Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Kajian Pemanfaatan Sumber Air Baku dalam Menunjang Lahan Sawah Techno (Studi Kasus pada Pilot Project Sawah Techno Wapeko, Kabupaten Merauke) Aries Dwi Wahyu Rahmadana1a, Edwin Maulana2ab, Evi Dwi Lestari3a, Junun Sartohadi4c a Peneliti, Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, UGM b Staf Parangtritis Geomaritime Science Park, Badan Informasi Geospasial (BIG) c Staf Pengajar Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada (UGM) email:
[email protected] (1),
[email protected] (2),
[email protected] (3),
[email protected] (4) ABSTRAK Sawah techno merupakan lahan sawah yang dikembangkan dengan teknologi pertanian modern guna meningkatkan produksi. Kebutuhan air baku untuk memenuhi sistem irigasi pertanian modern mutlak diperlukan guna menunjang pertumbuhan tanaman dan produktifitas lahan. Tujuan penelitian adalah 1) mengetahui sumber air baku yang layak untuk dimanfaatkan sebagai sarana irigasi pertanian dan 2) mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanfaatan sumber air baku yang tersedia. Metode penelitian yang digunakan adalah survei lapangan, analisis laboratorium dan studi literatur. Survei lapangan dilakukan untuk mengambil sampel air permukaan yang diindikasikan layak menjadi sumber air baku lokasi lahan pertanian. Analisis laboratorium dilakukan dengan menganalisa sifat fisika (TDS, TSS dan temperatur), kimia (pH, DO, BOD5, COD, pospat, nitrat, cadmium, tembaga, timbal dan boron) dan biologi (fecal coliform dan coliform total) yang terkandung pada sumber air baku. Studi literatur dilakukan dengan menginventarisasi dan menganalisa hasil-hasil kajian pemanfaatan sumberdaya air. Sumber air baku untuk irigasi dapat berasal dari air permukaan dan air bawah permukaan. Air permukaan berasal dari Sungai Kumbe dan rawa yang berada di sekitar lokasi pilot project sawah techno Wapeko. Air permukaan secara kualitas layak digunakan sebagai sumber air baku pertanian. Kandungan fisika, kimia, dan biologi sumber air baku sebagian besar masih pada ambang batas (normal), namun sedikit terdapat anomali pada kandungan kimia (BOD5, COD dan pospat) yang disebabkan oleh pencemaran limbah. Anomali pada kandungan kimia tidak berpengaruh besar terhadap kualitas air, namun tetap harus dilakukan monitoring secara berkala sehingga kualitas air tetap terjaga. Air bawah permukaan pada sumur dangkal kurang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku sedangkan sumur dalam lebih berpotensi dimanfaatkan sebagai air baku irigasi. Dampak lingkungan dengan terbuka lahan dengan kandungan pyrite terindikasi pada beberapa saluran irigasi dan ancaman penurunan muka tanah akibat penurapan airtanah yang melebihi kapasitas. Kata kunci: Sumber air baku, sawah techno, Kabupaten Merauke
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Merauke berada di kawasan Timur Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah. Pengelolaan sumberdaya alam perlu dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjalankan program pemerintah yang berhubungan dengan kedaulatan dan ketahanan pangan. Kabupaten Merauke memiliki luas wilayah 4,6 juta hektar yang belum optimal dimanfaatkan sehingga perlu sinergitas dalam pengembangan wilayah.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Kajian fisik, ekonomi, sosial dan budaya perlu dilakukan guna mendukung tujuan pengembangan wilayah Kabupaten Merauke. Integritas pengembangan wilayah tahap awal mulai dilakukan pada pilot project sawah techno dan akan dikembangkan pada satu juta hektar lahan di Kabupaten Merauke yang selanjutnya disebut Sejuta Lahan Merauke (SLM) (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi Pilot Project Sawah Techno Kabupaten Merauke Sumber: Tim SLM P2EB UGM, 2015
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Potensi lahan yang luas dengan topografi dominan datar menyebabkan sebagian wilayahnya sesuai untuk tanaman padi. Percetakan sawah dapat dilakukan dengan memperhatikan kemampuan dan kesesuaian lahan di Kabupaten Merauke. Sawah techno merupakan lahan pertanian sawah yang dikelola dengan mengembangkan kemajuan teknologi pertanian modern guna meningkatkan produksi hasil pertanian terutama padi. Penggunaan teknologi terbaru perlu dilakukan karena lahan yang sangat luas dan sumberdaya manusia yang terbatas sehingga tidak mungkin dapat optimal dikelola tanpa bantuan teknologi pertanian. Sumberdaya air merupakan faktor utama sebagai syarat tumbuh tanaman selain media tanam dan bibit tanaman. Sumberdaya air memiliki standar baku sesuai terkait fungsi air bedasarkan sifat fisika, kimia dan biologi. Identifikasi potensi sumberdaya air untuk air baku pertanian sawah merupakan tujuan utama untuk dapat mendukung tujuan pencetakan lahan sawah di Kabupaten Merauke. Sumber air baku menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan lahan di Kabupaten Merauke. 1.2. Tujuan Kabupaten Merauke merupakan salah satu kawasan di Indonesia yang dipilih untuk dijadikan percontohan pengembangan sawah techno. Sawah techno dapat berproduksi secara optimal apabila didukung sumberdaya air baku untuk pertanian. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengetahui sumber air baku yang layak untuk dimanfaatkan sebagai sarana irigasi pertanian dan 2) mengetahui dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanfaatan sumber air baku yang tersedia.
