Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
JURNAL PENELITIAN KESEHATAN SUARA FORIKES Diterbitkan oleh: FORUM ILMIAH KESEHATAN (FORIKES) Penanggungjawab: Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep, Ns, M.M.Kes (Ketua Forikes) Pemimpin Redaksi: Subagyo, S.Pd, M.M.Kes Wakil Pemimpin Redaksi: Budi Joko Santosa, S.K.M, M.Kes Anggota Dewan Redaksi: H. Trimawan Heru Wijono, S.K.M, S.Ag, M.Kes H. Sukardi, S.S.T, M.Pd Agus Suryono, S.Kep, Ns, M.M.Kes (MARS) Hj. Rudiati, A.P.P, S.Pd, M.M.Kes Drs. Dwi Setiyadi, M.M Koekoeh Hardjito, S.Kep, Ns, M.Kes Redaksi Pelaksana: Sunarto, S.Kep, Ns, M.M.Kes Handoyo, S.S.T Suparji, S.S.T, M.Pd Tutiek Herlina, S.K.M, M.M.Kes Sekretariat: Hery Koesmantoro, S.T, M.T Ayesha Hendriana Ngestiningrum, S.S.T Sri Martini, A.Md Alamat: Jl. Cemara RT 01 RW 02 Ds./Kec. Sukorejo Ponorogo 63453 Telepon 081335251726 Jl. Raya Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Serangan, Sukorejo Ponorogo 63453 Telepon 081335718040 E-mail dan Website: Jurnal Suara Forikes:
[email protected] dan www.suaraforikes.webs.com Forikes:
[email protected] dan www.forikes.webs.com Penerbitan perdana bulan Januari 2010, selanjutnya diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 25.000,00
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
Volume II
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
Nomor 3
Halaman 139-182
Juli 2011
ISSN 2086-3098
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Redaksi Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes menerima artikel ilmiah dalam bidang kesehatan berupa hasil penelitian atau tinjauan hasil penelitian. Artikel yang diterima adalah artikel orisinil yang belum pernah dimuat dalam media publikasi ilmiah manapun. Diharapkan artikel dilampiri dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti (jika ada 2 peneliti atau lebih). Artikel yang masuk akan dinilai oleh Dewan Redaksi yang berwenang penuh untuk menerima atau menolak artikel yang telah dinilai, dan artikel yang diterima maupun ditolak tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi berwenang pula untuk mengubah artikel yang diterima sebatas tidak akan mengubah makna dari artikel tersebut. Artikel berupa tugas akhir mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti. Artikel yang dikirim ke Dewan Redaksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Diketik dengan bentuk dan ukuran huruf Arial Narrow 14 pada kertas HVS A4 dengan margin atas dan bawah: 2,5 cm, kiri dan kanan: 2 cm. 2. Seluruh artikel maksimal berjumlah 10 halaman, berbentuk softcopy (CD, DVD atau e-mail). Isi dari artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut: 1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah. 2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. 3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dicetak miring. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci, dan di bawahnya lagi dicantumkan institusi asal penulis. 4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm. 5. Bahan dan Metode ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan. 6. Hasil Penelitian dan Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah. 7. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Simpulan dan saran disajikan secara naratif. 8. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka mengacu pada Sistem Harvard, yaitu: penulis, tahun, judul buku, kota dan penerbit (untuk buku) dan penulis, tahun, judul artikel, nama jurnal (untuk jurnal).
Redaksi Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
EDITORIAL Salam dari Redaksi Syukur Alhamdulillah penerbitan Volume II Nomor 3 ini dapat dilaksanakan meskipun agak terlambat. Kami senantiasa mengajak Para Pembaca untuk mengunjungi jurnal ini dalam versi online di www.suaraforikes.webs.com. Selanjutnya kami ucapkan terimakasih kepada seluruh Pembaca dan selamat berjumpa pada Volume dan Nomor berikutnya. Redaksi
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
DAFTAR ISI PENGARUH BEKAM TERHADAP PENINGKATAN SEL MAKROFAG SEBAGAI SISTEM KEKEBALAN TUBUH Wahyudi Widada
139-143
HUBUNGAN EFEK SAMPING DENGAN KEJADIAN DROP OUT PADA AKSEPTOR AKDR DI POLI KB I RSUD DR. SOETOMO SURABAYA Sri Utami, Sukesi, Wike Hikmah Ayu
144-151
HUBUNGAN ANTARA PARITAS DAN NYERI PERSALINAN PADA KALA I FASE AKTIF DI BIDAN PRAKTIK SWASTA ENNY JUNIATI SURABAYA Sri Ratnawati, Sunarsih, Whike Kristina Dharmaningrum
152-160
HUBUNGAN PENGGUNAAN KB IMPLANT DENGAN PENINGKATAN BERAT BADAN PADA PESERTA IMPLANT DI RB KARTINI SURABAYA Sri Ratnawati, Dina Isfentiani, Sinta Widiasti
161-67
HUBUNGAN ANTARA USIA COITARCHE DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS 168-172 UTERI DI POLI ONKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA Sri Utami, Ratnawati, Dian Fatmawati GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK BELAJAR MAHASISWI SEMESTER I DI AKBID MUHAMMADIYAH MADIUN Baruatun, Rheny Widi Wardhani
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
173-182
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
PENGARUH BEKAM TERHADAP PENINGKATAN SEL MAKROFAG SEBAGAI SISTEM KEKEBALAN TUBUH Wahyudi Widada* ABSTRAK Sel makrofag merupakan bagian dari sistem kekebalan seluler yang lazim kita kenal. Makrofag menghasilkan sitokin dalam jumlah yang berlebih sehingga makrofag merupakan sel efektor penting dalam bentuk tertentu dari kekebalan yang diperantai oleh sel. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh Bekam terhadap peningkatan sel makrofag sebagai sistem kekebalan tubuh. Penelitian ini tergolong quasy experimental dengan rancangan non random pre testpost test without control group design yang dilakukan terhadap manusia sebagai subjek penelitian. Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember selama 8 bulan pada subjek penelitian sejumlah 20 orang. Pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Unibraw Malang. Setelah data terkumpul dilakukan analisa data secara computerized dengan menggunakan t-test, karena data yang diuji meliputi data numerik. Hasil pengukuran menunjukkan nilai makrofag di awal perlakuan memiliki mean 18,3775, SD 3,32348, nilai terendah 12,14, nilai tertinggi 23,54. Sedangkan nilai makrofag di akhir perlakuan memiliki mean 65,2630, SD 6,42253, nilai terendah 56,58, nilai tertinggi 71,64. Karena p value sebesar 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh bekam terhadap peningkatan sel makrofag sebagai sistem kekebalan tubuh adalah bermakna. Bekam terbukti dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dalam darah adalah tanggung jawab sistem humoral dan seluler terutama dalam hal ini sel makrofag. Kata kunci: Bekam, kekebalan, makrofag *= Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember PENDAHULUAN Makrofag terbentuk dari sebuah jenis sel leukosit yang disebut monosit. Ketika infeksi terjadi, monosit meninggalkan aliran darah dan bergerak kedalam jaringan. Setelah sekitar satu jangka waktu 8 jam, monosit membesar dan menghasilkan butiran. Butiran tersebut berisi enzim dan bahan lain yang membantu mencerna bakteri dan sel asing lainnya. Monosit yang telah membesar dan mengandung butiran tersebut adalah makrofag. Makrofag tinggal didalam jaringan. Mereka mencerna bakteri, sel asing, sel yang rusak dan mati. Proses sel mencerna mikroorganisme, sel lainnya, atau potongan-potongan sel disebut pagositosis dan sel yang mencerna tersebut disebut pagosit (Slayer dan Whitt, 1994). Pada sistem kekebalan, leukosit bergerak sebagai organisme selular bebas dan merupakan lengan kedua sistem kekebalan bawaan. Leukosit bawaan termasuk fagosit makrofag, neutrofil, dan sel dendritik, sel mast, eosinofil, basofil dan sel pembunuh alami. Sel tersebut mengidentifikasikan dan membunuh patogen dengan menyerang patogen yang lebih besar melalui kontak atau dengan menelan dan lalu membunuh mikroorganisme. Sel bawaan juga merupakan mediator penting pada kativasi sistem kekebalan adaptif. Sel makrofag merupakan bagian dari sistem kekebalan seluler yang lazim kita kenal. Makrofag Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
139
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
menghasilkan sitokin dalam jumlah yang berlebihan sehingga makrofag merupakan sel efektor penting dalam bentuk tertentu dari kekebalan yang diperantai oleh sel (Kumar, 2007). Bekam adalah suatu teknik pengobatan yang menstimulasi titik meridian tertentu dengan cara memberi tekanan negatif (cupping) beberapa menit, melukai dengan jarum steril dan dilanjutkan dengan pemberian tekanan negatif lagi sehingga ada darah yang keluar dari bekas tusukan jarum terebut. Bekam dilakukan umumnya didaerah punggung, leher, tengkuk dan kaki. Menurut Majid (2009), di bawah kulit, otot, maupun fascia terdapat suatu titik yang disebut titik meridian yang mempunyai sifat istimewa. Antara titik satu dengan titik lainnya saling berhubungan membujur dan melintang membentuk jaring-jaring (jala). Jala ini dapat disamakan dengan meridian. Dengan adanya jala maka ada hubungan yang erat antar bagian tubuh sehingga membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan dan dapat bereaksi secara serentak. Kelainan yang terjadi pada satu titik dapat menular dan mempengaruhi titik lainnya. Pengobatan pada satu titik juga bisa mengobati titik yang lain. Jika darah mempunyai jaringan sirkulasi darah, dan saraf mempunyai jaringan saraf, maka energi juga mempunyai jaringannya sendiri yaitu meridian. Meridian adalah jalur lalu lintas energi dalam tubuh. Jika jalan energi pada meridian lancar, maka akan tercipta keharmonisan dalam tubuh, dan tubuh kita mampu melawan penyakit, sebaliknya jika terjadi hambatan pada meridian maka akan muncul gangguan kesehatan. Satu yang membedakan meridian dengan jaringan lain dalam tubuh adalah jaringan darah dan saraf dapat terlihat oleh mata, sedangkan jaringan meridian tidak terlihat walaupun nyata. Dalam ilmu kedokteran modern, rahasia teori jalur energi meridian ini masih belum terungkap karena saat ini belum ada alat yang bisa mendeteksinya, akan tetapi teori ini sudah dibuktikan manfaatnya selama ribuan tahun. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini tergolong jenis penelitian quasy experimental dengan menggunakan rancangan Non random pre test-post test without control group design yang dilakukan terhadap manusia sebagai subjek penelitian (Zainuddin, 2000). Penelitian dilakukan di Kabupaten Jember selama 8 bulan. Pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium Biomedik FK Unbraw Malang. Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang baru pertama kali. Besar sampel penelitian ditentukan secara kuota sampling sebesar 20 orang. Bahan penelitian adalah darah vena mediana cubiti yang diambil dua kali pada awal dan akhir perlakuan. Subjek penelitian dianjurkan tetap melakukan aktivitas sehari-hari, tidak melakukan pekerjaan terlalu berat, tidak sedang melakukan perjalanan jauh, relatif tidak merubah pola dan menu makan sehari-hari, tidur malam cukup,tidak sedang mengkonsumsi obat atau antioksidan bentuk sediaan dalam formulasi yang jelas. Alat pengumpulan data menggunakan pemeriksaan laboratorium terhadap darah vena mediana cubiti 15 menit sebelum pembekaman dan 15 hari setelah pembekaman. Data berupa angka hasil sesungguhnya dari laboratorium. Subjek penelitian tidak ada perlakuan khusus sebelum pengambilan darah vena Semua subjek penelitian dianggap berada dalam situasi yang sama. Setelah data terkumpul dilakukan analisa data secara computerized dengan menggunakan t-test, karena data yang diuji meliputi data numerik.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
140
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil Pengukuran Makrofag sebelum dan sesudah dibekam, Jember, 2010
Kelompok Makrofag
Kelompok penelitian Awal perlakuan Akhir perlakuan
n 20
p value
Mean SD 18.3775 3.32348 65.2630 6.42253 0,000
Min Max 12,14 23,54 56,58 71,64
Berdasarkan Tabel 1. nilai makrofag di awal perlakuan pada subjek penelitian sejumlah 20 orang memiliki mean 18,3775, SD 3,32348, nilai terendah 12,14, nilai tertinggi 23,54. Sedangkan nilai makrofag di akhir perlakuan memiliki mean 65,2630, SD 6,42253, nilai terendah 56,58, nilai tertinggi 71,64. Hasil paired-sample t-test didapat p value sebesar 0,000 maka karena p < 0,05 dapat disimpulkan bahwa pengaruh bekam terhadap peningkatan sel makrofag sebagai system kekebalan tubuh adalah bermakna. Sel darah putih yang berhubungan dalam kekebalan tidak khusus adalah monosit (makrofag), neutrofil, eosinofil, basofil, dan sel pembunuh alami. Setiap jenis memiliki fungsi yang sedikit berbeda. Sistem pelengkap dan sitokinase tersebut juga berpartisipasi dalam kekebalan tidak khusus. Sistem pelengkap tersebut terdiri lebih dari 30 protein yang bertindak berurutan ; salah satu protein mengaktifkan yang lainnya dan sebagainya. Urutan ini disebut cascade pelengkap. Protein pelengkap bisa membunuh bakteri secara langsung atau membantu menghancurkan bakteri dengan menempel pada mereka, dengan demikian membuat bakteri tersebut lebih mudah neutrofil dan makrofag untuk mengenali dan mencerna. Fungsi lain termasuk penarikan makrofag dan neutrofil menuju daerah yang bermasalah, menyebabkan bakteri untuk berkumpul bersama-sama, dan menetralkan virus. Sistem pelengkap tersebut juga berpartisipasi dalam kekebalan khusus (Slayer dan Whitt, 1994). Neutrofil dan makrofag adalah fagosit yang berkeliling di tubuh untuk mengejar dan menyerang patogen. Neutrofil dapat ditemukan di sistem kardiovaskular dan merupakan tipe fagosit yang paling berlebih, normalnya sebanyak 50% sampai 60% jumlah peredaran leukosit. Selama fase akut radang, terutama sebagai akibat dari infeksi bakteri, neutrofil bermigrasi ke tempat radang pada proses yang disebut chemotaksis, dan biasanya sel pertama yang tiba pada saat infeksi. Makrofag adalah sel serba guna yang terletak pada jaringan dan memproduksi susunan luas bahan kimia termasuk enzim, protein komplemen, dan faktor pengaturan seperti interleukin-1. Makrofag juga beraksi sebagai pemakan, membersihkan tubuh dari sel mati dan debris lainnya, dan sebagai sel penghadir antigen yang mengaktivasi sistem kekebalan adaptif (Schwander et all, 1996). Pada sistem kekebalan, leukosit bergerak sebagai organisme selular bebas dan merupakan lengan kedua sistem kekebalan bawaan. Leukosit bawaan termasuk fagosit makrofag, neutrofil, dan sel dendritik, sel mast, eosinofil, basofil dan sel pembunuh alami. Sel tersebut mengidentifikasikan dan membunuh patogen dengan menyerang patogen yang lebih besar melalui kontak atau dengan menelan dan lalu membunuh mikroorganisme. Sel bawaan juga merupakan mediator penting pada kativasi sistem kekebalan adaptif (Kumar, 2007). Makrofag bersama sel dendrit mengeluarkan MHC kelas II sehingga berperan penting dalam pemrosesan dan penyajian antigen ke sel T helper (CD4+). Karena sel T (kecuali sel B) Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
