya pindah dan pernah dipandang secara sinis oleh tetangga sekitar. ( Amirudin. R, 2012). Berdasarkan data pendahuluan terhadap 10 orang yang berkunjung ke puskesmas untuk berobat di puskesmas talaga kambelo, 7 orang tidak mengetahui dan bersikap menjauhi penderita TB Paru dan masih merasa takut mendekati penderita TB Paru, 2 orang sudah mengetahui penyakit namun masih bersikap menghindar penderita TB Paru sedangkan 1 orang sudah mengetahui penyakit serta cara penularannya sehingga tidak menghidar penderita TB Paru. (data primer puskesma talaga kambelo, 2015). METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Diskriptif dimana rancangan desain penelitian ini melihat Gambaran Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015. Waktu pelaksanaan penelitian ini pada tanggal 20 Juli sampai 20 Agustus 2015 di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat di Wilayah kerja Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 dengan jumlah 8.341 jiwa. Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode ”Purposive Sampling” yaitu setiap sampel yang diambil berdasarkan kemauan peneliti sesuai dengan kriteria insklusi. Besar sampel adalah 60 orang. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Gambaran Pengetahuan Mayarakat Terhadap Penderita TB Paru No. Per-tanyaan Pengetahuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nilai Rata-rata
Persentase (%) Tidak 31.7 76.7 31.7 48.3 93.3 65 40 43.3 68.3 55 55.33
Ya 68.3 23.3 68.3 51.7 6.7 35 60 56.7 31.7 45 44.67
Kriteria
Kurang (44.67)
Tabel 2. Distribusi Gambaran Sikap Mayarakat Terhadap Penderita TB Paru Nomor Pertanyaan
Persentase (%)
Kriteria
Halaman---------- 40 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Pengetahuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nilai Rata-rata
Tidak 30 26.7 60 38.3 76.7 30 75 88.3 25 38.3 48.83
Ya 70 73.3 40 61.7 23.3 70 25 11.7 75 61.7
Kurang (48.83)
51.17
PEMBAHASAN Penelitian ini terfokus pada penilaian Gambaran Pengetahuan dan Sikap Mayarakat terhadap penderita Tuberkulosis Paru. Dari hasil penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi diperoleh bahwa pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap penderita Tuberkulosis masih Kurang yang akan diuraikan sebagai berikut : Gambaran Pengetahuan Masyarakat terhadap Penderita Tuberkulosis Paru. Hasil penelitian pada tabel 4.14 dari 60 responden memperlihatkan nilai rata-rata (44.67%) yang memiliki pen-getahuan baik terhadap penderita Tuberkulosis paru di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten SBB sedangkan sebagian besar responden (55.33%) memperlihatkan pen-getahuannya masih kurang terhadap penderita Tuberkulo-sis paru. standart kriteria objektif yang ditentukan dengan skor nilai (>50%) dikatakan Baik. Hal ini sejalan dengan penelitian dari hamidi Hermawan (2011) bahwa dari responden dengan jumlah 58 orang yang memiliki pengetahuan baik terhadap penderita tuberculosis paru hanya 13 orang (22,4%) sedangkan sebagian besar responden dengan jumlah 45 orang (77,6%) memiliki tingkat pengetahuan yang kurang terhadap penderita Tuberkulosis Paru. Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia hasil pengguna panca indranya yang diterapkan berdasarkan buah pikiran dari setiap orang dengan tujuan untuk lebih mengetahui dan mendalami segala segi kehidupan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa mayoritas pengetahuan responden tentang Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat tergolong masih kurang dengan (55.33%) Disarankan kepada instansi Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat melalui puskesmas Talaga Kambelo untuk lebih meningkatkan penyuluhan dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat, khususnya tentang penyakit TB Paru meskipun begitu masih ada (44.67%) masyarakat yang telah memahami penyakit TB Paru. Gambaran Sikap Masyarakat terhadap Penderita Tuberkulosis Paru. Hasil penelitian pada tabel 4.25 dari 60 responden memperlihatkan nilai rata-rata (48.83%) memiliki sikap baik terhadap penderita Tuberkulosis paru di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten SBB sedangkan sebagian besar responden (51.17%) memperlihatkan Sikap yang masih kurang baik terhadap penderita Tuberkulosis paru. standart kriteria objektif yang ditentukan dengan skor nilai (>50%) dikatakan Baik. Hal ini sejalan dengan penelitian dari hamidi Hermawan (2011) bahwa dari responden dengan jumlah 58 orang memiliki sikap yang baik terhadap penderita TB Paru berjumlah 10 orang (17,2%) sedangkan sebagian besar responden menunjukan sikap yang kurang baik terhadap penderita Tuberkulosis Paru dengan jumlah 48 orang (82,8%). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Helper (2011) di Kabupaten Tangerang menemukan bahwa sikap masyarakat tentang TB Paru belum cukup baik. banyak penderita merasa dirinya menjadi hina dan tidak bermanfaat ditengah-tengah masyarakat sehingga banyak yang putus asa dan tidak patuh pada proses pengobatannya.
Halaman---------- 41 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Melihat hal tersebut diatas, untuk mencegah atau mengurangi dampak negative pada penderita tuberculosis paru, diperlukan tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang turut terlibat dalam pembinaan social kemasyarakatan diantaranya institusi pemerintah, pendidikan, kesehatan maupun LSM/organisasi yang tidak terikat. untuk memberikan bimbingan kepada masyarakat dalam bentuk sosialisasi dan penyuluhan terkait dengan penyakit TB Paru, sehingga masyarakat tidak menjauhi penderita yang mengalami TB Paru. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarakan hasil di atas maka peneliti memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengetahuan masyarakat terhadap penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat (55.33%) masih kurang sedangkan yang memiliki pengetahuan baik hanya (44.67%). 2. Sikap masyarakat terhadap penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Talaga Kambelo Kecamatan Huamual Kabupaten Seram Bagian Barat (51.17%) masih kurang baik sedangkan yang memiliki sikap yang baik kepada penderita Tuberkulosis hanya (48.83%). Saran Berdasarakan kesimpul-an diatas maka peneliti memberikan saran sebagai berikut : 1. Bagi Bidang Ilmu Keperawatan Diharapkan bidang ilmu keperawatan selalu mengembangkan bidang ilmu dengan melakukan peneitian-penelitian khususnya tentang penyakit-penyakit menular yang menjadi stigma di masyarakat sehingga menjadi referensi bagi mahasiswa dalam menyusun tugas akhir dan dunia keperawatan dalam menerapkan/mengaplikasikan kepada masyarakat. 2. Bagi Masyarakat Diharapkan kepada masyarakat agar lebih banyak mempelajari konsep penyakit TB Paru sehingga tidak menjadi momok yang sangat menakutkan untuk mendekati penderita dan mengurangi sikapsikap yang kurang baik kepada penderita TB Paru. 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan kepada Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Maluku Husada untuk memberikan peran aktif sebagai lembaga pendidikan kesehatan yang berada di Pulau Seram untuk melaksanakan penyuluhan dan sosialisasi tentang Penyakit TB Paru kepada Masyarakat, guna memberikan pemahaman dan mengurangi sikap yang negative masyarakat terhadap penderita TB Paru.
Halaman---------- 42 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 GAMBARAN KEJADIAN SECTIO CAESAREA BERDASARKAN KARAKTERISTIK OBSTETRI DI RSUD Dr. M HAULUSSY AMBON PROVINSI MALUKU Epi Dusra2, Pelupessy N1, Latupono. F2 1=Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada 2=Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKes Maluku Husada ABSTRAK Banyaknya ibu hamil yang melahirkan dengan cara sectio caesarea, persalinan ini bisa juga disebut sebagai tren masa kini karena banyaknya ibu hamil yang melahirkan dengan cara tersebut. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran kejadian sectio caesarea berdasarkan karakteristik obstetri di RSUD Dr. M Haulussy Ambon Provinsi Maluku. Metode yang digunakan adalah deskriptif. Besar sampel sebanyak 34 responden dengan menggunakan metode acidental sample. variabel yang diteliti meliputi power , parietas , passanger , dan passage kemudian data disajikan dalam bentuk naratif. Hasil penelitian menunjukan bahwa parietas ibu yang risiko rendah 88,2 %. Power ibu yang memiliki tenaga mengejan/his normal 50,0 %. Passanger ibu yang memiliki ukuran maupun presentasi normal 61,8 %. Passage ibu yang memiliki ukuran panggul baik 88,2. Frekuensi kejadian sectio caesarea yang baru pertama kali melakukan sectio caesarea 91,2 %. Dari keempat variable yang diteliti yaitu power, parietas passanger dan passage. varialel parietas, passanger dan passage menggambarkan kondisi baik tetapi variabel power yang mempunyai peluang 50 % karena keputusan sectio caesarea tidak mutlak karena obstetrik. Kata Kunci: Parietas, Power, Passanger, Passage, Sectio caesarea LATAR BELAKANG Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa. Apabila wanita tidak dapat melahirkan secara normal maka tenaga medis akan melakukan persalinan alternatif untuk membantu pengeluaran janin. Salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah persalinan sectio caesarea (Siswosuharjo dan Chakrawati,2010). Melahirkan merupakan puncak peristiwa dari serangkaian proses kehamilan. Oleh karena itu, banyak ibu hamil merasa khawatir, cemas dan gelisah menanti saat kelahiran tiba. Setiap wanita menginginkan persalinannya berjalan lancar dan dapat melahirkan bayi yang sempurna. Seperti yang telah diketahui, ada dua cara persalinan yaitu persalinan pervaginam yang lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami dan persalinan dengan operasi Caesar dapat disebut juga dengan bedah sesar atau Sectio Caesarea (Asri,2010). Kematian dan kesakitan ibu hamil, bersalin dan nifas masih merupakan masalah besar di negara berkembang termasuk Indonesia. Sekitar 25% - 50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes RI,2011). World Health Organization (WHO) menetapkan standar rata-rata sectio caesarea di suatu negara adalah sekitar 5-15 % per 1000 kelahiran di dunia. Rumah Sakit pemerintah kira – kira 11 % sementara Rumah Sakit swasta biasa lebih dari 30% (WHO, 2009). Menurut WHO peningkatan persalinan dengan sectio caesarea di seluruh Negara selama tahun 2007 – 2008 yaitu 110.000 per kelahiran di seluruh Asia. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan kelahiran bedah caesar sebesar 9,8 % dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di Sulawesi Tenggara (3,3%) dan secara umum pola persalinan melalui bedah caesar menurut karakteristik menunjukkan proporsi tertinggi pada kuintil indeks kepemilikan teratas (18,9%), tinggal di perkotaan (13,8%), pekerjaan sebagai pegawai (20,9%) dan pendidikan tinggi/lulus PT (25,1%). METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif untuk mengetahui gambaran kejadian sectio caesarea berdasarkan karakteristik obstetri di RSUD Dr. M Haulussy Ambon Provinsi Maluku. Lokasi
Halaman---------- 43 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 penelitian ini dilakukan di RSUD Dr.M Haulussy Ambon dan waktu penelitian akan dilakukan pada 28 Juli sampai 11 Agustus 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Ibu hamil yang akan melakukan persalinan dengan cara sectio caesarea di RSUD Dr. M Haulussy Ambon sebanyak 34 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu post sectio caesarea di RSUD Dr. M Haulussy Ambon dengan indikasi umur, parietas, power, passanger dan passage yang berdasarkan waktu penelitian dilakukan dengan cara acidental sample, dengan jumlah sampel sebanyak 34 orang. Teknik pengumpulan data diperoleh secara langsung dari responden dimana alat yang digunakan pada pengumpulan data ini adalah kuisioner. Setelah dilakukan pengambilan data maka dilakukan penolahan data yang meliputi beberapa bagian meliputi: Editing coding, tabulating & cleaning. Setelah data diolah maka analisis data yang digunakan dalam penelitian deskriptif ini disajikan dalam bentuk naratif. HASIL PENELITIAN Tabel 1. distribusi responden menurut agama di RUD Dr. M Haulussy Ambon Provinsi Maluku Agama Islam Kristen Total
Jumlah (n) 8 26 34
Persen (%) 23,5 76,5 100,0
Bersadarkan tabel 1 diatas diketahui bahwa dari 34 responden yang diteliti, paling banyak beragama kristen yaitu 26 orang (76,5 %), dan yang paling sedikit beragama islam yaitu 8 orang (23,5 %). Tabel 2. Distribusi responden tentang parietas di RSUD Dr. M Haulussy Ambon Provinsi Maluku Parietas
Jumlah (n)
Persen (%)
Risiko rendah Risiko tinggi Total
30 4 34
88,2 11,8 100,0
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa dari 34 responden yang diteliti, 30 orang (88,2 %) masuk pada kategori risiko rendah sedangkan 4 orang (11,8 %) lainnya termasuk pada kategori risiko tinggi. Tabel 3. distribusi responden tentang power di RSUD Dr. M Haulussy Ambon Provinsi Maluku Power Tenaga mengejan/his ibu normal Tenaga mengejan/his ibu tidak normal Total
Jumlah (n) 17 17 34
Persen (%) 50,0 50,0 100,0
Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa dari 34 responden yang diteliti, 17 orang (50,0 %) memiliki tenaga mengejan/his normal sedangkan 17 orang (50,0 %) lainnya tidak memiliki tenaga/his untuk persalinan normal. Tabel 4. Distribusi responden tentang passanger di RSUD Dr. M Haulussy Ambon Provinsi Maluku Passanger Janin baik, ukuran maupun presentasi normal Ukuran ataupun presentasi janin tidak normal Total
Jumlah (n) 21 13 34
Persen (%) 61.8 38.2 100,0
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari 34 responden yang diteliti, 21 orang (61,8 %) memiliki janin baik, ukuran maupun presentasi normal sedangkan 13 orang (38,2 %) lainnya memiliki ukuran ataupun presentasi janin tidak normal.
Halaman---------- 44 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Tabel 5. Distribusi responden tentang passage diRSUD Dr. M Haulussy Ambon Provinsi Maluku Passange ukuran panggul baik ukuran panggul sempit Total
Jumlah (n) 30 4 34
Persen (%) 88.2 11.8 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa dari 34 responden yang diteliti, 30 orang (88,2 %) memiliki ukuran panggul baik, sedangkan 4 orang (11,8 %) lainnya memiliki ukuran panggul sempit. Tabel 6. Distribusi responden tentang frekuensi kejadian sectio caesarea di RSUD Dr. M Haulussy Ambon Provinsi Maluku Frekuensi kejadian sectio caesarea Ya, pernah melakukan sectio ceasarea sebelumnya Tidak, baru pertama kali melakukan sectio caesarea
Jumlah (n) 3 31
Persen (%) 8,8 91,2
Total
34
100,0
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa dari 34 responden yang diteliti, 3 orang (8,8 %) pernah melahirkan dengan cara sectio caesarea sebelumnya, sedangkan 31 orang (91,2 %) lainnya baru pertama kali melakukan sectio caesarea. PEMBAHASAN Gambaran parietas dengan frekuensi kejadian sectio caesarea Pariteas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan. Paritas merupakan faktor penting yang menunjang keberhasilan kehamilan dan persalinan. Persalinan yang pertama sekali biasanya mempunyai risiko relatif tinggi terhadap ibu dan anak, kemudian risiko ini menurun pada paritas kedua dan ketiga, dan akan meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya (Mochtar, 2002). Ibu yang sering melahirkan memiliki risiko mengalami komplikasi persalinan pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Pada paritas lebih dari empat keadaan rahim biasanya sudah lemah yang dapat menimbulkan persalinan lama dan pendarahan saat kehamilan (Depkes RI, 2011) Risiko terjadinya kelainan dan komplikasi yang besar pada ibu dengan persalinan pertama dikarenakan belum pernah memiliki pengalaman melahirkan, sedangkan pada ibu yang melahirkan lima kali atau lebih kali berisiko terjadi peningkatan komplikasi karena elastisitas uterusnya menurun, terjadi peregangan berlebihan dari uterus yang menyebabkan atonia uteri dan meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan (Prawiroharjo, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2014) menunjukan bahwa yang masuK kategori risiko rendah sebanyak 168 (52,5 %), sedangkan risiko tinggi 152 (47,5 %). Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Mulyawati,2011 dalam Ernawati 2014) di Rumah Sakit Islam YAKSSI Gemolong Kabupaten Sragen yang menyatakan sebagian besar persalinan sectio caesarea pada kelompok primipara dan grandmultipara sebanyak 64,6% dan persalinan sectio caesarea pada kelompok multipara 62,2%. Penelitian oleh (Annisa,2011 dalam Ernawati 2014) di RSUD Dr. Adjidarmo Lebak yang menyatakan bahwa tidak ada asosiasi antara paritas dengan kejadian persalinan sectio caesarea. Hasil penelitian berbeda ditunjukkan oleh (Mulyawati, 2011 dalam Ernawati, 2014) yang menunjukkan hubungan paritas dengan persalinan sectio caesarea di RSI YAKKIS Gumolong Kabupaten Sragen. Menurut hasil penelitian, responden yang terbanyak adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan kurang dari 3 anak. Jika melahirkan lebih dari 3 anak maka akan berisiko bagi ibu dan janin yang akan dilahirkan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah yang dapat menimbulkan persalinan lama dan perdarahan saat kehamilan hal ini dapat membahayakan kondisi ibu dan janin. Gambaran power dengan frekuensi kejadian sectio caesarea Ini adalah kekuatan ibu dalam mengejan yang berhubungan pula dengan kontraksi rahim. Kekuatan ibu mengejan akan membantu mempermudah keluarnya janin. Namun jika faktor ini tidak dimiliki, upaya
Halaman---------- 45 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 yang dilakukan dokter adalah dengan memberikan oksitoksin yang menginduksi rahim untuk berkontraksi lebih kuat. Menurut Kasdu (2005) ketika persalinan tiba, tetapi kontraksi yang terjadi tidak sesuai dengan harapan maka perlu di lakukan tindakan induksi, jika kontraksi masih tetap berlangsung kurang baik maka persalinan di bantu dengan alat forcep (vakum) namun jika cara tersebut tidak berhasil maka akan segera di lakukan tindakan sectio caesarea. Karena power juga mempengaruhi proses persalinan jika tidak ada power maka ibu dan janin akan bahaya. Lamanya his dalam persalinan berkisar antara 45 – 75 detik, frekuensi minimal 3 kali dalam 10 menit. His persalinan menurut faal:His pembukaan, adalah his yang menimbulkan pembukaan pada serviks. His ini terjadi sampai pembukaan seviks lengkap 10 cm, his mulai kuat, teratur dan sakit. Setelah seviks terbuka lengkap, kekuatan yang sangat penting pada ekspulsi janin adalah yang dihasilkan oleh peningkatan tekanan intraabdomen yang diciptakan oleh kontraksi otot – otot abdomen. Dalam bahasa obstetric biasanya disebut mengejan. Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil, bila kala I pembukaan sudah lengkap dan paling efektif sewaktu kontraksi uterus (Yeyeh,2009). Menurut hasil penelitian, responden melahirkan karena ada tenaga dan tidak ada tenaga untuk mengejan/his sama-sama seimbang. Tetapi saat persalinan, tidak ada tenaga ibu untuk mengejan atau his tidak ada maka persalinan akan sulit untuk dilakukan, karena tidak ada tenaga untuk mengeluarkan janin yang akan dilahirkan yang bisa membahayakan kondisi ibu dan janin. Gambaran passanger dengan frekuensi kejadian sectio caesarea Faktor ini merupakan ukuran bayi. Apabila ukuran bayi besar, melebihi ukuran jalan lahir maka persalinan akan lebih sulit untuk dilakukan. Ukuran bayi dan keberhasilan dalam persalinan juga berhubungan dengan jumlah kelahiran. Keberhasilan dalam persalinan juga berhubungan dengan jumlah kelahiran. Misalnya, anak dengan kelainan letak lintang, primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah) (Dewi,2007). Menurut hasil penelitian, responden yang terbanyak adalah karena janin, ukuran maupun presentasi normal. Jika ukuran maupun presentasi tidak normal maka persalinan akan lebih sulit dilakukan apalagi jika panggul ibu sempit, hal ini dapat membahayakan kondisi ibu dan janin. Gambaran passage dengan frekuensi kejadian sectio caesarea Jalan lahir terdiri dari mulut rahim dan juga ukuran panggul dari ibu. Terbukanya mulut rahim ditentukan oleh kontraksi rahim. Sementara ukuran panggul tidak dapat diupayakan karena tergantung pada masing-masing individu. Sectio caesarea di lakukan untuk mencegah hal – hal yang membahayakan nyawa ibu. Panggul sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran yang normal. Hal-hal yang dapat terjadi apabila tidak dilakukan section caesarea yaitu, rupture uteri, terjadi fistula karena anak terlalu lama menekan pada jaringan lahir, terjadi edema dan bahaya pada janin yaitu pada panggul sempit sering terjadi ketuban pecah dini dan kemudian infeksi intrapartum, terjadi prolaps funikuli dan dapat merusak otak yang mengakibatkan kematian pada janin (Prawirohardjo, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Semelung (2014) yang menunjukan dari 167 ibu yang dilakukan sectio caesarea dengan indikasi panggul sempit sebanyak 28 (16,76%). Hal ini disebabkan oleh karena bentuk tubuh atau postur tubuh dan bentuk panggul ibu yang kecil sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan persalinan normal. Penelitian yang dilakukan oleh (Mulyawati 2011 dalam Semelung 2014) di RSI YAKKSI Gemolong Kabupaten Sragen terdapat peningkatan jumlah pasien yang melakukan persalinan dengan Sectio Caesarea dengan indikasi panggul sempit memiliki persentase sebesar 36,7%. Menurut hasil penelitian dari 34 responden yang diteliti, yang terbanyak adalah ukuran panggul baik. Passage juga mempengaruhi proses persalinan karena jika pintu panggul ibu sempit maka persalinan akan sulit dilakukan dan janin akan sulit untuk keluar, hal ini akan mengancam nyawa ibu dan janin, dengan demikian dapat menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Halaman---------- 46 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari uraian hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan yaitu parietas ibu sectio caesarea kategori risiko tinggi sebanyak 4 (11,8 %), power ibu sectio caesarea kategori tenaga mengejan/his tidak normal sebanyak 17 (50,0 ), passanger ibu sectio caesarea kategori usia ataupun presentasi janin tidak normal sebanyak 13 (38,2 %). passage ibu sectio caesarea kategori ukuran panggul sempit sebanyak 4 (11,8 %). Saran Dengan adanya hasil penelitian ini di harapakan dapat di gunakan oleh tenaga kesehatan khususnya (bidan) agar dapat memberikan pelayanan yang profesional pada ibu-ibu yang melahirkan dengan cara sectio caesarea dengan lebih baik. Kepada pada masyarakat khususnya ibu-ibu hamil yang akan melahirkan dengan cara sectio caesarea agar lehih aktif memeriksakan kesehatan ke petugas kesehatan setempat. Bagi instansi pendidikan khususnya perpustakaan diharapkan lebih diperbanyak lagi refernsi tentang sectio caesarea dan untuk peneliti selanjutnya agar diharapkan dapat melakukan penelitian dalam skala yang lebih besar dan sampel yang lebih banyak. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI (2011). Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI: Jakarta. diakses 17 Mei 2015 Dewi, Y. dan H.Fauzi. (2007) . Operasi Caesar Pengantar Dari A sampai Z. Edsa Mahkota : Jakarta Ernawati Aeda. (2014). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Persalinan Sectio Caesarea di Kabupaten Pati ( Studi kasus pada RSUD RAA Soewondo dan Rumah Sakit Islam Pati). diakses 17 Mei 2015 Kasdu Deni. (2005). Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Puspa Swara : Jakarta Mochtar Rustam. (2002). Sinopsis Obsetri. EGC: Jakarta Prawihardjo S. (2008). Ilmu Kebidanan Edisi IV. Bina Pustaka: Jakarta Siswosuharjo dan Chakrawati. (2010). Panduan Super Lengkap Hamil Sehat. Pesona Plus B: Semarang Sumelung Veibymiaty. (2014). Faktor – Faktor Yang Berperan Meningkatnya Angka Kejadian Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Liun Kendage Tahuna: Manado. diakses 17 Mei 2015 Worl Health Organization. (2009). Sectio caesarea di indonesia. www.who.int diakses tanggal 17 Mei 2015 Yeyeh Ai dkk. (2009) Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). CV Trans Info Media: Jakarta