II. METODOLOGI Kajian potensi sumber air baku irigasi difokuskan pada sungai-sungai di sekitar lahan 1.000 ha. Kajian untuk mengetahui sumber air baku menggunakan pendekatan landscape analysis. Landscape analysis merupakan analisis yang mempertimbangkan aspek bentangalahan dalam mengindikasikan karakteristik permukaan bumi. Survei lapangan dilakukan untuk memperoleh sampel air dan mengetahui kondisi aktual air di lokasi kajian. Kajian pustaka dilakukan guna memperoleh informasi potensi sumber air baku air tanah dalam. Air tanah dalam difokuskan pada indikasi potensi air menggunakan metode geolistrik tanpa mengambil sampel air dalam karena keterbatasan waktu, peralatan dan biaya.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Pengambilan sampel air permukaan diprioritaskan pada daerah Distrik Kurik yang merupakan pilot project SLM. Sampel air yang diambil pada masing-masing titik adalah 600 ml. Sampel air yang diperoleh di lapangan diolah lebih lanjut di laboratorium hidrologi untuk diuji kandungan fisika, kimia dan biologi. Pengujian kualitas air dilakukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sudah ditetapkan pada tiap parameter air. Standar baku mutu yang diacu dalam menentukan kualitas air adalah Baku Mutu Air PP No. 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Klasifikasi mutu air yang digunakan adalah Kelas IV. Klasifikasi mutu air Kelas IV merupakan klasifikasi air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi tanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan irigasi. Parameter dan metode uji air disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Parameter dan metode analisis air Parameter
Satuan
Baku Mutu Air PP No. 82/2001 Klas IV
FISIKA TDS mg/L TSS mg/L 0 Temperatur C KIMIA Ph Oksigen Terlarut mg/L (DO) B O D5 mg/L COD mg/L Pospat (PO4-P) mg/L Nitrat (N03) mg/L Cadmium (Cd) mg/L Tembaga (CU+2) mg/L +2 Timbal (Pb ) mg/L Boron (Bo) mg/L BIOLOGI Fecal Coliform MPN/100mL Coliform Total MPN/100mL Sumber: Tim SLM P2EB UGM, 2015
Metode Uji
2000 40 Deviasi 5
SNI 06-6989.27-2005 SNI 06-6989.3-2004 SNI 06-6989.23-2005
5.0 - 9.0 0
SNI 06-6989.11-2004 SNI 06-6989.14-2004
12 100 5 20 0.01 0.2 0.03 1 2000 10000
SNI 06-6989.57-2008 SNI 06-6989.2-2009 SNI 06-6989.31-2005 IK 9.5.4.1 (Spektrofotometri) SNI 06-6989.37-2005 SNI 06-6989.6-2004 SNI 06-6989.45-2005 SNI 06-2481-1991 SNI 01-2332-1991 SNI 01-2332-1991
Analisis deskriptif eksploratif dilakukan untuk mengetahui potensi pemanfaatan air bawah tanah di lahan 1.000 ha. Data potensi airtanah lahan 1.000 ha diketahui berdasarkan data geolistrik (data sekunder). Analisis kondisi air bawah permukaan dilakukan berdasarkan analisis peta sistem lahan dan peta geologi di lahan 1.000 ha. Hasil analisis sistem lahan dan geologi
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
diuraikan secara deskriptif eksploratif dan dikaitkan dengan teori maupun penelitian terdahulu sehingga dapat diketahui potensi pemanfaatan air bawah tanah di lahan 1.000 ha. III. HASIL KAJIAN 3.1. Potensi Air Permukaan Potensi air permukaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk dikaji lebih mendalam. Keberadaan air permukaan dapat menguntungkan apabila jumlah air yang ada cukup dan memenuhi standar baku mutu. Berdasarkan landasan permasalahan, pengkajian potensi air permukaan sangat penting untuk dilakukan. Keberadaan sungai-sungai besar di Kabupaten Merauke menjadi berkah tersendiri bagi program SLM. Air yang dialirkan dari sungai-sungai di Kabupaten Merauke berpotensi untuk dijadikan sumber air irigasi lahan pertanian. Pengkajian terhadap kualitas air dari sungai-sungai di Kabupaten Merauke (terutama sungai di sekitar lahan 1.000 ha) dilakukan untuk menjajaki potensi air sungai untuk keperluan irigasi lahan pertanian. Pengambilan sampel air pada pra studi kelayakan dilakukan di empat titik mengingat keterbatasan waktu, biaya dan sarana untuk mengakses semua titik sampel. Beberapa sungai yang diambil sampel airnya adalah Sungai Wapeko, Salor, Kumbe dan Muting. Titik-titik pengambilan sampel air dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Titik Survei Sungai Kabupaten Merauke Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Pengambilan sampel air di Kabupaten Merauke dilakukan pada masa musim penghujan, yaitu Januari 2015. Analisa laboratorium dilakukan setelah kegiatan survei selesai dilakukan. Analisa baku mutu air permukaan didasarkan pada hasil analisa laboratorium kualitas air. Hasil analisis laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil pengujian kualitas air Kabupaten Merauke Parameter
Satuan
