Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
PENDAHULUAN Pengembangan industri kehutanan yang berwawasan lingkungan merupakan suatu keharusan demi tetap terjaganya kelestarian hutan dan lingkungan hidup. Adanya perbaikan iklim industri kehutanan Indonesia yang dipacu dengan munculnya regulasi pemerintah terkait (sertifikasi pengelolaan hutan lestari dan verifikasi legalitas kayu) telah sangat berperan dalam memperbaiki reputasi dan nilai jual produk kehutanan Indonesia di mata internasional. Adanya perkembangan positif ini harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin oleh semua pihak yang terlibat dalam sektor kehutanan Indonesia agar mampu menghasilkan produk kehutanan berkualitas tinggi, inovatif dan memiliki daya saing tinggi. Pemanfaatan hasil hutan non kayu juga harus makin digiatkan untuk mengurangi ketergantungan pada hasil hutan kayu serta menjawab kebutuhan pengembangan produk dari sumber daya terbarukan. Riset terkait hasil hutan non kayu mulai mendapat tempat dengan banyak munculnya riset bioenergi (biofuel, biogas, biopellet) dan ekstraksi bahan alam yang berpotensi manfaat, utamanya di bidang kesehatan dan pangan. Pengelolaan limbah industri kehutanan juga memerlukan kajian dan usaha yang sungguh-sungguh sehingga diharapkan tidak hanya mampu mengurangi dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan namun juga dapat bermanfaat ekonomi. Usaha pemerintah untuk memperbaiki tata kelola lingkungan dengan adanya program pengendalian DAS (daerah aliran sungai) dan pengelolaan hutan lindung harus dapat dijawab dengan menawarkan hasil riset pengelolaan lingkungan hutan yang memperhatikan juga masyarakat sekitar hutan. Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) berusaha menjawab tantangan ini dengan melahirkan hasil-hasil penelitian di berbagai bidang kehutanan dan menyelenggarakan seminar sebagai wadah tatap muka dan bertukar informasi penelitian. Oleh karena itu, Seminar MAPEKI yang dilaksanakan sejak tahun 1998 ini merupakan wadah yang tepat sebagai upaya untuk mengakselerasi peran dan sinergi anggota MAPEKI, baik dari lembaga penelitian maupun perguruan tinggi untuk mampu menghasilkan riset yang benar-benar dibutuhkan dan berkualitas untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu sumber daya kehutanan Indonesia dan mampu memanfaatkannya untuk menciptakan produk yang inovatif dan bermutu tinggi. Pada tahun 2015 ini, Seminar MAPEKI XVIII akan diadakan pada tanggal 4-5 November 2015 yang dilanjutkan dengan Simposium IWoRS (Indonesian Wood Research Society) pada tanggal 5 – 6 November 2015 di Bandung dengan tema ‘Akselerasi Peran dan Sinergi Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia dalam Upaya Mendukung Industri Kehutanan Berbasis Iptek dan Berwawasan Lingkungan’ dengan Pusat Penelitian Biomaterial LIPI sebagai pelaksana.
Bandung, 4 November 2015
Dr. Dede Heri Yuli Yanto Ketua Panitia
1
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
DAFTAR ISI Pendahuluan Daftar Isi Susunan Kepanitiaan Jadwal Acara Jadwal Sesi Paralel Daftar Makalah Speaker Daftar Makalah Peserta Abstrak Keynote Speaker Abstrak Invited Speaker Abstrak Peserta A. Presentasi Oral A. Sifat Dasar Kayu B. Biokomposit C. Rekayasa Material D. Kimia Kayu dan Bioenergi E. Biodegradasi dan Hasil Hutan Non Kayu F. Silvikultur G. Kehutanan Umum B. Presentasi Poster
1 2 3 5 6 8 9 22 25
37 45 64 74 87 103 118 133
2
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
SUSUNAN KEPANITIAAN Pelindung
: Kepala Pusat Penelitian Biomaterial – LIPI (Prof. Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr.)
Panitia Pengarah
: Ketua MAPEKI (Prof. Dr. Ir. Anita Firmanti, MT.) Prof. Dr. Bambang Subiyanto – LIPI Prof. Dr. Subyakto - LIPI Prof. Dr. Yusuf. Sudohadi – IPB Prof. Dr. Yusram Massijaya – IPB Dr. Sri Nugroho Marsoem - UGM Dr. Ir. Euis Hermiati, M.Sc. - LIPI Dr. Wahyu Dwianto, M.Agr. - LIPI Dr.Sasa Sofyan Munawar, M.P - LIPI Dr. Lisman Suryanegara, M.Agr. - LIPI
Panitia Pelaksana Ketua
: Dr. Dede Heri Yuli Yanto, M.Agr.
Sekretaris
: Fitria, STP., M.FoodSc.
Bendahara
: Dwi Hadi Restuningsih, ST Nissa Nurfajrin Solihat, S.Si Triyani Fajriutami, S.TP, M.Eng
Kesekretariatan
: Ari Kusumaningtyas, S.T. Linda Kriswati, S.E. Fahriya Puspita, S.T. Erlin Herlinawati, SE Siti Sadiah Junjun
Program dan Publikasi
: Dr. Widya Fatriasari, S.Hut., M.M. Deni Zulfiana, S.Si, M.Si. Sita Heris Anita, S.Si., M.Si. Luna Ngeljaratan, S.T, M.S. Maulida Oktaviani, S.Si. Dwi Ajias Pramasari, ST.P. Apriwi Zulfitri, S.Si,M.Sc. Yudhi Dwi Kurniawan, S.Si., M.Sc. Yeyen Nurhamiyah, S.Si. Riksfardini Annisa Ermawar, M.Bio. Dr.Titik Kartika, S.Si., M.Agr. Lilik Astari, S.Si, M.ForSc. Agung Sumarno, ST, M.T Lasino, ST, APU 3
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
Dr. Ir. Maryoko Hadi, Dipl. E. Eng Ajun Hariono, ST, M.Sc, Eng Dana
: Arief Heru Prianto, S.Hut., M.Si. Adik Bahanawan, S.Hut. Ni Putu Ratna Ayu Krishanti, S.P.
Logistik
: Ismadi, ST, MT. Sudarmanto, ST. Fazhar Akbar Eko Widodo, ST.
Konsumsi
: Eka Lestari, S.Hut Dr. Firda Aulya Syamani, S.TP, M.Si Ir. Nurul Aini S, MT
Dokumentasi dan design web
: Syam Budi Irianto, Amd. Agus Mulyadi, SE Teguh Darmawan, ST. Bramantyo Wikantyoso, S.Si
Akomodasi dan Transportasi
: Jayadi, ST. Cecep Ahmad Syahrir Saefulloh
Field Trip
: Yusuf Amin, S.Hut., M.Si. Herry Samsi, MT. Lucky Risanto, S.Si. Raden Permana Budi L. Amd. Danang Sudarwoko Adi, S.Hut. Dani Cahyadi, ST
4
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
JADWAL ACARA 4 November 2015 (Rabu) 07.30-08.30 08.30-08.50 08.50-09.10 09.10-09.20 09.20-09.35 09.35-09.55 09.55-10.15 10.15-10.35 10.35-10.55 10.55-11.15 11.15-12.00 12.00-13.00 13.00-13.25 13.25-14.25 14.25-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-18.30 18.30-19.30 19.30-20.30
: Registrasi Peserta : Sambutan Ketua Umum Mapeki Pembukaan Menteri Pekerjaan Umum dan Permukiman Rakyat : Sesi Foto : Coffee Break : Keynote Speech 1 : Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan * : Keynote Speech 2 : Prof. Dr. Enny Sudarmonowati : Keynote Speech 3 : Prof. Dr. Bambang Subiyanto, M.Agr : Keynote Speech 4 : Dr. Supriyanto, DEA : Sesi Tanya Jawab : Sesi Presentasi Poster : Ishoma : Sesi Invited Speaker : Paralel Sesi 1 : Coffee Break : Paralel Sesi 2 : Paralel Sesi 3 : Paralel Sesi 4 : Sholat dan Istirahat : Rapat internal MAPEKI : Ramah Tamah & Makan Malam
5 November 2015 (Kamis) 07.30-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-11.30
: : : : :
Registrasi Peserta dan Coffee Break Paralel Sesi 5 Paralel Sesi 6 Paralel Sesi 7 Penutupan
* Dalam konfirmasi
5
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
JADWAL SESI PARALEL Rabu, 4 November 2015 Ruang 1 Sesi
Waktu
Pembicara Undangan
13.00 - 13.25
Paralel 1
13.25 - 14.25
Paralel 2
14.25 - 15.25
Sifat Dasar Kayu (A) - Rekayasa Material (C)
Ruang 2
Ruang 3
Ruang 4
Ruang 5
Ruang 6
Biokomposit (B)
Kimia Hasil Hutan dan Biorefinery (D)
Biodegradasi (E)
Silvikultur (F)
Kehutanan Umum (G)
Dr. Andi Detti Yuaniarti, M. P. (Moderator: Isti Sekartining Rahayu, M. Si.)
Dr. Joko Sulistyo (Moderator: Prof. Subyakto, M. Sc.)
Dr. Nyoman Wistara (Moderator: Dr. Euis Hermiati)
Prof. Dodi Nandika (Moderator: Dr. Denny Irawati)
Prof. Nina Mindawati (Moderator: Dr. Diana Prameswari)
Dr. Ichsan Suwandi (Moderator: Dr. Sukadaryati)
A01 - A04
B01 - B04
D01 - D04
E01 - E04
F01 - F04
G01 - G05
Moderator : Dr. Sri Nugroho Marsoem
Moderator : Dr. Apri Heri Iswanto
Moderator : Dr. Saptadi Darmawan
Moderator : Dr. Wiwik Ekyastuti
Moderator : Dr. Arida Susilowati
Moderator : Dr. Nurudin
Dr. Lina Karlinasari (Moderator: Dr. Wahyu Dwianto)
B05 - B08
D05 - D08
E05 - E08
F05 - F08
G06- G10
C01 - C02
Moderator : Dr. Ragil Widyorini
Moderator : Dr. Ganis Lukmandaru
Moderator : Dr. Djarwanto
Moderator : Dr. Darwo
Moderator : Dr. Samsuri
Moderator : Buan Ashari, Ph. D. 15.25 - 16.00 Paralel 3
16.00 - 17.00 17.00 - 18.00
Paralel 4
Coffee Break A05 - A07
B09 - B12
D09 - D12
E09 - E12
F09 - F12
G11 - G14
Moderator : Dr. Ridwan Yahya
Moderator : Dr. Sasa Sofyan Munawar
Moderator : Prof. Gustan Pari
Moderator : Dr. Anne Hadiyani
Moderator : Dr. Hanna Artuti
Moderator : Dr. Emi Roslinda
C03 - C06
B13 - B16
D13 - D15
E13 - E16
F13 - F15
G15 - G18
Moderator : Dr. Trisna Priadi
Moderator : Dr. Tati Karliati
Moderator : Dr. Gentur Sutapa
Moderator : Dr. Renhart Jemi
Moderator : Sahwalita, M.P
Moderator : Dr. Dwi Astiani
6
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
Kamis, 5 November 2015
Sesi
Waktu
Paralel 5
08.00 - 09.00
Paralel 6
09.00 - 10.00
Paralel 7
10.00 - 11.00
Ruang 1 Sifat Dasar Kayu (A) - Rekayasa Material (C)
Ruang 2 Biokomposit (B)
Ruang 3 Kimia Hasil Hutan dan Biorefinery (D)
Ruang 4 Biodegradasi (E)
Ruang 5 Silvikultur (F)
A08- A10
B17 - B20
E17 – E20
F16 - F18
Moderator : Andianto, M.Si
Moderator : Dr. Tekat Dwi Cahyono
Moderator : Prof. Yetrie Ludang
Moderator : Fabianus Ranta, M. Si.
C07 - C10
B21 - B25
Moderator : Dr. Rudi Hartono
Moderator : Dr. Rudi Dungani
Ruang 6 Kehutanan Umum (G)
C11 - C13 Moderator : Dr. James Rilatupa
7
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
DAFTAR MAKALAH SPEAKER
Keynote Speaker No 1.
Judul Program dan Penelitian Tanaman Hutan Berkayu yang Sinergi dan Berkelanjutan
Penulis Enny Sudarmonowati
Afiliasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Invited Speaker No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Judul Kualitas Kayu Arang (Diospyros sp).
Penulis Afiliasi Andi Detti Fakultas Kehutanan, Yunianti*,Eka Lestari Universitas Hasanuddin 1* Peran Struktur-Mikro Joko Sulistyo , Fakultas Kehutanan, Material Karbon Porous dari Toshimitsu Hata2 Universitas Gadjah Kayu dalam Rekayasa Bio- dan Sri Nugroho Mada, Yogyakarta 1 komposit Marsoem Bagian Rekayasa Aplikasi pengujian tanpa dan Desain merusak (NDT) berbasis Lina Karlinasari Bangunan Kayu gelombang bunyi Departemen Hasil pada evaluasi balok dan log Hutan, Fakultas untuk kepentingan struktur Kehutanan IPB Departemen Hasil Integrasi Produksi Bioenergi Hutan Nyoman J. Wistara dalam Pabrik Pulp Kraft Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor Pentingnya Penerapan Pusat Penelitian dan Teknik Silvikultur dan Pengembangan Bioteknologi untuk Nina Mindawati Hutan Meningkatkan Produktivitas Kementrian Hutan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rancangan Penanganan Lahan Kritis di Lahan-Lahan Sekolah Ilmu dan Milik sebagai Kawasan Ichsan Suwandhi* Teknologi Hayati, Penyangga Ekosistem dan Sofiatin Institut Teknologi Subdas Cimanuk Hulu Bandung dengan Model Perkebunan Berbasis Agroforestry
Bidang Sifat Dasar Kayu
Biokomposit
Rekayasa Material
Kimia Hasil Hutan dan Biorefinery
Silvikultur
Kehutanan Umum
8
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
DAFTAR MAKALAH PESERTA No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Judul dan Penulis
Afiliasi
A. Sifat Dasar Kayu Studi Kualitas Kayu Akasia Hibrida (Acacia Hybrid) Teknologi Hasil Hutan Fakultas Hasil Persilangan Acacia mangium Kehutanan UGM Harry Praptoyo Keberadaan Incuded Phloem pada pohon Fakultas Pertanian, Universitas penghasil gaharu Bengkulu Ridwan Yahya Hubungan Produksi Getah dengan Sifat Anatomi Pohon Sadapan Pinus (Pinus merkusii) Fakultas Kehutanan IPB Maryam Jamilah Lubis*, Lina Karlinasari, Sucahyo Sadiyo, Gunawan Santosa Efisiensi Penggunaan Kayu pada Perumahan Tipe Puslitbang Keteknikan 36 di Nusa Tenggara Barat Kehutanan dan Pengolahan Achmad Supriadi Hasil Hutan Sifat-Sifat Kayu Terminalia complanata dan Gymnacranthera paniculata Asal Papua Pusat Penelitian dan Andianto*, Nurwati Hadjib, Abdurachman, Dian Pengembangan Hasil Hutan Anggraini Indrawan,Freddy Jontara Hutapea Determinasi Sifat Keterbasahan Batang Kelapa Program Studi Kehutanan, Sawit, Kayu Meranti Merah dan Kayu Sengon Fakultas Pertanian Universitas dengan Metode Sudut Kontak Sumatera Utara Tito Sucipto*, Rudi Hartono, Wahyu Dwianto Variasi Kadar Air dan Berat Jenis Kayu Kelapa Jurusan Kehutanan, Faperta (Cocos nucifera, L) Unpatti E. Manuhuwa*, M. Loiwatu, H. Tuguiha Sifat Fisika dan Mekanika Kayu Kayu Jati Unggul pada Umur Muda Fakultas Kehutanan, Fanny Hidayati*, Joko Sulistyo, Sri Nugroho Universitas Gajah Mada Marsoem Variasi Aksial dan Radial Sifat Fisika dan Mekanika Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Fakultas Kehutanan Miq.) yang Tumbuh di Kabupaten Sleman Universitas Gajah Mada Muhammad Rosyid Ridho, Sri Nugroho Marsoem* Pengujian Sifat Mekanis pada Bambu Betung sebagai Pertimbangan Penggunaan Bahan Baku Fakultas Kehutanan Struktural Universitas Jambi Ana Agustina*, Naresworo Nugroho, Dede Hermawan,Efendi Tri Bahtiar B.Biokomposit Sifat Fisik Mekanis Biopottray Bibit Tanaman Dari Balai Penelitian Teknologi Limbah Kayu Mahang Dan Daun Nenas Serat Tanaman Hutan Eko Sutrisno*, Agus Wahyudi Karakteristik Papan Serat Kerapatan Sedang Kayu Skubung (Macaranga gigantea) Dengan Perekat Balai Penelitian Teknologi Asam Malat Serat Tanaman Hutan – Kuok Agus Wahyudi*, T.A. Prayitno, Ragil Widyorini
Kode
A.01
A.02
A.03
A.04
A.05
A.06
A.07
A.08
A.09
A10
B.01
B.02
9
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Karakterisasi dan Sifat-sifat Struktur Nano Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Nanofiller Dalam Bahan Komposit Rudi Dungani*, H.P.S. Abdul Khalil Analisis Finansial Pengembangan Industri Komposit Serat Sabut Kelapa Sebagai Media Tanam Vertikal Kurnia Wiji Prasetiyo*, Meti Ekayani, Muhammad Adhe Putra Pengembangan Proses Fibrilasi Kulit Jagung Sebagai Bahan Komposit Dengan Perekat Asam Sitrat Kurnia Wiji Prasetiyo*, Gina Bahtiar, Leny Kurniawati Sudut Kontak dan Keterbasahan Dinamis Kayu Samama pada Berbagai Pengerjaan Kayu Tekat Dwi Cahyono*, Imam Wahyudi, Fauzi Febrianto, Trisna Priadi, Syarif Ohorella Peningkatan Sifat Fisika dan Mekanika Papan Komposit Serat Kotoran Gajah Dengan Penambahan Asam Sitrat Greitta Kusuma Dewi*,Ragil Widyorini, M. Nanang Tejolaksono, Agus Jati Karakteristik LVL Kempa Dingin Eka Mulya Alamsyah*, Ihak Sumardi Pengaruh Jumlah Pulp Pelepah Sawit Terfibrilasi dalam Komposit Hibrid Polipropilena dan Poliasam Laktat Firda Aulya Syamani*, Subyakto, Lisman Suryanegara Pengaruh Penggunaan Bahan Baku Pelepah Salak dan Jumlah Perekat Asam Sitrat terhadap Sifat Fisika dan Mekanika Papan Partikel Bangun Dwi Prasetyo*, Ragil Widyorini, Tibertius Agus Prayitno Pengaruh Penambahan Perekat dan Suhu Kempa terhadap Sifat Papan Komposit dari Serat Sabut Kelapa (Cocos nucifera) dengan Asam Sitrat sebagai Perekat Fernando*, Ragil Widyorini, Joko Sulistyo Sifat Perekatan Kayu Yang Diawetkan Dengan Pengawet Alami Tibertius Agus Prayitno*,Ragil Widyorini Penggunaan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Insulator Termal Alami Yeyen Nurhamiyah*, Ismail Budiman Lisman Suryanegara Karakteristik Papan Partikel Bambu Petung pada Komposisi Asam Sitrat-Pati dan Suhu Pengempaan yang Berbeda Ragil Widyorini*, Elya Ningsih, Tibertius Agus Prayitno
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung
B.03
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
B.04
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
B.05
Fakultas Pertanian Universitas Darussalam Ambon
B.06
Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada
B.07
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung
B.08
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
B.09
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
B.10
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
B.11
Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan UGM
B.12
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
B.13
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
B.14
10
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
1
2
Desain dan Studi Tekno Ekonomi Produksi Perekat Aqueous Polymer Isocyanate (API) Berbasis Lateks Karet Alam (LKA) Pusat Penelitian Biomaterial Fahriya Puspita Sari*, Widya Fatriasari, Euis LIPI Hermiati, Teguh Darmawan, Jayadi, R P. Budi Laksana Karakteristik Papan Komposit Dari Kulit Batang Fakultas Kehutanan Sagu Dan Limbah Plastik Polipropilena Universitas Tanjungpura Dina Setyawati*, Farah Diba, Nurhaida Efek Penambahan Serat Bambu Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis Papan Partikel Berbahan Pusat Penelitian Biomaterial Dasar Limbah Media Tanam Jamur Tiram LIPI Lisman Suryanegara*, Wildan Hakim, Gina Bachtiar Development and Characterization of Sweet Pusat Penelitian Biomaterial Sorghum Bagasse Particleboard LIPI Sasa Sofyan Munawar*, Nadya Mirasanti, Anisah Pengaruh Temperatur Perebusan Jerami Terhadap Puslitbang Keteknikan Sifat Fisis Mekanis Papan Partikel Kehutanan dan Pengolahan M.I.Iskandar Hasil Hutan Aplikasi Perekat Getah Perca Termodifikasi pada Sekolah Ilmu dan Teknologi Kayu Lapis Hayati, Institut Teknologi Tati Karliati*, Fauzi Febrianto, Wasrin Syafii , Imam Bandung Wahyudi, Eka Mulya Alamsyah Sifat Fisik dan Mekanik Papan Partikel dari Limbah Fakultas Kehutanan, Pabrik Teh Universitas Tanjungpura Yuliati Indrayani*, Sasa Sofyan Munawar Optimasi Aplikasi Perekat Aqueous Polymer Isocyanate Dari Bahan Dasar Lateks Karet Alam Pada Pembuatan Kayu Lamina Menggunakan Pusat Penelitian Biomaterial Metode Respon Permukaan LIPI Euis Hermiati*, Widya Fatriasari, Raden Permana Budi Laksana Properties Sorghum Bagasse Particleboard by Using Melamine Formaldehyde Adhesives and An Effect of Pressing Conditions Pusat Penelitian Biomaterial Sasa Sofyan Munawar*, Bambang Subiyanto, Kenji LIPI Umemura, Yukio Kawamoto, Sukma Surya Kusumah Pengaruh Bahan dan Kadar Pengisi Dalam Puslitbang Keteknikan Perekat Eksterior Terhadap Keteguhan Rekat Kehutanan dan Pengolahan Venir Lamina Hasil Hutan M.I.Iskandar C. Rekayasa Material Pengaruh Perlakuan Panas dengan Metode Kukus (Steam) terhadap Sifat Perekatan dan Finishing Kayu Fakultas Kehutanan Nangka Universitas Gadjah Mada Muhammad Navis Rofii*, Ragil Widyorini, A. Prayitno Rendemen Pembuatan FJLB Kayu Pinus Pada Suatu Industri Pustekolah, Bogor Edi Sarwono
B.15
B.16
B.17
B.18
B.19
B.20
B.21
B.22
B.23
B.24
C.01
C.02
11
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
3
4
5
6
Sifat-Sifat Elastis Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Evalina Herawati*, Lina Karlinasari, Sucahyo Sadiyo, Naresworo Nugroho, Effendi Tri Bahtiar Sifat Fisik Mekanik Sambungan Venir Lapisan Dalam LVL Sengon (Paraserianthes falcataria L.Nielsen) Edi Sarwono Kualitas Rotan Irit (Calamus trachycoleus Becc ). di kecamatan tabukan kalimantan selatan Rosidah, Arfa Agustina Rezekiah*, Anna Maria Makalew, Eva Prihatiningtiyas Sifat Kayu Laminasi (Glulam) Dari Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) ; Model Regresi Kerapatan dan Kekuatan Kayu Laminasi (Glulam) Dari Kayu Sengon Yoyo Suhaya, Eka Mulya Alamsyah, Yasuda Mitsuki, Takashi Tanaka, Masaaki Yamada
Fakultas Kehutanan USUMedan
C.03
Pustekolah, Bogor
C.04
Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
C.05
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung
C.06
Analisis Kekuatan Balok Kayu Glulam Nyatoh Teknik Sipil Institut Teknologi 7 Tanpa dan Dengan Perkuatan Bandung Saptahari Sugiri*, Arie Putra Usman
8
9
10
11
1
2
Pengendalian Cacat Bentuk dalam Pengeringan Kayu Durian (Durio zibhetinus Murr.), Kayu Karet (Havea brasiliensis Muell. Arg), Kayu Kecapi Fakultas Kehutanan IPB (Sandoricum koetjape burm.f.merr) Trisna Priadi*, Apriansyori Barus Pengaruh Kadar Air Terhadap Hasil Interpretasi Tomografi Berbasis Gelombang Suara pada Mahasiswa pascasarjana PS Ilmu dan Teknologi Hutan, Gaharu * Nadya Putri , Lina Karlinasari, Maman Turjaman, Fakultas Kehutanan IPB Imam Wahydi, Dodi Nandika Penambahan Natrium Silikat Untuk Meningkatkan Sekolah Ilmu dan Teknologi Ketahanan Kayu Hevea brasiliensis Terhadap Api Hayati, Institut Teknologi M. Hafizh Zhafran Nurrachman*, Eka Mulya Bandung Alamsyah, Ihak Sumardi Perilaku mekanik pasak bambu dalam perekat Jurusan Teknik Sipil, Fakultas pada sambungan balok kayu Teknik Universitas Mataram Buan Anshari D. Kimia Hasil Hutan dan Biorefinery Pusat Penelitian dan Pemanfaatan Limbah Bunga Pinus Sebagai Bahan Pengembangan Keteknikan Baku Pembuatan Arang Aktif Kehutanan dan Pengolahan Sri Komarayati*, Djeni Hendra Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Karakteristik Arang Pinus sebagai Bahan Baku Pengembangan Hasil Hutan Nano Karbon Badan Litbang Kehutanan dan Gustan Pari*, Novitri Hastuti, Inovasi, Kementerian Saptadi Darmawan, Lisna Efiyanti Lingkungan Hidup & Kehutanan
C.07
C.08
C.09
C.10
C.11
D.01
D.02
12
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Pengaruh Konsentrasi NAOH dan Perlakuan Jamur Terhadap Sifat Pulp Semimekanis Kayu Mahang (Macaranga Hypoleuca) Yeni Aprianis*, Siti Wahyuningsih Sifat Kimia Kayu Mahoni Setelah Perlakuan Panas Pada Berbagai Variasi Suhu Dan Metode Dewi Susanti, Ragil Widyorini, Ganis Lukmandaru* Pemanfaatan Arang sebagai Media Pemeram dan Pengaruhnya Terhadap Komponen Kimia Telur Puyuh Asin Nina Wiyantina, Gustan Pari* , Adi Santoso Kayu Sekubung (Macaranga gigantea) sebagai Bahan Baku Pulp alternatif Dodi Frianto*, Rima Rinanda Kajian Komponen Kimia Jati Platinum Berdasarkan Umur Pohon Dwi Ajias Pramasari*, Eka Lestari, Adik Bahanawan, Danang Sudarwoko Adi, Wahyu Dwianto Komponen Kimia dan Kristalinitas Daun Dan Batang Tanaman Mengkuang (Pandanus artocarpus Griff) Hikma Yanti*, Wasrin Syafii, I Nyoman J Wistara, Fauzi Febrianto Pengaruh Surfaktan Tween 80 dan PEG 4000 Pada pretreatment Asam Organik Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Deddy Triyono Nugroho Adi*, Sita Heris Anita, Nissa Nurfajrin Solihat Sifat Fisika-Kimia Briket Arang dari Limbah Serbuk Gergajian Acacia mangium Willd Ahmad Harun H, J .P. Gentur Sutapa* Pengaruh Suhu dan Waktu Pretreatment Pada Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Terhadap Komponen Hidrolisat Sita Heris Anita*, Nissa Nurfajrin Solihat, Fahriya Puspita Sari, Lucky Risanto Rendemen dan Sifat Fisik Pulp Kayu Gubal dan Teras Mangium (Acacia mangium Willd.) Asal Merauke pada Tiga Konsentrasi Alkali Aktif Siti Hanifah Mahdiyanti, Sri Nugroho Marsoem*
Teknologi Pembuatan Biodiesel Nyamplung 13 Djeni Hendra*, Novitri Hastuti, Heru Wibisono
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, UGM
D.03
D.04
Sekolah Menengah Kejuruan SMAKBO
D.05
Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan
D.06
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
D.07
Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan UNTAN
D.08
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
D.09
Fakultas Kehutanan UGM
D.10
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
D.11
Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada
D.12
Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
D.13
Karakterisasi dan Identifikasi Komposisi Kimia Jurusan Kimia FMIPA UNM 14 Serbuk Kayu Pinus Dengan Metode GC MS Makassar Mohammad WijayaM*, Muhammad Wiharto Pusat Penelitian dan Analisis Getah Dryobalanops sp. dengan Pengembangan Hasil Hutan 15 Kromatografi Gas Spektrometri Massa Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Gusmailina*, Sri Komarayati, Gunawan Pasaribu Jawa Barat"
D.14
D.15
13
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
E. Biodegradasi dan Hasil Hutan Non Kayu Aktivitas Anti Jamur Minyak Eukaliptus (Eucalyptus Jurusan Kehutanan Fakultas sp) dan Galam (Melaleuca cajuputi) Pertanian, Universitas Renhart Jemi*, Nuwa, Herwin Joni, Try Ade Ade Palangkaraya Irma, Suryati Marito Saragih Pengaruh Kepadatan Ketel Pemasak Dan Lama Penyimpanan Minyak Terhadap Kualitas dan Fakultas Kehutanan Komposisi Kimia Minyak Kayu Putih Universitas Gadjah Mada Satrian Nur Alam,Rini Pujiarti*, Kasmudjo, Sigit Sunarta Meranti Cengal (Shorea hopeifolia (F. Heim) Pusat Penelitian dan Symington) dan Prospek Pemanfaatan Bukan Pengembangan Hutan dan Kayu Konservasi Alam Marfuah Wardani Sifat Fisik dan Ketahanan Kayu terhadap Serangan Penggerek Laut dari Jenis Shorea Balai Besar Penelitian retusa dan Shorea macroptera ssp sandakanensis Dipterokarpa Andrian Fernandes Potensi dan Distribusi Cemaran Merkuri Di Tailing Fakultas Kehutanan Akibat Penambangan Emas Rakyat Universitas Tanjungpura Wiwik Ekyastuti*, Dwi Astiani Pengaruh Perbedaan Jenis Kayu dan Kadar Air Media Terhadap Pertumbuhan Miselia Jamur Fakultas Kehutanan, Shiitake (Lentinula edodes) Universitas Gadjah Mada Denny Irawati*, Dahayu Ratnanindha, J.P. Gentur Sutapa Pemanfaatan Kulit Kayu Samak (Syzygium inophyllum) Sebagai Pewarna Alami Kayu dan Anti Fakultas Kehutanan Rayap Universitas Tanjungpura Muflihati Potensi Zat Ekstraktif Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus) Sebagai Antidiabetes Institut Pertanian Bogor Laela Nur Anisah*, Wasrin Syafii, Rita Kartika Sari, Gustan Pari Komposisi Kimia dari Beberapa Jenis Daun Bambu sebagai Antioksidan dan Kemanfaatan bagi Fakultas Kehutanan UGM Masyarakat Sri Suryani*, Ganis Lukmandaru, Sigit Sunarta Potensi Kulit Mangium sebagai Biosorben Ion Fakultas Kehutanan, Institut Logam Berat Berbahaya Pertanian Bogor Jauhar Khabibi*, Wasrin Syafii, Rita Kartika Sari Keawetan Alami Lima Jenis Kayu Indonesia yang Dimodifikasi dengan Polistirena Fakultas Kehutanan, Renny Purnawati*, Ismail Budiman, Herman Siruru, Universitas Negeri Papua Yusuf Sudo Hadi, Jasni Toksisitas Fumigan Cuka Kayu Terhadap Rayap Pusat Penelitian Biomaterial tanah Coptotermes sp. LIPI Arief Heru Prianto Biodegradasi minyak mentah secara simultan oleh Pusat Penelitian Biomaterial kombinasi jamur Pestalotiopsis sp dan Trametes LIPI hirsuta
E.01
E.02
E.03
E.04
E.05
E.06
E.07
E.08
E.09
E.10
E.11
E.12
E.13
14
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
Dede Heri Yuli Yanto*, Sanro Tachibana Analisa Komponen Kimia dan Uji Antibakteri Asap Cair Tempurung Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Pusat Penelitian Biomaterial 14 Jacq.) pada Bakteri Staphylococcus aureus dan LIPI Pseudomonas aeruginosa A Heru Prianto*, Kurnia A, Atik Pusat Penelitian dan Pencegahan Serangan Jamur Pewarna Pada Kayu Pengembangan Keteknikan 15 Tusam (Pinus merkusii) Secara Laboratoris Kehutanan dan Pengolahan Djarwanto*, Sihati Suprapti Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Karakteristik Asap Cair Bunga Pinus (Pinus Pengembangan Keteknikan 16 merkusii) Kehutanan dan Pengolahan Sri Komarayati*, Gusmailina Hasil Hutan Teknik Pengasapan Kayu Untuk Peningkatan Mutu Fakultas Kehutanan Kerajinan Kayu Khas Kalimantan Barat: Kajian Universitas Tanjungpura 17 Keawetan Kayu Terhadap Rayap Lolyta Sisillia*,Farah Diba Pemanfaatan Limbah Kulit Kayu Karet (Hevea Brasiliensis) Sebagai Pengendali Jamur Pewarna Program Studi Rekayasa Pada Produk Uji Deckling LVL Sengon Kehutanan, Sekolah Ilmu dan 18 (Paraserianthes falcataria) di PT Sumber Graha Teknologi Hayati, Institut Sejahtera Sejahtera Teknologi Ayuni Nur Apsari, Eka Mulya Alamsyah, Ihak Sumardi Potensi Produksi Resin Pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) di kawasan Observatorium School of Life Sciences and 19 Bosscha Bandung Jawa Barat Technology, ITB Anne Hadiyane*, Endah Sulistyawati, Asharina Widya Pangestu Pemanfaatan Limbah Kulit Kayu Karet (Hevea Program Studi Rekayasa brasiliensis) sebagai Pengendali Jamur Pelapuk Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Pada Produk LVL (Laminated Veneer Lumber) 20 Teknologi Hayati, Institut Karet di PTSumber Graha Sejahtera Teknologi Bandung Kampus Fadhilatunnisa Nurhadiza*, Eka Mulya Alamsyah, Jatinangor Ihak Sumardi F. Silvikultur Pengaruh Pupuk Daun Pada Pertumbuhan bibit Balai Penelitian Kehutanan Palembang 1 sungkai di persemaian Sahwalita Mortalitas dan Pertumbuhan Pohon Akibat Pembangunan Drainase di Hutan Alam Rawa Gambut Terdegradasi : Dasar untuk Manajemen Fakultas Kehutanan 2 Hutan Lestari Universitas Tanjungpura Dwi Astiani*, Mujiman, Murti Anom, Deddy D Firwanta, Ruspita Salim, Nelly Lisnawati, Dessy Ratnasari, Teddy Mardiantoro
E.14
E.15
E.16
E.17
E.18
E.19
E.20
F.01
F.02
15
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
3
4
5
6
7
8
9
Pertumbuhan Bambu Mayan (Gigantochloa Robusta Kurz.) dan Bambu Tali (Gigantochloa Apus Kurz.) Umur 4 Tahun Di Stasiun Penelitian Hutan Arcamanik, Bandung Sutiyono*, Marfuah Wardan Pertumbuhan Anthocephalus cadamba Dengan Pemberian Fosfat Alam Dan Mikoriza Di Tanah Aluvial Burhanuddin*, Hanna Artuti E, H.A. Oramahi Peningkatan Kualitas Batang Dan Pertumbuhan Tanaman Kayu Bawang Umur 3 Tahun Melalui Perlakuan Pemangkasan Cabang Nanang Herdiana*, Sahwalita, Sri Utami Morfologi dan Siklus Perkembangan PembungaanPembuahan Pirdot (Saurauia bracteosa) Cica Ali Pengaruh Variasi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Setek Binuang Bini(Octomeles sumatrana Miq.) Rina Bogidarmanti Uji Coba Pengendalian Serangan Gall pada Semai Tanaman Kulilawang (Cinnamomum cullilawan: Lauraceae) Ujang W. Darmawan*, Illa Anggraeni, Agus Ismanto Teknik Silvikultur Jenis Kapur (Dryobalanops sumatrensis Kost.) dan Prospek Pengembangannya di KPHP MADINA : Sebuah Tinjauan Cica Ali
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
F.03
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura
F.04
Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Palembang
F.05
Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli
F.06
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan
F.07
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
F.08
Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli F.09
Serangan Hama Kepik Pada Tanaman Ketapang Pusat Penelitian dan Dan Pengendaliannya Pengembangan Hutan 10 Ujang W. Darmawan*, Illa Anggraeni, Wida Darwiati1 dan Agus Ismanto
11
12
13
14
Laju Dekomposisi Serasah pada Ekosistem Hutan Tropis Pegunungan di Cagar Alam Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat Noviana Budianti*, Endah Sulistyawati Potensi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula dari Rizosfer Tumbuhan Pionir di Areal Bekas Penambangan Emas Rakyat Hanna Artuti*, Dwi Astiani Pendugaan Parameter Genetik, Korelasi Antar Karakter Fenotipik Serta Pola Kekerabatan Antar Populasi Bibit Surian (Toona sinensis Roem) Yayat Hidayat*, Murdaningsih Haeruman K, Suseno Amien, Iskandar Zulkarnaen Siregar Respon Pertumbuhan Semai Berdasarkan Perbedaan Lamanya Waktu Perendaman Benih Faloak (Sterculia comosa Wallich) Fabianus Ranta*, Fransiskus Xaverius Dako, Laurentius DW. Wardhana
F.10
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB
F.11
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura
F.12
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB
F.13
Program Studi Manajemen Sumberdaya Hutan Politeknik Pertanian Negeri Kupang
F.14
16
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
Sistem Polikultur Ubi–Ubian Lokal Untuk 15 Ketahanan Pangan Di Desa Hutan Pusat Penelitian Biologi LIPI Saefudin Struktur, Komposisi Jenis Pohon di Hutan Alam Pusat Penelitian dan Produksi Bekas Tebangan Kabupaten Seruyan, 16 Pengembangan Konservasi Kalimantan Tengah dan Rehabilitasi Diana Prameswari*,Sukaesih Prajadinata Perbanyakan Vegetatif Bibit Pinus Merkusii Fakultas Kehutanan, Bergetah Banyak Melalui Teknik Stek Pucuk 17 Arida Susilowati, Supriyanto, Corryanti, Iskandar Universitas Sumatera Utara Z.S., Imam Wahyudi, Atok Subiakto Prospek Pembangunan Hutan Tanaman Pusat Penelitian dan Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) Burck.) Di 18 Pengembangan Peningkatan Lahan Gambut Produktivitas Hutan Darwo*, Rina Bogidarmanti G. Kehutanan Umum Instrumen dan Hak-Hak Adat Masyarakat Dayak Terhadap Pengeloaan Hutan Di Desa Bahu Palawa Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Teknologi Hasil Hutan Fakultas 1 Kalimantan Tengah Pertanian Herwin Joni, Renhart Jemi*,Johansyah, Hendra Toni, Yusuf Aguswan, Antonius Triyadi, Patricia Erosa Putir, Yusurum Jagau Produk Biodiesel Biji Pohon Bintangur Sebagai Kontribusi Sektor Kehutanan Terhadap Fakultas Pertanian, Universitas 2 Permasalahan Energi Nasional dan Manfaat Bengkulu Strategis Lainnya Ridwan Yahya Analisis Ekonomi Pemanfaatan Komoditas HHBK Pusat Penelitian dan di Desa Batu Dulang, Kecamatan Batu Lanteh, 3 Pengembangan Peningkatan Kabupaten Sumbawa Produktivitas Hutan Rosita Dewi* dan Retno Agustarini Strategi Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Potensial .pada Areal Pengembangan Fakultas Kehutanan, 4 HKm Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan Universitas Hasanuddin Makkarennu Pusat Penelitian Sistem Mutu Perancangan Pengukuran Kinerja Perusahaan dan Teknologi Pengujian 5 Kehutanan Berbasis ISO 9004 Lembaga Ilmu Pengetahuan Muh Azwar Massijaya Indonesia (P2SMTP LIPI) Strategi Awal Pengembangan Usaha Minyak Kayu Putih Sebagai Komoditas Ekonomi Di Sumatera Balai Penelitian Kehutanan 6 Selatan Palembang * Suryanto , Sahwalita, Nanang Herdiana Analisis Kelayakan Pembangunan HTR di Blok 7 Pemberdayaan Hutan Produksi Kph Awota Fakultas Kehutanan UNHAS Novriyanto Dwi Sapoetra Pemanfaatan Sumberdaya Taman Nasional Gunung Halimun Salak Oleh Masyarakat Adat Puslitbang Konservasi Dan 8 Kasepuhan Sinarresmi Rehabilitasi Yelin Adalina
F.15
F.16
F.17
F.18
G.01
G.02
G.03
G.04
G.05
G.06
G.07
G.08
17
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
1
2
Dari Kayu Borneo Ke Kayu Rakyat : Dampak Puslitbang Keteknikan Terhadap Perdagangan Kayu Dan Kualitas Kehutanan dan Pengolahan Konstruksi Hasil Hutan Achmad Supriadi Indeks Prioritas Restorasi Lanskap Hutan Tropis FakultasPertanian Universitas Terdegradasi di Kabupaten Langkat Sumatera Sumatera Utara Utara Samsuri*, Anita Zaitunah; Achmad Siddik Thoha Keragaman Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat di Puslitbang Konservasi Dan Kawasan Hutan Gunung Salak, Jawa Barat Rehabilitasi Yelin Adalina Penilaian Kinerja Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat, Program Studi Kehutanan NTB Universitas Mataram * Andi Chairil Ichsan , Indra Gumay Febryano Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang Dimanfaatkan Masyarakat Sekitar Cagar Alam Gunung Nyiut Di Desa Raut Muara Fakultas Kehutanan Kecamatan Sekayam Universitas Tanjungpura Augustine Lumangkun*, Purwati, Uke Natalina, Ratih Regenerasi Hutan Rawa Gambut Bekas Pusat Penelitian dan Kebakaran Di Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah Pengembangan Hutan Sukaesih Prajadinata Strategi Pengembangan Persuteraan Alam di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan Fakultas Kehutanan * Andi Sadapotto , M. Asar Said Mahbub, Sitti Universitas Hasanuddin Nuraeni Cadangan Karbon pada Tegakan Tingkat Tiang dan Pohon di Taman Wisata Alam Punti Kayu Balai Penelitian Kehutanan Palembang Palembang Tubagus Angga A. Syabana*, Sabiliani Mareti, dan Adi Kunarso Suksesi Makaranga (Macaranga Sp.) Di Hutan Sekunder Bekas Perladangan Berpindah, Barito Pusat Penelitian dan Hulu, Kalimantan Tengah Pengembangan Hutan Sukaesih Prajadinata, Asmanah Widiarti Studi Kelayakan Pengembangan Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ) sebagai Pusat Litbang Peningkatan Sumber Pangan Produktivitas Hutan Dhany Yuniati*, Husnul Khotimah,Irma Yeny P. POSTER Kajian Sadapan Pinus dengan Mesin Sadap Chaintech Diana Puspitasari*, Novinci Muharyani, Benyamin Puslitbang Perhutani Hari Santoso, Taat Firmansyah, Elysabeth Titi Nur Cahyani Eksplorasi Senyawa Daun Senna (Cassia angustifolia) Dengan Cara Pyrolisis Gc-Ms Pusat Litbang Hasil Hutan Sebagai Sumber Biofarmaka (P3HH Gusmailina*, Sri Komarayati
G.09
G.10
G.11
G.12
G.13
G.14
G.15
G.16
G.17
G.18
P.01
P.02
18
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
3
4
5
6
7
8
9
10
Pengaruh Penambahan Antrakinon Terhadap Sifat Pulp danLindi Hitam Proses Sulfat Kayu Karet (Hevea braziliensis) Ganis Lukmandaru Pengaruh Tinggi Gulu dan Pada Rumpun Terhadap Produksi Rebung Bambu Duri (Bambusa Blumeana Bl. ex Schult.f..) Marfuah Wardani*, Sutiyono Pengelolaan Sistem Agroforestry Tradisional (Tembawang) di Desa Cempedak Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat Emi Roslinda*, Siti M Kartikawati Potensi Pemanfaatan Kayu Cep-cepan (Castanopsis costata) Gunawan Pasaribu Daya Proteksi Kayu Karet Dan Tusam Yang Diperlakukan Dengan Resin Dan Insektisida Kimia Terhadap Serangan Rayap Coptotermes curvignathus Agus Ismanto*, Ujang W. Darmawan Modul Konstruksi Dinding Bambu Plester Sebagai Panel Akustik James Rilatupa Karakteristik Kayu Jabon Terpadatkan dengan Praperlakuan Pengukusan Yusup Amin*, Teguh Darmawan, Imam Wahyudi Karakteristik Gergajian Belahan Tengah Empulur Dolok Kayu Berdiameter Kecil Berukuran Sama Dari Beberapa Spesies Pohon HTI Edi Sarwono
Pengaruh Jumlah Perekat Asam Sitrat Terhadap Sifat Fisika Mekanika Papan Komposit Dari Serat 11 Kenaf (Hibiscus Cannabicus L.) Erlina Nurul Aini, Ragil Widyorini* 12
13
14
15
16
Percobaan Perbanyakan Sengon Secara Vegetatif Hani Sitti Nuroniah*, Rina Bogidarmanti dan Neo Endra Lelana Karakteristik Papan Partikel Dari Bulu Domba, Serbuk Gergaji Dan Serutan Kayu M.I.Iskandar Efikasi Ekstrak Kasar Hasil Fermentasi Cendawan Entomopatogen Pada Rayap Tanah (Coptotermes gestroi) Deni Zulfiana*, Ni Putu Ratna Ayu Krishanti, Apriwi Zulfitri, Bramantyo Wikantyoso Angka Bentuk Dolok, Rendemen Papan Sambung dan Mebel Kayu Mangium Serta Biaya Produksinya Achmad Supriadi Potensi Perkebunan Karet Rakyat di Kalimantan Barat Sebagai Sentra Produksi Bioetanol Skala
Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada
P.03
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
P.04
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak
P.05
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
P.06
Pusat Litbang Hasil Hutan Bogor
P.07
Universitas Kristen Indonesia
P.08
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
P.09
Pustekolah, Bogor
P.10
Fakultas Kehutanan Bagian Teknologi Hasil Hutan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
P.11
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
P.12
Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
P.13
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
P.14
Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Univeristas Tanjungpura
P.15
P.16
19
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
17
18
19
20
Rumah Tangga Rahmidiyani*, Gusti Hardiansyah, Hikma Yanti, Fathul Yusro Kuat Lentur dan Kekakuan Balok Laminasi Perekat Penampang I Menurut Percobaan Eksperimental dan Cara Analitis Lilies Widojoko*, Johannes Adhijoso Tjondro, Buen Sian Perlakuan Ekstrak Tanaman Suren (Toona sinensis Merr) Terhadap Pertumbuhan Diospyros celebica Bakh Diana Prameswari*, Wida Darwiati Sifat Fisis dan Tingkat Serangan Rayap Tanah Papan Laminasi dengan Berbagai Variasi Pelapis Luar Rudi Hartono*, Tito Sucipto Kajian Serapan Karbondioksida Anakan Tumbuhan Pinang Merah (Cyrtostachys lakka Becc.) dan Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr.) Yetrie Ludang
Pengaruh Ketinggian Tempat Tumbuh terhadap Nilai Dimensi Serat dan Kelas Mutu Serat Kayu 21 Akasia Mangium (Acacia Mangium Wild) Raizal Fahmi
22
23
24
25
26
27
28
Mengurangi Selip Pada Kegiatan Pengangkutan Kayu Pinus merkusii Dengan Menggunakan Alat Bantu Yuniawati*,Sona Suhartana Pengaruh Ketinggian Tempat dan Posisi Aksial Terhadap Kadar Air dan Berat Jenis Bambu Jawa (Schizostachyum brachyladumi) Mery Loiwatu Pengaruh Tekanan dan Suhu Terhadap Kerapatan dan Nilai Kalor Briket Arang Limbah Serbuk Meranti Merah (Shorea selanica) J. Titarsole Karakteristik Papan Partikel dari Pelepah Salak Pondoh (Salacca sp) dengan Penambahan Asam Sitrat Dayu Kemalasari Soraya dan Ragil Widyorini* Teknik Pemanenan Getah Pinus dan Jelutung Dengan Menggunakan Stimulan Organik Cuka Kayu Sukadaryati*, Dulsalam Identifikasi Sifat Anatomi Jenis Kayu Endemik Pulau Enggano yang Berpotensi untuk Kayu Gergajian Eka Lestari*, Yusup Amin, Dwi Ajias Pramasari, Adik Bahanawan, Wahyu Dwianto Optimasi Produksi Xilitol dari Hidrolisat Hemiselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Bandar Lampung
P.17
Puslitbang Hutan
P.18
Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian USU
P.19
Jurusan/PS Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya
P.20
Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung Kampus Jatinangor
P.21
Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
P.22
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian , Universitas Patimmura Ambon
P.23
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian , Universitas Patimmura Ambon
P.24
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
P.25
Litbang Hasil Hutan, Bogor
P.26
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
P.27
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
P.28
20
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
29
30
31
32
Maulida Oktaviani*, Deddy Triyono Nugroho Adi, Fitria Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Jenis Tanaman Penghijauan Di WilayahKabupaten Pemalang Melalui Pendayagunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) Nurudin*, Dwianto Irawan, EndangHernawan1 Studi Analisis Bambu Laminasi Sebagai Komponen Struktur Perumahan Agung Sumarno*, Eko Widodo, Subyakto Kuat Lentur dan Optimalisasi Harga Komponen Balok Komposit Kayu Sengon dengan Bambu Laminasi I Wayan Avend Mahawan Sumawa*, Ida Bagus Gde Putra Budiana Identifikasi Karakteristik Kayu Pada Rumah Tradisional Suku Dayak Ngaju Ida Bagus Gede Putra Budiana*, I Wayan Avend Mahawan Sumawa
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH ) Institut Teknologi Bandung
P.29
Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
P.30
Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar Puslitbang Permukiman
P.31
Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar Puslitbang Permukiman
P.32
21
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
KEYNOTE SPEAKER
22
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
Program dan Penelitian Tanaman Hutan Berkayu yang Sinergi dan Berkelanjutan Enny Sudarmonowati* Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710.