141
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
tidak dapat dipicu oleh antigen bebas, penyajian oleh makrofag atau APC lainnya merupakan suatu keharusan untuk induksi kekebalan yang diperantai sel. Makrofag menghasilkan sitokin dalam jumlah yang berlebihan sehingga makrofag merupakan sel efektor penting dalam bentuk tertentu kekebalan yang diperantai oleh sel, misalnya hipersensitivitas tipe lambat. Sitokin ini tidak hanya mempengaruhisel T dan sel B tetapi juga mempengaruhi jenis sel lain seperti sel endotel dan fibroblas. Makrofag memfagosit dan akhirnya membunuh mikroba yang diikat oleh antibodi dan atau komplemen oleh karena itu makrofag merupakan unsur efektor yang penting pada kekebalan humoral dan seluler (Schwander et all, 1996). Mekanisme dari kerusakan jaringan sama dengan mekanisme yang digunakan oleh sel T untuk mengeliminasi sel yang berkaitan dengan mikroba. Sel T CD4+ bereaksi terhadap antigen pada sel atau jaringan, terjadi sekresi sitokin yang menginduksi inflamasi dan mengaktivasi makrofag. Kerusakan jaringan disebabkan oleh sekresi sitokin dari makrofag dan sel-sel inflamasi yang lain. Sel T CD8+ dapat menghancurkan sel yang berikatan dengan antigen asing. Pada banyak penyakit autokekebalan yang diperantarai oleh sel T, terdapat sel T CD4+ dan sel T CD8+ yang spesifik untuk antigen diri, dan keduanya berperan pada kerusakan jaringan. Bukti secara eksperimental menunjukkan bahwa pertahanan anti mikobakteri adalah makrofag dan limfosit T. Sel fagosit mononuklear atau makrofag berperan sebagai efektor utama sedangkan limfosit T sebagai pendukung proteksi atau kekebalan. Makrofag bertugas memfagosit dan akhirnya membunuh mikroba yang diikat oleh antibodi dan atau komplemen oleh karena itu makrofag merupakan unsur efektor yang penting pada imunitas humoral dan seluler (Abbas, et al, 1994). Bekam dapat memperbaiki mikrosirkulasi dan fungsi sel dengan cepat. Sebagaimana diketahui bekam dapat meningkatkan kemampuan regenerasi eritrosit (Majid, 2099). Terapi Bekam yang dilakukan secara teratur diduga kuat dapat menstimulasi kerja kekebalan seluler sehingga daya tahan tubuh meningkat baik sebagai pencegahan maupun perlawanan terhadap penyakit (Widada, 2010). Pada pembekaman, dimana terjadi bendungan lokal, stimulasi titik meridian, hipoksia dan radang, dapat memperbaiki mikrosirkulasi dan fungsi sel dengan cepat. Lima belas hari setelah pembekaman terbukti terjadi peningkatan elastisitas dinding sel darah merah (Widada, 2010), menstimulasi kerja system kekebalan tubuh : sel pembunuh alami (Natural Killer cells) (Widada, 2010), sehingga daya tahan tubuh meningkat baik sebagai pencegahan maupun perlawanan terhadap penyakit SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh bekam terhadap peningkatan kekebalan seluler : makrofag. Jadi bekam ini terbukti dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh yaitu sel makrofag. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini maka Peneliti menyampaikan saran sebagai berikut : Masyarakat dapat menggunakan bekam sebagai terapi pendamping medis karena Bekam merupakan teknik pengobatan yang islami yang sudah terbukti ilmiah dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
142
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Bekam sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan prinsip universal precaution (UP) dan peralatan yang steril untuk mencegah penularan kuman penyakit. Penentuan area bekam pun sebaiknya benar-benar diperhatikan karena berhubungan dengan titik-titik meridian yang berpengaruh dalam fungsi persarafan. DAFTAR PUSTAKA Fatahillah,A. 2007. Keampuhan Bekam, Cetakan ke-III, Jakarta: Qultum Media. Guyton, 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed.7, Bag.II, Cet.I., EGC, Jakarta. Kasmui. 2008. Bekam, Pengobatan Menurut Sunnah Nabi, Oktober 24, 2008 oleh pijatbagus, http://www.al-ilmu.com Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku Ajar Patology Robbins. Alih Bahasa : Brahm U Pendit. Ed. 7. Jakarta : EGC. Lautan, J. 1997. Radikal Bebas pada Eritrosit & Leukosit. Cermin Dunia Kedokteran 116, hal 49-52. Majid, B. 2009. Mujarab ! Teknik Penyembuhan Penyakit dengan Bekam, Berbasis Wahyu Bersendi Fakta Ilmiah, Yogyakarta : Mutiara Medika. Nashr, MM. 2005. Bekam, Cara Pengobatan Menurut Nabi, cetakan I, Jakarta : Pustaka Imam As Syafi’i. Naufal.2008. Hasil Pemeriksaan Medis dan Laboratorium Pasca Pasien yang Diobati. Oktober 24, Ditulis pada Agustus 27, 2008. Blog pada WordPress.com. Ontoseno, T. 2004. Mekanisme Deformabilitas Eritrosit pada Pasien Tetralogi of Fallot dengan Defisiensi Besi. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Qoyyim, I.1994. Sistem Kedokteran Nabi, Kesehatan dan Pengobatan Menurut Petunjuk Nabi Muhammad SAW, Semarang : Dimas Santoso, B. 2011. Misteri Kekebalan Tubuh Manusia. Jogjakarta : Flashbooks Slayer AA, & Whitt DD. 1994. Bacterial Pathogenesis: a Molecular Approach Washington DC: ASM Press.; pp: 307-19. Widada, W. 2010. Pengaruh Bekam terhadap peningkatan deformabilitas eritrosit pada perokok. Tesis. Unair. Surabaya Yasin, SA. 2007. Bekam, Sunnah nabi dan mukjizat medis, Cetakan VIII, Jakarta; al-Qowam
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
143
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
HUBUNGAN EFEK SAMPING DENGAN KEJADIAN DROP OUT PADA AKSEPTOR AKDR DI POLI KB I RSUD DR. SOETOMO SURABAYA Sri Utami*, Sukesi*, Wike Hikmah Ayu*** ABSTRAK Efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan atau membahayakan klien dari suatu pengobatan/ kontrasepsi. Efek samping tidak mungkin dihindari atau dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor resiko yang sebagian besar sudah diketahui. Adapun efek samping yang umum terjadi dari AKDR adalah nyeri bersenggama, menstruasi yang banyak, keputihan. Hal ini merupakan faktor terbesar penyebab kejadian akseptor AKDR Drop Out. Efek samping pada pemakaian AKDR kadang tidak dapat diatasi dengan pemberian obatobatan dan pada akhirnya akseptor berhenti memakai AKDR/ Drop Out. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan efek samping dengan kejadian drop out pada akseptor AKDR. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional, sedangkan menurut waktunya merupakan penelitian cross sectional. Populasinya adalah semua akseptor AKDR yang berkunjung di poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya selama bulan Januari-Juni 2011. Jumlah sampel 115 yang diambil dengan teknik simple random sampling. Variabel independent adalah efek samping, sedangkan variabel dependent adalah kejadian drop out pada akseptor AKDR. Pengumpulan data dilakukan dengan lembar pengumpul data, sumber data rekam medic, kemudian dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi Square dari Pearson dengan derajat kemaknaan α=0,05. Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan bahwa dari 115 akseptor AKDR di poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya bulan Januari-Juni 2011 sebagian besar (53,91%) akseptor AKDR mengalami DO dengan efek samping. Sedangkan sebagian kecil (46,09%) tidak mengalami DO. Setelah dilakukan uji Chi-Square diperoleh hasil χ2 hitung (30,05) > χ2 tabel (8,65), maka H1 diterima berarti ada hubungan efek samping dengan kejadian drop out pada akseptor AKDR di poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya. Simpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan efek samping dengan kejadian drop out pada akseptor AKDR di poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya. Bidan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan dengan memberikan konseling tentang efek samping pada akseptor kontrasepsi AKDR sebagai alternatif untuk menurunkan kejadian drop out. Kata kunci : pengaruh, efek samping, drop out pada akseptor AKDR *= Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Kampus Sutomo **= Alumnus Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Kampus Sutomo PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan program KB di Indonesia berjalan pesat. Sudah banyak manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya program KB ini. Meskipun program KB telah Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
144
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
berhasil menekan pertumbuhan penduduk, namun tidak selamanya program tersebut berjalan dengan lancar, adakalanya pencapaian peserta KB aktif dan peserta baru mengalami peningkatan dan pada saat yang lain mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. (BKKBN, 2010). Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional, telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas tahun 2015” (Saifuddin, 2006). Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan adanya metode kontrasepsi. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono, 2007). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau lebih dikenal dengan IUD (Intra Uterine Device) adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang (Handayani, 2010). AKDR merupakan pilihan kontrasepsi yang efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif (Maryati, 2009). Adapun efek samping yang umum terjadi dari AKDR adalah nyeri bersenggama, menstruasi yang banyak, keputihan. Hal ini merupakan faktor terbesar penyebab kejadian akseptor AKDR Drop Out. Efek samping pada pemakaian AKDR kadang tidak dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan dan pada akhirnya akseptor berhenti memakai AKDR/ Drop Out (Siswosudarno, 2001). Akseptor drop out adalah peserta KB baru atau lama yang berhenti/ tidak memakai salah satu metode kontrasepsi dalam satu tahun kalender dengan alasan medis karena efek samping, menopause, permintaan klien, akseptor bercerai/ suami meninggal, menapause, efektifitas dalam rahim habis (Suratun, 2008). Profil KB di propinsi Jawa Timur bulan Desember 2010 diketahui sebanyak 955.336 atau 12,18% dari seluruh akseptor. Presentase metode KB yang digunakan meliputi KB suntik 56,50%, KB PIL 24,00%, AKDR 8,50%, Implant 5,40%, Kondom 3,90%, MOW 1,40%, MOP 0,40%. Sedangkan pencapaian peserta KB di Surabaya menurut hasil pencapaian program keluarga berencana nasional bulan Januari-Desember 2010, pencapaian peserta KB baru sebanyak 77.728 akseptor yang terdiri dari KB Suntik 62,30%, KB PIL 17,70%, AKDR 7,60%, Kondom 6,00%, Implant 3,10%, MOW 3,10%, MOP 0,20%. Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah akseptor AKDR jauh lebih besar dibanding dengan akseptor lain, walaupun mengalami penurunan secara fluktuatif (BKKBN, 2010). Berdasarkan data lengkap di poli KB I RSU Dr, Soetomo Surabaya didapatkan fakta jumlah akseptor AKDR pada tahun 2009-2010 cenderung menurun dan Drop Out AKDR adalah penyebab terbesarnya, yaitu pada tahun 2009 sebanyak 128 akseptor, sedangkan tahun 2010 sebanyak 135 akseptor dengan perincian tertinggi karena efek samping (nyeri bersenggama, menstruasi yang banyak, keputihan) sebanyak 43 akseptor (31,85%%), klien ingin ganti cara sebanyak 32 akseptor (23,7%), dan klien ingin hamil lagi sebanyak 29 akseptor (21,48%), akseptor bercerai/ suami meninggal 12 sebanyak akseptor (8,88%), komplikasi sebanyak 9 akseptor (6,66%), menapause sebanyak 7 akseptor (5,18%),. Efektifitas dalam rahim habis 3 sebanyak akseptor (2,22%). Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa masih tingginya kejadian Drop out pada akseptor AKDR karena faktor efek samping di poli KB I RSU Dr. Soetomo Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
145
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Surabaya. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai Hubungan efek samping dengan kejadian Drop Out pada akseptor AKDR. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalahnya adalah : Apakah ada hubungan efek samping dengan kejadian Drop Out pada akseptor AKDR? Tujuan 1. Mengidentifikasi efek samping akseptor AKDR di poli KB I RSUD Dr. Soetomo. 2. Mengidentifikasi kejadian Drop Out akseptor AKDR di poli KB I RSUD Dr. Soetomo. 3. Menganalisis hubungan efek samping dengan kejadian drop out pada akseptor AKDR. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional. Lokasi penelitian untuk pengambilan data dilakukan di poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Juni 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah semua akseptor KB AKDR yang tercatat di dalam rekam medik di poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya pada bulan Januari - Juni tahun 2011 yang diperkirakan sebesar 320 akseptor. Sampel diambil sesuai dengan kebutuhan peneliti yaitu Sebagian akseptor KB AKDR yang berkunjung di poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya pada bulan Januari – Juni 2011. Besar kecilnya sampel sangat dipengaruhi oleh desain dan ketersediaan subjek yang diteliti itu sendiri. Untuk menentukan besar sampel dipergunakan rumus Notoatmodjo (2005) sebagai berikut : N n = 1 + N (d ) ²
320 ² 1 + 320 (0 , 05 ) 320 n= 1,8 n = 177,78 orang ∞ 178 orang
n=
Keterangan : n = Besar sampel N = Besar populasi dalam 6 bulan d = Tingkat signifikan yang dipilih (0,05) Karena jumlah terlalu besar dan keterbatasan waktu, maka dikonversikan menjadi:
n n −1 n= ٭ 1+ N
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
146
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
n n −1 n= ٭ 1+ N 177,78 n= ٭ 177,78 − 1 1+ 320 n= ٭ n٭ n٭
177,78 1,5523 = 114 ,52 = 115 orang
Keterangan : n : Besar sampel n ٭: Besar sampel pada populasi finit (terbatas) N : Besar populasi dalam 5 bulan Maka besar sampel dalam penelitian ini adalah 115 akseptor AKDR di Poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya. Cara pengambilan sampel ini menggunakan Simple Random Sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah efek samping. Sedangkan variabel tergantung adalah kejadian Drop out pada akseptor AKDR. Variabel Efek Samping
Kejadian drop Out pada akseptor AKDR
Definisi Operasional
Indikator Variabel Setiap efek yang tidak 1. Dengan dikehendaki yang efek merugikan atau samping membahayakan klien 2. Tanpa dari suatu efek pengobatan/ samping kontrasepsi. Peserta KB baru atau lama yang berhenti/tidak memakai salah satu metode kontrasepsi yang tercatat di dalam rekam medik.