FISIKA TDS mg/L TSS mg/L 0 Temperatur C KIMA pH Oksigen Terlarut (DO) mg/L B O D5 mg/L COD mg/L Pospat (PO4-P) mg/L Nitrat (N03) mg/L Cadmium (Cd) mg/L +2 Tembaga (Cu ) mg/L Timbal (Pb+2) mg/L Boron (Bo) mg/L BIOLOGI MPN/100mL Fecal coliform Coliform total MPN/100mL Sumber: Analisis Laboratorium, 2015
Wapeko
Nama Sungai Salor Kumbe
Muting
1780 27.1 23.3
8 3.8 23.4
9.3 23.3
112 3.2 23.3
6.17 8.30 0.73 1.48 2.702 0.0079 0.0471 0.0374 0.0078
6.66 7.45 1.31 3.21 0.094 ≤0.066 0.0070 0.0096 0.1167 0.0278
7.39 7.43 1.60 15.8 0.170 ≤0.066 0.0065 0.0035 0.0545 ≤0.0001
7.24 8.30 0.87 5.93 ≤0.066 ≤0.001 0.0157 0.0545 ≤0.0001
11 22
3 6
3 6
-
3.1.1. Sungai Wapeko Sungai Wapeko termasuk dalam saluran tersier yang terletak dekat dengan project percontohan lahan 1.000 ha. Sekilas, sungai Wapeko lebih terlihat seperti rawa-rawa karena sangat dangkal, bentuknya agak lebar, selalu tergenang dan berukuran cukup luas. Penggunaan lahan di sekitar pengambilan sampel di Sungai Wapeko didominasi oleh lahan sawah yang masih ditanami/diolah serta hutan. Sungai Wapeko pada musim penghujan selalu digenangi air, namun pada musim kemarau selalu kering. Sungai dengan tipe seperti ini dikenal dengan nama sungai Intermitten. Pada musim kemarau daerah pada sekitar Sungai Wapeko terlihat retak-retak dan diindikasikan terdapat bidang gelincir (slickenside) pada lapisan tanah bagian dalam. Gambar lokasi pengambilan sampel air di Sungai Wapeko dapat dilihat pada Gambar 3.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
b
a
c
d
Gambar 3. Lokasi Survei Sungai Wapeko. a) Citra SRTM Kabupaten Merauke; b) Foto udara Sungai Wapeko; c) Foto Sungai Wapeko yang selalu tergenang saat musim penghujan; d) Titik pengambilan sampel di Sungai Wapeko. Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kandungan fisika air di Sungai Wapeko yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah kandungan Total Dissolved Solid (TDS) mencapai 1780 mg/L. Nilai TDS sebenarnya masih bisa digunakan untuk keperluan irigasi, namun hampir mendekati ambang batas pemanfaatan air untuk irigasi yaitu sebesar 2000 mg/L. Nilai TDS di Sungai Wapeko tergolong tinggi dibanding sampel air di tempat lain. Tingginya nilai TDS di Sungai Wapeko disebabkan oleh pencucian kontaminasi tanah dan limbah pertanian dari sungai di bagian hulu. Nilai Total Suspended Solid (TSS) di Sungai Wapeko juga tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan titik sampel yang lain. TSS merupakan padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Nilai TSS yang tinggi dapat
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
menghambat fotosintesis di dalam air. Nilai TSS di Sungai Wapeko adalah 27,1 mg/L. Nilai TSS di Sungai Wapeko masih dapat digunakan untuk kepentingan irigasi. Kandungan unsur kimia di Sungai Wapeko semua memenuhi standar kualitas air untuk pertanian. Kandungan pH, BOD5, COD, dan timbal di Sungai Wapeko tergolong lebih rendah dibanding sampel air di titik yang lain. Kandungan pH di Sungai Wapeko tergolong normal walaupun Wapeko merupakan daerah rawa. Tingkat pH dapat normal karena pada musim kemarau, air pada sungai Wapeko kering, sehingga tidak terjadi genangan air dalam waktu lama yang menyebabkan pH pada air menjadi tinggi. Kandungan Biochemical Oxygen Demand, 5 days (BOD5) di Sungai Wapeko tergolong rendah karena sungai Wapeko tidak dilalui oleh limbah yang disebabkan oleh industri. Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah cair dengan memanfaatkan oksidator kalium dikromat sebagai sumber oksigen. Kandungan COD di Sungai Wapeko adalah 1.48 mg/L. Nilai COD tergolong sangat rendah karena batas kriteria mutu air nilai COD diperbolehkan hingga 100 mg/L. Kandungan timbal di Sungai Wapeko tergolong sangat rendah, yakni 0,374 mg/L. Kandungan timbal di Sungai Wapeko berasal dari sumber alami, yaitu tanah dan bukan bersumber dari industri. Kandungan oksigen terlarut, nitrat dan tembaga di Sungai Wapeko tergolong cukup tinggi dibandingkan dengan sampel air yang lain. Oksigen terlarut/dissolved oxygen (DO) merupakan bentuk konsentrasi oksigen dalam air. Nilai DO pada Sungai Wapeko adalah 8,30 mg/L. Nilai DO yang tergolong tinggi mengindikasikan bahwa kandungan oksigen dalam air di Sungai Wapeko bagus untuk pertumbuhan tanaman. Nitrat (N03) merupakan bentuk inorganik dari derivat senyawa nitrogen. Senyawa nitrat biasanya digunakan oleh tanaman untuk proses fotositesis. Nitrat yang terkandung dalam Sungai Wapeko adalah 2,702 mg/L. Nilai nitrat tergolong rendah, karena batas kandungan nitrat dalam air untuk tujuan pertanian adalah 20 mg/L. Kandungan nitrat di Sungai Wapeko yang rendah mengindikasikan bahwa air pada Sungai Wapeko