Halaman---------- 47 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI DESA KAMARIAN KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT M.Taufan Umasugi1, Ira Sandy Tunny1, Idham Soamole 1 1=Dosen STIKes Maluku Husada ABSTRAK Hipertensi merupakan salah satu penyakit degenerative yang menjadi masalah global termasuk Indonesia. Selain prevalensi hipertensi yang tinggi, hipertensi dapat menyebabkan kecacatan permanen dan kematian mendadak. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Kamarian. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskritif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 120 orang. Sampel di ambil secara simple random sampling ( sampel acak sederhana ). Data di peroleh melalui kuesioner dan wawancara langsung. Analisis data di lakukan meliputi analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan ujichisquare pada program SPSS 16. Hasil Penelitian Hasil uji statistic menunjukan faktor resiko kebiasaan merokok mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian hipertensi ( p = 0,000 ). KesimpulanTerdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Kamarian Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat. Kata kunci : Kebiasaan Merokok, Hipertensi PENDAHULUAN Merokok merupakan kebiasaan buruk yang bagi sebagian orang merupakan kebutuhan yang dapat memberikan kepuasan secara psikologis. Banyak alasan orang merokok, ada yang karena gengsi gaya hidup atau hanya ingin terlihat perkasa. Efek yang di rasakan kebanyakan para perokok itu adalah efek sugesti yang bersifat psikologis (Renaldi, 2008).Dari sisi kesehatan, bahaya merokok sudah tidak di bantahkan, bukan hanya menurut WHO, tetapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan bahwa dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya dan 43 diantaranya itu adalah tar, karbon monoksida (CO) dan nikotin. Dan berbagai penyakit kanker pun mengintai serta dapat menimbulkan hipertensi (Abadi, 2010) Berdasarkan Riskedas tahun 2013 Secara nasional, rata – rata jumlah batang rokok yang di hisap tiap hari oleh lebih dari separuh (52,3%) perokok adalah 1 – 10 batang dan sekitar 20 persen sebanyak 11-20 batang per hari. Penduduk yang merokok 1 – 10 batang per hari paling tinggi di jumpai di Maluku (69,4%), di susul oleh Nusa Tenggara Timur (68,7%), Bali (67,8%), Yogyakarta (66,3%), dan Jawa Tengah (62,7%). Sedangkan persentase penduduk merokok dengan rata-rata 21 – 30 batang per hari tertinggi di Provinsi Aceh (9,9%) di ikuti Kepulauan Bangka Belitung (8,5%) dan Kalimantan Barat (7,4%) Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang sudah mencapai usia lanjut tersebut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat di halangi (Susi, 2014). Pada lanjut usia terjadi kemunduran sel – sel karena proses penuaan yang dapat berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit degeneratif. Hal ini akan menimbulkan masalah kesehatan, sosial, ekonomi dan psikologis (Kemenkes, 2013). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode wawancara. Pada penelitian ini responden di pandu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, juga peneliti melakukan pengukuran tekanan darah secara langsung pada sampel. HASIL PENELITIAN Dari hasil pengelolaan data diperoleh 120 responden dengan karakteristik sebagai berikut:
Halaman---------- 48 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Tabel 1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di Desa Kamarian Umur (Tahun) 45 – 55 56 – 65 66 – 75 76 – 85 Total
Frekuensi 51 45 16 11 120
Persentase % 42,5% 35,0 % 13,3 % 9,2 % 100 %
Distribusi responden berdasarkan usia lansia pada saat menjadi responden menunjukan dari 120 responden memiliki usia diantara 45 – 55 tahun sebanyak 51 responden (42,5 %), 56 – 65 tahun sebanyak 42 responden (35,0%) yang berumur 66 – 75 tahun sebanyak 16 responden (34%). Dan yang berumur 76 – 85 tahun sebanyak 11 reponden. Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di Desa Kamarian Jenis pekerjaan Petani Pensiun Jumlah
Frekuensi 96 24
Persentase % 80 % 20 % 100 %
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa mayoritas jenis pekerjaan terakhir responden adalah yang bekerja sebagai petani sebanyak 96 responden. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang bermakna antara ke dua variabel tersebut di lakukan uji statistik Chi-Square. Pada analisis ini di lakukan tabulasi silang antara faktor kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada lansia. hasil tabulasi silang menunjukan bahwa responden dengan kebiasaan merokok lebih tinggi atau lebih banyak mengalami kejadian hipertensi jika dibandingkan dengan Lansia yang tidak merokok. Pada lansia yang tidak merokok lebih sedikit mengalami kejadian hipertensi. Data selengkapnya dapat di lihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Kamarian
Kebiasaan Merokok Merokok Tidak Merokok Jumlah
Kejadian Hipertensi Tidak Hipertensi Hipertensi N % N % 64 53,3 16 26,7 16 26,7 24 13,3 80 80,0 40 40,0
Jumlah n % 80 100 40 100 120 100
P Value 0,000
Dari tabel diatas tersebut dapat kita lihat bahwa dari 120 responden lansia yang diambil sebagai sampel penelitian didapat hasil yang merokok sebanyak 82 lansia. Dari 82 lansia yang merokok tersebut didapati sebanyak 64 responden (53,3%) lansia yang memiliki kejadian hipertensi, sedangkan sisanya sebanyak 16 responden (26,7%) yang tidak memiliki kejadian hipertensi. Sementara dari lansia yang tidak merokok yang berjumlah 38 responden didapati yang memiliki kejadian hipertensi sebanyak 16 responden (26,7%), dan yang tidak memiliki kejadian hipertensi sebanyak 24 responden (13,3%). Dari hasil uji chi-square didapat hasil lebih kecil dari α = 0,05 yaitu (P value = 0,000). PEMBAHASAN Hasil pengamatan pada hasil penelitian yang dilakukan terhadap 120 lansia yang menjadi responden pada penelitian ini didapatkan hasil 82 lansia yang merokok di dapatkan sebanyak 64 (53,3%) responden yang mengalami kejadian hipertensi. Sedangkan 38 lansia yang menjadi Menurut Aditama 2012, didalam rokok mengandung beberapa zat berbahaya bagi tubuh yaitu bahan radioaktif, acetone, ammonia, racun serangga, arsenic, hydrogen siyamic, dan yang paling berbahaya adalah Tar, nikotin dan karbon peningkatan cairan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (Gardner, 2008). Merokok diketahui memberi efek perubahan metabolik berupa pelepasan hormon pertumbuhan serta meningkatkan asam lemak, gliserol dan laktat, menyebabkan penurunan HDL (High Density Lipid)
Halaman---------- 49 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 kolesterol, meningkatkan LDL (Low Density Lipid) kolesterol dan trigliserida, juga berperan sebagai penyebab peningkatan resistensi insulin dan hipersulinemia yang pada akhirnya menyebabkan kelainan jantung, pembuluh darah dan hipertensi serta meningkatkan risiko penyakit jantung koroner maupun kematian otot jantung(Sianturi,2010). Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat - zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Dari sisi kesehatan, bahaya merokok sudah tidak dibantahkan, bukan hanya menurut WHO, tetapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan bahwa dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya dan 43 diantaranya itu adalah tar, karbon monoksida (CO) dan nikotin. Dan berbagai penyakit kanker pun mengintai serta dapat menimbulkan hipertensi (Abadi, 2009). Untuk urutan terbesar adalah responden dengan penyakit hipertensi sedang yaitu dengan kisaran antara 160/100 mmHg-179/109 mmHg sejumlah 30 orang (40%), sedangkan responden yang mempunyai penyakit hipertensi kategori berat yaitu ≥ 180/110 mmHg adalah 33 orang (26,67%) dan sisanya di kategorikan responden dengan penyakit hipertensi ringan 140/90 mmHg-159/99 mmHg yang berjumlah 17 0rang (33,33%). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa kejadian merokok berhubungan dengan kebiasaan merokok. Saran Adapun saran yang dapat penulis sampaikan, sebagai berikut. Masyarakat kiranya dapat lebih memperhatikan gaya hidup sehat, hindari gaya hidup tidak sehat seperti merokok, karena hal terebut merupakan faktor resiko yang dapat memicu terjadinya hipertensi. Masyarakat juga sebaiknya lebih rutin memeriksakan tekanan darah pada petugas – petugas kesehatan agar tekanan darah dapat di kontrol. Dan perlunya pencegahan terjadinya penyakit hipertensi sedini mungkin terutama pada warga laki – laki yang memiliki kebiasaan merokok. Peneliti lain perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efek samping dari kebiasaan merokok, serta menambah variabel-variabel lain yang memliki kemungkinan menjadi penyebab kejadian hipertensi pada lansia. DAFTAR PUSTAKA Abadi, 2009. Bahaya Merokok. EGC:Jakarta Budiarto, Eko. (2009). Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC Buku Register Laporan Bulanan Penemuan Kasus Hipertensi Puskesmas Pembantu Kamarian Depkes RI. profil kesehatan Indonesia 2013. Jakarta. Gardner, 2008. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Lansia. Jurnal Psikologi, No. 1 Hal 3747. Yogyakarta. Kementerian Kesehatan R.I. 2011. Riset Kesehatan Dasar 2011. Jakarta :Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013). Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan RI DepKes RI (1999) Dapartemen Kesehatan, RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010., Departemen Kesehatan, RI, Jakarta. Narimawati dan Munandar (2008). Teknik Sampling: Teori dan Praktik denganmenggunakan SPSS 15. Jogjakarta: Gava Media. Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitan Ilmu Keperawatan, Edisi III . Jakarta: Salemba Medika. Renaldi.2008. Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan. Jakarta:Arcan Shanty, 2011. Pengertian Hipertensi. Balai Pustaka :Jakarta
Halaman---------- 50 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN HIGH HEELS DENGAN KEJADIAN ARTHRALGIA PADA Staf STIKes MALUKU HUSADA KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROPINSI MALUKU TAHUN 2015 Lukman La Basy1, Samal A2, Nurmalina Wati D3 1=Dosen STIKes Maluku Husada 2=Staf Rumah Sakit Umum Daerah Tulehu 3=Mahasiswa Prodi Keperawatan STIKes Maluku Husada ABSTRAK High heels adalah sepatu bertumit tinggi yang memiliki ukuran dari 3cm sampai 12 cm. Penggunaan sepatu yang bertumit tinggi dapat menyebabkan masalah pada kaki. Arthralgia adalah nyeri sendi, merupakan salah satu masalah yang disebabkan karna penggunaan high heels. tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan lama penggunaan high heels dengan kejadian arthralgia pada Staf STIKes Maluku Husada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimental dengan rancangan Post Test Only Design. ada 10 responden pada satu kelompok, Pengambilan sampel secara purposive sampling. Variabel yang diteliti adalah penggunaan high heels. data diambil dengan metode pengamatan langsung menggunakan instrument checklist observation. Data tersebut kemudian dianalisis dengan uji One Sampel T Test. Penelitian ini menunjukan bahwa uji One Sampel T Test didapatkan nilai signifikan p=0,000, dimana nilai p < α atau 0,000 < 0,05. Ini menunjukan bahwa, ada hubungan lama penggunaan high heels dengan kejadian arthralgia pada Staf STIKes Maluku Husada. Hasil Ada hubungan lama penggunaan high heels dengan kejadian arthralgia pada Staf STIKes Maluku Husada tahun 2015 Kata Kunci: High Heels, Nyeri Sendi PENDAHULUAN Di dalam tubuh terdapat beberapa sistem salah satunya seperti Sistem musculoskeletal. Sistem musculoskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot dan tulang. Otot adalah jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energy kimia menjadi energy mekanik (gerak). Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang-tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisi (Faridin, 2011). Penyakit Nyeri sendi ini merupakan suatu gejala yang bersifat tunggal dan dapat menganggu kinerja bagian tubuh lainya. Data dari badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia terserang penyakit nyeri sendi adalah mereka yang berusia 55 tahun (Wiyono, 2010). Di Indonesia menunjukkan banyak terjadinya penyakit tulang rawan sendi pada lutut, dimana populasi osteoatritis meningkat 40%–60% diatas usia 45 tahun, dimana mulai tejadi proses degenerasi pada rawan sendi. Perkembangan dunia mode saat ini memang tidak dapat kita abaikan. Peran perempuan di dunia karier dewasa ini semakin besar. Aktivitas mereka semakin meningkat. Salah satu yang berperan dalam aktivitas seorang wanita adalah sepatu (Wini, 2013). Keluhan muskuloskeletal menjadi salah satu risiko kesehatan yang sering dialami oleh para pekerja, Bentuk fisik yang kurang ideal terhadap tinggi membuat wanita melirik trend mode saat ini. Salah satunya adalah penggunaan high heels.. tetapi menggunakan high heels setiap hari berpengaruh bagi kesehatan. Misalnya, dapat menimbulkan nyeri, dan gangguan pada tulang (Christina, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Winata (2010) tentang “Kaitan Pemakaian Sepatu hak Tinggi dengan Lordosis Lumbal” didapatkan hasil bahwa pemakaian high heels dapat menyebabkan nyeri punggung, hal ini membuat banyak dokter dan ahli terapi mulai berpikir bahwa sumber nyeri tersebut adalah high heels. Hal ini dibuktikan dengan hasil statistic, yaitu dari 200 wanita berusia 20-25 tahun, yang telah memakai sepatu hak tinggi ternyata didapatkan bahwa 58% mengeluh nyeri di daerah pinggang terutama sekitar lumbal dan 55% baru merasa terganggu atau tidak nyaman dengan hak sepatu berukuran 5 - 8 cm. Menurut sebuah study di Australia tekanan sendi lutut meningkat sebanyak 26% ketika wanita mengenakan high heels. Nyeri pada kaki saat berjalan menjadi tumpuan dari seluruh berat tubuh dan
Halaman---------- 51 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 dengan mengunakan high heels maka beban yang di berikan kepada kaki menjadi tujuh kali lebih besar (Sofia, 2013). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimental dengan rancangan Post Test Only Design. Dalam penelitian ini ada satu kelompok sampel yang akan menggunakan high heels. Kemudian akan dilakukan observasi terjadinya Arthralgia menurut lama penggunaan. Penelitian ini dilakukan di Kampus STIKes Maluku Husada Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat. Populasi penelitian ini adalah Staf Wanita STIKes Maluku Husada didapatkan sebanyak 30 orang. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan di lingkup kampus STIKes Maluku Husada yang menggunakan high heels Pengumpulan data pada penelitian ini melalui Observasi Terstruktur. Kemudian dilakukan wawancara terhadap hasil observasi. Observasi dilakukan untuk mengetahui waktu terjadinya Arthralgia dengan menggunakan instrument penelitian checlist observasion. Sampel yang sudah memenuhi kriteria sampel Selanjutnya akan diobservasi, Hasil dapat terlihat selama > 6 jam setelah dilakukan penelitian. Prosedur pengolahan data yang dilakukan adalah dengan cara memgumpulkan data kemudian dilakukan pengkodean data untuk memudahkan pengolahan data setelah itu dibuat tabel untuk menganalisa data tersebut. Analisis dalam penelitian ini menggunakan uji One sampel t test Untuk mengetahui adanya hubungan lama penggunaan high heels dengan kejadian Arthralgia. Analisisnya akan diperiksa dengan menggunakan aplikasi Computer dengan batas kemaknaan α= 0,05. HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain Quasy Eksperimental dengan rancangan Post Test Only Design. Digunakan untuk mengetahui hubungan lama penggunaan high heels dengan kejadian arthralgia. Penyajian data terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik demografi responden yang meliputi umur, berat badan, dan tinggi hak sepatu kemudian, dilanjutkan dengan variabel yang di ukur berkaitan dengan terjadinya arthralgia pada pemakaian high heels selama waktu bekerja di kantor kurang lebih 6 jam. Data-data tersebut diperoleh dengan melakukan observasi.
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan umur Umur Jumlah 25-29 tahun 3 30-35 tahun 7 Jumlah 10
Persentase (%) 30,0 70,0 100,0
Berdasarkan hasil penelitian tabel 1 dapat di ketahui bahwa dari 10 responden yang di teliti, paling banyak berumur 30-35 tahun yaitu sebanyak 7 orang atau 70,0% dan responden yang paling muda berumur 25-29 tahun sebanyak 3 orang. Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan berat badan Berat badan Jumlah Persentase (%) 45-49 kg 50-55 kg Jumlah
7 3 10
70,00 30,0 100,0
Berdasarkan hasil penelitian tabel 2 diatas menunjukan bahwa dari 10 responden yang diteliti, paling banyak mempunyai berat badan antara 45-49 kg yaitu sebanyak 7 responden atau 70,00% dan paling sedikit memiliki berat badan antara 50-55 kg sebanyak 3 responden.
Halaman---------- 52 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Tabel 3. Distribusi responden menurut
tinggi hak sepatu
Tinggi hak Jumlah Persentase (%) 3 Cm 2 20,0 5 Cm 6 60,0 7 Cm 2 20,0 Jumlah 10 100,0 Berdasarkan tabel 3 diatas dapat diketahu bahwa dari 10 responden 2 orang memakai sepatu hak tinggi dengan ukuran 3 Cm 6 orang memakai sepatu hak tinggi dengan ukuran 5 Cm dan 2 orang lagi memakai sepatu hak tinggi dengan ukuran 7 Cm. Tabel 4. Distribusi Kategori tanda dan gejala arthralgia Tanda dan gejala Arthralgia Jumlah
Persentase
Nyeri Tidak nyeri Total
60,0 40,0 100,0
6 4 10
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat diketahui bahwa 10 responden yang diteliti 6 responden mengalami arthralgia dan 4 responden tidak mengalami arthralgia. Tabel 5. Hubungan Lama Penggunaan High Heels dengan kejadian Arthralgia t
df
p
mean
Tanda dan gejala arthralgia
8.573
9
0,000
1.400
Waktu
9.798
9
0,000
1.600
Berdasarkan hasil penelitian tabel 5 setelah di uji menggunakan One Sampel T Test didapat nilai signifikan p=0,000 yang menunjukan bahwa ada hubungan lama penggunaan high heels dengan kejadian arthralgia. PEMBAHASAN penelitian ini dilakukan pada tanggal 1-12 agustus tahun 2015 dilingkup STIKes Maluku Husada. Dalam penelitian ini dilakukan observasi dan wawancara. Observasi dilakukan selama kurang lebih 6 jam sesuai kegiatan jam kerja di kantor, setelah dilakukan observasi maka setiap responden di wawancarai untuk mengetahui ada atau tidak kejadian arthralgia selama menggunakan high heels. Berdasarkan tabel 1 tentang distribusi umur responden, dapat diketahui bahwa responden yang memiliki umur 25-29 tahun ada tiga responden dengan persentase 30,0%, dan paling banyak responden yang memiliki umur 30-35 tahun yaitu 7 responden dengan persentase 70,0%. Berdasarkan tabel 2 tentang distribusi berat badan responden dapat di lihat bahwa responden yang memiliki berat badan 45-49 kg lebih banyak yaitu 7 responden dengan persentase 70,0% dan responden yang memiliki berat badan 50-55 kg ada 3 responden dengan persentase 30,0%. Berdasarkan tabel 3 tentang distribusi responden berdasarkan tinggi hak sepatu,. Diketahui Bahwa Dari 10 Responden Lebih Banyak Memakai Sepatu Dengan Tinggi Hak 5cm Yaitu 6 Responden Dengan Persentase 60,0%, Kemudian 2 Responden Memakai Sepatu Dengan Tinggi Hak 3cm Dengan Persentase 30,0% Dan 2 Responden Memakai Sepatu Dengan Tinggi Hak 7cm Dengan Persentase 70,0%. Berdasarkan Tabel 4 , Tentang Distribusi Tanda Dan Gejala Arthralgia Diketahui Bahwa Dari 10 Responden Yang Memakai High Heels 6 Orang Mengalami Arthralgia Selama Penggunaan High Heels Dalam Waktu Lebih Dari 6 Jam. Diketahui Karena Dalam 10 Hari Pengamatan Dengan Lama Waktu > 6
Halaman---------- 53 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Jam Setiap Harinya, 6 Diantaranya Menunjukan Beberapa Gejala Arthralgia. Gejala Tersebut Seperti Nyeri Sendi Lutut, Nyeri Sendi Pergelangan Kaki, Nyeri Sendi Panggul Dan Juga Nyeri Tumit. Setelah Dilakukan Analisa Dan Menguji Hasil Penelitian Dengan Uji Statistic One Sampel T Test Didapatkan Hasil P=0,000. Maka Dapat Dikatakan Bahwa Ada Hubungan Lama Penggunaan High Heels Dengan Kejadian Arthralgia Atau Responden Yang Memakai High Heels Dengan Waktu Lebih Dari 6 Jam Telah Mengalami Arthralgia. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan Hasil Penelitian Dan Pembahasan Yang Telah Diuraikan Di Bab Sebelumnya, Maka Dapat Disimpulkan Bahwa Hasil Uji Waktu Dengan Tanda Dan Gejala Arthralgia Menunjukan Nilai Signifikan P=0,000 Yang Artinya Ada Hubungan Lama Penggunaan High Heels Dengan Kejadian Arthralgia Pada Staf Stikes Maluku Husada Tahun 2015 Saran Diharapkan Penelitian Lebih Lanjut Guna Mengetahui Adanya Hubungan Lama Penggunaan High Heels Dengan Kejadian Yang Dapat Mengganggu Kesehatan. Untuk Mengurangi Resiko Nyeri Disarankan Supaya Tidak Menggunakan High Heels Setiap Hari. DAFTAR PUSTAKA Faridin, (2011) MODUL Sistem Muskuloskeletal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar. Wiyono, (2010) World Health Organization (WHO) tentang nyeri sendi Suwarni Wini, (2013) waspadai nyeri sendi akibat high heels Christina R Sinta (2014) Jurnal “Prevalensi Dan Distribusi Keluhan Muskuloskeletal Pada Guru Sd Pengguna Sepatu Berhak Tinggi Di Kecamatan Klungkung”, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Winata Handi, (2010) Jurnal kaitan pemakaian sepatu hak tinggi dengan lordosis lumbal FK Ukrida Jakarta. http://www.ukrida.ac.id/kaitan pemakaian sepatu hak tinggi dengan lordosis lumbal Sofia Hanani (2015) Naskah Publikasi “Pengaruh Auto Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Fasciitis Plantaris Pada Sales Promotion Girls Pengguna High Heels Di Matahari Departement Store Pekalongan”, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Surakarta. https://m.detik.co.id/ini/bahayanya/jika/pakai/high/heels/setiap/hari
Halaman---------- 54 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 BARBARA (BAKSO CAMPUR BROKOLI DAN WORTEL) SEBAGAI WUJUD DIVERSIFIKASI PANGAN LOKAL BERDAYA SAING GLOBAL Ozha Octa Sandira1, Antika Marta1, Heru Santoso Wahito Nugroho2, Suparji2 1=Mahasiswa Poltekkes Kemenkes Surabaya 2=Dosen Poltekkes Kemenkes Surabaya ABSTRAK Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian tahun 2014, menyatakan bahwa potensi sumber pangan yang dimiliki Indonesia cukup banyak, yaitu 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayur-sayuran, dan 110 jenis rempah. Hal itu membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan biodiversitasnya. Akan tetapi, sumber pangan yang dimiliki Indonesia belum sepenuhnya diolah dengan baik. Sehingga, produk pangan di Indonesia kurang beragam. Padahal produk pangan Indonesia memiliki potensi bersaing di pasar global. Salah satunya adalah sayur-sayuran. Perlu diketahui bahwa sayuran memiliki kandungan gizi tinggi. Sehingga, masyarakat Indonesia suka mengkonsumsi sayur. Akan tetapi pengolahannya masih terbatas untuk konsumsi pribadi dan belum mampu bersaing di pasar global. Maka dari itu, kami memanfaatkan potensi lokal pada daerah kami yang belum terolah sepenuhnya, yaitu brokoli (Brassica oleracea italic) dan wortel (Daucus Carota L). Sayuran tersebut memiliki kandungan karbohidrat, serat, protein, vitamin B1,vitamin B2, dan vitamin B3 yang cukup dijadikan tambahan asupan nutrisi bagi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah menciptakan varian makanan bakso berbahan dasar brokoli dan wortel. Inovasi ini diharapkan mampu meciptakan diversifikasi pangan lokal yang berdaya saing global. Metode penelitian kami adalah metode eksperimen yang digunakan ketika membuat bakso dan metode studi literatur, yaitu metode untuk menguraikan secara cermat prosedur pengumpulan data dan informasi, analisis, menarik kesimpulan, serta merumuskan saran atau rekomendasi, sehingga mempermudah penulis mengungkapkan bahwa brokoli dan wortel berpotensi dijadikan varian bahan pembuatan bakso, yang disusun dalam karya tulis ilmiah berjudul, “Barbara (Bakso Campur Brokoli dan Wortel) sebagai Wujud Diversifikasi Pangan Lokal Berdaya Saing Global.” Kata kunci: Pangan, Bakso, Brokoli, Wortel PENDAHULUAN Dewasa ini, produk pangan asing semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia. Seperti yang telah kita rasakan saat ini, produk pangan asing mulai merebut pasar Indonesia. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan nasionalisme bangsa ini semakin terkikis, karena lebih bangga mengonsumsi produk pangan asing yang dipandang lebih praktis, menarik, dan memiliki banyak varian. Sebenarnya, produk pangan Indonesia memiliki potensi bersaing di pasar global. Salah satunya adalah produk makanan berbahan sayur-sayuran. Perlu diketahui pengolahan sayuran di Indonesia masih terbatas untuk konsumsi pribadi dan belum mampu bersaing di pasar global. Maka dari itu, kami memanfaatkan potensi lokal pada daerah kami yang belum terolah sepenuhnya, yaitu brokoli (Brassica oleracea italic) dan wortel (Daucus Carota L). Sayuran tersebut memiliki kandungan karbohidrat, serat, protein, vitamin B1,vitamin B2, dan vitamin B3 yang cukup dijadikan tambahan asupan nutrisi bagi tubuh. Sehingga, salah satu aspek penting dalam sistem konsumsi yakni diversifikasi terpenuhi. Diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memperoleh keragaman zat gizi sekaligus melepas ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu yaitu daging sapi. Ketergantungan yang tinggi dapat memicu ketidakstabilan jika pasokan terganggu dan sebaliknya jika masyarakat menyukai pangan alternatif maka ketidakstabilan dapat dikontrol. Oleh karena itu, kami menciptakan varian makanan bakso berbahan dasar brokoli dan wortel. Inovasi ini diharapkan mampu menciptakan diversifikasi pangan lokal berdaya saing global, yang tidak kalah dengan produk pangan asing. Penulisan gagasan ini dikemas dalam karya tulis yang berjudul “Barbara (Bakso Campur Brokoli dan Wortel) sebagai Wujud Diversifikasi Pangan Lokal Berdaya Saing Global.”