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Keberlanjutan industri berbasis kehutanan sangat tergantung pada kondisi kehutanan di Indonesia. Pasokan bahan baku baik berupa kayu maupun bagian lain turunannya sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas hutan. Pendapatan dari kayu dan non kayu Indonesia berimbang bahkan ada yang berkisar 42% berbanding 52%. Sinergi dan koordinasi para pihak mencakup peneliti baik di lembaga litbang dan perguruan tinggi, instansi pemerintah lainnya, industri/swasta, lembaga non pemerintah merupakan hal yang harus dilakukan untuk menghasilkan output yang lebih terarah, lebih efisien dan berdaya guna. Pemecahan masalah perlu dilakukan secara holistik dan perlu komitmen semua pihak termasuk pemerintah. Aspek terkait pengelolaan kawasan hutan, silvikultur dan kesehatan tanaman hutan, pemanenan hingga pemrosesan pasca panen berpengaruh pada hasil akhir produk yang layak pasar nasional bahkan internasional yang mensyaratkan ecolabelling atau sejenisnya. Konvensi dan komitmen internasional seperti SDG perlu dijadikan acuan.Rencana induk penelitian kehutanan dan industri kehutanan perlu diacu atau dibuat apabila belum tersedia dengan melibatkan para pihak dan pelaksanaan kegiatan harus sesuai rencana induk tersebut. Rencana Induk tersebut menjadi acuan semua sektor sehingga monitoring dan evaluasi yang dilakukan untuk penegakan hukum berbasis pelaksanaan Rencana Induk tersebut. Kebijakan kehutanan harus berlandaskan penelitian. Permasalahan dan solusi serta rekomendasi yang termasuk kegiatan penelitian, peran peneliti dalam industri kehutanan serta industri dan para pihak berkepentingan lainnya akan dibahas dalam makalah ini. Beberapa penelitian dan hasil penelitian yang berorientasi pada pemecahan masalah bangsa akan dibahas sebagai studi kasus. Kata Kunci: kayu dan non kayu; industri kehutanan; ecolabelling; SDG; Rencana Induk Penelitian PENDAHULUAN Luas tutupan hutan di Indonesia terus berkurang, laju deforestasi berkisar 1.8 juta per tahun atau 21% dari 133 juta ha hutan hilang. Kebijakan moratorium belum memperlihatkan hasil yang signifikan. Kebijakan lainnya mengenai hasil hutan yang melarang ekspor bahan mentah atau kayu gelondongan telah berperan dalam penurunan pengurasan hasil hutan yang belum diproses. Beberapa kebijakan pemerintah ada yang kontradiksi atau tidak saling mendukung yang mencerminkan ketidakkonsistenan. Beberapa kebijakan alih fungsi dari kawasan konservasi menjadi hutan produksi terbatas. Untuk memenuhi target bahan baku industri berbasis kehutanan, tidak hanya tergantung pada luasan hutan tanaman industri, namun memerlukan teknologi yang ramah lingkungan. Dalam menentukan penelitian atau kegiatan, perlu melakukan rancang bangun mencakup hulu hingga hilir dalam beberapa tahun mendatang dengan mempertimbangkan berbagai kendala dan stakeholder yang dilibatkan dengan konsep kemitraan untuk menyikapi keterbatasan sumber daya. Agar penelitian tepat sasaran maka perlu mengacu pada road map atau rencana induk kementerian atau lembaga terkait dan pada pemecahan masalah nasional. Oleh karena itu, pemetaan masalah dan pemetaan kompetensi dan kemampuan perlu dilakukan sebelum membuat perencanaan induk. Perkembangan dewasa ini di dunia dengan diperlukannya sertifikasi hasil hutan untuk ekspor menyebabkan industri di Indonesia juga perlu memperhatikan persyaratan-persyaratan yang intinya dimulai dari pengelolaan hutan tanaman secara lestari. FSC (Forest Steward Council) atau lembaga sertifikasi lainnya terkait hasil hutan seperti 23
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
“ecolabelling” merupakan satu dari beberapa persyaratan dalam perdagangan internasional. PERMASALAHAN NASIONAL DAN TREND INTERNASIONAL Permasalahan dalam bidang kehutanan yang sudah dipetakan walaupun perlu dilakukan kekinian status dimulai dari ketersediaan benih unggul secara masal, konservasi versus pemanfaatan berkelanjutan, teknik silvikultur yang adaptif, manajemen kolaboratif hutan tanaman industri dan hutan rakyat, teknologi modern untuk menghasilkan nilai tambah produk hasil kehutanan, pengolahan limbah kehutanan yang terintegrasi dengan para pihak. Lembaga penelitian tidak dapat memperbanyak dalam jumlah, sehingga benih unggul yang telah diperoleh perlu diuji oleh kementerian terkait lalu diperbanyak oleh industri. Rantai kegiatan seperti benih, juga diperlukan dalam pengembangan produk lain berbasis kehutanan. Penggunaan kombiasi teknologi konvensiona ldan teknologi canggih untuk memenuhi persyaratan silvikultur yang “sustainable” termasuk ramah lingkungan perlu dilakukan berkoordinasi secara nasional sehingga persyaratan “ecolabelling” untuk pasar internasional dapat dipenuhi. PROGRAM NASIONAL DAN PENELITIAN Meninjau ulang Rencana Induk terkait kehutanan yang ada termasuk yang sudah dibuat oleh Badan Litbang Kehutanan tahun 2012 untuk periode 2015-2040, Jakstranas Iptek 2010-2014 perlu dilakukan untuk disesuaikan dengan kondisi saat ini serta menjabarkan rencana induk ke implementasi. “Match making” antara peneliti dengan pihak industri perlu dilakukan agar hasil penelitian dapat digunakan atau bermanfaat bagi industri. Industri atau pelaku usaha perlu berkontribusi dalam pendanaan penelitian yang sesuai dengan pasar masing-masing namun memecahkan masalah nasional. Penyusunan proposal penelitian sejak awal perlu melibatkan swasta sehingga hasil penelitian dapat digunakan. Mobilisasi peneliti di industri perlu diatur oleh kebijakan khusus dan sedang diinisiasi LIPI dengan akan dikeluarkan Peraturan Kepala LIPI terkait hal ini. Tujuan mobilisasi antara lain untuk peningkatan hilirisasi hasil penelitian dan jumlah paten. Beberapa contoh penelitian yang telah dihasilkan yang digunakan oleh industri baik di dalam dan luar negeri, serta hasil penelitian yanng belum dimanfaatkan, akan dibahas.
PENUTUP DAN REKOMENDASI Dengan adanya Rencana Induk Riset Nasional beserta kegiatan diseminasi dan hilirisasi terkait lainnya, maka sinergisme dan kegiatan terkait pemnafaatan berkelanjutan kehutanan akan lebih terstruktur dan dapat mencapai target bersama. Penegakan hukum, komitmen yang tinggi dan komunikasi yang lebih erat antara peneliti, pelaku usaha dan pihak pembuat kebijakan merupakan kunci utama kemajuan industri kehutanan yang berkelanjutan. Penggunaan teknologi diperlukan untuk mengatasi keterbatasan sumber bahan baku dan untuk meningkatkan daya saing. Semua pihak perlu menjalankan porsi masing-masing dengan menacu ada rencana induk industri kehutanan. DAFTAR PUSTAKA [1] Peraturan Menteri Kehutanan 2014. P.46/MENHUT-II/2014 [2] Peraturan Presiden No. 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [3] www.rainforest-alliance.org/forestry/certification/management. 2015. Forest Steward Council Certification.
24
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
INVITED SPEAKER
25
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
A. Sifat Dasar Kayu Kualitas Kayu Arang (Diospyros sp) Andi Detti Yunianti*, Eka Lestari Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin. Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10. Tamalanrea, Makassar *e-mail
:
[email protected]
ABSTRAK Salah satu jenis lesser known species dari wilayah Sulawesi Selatan adalah jenis dari famili Ebenaceae yaitu kayu arang (Diospyros sp). Jenis ini sangat potensial dikembangkan mengingat permasalahan industri kehutanan saat ini adalah kekurangan bahan baku. Produksi hutan alam yang semakin menipis, potensi dan produksi hutan tanaman industri dan hutan rakyat yang semakin terbatas, dibutuhkan penggunaan jenis-jenis lesser known species.NInformasi kualitas kayu arang dibutuhkan untuk memudahkan para pengguna khususnya industri kehutanan mengarahkan produk yang akan dihasilkan dari kayu arang tersebut. Sehingga, penelitian ini diarahkan untuk mengetahui beberapa sifat dasar dari kayu arang dan kemungkinan penggunaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu arang memiliki rata-rata persentase kayu teras 80%, nilai T/R < 1 dan termasuk kelompok kayu kelas kuat II serta tergolong kayu berat. Kayu arang cocok digunakan untuk kosntruksi ringan dan mebel. Kata Kunci : Berat, ebenaceae, kayu arang, kelas kuat II, lesser known species PENDAHULUAN Salah satu dari lima kebijakan prioritas yang tertuang dalam Kemenhut No. SK.456/Menhut-I/2004 adalah revitalisasi sektor kehutanan khususnya industri kehutanan. Saat ini, kondisi dan permasalahan industri kehutanan adalah kurangnya ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan. Sehingga, dirasakan perlu suatu upaya mengatasi ketersediaan bahan baku tersebut. Berbagai cara telah ditempuh dengan membangun hutan tanaman industri dan mengembangkan potensi hutan rakyat, tetapi hal ini belum dapat mengatasi secara cepat dan tepat. Untuk itu, perlu adanya diversifikasi jenis, khususnya jenis lesser known species dari berbagai wilayah di Indonesia. Khusus wilayah Sulawesi Selatan, salah satu jenis lesser known species adalah jenis dari famili Ebenaceae yaitu kayu arang (Diospyros sp). Jenis ini sangat potensial dikembangkan karena memiliki ciri yang unik dan belum banyak digunakan oleh masyarakat setempat dan industri kehutanan. Kayu arang banyak dijumpai tumbuh di daerah-daerah berkarang dengan tanaman merambat dibatang pohon. Tempat tumbuh yang unik kemungkinan berpengaruh terhadap kualitas kayu yang dihasilkan. Informasi terkait kualitas kayu arang belum banyak dijumpai sehingga penelitian ini diarahkan untuk mengetahui beberapa sifat dasar dari kayu arang. METODE Pohon penelitian diambil di Kabupaten Kepulauan Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Sampel penelitian diperoleh dari lempengan setebal 50 cm. Contoh uji dibuat dari empulur ke kulit pada keempat sumbu arah mata angin. Kualitas kayu arang yang dievaluasi meliputi persentase kayu teras, sifat fisik (berat jenis dan kerapatan kayu serta penyusutan), sifat mekanis kayu (modulus elastisitas, modulus patah dan keteguhan tekan sejajar serat), dimensi serat (panjang serat serta diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat) dan sudut mikrofibril. Persentase kayu teras dihitung dengan 26
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
rumus [1]. Sifat fisik mengacu pada SNI 03-6847-2002 [2] pada kondisi kering udara, sedangkan sifat mekanis kayu mengacu pada D 143-94 [3] dengan ukuran sampel 2.5 cm (lebar) x 2.5 cm (tebal) dan 30 cm (panjang). Pengukuran dan perhitungan dimensi serat berdasarkan standar International Association of Wood Anatomists (IAWA) [4]. Sudut mikrofibril diukur dengan menggunakan alat X-ray (Shimadzu, XRD-7000) dengan ukuran sampel 0.5 x 1.5 cm dengan ketebalan 50 µm. HASIL DAN PEMBAHASAN Kayu arang tumbuh di sela-sela karang di sepanjang pantai di lokasi penelitian dengan tumbuhan merambat diseluruh batang pohon. Tempat tumbuh yang unik kemungkinan besar mempengaruhi kualitas kayu khususnya persentase kayu teras. Salah satu kelemahan dari kayu arang yaitu memiliki penyusutan longitudinal yang besar. Menurut Barnet & Bonham [5], penyusutan longitudinal yang besar akibat dari sudut mikrofibril yang besar. Secara lengkap sifat dasar kayu arang yang diteliti disajikan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Beberapa sifat dasar dari kayu arang Kualitas Kayu Min Max Kayu Teras (%) 70 90 Berat jenis 0.80 1.03 Kerapatan (gcm-3) 0.90 1.20 Penyusutan (%) Tangential 3.8 5.6 Radial 5.8 7.3 Longitudinal 0.9 2.0 Modulus elastisitas (Kgfcm-2) 34049.54 110338.3 Modulus patah (Kgfcm-2) 625.78 1299.63 Keteguhan tekan ⁄⁄ serat (Kgfcm-2) 440.87 573.11 Panjang serat (µm) 669.46 2000.06 Diameter lumen (µm) 4.11 5.67 Diameter serat (µm) 7.42 11.08 Tebal dinding serat (µm) 1.71 5.00 Sudut mikrofibril (°) 24.17 37.84
Rata-rata 80 0.92 1.05 4.4 7.6 0.5 72194.92 962.71 506.99 1334.76 5.89 9.25 3.36 31.01
KESIMPULAN Kualitas kayu arang adalah tergolong kelas kuat II dan tergolong kayu berat. Memiliki nilai T/R yang kurang dari satu, artinya kayu arang tergolong stabil terhadap perubahan dimensinya. Sehingga dapat direkomendasikan sebagai bahan baku konstruksi ringan dan mebel dengan perlakuan khusus mengingat penyusutan longitudinal yang besar. DAFTAR PUSTAKA [1] Wahyudi, I & AF. Arifien. 2005. Perbandingan Struktur Anatomi, Sifat Fisis dan Sifat Mekanis Kayu Jati Unggul dan Jati Konvensional. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. 3(2):53-59. [2] [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Metode Pengujian BJ Kayu dan Bahan dari Kayu dengan Cara Pencelupan dalam Air. SNI 03-6847-2002. Jakarta. [3] [ASTM] American Standard for Testing and Materials. 2005. Annual Book of ASTM Standards. Volume 04.10, Wood. D 143 (2005). Standard Methods Test of Testing Small Clear Specimens of Wood. USA. [4] Wheeler, EA., P. Baas, & PE. Gasson. 1989. IAWA List of Microcopic Features for Hardwood Identification. IAWA Bulletin n.s. 10(3):219-332. [5] Barnet, JR & VA. Bonham. 2004. Cellulose Microfibril Angle in The Cell Wall of Wood Fibres. Biol. Rev. 79:461-472. 27
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B. Biokomposit Peran Struktur-Mikro Material Karbon Porous dari Kayu dalam Rekayasa Bio-komposit Joko Sulistyo1*, Toshimitsu Hata2 dan Sri Nugroho Marsoem1 1Departement Teknologi 2Research
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Institute for Sustainable Humanosphere, Kyoto University, JAPAN.
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Karbon yang berasal dari sumber daya terbarukan seperti kayu semakin menarik untuk dikembangkan menjadi berbagai material fungisonal seperti konduktor panas dan listrik, material thermoelectrict, biokeramik, dan sebagainya. Karbon dari kayu bersifat porous dan memiliki struktur turbostratik berupa kristalit grafitis tersusun secara acak dengan pori-pori merupakan ruang-ruang kosong diantara kristalitkristalit grafitis tersebut. Rekayasa karbon dari kayu atau biasa disebut sebagai “arang”, perlu mempertimbangkan struktur-mikronya yang porous dengan kristalit grafitisnya yang tersusun turbostratik. Meskipun begitu masih terbatas studi yang membahas tentang struktur-mikro dalam pemanfaatan karbon dari kayu untuk berbagai fungsional atau aplikasi. Studi ini akan menunjukan peran struktur-mikro karbon porous dalam rekayasa bio-komposit dengan berbagai fungsional sebagai material konduktor panas, bio-keramik tahan oksidasi suhu tinggi dan material tahan api. Kata Kunci: Bio-komposit; karbon porous dari kayu; struktur-mikro; turbostratik
28
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
C. Rekayasa Material Aplikasi pengujian tanpa merusak (NDT) berbasis gelombang bunyi pada evaluasi balok dan log untuk kepentingan struktur Lina Karlinasari* Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pengujian nondestruktif nondestructive testing/evaluation, NDT/E) merupakan teknologi pengujian mengetahui sifat suatu bahan dengan tidak merusak bahan tersebut secara signifikan sehingga bahan masih dapat digunakan dalam bentuk produk akhirnya. Pengujian NDT metode akustik berbasis gelombang bunyi adalah salah satu yang umum digunakan untuk menduga sifat kayu dalam bentuk produk kayu solid dan komposit kayu, log, serta batang pohon baik digunakan dalam industri maupun aplikasi langsung sebagai evaluasi in-situ. Dalam metode NDT berbasis gelombang bunyi, parameter kecepatan gelombang bunyi digunakan untuk mengetahui sifat mekanis lentur kekakuan bahan atau modulus elastisitas (MOE dinamis). MOEd memiliki hubungan linear positif dengan nilai pengujian statis (MOE statis dan MOR).Evaluasi visual dilakukan sebagai tahapan awal dari evaluasi NDT. Hasil dan analisis menyimpulkan bahwa metode NDT berbasis gelombang bunyi dapat diandalkan untuk digunakan menduga sifat mekanis kayu. Kata Kunci: NDT, MOEd, MOEs, kecepatan gelombang bunyi Pendahuluan Pegujian dan evaluasi tanpa merusak atau nondestruktif (nondestructive testing/evaluation, NDT/E) telah membawa penelitian dan pengembangan teknologi akustik pada penilaian kecepatan akustik sebagai ukuran kekakuan atau stiffness yang dapat diaplikasilan dalam sektor pengelolaan hutan dan pohon, pengolahan log dan kayu, industri kayu dan komposit kayu, serta evalusi in-situ struktur bangunan. Kecepatan akustik yang merambat pada kayu dapat diukur dengan menggunakan peralatan berbasis metode resonansi dan waktu rambat gelombang bunyi (time-of-flight). Beberapa hasil penelitian (Wang et al. 2007, Raymond et al. 2008, Mora et al. 2009, Karlinasari et al. 2013, Wang 2013) menunjukkan kedua metode tersebut dapat digunakan untuk memprediksi kekakuan atau modulus elastisitas (MOE) kayu yang bentuk asal bahan bakunya berupa log dan batang pohon. Nilai MOE kayu dapat ditentukan dengan pengujian statis (MOEs) menggunakan alat standar UTM (universal testing machine) dan pengujian dinamis (MOEd) menggunakan alat NDT berbasis gelombang bunyi. MOE dinamis berdasarkan kecepatan rambatan gelombang bunyi ditentukan berdasarkan persamaan MOEd = V2 x , dimana V adalah kecepatan gelombang bunyi dan adalah kerapatan kayu. Hasil penelitian menunjukkan hubungan linear yang signifikan antara MOE dinamis (MOEd) dengan MOE statis (MOEs) (Karlinasari et al. 2006, 2009, Karlinasari dan Bahtiar 2011, Guntekin et al. 2013, 2014, Madhoushi et al. 2014).Kebanyakan sifat kekuatan (strength properties) atau modulus of rupture (MOR) dan modulus elastisitas (modulus of elasticity, MOE) kayu memiliki hubungan linear positif, sehingga sifat kekuatan kayu dapat diperkirakan oleh nilai MOE. 29
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
Penelitian ini bertujuan untukmengetahiu nilai MOE dinamis (MOEd) kayu berdasarkan kecepatan gelombang bunyi yang merambat pada balok dan log struktur kayu. Pendugaan nilai MOE ini penting kaitannya dengan pendugaan nilai kekuatan kayu dalam aplikasi pada komponen struktur bangunan. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan pada sampel balok dan log. Sampel balok terdiri atas berbagai jenis, ukuran dimensi penampang dan panjang. Sementara itu, sampel log merupakan bahan yang direncanakan digunakan sebagai komponen tiang utama dari jenis balau. Alat uji penelitian adalah alat NDT berbasis gelombang ultrasonik merk SylvatestDuo (frekuensi 22kHz). Pengujian pada sample balok dilakukan dua cara, yaitu pengujian langsung (direct measurement) dan pengujian tidak langsung (indirect measurement). Pengujian langsung dilakukan dengan menempatkan posisi transduser berhadapan pada kedua penampang ujung balok yang mana satu transduser berfungsi sebagai transduser pengirim signal gelombang bunyi dan transduser lainnya berfungsi sebangai penerima signal. Sementara itu, pengujian tidak langsung dilakukan dengan menempatkan transduser membentuk sudut ± 45 pada permukan penampang sisi dengan panjang tertentu saling berhadapan. Pada pengujian sampel log kayu dilakukan secara in-situ pada log dengan pengujian NDT metode tidak langsung pada panjang tertentu. Hasil dan Pembahasan Rata-rata kecepatan gelombang ultrasonik yang diukur secara langsung (direct measurement) pada berbagai jenis dan kerapatan kayu pada kondisi kering udara berkisar antara 4000–6000 m/detik (Gambar 1a). Sementara itu hubungan MOEd dengan kecepatan gelombang bunyi menunjukkan koefisen korelasi (r) = 0.77 (Gambar 1b) untuk kisaran kerapatan kayu 0.32-0.84 g/cm3. Keberadaan cacat berupa mata kayu dan retak, serta adanya sambungan pada balok menurunkan kecepatan gelombang ultrasonik yang diuji. Perbedaan nilai kecepatan gelombang ultrasonik antara pengujian standar secara langsung (direct measurement) dan tidak langsung (indirect measurement) mencapai 2%. Pada indirect mesurement terjadi peningkatan kecepatan gelombang utrasonik pada jarak transduser atau sensor sepanjang hanya 40% dari panjang total balok dari nilai pada direct measurement.
(a)
(b)
Gambar 1 Nilai kecepatan gelombang ultrasonik pada berbagai variasi kerapatan kayu (a), dan hubungan kecepatan gelombang ultrasonik dengan nilai MOEd (b) Pada hasil pengujian log kayu pendugaan kekuatan kayu tergantung pada bagian yang diuji. Evaluasi kondisi visual permukaan menjadi pertimbangan bagian yang diuji menggunakan alat NDT berbasis gelombang bunyi. Gambar 2 menunjukkan hasil pengujian MOEd log kayu terhadap hasil MOEd contoh kecil kayu tanpa cacat. Nilai MOEd contoh kecil kayu yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai MOEd pada log karena bagian yang yang diuji pada log mengandung lapuk.
30
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
Gambar 2 Perbandingan nilai MOEd log dengan MOEd contoh kecil kayu
KESIMPULAN Pengujian nondestruktif (NDT) berbasis gelombang bunyi dapat digunakan untuk menduga sifat mekanis lentur kekakuan (MOEd) kayu pada pengujian in-situ struktur bangunan. Jenis, bentuk dan ukuran cacat kayu mempengaruhi nilai kecepatan gelombang ultrasonik dan MOEd. Evaluasi visual sangat membantu untuk menentukan posisi pengujian menggunakan alat NDT pada pengujian in-situ. DAFTAR PUSTAKA Guntekin E, Ozkan S, Yilmaz T. 2014. Prediction of bending properties for beech lumber using stress wave method. Maderas. Ciencia y tecnología 16(1): 93-98. Karlinasari, L., S. Surjokusumo, N. Nugroho, dan Y.S. Hadi. 2006. Pengujian Non Destruktif Gelombang Ultrasonik Pada Balok Tiga Jenis Kayu Tanaman Indonesia. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Vol. 19 (1): 15-22. Karlinasari, L, R.Oktarina, EW. Pebriansjah, and TR. Mardikanto. 2009. Non-Destructive Testing of Tropical Wood for Structural Uses. Proceeding: The 16th International Nondestructive Testing and Evaluation of Wood Symposium. Editors: H. Zhang and X. Wang. 12-14 October 2009. Beijing, China. Pp. 125-129. Karlinasari, L. and ET. Bahtiar. 2011. Nondestructive evaluation of End-Jointed in Meranti Wood (Shorea spp.) Using Ultrasonic Wave Technique. Proceeding: The 17th International Nondestructive Testing and Evaluation of Wood Symposium. Editor: F. Divoz. 14-16 September 2011. Sopron, Hungary. Pp. 337-341. Karlinasari L, Bahtiar ET, Nugroho N. 2013. Pengujian batang pohon – log menggunakan Teknologi Nondestruktif (NDT). Laporan kerjasama PT. Bukit Lagoi VilladanDepartemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Mora CR, Schimleck LR, Isik F, Mahon JM, Clark A III, Daniels RF. 2009. Relationship between acoustic variables and different measures of stiffness in standing Pinus taeda trees. Can J For Res 39:1421-1429. Raymond CA, Joe B, Anderson DW, Watt DJ. 2008. Effect of thinning on relationships between three measures of wood stiffness in Pinus radiata: standing trees vs. logs vs. short clear specimens. Can J For Res 38:2870-2879. Wang, X.; P. Carter; R.J. Ross; and B.K. Brashaw. 2007. Acoustic assessment of raw forest materials – A path to increased profitability. Forest Products Journal 57(5):6-14. Wang X. 2013. Acoustic measurements on trees and logs: a review and analysis. Wood Sci Technol 47:965-975.
31
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
D. Kimia Hasil Hutan dan Biorefinery Integrasi Produksi Bioenergi dalam Pabrik Pulp Kraft Nyoman J. Wistara Divisi Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
*e-mail:
[email protected]
PENDAHULUAN Kapasitas produksi pulp Indonesia tahun 2017 diproyeksikan menjadi 7.9 juta ton/tahun. Produksi pulp putih menghasilkan 1.7-1.8 ton (kering) black liquor per ton pulp. Sebagian besar pabrik pulp kraft telah dapat memenuhi lebih dari sebagian kebutuhan energi pabrik dari energi yang bersumber biomasa dari recovery boiler. Kemungkinan produksi energi cair untuk transportasi memallui thermochemical process sangat besar di dalam pabrik pulp kraft. Flue gas mengandung syngas yang dapat dikonversi menjadi energi listrik dan energi cair (biodisesel, methanol, ethanol) untuk keperluan transportasi. Teknologi hydrolisis selulosa yang efisien juga memberikan peluang bagi pabrik pulp untuk menghasilkan bahan bakar cair (bioethanol) melalui biological process. Naskah ini akan membahas teknologi kiwari dalam produksi bioenergi di dalam pabrik pulp kraft dan kemungkinan pengembangannya di masa depan. PROSES TERMOKIMIA Dalam pabrik pulp kraft, pedauran energi dan bahan kimia sudah sangat mapan. Limbah organik dan inorganik didaur melalui recovery boiler menghasilkan bahan kimia pemasak dan steam yang selain berfungsi sebagai pemanas juga dapat menghasilkan energi listrik. Produk pembakaran limbah (black liquor) di dalam recovery boiler selain dalam bentuk panas dan bahan kimia (smelt) juga beragam jenis gas yang keluar bersama flue gas. Purifikasi flue gas menghasilkan syngas yang potensial dikonversi menjadi liquid bioenergy. Diperkirakan di dunia pabrik pulp menghasilkan 170 juta ton black liquor kering per tahun, dengan kadar energi total sekitar 2 EJ [1]. Penelitian dalam hal black liquor gasification telah berkembang pesat dan potensial menggantikan atau dipadukan dengan recovery boiler dalam mengkonversi limbah biomasa menjadi beragam bentuk/jenis bioenergi [2]. Pemanfaatan syngas, terutama CO2 dianggap sangat menguntungkan dalam hal mitigasi pemanasan global oleh gas rumah kaca [3]. PROSES BIOLOGIS (SUGAR PATHWAY) Masalah utama produksi bioethanol generasi kedua adalah hidrolisis selulosa menjadi gula pereduksi. Selulosa diketahui bersifat recalcitrant (membandel), meskipun beragam pra-perlakuan telah diberikan [4,5], namun hidrolisis selulosa tetap merupakan masalah terbesar dalam produksi bioetahnol berbasis bahan berlignoselulosa. Jika teknologi hidrolisis selulosa yang efisien telah ditemukan, maka pabrik pulp kraft sangat potensial menjadi produsen bioethanol generasi kedua. Input energi dalam mempersiapkan selulosa (bleached pulp) di dalam pabrik pulp kraft dapat diabaikan mengingat recovery energy proses yang sudah sangat mapan. Integrasi produksi bioethanol dengan pabrik pulp kraft kemungkinan dapat mencegah perlunyapengeringan pulp. Pengeringan bleached pulp akan memicu hornifikasi yang berkonskwensi meningkatkan kristalinitas serat selulosa dan menyulitkan proses hidrolisis. KESIMPULAN Produksi bioenergi (termasuk liquid bioenergi) melalui proses termokimia telah lebih mendekati realitas di dalam pabrik pulp kraft karena recovery energi dan bahan kimianya telah mapan. Pabrik pulp kraft 32
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
akan menjadi produsen utama bioethanol generasi kedua jika proses hidrolisis yang efisien telah ditemukan. DAFTAR PUSTAKA [6] IEABioenergy. 2007. Black Liquor Gasification: Summary and Conclusions from the IEA Bioenergy ExCo54 Workshop.www.ieabioenergy.com (accessed on 3rd July 2015). [7] Hamaguchi M, Cardoso M, Vakkilainen E. 2012. Alternative Technologies for Biofuels Production in Kraft Pulp Mills—Potential and Prospects. Energies. 5: 2288-2309. doi:10.3390/en5072288. [8] Hektor E, Berntsson T. 2009. Reduction of greenhouse gases in integrated pulp and paper mills: possibilities for CO2 capture and storage. Clean Technologies and Environmental Policy. 11(1): 5965. [9] Fatriasaria W, Syafii W, Wistara NJ, Syamsu K, Prasetya B. 2014. The Characteristic Changes of Betung Bamboo (Dendrocalamus asper) Pretreated by Fungal Pretreatment. Int. Journal of Renewable Energy Development.3 (2): 133-143. [10] Wistara NJ, Sitanggang VJ, Hermiati E. 2013. Ethanol Production using SSF Method from PaperBased Material Exposed to Various Physical Treatments. Jurnal Teknologi Industri Pertanian.23 (3):184-189.
33
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
F. Silvikultur Pentingnya Penerapan Teknik Silvikultur dan Bioteknologi untuk Meningkatkan Produktivitas Hutan Nina Mindawati* Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Hutan memegang peranan penting bagi Indonesia karena sebagian besar luas dataran Indonesia terdiri dari luasan dataran kawasan hutan. Keadaan kawasan hutan saat ini sebagian besar berisi tegakan hutan yang keadaannya jauh di bawah ukuran tegakan hutan yang ideal. Pengurangan luas kawasan hutan terus terjadi akibat adanya illegal loging, perambahan hutan dan konversi lahan hutan tetap ke peruntukan lain untuk berbagai keperluan pembangunan sehingga saat ini kawasan hutan di Indonesia sudah tidak utuh lagi, terfragmentasi dengan kualitas lahan yang semakin menurun sehingga produktivitas rendah. Berbagai program penanaman dan rehabilitasi lahan telah dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah, namun hasilnya belum cukup untuk merehabilitasi lahan yang rusak dan belum cukup memenuhi keperluan bahan baku untuk industri kehutanan yang meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, produktivitas hutan harus ditingkatkan lagi. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui penggunaan bibit unggul, penerapan teknik silvikultur/manipulasi lingkungan dan pengendalian hama penyakit secara terpadu. Bibit unggul dapat dihasilkan dengan memperbaikan sifat tanaman yang dapat dicapai melalui pemuliaan tanaman, namun memakan waktu lama. Oleh karena itu, diperlukan terobosan dengan penerapan bioteknologi untuk menghasilkan tanaman yang lebih produktif dan mampu tumbuh pada lahan hutan yang telah terdegradasi dengan produktivitas tinggi. Penggunaan bibit unggul tanpa dibarengi penerapan teknik silvikultur yang tepat dan pengendalian hama penyakit yang ramah lingkungan hasilnya tidak akan sesuai target yang telah tetapkan; Pengembangan pembangunan hutan tanaman harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian produktivitas tanaman secara maksimal. Dengan menerapkan teknik silvikultur dan bioteknologi yang tepat akan dicapai tegakan hutan tanaman yang produktivitasnya tinggi Kata Kunci: Bioteknologi; produktivitas; silvikultur
34
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G. Kehutanan Umum Rancangan Penanganan Lahan Kritis di Lahan-Lahan Milik sebagai Kawasan Penyangga Ekosistem Subdas Cimanuk Hulu dengan Model Perkebunan Berbasis Agroforestry Ichsan Suwandhi* dan Sofiatin Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No. 10 Bandung *e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat kekritisan lahan pada lahan-lahan milik di kawasan Sub DAS Cimanuk Hulu, mengkaji aspek-aspek biofisik dan sosial, serta menyusun rekomendasi penanganan lahan-lahan kritis menggunakan pendekatan agroforestry multistrata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan pengamatan secara langsung pada tujuh kecamatan target untuk memperoleh data dan informasi kondisi biogeofisik dan sosial budaya, dilanjutkan dengan pemetaan kekritisan lahan, serta analisis dan sintesis untuk menyusun rekomendasi dan rancangan penanganan lahan kritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai pada tahun 2014 luas lahan kritis di luar kawasan hutan Kabupaten Garut mencapai 31.000 ha yang tersebar pada lahan-lahan milik masyarakat.Wilayah studi yang mencakup tujuh kecamatan di bagian hulu DAS Cimanuk menunjukkan pola penggunaan lahan yang umumnya berupa kawasan perkebunan rakyat yang dipadu dengan tanaman pangan dan hortikultura. Bentuk penanganan lahan-lahan kritis yang direkomendasikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah dengan memasukkan komponen pohonpohon sebagai bagian integral dari pola tanam yang dilakukan dalam bentuk model tanaman perkebunan berpola agroforestry. Kata Kunci: Agoforestry; lahan kritis; penyangga; Sub DAS Cimanuk Hulu PENDAHULUAN Permasalahan lahan kritis menjadi isu lingkungan yang penting pada sepuluh tahun terakhir, dari seluruh wilayah di Jawa Barat, Kabupaten Garut merupakan salah satu penyumbang luas lahan kritis yang cukup besar baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Data terkini menunjukkan bahwa di Kabupaten Garut masih menyisakan sekitar sekitar 30.000 ha dari angka sebelumnya yang pernah mencapai sekitar 52.000 ha pada tahun 2008.,Keberadaan lahan kritis ini masih tinggi dan diperlukan penanganan mengingat sebagian besar berada di lahan-lahan milik.Salah satu wilayah di Kabupaten Garut yang menjadi penyumbang terbesar lahan kritis adalah kawasan Sub DAS Cimanuk Hulu yang merupakan dataran tinggi di kaki dan lereng gunung Papandayan sampai Gunung Guntur. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat kekritisan lahan pada lahan-lahan milik di kawasan Sub DAS Cimanuk Hulu, mengkaji aspek-aspek biofisik dan sosial, serta menyusun rekomendasi penanganan lahan-lahan kritis menggunakan pendekatan agroforestry multistrata. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan pengamatan secara langsung pada tujuh kecamatan target yang berada di wilayah Sub DAS Cimanuk Hulu untuk memperoleh data dan informasi kondisi biogeofisik dan sosial budaya, dilanjutkan dengan pemetaan kekritisan lahan berdasarkan Peraturan Dirjen Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial No. P.4/V-SET/2013 tentang 35
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. Analisis tingkat kekritisan lahan dilakukan berdsarkan pedoman di atas dan dilanjutkan dengan sintesis untuk menyusun rekomendasi dan rancangan penanganan lahan kritis HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai pada tahun 2014 luas lahan kritis di luar kawasan hutan Kabupaten Garut mencapai 31.000 ha yang tersebar pada lahan-lahan milik masyarakat. Wilayah studi yang mencakup tujuh kecamatan di bagian hulu DAS Cimanuk menunjukkan pola penggunaan lahan yang umumnya berupa kawasan perkebunan rakyat dengan komoditas utama berupa teh, kopi, tembakau dan akarwangi. Tanaman perkebunan ini umumnya dipadu dengan tanaman pangan dan hortikultura. Tingkat kekritisan lahan terendah dijumpai pada lahan-lahan yang memiliki komponen pohon-pohon di dalam pola tanam yang diterapkan (Tabel 1). Tabel 1. Keadaan kekritisan lahan di wilayah sasaran pada kawasan perkebunan rakyat Persen (%) No Tingkat Kekritisan Luas (Ha) 14,53 1 Tidak Kritis 671,12 13,75 2 Potensial Kritis 634,88 51,58 3 Agak Kritis 2.381,86 18,77 4 Kritis 866,95 1,37 5 Sangat Kritis 63,17 100,00 Jumlah 4.617,97 Penanganan lahan kritis di wilayah sasaran ini didekati dengan memasukkan unsur pohon (tanaman tahunan) yang diklasifikasikan berdasarkan faktor pembatas berupa kelas kemiringan lahan dengan variabel kontrol adalah curah hujan dan jenis tanah serta pola-pola tanam yang sudah dikembangkan masyarakat. Pola ini terbagi berdasarkan kelas lereng < 15% dengan perbandingan tanaman semusim dan pohon-pohonan sebesar 75% : 25 %. Pada lahan-lahan yang semakin tinggi kecuramannya, unsur pohon-pohon semakin ditingkatkan porsinya, bahkan hingga 100% pada kelas lereng > 45%. Hasil penelitian serupa dilakukan oleh Abas et al. [1] di Yogyakarta bahwa untuk menekan laju erosi pada lahan-lahan kritis di perbukitan telah teknologi sistem usaha tani konservasi sesuai kondisi ekosistem setempat, yaitu penggunaan tanaman hijauan ternak dipadukan dengan tanaman tahunan (pohon) sebagai penguat teras. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat kekritisan lahan cenderung rendah (aman) pada lahanlahan yang memiliki komponen pohon-pohon di dalamnya, sehingga pola agroforestry menjadi pilihan model pengelolaan lahan yang paling efektif untuk diterapkan untuk mendukung fungsi penyangga wilayah hulu. Bentuk penanganan lahan-lahan kritis yang direkomendasikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah dengan memasukkan komponen pohon-pohon sebagai bagian integral dari pola tanam yang dilakukan dalam bentuk model tanaman perkebunan berpola agroforestryyaitu pola tanaman campuran berbagai jenis tanaman. DAFTAR PUSTAKA [11] Abas, AI, Soelaiman Y, Abdurachman A. 2003. Keragaan dan Dampak Penerapan System Usaha Tani Konservasi terhadap Tingkat Produktivitas Lahan Perbukitan Yogyakarta. Jurnal Litbang Pertanian 22 (2): 49 – 56.