Alat Skala Kriteria Skoring Ukur Rekam Nominal 1. Dengan efek medik samping Metroragi, nyeri, keputihan 2. Tanpa efek samping Metroragi, nyeri, keputihan Rekam Nominal 1.DO medik 2. Tidak DO
Data yang dipakai dalam penelitian kali ini adalah data sekunder. Pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari rekam medik akseptor KB di Poli KB I RSU Dr. Soetomo Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
147
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Surabaya pada bulan Januari - Juni 2011 dengan menggunakan lembar pengumpul data. Peneliti mencari dan mengumpulkan semua data akseptor KB. Semua akseptor dipilih berdasarkan efek samping kemudian menentukan akseptor yang memilih Drop out pada akseptor AKDR dan yang tidak memilih Drop Out pada akseptor AKDR. Setelah semua data terkumpul kemudian memeriksa ulang dengan mengkaji kembali data yang terkumpul dan ditabulasi. Data yang sudah ditabulasi, disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Maka untuk mengetahui hubungan antara efek samping dengan kejadian Drop out pada akseptor AKDR dilakukan tabel silang 2x2 dengan uji statistik Chi-Square dengan derajat kesalahan α = 0,05 secara manual. Masing-masing variabel diuji dengan Chi Square (χ2) dengan banyaknya sel yang mempunyai frekuensi harapan (expected count / frekuensi harapan= E/fh ) < 5 tidak boleh lebih dari 20%, dan tidak boleh ada sebuah sel pun yang mempunyai E < 1. Karena menggunakan tabel kontingensi 2x2, maka menggunakan uji Chi Square dari Kontinyuitas Yates. Ho ditolak bila χ2 hitung > χ2 tabel, artinya ada hubungan efek samping dengan kejadian Drop Out pada akseptor AKDR. HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poli KB I RSU Dr. Soetomo Jl. Prof Dr. Moestopo No. 6-8 Surabaya. Poli KB I terdiri dari 4 ruangan yaitu ruang periksa, ruang tindakan, ruang sterilisasi dan ruang ganti pasien. Umur Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar (75,65%) akseptor AKDR berumur 20-35 tahun. Tabel 1 Umur Akseptor AKDR di Poli KB I RSU Dr. Soetomo (Januari- Juni 2011) Umur Frekuensi < 20 tahun 5 20 - 35 tahun 87 > 35 tahun 23 Jumlah 115 Sumber: Rekam Medik Bulan Januari s.d. Juni 2011
Persentase (%) 4,35 75,65 20 100
Pendidikan Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 115 akseptor AKDR, hampir seluruhnya (77,39%) adalah akseptor AKDR yang berpendidikan dasar menengah. Tabel 2 Pendidikan Akseptor AKDR di Poli KB I RSU Dr. Soetomo (Januari -Juni 2011) Pendidikan Frekuensi Prosentase (%) Dasar 2 1,74 Menengah 89 77,39 Tinggi 24 20,87 Jumlah 115 100 Sumber: Rekam Medik Bulan Januari s.d. Juni 2011 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
148
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
. Pekerjaan Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 115 akseptor AKDR hampir seluruhnya (77,39%) adalah tidak bekerja. Tabel 3 Pekerjaan Akseptor AKDR di Poli KB I RSU Dr. Soetomo (Januari- Juni 2011 Pendidikan Frekuensi Bekerja 26 Tidak Bekerja 89 Jumlah 115 Sumber: Rekam Medik Bulan Januari s.d. Juni 2011
Prosentase (%) 22,61 77,39 100
Efek Samping Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 115 akseptor AKDR, sebagian besar (53,91%) akseptor AKDR dengan efek samping Tabel 4 Efek Samping pada Akseptor AKDR di Poli KB RSU I Dr. Soetomo Januari- Juni 2011) Efek Samping frekuensi Prosentase (%) Dengan efek samping 62 53,91 Tanpa efek samping 53 46,09 Jumlah 115 100 Sumber: Rekam Medik Bulan Januari s.d. Juni 2011 . Kejadian Drop Out pada Akseptor AKDR Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 115 akseptor AKDR, sebagian besar (60%) akseptor AKDR tidak mengalami DO Tabel 5 Kejadian Drop Out pada Akseptor AKDR di Poli KB I RSU Dr. Soetomo (Januari -Juni 2011) Kejadian DO frekuensi Prosentase (%) DO 46 40 Tidak DO 69 60 Jumlah 115 100 Sumber: Rekam Medik Bulan Januari s.d. Juni 2011 . Hubungan Efek samping dengan Kejadian Drop Out pada Akseptor AKDR Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 115 akseptor AKDR yang mengalami DO dengan efek samping adalah 33 akseptor AKDR sedangkan akseptor AKDR yang mengalami DO tanpa efek samping adalah 13 akseptor AKDR.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
149
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Tabel 6 Hubungan Efek Samping dengan Kejadian Drop Out pada Akseptor AKDR di Poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya bulan Januari sampai dengan Juni 2011
Efek samping
Kejadian DO Tidak DO % F %
DO f
Dengan efek samping Tanpa efek samping Jumlah
Total N
%
33
53,22
29
46,77
62
100
13
24,52
40
75,47
53
100
46 40 69 60 115 100 2 2 α = 0,05 Df = 1 X hitung = 8,65 X tabel =3,84 Sumber: Rekam Medik Bulan Januari s.d Juni 2011 . Dari perhitungan uji Chi Square diperoleh hasil perhitungan χ2 hitung (30,05) > χ2 tabel (8,65), maka H0 ditolak berarti ada hubungan antara efek samping dengan kejadian drop out pada akseptor AKDR di poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya. PEMBAHASAN Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan hubungan antara efek samping dengan kejadian drop out pada akseptor AKDR di poli KB I RSU Dr. Soetomo Surabaya. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yaitu akseptor yang mengalami efek samping yang merugikan atau yang tidak dikehendaki dan membahayakan klien dari suatu pengobatan yang tidak mungkin dihindari atau dihilangkan sama sekali akan menyebabkan klien tersebut berhenti atau tidak memakai salah satu metode kontrasepsi dalam satu tahun kalender atau yang disebut dengan drop out (Suratun, 2008). Efek samping dari kontrasepsi AKDR yang berlebihan, yang tidak dapat dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor resiko yang sebagian besar sudah diketahui dan membuat akseptor tidak nyaman sehingga memutuskan untuk drop out (Hackeer, 2001). AKDR merupakan alat kontrasepsi yang efektif akan tetapi dapat menimbulkan gangguan pada organ reproduksi karena keberadaanya di dalam rahim dimana AKDR merupakan benda asing bagi rahim sehingga banyak menimbulkan efek samping bagi akseptor, misalnya mengakibatkan bertambahnya volume dan lama haid (metroragia) yang disebabkan adanya faktor mekanik pada endometrium karena ketidak serasian antara besarnya AKDR dan rongga rahim serta kemungkinan disebabkan karena kehamilan intra uteri atau ektopik. Dan akseptor AKDR yang karena efek samping banyak yang memilih untuk drop out karena membuat akseptor tersebut tidak nyaman dan lebih memilih untuk berpindah ke kontrasepsi lain. Peran bidan dalam menangani efek samping pemakaian kontrasepsi yaitu meningkatkan pelayanan kebidanan dengan memberikan konseling pada akseptor AKDR sebagai alternatif untuk menurunkan kejadian drop out. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
150
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) hampir setengah akseptor AKDR mengalami efek samping, 2) kejadian DO pada akseptor AKDR sebagian besar adalah tidak mengalami DO, 3) ada hubungan efek samping dengan kejadian drop out pada akseptor AKDR Selanjutnya disarankan: 1) perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebab atau faktor lain yang berpengaruh atau berhubungan dengan kejadian drop out pada akseptor AKDR, 2) diharapkan tempat penelitian dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang efek samping pada akseptor kontrasepsi AKDR sebagai alternatif untuk menurunkan kejadian drop out, 3) Institusi pendidikan diharapkan menambah literatur di perpustakaan tentang teori drop out pada kontrasepsi AKDR untuk mempermudah mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Arkikunto, Suharsini. 2003. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. BKKBKS. 2004. Panduan Praktis Memilih Kontrasepsi : BKKBKS BKKBN. 2003. Buku Pegangan Petugas Lapangan Keluarga Berencana Nasional Surabaya. Surabaya : BKKBN BKKBN. 2007. Kamus Istilah. Jakarta : BKKBN Brahmn, U. 2006. Ragam Metode Kontrasepsi. Jakarta : EGC Evert, Suzzane. 2007. Buku Saku Kontrasepsi & Kesehatan Seksual Reproduktif. Jakarta : EGC Glasier, A dan Alisa Gebbie. 2005. Keluarga Berencana & Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Pustaka Rihama. Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Hidayat, A. Aziz A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika. Manuaba, IBG., Chandranita Manuaba, dan Fajar Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC Notoatmodjo, S. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Saifudin, AB. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Speroff, Leon dan Philip Darney. 2003. Pedoman Klinis Kontrasepsi Edisi 2. Jakarta : EGC Suratun., dkk. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana & Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Trans Info Media. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
151
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
HUBUNGAN ANTARA PARITAS DAN NYERI PERSALINAN PADA KALA I FASE AKTIF DI BIDAN PRAKTIK SWASTA ENNY JUNIATI SURABAYA Sri Ratnawati*, Sunarsih*, Whike Kristina Dharmaningrum** ABSTRAK Nyeri persalinan merupakan proses fisiologis, terjadinya disebabkan oleh kontraksi uterus yang dirasakan bertambah kuat dan paling dominan terjadi pada kala I fase aktif. Intensitas nyeri dirasakan berbeda-beda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya paritas. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di BPS Enny Juniati Surabaya tanggal 8-15 Maret 2011 didapatkan ibu bersalin yang mengalami nyeri persalinan berat yakni sebagian besar (72,73%) primipara. Judul penelitian ini adalah Hubungan antara Paritas dan Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif di BPS Enny Juniati Surabaya dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara paritas dan nyeri persalinan kala I fase aktif. Jenis penelitian ini bersifat analitik observasional. Berdasarkan waktu, menggunakan metode cross sectional. Populasinya seluruh ibu bersalin kala I fase aktif di BPS Enny Juniati Surabaya tanggal 8 Mei 2011 - 8 Juli 2011 berjumlah 68 orang. Sampel berjumlah 32 ibu bersalin kala I fase aktif. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara systematic random sampling. Variabel bebas adalah paritas, varibel tergantung adalah nyeri persalinan kala I fase aktif. Alat ukur berupa lembar observasi dan koesioner. Analisis data menggunakan uji statistik Chi Square dengan titik kritis x2 tabel = 3,84. Hasil penelitian didapatkan ibu bersalin kala I fase aktif, hampir seluruhnya (84,21%) adalah primipara dan mengalami nyeri persalinan berat. Hasil uji Chi Square didapatkan x 2 hitung (12,19) > x 2 tabel (3,84) maka H1 diterima yang artinya ada hubungan antara paritas dan nyeri persalinan pada kala I fase aktif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara paritas dan nyeri persalinan kala I fase aktif. Saran yang diberikan peneliti untuk bidan yaitu lebih meningkatkan konseling dalam memberikan asuhan kebidanan yang tepat dan untuk mengatasi nyeri persalinan. Sedangkan bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian dengan metode lain. Kata Kunci : Paritas, Nyeri Persalinan *= Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Kampus Sutomo **= Alumnus Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Kampus Sutomo PENDAHULUAN Latar belakang Perkembangan program KB di Indonesia berjalan pesat. Sudah banyak manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya program KB ini. Meskipun program KB telah berhasil menekan pertumbuhan penduduk, namun tidak selamanya program tersebut berjalan dengan lancar, adakalanya pencapaian peserta KB aktif dan peserta baru mengalami peningkatan dan pada saat yang lain mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. (BKKBN, 2010).