Halaman---------- 55 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimental yang dilakukan pada saat membuat produk BARBARA. Sampel penelitian dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu : Kelompok 1 : Sampel BARBARA dengan besar sampel = 20 biji. Kelompok 2 : Sampel bakso dengan besar sampel = 20 biji. Setelah BARBARA jadi, kemudian diberikan pada tester, selanjutnya masyarakat mengisi kuisioner untuk menilai BARBARA. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi BARBARA BARBARA (Bakso Campur Brokoli dan Wortel) adalah inovasi produk makanan berupa bakso berbahan dari campuran sayuran. Dalam penelitian ini sayur yang digunakan yaitu brokoli dan wortel. Pada sayuran tersebut memiliki nilai gizi lengkap misalnya terutama protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan beberapa antioksidan yang sangat berguna untuk kesehatan tubuh kita. Sehingga BARBARA bisa mewujudkan diversifikasi pangan. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, maka ditemukan racikan BARBARA yang pas dengan komposisi bahan pokok 40% tepung kanji, 20% daging ayam, 40% sayuran. Komposisi ini dipilih untuk mendapatkan hasil yang maksimal maupun memperhatikkan aroma, bentuk, rasa, tekstur dan warna. BARBARA memiliki potensi untuk bersaing di pasar global, jika diolah dan dikemas dengan lebih menarik, menjadi produk pangan yang praktis dan bergizi untuk dikonsumsi masyarakat. Produk ini dikemas sebagai berikut. :
Gambar 4.1 Logo Produk
Gambar 4.2 Desain Produk
Proses Pembuatan Barbara Alat dan Bahan Tabel 1. Alat dan Bahan Pembuatan BARBARA a) b) c) d) e) f) g) h) i) j)
Alat Baskom Mangkok kecil Piring Sendok Pisau Parutan Talenan Kompor Sendok Penumbuk
a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) k)
Bahan Tepung Kanji 500 gr Daging Ayam 1000 gr Brokoli 250 gr Wortel 250 gr Telur 2 butir Es Batu Bawang Merah Bawang Putih Garam secukupnya Gula secukupnya Merica secukupnya
Halaman---------- 56 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Tabel 2. Kebutuhan Biaya Pembuatan BARBARA
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Bahan Daging ayam Tepung kanji Merica bubuk Bawang Merah Bawang putih Telur Gula Garam Es batu Brokoli Bunga kol Kapri Wortel
BARBARA Jumlah 250 gram 500 gram 2 gram 100 gram 100 gram 2 butir secukupnya secukupnya secukupnya 250 gram 250 gram 250 gram 250 gram
Total
Harga Rp7.500,Rp8.500,Rp1000,Rp2.500,Rp2.500,Rp3.000,Rp500,Rp500,Rp500,Rp5.000,Rp3.500,Rp3.000,Rp4.000,Rp42.000,-
Langkah Kerja a. b. c.
Lembutkan daging ayam dengan penumbuk Iris tipis brokoli dan parut wortel Buatlah bumbu : Bawang putih, bawang merah goreng, merica, gula, dan garam d. Campurkan bumbu dengan tepung kanji dan telur. Pengujian BARBARA di Masyarakat Setelah BARBARA jadi, kemudian diberikan kepada 20 tester. Selanjutnya tester kami wawancarai untuk menilai BARBARA. Metode Analisis Data Metode analisis data menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Dimana pada analisis ini tidak menggunakan alat statistik, akan tetapi dilakukan dengan membaca tabel-tabel, grafik-grafik, atau angka-angka yang tersedia kemudian melakukan uraian dan penafsiran. Metode Pengolahan Data 1.
Editing
:
2.
Coding
:
3.
Tabulating
:
Editing dilakukan untuk melakukan checking sampai benar dan kelengkapan data. Untuk menentukan variabel jenis bakso. Kode 1 : BARBARA, jika menggunakan bahan campur sayuran. Kode 2 : Bakso daging jika hanya menggunakan bahan tepung dan daging. Seluruh hasil pengumpulan data ditabulasikan dalam tabel data mentah.
Halaman---------- 57 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Tabel 3. Tabulasi Hasil Kuisioner No
Aroma Sedap
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
V V V V V V V V V V V V V V V V V
Tidak Sedap V V V -
Bentuk Menarik V V V V V V V V V V V V V V V V V V
Tidak Menarik V V -
Rasa Enak V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V
Tidak Enak -
Kelayakan dipasarkan Layak Tidak Layak V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V -
17 dari 20 orang tester menyatakan bahwa aroma dari BARBARA sedap. 18 dari 20 orang tester menyatakan bahwa bentuk dari BARBARA menarik. 20 orang tester menyatakan bahwa rasa dari BARBARA enak. 20 orang tester menyatakan bahwa BARBARA layak untuk dipasarkan. KESIMPULAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1. Masyarakat menyukai BARBARA dari segi aroma, bentuk, dan rasa. Selain itu, masyarakat menyatakan BARBARA layak dipasarkan, sehingga BARBARA dapat dijadikan diversifikasi pangan. 2. Dari segi nilai gizi, BARBARA mengandung banyak kandungan gizi, serta nutrisi yang lebih beragam. 3. BARBARA dapat menjadi diversifikasi pangan lokal berdaya saing global, yang aman, sehat, dan bergizi. Saran Diharapkan masyarakat mampu mengembangkan produk BARBARA, karena terbukti banyak masyarakat yang menyukai produk bakso campur brokoli dan wortel dari segi aroma, bentuk, rasa dan warna. Biaya untuk produksi BARBARA lebih murah daripada bakso daging sapi. Jika produk ini mampu dikembangkan oleh masyarakat luas, bisa meningkatkan kualitas gizi masyarakat dengan memanfaatkan bahan yang tersedia di sekitar kita, sehingga dengan memproduksi BARBARA juga bisa memberikan peluang usaha baru.
Halaman---------- 58 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 DAFTAR PUSTAKA Amin, Abdullah. 2006a. Asuransi Syariah. Jakarta: PT Elek Media Komputindo Selby, Anna. 2006b. Makanan Berkhasiat. Jakarta: Erlangga Cahyono, Bambang. 2002. Wortel. Yogyakarta. Kanisius Kirana. 2009. Sajian Sehat Lezat dari Brokoli. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Fatsecretindo. 2015. http://www.fatsecret.co.id/kalori-gizi/umum/brokoli?portionid=59022& portionamount=100,000. 1 Oktober 2015. Gudangsayuran. 2013. http://gudangsayuran.blogspot.co.id/2013/07/kembang-kol-atau-kubis-bunga.html. 4 Oktober 2015.
Halaman---------- 59 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MOTIVASI PERAWAT DI RSUD PIRU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU DALAM MENGIKUTI PENDIDIKAN PERAWAT LANJUTAN TAHUN 2015 Lukman La Basy2, Irhamdi A2, Tomy A Wael3 1=Dosen STIKes Maluku Husada 2=Dosen Poltekkes Kemenkes Maluku 3=Mahasiswa STIKes Maluku Husada ABSTRAK Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang bergantung pada tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM). Menghadapi era globalisasi, dimana diberlakukannya pasar bebas dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dibidang kesehatan, serta meningkatnya persaingan antara rumah sakit, dibutuhkan SDM yang berkualitas dan profesional dibidangnya. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatanSedangkan perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan.Tujuan penelitianini Untuk mengetahui Faktor–Faktor Yang Berhubungan dengan Motivasi Perawat Di RSUD Piru Kabupaten Seram Bagian Barat dalam mengikuti pendidikan perawat lanjutan. Hubungan kondisi sosial ekonomi, dukungan atasan dan dukungan keluarga dengan motivasi perawat. Desain penelitian yang digunakandeskriptif analitik dengan rancangan cross sectional yaitu untuk melihat hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan pengumpulan data dari kedua variabel diambil sekaligus dalam satu waktu. Penelitian dilakukan di RSUD Piru. Jumlah sampel sebanyak 36 perawat, dengan teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. dari hasil penelitian diperoleh ada hubungan kondisi sosial ekonomi dengan motivasi (p = 0.019), dukungan atasan (p = 0.016) dan dukungan keluarga (p = 0.005) dengan motivasi perawat di RSUD Piru dalam mengikuti pendidikan perawat lanjutan. ada hubungan kondisi sosial ekonomi dengan motivasi (p = 0.019), dukungan atasan (p = 0.016) dan dukungan keluarga (p = 0.005). Kata kunci : Perawat, Motivasi, Pengembangan SDM PENDAHULUAN Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang bergantung pada tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM). Menghadapi era globalisasi, dimana diberlakukannya pasar bebas dan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dibidang kesehatan, serta meningkatnya persaingan antara rumah sakit, dibutuhkan SDM yang berkualitas dan profesional dibidangnya, dengan demikian tantangan utama dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan sebaik-baiknya adalah pengembangan SDM. tenaga kesehatan yang telah berada didalam sektor pelayanan kesehatan Rumah Sakit perlu dikembangkan dan diarahkan agar bekerja lebih produktif (Mardani, 2011). Pendidikan tinggi keperawatan merupakan bagian dari pendidikan nasional yang mana pola pendidikan terdiri dari tiga jenis yakni pendidikan vokasi, akademik dan pendidikan profesi. Untuk sarjana keperawatan lanjut, ketigatahap pendidikan keperawatan ini harus diikuti karena ketiganya merupakan tahapan pendidikan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Telah disepakati oleh semua institusi yang tergabung dalam Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia bahwa lulusan profesi keperawatan yang siap bekerja atau telah memenuhi standar kompetensinya adalah lulusan Ners (Nurhidayah, 2011). Program pendidikan profesi adakalanya juga disebut sebagai proses pembelajaran klinik. Istilah ini muncul terkait dengan pelaksanaan pendidikan profesi yang sepenuhnya dilaksanakan dilahan praktik seperti rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, panti werdha, dan keluarga serta masyarakat atau komunitas (Nurhidayah, 2011). Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (UU No.36 tahun 2014). Sedangkan perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik didalam maupun luar Negeri yang diakui pemerintah. pasal 1 UU No. 38 tahun 2014 Pengembangan Praktik
Halaman---------- 60 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Keperawatan dilakukan melalui pendidikan formal dan pendidikan nonformal atau pendidikan berkelanjutan. Pengembangan Praktik Keperawatan bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan keprofesionalan Perawat, Pendidikan nonformal atau pendidikan berkelanjutan ditempuh setelah menyelesaikan pendidikan Keperawatan, Dalam hal meningkatkan keprofesionalan Perawat dan dalam memenuhi kebutuhan pelayanan, pemilik atau pengelola Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus memfasilitasi Perawat untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan. Pendidikan nonformal atau pendidikan berkelanjutan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Organisasi Profesi Perawat, atau lembaga lain yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Pendidikan nonformal atau pendidikan berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan Praktik Keperawatan yang didasarkan pada standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional. ( UU No. 38 pasal 53 tahun 2014 ). Langkah awal yang perlu ditempuh oleh perawat profesional adalah mengembangkan pendidikan tinggi keperawatan dan memberikan kesempatan kepada para perawat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga diharapkan pada akhir tahun 2020 mayoritas pendidikan perawat yang ada di rumah sakit sudah memenuhi kriteria minimal sebagai perawat professional. Pada tahun 2020 tenaga perawat harus berpendidikan minimal Diploma III dan S1 maka sudah layak, sesuai dengan perkembangan kebutuhan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Kegiatan pelayanan keperawatan tergantung pada kualitas dan kuantitas tenaga keperawatan yang bertugas selama 24 jam terus menerus dibangsal. Upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan diperlukan dukungan sumber daya manusia yang mampu mengemban tugas dan terus mengadakan perubahan. Pengembangan SDM terutama untuk pengembangan intelektual dan kepribadian dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan (Subekti, 2008). Perawat yang bekerja pada pelayanan merupakan karyawan rumah sakit yang memerlukan pendidikan dan pelatihan. Setiap perawat dituntut agar dapat bekerja efektif, efisien dan berkualitas dalam bekerja, sehingga daya saing institusi semakin besar. Pengembangan ini dilakukan untuk tujuan non karier maupun karier bagi para perawat melalui pendidikan dan pelatihan. Salah satu jalan yang harus ditempuh manajemen tenaga kerja yang sekaligus merupakan salah satu fungsinya adalah memberikan kesempatan kepada karyawan mengikuti pendidikan dan pelatihan baik melalui jalur formal maupun non formal dengan memberikan dukungan dan motivasi yang sesuai (Sastrohadiwiryo, 2007). Dukungan pimpinan merupakan faktor eksternal utama atau faktor yang dapat mempengaruhi motivasi perawat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Motivasi perawat akan menurun apabila pimpinan tidak mendukung perawat untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Dukungan atasan, motivasi atasan dapat merupakan faktor pendorong atau faktor penghambat selama proses pembelajaran seperti perijinan dan gantian shif (Sastrohadiwiryo, 2007) Dukungan keluarga juga sangat mempengaruhi motivasi seseorang, seseorang yang sudah berkeluarga tentu saja akan berfikir dua kali apabila harus meninggalkan keluarganya walaupun untuk keperluan pengembangan dirinya. Sebaliknya orang yang masih belum berkeluarga kemungkinan sangat berminat dan mempunyai motivasi tanpa memikirkan hal lain yang berhubungan dengan keluarganya. Dan demi kelancaran dalam melanjutkan pendidikan perlu adanya relasi yang baik antar anggota kelurga yang lain.Seseorang yang sudah mempunyai pasangan dan menikah, tentu akan lebih banyak pertimbangan dalam menentukan minat daripada yang belum menikah. Hal ini akan berhubungan dengan adanya dukungan keluarga dalam menentukan keputusan. Motivasi juga didukung oleh kematangan atau usia seseorang. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang berpikir logis dan bekerja sehingga motivasi seseorang kuat dalam melakukan sesuatu (Purwanto, 2010). Status ekonomi yang baik membuat orang cenderung memperluas minat mereka untuk mencakup hal yang semula belum mampu mereka laksanakan untuk dapat dilaksanakan. Sebaliknya kalau status ekonomi mengalami kemunduran karena tanggung jawab keluarga atau usaha yang kurang maju, maka orang cenderung untuk mempersempit minat mereka termasuk dalam minat melanjutkan atau meningkatkan pendidikan (Nursalam, 2008). Semakin lama karyawan bekerja mereka cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan mereka, hal ini juga dapat mempengaruhi motivasi seseorang untuk lebih mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan seorang perawat (Mardani, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Afriyanti (2008) tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan motivasi perawat dalam pengembangan SDM melalui jenjang pendidikan diperoleh hasil bahwa perawat yang mempunyai motivasi yang tinggi untuk melanjutkan pendidikan sebanyak 31
Halaman---------- 61 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 (64,6%) perawat, sedangkan perawat yang mempunyai motivasi sedang untuk melanjutkan pendidikan sebanyak 17 (35,4%). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Piru Kabupaten SBB terdapat 36 perawat dengan kualifikasi S1 Keperawatan 5 orang, DIII Keperawatan 17 orang dan SPK 14 orang ( RSUD Piru 2015 ). Dari hasil dialog dengan 5 orang perawat berlatar belakang pendidikan SPK dan DIII, semua berpendapat bahwa pendidikan lanjutan bagi perawat itu sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan perawat, 4 dari 5 orang perawat mengatakan bahwa mereka mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan, sedangkan 1 orang tidak berniat untuk melanjutkan pendidikannya dengan berbagai pertimbangan. Jadi, sebagian besar perawat di RSUD Piru memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikannya. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional yaitu untuk melihat hubungan antara variabel independen (usia, dukungan keluarga, kondisi sosial ekonomi, dukungan atasan, status perkawinan dan lama kerja) dengan variabel dependen (Motivasi perawat) dengan pengumpulan data dari kedua variabel diambil sekaligus dalam satu waktu. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Piru Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 Populasiadalah keseluruhan obyek yang diteliti tersebut (Notoatmojo, 2009). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada di RSUD Piru sebanyak 36 perawat.Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling yaitu, seluruh anggota populasi dijadikan sampel yaitu 36 orang. Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum dengan cara mendeskripsikan tiap variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu, melihat distribusi frekuensinya. Hasil analisis disajikan dalam bentuk table, diagram dan narasi.Analisa bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Analisa bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square yaitu untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan derajat kepercayaan 95 % dan alpha = 0,05 antara variabel bebas dan variabel terikat dinyatakan ada hubungan jika nilai dari uji chi square didapat nilai dari p value <0,05. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur Pada Perawat Di RSUD Piru Tahun 2015 Umur Responden 20-29 thn 30-39 thn 40-49 thn Total
Frekuensi 16 responden 14 responden 6 responden 36 responden
Persen 44.4% 38.9% 16.7 % 100%
Tabel diatas menunjukkan responden terbanyak umur 20-29 tahun yaitu 16 responden (44.4 %), dan responden yang paling sedikit umur 40-49 tahun yaitu 6 responden (16.7%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Pada Perawat Di RSUD Piru Tahun 2015 .Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total
Frekuensi 8 responden 28 responden 36 responden
Persen 22.2% 77.8% 100%
Tabel diatas menunjukkan bahwa responden terbanyak adalah perempuan yaitu 28 responden (77.8%) dan Laki-laki hanya 8 responden (22.2%).
Halaman---------- 62 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Perkawinan Pada Perawat Di RSUD Piru Tahun 2015 Status Perkawinan Menikah Belum nikah Total
Frekuensi 23 responden 13 responden 36 responden
Persen 63.9% 36.1% 100%
Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang telah menikah lebih banyak yaitu 23 responden (63.9%) dan belum nikah 13 responden (36.1%). Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan Terakhir Pada Perawat Di RSUD Piru Tahun 2015 Pendidikan Terakhir SPK DIII S1 Total
Frekuensi 14 responden 17 responden 5 responden 36 responden
Persen 38.9% 47.2% 13.9% 100%
Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki Pendidikan DIII lebih banyak yaitu 17 responden (47.2%) dan pendidikan S1 hanya 5 responden (13.9%). Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Kerja Pada Perawat Di RSUD Piru Tahun 2015 Lama Kerja 1-9 bulan 1-5 thn 6-10 thn 11-15 thn 21-25 thn Total
Frekuensi 10 responden 13 responden 6 responden 6 responden 1 responden 36 responden
Persen 27.8% 36.1% 16.7% 16.7% 2.8% 100%
Tabel diatas menunjukkan bahwa kebanyakan responden yang memiliki lama kerja adalah 1-5 thn yaitu 13 responden (36.1%), dan 20-25 thn sebanyak 1 responden (2.8%). Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kondisi Sosial Ekonomi Pada Perawat Di RSUD Piru Tahun 2015 Kondisi Sosial Ekonomi Kurang Cukup Total
Frekuensi 19 responden 17 responden 36 responden
Persen 52.8% 47.2% 100%
Berdasarkan tabel 6 didapatkan frekuensi responden dengan Kondisi Sosial Ekonomi kurang lebih banyak yaitu 19 responden (52.8%) dan responden dengan Kondisi Sosial Ekonomi cukup 17 responden (47.2%). Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Atasan Pada Perawat Di RSUD Piru Tahun 2015 Dukungan Atasan Tidak mendukung Ada dukungan Total
Frekuensi 16 responden 20 responden 36 responden
Persen 44.4% 55.6% 100%
Halaman---------- 63 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan tabel 7 didapatkan respondendengan dukungan dari atasan lebih banyak yaitu 20 responden (55.6%) dan tidak ada dukungan atasan sebanyak 16 responden (44.4%). Tabel 8. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Keluarga Pada Perawat Di RSUD Piru Tahun 2015 Dukungan Keluarga Kurang Baik Baik Total
Frekuensi 10 responden 26 responden 36 responden
Persen 27.8% 72.2% 100%
Berdasarkan tabel 8 didapatkan responden dengan dukungan keluarga baik lebih banyak yaitu 26 responden (72.2%) dan dukungan Keluarga kurang baik 10 responden (27.8%) Tabel 9. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Motivasi PerawatPada Perawat Di RSUD Piru Tahun 2015 Motivasi Perawat Rendah Tinggi Total
Frekuensi 14 responden 22 responden 36 responden
Persen 38.9% 61.1% 100%
Berdasarkan tabel 9 didapatkan responden dengan motivasi tinggi lebih banyak yaitu 22 responden (61.1%) dan motivasi rendah sebanyak 14responden (38.9%) Tabel 10. Hubungan Faktor Kondisi Sosial Ekonomi Dengan Motivasi Variabel Sosial Eko Krng Ckp Total
Motivasi Perawat Melanjutkan Pendidikan Rendah Tinggi F % F % 11 57.9 8 42.1 3 17.6 14 82.4 14 38.9 22 61.1
Total
F 19 17 36
P
% 100.0 100.0 100.0
0.019
Berdasarkan tabel 10 didapatkan bahwa responden yang memiliki sosial ekonomi kurang dengan motivasi rendah sebanyak 11 responden(57.9%) dan sebanyak 8 responden(42.1%) memiliki faktor sosial ekonomi kurang dengan motivasi tinggi.Sedangkan responden yang memiliki faktor sosial ekonomi cukup dengan motivasi rendah sebanyak 3 responden(17.6%) dan sebanyak 14 responden(82.4%) memiliki faktor sosial ekonomi cukup dengan motivasi tinggi. Hasil Uji statistik p Value = 0.019 (p Value < 0.05) berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan faktor kondisi sosial ekonomi dalam mengikuti pendidikan perawat lanjutan. Tabel 11. Hubungan Faktor Dukungan Atasan Dengan Motivasi Variabel
Motivasi perawat melanjutkan pendidikan
Dkngn atasan
Rendah
Total
P
Tinggi
Tdk mndkng
F 10
% 62.5
F 6
% 37.5
F 16
% 100.0
Ada dkngn Total
4 14
17.6 38.9
16 22
82.4 61.1
20 36
100.0 100.0
0.016
Halaman---------- 64 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan tabel 11 didapatkan bahwa responden dengan faktor dukungan atasan yang tidak ada dukungan dari atasan dengan motivasi rendah sebanyak 10 responden(62.5%) dan sebanyak 6 responden(37.5%) adalah faktor dukungan atasan yang tidak ada dukungan dari atasan dengan motivasi tinggi.Sedangkan faktor dukungan atasan yang ada dukungan dari atasan dengan motivasi rendah sebanyak 4 responden(17.6%) dan 16 responden(82.4%) adalah faktor dukungan atasan yang adanya dukungan dari atasan dengan motivasi tinggi. Hasil Uji statistik didapatkan p Value = 0.016 (p value < 0.05) berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan faktor dukungan atasan dalam mengikuti pendidikan perawat lanjutan. Tabel 13. Hubungan Faktor Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Variabel
Motivasi Perawat Melanjutkan Pendidikan
Total
P
Dkngan Kluarga Kurang baik
F 8
Rendah % 80.0
F 2
Tinggi % 20.0
F 10
% 100.0
Baik Total
6 14
23.1 38.9
20 22
76.9 61.1
17 36
100.0 100.0
0.005
Berdasarkan tabel 13 didapatkan bahwa responden yang mempunyai faktor dukungan keluarga yang kurang baik dengan motivasi rendah sebanyak 8 responden (80.0%) dan sebanyak 2 responden(20.0%) adalah faktor dukungan keluarga yang kurang baik dengan motivasi tinggi sedangkan faktor dukungan keluarga yang baik dengan motivasi rendah sebanyak 6 responden(23.1%) dan 20 responden(76.9%) adalah faktor dukungan keluarga yang baik dengan motivasi tinggi. Hasil Uji statistik didapatkan p Value = 0.005 (p Value < 0.05) berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan faktor dukungan keluarga dalam mengikuti pendidikan perawat lanjutan PEMBAHASAN Hubungan Kondisi Sosial Ekonomi Dengan Motivasi Perawat Mengikuti Pendidikan Perawat Lanjutan Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan Kondisi Sosial ekonomi dengan Motivasi perawat mengikuti pendidikan perawat lanjutan (Hurlock 2004) menyatakan bahwa status ekonomi membaik, orang cenderung memperluas minat dan motivasi mereka untuk mencakup hal yang semula belum mereka laksanakan, sebaliknya kalau status ekonomi mengalami kemunduran karena tanggung jawab keluarga, usaha yang kurang maju, maka orang cenderung untuk mempersempit minat serta motivasi mereka. Semakin tinggi status ekonomi seseorang maka minat untuk mencari ilmu juga akan tinggi. Namun demikian, walaupun motivasi yang ada dalam diri anak atau mahasiswa sangat kuat tetapi jika kondisi sosial dan kondisi ekonomi orang tuanya kurang mendukung maka akan menghambat motivasi anak dalam mencapai semua keinginan untuk mengembangkan pengetahuannya (Sumarto, 2006). Semakin tinggi tingkat pendapatan maka perawat akan semakin termotivasi untuk melanjutkan pendidikannya, karena tingkat pendapatan akan berperan dalam mendukung pembiayaan pendidikan terkait uang SPP, penyediaan sarana dan prasarana bagi kelancaran pendidikan khususnya mengenai pelaksanaan Profesi Ners. Bagi orang tua yang mempunyai kondisi sosial dan kondisi ekonomi yang kuat atau tinggi tentu tidak akan merasa berat untuk membiayai pendidikan anak-anaknya sampai dengan jenjang tertinggi (Gerungan, 2004). Hubungan Dukungan Atasan Dengan Motivasi Perawat Mengikuti Pendidikan Perawat Lanjutan Hasil penelitian menunjukan ada hubungan dukungan atasan dengan motivasi perawat untuk melanjutkan pendidikan S1 Keperawatan.