36
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
A. SIFAT DASAR KAYU A.01 – A.10
37
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
A.01 Studi Kualitas Kayu Akasia Hibrida (Acacia hybrid) Hasil Persilangan Acacia mangiumdengan Acacia auriculiformis dari Aspek Sifat Anatomi dan Fisika Kayu Harry Praptoyo Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kayu akasia dari persilangan antara A.mangium dengan A.auriculiformis yang tumbuh di hutan penelitian Wonogiri dan untuk mengetahui periode 38uvenile terbentuk pada kayu akasia mangium hibrida. Penelitian ini menggunakan kayu akasia hibrida sebanyak 3 pohon sebagai ulangan dari hutan penelitian Wonogiri. Penelitian disusun dengan menggunakan CRD (Completely Randomized Design). Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah panjang serat, diameter serat, tebal dinding sel (sifat anatomi) dan berat jenis kayu, penyusutan longitudinal (sifat fisika kayu). Hasil yang diperoleh kemudian dianalisa dengan uji regresi dan korelasi untuk mengetahui periode kayu juvenil pada kayu akasia hibrida.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu akasia hibrida masih berada dalam periode kayu juvenil berdasarkan analisis sifat anatomi dan sifat fisika kayunya. Karakteristik sifat anatomi kayu akasia hibrida dalam penelitian ini diantaranya penyebaran pembuluh tunggal, ganda radial dan berkelompok, bentuk sel parenkim paratrakeal dan sedikit vasisentrik, jari-jari satu macam ukuran dan tidak bertingkat dan tidak memiliki saluran damar. 6Proporsi sel serabut, pembuluh, jari-jari dan parenkim bertutut-turut 62,99%, 11,04%, 14,94% dan 11,04%. Sementara dimensi seratnya memiliki panjang berkisar 0.66-1.03mm; diameter serat 19.3725.04 µ dan tebal dinding sel kayu berkisar 3.86-5.16 µ. Kayu akasia hibrida memiliki berat jenis berkisar antara 0.33-0.55 dan penyusutan longitudinal berkisar 0.72-3.46%. Kata Kunci : Akasia hibrida, juvenil, kualitas kayu, sifat anatomi dan fisika kayu
A.02 Keberadaan Incuded Phloem pada Pohon Penghasil Gaharu Ridwan Yahya Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu Jl. WR. Supratman, Kandang Limun Bengkulu 38371
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Gaharu adalah salah satu produk hasil hutan non kayu yang sangat menarik. Ketertarikan produk ini dikarenakan tingginya harga jualnya. Secara anatomi telah diketahui bahwa included phloem adalah 38
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
lokasi yang dominan ditemukan deposite gaharu. Included phloem atau gelam tersisip atau kulit tersisip adalah kulit yang berada di antara kayu, yang terbentuk sebagai akibat kesalahan kambium dalam membentuk kulit. Sayangnya masih sulit menemukan literatur tentang proporsinya di dalam kayu penghasil gaharu. Penelitian ini bertujuan memberikan informasi proporsi luas included phloemtersebut. Penentuan proporsi tersebut dilakukan dengan cara menyayat batang kayu Aquilaira malaccensis umur 5 tahun pada bidang melintang dengan ketebalan 30 µm dengan mikrotom. Selanjutnya diambil imagenya menggunakan kombinasi mikroskop dengan opticlab. Setelah itu luas area included phloem dan sel-sel lainnya diukur menggunakan software imageJ. Dari data awal yang telah terkoleksi diperkirakan persentase luas included phloem lebih dari 4,0%. Saat abstrak ini dibuat, pengukuran tahap akhir masih sedang berlansung, diharapkan pada dalam beberapa hari kemudian data telah lengkap, sehingga dapat tersaji secara lengkap dalam full paper. Kata Kunci: A.malaccensis, included phloem, gaharu, nonwood, persentase
A.03 Hubungan Produksi Getah dengan Sifat Anatomi Pohon Sadapan Pinus (Pinus merkusii) Maryam Jamilah Lubis1*, Lina Karlinasari1 Sucahyo Sadiyo1 Gunawan Santosa2 1Departemen 2Departemen
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan – IPB, Bogor Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan – IPB, Bogor
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Getah pohon pinus merupakan hasil hutan yang sangat penting dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Berbagai metode penyadapan yang berkembang bertujuan untuk meningkatkan produksi getah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi getah yang dihasilkan berdasarkan sifat anatominya. Penelitian ini dilakukan pada tegakan pinus sebanyak 72 pohon yang terdiri atas 36 pohon disadap, dan 36 pohon lainnya disadap dengan penambahan stimulansia. Alat yang digunakan adalah kadukul untuk penyadapan dengan metode quarre dan bor riap untuk pengambilan sampel anatomi. Hasil penelitian menunjukkan produksi getah meningkat menjadi dua kali lipat dengan penambahan stimulansia. Produksi tertinggi dengan perlakuan stimulansia yaitu 87,31 g/panen sedangkan dengan perlakuan koakan saja 39,86 g/panen. Perbedaan sifat anatomi berdasarkan jumlah dan diameter saluran resin pada kedua perlakuan juga menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Hubungan antara produksi getah dengan jumlah diameter saluran resin pada kedua perlakuan menunjukkan korelasi yang positif dan signifikan (r > 0,80). Sementara itu, hubungan produksi dengan beberapa parameter lainnya menunjukkan korelasi yang rendah dan tidak signifikan. Kata Kunci : Anatomi, Pinus merkusii, penyadapan pinus
39
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
A.04 Efisiensi Penggunaan Kayu Pada Perumahan Tipe 36 Di Nusa Tenggara Barat Achmad Supriadi* Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
*e-mail : susupriadi @gmail.com
ABSTRAK Kebutuhan perumahan merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat, namunpemenuhan kebutuhan ini menjadi semakin sulit dijangkau akibat semakin mahalnya harga rumah. Telah dilakukan penelitian pada perumahan tipe 36 di Lombok dan Bima Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian menunjukan bahwa banyak kayu yang diperdagangkan di Lombok dan Bima Nusa Tenggaran Barat berasal dari Kalimantan dan Sulawesi dengan ukuran berbeda-beda walaupun pada sortimen yang sama. Kebutuhan kayu untuk perumahan tipe 36 sekitar 4 m3 per unit. Penggunaan kayu pada perumahan tipe 36 umumnya bermutu rendah (terjadi perubahan bentuk, pecah, renggang, terserang organisme perusak kayu) karena kayu tidak dikeringkan dan diawetkan. Masih terjadi pemborosan penggunaan kayu akibat penggunaan sortimen kayu yang berlebihan. Dengan penggunaan kayu secara tepat, kebutuhan kayu untuk perumahan tipe 36 cukup sekitar 3,4 m3 per unit. Optimalisasi pemanfaatan kayu melalui kombinasi penggunaan teknologi pengeringan dan pengawetan serta penggunaan kayu secara lebih efisien dapat menghemat penggunaan kayu sekitar 18 % dan biaya penggunaan kayu sekitar 2,7 x. Kata Kunci : Efisiensi, penggunaan kayu, pengeringan, pengawetan
A.05 Sifat Kayu Terminalia complanata dan Gymnacranthera paniculata Asal Papua Andianto*1, Nurwati Hadjib1, Abdurachman1, Dian Anggraini Indrawan1, Freddy Jontara Hutapea2 1Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu 5 Bogor 16610 Telp./Fax: 0251-8633413, 8633378 2Balai Penelitian Kehutanan Manokwari Jl. Inamberi Susweni Manokwari Telp. /Fax: 0986-213437, 213441 *e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kawasan hutan di Papua memiliki banyak jenis kayu kurang dikenal. Pengenalan sifat-sifat kayu jenis tertentu diperlukan guna pemanfaatannya secara lebih tepat dan efisien. Sifat-sifat kayu berupa fisik40
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
mekanik, pemesinan, dimensi serat dan pengolahan pulp dilakukan pada kayu Terminalia complanata (ketapang) dan Gymnacranthera paniculata (pala hutan) asal Papua. Nilai rata-rata hasil pengujian sifat fisik-mekanik yang diperoleh dibandingkan dengan klasifikasi kekuatan kayu Indonesia. Pengujian sifat pemesinan dilakukan melalui pengukuran pada bagian pangkal, tengah dan ujung batang pohon dengan membuat 20 contoh uji bebas cacat berukuran 120 x 12,5 x 2 cm untuk setiap jenis. Pengolahan pulp dilakukan dengan proses sulfat. Pengujian sifat pengolahan pulp meliputi rendemen, konsumsi alkali dan bilangan kappa. Pengukuran dimensi serat meliputi diameter dan panjang serat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis kayu ini tergolong ringan(BJ 0.41 and 0.47).Sifat pemesinan kayu jenis G.paniculata tergolong baik, dan jenis T.complanata tergolongsedang. Keduanya sesuai digunakan untuk papan dan konstruksi ringan serta memenuhi kriteria sifat pulp dan kertas SNI. Kata Kunci: Gymnacranthera paniculata; Karakteristik; kayu; Papua; serat;Terminalia complanata
A.06 Determinasi Sifat Keterbasahan Batang Kelapa Sawit, Kayu Meranti Merah dan Kayu Sengon dengan Metode Sudut Kontak Tito Sucipto 1*, Rudi Hartono 1, Wahyu Dwianto 2 1
Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan 2 Pusat Penelitian Biomaterial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat keterbasahan batang kelapa sawit (BKS) bagian dalam, BKS bagian luar, BKS yang dipadatkan 50%, kayu meranti merah dan kayu sengon, sebelum bahan baku tersebut diolah menjadi balok laminasi. Sifat keterbasahan papan diukur dengan menggunakan metode cosinus sudut kontak (CSK) atau cosine-contact angle (CCA).Determinasi keterbasahan papandilakukan melalui pengukuran sudut kontak antara cairan perekat yang diteteskan pada permukaan papan. Perekat yang digunakan dalam pengukuran keterbasahan adalah perekat phenol formaldehida (PF) dan urea formaldehida (UF). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu meranti merah dan sengon memiliki sudut kontak paling kecil atau sifat keterbasahan paling baik daripada sudut kontak dan keterbasahan BKS.Kayu meranti merah memiliki sifat keterbasahan paling baik untuk perekat PF (sudut kontak sebesar 83o), sedangkan kayu sengon memiliki sifat keterbasahan paling baik untuk perekat UF (sudut kontak sebesar 90,89o).Hal ini disebabkan kadar pati dan zat ekstraktif pada kayu meranti merah dan sengon lebih kecil dibandingkan BKS. Selain itu kayu meranti merah dan sengon memiliki permukaan kayu yang lebih rata dan halus dibanding BKS, sehingga perekat lebih mudah mengalir dan membasahi permukaan kayu. Pada kondisi ini, cairan perekat lebih mudah mengalir sehingga sudut kontak yang terbentuk lebih kecil. Sifat keterbasahan kayu yang baik akan meningkatkan sifat perekatan pada balok lamiasi. Kata Kunci: Balok laminasi, keterbasahan, kelapa sawit, meranti merah, sudut kontak, sengon
41
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
A.07 Variasi Kadar Air dan Berat Jenis Kayu Kelapa (Cocos nucifera, L) E. Manuhuwa1, M. Loiwatu1, H. Tuguiha2 1Jurusan 2Alumni
Kehutanan, Faperta Unpatti Jurusan Kehutanan, Faperta Unpatti
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Perkembangan pembangunan perumahan semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, hal ini tentunya berdampak terhadap peningkatan bahan baku kayu. Ketersediaan bahan baku kayu dari hutan semakin menipis yang disebabkan adanya illegal logging dan juga semakin menyempitnya areal hutan. Dengan berkembangnya teknologi perkayuan maka dapat dilakukan upaya substitusi bahan baku kayu hutan dengan tanaman perkebunan misalnya kayu kelapa (Cocos nucifera, L).Salah satu sifat dasar kayu yang penting untuk diketahui adalah sifat fisik yang meliputi kadar air, berat jenis dan penyusutan. Sifat-sifat tersebut dapat dijadikan sebagai parameter kualitas kayu serta dapat memprediksi sifat-sifat kayu lainnya seperti kekuatan kayu, sifat pengeringan dan lain sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh posisi aksial dan radial terhadap sifat fisik kayu kelapa (Cocos nucifera, L). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan 3 kali ulangan, di mana faktor yang diteliti adalah faktor A (Posisi aksial) dan faktor B (Posisi radial). Hasil penelitian menunjukan nilai rata-rata kadar air segar berkisar antara 86,91- 127,91%, kadar air kering udara 6,61- 11,89%, berat jenis segar 0,35- 0,65, berat jenis kering udara 0,36- 0,67, panyusutan radial segar ke kering udara0,009- 0,032%, penyusutan radial segar ke kering tanur 2,27 - 6,80%, panyusutan tangensial segar ke kering udara 0,012 - 0,035%, penyusutan tangensial segar ke kering tanur 2,67- 7,20%. Kata Kunci: Aksial; cocos nucifera; radial; sifat fisik
A.08 Sifat Fisika dan Mekanika Kayu Jati Unggul pada Umur Muda Fanny Hidayati*, Joko Sulistyo, Sri Nugroho Marsoem Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Agro No 1 Bulaksumur Yogyakarta 55281
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Beberapa tahun terakhir kebutuhan kayu jati untuk furniture maupun konstruksi dipenuhi oleh kayu jati yang berasal dari tegakan berumur muda karena semakin terbatasnya ketersediaan kayu jati dengan umur tua. Di lain pihak informasi mengenai sifat-sifat kayu jati umur muda masih terbatas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sifat-sifat dasar kayu jati unggul pada usia muda 42
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
terutama sifat fisika dan mekanikanya dan hubungan antar sifat-sifat tersebut. Pohon jati yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sumber klon dan sumber biji. Selanjutnya, dari pohon-pohon sampel tersebut diuji sifat fisika dan mekanikanya. Selain itu sifat fisik berupa persentase kayu teras juga diukur. Untuk sifat fisika, diuji kerapatan dasar, kerapatan kering udara, dan perubahan dimensi per 1% perubahan kadar air. Sedangkan untuk sifat mekanika kayu diuji keteguhan lengkung statis (MOE dan MOR) serta keteguhan tekan sejajar seratnya. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan uji t untuk membandingkan hasil pengujian pada jati unggul dan jati konvensional. Sebagai hasilnya, ratarata persentase kayu teras jati unggul dan jati konvensional adalah 45,2% dan 28,5%. Sedangkan untuk kerapatan kering angin kayu jati unggul dan kayu jati konvensional adalah 0,470 g/cm3 dan 0,506 g/cm3. Kata Kunci: Jati unggul, jati konvensional, sifat fisika, sifat mekanika, umur muda
A.09 Variasi Aksial Dan Radial Sifat Fisika Dan Mekanika Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) Yang Tumbuh Di Kabupaten Sleman Muhammad Rosyid Ridho, Sri Nugroho Marsoem* Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Agro No.1 Bulaksumur, Yogyakarta. 55281
*e-mail:
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK Pemanfaatan jenis kayu cepat tumbuh menjadi salah satu solusi bagi permasalahan pasokan bahan baku industri kayu. Jabon adalah salah satu jenis kayu cepat tumbuh yang semakin banyak ditemukan di beberapa daerah di pulau Jawa, termasuk di kabupaten Sleman, Yogyakarta, namun informasi mengenai kualitas kayu jabon yang tumbuh di daerah masih terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas kayu jabon yang tumbuh di kabupaten Sleman, berdasarkan sifat fisika dan mekanikanya dengan menebang tiga batang pohon yang sehat dan bebas cacat. Sifat-sifat kayu yang diuji meliputi kadar air (KA), berat jenis (BJ), perubahan dimensi, kekuatan tekan dan kekuatan lengkung dengan menggunakan standar British 373. Untuk mengetahui variasi aksial & radialnya, data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan rancangan acak lengkap.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu jabon yang tumbuh di Kabupaten Sleman mempunyai rata-rata KA segar 127,39%, BJ segar 0.310, dan penyusutan total tangential, radial dan longitudinal berturut-turut sebesar 4,58%, 2,55% dan 0,80%. Sifat mekanika yaitu MOR dan MOE kekuatan lengkung masing-masing adalah 265,87 kg/cm2 dan 41,91 x 1000 kg/cm2, sedang kekuatan tekan // serat dan serat qdqlqh 167,29 kg/cm2 dan 101,71 kg/cm2. Kedudukan radial berpengaruh sangat nyata pada KA & BJ segar, tegangan pada batas proporsi, kekuatan tekan // serat dan serat, sementara kedudukan aksial hanya berpengaruh nyata terhadap kekuatan tekan // serat. Seacar umum sifat kayu jabon yang tumbuh di kabupaten Sleman, Yogyakarta ternyata lebih baik dari yang tumbuh di kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Kata Kunci: Berat Jenis; kayu jabon;kadar air segar; perubahan dimensi; MOR dan MOE
43
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
A.10 Pengujian Sifat Mekanis pada Bambu Betung sebagai Pertimbangan Untuk Penggunaan Bahan Baku Struktural Ana Agustina1,2*, Naresworo Nugroho2, Dede Hermawan2,Efendi Tri Bahtiar2 1 Fakultas 2Departemen
Kehutanan Universitas Jambi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Bambu merupakan jenis rumput-rumputan yang mampu tumbuh dengan cepat melebihi pohon. Kemampuan bambu dalam tumbuh dengan cepat dan mencapai usia panen dalam waktu relatif singkat membuat bambu digemari sebagai bahan baku industri kerajinan dan bahan bangunan. Salah satu bambu yang cukup sering digunakan sebagai bahan bangunan adalah bambu betung (Dendrocalamus asper), yang selanjutnya akan dikaji dalam penelitian ini. Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan sifat mekanis dari bagian pangkal, tengah dan ujung bambu. Pengujian mekanis terhadap bambu betung dilakukan dengan pengujian terhadap bagian kulit dan bagian dalam dari bambu. Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan nilai Modulus of Elasticity(MOE) dan Modulus of Rupture(MOR) dari pangkal, tengah hingga ke ujung bambu. Nilai MOE dan MOR tertinggi dihasilkan pada bagian pangkal bambu dengan kulit luar tanpa dikupas, yaitu 161401 kg/cm2 dan 1371 kg/cm2. Terjadi penurunan nilai MOE dan MOR pada kondisi pengujian bambu yang dikupas bagian kulit luarnya. Sehingga dalam penggunaan bambu sebaiknya bagian silika tetap ada dengan tujuan estetika dan kekuatan struktural lebih tinggi. Kata Kunci: Bambu betung, bahan struktural, MOE, MOR, sifat mekanis
44
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B. BIOKOMPOSIT B.01- B.24
45
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.01 Sifat Fisik Mekanis Biopottray Bibit Tanaman dari Limbah Kayu Mahang dan Daun Nenas Eko Sutrisno*, Agus Wahyudi Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan Jln. Raya Bangkinang – Kuok KM. 09, Kabupaten Kampar
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penggunaan polybag dalam kegiatan pembibitan tanaman kehutanan memberikan dampak terhadap lingkungan akibat dari limbah kantong plastik polybag. Selain pencemaran lingkungan, penggunaan polybag berbahan dasar plastik mengakibatkan kerusakan akar tanaman pada saat penanaman di lapangan. Penelitian ini bertujuan untuk membuat biopottray bibit tanaman yang ramah lingkungan dari campuran serat kayu mahang dan serat limbah daun nenas. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 4 x 3 dengan pengulangan sebanyak 5 kali. Faktor pertama adalah komposisi campuran serat mahang dan daun nenas (100:0; 95:5; 90:10; 85:15), faktor kedua adalah konsentrasi dolomit (0%; 5%; 10%). Hasil pengujian menunjukkan bahwa biopottray untuk bibit tanaman mempunyai nilai kerapatan 0,24-0,39 g/cm2; kadar air 2,91-14,17%; daya serap air 4,507,88%; pengembangan tebal 1,78-32,70% dan daya jebol sebesar 0,43-11,58 kg. Komposisi bahan baku dan dolomit tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap parameter fisik mekanik. Kata Kunci: Biopottray, daun nenas, dolomite, kayu mahang, polybag
B.02 Karakteristik Papan Serat Kerapatan Sedang Kayu Skubung (Macaranga gigantea) dengan Perekat Asam Malat Agus Wahyudi1*, T.A. Prayitno2 dan Ragil Widyorini2 1Balai
Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan – Kuok Jl. Raya Bangkinang – Kuok km 9, Kotak Pos 4/BKN Bangkinang 28401 – Riau 2Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Jl. Agro No. 1 Bulaksumur 55281 – Yogyakarta
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pengembangan teknologi pembuatan papan serat khususnya produk papan serat kerapatan sedang (MDF) yang ramah lingkungan merupakan salah satu upaya meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu tropis Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sifat-sifat papan serat kerapatan sedang dari jenis kayu skubung dengan menggunakan perekat asam malat. Proses pembuatan pulp dilakukan 46
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
dengan cara termomekanis, papan serat dibuat dengan proses kering dengan suhu kempa 180oC dan waktu 10 menit. Pemberian perekat asam malat dengan kadar 0%, 10%, 20% dan 30%. Penambahan asam malat dapat meningkatkan sifat kestabilan dimensi dan sifat mekanik papan serat kerapatan sedang kayu skubung. Papan serat kerapatan sedang kayu skubung dengan perekat asam malat 30% memiliki nilai keteguhan rekat internal 0,29 MPa, keteguhan patah 6,1 MPa dan keteguhan elastis 1,35 GPa. Perubahan ikatan yang terjadi di dalam papan serat kayu skubung dengan perekat asam malat adalah terjadinya perubahan gugus ikatan ester dari kelompok karboksil. Kata Kunci: Papan serat, proses kering, asam malat, ikatan ester, kayu skubung.
B.03 Karakterisasi dan Sifat-sifat Struktur Nano Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Nanofiller Dalam Bahan Komposit Rudi Dungani1*,H.P.S. Abdul Khalil2 1Sekolah
Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Gedung Labtex XI, Jalan Ganesha 10, Bandung 40132 2Sekolah Teknologi Industri, Universiti Sains Malaysia, 11800, Penang, Malaysia
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Karakterisasi dan sifat-sifat cangkang kelapa sawit (CKS) telah dipelajari. Bahan CKS diubah menjadi nanopartikel melalui beberapa tahapan proses yaitu grinding, refining, penyaringan dan high energy ball milling. CKS nanopartikel kemudian diekstraksi dengan n-heksana untuk menghilangkan minyak. Keberadaan minyak dipelajari dengan Transmision Electron Microscopy (TEM) dan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan dilengkapi dengan analisis Energi Dispersif X-ray (SEM-EDX) untuk mengidentifikasi keberadaan minyak dalam nanopartikel. Dekomposisi nanopartikel akibat suhu dipelajari melalui analisis gravimetri termal (TGA). Ukuran nanopartikel diperoleh dari TEM, SEM-XRD dan particle size analyzer dan didapatkan hasil ukuran 10-30 nm, 21,61- 44,46 nm dan 50,75-91,28 nm (dengan intensitas distribusi ukuran nano 75,30%). Nanopartikel CKS mempunyai bentuk dan permukaan angular, irregular and crushed serta menunjukan tingkat kristalinitas lebih rendah daripada daerah amorfnya setelah proses ball milling. Nanopartikel dari CKS dapat digunakan sebagai nanofiller untuk memperkuat (reinforced ) kayu berkualitas rendah. Kata Kunci: Cangkang kelapa sawit, nanopartikel, nanofiller, ekstraksi
47
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.04 Analisis Finansial Pengembangan Industri Komposit Serat Sabut Kelapa sebagai Media Tanam Vertikal Kurnia Wiji Prasetiyo1*, Meti Ekayani2 dan Muhammad Adhe Putra2 1Pusat 2Departemen
Penelitian Biomaterial LIPI Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong Bogor Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi Manajemen IPB
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Sabut kelapa merupakan salah satu bentuk hasil ikutan dariindustri berbahan dasar kelapa yang belum banyak pemanfaatannya. Sabut kelapa pada dasarnya memiliki potensi yang sangat besar untuk diolah lebih lanjut menjadi produk multiguna dari perkebunan kelapa yang bisa memiliki nilai ekonomi lebih. Pemanfaatan sabut kelapa sampai saat ini masih belum optimal. Salah satu potensi pemanfaatansabut kelapa adalah menjadikannya sebagai komposit media tanam berbahan dasar serat alam, termasuk untuk media tanam vertikal. Hal ini dikarenakan, saat ini media tanam yang ada pada umumnya terbuat dari bahan polimer yang tidak ramah lingkungan dan relatif mahal. Oleh karena itu, pemanfaatan sabut kelapa sebagai media tanam vertikal menjadi suatu alternatif solusi dalam diversifikasi pemanfaatan sabut kelapa menjadi produk bernilai ekonomi.Pengolahan sabut kelapa menjadi media tanam vertikal bisa dikembangkan menjadi sebuah industri komposit. Dalam pengembangan industri komposit untuk media tanam vertikal tersebut, maka perlu dilakukan kajian kelayakan secara finansial. Analisis finansial diperlukan untuk mengetahui apakah industri komposit tersebut layak atau tidakuntuk dijalankan serta seberapa besar tingkat keuntungan yang akan diperoleh selama jangka waktu tertentu periode investasi. Diharapkan hasil analisis finansial industri komposit untuk media tanam vertikal ini dapat mendorong petani ataupun pengusaha maumenjalankanusaha tersebut. Kata Kunci: Analisis finansial, industri komposit, media tanam vertikal, sabut kelapa
48
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.05 Pengembangan Proses Fibrilasi Kulit Jagung Sebagai Bahan Komposit Dengan Perekat Asam Sitrat Kurnia Wiji Prasetiyo1*, Gina Bahtiar2 dan Leny Kurniawati2 1Pusat
Penelitian Biomaterial LIPI Jl.Raya Bogor Km. 46 Cibinong Bogor Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta
2Jurusan
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Salah satu titik lemah komposit serat alam adalah pengembangan tebal yang relatif tinggi terkait pengembangan dinding sel serat atau perubahan ukuran rongga serat akibat menyerap air. Termasuk serat dari kulit jagung yang memiliki sifat mudah menyerap air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengembangan proses fibrilasi kulit jagung sebagai bahan komposit dengan perekat asam sitrat. Proses fibrilasi kulit jagung dilakukan melalui perlakuan perendaman dalam beberapa media yaitu air dan NaOH 10% selama 24 jam yang kemudian diproses secara mekanik menggunakan mesin Beater Hollander dan Ring Flaker. Pembuatan komposit serat kulit jagung memakai kempa panas suhu 200oC selama 15 menit pada tekanan 2 MPa. Ukuran komposit 35 x 35 x 0,9 cm dengan kerapatan 0,8 g/cm3. Konsentrasi asam sitrat 30% dari berat komposit. Karakterisasi komposit meliputi sifat fisik dan mekanik menggunakan alat UTM sedangkan sifat morfologi dengan menggunakan mikroskop cahaya. Kata Kunci: Asam sitrat, fibrilasi, komposit, kulit jagung, sifat fisik dan mekanik
B.06 Sudut Kontak dan Keterbasahan Dinamis Kayu Samama pada Berbagai Pengerjaan Kayu Tekat Dwi Cahyono1*, Imam Wahyudi2, Fauzi Febrianto2, Trisna Priadi2, Syarif Ohorella1 1Fakultas
Pertanian Universitas Darussalam Ambon. Jl. Raya Tulehu Km. 24 Ambon 97128 Hasil Hutan IPB. Fakultas Kehutanan IPB. Jl. Raya Dramaga Bogor 16680
2Departemen
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Sudut kontak dan keterbasahan dinamis penting diketahui untuk menganalisis keteguhan rekat. Penelitian ini bertujuan mengetahui sudut kontak dan keterbasahan dinamis kayu samama pada berbagai pengerjaan kayu. Metode yang digunakan adalah meneteskan air destilata, perekat UF dan isosianat dengan ukuran tertentu pada permukaan kayu hasil gergaji dan hasil mesin kupas. Permukaan kayu gergajian yang ditetesi oleh cairan adalah permukaan radial, tangensial dan 49
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
permukaan yang membentuk sudut 45 antara radial dan tangensial. Sementara itu permukaan finir hasil pengupasan adalah permukaan tight dan loose. Baik kayu gergajian maupun finir, keduanya diambil dari bagian juvenil dan dewasa kayu samama. Keterbasahan dinamis dianalisis menggunakan model SD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa porositas permukaan bahan berpengaruh terhadap keterbasahan kayu samama oleh cairan. Permukaan tangensial memiliki sifat yang lebih mudah mengalami keterbasahan dibandingkan dengan permukaan radial maupun RT (permukaan antara radial dan tangensial) sementara bagian juvenil memiliki tingkat keterbasahan lebih baik dibandingkan dewasanya. Finir samama memiliki tingkat keterbasahan setara dengan permukaan TR kayu samama di mana bagian juvenil finir memiliki laju keterbasahan yang lebih baik dibandingkan dengan finir dewasa. Di samping itu, bagian loose finir lebih cepat terbasahi oleh cairan dibandingkan bagian tight. Kata Kunci: Keterbasahan dinamis, samama, sudut kontak
B.07 Peningkatan Sifat Fisika dan Mekanika Papan Komposit Serat Kotoran Gajah dengan Penambahan Asam Sitrat Greitta Kusuma Dewi*1,Ragil Widyorini1, M. Nanang Tejolaksono2, Agus Jati3 1Fakultas
Kehutanan Universitas Gajah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta 2Taman Safari Indonesia II Prigen, Pasuruan 3Program Studi Pascasarjana, Fakultas Kehutanan UGM, Bulaksumur, Yogyakarta
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Konservasi eksitu Gajah Sumatera di lembaga konservasi seperti Taman Safari Indonesia (TSI) seringkali menghasilkan limbah kotoran gajah yang cukup banyak dan masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Limbah kotoran gajah mengandung 50-60% serat lignoselulosa yang cukup potensial untuk diteliti sebagai bahan baku papan komposit. Penggunaan asam sitrat sebagai bahan pengikat diharapkan dapat meningkatkan sifat fisika dan mekanika produk komposit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah asam sitrat terhadap sifat fisika dan mekanika papan komposit serat kotoran gajah. Faktor jumlah asam sitrat menggunakan 4 aras yaitu 0%, 10%, 20% dan 30%. Papan komposit serat kotoran gajah dibuat dalam ukuran 25 x 25 x 1 cm3 dengan target kerapatan 0,8. Kondisi pengempaan adalah 200oC selama 10 menit. Pengujian sifat fisika dan mekanika papan komposit dilakukan berdasarkan Japanese Industrial Standard A 5908. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan asam sitrat terbukti dapat meningkatkan kualitas papan komposit secara signifikan dan dapat memenuhi standar tipe 8, bahkan sebagian papan komposit dengan penambahan asam sitrat 20% dapat memenuhi standar tipe 13. Kata Kunci: Asam sitrat, papan komposit, serat kotoran gajah, sifat fisika, sifat mekanika
50
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.08 Karakteristik LVL Kempa Dingin Eka Mulya Alamsyah*, Ihak Sumardi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung Gedung Labtek XI Jalan Ganesa 10 Bandung 40132 Indonesia Telp +62-22-2511575 Fax +62-22-2534107.