belum tercemar oleh industri maupun pupuk hasil tanaman pertanian. Tembaga merupakan salah satu logam alami yang diperlukan untuk pertumbuhan mahluk hidup (Setyawati, 2004). Kandungan tembaga dapat berdampak positif asalkan jumlahnya tidak berlebihan. Kandungan tembaga pada Sungai Wapeko adalah 0,0471 mg/L dan nilainya jauh di bawah ambang batas baku mutu, sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Kandungan biologi air di Sungai Wapeko yang diteliti adalah unsur fecal caliform dan caliform total. Fecal caliform merupakan bakteri yang dihasilkan dari kotoran hewan berdarah panas, sedangkan caliform total merupakan bakteri yang diproduksi oleh kotoran hewan dan manusia. Kedua unsur biologi fecal caliform dan caliform total di Sungai Wapeko lebih tinggi dibanding sungai lain, namun nilainya masih sangat jauh dari ambang batas baku mutu air untuk fungsi irigasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa air di Sungai Wapeko dapat dimanfaatkan untuk kepentingan irigasi pertanian. Parameter pengukuran air yang perlu diwaspadai adalah kandungan TDS dan TSS yang hampir mendekati ambang batas kriteria air untuk irigasi pertanian. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kadar TDS dan TSS adalah dengan membuat sudetan air dari sungai yang lebih besar sehingga air dapat mengalir dan sirkulasi air tetap terjaga. 3.1.2. Sungai Salor Sungai Salor merupakan sungai buatan (irigrasi primer) yang digunakan untuk mengaliri sawah di lahan 1.000 ha. Sungai Salor tergolong dalam saluran sekunder yang sumber airnya berasal dari air hujan dan sudetan Sungai Kumbe. Lebar Sungai Salor berkisar antara 3-4 meter dengan kedalaman kurang lebih 3 meter. Pengambilan sampel dilakukan pada waktu keadaan gerimis dan pada masa cocok tanam tanaman padi. Apabila dilihat dari foto udara, bentuk Sungai Salor seperti kumpulan persegi panjang yang ditata rapi berjajar dengan petak-petak sawah pada lahan 1.000 ha. Bentuk sungai yang berjajar dengan elevasi datar membuat Sungai Salor terlihat hampir tidak mengalir, dan cenderung lebih mirip kolam penampungan air irigasi dengan volume air yang relatif stabil. Sungai Salor memiliki fungsi utama sebagai sumber air irigasi, dan fungsi sekunder sebagai kolam ikan. Lokasi pengambilan sampel air di Sungai Salor dapat dilihat pada Gambar 4. Kandungan unsur fisika air di Sungai Salor yang terdiri dari TSS, TDS dan temperatur air adalah normal. Bahkan berdasarkan standar baku mutu yang berlaku, air di Sungai Salor masih masuk dalam kriteria air layak minum. Kandungan TDS dan TSS masing-masing adalah 8 mg/L dan 3,8 mg/L. Kadar unsur TDS dan TSS sangat jauh di bawah standar baku mutu air untuk pertanian. Temperatur air di Sungai Salor adalah 23,4 0C. Kondisi temperatur Sungai Salor masih tergolong normal.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
b
a
c
d
Gambar 4. Lokasi Survei Sungai Salor. a) Citra SRTM Kabupaten Merauke; b) Foto udara Sungai Salor; c) Foto Sungai Salor; d) Titik pengambilan sampel di Sungai Salor. Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015
Kandungan unsur kimia di Sungai Salor semuanya tergolong normal dan dapat digunakan untuk kepentingan irigasi pertanian. Beberapa kandungan unsur kimia air di Sungai Salor yang lebih tinggi dibandingkan sampel air di Sungai lain adalah kandungan cadmium (Cd), timbal (Tb+2), dan boron (Bo). Cadmium merupakan salah satu unsur logam yang ditemukan dalam air. Penyebab ditemukannya cadmium pada Sungai Salor adalah karena endapan erosi. Nilai cadmium di Sungai Salor adalah 0,0070 mg/L. Nilai cadmium tergolong tinggi dibanding sampel yang lain, namun masih jauh di bawah baku mutu air untuk pertanian. Kandungan timbal di Sungai Salor adalah 0,1167 mg/L. Nilai timbal di Sungai Salor lebih tinggi dibandingkan dengan sampel air yang lain karena sirkulasi air di Sungai Salor tergolong rendah sehingga tidak terjadi
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