Halaman---------- 65 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Kebijakan umum mengenai tenaga kerja umumnya menyarankan agar pihak manajemen memberikan kesempatan kepada para tenaga kerja untuk melanjutkan pendidikan dan pengembangan pribadi sambil bekerja. Meskipun tanpa kebijakan, kenyataannya setiap tenaga kerja memerlukan pendidikan dan pelatihan untuk melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Oleh karena itu, seluruh tingkatan manajemen sebenarnya memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan dan pelatihan karyawan (Sastrohadiwiryo, 2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasir (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan atasan dengan motivasi perawat dalam mengikuti pendidikan perawat lanjutan (p= 0.03). Hasil analisa data sebagian besar responden menilai bahwa atasan mendukung terhadap pengembangan SDM tenaga keperawatan, sehingga motivasi perawat untuk mengikuti pendidikan perawat lanjutan masih tergolong tinggi. Keterbatasan dukungan dana untuk pengembangan SDM keperawatan mengakibatkan tidak semua perawat mempunyai kesempatan untuk mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Karenanya pengembangan SDM dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan finansial institusi rumah sakit. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Perawat Mengikuti Pendidikan Perawat Lanjutan Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 36 orang responden menunjukkan bahwa kebanyakan mendapatkan dukungan yang baik untuk mengikuti pendidikan perawat lanjutan sebanyak 26 orang (72.2%). Hasil uji chi-square diperoleh p Value = 0.005 Dukungan dapat diartikan sebagai sokongan atau bantuan yang diterima seseorang dari orang lain. Dukungan biasanya diterima dari lingkungan sosial yaitu orang-orang yang dekat, termasuk didalamnya adalah anggota keluarga, orang tua, masyarakat dan teman (Marliyah, 2004). Seseorang yang sudah berkeluarga tentu saja akan berfikir dua kali apabila harus meninggalkan keluarganya walaupun untuk keperluan pengembangan dirinya. Sebaliknya orang yang masih belum berkeluarga kemungkinan sangat berminat dan mempunyai motivasi tanpa memikirkan hal lain yang berhubungan dengan keluarganya .Demi kelancaran dalam melanjutkan pendidikan perlu adanya relasi yang baik antar anggota keluarga yang lain. Hubungan pengertian dan kasih sayang dari anggota keluarga yang lain dapat mendukung dalam proses pendidikan (Purwanto, 2010). Keterbatasan penelitian Keterbatasan peneliti dalam penelitian ini adalah 1. Kuesioner penelitian tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas 2. Sampel dalam penelitian ini masih sedikit KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ada hubungan kondisi sosial ekonomi dengan motivasi, dukungan atasan, dan dukungan keluarga. Saran Bagi Perawat Diharapkan agar perawat lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal, guna untuk menambah ilmu. Bagi Rumah Sakit Diharapkan agar pihak rumah sakit dapat menyediakan informasi yang jelas tentang data yang berkaitan dengan jumlah perawat yang ingin mengikuti pendidikan perawat lanjutan. DAFTAR PUSTAKA Hasibuan, SP. 2009. Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Halaman---------- 66 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Haskas, Y 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi perawat untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi S1 keperawatan di instalasi rawat inap RSUD massenrempulu kabupaten enrekang. Diakses tanggal 21 mei 2015. Kusnanto. 2008. Pengantar Profesi dan praktik keperawatan profesional. Jakarta. EGC. Mardani. (2011). Faktor- faktor yang berhubungan dengan motivasi perawat untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi keperawatan di RSJ Madani Palu. Jurnal keperawatan. Diakses tanggal 21 mei 2015. dari http://jurnal untad.ac.id/pdf. Noor. Juliansyah 2013. Metodologi penelitian (Edisi Revisi 2012). Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Notoatmodjo. 2009. Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Medika Notoatmodjo, S, 2012. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi 2010). Jakarta : Rineka Cipta. Nurhidayah, R. E. 2011. Pendidikan Keperawatan. Medan: USU Press. Nursalam, 2007. Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktek keperawatan profesional, ed 2 jakarta : salemba medika Nursalam. 2008. Manajemen keperawatan. edisi 3. Jakarta: Salemba Medika Nursalam. 2008. Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Purwanto, MN. 2010. Psikologi pendidikan. Jakarta : Rosda karya. Sastrohadiwiryo, 2007. Manajemen Tenaga Kerja, Jakarta : Bumi Aksara. Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta Uno, HB. 2012. Teori motivasi dan pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Undang-Undang Republik Indonesia No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan Wibowo, 2010, Statistika Penelitian, Bandung : Penerbit Alfabeta.
Halaman---------- 67 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PELAKSANAAN EMERGENCY MIDICAL SYSTEM PADA MASYARAKAT KELOMPOK KHUSUS POLISI LALULINTAS DI KOTA AMBON 2015 Hamdan Tunny1, Tina Amna Ningsih2, Saifa Ibrahim3 1=Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada 2=Dosen Poltekes Kamenkes Maluku 3=Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKes Maluku Husada ABSTRAK Latar belakang Emergency Medical System merupakan bagian penting dari sistem pelayanan kesehatan tidak dimaksudkan untuk menggantikan pelayanan kesehatan dasar tetapi menawarkan bantuan medik dan transportasi yang cepat ke unit-unit yang dilengkapi dengan fasilitas untuk menangani masalah kedaduratan, upaya pertolongan ditujukan pada “life and limb saving” dengan memprtimbangkan unsur kecepatan.Tujuan penelitian Mengetahui pengetahuan dan pelaksanaan Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di kota Ambon. Metode Rancangan atau desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah survei deskriptif yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di masyarakat. (Notoadmodjo, 2010). Hasil pengetahuan Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon sebanyak 24 responden (80%) atau lebih dari setengahnya mempunyai pengetahuan baik. Pelaksanaan tentang Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon dan dari Hasil penelitian pelaksanaan tentang Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon sebanyak 22 responden (73%) atau lebih dari setengahnya mempunyai penilayan pelaksan tentang Emergency Medical System cukup. Kesimpulan dari 30 responden, sebagian besar yaitu 24 (80%) responden mempunyai pengetahuan baik dan 5,1 (17%) mempunyai pengatahuan cukup serta 0,9 (3%) mempunyai pegatahuan kurang.sedangkan untuk pelaksanan dari dari 30 responden, sebagian besar yaitu 21,9 (73%) responden mempunyai pelaksanaan tentang Emergency Medical System cukup, dan dari 8,1 (27%) baik. Setiap Polisi Lalulintas di Kota Ambon harus dapat meningkatkan pengetahuannya dan pelaksanan melalui pelatihan serta kerja sama lintas sektoral dan instasi terkait dalam hal ini dinas kesehatan maupun rumah sakit sebagai usaha penigkatan pegatahuan dan pelaksan Emergency Medical System yang instensif serta mencari tahu bagaimana cara untuk bekerja sama dengan lintas sektoral, dan usaha menigkatkan pegatahun serta pelaksanan Emergency Medical System pada personl Polisi Lalulintas di kota Ambon. Kata Kunci : Gambaran, Pengetahuan, dan pelaksanan Emergency Medical System LATAR BELAKANG Emergency Medical System merupakan bagian penting dari sistem pelayanan kesehatan. Emergency Medical System tidak dimaksudkan untuk menggantikan pelayanan kesehatan dasar tetapi menawarkan bantuan medik dan transportasi yang cepat ke unit-unit yang dilengkapi dengan fasilitas untuk menangani masalah kedaduratan. Emergency Medical System membantu mendekatkan masyarakat ke fasilitas pelayanan kesehatan. (Yoel, 2010). Masalah kegawatdaruratan sehari-hari dapat terjadi kapan saja, di mana saja dan pada siapa saja, dengan demikian upaya pertolongan ditujukan pada “life and limb saving” dengan mempertimbangkan unsur kecepatan, dimana waktu adalah nyawa dan merupakan suatu hal yang penting. Artinya pertolongan terlambat diberikan atau salah dalam memberikan pertolongan akan berakibat kematian. Menurut World Health Organitation (WHO), kejadian trauma kecelakaan lalulintas di dunia diperkirakan per 100.000 jiwa atau 4100 jiwa per juta orang. Hal ini menunjukan bahwa kedatangan pertama responden, paramedis dapat menurunkan mortalitas pada trauma 9 %, dengan demikian dari 4100 trauma 370 nyawa bisa diselamatkan. (Husun, Gilberth dan Wisborg 2010 dalam OC Kobusingye). WHO memperkirakan pada tahun 2020 kecelakaan jalan merupakan dari penyebab terbesar kematian ketiga di dunia, setelah penyakit jantung dan depresi. Untuk Indonesia angka kecelakaan lalulintas yang mencapai 30 ribu orang per tahun merupakan penyebab ketiga kematian di Indonesia setelah HIV/AIDS dan TBC (Sutawi, 2009), dan menurt laporan data Global Status Report on Read Safety yang dikeluarkan
Halaman---------- 68 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 WHO Indonesia menempati urutan pertama, kenaikan jumlah kecelakaan lalulintas mencapai 120 jiwa per harinya. Tidak berbeda jauh dengan Nigeria yang mengklaim 140 jiwa warganya tewas akibat kecelakaan lalulintas setiap hari, sementara angka kematian global saat ini tercatat mencapai angka 1,24 juta per tahun, diperkirakan angka tersebut akan meningkat hingga tiga kali lipat menjadi 3,6 juta per tahun pada 2030. Angka kecelakaan lalulintas di Provinsi Maluku saat ini masuk pada urutan ke 24 kecelakaan lalulintas terbanyak ungkap Kapolda Maluku (Brigadr Jenderal Pollisi Muktionao) dalam sambutannya saat pembukaan pawai keselamatan berlalulintas di Kota Ambon. (siwalimanews.com), dan menurut Kanit Laka Lantas (Ipda. Piter Pakel) setiap tahun angka kecelakan lalulintas meningkat yaitu pada tahun 2012 jumlah kecelakan lalulintas sebanyak 325 per tahun dan pada tahun 2013 jumlah kecelakaan lalulintas sebanyak 408 per tahun serta pada tahun 2014 jumlah lecelakaan lalulintas sebanyak 323 per tahun (Data Laka Satuan Lalulintas Polres P. Ambn dan P. P. Lease). Dari angka kecelakaan lalulintas yang terjadi, dalam penanganan korban trauma akibat kecelakaan lalulintas, Emergency Medical System diperlukan dengan melibatkan seluruh komponen dan sumber daya demi menyelamatkan jiwa. Komponen yang terlibat meliputi masyarakat umum yang berada di tempat kejadian, petugas pelayanan masyarakat sampai dengan petugas yang profesional dibidang kegawat daruratan medis yang dilakukan pada fase pra rumah sakit (pre hospital) maupun fase rumah sakit (hospital). Penanganan yang cepat dan tepat terhadap penderita gawat di tempat kejadian oleh masyarakat sekitar, kecepatan datangnya petugas ambulans dengan paramedik profesional dan kecepatan mendapatkan pertolongan di rumah sakit akan sangat menentukan tingkat keberhasilan pertolongan penderita tersebut. (Emergency Pro 2008). METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dengan sampel 30 orang Polisi Lalulintas di Kota Ambon yang sesuai dengan kriteria inklusi: 1) Polisi Lalulintas di Kota Ambon yang hadir saat penelitian. 2) Polisi yang kooperatif 3) Polisi yang bersedia menjadi responden dengan menandatangani lembaran informed consent 4) Polisi yang tidak sedang dalam masa cuti 5) Polisi yang bertugas sebagai Polisi Lalulintas Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling yaitu purposive sampling. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang pelaksanaan Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon. HASIL PENELITIAN
60% 40%
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan usia Gambar di atas menunjukan dari keseluruhan responden, sebagian besar yaitu 18 (60%) responden berumur 21 - 40 tahun.
100%
Laki-laki
Gambar 2. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin
Halaman---------- 69 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Gambar di atas menunjukan dari keseluruhan 30 responden, semuanya yaitu 30 (100%) responden berjenis kelamin laki-laki. 13.30% 86.70% SMA
Perguruan Tinggi
Gambar 3. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan pendidikan Gambar di atas menunjukan dari keseluruhan 30 responden, sebagian besar yaitu 26 (86,70%) responden mempunyai pendidikan SMA.
100% > 5 tahun
Gambar 4. Distribusi Frekuensi responden berdasarkanlama bekerja Gambar di atas menunjukan dari keseluruhan 30 responden, semuanya yaitu 30 (100%) responden lama bekerja >5tahun.
30%
70% Tidak pernah
Pernah
Gambar 5. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan pelatihan bantuan hidup dasar. Gambar di atas menunjukan dari keseluruhan 30 responden, sebagian besa yaitu 21 (70%) responden tidak pernah mengikuti pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) pertolongan pertama pada kecelakaan (PPGD).
100%
Pernah
Gambar 6. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan menemukan korban gawat darur akibat kecelakaan lalu lintas Gambar di atas menunjukan dari keseluruhan 30 responden, semuanya yaitu 30 (100%) responden pernah mempunyai pengalaman menemukan korban gawat darurat akibat kecelakaan lalulintas. Pengetahuan dan Pelaksanaan Emergency Medical Mystem pada masyarakat kelompok khusus (Polisi Lalulintas) di kota Ambon. Dari kuesioner yang telah diisi oleh responden dan hasil observasi peneliti pada responden saat terjadinya kecelakaan lalulintas peneliti mendapatkan gambaran tentang pengetahuan dan pelaksanaan Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon.
3% 17% Baik
Cukup
Kurang
80% Gambar 7. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Pengetahuan tentang Emergency Medical System
Halaman---------- 70 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Gambar di atas menunjukan dari 30 responden, sebagian besar yaitu 24 (80%) responden mempunyai pengetahuan baik dan 5,1 (17%) cukup serta 0,9 (3%) kurang tentang pelaksanaan Emergency Medical System.
27% 73%
Baik
Cukup
Gambar 8. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan tentang pelaksanaan Emergency Medical System Gambar di atas menunjukan dari keseluruhan 30 responden, sebagian besar yaitu 21,9 (73%) responden cukup dan 8,1 (27%) baik tentang pelaksanaan Emergency Medical System. PEMBAHASAN Pengetahuan Emergency Medical System pada Masyarakat kelompok khusus PolisiLalulintas di Kota Ambon. Hasil penelitian pengetahuan Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon sebanyak 24 responden (80%) atau lebih dari setengahnya mempunyai pengetahuan baik. Hasil peneliti dewasa ini banyak sekali media untuk mendapatkan informasi. Contohnya menggunakan media internet untuk mencari informasi tentang ilmu pengetahuan yang sementara berkembang. Dengan demikian informasi tersebut didapatkan kapan saja dan dimana saja. Informasi yang didapatkan dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan seseorang. Pegatahuan penaganan pelaksan dan penanggulagan Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon. dengan diadakan pembinaan serta pelatihan oleh unit Lalulintas Polda Maluku setiap tiga bulan sekali, diikuti oleh beberapa personil dari unit Lalulintas sebagai perwakilan Polisi Lalulintas di Kota Ambon, Selain itu diperoleh dari buku-buku panduan tentang bagaimana melakukan penanggulangan korban kecelakaan lalulintas yang baik dan benar dalam rangka mengurangi kecacatan dan kematian pada korban kecelakaan lalulintas yang pada dasarnya sama dengan pelaksanaan Emergency Medical System. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahit dkk (2013) dalam bukunya “Promosi Kesehatan” bahwa kemudahan untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Hasil penelitian didapatkan 9 responden (30%) pernah mengikuti pelatihan tentang bantuan hidup dasar (BHD) dan pertolongan gawat darurat (PPGD). Dengan demikian Informasi juga dapat diperoleh responden dari kegiatan-kegiatan pelatihan tentang bantuan hidup dasar (BHD) dan pertolongan pertama gawat darurat (PPGD) dan materi-materi saat mengikuti pendidikan Kepolisian. Hal ini sesuai dengan cara memperoleh pengetahuan menurut Notoadmodjo tahun 2008 dalam bukunya “Promosi kesehatan dan ilmu perilaku” bahwa pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Pengetahuan tentang Emergency Medical System juga diperoleh oleh Polisi Lalulintas melalui buku-buku tentang penanggulangan korban kecelakaan lalulintas yang tersedia di perpustakaan kantor Polisi Lalulintas, dalam rangka menambah pengetahuan anggota Polisi, juga sesuai dengan program Kepolisian untuk tindakan quick respon pada masyarakat yang membutuhkan pertolongan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin mudah pula orang itu menerima informasi. Dari hasil penelitian diketahui 26 responden (86,7%) mempunyai pendidikan SMA dan 4 responden (13,3%) mempunyai pendidikan perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Nursalam (2012) dalam bukunya “Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan” bahwa pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah pula dalam menerima informasi. Sesuai juga dengan pendapat Notoatmodjo (2008) dalam bukunya “Ilmu Kesehatan Masyarakat“ yaitu bahwa pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang, apabila seseorang mampu menjawab pertanyaanpertanyaan mengenai bidang tertentu dengan lancar, baik lisan maupun tulisan maka dia dapat dikatakan mengetahui bidang tersebut. Pelaksanaan tentang Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon. Dari Hasil penelitian pelaksanaan tentang Emergency Medical System pada
Halaman---------- 71 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon sebanyak 21,9 responden (73%) atau lebih dari setengahnya mempunyai penilayan pelaksan tentang Emergency Medical System cukup baik. Menurut peneliti hal ini bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor pendukung, yaitu dapat dilakukan dengan cara bekerja sama dengan rumah sakit sebagai pusat rujukan korban kecelakaan lalulintas, salah satunya ialah rumah sakit dimana perlu sosialisasi tentang penanggulangan korban kecelakaan laluintas dengan faktor pendukung yaitu saluran imformasi coll center yang dapat diakses bila memerlukan bantuan pertolongan yang bisa di manfaatkan dengan cepat serta tersedianya sarana gawat darurat seperti ambulance. Oleh karena itu hanya sebagian personil Polisi Lalulintas yang bisa mengakses dan menaggulangi korban kecelakaan lalulintas secara baik dan benar.Menurut peneliti, lamanya bekerja juga dapat mempengaruhi pengetahuan responden dalam melakukan sesuatu kegiatan. Dari hasil penelitian didapatkan 30 (100%) responden atau seluruh responden mempunyai lama kerja >5 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Huclock (2008) bahwa semakin lama seseorang bekerja, tingkat kematangan dalam berpikir dan bertindak akan semakin meningkat pula. Selain itu pengalaman juga mempengaruhi pengetahuan seseorang dalam melakukan tindakan. Dari hasil penelitian diperoleh 30 responden (100%) mempunyai pengalaman saat menemukan korban gawat darurat akibat kecelakaan lalulintas, saat responden sedang melaksanakan tugas sebagai Polisi Lalulintas. Hal ini sesuai dengan cara memperoleh pengetahuan menurut Notoadmodjo tahun 2005 dalam bukunya “Promosi kesehatan dan ilmu perilaku” bahwa pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Pengalaman yaitu suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik pada dasarnya seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenagkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya. Ketika menghadapi permasalahan saat menemukan korban gawat darurat akibat kecelakaan lalulintas biasanya responden mengingat kembali pengalaman pribadi yang sukses dilakukan dan mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam pemecahan permasalahan yang dihadapi sekarang.Pelaksanaan Emergency Medical System yang dilakukan oleh responden masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh peneliti. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor pendeukug antara lain, responden mengatakan baru pertama kali mendengar tentang Emergency Medical System walaupun sebenarnya maksudnya tidaklah berbeda dengan penanggulangan korban gawat darurat secara terpadu, masih belum adanya sosialisasi dari instansi kesehatan dalam rangka mengaktifkan Emergency Medical Sytem walaupun sebenarnya pelaksanaan Emergency Medical System sudah dilakukan oleh beberapa responden dengan mengaktifkan panggilan ambulance dengan tenaga kesehatan bersertifikat Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS) yang ada di rumah sakit untuk memberikan bantuan transportasi korban kecelakaan lalulintas secara tepat dan cepat. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengetahuan tentang Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon sebagian besar baik yaitu sebanyak 24 responden (80%). 2. Pengetahuan tentang Pelaksanaan Emergency Medical System pada masyarakat kelompok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon sebagian besar cukup, atau sebanyak 21.9 responden (73%). Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, disampaikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menguatkan teori-teori yang sudah ada tentang Emergency Medical System. 2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan bagi Stikes Maluku Husada sebagai acuan atau pertimbangan dan dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya. 3. Diharapkan hasil penelitian ini bagi masyarakat kelopok khusus Polisi Lalulintas di Kota Ambon sebagai sumber dalam meningkatkan pengetahuan dan pelaksanaan tentang Emergency Medical System.
Halaman---------- 72 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 4. Diharapkan hasil penilitian ini bagi peneliti untuk mendapatkan gambaran pengatahuan tentang pelaksanan Emergency Medical System pada Polisi khusus unit Lalulintas di Kota Amban. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian Keperawatan Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta. Chainofsurvival(Perki,2011).https://www.google.co.id/search?q=buku+karangan+Perki,2011di di akses 15 Mei 2015 jam 16 00 Wit. Depkes. Kurikulum Pelatihan Penolong Pertama Kedaruratan., Sistem Penagulagan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT ) Editor Halid Saleh 2010 RSUP Dr Wahidin Sudiro Husodo Makasar Kemenkes RI Emergency Pro. 2008. Basic Trauma Life Support For Nurse. Jakarta : Pro Emergency. Harian Bhirawa. 2011, 22 September. Perbaiki Infrastruktur Turunkan Angka Kecelakaan, Hlm. 2. Hidayat, A.A. 2009.Metodologi Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Indonesia, Keperawatan, Kajian, Lembaga. 2011. Panduan Pelatihan Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta. Institute of Medicine 2010),www.ion,edu/Reportes /2010/The Public.di akses 15 Mei 2015 wit Media Aesculapius. September-Oktober 2009. Garis Depan Pertolongan Gawat Darurat. Edisi XXXVIII, Nomor 05, hlm 01. Notoatmodjo. S. 20010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Rineka Cipta. Notoatmodjo. S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. 2009. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. R.I., Depkes. Kurikulum Pelatihan Penolong Pertama Kedaruratan, (Online), (http://perpustakan.(2011), www Depkes. go.Id:8186/bitstream/123456789/710/u/BK2008-634.pdf, diakses tanggal 19/6/2015 jam 14.15 Wit. Rianegara, M.D. 2010. Skripsi. Malang : Universitas Brawijaya. Sunaryo. 2010. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Service, Trauma, Malang. 2011. Basic Life Support Programe. Malang. Subagjo, A., Achyar., Ratnaningsih, E., Sugiman, T., Kosasih, A. & Agustinus, R. 2011. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Dasar. Jakarta: PP Perki. Sutawi. 2009. Bersama Kita Bisa Membangun Budaya Keselamatan Jalan. Karya Tulis Ilmiah. Jakarta:Departemen Perhubungan. Setiadi. 2011, Konsep &penulisan revisi-setiadi.indd – Graha Ilmu. Yoel. 2010: Pelayanan kedaruratan medik sebagai mata rantai kehidupan Yulihastin, E. 2008. Bekerja Sebagai Polisi. Jakarta : Erlangga.