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
152
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional, telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas tahun 2015” (Saifuddin, 2006). Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan adanya metode kontrasepsi. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono, 2007). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau lebih dikenal dengan IUD (Intra Uterine Device) adalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga mengandung hormon dan dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mempunyai benang (Handayani, 2010). AKDR merupakan pilihan kontrasepsi yang efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif (Maryati, 2009). Adapun efek samping yang umum terjadi dari AKDR adalah nyeri bersenggama, menstruasi yang banyak, keputihan. Hal ini merupakan faktor terbesar penyebab kejadian akseptor AKDR Drop Out. Efek samping pada pemakaian AKDR kadang tidak dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan dan pada akhirnya akseptor berhenti memakai AKDR/ Drop Out (Siswosudarno, 2001). Akseptor drop out adalah peserta KB baru atau lama yang berhenti/ tidak memakai salah satu metode kontrasepsi dalam satu tahun kalender dengan alasan medis karena efek samping, menopause, permintaan klien, akseptor bercerai/ suami meninggal, menapause, efektifitas dalam rahim habis (Suratun, 2008). Profil KB di propinsi Jawa Timur bulan Desember 2010 diketahui sebanyak 955.336 atau 12,18% dari seluruh akseptor. Presentase metode KB yang digunakan meliputi KB suntik 56,50%, KB PIL 24,00%, AKDR 8,50%, Implant 5,40%, Kondom 3,90%, MOW 1,40%, MOP 0,40%. Sedangkan pencapaian peserta KB di Surabaya menurut hasil pencapaian program keluarga berencana nasional bulan Januari-Desember 2010, pencapaian peserta KB baru sebanyak 77.728 akseptor yang terdiri dari KB Suntik 62,30%, KB PIL 17,70%, AKDR 7,60%, Kondom 6,00%, Implant 3,10%, MOW 3,10%, MOP 0,20%. Dari data di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah akseptor AKDR jauh lebih besar dibanding dengan akseptor lain, walaupun mengalami penurunan secara fluktuatif (BKKBN, 2010). Berdasarkan data lengkap di poli KB I RSU Dr, Soetomo Surabaya didapatkan fakta jumlah akseptor AKDR pada tahun 2009-2010 cenderung menurun dan Drop Out AKDR adalah penyebab terbesarnya, yaitu pada tahun 2009 sebanyak 128 akseptor, sedangkan tahun 2010 sebanyak 135 akseptor dengan perincian tertinggi karena efek samping (nyeri bersenggama, menstruasi yang banyak, keputihan) sebanyak 43 akseptor (31,85%%), klien ingin ganti cara sebanyak 32 akseptor (23,7%), dan klien ingin hamil lagi sebanyak 29 akseptor (21,48%), akseptor bercerai/ suami meninggal 12 sebanyak akseptor (8,88%), komplikasi sebanyak 9 akseptor (6,66%), menapause sebanyak 7 akseptor (5,18%),. Efektifitas dalam rahim habis 3 sebanyak akseptor (2,22%). Rumusan Masalah “Apakah ada hubungan antara paritas dan nyeri persalinan pada kala I fase aktif di BPS Enny Juniati?” Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi paritas ibu bersalin kala I fase aktif di BPS Enny Juniati Surabaya. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
153
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
2. Mengidentifikasi nyeri persalinan kala I fase aktif di BPS Enny Juniati Surabaya. 3. Menganalisis hubungan antara paritas dan nyeri persalinan pada kala I fase aktif di BPS Enny Juniati Surabaya BAHAN DAN METODE PENELITIAN Menurut jenisnya, penelitian yang dilakukan bersifat Analitik Observasional karena peneliti melakukan observasi pada ibu bersalin kala 1 fase aktif tentang nyeri persalinan dilihat dari paritasnya. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Cross Sectional, karena nyeri persalinan berdasarkan paritas hanya dilakukan satu kali pada pengamatan selama penelitian. Lokasi penelitian dilaksanakan di BPS Enny Juniati Surabaya, waktu pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan 8 Mei 2011 – 8 Juli 2011. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin kala I fase aktif di BPS Enny Juniati Surabaya pada tanggal 8 Mei 2011 – 8 Juli 2011 ada 68 ibu bersalin. Kriteria inklusi dari sampel ini, yaitu: 1) ibu bersalin yang mempunyai kartu atau register, 2) bersedia untuk menjadi responden, 3) kala I fase aktif periode 8 Mei 2011 – 8 Juli 2011 di BPS Enny Juniati Surabaya, 4) setuju menandatangani Informed Consent. Pengambilan sampel dengan jumlah populasi kurang dari 10.000 dapat menggunakan formula sebagai berikut: n=
N 1 + N (d 2 )
n : Besar sampel N : Jumlah ibu bersalin kala I fase aktif yang melahirkan di BPS Enny Juniati Surabaya : 2 bulan : 68 orang d : Tingkat ketetapan absolut yang diinginkan (0,05%) n= 68 1+68(0,052) n = 58,12 orang Karena jumlah terlalu besar dan keterbatasan waktu, maka dikonversikan menjadi: n= ٭
n n −1 1+ N
Keterangan : n : Besar sampel n ٭: Besar sampel pada populasi finit (terbatas) N : Besar populasi dalam 2 bulan n n٭ = n −1 1+ N 58,12 n٭ = 58,12 − 1 1+ 68
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
154
Volume II Nomor 3, Juli 2011
n٭ n٭ n٭
ISSN: 2086-3098
58 ,12 = 1 + 0 .84 = 31,58 = 32 orang
Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan cara acak sistematik (Systematic Sampling) merupakan modifikasi dari simple random sampling. Besar populasi (N) = 68 dan sampel (n) = 32, berarti 68:32 = 2, maka setiap kelipatan 2 orang akan menjadi sampel. Maka sampel yang dipilih berdasarkan nomor kelipatan 2, yaitu 1,3,5,7 dan seterusnya sampai sampel ke-32. Adapun variabel yang diteliti antara lain: 1) variabel bebas yaitu paritas, dan 2) variabel tergantung yaitu nyeri persalinan kala I fase aktif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi terhadap ibu bersalin yang mengalami nyeri persalinan pada kala I fase aktif persalinan dengan lembar observasi (pengamatan) Bourbonnais. Selain mengamati sendiri, peneliti juga melatih seorang (bidan) untuk melakukan observasi terhadap ibu bersalin kala I fase aktif. 0
Tidak nyeri
1
2
3
4
Nyeri ringan
5
Nyeri sedang
6
7
8
Nyeri berat
9
10
Nyeri sangat berat
Gambar 3.4 Skala Bourbonnais Keterangan : Jawaban ya= skor 1, Jawaban tidak= skor 0 Hasilnya kemudian dimasukkan dalam kategori: Tidak Nyeri = skor 0 Nyeri Ringan = skor 1 - 3 Obyektif: klien masih dapat berkomunikasi dengan baik. Nyeri Sedang = skor 4 - 6 Obyektif: mendesis, menyeringai, dapat menunjuklokasi nyeri dan mendeskripsikan, dapat mengikuti perintah dengan baik, dan berespon terhadap tindakan. Nyeri Berat = skor 7 - 9 Obyektif: klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tetapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri tetapi tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alihan posisi, nafas panjang, dan distraksi. Nyeri Sangat Berat = skor ≥ 10 Obyektif: klien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, berteriak histeris, tidak dapat mengikuti perintah, menarik-narik, memukul, tidak respon terhadap tindakan, tidak dapat menunjukkan lokasi nyeri yang dirasakan.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
155
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Data yang terkumpul setelah diolah dan disajikan dalam bentuk tabel silang 2x2. Kedua variabel paritas berskala nominal, dan diuji dengan Chi Square dari Yates dengan derajat kesalahan 0,05 secara manual. Jika hasil χ2 hitung > χ2 tabel, H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara kedua variabel. Masing-masing variabel diuji dengan Chi Square (χ2) dengan banyaknya sel yang mempunyai frekuensi harapan (expected count / frekuensi harapan= E/fh) < 5 tidak boleh lebih dari 20%, dan tidak boleh ada sebuah sel pun yang mempunyai E <1. Apabila dalam analisis data tidak memenuhi syarat dapat menggunakan uji Eksak dari Fisher. HASIL PENELITIAN Paritas Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif Tabel 1. Distribusi Frekuensi Paritas di BPS Enny Juniati Surabaya (8 Mei 2011-8 Juli 2011) Paritas n % Primipara 19 59,38 Bukan Primipara 13 40,62 Jumlah 32 100,00 % Dari Tabel 1 tampak bahwa dari 32 ibu bersalin kala I fase aktif, sebagian besar (59,38%) primipara. Nyeri Persalinan Kala I fase aktif Tabel 2 Distribusi Frekuensi Nyeri Persalinan Kala I fase aktif di BPS Enny Juniati Surabaya (8 Mei 2011-8 Juli 2011) Nyeri Persalinan n % Nyeri Berat 18 56,25 Nyeri Tidak Berat 14 43,75 Jumlah 32 100,00 % Dari Tabel 2 tampak bahwa dari 32 ibu bersalin kala I fase aktif, sebagian besar (56,25%) mengalami nyeri persalinan berat. Hubungan antara Paritas dan Nyeri Persalinan kala I fase aktif Tabel 3 Hubungan antara Paritas dan Nyeri Persalinan Kala I fase aktif di BPS Enny Juniati (8 Mei 2011-8 Juli 2011) Nyeri Persalinan Jumlah Nyeri Nyeri Tidak Paritas Berat Berat n % n % n % Primipara 16 84,21 3 15,79 19 100,00 Bukan Primipara 2 15,38 11 84,62 13 100,00 Jumlah 18 56,25% 14 43,75% 32 100,00 %
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
156
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Dari Tabel 3 tampak bahwa dari 32 orang ibu bersalin kala I fase aktif, hampir seluruhnya (84,21%) adalah primipara dan mengalami nyeri persalinan berat. Hasil uji Chi Square adalah X2 hitung=12,19 > X2 tabel=3,84. Dapat disimpulkan H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara paritas dan nyeri persalinan pada kala I fase aktif. PEMBAHASAN Paritas Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif Dari 32 ibu bersalin kala I fase aktif, sebagian besar (59,38%) primipara. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut Hanifa Winkjosastro (2007) menyebutkan bahwa paritas merupakan salah satu faktor risiko maternal. Paritas 2 - 3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 4) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Dimana lebih tinggi paritas ibu, maka kematian maternal juga lebih tinggi. Menurut Ida Bagus Gde Manuaba, Ida Ayu Chandranita Manuaba, dan Ida Bagus Gde Fajar Manuaba (2007) paritas merupakan salah satu faktor risiko dalam kesehatan reproduksi. Paritas dibagi menjadi primipara yaitu seorang wanita yang pernah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali, multipara yaitu wanita yang telah melahirkan anak hidup dua sampai empat kali, grandemultipara yaitu wanita yang pernah hamil atau melahirkan anak lebih dari empat kali. Primipara sering mengalami komplikasi namun tidak seluruhnya ibu primipara berisiko mengalami komplikasi, tergantung kesiapan fisik, psikologi, dan pengetahuan ibu bersalin. Penanganan pada risiko yang terjadi pada paritas ini diantaranya pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan kehamilan dan persalinan yang diharapkan fisiologis dan memenuhi standart. Oleh karena itu, diperlukan konseling yang optimal dari bidan terutama di BPS Enny Juniati Surabaya, diantaranya konseling tentang persiapan persalinan, proses persalinan yang akan dialaminya agar ibu primigravida dan primipara lebih mempersiapkan diri baik fisik maupun psikologi sehingga dapat menjalani fase hamil, bersalin, dan nifas dengan mendapat pelayanan yang lebih aman, sehat, dan selamat. Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Dari 32 ibu bersalin kala I fase aktif, sebagian besar (59,37%) mengalami nyeri persalinan berat. Menurut teori Rosemary Mander (2004) menyebutkan bahwa nyeri yang paling dominan dirasakan pada saat persalinan terutama selama kala I persalinan. Secara fisiologi, nyeri persalinan mulai timbul pada persalinan kala I fase laten dan fase aktif, timbulnya nyeri disebabkan oleh adanya kontraksi uterus yang mengakibatkan dilatasi dan penipisan serviks. Dengan makin bertambahnya baik volume maupun frekuensi kontraksi uterus, nyeri yang dirasakan akan bertambah kuat dan puncak nyeri terjadi pada fase aktif. Pada kala I persalinan, nyeri diakibatkan oleh dilatasi serviks dan kontraksi uterus (iskemia miometrium). Sensasi nyeri yang dirasakan oleh ibu menjalar dari bagian bawah abdomen tepatnya di uterus melewati saraf averen viseral (simpatik) dan menyebar ke daerah lumbal, punggung, dan paha. Nyeri tersebut dirasakan ibu saat kontraksi dan menurun atau menghilang pada interval kontraksi. (Errol Norwitz, 2008).
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
157
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Dari teori yang sudah dijelaskan menunjukkan bahwa hampir seluruh ibu yang melewati proses persalinan mengalami nyeri yang berat. Karena proses persalinan didahului oleh proses penipisan dan dilatasi serviks yang membutuhkan kontraksi uterus yang kuat. Kontraksi uterus yang meningkat dalam persalinan ini menimbulkan nyeri persalinan berat. Penanganan nyeri pada kala I persalinan yakni penting untuk menanyakan bagaimana perasaan ibu bersalin selama kala I persalinan, karena jawaban tersebut akan sangat membantu dalam memberikan asuhan yang tepat untuk pengendalian nyeri. Selain itu dapat digunakan sebagai penentu apakah ibu bersalin dapat menjalani persalinan normal atau diakhiri dengan suatu tindakan dikarenakan adanya penyulit akibat dari nyeri yang sangat hebat. Penanganan nyeri persalinan yang diberikan di BPS Enny Juniati Surabaya yaitu dengan mengajarkan teknik latihan relaksasi sebelum mengahadapi persalinan, teknik masase pada daerah nyeri, peran serta suami sebagai pendamping saat persalinan. Hubungan antara Paritas dan Nyeri Persalinan pada Kala I Fase Aktif Hasil uji Chi Square menunjukkan hubungan antara paritas dan nyeri persalinan pada kala I fase aktif. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori menurut Sherwen, Scolovon, dan Weingarten (1999) yang mengatakan bahwa intensitas nyeri pada kala I persalinan pada primipara seringkali lebih berat daripada nyeri persalinan pada multipara. Hal ini dikarenakan pada primipara terjadi dua proses yakni proses penipisan dan dilatasi serviks yang terjadi tidak bersamaan. Sedangkan pada multipara mengalami proses penipisan serviks bersamaan dengan dilatasi serviks. Menurut pendapat Gorrie dalam buku Rosemary Mander (2004) mengatakan bahwa ibu primipara mengalami nyeri persalinan lebih berat pada waktu kala I fase aktif persalinan. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi jalan lahir yang baru pertama kali dilewati oleh bayi. Proses persalinan primipara yang lebih berat daripada multipara mengakibatkan primipra mengalami kelelahan yang lebih lama. Kelelahan berpengaruh terhadap peningkatan persepsi nyeri. Hal ini menyebabkan peningkatan nyeri seperti suatu lingkaran setan (Laily Y, 2008) Sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa yang paling dominan mengalami nyeri persalinan berat adalah ibu bersalin primipara, dimana menurut kenyataan bahwa ibu primipara memang belum pernah mempunyai pengalaman melahirkan termasuk pengalaman nyeri waktu persalinan yang mengakibatkan sulit untuk mengantisipasinya. Selain itu proses melahirkan yang tidak sama dengan multipara, karena pada primipara proses penipisan biasanya terjadi lebih dulu daripada dilatasi serviks. Sedangkan pada multipara proses penipisan dan dilatasi serviks terjadi bersamaan. Penanganan nyeri persalinan dapat dilakukan dengan cara: 1) memberikan informasi tentang persalinan, nutrisi dan latihan fisik, 2) mengajarkan teknik latihan fisik untuk mempersiapkan tubuh saat persalinan, 3) latihan relaksasi secara sadar, 4) latihan pola nafas. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Paritas ibu bersalin kala I fase aktif di BPS Enny Juniati Surabaya sebagian besar adalah primipara. 2. Nyeri persalinan kala I fase aktif di BPS Enny Juniati Surabaya sebagian besar nyeri berat. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