pencucian limbah air. Kandungan timbal di Sungai Salor bersumber dari alam sehingga kadar timbalnya tidak terlalu tinggi. Kondisi timbal di Sungai Salor masih jauh di bawah standar baku mutu. Boron merupakan unsur non-logam dan merupakan satu-satunya unsur non-logam dari kelompok 13 tabel periodik unsur. Nilai unsur boron di Sungai Salor adalah 0,0278 mg/L. Kandungan boron di Sungai Salor berasal dari sumber alami, yaitu tanah di sekitar sungai. Kandungan boron di Sungai Salor masih tergolong dalam kondisi aman untuk keperluan irigasi. Kandungan biologi air di Sungai Salor nilainya sangat rendah. Kandungan unsur fecal caliform dan caliform total tergolong sangat rendah karena Sungai Salor jauh dari pemukiman dan sangat jarang binatang yang berhabitat di Sungai Salor. Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kandungan air di Sungai Salor adalah aman untuk digunakan sebagai sumber air baku irigasi. 3.1.3. Sungai Kumbe Sungai Kumbe merupakan saluran primer yang terletak di Kabupaten Merauke. Panjang Sungai Kumbe mencapai 260 km dengan lebar rata-rata 209 meter berdasarkan data Dinas Perhubungan Propinsi Papua tahun 2001. Arus di Sungai Kumbe tergolong cukup tenang dengan kecepatan rata-rata 1,26 km per jam. Beberapa distrik di Kabupaten Merauke yang dilalui Sungai Kumbe di antaranya adalah Distrik Ulilin, Muting, Animha, Tanah Miring, Kurik, Malind dan Semangga. Pola aliran Sungai Kumbe berbentuk seperti cabang-cabang pohon, atau dikenal dengan pola Dendritik. Bentuk Sungai Kumbe didominasi oleh bentuk meandering, karena terpengaruh oleh topografi Kabupaten Merauke yang didominasi oleh dataran. Pengambilan sampel dilakukan di bagian hilir Sungai Kumbe, tepatnya di bagian sungai yang dekat dengan project percontohan lahan 1.000 ha. Warna air Sungai Kumbe di dekat lahan 1.000 ha adalah coklat pekat. Warna sungai menunjukkan bahwa tingkat erosi di bagian hulu cukup tinggi. Lokasi pengambilan sampel air di Sungai Kumbe dapat dilihat pada gambar 5. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kondisi fisika air di Sungai Kumbe masih di bawah standar baku mutu air untuk irigasi pertanian. Nilai TDS dan TSS di Sungai Kumbe tergolong rendah dibandingkan dengan sampel air yang lain. Nilai TDS dan TSS tergolong rendah karena air pada Sungai Kumbe selalu mengalir sehingga terjadi pemurnian air. Suhu air rata-rata di Sungai Kumbe berkisar 23,3 0C.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
a
b
c
Gambar 5. Lokasi Survei Sungai Kumbe. a) Citra SRTM Kabupaten Merauke; b) Foto udara Sungai Kumbe; c) Foto titik pengambilan sampel di Sungai Kumbe. Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015
Kondisi unsur kimia air di Sungai Kumbe cukup bervariasi. Kandungan unsur pH, BOD5, COD, dan phospat (PO4-P) tergolong cukup tinggi dibanding dengan sampel air lain. Kondisi tersebut disebabkan pada bagian hulu dari Sungai Kumbe terdapat beberapa perkebunan sawit, sehingga kemungkinan besar limbahnya ada yang dibuang ke dalam Sungai Kumbe. Nilai BOD5, COD, dan (PO4-P) di Sungai Kumbe walaupun lebih tinggi dibanding dengan sampel lain, namun kandungan unsur kimia air Sungai Kumbe masih jauh di bawah standar baku mutu air untuk pertanian. Hal tersebut disebabkan karena sungai Kumbe memiliki tubuh air yang sangat panjang, yaitu 260 km. Menurut Noviriana, (2010) semakin panjang sungai maka kemampuan self purification sungai akan semakin bagus yang ditandai dengan semakin meningkatnya nilai DO (dissolved oxygen) dalam air. Kandungan tembaga (CU+2) dan boron (BO) di Sungai Kumbe cenderung lebih rendah dibandingkan dengan sungai lain. Nilai tembaga
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
dan boron di Sungai Kumbe masing-masing adalah 0,0035 mg/L dan ≤0.0001mg/L. Kandungan tembaga dan boron yang rendah dapat berdampak baik pada proses pertumbuhan tanaman. Kandungan biologi air di Sungai Kumbe semuanya dalam kondisi normal. Lebar sungai Kumbe yang mencapai 209 m (Dinas Perhubungan Propinsi Papua, 2001) dan tubuh air yang sangat panjang membuat kondisi fecal caliform dan caliform total selalu dalam kondisi normal. Berdasarkan hasil sidik cepat di lapangan dan analisis laboratorium dapat disimpulkan bahwa kondisi air di Sungai Kumbe dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku irigisi. 3.1.4. Sungai Muting Sungai Muting merupakan saluran sekunder yang berhulu di Kabupaten Bovendigoel. Pola aliran Sungai Muting termasuk dalam pola aliran trellis. Bentuk Sungai Muting cenderung lurus dengan arus yang relatif cepat. Penggunaan lahan yang dominan di daerah aliran Sungai Muting berupa perkebunan, hutan dan pertanian. Kondisi topografi di daerah pengambilan sampel didominasi oleh daerah bergelombang dengan bentuk lereng undulating. Topografi yang bergelombang menyebabkan kecepatan arus Sungai Muting tergolong cepat. Warna air di Sungai Muting pada saat pengambilan sampel air adalah jernih. Lokasi pengambilan sampel air di Sungai Muting dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kandungan fisika air di Sungai Muting tergolong cocok untuk digunakan sebagai sumber air baku irigasi pertanian. Kandungan unsur TDS dan TSS di Sungai Muting tergolong cukup rendah. Nilai TDS dan TSS di Sungai Muting adalah 112 mg/L dan 3,2 mg/L. Temperatur air di Sungai Muting juga cukup normal, yaitu 23,3 0C. Kandungan