Halaman---------- 73 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN NELAYAN PENYELAM TENTANG MENYELAM DENGAN KEJADIAN BAROTRAUMA DI DUSUN WAIMULI DESA NEGERI LIMA KECAMATAN LEIHITU KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2015 M Taufan Umasugi1, Moh. Dahlan Sely1, Sarno Saode S2 1=Dosen Stikes Maluku Husada 2=Mahasiswa Stikes Maluku Husada ABSTRAK Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dan 2/3 diantaranya adalah wilayah laut, dimana sebagian besar penduduk pesisir mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan merupakan orang yang secara keseluruhan atau sebagian mata pencahariannya tergantung dari kegiatan menangkap ikan. Laut merupakan sumber daya alam yang digunakanuntuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam penggalian sumber daya alam laut dan bawah air adalah penyelaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungantingkat pengetahuan nelayan penyelam tentang menyelam dengan terjadinya barotrauma di Dusun Waimuli desa Negeri lima Kecamatan Leihitu. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan “cross sectional study”. Tehnik pengambilan sampel menggunakan total sampling dimana semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel penelitian sehingga di dapatkan besar sampel penelitian ini sebanyak 35 responden.pada penelitian ini di peroleh hasil menunjukan bahwa nilai p = 0,022 (p<0,005), artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan nelayan penyelam tentang menyelam dengan terjadinya brotrauma. Disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antarahubungan tingkat pengetahuan nelayan penyelam tentang menyelam dengan terjadinya brotrauma. Kata Kunci : Penyelam, Barotrauma PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dan 2/3 diantaranya adalah wilayah laut, dimana sebagian besar penduduk pesisir mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan merupakan orang yang secara keseluruhan atau sebagian mata pencahariannya tergantung dari kegiatan menangkap ikan. Laut merupakan sumber daya alam yang digunakanuntuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam penggalian sumber daya alam laut dan bawah air adalah penyelaman.Laut bukanlah lingkungan kehidupan normal manusia, sehingga dengan masuknya manusia kedalam air mempunyai risiko terhadap kesehatan tubuh seperti kesakitan, kelumpuhan/kecacatan dan kematian.( Departemen Kesehatan RI. 2008;) Nelayan penyelam tradisional dan penyelam tradisional banyak terdapat di wilayah Indonesia terutama di daerah pesisir dan kepulauan, yang kebanyakan belum pernah mengikuti pendidikan atau pelatihan dalam hal penyelaman secara formal karena keterbatasan dana dan jangkauan jarak ke tempat pelatihan. Para nelayan penyelam tradisional umumnya hanya melakukan pekerjaan secara turun-temurun atau mengikuti yang lain, serta tanpa dibekali ilmu kesehatan dan keselamatan penyelaman yang memadai. Pada umumnya penyelaman yang dilakukan nelayan penyelam tradisional dan penyelam tradisional adalah penyelaman tahan napas dan penyelaman dengan mengunakan suplai udara dari permukaan laut yang dialirkan melalui kompresor udara.( Departemen Kesehatan RI. 2002;). Aktifitas menyelam mempunyai efek jangka panjang pada fisiologi tubuh manusia.Perubahan fisiologis dapat terlihat dari manifestasi gejala dekompresi.Hal ini dibuktikan dengan peningkatan frekuensi kasus osteonecrosis dysbaric dan gangguan pendengaran yang didiagnosa pada penyelam komersial. Aktifitas menyelam berisiko terhadap organ lain karena gejala laten yang mempunyai efek terhadap otak, medulla spinalis, mata dan paru-paru (Campbell, 2006). Mengetahui hubungantingkat pengetahuan nelayan penyelam dengan kejadianbarotrauma di Dusun Waimuli desa Negeri lima Kecamatan Leihitu tahun 2015. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik , yaitu penelitian yang mengidentifikasikan hubungan tingkat pengetahuan nelayan penyelam tentang menyelam dengan terjadinya barotrauma pada nelayan penyelam dengan menggunakan pendekatan “ cross sectional
Halaman---------- 74 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 study ” yaitu penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variable independen ( tingkat pengetahuan nelayan penyelam tentang menyelam ) dan variable dependen yaitu ( Barotrauma ) hanya satu kali , pada satu saat / pengukuran dilakukan pada saat bersamaan. Penelitian ini akan dilaksanakan di Dusun Waimuli Desa Negeri Lima Kecamatan Leihitu Profinsi Maluku. Alasan pemilihan lokasi ini adalah alasannya karna terdapat nelayan yang bekerja sebagai penyelam dan juga ada yang mengalami penyakit barotrauma Penelitian ini akan direncanakan pada bulan Semptember sampai dengan akhir bulan September 2015 .Teknik pengembilan sampel menggunakan “ Total Sampling ” yakni pengambilan sampel secara keseluruhan dimana jumlahnya ditentukan sesuai dengan jumlah yang didapatkan pada saat meneliti, sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi nelayan yang bekerja sebagai penyelam yang berjumlah 35 orang. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan golongan umur Di dusun waimuli desa negeri lima kecamatan leihitukabupaten Maluku tengah Tahun 2015 Umur 20-30 31-40 41-50 51-57 Total
frekuensi 12 12 8 3 35
% 34,3 34,3 22,9 8, 100,0
Berdasarkan tabel 1 diatas karakteristik responden berdasarkan umur diperoleh responden yang paling banyak berusia 20-30 tahun dan 31-40 tahun yaitu sebanyak 12 orang ( 34,3%) sedangkan responden yang paling sedikit berusia 51-57 tahun yaitu 3 orang ( 8,6% ) Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan tingkat pekerjaan di Dusun Waimuli Desa Negeri Lima KecamatanLeihitu Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2015 Pekerjan Nelayan Penyelm
frekuensi 35
% 100,0
Berdasarkan tabel2 diatas karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan diperoleh responden semuanya dengan status pekerjaan sebagai nelayan penyelam yaitu 35 orang ( 100 % ) Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di Dusun Waimuli Desa Negeri Lima Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2015 Jenis Kelamin Pria
frekuensi 35
% 100,0
Berdasarkan tabel3 di atas karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di peroleh responden semuanya dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 35 orang ( 100 % ) Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan diDusun waimuli Desa Negeri Lima Kecamatan LeihituKabupaten Maluku Tengah Tahun 2015 Pendidikan SD SMP SMA Total
frekuensi 10 14 11 35
% 28,6 40,0 31,4 100,0
Halaman---------- 75 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan tabel 4 di atas karakterisrik responden berdasarkan tingkat pendidikan di peroleh responden yang paling terbanyak dengan tingkat pendidikan smp yaitu 14 responden (40,0% ) sedangkan responden yang paling sedikit dengan tingkat pendidikan sd yaitu 10 responden (28,6%). Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan penghasilan keluarga di Dusun Waimuli Desa Negeri Lima Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah tahun 2015 Pendapatan <1.650,000 >1.650,000 Total
frekuensi 25 10 35
% 71,4 28,6 100,0
Berdasarkan tabel 5 di atas karakteristik responden berdasarkan penghasilan keluarga diperoleh responden yang paling banyak dengan penghasilan < 1.650.000.00 yaitu 25 orang (71,4%) sedangkanresponden yang paling sedikit dengan penghasilan > 1.650.000.00 yaitu 10 orang (28,6%) Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan di Dusun Waimuli Desa Negeri Lima KecamatanLeihitu Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2015 Pengetahuan Kurang Baik Total
frekuensi 15 20 35
% 42,9 57,1 100,0
Berdasarkan tabel 6 di atas karakteristik responden berdasarkan pengetahuan di peroleh responden yang paling banyak dengan tingkat pengetahuan tinggi yaitu sebanyak 20 orang (57,1% ) sedangkan responden yang paling sedikit dengan tingkat pengetahuan rendah yaitu sebanyak 15 orang (42,9 %). Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan barotraumas di Dusun Waimuli Desa Negeri Lima Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2015 Barotrauma Ya Tidak Total
frekuensi 26 9 35
% 74,3 25,7 100,0
Berdasarkan tabel 7 di atas karakteristik responden berdasarkan barotrauma di peroleh responden yang paling banyak dengan tidak terkena barotrauma yaitu sebanyak 26 orang ( 74,3 % ) sedangkan responden yang paling sedikit yaitu ya atau yang terkena barotrauma sebanyak 9 orang (25,7%) Tabel 8. Hubungan tingkat pengetahuan nelayan penyelam tentang menyelam dengan terjadinya barotrauma di Dusun Waimuli Desa Negeri Lima Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah tahun 2015 Pengetahuan
Kurang Baik total
Tidak N 8 18 26
Barotruma Ya % n 53,3 7 90 2 74,3 9
% 46,7 10 25,7
total
%
Sig(p)
15 20 35
100 100 100
P=0,022
Berdasarkan tabel 8 di atas menunjukan bahwa pengetahuan nelayan penyelam tentang menyelam dengan terjadinya barotrauma di peroleh responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 15 orang ( 100% ) pengetahuan kurang yang tidak terkena barotrauma sebanyak 8 orang ( 53,3% ) dan yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang yang terkena barotrauma sebanyak 7 orang ( 46,7% ). sedangkan
Halaman---------- 76 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 responden dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 20 0rang ( 100% ) yang tidak terkena barotrauma sebanyak 18 orang ( 90,0% ) dan yang mempunyai pengetahuan baik tapi terkena barotrauma sebanyak 2 0rang ( 10,0% ), Hasil uji statistik menunjukan bahwa nilai p=.022 (<0,05 ) artinya adahubungan antara tingkat pengetahuan nelayan penyelam tentang menyelam dengan terjadinya brotrauma di Dusun Waimuli Desa Negeri Lima Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah tahun 2015. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pengetahuan baik yang tidak terkena barotrauma sebanyak 18 orang (90,0%) dan yang mempunyai pengetahuan baik tapi terkena barotrauma sebanyak 2 orang (10,0%), sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan kurang yang tidak terkena barotrauma sebanyak 8 orang (53,3%) dan yang mempunyai tingkat pengetahuan kurang yang terkena barotrauma sebanyak 7 orang (46,7%). Hasil uji statistik menunjukan bahwa nilai p=022 (<0,05 ) artinya ada hubungan antara tingkat pengetahuan nelayan penyelam tentang menyelam dengan terjadinya brotrauma di Dusun Waimuli Desa Negeri Lima Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah tahun 2015. Pengetahuan nelyan penyelam tentang menyelam dengan terjadinya barotrauma masih sangat kurang karena masih terdapat 7 orang nelayan penyelam yang terkena penyakit barotrauma akibat dari kurangnya pengetahuan. Menurut (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan merupakan unsur yang sangat penting terbentuknya suatu tindakan perilaku (practice) yang menguntungkan suatu kegiatan. Pengetahuan yang kurang akan mengakibatkan kurang dapat menerapkan suatu keterampilan (Notoatmodjo, 2010:50). Pengetahuan adalah hasil pengideraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan nelayan penyelam tentang menyelam dengan terjadinya brotrauma di Dusun Waimuli Desa Negeri Lima Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah tahun 2015. Saran Di harapkan kepada petugas kesehatan agar dapat memberikan penyuluhan tentang penyakit barotrauma terutama kepeda masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan penyelam agar dapat memberikan pengetahuan yang memadai agar dapat menghindari terjadinya barotrauma.kepada para penyelam hanya menggunakan peralatan menyelam yang lengkap saja tidak cukup untuk menghidari terjadinya barotrauma tetapi juga harus menguasai tehnik menyelam yang benar dan juga mengetahui tentang penyakit barotraumas dan penyebab dari penyakit barotrauma itu sendiri.bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan faktor lain tentang kesehatan para penyelam demi mengingat begitu besarnya bahaya-bahaya yang dihadapi oleh seorang penyelam . DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI. Petunjuk teknis upaya kesehatan penyelaman dan hiperbarik bagi petugas kesehatan Propinsi, Kabupaten/ Kota dan Puskesmas.Edisi ke-1.Jakarta; 2008.h. 1-16 Pusat Kesehatan Kerja, Departemen Kesehatan RI. Pedoman upaya kesehatan kerja bagi nelayan penyelam tradisional.Panduan bagi petugas kesehatan.Jakarta; 2002.h. 1-21 Campbell, E. 2003.Long Term Effect Of Sport Diving. Diving Medical Center [online] http://www.scuba.doc.com/LTE [21september 2015] Notoatmodjo, S. (2007) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Halaman---------- 77 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT MALARIA DI DESA WAIMITAL KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 Risman Tunny1, Aipassa F.2., Rumau S.S.3 1=Dosen Program Studi Keperawatan STIKes Maluku Husada 2=Dosen Poltekes Kemenkes Maluku 3=Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stikes Maluku Husada ABSTRAK Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang di tularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk. Munculnya penyakit malaria disebabkan oleh berbagai faktor yang menunjang faktor nyamuk anopheles bisa tetap survival karena penyusuaian terhadap lingkungan, yang ada sehingga faktor yang pertama adalah lingkungan,kemudian perilaku, pelayanan kesehatan dan hereditas. Kasus malaria juga terjadi pada desa waimital setiap tahunnya 2012 sebanyak 71 kasus,tahun 2013, sebanyak 89 kasus sementara tahun 2014 sampai mei 2015, sebanyak 159 kasus. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria di desa waimital kecamatan kairatu kabupaten seram bagian barat. Metode penelitin yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional dengan jumlah sampel sebanyak 103 kk, dari jumlah populasi sebanyak 415 kk. Hasil Berdasarkan uji Chi-Squere diperoleh nilai p=0,006 karena nilai p=0,06 ini berarti ada hubungan pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria. kesimpulan ada hubungan pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria Kata kunci: Pengetahuan, Perilaku masyarakat, Pencegahan malaria PENDAHULUAN Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk. Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium. Parasit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang merupakan vektor malaria, yang terutama menggigit manusia malam hari mulai magrib (dusk) sampai fajar (dawn). Terdapat empat parasit penyebab malaria pada manusia, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale (Soedarto, 2011). Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) (Harijanto, dkk 2009). Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta menurunkan produktivitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional (Kemenkes RI, 2009). Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), secara global estimasi kematian yang diakibatkan oleh penyakit malaria pada tahun 2010 adalah 655.000 kasus malaria di seluruh dunia. Selain itu, tercatat 86% kematian terjadi pada anak di bawah umur 5 tahun. Penderita penyakit ini tersebar di daerah di seluruh dunia terutama di daerah endemis seperti Afrika dan Asia (WHO, 2011). Malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah turun 1,9% dibanding tahun 2007 (2,9%), tetapi di Papua Barat mengalami peningkatan tajam jumlah penderita malaria. Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0%. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi tertinggi adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1%) dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur, hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan sumber daya pemerintah dalam masalah tenaga dan dana serta tingginya perbedaan endemisitas antar daerah juga dianggap menjadi tantangan penanggulangan malaria. Provinsi di JawaBali merupakan daerah dengan prevalensi malaria lebih rendah dibanding provinsi lain (Riskesdas, 2013). Propinsi Maluku yang tergolong daerah endemis malaria tinggi tahun 2009 tercatat malaria klinis 31.511 kasus dengan Annual Malaria Incidence (AMI : 22,3 % ) dan malaria positif sebanyak 9.872
Halaman---------- 78 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 kasus dengan Annual Parasite Incidenc (API : 7,0 %) Pada tahun 2010 meningkat sebanyak 57.196 kasus dengan AMI 37,0 % dan malaria positif sebanyak 16,131 kasus dengan API 10,4 %. Sedangkan pada tahun 2011 terjadi penurunan menjadi malaria klinis 45.740 kasus dengan AMI 30,5 % dan malaria positif 13.691 kasus dengan API 9,1 % (Bagian P2B Dinas Kesehatan Propinsi Maluku,2011) Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2010 jumlah Annual Malaria Incidende (AMI) 12,396,Tahun 2011 jumlah Annual Parasit Incidence (API) 9 % per mil penduduk, Tahun 2013 jumlah Annual Parasit Incidence (API) 13 % per mil penduduk (Dinas Kesehatan Kabupaten Seran Bagian Barat, 2013). Kasus malaria juga terjadi pada desa Waimital setiap tahunnnya. Pada tahun 2012, sebanyak 71 kasus, tahun 2013, sebanyak 89 kasus,sementara tahun 2014 sampai mei 2015, sebanyak 159 kasus, sudah termasuk pemeriksaan laboraturium atau yang positif malaria. (Data Puskesmas Waimital, 2015) Munculnya penyakit malaria disebabkan oleh berbagai faktor yang menunjang vektor nyamuk anopheles bisa tetap survival karena penyesuaian terhadap lingkungan yang ada sehingga faktor yang pertama adalah Lingkungan, kemudian perilaku, pelayanan kesehatan dan hereditas. Hal ini serupa yang diungkapkan oleh Blum (1974) bahwa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah: Lingkungan, Perilaku, Pelayanan Kesehatan, dan Hereditas (Arsin, 2012). Munculnya penyakit malaria disebabkan oleh berbagai faktor yang menunjang vektor nyamuk anopheles bisa tetap survival karena penyesuaian terhadap lingkungan yang ada sehingga faktor yang pertama adalah Lingkungan, kemudian perilaku, pelayanan kesehatan dan hereditas. Hal ini serupa yang diungkapkan oleh Blum (1974) bahwa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat adalah: Lingkungan, Perilaku, Pelayanan Kesehatan, dan Hereditas (Arsin, 2012). Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik berupa benda hidup, benda mati, benda nyata ataupun abstrak, termasuk manusia lainnya, termasuk suasana yang terbentuk, maka satwa maupun tumbuhan memainkan peranan di sini.Tetapi terjadi interaksi di antara elemen-elemen di alam tersebut. Faktor lingkungan menempati urutan ke-3 dalam indikator kunci status kesehatan masyarakat. Ketinggian, kelembaban, curah hujan, kondisi bagaimanapun juga, kondisi lingkungan dapat dimodifikasi dan dapat diperkirakan dampak atau ekses buruknya sehingga dapat di carikan solusi ataupun kondisi yang paling optimal bagi kesehatan manusia Masyarakat haruslah berpartisipasi aktif dalam memerangi penyakit malaria dengan menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Sebagaimana kita telah ketahui, penyebar penyakit malaria adalah nyamuk. Selama ini kendala terbesar dalam upaya penanggulangn penyakit malaria adalah cara memberantas nyamuk penyebar penyakit ini. Lingkungan yang kotor atau tidak terawat merupakan tempat yang paling ideal untuk perkembang biakan nyamuk. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit malaria. Gerakan pemberantasan sarang nyamuk, tidak hanya jika telah menjadi wabah. Jika pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama dalam penangulangan malaria di harapkan angka penyebaran dan kematian akibat penyakit ini dapat di tekan sehingga generari mendatang dapat hidup dalam kondisi yang baik. (Arsin,2012) METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Waimital, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Mulai dari tanggal 07 Agustus sampai dengan 28 Agustus 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif analitik. dengan pendekatan Cross Sectional yaitu dengan tujuan mencari variabel independen dan variabel dependen yang diukur sekaligus dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo,2012). Teknik yang digunakan adalah observasi dan wawancara dengan mengunakan koesioner. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini di peroleh dari puskesmas desa waimital Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mayarakat Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat yaitu sebanyak 415 KK. Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasinya (Notoatmodjo,2012). Jumlah sampel yang diambil, jika populasi kurang dari 100 lebih baik di ambil semuanya , tetapi jika populasi lebih dari 100 dapat diambil 10%-15% atau 20%-25% atau lebih (Arikunto,2010). Sampel yang di ambil adalah (415x25%).Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 103 KK. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan metode Simple Random Sampling yaiu pengambilan sampel ini memungkinkan semua individu dalam populasi baik secara sen diri-sendiri atau bersama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel (Notoatmodjo,2010).
Halaman---------- 79 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di Desa Waimital Kecamatan Kairatu 2015 Kelompok umur 27-37 38-48 49-59 ≥60 Total
Frekuensi (n) 43 47 9 4 103
Persentase (%) 41.7 45.6 8.7 3.9 100.0
Berdasarkan tabel 1 diketahui dari 103 responden didapatkan 43 (41.7%) responden berumuran 27 sampai 37 tahun dengan demikian responden paling banyak berumuran 38 sampai 48 tahun sebanyak 47 (45.6%) responden dan yang berumuran 49 sampai 59 tahun sebanyak 9 (8.7%) responden dan yang paling sedikit berumuran ≥60 tahun sebanyak 4 (3.9%) responden. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Waimital Kecamatan Kairatu Tahun 2015 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total
Frekuensi (n) 40 63 103
Persentase (%) 38.8 61.2 100.0
Berdasarkan tabel 2 di ketahui dari 103 didapatkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 63 (61.2%) respoden dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 40 (38.8%) responden. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Desa Waimital Kecamatan Kairatu Tahun 2015 Pendidikan Tidak Tamat Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA DIII/S1 Total
Frekuensi (n) 9 18 18 54 4 103
Persentase (%) 8.7 17.5 17.5 52.4 3.9 100.0
Berdasarkan tabel 3 diketahui dari 103 responden 9 (8.7) yang Tidak Tamat, 18 (17,5%) responden berpendidikan SD dan 18 (17.5%) responden berpendidikan SMP. 54 (52.4%) responden berpendidikan Tamat SMA, 4 (39%) responden berpendidikan Sarjana. Dengan demikian responden terbanyak berpendidikan SMA. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Desa Waimital Kecamatan Kairatu Tahun 2015 Pekerjaan PNS Pedagang Petani IRT Total
Frekuensi (n) 4 18 27 54 103
Persentase (%) 3.9 17.5 26.2 52.4 100.0
Halaman---------- 80 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan Tabel 4 diketahui dari 103 responden,4 (3.9%) sebagai PNS, 18 (17.5%) responden sebagai Pedagang, 27 (26.2%) responden sebagai Petani, 54 (52.4%) responden sebagai IRT. Dengan demikian responden terbanyak adalah IRT sebanyak 54 (52.4%) Analisi univariat di lakukan untuk mendapatkan gambaran umum responden penelitian dengan cara penelitian yaitu dengan melihat gambaran distribusi frekuensi dalam bentuk tabel Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Di Desa Waimital Kecamatan Kairatu Tahun 2015 Kejadian Malaria Ya Tidak Jumlah
Frekuensi (n) 59 44 103
Persentase (%) 57.3 42.7 100.0
Berdasarkan Tabel 5 di ketahui dari 103 responden, menunjukan bahwa kejadian malaria di desa waimital pada penelitian ini adalah 59 responden (57.3%) positif malaria. Sedangkan 44 (42.7%) negatif malaria. Dengan demikian yang sudah pernah mengalami penyakit sebanyak 59 (57.3%) responden. Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Di Desa Waimital Kecamatan Kairatu Tahun 2015 Pengetahuan Baik Kurang Total
Frekuensi (n) 56 47 103
Persentase (%) 54.4 45.6 100.0
Berdasarkan tabel 6 di ketahui dari 103 responden, bahwa responden yang berpengetahuan baik tentang malaria sebanyak 56 (54.4%) responden. Sedangkan responden yang pengetahuan kurang tentang malaria sebanyak 47 (45.6%) responden.Dengan demikian responden terbanyak yang berpengetahuan baik sebanyak 56 (54.4%) responden. Tabel 7. Distribusi Respoden Berdasarkan Perilaku Masyarakat Di Desa Waimital Kecamatan Kairatu Tahun 2015 Perilaku Baik Buruk Total
Frekuensi (n) 31 72 103
Persentase (%) 30.1 69.9 100.0
Berdasarkan Tabel 7 di ketahui bahwa dari 103 orang yang berperilaku baik dalam pencegahan malaria sebanyak 31 (30.1%) responden. Dan yang mempunyai perilaku buruk dalam pencegahan malaria sebanyak 72 (69.9%) responden. Dengan demikian responden terbanyak yang berperilaku buruk 72 (69.9%) responden. Tabel 8. Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan Penyakit Malaria Di Desa Waimital Kecamatan Kairatu Tahun 2015
Pengetahuan Baik Kurang Jumlah
Perilaku Jumlah Baik Buruk N % n % n % 10 17.9 46 82.1 56 100.0 21 44.7 26 55.3 47 100.0 31 30.1 72 69.9 103 100.0
(ρ) (0,006)
Berdasarkan Tabel 8 menunjukan bahwa di 103 responden. yang memiliki hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan penyakit malaria di desa waimital kecamatan kairatu.responden yang
Halaman---------- 81 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 memiliki pengetahuan baik sebanyak 56 responden dengan perilaku baik sebanyak 10 responden (17.9%). Dan yang berperilaku buruk sebanyak 46 (82.1%). Sedangkan yang berpengetahuan kurang sebanyak 47 responden dengan perilaku baik sebanyak 21 responden (44.7%0 dan yang berperilaku buruk sebanyak 26 responden (55.3%) berdasarkan tabel 4.8 menunjukan pengetahuan masyarakat dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan malaria masih sangat kurang terhadap pencegahan malaria. Berdasarkan uji chi-squere di peroleh nilai p=0.006 karena nilai p=≥0.06 hal ini berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria. PEMBAHASAN Kejadian malaria di Desa Waimital pada penelitian ini adalah responden (57.3%) positif malaria sedangkan 44 responden (24.9%) negative malaria. Hal tersebut menunjukan bahwa transmisi malaria di Desa Waimital sangat tinggi. Penyakit malaria dapat menyerang semua orang dan dapat diidentifikasi dengan adanya gejalah demam, mengigil yang menyerang secara berkala (trias malaria), dengan tahap dingin stadium demam dan stadium berkeringat banyak aspek yang mempengeruhi terjadinya malaria diantaranya aspek bionamik fektor dan aspek perilaku masyarakat. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 63 responden (61.2%) dan yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 40 responden (38.8%) Hasil penelitian tentang tingkat pendidikan menunjukan bahwa responden yang paling banyak berpendidikan SMA sebanyak 54 responden (52.4%) dan paling sedikit berpendidikan sarjana dan sarjana sebanyak 4 responden (3.9%). Sedangkan hasil penelitian tentang pekerjaan menunjukan bahwa responden yang paling banyak yaitu pada IRT sebanyak 54 responden (52.4%) dan yang paling sedikit yaitu pada PNS sebanyak 4 responden (3.9%). Menurut Notoatmodjo , (2012) Pengetahuan adalah hasil proses tahu dan setelah melalui proses penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui panca indera manusia, yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) Menuru Notoatmojo (2007), pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa (berpendapat, berpikir, bersikap dan sebagainya) untuk memberikan respons terhadap situasi diluar subyek tersebut. Responsi ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan) dan dapat jugabersifat aktif (dengan tindakan atau action). Perilaku dalam bentuk pengetahuan. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadianya penyakit termasuk penyakit malaria. Hal ini didukungoleh hasil penelitian Husin, Alamsyah, dkk (2001), yang menyatakan bahwa masyarakat yang berpengetahuan rendah terhadap penyakit malaria menjadi salah satu penyebab tingginya insiden malaria di Gugus Kepulauan Aceh. Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2015.Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya.Diperlukan suatu program untuk menggerakan masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat 2015. Sebagai tenaga motoriktersebut adalah orang yang memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat. Masyarakat yang berperilakuhidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. (Arsin, 2012) Hasil penelitian menunjukan bahwa dari Responden yang memiiki pengetahuan baik sebanyak 56 responden dengan perilaku baik sebanyak 10 responden (17.9%). dan yang berperilaku buruk sebanyak 46 (82.1%). Sedangkan yang berpengetahuan kurang sebanyak 47 responden dengan perilaku baik sebanyak 21 respnden (44.7%) dan yang berperilaku buruk sebanyak 26 responden (55.3%) KESIMPULAN Kesimpulan Berdasarkan analisis data disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria Saran Bagi masyarakat agar melakukan tindakan perilaku pencegahan penyakit malaria bukan hanya dengan menggunakan kelambu dan obat nyamuk tetapi juga dengan menggunakan kelambu.selalu berpartisipasi