158
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
3. Ada hubungan antara paritas dan nyeri persalinan pada kala I fase aktif di BPS Enny Juniati Surabaya. Saran 1. Ibu bersalin kala I fase aktif khususnya pada primipara lebih mempersiapkan persalinannya, didukung dengan kesiapan fisik, psikologi, dan pengetahuan sehingga dapat menjalani proses persalinan yang diharapkan fisiologis 2. Tenaga kesehatan (bidan) dapat memberikan penanganan nyeri persalinan dengan cara yang mudah dilakukan antara lain pemijatan pada daerah nyeri, pendampingan suami, tehnik relaksasi, dan mungkin bisa diberikan metode dengan aroma terapi. DAFTAR PUSTAKA A. Azis A.H. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Ahmad. 2008. http://www.kaltimpost.co.id/?mib=berita.detail&id=9586 (diakses 4 April 2011) Benson Ralph C. dan Martin L. Pernoll.2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta: EGC Bobak, Lowdermilk. 2004. Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta Chapman Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta: EGC Hanafi H. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Hanifa W. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Henderson C, Kathleen J. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC Hermawati. 2009. Konsep Nyeri dan Kenyamanan. http://shafarama.blogspot.com/2009/04/konsep-nyeri-dan-kenyamanan.html (diakses 31 Maret 2011) IBG Manuaba 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC Ida Bagus Gde Manuaba, Ida Ayu Chandranita Manuaba, dan Ida Bagus Gde Fajar Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC Laily Y. 2008. Penanganan Nyeri Persalinan dengan Metode Nonfarmakologi. Malang: Banyumedia Publishing Mander R. 2004. Nyeri Persalinan. Jakarta: EGC Norwitz Errol R. dan John O. Schorge. 2008. Obstetrics and Gynaecology at a Glance. Indonesia : Erlangga Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Oxorn Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologi dan Fisiologi Persalinan.Yogyakarta: ANDI; YEM Potter P.A, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik, Jakarta: EGC Qittun. 2008. Konsep Dasar Nyeri. http://qittun.blogspot.com/2008/10/konsep-dasar-nyeri.html (diakses 5 Maret 2011) Rustam M. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: EGC Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
159
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Schott Judit dan Judy Priest. 2009. Seri Praktik Kebidanan Kelas Antenatal. Jakarta : EGC Sigit N.P. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu Sinclair C. 2010. Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC Soekidjo N. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Suharsimi A. 2006. Prosedur Penelitian Edisi VI. Jakarta: Rineka Cipta Suharsimi A. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Suyanto dan Ummi. 2009. Riset Kebidanan Metodologi dan Aplikasi. Jogjakarta: Mitra Cendikia Tjokronegoro A. dan Hendra U. 1996. Penanggulangan Nyeri pada Persalinan. Jakarta: FKUI Walsh LV. 2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC http://www.conectique.com/tips_solution/pregnancy/baby_delivery/article.php?article_id=4750 (diakses 4 April 2011)
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
160
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
HUBUNGAN PENGGUNAAN KB IMPLANT DENGAN PENINGKATAN BERAT BADAN PADA PESERTA IMPLANT DI RB KARTINI SURABAYA Sri Ratnawati*, Dina Isfentiani*, Sinta Widiasti** ABSTRAK Implant mengandung progesteron untuk menghalangi kehamilan dengan cara mengentalkan lendir serviks, atropi dinding endometrium, menghalangi transportasi sperma dan menekan ovulasi (Hanifa W, 2007). Angka penggunaan Keluarga Berencana (KB) implant baru di Rumah Bersalin Kartini dari bulan Januari-Desember 2010 sebanyak 100 (17,95%). Masalah dalam penelitian adalah peningkatan berat badan > 2 kg (73,33%) pada peserta implant di RB Kartini Surabaya. Sehingga penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Penggunaan KB Implant Dengan Peningkatan Berat Badan Pada Implant Di RB Kartini Surabaya. Adapun tujuan penelitian ini untuk menganalisa hubungan penggunaan implant dengan peningkatan berat badan di RB Kartini Surabaya. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional, dengan pendekatan cross sectional. Populasi peserta implant di RB Kartini Surabaya sebanyak 100 peserta. Besar sampel adalah 80 peserta yang diambil dengan cara random sampling. Variabel independen: penggunaan implant, variabel dependen: peningkatan berat badan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang ditulis pada lembar pengumpul data. Dari 28 peserta implant di RB Kartini Surabaya dengan lama penggunaan KB Implant ≤ 1 tahun sebagian besar 17 peserta (60,71 %) mengalami peningkatan berat badan > 2 kg. dan Dari 52 peserta implant di RB Kartini Surabaya dengan lama penggunaan > 1 tahun hampir seluruhnya 45 peserta (86,53 %) mengalami peningkatan berat badan > 2 kg. dalam penelitian ini didapatkan hasil χ2 hitung = 8,52 sedangkan χ2 tabel 3,84. χ2 hitung > χ2 tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat hubungan antara penggunaan KB implant dengan peningkatan berat badan pada peserta implant di RB Kartini Surabaya. Dapat disimpulkan terdapat hubungan antara penggunaan KB implant dengan peningkatan berat badan pada peserta implant di RB Kartini Surabaya, sehingga disarankan agar bidan selain memberikan konseling efek samping implant juga dijelaskan cara mengantisipasi dan mengatasi peningkatan berat badan. Kata Kunci : Penggunaan Implant, Peningkatan Berat Badan *= Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Kampus Sutomo **= Alumnus Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Kampus Sutomo PENDAHULUAN Latar Belakang Implant mengandung progesteron untuk menghalangi kehamilan dengan cara mengentalkan lendir serviks, atropi dinding endometrium, menghalangi transportasi sperma dan menekan ovulasi (Hanifa W, 2007). Angka penggunaan Keluarga Berencana (KB) implant baru di Rumah Bersalin Kartini dari bulan Januari-Desember 2010 sebanyak 100 (17,95%). Masalah dalam penelitian adalah peningkatan berat badan > 2 kg (73,33%) pada peserta implant di RB Kartini Surabaya. Sehingga penulis ingin melakukan penelitian dengan judul Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
161
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Hubungan Antara Penggunaan KB Implant Dengan Peningkatan Berat Badan Pada Implant Di RB Kartini Surabaya. Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian ini untuk menganalisa hubungan penggunaan implant dengan peningkatan berat badan di RB Kartini Surabaya. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik menurut sifatnya merupakan penelitian observasional, sedangkan berdasarkan waktu penelitian adalah penelitian cross sectional. Populasi peserta implant di RB Kartini Surabaya sebanyak 100 peserta. Sampel dalam dalam penelitian ini berjumlah 80 peserta yang diambil dengan cara random sampling. Variabel independen: penggunaan implant, variabel dependen : peningkatan berat badan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang ditulis pada lembar pengumpul data. HASIL PENELITIAN Usia peserta Implant Tabel 1 Distribusi Usia Peserta Implant Di RB Kartini Surabaya (1 Maret 2010–28 Februari 2011) Usia n % < 20 thn 0 00 ,00 20 – 30 thn 30 37,50 ≥ 30 thn 50 62,50 Jumlah 80 100,00 % Dari Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa dari 80 peserta implant di RB Kartini Surabaya sebagian besar 50 peserta (62,50 %) berusia ≥ 30 tahun Pekerjaan peserta implant Tabel 2 Distribusi Pekerjaan Peserta Implant Di RB Kartini Surabaya (1 Maret 2010 – 28 Februari 2011) Pekerjaan n % Wiraswasta 10 12,50 Swasta 35 43,75 PNS 6 7,50 Tidak Bekerja 29 36,25 Jumlah 80 100,00 % Dari Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa dari 80 peserta implant di RB Kartini Surabaya hampir setengahnya 35 peserta (43,75) swasta.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
162
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Paritas peserta implant Tabel 4.3 Distribusi Paritas Peserta Implant Di RB Kartini Surabaya (1 Maret 2010 – 28 Februari 2011) Paritas n % Primipara 24 30,00 Multipara 49 61,25 Grande multi 7 8,75 Jumlah 80 100,00 % Dari Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa dari 80 peserta implant di RB Kartini Surabaya sebagian besar 49 peserta (61,25 %) merupakan multipara. Pendidikan peserta implant Tabel 4 Distribusi Pendidikan Peserta Implant Di RB Kartini Surabaya (1 Maret 2010 – 28 Februari 2011) Pendidikan n % Pend Dasar 15 18,75 Pend Menengah 43 53,75 Pend Tinggi 22 27,50 Jumlah 80 100,00 % Dari tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa dari 80 peserta implant di RB Kartini Surabaya sebagian besar 43 peserta (53,75 %) berpendidikan menengah (SMA, SMK dan sederajat). Penggunaan KB implant Tabel 5 Distribusi Penggunaan KB Implant Di RB Kartini Surabaya (1 Maret 2010 – 28 Februari 2011) Penggunaan n % ≤ 1 Tahun 28 35 ,00 > 1 Tahun 52 65 ,00 Jumlah 80 100,00 % Dari Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa dari 80 peserta implant di RB Kartini Surabaya sebagian besar 52 peserta (65,00 %) > 1 tahun. Peningkatan Berat Badan Tabel 6 Distribusi Peningkatan Berat Badan Peserta Implant Di RB Kartini Surabaya (1 Maret 2010 –28 Februari 2011) Peningkatan berat badan n % Ada peningkatan > 2 kg 62 77,50 Tidak ada peningkatan > 2 kg 18 22,50 Jumlah 80 100,00 % Dari Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa dari 80 peserta implant di RB Kartini Surabaya hampir seluruhnya 62 peserta (77,50 %) mengalami peningkatan berat badan > 2 kg. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
163
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Hubungan Antara Penggunaan KB Implant Dengan Peningkatan Berat Badan Tabel 7 Distribusi Peningkatan Berat Badan Peserta Implant Di RB Kartini Surabaya Berdasarkan Penggunaan (1 Maret 2010 – 28 Februari 2011) Ada Peningkatan Berat Badan > 2 kg
Penggunaan ≤ 1 tahun Penggunaan > 1 tahun Total
Tidak Ada Peningkatan Berat Badan ≤ 2 kg Jumlah Prosentase (n) (%) 11 39,28
Jumlah (n) 17
Prosentase (%) 60,71
45
86,53
7
62
77,50
18
Total
Jumlah (n) 28
Prosentase (%) 100,00
13,46
52
100,00
22,5
80
100,00%
Dari Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa dari 28 peserta implant di RB Kartini Surabaya dengan lama penggunaan KB Implant ≤ 1 tahun sebagian besar 17 peserta (60,71 %) mengalami peningkatan berat badan > 2 kg. Dari 52 peserta implant di RB Kartini Surabaya dengan lama penggunaan > 1 tahun hampir seluruhnya 45 peserta (86,53 %) mengalami peningkatan berat badan > 2 kg. Hasil uji chi-square didapatkan χ2 hitung=8,52 > χ2 tabel=3,84, maka H0 ditolak, artinya ada hubungan antara penggunaan KB implant dengan peningkatan berat badan pada peserta implant di RB Kartini Surabaya. PEMBAHASAN Penggunaan Implant Diketahui bahwa dari 80 peserta implant di RB Kartini Surabaya penggunaan KB sebagian besar 52 peserta (65,00%) >1 tahun. Implant adalah salah satu jenis alat kontrasepsi yang berupa susuk yang terbuat dari sejenis karet silastik yang berisi hormon, dipasang pada lengan atas (Sri Handayani, 2010). Dalam tiap kapsul Implant mengandung levonorgestrel dan disusukkan di bawah kulit (Hanifa Wiknjosastro, 2007). Terdapat 3 macam implant di Indonesia yaitu norplant, jadena atau indoplant dan implanon. Tiap jenis implant memiliki lama kerja berbeda-beda, lama kerja norplant 5 tahun, implanon 3 tahun, Jadena dan Indoplant 3 tahun. Masing – masing jenis implant dosis yang berbeda, namun memiliki cara kerja yang sama yaitu mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks, dan menimbulkan perubahan-perubahan pada endometrium sehingga tidak cocok untuk implantasi. Penggunaan implant akan merangsang tubuh untuk meningkatkan nafsu makan, hal ini di akibatkan adanya penambahan hormon progesteron sehingga tubuh berusaha menstabilkan hormon yang ada dalam tubuh dengan menghambat kerja hipofise untuk mensekresi hormon. Pada peserta implant dengan lama pemakaian > 1 tahun, tubuh sudah mengalami penurunan dalam inhibiting sekresi Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
164
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
hormon hipofise. Penurunan dalam inhibiting sekresi hormon hipofise akan mengakibatkan kerja hati semakin berat dan untuk memenuhi kebutuhan energi hati, tubuh meningkatkan kebutuhan energinya selain itu penurunan inhibiting sekresi hormon hipofise mengakibatkan hormon pertumbuhan (GH) meningkat. Manifestasi perubahan dalam homeostasis hormon tubuh adalah peningkatan nafsu makan (Robert K Murray, Daryl K Granner, dan Victor W Roodwell, 2009). Dari hasil tabulasi penggunaan KB Implant sebagian besar > 1 tahun. Hal ini sesuai dengan teori Hanifa Wiknjosastro, 2007 bahwa penggunaan implanon lama kerjanya 3 tahun, norplant 5 tahun, jadena dan Indoplant 3 tahun. Penggunaan KB Implant dihitung mulai dari tanggal penggunaan implant yang dapat dilihat pada rekam medik hingga saat diambil data. Lama penggunaan KB implant dapat mempengaruhi dalam peningkatkan berat badan, pada penggunaan KB implant > 1 tahun peningkatan berat badan biasanya > 2 kg. Sedangkan pada tahun pertama penggunaan peningkatan berat badan berkisar antara 1-2 kg hal ini sesuai dengan teori yang di ungkapkan Hartanto, 2003 bahwa Peningkatan berat badan pada peserta implant umumnya tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1-2 kg dalam tahun pertama. Penggunaan KB implant tanpa pengaturan makan serta olahraga yang teratur dapat mengakibatkan berat badan meningkat > 2 kg, dan sebaliknya pada penggunaan KB implant dengan aktifitas fisik yang berat, pengaturan makan, olahraga teratur dan faktor keturunan penggunaan KB implant tidak mengakibatkan peningkatan berat badan > 2 kg. Peningkatan Berat Badan Diketahui bahwa dari 80 peserta implant di RB Kartini Surabaya hampir seluruhnya 62 peserta (77,50 %) mengalami peningkatan berat badan > 2 kg. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Dyah Noviawati, Sujiyatini, 2009 bahwa penggunaan implant dapat menimbulkan efek samping berupa peningkatan pola haid, nyeri kepala, peningkatan berat badan, nyeri payudara, perasaan mual, perubahan perasaan. Peningkatan berat badan pada peserta implant umumnya tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1-2 kg dalam tahun pertama (Hartanto, 2003). Teori tersebut sesuai dengan hasil penelitian yaitu adanya peningkatan berat badan >2 kg pada hampir seluruh peserta KB implant. Peningkatan berat badan pada peserta implant dapat diakibatkan efek dari kegagalan inhibiting kerja hipofise dalam mensekresi hormon yang menggakibatkan peningkatan nafsu makan. Selain itu progesteron mempermudah proses perubahan karbohidrat menjadi Triasilgliserol yang hanya dapat dipecah tubuh dengan aktifitas fisik berat (Robert K Murray, Daryl K Granner, dan Victor W Roodwell, 2009) Peningkatan berat badan berhubungan dengan proses homeostasis tubuh dalam menstabilkan hormon. Ketidakseimbangan hormon progesteron dalam tubuh merasangsang peningkatan berat badan, sehingga diperlukan diet dan olahraga secara teratur. Peningkatan berat badan > 2 kg dapat diakibatkan karena adanya kegagalan inhibiting pada sekresi hormon di hipofise yang mengakibatkan hormon pertumbuhan meningkat sehingga meningkatkan nafsu makan. Selain itu juga merangsang tubuh untuk mengubah kelebihan glikogen dalam bentuk TG (Triasilgliserol). Selain karena penggunaan implant, pekerjaan, ekonomi, dan keturunan dapat mempengaruhi peningkatan berat badan sehingga pada peserta implant dengan lama penggunaan yang sama peningkatan berat badan nya dapat Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