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik laminated veneer lumber (LVL) campuran dua jenis kayu sengon dan karet. LVL ukuran 40 x 40 cm dibuat menggunakan jenis perekat tipe kempa dingin dengan berat labur 36 g/feet2 pada beban kempa sebesar 10 kgf/cm2 dengan target ketebalan panel masing-masing 20, 30 dan 40 mm. Sebelum pengujian, panel dikondisikan di suhu ruangan selama satu hari sampai kadar airnya mencapai kurang lebih 8 persen. Pengujian mengikuti standar JIS, 2008 dan hasilnya menunjukkan bahwa sifat fisik, kadar air dan kerapatan panel telah memenuhi standar. Nilai MOR dan MOE semua panel telah memenuhi standar demikian pula dengan nilai emisi formaldehida nya. Untuk panel dengan ketebalan 20 dan 30 mm, hasil pengujian delaminasi tipe 2 telah memenuhi standar sedangkan pengujian delaminasi tipe 1 belum memenuhi standar. Sementara untuk panel dengan ketebalan 40 mm baik pengujian delaminasi tipe 1 maupun tipe 2 kedua-duanya belum memenuhi standar. Oleh karena itu masih perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan sifat-sifat produk yang belum memenuhi persyaratan terutama terkait dengan uji delaminasinya. Kata Kunci: Campuran, karakteristik, karet, LVL, sengon
B.09 Pengaruh Jumlah Pulp Pelepah Sawit Terfibrilasi dalam Komposit Hibrid Polipropilena dan Poliasam Laktat Firda Aulya Syamani*, Subyakto, Lisman Suryanegara Pusat Penelitian Biomaterial Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong, Jawa Barat 16911
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pulp perlu mendapatkan perlakuan tertentu untuk meningkatkan kemampuannya sebagai penguat dalam produk komposit. Perlakuan yang dimaksud dapat berupa perlakuan kimiawi untuk meningkatkan sifat hidrofobitas pulp atau perlakuan mekanis untuk meningkatkan aspek rasio dari serat pulp. Komposit hibrid berbasis polipropilena (PP) dan poli asam laktat (PLA) dikembangkan agar komposit mengandung bahan yang dapat terurai secara alami namun performa mekanis komposit tetap 51
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
memenuhi persyaratan yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah pulp pelepah sawit terfibrilasi terhadap sifat mekanis komposit berbasis polipropilena dan poli asam laktat. Pulp pucat pelepah sawit bebas air difibrilasi menggunakan blender berkecepatan tinggi. Pulp terfibrilasi kemudian didispersikan ke dalam matrik PLA sehingga membentuk lembaran komposit. Pencampuran komposit PLA/pulp terfibrilasi dengan PP dilakukan dalam rheomix sehingga didapatkan kompon PLA/PP/pulp terfibrilasi. Komposit dihasilkan dari kompon menggunakan kempa panas. Sifat mekanis komposit diuji dengan universal testing machine berdasarkan ASTM D-638 dan D-790. Sifat termal komposit diuji dengan differential scanning calorimetry. Morfologi patahan komposit dianalisis dengan scanning electron microscope. Kata Kunci: Fibrilasi pulp, komposit, pelepah sawit, poli asam laktat, polipropilena, pulp pucat
B.10 Pengaruh Penggunaan Bahan Baku Pelepah Salak dan Jumlah Perekat Asam Sitrat terhadap Sifat Fisika dan Mekanika Papan Partikel Bangun Dwi Prasetyo1*, Ragil Widyorini2, Tibertius Agus Prayitno2 2Staff
1Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Kehutanan Universitas Gadjah Mada Pengajar Bagian Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Peningkatan permintaan bahan baku kayu di dalam industri perkayuan terutama papan partikel menyebabkan semakin terbatasnya sumber daya kayu. Pelepah salak merupakan produk samping dari perkebunan yang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pengganti sumber daya kayu yang menjanjikan. Pembuatan papan partikel umumnya menggunakan perekat berbasis formaldehida yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh karenanya dalam penelitian ini menggunakan asam sitrat sebagai perekat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi faktor bahan baku dengan jumlah asam sitrat pada pembuatan papan partikel pelepah salak. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial dengan dua faktor yaitu bahan baku (pelepah salak tanpa kulit, dan pelepah salak dengan kulit) dan jumlah perekat asam sitrat (pada kisaran 0 – 40%). Papan partikel dibuat dengan dimensi 25 x 25 cm, suhu pengempaan 1800C, waktu 10 menit, tekanan spesifik 3 MPa, tebal 1 cm, dan target kerapatan 0,8 g/cm3. Parameter pengujian berdasarkan standar JIS A 5908:2003 yang dimodifikasi meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, penyerapan air, modulus patah, modulus elastisitas, dan kuat rekat internal. Hasil penelitian menunjukkan pelepah salak potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku papan partikel. Kata Kunci: Asam sitrat, bahan baku, papan partikel,pelepah salak, sifat fisika mekanika
52
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.11 Pengaruh Penambahan Perekat dan Suhu Kempa terhadap Sifat Papan Komposit dari Serat Sabut Kelapa (Cocos nucifera) dengan Asam Sitrat sebagai Perekat Fernando1, Ragil Widyorini2, Joko Sulistyo2 1Mahasiswa
2Staff
Program Pascasarjana Ilmu Kehutanan Universitas Gadjah Mada Pengajar Bagian Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Serat sabut kelapa merupakan limbah organik dari pengolahan buah kelapa dengan kandungan selulosa dan lignin yang cukup tinggi karena itu memungkinkan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan papan partikel. Papan partikel biasanya menggunakan perekat sintetis di mana perekat sintetis selain tidak terbarukan juga dapat mengganggu kesehatan manusia. Salah satu alternatif pengganti yaitu dengan menggunakan asam sitrat sebagai perekat alam sebagai pengganti perekat sintetis. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suhu kempa yang terbaik dan pengaruh penambahan asam sitrat yang dalam pembuatan papan partikel dengan bahan baku serat sabut kelapa. Kadar asam sitrat yang digunakan adalah 0% dan 20% dan suhu kempa yang digunakan adalah 1800C dan 2000C, waktu kempa 10 menit dengan target kerapatan 0,8 g/cm3. Papan yang dihasilkan diuji menggunakan standar JIS A 5908: 2003 yang dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukan penambahan asam sitrat menghasilkan papan partikel yang semakin baik. Papan yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908: 2003. Kata Kunci: Asam sitrat, jumlah perekat, papan partikel, perekat alam, sabut kelapa
B.12 Sifat Perekatan Kayu yang Diawetkan dengan Pengawet Alami Tibertius Agus Prayitno* & Ragil Widyorini 1Staf
Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan UGM
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Saat ini banyak penelitian pengawetan kayu menggunakan bahan kimia aktif dari tumbuh-tumbuhan. Penelitian tersebut dilakukan untuk menjawab kerugian penggunaan bahan pengawet-kayu sintetis yang berdampak pada kesehatan manusia serta kelangsungan kehidupan 53ontrol53 bukan perusak kayu (OBPK) dan merusak lingkungan. Kayu-kayu yang telah diawetkan dimanfaatkan untuk bahan konstruksi, mebel yang memerlukan perekat untuk perakitannya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pengawet alami pada perekatan kayu. Penelitian ini menggunakan uji blok perekatan. Kayu yang digunakan adalah kayu jati unggul Perhutani. Bahan pengawet nabati yang 53
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
digunakan adalah ekstrak umbi gadung, ekstrak kulit pulai dan ekstrak daun kumis kucing. Bahan perekat yang digunakan PVAc bioindustri komersial. Semua bahan pengawet alami diekstrak dengan air dingin menurut ASTM D 1110-84. Aplikasi ekstrak pada permukaan kayu jati sampel uji blok dengan aras pengusapan 0,1,2 dan 3 kali. Setelah kering dilanjutkan dengan pelaburan perekat sebesar 40#/MSGL dan dikempa dingin 24 jam. Parameter pengujian berupa kekuatan rekat dan persen kerusakan kayu mengikuti standar British (1957). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi 54ontro jenis pengawet dan jumlah pelapisan tidak berpengaruh nyata pada keteguhan rekat kayu. Faktor jenis pengawet dan jumlah pelapisan bahan pengawet sangat berpengaruh nyata pada keteguhan rekat. Kayu jati yang diawetkan dengan ekstrak kulit pulai menghasilkan keteguhan rekat tertinggi sebesar 94,29, diikuti pengawet gadung sebesar 80,61 dan pengawet kumis kucing sebesar 55,31 kg/cm2. Pelapisan bahan pengawet berkorelasi 54ontrol54 terhadap keteguhan rekat. Penurunan keteguhan rekat dari 54ontrol (0 pelapisan) ke 1, 2 dan 3 pelapisan sebesar 20, 42 dan 66% pada pengawet gadung; sedangkan pada pengawet kulit pulai sebesar 24, 30 dan 57% dan pada pengawet kumis kucing sebesar 22, 37 dan 75%. Kata Kunci: Kayu-jati, pengawet-kayu-alami, sifat-perekatan,
B.13 Penggunaan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Insulator Termal Alami Yeyen Nurhamiyah*, Ismail Budiman Lisman Suryanegara Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan green building, penggunaan bahan yang ramah lingkungan mutlak diperlukan terutama pada insulator termal yang digunakan untuk menjaga temperatur di dalam suatu bangunan. Namun, bahan sintetis untuk insulator yang berkembang saat ini selain tidak dapat terdegradasi secara alami juga berbahaya bagi kesehatan dan memiliki kontribusi terhadap pemanasan global. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat potensi tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai bahan insulator termal alami. TKKS dicampur dengan perekat alami dari sodium alginat dan pati kemudian komposisi perekat dan TKKS akan divariasikan untuk memperoleh nilai densitas dan konduktifitas paling rendah. Selain itu, dilakukan uji mekanik untuk dilihat kekuatan tarik dan tekan komposit tersebut. Kata Kunci: Biokomposit, insulator termal, konduktivitas termal, pati, tandan kosong kelapa sawit, sodium
54
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.14 Karakteristik Papan Partikel Bambu Petung pada Komposisi Asam Sitrat-Pati dan Suhu Pengempaan yang Berbeda Ragil Widyorini*, Elya Ningsih, Tibertius Agus Prayitno Bagian Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penggunaan asam sitrat sebagai bahan pengikat atau perekat mulai banyak digunakan. Penambahan pati dalam campuran dengan asam sitrat belum pernah diteliti. Pati dengan kandungan amilosa dan amilopektin diduga dapat berikatan ester dengan asam sitrat dan dapat mempengaruhi kekuatan rekat yang dihasilkan. Karena sifat kedua bahan yang berbeda, suhu pengempaan yang optimal juga diduga akan dipengaruhi oleh komposisi campuran perekat tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi asam sitrat-pati dan suhu kempa terhadap kualitas papan partikel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah partikel bambu petung. Komposisi asam sitrat-pati yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100:0, 75:25, 50:50, 25:75, dan 0:100. Suhu pengempaan yang digunakan 180 oC dan 200 oC, selama 10 menit pada target kerapatan 0,9 g/cm3. Jumlah perekat yang digunakan adalah 30%. Sifat fisika dan mekanika diuji berdasarkan Japanese Industrial Standard A 5908. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencampuran pati dengan asam sitrat yang optimal pada komposisi asam sitrat-pati (75:25) dan suhu pengempaan 180 oC menghasilkan papan partikel dengan sifat fisika dan mekanika yang memenuhi standar tipe 13. Peningkatan sifat papan partikel diperoleh pada penambahan pati 25%, kemudian menurun seiring dengan semakin bertambahnya jumlah pati. Kata Kunci: Asam sitrat, bambu petung, komposisi, pati, suhu pengempaan
B.15 Desain dan Studi Tekno Ekonomi Produksi Pereakat Aqueous Polymer Isocyanate(API) Berbasis Lateks Karet Alam (LKA) Fahriya Puspita Sari*, Widya Fatriasari, Euis Hermiati, Teguh Darmawan, Jayadi, R. P. Budi Laksana Pusat Penelitian Biomaterial LIPI Jl Raya Bogor KM 46 Cibinong Bogor 16911
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penggunaan perekat kayu rendah emisi formaldehida berbasis LKA untuk aplikasi panel kayu berpeluang dapat mensubstitusi perekat low temperature setting. Perekat API merupakan campuran 55
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
LKA dan PVA (Poli Vinil Alkohol) sebagai sumber gugus hidroksil (OH) secara bersama-sama membentuk polimer dasar perekat API, dengan Polymeric Methylene Diphenyl diIsocyanate (pMDI) sebagai crosslinker-nya dan kalsium karbonat (CaCO3) sebagai filler. Untuk memproduksi perekat API tersebut dalam skala produksi 10 L maka dilakukan rancang bangun alat produksi perekat API. Selain itu juga dilakukan kajian tekno-ekonomi sebagai nilai dasar investasi yang harus dikeluarkan dalam produksi perekat API dengan mempertimbangkan kemampuan rancang bangun alat yang dibutuhkan pada saat proses produksi. Berdasarkan perhitungan analisa ekonomi untuk memproduksi perekat API sebesar 3,3 ton per tahun diperlukan nilai investasi sebesar 108 juta. Harga pokok produksi perekat sebesar Rp.55.000/kg dengan asumsi keuntungan penjualan sebesar 31.72% dan pengembalian investasi sebesar 56.05%. Adapun waktu pengembalian modal dapat dilakukan selama 1,5 tahun, shut down point (SDP) sebesar 12%, dan break even point (BEP) sebesar 24%. Kata Kunci : API adhesive, low temperature setting,, LKA, rancang bangun, analisis tekno-ekonomi
B.16 Karakteristik Papan Komposit dari Kulit Batang Sagu dan Limbah Plastik Polipropilena Dina Setyawati*, Farah Diba, Nurhaida Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak Kalimantan Barat, Indonesia
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Limbah kulit batang sagu sejauh ini masih belum dimanfaatkan secara optimal dan terbuang sebagai limbah dari proses pembuatan tepung sagu. Limbah lain yang memiliki potensi dalam jumlah untuk dimanfaatkan dalam skala besar adalah limbah plastik polipropilena. Penelitian bertujuan mengetahui karakteristik papan komposit dari limbah kulit batang sagu dan limbah plastik polipropilena. Kulit batang sagu dipisahkan seratnya secara manual, kemudian dipotong sepanjang 30 cm. Papan komposit dibuat dengan rasio serat kulit batang sagu dan limbah plastik sebesar 50: 50, dengan target kerapatan papan 0,7 g/cm3. Serat sagu disusun dalam dua variasi yaitu disusun searah serat dan disusun bersilangan saling tegak lurus serat. Limbah plastik digunakan sebagai perekat dengan jumlah distribusi 15:70:15 untuk bagian permukaan dan inti. Pengempaan dilakukan selama 20 menit pada suhu 180ºC. Pengujian sifat fisis dan mekanis papan komposit dilakukan mengacu pada standar JIS A 5908 2003. Hasil penelitian menunjukkan papan komposit yang dihasilkan memiliki kualitas yang memenuhi standar JIS A 5908 2003, kecuali untuk nilai keteguhan lentur. Papan komposit terbaik diperoleh dari perlakuan susunan serat kulit batang sagu saling tegak lurus. Kata Kunci: Kulit batang sagu, limbah plastik polipropilena, papan komposit, sifat fisis, sifat mekanis
56
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.17 Efek Penambahan Serat Bambu Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel Berbahan Dasar Limbah Media Tanam Jamur Tiram Lisman Suryanegara1,*, Wildan Hakim2, Gina Bachtiar2 1Pusat
Penelitian Biomaterial, LIPI Cibinong, Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong 2Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun Muka, Jakarta Timur, DKI Jakarta
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan serat bambu betung terhadap sifat fisis dan mekanis papan partikel berbahan dasar limbah media tanam jamur tiram. Dalam penelitian ini, konsentrasi perekat urea formaldehida yang digunakan divariasikan (12%, 14% dan 16%) terhadap berat papan partikel dan konsentrasi antara baglog dengan serat bambu betung sebesar 70:30 dari berat papan partikel. Ukuran baglog yang digunakan adalah serbuk yang lolos saringan 10 mesh, dengan kadar air sebesar 5,63%. Papan partikel dibuat berukuran 25 cm x 25 cm x 0,9 cm dengan target kerapatan 0,6 g/cm3. Metode eksperimen yang digunakan mengacu pada standar SNI 03-21052006 tentang papan partikel. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa semakin meningkatnya kadar serat bambu betung yang digunakan menyebabkan hasil pengujian sifat fisis dan mekanis semakin membaik pada papan partikel. Komposisi optimum perekat yang didapatkan adalah 16% dengan nilai kerapatan sebesar 0,547 g/cm3, kadar air sebesar 7,279%, daya serap air sebesar 9,41%, pengembangan tebal sebesar 112,49%, MOE sebesar 9149,58 kgf/cm2, MOR sebesar 45,104 kgf/cm2, kuat rekat internal sebesar 4,692 kgf/cm2, dan kuat cabut sekrup sebesar 12,35 kgf. Komposisi ini memenuhi syarat mutu papan partikel yang diatur dalam SNI 03-2105-2006. Kata Kunci: Baglog, papan partikel, perekat urea formaldehida, serat bambu betung
57
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.18 Development and Characterization of Sweet Sorghum Bagasse Particleboard Sasa Sofyan Munawar1,2*, Bambang Subiyanto2, Kenji Umemura3, Yukio Kawamoto4, Sukma Surya Kusumah1,3 1Research
Center for Biomaterials, Indonesian Institute of Sciences, INDONESIA for Innovation, Indonesian Institute of Sciences, INDONESIA 3Kyoto University, JAPAN 4Super Sorghum Corp., JAPAN
2Center
*e-mail:
[email protected]
ABSTRACT To utilize potential sweet sorghum bagasse, particleboard was performed and characterized in this study. Sweet sorghum stem was squeezed to remove the water and to get a bagasse. Then air dried for a week prior chipping process. Bagasses were chopped to similar length (approximately 1-3 cm in length) by using a chipper/hammer mill. Bagasse particles were obtained from flaking process of chopped bagasse by using ring flaker. Then the particles were separated into coarse (0.18-2 mm) and fine (0.045-0.25 mm) types by using sieving machine. Baggase particles were dried at 55ºC for 1 day to get 10% of moisture content. Oven dry machine was used to check the particle’s moisture. Bagasse particles were mixed with adhesive using spray gun in a drum mixer. Phenol formaldehyde and PMDI was used adhesive with resin content of 8-10 %. Binderless board (without using adhesive) was made as a control. After mixing, the particles were matt formed in a forming box (40x40cm). Matt formed were pressed at temperature of 180-200°C, and pressure of 25 kgf/cm2 for 5-20 minutes. Distance bars with thickness of 0.9 cm were used to control the board thickness. The target board densities were 0.8 g/cm3. The boards were conditioned at temperature of 20°C and 65% relative humidity for a week prior to cut into specimens for testing process. The tests were conducted for bending strength (MOR, MOE), internal bond strength, and thickness swelling in accordance with JIS A 5908 for particleboards. The physical and mechanical properties of particleboards using PMDI showed a higher than other board types. This finding has a useful prospect for the use of green residential construction. Kata Kunci: Sweet sorghum bagasse, particleboard, physical and mechanical properties
58
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.19 Pengaruh Temperatur Perebusan Jerami terhadap Sifat Fisis Mekanis Papan Partikel M.I.Iskandar* Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Jerami merupakan salah satu jenis limbah pertanian yang potensoial dapat digunakan sebagai bahan baku dalam produksi papan partikel. Jerami memiliki kandungan zat ekstraktif dan silika yang lebih besar dibandingkan dengan kayu. Kadar zat ekstraktif dalam jerami sebanyak 10-15%, dan kadar silika 12-18%. Dua zat tersebut dapat menghambat ikatan rekat yang baik antar partikel pada waktu proses perekatan. Perlakuan perebusan partikel sebelum proses perekatan dapat mengurangi pengaruh negatif zat ekstraktif terhadap ikatan rekat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur perebusan jerami terhadap sifat fisis mekanis papan partikel. Sifat fisis yang diuji meliputi kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, dan daya serap air sedangkan sifat mekanis yang diuji meliputi modulus lentur, modulus patah, keteguhan rekat internal, dan kuat pegang sekrup. Analisis data yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri dari 5 taraf dengan ulangan sebanyak 3 sehingga jumlah total percobaan adalah 15. Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan dilakukan analisis ragam (Analysis of Variance). Untuk mengetahui pengaruh berbeda nyata perlakuan, dilakukan uji lanjut dengan uji wilayah berganda Duncan. Pengolahan data menggunakan software SAS versi 6.123. Hasil penelitian menunjukkan Peningkatan temperatur perebusan partikel berpengaruh sangat nyata dan fluktuatif terhadap sifat-sifat papan partikel seperti : kadar air, pengembangan tebal 24 jam, daya serap air 24 jam, modulus lentur (MOE), modulus patah (MOR), dan kuat pegang sekrup; tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan dan keteguhan rekat internal. Perebusan partikel pada suhu 40C menghasilkan p[anil dengan sifat-sifat terbaik. Sifat-sifat panel hasil penelitian yang memenuhi persyaratan Standar JIS A 5908:2003 hanya kerapatan dan kadar air. Kata Kunci : Temperatur, perebusan, jerami, sifat fisis mekanis
59
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.20 Aplikasi Perekat Getah Perca Termodifikasi pada Kayu Lapis Tati Karliati1*, Fauzi Febrianto2, Wasrin Syafii2 , Imam Wahyudi2, Eka Mulya Alamsyah1 1
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha 10 Bandung 40132 2Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Getah perca merupakan hasil hutan bukan kayu yang diperoleh dari hasil ekstraksi daun atau penyadapan batang pohon Nyatoh (Palaquium spp.). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi karakteristik kayu lapis sengon (Falcataria moluccana Miq. Barneby & Grimes) dengan perekat getah perca termodifikasi. Modifikasi getah perca dilakukan dengan penambahan variasi kadar anhidrida maleat (MAH) (0%, 5%, 10%) dari berat getah perca, dengan rasio getah perca dengan toluena 25:75 (dalam berat), selanjutnya dipanaskan dalam water bath suhu 70°C selama 10 menit sambil diaduk dengan mixer dan dibiarkan hingga dingin. Inisiator benzoil peroksida (BPO) sebesar 0%, 0.75%, dan 1% dari berat getah perca ditambahkan pada saat perekat akan diaplikasikan. Kayu lapis dibuat dengan berat labur perekat sebesar 300 gm-2 melalui pengempaan dingin selama 24 jam. Pengujian karakteristik kayu lapis mengacu pada SNI 01.5008.2-2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan sudut kontak perekat getah perca termodifikasi lebih besar dibanding getah perca tanpa modifikasi dalam 60 detik pengamatan. Modifikasi getah perca dengan MAH dan inisiator BPO dapat meningkatkan performa kayu lapis. Kadar air kayu lapis sengon memenuhi SNI 01.5008.2-2000, dan keteguhan rekat kayu lapis dengan perekat getah perca termodifikasi 5% MAH dengan 0.75% dan 1% BPO memenuhi SNI untuk pengujian interior II. Kata Kunci: Getah perca, interior, kayu lapis, modifikasi, perekat
B.21 Sifat Fisik dan Mekanik Papan Partikel dari Limbah Pabrik Teh Yuliati Indrayani1*, Sasa Sofyan Munawar 2 1Fakultas
Kehutanan, Universitas Tanjungpura, Jl. Imam Bonjol, Pontianak 78124 2Pusat Inovasi LIPI, Jl. Raya Bogor Km 47, Bogor 16912
*e-mail:
[email protected] ABSTRAK Limbah pabrik teh (bagian daun dan tangkai) memiliki kandungan ekstrak fenolik yang tinggi dan tersedia melimpah dari dari hasil pengolahan di pabrik teh berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Pembuatan papan partikel menggunakan limbah pabrik teh jenis BM (Broken Mix) yang di peroleh dari PTPN VIII, Ciater, Subang, Jawa Barat berukuran lolos 8 mesh dan tertahan 10 mesh dengan kadar air partikel limbah 10%. Untuk mengetahui kualitas papan partikel limbah pabrik teh, maka telah dilakukan evaluasi kualitas fisik dan mekanik dalam berbagai 60
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
variasi papan partikel berdasarkan perbedaan kadar perekat dan target kerapatannya. Urea Formaldehida (UF, SC 52%) digunakan sebagai perekat dengan kadar sebesar 10%, 13%, 16% dari berat kering partikel dan bahan tambahan NH4Cl dan paraffin cair sebanyak 1% dicampurkan kedalan UF dengan proses pencampuran secara manual menggunakan pengaduk. Adapun target kerapatan papan sebesar 0,6, 0,7 dan 0,8 gr/cm3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar perekat maka sifat fisik dan mekanik papan partikel semakin baik. Begitupun, semakin tinggi kerapatan papan partikel maka modulus of rupture (MOR), modulus of elasticity (MOE) dan internal bonding (IB) semakin tinggi. Papan partikel yang dihasilkan dari penelitian ini memenuhi standar JIS A 5908 – 2003, kecuali papan partikel yang dibuat dengan kadar perekat 10% dan kerapatan 0,6 gr/cm3.Dapat disimpulkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi perekat dan kerapatan 16%-0,8 gr/cm3 menghasilkan papan partikel dengan kualitas terbaik kemudian diikuti berturut – turut oleh perlakuan 13%-0,8 gr/cm3 dan 10%-0,8 gr/cm3.Berdasarkan hasil uji, maka limbah pabrik teh dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan partikel. Kata Kunci : Limbah pabrik teh, kadar perekat, kerapatan papan, sifat fisik dan mekanik.
B.22 Optimasi Aplikasi Perekat Aqueous Polymer Isocyanate dari Bahan Dasar Lateks Karet Alam pada Pembuatan Kayu Lamina menggunakan Metode Respon Permukaan Euis Hermiati1*, Widya Fatriasari, Raden Permana Budi Laksana Pusat Penelitian Biomaterial – LIPI, Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong, Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Selain komposisi perekat, kondisi optimum proses aplikasi merupakan salah satu kunci terbentuknya daya rekat yang baik pada pembuatn produk panel kayu, termasuk kayu lamina. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi proses aplikasi perekat aqueous polymer isocyanate (API) dari bahan dasar lateks karet alam (LKA) dan polivinil alkohol (PVA) pada pebuatan kayu lamina. Bahan dasar perekat dibuat dengan mencampurkan LKA (kadar total padatan 50%) dan PVA (kadar total padatan 15%) dengan perbandingan 1:1 (b/b), kemudian ditambahkan dengan kalsium karbonat (CaCO3) sebanyak 15% dari berat campuran LKA dan PVA. Untuk proses aplikasi, bahan dasar perekat ini diberi crosslinker isosianat, dilaburkan pada permukaan papan kayu mersawa (20x8 cm2) dan dikempa pada suhu ruang. Optimasi proses apliaksi dilakukan menggunakan metode respon permukaan dengan tiga variabel bebas, yaitu persentase crosslinker, berat labur dan waktu kempa, serta satu variabel respon, yaitu nilai shear strength. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimim aplikasi perekat API dengan bahan dasar LKA dan PVA adalah pada penggunaan crosslinker ..%, berat labur g/m2 dan waktu kempa ...jam. Pada kondisi ini diperoleh nilai shear strength sebesar ....N/mm2. Kata Kunci: Berat labur, daya rekat, kempa dingin, perekat kayu non formaldehida, waktu Kempa 61
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
B.23 Properties Sorghum Bagasse Particleboard by Using Melamine Formaldehyde Adhesives and an Effect of Pressing Conditions Sasa Sofyan Munawar1,2*, Nadya Mirasanti3, Anisah3 1Research
Center for Biomaterials, Indonesian Institute of Sciences, IIndonesia for Innovation, Indonesian Institute of Sciences, Indonesia 3Jakarta State University, Indonesia
2Center
*e-mail:
[email protected]
ABSTRACT The use of particle board was increased along with the rapid growth of settlements. One of the abundant material and can be used for particle board was sorghum bagasse. From previous study was known that hot compression particle board with adhesive Melamine formaldehyde (MF) was not maximized, and the quality can be improved further. In this study, the sorghum bagasse was used with size 2 mesh and retained 10 meshes. MF with levels of 15% by weight was used as adhesive. Particleboards were produced by using hot pressed with the temperature of 160, 180, and 200ºC for 10 and 15 minutes. The results showed that the value of the physical test consisting of density, moisture content, water absorption and thickness swelling were meet standard. Modulus of elasticity (MOE) of boards that pressed on 180ºC for 10 minutes (20495.9 kgf/cm2) was meet the standards (SNI 03-21052006). While modulus of rupture (MOR) and internal bond overall variations of the board were meet the standards. The lowest MOR value (77.6 kgf/cm2) of the board was obtained on the board that pressed at 160ºC for 15 minutes. The lowest internal bond values were obtained at pressed 160ºC for 10 and 15 minutes, 1.41 and 1.45 kgf/cm2, respectively. On the other hand, the withdrawal screw values were not meet the standard. Based on the all results, the best sorghum particleboard was produced by pressed on 180ºC for 10 minutes. Kata Kunci: Sorghum baggase particle, melamine formaldehyde, pressing conditions, sorghum bagasse particleboard
B.24 Pengaruh Bahan dan Kadar Pengisi dalam Perekat Eksterior terhadap Keteguhan Rekat Venir Lamina M.I.Iskandar* Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kendala yang dihadapi oleh industri venir lamina dewasa ini adalah tingginya biaya pembuatan venir 62
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
lamina yang pada umumnya disebabkan oleh tingginya biaya perekat, untuk menurunkan biaya perekat tersebut dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan pengisi (filler) ke dalam campuran perekat. Bahan tersebut diharapkan dapat membantu dalam proses perekatan, terutama untuk mengurangi penetrasi yang berlebihan dari perekat ke dalam venir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan dan kadar pengisi dalam perekat eksterior terhadap keteguhan rekat venir lamina. Venir yang digunakan dalam penelitian ini adalah venir kupas berukuran 20 cm x 20 cm dengan ketebalan 3 mm. Venir lamina yang dibuat yaitu tiga lapis dengan ketebalan 9 mm. Jenis perekat yang digunakan adalah Fenol Formaldehida (FF) cair dengan berat labur 170 g/m² untuk setiap permukaan (satu garis labur), venir yang dibentuk dikempa dingin selama 10 menit dengan tekanan 10 kg/cm² kemudian dilanjutkan dengan kempa panas pada suhu 140 C, tekana kempa sebesar 10 kg/cm² selama 9 menit. Pengujian keteguhan rekat venir lamina dengan Standar Nasional Indonesia.Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan tersarang (nested) 3 x 5 dengan empat kali ulangan. Faktor A (pengisi) yang bertaraf tiga macam yaitu tiga macam tepung. Faktor B (kadar pengisi) yang bertaraf lima macam yaitu 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor A (bahan pengisi) tidak berbeda nyata, sedangkan faktor B (kadar bahan pengisi) berpengaruh sangat nyata terghadap keteguhan rekat venir lamina. Kata Kunci: Bahan, eksterior, kadar, keteguhan rekat, pengisi
63
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
C. REKAYASA MATERIAL C.01 – C.11
64
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
C.01 Pengaruh Perlakuan Panas dengan Metode Kukus (Steam) terhadap Sifat Perekatan dan Finishing Kayu Nangka Muhammad Navis Rofii*, Ragil Widyorini dan T.A. Prayitno Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Jl. Agro 1, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta 55281
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pada penelitian ini perlakuan panas dengan metode kukus (steam)diaplikasikan pada kayu nangka dengan variasi suhu dan waktu yang berbeda. Tanggapan kayu nangka terhadap proses pengukusan dengan variasi suhu dan waktu dimungkinkan akan berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu dan waktu perlakuan panas dengan metode kukus terhadap kualitas perekatan dan finishing kayu hutan rakyat. Sifat-sifat kayu terkait dengan tujuan untuk produk perekatan dan finishing juga dikaji. Faktor yang digunakan yaitu suhu (90, 120dan 150°C ) dan lama waktu perlakuan (30, 60, 90 dan 120 menit). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang3 kali, termasuk contoh uji tanpa perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan panas metode steam pada kayu nangka secara umum menurunkan kadar air kering udara, higroskopisitas dan wettabilitas, namun tidak berpengaruh nyata terhadap berat jenis, sifat perekatan dan finishingnya. Faktor suhu perlakuan mempunyai pengaruh terhadap kadar air, kadar air seimbang (KAS), wettabilitas dan keteguhan rekat kondisi kering yang semakin turun. Sedangkan faktor lama perlakuan tidak berpengaruh terhadap parameter uji. Secara umum perlakuan panas yang diberikan memberikan peningkatan kualitas dalam hal penurunan kadar air dan kadar air seimbang (KAS), memberikan keteguhan rekat yang masih baik serta tidak mempengaruhi kualitas finishing kayu nangka. Kata Kunci: Kayu nangka, perlakuan panas, suhu, waktu, sifat perekatan dan finishing
C.02 Rendemen Pembuatan FJLB Kayu Pinus Pada Suatu Industri Pengolahan Kayu di Pasuruan Jawa Timur dan Sifat Kompetitif Penggunaanya Kayunya Edi Sarwono* Pustekolah, Bogor
*e-mail : daisarwon126 @ yahoo.com ABSTRAK Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kemampuan pasokan kayu adalah dengan mengembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI). Sejalan dengan pengelolaan hutannya pada waktuwaktu tertentu di hutan dilakukan penjarangan pada tanaman penyusunnya sehingga diperoleh 65
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
pertumbuhan optimal. Kayu hasil penjarangan HTI memiliki diameter kecil, menghasilkan papan gergajian dengan ukuran sempit, sehingga terbatas penggunaannya. Untuk meningkatkan pemanfaatannya maka kayu gergajian tersebut dapat dibuat menjadi papan sambung. Di dalam makalah ini menyajikan hasil penelitian pengukuran rendemen pembuatan papan sambung finger joint laminated board (FJLB) dari kayu pinus di sebuah perusahaan di Jawa Timur secara aktual. Kompetensi penggunaan kayu pinus terhadap penggunaan kayu lainnya di dalam suatu pabrik yang sedang beroperasi di Jawa Timur akan disajikan di makalah ini. Di dalam prakteknya kayu sengon telah meduduki peringkat tertatas dalam segi kompetensi penggunaan dan pengolahan kayunya Kata Kunci :Rendemen, pengolahan, kayu pinus, kompetensi
C.03 Sifat-Sifat Elastis Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Evalina Herawati1,2*, Lina Karlinasari2, Sucahyo Sadiyo2, Naresworo Nugroho2, Effendi Tri Bahtiar2 1Fakultas 2 Departemen
Kehutanan USU-Medan, Indonesia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB-Bogor, Indonesia 2Fakultas Kehutanan IPB-Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan sifat-sifat elastis kayu sengon yang terdiri dari modulus elastisitas (longitudinal (EL), radial (ER), tangensial (ET)) dan rasio Poisson (νLR, vLT, vRL, vRT, vTL, vTR). Nilai sifat-sifat elastis ini diperoleh melalui pengujian tekan contoh uji kecil bebas cacat mengikuti standard BS 373:1957 menggunakan UTM Instron yang dilengkapi dengan extensometers. Sampel pengujian dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian dalam (yang berasal dari dekat empulur) dan bagian luar (yang berasal dari dekat kulit). Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk nilai rata-rata dan pembahasan mengenai sifat-sifat elastis kayu sengon antara bagian dalam dan luar serta perbandingan dengan sifat-sifat elastis kayu-kayu lain yang pernah diteliti. Kata Kunci: Modulus elastisitas, rasio Poisson, sifat-sifat elastis, sengon, uji tekan
66
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
C.04 Sifat Fisik Mekanik Sambungan Venir Lapisan Dalam LVL Sengon (Paraserianthes falcataria L.Nielsen) Edi Sarwono* Pustekolah, Bogor
*e-mail: daisarwon126 @ yahoo.com
ABSTRAK Menurunnya persediaan bahan baku dolok kayu yang berkualitas tinggi telah mendorong pada penggunaan jenis-jenis kayu yang berdiameter kecil (small diameter logs) dari pohon yang cepat tumbuh (quick yielding species). Contohnya terdapat pada kayu sengon (Paraserianthes falcatariaL.Nielsen) yang merupakan salah satu jenis tanaman kayu yang dapat diusahakan secara lestari. Tanaman ini telah dibuat Laminated Veneer Lumber (LVL) dengan sistem sambungan venir lapisan dalam (inner veneer) adalah tiga macam yang digunakan masing-masing plain scarf joint (sambungan miring), butt joint (sambungan tegak), tongue and groove joint (lidah dan alur),yang tersambung dirakit menjadi lapisan pembentuk LVL dengan cara meletakkannya secara berselangseling terhadap lembaran venir utuh pada tiga macam ukuran ketebalan. Pengujian faktorial pola acak lengkap terhadap produk LVL nya menunjukkan bahwa sifat fisis produk LVL sengon dalam hal jumlah lapisan berpengaruh sangat nyata terhadap sifat fisis (kerapatan, kadar air dan delaminasi), sedangkan bentuk sambungan dan interaksinya terhadap jumlah lapisan tidak berpengaruh terhadap sifat fisis.Nilai modulus patah (MOR) LVL tertinggi 664,36 kg/cm2 terdapat pada LVL yang tersusun dari 13 lapis sambungan plain scarf joint. Nilai modulus elastisitas (MOE) LVL tertinggi 120.452,23 kg/cm2 terdapat pada LVL yang tersusun dari 13 lapis sambungan plain scarf joint. Disarankan penggunaan venir penyusun lapisan dalam dengan jenis sambungan miring dan jenis sambungan lidah-alur untuk produk LVL struktural. Sedangkan sambungan tegak hanya untuk LVL yang non struktural. Kata Kunci : LVL, model sambungan, sifat fisik mekanik, venir sengon
67
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
C.05 Kualitas Rotan Irit (Calamus trachycoleus Becc ). Di Kecamatan Tabukan Kalimantan Selatan Rosidah2, Arfa Agustina Rezekiah1*, Anna Maria Makalew1, Eva Prihatiningtiyas2 1Fakultas 2Fakultas
Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Sumber daya hutan Hasil Hutan Non Kayu (HHNK)-Rotan merupakan potensi yang multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya untuk menambah penghasilan masyarakat. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tim Peneliti tahun 2014 menunjukan bahwa produksi HHNK-rotan irit di Kecamatan Tabukan per hektarnya mencapai 15 ton. Dalam rangka pengembangan Rotan irit di Kecamatan Tabukan perlu dilakukan kualitasnya. Parameter uji meliputi kadar air, kerapatan, kembang susut, MOE dan MOR. terhadap 3 contoh uji bagian rotan yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung. Hasil pengujian menunjukan bahwa pada bagian pangkal, kadar air 7,19 %, kerapatan 0,61 , kembang susut 2,29/2,24 %, MOE 2 4.171,47 kg/cm2 dan MOR 334,68 kg/cm2. Bagian tengah, kadar air 6,98 %, kerapatan 0,52, kembang susut 2,32/2,26 %, MOE 11.524,,89 kg/cm2 dan MOR 267,86 kg/cm2 dan bagian ujung, kadar air 6,59 %, kerapatan 0,50 , kembang susut 1,71/1,67 %, MOE 8.928,57 kg/cm2 dan MOR 261,83 kg/cm2 .Dari hasil uji tersebut dibandingkan dengan Standar Nasional SNI 01-7254-2006 Rotan irit di Kecamatan Tabukan tersebut berkualitas baik dan dapat digunakan untuk berbagai produk anyaman rotan dalam rangka menambah penghasilan masyarakat. Kata Kunci: Produk anyaman, penghasilan masyarakat, rotan, sifat fisik, sifat mekanik
C.06 Sifat Kayu Laminasi (Glulam) dari Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria);Model Regresi Kerapatan dan Kekuatan Kayu Laminasi (Glulam) Dari Kayu Sengon Yoyo Suhaya1*, Eka Mulya Alamsyah1, Yasuda Mitsuki2, Takashi Tanaka2, Masaaki Yamada2 1School
of Life Sciences and Technology Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa 10 Bandung 40132 Indonesia School of Agriculture, Shizuoka University, Ohya 836, Suruga-ku, Shizuoka 422-8529 Japan
2Graduate
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Saat ini permintaan kayu terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Di Indonesia bahan kayu sebelumnya banyak berasal dari hutan alam yang secara umum memiliki diameter besar dan kualitas yang tinggi. Sementara saat ini kondisi telah berubah, kayu dari hutan alam semakin 68
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
berkurang dan digantikan kayu-kayu dari hutan tanaman yang cenderung berukuran diameter kecil dan memiliki kualitas yang rendah. Untuk mendapatkan kualitas yang setara dibutuhkan pengembangan teknologi pengolahan kayu untuk memperoleh kayu ukuran besar dengan kualitas memadai. Teknologi laminasi kayu (glulam) dan LVL (Laminated Veneer Lumber) merupakan salah satu teknologi untuk memperoleh kayu dengan ukuran lebih besar dan lebih panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah lapisan terhadap sifat fisik dan mekanik kayu laminasi (glulam) yang terbuat dari kayu sengon. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kerapatan kayu glulam dengan meningkatnya jumlah lapisan. Sementara kekuatan glulam (MOR dan MOE) cenderung menurun dengan meningkatnya jumlah lapisan. Persamaan regresi untuk kerapatan glulam sengon adalah Kerapatan = 0,0018x + 0,2057 (R² = 0,8298), dengan x adalah jumlah lapisan. Persamaan regresi untuk sifat mekanik glulam dari kayu sengon adalah MOR = -14,55x + 360,39 (R² = 0,9267) dan MOE = -930,76x + 45.362 (R² = 0,3715), dengan x adalah jumlah lapisan glulam. Kata Kunci: Glulam, jumlah lapisan, kerapatan, MOE,MOR
C.07 Analisis Kekuatan Balok Kayu Glulam Nyatoh Tanpa dan Dengan Perkuatan. Saptahari Sugiri1*, Arie Putra Usman2 1Teknik
Sipil Institut Teknologi Bandung, jl. Ganesha 10, Bandung 40132 2Program Doktor Teknik Sipil ITB
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Indonesia merupakan Negara penghasil kayu hutan tropis terbesar didunia setelah Brazil, sehingga membuat struktur dari material kayu menjadi sangat menjanjikan. Kayu merupakan material terbaharukan dan juga ramah lingkungan. Dewasa ini, ketersediaan kayu dirasakan tidak cukup untuk pembangunan struktur ditambah lagi dengan keterbatasan dalam dimensi kayu solid. Dalam pembangunan struktur, dengan bertambahnya beban yang bekerja, diperlukan juga dimensi dan kekuatan kayu yang cukup besar pula. Sehingga perlu diterapkan teknologi pengolahan kayu yaitu dengan teknologi kayu glulam, sehingga tidak terdapat lagi permasalahan dari segi dimensi. Dalam penelitian ini membahas tentang perilaku kekuatan balok kayu glulam dari material kayu nyatoh (kelas kuat III) tanpa dan dengan perkuatan. Sehingga dapat diketahui peningkatan kapasitas balok kayu glulam yang diberi dengan perkuatan. Kehancuran pada balok kayu biasa terjadi pada bagian tarik, sehingga perlu diberi perkuatan pada bagian tariknya. Jenis perkuatan yang digunakan pada balok glulam kayu nyatoh yaitu berupa kayu kamper, kayu bangkirai, dan baja yang memiliki nilai berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu nyatoh. Kata Kunci: Kayu Nyatoh, Glulam, perkuatan
69
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
C.08 Pengendalian Cacat Bentuk Dalam Pengeringan Kayu Durian (Durio zibethinus Murr), Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) dan Kayu Kecapi (Sandoricum koetjape burm.f.merr) Trisna Priadi*, Apriansyori Barus Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kehutanan
*e-mail:
[email protected] ABSTRAK Kayu yang berasal dari hutan rakyat semakin banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan furniture. Walau demikian banyak jenis kayu di antaranya yang memiliki kualitas rendah dan memerlukan teknologi peningkatan mutu dan pengolahan yang tepat dan terjangkau. Salah satunya dalam teknik pengeringannya yang sering bermasalah dengan munculnya cacat. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pengukusan dan pembebanan terhadap cacat bentuk dalam pengeringan papan kayu durian (Durio zibethinus), kayu karet (Hevea brasiliensis), dan kayu kecapi (Sandoricum koetjape). Contoh uji papan berukuran 2,5 cm x 10 cm x 20 cm dibuat dari log-log berdiameter antara 35-40 cm yang diperoleh dari beberapa penggergajian kayu di daerah Cigudeg, Bogor. Dalam penelitian ini diuji sifat fisis (berat jenis dan kadar air) kayu menggunakan standar BS: 373-1957; pengujian sifat dasar pengeringan berdasarkan metode Terazawa (1965) dan pengujian pengendalian cacat bentuk dalam pengeringan kayu menggunakan perlakuan pengukusan (2 jam, 4 jam dan 6 jam) sebelum pengeringan dan pembebanan (10 kg, 20 kg dan 30 kg) dalam proses pengeringan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kayu yang diteliti memiliki sifat pengeringan yang buruk terutama karena mudah mengalami deformasi (cacat bentuk). Baik pengukusan maupun pembebanan dapat mengurangi cacat bentuk dalam pengeringan kayu durian, karet dan kecapi. Namun pengaruh pembebanan lebih baik dalam pengendalian deformasi ini. Pembebanan 30 kg adalah yang paling baik dalam menekan cacat bentuk (cupping dan twisting) dalam pengeringan ketiga jenis kayu yang diuji. Selain itu pengukusan 4 jam dapat menekan cacat collapse pada ketiga jenis kayu, Kata Kunci : Cacat pengeringan;pengeringan kayu; pengukusan, pembebanan
70
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
C.09 Pengaruh Kadar Air Terhadap Hasil Interpretasi Tomografi Berbasis Gelombang Suara pada Gaharu Nadya Putri1*, Lina Karlinasari2, Maman Turjaman3, Imam Wahydi2, Dodi Nandika2 1Mahasiswa
pascasarjana PS Ilmu dan Teknologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Staf pengajar Departemen Hasil, Fakultas Kehutanan IPB 3 Pusat Konservasi dan Rehabilitasi Lahan (Puskonser), Kementerian LHK RI 2
*e-mail:
[email protected];
[email protected] ABSTRAK Pemanfaatan alat uji nondestruktif berbasis gelombang bunyi telah dikenal luas baik untuk produk kayu dan komposit kayu maupun untuk kepentingan evaluasi kondisi pohon berdiri. Prinsip dari alat berbasis akustik ini adalah mengevaluasi ketidakteraturan dari sifat bahan berdasarkan kecepatan rambatan gelombang bunyi. Gaharu merupakan produk bagian berkayu dari pohon yang dihasilkan dari interaksi kayu dengan jamur yang bernilai ekonomi sangat tinggi. Alat NDT Picussonic tomography diigunakan untuk mendeteksi keberadaan gaharu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar air terhadap hasil interpretasi tomografi yang digunakan dalam mendeteksi adanya gaharu. Sebanyak 10 pohon pengahasil gaharu jenis Aquilaria malacensis dipilih dalam penelitian ini. Seluruh pohon diuji dengan alat Picus di lapangan saat pohon masih berdiri, selanjutnya pengujian dilanjutkan pada batang kayu (log) yang telah diangin-anginkan hingga mencapai kadar air kering udara. Hasil penelitian menunjukkan terjadi terjadi peningkatan kecepatan gelombang bunyi dari kadar air basah (KA 71.43%) ke kadar air kering udara (KA 18.45%). Matriks kecepatan gelombang bunyi yang digambarkan sebagai citra tomogram menunjukkan peningkatan persentase bagian internal kayu yang solid dalam kondisi kering udara sebesar ±2% atau penurunan bagian kayu yang terdeteksi sebangai bagian yang lapuk sebesar ±20%. Kata Kunci: Gaharu, kadar air, kecepatan gelombang bunyi, PicusSOT, pengujian nondestruktif
71
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
C.10 Penambahan Natrium Silikat untuk Meningkatkan Ketahanan Kayu Hevea brasiliensis terhadap Api M. Hafizh Zhafran Nurrachman1*, Eka Mulya Alamsyah2, Ihak Sumardi2 1 Program
Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung Kampus Jatinangor. 2Kelompok Keahlian Teknologi Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung Kampus Jatinangor
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Natrium silikat (Na2SiO3) sebagai penghambat api ramah lingkungan ditambahkan ke dalam kayu. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh penambahan Natrium Silikat sebagai zat penghambat api pada produk LVL (Laminated Veneer Lumber) Karet. Larutan Natrium silikat industrial grade ditambahkan pada LVL melalui metode coating (pelapisan), gluing (campuran perekat) dan impregnasi. Pada metode gluing, larutan Na2SiO3 dicampur dengan air 1 : 1 (b/b) dan tanpa pencampuran pada campuran perekat (glue mixing) sebagai sampel kontrol. Pada metode coating, larutan Na2SiO3 dicampur dengan cat bersifat water base (larut dalam air) dengan perbandingan 1 : 1; Na2SiO3 : air = 1 : 7 dan pelapisan cat tanpa Na2SiO3 sebagai sampel kontrol. Pada metode impreg, larutan Na2SiO3 dicampur dengan air dengan perbandingan 1 : 7 ; 1 : 1 (b/b) dan impreg dengan bahan reguler pabrik sebagai sampel kontrol. Pengujian dilakukan dengan membandingan ketiga metode tersebut dengan sampel kontrol (tanpa penambahan/pelapisan), sampel tercoating cat (tanpa penambahan Na2SiO3). Hasil efektifitas penambahan Na2SiO3 pada sampel diperoleh dari lama waktu ketahanan terhadap pengapian. Kata Kunci: Api, Hevea brasiliensis, LVL, natrilum silikat
C.11 Perilaku mekanik pasak bambu dalam perekat pada sambungan balok kayu Buan Anshari* Jurusan Sipil Teknik Fakultas Teknik Universitas Mataram
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Potensi kayu dan bambu sebagai bahan bangunan cukup menjanjikan untuk masa-masa sekarang dan yang akan datang. Sebagai bahan yang dapat diperbaharui dengan kuat mekanik yang tinggi, ringan, ramah lingkunan dan relatif ekonomis. Pemanfaatan bambu sebagai alat sambung masih sangat jarang 72
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
dipublikasikan. Untuk itu studi ini menitikberatkan pemanfaatan bahan non metal sebagai alat sambung untuk konstruksi kayu khususnya balok. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen di laboratorium untuk menguji kekuatan sambungan kayu dua irisan dengan alat sambung pasak bambu dalam perekat. Sebagai kontrol digunakan alat sambung baut pada sambungan ini.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan sambungan kayu dua irisan dengan alat sambung pasak bambu yang menerima gaya normal melebihi kekuatan benda uji control menggunakan alat sambung baut. Kata Kunci: Pasak bambu, perekat, sambungan
73
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
D. KIMIA KAYU DAN BIOENERGI D.01 – D.15
74
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
D.01 Pemanfaatan Limbah Bunga Pinus sebagai Bahan Baku Pembuatan Arang Aktif Sri Komarayati*, Djeni Hendra Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No.5, Bogor Telp. 0251- 8633378 ; Fax. 0251 – 8633413
*e-mail:
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRAK Dalam tulisan ini dikemukakan hasil penelitian pembuatan arang aktif dari bunga Pinus (Pinus merkusii) dengan proses aktivasi secara kimia dan fisika. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam fosfat sebagai bahan pengaktif, pengaruh suhu dan waktu aktivasi terhadap mutu arang aktif. Proses pembuatan arang aktif dilakukan dengan menggunakan retor yang terbuat dari baja tahan karat yang dilengkapi dengan elemen listrik pada suhu 800 C, dengan waktu aktivasi selama 60 dan 90 menit. Bahan pengaktif yang digunakan yaitu larutan asam fosfat dengan konsentrasi 10%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk membuat arang aktif bunga pinus dengan kualitas terbaik dihasilkan dari arang yang diaktivasi pada suhu 800 C dialiri uap air selama 90 menit dengan konsentrasi asam fosfat 10%. Pada perlakuan ini rendemen 38,33%, kadar air 5,73%, kadar abu 11,63%, kadar zat mudah terbang 4,28%, kadar karbon terikat 84,09%, daya serap terhadap iod 868,60 mg/g, daya serap terhadap benzen 19,22% dan daya serap terhadap khloroform 26,78%. Nilai daya serap terhadap iod telah memenuhi syarat SNI , arang aktif bunga pinus ini dapat digunakan untuk menjernihkan air. Kata Kunci: Aktivasi, arang aktif, bunga pinus, kualitas, tungku
75
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
D.02 Karakteristik Arang Pinus sebagai Bahan Baku Nano Karbon Gustan Pari1*, Novitri Hastuti.1, Saptadi Darmawan2, Lisna Efiyanti1 1Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Badan Litbang Kehutanan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan Jl. Gunung Batu 5 Bogor, 16610 2Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu Badan Litbang Kehutanan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan Jl. Dharma Bhakti No.7, Lombok Barat, NTB
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Teknologi nano saat ini banyak digunakan dalam berbagai bidang termasuk pemanfaatan nano karbon untuk berbagai aplikasi. Bahan baku nano karbon dapat diperoleh dari bahan lignoselulosa seperti kayu pinus. Kayu pinus dikarbonisasi pada suhu 400-5000Cselama 5 jam menggunakan kiln drum. Arang yang dihasilkan dimurnikan dengan jalan dipanaskan pada suhu 8000C selama 120 menit. Arang hasil pemurnian selanjutnya dihaluskan menggunakan HEM (High energy mechanic) selama 48 jam. Arang ukuran nano ini disintering menggunakan spark plasma pada suhu 1.3000C selama 18 menit. Karbon yang dihasilkan diuji struktur dan sifatnya menggunakan Py-GCMS, SEM, XRD dan sifat dielektriknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemurnian arang kayu pinus meningkatkan kadar karbon dari 84,32%menjadi 91,88%. Proses sintering Derajat kristalinitas arang kayu pinus derajat hasil pemurnian8000Csebesar 62,46%, yang berukuran nanosebesar 70,58% dan yang disintering sebesar 75,74%. Arang pinus kayuArang hasil pemurnian yang dibuat dalam ukuran nano tidak memiliki nilai tahanan (Ω) dan yang disintering pada suhu 13000C memiliki nilai tahanan 0,9 Ω. Karakteristik arang pinus hasil pemurnian telah memenuhi standar arang aktif teknis Indonesia namun belum memenuhi standar arang kayu Indonesia untuk parameter berupa kadar air. Arang pinus berpotensi dijadikan sebagai bahan nano karbon untuk konduktor atau bioelektroda karena memiliki kadar karbon yang tinggi, sifat dielektrik yang baik yang ditandai dengan nilai tahanannya yang rendah. Kata Kunci: Arang pinus, kadar karbon, konduktor, sifat dielektrik, sintering.