unsur kimia di Sungai Muting semuanya memenuhi standar baku mutu air irigasi. Kondisi lereng di sekitar Muting yang berbentuk undulating mengakibatkan aliran air cukup deras, sehingga menyebabkan kemampuan self purification air di Sungai Muting cukup baik. Konsentrasi kandungan BOD5, cadmium (Cd) dan boron (BO) di Sungai Muting jauh lebih rendah dibanding sampel air lain. Letak geografis Sungai Muting yang berada di bagian hulu dan tidak adanya industri di daerah Muting mengakibatkan kandungan kimia air di Sungai Muting sangat steril dari pencemaran limbah industri. Kandungan biologi air di Sungai Muting sangat baik. Kandungan unsur fecal caliform dan caliform total di Sungai Muting tidak ada sama sekali. Berdasarkan hasil analisis
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
laboratorium dapat disimpulkan bahwa kondisi air di Sungai Muting sangat sesuai untuk digunakan sebagai sumber air baku irigasi. a
c
b
d
Gambar 6. Lokasi Survei Sungai Muting. a) Citra SRTM Kabupaten Merauke; b) Foto udara Sungai Muting; c) Foto titik pengambilan sampel di Sungai Muting; d) Foto kondisi air yang sangat jernih, namun tidak ada organisme yang hidup di Sungai Muting. Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015
3.2. Potensi Air Bawah Tanah di lahan 1.000 ha Air bawah tanah disebut juga air tanah yang berfungsi sebagai sumber air cadangan yang tersimpan di dalam permukaan bumi. Keberadaan air tanah sangat terbatas untuk dapat dimanfaatkan. Penelitian di United State of America (USA) menunjukkan penggunaan air dari curah hujan 100% akan berubah menjadi evapotranspirasi, aliran permukaan (sungai) dan air tanah (groundwater) (Word & Trimble, 2004 dalam Kodoatie, 2012). Komposisi perubahan air
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
hujan ditunjukkan pada Gambar 7. Air tanah memiliki komposisi paling sedikit dan perlu dijaga kelestariannya karena jumlahnya yang terbatas. 3,5
Evapotranspirasi
29,5
67
Air permukaan (sungai) Air tanah (groundwater)
Gambar 7. Komposisi perubahan 100% air hujan Sumber: Word & Trimble, 2004 dalam Kodoatie, 2012
Air tanah dapat dimanfaatkan apabila air permukaan sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan dan kelayakan pemanfaatan air. Keberadaan air tanah pada lokasi lahan sawah mekanis dikaji berdasarkan survei geolistrik. Survei geolistrik dilakukan untuk eksplorasi air tanah (aquifer) pada lokasi rencana persawahan mekanis di Wapeko, Distrik Kurik, Kabupaten Merauke, Papua. Kegiatan survei geolistrik telah dilakukan PT. METRA DUTA LESTARI oleh PT. ARTHA TYANI MINERAL pada bulan Oktober 2014. Air tanah lokasi persawahan mekanis di Wapeko yang berpotensi sebagai sumber air pertanian berada pada kedalaman yang bervariasi. Potensi air tanah yang dapat dimanfaatkan untuk sawah mekanis didasarkan pada lapisan bawah permukaan pada titik duga pengeboran di dalamnya (Tabel 4). Tabel 4. Lapisan Bawah Permukaan Sawah Mekanis di Wapeko Titik Duga Titik Duga No Bagian Kedalaman Lapisan Kedalaman Lapisan L01_11 L01_12 <3,74 m penutup <1,2 m penutup 3,74-50,2 m pasir 1,2-6 m pasir 1 Utara >50,2 m pasir 6-30,2 m pasir 30,2-67,2m pasiran >67,2 m pasir L01_14 L01_15 <5,54 m penutup <1,4 m penutup 2 Tengah 5,54-43,81 m pasir 1,4-9,61 m pasir >43,81 m pasir 9,61-42,16 m pasir >42,16 m pasir L01_17 L01_18 <1,02 m penutup <1,2 m penutup 3 Selatan 1,02-4,29 m pasir 1,2-5,25 m pasir 4,29-59,1 m pasir 5,25-23 m pasir >59,1 m pasir >23 m pasir Sumber: Anonim, 2014
Titik Duga Kedalaman Lapisan L01_13 <1 m Penutup 1-9 m Pasir 9-36,5 m Pasir 36,5-95,8 m pasiran >95,8 m Pasir L01_16 <1,8 m penutup 1,8-47,5 m pasir >47,5 m pasir L01_19 <2,51 m penutup 2,51-101 m pasir >101 m pasir
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Survei geolistrik ditujukan untuk mengetahui keberadaan lapisan pembawa air tanah (aquifer) sebagai lapisan pasir porus yang memungkinkan sebagai jebakan air tanah dan dapat ditemukan sebagai sumber air berkualiatas baik, serta cukup untuk memenuhi kebutuhan air di lokasi yang direncanakan pengeboran air tanah (Anonim, 2014). Metode geolistrik yang digunakan yaitu berdasarkan susunan elektroda SCHLUMBERGER untuk menunjukkan perbedaan nilai hambatan jenis (resitivity) batuan bawah permukaan. Perbedaan nilai hambatan jenis dipengaruhi oleh perbedaan sifat fisik batuan dan kondisi batuan kompak (fresh) atau batuan lapuk pada setiap lapisan bawah permukaan. Lokasi potensi penempatan sumur berada diantara titik duga L01_12 dan L01_13 dengan radius 100 - 200 m (Gambar 8). Potensi air tanah yang dapat dimanfaatkan pada lahan persawahan diperkirakan memiliki debit mencapai 16 m3/jam.