165
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
berbeda. Selain itu lama penggunaan juga mempengaruhi peningkatan berat badan. Sedangkan pada peserta implant dengan peningkatan < 2 kg dapat dikarenakan pola makan yang terkontrol, olahraga secara teratur dan adanya faktor keturunan. Peningkatan berat badan dapat terjadi pada peserta implant yang tidak mengkontrol makan, beraktifitas ringan dan tanpa olahraga yang rutin. Peningkatan berat badan juga dipengaruhi oleh faktor keturunan, pada peserta KB implant dari keluarga yang mayoritas berbadan gemuk memiliki kemungkinan gemuk lebih besar di bandingkan dengan orang dengan riwayat keluarga berbadan kurus. Peningkatan berat badan yang >2 kg dapat diatasi dengan pengaturan pola makan, menu seimbang,dan olahraga yang rutin dengan tujuan agar peningkatan berat badan dapat diantisipasi atau setidaknya tidak terjadi peningkatan berat badan secara ekstrim Hubungan Penggunaan Implant Dengan Peningkatan Berat Badan Dari 28 peserta implant di RB Kartini Surabaya dengan lama penggunaan KB Implant ≤ 1 tahun sebagian besar 17 peserta (60,71 %) mengalami peningkatan berat badan > 2 kg. Dari 52 peserta implant di RB Kartini Surabaya dengan lama penggunaan > 1 tahun hampir seluruhnya 45 peserta (86,53 %) mengalami peningkatan berat badan > 2 kg. Hal ini sesuai dengan teori Sri Handayani, 2010 bahwa salah satu efek samping dari pemakaian implant adalah peningkatan berat badan. Dan teori ini diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh Dyah Noviawati, dan Sujiyatni, 2009 bahwa penggunaan implant akan menimbulkan peningkatan berat badan. Peningkatan berat badan dapat terjadi karena adanya kegagalan inhibiting pada sekresi hormon di hipofise yang mengakibatkan hormon pertumbuhan meningkat sehingga meningkatkan nafsu makan. Selain itu juga merangsang tubuh untuk mengubah kelebihan glikogen dalam bentuk TG (Triasilgliserol). Selain itu lama penggunaan juga mempengaruhi peningkatan berat badan. Hal ini dikemukanan oleh Hartanto, 2003 bahwa peningkatan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1-2 kg dalam tahun pertama. Hal ini dikarenakan proses penghambat sekresi hormon dari hipofise masih berjalan baik. Sedangkan pada penggunaan KB implant pada tahun kedua dan berikutnya proses penghambat sekresi hormon dari hipofise menurun sehingga dalam tubuh terdapat peningkatan hormon. Salah satu hormon yang meningkat ialah hormon pertumbuhan yang merangsang nafsu makan bertambah. Sedangkan pada penggunaan KB implant > 1 tahun sebagian kecil 7 orang (10,77%) tidak mengalami peningkatan berat badan hal dapat dipengaruhi oleh pola makan, aktivitas dan keturunan. Pola makan yang teratur dan terkontrol dapat mengantisipasi terjadinya peningkatan berat badan yang berlebihan. Sedangkan aktivitas mempengaruhi proses pembakaran Triasilgliserol sehingga tidak terjadi penumpukan TG dalam tubuh yang mengakibatkan peningakatan berat badan. Hal ini sesuai dengan teori Robert K Murray, Daryl K Granner, dan Victor W Roodwell, 2009 bahwa hanya aktifitas berat yang dapat membakar TG dalam tubuh. Namun pada penelitian ini ditemukan sebagian besar 25 peserta KB implant (71,43%) yang mengalami peningkatan berat badan > 2 kg pada penggunaan ≤ 1 tahun. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh progesteron yang meningkatkan nafsu makan dan tidak adanya Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
166
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
pengaturan pola makan dan aktifitas fisik, sehingga menimbulkan peningkatan berat badan yang melebihi 2 kg pada tahun pertama. Sedangkan, terdapat sebagian kecil 10 peserta KB implant (28,57%) yang tidak mengalami peningkatan berat badan > 2 kg pada ≤ 1 tahun, hal ini dapat disebabkan oleh pengaturan pola makan, aktifitas dan keturunan. Peningkatan berat badan dapat terjadi > 2 kg pada peserta KB implant yang tidak dapat mengontrol nafsu makan, olahraga yang tidak teratur dan peserta KB implant dengan kecenderungan gemuk. Peningkatan berat badan dapat diantisipasi dengan pengaturan pola makan, menu seimbang dan olahraga yang teratur sehingga peningkatan berat badan dapat di hindari atau setidaknya tidak terjadi peningkatan berat badan yang ekstrim. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara penggunaan implant dengan peningkatan berat badan yang dilakukan tanggal 10 – 11 Juni 2011 di RB Kartini Surabaya, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengggunaan KB Implant di RB Kartini Surabaya sebagian besar > 1 tahun 2. Peningkatan berat badan pada penggunaan KB Implat di RB Kartini Surabaya hampir seluruhnya mengalami peningkatan berat badan > 2 kg. 3. Terdapat hubungan antara penggunaan KB implant dengan peningkatan berat badan pada peserta Implant di RB Kartini Surabaya. Saran 1. Bidan sebaiknya juga memberikan konseling pada peserta implant mengenai cara mengatasi dan mengantisipasi peningkatan berat badan yang merupakan salah satu efek samping penggunaan KB implant. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai hubungan penggunaan KB implant dengan peningkatan berat badan, dan perlu kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi peningkatan berat badan pada peserta implant untuk menyempurnakan penelitian ini.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
167
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
HUBUNGAN ANTARA USIA COITARCHE DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS UTERI DI POLI ONKOLOGI RSUD DR. SOETOMO SURABAYA Sri Utami*, Ratnawati*, Dian Fatmawati ABSTRACT Cancer serviks in this time get the first coused of death to the women in the world. Based on the tables in onkologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya polyclinic on 2009 – 2010, pacient of cancer serviks uteri is grow up. One of the factor is age of coitarche (<20 years). The aiming of the study is to know the relationship between age of coitarche and occurrence of cancer serviks uteri in onkologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya polyclinic. This study uses case control study analysys. The sampling technique using konsekutif sampling with 130 responder. From 76 people suspected cancer survik uteri and 54 people with the healty condition, the result from this study showed us that 75 responden who get coitarche > 2o years, generally 32 people (58,19%) did not suspect of cancer serviks uteri. The result of statistic test by using chisquare (x) with α = 0,05 (5%) getted counting of χ2 (10,86) > χ2 tabel (3,84), so nul hypothesis ( H0) refused. It means that there are relationship between age of coitarche with occurence of cancer serviks Kata Kunci : Usia Coitarche, Kanker Serviks *= Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Kampus Sutomo **= Alumnus Poltekkes Kemenkes Surabaya, Jurusan Kebidanan, Kampus Sutomo PENDAHULUAN Latar Belakang Sampai saat ini kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopalogi, dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita. Di Negara maju, angka kejadian dan angka kematian kanker mulut rahim telah menurun karena suksesnya program deteksi dini (Rasjidi, 2008). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, saat ini penyakit kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian. Setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Menurut WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. Mengapa bisa begitu berbahaya? Pasalnya, kanker serviks muncul seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali dideteksi hingga penyakit telah mencapai stadium lanjut. (http://www.infoceria.com/2010/03). RSUD dr. Soetomo Surabaya merupakan rumah sakit terbesar di wilayah Indonesia Timur dan Rumah Sakit Pusat Rujukan Wilayah Timur Indonesia (http://rsudrsoetomo.net diakses 24 Maret 2011). Berdasarkan data rekam medis di Poli Onkologi RSUD dr. Soetomo Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
168
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Surabaya pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kanker serviks menduduki peringkat kedua sebesar 20,91 % dari 16 jenis penyakit kanker yang ada disana. Banyak faktor yang mempengaruhi adanya kanker serviks. Menurut Baird (1991) yang dikutip oleh Diananda tahun 2009 mengatakan beberapa faktor predisposisi kanker serviks ada tiga yaitu faktor resiko yang meliputi makanan, adapun hasil survey pada pasien kanker serviks yang berobat di Poli Onkologi RSUD dr. Soetomo ditemukan bahwa makanan yang di konsumsi setiap harinya adalah nasi, sayur, lauk pauk dan buah-buahan. Dan dari faktor individu, salah satunya adalah merokok karena tembakau adalah bahan pemicu karsinogenik yang paling baik. Tapi pada pasien kanker serviks yang berobat di Poli Onkologi RSUD dr. Soetomo seluruhnya tidak merokok. Adapun faktor yang terakhir adalah hubungan seks pada usia muda. Semakin muda usia seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Menurut Diananda, kemungkinan terserang kanker leher rahim pada mereka yang berusia di bawah 20 tahun ke bawah bisa 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang telah berusia 20 tahun ke atas saat sudah melakukan hubungan seksual. Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 01 April 2011 pada 10 pasien yang berobat di Poli Onkologi Kandungan RSUD dr. Soetomo Surabaya, terdapat 7 orang (70%) dengan kanker serviks dan 3 orang (30%) lainnya tidak terkena kanker serviks. Dari 7 yang terkena kanker serviks, 5 orang (71,43%) diantaranya adalah pasien dengan riwayat melakukan hubungan seksual pertama kali (coitarche) pada usia < 20 tahun, sedangkan 2 orang (28,57%) lainnya riwayat berhubungan seksual pertama kali pada usia > 20 tahun. Rumusan Masalah “Adakah Hubungan antara Usia Coitarche dengan Kejadian Kanker Serviks di Poli Onkologi RSUD dr.Soetomo Surabaya?” Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi usia Coitarche di Poli Onkologi RSUD dr.Soetomo Surabaya 2. Mengidentifikasi kejadian kanker serviks di Poli Onkologi RSUD dr.Soetomo Surabaya 3. Menganalisis hubungan antara usia coitharce dan kejadian kanker serviks di Poli Onkologi RSUD dr.Soetomo Surabaya BAHAN DAN METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah Analitik Observasional dengan Case Control Study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita yang berobat di Poli Onkologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan usia coitarche < 20 th atau ≥20 th periode bulan Juni 2011 sebanyak 568 orang. Sampel diambil sebanyak 130 orang. Variabel independent adalah usia coitarche. Sedangkan Variabel dependent adalah kejadian kanker serviks. Pengumpulan data menggunakan lembar pengumpul data dan kuesioner. HASIL PENELITIAN Usia Reproduksi Responden Hampir seluruh responden yaitu 116 responden (89,23%) berusia >45 tahun.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
169
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Usia Coitarche Sebagian besar responden merupakan wanita yang usia coitarchenya < 20 tahun yaitu sebanyak 75 orang (57,69%) Kejadian Kanker Serviks Uteri Sebagian besar menderita kanker serviks uteri yaitu sebanyak 76 orang (58,46%). Hubungan Antara Usia Coitarche dengan Kejadian Kanker Serviks Uteri Dari 75 responden yang usia coitarchenya < 20 th, sebagian besar yaitu 53 responden (70,67%) terkena kanker serviks uteri. Sedangkan dari 55 responden yang usia coitarchenya ≥ 20 th, sebagian besar yaitu 32 responden (58,19%) tidak terkena kanker serviks uteri. PEMBAHASAN Dari hasil penelitian dapat diuraikan bahwa dari 130 responden sebagian besar usia coitarche pada usia < 20 th yaitu sebanyak 75 responden (57,69%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Diananda 2009 yang menyatakan bahwa semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Adanya kesesuaian antara teori yang sudah ada dengan kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan adanya hubungan antara usia coitarche dengan kejadian kanker serviks uteri. Dari fakta yang ada juga dapat dijelaskan bahwa sebagian besar berusia > 45 tahun yaitu sebanyak 116 responden (89,23%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Sukaca 2009 yang menyatakan bahwa usia 35-55 tahun memiliki resiko 2-3 kali lipat untuk menderita kanker serviks. Adanya kesesuain antara teori yang sudah ada dengan kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan bahwa adanya hubungan antara usia coitarche dengan kejadian kanker serviks uteri. Sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh hasil dari 75 responden yang usia coitarchenya < 20 th, sebagian besar yaitu 53 responden (70,67%) terkena kanker serviks uteri. Sedangkan dari 55 responden yang usia coitarchenya ≥ 20 th, sebagian besar yaitu 32 responden (58,19%) tidak terkena kanker serviks uteri. Hasil uji Chi-Square pada tingkat kemaknaan 0,05 dengan df=1 adalah 3,84. Oleh karena 2 χ hitung (10,86) > χ2 tabel (3,84), maka hipotesis nihil (H0) ditolak berarti terdapat hubungan antara usia coitarche dengan kejadian kanker serviks di Poli Onkologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Diananda (2009) yang menyatakan bahwa kanker serviks pada mereka yang berusia di bawah 20 tahun ke bawah bisa 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang telah berusia 20 tahun ke atas saat sudah melakukan hubungan seksual. Hal ini diduga karena belum matangnya alat – alat reproduksi pada usia < 20 tahun. Seorang perempuan dikatakan siap fisik jika telah menyelesaikan pertumbuhannya, yaitu diatas usia 20 tahun. Hal ini berkaitan erat dengan belum sempurnanya perkembangan organ reproduksi. Karena pada saat usia muda, sel-sel rahim masih belum matang. Sel-sel tersebut tidak rentan terhadap zat-zat kimia yang dibawa oleh sperma. Dan segala macam perubahannya. Jika belum matang, bisa saja ketika ada rangsangan sel yang tumbuh tidak seimbang dengan sel yang mati. Dengan begitu maka kelebihan sel ini bisa berubah sifat menjadi sel kanker (Sukaca,2009).