76
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
D.03 Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Perlakuan Jamur Terhadap Sifat Pulp Semi-Mekanis Kayu Mahang (Macaranga hypoleuca) Yeni Aprianis*, Siti Wahyuningsih Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan, Jl. Raya Bangkinang-Kuok, Km.9
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pemanfaatan kayu mahang (Macaranga hypoleuca) sebagai bahan baku pulp semimekanis telah dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NaOH terhadap sifat pulp semimekanis mahang. Pengolahan pulp semimekanis merupakan gabungan pulp mekanis berupa penguraian serat dan penggunaan bahan kimia berkonsentrasi rendah. Pengurangan energi pada proses mekanis dilakukan dengan memberi perlakuan awal serpih menggunakan jamur Phanerochaete chrysosporium. Bahan kimia menggunakan konsentrasi 4, 6, 8, dan 10%. Parameter yang diamati rendemen, indeks tarik, indeks retak, indeks sobek dan tingkat kecerahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jamur dengan konsentrasi NaOH berpengaruh nyata terhadap tingkat kecerahan dan indeks sobek. Tingkat kecerahan semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi NaOH, sedangkan sifat fisik tertinggi diperoleh pada konsentrasi NaOH 8%. Kata Kunci: Mahang, Phanerochaete chrysosporium, semi -mekanis, sifat fisik pulp
D.04 Sifat Kimia Kayu Mahoni Setelah Perlakuan Panas Pada Berbagai Variasi Suhu dan Metode Dewi Susanti, Ragil Widyorini, Ganis Lukmandaru* Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Jl. Agro, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Kayu mahoni hutan rakyat umumnya mempunyai kualitas relatif rendah karena kurangnya tindakan pemeliharaan dan pemanenan usia muda. Perlakuan panas dikenal sebagai metode modifikasi kayu yang dapat meningkatkan kualitas kayu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh interaksi suhu dan metode perlakuan panas terhadap sifat kimia mahoni. Bahan baku penelitian ini adalah kayu mahoni berukuran 2 x 2 x 20 cm yang berasal dari hutan rakyat yang telah mengalami perlakuan panas dengan metode oven dan steaming pada variasi suhu 90, 120, dan 150°C selama 2 jam waktu efektif. Sifat-sifat kimia yang diuji adalah kadar holoselulosa, alfa selulosa, pentosan, lignin, ekstraktif, 77
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
kelarutan dalam NaOH 1% serta nilai pH. Hasil penelitian menunjukan bahwa interaksi suhu dan metode perlakuan panas memberikan pengaruh nyata terhadap kadar pentosan (9,23-18,42%), juga berpengaruh nyata terhadap kadar ekstraktif larut air panas (1,28-2,04%). Faktor suhu perlakuan panas berpengaruh nyata pada kadar holoselulosa (53,39-71,67%), alfa selulosa (34,97-40,59%), hemiselulosa (17,02-31,08%), lignin (17,69-35,48%), ekstraktif (air dingin (3,73-7,36%) dan alkoholbenzena (6,90-13,12%)), kelarutan dalam NaOH 1% (21,13-24,84%) dan nilai pH (4,43-6,33). Persentase penurunan kadar holoselulosa, alfa selulosa, hemiselulosa dan nilai pH seiring dengan naiknya suhu perlakuan panas berturut-turut mencapai 15,23%; 11,53%; 17,41%; dan 19,83%, sedangkan peningkatan kadar lignin, dan kelarutan dalam NaOH 1% mencapai 54,43% dan 21,97%. Faktor metode perlakuan panas berpengaruh nyata terhadap kadar holoselulosa, lignin, ekstraktif larut air dingin, ekstraktif larut alkohol-benzena, dan nilai pH. Metode oven menghasilkan contoh uji dengan kadar holoselulosa, ekstraktif larut air dingin dan nilai pH lebih tinggi dengan rerata berturut-turut sebesar 65,78%; 6,24%; dan 6,16% dibandingkan dengan metode steaming. Kata Kunci: Perlakuan panas, sifat kimia, steaming, suhu, Swietenia sp.
D.05 Pemanfaatan Arang sebagai Media Pemeram dan Pengaruhnya Terhadap Komponen Kimia Telur Puyuh Asin Nina Wiyantina1, Gustan Pari2*, Adi Santoso2 1Sekolah
Menengah Analis Kimia Bogor, Sekolah Menengah Kejuruan SMAKBO, Jl Binamarga-Ciheuleut, Bogor 2Puslitbang Hasil Hutan Bogor Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16000
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, mudah diperoleh, harganya murah,dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat. Kelemahan telur adalah mudah rusak (kerusakan alami, kimiawi maupun oleh mikroorganisme). Oleh sebab itu perlu diawetkan untuk mempertahankan kualitas telur, memperpanjang masa simpan, membuang bau anyir, dan menciptakan rasa khas, serta agar nilai gizi telur tetap baik. Salah satu upaya untuk mengawetkan telur segar yaitu dengan mengolah telur tersebut menjadi telur asin. Pembuatan telur puyuh asin menggunakan berbagai media pemeram telur, yang terdiri atas campuran: Bata-Abu-NaCl, Bata-Arang-NaCl, Arang-Abu-NaCl, Bata- Arang aktif-NaCl, Arang aktif-Abu-NaCl, dan telur puyuh rebus sebagai kontrol. Media pemeram ini dibalutkan kepada telur lalu disimpan selama tujuh hari.Telur puyuh asin yang diperoleh selanjutnya dimasak, dianalisis kandungan gizinya, meliputi: kadar protein, lemak, Fosfor, Fe, Ca, NaCl, dan Salmonella. Penelitian ini bertujuan mendapatkan data kualitas telur asin puyuh yang menggunakan media pemeram campuran arang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telur puyuh asin yang dibuat dengan campuran media pemeram Arang: Abu: NaCl = 1 1 1, sebahagian besar kandungan gizinya (protein dan mineral) lebih besar dibanding telur puyuh tawar maupun telur puyuh asin yang dibuat dengan campuran media 78
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
pemeram tradisional, yaitu Bata: Abu: NaCl , dan seluruhnya tidak mengandung cemaran mikroba (Salmonella). Kata Kunci: Telur asin, arang aktif, bata, mineral, gizi, media, telur puyuh
D.06 Kayu Sekubung (Macaranga gigantea) sebagai Bahan Baku Pulp Alternatif Dodi Frianto*, Rima Rinanda Balai Penelitian Teknologi Serat Tanaman Hutan Jl. Raya Bangkinang-Kuok Km. 9. Po. Box 4/BKN Bangkinang 28401 Telp: 0762-7000666/7000121, Fax: 0762-21370
*e-mail :
[email protected] ABSTRAK Peningkatan kebutuhan pulp tidak sejalan dengan peningkatan produktivitas bahan baku pulp. Bahan baku pulp yang selama ini dikembangan sudah mengalami terjadinya penurunan produktivitas terutama kuantitas bahan baku. Berkenaan dengan hal tersebut maka perlu digali potensi tanaman lokal yang memiliki potensi sebagai penghasil pulp, salah satunya adalah kayu sekubung. Kayu sekubung merupakan kayu jenis lokal yang mempunyai sifat yang cepat dan mudah tumbuh. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dimensi serat dan turunannya, sifat kimia kayu serta kualitas pulp dari jenis kayu lokal, Sekubung (Macaranga gigantea). Dimensi serat kayu sekubung yang diamati menunjukkan kayu sekubung memiliki panjang serat 1.777,91 , diameter serat 43,38 , tebal dinding 4,00 , diameter lumen 35,39 , panjang pembuluh 1.072,18 , diameter pembuluh 259,53 . Sedangkan untuk perhitungan nilai turunannya nilai runkel ratio 0,23, felting power 40,98, muhlsteph ratio 33,44, rigidity coeffisien 0,09, flexibility ratio 0,82. Pengujian kandungan kimia kayu sekubung menghasilkan selulosa (55,14%), lignin (35.97%), zat ekstraktif (0,71 %), kadar abu (0,86 %), berat Jenis (0,33), wood consumtion pulp (6,78 M3/Ton). Pulp dari kayu sekubung menghasilkan randemen 45,35%, pulp reject 0,06%, dan bilangan Kappa 34,21. Kayu sekubung memenuhi kriteria sebagai sumber serat untuk bahan baku pulp dengan kualitas serat II. Kata Kunci : Alternatif, bahan baku, Macaranga gigantea, pulp, sekubung
79
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
D.07 Kajian Komponen Kimia Jati Platinum Berdasarkan Umur Pohon Dwi Ajias Pramasari *, Eka Lestari, Adik Bahanawan, Danang Sudarwoko Adi, Wahyu Dwianto Pusat Penelitian BiomaterialLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Jati Platinum merupakan salah satu jenis kayu jati cepat tumbuh hasil kultur jaringan yang dikembangkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Walaupun cepat tumbuh, jati ini diharapkan akan memiliki sifat kekuatan dan keawetan alami yang mendekati jati konvensional. Namun, keterbatasan informasi mengenai sifat-sifat dasar Jati Platinum tersebut, termasuk komponen kimia kayunya masih menjadi kendala terhadap prospek pemanfaatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan komponen kimia kayu Jati Platinum berdasarkan umur pohon atau pertumbuhannya. Pada tahun sebelumnya telah dilakukan analisa kimia Jati Platinum yang berumur 2 dan 5 tahun. Analisa tersebut tahun ini dilanjutkan untuk yang berumur 3 dan 8 tahun. Sampel kayu yang digunakan berasal dari 2 lokasi di kawasan Cibinong Science Center. Metode pengukuran komponen kimia kayunya dilakukan berdasarkan standar Mokushitsu Kagaku Jikken Manual, serta dianalisis secara 80ndustry80 menggunakan program STAR (Statitical Tool for Agricultural Research). Hasil penelitian tersebut selanjutkan akan dibandingkan dengan data jati konvensional dan jati cepat tumbuh lainnya di pustaka. Kata Kunci: Cepat tumbuh;Jati Platinum; komponen kimia; umur pohon
D.08 Komponen Kimia dan Kristalinitas Daun dan Batang Tanaman Mengkuang (Pandanus artocarpus Griff) Hikma Yanti1,2*, Wasrin Syafii2, I Nyoman J Wistara2, Fauzi Febrianto2 1Jurusan
Kehutanan Fakultas Kehutanan Untan Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB
2Departemen
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Saat ini yang digunakan sebagai bahan baku alternative dalam penyediaan bahan bakar nabati (BBN) yaitu bahan baku yang mengandung selulosa yang memiliki potensi untuk menghasilkan bioethanol, salah satunya adalah batang tanaman mengkuang. Tanaman mengkuang merupakan salah satu kategori tanaman yang akan dijadikan BBN karena memiliki sifat mudah ditanam, cepat pertumbuhannya, daurnya pendek, tidak memerlukan perawatan khusus, lebih tahan terhadap hama 80
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
dan penyakit serta mempunyai kualitas yang memenuhi syarat standar 81 ndustry. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kritalinitas dan komponen kimia daun dan batang tanaman mengkuang. Metode penelitian ini menggunakan standar ASTM D 1107 – 56 untuk pengujian zat ekstraktif, standar ASTM D 1103-60 untuk pengujian α selulosa, standar ASTM D 1104-56 untuk pengujian holoselulosa dan standar ASTM D 1106-56 untuk pengujian lignin,XRD untuk pengujian kristalinitas serta FTIR untuk pengujian gugus fungsi holoselulosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Kadar air daun tanaman mengkuang, bagian ujung, bagian tengah dan bagian pangkal batang mengkuang berturut-turut adalah 19,0367% , 24, 6126% , 22,9353% dan 19,2623%. Kadar Esktraktif berturut-turut adalah 6,9651% , 2,6055% , 3,4700% dan 5,1228% . Kadar holoselulosa berturut-turut adalah 82,9033% , 86,4050% , 84,5771% dan 82,9399% . Kadar α selulosa berturut-turut adalah 35,0864%, 48,5062%, 48,5291% dan 26,0656%. Sedangkan kadar lignin berturut-turut yaitu 34,3712%, 31,3455%, 32,7380% dan 32,6054%. Untuk kristalinitas dan gugus fungsi masih dalam proses. Kata Kunci : Bioetanol, komponen kimia, kristalinitas, tanaman mengkuang
D.09 Pengaruh Surfaktan Tween80 dan PEG 4000 pada Pretreatment AsamOrganik Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Deddy Triyono Nugroho Adi*, Sita Heris Anita, Nissa Nurfajrin Solihat 1Pusat
Penelitian Biomaterial LIPI Jalan Raya Bogor KM. 46 Cibinong Bogor 16911
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Artikel ini membahas pengaruh surfaktan Tween80 dan PEG 4000 terhadap proses pretreatmentt larutan asam organik encer terhadap serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Surfaktan baik Tween80 dan PEG 4000 dipelajari sebagai agen yang menurunkan tegangan permukaan matriks serat TKKS sehingga diasumsikan mampu meningkatkan interaksi substrat terhadap asam organik. Pretreatment TKKS dengan surfaktan dan asam organic dilakukan secara simultan dengan variasi konsentrasi surfaktan yang digunakan yakni 1; 2; 5; 10% terhadap berat TKKS pada konsentrasi larutan asam organic 1%.Fraksi gula terlarut pada proses pretreatment diukur untuk mengetahui kinerja proses pretreatment yang dilakukan pada TKKS. Kata Kunci: asam organik, pretreatment, tandan kosong kelapa sawit, Tween80, PEG 4000
81
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
D.10 Sifat Fisika - Kimia Briket Arang dari Limbah Serbuk GergajianAcacia mangium Willd Ahmad Harun H, J .P. Gentur Sutapa* Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan UGM
*e-mail:
[email protected]. ABSTRAK Limbah serbuk gergajian Acacia mangium dari proses penggergajian kayu jumlahnya melimpah dan belum dimanfaatkan dengan optimal. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah serbuk gergajian Acacia mangiummenjadi salah satu sumber energi terbarukan dalam bentuk briket arang, mengetahui pengaruh interaksi variasi jumlah perekat dan tekanan kempa terhadap kualitas briket arang, dan mengetahui kualitas briket arang yang dihasilkan dari limbah serbuk gergajian Acacia mangium.Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap yang disusun secara faktorial dengan dua faktor yaitu variasi jumlah perekat (3%, 4%, dan 5%) dan tekanan kempa (2500 psi, 3000 psi, dan 3500 psi) dengan masing-masing perlakuan 5 ulangan. Penelitian dimulai dengan pengarangan limbah serbuk gergajian Acacia mangium pada suhu 400oC selama 3 jam. Pengujian kualitas briket arang serbuk gergajian Acacia mangium meliputi parameter kadar air, berat jenis, nilai kalor, kadar abu, kadar zat mudah menguap dan kadar karbon terikat.Hasil penelitian menunjukkan limbah Acacia mangium dapat digunakan sebagai bahan baku briket arang. Kualitas briket arang terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan jumlah perekat 5% dan tekanan kempa 3000 psi dengan nilai kadar air 8,44%, berat jenis 0,700, nilai kalor 7210,27 kal/gram, kadar abu, 2,59%, kadar zat mudah menguap 6,31%, dan karbon terikat 82,65%. Kata Kunci: Acacia mangium, briket arang, jumlah perekat, limbah, tekanan kempa
D.11 Pengaruh Suhu dan Waktu Pretreatment Asam menggunakan Gelombang Mikro terhadap Komponen Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Sita Heris Anita*, Nissa Nurfajrin Solihat, Fahriya Puspita Sari, Lucky Risanto Pusat Penelitian Biomaterial LIPI Jalan Raya Bogor KM. 46 Cibinong Bogor 16911
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pretreatment merupakan tahapan penting dalam proses produksi bioetanol dari biomassa lignoselulosa. Pada proses pretreatment biomassa lignoselulosa akan dihasilkan fraksi padat dan fraksi 82
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
cair (hidrolisat). Fraksi padat selanjutnya akan dihidrolisis sehingga menghasilkan monomer gula yang siap untuk difermentasi menjadi etanol. Hidrolisat hasil proses pretreatment diketahui juga mengandung monomer gula yang dapat difermentasi menjadi etanol maupun xilitol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu dan waktu pada proses pretreatment asam-mikrowave Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) terhadap komponen hidrolisat yang dihasilkan. Variasi suhu yang digunakan untuk pretreatment yaitu 160, 170, 180,190 dan 200 C selama 2,5; 5;7,5;10;12,5; dan 15 menit. Komponen hidrolisat yang diuji meliputi kandungan brown compound, pH hidrolisat, gula pereduksi, dan total gula. Pengaruh suhu, waktu dan interaksi keduanya terhadap komponen hidrolisat dianalisis menggunakan variansi ANOVA dan perbedaan di antara sampel diuji menggunakan analisis beda nyata (LSD) dengan tingkat kepercayaan 95% (P=0,05). Hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka kandungan brown compound semakin tinggi.Brown compound tertinggi terjadi pada pretreatment 200 C, 10 menit yaitu 0,486 0,086 dan terendah terjadi pada pretreatment 170 C, 5 menit yaitu 0,184 0,018. PH tertinggi terjadi pada suhu 200 C, 10 menit yaitu 2,623 0,125 tetapi tidak berbeda signifikan (P>0.05) dengan PH pada suhu 200 C, 12,5 dan 15 menit. Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu yang digunakan maka PH semakin basa. Konsentrasi gula pereduksi hidroksilat maksimal diperoleh pada suhu 170C, 2.5 menit yaitu 18.996 2.191 mg/ml. Kata Kunci: Asam oksalat, gula pereduksi, hidrolisat, gelombang mikro, pretreatment
D.12 Rendemen dan Sifat Fisik Pulp Sulfat Kayu Gubal dan Teras Mangium (Acacia mangium Willd.) Asal Merauke Pada Tiga Konsentrasi Alkali Aktif Siti Hanifah Mahdiyanti, Sri Nugroho Marsoem* Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Agro No.1 Bulaksumur, Yogyakarta. 55281
*e-mail:
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRAK Bahan baku kayu yang digunakan dalam industri pulp dan kertas di Indonesia umumnya adalah kayu Acacia mangium dengan benih yang berasal dari Queensland, sementara Indonesia sebetulnya juga memiliki jenis asli A.mangium yang terdistribusi di hutan alam Papua. Pengujian sifat-sifat pulp sulfat dari bahan baku kayu A.mangium yang berasal dari Papua dilakukan dengan menggunakan kayu dari hutan alam Merauke. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh bagian kayu gubal dan teras, konsentrasi alkali aktif, serta interaksi keduanya.Penelitian ini dirancang menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu: (1) bagian kayu gubal dan teras dan (2) konsentrasi alkali aktif. Kayu A.mangium diambil bagian batangnya dan diceriping dengan memisahkan bagian gubal dan terasnya. Masing-masing ceriping kemudian diolah dengan proses sulfat dengan tiga aras konsentrasi alkali aktif, yaitu 12%, 14%, dan 16%.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu A.mangium yang berasal dari Merauke dapat diolah dengan konsentrasi alkali aktif 14%, memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai rendemen tersaring dan bilangan Kappa. Pemasakan A.mangium dengan proses sulfat menghasilkan rendemen antara 26,38 – 45,22% dan bilangan Kappa antara 9,64 – 25,50. Faktor bagian kayu gubal dan teras berpengaruh signifikan terhadap seluruh parameter pengujian lembaran pulp, dan bagian gubal menghasilkan nilai indeks jebol 2,58 – 3,02 kPa.m2/g; 83
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
indeks tarik 35,44 – 37,71 Nm/g; dan indeks sobek 2,91 – 4,95 mN.m2/g, sedangkan bagian teras menghasilkan nilai indeks jebol 3,20 – 3,32 kPa.m2/g; indeks tarik 52,07 – 60,70 Nm/g; dan indeks sobek 5,98 – 7,06 mN.m2/g. Interaksi antara kedua faktor bagian kayu dan konsentrasi alkali aktif berpengaruh signifikan terhadap nilai bilangan Kappa pulp. Kata Kunci: Acacia mangium, gubal dan teras,Merauke, pulp sulfat, rendemen, sifat fisik pulp.
D.13 Teknologi Pembuatan Biodiesel Nyamplung Djeni Hendra*, Novitri Hastuti dan Heru Wibisono Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl.Gunung Batu No. 5 Bogor 16610, Tlp./Fax: (0251) 8633378/8633413.
*e-mail:
[email protected] ABSTRAK Semakin menurun potensi minyak bumi sedangkan konsumsinya terus menerus meningkat, banyak negara di dunia mulai mengembangkan biodiesel. Biodiesel adalah sejenis minyak solar yang dibuat dari minyak nabati berbagai macam tumbuhan diantaranya dari tanaman hutan. Tujuan penelitian adalah penyempurnaan proses pembuatan bio-diesel dari biji nyamplung (Callophyllum inophyllum), yang meliputi teknik perlakuan awal pada bahan baku dan ekstraksi minyak mentah, teknik pembuatan bio-diesel, pemurnian alkyl ester dan pengujian sifat fisiko-kimianya. Pada penelitian ini dilakukan beberapa antara lain: 1). Perlakuan awal pada bahan baku 2). Teknik degumming dengan penambahan katalis asam fosfat, dan dilanjutkan dengan penambahan bentonit d 3). Proses esterifikasi dengan katalis metanol asam, yang dilanjutkan dengan penambahan zeolit 4). Proses transesterifikasi dengan katalis metanol basa, 5). Pengujian sifat fisiko-kimia bio-diesel sesuai dengan standar biodiesel Indonesia (SNI 04-7182-2006).Hasil penelitian menunjukkan bahwa biodiesel nyamplung memiliki sifat fisiko kimia yang memenuhi persyaratan SNI 04-04-7182-2006, yaitu massa jenis sebesar 887,5 kg/m2,viksositas kinematik 5,64 cSt, kadar air dan sedimen sebesar 0,08%, abu tersulfatkan 0,05%, bilangan asam 0,76 mg basa/g, bilangan penyabunan 145,29%, bilangan iod 56,25 g I2/100 g dan bilangan setana sebesar 67,93. Kata Kunci: Bentonit, biji nyamplung, biodiesel, penyempurnaan, zeolit
84
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
D.14 Karakterisasi dan Identifikasi Komposisi Kimia Serbuk Kayu Pinus Dengan Metode GC MS Mohammad Wijaya. M1* dan Muhammad Wiharto2 1Jurusan
Kimia FMIPA UNM Makassar Biologi FMIPA UNM Makassar Jl.Daeng Tata Raya, Kampus UNM Parangtambung MAKASSAR SULSEL 90224 2Jurusan
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Potensi limbah kayu dari hasil industry penggergajian kayu sangat besar dan pohon pinus banyak berada pada kawasan hutan lindung yang dikelola Kementerian LH dan Kehutanan RI Limbah kayu pinus dapat diolah dan dimanfaatkan untuk dijadikan bahan furniture, dan papan partikel komposit. Hasil pembakaran ini menghasilkan asap yang dapat dimasukkan ke dalam destilat (cuka kayu), arang. Dalam penelitian ini digunakan suhu pirolisis 115-515° C. Hasil yang ditargetkan dari penelitian ini adalah memanfaatkan asap cair, arang, yang dihasilkan dari serbuk kayu pinus. Penelitian ini akan menganalisis kandungan hemiselulosa sebesar 23,62%, selulosa sebesar 49,93% dan lignin 26,06% yang terdapat pada limbah kayu pinus. Kadar air serbuk kayu pinus sebesar 9,59% dan kadar etanol dan benzene 1:2 (%EB) sebesar 3,50%. Hasil analisis hasil pirolisis diperoleh rendemen asap cair kayu pinus (askapin) sebesar 54,84 % dan arang sebesar 32,07%. Identifikasi komposisi kimia asap cair Kayu pinus dengan metode GC MS menghasilkan aseton 1,69 %, asam asetat 30,13%, asam propanoat 2,55%, asam butanoat 5,61%, vinil krotonat 5,18 %, suksinaldehid butanadial 2,91%, furfural 7,12%, 1,2 Etanadiol 1,20%, 2 siklopentan 1 on 1,64%, 2(3H)-Butyrolactone 3,62%, 5Methyl-2-furfural sebesar 1,70% -- 2.85%, guaiakol sebesar 8,37%, 2 metoksi 4 metil fenol 9,76%. Hasil analisis XRD akan diperoleh derajat kristalinitas serbuk kayu pinus sebesar 31,88%. Pemanfaatan limbah kayu pinus dengan nanoteknologi mampu mengurangi emisi karbon terhadap kelestarian lingkungan agar konservasi hutan tetap terjaga dan hasil limbah bermanfaat untuk perkembangan IPTEK. Kata Kunci : Askapin, kayu pinus, limbah biomassa, pirolisis
85
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
D.15 Analisis Getah Dryobalanops sp. dengan Kromatografi Gas Spektrometri Massa Gusmailina*, Sri Komarayati dan Gunawan Pasaribu Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No.5 Bogor Jawa Barat
*e-mail:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi senyawa kimia dari getah Dryobalanops lanceolata dan Dryobalanops aromatica menggunakan kromatografi gas spectrometri massa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa D. lanceolata mengandung Androstan-3-ol, 9-methyl-, acetate, (3.beta.,5.alpha.)(CAS); trans-Caryophyllene; Phenol, 2,6-dimethyl- (CAS) 1-Hydroxy-2,6-dimethylbenzene; Phenol, 3,4,5-trimethyl- (CAS) 3,4,5-Trimethylphenol; beta.-Santalene, Cedranone (CAS) 9-CEDRANON, 2,4,6Octatriene, 2,6-dimethyl-, (E,Z)-; dl-Limonene; ALPHA.-PINENE;Camphor dan Borneol. Sementara getah D. Aromatica mengandung Caryophyllene oxide; 8-Octadecenoic acid, methyl ester (CAS) METHYL OCTADEC-8-ENOATE; camphor; Caryophyllene oxide; Hexadecanoic acid, methyl ester (CAS) Methyl palmitate; TRANS(.BETA.)-CARYOPHYLLENE; HUMULENE OXIDE; TETRACYCLO; beta.-Selinene; BETA-CEDRENOXYD; ALPHA.-PINENE dan Borneol. Kata Kunci : Dryobalanops, GCMS, getah
86
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
E. BIODEGRADASI DAN HASIL HUTAN NON KAYU E.01 – E.20
87
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
E.01 Aktivitas Anti Jamur Minyak Eukaliptus (Eucalyptus sp) dan Galam (Melaleuca cajuputi) Renhart Jemi1*, Nuwa1, Herwin Joni1, Try Ade Ade Irma2, Suryati Marito Saragih2 1Jurusan 2Mahasiswa
Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya., Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kerusakan kayu semakin meningkat setiap tahunnya oleh organisme perusak kayu. Perlunya mencari bahan-bahan pengawet kayu yang ramah lingkungan. Salah satunya mencari bahan pengawet alami. Daun kayu ekaliptus dan kayu galam mengadung minyak atsiri. Karena kadungan minyak atsiri tersbut, maka dicoba dilakukan penelitian ke aktivitas anti jamurnya. Daun tersebut di destilasi uap dengan perbandingan 1:4 pada suhu 40C untuk mendapatkan minyak atsirinya. Kemudian minyak atsiri yang dihasilkan di uji jamur Pleurotus ostreatus, dengan konsentrasi 0%, 2%, 4%, 8% dan 16%. Minyak atsiri yang mampu menghambat pertumbuhan jamur optimal pada konsentrasi 2% sebesar 66% dan 64% baik pada minyak ekaliptus dan galam. Minyak atsiri tersebut dianalisis komponen kimianya dengan GC-MS Pylorisis. Kata Kunci: Anti jamur, Eucalyptus sp, Melaleuca cajuputi, minyak atsiri, Pleurotus ostreatus
E.02 Pengaruh Kepadatan Ketel Pemasak dan Lama PenyimpananMinyak Terhadap Kualitas dan Komposisi Kimia Minyak Kayu Putih Satrian Nur Alam,Rini Pujiarti*, Kasmudjo, Sigit Sunarta Fakultas Kehutanan UGM, Jl. Agro, Bulaksumur, Yogykarta
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Minyak kayu putih merupakan salah satu komoditas hasil hutan non kayu yang banyak dibutuhkan dan potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Oleh karena itu, perlu pengkayaan penelitian mengenai faktor-faktor produksi dan pasca produksi yang mampu menghasilkankualitas dan kuantitas yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepadatan ketel pemasak dan lama penyimpanan minyak terhadap rendemen, komposisi kimia, dan kualitas minyak kayu putih yang dihasilkan, serta mendapatkan informasi optimal antara kedua faktor tersebut. Daun kayu putih segar pada penelitian ini disuling menggunakan cara pengukusan. Pada penelitian ini dievaluasi pengaruh kepadatan ketel pemasak (60%, 70%, dan 80%) dan lama penyimpanan minyak (0 bulan,1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan) terhadap 1) Rendemen; 2). Komposisi kimia (dianalisis menggunakan GC-MS); dan 88
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
3). Sifat Fisiko-kimia minyak atsiri (warna, bau, sineol, bobot jenis, putaran optik, indek bias, dan nilai kelarutan dalam alkohol). Hasil penelitian memberikan rendemen minyak kayu putih antara 0,75% 1,02%. Pengujian GC-MS mengidentifikasikan terdapatnya 24 senyawa kimia dalam minyak kayu putih dengan 3 senyawa utama yaitu 1,8-cineol, α-pinene, dan β-caryophylene. Pengujian sifat fisikokimiamemberikan nilai bobot jenis antar 0,915 - 0,923; putaran optik (-2,10o)- (-1,20o); indeks bias 1,463 - 1,464; kelarutan dalam alkohol 1 : 1; kadar sineol 61,18% - 76,24%; warna jernih kekuningan;dan berbau khas kayu putih. Kepadatan ketel pemasak 70% sampai 80% denganlama penyimpanan minyak sampai 2 bulanmemberikan rendemen, komposisi kimia, dan kualitas minyak kayu putih yang optimal. Kata Kunci: Fisiko-kimia, kepadatan ketel, komposisi kimia, lama penyimpanan, minyak kayu putih.
E.03 Meranti Cengal (Shorea hopeifolia (F. Heim) Symington) dan Prospek Pemanfaatan Bukan Kayu Marfuah Wardani* Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610. Telp. (0251) 8633234, 7520067.
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Meranti cengal (Shorea hopeifolia (F. Heim) Symington) termasuk salah satu jenis pohon dari famili Dipterocarpaceae, dikenal sebagai penghasil kayu perdagangan dengan nama meranti kuning. Pemanfaatan kayu tanpa adanya upaya budidaya, menyebabkan jenis ini menjadi langka di habitatnya. Dalam rangka menunjang upaya konservasi, telah dilakukan penelitian yang bertujuan memperoleh informasi ilmiah tentang prospek pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) pada pepagan dan damar meranti cengal (S. hopeifolia). Penelitian dilakukan menggunakan metode eksploratif dan deskriptif. Analisis komponen fitokimianya menggunakan GCMS Pyrolisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pepagan mengadung senyawa fenolik dan turunannya, pada damar mengandung minyak essensial atau resin yang berprospek dimanfaatkan sebagai bahan industri obat serta kosmetika. Kata Kunci: Damar, fitokimia, pemanfaatan, pepagan, Shorea hopeifolia
89
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
E.04 Sifat Fisik dan Ketahanan Kayu Terhadap Serangan Penggerek Laut dari Jenis Shorea retusa dan Shorea macroptera ssp sandakanensis Andrian Fernandes* Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Jl. A W Syahranie, no. 68 Sempaja, Samarinda, Kalimantan Timur
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Meranti (Shorea) sebagai bagian dari kelompok Dipterocarpaceae memiliki peran yang penting dalam kayu perdagangan Indonesia. Seiring dengan peningkatan kebutuhan kayu, maka perlu dilakukan pemanfaatan dari kayu kurang dikenal, misalnya jenis Shorea retusa dan Shorea macroptera ssp sandakanensis. Agar kayu dapat dimanfaatkan dengan tepat, maka perlu diketahui sifat dasarnya, seperti sifat fisik kayu dan ketahanannya terhadap serangan penggerek laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan ketahanan kayu terhadap serangan penggerek laut dari jenis Shorea retusa dan Shorea macroptera ssp sandakanensisberasal dari Kalimantan Timur. Pengujian sifat fisik kayu mengikuti Standar DIN 2135-1975, dan pengujian ketahanan kayu terhadap serangan penggerek laut mengikuti standar uji SNI 7207-2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Shorea retusa memiliki kadar air segar 58,80%, berat jenis 0,53, penyusutan dari kondisi kering udara ke kering tanur pada arah longitudinal 0,78%, tangensial 7,53, radial 3,10 dan ketahanan kayu terhadap serangan penggerek laut kelas IV dengan intensitas serangan rata-rata 56,67%. Sedangkan Shorea macroptera ssp sandakanensis memiliki kadar air segar 78,87%, berat jenis 0,57, penyusutan dari kondisi kering udara ke kering tanur pada arah longitudinal 0,83%, tangensial 4,66, radial 2,52 dan ketahanan kayu terhadap serangan penggerek laut kelas IV dengan intensitas serangan rata-rata 75,67%. Kata Kunci : Ketahanan kayu, Kalimantan Timur, sifat fisik, serangan penggerek laut, Shorea retusa,Shorea macroptera ssp sandakanensis
E.05 Potensi dan Distribusi Cemaran Merkuri di TailingAkibat Penambangan Emas Rakyat Wiwik Ekyastuti* dan Dwi Astiani Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura – Jl. Imam Bonjol Pontianak Kalbar
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penambangan emas rakyat di Kalimantan Barat umumnya dilakukan secara ilegal, dengan proses yang tidak berstandar atau tidak beraturan. Untuk melindi emas dari batuan digunakan logam merkuri dalam 90
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
bentuk cair. Akibatnya, tumpahan merkuri terpapar di lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur potensi merkuri sebagai bahan pencemar, dan mempelajari distribusinya di areal tailing bekas penambangan emas rakyat. Penelitian dilakukan dengan studi kasus di tailing bekas penambangan emas rakyat yang ilegal di Cagar Alam Mandor Kalbar. Pengambilan contoh tailing untuk dianalisis merkurinya, dilakukan secara purposive di 3 lokasi cabang sungai Mandor. Titik sampling dibedakan pada 2 kedalaman tailing, 3 tingkat tutupan vegetasi dan 3 jarak dari tepi sungai. Analisis merkuri tailing dilakukan di laboratorium Baristand Pontianak, menggunakan standart SNI 06-6992.2 tahun 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi merkuri di tailing bekas penambangan emas rakyat berkisar antara 0,019 – 0,08 ppm atau 3,8 – 16 kali lebih tinggi dari nilai ambang aman (0,005 ppm), sehingga sangat berpotensi sebagai sumber bahan pencemar logam berat bagi lingkungan. Sedangkan distribusi merkuri di lahan tailing sangat dipengaruhi oleh tutupan vegetasi, yaitu semakin rapat vegetasi semakin rendah konsentrasi merkuri yang ditemukan. Selain itu, distribusi merkuri juga sangat dipengaruhi oleh lokasi tailingnya, dimana konsentrasi merkuri ditemukan lebih tinggi di cabang sungai yang mendekati muara. Kondisi ini menggambarkan bahwa kegiatan penambangan emas rakyat terbukti menyumbang cemaran merkuri ke lingkungan. Kata Kunci: Merkuri, tailing bekas tambang emas
E.06 Pengaruh Perbedaan Jenis Kayu dan Kadar Air Media Terhadap Pertumbuhan Miselia Jamur Shiitake (Lentinula edodes) Denny Irawati*, Dahayu Ratnanindha, J.P. Gentur Sutapa Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Jl. Agro No.1 Bulaksumur, Yogyakarta. 55281
*e-mail:
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRAK Budidaya jamur Shiitake (Lentinula edodes) di Indonesia belum banyak berkembang. Hal ini terjadi karena berbagai informasi mengenai syarat budidaya jamur Shiitake yang baik di kondisi Indonesia belum banyak ditemukan. Salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan jamur adalah media. Informasi mengenai media tanam dengan menggunakan kayu-kayu dari Indonesia belum ditemukan, oleh karena itu dilakukan penelitian dengan tujuan mengetahui penggunaan berbagai jenis kayu dari Indonesia untuk budidaya jamur Shiitake. Penelitian ini menggunakan 4 jenis kayu dari family Leguminaceae yaitu Gamal (Gliricidia sepium); Johar (Samanea saman); Lamtoro (Leucaena leucocephala); dan Sengon (Falcataria moluccana). Keempat jenis kayu tersebut kemudian masingmasing dibuat media dengan menambahkan 12,5% (b/b) bekatul atau dedak dan 6% (b/b) CaCO3, serta diatur kadar airnya menjadi 65, 70, dan 75% dengan menambahkan aquades. Kemudian media dimasukkan pada petridisk (ø 90 mm) dan diinokulasi jamur Shiitake untuk diukur kecepatan pertumbuhan miselia dan kadar glukosaminnya. Selain itu juga dilakukan analisis kimia untuk masingmasing media.Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kayu yang berbeda menghasilkan media dengan komponen kimia yang berbeda, kecuali kadar lignin terlarut asam. Kecepatan pertumbuhan jamur Shiitake dipengaruhi oleh faktor kadar air, sedangkan kadar glukosamin dipengaruhi baik oleh faktor kadar air maupun jenis kayu yang digunakan untuk media. Pertumbuhan miselia jamur Shiitake terbaik adalah pada media yang terbuat dari kayu gamal dengan kadar air 70%. Terdapat korelasi 91
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
positif antara kadar ekstraktif etanol-toluen dari media dengan kecepatan pertumbuhan jamur Shiitake, serta korelasi negatif antara kadar hemiselulosa dari media dengan kecepatan pertumbuhan jamur Shiitake. Kata Kunci: Jamur shiitake, kadar air, kayu leguminaceae, kimia media,pertumbuhan miselia
E.07 Pemanfaatan Kulit Kayu Samak (Syzygium inophyllum) sebagai Pewarna Alami Kayu dan Anti Rayap Muflihati* Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Warna alami kayu merupakan salah satu karakteristik yang menjadikan kayu tertentu menjadi menarik dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Kayu jabon saat ini merupakan salah satu kayu yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, namun memiliki warna cenderung putih (pucat) sehingga kurang menarik secara estetika dan tergolong dalam kelas awet V. Salah satu usaha untuk meningkatkan nilai estetikanya dapat dilakukan dengan pemberian pewarna alami pada kayu tersebut. Pewarna alami diperoleh dengan mengekstrak kulit kayu samak (S. inophyllum) menggunakan pelarut air, etanol dan campuran air-etanol 1:3, 1:1 dan 3:1 dan diaplikasikan pada kayu jabon dengan menggunakan metode perendaman dingin selama 72 jam. Uji ketahanan luntur warna kayu jabon terwarnai dilakukan dengan merendam kayu dalam air panas, air dingin dinilai dengan menggunakan metode CIELab. Pewarnaan kayu menggunakan ekstrak kulit kayu samak terlarut air-etanol 3:1 menghasilkan warna yang baik dengan ketahanan luntur yang kecil. Selain dapat mewarnai kayu jabon, ekstrak kulit kayu samak juga dapat meningkatkan ketahanan kayu jabon terhadap serangan rayap tanah menjadi kelas awet II-I. Adanya katekol sebagai komponen senyawa utama selain dapat mewarnai kayu jabon juga bersifat insektisida terhadap rayap. Kata Kunci :Anti rayap, kulit samak, pewarna alami
92
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
E.08 Potensi Zat Ekstraktif Jabon Merah (Anthocephalus macrophyllus) Sebagai Antidiabetes Laela Nur Anisah1*, Wasrin Syafii2, Rita Kartika Sari2, Gustan Pari3 1Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor 3 Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor 2
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tingkat efisiensi pemanfaatan hasil hutan masih rendah, sebagian besar terbuang sebagai limbah berupa daun, kulit, kayu dll. Di sisi lain, Indonesia memiliki masalah kesehatan yang utama yaitu peningkatan jumlah penderita diabetes, biaya pengobatan yang mahal dan penggunaan obat sintetis yang berefek samping. Oleh karena itu perlu upaya eksplorasi untuk menemukan dan mengembangkan senyawa alam antidiabetes yang relatif lebih murah dan aman. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antidiabetes zat ekstraktif dari berbagai jenis limbah tebangan pohon jabon merah (Anthocephalus macrophyllus) yaitu daun, kulit batang dan batang. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 95%. Penentuan aktivitas antidiabetes zat ekstraktif menggunakan metode uji penghambatan enzim -glukosidase secara in vitro. Hasil penelitian masih dalam proses. Kata Kunci: Antidiabetes, ekstraktif, jabom merah, limbah
E.09 Komposisi Kimia dari Beberapa Jenis Daun Bambu sebagai Antioksidan dan Kemanfaatan bagi Masyarakat Sri Suryani*, Ganis Lukmandaru, Sigit Sunarta Fakultas Kehutanan UGM, Jalan Agro, Bulaksumur, Yogyakarta 55281
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Bambu merupakan sumber daya yang sangat melimpah dan memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Pemanfaatan bambu yang paling dominan yaitu bagian batangnya, padahal daun bambu mempunyai manfaat yang tak kalah bila dibandingkan dengan bagian batang bambu, hanya pemanfaatannya masih kurang. Zhang et al. (2005) menyatakan bahwa daun bambu mengandung komposisi flavonoid, lakton, dan asam fenolat yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai antioksidan. Namun, penelitian tentang antioksidan daun bambu masih kurang. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis daun bambu (legi, petung dan wulung) dan metode 93
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
ekstraksi dengan pelarut yang berbeda secara berurutan, yaitu n-heksana, etil asetat, methanol, aquades dan ethanol 70% (sebagai kontrol). Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH pada konsentrasi 250, 500, 1000, dan 2000 ppm yang diukur dengan spektrofotometer SP-3000 Nano pada absorbansi 516 nm dan kandungan antioksidan dinyatakan sebagai persentase inhibisi (IC 50%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen tertinggi diperoleh pada jenis legi pelarut aquades (3,622%) dan rendemen terendah pada jenis legi pelarut etil asetat (0,914%). Komposisi pada jenis legi dan petung terbesar dengan pelarut aquades, methanol, n-heksana kemudian etil asetat. Namun, pada jenis wulung terbesar dengan pelarut n-heksana, aquades, methanol kemudian etil asetat. Aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh dari jenis wulung pelarut aquades dan terendah diperoleh dari jenis petung pelarut n-heksana. Semakin rendah nilai IC 50% maka semakin besar penghambatannya. Kata Kunci : Antioksidan, daun bambu, dpph, komposisi, rendemen
E.10 Potensi Kulit Mangium sebagai Biosorben Ion Logam Berat Berbahaya Jauhar Khabibi1*, Wasrin Syafii2, Rita Kartika Sari2 1Mahasiswa
Pasca Institut Pertanian Bogor, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16688, Indonesia 2Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramga, Bogor 16688, Indonesia *e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Hutan tanaman industri Indonesia didominasi tegakan mangium, yaitu 67% dari total luas areal tegakan mangium di dunia. Industri perkayuan menghasilkan limbah 75%, salah satunya limbah kulit. Kulit mangium hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler. Padahal kulit mangium memiliki potensi besar sebagai biosorben untuk mereduksi ion logam berat pada air limbah. Senyawa penolik pada kulit mangium dapat mengikat ion logam berat. Logam berat merupakan unsur non-biodegradable yang bisa berakumulasi di mahluk hidup dan mengakibatkan penyakit. Tujuan penelitian ini untuk menentukan persentase penyerapan ion logam berat dalam larutan artifisial ion (Hg, Cu, Pb dan Ni) dan air limbah pertambangan emas oleh biosorben kulit mangium dan karakterisasinya. Biosorben diuji dengan analisis proksimat, analisis komponen kimia, SEM, XRD dan FTIR. Pengujian penyerapan dilakukan dengan 50 ml larutan logam ion berat dalam erlenmeyer 100 ml, di atas stirrer ± 300 rpm dengan variasai dosis, pH, waktu kontak dan konsentrasi larutan artifisial. Hasil pengujian menunjukkan biosorben kulit mangium mampu menyerap ion logam berat pada 4 jenis larutan artifisial dan air limbah. Penyerapan paling besar terjadi pada larutan artifisial ion logam berat Cu sebesar 42.67%. Pada limbah pertambangan emas, hanya logam berat Cu yang terdeteksi positif ada, sedangkan logam berat Hg, Pb dan Ni negatif. Penyerapan ion logam berat Cu sebesar 42.87% dalam air limbah. Hasil pengujian persaingan penyerapan ion logam berat dari campuran 4 jenis logam berat menunjukkan penyerapan ion logam berat Hg paling besar 92.77%. Dari hasil sementara membuktikan biosorben kulit mangium mampu mereduksi ion logam berat pada larutan ion artifisial dan air limbah. Kata Kunci: Air limbah, biosorben, ion logam berat, kulit mangium,senyawa penolik 94
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
E.11 Keawetan Alami Lima Jenis Kayu Indonesia yang Dimodifikasi dengan Polistirena Renny Purnawati1*, Ismail Budiman2, Herman Siruru3, Yusuf Sudo Hadi4, dan Jasni 5 1Fakultas
Kehutanan, Universitas Negeri Papua, Manokwari-Papua Barat Penelitian Biomaterial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 3Universitas Pattimura, Ambon- Maluku 4Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor-Jawa Barat 5Pustekolah, Badan Penelitian , Pengembangan dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bogor- Jawa Barat 2Pusat
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menguji ketahanan terhadap 95rganism perusak kayu (rayap tanah dan rayap kayu kering) dari lima jenis kayu Indonesia yaitu sengon (Falcataria moluccana), manii (Maesopsis eminii), pinus (Pinus merkusii), duabanga (Duabanga mollucana) dan maniani (Flindersia pimenteliana) yang dimodifikasi dengan polistirene. Penelitian ini memodifikasi kelima jenis kayu dengan monomer 95rganism dengan metode vakum tekan. Pemberian vakum sebesar 600 mmHg selama 30 menit, diikuti dengan pemberian tekanan sebesar 10 kg/cm2 selama 30, 60, dan 90 menit. Contoh uji kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan dikeringkan pada 95rganism95re 60 °C agar terbentuk polimerisasi. Pengujian terhadap rayap tanah dan rayap kayu kering menggunakan SNI 01.7207-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modifikasi dengan polistirena mempengaruhi ketahanan kayu terhadap serangan 95rganism perusak kayu. Kata Kunci: Kayu modifikasi, rayap tanah, rayap kayu kering, vakum tekan, polistirena.
