Paradigma Baru Perencanaan Wilayah Pesisir, Pulau Kecil dan Sumberdaya Perikanan di Indonesia : Pemukiman di atas laut 1 1 2 A. Hartoko , M.Helmi , L. Trinaldo 1
) Fak Perikanan dan Ilmu Kelautan. Email :
[email protected] 2 )Dinas Perikanan Propinsi RIAU
ABSTRAK Selama ini dalam sistem pengajaran dibidang perencanaan wilayah atau ’spatial planning’ selalu didasarkan pada suatu pengertian bahwa perencanaan dilakukan pada suatu permukaan daratan. Maka parameter spasial yang digunakan adalah data kontur permukaan tanah. Namun ternyata kenyataan dilapangan yang terjadi dan dapat kita pelajari untuk kondisi di Indonesia tidaklah selalu demikian. Salah satu contoh yang akan dibahas dalam makalah ini adalah kondisi dan kenyataan yang terjadi di pulau Panipahan. Pulau ini adalah pulau dataran rendah, dengan pantai yang sangat landai, perairan keruh dan sedimentasi yang tinggi, serta mempunyai kisaran pasang surut yang ekstrem yaitu sekitar 5 meter. Segaian besar penduduknya adalah nelayan, baik nelayan kecil maupun nelayan besar, penampung ikan, pengolah dan pengekspor produk perikanan. Dengan moda transportasi utama adalah perahu, motor boat, dan kapal besar. Maka yang terjadi adalah bahwa karena kondisi alam pulau yang demikian itu mereka membuat, membangun hunian/ rumahnya semua diatas laut dengan penyangga tiang, atau dapat dikatakan bahwa rumahnya diatas laut. Kawasan ini secara administrasi mencakup satu kecamatan. Semua bangunan mulai dari lahan pantai terdepan adalah ’gudang ikan’/cold storage, pelabuhan penumpang dan barang, pos LANAL TNI-AL, rumah makan, penginapan, pasar, bengkel, masjid, vihara dan lainya semuanya adalah berdiri diatas tiang diatas laut. Rasanya kondisi ini adalah contoh pemukiman yang sangat khas dan tidak banyak dijumpai di Indonesia atau bahkan didunia. Data yang digunakan dalam menganalisa dan membahas dalam studi ini adalah data kontur permukaan daratan pesisir yaitu data Digital Elevation Model (DEM) dari data satelit SRTM, data kedalaman pantai atau data batimetri, serta data kisaran pasang-surut air laut setempat. Analisa spasial yang dilakukan adalah analisa 2dimensi (2D), analisa 3-dimensi (3D) serta ’overlay’ 3-D citra DEM pada citra batimetri. Observasi dan pengumpulan data lapangan tentang jenis infrastruktur pantai dan pemukiman yang ada di pulau Panipahan. Berdasarkan ciri khas dan kebutuhan spesifik di pulau Panipahan dan karakter oseanografis spesifik yaitu kisaran pasang-surut, maka diperoleh suatu proses pembelajaran perencanaan wilayah pemukiman di atas laut yang spesifik.
Kata kunci : perencaan wilayah, pemukiman, diatas laut
Prosiding Seminar Nasional. PIT XVIII MAPIN. 2011. ISBN : 978-602-988-983-3
Pendahuluan Selama ini dalam sistem pengajaran dibidang perencanaan wilayah atau ’spatial planning’ selalu didasarkan pada suatu pengertian bahwa perencanaan dilakukan pada suatu permukaan daratan. Maka parameter spasial yang digunakan adalah data kontur permukaan tanah atau lahan pesisir (Hartoko, 2004a and 2004b). Namun ternyata kenyataan dilapangan yang terjadi dan dapat kita pelajari untuk kondisi di Indonesia tidaklah selalu demikian. Salah satu contoh yang akan dibahas dalam makalah ini adalah kondisi dan kenyataan yang terjadi di pulau Panipahan. Pulau ini adalah pulau dataran rendah, dengan pantai yang sangat landai, perairan keruh dan sedimentasi yang tinggi, serta mempunyai kisaran pasang surut yang ekstrem yaitu sekitar 4,5 meter.