Gambar 8. Lokasi Pendugaan Potensi Air tanah dan Survei Geolistrik Sumber: Anonim, 2014
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Lokasi sawah mekanis memiliki potensi air tanah yang dapat dimanfaatkan. Air tanah pada lokasi sawah mekanis yang berpotensi sebagai sumber air tanah dangkal pada kedalaman 9,61 – 50,2 m dan sumber air tanah dalam (artesis) pada kedalaman 67,2 - 150 m. Gambar 9 menunjukkan ilustrasi lapisan bawah permukaan area sawah mekanis Wapeko yang memiliki potensi air tanah untuk dimanfaatkan. Pada dasarnya air tanah merupakan cadangan sumberdaya air apabila air permukaan sudah tidak mampu mendukung kehidupan. Proses pembentukan lapisan potensi air tanah baik air tanah dangkal maupun air tanah dalam (artesis) membutuhkan waktu yang lama (skala geologi). Pengambilan air tanah melalui sumur akan mempengaruhi terhadap kondisi perlapisan bawah permukaan. Pengambilan air tanah tanpa memperhatikan kualitas dan kuantitas penurapan memiliki pengaruh terhadap wilayah sekitar sumur.
Gambar 9. Potensi Air tanah Area Lahan 1000 ha Sawah Mekanis Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015
Proses terbentuknya sumber air bawah tanah berbeda dengan sumber air permukaan. Air bawah permukaan memperoleh pasokan air melalui tahap infiltrasi yang melewati lapisan penutup bawah permukaan. Air yang bersumber dari hujan ataupun aliran permukaan tidak dapat secara langsung masuk ke dalam lapisan bawah pemukaan karena mengalami penyaringan oleh material permukaan yang berbeda-beda jenis dan sifat dalam interaksi dengan air. Semakin porus material maka air akan lebih mudah untuk mengalir, akan tetapi waktu yang dibutuhkan tidak dalam skala kehidupan manusia melainkan skala geologi. Berbeda dengan air permukaan yang keberadaannya bergantung pada kondisi iklim yang dapat diamati dan dianalisis kuantitas dan kualitas airnya.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Penurapan air tanah sebagai sumber kegiatan manusia perlu untuk diminimalisir penggunaanya. Hilangnya air tanah yang merupakan cadangan air bersih untuk memenuhi kebutuhan dapat terjadi apabila pemanfaatannya tidak sesuai dengan ketersediaan dan kualitasnya. Beberapa dampak penurapan air tanah yang kurang memperhatikan kondisi air tanah bawah permukaan menyebabkan kekeringan, intrusi dan amblesan tanah (land subsidence) (Kodoatie, 2012). Pengambilan air tanah pada lokasi sawah mekanis memiliki potensi kekeringan dan amblesan tanah. Potensi kekeringan dapat terjadi apabila sumur air tanah diambil secara berlebihan. Terjadinya kekeringan pada sumur-sumur dangkal dan semakin dalamnya penurapan air tanah menyebabkan sumber air tanah akan mati akibat terjadinya pemadatan pada lapisan sekitar penurapan (Gambar 10). Air tanah berada di bawah permukaan tanah berfungsi sebagai cadangan air bersih yang dapat dimanfaatkan dengan pertimbangan secara tepat. Pengambilan air tanah secara berlebihan dapat mengganggu kehidupan manusia yang mengelola lahan di permukaan terutama dalam kegiatan produktivitas pertaniaan.
a
b
Gambar 10. Ilustrasi Pengambilan Air tanah Area Lahan 1000 ha Sawah Mekanis; a) sumur ditempatkan pada lapisan potensi air tanah; b) penurapan air tanah menyebabkan dinding lapisan bawah permukaan menuju bibir sumur. Sumber: Tim SLM-P2EB UGM, 2015
Pengambilan air tanah yang berlebihan dapat menyebabkan land subsidance sehingga relief permukaan yang terbentuk akan semakin cekung sehingga berpotensi menjadi daerah genangan air permukaan (banjir). Pengambilan air tanah sangat ditentukan oleh material penyusun lapisan aquifer untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumber air tanah. Material penyusun lapisan aquifer bawah permukaan dapat diamati berdasarkan kondisi geologi dan genesis tanahnya.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Material yang ada di areal lahan sawah mekanis merupakan material aluvial yang terbentuk pada zaman quarter (<100.000 tahun yang lalu) dan bersumber dari zaman pre-tersier (7 juta tahun yang lalu) dari wilayah yang lebih tinggi (Pegunungan Jaya Wijaya). Material aluvial yang berumur quarter tua (sisi Selatan Papua) sangat berbeda dengan material aluvial yang berumur quarter muda (sekitar gunungapi aktif, contohnya Lampung dan Yogyakarta). Material pada sisi Selatan Papua memiliki material yang sudah mulai mampat dan sifat porus yang semakin lamban menyebabkan pasokan untuk air tanah berlangsung lama. Berbeda dengan material aluvial muda yang memiliki material yang bersifat porus. Material porus quarter muda lebih mudah memperoleh pasokan air tanah sehingga lebih bisa diturap seperti di sekitar Gunungapi Merapi (Adji, 2006). Kondisi bawah permukaan lahan sawah mekanis dapat menjadi acuhan kemungkinan keberadaan sumber air tanah akan tetapi tidak disarankan untuk diambil mengingat kondisi air permukaan masih melimpah. Sumber air tanah membutuhkan waktu pembentukan yang lama dengan kapasitas yang tidak sebesar air permukaan. Pengambilan air tanah untuk pertanian merupakan gagasan terakhir yang dapat diputuskan apabila sudah tidak terdapat potensi air permukaan.