E.12 Toksisitas Fumigan Cuka Kayu Terhadap Rayap tanah Coptotermes sp. Arief Heru Prianto* Pusat Penelitian Biomaterial - LIPI Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Uji efektifitas fumigan dari cuka kayu terhadap rayap tanah (Coptotermes sp) telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek cuka kayu sebagai fumigan terhadap rayap. Paper disc diberi perlakuan cuka kayu kemudian diletakkan di bagian bawah penutup silinder gelas (diameter 8 cm). Pasir dengan ketinggian 1 cm dipersiapkan pada dasar silinder sebagai tempat rayap. Dua puluh lima rayap pekerja diletakkan diatas pasir, kemudian penutup tersebut disegel. Pengujian dilakukan 95
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
menggunakan tiga dosis cuka kayu yang berbeda. Jumlah kematian rayap dihitung setelah 1 sampai 3 hari paparan cuka kayu. Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Hasil pengamatan menunjukkan adanya pengaruh mortalitas rayap sebagai akibat penambahan dosis cuka kayu di dalam silinder gelas, dosis terbaik diperoleh pada perlakuan cuka kayu sebanyak 200 µl. Kata Kunci: Cuka kayu, Coptotermes sp, fumigan, rayap tanah
E.13 Biodegradasi minyak mentah secara simultan oleh kombinasi jamur Pestalotiopsis sp dan Trametes hirsuta Dede Heri Yuli Yanto1*, Sanro Tachibana2 1Pusat
Penelitian Biomaterial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong, Bogor, Indonesia 16911. 2Department of Applied Bioscience, Faculty of Agriculture Ehime University, 3-5-7 Tarumi, Matsuyama, Ehime 790-8566, Japan
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Selama proses biodegradasi menggunakan satu mikroorganisme, komposisi minyak mentah yang tersusun atas fraksi alifatik, aromatik, resin, dan aspaltene sangat mungkin mengalami perubahan yang mengarah pada meningkatnya fraksi aspaltene. Hal ini dapat menurunkan kemudahan minyak mentah untuk didegradasi selanjutnya. Mikroorganisme yang aktif dan memproduksi sekelompok enzim pendegradasi pada saat bersamaan dimana rasio dari fraksi-fraksi minyak masih kompatibel untuk didegradasi, memainkan peran penting untuk mengakselerasi degradasi minyak. Sayangnya, menemukan mikroorganisme semacam ini tidaklah mudah karena karakteristik minyak dengan fraksi alifatik dan aromatik pada lapisan terluar dan fraksi resin dan aspaltene dilapisan terdalam membuatnya sulit untuk satu mikroorganisme secara simultan mendegradasi semua fraksi. Kombinasi dua jamur merupakan strategi yang berpotensi mempercepat proses degradasi minyak karena dapat meningkatkan aktivitas enzim yang bertanggungjawab mendegradasi semua fraksi di dalam minyak mentah melalui proses sinergi. Di dalam penelitian ini, kombinasi dua jamur, Pestalotiopsis sp dan Trametes versicolor telah mampu secara simultan mendegradasi seluruh fraksi dalam minyak mentah melalui proses enzimatik. Kata Kunci: Aspaltene; biodegradasi; enzim lignolitik; jamur; minyak mentah
96
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
E.14 Analisa Komponen Kimia dan Uji Antibakteri Asap Cair Tempurung Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa A Heru Prianto1*, Kurnia A2, Atik2 1)Pusat
2)
Penelitian Biomaterial - LIPI Departemen Farmasi Universitas Islam Negeri Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia. Cangkang kelapa sawit merupakan limbah yang jumlahnya mencapai 60% dari produksi minyak inti. Asap cair tempurung kelapa sawit diperoleh dengan cara pirolisis pada rentang suhu 200-2500C, 280-3500C dan >4000C. Dari hasil uji aktivitas antibakteri menggunakan difusi cakram, ketiga asap cair diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Dimana asap cair yang memiliki aktivitas tertinggi yaitu asap cair yang dipirolisis suhu >4000C. Dilakukan fraksinasi suhu terhadap asap cair yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi. Sehingga didapatkan fraksi <650C dan >650C hasil fraksinasi asap cair suhu pirolisis >4000C. Dari analisa komponen kimia dengan GC-MS diketahui komponen utama pada kedua fraksi asap cair yaitu fenol dengan presentase 77,05% pada fraksi <650C dan 84,38% pada fraksi >650C. Untuk mengetahui nilai KHM kedua fraksi diuji menggunakan metode dilusi cair dan didapatkan hasil nilai KHM fraksi <650C 2,50% untuk Staphylococcus aureus dan 1,25% untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa. Fraksi >650C memiliki nilai KHM 0,6250% untuk Staphylococcus aureus dan 0,3125% untuk bakteri Pseudomonas aeruginosa. Pengujian menggunakan SEM menunjukkan terjadi perubahan morfologi bakteri, dimana terbentuk lubang pada dinding Pseudomonas aeruginosa dan dinding sel bakteri menjadi lebih kasar dan tidak rata serta pemanjangan pada morfologi bakteri Staphylococcus aureus. Kata Kunci: Antibakteri, KHM, asap cair, tempurung kelapa sawit
97
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
E.15 Pencegahan Serangan Jamur Pewarna Pada Kayu Tusam (Pinus merkusii) Secara Laboratoris Djarwanto*,Sihati Suprapti Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor. Telp. (0251)-8633378, Fax. (0251)-8633413
*e-mail:
[email protected] ABSTRAK Jamur perusak kayu dapat dikelompokkan menjadi jamur pewarna kayu dan jamur pelapuk kayu. Aspergillus niger (mold) dan Diplodia sp. (blue stain) merupakan jenis jamur yang termasuk ke dalam kelompok jamur pewarna. Serangan jamur tersebut mengakibatkan kayu nampak kotor sehingga nilai mutunya turun dan harganya merosot. Kayu contoh uji dicelupkan ke dalam larutan kimia yang mengandung bahan aktif sipermetrin (2,5-10 %), thiocyanomethylthio benzothiazole/TCMTB (0,5-2 %), thiourea (4-7 %), dan natrium pentachlorophenol 7,5-9%) masing-masing selama 10 detik. Contoh uji yang sudah diperlakukan bersama contoh pembanding (kontrol) dimasukkan ke dalam piala Kolle secara berpasangan, kemudian disemprot suspensi jamur penguji. Pengamatan serangan jamur dilakukan pada akhir minggu ke empat dan ke delapan. Hasilnya menunjukkan bahwa thiourea dan NaPCP dapat mencegah serangan A. niger sampai 8 minggu dan TCMTB hanya dapat mencegah serangan jamur sampai 4 minggu, sedangkan sipermetrin hanya sedikit menghambat pertumbuhannya. TCMTB 1-2 %, thiourea dan sipermetrin dapat mencegah serangan Diplodia sp., hanya sampai 4 minggu, sedangkan NaPCP 9% yang mampu mencegah serangan jamur pewarna tersebut sampai 8 minggu. Kata Kunci: Bahan aktif, blue stain, kayu, mold
E.16 Karakteristik Asap Cair Bunga Pinus ( Pinus merkusii) Sri Komarayati*, Gusmailina Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No.5, Bogor Telp. 0251- 8633378 ; Fax. 0251 – 8633413
*e-mail:
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRAK Salah satu bahan yang dapat menghasilkan asap cair adalah limbah bunga pinus yang pemanfaatannya masih belum banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tungku drum modifikasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik dan pemanfaatan asap cair limbah bunga pinus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asap cair bunga pinus mengandung kadar total 98
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
asam 2,94%; total fenol 1,77%; berat jenis 1,01 dan pH 3,40. Senyawa yang terdapat dalam asap cair didominasi oleh glukopiranosida. Hasil analisis menunjukkan bahwa senyawa PAH( polycylic aromatic hydrocarbon) seperti benzo pirena tidak ditemukan dalam asap cair bunga pinus. Asap cair bunga pinus dapat digunakan sebagai bahan pengawet . Kata Kunci: Asap cair, bunga pinus, kualitas, senyawa tungku
E.17 Teknik Pengasapan Kayu Untuk Peningkatan Mutu Kerajinan Kayu Khas Kalimantan Barat: Kajian Keawetan Kayu Terhadap Rayap Lolyta Sisillia1*, dan Farah Diba 1Fakultas
Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak Kalimantan Barat, Indonesia
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Industri kerajinan kayu di Provinsi Kalimantan Barat saat ini memiliki keterbatasan bahan baku kayu yang memiliki warna dan corak yang menarik serta keawetan tinggi. Padahal permintaan akan kerajinan kayu semakin meningkat, terutama dari kota Kuching, Serawak, yang merupakan daerah perbatasan Provinsi Kalimantan Barat dengan Negara Malaysia. Bahan baku merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan kualitas suatu produk sehingga untuk menghasilkan produk kerajinan kayu sangatdiperlukan bahan baku berkualitas yakni kuat dan awet. Dulu pengrajin kayu menggunakan kayu Belian (Eusideroxylon zwageri) dan sekarang menggunakan kayu Laban (Vitex pubescens Vahl dan Akasia (Acacia mangium Willd) disebabkan kayu Belian sulit ditemukan. Upaya meningkatkan corak warna kayu dilakukan dengan pengasapan kayu. Penelitian bertujuan untuk mengetahui dampak pengasapan kayu yang dilakukan pada bahan baku kerajinan kayu terhadap sifat keawetan kayu pada rayap Coptotermes curvignathus Holmgren. Teknik pengasapan kayu dilakukan selama dua minggu, dengan waktu pengasapan selama empat jam di pagi hari dan empat jam di sore hari. Sampel kayu untuk uji rayap berukuran 20 mm x 20 mm x 10 mm dan pengujian bioassay dilakukan dengan umpan paksa (no-choice test). Standar pengujian sesuai dengan SNI 01-7207-2006. Hasil penelitian menunjukkan kayu yang diasapkan memiliki keawetan lebih baik daripada kayu yang tidak diasapkan. Nilai keawetan kayu Laban lebih tinggi daripada kayu Akasia. Teknik pengasapan kayu tidak hanya membuat kayu menjadi lebih dekoratif tetapi juga memiliki nilai keawetan yang tinggi. Kata Kunci: Acacia mangium; Coptotermes curvignathus; kerajinan kayu; Kalimantan Barat; Vitex pubescens
99
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
E.18 Pemanfaatan Limbah Kulit Kayu Karet (Hevea brasiliensis) sebagai Pengendali Jamur Pewarna Pada Produk Uji Decking LVL Sengon (Paraserianthes falcataria) Di PT. Sumber Graha Sejahtera Ayuni Nur Apsari1*, Eka Mulya Alamsyah2, Ihak Sumardi2 *1Program Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Kampus ITB Jatinangor 2Kelompok Keahlian Teknologi Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Kampus Jatinangor
*e-mail:
[email protected] ABSTRAK Kulit kayu Karet di PT. Sumber Graha Sejahtera merupakan limbah tak terpakai dengan rendemen 3040% per log-nya yang dibuang begitu saja ke boiler. Kulit kayu mengandung tannin yang tinggi, zat ekstraktif, resin, dan wax.Potensi zat ekstraktif Kulit kayu Karet (Hevea brasiliensis) sebagai zat antifungi, yaitu saponin, flavonoid, dan tanin. Dengan potensinya sebagai anti jamur alami yang ramah lingkungan, dapat diaplikasikan terhadap produk decking Sengon yang terjadi penurunan kualitas pada aspek ketahanan yang disebabkan oleh aktivitas agen biologi seperti jamur, khususnya jamur pewarna (staining fungi). Maka, Pohon Karet yang termasuk fast growing species, menambah potensi pemanfaatannya sebagai bahan baku fungisida alami yang melimpah. Sehingga, penelitian ini pun dilaksanakan guna mengetahui efektifitas zat ekstraktif kulit kayu Karetyang merupakan limbah tak terpakai di PT. SGSsebagai fungisida alami terhadap produk decking LVL Sengon.Dalam memperoleh zat ekstraktif tersebut, kulit karet yang telah kering dihancurkan dan dimaserasi dengan alcohol industrial gridselama 24 jam dan remaserasi selama 3 hari. Hasil maserasi disaring dan didestilasi sampai diperoleh 10% dari volume sebelum destilasi. Dilanjutkan dengan metode pengawetan secara deeping (perendaman) dengan perbandingan volume distilat : air adalah 1:4 selama 1, 2 dan 3 jam pada sampel decking LVL Sengon. Dan dilakukan pengujian jamur menggunakan metoda JIS K1571. Diperkirakan, sampelyang direndam paling lama sekitar 2 jam memiliki tingkat pengendalian fungi yang lebih baik dibandingkan sampel lainnya. Sehingga, diharapkan potensi kulit kayu karet sebagai fungisida alami dapat menyelesaikan permasalahan utama produk decking Sengon yang berdampak kepada peningkatan nilai jual produk decking Sengon. Kata Kunci: Hevea brasiliensis, jamur pewarna, JIS K1571, Paraserianthes falcataria, zat ekstraktif.
100
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
E.19 Potensi produksi resin pinus (Pinus merkusii Jungh. et de Vriese) di kawasan Observatorium Bosscha Bandung Jawa Barat Anne Hadiyane*, Endah Sulistyawati, Asharina Widya Pangestu School of Life Sciences and Technology, Institut Teknologi Bandung (ITB) Jalan Ganesha No. 10 Bandung 40132 Indonesia
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Perkembangan industri saat ini meningkatkan permintaan akan resin pinus. Untuk meningkatkan produksi resin pinus perlu dipahami potensi produksi dari suatu hutan pinus dan faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi produksi resin diantaranya adalah metode penyadapan dan kondisi lingkungan tempat tumbuh pinus tersebut.Hutan pinus di kawasan observatorium bosscha memilki potensi sebagai penghasil resin namun belum dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan potensi produksi resin di Bosscha dengan penyadapan metode koakan dan penyadapan metode bor, serta membandingkan produksi resin di Bosscha dengan hutan pinus yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda berupa ketinggian yang lebih rendah yaitu Gunung Walat. Penelitian ini dilakukan di kawasan Observatorium Bosscha (1280mdpl). Penyadapan dilakukan dengan metode koakan dan metode bor dengan pembaharuan luka setiap 3 hari sekali. Rata-rata produksi resin per pemanenan dengan metode koakan adalah 19,34 gram/pohon dan dengan metode bor adalah 32,647 gram/pohon. Maka dalam satu tahun kawasan Bosscha berpotensi untuk menghasilkan resin sebanyak 2,32 kg/pohon atau ±9,28 ton dengan penyadapan metode koakan dan sebanyak 3,91 kg/pohon atau ±15,640 ton dengan penyadapan metode bor. Bila dibandingkan dengan produksi resin di Gunung Walat produksi resin di Bosscha lebih rendah baik pada metode koakan maupun metode bor. Kata Kunci : Bor, koakan, pinus, produksi, resin
101
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
E.20 Pemanfaatan Limbah Kulit Kayu Karet (Hevea brasiliensis) sebagai Pengendali Jamur Pelapuk Pada Produk LVL (Laminated Veneer Lumber) Karet di PTSumber Graha Sejahtera Fadhilatunnisa Nurhadiza1*, Eka Mulya Alamsyah2, Ihak Sumardi2 1 Program
Studi Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung Kampus Jatinangor
2Kelompok
Keahlian Teknologi Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung Kampus Jatinangor *Email :
[email protected] ABSTRAK
Kayu karet yang dimanfaatkan oleh PT. Sumber Graha Sejahtera sebagai bahan untuk pembuatan LVL menghasilkan limbah kulit kayu karet. Data menunjukan bahwa rendemen sebanyak 30-40%. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui efektifitas zat ekstraktif berupa flavanoid, saponin dan tanin yang terdapat pada kulit kayu karet sebagai fungisida alami terhadap jamur pelapuk pada produk LVL (Laminared Veneer Lumber) Karet. Zat ekstraktif diperoleh dari kulit karet yang telah kering dihancurkan dan dimaserasi dengan alkohol industrial selama 24 jam. Hasil maserasi disaring dan didistilasi sampai diperoleh 10% dari volume sebelum distilasi. Proses selanjutnya dilakukan dengan perendaman/dipping dengan perbandingan volume distilat : air = 40ml :1000ml selama 1, 2 dan 3 jam pada panel LVL.Pengamatan efektifitas zak esktratif dan pengujian jamur digunakan metode JIS K1571 pada laboratorium jamur dan ekspos pada lingkungan terbuka.Sehingga, diharapkan potensi kulit kayu sengon sebagai fungisida alami dapat menyelesaikan permasalahan utama produk LVL Karet yang berdampak kepada peningkatan nilai jual produk LVL Karet. Kata Kunci: Flavonoid, Hevea brasiliensis, JIS K1571, LVL, saponin, tannin.
102
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
F. SILVIKULTUR F.01 – F.18
103
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
F.01 Pengaruh Pupuk Daun Pada PertumbuhanBibit Sungkai di Persemaian Sahwalita* Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Kotak Pos 179, Puntikayu, Palembang
*e-mail :
[email protected] ABSTRAK Pengembangan hutan tanaman sungkai (Peronema canescen Jack.) memerlukan dukungan bibit yang berkualitas. Bibit berkualitas akan menentukan keberhasilan tanaman di lapangan. Dalam upaya memenuhi kebutuhan bibit secara massal pada setiap musim tanam diperlukan penanganan khusus di persemaian. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memacu pertumbuhan bibit adalah melalui pemupukan. Teknik pemupukan yang efektif dilakukan pada persemaian skala besar adalah melalui daun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi dan frekuensi pemberian pupuk daun terhadap pertumbuhan bibit sungkai di persemaian. Racangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan Pola Faktorial diulang 3 kali. Perlakuan yang diuji meliputi 5 taraf konsentrasi pupuk daun (0, 2, 4, 6 dan 8 gram/liter) dan 2 taraf frekuensi pemupukan (1 dan 2 minggu sekali). Parameter yang diamati adalah persentase hidup, pertumbuhan tinggi dan diameter serta indeks kualitas semai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi pupuk daun 4 gram/liter dan frekuensi pemupukan 1 minggu sekali memberikan pertumbuhan tinggi terbaik dengan nilai 29,7% lebih baik dibandingkan kontrol. Kata Kunci: Frekuensi, konsentrasi, pertumbuhan, pupuk daun, sungkai
F.02 Mortalitas dan Pertumbuhan Pohon Akibat Pembangunan Drainase di Hutan Alam Rawa Gambut Terdegradasi : Dasar untuk Manajemen Hutan Lestari Dwi Astiani1*, Mujiman2, Murti Anom1, Deddy D Firwanta1, Ruspita Salim2, Nelly Lisnawati2, Dessy Ratnasari2, Teddy Mardiantoro1 1
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Indonesia 2 Lembaga Living Landscape Indonesia
*e-mail:
[email protected] ABSTRAK Hutan alam rawa gambut di Indonesia saat ini sedang mengalami berbagai tekanan berat berupa perubahan penggunaan lahan untuk pertanian dan perkebunan, baik untuk skala kecil maupun besar, dan juga pembalakan liar yang menyebabkan terdegradasinya hutan. Di tahun 2009, pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat melakukan pembangunan saluran drainase untuk pertanian yang lokasinya berdekatan dengan kawasan hutan rawa gambut terdegradasi di sekitar 104
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
kawasan tersebut. Namun, pembangunan saluran drainase itu mengakibatkan turunnya tinggi muka air di kawasan gambut termasuk yang masih berhutan. Pembangunan tersebut memungkinkan membandingkan pertambahan biomasa, dan kematian pohon dalam tegakan hutan sebelum dan sesudah terjadinya penurunan tinggi muka air tersebut. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh drainase terhadap pertumbuhan tegakan di kawasan hutan yang diteliti. Pengukuran dilakukan setiap tahun pada pohon diameter >20cm dan 10-20cm selama 3 tahun sebelum pembangunan drainase dan 2 tahun sesudahnya, serta sub contoh untuk diameter 5-10cm (tingkat pancang). Setiap pohon yang diukur diberi label dan dipasangi Dendrobelt yang dapat memperlihatkan pertumbuhan diameter pohon dengan ketepatan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan tinggi muka air menurunkan pertumbuhan pohon diameter >10cm (~42%), namun jumlah kematian pohon per hektar juga menurun. Selain itu, degradasi hutan mengakibatkan penurunan pertumbuhan biomasa pohon, namun tidak mempengaruhi mortalitas pohon. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pembangunan drainase pada pembukaan lahan pertanian di gambut di satu lanskap dengan kawasan berhutan, walaupun tidak membuka hutannya secara langsung, mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tegakan. Diperlukan pemulihan hutan dengan cara pengaturan tata air drainasenya, sehingga membantu meningkatkan pertumbuhan pohon dan menjaga hutan rawa gambut tetap lestari. Kata Kunci: Drainase gambut, mortalitas pohon, pertumbuhan biomassa, tinggi muka air
F.03 Pertumbuhan Bambu Mayan (Gigantochloa robusta Kurz.) dan Bambu Tali (Gigantochloa apus Kurz.) Umur 4 Tahun di Stasiun Penelitian Hutan Arcamanik, Bandung Sutiyono1* dan Marfuah Wardani2 1pada 2
Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Jln Gunung Batu No 5 Bogor 16610
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Bambu mayan dikenal sebagai jenis bambu berukuran besar dengan diameter batang > 12 cm dan tinggi batang dapat mencapai 16 m. Sementara itu, bambu tali dapat dikelompokan berukuran sedang dengan diameter batang < 10 cm dan tinggi batang dapat mencapai 12 m. Oleh karena itu, kedua jenis bambu berpotensi mensubstitusi kayu untuk bahan baku play bambu. Untuk mendapatkan bahan baku yang lestari produktivitasnya maka kedua jenis bambu harus dibudidayakan.Penelitian bertujuan mendapatkan informasi karakteristik pertumbuhan kedua jenis bambu yang dapat dijadikan pegangan untuk melihat produktivitas batang. Kegiatan penelitian berlangsung selama 4 tahun di Stasiun Penelitian Hutan Arcamanik, Bandung, Jawa Barat. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok yang terdiri dari penanaman dua jenis bambu yaitu bambu mayan dan bambu tali. Kedua jenis bambu tersebut ditanam menggunakan bibit dari stek batang. Pengumpulan data dilakukan terhadap jumlah batang, diameter batang dan tinggi batang yang dilakukan setiap tahun selama 4 tahun. Selain itu, pada umur 3 tahun dilakukan pengambilan data lingkar rumpun yang akan digunakan untuk mengetahui kerapatan rumpun. Seluruh data diolah dengan sidik ragam dan hasil sidik ragam 105
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
yang nyata dilanjutkan uji-Tukey’s. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedua jenis bambu memiliki karakteristik pertumbuhan jumlah batang/rumpun dan kerapatan rumpun tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata pada keliling rumpun. Sementara itu, kedua jenis bambu memiliki ukuran batang berbeda nyata baik tinggi dan diameter batang. Pembahasan pertumbuhan kedua jenis bambu dilengkapi dengan informasi gambar pola pertumbuhan. Kata Kunci: Bambu mayan; bambu tali; pertumbuhan 4 tahun
F.04 Pertumbuhan Anthocephalus cadambaDengan Pemberian Fosfat Alam Dan Mikoriza Di Tanah Aluvial Burhanuddin*, Hanna Artuti E, H.A. Oramahi Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jln. Imam Bonjol Pontianak
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tanah Aluvial termasuk tanah mineral masam yang sesungguhnya merupakan sumberdaya lahan potensial dan dapat terus dikembangkan untuk bidang kehutanan. Konsep pengembangan tanah mineral masam harus mencapai tujuannya yaitu menjadikannya wilayah dengan produktivitas yang tinggi, tanpa terganggu tingkat kestabilannya, sehingga tercipta wilayah produktif berkelanjutan. Pengembangan budi daya jabon di Kalimantan Barat pada tanah aluvial dengan keasaman tanah dan kahat beberapa unsur hara terutama P merupakan kendala utama. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, perlu diusahakan suatu teknologi alternatif yang tepat yaitu dengan pupuk hayati (biofertilizer) dan fosfat alam. Pupuk hayati telah berhasil dikembangkan sebagai pupuk yang potensial dan aman bagi lingkungan, diantaranya adalah Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) . Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh takaran pupuk fosfat alam terbaik dapat meningkatkan pertumbuhan Anthocephalus cadamba yang diinokulasi FMA di tanah aluvial. Penelitian ini dilaksanakan di lapangan pada tanah aluvial menggunakan eksperimen murni dengan Rancangan Acak Lengkap. Perlakuan percobaan menggunakan dosis/takaran fosfat alam 0,5 g, 1,0 g, 1,5 g, 2,0 g, 2,5 g dan 3,0 g dan diinokulasi dengan FMA Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 10 kali. Hasil penelitian membuktikan bahwatakaran fosfat alam 3,0 g dan 2,5 g dengan diinokulasi FMA terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan Anthocephalus cadamba di tanah aluvial dari parameter tinggi, diameter batang dan jumlah daun. Dalam rangka mendukung Program Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri perkayuan khususnya di Kalimantan Barat dengan memfaatkan Anthocephalus cadamba yang dipupuk fosfat alam takaran 2,5 g dan diinokulasi FMA dapat dikembangkan pada tanah mineral masam alluvial. Kata Kunci : Anthocephalus cadamba, biofertilizer, Fungi mikoriza arbuskula
106
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
F.05 Peningkatan Kualitas Batang dan Pertumbuhan Tanaman Kayu Bawang Umur 3 Tahun melalui Perlakuan Pemangkasan Cabang Nanang Herdiana*, Sahwalita, Sri Utami Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km 6,5 Puntikayu, Palembang – Sumatera Selatan
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kayu bawang (Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs) merupakan salah satu jenis unggulan lokal di Provinsi Bengkulu dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kayu pertukangan, terutama sebagai bahan bangunan dan meubelair. Tanaman ini memiliki karakteristik percabangan bertingkat, berkarang dengan jumlah cabang yang banyak, sementara kemampuan luruh alaminya relatif rendah. Dalam pengelolaannya akan membutuhkan pemangkasan cabang yang intensif sejak awal agar menghasilkan batang yang bebas mata kayu, lurus dan riap yang optimal. Tulisan ini menyajikan hasil percobaan pemangkasan cabang kayu bawang pada umur 2 tahun dengan 3 tingkat intensitas pemangkasan yang berbeda (kontrol, pemangkasan satu tingkat dan pemangkasan dua tingkat). Rancangan perlakuan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan jumlah tanaman per treeplot masing-masing sebanyak 20 batang dalam 3 blok. Hasil evaluasi satu tahun setelah pemangkasan menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan cabang belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan tinggi total tanaman kayu bawang. Perlakuan yang diterapkan cenderung menurunkan kecepatan pertumbuhan diameter tanaman dibanding yang tidak dipangkas, terutama pemangkasan dua tingkat percabangan. Perlakuan pamangkasan mampu meningkatkan tinggi bebas cabang, pemangkasan cabang sebanyak 2 tingkat mampu meningkatkan tinggi bebas cabang hampir 2 kali lipat dibanding kontrol. Berdasarkan rasio diameter batang, perlakuan pemangkasan cabang mampu memperbaiki kualitas batang dengan mengembalikan pertumbuhan diameter batang setelah percabangan. Kata Kunci: Kayu bawang; kualitas batang; pemangkasan cabang; pertumbuhan
107
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
F.06 Morfologi dan Siklus Perkembangan Pembungaan-Pembuahan Pirdot (Saurauia bracteosa) Cica Ali* Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya parapat KM 10,5 Desa Sibaganding
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pirdot (Saurauia bracteosa) merupakan salah satu jenis tanaman hutan penghasil obat yang akhir-akhir ini semakin sering dimanfaatkan oleh masyarakat Sumatera Utara. Eksploitasi yang berlebihan tanpa diiringi upaya budidayanya akan berakibat pada kelangkaan jenis ini. Untuk pengembangannya diperlukan bahan tanaman berupa benih yang bermutu yang dapat diperoleh dengan mengelola pohon induk sebagai sumber benih mulai dari masa pembungaan hingga waktu panen buah matang. Dengan demikian diperlukan pemahaman akan morfologi dan siklus perkembangan pembungaan-pembuahan sebagai dasar dalam memprediksi waktu panen yang tepat, penanganan kendala dalam proses pembungaan maupun pembuahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur organ reproduksi serta siklus perkembangan pembungaan dan pembuahan pirdot pada suatu populasi dalam satu periode waktu. Pengamatan terhadap individu pohon dilakukan pada tegakan pirdot di Aek Nauli, Sumatera Utara. Pirdot memiliki tipe bunga majemuk berbatas, bersifat dichasial dengan anak payung menggarpu. Perbungaan bersifat aksilar, tersusun berhadapan, satu perbungaan dalam satu ketiak daun. Mahkota bunga berwarna putih dengan benang sari berwarna kuning. Buah muda berwarna hijau sedangkan buah masak berwarna hijau muda kekuningan dengan diameter 12- 16 mm. Pirdot menghasilkan bunga sepanjang tahun dengan siklus reproduksi berlangsung selama 5-6 bulan. Kata Kunci: Morfologi; pembungaan; pembuahan; Saurauia bracteosa
F.07 Pengaruh Variasi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Setek Binuang Bini(Octomeles sumatrana Miq.) Rina Bogidarmanti* Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan Jl. Gunung Batu No.5 Bogor 16610 PO Box 331 Telp.(0251) 8631238 Fax.(0251) 7520005
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Binuang bini merupakan salah satu jenis tanaman alternatif yang berpotensi sebagai bahan baku pulp.Pengadaan bibitnya dapat dilakukan secara generatif (biji) dan secara vegetatif (setek). Keberhasilan pengadaan bibit melalui setek sangat dipengaruhi oleh bahan setek serta jenis media 108
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
tanam yang digunakan.Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui pengaruh variasi media tanam terhadap pertumbuhan setek binuang bini. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), jenis media yang digunakan tiga macam (zeolith, arang sekam dan campuran cocopeat dan arang sekam (2 : 1). Setiap unit percobaan terdiri dari 10 setek dengan 3 ulangan. Jumlah seluruh unit amatan yaitu 90 setek. Parameter yang diamati yaitu jumlah akar, panjang akar dan biomas tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan variasi media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah dan panjang akar serta biomass tanaman. Media terbaik untuk pertumbuhan setek binuang bini yaitu campuran coco peat dan arang sekam (2 : 1). Kata Kunci : Binuang bini, media tanam, pertumbuhan, setek.
F.08 Uji Coba Pengendalian Serangan Gall Pada Semai Tanaman Kulilawang (Cinnamomum cullilawan: Lauraceae) Ujang W. Darmawan1*, Illa Anggraeni1 dan Agus Ismanto2 1Pusat 2Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Jl. Gunungbatu No. 5, Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tumbuhan kulilawang (Cinnamomum cullilawan: Lauraceae) telah lama dikenal sebagai penghasil obat untuk berbagai penyakit seperti filariasis, sakit gigi, nyeri otot dan sakit perut. Salah satu gangguan yang dijumpai pada tanaman ini adalah serangan berupa benjolan (gall) pada daun tanaman pada saat masih berupa semai (tanaman muda). Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa serangan gall dapat menurunkan kualitas daun sebagai penghasil obat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan percobaan pengendalian gall pada semai tanaman kulilawang melalui penyemprotan pestisida. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap sedangkan data diolah menggunakan analisis nonparametrik (Kruskall Wallis dan Cochran’s Q α = 0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa gall disebabkan oleh tungau. Karakteristik gall berupa oval atau bulat telur tidak beraturan, permukaannya berkerut, agak bergerigi, berwarna kehijauan atau kekuningan dan di dalamnya terdapat rambut-rambut halus. Semua jenis pestisida yang digunakan tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tunas tanaman dan tidak mampu mencegah munculnya gall baru. Kata Kunci: Cuka kayu,daun,gall, kulilawang (Cinnamomum cullilawan), pestisida
109
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
F.09 Teknik Silvikultur Jenis Kapur (Dryobalanops sumatrensis Kost.) dan Prospek Pengembangannya di KPHP MADINA: Sebuah Tinjauan Cica Ali* Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya parapat KM 10,5 Desa Sibaganding *e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Dryobalanops sumatrensis Kost. (pohon kapur) merupakan jenis dipterokarpa yang sejak lama dikenal sebagai penghasil kayu berkualitas disamping penghasil kristal kapur barus. Saat ini pohon kapur semakin sulit ditemukan akibat penebangan yang berlebihan untuk mendapatkan kristal kapur sehingga berada pada status keterancaman critically endangered atau kritis. Untuk itu perlu dilakukan upaya konservasi sekaligus pengembangan jenis ini, salah satunya di KPHP Madina, Sumatera Utara. KPHP Madina dirasakan sesuai dengan habitat alami tegakan kapur mengingat pernah ditemukannya pohon kapur pada area tersebut pada zaman lampau. Sebuah tinjauan silvikultur perlu dilakukan untuk melihat apakah kondisi tempat tumbuh di KPHP Madina sesuai bagi pengembangan pohon kapur sekaligus sebagai upaya konservasi ek situ jenis yang terancam punah ini. Kata Kunci: Dryobalanops sumatrensis Kost., kphp, silvikultur
F.10 Serangan Hama Kepik Pada Tanaman Ketapang dan Uji Coba Pengendaliannya Ujang W. Darmawan1*, Illa Anggraeni1, Wida Darwiati1 dan Agus Ismanto2 1Pusat 2Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Jl. Gunungbatu No. 5, Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Serangan hama kepik sering menyebabkan pertumbuhan tunas apikal tanaman terganggu bahkan terhenti. Serangan secara terus menerus dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan tanaman atau menyebabkan kematian. Penelitin ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan serangan hama sekaligus melakukan uji efikasi insektisida berbahan aktif dimetoat dan cuka kayu terhadap hama kepik yang menyerang tanaman ketapang. Pengambilan data serangan hama dilakukan melalui eksplorasi sedangkan uji pengendalian menggunakan rancangan acak lengkap dengan tujuh perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuannya adalah insektisida kimia yang diencerkan menggunakan air, insektisida kimia yang diencerkan dengan menggunakan cuka kayu, cuka kayu yang diencerkan menggunakan air dan cuka kayu tanpa campuran. Unit pengukuran adalah sepuluh ekor serangga dengan parameter 110
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
yang diamati adalah kematian (mortalitas) dan waktu kematian. Data dianalisis menggunakan analisis of varian (anova). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan mengunakan pestisida dimetoat dengan pelarut air maupun cuka kayu efektif mengendalikan serangga uji sedangkan cuka kayu yang diencerkan dengan menggunakan air maupun tanpa campuran tidak efektif. Bahan aktif dimetoat yang diencerkan dengan menggunakan cuka kayu lebih efektif dibandingkan dengan yang diencerkan menggunakan air. Kata Kunci: Cuka kayu,hama, kepik (Anoplocnemis phasiana), ketapang, pestisida
F.11 Laju Dekomposisi Serasah pada Ekosistem Hutan Tropis Pegunungan di Cagar Alam Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat Noviana Budianti1*, Endah Sulistyawati2 1. Program Studi Magister Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB 2. Kelompok Keahlian Teknologi Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Dekomposisi serasah merupakan proses yang sangat penting dalam mempertahankan kesetimbangan ekosistem karena berperan dalam penyediaan nutrien mineral bagi tumbuhan, yang pada akhirnya akan digunakan untuk produksi primer. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan dan membandingkan laju dekomposisi dari tiga kelompok serasah yang dihasilkan di ekosistem hutan tropis pengunungan CA. Gunung Papandayan, yaitu daun dari spesies pohon dominan (Distylium stellare/ DD), daun campuran (DC), dan batang (B). Laju dekomposisi dari ketiga kelompok serasah tersebut diukur dengan metode kantung serasah (litter bag), yaitu dengan menempatkan 60 kantung serasah per kelompok di permukaan tanah secara sistematis-acak di lima titik berbeda dengan jumlah kantung yang sama pada setiap titik. Sebanyak lima kantung dari setiap kelompok serasah diambil setiap 28 hari selama 336 hari untuk analisis penurunan biomassa. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa ketiga kelompok serasah memiliki laju dekomposisi yang berbeda. Kelompok serasah daun campuran (DC) memiliki laju dekomposisi tertinggi yang ditunjukkan dengan sisa biomassa yang rendah di akhir percobaan. Sementara itu, kelompok serasah batang (B) memiliki laju dekomposisi terrendah yang ditunjukkan dengan sisa biomassa yang tinggi di akhir percobaan. Berdasarkan analisis korelasi, laju dekomposisi berkorelasidengan salah satu parameter mikroklimat, yaitu suhu udara, serta diprediksi berkorelasi dengan salah satu parameter kualitas serasah, yaitu konsentrasi selulosa. Meskipun menunjukkan laju dekomposisi yang berbeda, ketiga kelompok serasah memiliki pola penurunan biomassa yang serupa, yaitu laju penurunan biomassa yang tinggi pada awal proses dekomposisi yang selanjutnya cenderung konstan atau melambat. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa laju dekomposisi serasah kelompok daun campuran (DC) > daun dominan (DD) > batang (B). Kata Kunci: CA. Gunung Papandayan, dekomposisi serasah, Distylium stellare, ekosistem hutan tropis pegunungan, litter bag
111
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
F.12 Potensi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula dari Rizosfer Tumbuhan Pionir di Areal Bekas Penambangan Emas Rakyat Hanna Artuti* dan Dwi Astiani 1Fakultas
Kehutanan Universitas Tanjungpura
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Gangguan pada lapisan atas tanah selama kegiatan penambangan dapat menurunkan kemampuan simbiosis mikoriza arbuskula, bahkan dapat menghilangkan propagul fungi mikoriza arbuskula (FMA). Setelah areal penambangan ditinggalkan, suksesi ditandai dengan munculnya jenis-jenis tumbuhan pionir yang juga menjadi inang FMA. Keberadaan FMA di rizosfer beberapa tumbuhan pionir berpotensi untuk digunakan sebagai sumber inokulum penting bagi rehabilitasi areal bekas penambangan emas. Oleh karena itu, pengujian potensi inokulum FMA yang diisolasi dari contoh tanah rizosfer tumbuhan pionir, seperti ubah ube (Eugenia spicata), rumput ijuk(Eleocharis atropurpurea) dan jagu telah dilakukan. Pengujian menggunakan metode most probable number (MPN) hingga pengenceran 4-7 berupa jumlah propagul infektif, sebanyak lima ulangan dengan Pueraria javanica sebagai tanaman inang. Analisis varian klasifikasi satu arah dilakukan untuk mengetahui perbedaan propagul infektif antar rizosfer tumbuhan. Rerata propagul infektif inokulum FMA per 50 g tanah dari rizosfer E. spicata (146 propagul), E. atropurpurea (97 propagul) dan jagu (63 propagul) termasuk tinggi dan sama antar rizosfer. Potensi inokulum FMA ini dapat dikembangkan menjadi produk teknologi hayati yang spesifik lokal untuk menunjang reklamasi areal bekas penambangan. Kata Kunci: Eugenia spicata, Eleocharis atropurpurea, jagu, propagul infektif, reklamasi
F.13 Pendugaan Parameter Genetik, Korelasi antar Karakter Fenotipik serta Pola Kekerabatan antar Populasi Bibit Surian (Toona sinensis Roem) Yayat Hidayat1*, Murdaningsih Haeruman K2, Suseno Amien2, Iskandar Zulkarnaen Siregar3 1Prodi
Rekayasa Kehutanan, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Padjadaran Bandung, 3Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
2Laboratorium
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi parameter genetik, menganalisis korelasi fenotipik dan genetik antar karakter, serta menganalisis hubungan kekerabatan genetik berdasarkan jarak taksonomi di dalam dan antar populasi bibit surian. Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah 112
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
bibit surian keturunan half-sib dari 13 genotipe tetua pohon induk dari empat populasi tegakan benih. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok, dengan empat populasi tegakan surian sebagai perlakuan, yang diulang sebanyak5kali. Pengamatan dilakukan terhadap 17 karakter pertumbuhan bibit yaitu karakter tinggi total, tinggi bebas daun, diameter batang, kekokohan batang, kelurusan batang, panjang pucuk, panjang daun, jumlah daun, panjang anak daun, lebar anak daun, jarak anak daun pertama terhadap pangal tangkai daun, rasio panjang lebar anak daun, panjang petiol, jarak helai daun terlebar, bentuk lamina daun, rasio panjang petiol terhadap panjang anak daun, dan rasio lebar lamina terhadap panjang daun. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa karakter tinggi batang, tinggi batang bebas daun, kekokohan batang, panjang daun, dan bentuk lamina daun memiliki varians fenotipik yang luas. Karakter tinggi total batang bibit mempunyai korelasi fenotipik dan genetik yang erat dengan karakter lainnya seperti tinggi bebas daun, diameter batang, panjang daun, panjang pucuk, jumlah daun, panjang anak daun dan lebar anak daun. Pola kekerabatan pada level jarak taksonomi 25%, menunjukkan bahwaTBI Kendal dan TBS Jatinangor mengelompok pada satu klaster, sedangkan TBI Sumedang dan TBI Tasikmalaya mengelompok pada klaster lainnya. Dengan demikian, bibit asal TBS Jatinangor secara morfologis lebih dekat dengan bibit asal TBI Kendal, sedangkan bibit asal TBI Tasikmalaya lebih dekat dengan bibit asal TBI Sumedang. Kata Kunci: Kekerabatan; korelasi fenotipik; Toona sinensis
F.14 Respon Pertumbuhan Semai Berdasarkan Perbedaan Lamanya Waktu Perendaman Benih Faloak (Sterculia comosa Wallich) Fabianus Ranta*, Fransiskus Xaverius Dako, Laurentius DW. Wardhana 1Program
Studi Manajemen Sumberdaya Hutan Politeknik Pertanian Negeri Kupang (Politani Kupang) Jln. Adisucipto Penfui - Kupang – NTT Telp (0380) 881601 Fax. (0380) 881601 Kupang 85000
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Faloak (Sterculia comosa Wallich)merupakan salah satu jenis pohon tergolong 113ontrol Pulau Timor Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pemanfaatan faloak selama ini secara turun temurun (belum sepenuhnya didukung dengan kajian ilmiah) digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit dalam, antara lain kulit pohon faloak dapat menyembuhkan penyakit tifus, maag, dan lever. Berdasarkan pengalaman masyarakat, mengkonsumsi faloak secara rutin dapat meningkatkan stamina. Ancaman penurunan populasi tersebut dapat diatasi dengan mengkaji karakteristik silvikultur faloak yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman konservasi lahan kritis. Hal ini karena kemampuan faloak secara alami untuk tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi alam seperti di NTT yang tergolong wilayah kering, tanah bersolum dangkal dan berbatu, bahkan semua pohon faloak yang diamati. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis respon pertumbuhan semai berdasarkan perbedaan lamanya waktu perendaman benih faloak. Penelitian ini dilaksanakan di Persemaian Program Studi Manajemen Sumber Daya Hutan Polteknik Pertanian Negeri Kupang. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) menggunakan satu 113ontro (lamanya perendaman) yang terdiri dari 5 kategori, yaitu: P0 (113ontrol, 3 x 12 jam); P1 (4 x 12 jam); 113
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P2 (5 x 12 jam), P3 (6 x 12 jam), dan P4 (7 x 12 jam). Hasil penelitian ini diharapkan bahwa waktu perendaman yang berbeda akan memberikan respon yang signifikan terhadap laju pertumbuhan semai. Luaran dari penelitian ini yaitu merekomendasikan metode silvikultur faloak kepada pemerintah dalam rangka menyediakan tanaman unggul lahan kritis berbatu yang mampu bertahan pada wilayah kering. Kata Kunci: Benih; faloak; perlakuan; semai;Sterculia comosa Wallich
F.15 Sistem Polikultur Ubi–Ubian Lokal Untuk Ketahanan Pangan Di Desa Hutan Saefudin* Puslit Biologi-LIPI, Jl Raya Jakarta-Bogor, Km 46
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kekurangan bahan pangan masih menjadi masalah serius di banyak wilayah marginal Indonesia. Praktek bertani tanaman umbi lokal dan abat yang ramah lingkungan telah dilakukan di bawah tegakan pohon hutan produksi untuk meningkatkan ketahanan pangan di desa hutan, BKPH Majenang, Banyumas Barat. Pengolahan lahan dilakukan secara minimalis dengan membersihkan gulma pengganggu, menugal dan membuat lubang tanam. Pemilihan umbi lokal adalah jenis mudah tumbuh yang berisiko rendah. Humus dan serasah daun jati, pinus dan mahoni diproses menjadi pupuk dengan memanfaatkan mikroba aktif dari habitat aslinya. Pemeliharaan dilakukan secara manual dengan penyiangan pada usia tanam 2 bulan. Konsep pengendalian hama dan penyakit hanya bersifat preventif dengan sanitasi dan menghindari genangan air. Praktek bertani di bawah tegakan pohon dapat menghasilkan bahan pangan dan obat yang berkualitas dengan biaya yang relatif rendah. Cara ini mampu meningkatkan ekonomi, masyarakat, menyediakan bahan pangan di musim kemarau, dan mendukung pembangunan hutan produksi secara lestari dan berkelanjutan. Kata Kunci: Keberkelanjutan, sistem polikultur, tanaman obat dan umbi lokal
114
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
F.16 Struktur dan Komposisi Jenis Pohon di Hutan Alam Produksi Bekas Tebangan Wilayah Seruyan, Kalimantan Tengah Diana Prameswari* dan Sukaesih Prajadinata Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Jln. Gunung Batu No. 5 Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian dilakukan untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis pohon di hutan alam produksi bekas tebangan. Lokasi penelitian terletak di hutan alam produksi bekas tebangan 28 tahun dan 31 tahun, Wilayah Hutan Seruyan, Propinsi Kalimantan Tengah. Metode penelitian dilakukan melalui pengamatan vegetasi. Pengamatan vegetasi dilakukan terhadap pohon tiang, pancang dan semai dengan membuat petak contoh (20mx20m),(10mx10m),(5mx5m), dan (2mx2m) sebanyak 25 ulangan. Semua pohon dalam petak contoh diinventarisir. Data dianalisis secara kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 28 thn dan 31 thn setelah penebangan hutan masih didominasi oleh family non Dipterocarpaceae yaitu ubar (Eugenia sp INP 38.75 %), mahawai ( Mezzettia parvifolia INP 19.71 % ), bunyao (Dracontomelon costatum INP 18.63 %), kempas (Koompassia malaccensis INP 13.04 %), pempaning (Querqus bennetti INP 12.38 %), menjalin (Xanthophyllum stipitatum INP 11.41%), dan family Dipterocarpaceae yaitu antara lain meranti merah (Shorea spp, INP 29.60 %), bengkirai (Hopea mengarawan INP 21.62%), keruing (Dipterocarpus spp INP 21.44%), meranti kuning (INP 15.19 %),benuas (Shorea laevifolia INP 10.98 %). Kata Kunci: Bekas tebangan; hutan alam produksi; jenis pohon; komposisi; struktur
115
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
F.17 Perbanyakan Vegetatif Bibit Pinus merkusii Bergetah Banyak melalui Teknik Stek Pucuk Arida Susilowati1, Supriyanto2, Corryanti3, Iskandar Z.S.2, Imam Wahyudi4, Atok Subiakto5 1 Fakultas
Kehutanan, Universitas Sumatera Utara (USU) Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB 3 Puslitbang SDH Perhutani 4 Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB 5 BadanLitbang Kehutanan, Kementrian Lingkungan dan Kehutanan RI 2 Departemen
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pinus merkusii bergetah banyak merupakan sebutan bagi genotipa pinus dengan produksi getah lebih tinggi (> 50 g/pohon/3 hari) yang saat ini dikembangkan oleh Perum Perhutani. Pembangunan Kebun Benih Semai (KBS) uji keturunan untuk bergetah banyak telah dilakukan pada tahun 2007 dan diharapkan mampu menghasilkan materi generatif pada tahun 2017. Alternatif strategi perbanyakan yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jangka pendek adalah melalui perbanyakan vegetatif salah satunya dengan teknik stek pucuk.Perbanyakan secara vegetaif melalui stek pucuk memberikan peluang untuk mengatasi masalah perbanyakan bibit dengan karakter genetik sesuai harapan dan menghasilkan materi tanaman seragam. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi mengenai keberhasilan perbanyakan vegetatif pinus bergetah banyak dengan teknik stek pucuk dan proses pembentukan akarnya. Untuk tujuan tersebut digunakan bibit bergetah banyak hasil perbanyakan secara generatif yang berumur 1 tahun dan media tanaman dengan koombinasi cocopith:sekam (2:1 v/v). Auksin dari kelompok Napthalena Acetic Acid (NAA) dengan konsentrasi berbeda (100 ppm, 200 ppm, 300 ppm) dan hormon perakaran komersial (Rootone F@) digunakan sebagai perlakuan perakaran. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan hormon berpengaruh nyata terhadap persentase stek berakar, panjang akar primer, panjang akar sekunder dan jumlah akar. Selanjutnya hasil pengamatan asal muasal akar melalui metode mikroteknik, menunjukkan akar adventif pada stek pinus berasal dari deferensiasi jaringan pembuluh di sekitar daerah potongan stek dan selanjutnya berkembang menjadi calon akar. Kata Kunci: Bergetah banyak; Pinus merkusii; perbanyakan; stek pucuk
116
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
F.18 Prospek Pembangunan Hutan Tanaman Balangeran (Shorea balangeran(Korth.) Burck.) di Lahan Gambut Darwo* dan Rina Bogidarmanti Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor-Provinsi Jawa Barat, Tlp. (0251) 8631238
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di lahan rawa gambut masih terbatas pada jenis tertentu.Salah satu jenis lokal yang dapat tumbuh dengan baik dan bernilai eknomi untuk dikembangkan di lahan tersebut adalah Shorea balangeran.Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pertumbuhan dan karateristik tanaman S. balangeran di IUPHHK-HTI PT Arara Abadi, Riau.Plot dibuat sebanyak 6 buah dengan masing-masing plot berukuran 30 x 12 m. Jarak tanam 3 x 3 m.Pengamatan dilakukan pada umur 1 tahun dan 1,5 tahun.Data dianalisis secara statistik guna mengatahui rataan dan standar deviasi. Parameter yang diamati adalah tinggi total, diameter setinggi dada dan daya hidup (survival). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umur 1 tahun diperoleh rataan tinggi total (1,35 ± 0,12) m, diameter setinggi dada (0,95 ± 0,15) cm dan survival (90 ± 3,9) %. Pada umur 1,5 tahun rataan tinggi total (1,77 ± 0,12) m, diameter setinggi dada (0,98 ± 0,17) cm dan survival (87,5 ± 3,5) %.S. balangeran pada umur 1 dan 1,5 tahun menunjukkan rata-rata tinggi total berbeda secara signifikan,namun terhadap diameter dan survivalnya tidak berbeda nyata.Penambahan tinggi dan diameter pohon selama 0,5 tahun adalah 0,42 m dan 0,03 cm, sedangkan survival mengalami penurunan sebesar 2,5%.S. balangeranmampu tumbuh pada areal genangan secara periodik, termasuk jenis yang mampu tumbuh di areal terbuka (intoleran) dengan ciri-ciriberdaun tebal dan permukaan daun mengkilap. Kata Kunci: Balangeran; intoleran; pertumbuhan; rawa gambut
117
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G. KEHUTANAN UMUM G.01 – G.18
118
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G.01 Instrumen dan Hak-Hak Adat Masyarakat Dayak Terhadap Pengeloaan Hutan di Desa Bahu Palawa Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah Herwin Joni1, Renhart Jemi2*,Johansyah1, Hendra Toni1, Yusuf Aguswan1, Antonius Triyadi1, Patricia Erosa Putir1, Yusurum Jagau3 1Jurusan
Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Palangaka Raya. Jl. H. Timang Kampus Tanjung Nyaho UNPAR Palangka Raya Kalimantan Tengah. 2Teknologi Hasil Hutan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya Jl. H. Timang Kampus Tanjung Nyaho UNPAR Palangka Raya Kalimantan Tengah. 3Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya Jl. H. Timang Kampus Tanjung Nyaho UNPAR Palangka Raya Kalimantan Tengah.