Segaian besar
penduduknya adalah nelayan, baik nelayan kecil maupun nelayan besar, penampung ikan, pengolah dan pengekspor produk perikanan. Dengan moda transportasi utama adalah perahu, motor boat, dan kapal besar. Maka yang terjadi adalah bahwa karena kondisi alam pulau yang demikian itu mereka membuat, membangun hunian/ rumahnya semua diatas laut dengan penyangga tiang, atau dapat dikatakan bahwa rumahnya diatas laut. Kawasan ini secara administrasi mencakup satu kecamatan. Semua bangunan mulai dari lahan pantai terdepan adalah ’gudang ikan’/cold storage, pelabuhan penumpang dan barang, pos LANAL TNI-AL, rumah makan, penginapan, pasar, bengkel, tempat ibadah : masji dan, vihara dan lainya semuanya adalah berdiri diatas tiang diatas laut. Tiang yang dipakai adalah tiang beton dan tiang kayu lokal, dan antar bangunan, jalan, infrastruktur tiang listrik pada akahirnya saling terhubung satu dengan lainnya, sehingga membentuk suatu ’lahan pemukiaman diatas tiang’.
Rasanya kondisi ini adalah contoh pemukiman yang sangat khas dan
tidak banyak dijumpai di Indonesia atau bahkan didunia. Secara umum definisi perencanaan wilayah dikatakan Arlinghaus, Sandra (1995) The act of planning may be predicated on such an attempt, especially when the balance between human and environmental needs is tipped strongly toward the human side. At a very general level, planning is how to use the Earth's surface involves what space to use and when to use it. The "what" issues are those that involve spatial planning; they typically involve the concept of scale. The "when" issues involve temporal planning; they typically involve the concept of sequence. This article attemps to derive some principles derived from these observations of "what" and "when.". Secara nasional pokok pokok acuan prencanaan wilayah telah dimandatkan seperti dalam UU No. 26 dan 27 tahun 2007, Keppres No.62 tahun 2000, serta dalam Perpres 24 tahun 2007 tentang Perencanaan Wilayah – Renstra dan Zonasi Pulau. Lebih jauh konsep untuk perencanaan wilayah pesisir dan laut adalah pertimbangan “ecosystem based” yang berbeda untuk kondisi darat (Hartoko, 2004a dan 2004b; Fanny Douvere and Charles N. Ehler, 2006). Sedangkan M. PUSHPARAJAH (2005) menyampaikan konsep Coastal Protection and Spatial Planning.
A.Hartoko, dkk. PIT Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) XVIII. Juni 2011. Undip Semarang
2
Materi dan Metoda Data yang digunakan dalam menganalisa dan membahas dalam studi ini adalah data kontur permukaan daratan pesisir yaitu data Digital Elevation Model (DEM) dari data satelit SRTM, data kedalaman pantai atau data batimetri menggunakan contoh data pulau Karimunjawa, serta data kisaran pasang-surut air laut pulau Panipahan. Analisa spasial yang dilakukan adalah analisa 2dimensi (2D), analisa 3-dimensi (3D) serta ’overlay’ 3-D citra DEM pada citra batimetri (Hartoko 2004a dan 2004b). Observasi dan pengumpulan data lapangan tentang jenis infrastruktur pantai dan pemukiman yang ada di pulau Panipahan.
Analisis potensi pemukiman berdasarkan strata
kedalaman pantai, dll.
Hasil dan Pembahasan
Dalam rangka menelaah pemukiman diatas laut ini ditinjau dari aspek perencanaan wilayah, maka kita perlu ’menyesuaikan’ pola pikir kita (shifting of mindset) dari data dasar kontur daratan menjadi
’lahan pantai’ atau ’lahan diatas laut’.