Halaman---------- 82 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 aktif dalam kegiatan penyuluhan yang diselenggarakan dan juga harus memiliki kesadaran yang tinggi mengenai pentingnya hidup bersih dan sehat dengan meningkatkan hygne perorangan dan kebersihan lingkungan DAFTAR PUSTAKA Puskesmas Waimital. 2015. Data Sekunder, Kairatu: Puskesmas. Soedarto, 2011. Malaria. Penerbit Sagung Seto. Jakarta. Arsin, A (2012). Malaria di Indonesia tinjauan aspek epidemiologi, Makassar. Masagene Press. Arikunto,S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta Data Sekunder Desa Waimital tahun 2015, kantor desa waimital Dinas Kesehatan,2008, Dinas Kesehatan Propinsi Maluku. Profil Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat.2009s http://dc373.journal.com Kemenkes RI. Nomor 293 / MENKES/SK/IV (2009). Tentang Eliminasi Malaria di Indonesia, Jakarta (online), http://www.pppl.dipkes.go.id Diakses 16 mei 2015 Notoatmodjo S. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo S. 2007.Promosi Kesehatan 7 Ilmu Perilaku, Jakarta Rineka cipta. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI Jakarta (online), http://www.litbang.depkes.go.id diakses 19 mei 2015 Puskesmas Waimital Kabupaten seram bagian WHO, (2012), Global Malaria Programme, World Malaria Report 2011 (online), http://www.who.int diakses 19 mei 2015
Halaman---------- 83 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN MASYARAKAT PESISIR PANTAI TERHADAP PERTOLONGAN PERTAMA PADA KORBAN KECELAKAAN TENGGELAM DI DESA HUALOY KECAMATAN AMALATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 M. Taufan Umasugi1, Sehat Sillehu2, Moh. Dahlan Sely1 1=Dosen STIKes Maluku Husada 2=Mahasiswa STIKes Maluku Husada ABSTRAK Pada zaman global sekarang ini ternyata masih banyak masyarakat yang masih belum begitu memahami bahkan ada yang masih belum mengetahui bagaimana cara-cara tindakan pertolongan pertama pada korban tenggelam, baik itu di kolam, sungai, danau, maupun lautan (Keputusan Menkes RI, 2010). penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap pertolongan pertama korban tenggelam pada masyarakat pesisir pantai di desa Hualoy Kecamatan Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat. penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Dari hasil di atas terdapat pengetahuan yang paling sedikit ada 3 responden dengan persentase (6.0%). Dan yang terbanyak ada pada pengetahuan rendah dengan jumlah 20 responden (40.0%) Kata Kunci : Pengetahuan Masyarakat, Pertolongan Pertama PENDAHULUAN Di seluruh dunia, tingkat kematian akibat tenggelam berbeda-beda menurut aksesibilitas terhadap air, iklim, dan budaya berenang di tempat tersebut.Sebagai contoh, di Britania Raya terdapat 450 korban mati tenggelam per tahun (1 : 150.000), sementara di Amerika Serikat terdapat 6.500 korban mati tenggelam per tahun (1 : 50.000). Cedera akibat tenggelam menempati peringkat ke-5 dalam penyebab kematian akibat kecelakaan di Amerika Serikat. Angka total korban nyaris tenggelam tidak diketahui. Korban lebih cenderung berjenis kelamin laki-laki, remaja, atau dewasa.Ditambah lagi, banyak yang tidak munggunakan alat penyelamat yang lengkap. (WHO : 2012). Cukup banyak faktor yang menyebabkan seseorang tenggelam, bisa karena bencana seperti diseret banjir, karena olahraga seperti arung jeram atau renang atau karena musibah seperti tenggelam sebuah kapal serta banyak hal lain.Di banyak negara, tenggelam adalah penyebab kematian nomor dua di kalangan anak-anak berusia 14 tahun dan ke bawah (penyebab kematian nomor satu adalah kecelakaan kendaraan bermotor) (WHO, 2012). Tenggelam atau nyaris tenggelam bisa terjadi di setiap genangan air yang bisa mengakibatkan mulut dan hidung anak terendam air, termasuk di kubangan, toilet, bak mandi, akuarium, atau ember besar(WHO, 2012). Pada zamanglobal sekarang ini ternyata masih banyak masyarakat yang masih belum begitu memahami bahkan ada yang masih belum mengetahui bagaimana cara – cara tindakan pertolongan pertama pada korban tenggelam, baik itu di kolam, sungai, danau, maupun lautan (Keputusan Menkes RI, 2010). Kecelakaan yang berhubungan dengan air, misalnya tenggelam hampir selalu digolongkan dalam keadaan gawat atau darurat.Hal tersebut karena bila tidak cepat ditolong dapat menghentikan pernapasan sampai menyebabkan kematian akibat adanya air yang masuk ke dalam paru-paru.Tenggelam adalah penyebab kematian keempat akibat kecelakaan. Setiap tahun ada 4000 orang tenggelam, dan sepertiganya anak- anak dibawah usia 14 tahun(Carina, 2011). Kematian yang disebabkan air yang masuk ke dalam saluran pernafasan sehingga otak kekurangan oksigen.Belum lagi, tenggelam sering disertai benturan di kepala dan leher yang mengakibatkan fatal.Anak- anak sangat menyukai air. Dengan badan yang kecil , bak mandi pun dapat menjadi tempat berbahaya bagi anak–anak (Adnani, 2010). Kasus korban tenggelam di sungai, danau, kolam atau laut sering terjadi dengan korban yang mungkin hanya satu orang sampai yang ratusan orang.Apalagi ditinjau dari faktor geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan (dikelilingi laut) dan dialiri oleh banyak sungai besar dan kecil (Khoirun, 2012). METODE PENELITIAN
Halaman---------- 84 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan masyarakat pesisir pantai (independent variable) terhadap penanganan dan pertolongan pertama pada korban kecelakaan tenggelam (dependent variable). Lokasi penelitian dan waktu penelitian Desa Hualoy dijadikan dasar untuk lokasi penelitan karena masyarakat dipesisir pantai sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Penelitan ini dilaksanakan di bulan Juli, 2015. Di Desa Hualoy terdapat 5 dusun yang terdiri dari Dusun Kolang, Dusun Beringin Dua, Dusun Belmes, Dusun Sinter, dan Dusun Ababil. Karena penelitian ini hanya dilaksanakan di pesisir pantai Desa Hualoy, maka populasi yang diambil hanyalah masyarakat pesisir pantai yang berjumlah 150 jiwa. Prosedur pengambilan sampel pada penelitian ini adalah menggunakan teknik pengambilan sampel secara acak (Random Sampling). Sampel merupakan sebagian populasi atau yang mewakili populasi sekaligus menggambarkan populasi itu sendirikorban tenggelam. Ada juga sebagian masyarakat yang mempunyai kebiasaan mengarak korban yang tenggelam dilautan keliling kampung dengan cara di gotong ramai-ramai dan membacakan bahasa atau mantra tertentu yang di percaya dapat menyelamatkan korban. Hal ini merupakan suatu kebiasaan yang bersifat turun-temurun pada masyarakat di daerah itu (Nisa, 2011). Berdasarkan hasil observasi pada masyarakatdi desa Hualoy. Pada 5 tahun terakhir ada sekitar 8 korban jiwa yang tenggelam dan hilang dilautan. Sebagian besar para korban adalah orang dewasa yang berumur 40-60 tahun keatas. Kebanyakan dari korban tersebut adalah yang berprofesi sebagai nelayan. Kebanyakan korban yang tenggelam tersebut jasadnya tidak ditemukan atau hilang. Ada beberapa orang jasadnya sudah sulit dikenali dan di identifikasi akibat sudah lama mengapung dilaut dan terbawa arus serta menjadi mangsa predator laut. Ada beberapa korban yang ditemukan dalam keadaan tidak utuh lagi dan hanyut terbawa arus. Para korban tersebut ada yang berasal dari nelayan dan adapula penumpang dari perahu tradisional. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pertolongan pertama pada korban tenggelam agar dapat memperkecil kemungkinan korban jiwa dan sebagai penambah wawasan kepada masyarakat khususnya dalam bidang pertolongan pertama korban tenggelam. Dalam penelitian yang bertempat di desa hualoy kecamatan amalatu kabupaten seram bagian barat ini. Peneliti ingin mencari tingkat pengetahuan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir pantai di desa hualoy terhadap tindakan pertolongan pertama korban yang tenggelam dilautan didesa itu. Mengingat masih maraknya kebiasaan atau cara-cara tradisional yang dilakukan masyarakat untuk menyelamatkan korban yang tenggelam dilautan. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi frekuensi umur di Desa Hualoy Kecamatan Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Umur 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-65 tahun Total
n 9 14 11 16 50
% 18.0 28.0 22.0 32.0 100.0
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa 50 responden dari gambaran umur yang paling rendah umurnya berada pada 21-30 tahun dan sebesar (18.0%), sedangkan yang paling tinggi berada pada 51-65 tahun dan sebesar (32.0%). Tabel 2. Distribusi frekuensi jenis kelamin di Desa Hualoy Kecamatan Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total
n 35 15 50
% 70.0 30.0 100.0
Halaman---------- 85 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa 50 responden dari gambaran jenis kelamin yang paling rendah pada jenis kelamin perempuan atau sebesar (30.0%), sedangkan yang paling tinggi pada jenis kelamin laki-laki atau sebesar (70.0%). Tabel 3. Distribusi frekuensi pendidikan terakhir di Desa Hualoy Kecamatan Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Pendidikan SD SMP SMA S1/DIPLOMA TIDAK SEKOLAH TOTAL
n 8 11 11 14 6 50
% 16.0 22.0 22.0 28.0 12.0 100.0
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa 50 responden dari gambaran pendidikan yang paling rendah adalah yang tidak sekolah atau (12.0%), sedangkan yang paling tinggi adalah yang berpendidikan S1/Diploma atausebesar (28.0%). Tabel 4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan di Desa Hualoy Kecamatan Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Pengetahuan Tinggi Sedang Rendah Total
n 3 27 20 50
% 6.0 54.0 40.0 100.0
Berdasarkan tabel diatas pada pengetahuan masyarakat ada tinggi, sedang, dan rendah. Pada hasil mengatakan pengetahuan tinggi 3 responden (6.0%), sedang 27 responden (54.0%) dan rendah 20 responden (40.0%). Maka dari itu dari pengetahuan masyarakat yang jumlahnya besar adalah pengetahuan sedang. Tabel 5. Distribusi frekuensi pertolongan pertama korban tenggelam di Desa Hualoy Kecamatan Amalatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Pertolongan pertama Tinggi Sedang Rendah Total
n 3 31 16 50
% 6.0 62.0 32.0 100.0
Berdasarkan tabel diatas pada pertolongan pertama korban kecelakaan ada tinggi, sedang, dan rendah. Pada hasil mengatakan dari kategori pertolongan pertama korban tenggelam ada kategori tinggi 3 responden (6.0%), sedang 31 responden (62.0%) dan rendah 16 responden (32.0%). Maka dari itu yang pertolongan pertama korban kecelakaan jumlahnya besar ada pada kategori sedang. PEMBAHASAN Pengetahuan Masyarakat Dalam penelitian yang bertempat di desa hualoy kecamatan amalatu kabupaten seram bagian barat ini. Peneliti ingin mencari tingkat pengetahuan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir pantai di desa hualoy terhadap tindakan pertolongan pertama korban yang tenggelam dilautan didesa itu. Mengingat masih maraknya kebiasaan atau cara-cara tradisional yang dilakukan masyarakat untuk menyelamatkan korban yang tenggelam dilautan.
Halaman---------- 86 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Dari hasil di atas menunjukan bahwa terdapat pengetahuan yang paling sedikit ada pada pengetahuan tinggi dengan jumlah 3 responden (6.0%), dan yang terbanyak ada pada pengetahuan rendah dengan jumlah 20 responden (40.0%). Jadi, Penelitian ini yang jumlah respondennya tinggi pada pengetahuan dengan kategori sedang, dengan jumlah persennya besar (54,0%), karena sesuai dengan pendidikan yang tinggi yaitu S1/Diploma. Berarti dari 50 responden yang tinggal di pesisir pantai memiliki pengetahuan yang cukup baik terhadap pertolongan korban kecelakaan tenggelam. Oleh sebab itu pada masyarakat desa hualoy kurang mempunyai pengetahuan terhadap pertolongan pertama korban kecelakaan tenggelam. Yang mengakibatkan kurang atau rendahnya pengetahuan karena pendidikannya yang juga rendah, karena itu mereka tidak dapat memahami dengan baik informasi yang didapatkan dari orang lain dilingkungan sekitar tentang pertolongan pertama korban tenggelam. Pertolongan pertama korban tenggelam Kasus korban tenggelam baik di sungai, danau, kolam atau laut sering terjadi dengan korban yang mungkin hanya satu orang yang ratusan orang. Apalagi ditinjau dari faktor geografis indonesia yang terdiri dari kepulauan (dikelilingi laut) dan dialiri oleh banyak sungai besar dan kecil. Cukup banyak faktor yang menyebabkan seseorang tenggelam, bisa karena bencana seperti diseret banjir, karena olahraga seperti arum jeram atau renang atau karena musibah seperti tenggelam sebuah kapal serta banyak hal lain. Namun jika memang kita mempunyai keahlian lain dan dengan rasa kemanusiaan berkeinginan keras untuk menolong itu adalah hal yang sangat mulia, tapi sebelum memberikan pertolongan pertama terhadap korban tenggelam ada beberapa hal yang selalu diingat, diketahui dan dilaksanakan oleh seseorang penolong, yaitu : Penolong harus terlebih dahulu mengamankan diri sendiri sebelum memberikan pertolongan kepada korban. Mengapa hal itu harus dilakukan? Karena biasanya korban tenggelam akan mengalami kepanikan dan cenderung akan menggapai, memegang, merangkul benda-benda disekitarnya serta meronta-ronta guna menyelamatkan dirinya. Hal ini sangat berbahaya jika si penolong tidak siap dengan kondisi tersebut. Penolong ketika menjumpai korban tenggelam sebaiknya segera mencari bantuan terdekat, sambil terus berusaha untuk mengamati kondisi korban. Dari hasil penelitian di atas di dapatkan pada pertolongan pertama korban tenggelam, Pada hasil mengatakan dari kategori pertolongan pertama korban tenggelam di atas mengatakan ada kategori tinggi 3 responden (6.0%), sedang 31 responden (62.0%) dan rendah 16 responden (32.0%). Maka dari itu yang pertolongan pertama korban kecelakaan jumlahnya besar ada pada kategori sedang, oleh karena itu dari nilai kategori sedang menunjukan hal tersebut berarti ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan pertolongan pertama korban tenggelam, dan ada yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pertolongan pertama korban tenggelam. Dari penelitian ini yang lebih banyak memiliki kemampuan untuk melakukan pertolongan pertama korban kecelakaan adalah dengan berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan, dengan jenis kelamin laki-laki jumlah 35 responden dan besar persennya (70.0%). Berdasarkan hasil penelitian Studi sebelumnya yang sejalan dengan penelitian di atas tentang penanggulangan korban kecelakaan tenggelam dilaut pada Badan SAR Nasional Provinsi Maluku tahun 2014, Penerapan aspek manajemen dari sampel 30 orang dengan dukungan Sumber Daya Manusia, Standar Operasional Prosedur, Sarana dan Prasarana dan Tindakan P3K yang dilakukan melalui Pelatihan dan Diklat SAR sebagai berikut : Sumber Daya Manusia (SDM) SDM (tingkat pendidikan) menunjukan bahwa tingkat pendidikan terbanyak terdapat pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 14 orang (46,7%), sedangkan tingkat pendidikan yang sedikit D3 yaitu 6 orang (20,0%). SDM (Masa Kerja) menunjukan masa kerja terbanyak pada 0-5 tahun sebanyak 8 orang (26,7%), sedangkan usia paling sedikit 50-51 tahun yaitu 1 orang (3,3%). Dan SDM (jenis kelamin) menunjukan jenis kelamin terbanyak pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang (56,7%), sedangkan jenis kelamin perempuan yaitu 13 orang (43,3%). Standar Operasional Prosedur Standar Operasional Prosedur (Pedoman Pertolongan di Air) terdiri atas: Belajar Berenang: Untuk penolong di air pada Basarnas diharuskan memiliki kemampuan berenang dengan baik.mulai dari tes masuk, dan memiliki fisik yang baik.
Halaman---------- 87 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Standar Operasional Prosedur (Metode Pertolongan diAir) terdiri dari : Teknik melempar Ring Bouy a. Dengan menggunakan tali yang terikat pada alat yang akan dilempar. Untuk memudahkan penarikan. b. Tanpa menggunakan tali. Apabila menggunakan boat atau berenang. c. Alat yang dugunakan Ring Bouy/benda apung lainnya. d. Alternatif yang digunakkan berdasarkan kondisi pada saat itu. 2. Pertolongan dengan Ring Bouy. a. Waktu melempar usahakan ring bouy diikat di dermaga atau di kaki anda. b. Penempatan lemparan usahakan dekat dengan korban dan arusnya menuju korban. c. Ajak komunikasi dan suruh korban dapat memegang ring bouy dan tarik dengan perlahan. 3. Teknik Membawa Korban Digunakan dengan cara memegang bagian dagu korban dan berenang, sehingga korban bisa tetap bernapas. 1.
Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian dengan jumlah sampel yang kecil pada daerah penelitian yang hanya kecil pula. Peneliti menggunakan variabel yang terbatas pada penelitian ini meneliti gambaran. Adapun dengan metode penelitiannya hanya dilakukan dengan memilih untuk dua variabel tertentu. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Gambaran karakteristik masyarakat meliputi umur dan jenis kelamin terhadap pertolongan pertama korban kecelakaan tenggelam pada masyarakat pesisir pantai, di peroleh kategori dapat kategori umur tertinggi 51-65. sedangkan pada pada kategori jenis kelamin laki-laki. 2. Gambaran pertolongan pertama pada korban kecelakaan tenggelam diketahui kategori sedang 31 responden. 3. Pengetahuan masyarakat pesisir pantai terhadap pertolongan pertama korban kecelakaan tenggelam, memiliki tingkat pengetahuan sedang dengan jumlah 27 responden. Saran 1. 2.
3.
Untuk Keilmuan, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan menjadi bahan bacaan dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat khususnya dalam penanganan dan pertolongan pertama pada korban kecelakaan tenggelam di Kabupaten Seram Bagian Barat, khususnya di Desa Hualoy. Bagi Pengembangan Institusi Pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi instansi yang terkait dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan penyelenggaraan program sosialisasi pertolongan pertama penanganan korban tenggelam khususnya di Kabupaten Seram Bagian Barat.
DAFTAR PUSTAKA Adnani, H. (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecelakaan di Dalam Air. (pp.21). Purweketo: Ramdani Press Atika, R. (2014). Pengaruh Alat Penyelamatan Tradisional Terhadap Korban Tenggelam di Desa Suli Kecamatan Blambangan Kabupaten Mojokerto Jawa Barat. (pp. 67). Bandung :Universitas Padjajaran. Ahmadi, F. (2011). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan MasyarakatPesisir Pantai. Jakarta :Rineka Cipta Carina, Ashari. (2011). Analisis Bahaya Tenggelam.(pp. 22 – 24). Bandung :Atma Jaya.
Halaman---------- 88 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, (2013). Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Saluran Pernapasan Akibat Tenggelam Pada Nelayan di Provinsi Maluku, Laporan Hasil Penelitian (Tahap II). Dinkes Prov. Ambon : Maluku. Depkes RI, (2014). Penanggulangan Korban Tenggelam. Cetakan ke – 2.2008 (http//www.depkes.go.id/. di akses tanggal 12 Juni 2013). Depkes RI, (2010). Penanggulangan Kecelakaan Tenggelam. Cetakan ke – 4.Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan RI, (2010).Berbagai Cara Evakuasi Korban Tenggelam.Cetakan ke – 6. Jakarta. Dinkes Provinsi Maluku. (2012). Profil Kesehatan Maluku Tahun 2011. Fitriana, C. (2011). Study Kasus Penanganan Tenggelam Pada Masyarakat Pesisir Pantai di Desa Waringin Kecamatan Paseh.(pp. 43). Semarang :Universitas Negeri Semarang. Fatimah, Siti (2013). Prinsip Dasar Penyelamatan Korban Tenggelam. (pp.45). Makassar :Universitas Hassanudin. Gould, D dan Brooker, C. (2010).Spasme Larynx Pada Kasus Tenggelam.(pp. 45 – 47). Jakarta : EGC George F. Hudson (2010). Pandangan Para Ahli Tentang Kasus Tenggelam.(pp – 33)Surabya :Dunia Ilmu. Khoirun.(2012). Analsis Kesehatan Masyarakat Pesisir Pantai. Jakarta :Rineka Cipta. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, No. 289/Menkelper/SK/VII/2014, Tentang Pedoman Penyelamatan Korban Tenggelam. KeputusanMenkes RI, No. 231/Menkes/SK/III/2010, Tentang Pertolongan Pertama Pada Korban Tenggelam. Mukono.(2014). Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan Pesisir Pantai. (pp. 45-47). Bandung: Atma Jaya Notoatmojo, (2011).Prinsip Dasar Ilmu Keperawatan. (pp – 25).Jakarta :Rineka Cipta. Nisa, H. (2011). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Masyararakat Dan Adat Istiadat Setempat Terhadap Penanggulangan Korban Tenggelam Di Desa Balinggi Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Soekidjo, Notoatmodjo. (2011).Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT Rineka Cipta. Suharsimi, Arikunto (2013). Metode Penelitian Deskriptif. Jakarta : CV. GudangIlmu Syarifudin.A. (2010).Penelitian Kesehatan. (pp – 22).Bandung :Gudang Ilmu
Halaman---------- 89 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN MALARIA DI DESA HILA KECAMATAN LEIHITU KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2015 Risman Tunny 1, Aipassa F2, Taniloton S3 1=Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada 2=Dosen Poltekes Kemenkes Maluku 3=Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKes Maluku Husada ABSTRAK Malaria merupakan salah satu penyakit yang paling banyak mengakibatkan penderitaan dan kematian. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Anopheles betina ini menyerang hampir semua wilayah atau kawasan di permukaan bumi. Tujuan penelitian untuk mengetahuihubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat dengan kejadian malaria di Desa Hila Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2015. Jenis penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional, sampel yang di gunakan sebanyak 124 responden yang di ambil dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. pengukuran variable menggunakan kuesioner dengan teknik wawancara dan observasi. Analisis statistik dilakukan dengan uji chi-square.Hasil Penelitian menunjukan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kejadian malaria (p=0.002) dan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian malaria (p=0.000). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat dengan kejadian malaria Kata kunci: Malaria, Pengetahuan, Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat. PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Hal ini karena malaria dapat berakibat fatal terutama untuk kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja (Akhsin, 2011). Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit yang paling banyak mengakibatkan penderitaan dan kematian. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Anopheles betina ini menyerang hampir semua wilayah atau kawasan di permukaan bumi (Arsin, 2012). Berdasarkan The World Malaria Report 2012, tercatat 219 juta kasus malaria dengan 660.000 kematian di dunia yang terjadi pada tahun 2010 dan Indonesia merupakan salah satu dari 104 negara yang termasuk negara endemis malaria (WHO, 2012). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2012, diperkirakan ada 207 juta kasus malaria di seluruh dunia dan 627.000 kasus malaria yang menyebabkan kematian. Penderita malaria tersebar di seluruh dunia terutama di daerah endemis seperti Afrika dan Asia (WHO, 2012). Kasus malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari data Riskesdas tahun 2013 tentang data penyakit malaria di Indonesia. Insiden Malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah 1,9% menurun dibanding tahun 2007 (2,9%), tetapi di Papua Barat mengalami peningkatan tajam jumlah penderita malaria. Prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0%. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi penyakit malaria tertinggi adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria diatas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur (Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan laporan dari bagian Program Malaria Bidang P2B Dinas Kesehatan Provinsi Maluku tahun 2012 jumlah Angka Kesakitan Annual Paracite Incidence (API) tahun 2008 sebesar 12,3/1000 penduduk, tahun 2009 sebesar 7,0/1000 penduduk, tahun 2010 sebesar 10,4/1000 penduduk, pada tahun 2011 sebesar 9,2/1.000 penduduk, dan pada tahun 2012 sebesar 11,1/1000 penduduk (Dinkes Provinsi Maluku, 2013).
Halaman---------- 90 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan data dinas kesehatan provinsi Maluku, pada laporan bulanan penemuan dan pengobatan malaria Kabupaten Maluku Tengah tahun 2011 jumlah malaria klinis adalah sebanyak 16,074%, tahun 2012 jumlah malaria klinis adalah sebanyak 17,934%, dan pada tahun 2013 adalah sebanyak 19,660% (Dinkes Provinsi Maluku, 2014). Berdasarkan data dari Puskesmas Perawatan Hila, Kasus malaria di desa Hila tahun 2012, sebanyak 275 kasus, tahun 2013 sebanyak 302 kasus, dan tahun 2014 sampai April 2015 sebanyak 293 kasus. Selama ini upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah penyakit menular, masih banyak berorientasi pada penyembuhan penyakit. Upaya ini dirasa kurang efektif karena banyak mengeluarkan biaya. Sedangkan upaya yang lebih efektif dalam mengatasi masalah kesehatan yaitu memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan berperilaku hidup bersih dan sehat. Namun, hal ini ternyata belum disadari dan dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat (Akbar, 2012). Perilaku hidup seseorang, termasuk dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut dapat berasal dari orang itu sendiri, pengaruh orang lain yang mendorong untuk berperilaku baik atau buruk, maupun kondisi lingkungan sekitar yang dapat mendukung terhadap perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Akbar Nur (2012), dengan judul Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat dengan kejadian malaria di kelurahan Binanga Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat menunjukan bahwa responden yang perilaku hidup bersih dan sehatnya baik namun masih ada yang menderita penyakit malaria sebanyak 2 (9,5%) dan yang tidak sebanyak 19 (90,5%) dan yang perilaku hidup bersih dan sehatnya kurang yang terkena malaria sebanyak 9 responden (64,35%). Dan yang tidak terkena malaria sebanyak 5 responden (35,7%). Dari hasil tersebut ditemukan bahwa ada hubungan antara PHBS dengan kejadian malaria (p=0,002). Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti secara observasional banyak warga yang tidak memperhatikan kondisi tempat tinggalnya, hal ini terlihat dengan masih banyaknya tumpukan sampah yang terdapat pada samping dan belakang rumah dan terdapat beberapa rumah tangga yang mencuci di samping rumah hal ini mengakibatkan banyaknya air yang tergenang di samping rumah karena tidak adanya saluran pembuangan air tersebut,hal ini juga dapat mengakibatkan air akan tergenang pada tempat-tempat sampah yang terdapat di samping rumah tersebut, sedangkan berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa ibu rumah tangga (IRT) mengatakan bahwa mereka akan membersihkan tempat penampungan air jika sudah kotor. Masyarakat haruslah berpartisipasi aktif dalam memerangi penyakit malaria dengan menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Sebagaimana kita telah ketahui, penyebar malaria adalah nyamuk. Selama ini kendala terbesar dalam upaya penanggulangn penyakit malaria adalah cara memberantas nyamuk penyebar penyakit ini. Lingkungan yang kotor atau tidak terawat merupakan tempat yang paling ideal untuk perkembang biakan nyamuk. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit malaria. METODE PENELITIAN Penelitian ini berbentuk deskriptif analitik dengan desain penelitian Cross Sectional. Penelitian cross sectional adalah penelitian yang menyangkut bagaimana variabel sebab dan variabel akibat atau kasus yang terjadi dikumpulan secara stimulant, sesaat atau satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan), (Notoadmojo,2012), yaitu penelitian mencari hubungan antara pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat dengan kejadian malaria. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan ditelliti (Notoatmodjo,2012). Pada penelitian ini populasinya adalah keseluruhan kepala keluarga yang berada di Desa Hila Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, dengan jumlah 829 KK. Sampel merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,2012). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kepala keluarga yang berada di Desa Hila Kecamatan Leihitu, dengan jumlah sampel sebanyak 124 KK yang diperoleh 15% dari total populasi yang ada (Arikunto,2010) yaitu = 15/100x829 = 124 KK.Sampling adalah suatu proses dalam menyelesaikan sampel untuk dapat mewakili populasi (Notoatmodjo,2012). Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel dalam penelitian .Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan menggunakan Simple Random Sampling, yaitu pengambilan sampel ini memungkinkan semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel (Notoatmodjo,2102).