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui isntrumen adat, hak-hak adat, dan kearifan lokal masyarakat Dayak terhadap pengelolaan hutan. Wilayah yang dikaji masyarakat adat Dayak di desa Bahu Palawa Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimanatan Tengah. Metode pengumpulan data secara wawancara dengan masyarakat adat, obeservasi kelapangan serta memetakanya. Hasil kajian menunjukan bahwa hak-hak adat yang berhubungan dengan pengeloaan hutan yaitu Petak Bahu, Kaleka danPahewan. Instrumen adat berupa: Pasah Patahu, Sapundu Sandung . Keraifan lokal yang berhubungan dengan pengelolaan hutan yaitu: Lelet, Malan satiar, Mandum, Mengan, Manugal, Mebawau, Mite patendu, Membagi Eka Malan, Sahelo Bara Mandirik, Maneweng, Manyangar dan Hinting Pali yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Lokasi hak adat tersebut digambarkan dalam bentuk peta. Masyarakat Dayak didesa tersebut sangat berinteraksi erat dengan hutannya, ditunjukan dengan keberdaan hutan di desa tersebut tersebut terjaga dan lestari serta dapat memenuhi kehiudpan masyarakat desa. Kata Kunci: Kaleka, pahewan, petak bahu, sapundu, sandung
119
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G.02 Produk Biodiesel Biji Pohon Bintangur Sebagai Kontribusi Sektor Kehutanan Terhadap Permasalahan Energi Nasional dan Manfaat Strategis Lainnya Ridwan Yahya* Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu Jl. WR. Supratman, Kandang Limun Bengkulu 38371
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Peningkatan kontribusi sektor kehutanan sebagai andalan penerimaan devisa negara perlu diupayakan secara serius termasuk kontribusinya dalam menjawab persoalan kelangkaan energi yang bersumber dari fossil sebagai salah satu permasalahan strategis nasional. Harapan ini tidaklah berlebihan karena Kementerian Kehutanan yang “telah diciutkan” menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah penguasa daratan terluas di Indonesia dalam bentuk kawasan hutan, di mana masyarakat tidak dapat secara leluasa memanfaatkan areal tersebut sesuai keinginannya. Sehingga wajar jika masyarakat akan bertanya apa kontribusi ekonomi kawasan seluas tersebut untuk mereka. Walaupun pada kenyataannya dalam kawasan hutan tersebut terdapat juga kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi di mana “akses pemanfaatannya” sangat terbatas. Pohon bintangur yang banyak ditemukan di dalam kawasan hutan termasuk dalam kawasan hutan lindung dan konservasi secara teknis dapat dimanfaatkan bijinya untuk menghasilkan biodiesel. Di samping itu, kumpulan pohon atau tegakan bintangur dengan ketebalan lebih dari 100 m sangat potensial untuk memecah gelombang tsunami. Kajian lebih detail tentang biodiesel dari biji pohon bintangur ini, strategi pemungutan yang sejalan aturan pemanfaatan kawasan hutan serta manfaat strategis lainnya akan diulas dalam makalah ini dengan dukungan berbagai literatur. Kata Kunci: Biodiesel, bintangur, konservasi, lindung, pemanfaatan
G.03 Analisis Ekonomi Pemanfaatan Komoditas HHBK di Desa Batu Dulang, Kecamatan Batu Lanteh, Kabupaten Sumbawa Rosita Dewi* dan Retno Agustarini Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan Jl. Gunung Batu No.5 Bogor 16119
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pulau Sumbawa dikenal sebagai penghasil komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) unggulan. Banyak petani hutan yang menggantungkan penghidupannya dari pemanfaatan komoditas HHBK. 120
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
Pemanfaatan HHBK merupakan salah satu pendekatan nilai sosial, ekonomi dan lingkungan di dalam konsep pengelolaan hutan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis nilai ekonomi dari pemanfaatan komoditas HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Adapun komoditas HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah madu hutan dan kemiri. Penelitian ini menggunakan kuisioner dengan jumlah responden sebanyak 30 petani hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan komoditas HHBK memberikan nilai kontribusi ekonomi sebanyak 49% dari total pendapatan masyarakat. Madu hutan memiliki nilai ekonomi sebesar Rp.115.500.000 per tahun dan kemiri memiliki nilai ekonomi sebesar 102.750.000 per tahun. Nilai ekonomi ini memberikan gambaran bahwa komoditas HHBK memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan masyarakat di sekitar hutan, sehingga diperlukan kearifan lokal untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan komoditas HHBK unggulan tersebut. Kata Kunci: HHBK, kemiri, komoditi, madu, nilai ekonomi
G.04 Strategi Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Potensial pada Areal Pengembangan HKm Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Makkarennu* Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) potensial dan untuk menganalisis strategi pemasaran dari HHBK potensial terpilih. Penelitian dilaksanakan di areal pengembangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Desa Labuaja Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Metode pengumpulan data yang dilakukan yakni observasi, literature study, community meeting pada kelompok tani HKm, dan wawancara (semi structure interview) dengan pemerintah setempat. Identifikasi HHBK potensial dilakukan dengan Analisis dan Pengembangan Pasar (APP) pada bidang/area pasar/ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan pengelolaan sumberdaya dan lingkungan. Sedangkan strategi pemasaran pada komoditas potensial dianalisis dengan menggunakan bauran pemasaran (marketing mix).Hasil penelitian mengidentifikasikan bahwa jenisjenis HHBK yang ada dilokasi penelitian adalah bambu, aren, kemiri, madu, lamtoro, vanili, dan tanaman obat, dengan komoditas HHBK potensial adalah buah kemiri. Strategi pemasaran yang digunakan yakni bauran pemasaran terpadu pada ke empat komponen yakni produk, tempat , harga dan promosi pada komoditi kemiri. Kata Kunci: HHBK, Hkm, kemiri, pemasaran, strategi
121
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G.05 Perancangan Pengukuran Kinerja Perusahaan Kehutanan Berbasis ISO 9004 Muh Azwar Massijaya* Kelompok Penelitian Manajemen Mutu Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2smtp lipi) Kawasan Puspiptek, Gedung 417, Lt. 3, Tangerang Selatan, Banten, Indonesia, 15314
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penerapan konsep manajemen mutu telah umum diketahui dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Salah satu praktek implementasi konsep manajemen mutu di perusahaan adalah pengukuran kinerja. Dengan adanya pengukuran kinerja, manajemen puncak perusahaan mendapatkan informasi yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan untuk mencapai sasaran perusahaan. ISO 9004 adalah panduan untuk mengukur kinerja manajemen mutu organisasi berbasis ISO 9001 secara efektif dan efisien. Karena sifatnya yang umum, ISO 9004 dapat diterapkan kepada berbagai perusahaan dengan bidang usaha yang berbeda. Namun, penelitian yang membahas mengenai pembuatan kerangka pengukuran kinerja perusahaan kehutanan berbasis ISO 9004 masih sedikit dilakukan. Penelitian ini bertujuan membangun kerangka pengukuran kinerja perusahaan kehutanan berbasis ISO 9004. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan melibatkan responden yang ahli dalam bidang kehutanan dan ISO 9004. Penelitian ini menghasilkan kerangka pengukuran yang bersifat khas kehutanan dan dapat digunakan oleh perusahaan kehutanan. Kata Kunci : ISO 9004, pengukuran kinerja, perusahaan kehutanan,
122
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G.06 Strategi Awal Pengembangan Usaha Minyak Kayu Putih sebagai Komoditas Ekonomi di Sumatera Selatan Suryanto1*, Sahwalita2, Nanang Herdiana2 1Balai
Penelitian Teknologi Konservasi SDA Samboja Jl. Soekarno-Hatta Km 38, Semboja-Kaltim 2Balai Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Kotak Pos 179, Puntikayu, Palembang *e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Uji penanaman kayu putih yang dilakukan tahun 2007 di Benakat, Sumatera Selatan menghasilkan tegakan tanaman dengan produktifitas daun yang tinggi dan kadar cineol yang sangat baik. Keberhasilan uji penanaman ini menginformasikan bahwa kayu putih adalah komoditas yang prospektif untuk diusahakan di Sumatera Selatan. Kajian ini ditujukan untuk menyediakan strategi awal pengembangan usaha kayu putih dalam skala kecil 2 ha. Kajian menggunakan metode desk study, yaitu dengan melakukan simulasi terhadap beberapa alternatif pola usaha. Parameter kunci yang digunakan adalah silvikultur pertanaman, pengaturan panen, pengolahan minyak, insentif pemodalan dan pemasaran. Berdasarkan kajian ini bisa disampaikan bahwa pola usaha terbaik adalah pengusahaan dengan 3 rotasi panen bergilir per musim panen. Menggunakan pola ini diperoleh kontinyuitas hasil produksi yang memadai dan penggunaan ketel yang lebih efektif. Dari aspek pembiayaan, direkomendasikan adanya campur tangan pemerintah dalam memberikan insentif pemodalan bunga rendah. Insentif terutama diperlukan pada tahun pertama untuk biaya pembangunan tegakan dan pada tahun ke-4 untuk pengadaan alat suling. Strategi ini disasar dapat berperan baik dalam memenuhi pangsa pasar nasional yang masih kekurangan pasokan minyak kayu putih sebesar 1.000 ton/tahun. Selain itu, diproyeksikan dapat memberi pendapatan rata-rata petani sebesar Rp. 38,4 juta per tahun atau hampir Rp. 3,2 juta per bulan. Kata Kunci : Finansial, minyak kayu putih, pertanian dan petani
123
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G.07 Analisis Kelayakan Pembangunan HTR di Blok PemberdayaanHutan Produksi KPH Awota Novriyanto Dwi Sapoetra* Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar
*e-mail:
[email protected] ABSTRAK Lahan di Wajo, Sulawesi Selatan sebagian besar wilayahnya merupakan lahan kritis. Lahan kritis adalah penyebab banjir dan erosi. Salah satu upaya penanggulangan lahan kritis adalah metode vegetatif dengan menanam tanaman pada lahan kritis. Wajo dikenal sebagai kota sutera tetapi persediaan kokon tidak pernah mencukupi karena kurangnya produksi murbei sebagai pakan ulat sutra. Untuk itulah penelitian “Analisis Kelayakan Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat Agroforestri Murbei di Blok Pemberdayaan Hutan Produksi KPH Awota” merupakan hal yang penting karena dapat mengatasi masalah lahan kritis dan persediaan kain sutera Wajo. Penelitian ini melakukan metode analisis finansial yang meliputi NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio) dan IRR (Internal Rate of Return) melalui berbagai asumsi kritis sementara. Analisis finansial digunakan sebagai parameter kelayakan pembangunan HTR. Hasil yang dicapai, pembangunan HTR agroforestri murbei dapat dilakukan dengan pola tanam baris (rowspacing) dan sistem pola tanam strip cropping yang dianggap sangat sesuai untuk sifat dari murbei yang tumbuh di lahan datar dan sifat murbei yang intoleran. Penelitian ini menghasilkan bahwa lahan kritis berkurang 80% perhektar setiap tahunnya, meningkatnya 7,2 ton daun murbei pertahun, dan nilai NPV; BCR; IRR menyatakan pembangunan HTR berbasis murbei dikatakan layak untuk dilakukan. Kata Kunci : Analisis finansial, hutan tanaman rakyat, produksi murbei, pemberdayaan, KPH Awota
G.08 Pemanfaatan Sumber Daya Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Adat Kasepuhan Sinarresmi Yelin Adalina* Puslitbang Konservasi Dan Rehabilitasi Jl.Gunung Batu No.5 , Bogor
*e-mail:
[email protected] ABSTRAK Masyarakat Adat Kasepuhan sudah lama bermukim di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) sebelum adanya perluasan kawasan taman nasional dari luas 40.000 hektar menjadi 113.000 hektar. Keberadaan masyarakat Kasepuhan tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaan TNGHS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pemanfaatan TNGHS yang dilakukan oleh masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi. Pemanfaatan terdiri dari pemanfaatan lahan 124
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
TNGHS dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Penelitian dilakukan di Desa Sirnaresmi pada bulan Mei 2013 dengan mewawancarai sebanyak 32 respondenyang dipilih secara sengaja (purposive sampling).Data penelitian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43,76% responden menggarap lahan TNGHS dengan luas < 0,25 hektar, 28,12% responden dengan luas 0,25 – 0,5 ha dan 28,12% dengan luas > 0,5 ha. Rata-rata pendapatan responden dari lahan TNGHS sebesar Rp 848.000/ha/bulan. Penggunaan lahan TNGHS memberikan kontribusi sebesar 42,20% terhadap total pendapatan rumah tangga responden. Jenis HHBK yang dimanfaatkan yaitu: Sebanyak 18,75% responden memanfaatkan tanaman obat, seluruh responden memanfaatkan kayu bakar, 46,88% bambu, 4,25% tanaman hias, 6,25% rotan, dan 40,62% rumput sebagai pakan ternak. Sumberdaya TNGHS merupakan tumpuan hidup bagi masyarakat Kasepuhan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kata Kunci: Luas lahan garapan, pemanfaatan HHBK, pendapatan lahan TNGHS
G.09 Dari Kayu Borneo ke Kayu Rakyat: Dampak Terhadap Perdagangan Kayu dan Kualitas Konstruksi Achmad Supriadi* Peneliti pada Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Kemampuan pasokan kayu dari hutan alam yang terus menurun, telah mengakibatkan menurunnya pasokan kayu borneo di pasaran wilayah Jakarta dan Jawa Barat. Untuk menutupi kekurangan pasokan kayu borneo, para pedagang kayu menjual kayu-kayu lokal yang berasal dari hutan rakyat yang biasa disebut dengan kayu rakyat (kayu kampung), dengan kecenderungan yang semakin meningkat. Makalah ini menyajikan tentang dampak peningkatan permintaan kayu rakyat terhadap perdagangan dan kualitas konstruksi. Sasarannya adalah tersedianya data dan informasi tentang potensi hutan rakyat, sifat kayu dari hutan rakyat, dampaknya terhadap perdagangan dan kualitas konstruksi. Potensi hutan rakyat diperkirakan mencapai 1.279.581 ha dengan potensi tegakan 42.965.520 m3, dengan pulau Jawa memiliki hutan rakyat terluas yaitu 400.000 ha, kemudian berturutturut diikuti oleh pulau Sumatera (232.001 ha), Sulawesi (227.413 ha) dan Nusa Tenggara (202.835 ha). Jenis kayu hutan rakyat pada umumnya merupakan jenis kayu cepat tumbuh dan tidak memperoleh perlakuan seperti pada hutan tanaman. Batang kayunya umumnya merupakan kayu remaja (juvenile wood), berdiameter kecil dan banyak cabang. Kayunya pada umumnya memiliki berat jenis yang rendah. Meskipun demikian, permintaan terhadap kayu rakyat cenderung semakin meningkat. Peningkatan ini memberikan berbagai dampak positif seperti harga kayu rakyat menjadi semakin baik, munculnya pelaku usaha baru sebagai pedagang perantara kayu rakyat dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selain itu, muncul pula berbagai dampak negatif seperti penebangan kayu di hutan rakyat menjadi tidak terkendali, ukuran sortimen kayu yang diperdagangkan kurang dari standar dan kemungkinan kualitas konstruksi menjadi rendah. Kata Kunci : Kayu borneo, kayu rakyat, konstruksi, perdagangan, potensi.
G.10 125
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
Indeks Prioritas Restorasi Lanskap Hutan Tropis Terdegradasi di Kabupaten Langkat Sumatera Utara Samsuri1*, Anita Zaitunah1; Achmad Siddik Thoha1. 1Program
Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kerusakan hutan tropis menjadi isu penting dalam perubahan iklim karena berdampak pada pengurangan sumberdaya biologi global dan pemiskinan masyarakat sekitar hutan. Kerusakan hutan dipicu oleh meningkatnya fragmentasi dan menurunnya konektivitas lanskap hutan. Untuk meningkatkan konektivitas hutan, maka pendekatan restorasi lanskap hutan dapat digunakan. Artikel ini mendiskripsikan indeks prioritas restorasi lanskap hutan untuk menentukan lokasi yang menjadi area prioritas restorasi. Indeks restorasi dibangun oleh empat indeks faktor yaitu indeks degradasi hutan, indeks konektivitas, indeks fragmentasi, dan indeks degradasi lahan. Indeks restorasi lanskap mengelompokan area penelitian ke dalam indeks restorasi rendah, sedang dan tinggi. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat fragmentasi hutan meningkat pada periode 1989-2014, sedangkan tingkat konektivitas lanskap hutan cenderung menurun. Indeks faktor konektivitas dan fragmentasi lanskap hutan memberikan bobot lebih tinggi dibandingkan dengan dua indeks faktor yang lain dalam membangun indeks restorasi. Hal ini menunjukkan konektivitas lanskap perlu dipelihara dan ditingkatkan, sedangkan fragmentasi harus dikurangi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) umumnya, sebagian besar lanskap hutan sub daerah aliran sungai Besitang merupakan area dengan indeks restorasi rendah, dan (2) sub daerah aliran sungai Wampu mempunyai area dengan indeks prioritas tinggi dan sedang sehingga harus direstorasi terlebih dahulu. Kata Kunci: Ekosistem hutan, fragmentasi, fragstat konektivitas
126
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G.11 Keragaman Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat di Kawasan Hutan Gunung Salak, Jawa Barat Yelin Adalina* Peneliti pada Puslitbang Konservasi Dan Rehabilitasi Jl.Gunung Batu No.5 , Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pada tahun 2003 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003, kawasan hutan Gunung Salakmenjadi satu kesatuan dengan Taman Nasional Gunung Halimun dan disebuta Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Kawasan ini memiliki keanekaragaman jenis flora dan diduga terdapat 1.000 jenis flora. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman jenis tumbuhan berkhasiat obat yang terdapat di kawasan Gunung Salak. Penelitian dilakukan pada bulan September 2014 di kawasan Gunung Salak, Desa Cidahu, Jawa Barat. Pengukuran vegetasi dilakukan di hutan tanaman Agathis dammara melalui pembuatan petak berukuran 2 m x 2 m sebanyak 50 kali ulangan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif.Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa terdapat 39 jenis tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh di bawah tegakan damar (Agathis dammara). Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi adalah tumbuhan rane (Selaginella unsinata) yaitu sebesar 35,93% dengan kerapatan 18.250 individu/ha. Jenis tumbuhan ini sering digunakan oleh masyarakat sekitar hutan sebagai obat pasca persalinan.Berbagai jenis tumbuhan berkhasiat obat yang tumbuh di kawasan Gunung Salak sering digunakan oleh masyarakat sekitar hutan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Kata Kunci: Kawasan Gunung Salak, tumbuhan berkhasiat obat
G.12 Penilaian Kinerja Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat, NTB Andi Chairil Ichsan1*, Indra Gumay Febryano2 1Program
Studi Kehutanan Universitas Mataram Jl Majapahit No 62, Mataram, NTB 2Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Sumantri Brodjonegoro No. 1, Bandar Lampung, Lampung
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Rinjani Barat mempunyai posisi dan peran penting dalam mewujudkan keberhasilan pengelolaan sumberdaya hutan di tingkat tapak. Namun, keberhasilan 127
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
pengelolaannya tidak terlepas dari berbagai dinamika dan persoalan, seperti masih tingginya konflik antara masyarakat dan pemerintah, belum selesainya proses rekonstruksi tatabatas, dan belum adanya jaminan keamanan terhadap investasi berbagai pihak di wilayah KPHL tersebut.Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kinerja KPHL Rinjani Barat dalam pelaksanaan pengelolaan hutan di tingkat tapak dengan menggunakan kriteria dan indikator dari Forest Watch Indonesia versi 1.0.Hasil penilaian menunjukkan rata-rata keseluruhan dari kriteria yang dinilai berada pada rentang cukup, yang berarti KPH Rinjani sudah cukup siap untuk mewujudkan fungsinya sebagai unit pengelola hutan di tingkat tapak. Beberapa kriteria perlu menjadi perhatian, yaitu kemantapan kawasan, rencana kelola, dan mekanisme investasi, sehingga harus diperkuat untuk menjamin operasionalisasi KPHL di tingkat tapak. Kata Kunci : Hutan Lindung, Kinerja, KPHL, Rinjani Barat
G.13 Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang Dimanfaatkan Masyarakat Sekitar Cagar Alam Gunung Nyiut Di Desa Raut Muara Kecamatan Sekayam Augustine Lumangkun1*, Purwati1, Uke Natalina1, Ratih1 Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) hanya dipandang sebagai kebutuhan yang tidak memberikan keuntungan nyata secara ekonomi. Belum adanya data mengenai bentuk dan jenis-jenis HHBK yang dimanfaatkan yang dinilai secara ekonomi kuantitatif menyebabkan perlunya penelitian mengenai pemanfaatan HHBK di sekitar Cagar Alam Gunung Nyiut terutama di Kabupaten Sanggau. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi jenis-jenis HHBK yang biasa dimanfaaan oleh masyarakat di sekitar Gunung Nyiut Kecamatan Sekayam dan menentukan nilai ekonomi pemanfaatan HHBK. Hasil penelitian menunjukkan aset yang dimiliki masyarakat untuk lahan usaha tani yang relatif luas yaitu 1-4 ha. Usaha pertanian yang dilakukan masyarakat adalah tanaman pangan (padi ladang dan sawah, jagung, dan sayuran) dan perkebunan (karet dan sahang). Persentase tertinggi adalah dari hasil lada (38,07%) kemudian berturut-turut karet (33,47%), jagung (13,69%) dan padi ladang (33,47%). Hasil hutan yang dimanfaatkan adalah kayu bakar, rotan, tengkawang, durian, rambutan, langsat, cempedak, dan obatan. Persentase pendapatantertinggi adalah rotan (27,23%), namun nilainya tidak jauh berbeda dengan tengkawang (24,46%) dan buah-buahan yakni durian (25,41%). Hasil uji dua rata-rata (T test) antara hasil usaha pertanian dan hasil dari pemanfaatan hasil hutan menunjukkan nilai yang relatif sangat kecil yaitu T-test = 2,31842E-02. Namun demikian, pemanfaatan HHBK sudah menunjukkan bahwa ada nilai ekonomi yang dapat diperhitungkan. Prosentase pengeluaran tertinggi adalah untuk pangan (71,96 persen) kemudian pendidikan (16,28 persen). Kebutuhan dasar lainnya seperti sandang, kesehatan, dan papan (perumahan) tidak terlalu diperhatikan responden masing-masing sebesar 1,88 persen Sedangkan untuk hari besar dan kegiatan sosial lebih besar dibanding tiga kebutuhan dasar tersebut. Kata Kunci: Cagar alam, HHBK, kepemilikan lahan, nilai ekonomi, usaha tani 128
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G.14 Regenerasi Hutan Rawa Gambut Bekas Kebakaran di Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah Sukaesih Prajadinata* Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Jl. Gunung Batu No. 5, Kotak Pos 165, Bogor 16610
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kebakaran sering kali terjadi di hutan rawa gambut baik yang disebabkan oleh faktor alam (musim kemarau yang panjang) maupun karena pembakaran lahan yang tidak terkendali. Akibatnya terjadi kerusakan ekosistem rawa gambut yang sering kali sulit untuk direhablitasi. Secara alami, hutan memiliki kemampuan untuk pulih kembali melalui regenerasi. Proses regenerasi dicirikan dengan munculnya jenis-jenis vegetasi tertentu pada periode tertentu setelah terjadinya kerusakan. Salah satu kunci keberhasilan reboisasi adalah mengetahui jenis-jenis yang mampu tumbuh pada kondisi lahan yang akan di rehabilitasi. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi keanekaragaman jenisjenis pohonyangmuncul di lahan gambut bekas kebakaran, sebagai bahan masukkan untuk rehabilitasi lahan gambut bekas kebakaran. Penelitiandilakukan di hutan rawa gambut sekunder 10 tahun setelah kebakaran di wilayah KHDTK Tumbangnusa Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Hasil analisa vegetasi menunjukkan bahwa tumbuhan bawah didominasi olehpakis-pakisan (Stenochlaena palustris dan Nephrolevis sp). Vegetasi kayu yang tumbuh pada areal ini berupa tumbuhan tingkat pancang (kerapatan 2249 pohon/ha) dan hanya beberapa tingkat pohon sisa kebakaran. Hasil analisa terhadap vegetasi pohon tingkat pancang dari areal seluas 2.5 ha ditemukan sebanyak 25 jenis tumbuhan yang didominasi (Indeks Nilai Penting > 10) antara lain oleh geronggang (Cratoxylum arborescens Blume), tumih (Combretocarpus rotundatus Dans), jambu-jambu (Syzygium durifolium Blume), asam-asam (Melicope Sp.), mertibu (Dactyloclades stenostachys) dan pintik (Aporusa lunata (Miq.) Kurz.). Kata Kunci :Kebakaran hutan, rawa gambut, regenerasi.
129
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G.15 Strategi Pengembangan Persuteraan Alam di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan Andi Sadapotto*, M. Asar Said Mahbub, Sitti Nuraeni Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Sutera alam merupakan salah satu komoditas HHBK unggulan berdasarkan Permenhut No. 35/MenhutII/2007 tentang HHBK dan termasuk ke dalam komoditas unggulan daerah. Budaya sutera telah lama dikenal di masyarakat Sulawesi Selatan. Permasalahan yang terkait dengan persuteraan di Enrekang sebagai salah satu sentra produksi kokon dan benang adalah karena produksi yang semakin menurun sedangkan permintaan terutama dari daerah pertenunan di Kabupaten Wajo. Tujuan penelitian adalah 1) mengkaji strategi pengembangan persuteraan alam di Kabupaten Enrekang dan (2) menemukan pola pengusahaan yang tepat untuk meningkatkan produksi kokon dan benang sutera. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey, wawancara, observasi dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan yang dapat dikembangkan antara lain agroklimat yang sesuai dengan budidaya ulat sutera dan budidaya murbei. Kelemahan yang dijumpai antara lain kualitas kokon dan produk sutera yang masih rendah, tingkat ketrampilan petani yang mengelola dan mengembangkan ulat sutera yang masih rendah, belum adanya kesamaan visi pengembangan diantara stakeholder yang mengelola sutera. Peluang yang bisa dimanfaatkan antara lain tingkat sosial ekonomi masyarakat yang semakin meningkat sehingga permintaan akan kain sutera meningkat pula. Ancaman yang dihadapi oleh petani dan pengusaha sutera antara lain adanya serangan penyakit pada pemeliharaan ulat sutera, adanya benang sutera sintetis yang mirip dengan sutera sehingga minat masyarakat bawah lebih suka karena harganya yang murah, komoditas lain seperti jenis-jenis hortikultura yang mempunyai nilai lebih tinggi, penggunaan pestisida pada jenis hortikultura yang mencemari tanaman murbei. Kata Kunci : Enrekang, pengembangan, persuteraan alam, strategi, sulawesi selatan
130
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
G.16 Cadangan Karbon pada Tegakan Tingkat Tiang dan Pohon di Taman Wisata Alam Punti Kayu Palembang Tubagus Angga A. Syabana1*, Sabiliani Mareti2, dan Adi Kunarso1 1 Balai
Penelitian Kehutanan Palembang Jl. Kol. H. Burlian Km.6,5 Punti Kayu, Palembang, Sumatera Selatan 2Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Burlian Km.6 Punti Kayu, Palembang, Sumatera Selatan
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK TWA Punti Kayu adalah kawasan hutan konservasi yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi, ditetapkan sebagai taman wisata alam sejak tahun 2001. Fungsi TWA Punti Kayu selain menjadi tempat wisata juga berperan sebagai sink (penyerap/penyimpan karbon). Pohon yang tersebar di TWA Punti Kayu didominasi oleh pinus (Pinus merkusii) sehingga membentuk suatu ekosistem hutan pinus yang unik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi karbon tersimpan dan serapan CO2 pada tegakan pinus di TWA Punti Kayu. Metode pengambilan data yaitu sensus menyeluruh tegakan tingkat tiang dan pohon (dbh > 10 cm) menggunakan metode grid dengan ukuran 100 x 100 meter, perhitungan biomassa pinus merkusii dilakukan dengan metode non destructive sampling, yaitu dengan menggunakan persamaan alometrik pinus merkusii yang telah tersedia. Hasil dari perhitungan potensi biomassa pinus sebesar 23,63 ton/ha, kandungan karbon dari biomassa sebesar 11,11 ton/ha, dan kemampuan serapan CO2 sebesar 40,76 ton/ha. Kata Kunci : Biomassa, CO2, karbon, pinus, punti kayu
G.17 Suksesi Makaranga (macaranga sp.) di Hutan Sekunder Bekas Perladangan Berpindah, Barito Hulu, Kalimantan Tengah Sukaesih Prajadinata*, Asmanah Widiarti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Jl. Gunung Batu no 5. Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Macaranga/mahang (Macaranga Sp.) merupakan jenis pohon Indonesia yang banyak tumbuh di lahan belukar muda atau hutan yang terganggu. Kayunya biasa digunakan untuk bahan bangunan, alat rumah tangga dan kayu bakar bahkan akhir-akhir ini makaranga digunakan sebagai bahan baku pulp. Makaranga mempunyai prospek untuk dibudidayakan karena cepat tumbuh dan menghasilkan buah/biji yang banyak. Penelitian bertujuan untuk mengetahui sifat ekologis tumbuhan ini melalui proses 131
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
suksesinya. Penelitian dilakukan di hutan sekunder (HS) bekas perladangan berpindah dengan umur bera (sejak 132igant ditinggalkan) yang berbeda, di wilayah hutan Barito Hulu Kabupaten Purukcahu, Kalimantan Tengah. Pada masing-masing umur bera dibuat plot-plot berukuran 25 m x 25 m sebanyak 3 plot untuk diamati jumlah individu, diameter batang pohon makaranga dan jenis-jenis pohon lain yang berasosiasi. Hasil menunjukkan bahwa dari 132igant seluruh plot pengamatan ditemukan makaranga, dari keseluruhan plot terdapat 7 jenis makaranga yaitu Macaranga 132igantean, M. hosei, M. hulletii, M. hypoleuca. M. rhizinoides, M. tanarius dan M. papulifolia. Macaranga 132igantean, M. hosei, dan M. hypoleuca dijumpai baik di HS muda (3- 5 tahun) maupun di HS tua (8 – 20 tahun), sedangkan M. populifolia dan M. tanarius hanya ditemukan di HS tua dan M. rhizinoides, M. hulletii hanya ditemukan di HS muda. M. hosei, mendominasi baik di HS muda maupun di HS tua. Dari keberadaannya di ekosistem, maka dapat diduga bahwa meskipun jenis makaranga merupakan jenis pionir, akan tetapi tidak semua jenis makaranga muncul pada kondisi cahaya matahari penuh (HS muda) demikian juga jenis makaranga tertentu masih bertahan pada naungan jenis lain seperti di HS tua. Kata Kunci : Hutan sekunder, makaranga/mahang, perladangan berpindah, suksesi
G.18 Studi Kelayakan Pengembangan Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ) sebagai Sumber Pangan Dhany Yuniati*, Husnul Khotimah,Irma Yeny Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan, Badan Litbang Kehutanan Jl. Gunung Batu Nomor 5 Bogor, Po Box 331 Telp (0251) 631238
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Jenis bambu yang menghasilkan rebung dan dapat dikonsumsi adalah jenis bambu tabah (Gigantochloa nigrosiliata). Oleh karena dapat dikonsumsi maka rebung bambu tabah berpeluang untuk diusahakan. Tulisan ini berisikan kelayakan pengembangan bambu tabah di Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan Bali. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek ekologi dan lingkungan, aspek sosial budaya dan kelembagaan/institusional setting dan aspek finansial. Analisis data yang dilakukan menggunakan metode Marketing Analysis and Development (MA&D). Hasil penelitian menunjukkan 1) Peluang pasar rebung bambu masih terbuka luas untuk pasar domestik dan pasar luar negeri, 2) Teknik budidaya intensif sudah dipraktekan oleh petani. 3) Teknik pemanenan rebung yang tepat agar menghasilkan rebung yang baik sudah dikuasai. 4) Proses pengolahan rebung bambu dengan mekanisasi sederhana sudah dilaksanakan dalam skala industri kecil dan mikro. 5) Penggunaan bahan alami menjadi perhatian utama dan meminimalisir limbah produksi yang tidak ramah lingkungan. 6). Tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan budidaya dan pengolahan cukup tinggi. 7). Budidaya dan pengolahan rebung bambu tabah sudah melembaga dalam bentuk kelompok tani dan koperasi. 8). Secara finansial usaha ini menguntungkan dengan nilai NPV Rp 364.253.567, BCR 1,42, IRR 153,33%. Berdasarkan analisis pengolahan rebung bambu tabah layak untuk dikembangkan. Kata Kunci : Bambu tabah, kelayakan usaha, rebung 132
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P. PRESENTASI POSTER P.01 – P.32
133
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.01 Kajian Sadapan Pinus Dengan Mesin Sadap CHAINTECH Diana Puspitasari*, Novinci Muharyani, Benyamin Hari Santoso, Taat Firmansyah, Elysabeth Titi Nur Cahyani Puslitbang Perhutani Jln. Wonosari-Batokan, Tromol Pos 6, CEPU 58302
*e-mail :
[email protected] [email protected]
ABSTRAK Pinus merupakan komoditi andalan kedua Perum Perhutani setelah kayu jati. Selain kayu, hasil dari komoditi pinus adalah berupa getah yang diolah menjadi produk gondorukem dan terpentin. Saat ini Perhutani masih kekurangan bahan baku untuk pasokan 8 industri Pabrik Gondorukem dan Terpentin yang dimiliki. Dalam upaya meningkatkan prestasi dan produktivitas sadapan getah pinus perlu ada inovasi alat sadap mekanik sekaligus untuk menekan seminimal mungkin kerusakan yang terjadi akibat bekas luka sadapan. Salah satu alat sadap mekanik getah pinus yang ditemukan di KPH Cianjur Divisi Regional Jawa Barat dan Banten adalah mesin sadap chaintech. Mesin sadap chaintech merupakan alat sadap metode quare dengan luka sadap yang kecil (± 1 cm) sehingga bekas luka sadap mudah menutup, kotoran akibat pelukaan sedikit sehingga kadar kotoran dapat ditekan, serta mampu meminimalisir tumbangnya pohon akibat bencana angin. Metode sadapan dengan mesin sadap chaintech ini dikenal dengan metode quaris (quare garis lebar 1 cm). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui produktivitas getah pinus, prestasi kerja dan analisis pendapatan penyadap dengan mesin sadap chaintech. Uji coba dilakukan di KPH Cianjur pada tanaman pinus umur 15 tahun. Dari hasi penelitian menunjukkan bahwa hasil produksi getah adalah sebesar 6,8 gram/pohon/quaris/hari. Prestasi kerja penyadapan dengan mesin sadap chaintech adalah 770 pohon/hari (jumlah quaris 2 per pohon), 560 pohon/hari (jumlah quaris 3 per pohon) dan 310 pohon/hari (jumlah quaris 6 per pohon). Analisis pendapatan penyadap per bulan dengan produksi 6,8 gr/quaris/pohon/hari adalah sebesar Rp 786.498,- masih lebih rendah dibandingkan UMR (Rp 1.500.000,-/bulan). Pendapatan penyadap dapat mencapai UMR bila produktivitas getah 11,3 gr/quaris/pohon/hari. Kata Kunci : Getah; mesin sadap chaintech; pinus
134
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.02 Eksplorasi Senyawa Daun Senna (cassia angustifolia) dengan Cara Pyrolisis GC-MS sebagai Sumber Biofarmaka Gusmailina* dan Sri Komarayati Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH), Badan Litbang Kehutanan, Jalan Gunung Batu No. 5. Telp/Fax (0251) 8633378; 8633413. Bogor.