Berdasarkan hasil observasi dan inventarisasi
lapangan di pulau Panipahan diperoleh beberapa hal penting yaitu (1). Kegiatan utama penduduk adalah pada sektor perikanan, atau berprofesi sebagai nelayan serta kegiatan lain yang berhubungan dengan produk perikanan (2). Moda dan jenis alat transportasi utama adalah perahu dan kapal motor (3). Wilayah pemukiman adalah suatu daratan pulau kecil yang sempit, dataran rendah dan (4). Mempunyai kisaran pasang-surut air laut yang ‘ekstrem’ dan diperkirakan tertinggi di Indonesia yaitu 5 – 6 meter. Jenis infrastruktur dan pemukiman yang ditemui, yang semuanya berdiri diatas tiang dan diatas laut adalah : pelabuhan, Pos LANAL – TNI AL, gudang-ikan, masjid, vihara, (Gambar 1), serta infrastruktur ‘kanal pelayaran, tiang listrik, boat-yard’, bengkel, rumah makan, penginapan, pasartradisional, kantor kecamatan, kantor polisi/ POLSEK seperti pada Gambar 2. Serta gambaran fasad halaman depan, belakang, samping hunian dan sarana air bersih (Gambar 3). Tidak kalah pentingnya adalah data kisaran pasang-surut air laut setempat. Perairan dipantai P.Panipahan mempunyai kisaran pasang surut air laut sekitar 5m, diperkirakan yang tertinggi di Indonesia. Tempat lain di Indonesia yang mempunyai kisaran pasang surut tinggi diantaranya adalah Selat Panjang Bengkalis sekitar 3,5m dan Bontang (Kaltim) sekitar 4 m. Secara teoritis tempat-tempat yang terletak di garis katulistiwa/ ekuator atau Lintang nol derajad akan menerima gaya pembangkit pasang berupa gaya sentrifugal akibat rotasi bumi yang terbesar yaitu pada jari-jari bumi terbesar yaitu di katulistiwa. Sesuai dengan teori ini kota yang terletak di wilayah garis katulistiwa adalah Rengat, Pontianak, Bontang, Pare-Pare dan Ternate. Namun kenyataannya yang mempunyai kisar pasang-surut terbesar justru di P.Panipahan yang terletak pada garis 1 derajad Lintang Utara (LU). Berdasarkan data pasang-surut kita harus mengetahui level air surut terendah, air laut rata-rata (mean sea level/MSL) dan permukaan air laut tertinggi (highest tide level). A.Hartoko, dkk. PIT Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) XVIII. Juni 2011. Undip Semarang
3
Gambar 1. Infrastruktur Pelabuhan, Gudang-ikan, Pos LANAL TNI-AL, Masjid dan Vihara diatas laut di P.Panipahan
Gambar 2. Infrastruktur ‘boat-yard’ dan kanal pelayaran
A.Hartoko, dkk. PIT Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) XVIII. Juni 2011. Undip Semarang
4
Gambar 3. Fasad halaman depan, belakang, samping hunian dan sarana air bersih di P.Panipahan Titik surut air laut terendah dapat digunakan untuk merancang kedudukan dasar atau kedalaman kanal, alur pelayaran, kedudukan dasar ’dock-yard’, level dermaga pada saat air surut, dll. Sedang
titik air laut pasang digunakan untuk penentuan level dermaga pada saat air pasang;
penentuan level lantai rumah/hunian, rumah ibadah, ’boat-yard’, ketinggian jalan lingkungan dll yaitu dengan jarak sekitar 1m diatas air laut pasang tertinggi. Untuk kondisi seperti pada pemukiman diatas laut ini data sapasial yang harus digunakan dan dipadukan tidak hanya data kontur permukaan tanah pesisir atau Digital Elevation Model (DEM), namun juga harus mengacu pada data kedalaman pantai dan laut atau data batimetri (Gambar 4 dan 5). Data kontur DEM dapat dipakai untuk pemilihan lokasi hunian, yaitu kontur permukaan relatif datar. Data kontur kedalaman pantai/ batimetri dipakai untuk pemilihan wilayah pesisir dengan kemiringan kedalaman atau slope tidak terlalu curam atau terlalu dalam. Maka kemudian dibuat citra tiga dimensi (3D) kedalaman seperti Gambar 4, 5 dan pemilihan area pantai yang landai seperti Gambar 6. Selanjutnya pada citra data batimetri sebaiknya dilakukan analisa spasial jenis substrat dasar (pasir, lempung, liat), sebaran dan jenis habitat pantai (padang lamun, terumbu karang, dll) dan dintegrasikan antara data kontur darat (DEM) – habitat pantai, jenis substrat – dan kontur kedalaman/ batimetri (Gambar 7 dan 8). Analisa jenis sebaran substrat atau analisa sebaran habitat ini penting, karena apabila tidak diketahui memilih Pantai dan kontur kedalaman dengan slope curam akan memerlukan tiang pancang yang tinggi, kesulitan dalam proses pemancangan tiang dan resiko gempuran energi gelombang yang besar pada waktu musim baratan. Setelah integrasi data kontur darat (DEM) - data kontur kedalaman/ batimetri – analisa jenis habitat atau jenis substrat dasar, maka selanjutnya dapat dilakukan proses pemilihan wilayah (zonasi) area A.Hartoko, dkk. PIT Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) XVIII. Juni 2011. Undip Semarang
5
untuk alur pelayaran, ’approach-canals’, dermaga, dock-yard’, lokasi pelabuhan, bongkar muat ikan, handling ikan, gudang penyimpanan ikan, pemukiman dan seterusnya beserta luasan masing-masing sub-zona (Gambar 9). Sebagai gambaran potensi sumberdaya perikanan yang ada diwilayah selat Malaka Riau termasuk didalamnya dari pulau Panipahan yang terdiri atas Kab Rokan Hilir, Bengkalis, Dumai dan Siak ini mencapai nilai sekitar Rp 566 miliar tahun 2009, terutama dihasilkan oleh Kab Rokan Hilir dengan nilai produksi sebesar Rp 473 miliar dan sebagaian besar adalah produk ekspor ke Malaysia dan Singapura (Dinas Perikanan dan Kelautan, Prop Riau, 2010).