Halaman---------- 91 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuisioner serta wawancara terpimpin sebagai alat ukur. Wawancara diartikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk mendapat data dimana peneliti mendapatkan keterangan atau penelitian secara lisan dari responden (Notoatmodjo,2012). Pengumpulan pada kuisioner yang digunakan untuk menilai pengetahuan masyarakat dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam hubungan dengan kejadian malaria digunakan 20 item pertanyaan dimana 10 pertanyaan untuk pengetahuan dana 10 pertanyaan untuk perilaku hidup bersih dan sehat. Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dan hasil penelitian dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi sehingga menghasilakn distribusi jumlah dan presentasi dari tiap variabel yang diteliti. Analisis Bivariat yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang digunakan berhubungan atau berkorelasi. Pada penelitian ini untuk megetahui hubungan pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian malaria yaitu dengan menggunakan uji Chi-Square (Pearson chisquare) melalui perhitungan statistic dan menjumlahkan hasil perhitungan dengan sistem komputerisasi. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Umur Umur 16-26 27-37 38-48 49-59 >60 Total
n 18 41 44 18 3 124
% 14.5 33.1 35.5 14.5 2.4 100.0
Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa responden paling banyak berada pada kelompok umur 38-48 tahun yaitu 44 orang (35.5%), sedangkan yang paling sedikit pada umur > 60 tahun yaitu 3 orang (2.4%). Tabel 2. Distribusi Responen Menurut Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
N 0 124 124
% 000.0 100.0 100.0
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa keseluruhan responden berjenis kelamin perempuan yaitu 124 orang (100.0%). Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Pendidkan SD SMP SMA DII SI Total
n 20 33 58 5 8 124
% 16.1 26.6 46.8 4.0 6.5 100.0
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut pendidikan, paling banyak pada jenjang SMA yaitu 58 orang (46.8%), sedangkan yang paling sedikit pada jenjang DIII yaitu 5 orang (4.0%). Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Pekerjaan PNS Pedagang Petani IRT Total
n 10 2 14 98 124
% 8.1 1.6 11.3 79.0 100.0
Halaman---------- 92 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut pekerjaan, yang paling banyak bekerja sebagai IRT yaitu 98 orang (79.0%), sedangkan yang paling sedikit bekerja sebagai pedagang yaitu 2 orang (1.6%). Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Kejadian Malaria Kejadian Malaria Ya Tidak Total
n 67 57 124
% 54.0 46.0 100.0
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut kejadian malaria. Dari 124 responden yang diteliti sebanyak 67 orang (54.0%) yang menderita malaria, sedangkan yang tidak yaitu 57 orang (46.0%). Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Pengetahuan Baik Kurang Total
N 75 49 124
% 60.5 39.5 100.0
Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa dari 124 responden, 75 orang (60.5%) memiliki pengetahuan baik tentang penyakit malaria, sedangkan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 49 orang (39.5%). Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS Baik Kurang Total
n 35 89 124
% 28.2 71.8 100.0
Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa dari 124 responden, 35 responden (28.2%) berPHBS baik, sedangkan yang berPHBS kurang sebanyak 89 responden (71.8%). Tabel 8. Hubungan pengetahuan dengan kejadian malaria Pengetahuan Baik Kurang Total
Kejadian Malaria Menderita Tidak Menderita n % n % 32 42.7 43 57.3 35 71.4 14 28.6 67 54.0 57 46.0
Total N 75 49 124
% 100,0 100,0 100,0
Sig (p)
0,002
Tabel 8 menunjukan bahwa dari 75 responden, yang berpengetahuan baik menderita malaria sebanyak 32 orang (42.7%), sedangkan dari 49 responden yang berpengetahuan kurang tidak menderita malaria sebanyak 14 orang (28.6%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.003 (< 0.05), hal ini berarti bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian malaria di Desa Hila Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2015. Tabel 9. Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian malaria PHBS Baik Kurang Total
Kejadian Malaria Menderita Tidak Menderita n % N % 4 11.4 31 88.6 63 70.8 26 29.2 67 46.0 57 54.0
Total N 35 89 124
% 100,0 100,0 100,0
Sig (p)
0,000
Tabel 9 menunjukan bahwa dari 35 responden yang berPHBS baik dan menderita malaria sebanyak 4 orang (11.4%), sedangkan dari 89 reponden yang berPHBS kurang tidak menderita malaria sebanyak 26 orang (29.2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0.000 (<0.05), hal ini berarti bahwa ada hubungan
Halaman---------- 93 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian malaria di Desa Hila Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2015. PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang pengetahuan menunjukan bahwa responden yang baik pengetahuannya sebanyak 75 responden (60.5%) dan yang pengetahuannya kurang sebanyak 49 responden (39.5%). Hasil ini menunjukan bahwa sebagian besar pengetahuan responden baik, tetapi jika tidak diselingi dengan perilaku yang baik pula maka pengetahuannya itu hanya sia-sia. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu melalui indera penglihatan, penginderaan, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan yang hanya sebatas tahu saja merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, dimana orang hanya bisa menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan diri apa yang di pelajari, dengar atau lihat, karena sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Semestinya tingkat kognitif pengetahuan harus dilanjutkan dengan proses memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Notoatmodjo, 2012). Hasil penelitian pada perilku hidup bersih dan sehat menunjukan bahwa responden yang PHBSnya baik sebanyak 35 responden (28.2%) dan responden yang PHBSnya kurang sebanyak 89 responden (71.8%). Hal ini menunjukan bahwa masih kurangya kepedulian dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan sekitar tempat tinggal. Hubungan antara pengetahuan dengan kejadian malaria Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu melalui indera penglihatan, penginderaan, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo,2012) Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 75 responden yang memiliki pengetahuan baik namun masih ada yang menderita malaria sebanyak 32 (42.7%) dan tidak sebanyak 43 (57.3%), sedangkan dari 49 responden yang pengetahuannya kurang yang menderita malaria sebanyak 35 (71.4%) dan tidak sebanyak 14 (28.6%). Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0.003, karena nilai p < 0.05, ini berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian malaria. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Evangelin,dkk (2014) di Kecamatan Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara. Penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang malaria dengan kejadian malaria dengan nilai p=0,037 dan OR=3,111, CI 95% (1,043-9,281) yang artinya orang dengan pengetahuan yang kurang baik lebih beresiko 3,111 kali lebih besar terkena malaria dibandingkan orang yang punya pengetahuan yang baik tentang malaria. Hasil penelitian yang sama juga dilakukan oleh Nurlette, dkk (2012) di puskesmas Rijali Kecamatan Sirimau Kota Ambon yang menyatakan ada hubungan antara pengetahuan masyarakat tentang penyakit malaria dengan kejadian malaria (p=0,001). Tetapi hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh santy dkk, (2014) di Desa Sungai Ayak 3 Kecamatan Belitang Hilir Kabupaten Sekadau bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian malaria (p=0.176). Hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian malaria Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2006). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 35 responden yang perilaku hidup bersih dan sehatnya baik namun masih ada yang menderita malaria sebanyak 4 (11.4%) dan yang tidak sebanyak 31 (88.6%) sedangkan dari 89 responden yang kurang PHBSnya yang terkena malaria sebanyak 63 (70.8%) dan yang tidak terkena malaria sebanyak 26 (29.2%). Berdasarkan uji Chi-Square diperoleh nilai p=0.000, karena nilai p < 0.05, ini berarti terdapat hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian malaria.
Halaman---------- 94 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna terhadap kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal (Dinkes Lampung, 2002). Hasil penelitian yang sama dilakukan oleh akbar (2012) di Mamuju, Sumatera Barat menyatakan ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian malaria (p = ,002). Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) merupakan salah satu strategi yang dicanangkan oleh departemen kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan millennium 2015 melalui rumusan visi misi Indonesia sehat, sebagaimana yang dicita-citakan oleh seluruh masyarakat Indonesia dalam menyongsong Millenium Development Goals (MDGs).Menurut pusat promosi kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit. Dampak Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang tidak baik dapat menimbulkan suatu penyakit diantaranya adalah mencret, muntaber, desentri, typus, malaria dan DBD (Akbar,2012). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kejadian malaria (p=0.002). Dan ada hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian malaria di Desa Hila Kecamatan Leihitu Kabupatan Maluku Tengah (p=0.000). Saran Dari hasil peneitian ini diharapkan masyarakat atau keluarga agar lebih memperhatikan kebersihan lingkungan dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Seperti membuang sampah pada tempatnya dan dilakukan kerja bakti sedikitnya sebulan sekali. Dan perlu adanya kerja sama dari pihak puskesmas untuk melakukan penyuluhan. DAFTAR PUSTAKA Akbar,Nur. (2012). Hubungan Pengetahuan Dan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Masyarakat Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Binanga Kelurahan BinangaKabupatenMamujuSUL-BAR. (http//:www.Jurnalke.blogspot.com.)Skripsi diterbitkan, diakses 15 mei 2015. Arikunto,S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta Arsin,A,A. (2012). Malaria di Indonesia (Tinjauan Aspek Epidemiologi). Masagena Press: Makassar. Depkes RI. (2006). Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS), Untuk Petugas Puskesmas. Direktorat Promosi Kesehatan. Dirjen Kesehatan Masyarakat. Jakarta (2006). Modul Manajemen Pemberantasan Malaria Dinas Kesehatan. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Maluku. (2014). Profil Kesehatan Provinsi Maluku Kabupaten Maluku Tengah Evangelin, dkk. (2014). Hubungan Antara Faktor-Faktor Resiko Dengan Kejadian Malaria Di Kecamatan Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku. Universitas Sam Ratulangi Manado. Skripsi diterbitkan, diakses 15 mei 2015 Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013). Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan RI. Notoatmodjo Soekidjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta. Nurlette, dkk (2012). Hubungan Perilaku Masyarakat Dan Kondisi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja Puskesmas Rijali Kecamatan Sirimau Kota Ambon. (http://repository.unhas.ac.id) jurnal diterbitkan diakses pada 15 mei 2015 Permenkes RI. (2013). Nomor 5, Tentang Pedoman Tatalaksana Malaria. Prabowo, Arlan. (2004). Malaria: Mencegah dan Mengatasinya. Puspa Swara: Jakarta. Puskesmas Perawatan Hila (2015). Kabupaten Maluku Tengah. Santy, dkk. (2014). Hubungan Faktor Individu dan Lingkungan Dengan Kejadian Malaria di Desa Sungai Ayak 3 Kecamatan Belitang Hilir, Kabupaten Sekadau. Jurnal diterbitkan diakses pada 15 mei 2015 Zulkoni Akhsin. (2011). Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat, dan Teknik Lingkungan. Edisi Terbaru. Nuha Medika: Jakarta.
Halaman---------- 95 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 PENGUKURAN INTENSITAS PENCAHAYAAN DI LINGKUNGAN KANTOR STIKES MALUKU HUSADA TAHUN 2015 Latuconsina Luthfy1, Saraju Tulaseket2 1=Mahasiswa STIKes Maluku Husada 2=Dosen STIKes Maluku Husada ABSTRAK Salah satu faktor permasalahan yang mengganggu kesehatan dan kenyamanan kerja ialah permasalahan mengenai pencayahaan ruangan kerja yang kurang atau berlebih. Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan,karena jika pencahayaan terlalu besar atau pun lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang di terima oleh mata. Akibatnya mata harus berkonsentrasi secara berlebihan. Hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas pencahayaan dan tingkat kelelahan mata para pegawai di setiap ruang kerja kantor STIkes Maluku Husada..Jenis penelitian ini adalah penelitian Kualitatif dengan rancangan deskritif dengan tujuan memperoleh informasi tentang kualitas intensitas pencahayaan di Gedung Kantor STIKes Maluku Husada dan keluhan kelelahan mata pada pegawai di kantor STIKes Maluku Husada.Hasil Penelitian menunjukan bahwa Intensitas Pencahayaan di kantor STIKes Maluku Husada Kairatu, rata-rata intensitas pencahayaan sebesar 160 lux. Sedangkan terdapat kelelahan mata yang bervariasi pada pegawai di Kantor STIKes Maluku Husada. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas pencahayaan rata-rata memenuhi syarat sesuai dengan Kepmenkes 1405/MENKES/SK/XI/2002 dan terdapat keluhan kelelahan mata yang bervariasi dialami oleh pegawai di Kantor STIKes Maluku Husada. Kata Kunci: Intensitas Pencahayaan PENDAHULUAN Kesehatan adalah salah satu parameter untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia. Tanpa kesehatan manusia tidak akan produktif untuk hidup layak secara ekonomi dan menjalani pendidikan yang baik. Begitu juga tanpa ekonomi yang baik,manusia tidak akan dapat memperoleh pelayanan kesehatanyang baik serta pendidikan yang baik. Tanpa pendidikan yang baik, manusia juga tidak bisa mengerti kesehatan serta mendapatkan ekonomi yang baik. Ketiga parameter ini saling berhubungan dan tidak bisa di pisahkan satu sama yang lain. (Siswanto,2013). Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesehatan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Indonesia di maksud dalam pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif sercara social dan ekonomis (Kemenkes, 2010). Menghadapi era industrialisasi dan globalisasi ekonomi, penerapan keselamatan kerja semakin penting karena merupakan bagian integral dari upaya perlindungan tenaga kerja dalam integrasinya dalam proses produksi. Seiring dengan perkembangan globalisasi pandangan bebas dan industrialisasi, juga berkembang standarisasi internasional yang akan berpengaruh terhadap kelancaran arus barang dan jasa. (Faisal,2010). Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja merupakan hal yang sangat penting untuk di perhatikan. Pengembangan dan peningkatan K3 di sektor kesehatan di lakukan untuk menekan serendah mungkin resiko penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi. (Pusat Hyperkes dan Keselamatan kerja, 2009). Salah satu faktor permasalahan yang mengganggu kesehatan dan kenyamanan kerja ialah permasalahan mengenai pencayahaan ruangan kerja yang kurang atau berlebih. Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan,karena jika pencahayaan terlalu besar atau pun lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang di terima oleh mata. Akibatnya mata harus berkonsentrasi secara berlebihan. Hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah (Pusat Hyperkes dan Keselamatan kerja, 2009)
Halaman---------- 96 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Penerangan yang baik adalah penerangan yang menungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Sedangkan Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan mental, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala( pusing-pising) di sekitar mata, kerusakan alat penglihatan dan meningkatnya kecelakaan (Suma’mur, 2009). Di samping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang di kerjakan dengan jelas dan menghindar dari kecelakaan kerja. (Sucipto, 2014). Bagian pengepakan tidak merata, yaitu dengan didapatkannya hasil pengukuran intensitas penerangan yang berbeda-beda tiap titik pengukuran. Nilai rata-rata intensitas penerangan di ruang bagian pengepakan sebesar 150 lux sehingga dikatakan kurang dari standar pencahayaan di ruangan kerja menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002. Sehingga ada pengaruh yang sangat signifikan intensitas penerangan terhadap kelelahan mata pada tenaga kerja di bagian pengepakan PT. IKAPHARMINDO PUTRAMAS Jakarta Timur. (Firmansya, 2010) METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian Kualitatif dengan rancangan dengan tujuan memperoleh informasi tentang kualitas intensitas pencahayaan di Gedung Kantor STIKes Maluku Husada dan keluhan kelelahan mata pada pegawai di kantor STIKes Maluku Husada. Penelitian ini dilaksanakan di gedung kantor Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Maluku Husada Jln. Lintas Seram Waiselang Kairatu. Dan dilaksanakan pada 9 sampai dengan 18 September 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ruang dan pegawai yang ada di Kampus STIKes Maluku Husada Jalan Lintas Seram Waiselang Kairatu Kec. Kairatau Kabupaten Seram Bagian Barat Propinsi Maluku. Sampel dalam penelitian ini adalah ruangan adminsitrasi yang ada di Gedung Kantor Kampus STIKes Maluku Husada, yang terdiri atas: 1. Ruangan Ketua 2. Ruangan Rapat 3. Ruang Para Wakil Ketua 4. Ruang Para Ketua Prgram Studi 5. Ruang Para Ketua Lembaga dan Unit 6. Ruang Staf/Pelaksana di Program Studi HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Usia Di Kantor STIKes Maluku Husada Tahun 2015 No 1 2 3 4
Kelompok Usia (Tahun) 15 -25 26 -35 36 -45 >45 Total
Jumlah (n) 7 13 3 1 24
Persentase (%) 29 54 13 4 100
Berdasarkan tabel 1 di atas menunjukan bahawa kelompok umur responden terbanyak adalah pada kelompok umur 26-35 tahun sebanyak 13 orang (54%) sedangkan yang tersedikit adalah pada kelompok umur >45 tahun sebanyak 1 orang (4%) . Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kantor STIKes 2015 No 1 2
Kelompok Jenis kel Laki-Laki Perempuan Total
Jumlah (n) 11 13 24
Maluku HusadaTahun
Persentase (%) 46 54 100
Halaman---------- 97 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Kantor STIKes MalukuHusada Tahun 2015 No 1 2
Kelompk Usia <5 >5 Total
Jumlah 13 11 24
(%) 54 46 100
Tabel 4. Hasil pengukuran pencahayaan pada Ruang Kerja kantor STIKes Maluku Husada Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Ruang Ketua Waket I Dan III Waket II Ka. Prodi kesmas Ka.Prodi Keperawatan Ka. LPPM.PDPT KTU Pel Prodi Kesmas PelPrdiKeperawatan Ka. RT Bendahara Ruang Rapat
Hasil Lux 138.25 222 211 132 126.5 93.25 120.5 187.5 241.25 227 101.5 121.75
Standar (Lux) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Ket Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat Memenuhi Syarat
Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan KeluhanKelelahan matapegawaipada kantor STIKes Maluku HusadaTahun 2015 No 1 2
Keluhan kelelahan mata pada ruang kerja kantor Ada Keluhan Tidak ada Keluhan Total
Jumlah (n) 15 9 24
Persentase (%) 62.5 37.5 100
Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan Jenis Keluhan Kelelahan mata pegawai pada kantor STIKes Maluku Husada Tahun 2015 No 1
Jenis Keluhan kelelahan mata pada ruang kerja Nyeri/Terasa sekitar mata
2
Penglihatan Kabur
3
Penglihatan rangkap
4
Sulit fokus
5
Mata perih
6
Sakit kepala
7
Pusing disertai mual
8
Mata merah
9
Mata berair
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Frekuensi 6 18 3 21 3 21 6 18 5 19 8 16 3 21 1 23 4 20
Persen 25 75 13 88 13 88 25 75 21 79 33 67 13 88 4 96 17 83
PEMBAHASAN Untuk usia responden dari 24 responden yang diwawancarai menunjukan bahwa usia terbanyak adalah pada kelompok umur 26-35 tahun sebanyak 13 orang. Hal ini menunjukan bahwa sebagian pekerja di
Halaman---------- 98 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 kantor STIKes Maluku Husada Kairatu masih tergolong pada usia produktif sehingga hal ini dapat mempengaruhi tingkat prodiktivitas kerja pada STIKes Maluku Husada. Untuk jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan sebanyak 13 orang (54%). Sedangkan untuk masa kerja terbanyak adalah di bawah 5 tahun sebanyak 13 orang (54%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian pekerja masih realtif baru bekerjadan sejalan dengan usia institusi yang baru beranjak 6 tahun berdiri. Intensitas Pencahayaan Dari hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan lux meter pada 12 ruang kerja di kantor STIKes Maluku Husada rata-rata pencahayaan alami sebesar 160 lux. Pencahayaan yang terdapat di tiap ruang kerja tidak tersebar merata baik pada ruang kerja level pimpinan maupun pada ruang kerja level staf/pelaksana. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh luas ventilasi/jendela yang tersedia dan perabot ruangan yang juga dapat mempengaruhi pencahayaan ruangan Kelelahan Mata Berdasarkan wawancara dengan koesioner yang telah dilakukan diketahui sebagian besar responden mengalami Keluhan kelelahan mata sebanyak 15 responden (62,5%). Keluhan tersebut berangam. Berdasarkan jenis keluhan mata yang dialami oleh responden yang terbanyak adalah keluhan sakit kepala (33%) dan Nyeri di skitar mata (25%). Hal ini dapat dipengaruhi oleh kualitas pencahayaan di ruangan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Intensitas pencahayaan di ruang kerja pimpinan dan staf serta ruang penunjang pada gedung kantor STIKes Maluku Husada, memenuhi syarat sesuai yang di tetapkan oleh kepmenkes No 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaraan kesehatan lingkungan keja. 2. Tingkat kelelahan mata para pegawai di gedung kantor STIKes Maluku husada secara spesifik bervariasi sesuai dengan keluhan yang dialami oleh para pegawai. Saran Adapun saran yang berhubungan dengan penelitian ini yang dapat penulis sampaikan pada kesempatan ini adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya penambahan buku atau referensi tentang Keselamatan dan Keseahatan Kerja atau buku khusus tentang Intensitas pencahayaan yang tersedia di perpustakaan. 2. Senantiasa menjaga pencahayaan yang baik di lingkungan kerja sehingga dapat mencegah kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. 3. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi dan juga masa mendatang dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya DAFTAR PUSTAKA. Faisal, 2010. Keselamatan kerja, Diktat Kulia. STIK Tamalatea, Makassar. Firmansyah, 2010. Kesehatan dan keselamatan kerja pada ruangan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonsesia. 2009. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta (online) http://hokum.net/downloa d.pdf diakses 20 Agustus 201 Santosa,Gempur.2010. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Prestasi Pustaka, Jakarta. Sucipto, Dani.2014.Keselamatan dan kesehatan kerja. Gosyen Publishing, Yogyakarta. Suma’mur, PK. 2009. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja, Jakarta: Sagung Seto Santosa,Gempur.2010. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Prestasi Pustaka, Jakarta. Sucipto, Dani.2014.Keselamatan dan kesehatan kerja. Gosyen Publishing, Yogyakarta. STIkes Maluku Husada. 2015. Panduan Penulisan Skripsi. Kairatu
Halaman---------- 99 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 STUDI PEMANFAATAN PENGOBATAN ALTERNATIF PADA DUKU PATAH TULANG PRE DAN POST MASSAGE DI DESA WAAI, LIANG KECAMATAN SALAHUTU KABUPATEN MALUKU TENGAH TAHUN 2015 Lukman La Basy1, Siti Rochmaedah1, Suriati Basami2 1=Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada 2=Mahasiswa Program Studi Keperawatan STIKes Muluku Husada ABSTRAK Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak di jumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Pengobatan tradisional atau alternatif merupakan bentuk pelayanan pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran modern (pelayanan kedokteran standar) dan dipergunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan kedokteran modem Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi penderita patah tulang tertutup pre dan post massage pada dukun patah tulang di desa Waai , Liang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian adalah sebanyak 6 orang dan sampel berjumlah 6 orang. Pengumpulan data menggunakan teknik sampling accidental. Pengumpulan data menggunakan Lembar observasi. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat. Hasil penelitian menunjukkan dari 6 Responden sebelum menjalani pengobatan alternatif, semua responden mengalami fraktur tertutup, berdasarkan hasil foto rontgen post massage pada dukun patah tulang di desa waii, Liang, dari 6 Responden, 4 orang (66,7%) hasil rontgen menunjukkan tulang tersambung sempurna, dan 2 orang (33,3 %) hasil rontgen menunjukkan tulang tersambung tidak sempurna Kata Kunci: Pre dan Post Massage Pada Dukun Patah Tulang PENDAHULUAN Penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab patah tulang terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan patah tulang, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang pertahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda (Anonim,2015, Ilmu bedah). Di seluruh dunia sekitar 140.000 orang mengalami kecelakaan di jalan setiap harinya. Lebih dari 3.000 orang meninggal akibat kecelakaan di jalan dan sekitar 15.000 orang mengalami kecacatan seumur hidup. Bila masalah di jalan tidak diperhatikan dengan sungguh-sungguh, maka dikhawatirkan pada tahun 2020 nanti, jumlah korban yang meninggal atau mengalami kecacatan akibat patah tulang setiap harinya mencapai lebih dari 60% di seluruh dunia. Sehingga kecelakaan di jalan menjadi penyebab utama kesakitan dan kecacatan akibat patah tulang. Kasus-kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan cedera adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius. Cedera merupakan penyebab utama kematian dan ketidakmampuan (cacat) pada anak-anak remaja. Cedera menghancurkan kehidupan dan mata pencaharian jutaan umat manusia. Setiap tahun lebih dari 140.000 orang meninggal karena cedera, dan hanya satu dari tiga orang yang cedera berakibat tidak fatal. Di Amerika, cedera/trauma menjadi penyebab utama kematian pada kelompok usia 15-44 tahun (Anonim, 2015). Berdasarkan fenomena di atas, masalah tulang dan sendi akan menjadi masalah besar dalam kesehatan masyarakat, yang membutuhkan biaya besar pula. Karena itu masyarakat harus memahami masalah ini, sehingga sama-sama mengantisipasi dan meminimalkan efeknya Martoprawiryo (2010) mengatakan, hampir 80% masyarakat Indonesia menggunakan pengobatan alternatif untuk menangani penyakit yang dialaminya. Hanya 20% dari masyarakat, yang menggunakan penanganan kedokteran, sisanya terlebih dahulu akan memakai berbagai jenis pengobatan alternatif. Menurut Utomo dalam Penni (2010), sangat disarankan pencegahan efek-efek samping dalam penanganan di dukun patah tulang. Pihak rumah sakit bahkan telah mengadakan penyuluhan di kalangan petugas kesehatan agar kasus-kasus trauma (luka) tertentu tidak dibawa ke dukun patah tulang karena justru akan berbahaya. Jenis-jenis trauma yang hendaknya tidak ditangani di dukun patah, misalnya, patah tulang dengan luka terbuka. Pasien sebaiknya dirujuk