IV. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dari kajian air baku di pilot project sawah techno Wapeko adalah sebagai berikut. 1. Potensi sumber air baku irigasi yang diteliti merupakan sumber air permukaan (sungai) di sekitar pilot project SLM. Kandungan fisika, kimia dan biologi air diteliti di laboratorium air. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa semua titik sampel di sekitar pilot project SLM masih di bawah baku mutu air untuk irigasi pertanian. 2. Kondisi bawah permukaan lahan sawah mekanis dapat menjadi acuhan kemungkinan keberadaan sumber air tanah akan tetapi tidak disarankan untuk diambil mengingat kondisi air permukaan masih melimpah. Sumber air tanah membutuhkan waktu pembentukan yang lama dengan kapasitas yang tidak sebesar air permukaan. Pengambilan air tanah untuk pertanian merupakan gagasan terakhir yang dapat diputuskan apabila sudah tidak terdapat potensi air permukaan. 3. Pengambilan air tanah pada lokasi sawah mekanis memiliki potensi kekeringan dan amblesan tanah. Potensi kekeringan dapat terjadi apabila sumur air tanah diambil secara berlebihan.
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Terjadinya kekeringan pada sumur-sumur dangkal dan semakin dalamnya penurapan air tanah menyebabkan sumber air tanah akan mati akibat terjadinya pemadatan pada lapisan sekitar penurapan.
Saran yang perlu disampaikan berdasarkan hasil kajian air baku di pilot project sawah techno Wapeko adalah sebagai berikut. 1. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai kebutuhan dan ketersediaan air permukaan yang dapat dilakukan guna melengkapi data sehingga keberlanjutan kegiatan penerapan sawah techno terus berlangsung. 2. Penurapan airtanah merupakan pilhan terakhir dalam pemilihan pemenuhan kebutuhan air permukaan sudah tidak dapat dipenuhi dan diupayakan ketersediannya. 3. Kajian air baku di pilot project sawah techno Wapeko merupakan pra studi kelayakan (pra Feasibility Study(pra-FS)) yang mengindikasikan sementara sehingga perlu dikaji lebih mendalam dan menyeluruh pada kegiatan studi kelayakan (Feasibility Study(FS)) agar kegiatan penerapan sawah techno dapat berjalan secara berkelanjutan.
Ucapan Terimakasih Kajian pemanfaatan sumber air baku dalam menunjang lahan sawah techno tidak terlepas dari kerjasama beberapa pihak. Kerjasama antara Komunitas Sahabat Jokowi (KSJ) dengan Penelitian dan Pelatihan Ekonomika Bisnis (P2EB) Univeritas Gadjah Mada untuk melakukan pra studi kelayakan (pra Feasibility Study (pra-FS)) pada pilot project sawah techno di Kabupaten Merauke.Tim SLM P2EB UGM yang terdiri dari penulis dibantu oleh Prof. Tri Widodo, PhD., Makruf Nurudin, PhD., Jangkung Handoyo Mulyo, PhD., Ir. Suci Handayani, M.Sc. Sugiyarto M.Sc, Abraham Wirotomo M.Sc., dan Alberth, M.Sc.
Daftar Pustaka Adji, T. N. 2006. A Discussion of Groundwater Determination by Means of Its Recharge Within the Southern Part of Merapi Volcano. Proceeding of Volcano International Gathering. Yogyakarta: Pembangunan Nasional University, pp. 235-244, September 2006
Seminar Nasional dan PIT IGI XVIII 2015
Anonim. 2014. Survei Geolistrik untuk Air tanah di Rencana Persawahan di Daerah Merauke, Papua. Laporan PT. ARTHA TYANI MINERAL kepada PT. METRA DUTA LESTARI. Jakarta Kodoatie, R. J. 2012. Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta: Penerbit Andi Setyawati, Siska. 2004. Kandungan Tembaga dalam Enceng Gondok (Eichhornia Crassipes, Solms) Perairan dan Sedimen Berdasarkan tata Guna Lahan di Sekitar Sungai Banger Pekalongan. Skripsi. FMIPA UNDIP. Tim SLM P2EB UGM. 2015. Laporan Akhir Pra Studi Kelayakan: Pembukaan Lahan Pertanian Satu Juta Hektar di Kabupaten Merauke (Sejuta Lahan Merauke/SLM). Laporan. Kerjasama Komunitas Sahabat Jokowi (KSJ) dengan Penelitian dan Pelatihan Ekonomika Bisnis (P2EB) Univeritas Gadjah Mada. Yogyakarta: Penelitian dan Pelatihan Ekonomika Bisnis (P2EB) Univeritas Gadjah Mada.