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
170
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada wanita dengan coitus pertama pada umur < 20 tahun. Insidensi tinggi juga ditemukan pada paritas tinggi, golongan ekonomi rendah, serta aktivitas seksual (hygiene seksual yang jelek) yang berganti-ganti pasangan (Hanifa W,1999). Walaupun demikian tentunya masih ada ketidaksesuaian antara teori dengan kenyataan yang ada di lapangan. Karena masih ditemukan pada responden yang usia coitarchenya ≥ 20 tahun masih terkena kanker serviks uteri. Menurut Sukaca (2009) banyak faktor lain yang memicu timbulnya kanker serviks uteri seperti hygiene, multipartner, pemakaian AKDR, infeksi, keadaan sosial ekonomi, usia 35-55 tahun , merokok, paritas, dan status gizi. Selain itu peneliti juga menemukan banyak faktor disekitar masyarakat yang secara tidak langsung turut berkontribusi pada munculnya kanker serviks, misalnya asap rokok, asap kendaraan, dan makanan berpengawet yang banyak beredar dan sering kali konsumen tidak menyadari. Dan kenyataan yang ada di lapangan bahwa responden masih sulit menghindari faktor – faktor tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Beberapa simpulan penelitian ini antara lain: 1) Sebagian besar responden di Poli Onkologi RSUD dr.Soetomo Surabaya usia coitarchenya < 20 tahun, 2) Sebagian besar responden di Poli Onkologi RSUD dr.Soetomo Surabaya menderita kanker serviks uteri, 3) Ada hubungan antara usia coitarche dengan kejadian kanker serviks uteri di Poli Onkologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Berdasarkan simuplan penelitian disarankan: 1) Bagi Peneliti Selanjutnya dengan adanya hubungan antara usia coitarche dengan kanker serviks uteri tetapi masih ada faktor lain penyebab terjadinya kanker serviks uteri sehingga bisa digunakan sebagai penelitian selanjutnya mengenai faktor–faktor terjadinya kanker serviks uteri, 2) Bagi masyarakat diharapkan mengerti dan sadar akan pentingnya deteksi dini. Khususnya wanita dewasa yang melakukan hubungan seks secara teratur, melakukan deteksi dini dengan pap smear test setiap dua tahun. Ini dilakukan sampai berusia 70 tahun DAFTAR PUSTAKA Alimul Hidayat, Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: EGC Arikunto, S. 2003. Proses Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Yogyakarta: Rineka Cipta Chulsum, U dan Novia, W. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Yoshiko Press Mamik. 2010. Organisasi dan Manajemen. Surabaya: Prins Media Publishing Manuaba. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan Rasjidi, Imam. 2007. Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdasarkan Evidence Base. Jakarta: EGC Sukaca, Bertiani E. 2009. Cara Cerdas Menghadapi Kanker Serviks (Leher Rahim). Yogyakarta: Genius Printika Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: YBPSP Diananda, Rama. 2009. Mengenal Seluk-Beluk Kanker. Yogyakarta: Katahati Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
171
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Notoatmodjo, Soekidjo.2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Laksman, Hendra T.2005. Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan Nursalam. 2008a. Pedoman Penulisan Skripsi, Thesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika . 2008b. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Mimbar Vol. 14 No. 3 Agustus 2010 Wardoyo, Hasto. 2011. Mengenal Kanker Serviks. http://www.infoceria.com/ -mengenal-kanker-serviks-penyakit-kanker.html (diakses 24 Maret 2011) Baskara, Yudha. 2011. Kanker Serviks. http://rsudrsoetomo.net/ ?mod= profil&aksi=isprofil&id=1 (diakses 24 Maret 2011).
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
172
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTEK BELAJAR MAHASISWI SEMESTER I DI AKBID MUHAMMADIYAH MADIUN Baruatun*, Rheny Widi Wardhani* ABSTRAK Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Banyak mahasiswa menganggap kuliah adalah sumber pengetahuan utama, sehingga berpengaruh pada sikap dan praktek belajar. Jenis penelitian ini adalah deskriptif pada total populasi yaitu 44 mahasiswi. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner, wawancara dan lembar observasi karena data yang diambil adalah data primer dan sekunder. Dapat disimpulkan bahwa semua responden berumur 18-22 tahun, dan sebagian besar responden mempunyai pengetahuan dan praktek belajar yang cukup yaitu 50%-75%, sikap belajar yang baik yaitu 76%-100%. Saran peneliti adalah perlu ditingkatkan sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar-mengaja. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Praktek *= Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun PENDAHULUAN Latar Belakang Mereka yang belajar di perguruan tinggi di tuntut untuk tidak hanya mempunyai ketrampilan teknis tetapi juga daya dan kerangka pikir serta sikap mental dan kepribadian tertentu sehingga mempunyai wawasan luas (www.suwarjono.2008.com). Bila belajar di perguruan tinggi tidak dapat mengubah wawasan dan perilaku akademis atau sosial pada saat mahasiswa lulus dari perguruan tinggi, mereka hanya bertambah atributnya (gelar). Apapun tujuan yang ingin dicapai melalui belajar di perguruan tinggi, harus di capai dalam bentuk kegiatan belajar mengajar yaitu kuliah. Kuliah merupakan bentuk interaksi antara dosen mahasiswa dan pengetahuan, hubungan ketiga faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan proses belajar (www.suwarjono.2008.com). Dari studi pendahuluan melalui wawancara kepada mahasiswi, pemahaman materi perkuliahan sangat kurang. Ini sesuai dengan hasil rekap nilai ujian akhir Semester I didapatkan 80% mempunyai nilai C. Untuk ketrampilan juga sangat kurang dikarenakan keaktifan mahasiswa untuk praktik mandiri di laboratorium sangat kurang dan hanya praktek dilaboratorium bila ada mata kuliah praktek laboratorium saja. Minat baca yang sangat kurang, dan kunjungan ke perpustakaan juga sangat kurang. Mahasiswa di Indonesia menganggap kuliah merupakan sumber pengetahuan utama, bahkan satu-satunya sehingga catatan kuliah merupakan jimat yang ampuh dan dosen merupakan dewa pengetahuan. Akibatnya, mahasiswa mempunyai perilaku untuk hanya datang,duduk,dengar dan catat (D3 C). Catatan kuliah dianggap sumber pengetahuan dan bahkan kalau perlu mahasiswa tidak perlu datang kuliah cukup dengan mengkopi saja catatan mahasiswa yang lain (www.AchsinEl-Qudsy.com).
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
173
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Fakta yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa waktu kuliah tatap (muka) adalah sangat pendek dan terbatas. Di pihak lain, cakupan materi kedalaman pemahaman tidak dapat diberikan secara seketika dalam waktu yang pendek. Untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu adanya keterlibatan antara perguruan tinggi sebagai penyedia sumber pengetahuan dan tempat belajar mengajar. Tentunya harus didukung oleh peran serta dari mahasiswa itu sendiri untuk keberhasilan daripada tujuan belajar mengajar.. Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah penggunaan metode mengajar yang tepat dan menggunakan metode yang melibatkan keaktifan mahasiswa, motivasi dan dukungan kepada mahasiwa untuk belajar dengan aktif, baik dengan cara meningkatkan minat baca dan kunjungan ke perpustakaan, serta memotivasi untuk menggunakan laboratorium sebagai media belajar yang efisien. Rumusan Masalah Bagaimanakah gambaran pengetahuan, sikap, praktek belajar mahasiswi Semester I di AKBID Muhammadiyah Madiun? Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi pengetahuan mahasiswi terhadap prestasi belajar di AKBID Muhammadiyah Madiun. 2. Mengidentifikasi sikap mahasiswi terhadap perilaku belajar di AKBID Muhammadiyah Madiun. 3. Mengidentifikasi Praktek mahasiswi terhadap perilaku belajar di AKBID Muhammadiyah Madiun. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dan dilaksanakan di AKBID Muhammadiyah Madiun di Kota Madiun dari bulan April sampai dengan bulan Juni 2010. Populasi penelitian adalah 45 mahasiswi Semester I AKBID Muhammadiyah Madiun, dan semuanya diambil sebagai sampel (total sampling). Variabel penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan praktek belajar mahasiswi. Data dikumpulkan dengan penyebaran kuesioner, wawancara dan observasi. Data dianalisis secara deskriptif berupa distribusi frekuensi yang dilengkapi dengan persentase. HASIL PENELITIAN Pengetahuan belajar mahasiswi Semester I di Akbid Muhammadiyah Madiun Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswi memiliki pengetahuan cukup (54,5%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Tentang Belajar Mahasiswi di Akbid Muhammadiyah Madiun NO 1 2 3 4
PENGETAHUAN Tidak Baik Kurang Baik Cukup Baik Total
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
FREKUENSI 5 12 24 3 44
PERSENTASE (%) 11,4 27,3 54,5 6,8 100 174
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Sikap mahasisiwi terhadap belajar di Akbid Muhammadiyah Madiun Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswi (56,8%) mempunyai sikap belajar yang baik. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Sikap Mahasisiwi Terhadap Belajar di Akbid Muhammadiyah Madiun NO 1 2 3 4
SIKAP Tidak Baik Kurang Baik Cukup Baik Total
FREKUENSI 0 0 19 25 44
PERSENTASE (%) 0 0 43,2 56,8 100
Praktek mahasisiwi tentang belajar di akbid Muhammadiah Madiun Tabel 4 Distribusi Frekuensi Praktek Mahasiswi Terhadap Belajar Mahasiswi di Akbid Muhammadiyah Madiun NO 1 2 3 4
PRAKTEK Tidak Baik Kurang Baik Cukup Baik
FREKUENSI 1 2 35 6 44
PERSENTASE (%) 2,3 4,5 79,6 13,6 100
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar (79,6%) mahasiswi melakukan praktek belajar yang cukup. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada 10 mahasiswi Semester I, mengenai belajar selama kuliah di akbid Muhammadiyah Madiun. 1. Jadwal belajar Dari hasil tabulasi wawancara dengan 10 mahasiswa tentang mengatur jadwal belajar didapatkan hasil: 5 mahasiswi (50%) membuat jadwal belajar sehari-hari, minimal 2-3 jam seh ari, 2 mahasiswi (20%) belajar apabila ada tugas yang banyak dari dosen, dan 3 mahasiswi belajar bila ada waktu. Kotak I - Membuat jadwal belajar belum 100% - Belajar 2 jam sehari - mempelajari ulang/ membaca sekilas - belajar bila ada tugas dari dosen - Bila ada luang belajar 2.Cara belajar yang baik untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Hasil wawancara 10 mahasiswi tentang cara belajar yang baik untuk mendapatkan hasil yang memuaskan: 6 (60%) mahasiswi mengatakan dengan cara membaca/ mengulang
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
175
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
kembali pelajaran, 2 (20%) mahasiswi belajar sebelum dan setelah kuliah, 2 (20%) mahasiswi belajar dengan santai tetapi serius. Kotak 2 - membaca/mengulang kembali pelajaran - belajar sebelum dan setelah kuliah - belajar secara teratur - santai tapi serius 3.Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar Hasil wawancara dari 10 mahasiswi tentang faktor–faktor yang mempengaruhi belajar: 4 (40%) mahasiswi mengatakan faktor yang mempengaruhi belajar karena adanya kemauan untuk belajar, 2 (20%) mahasiswi cara penyampaian materi yang menarik yang dapat mempengaruhi untuk belajar, 2 (20%) mahasiswi belajar bila ada tugas dari dosen, 2 (20%) mahasiswi faktor ekstern (malas,menunda-nunda) dan intern (pikiran) dapat mempengaruhi belajar. Kotak 3 - Faktor intern (malas, menunda-nunda) dan faktot ektern (pikiran : masalah, mood) - Konsentrasi, kecapaian, keadaan - Cara penyampaian materi yang menyenangkan, tugas dari dose 4.Cara belajar-mengajar yang mudah dipahami Hasil wawancara dari 10 mahasiswi tentang cara belajar-mengajar yang mudah dipahami: 3 mahasiswi (30%) mengatakan cara mengajar yang mudah dipahami adalah setelah diterangkan dosen kemudian di praktekkan, 3 mahasiswi (30%) mengajar jangan membaca terus, 2 mahasiswi (20%) materi jangan banyak, penjelasan secara detail dan diberi contohcontoh, 2 (20%) mahasiswi sering diadakan pre test dan post tes diluar ujian semester. Kotak 4 - Serius tapi santai dan tidak membaca terus dan materi jangna banyak - Diterangkan dan perlu dipraktekkan - Langsung praktek - Penjelasan secara detail dan disertai contoh-contoh yang nyata - serting diadakan tes tulis diluar ujian semester 5.Motivasi belajar setiap hari Hasil wawancara 10 mahasiswi tentang motivasi belajar: 4 mahasiswi (40%) ingin menjadi bidan yang profesional, 3 mahasiswi (30%) karena keluarga terutama orang tua, 2 mahasiswi (20%) untuk memperoleh prestasi belajar yang memuaskan, dan 1 mahasiswi (10%) karena pacar yang memberi semangat untuk belajar. Kotak 5 - Kelurga terutama orang tua - ingin jadi bidan yang profesional dan membantu orang lain - Prestasi belajar yang baik dan ingin menunjukan bahwa saya bisa - Pacar 6.Aktivitas belajar Hasil wawancara 10 mahasiswi tentang aktivitas belajar: 4 mahasiswi (40%) suasana yang tenang sehingga dapat berkonsentrasi untuk belajar, 2 mahasiswi (20%) belajar dengan Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
176
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
membaca sambil mendengarkan musik mudah dipahami, 2 mahasiswi (20%) belajar dengan mencari informasi melalui internet, 2 mahasiswi (20%) belajar dengan materi yang tidak banyak yang mudah dipahami. Kotak 6 - Belajar sendiri, cari informasi materi sendiri lewat internet - membaca sambil mendengarkan musik - Dosen yang menyenangkan dan diselengi bercanda - suasana tenang sehingga bisa konsentrasi - Materi tidak banyak sehingga mudah saya pahami 7.Kunjungan keperpustakaan Hasil wawancara 10 mahasiswi tentang kunjungan keperpustakaan: 6 mahasiswi (60%) mengatakan buku-buku yang ada diperpustakaan jumlahnya terbatas, 2 mahasiswi (20%) ruangan perpustakaan kurang nyaman, kursi terbatas, 2 mahasiswi (20%) waktu istirahat yang pendek yang berebenturan dengan waktu sholat. Kotak 7 - Waktu istirahat berbenturan dengan waktu sholat - Buku terbatas, tempat kurang nyaman, berdebu, kursi terbatas dan ruangan sempit - Tidak ada teman untuk keperpustakaan, malas PEMBAHASAN Pengetahuan Belajar Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan belajar terbanyak adalah cukup. Menurut Dalyono (2001) belajar bertujuan untuk menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu, sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil “Tahu” dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan yang didapat yang akhirnya mempengaruhi pola fikir dan nalar (Depkes RI, 1990). Dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo , 2003). Sikap Belajar Sebagian besar responden mempunyai sikap belajar adalah baik. Menurut Ganda (2004) ditinjau dari segi fisik, mahasiswa sudah mencapai kedewasaan dan perkembangan pikirannya pun sudah mencapai tingkat kematangan, maka ia telah memiliki kesadaran untuk menentukan sikap dirinya serta mampu bertanggung jawab terhadap sikap dan langkah perilakunya dalam dunia ilmiah. Sikap yang baik sampai dengan cukup baik didukung oleh usia responden yang seluruhnya tergolong usia muda dan dewasa, hal ini memungkinkan seseorang berfikir ia mampu mengambil sikap. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin cukup umur, seseorang lebih matang emosinya, pola pikir, pengetahuan dan kenyakinannya (Notoatmodjo, 2003). Menurut depkes RI (1990) semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan yang dapat mempengaruhi pola fikir dan nalar. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), di dalam pembentukan sikap yang utuh pengetahuan, pola fikir, keyakinan dan emosi sangat memegang peranan penting. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