Gambar 4. Kontur darat /Digital Eelevation Model (kiri) dan kontur kedalaman/ batimetri (kanan)
Gambar 5. Citra data batimetri wilayah datar terpilih (kiri) dan citra 3-D (kanan) A.Hartoko, dkk. PIT Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) XVIII. Juni 2011. Undip Semarang
6
Gambar 6. Analisis batrimetri dengan kontur landai (kiri) dan kontur curam (kanan)
Gambar 7. Citra integrasi data kontur darat/DEM dan kontur kedalaman
A.Hartoko, dkk. PIT Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) XVIII. Juni 2011. Undip Semarang
7
Gambar 8. Analisis spektral untuk jenis habitat dan kontur darat (kiri), overlay data QuickBird (kanan)
Gambar 9. Identifikasi perkiraan zona pemukiman dan luasan terpilih A.Hartoko, dkk. PIT Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) XVIII. Juni 2011. Undip Semarang
8
Kesimpulan Pengolahan data yang dilakukan adalah image prosesing dan integrasi data kontur permukaan daratan pesisir yaitu data Digital Elevation Model (DEM) dari data satelit SRTM, data kedalaman pantai atau data batimetri, serta data kisaran pasang-surut air laut setempat. Analisa spasial yang dilakukan adalah analisa 2-dimensi (2D), analisa 3-dimensi (3D) serta ’overlay’ 3-D citra DEM pada citra batimetri, analisa spasial jenis substrat dan habitat pesisir, observasi dan pengumpulan data lapangan tentang jenis infrastruktur pantai dan pemukiman yang ada di pulau Panipahan. Konsep analisis berdasarkan ciri khas dan kebutuhan spesifik di pulau Panipahan serta karakter oseanografis spesifik yaitu kisaran pasang-surut, maka diperoleh suatu proses pembelajaran perencanaan wilayah pemukiman di atas laut yang spesifik.
Ucapan Terima Kasih Penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu seperti rekan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Prop Riau, Bagan Siapi-api, Pelabuhan Bagan dan Panipahan dalam pengaturan perjalanan, akomodasi dan pengumpulan data lapangan maupun data satelit DEMSRTM pulau Karimunjawa dari LAPAN.
Pustaka Hartoko,A. 2004a. Supply of Thematic Spatial Database for Coastal Resources of West Sumatera. MCRMP – ADB. Ministry of Fisheries and Marine Affairs. Hartoko,A. 2004b. Supply of Thematic Spatial Database for Coastal Resources of North Sumatera. MCRMP – ADB. Ministry of Fisheries and Marine Affairs.
Fanny Douvere and Charles N. Ehler 2006. ECOSYSTEM-BASED SEA USE MANAGEMENT : From Theory to Practice Through MARINE SPATIAL PLANNING. UNESCO Workshop. Man and the Biosphere Programme and Intergovernmental Oceanographic Commission Paris, France. Murugesu Puspharajah. 2005. COASTAL PROTECTION AND SPATIAL PLANNING IN INDONESIA. MISSION REPORT. FAO CONSULTANT. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Riau. 2010. Statistik Perikanan Tangkap Propinsi Riau. Pekanbaru.
A.Hartoko, dkk. PIT Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) XVIII. Juni 2011. Undip Semarang
9