Halaman---------- 100 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 ke rumah sakit, karena harus segera diberikan obat antibiotika atau ada penderitaan lain yang tak bisa ditangani di dukun patah tulang jangan langsung berobat kedukun patah tulang Pengobatan alternatif dan obat tradisional telah menyatu dengan masyarakat, digunakan dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan baik di desa maupun di kota-kota besar. Kemampuan masyarakat untuk mengobati sendiri, mengenai gejala penyakit dan memelihara kesehatan. Untuk ini pelayanan kesehatan alternatif merupakan potensi besar karena dekat dengan masyarakat, mudah diperoleh dan relatif lebih murah daripada obat modern. Pada tingkat rumah tangga pelayanan kesehatan oleh individu dan keluarga memegang peranan utama. Pengetahuan tentang obat tradisional dan pemanfaatan tanaman obat merupakan unsur penting dalam meningkatkan kemampuan individu atau keluarga untuk memperoleh hidup sehat ( Menurut Zulkifli, 2010, pengobatan alternatif harus dilestarikan). Pengobatan Alternatif adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan atau pendidikan / pelatihan, dan pengobat alternatif adalah orang yang melakukan pengobatan tradisional (alternatif) sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (KEPMENKES Nomor 1076/MENKES/SK/V11/2010 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional). Sebagaimana dikutip Rahyussalim dalam penelitiannya disebutkan bahwa dari 330 pasien yang berobat ke polikilinik Ortopedi, dari seluruh pasien dengan kisaran usia antara 19 tahun sampai dengan 55 tahun dan kesemuanya laki-laki yang mendapatkan pelayanan oleh dukun patah tulang dan sejenisnya yang telah dinyatakan sembuh oleh dukun dan penderita, ternyata semua penderita masih memiliki keluhan sisa yang sangat bervariasi mulai dari nyeri, jalan pincang, anggota badan bengkok, gerakan sendi yang tidak optimal dan terjadi pemendekan ruas tulang yang signifikan, yang seyogyanya bila penderita ini datang ke poliklinik orthopedi dan kemudian mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pelayanan orthopedi yang dicapai oleh orthopedi Indonesia saat ini, 95% gejala sisanya dapat diatasi dan seharusnya tidak terjadi. Sebanyak 5% gejala sisa dapat saja terjadi karena faktor lain yang tidak dapat diduga sebelumnya (Rudy, 2010). Sebagai studi pendahuluan, Pada tiga tahun terakhir yakni tahun 2012 sampai dengan Maret 2015 ternyata dari 65 pasien yang dirawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Tulehu, hanya sebagian besar yang menjalani operasi, dengan persentase perbandingan pasien yang pulang setelah dinyatakan selesai menjalani perawatan dan pasien yang tidak tuntas perawatannya (pulang paksa) sebagai berikut : Tabel 1. Persentase Pasien Dengan Diagnosa Patah tulang Yang Menjalani Perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Tulehu Propinsi Maluku Tahun 2013 sampai dengan Bulan Maret 2015. No
Tahun
Jumlah
Sembuh Jumlah Persentase 1 2013 4 orang 0 0% 2 2014 21 orang 0 0% 3 2015 5 0rang 0 0% Sumber: RSUD Tulehu Propinsi Maluku
Pulang paksa Jumlah Persentase 21 orang 52,5% 9 orang 42,86 1 orang 20%
Dari data diatas terlihat bahwa hampir sebagian besar pasien patah tulang yang menjalani perawatan semuanya tidak menjalani perawatan sampai selesai, hal ini terjadi karena ketika pasien yang dirawat di rumah sakit saat didiagnosa dengan patah tulang mereka meninggalkan rumah sakit ketika dianjurkan untuk dioperasi rata-rata setelah pasien menjalani perawatan 3 hari, sesudahnya pasien meminta pulang paksa dan lebih memilih pengobatan alternatif pada dukun patah tulang. ironisnya ini terjadi kendati pihak rumah sakit telah menggratiskan seluruh biaya operasi termasuk platina yang akan di pasang. Dari permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Studi Pemanfaatan Pengobatan Alternatif Pada Dukun Patah Tulang Pre dan Post Massage di Desa Waai, Liang Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah , yang akan lebih berfokus pada hasil pengobatan yang dilakukan oleh dukun patah tulang melalui hasil pemeriksaan Rontgen sebelum dan sesudah penanganan oleh dukun patah tulang. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Dengan jenis penelitian deskriptif ini diharapkan dapat diketahui secara nyata kondisi penderita patah tulang tertutup pre dan post massage pada dukun patah tulang Penelitian ini di laksanakan di Desa Waai dan Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Waktu penelitian di lakukan pada tanggal 24 juni sampai 13 Juli 2015. Populasi penelitian adalah seluruh penderita patah tulang tertutup yang pernah menjalani perawatan di Ruang
Halaman---------- 101 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Bedah, dan akhirnya berobat pada dukun patah tulang di desa waii, desa liang yang berjumlah 6 orang. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sejumlah penderita patah tulang tertutup yang pernah menjalani perawatan di ruang bedah dan akhirnya memilih pengobatan pada dukun patah tulang di Desa Waii dan Desa Liang dengan menggunakan metode sampling accidental yang memiliki Foto Rontgen sebelum menjalani pengobatan. Teknik total sampling diterapkan dengan responden berjumlah 6 orang. Pada tahap pertama pengumpulan data, peneliti mengidentifikasi terlebih dahulu responden yakni apakah penderita yang memanfaatkan pengobatan pada dukun patah tulang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel penelitian. Jika telah memenuhi kriteria langkah selanjutnya memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, jika penderita telah paham selanjutnya meminta kesediaan penderita untuk menjadi responden dengan memberikan format, dan kemudian melakukan observasi hasil rontgen Pre dan Post Massage serta melakukan wawancara dengan menggunakan alat recorder. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisa Univariat. Analisis univariat dilakukan pada variabel kondisi penderita patah tulang tertutup yang memanfaatkan pengobatan alternatif pre dan post massage pada dukun patah tulang di desa Waii, desa Liang melalui hasil Foto Rontgen. Untuk mengetahui hasil foto rontgen pre massage pada dukun patah tulang digunakan lembar observasi, dengan penilaian untuk setiap hasil foto menunjukkan fraktur diberi nilai 1 dan yang tidak fraktur diberi nilai 0. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur yang menjalani pengobatan patah tulang pada pengobatan alternatif Tahun 2015 Umur 13 tahun 14 tahun 17 tahun 20 tahun 23 tahun Total
n 2 1 1 1 1 6
% 33,32 16,67 16,67 16,67 16,67 100
Berdasarkan tabel 1 diketahui dari 6 Responden sebagian kecil responden yang menjalani pengobatan alternatif dukun patah tulang yaitu 2 responden (33,32 %) berusia 13 tahun, 1 responnden (16,67 %) berusia 14 tahun, 1 responden (16,67 %) berusia 17 tahun, 1 responden (16,67 %) berusia 20 tahun, 1 responden (16,67 %) berusia 23 tahun. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin yang menjalani pengobatan patah tulang pada pengobatan alternatif Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
n 6 0 6
% 100 0 100
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa semua responden yang menjalani pengobatan alternatif dukun patah tulang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 6 orang (100%), dan tidak seorangpun yang berjenis kelamin perempuan. Tabel 3. Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan lama perawatan Pada Pengobatan Alternatif Dukun Patah Tulang Lama Perawatan 1 bulan 2 bulan 3 bulan Total
Jumlah 3 1 2 6
Persentase 50 % 17 % 33 % 100
Halaman---------- 102 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Dari tabel 3 di atas diketahui bahwa dari 6 responden sebagian responden yaitu 3 (50%) menjalani pengobatan pada dukun patah tulang dan kemudian dinyatakan sembuh oleh dukun patah tulang selama 1 bulan, sangat sedikit responden yaitu 1 (17%) menjalani pengobatan pada dukun patah tulang dan kemudian dinyatakan sembuh oleh dukun patah tulang selama 2 bulan, dan sebagian kecil responden yaitu 2 (33%) menjalani pengobatan pada dukun patah tulang dan kemudian dinyatakan sembuh oleh dukun patah tulang selama 3 bulan. Tabel 4. Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Jenis fraktur Fraktur Tertutup Total
Jumlah 6 6
Persentase 100 % 100 %
Dari tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa semua responden mengalami fraktur tertutup yakni sebanyak 6 orang (100%). Tabel 5. Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Rontgen Pre Massage pada pengobatan alternatif Hasil Rontgen Fraktur Anterbrachi Sinistra Fraktur Claviculla Dextra Fraktur Cruris Dextra Fraktur Digit Manus Dextra Fraktur Femur Dextra Fraktur Femur Sinistra Total
Frequency 1 1 1 1 1 1 6
Percent 16,7 16,7 16,7 16,7 16,7 16,7 100,0
Dari tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa dari 6 Responden yang sebelum menjalani Pengobatan alternatif, 1 orang (16,7%) hasil rontgen menunjukkan Fraktur Anterbrachi Sinistra, 1 orang (16,7%) hasil rontgen menunjukkan Fraktur Claviculla dextra, 1 orang (16,7%) hasil rontgen menunjukkan Fraktur Cruris Dextra, 1 orang (16,7%) hasil rontgen menunjukkan Fraktur Digit Manus dextra, , 1 orang (16,7%) hasil rontgen menunjukkan Fraktur Femur dextra, 1 orang (16,7%) hasil rontgen menunjukkan Fraktur Femur Sinistra Tabel 6. Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan Hasil Rontgen Post Massage pada pengobatan alternative Kategori Tulang tersambug tidak sempurna Tulang tersambung sempurna Total
Frequency 2 4 6
percent 33,3 66,7 100.0
Dari tabel 6 di atas dapat diketahui bahwa dari 6 Responden yang telah menjalani Pengobatan alternatif, Sebagian besar responden yaitu 4 orang (66,7%) hasil rontgen menunjukkan tulang tersambung sempurna, dan sebagian kecil responden yaitu 2 orang (33,3 %) hasil rontgen menunjukkan tulang tersambung tidak sempurna. PEMBAHASAN Rahyussalim dalam penelitiannya disebutkan bahwa dari 330 pasien yang berobat ke polikilinik Ortopedi, dari seluruh pasien dengan kisaran usia antara 19 tahun sampai dengan 55 tahun dan kesemuanya laki-laki yang mendapatkan pelayanan oleh dukun patah tulang dan sejenisnya yang telah dinyatakan sembuh oleh dukun dan penderita, ternyata semua penderita masih memiliki keluhan yang sangat bervariasi mulai dari nyeri, jalan pincang, anggota badan bengkok, gerakan sendi yang tidak optimal, dan terjadi pemendekan ruas tulang yang signifikan, yang seyogyanya bila penderita ini datang ke poliklinik orthopedi dan kemudian mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pelayanan orthopedi yang dicapai oleh orthopedi Indonesia saat ini, 95% gejala sisanya dapat diatasi dan seharusnya tidak terjadi. Sebanyak 5% gejala dapat saja terjadi karena faktor lain yang tidak dapat diduga sebelumnya (Rudy, 2010).
Halaman---------- 103 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian besar respoden yakni 4 (66%) dari 6 Responden yang menjalani pengobatan alternatif pada dukun patah tulang berdasarkan hasil foto rontgen menunjukkan tulang tersambung sempurna. Hal tersebut juga di gunakan oleh hasil penelitian yang dilakukan Rahyussalim dalam penelitiannya disebutkan bahwa dari 330 pasien yang berobat ke polikilinik Ortopedi, dari seluruh pasien dengan kisaran usia antara 19 tahun sampai dengan 55 tahun dan kesemuanya laki-laki yang mendapatkan pelayanan oleh dukun patah tulang dan sejenisnya yang telah dinyatakan sembuh oleh dukun dan penderita, dimana dalam penelitian ini didapatkan semua penderita patah tulang adalah laki-laki. Hasil penelitian ini juga sama dengan Rudy (2010) menyatakan dari 330 pasien yang berobat ke polikilinik Ortopedi dan sebelumnya mendapatkan pelayanan oleh dukun patah tulang dan sejenisnya yang telah dinyatakan sembuh oleh dukun dan penderita, ternyata semua penderita masih memiliki keluhan sisa yang sangat bervariasi mulai dari nyeri, jalan pincang, anggota badan bengkok, gerakan sendi yang tidak optimal, dan terjadi pemendekan ruas tulang yang signifikan, dimana dalam Penelitian ini dari 6 responden sebagian kecil responden yaitu 2 orang (33,3 %) hasil rontgen menunjukkan tulang tersambung tidak sempurna, yang tentunya meninggalkan gejala sisa berupa jalan agak pincang. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut: Dari 6 Responden sebelum menjalani pengobatan alternatif, hasil rontgen menunjukan, Fraktur anterbrachi sinistra 1 orang (16,7%), Fraktur claviculla dektra 1 orang (16,7%), Fraktur cruris dextra 1 orang (16,7%), Faktrur digit manus dextra 1 orang (16,7%), Fraktur femur dextra 1 orang (16,7%), Fraktur femur sinistra 1 orang (16,7%), Hasil rontgen sesudah pengobatan alternatif menunjukkan Fraktur anterbrachi sinistra, Fraktur claviculla dextra, Fraktur cruris dextra, Fraktur digit manus dextra. Sebagian besar tulang responden yang mengalami fraktur tersambung dengan sempurna, sedangkan Fraktur femur dextra dan Fraktur femur sinistra tidak tersambung dengan sempurna, Penelitian ini untuk mengetahui kondisi patah tulang penderita tertutup di desa Waai, Liang dalam pemanfaatan pengobatan alternatif pre dan post massage pada dukun patah tulang. Saran Petugas kesehatan dalam hal ini Puskesmas dan Rumah Sakit terdekat agar lebih mengintensifkan lagi kegiatan harmonisasi pengobatan tradisional dengan pengobatan modern yang telah dilaksanakan selama ini, sehingga dengan pendekatan seperti ini diharapkan para tenaga bahtera tidak merasa pekerjaan mereka diambil alih, dilain pihak dalam hal ini petugas puskesmas dan rumah sakit dapat memantau secara seksama pengobatan yang dilakukan oleh dukun patah tulang, sehingga tidak merugikan dukun patah tulang tersebut terlebih pasien yang menjalani pengobatan dan dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti tentang Hasil Foto Rontgen penderita patah tulang yang menjalani pengobatan pada dukun patah tulang, oleh karena itu bagi peneliti selanjutnya agar mengkaji tentang persepsi masyarakat tentang pengobatan tradisional patah tulang. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2015, Hubungan Antara Usia, Jenis Kelamin, Lokasi Patah tulang, Dengan Lama Hari Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum XXX KEPMENKES Nomor 1076/MENKES/SK/V11/2010 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional Mortoprawiro,2010, http://www.kmpk.ugm.ac.id/id/artikel.php?subaction= showfull&id=1146314450& archive=&start_from=&ucat=3& Penni, 2010, Persepsi pasien patah tulang terhadap pengobatan patah tulang tawar kem-kem, USU Respiratory, Sumatra Utara. Rudy, 2010, Patah Tulang Bagian 1: Pengobatan Alternatif, Dapatkah Dipertanggungjawabkan?, 2, http://everything aboutortho .wordpress com/2008/06/22/kontroversi-pengobatan-alternatif-patahtulang diproleh pada tanggal 25 Maret 2015 Zulkifli, 2010, pengobatan alternatif harus dilestarikan, 5 http:// repository .usu.ac.id/bitstream/12345678 9/ 3700/1 / fkm-zulkifli5.pdf diperoleh pada tanggal 13 Maret 2015 jam 00.30 WIB.
Halaman---------- 104 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PENDERITA GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANAH GOYANG KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT TAHUN 2015 Lukman La Basy1, Hamdan Tunny1, Basir S2 1=Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada 2=Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada ABSTRAK Pendahuluan Gangguan jiwa Menurut hasil Studi Bank Dunia WHO menunjukkan bahwa beban yang ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, dimana terjadi global burden of disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1%. Prevalensi gangguan jiwa diseluruh indonesia mencapai 245 jiwa per 1000 penduduk hal ini merupakan kondisi yang sangat serius karena lebih tinggi 2,6 kali dari ketentuan WHO Prevalensi penderita diindonesia adalah 0,3% dan bisa timbul pada usia sekitar 18-45 tahun.Tujuan penelitian Untuk mengetahui gambaran pengetahuan keluarga tentang penderita gangguan jiwa diwilayah kerja Puskesmas Tanah Goyang Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015. Metode Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Hasil penelitian pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa Baik (32,0%), Cukup (56,0%) Kurang (12,0%). dan pengetahuan keluarga tentang perawatan dan pengobatan Baik (28,0%) Cukup (40,0%) Kurang (32,0%). Kesimpulan Pengetahuan keluarga tentang penderita gangguan jiwa yang Baik (32,0%), pengatahuan rendah (12,0%) dan pengetahuan keluarga tentang perawatan dan pengobatan yang pengetahuan baik (28,0%) dan yang pengetahuan rendah (32,0%). Kata kunci: gangguan jiwa PENDAHULUAN Gangguan jiwa Menurut hasil Studi Bank Dunia WHO menunjukkan bahwa beban yang ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, di mana terjadi global burden of disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1%. Angka ini lebih tinggi dari TBC (7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%), dan malaria (2,6%) Stuart & Sundeen. (2012. Dengan melihat kondisi masalah kesehatan jiwa lebih besar angkanya dibandingkan dengan masalah kesehatan lainnya, maka dalam laporan “Kesehatan mental: pemahaman baru, harapan baru” oleh Brundtland (2012) melaporkan bahwa pendekatan kesehatan masyarakat terutama keluarga dalam kesehatan mental memiliki peranan yang penting, pemahaman keluarga menjadi hal utama dalam mendukung kesembuhan penderita gangguan jiwa. Berdasarkan survei beberapa orang dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa diperoleh bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan keluarga tidak aktif dalam memberikan perhatian dan kasih sayang pada penderita gangguan jiwa. Ada beberapa masalah yang teridentifikasi yang dialami oleh keluarga yaitu meningkatnya stres dan kecemasan keluarga, sesama keluarga saling menyalahkan, kesulitan pemahaman (kurangnya pengetahuan keluarga) dalam menerima sakit yang diderita oleh anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa dan pengaturan sejumlah waktu dan energi keluarga dalam menjaga serta merawat penderita gangguan jiwa dan keuangan yang akan dihabiskan pada penderita gangguan jiwa (Stuart & Laraia, 2011). Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha dalam memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya. Keluarga selain dapat meningkatkan dan mempertahankan kesehatan mental anggota keluarganya, juga dapat menjadi sumber problem bagi anggota keluarga yang mengalami ketidakstabilan gangguan mental sebagai akibat minimnya pengetahuan mengenai persoalan kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo & Latipun, 2011). Pengetahuan keluarga tentang penderita gangguan jiwa merupakan suatu gambaran suatu peran dan fungsi yang dapat dijalankan dalam keluarganya, sifat kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu keluarga dalam perannya didasari oleh harapan dan pada perilaku keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah perhatian, dan juga beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga yaitu fungsi biologis, fungsi psikologis, fungsi sosial, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan (Yusnipah, 2012). Keluarga sebagai unit pelayanan yang pertama yang ada disekitarnya, kesehatan keluarga diarahkan kepada bagaimana pengetahuan keluarga dalam memelihara kesehatan keluarganya. diarahkan kepada bagaimana pengetahuan keluarga dalam memelihara kesehatan keluarga. Pemeliharaan kesehatan pada anggota kerluarga mempunyai dua prinsip yaitu secara relatif penelitian akhir telah menekankan
Halaman---------- 105 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 pentingnya hubungan psikologis antara orang tua dan anak apalagi seorang gangguan jiwa sangat membutuhkan perhatian atau kasih sayang yang khusus oleh anggota keluarga terutama dalam pemeliharaan kesehatan (Wawan & Dewi, 2010). Prevalensi gangguan jiwa di seluruh indonesia mencapai 245 jiwa per 1000 penduduk hal ini merupakan kondisi yang sangat serius karena lebih tinggi 2,6 kali dari ketentuan WHO. Prevalensi penderita di indonesia adalah 0,3 % dan bisa timbul pada usia sekitar 18-45 tahun. Namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita gangguan jiwa. Apabila penduduk indonesia 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar 2 juta mengalami gangguan jiwa. Tingginya angka gangguan kesehatan jiwa tersebut bisa diakibatkan masalah sosial, ekonomi, maupun gizi yang kurang dimana sekitar 99% pasien di rumah sakit jiwa adalah skizofrenia (Yosep, 2010). Dari data di RSKD provinsi maluku terlihat bahwa jumlah pasien gangguan jiwa dari tahun ke tahun menggalami peningkatan dan penurunan yang tidak stabil khususnya pada tahun 2014 terdapat lebih kurang 26% yang menggalami gangguan jiwa. Jumlah yang melakukan pengobatan di RSKD provinsi maluku berjumlah 204 orang. Berdasarkan data Puskesmas Tanah Goyang terdapat 7 orang penderita gangguan jiwa. Yang melakukan pengobatan berjumlah 3 orang sedangkan yang tidak melakukan pengobatan berjumlah 4 orang. Kondisi ini sangat memprihatinkan, dimana kurangnya kesadaran keluarga pasien untuk berobat dengan alasan biaya. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif. Penelitiaan ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas tanah goyang kabupaten seram bagian barat pada tanggal 03 agustus-03 september 2015. Populasi pada penelitian ini adalah keluarga yang anggotanya mengalami gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Tanah Goyang tahun 2015 sebanyak 25 keluarga. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga yang bertanggung jawab pada anggota yang sakit sebanyak 25 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling sebanyak 25 sampel. Teknik pengumpulan data pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tanah Goyang. Selanjutnya peneliti menentukan responden, bila ditemukan calon responden yang memenuhi kriteria maka calon responden tersebut dipilih. Selanjutnya peneliti menjelaskan tentang tujuan, manfaat dan proses pengisian kuesioner, kemudian responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan, dilanjutkan mengisi kuesioner. Jumlah responden yang didapatkan dilapangan yaitu 25 responden. Pengolahan data melalui 4 langkah yaitu: 1) editing yaitu pemeriksaan data, apakah sudah benar dan lengkap, 2) coding yaitu memberikan kode untuk setiap data, 3) scoring menggunakan skor (nilai) pada setiap pertanyaan dari masing variabel, jawaban pertanyaan yang benar diberi nilai 1 (10%), dan bila pertanyaan di jawab salah diberi nilai 0, 4) entry Data yang telah diperiksa dan diberi kode kemudian dimasukan kedalam proggram komputerisasi, 5) cleaning dilakukan untuk memastikan keseluruhan data yang telah dimasukan tidak terdapat kesalahan dalam memasukan data sehingga data siap dianalisis. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Responden Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Goyang Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Usia (tahun) 20 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60 Jumlah
Jumlah (n) 7 7 6 5 25
Persentase (%) 28,0 28,0 24,0 20,0 100
Berdasarkan Tabel 1 dapat di ketahui bahwa dari 25 responden mempunyai umur 20-30 sebanyak 7 (28,0%) responden dan 31-40 sebanyak 7 ( 28,0%) dan terendah 51-60 sebanyak 5 (20,0%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin responden Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Goyang Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015
Jumlah
Jenis kelamin Jumlah (n) Persentase (%) Laki-laki 13 52,0 Perempuan 12 48.0 j Jumlah 25 100
Halaman---------- 106 ------------ ISBN 978-602-1081-07-5
Prosiding Seminar Nasional Profesionalisme Tenaga Kesehatan Berbasis Kelautan Menuju MEA 2015 Ambon, 12 November 2015 Berdasarkan Tabel 2 dapat di ketahui bahwa dari 25 responden mempunyai jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 (52,0%) dan perempuan sebanyak 12 (48,0%). Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasar- kan Pendidikan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Goyang Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Pendidikan TTSD SD SMP SMA D III Jumlah
Jumlah (n) 1 7 5 8 4 25
Persentase (%) 4,0 28,0 20,0 32,0 16,0 100
Berdasarkan Tabel 3 dapat di ketahui bahwa dari 25 responden mempunyai jenjang pendidikan tertinggi SMA sebanyak 8 (32,0%) responden dan terendah sebanyak 1( 4,0%). Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasar- kan Pekerjaan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Goyang Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Pekerjaan Tani PNS Jumlah
Jumlah (n) 21 4 25
Persentase (%) 84,0 16,0 100
Berdasarkan Tabel 4 dapat di ketahui bahwa dari 25 responden mempunyai pekerjaan Petani sebanyak 21 (84,0%) responden dan PNS sebanyak 4 ( 16,0%). Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penghasilan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Goyang Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2015 Penghasilan Jumlah (n) >Rp 1.415.000 6
25
Persentase (%) 24,0 76,0 100
Berdasarkan Tabel 5 dapat di ketahui bahwa dari 25 responden mempunyai penghasilan