177
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Praktek Belajar Sebagian besar mahasiswi memiliki praktik belajar cukup dan baik. Keadaan ini didukung oleh pengetahuan dan sikap responden. Apabila responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang belajar dan ditunjang sikap yang baik pula, maka responden tersebut akan mempunyai praktek belajar yang baik pula. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin baik pengetahuan dan sikap seseorang maka semakin baik pula prakteknya dalam melakukan sesuatu (www.perilaku kesehatan.co.id). Sedangkan praktek yang kurang baik dan tidak baik ini dipengaruhi oleh faktor-faktor belajar baik faktor internal (motivasi,minat, cara belajar ) maupun faktor-faktor eksternal (keluarga) (Dalyono, 2001). Menurut Dalyono (2001), belajar tanpa kesiapan fisik, mental dan perlengkapan akan banyak mengalami kesulitan, akibatnya tidak memperoleh hasil yang baik. Menurut Ahmadi (2004) setiap individu memiliki keunikan sehingga dalam proses belajarnya pun terdapat keunikan pula. Sehingga ada murid yang cepat dalam belajar, ada yang lambat, ada yang kreatif, semua karena keunikan individu masing masing. Thorndike mengemukakan tiga prinsip atau hukum dalam belajar yaitu: belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut, banyak latihan dan ulangan, dan mengetahui dan mendapatkan hal yang baik (http/mjiiesholl.multiply.com). Jadwal Belajar Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswi (50%) membuat jadwal belajar sehari- hari minimal 2-3 jam sehari. Yudibrata (2002) mengatakan kegiatankegiatan yang positif tentu mengandung tujuan yang positif dan tujuan dapat dicapai dengan pelaksanaan yang terencana. Merencanakan belajar merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keberhasilan yang mulus. Kegiatan kuliah sehari- hari harus dipersiapkan malam sebelumnya sehingga berangkat kuliah dengan penuh persiapan serta tekad sesuai dengan tujuan. Membawa peralatan kuliah dengan seingatnya atau dadakan adalah kurang layak bagi mahasiswa yang mendambakan keberhasilan (Yudibrata, 2002). Cara Belajar Yang Baik Untuk Mendapatkan Hasil Yang Baik Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswi (60%) menggunakan cara belajar membaca/mengulang kembali materi pelajaran yang kemarin diberikan oleh dosen. Cara belajar seseorang akan mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya, dan belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis dan ilmu kesehatan, akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Dalyono, 2001). Cara belajar yang baik adalah kecakapan yang dapat kita miliki dengan jalan latihan tetapi keteraturan belajar dan disiplin harus ditanam dan dikembangkan dengan kemauan dan kesungguhan. Cara belajar yang baik dan menjadi kebiasaan maka tidak ada lagi resep-resep lain yang harus diperhatikan waktu belajar. Menurut Widayatun (1999) Belajar itu mengulang-ulang ingatan, sehingga dengan sering membaca ulang materi kuliah akan memiliki ingatan hal yang kita pelajari. Hai ini sesuai dengan teori yang menyatakan Belajar di perguruan tinggi harus dibarengi dengan membaca rutin dan tidak harus lebih 2 jam dalam 1 waktu tertentu (Widayatun, 1999). Menurut pendapat Gestalt perbuatan belajar tidak berlangsung seketika, tetapi berlangsung berproses kepada hal-hal yang essensial, sehingga aktivitas belajar akan menimbulkan makna yang berarti
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
178
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
(www.suwardjono.com). Belajar yang dikatakan efektif adalah belajar sebelum kuliah dan selesai kuliah (Widayatun, 1999). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Belajar Hasil wawancara tentang faktor-faktor yang mempengaruhi belajar didapatkan bahwa sebagian besar (40%) adalah kemauan untuk belajar. Dalyono (2001) mengatakan bahwa orang yang belajar harus memiliki kesungguhan untuk melaksanakannya, sebab biarpun seseorang sudah memiliki kematangan, kesiapan serta mempunyai tujuan yang konkret dalam melakukan kegiatan belajar tetapi kalau tidak bersungguh-sungguh. Belajar asal ada saja, akibatnya tidak memperoleh hasil yang memuaskan. Minat belajar yang cenderung besar merupakan modal yang besar dan akan menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah (Dalyono, 2001). Menurut Dalyono (2001) kualitas guru, metode mengajar, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Sehingga dengan media pembelajaran yang tepat akan mudah di pahami dan dimengerti oleh mahasiswa. Berhasil tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan faktor dari dalam diri orang yang belajar (internal) dan dari luar dirinya (eksternal). Cara Belajar – Mengajar Yang Mudah Dipahami Hasil wawancara tentang cara belajar- mengajar yang mudah dipahami, menunjukkan bahwa sebagian besar adalah diterangkan kemudian dipraktekkan dan cara mengajar jangan membaca terus. Menurut Rousseeau dalam Dalyono (1992) kegiatan belajar dalam memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, dengan bekerja sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Menurut sudijono (1996) hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar belajar psikomotor apabila peserta didik telah dapat menunjukan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif. Helen Parkhurst dalam Dalyono (1992) menegaskan bahwa ruang kelas harus diubah/ diatur sedemikian rupa menjadi laboratorium pendidikan yang mendorong anak didik bekerja sendiri. Ganda (2004) menyatakan bahwa cara dosen menyajikan perkuliahan sedikit banyak memberi pengaruh kepada cara belajar mahasiswanya, karena penyajian yang penuh tanggung jawab memberi angin baik terhadap proses belajar. Suara, cara bicara, dan perilaku mengajar yang baik setidak-tidaknya akan memberikan dampak positif kepada para mahasiswa. Menurut Sudijono (1996), evaluasi proses pelaksanaan pengajaran mencakup: peranan bimbingan dan penyuluhan terhadap siswa yang memerlukannya, komunikasi dua arah antara guru dan murid selama proses pembelajaran berlangsung dan pemberian tugastugas kepada siswa dalam rangka penerapan teori-teori yang diperoleh didalam kelas. Pemberian pre test dan post test dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana materi atau bahan pelajaran telah dikuasai oleh para peserta didik (Sudijono, 1996). Motivasi Belajar Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswi (40%) mempunyai motivasi ingin menjadi bidan yang profesional. Widayatun (1999) menyatakan bahwa motivasi bisa datang dari dalam diri individu itu sendiri disebut motivasi instrinsik, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datangnya dari luar. Menurut Dalyono (2001) motivasi intrinsik Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
179
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
yaitu dorongan yang datang dari hati sanubari, umumnya karena kesadaran akan pentingnya sesuatu. Atau dapat juga karena dorongan bakat apabila ada kesesuaian dengan bidang yang dipelajari. Sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu dorongan yang datang dari luar diri (lingkungan), misalnya dari orang tua, guru, teman-teman dan anggota masyarakat. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan. Seseorang yang belajar dengan motivasi kuat, akan melaksanakan semua kegiatan belajarnya dengan sungguh-sungguh, penuh gairah atau semangat, sebaliknya belajar dengan motivasi yang lemah, akan malas bahkan tidak mau mengerjakan tugas-tugas yang behubungan dengan pelajaran ( Dalyono, 2001). Aktivitas Belajar Hasil wawancara tentang aktivitas belajar menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswi mengatakan perlu suasana tenang sehingga dapat berkonsentrasi untuk belajar. Menurut Dalyono (20011), keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat penting dalam mempengaruhi prestasi belajar, dan tempat yang sepi dengan iklim yang sejuk akan dapat menunjang proses belajar. Sebuah syarat untuk dapat belajar dengan sebaik-baiknya adalah tersedianya tempat belajar. Tata ruang belajar, letak meja hendaknya menghadap ketembok agar lebih konsentrasi pada apa yang kita pelajari (www.suwardjono.com.id). Mahasiswa dalam menuntut ilmu harus konsentrasi dalam belajarnya karena tanpa konsentrasi tidak mungkin kita menguasai mata kuliah yang sedang kita pelajari. Sukses dalam studi tidak semata-mata bergantung pada banyaknya waktu belajar yang dipergunakan, melainkan pada intensitas konsentrasi yang diciptakan (www.suwardjono.com). Panjangnya bahan pelajaran berhubungan dengan jumlah bahan pelajaran, semakin panjang bahan pelajaran, semakin panjang pula waktu yang diperlukan oleh individu untuk mempelajari. Bahan yang terlalu panjang atau terlalu banyak dapat menyebabkan kesulitan individu dalam belajar (Ahmadi dan supriyono, 2004). Kesulitan belajar individu itu tidak semata-mata karena panjangnya waktu untuk belajar, melainkan lebih karena faktor kelelahan serta kejemuan dalam menghadapi atau mengerjakan bahan yang banyak. Ahmadi dan Supriyono (2004) menyatakan bahwa membaca buku pelajaran sambil berbaring santai dan mendengarkan musik bukan aktivitas belajar, dikatakan belajar adalah aktif, dan membaca untuk keperluan belajar hendaknya dilakukan di meja belajar. Kunjungan Keperpustakaan Hasil wawancara tentang kunjungan keperpustakaan, menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswi mengatakan jumlah buku yang terdapat diperpustakaan jumlahnya terbatas. Tidak ada belajar yang dilaksanakan tanpa pembacaan dan gudang bacaan adalah perpustakaan. Kita harus meluangkan waktu untuk mngunjungi perpustakaan universitas ataupun perpustakaan-perpustakaan lainnya yang dapat membantu dalam proses pembelajaran (www.suwardjono.com.id). Dengan adanya perpustakaan kita dapat mencari bahan atau materi untuk melengkapi dan menjawab tugas yang dikerjakan. Perpustakaan yang serba lengkap dengan berbagai buku yang diperlukan dapat memudahkan belajar dengan aktif , serta tampat atau ruang yang bersih dan nyaman setidak- tidaknya akan membantu mahasiswa belajar dengan aktif, demikian pula halnya meja, kursi, kesegaran udara akan mendorong mahasiswa belajar dengan aktif (Ganda, 2004). Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
180
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
Hasil Observasi Dari hasil observasi yang dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut: sebagian besar mahasiswi jarang atau tak pernah ke keperpustakaan karena jumlah buku yang terbatas, tempat kurang nyaman dan malas. Dilihat dari keaktifan daripada mahasiswi selama proses belajar mengajar ternyata sebagian besar pasif bertanya. Keaktifan praktek dilaboratorium sangat jarang karena tidak ada teman dan waktu istirahat pendek. Sebagian besar jumlah presensi mahasiswi ≤80%-100%. Kita harus meluangkan waktu untuk mngunjungi perpustakaan universitas ataupun perpustakaan-perpustakaan lainnya yang dapat membantu dalam proses pembelajaran (www.suwardjono.com.id). Ganda (2004) mengatakan bahwa sumber perpustakaan tidak terbatas pada perpustakaan yang ada dikampusnya saja, tetapi juga dirumah dosen, rumah teman, instansi-instansi, perpustakaan umum. Dengan adanya perpustakaan kita dapat mencari bahan atau materi untuk melengkapi dan menjawab tugas yang dikerjakan. Perpustakaan yang serba lengkap dengan berbagai buku yang diperlukan dapat memudahkan belajar dengan aktif , sarana tampat atau ruang yang bersih dan nyaman setidak- tidaknya akan membantu mahasiswa belajar dengan aktif, demikian pula halnya meja, kursi, kesegaran udara akan mendorong mahasiswa belajar dengan aktif (Ganda, 2004). Cara Belajar siswa aktif yaitu dengan meningkatkan keterlibatan mental dan salah satu kriteria keterlibatan dalam bentuk sampai berapa jauh mahasiswa secara aktif melakukan eksplorasi terhadap kepustakaan sebagai sumber yang dapat digunakan untuk memecahkan masalahmasalah yang dihadapi. Derajat keterlibatan mahasiswa dalam menggunakan kepustakaan ada kaitannya dengan fasilitas yang disediakan di perpustakaan, stimulasi yang diberikan oleh dosen dalam proses belajar- mengajar, dan seluruhnya akan berpengaruh pada prestasi belajar (www.kepustakaan.com). Bagi semua mahasiswa harus berupaya untuk menyukai setiap mata kuliah dengan sama rata, jangan memperendah atau mengecilkan peranan salah satu atau beberapa mata kuliah. Dengan begitu akan selalu bersungguh-sungguh terhadap segala mata kuliah sehingga memudahkan proses belajar (Ganda, 2004). Menurut Ahmadi dan Supriyono (2001) dalam proses belajar mengajar di sekolah sering ada ceramah atau kuliah dari guru atau dosen, tugas mahasiswa adalah mendengarkan secara aktif dan bertujuan. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara guru dengan peserta didik, di mana pemberian informasi dari guru kepada peserta didik tanpa mengembangkan gagasan kreatif peserta didik, melainkan melalui komunikasi timbal balik antara guru dan peserta didik dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat aktif dalam belajar baik mental, intelektual, emosional, maupun fisik agar mampu mencari dan menemukan pengetahuan, sikap dan ketrampilan (Munir, 2008). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Semua responden rata-rata berumur 18-22 tahun 2. Pengetahuan belajar sebagian besar mahasiswi Semester I di Akbid Muhammadiyah Madiun adalah cukup . 3. Sikap belajar sebagian besar mahasiswi Semester I di Akbid Muhammadiyah Madiun adalah baik.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
181
Volume II Nomor 3, Juli 2011
ISSN: 2086-3098
4. Praktek belajar sebagian besar mahasiswi Semester I di Akbid Muhammadiyah Madiun adalah cukup. 7.2 Saran 1. Diharapkan mahasiswi memiliki pengetahuan, sikap dan praktek belajar yang baik untuk meningkatkan prestasi belajar. 2. Diharapkan institusi pendidikan lebih meningkatkan sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar-mengajar. 3. Diharapkan Perlu dilakukan peneltian selanjutnya untuk menyempurnakan hasil yang didapat. DAFTAR PUSTAKA Arikunto S, 1998. Prosedur Penelitian. Rineke Cipta.Yogyakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Rineka Putra. Jakarta Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineke Cipta, Jakarta. Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika, Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan ilmu Perilaku. Rineke Cipta, Jakarta. Tri Rusmi W. 1999. Ilmu Perilaku. PT. Fajar Interpratama. Jakarta. Heri Purwanto, 1999. Pengantar Perilaku Manusia. EGC.Jakarta http://www.Suwardjono.com/upload / perilaku belajar. di PT (Diakses 16 oktober 2009) Achsin.multiply.com// perilaku belajar mahasiswa di indonesia. (Diakses 12 oktober 2009) http://mjieshool.multiply.com / journal. (Diakses 27 agustus 2008) Iskandar. Psikologi Pendidikan.Gaung persada (GP) press. Jakarta. Ahmadi dan Supriyono.2004. Psikologi Belajar.Rineke Cipta.Jakarta Ganda, Yahya. 2004. petunjuk Praktis cara Belajar Mahasiswa belajar. PT Grasindo. Jakarta Dalyono, M.2001 .Psikologi Pendidikan. Rineke Cipta. Jakarta. Munir, T.2008.Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dn komunikasi. Alfabeta. Bandung. Sardiman, A.M.1992.Interaksi dan motivasi Belajar mengajar. Rajawali Pers. Jakarta. Sudijono, A.1996. pengantar Evaluasi pendidikan. Rajagravindo Persada. Jakarta
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
182