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Senna (Cassia angustifolia) adalah tumbuhan asli dari Afrika, termasuk keluarga Fabaceae, subfamili Caesalpinioideae. Pertama kali diperkenalkan pada abad ke-9 karena efek medisnya oleh ahli medis Arab. Senna adalah nama dari Arab, sedangkan di India dikenal dengan nama Sanay. Di Indonesia, khususnya Jawa, daun senna lebih dikenal dengan nama godong seno atau daun jati cina. Tumbuhan ini termasuk pohon seperti semak, yang tumbuh di alam tropis maupun nontropis secara liar dengan ketinggian pohon mencapai 2-3 meter. Daunnya sudah lama digunakan oleh nenek moyang serta putri-putri keraton untuk membantu proses sekresi/pembuangan kotoran, sehingga tubuh akan terasa segar karena buang air besar lancar, diperkirakan daun senna juga berkhasiat sebagai starter metabolisme. Tulisan ini menyajikan informasi tentang eksplorasi senyawa organik daun senna.Analisis dilakukan dengan menggunakan Pyrolisis-GCMS. Hasil terdapat 40 komponen senyawa. Diantara 10 senyawa yang dominan adalah: Methyl-4,6-Di-O-Methyl-.Alpha; Beta.-D-Glucopyranoside; 5,10Diethoxy-2,3,7,8-Tetrahydro-1h,6h-Dipyrrolo;1,6-Anhydro-Beta-D-Glucopyranose;8,11,14-Eicosatrienoic Acid; Valeric Acid,Thio-,S-Sec-Butyl Ester 2-Butyl Thiol; Benzene, 1,2-dimethoxy-4-(2-propenyl)Methyleugenol;Oxacycloheptadec; Ambrettolide; l-Limonene; dan Dodecanamide. Hasil analisis yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dasar bagi penelitian pengembangan selanjutnya. Kata Kunci : Analisis, daun, eksplorasi, manfaat, senna, senyawa
135
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.03 Pengaruh Penambahan Antrakinon Terhadap Sifat Pulp dan Lindi Hitam Proses Sulfat Kayu Karet (Hevea braziliensis) Ganis Lukmandaru* Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Jl. Agro, Bulaksumur, Sleman, Yogyakarta
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Antrakinon merupakan katalis yang efektif untuk pulping terutama untuk meningkatkan laju delignifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh dari penambahan antrakinon pada pulp sulfat kayu karet (umur 33 tahun). Pemasakan proses sulfat dilakukan pada alkali aktif 16 dan 18 % dengan konsentrasi antrakinon pada tiga aras yaitu 0 °/o; 0,05 % dan 0,1 %. Rasio serpih dan larutan pemasak 1 : 4; sulfiditas 25 %, suhu maksimum 170 °C; waktu tuju 2 jam; waktu pada suhu maksimum 2 jam. Pengujian sifat fisik pulp meliputi rendemen tersaring dan rendemen sisanya sedangkan sifat kimia pulp akan diuji bilangan kappa-nya (SNI 0496-89). Sifat kimia lindi hitam yang diuji adalah konsumsi alkali (TAPPI T 625cm-85) sedangkan sifat fisiknya adalah padatan total (Sll 1882-86), dan padatan tersuspensi (TAPPI T 620cm-83). Percobaan dilakukan dengan rancangan acak lengkap (Completely Randomized Design) dan uji lanjut beda nyata jujur (Honestly Significant Difference). Hasil penelitian menunjukkan rerata rendemen pulp tersaring berkisar antara 44,13 - 53,59%; rendemen sisa (reject) 0,50 – 18,5 %; bilangan kappa 23,1-30,6 ml; konsumsi alkali lindi hitam 8,38-14,73%; padatan total 1600-8500 mg/l; padatan tersuspensi 160-600 mg/l. Tidak ada interaksi antara faktor konsentrasi alkali aktif dan antrakinon.Penambahan antrakinon berpengaruh sangat nyata pada bilangan kappa dan berbeda nyata pada padatan total dimana semakin tinggi penambahan antrakinon akan menurunkan nilai bilangan kappa pada penambahan 0,05 % serta meningkatkan nilai padatan total. Konsentrasi alkali aktif berpengaruh sangat nyata terhadap semua rendemen dan bilangan kappa. Kata Kunci: Alkali aktif, anthraquinone,Hevea brazililensis, lindi hitam, pulp
136
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.04 Pengaruh Tinggi Guludan pada Rumpun Terhadap Produksi Rebung Bambu Duri (Bambusa blumeana Blume ex Schult.f.) Marfuah Wardani 1*, Sutiyono2 1 Pusat
Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610. Telp. (0251) 8633234, 7520067 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan 2 Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610. Telp. (0251) 8631238, 7520005 1
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Bambu duri liar (Bambusa blumeana Blume ex Schult.f.) adalah jenis bambu dengan karakteristik bercabang mulai dari buku batang bagian bawah sampai atas, di tiap cabangnya antara buku cabang dengan ranting mengeluarkan duri. Tumbuh dimana jenis bambu lain tidak dapat tumbuh, di lahanlahan marjinal beriklim kering sampai sampai sangat kering bertipe hujan C, D, dan E dengan curah hujan < 2.000 mm/tahun dan tahan tergenang air karena banjir. Sampai saat ini, pemanfaatan bambu duri masih sebatas diambil batangnya untuk kehidupan sehari-hari. Rebung atau bambu muda (umur 1 minggu) dari bambu duri liar sering dimanfaatkan untuk sayuran yang dijual di pasar-pasar tradisional. Penelitian bertujuan mendapatkan informasi teknik merevitalisasi rumpun bambu duri liar sebagai penghasil rebung. Penelitian dilakukan di desa Pantirejo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Lokasi ini terletak pada ketinggian tempat 19-24 m dpl., berjarak + 3 km dari sungai Juwana yang secara periodik terlimpahi banjir. Penelitian disusun menurut rancangan acak kelompok terdiri dari 3 perlakuan pengguludan tinggi dasar rumpun yaitu T1= 0 cm, T2=50 cm, T3=100 cm. Setiap perlakuan diulang 15 kali dengan rumpun sebagai unit ulangan. Data yang dikumpulkan adalah jumlah rebung/rumpun dan berat rebung/rumpun. Seluruh data diolah dengan sidik ragam dan perlakuan yang nyata dilanjutkan uji-Tukey’s. Hasil penelitian menunjukan bahwa tinggi guludan berpengaruh nyata terhadap jumlah rebung/rumpun dan berat rebung/rumpun. Jumlah rebung/rumpun dan berat rebung/rumpun terbesar pada perlakuan T3 yaitu rumpun digulud setinggi 100 cm dengan produksi sebanyak 14,87 batang/rumpun dengan berat 5.458 gram/rumpun. Kata Kunci : Bambu duri liar (Bambusa blumeana Blume ex Schult.f.); penghasil rebung; revitalisasi
137
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.05 Pengelolaan Sistem Agroforestry Tradisional (Tembawang) di Desa Cempedak Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat Emi Roslinda* dan Siti M Kartikawati Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jalan Imam Bonjol Pontianak
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Tembawang merupakan salah satu sistem pengelolaan hutan dengan praktek agroforestry tradisional oleh masyarakat di Kalimantan Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan proses terbentuknya sistem agroforestri Tembawang, mendeskripsikan komposisi dan struktur tanaman penyusun Tembawang, serta mengkaji sistem pengelolaan Tembawang. Penelitian dilakukan melalui pendekatan deskriptif kualitatif menggunakan metode survey. Proses terbentuknya Tembawang berasal dari hutan alam yang dibuka menjadi ladang dan bekas rumah betang (tempat tinggal masyarakat bersama-sama). Komposisi dan struktur tanaman didominasi oleh pohon buah-buahan terutama Durian (Durio zibethinus). Sistem pengelolaan bersifat tradisional dimana lahannya adalah lahan milik bersama dan atau lahan milik pribadi. Tenaga kerja dalam pengelolaan adalah tenaga kerja dari anggota keluarga, yang waktu kerjanya masih terbatas pada saat musim buah. Sistem kelembagaan bersifat non formal dikelola oleh keluarga dan belum dalam bentuk organisasi kelembagaan formal. Dari aspek ekonomi, Tembawang memberikan pendapatan bagi masyarakat terutama pada musim buah, sedangkan dari aspek ekologi Tembawang menyerupai keadaan hutan alam dengan keanekaragaman jenis tanaman penyusunnya. Kata Kunci: Agroforestry tradisional; masyarakat, pengelolaan; tembawang
P.06 Potensi Pemanfaatan Kayu Cep-cepan (Castanopsis costata) Gunawan Pasaribu* Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pohon cep-cepan (Castanopsis costata) pada masyarakat Tana Karo, Sumatera Utara dikenal sebagai pohon obat. Kulit pohon ini banyak dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit seperti penyakit mag. Pohon ini biasa tumbuh subur di alur-alur sungai, bagian kayunya belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan papan dan pertukangan lainnya. Tulisan ini menyajikan 138
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
karakteristik kayu cep-cepan (Castanopsis costata) dan rekomendasi pemanfaatannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ciri umum kayu berwarna coklat muda kemerahan, tidak ada perbedaan warna antara kayu teras dan kayu gubal. Secara anatomi dijumpai kristal prismatik dalam serabut dan parenkim aksial berbilik. Kayu cep-cepan mempunyai kualitas serat untuk bahan baku pulp dalam kualitas I. Berat jenis kayu ini tergolong kayu dengan berat sedang, sedangkan penyusutannya tergolong tinggi. Secara mekanis, kayu ini tergolong kelas kuat V.Jenis kayu dapat digunakan untuk barang kerajinan ringan. Jenis kayu ini termasuk kelas awet I untuk rayap kayu kering dan kelas IV untuk rayap tanah, sehingga dalam penggunaannya perlu diawetkan agar umur pakai kayu dapat lebih panjang. Dalam hal keterawetan, kayu cep-cepan mempunyai sifat keterawetan mudah (I). Kata Kunci : Cep-cepan, kayu, pemanfatan, sifat dasar, Tana Karo
P.07 Daya Proteksi Kayu Karet Dan Tusam Yang Diperlakukan Dengan Resin Dan Insektisida Kimia Terhadap Serangan Rayap Coptotermes curvignathus Agus Ismanto1* dan Ujang W. Darmawan2 1Pusat
Litbang Hasil Hutan Jl. Gunungbatu No. 5, Bogor, Indonesia 2Pusat Litbang Hutan Jl. Gunungbatu No. 5, Bogor, Indonesia
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Serangan rayap masih menjadi masalah terhadap pemanfaatan hasil hutan. Serangan rayap pada kayu akan menurunkan kualitas dan keawetannya. Kayu dari beberapa jenis secara alami memiliki ketahanan atau toleransi terhadap serangan rayap. Pada umumnya kayu tersebut memiliki senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam jaringannya untuk menahan serangan rayap. Di sisi yang lain, beberapa jenis kayu yang lain bersifat sebaliknya (rentan) seperti kayu karet dan pinus. Pada penelitian ini kedua kayu tersebut diperlakukan dengan menggunakan resin tusam, pestisida berbahan sipermetrin dan kombinasinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi respon kayu tersebut terhadap serangan rayap. Seribu ekor rayap Coptotermes curvignathus yang terdiri dari 90% kasta pekerja dan 10% prajurit digunakan pada percobaan di laboratorium. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Data dianalisa menggunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis (α: 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat perlindungan pada kayu pinus yang diperlakukan tidak berbeda secara nyata dengan kayu yang tidak diperlakukan. Sebaliknya, perlakukan pada kayu karet dapat meningkatkan keawetan kayu terhadap serangan rayap. Kata Kunci: Kayu karet, rayap, resin, sipermetrin, tusam
139
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.08 Modul Konstruksi Dinding Bambu Plester Sebagai Panel Akustik James Rilatupa* Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Indonesia Kampus UKI, Mayjen Sutoyo, Cawang, Jakarta
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kemajuan teknologi saat ini memungkinkan untuk dapat mengolah bahan bambu menjadi balok mirip kayu dengan kekuatan yang tinggi (Morisco, 2006). Hasil penelitian Balai Bahan Bangunan – Puslitbang Permukiman menunjukkan bahwa dengan menggunakan perekat resin (cara press panas atau dingin) atau semen, dapat dihasilkan suatu suatu bahan bangunan komposit yang mempunyai kekuatan tinggi sehingga dapat menandingi kekuatan kayu. Produk dari hasil penelitian ini dapat berupa panel eksterior dan interior dengan berbagai bentuk untuk konstruksi bangunan. Beberapa jenis bambu olahan adalah: parallam, bambu lapis, bambu laminasi, panel sandwich bambu komposit, papan partikel bambu, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, konstruksi bambu dibuat menjadi modul panel bambu-semen (bambu yang diberi plesteran semen). Pengujian dilakukan pada material uji panel bambu-semen yang berukuran 69 x 69 cm2 dengan tebal 5 cm. Penelitian dilakukan pada frekwensi 125 Hz sampai dengan frekwensi 4k Hz, dengan 4 ulangan (pada titik yang berbeda setiap ulangannya). Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks pengurangan bunyi hampir sama pada semua frekwensi dengan nilai antara 0,22 – 0,29. Sementara itu kehilangan transmisi (transmission loss) berkisar antara 11 – 29 dB. Dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa modul panel bamboosemen dapat dipertimbangkan sebagai salah satu panel akustik untuk interior maupun eksterior bangunan pada wilayah yang memiliki kebisingan hingga 65 dB. Kata Kunci: Kebisingan, konstruksi dinding, panel akustik
P.09 Karakteristik Kayu Jabon Terpadatkan dengan Praperlakuan Pengukusan Yusup Amin1*, Teguh Darmawan1, Imam Wahyudi2 1 Pusat 2
Penelitian Biomaterial – LIPI, Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong 16911 Dept. Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Kampus Dramaga Bogor
*e-mail:
[email protected].
ABSTRAK Prinsip dasar proses pembuatan kayu kompresi/terpadatkan dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: (1) pelunakan (softening); (2) deformasi (deformation); dan (3) fiksasi (fixation). Kayu harus mengalami pelunakan terlebih dahulu, dan selanjutnya akan mengalami tahap deformasi pada saat 140
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
pengempaan/pengepresan. Praperlakuan dengan cara pengukusan (steaming) sebelum kayu dikempa panas diharapkan dapat membantu proses pelunakan dan deformasi kayu, serta memperbaiki karakteristik kayu kompresi yang dihasilkan. Kayu jabon (Anthocephalus cadamba) berukuran 10cm (L) x 5cm (T) x 2cm (R) dikempa (T: 170C) pada arah radial (R)dengan target pemadatan 50% dari ketebalan awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan kayu yang dipadatkan meningkat 59,5% - 86,5% dari kerapatan awal. Produk kayu kompresi yang dihasilkan masih belum mencapai fiksasi permanen karena nilai Recovery of Set (RS)-nya masih cukup tinggi: 57,44% (60 menit); 66,16% (120 menit); dan 74,56% (kontrol). Kata Kunci: Jabon; kayu kompresi; pengukusan; praperlakuan; recovery of set
P.10 Karakteristik Gergajian Belahan Tengah Empulur Dolok Kayu Berdiameter Kecil Sama dari Beberapa Spesies Pohon HTI Edi Sarwono* Pustekolah, Bogor
*e-mail: daisarwon126 @ yahoo.com
ABSTRAK Kegiatan pemanenan kayu oleh pemegang ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu di hutan alam (IUPHHK-HA) masih menyisakan kayu berkualitas baik sebagai limbah di hutan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efisiensi pemanenan kayu di hutan alam berkisar antara 75 – 87% dengan capaian target produksi tebangan 58,42%. Secara teknis, rendahnya efisiensi pemanfaatan kayu tersebut akibat penerapan metode pemanenan kayu yang kurang tepat. Walaupun telah menerapkan prinsip pembalakan berdampak rendah dan karbon (reduced impact logging/RIL/RIL-C) tetapi regu pembalakan (penebang dan penyarad) memiliki kebebasan menebang pohon dan mengektraksi kayu melalui cara mereka sendiri. Secara non teknis, setidaknya ada 2 faktor utama yaitu (a) industri pengolahan hasil hutan kayu (IPHHK) yang tidak mampu mendorong pemanfaatan kayu hasil tebangan secara maksimal dan (b) tidak adanya sangsi bagi IUPHHK-HA yang tidak memanfaatkan limbah kayu. Padahal, saat ini diperkirakan defisit kebutuhan kayu bulat nasional untuk IPHHK adalah sekitar ± 40 juta m3/tahun. Di dalam penelitian ini disajikan karakteristik gergajian belahan tengah empulur dolok kayu berdiameter kecil berukuran sama dari beberapa spesies pohon HTI. Kata Kunci : Dolok diameter kecil, karakteristik belahan lewat empulur, metode penggergajian
141
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.11 Pengaruh Jumlah Perekat Asam Sitrat Terhadap Sifat Fisika Mekanika Papan Komposit Dari Serat Kenaf (Hibiscus cannabicus L.) Erlina Nurul Aini* dan Ragil Widyorini Fakultas Kehutanan Bagian Teknologi Hasil Hutan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Serat kenaf saat ini mulai banyak dikembangkan sebagai bahan baku papan komposit. Penggunaan asam sitrat sebagai bahan pengikat alami pada serat kenaf belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suhu kempa dan jumlah perekat asam sitrat terhadap sifat fisika mekanika papan partikel dari serat kenaf. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor yang berbeda, yaitu suhu kempa (1800C dan 2000C) dan jumlah perekat (0%, 15% dan 30%). Serat kenaf dipotong dengan ukuran panjang 2,5 cm. Pengempaan papan partikel dilakukan selama 10 menit dan target kerapatan 0,8 g/cm3 dengan dimensi 25 x 25 x 0,7 cm. Pengujian kualitas papan partikel meliputi sifat fisika dan mekanika papan partikel menggunakan standar JIS A 5908-2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan jumlah asam sitrat dapat meningkatkan kekuatan papan komposit, sedangkan perbedaan suhu tidak memberikan pengaruh yang nyata. Kata Kunci : Asam sitrat, jumlah perekat, papan komposit, serat kenaf, suhu kempa
P.12 Percobaan Perbanyakan Sengon secara Vegetatif Hani Sitti Nuroniah*, Rina Bogidarmanti dan Neo Endra Lelana Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610 Telp 0251-8631238, Fax 0251- 75200052
*e-mail:
[email protected] ABSTRAK Percobaan perbanyakan sengon secara vegetatif dilakukan dalam rangka memperbanyak tanaman yang terbukti memiliki pertumbuhan yang unggul di lapangan sehingga keunggulan induk dapat dipertahankan pada keturunannya. 5 (lima) metode untuk perbanyakan vegetatif yaitu: sambung, cangkok, okulasi, stek dan girdling diuji coba terhadap tanaman sengon. Berdasarkan jumlah tunas yang dapat dihasilkan metode okulasi, stek dan sambung tidak berhasil diterapkan pada tanaman sengon. Perbanyakan vegetatif sengon yang memungkinkan adalah dengan cara cangkok dan girdling dengan tingkat keberhasilan mencapai 100% dan 30%. Kata Kunci: Cangkok; girdling; okulasi; sambung; sengon; stek. 142
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.13 Karakteristik Papan Partikel dari Bulu Domba, Serbuk Gergaji dan Serutan Kayu M.I.Iskandar* Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Papan partikel merupakan papan yang terbuat dari partikel kayu atau bahan berlignoselulosa yang diikat dengan perekat, kemudian dikempa panas. Kelebihan papan pertikel, yaitu menggunakan bahan limbah industri, ukuran dan kerapatan dapat disesuaikan, tebal dan kerapatan seragam, sifat dan kualitasnya dapat diatur. Penelitian bertujuan mengetahui karakteristik papan partikel dari bulu domba, serbuk gergaji dan serutan kayu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor dan ulangan sebanyak tiga. Faktor pertama kombinasi serbuk bulu domba (B),dengan serbuk gergaji kayu sengon (G) dan serutan kayu Sengon (S),yaitu B0G60S40 : (0% : 60% : 40%), B10G50S40 : (10% : 50% : 40%), B20G40S40 : (20% : 40% : 40%), B30G30S40 : (30% : 30% : 40%), faktor kedua terdiri dari sifat fisis (kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, dan daya serap air) dan sifat mekanis (kuat lentur, modulus elastisitas, kuat tarik tegak lurus permukaan, dan kuat pegang sekrup). Hasil penelitian menghasilkan nilai kerapatan 0, 69-0, 78 g/cm³, nilai kadar air rata-rata 6,49%, nilai pengembangan tebal 32,36-83,9%, daya serap air 89,04-169, 15%, nilai kuat lentur 68,4-121,8 kgf/cm², nilai modulus elastisitas 671,84-1381,51 kgf/cm², nilai kuat tarik tegak lurus permukaan 0,44-1,3 kgf/cm², dan nilai kuat pegang sekrup 6,0-22,3 kg. Penggunaan serbuk bulu domba yang semakin tinggi dapat menurunkan kualitas papan partikel, sebaliknya penggunaan perekat yang semakin tinggi dapat meningkatkan kualitas papan partikel. Penelitian papan partikel dan bulu domba, gergaji dan serutan kayu rata-rata dibawah standar nasional indonesia, kecuali untuk kerapatan dan kadar air, untuk kuat lentur hanya sebagian yang masuk standar. Kata Kunci : Bulu domba, karakteristik, papan partikel, serbuk gergaji, serutan kayu.
P.14 Efikasi Ekstrak Kasar Hasil Fermentasi Cendawan Entomopatogen Pada Rayap Tanah (Coptotermes gestroi) Deni Zulfiana*, Ni Putu Ratna Ayu Krishanti, Apriwi Zulfitri, Bramantyo Wikantyoso Pusat Penelitian Biomaterial LIPI Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong 16911
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Rayap tanah (Coptotermes gestroi) merupakan serangga perusak kayu yang telah menimbulkan kerugian yang sangat besar secara ekonomi. Penggunaan termitisida sintetis secara 143
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
berkesinambungan untuk mengendalikan atau membasmi rayap disatu sisi telah menyebabkan kerugian yang besar pula untuk lingkungan dan kesehatan. Penggunaan bahan alami seperti cendawan entomopatogen diharapkan menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi penggunaan termitisida sintetik ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari ekstrak cendawan entomopatogen hasil fermentasi terhadap rayap tanah (C.gestroi). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah fermentasi cair selama 8 hari. Ekstrak hasil fermentasi dijujikan ke rayap dengan menggunakan metode umpan (baiting) dengan menggunakan 8 jenis cendawan entomopatogen. Parameter yang diamati adalah nilai kehilangan berat kertas saring (weight loss) dan persentase mortalitas rayap tanah. Hasil penelitian masih dalam proses. Kata Kunci: Cendawan entomopatogen, mortalitas,rayap tanah, termitisida, weight loss
P.15 Angka Bentuk Dolok, Rendemen Papan Sambung dan Mebel Kayu Mangium Serta Biaya Produksinya Achmad Supriadi* Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
*e-mail :
[email protected] ABSTRAK Makin menurunnya kemampuan produksi kayu dari hutan alam, mendorong pemerintah untuk terus mengembangkan produksi kayu dari hasil budidaya (hutan tanaman). Jenis-jenis kayu dari hutan tanaman pada umumnya termasuk kayu cepat tumbuh seperti mangium. Pada periode-periode tertentu dilakukan penjarangan pada tanaman mangium Makalah ini menyajikan data dan informasi tentang angka bentuk dolok kayu mangium hasil penjarangan, rendemen papan sambung dan mebel serta biaya pembuatannya. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata panjang dolok 1,89 m, diameter 12,60 cm, taper 0,37 cm/m, kebundaran 86,2% dan kelengkungan 13,0%. Rendemen proses pembuatan papan sambung dan mebel dari bahan baku berupa dolok adalah meliputi rendemen kayu gergajian 32%, rendemen blanks 84,4%, rendemen FJLB 70% dan FJLB finishing 80,14%, sehingga rendemen akhir sebesar 15,15%. Perkiraan biaya pembuatan mebel dari papan sambung sekitar Rp 537.280,-. Kata Kunci : Angka bentuk dolok; biaya produk; mangium; papan sambung; rendemen
144
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.16 Potensi Perkebunan Karet Rakyat di Kalimantan Barat sebagai Sentra Produksi Bioetanol Skala Rumah Tangga Rahmidiyani*, Gusti Hardiansyah, Hikma Yanti, Fathul Yusro Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura
*e-mail :
[email protected] ABSTRAK Untuk mengurangi ketergantungan pada BBM maka perlu dicari bahan bakar alternatif sebagai subtitusi BBM terutama dari bahan alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Salah satu jenis tumbuhan yang potensinya sangat besar di Indonesia dan Kalimantan Barat khususnya adalah karet. Penelitian ini bertujuan menjadikan perkebunan karet rakyat di Kalimantan Barat sebagai sentra produksi bioetanol pada skala rumah tangga melalui optimalisasi pemanfaatan limbah biji karet dan konversi limbah biji karet berupa ampas hasil press produksi minyak biji karet yang belum termanfaatkan menjadi bioetanol dengan kuantitas dan kualitas terbaik, meningkatnya nilai ekonomis biji karet, meniadakan limbah (zero waste) dalam proses produksi minyak biji karet, meningkatkan perekonomian petani karet dan mengurangi ketergantungan akan BBM berbahan dasar fosil. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis kelayakan sosial dan ekonomisnya jika diproduksi secara masal meliputi analisis aspek sosial (tenaga kerja, ongkos kerja, hari kerja) dan analisis aspek ekonomis (harga pokok produksi, harga jual, Revenue Cost (R/C) Ratio, Internal rate of return (IRR) dan Payback Periode (PBP)). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkebunan karet di kecamatan Balai kabupaten Sanggau memiliki luas 19.796 ha dengan potensi biji karet sebesar 43.491.800 kg/th atau 43.491,8 ton/th dan potensi limbah ampas biji karet sebesar 10.418.025,772 kg/th. Biaya pembelian bahan baku (limbah ampas biji karet) pertahun diperkirakan mencapai Rp.2.283.319.500, biaya tenaga kerja Rp.176.580.000/th. Kapasitas produksi pertahun diperkirakan mencapai 312.000 liter /tahun dengan besaran pendapatan kotor sebesar 3.120.000.000/tahun dengan asumsi harga bioetanol perliter Rp. 10.000 /liter. Kata Kunci : Biji karet; bioetanol; kelayakan sosial ekonomis; limbah; perkebunan karet
145
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.17 Kuat Lentur Dan Kekakuan Balok Laminasi Perekat Penampang I Menurut Percobaan Eksperimental Dan Cara Analitis. Lilies Widojoko*1, Johannes Adhijoso Tjondro2, Buen Sian2 1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Bandar Lampung, Jl ZA Pagar Alam 26, Bandar Lampung, 35145, Indonesia 2 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Jl Ciumbuleuit 94, Bandung, 40142, Indonesia *e-mail
:
[email protected]
ABSTRAK Kayu dari pohon cepat tumbuh umumnya mempunyai kerapatan yang rendah, diameter yang tidak terlalu besar, tekstur yang kasar, banyak arah serat yang spiral dan mempunyai mata kayu yang besar, sehingga perlu penerapan teknologi pengolahan kayu untuk mendapatkan kayu besar dengan kinerja yang baik. Salah satu teknologi itu adalah pembuatan Kayu Laminasi Perekat.Tulisan ini meneliti kekuatan lentur balok Kayu Laminasi Perekat yang efisien menahan momen yaitu berpenampang I dengan mengkombinasikan kayu Akasia dengan kayu Meranti secara analitis dan di validasi dengan penelitian eksperimental. Kombinasi ini dapat menaikkan kekuatan lentur balok 6070%, dibandingkan dengan balok glulam yang hanya menggunakan kayu Akasia saja. Kata Kunci : Bernoulli-Euler; faktor effisiensi sambungan; kayu laminasi perekat; kuat lentur batas proporsional; modulus slip antara lamina
P.18 Perlakuan Ekstrak Tanaman Suren (Toona sinensis Merr) Terhadap Pertumbuhan Diospyros celebica Bakh Diana Prameswari* dan Wida Darwiati Puslitbang Hutan, Jln Gunung Batu No. 5, Bogor.
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Masalah yang dihadapi dalam pembangunan hutan tanaman adalah ketersediaan bibit yang bermutu baik dalam jumlah cukup dan pada waktu yang tepat. Salah satu jenis pohon yang berpotensi dan bernilai ekonomis untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman adalah Diospyros celebica Bakh yang merupakan jenis asli dari Indonesia. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan dosis yang tepat dari ekstrak tanaman suren terhadap pertumbuhan bibit eboni. Penelitian ini dilakukan di Persemaian Puslitbang Hutan, Bogor. Rancangan penelitian adalah rancangan acak lengkap dalam pola faktorial. Faktor pertama adalah ekstrak tanaman suren yaitu daun, biji dan ranting, dan faktor 146
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
kedua adalah dosis yang digunakan 0,20 ml, 40 ml dan 60 ml. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perlakuan ekstrak daun dan ranting memberi pengaruh yang nyata bagi pertumbuhan tinggi bibit eboni dibandingkan ekstrak ranting sedangkan untuk pertumbuhan diameternya tidak berpengaruh nyata. Kata Kunci : Dosis; eboni; estrak tanaman suren; pertumbuhan
P.19 Sifat Fisis dan Tingkat Serangan Rayap Tanah Papan Laminasi Dengan Berbagai Variasi Pelapis Luar Rudi Hartono* dan Tito Sucipto Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian USU
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Peningkatan kualitas papan laminasi batang kelapa sawit (BKS) dilakukan dengan memberikan pelapis luar dari kayu sengon dan meranti. Namun karena merupakan bahan lingoselulosa maka sangat rentan serangan rayap tanah. Tujuan penelitian adalah mengetahui sifat fisis dan tingkat serangan rayap tanah papan laminasi dengan berbagai variasi pelapis luar., serta mengetahui hubungan sifat fisis dengan daya tahan terhadap serangan rayap tanah. Bahan yang digunakan adalah batang kelapa sawit, kayu sengon, kayu meranti dengan perekat phenol formaldehyde dengan berat labur 260 g/m2. Ada 5 variasi pelapis luas pada papan lamina batang kelapa sawit yaitu A (BKS/BKS dipadatkan/BKS); B (Sengon/BKS dipadatkan/BKS); C (Sengon/BKS dipadatkan/Sengon); D (Meranti/BKS dipadatkan/BKS) dan E (Meranti/BKS dipadatkan/Meranti). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air sebesar 6,10~8,48%; kerapatan 0,40~0,63g/cm3; pengembangan tebal 6,43~13,20%; delaminasi 0%. Kehilangan bobot akibat serangan rayap tanah berkisar antara 9,021-20,412%. Tipe papan yang memiliki kehilangan bobot paling kecil adalah tipe E dan yang paling besar adalah tipe A. Ada hubungan kerapatan terhadap kehilangan bobot akibat serangan rayap tanah. Kata Kunci : Batang kelapa sawit; papan laminasi, perekat PF; rayap tanah; variasi pelapis luar
147
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.20 Kajian Serapan Karbondioksida Anakan Tumbuhan Pinang Merah (Cyrtostachys lakka Becc.)dan Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr.) Yetrie Ludang* Jurusan/PS Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya
*e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan antara fluktuasi dan serapan CO2 anakan tumbuhan Pinang Merah (Cyrtostachys lakka Becc.) dengan Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr.). Pengukuran serapan CO2 menggunakan metode sungkup (chamber) berukuran 50 cm x 50 cm x 30 cm dan analisis konsentrasi CO2 menggunakan Gas Cromatography. Serapan CO2 anakan tumbuhan diukur pada periode waktu pengukuran pukul 06.00, 09.000, 12.00 dan 15.00 WIB dengan interval waktu pengambilan gas CO2 pada menit ke 5, 10, 15, 20, 25 dan 30. Pengukuran berat kering, persen dan karbon organik anakan tumbuhan Pinang Merah dan Trembesi menggunakan metode gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata serapan CO2 anakan tumbuhan Pinang Merah lebih tinggi 1,37 mg/m2/menit dibandingkan anakan tumbuhan Trembesi 1,19 mg/m2/menit. Fluktuasi serapan CO2 anakan tumbuhan Pinang Merah dan Trembesi menunjukkan trend yang bervariasi, dimana serapan CO2 kedua anakan tersebut paling tinggi terjadi pada pukul 15.00 – 15.30 WIB. Kata Kunci : Anakan tumbuhan, karbon dioksida, pinang merah, trembesi
P.21 Pengaruh Ketinggian Tempat Tumbuh terhadap Nilai Dimensi Serat dan Kelas Mutu Serat Kayu Akasia Mangium (Acacia Mangium Wild) sebagai Bahan Baku Pulp Kertas. Raizal Fahmi* Fakultas Kehutanan UNWIM
*e-mail :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketinggian tempat tumbuh terhadap nilai dimensi serat dan kelas mutu serat kayu akasia mangium sebagai bahan baku pulp dan kertas. Survei kondisi ekologi (ketinggian tempat, sifat fisik dan kimia tanah dan curah hujan) dilaksanakan di tegakan hutan tanaman akasia mangium tahun tanam 2007 di areal BKPH Sukanegara Utara KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Dengan penentuan tiga lokasi yang dibedakan berdasarkan ketinggian tempat tumbuh yaitu 900 m dpl, 1100 m dpl dan 1300 m dpl dari tiga lokasi tersebut diambil 148
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
sampel kayu dan tanah. Selanjutnya contoh tersebut dianalisis dengan metode maserasi di laboratorium. Sedangkan untuk tanah diambil sampel di bawah setiap tegakan pohon sampel. Hasil pengujian statistik untuk nilai dimensi serat menunjukan bahwa ketinggian tempat yang berbeda hanya berpengaruh terhadap diameter lumen, dimana pada ketinggian 900 m dpl diameter lumennya lebih kecil dan berbeda nyata dengan 1100 m dpl dan 1300 m dpl. Untuk nilai turunannya, ketinggian tempat yang berbeda hanya berpengaruh terhadap perbandingan runkel dan perbandingan mulsteph pada ketinggian 900 m dpl. Jumlah nilai dimensi serat dengan nilai turunannya dari ketiga ketinggian tempat tumbuh di Sukanegara-Cianjur termasuk kelas II dengan nilai 375 menurut klasifikasi dari Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan (1976) Kata Kunci : Dimensi serat dan turunannya, ketinggian, pulp
P.22 Mengurangi Selip Pada Kegiatan Pengangkutan Kayu Pinus merkusii Menggunakan Alat Bantu Yuniawati*,Sona Suhartana Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Jln. Gunung Batu No 5 Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Truk digunakan dalam kegiatan pengangkutan kayu Pinus merkusii di hutan milik Perhutani. Banyak keunggulan yang dimiliki oleh truk. Tetapi selain keunggulan terdapat sisi kelemahan terhadap penggunaan truk tersebut. Pada kondisi jalan angkutan kayu yang licin dan beberapa kelas kelerengan tertentu penggunaan truk sering mengalami selip. Terjadinya selip tidak menguntungkan bagi perusahaan karena banyak tanah yang rusak pada permukan jalan akibat gusuran roda truk. Metode penelitian terdiri dari kegiatan merancang, membuat alat bantu dan ujicoba alat bantu. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat bantu terhadap upaya mengurangi selip pada jalan tanah pengangkutan kayu Pinus merkusii di hutan milik Perum Perhutani Divisi Regional III Jawa Barat dan Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1). Tekstur tanah lempung berliat, kondisi jalan menanjak dan menurun memiliki pengaruh terhadap terjadinya selip; 2). Rata-rata selip yang terjadi dengan menggunakan alat bantu sebesar 8,83% ; 3). Rata-rata produktivitas pengangkutan kayu sebesar 89,34 m3.km/jam; 4). Rata-rata biaya produksi pengangkutan kayu sebesar Rp 3.660/m3.km; dan 5). Rata-rata kedalaman tanah yang terbentuk dengan menggunakan alat bantu sebesar 19,8 cm. Kata Kunci: Alat bantu, biaya, kerusakan tanah, produktivitas, selip
149
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.23 Pengaruh Ketinggian Tempat dan Posisi Aksial Terhadap Kadar Air dan Berat Jenis Bambu Jawa(Schizostachyum brachyladumi) Mery Loiwatu* Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian UniversitasPattimura Ambon
*e-mail :
[email protected] ABSTRAK Bambu tergolong keluarga Graminae (rumput-rumputan) juga disebut Hiant Grass (rumput raksasa). Tanaman ini di Indonesia ditemukan mulai dari dataran rendah sampai pengunungan pada ketinggian 300 m dpl bahkan tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 2000 m dpl. Pemanfaatan bambu secara maksimum dapat dicapai apabila sifat-sifat dasar dari bamboo tersebut diketahui dengan jelas. Variasi sifat dasar ini biasanya mengikuti posisi (letak) dalam batang baik secara aksial maupun radial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tempat tumbuh dan posisi aksial terhadap kadar air dan berat jenis bambu Jawa (Schizostachyum brachyladumi) sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik dalam pengerjaannya. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan percobaan factorial menggunakan 2 perlakuan yaitu faktor A (ketinggian tempat tumbuh) yaitu a1 = 0 - <100 (71) m dpl, a2 = 100-< 200 (153) mdpl, a3 = >200 (225) mdpl dan faktor B (posisi aksial batang) yaitu b1 = pangkal, b2 = tengah dan b3 = ujung.Hasl penelitian menunjukan bahwa Ketinggian tempat (Faktor A) berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air segar, berat jenis segar, berat jenis kering udara dan berpengaruh nyata terhadap kadar air kering udara. Posisi Aksial (Faktor B) berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air segar, berat jenis segar, berat jenis kering udara dan tidak nyata terhadap kadar air kering udara. Interaksi (Faktor A dan B) berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air segar, berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air kering udara, berat jenis segar dan berat jenis kering udara. Kata Kunci : Aksial,bambu, berat jenis, kadar air, radial
P.24 Pengaruh Tekanan dan Suhu Terhadap Kerapatan Dan Nilai Kalor Briket Arang Limbah Serbuk Meranti Merah (Shorea selanica) J. Titarsole* Staf Pengajar Jurusan Kehutanan Faperta Unpatti
*e-mail :
[email protected] ABSTRAK Pengelolaan Hutan diarahkan untuk pemanfaatan limbah kayu maupun bukan kayu secara maksimal guna peningkatan nilai hutan. Limbah proses penggergajian berupa serbuk kayu meranti merah (Shorea selanica) dapat dimanfaatkan sebagai briket arang. Briket arang diharapkan dapat menjadi 150
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
bahan bakar alternatif untuk mengurangi pemakaian bahan bakar fosil dan mengurangi pemakaian kayu sebagai bahan bakar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan dan temperature terhadap kerapatan dan nilai kalor briket arang serbuk gergaji meranti merah (Shorea selanica). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap secara faktorial dengan 3 ulangan. Faktor yang digunakan adalah faktor A (Tekanan 1 ton, 2 ton dan 3 ton) dan faktor suhu (100oC, 200oC dan 300oC).Hasil penelitian menunjukan kerapatan tertinggi berdasarkan faktor tekanan (A) yaitu tekanan 3 ton (a3) sebesar 0,478 gm/cm3 dan terendah pada perlakuan 1 ton (a1) sebesar 0,377 gm/cm3, sedangkan berdasarkan suhu (B) tertinggi pada perlakuan suhu 300oC (b3) sebesar 0,479 gr/cm3 dan terendah pada perlakuan suhu 100oC (b1) sebesar 0,378 gr/cm3. Nilai kalor tertinggi berdasarkan faktor tekanan (A) yaitu tekanan 2 ton (a2) sebesar 3734,3991 kal/gram dan terendah pada perlakuan 1 ton (a1) sebesar 3731,6027 kal/gram, sedangkan berdasarkan perlakuan suhu (B) tertinggi pada suhu 200oC (b2) sebesar 3835,3992 kal/gram dan terendah pada suhu 100oC (b1) sebesar 3732,6028 kal/gram, lebih rendah dari Standar Jepang. Faktor tekanan (A) dan Interaksi AB memberikan pengaruh terhadap kerapatan dan nilai kalor sedangkan faktor suhu (B) tidak berpengaruh. Kata Kunci : Briket arang, kerapatan, nilai kalor.
P.25 Karakteristik Papan Partikel dari Pelepah Salak Pondoh (Salacca sp) dengan Penambahan Asam Sitrat Dayu Kemalasari Soraya* dan Ragil Widyorini Fakultas Kehutanan Bagian Teknologi Hasil Hutan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pelepah salak belum dimanfaatkan secara optimal saat ini. Pelepah salak mengandung holoselulosa lebih dari 60% yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel. Pemanfaatan pelepah salak dengan menggunakan asam sitrat sebagai bahan pengikat belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik papan partikel dari pelepah salak dengan menggunkan asam sitrat pada jumlah yang berbeda. Variasi jumlah perekat pada penelitian ini terdiri dari 0%, 10%, 20% dan 30%. Pembuatan papan partikel ini dilakukan pada suhu 180°C, tekanan spesifik 3,6 MPa selama 10 menit dengan pengujian sifat fisis dan mekanis yang merujuk pada standar JIS A 5908-2003. Kerapatan papan partikel yang dituju adalah 0,8 g/cm3 dengan dimensi 25 x 25 x 1 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan partikel dari pelepah salak dengan bahan pengikat asam sitrat dapat mempunyai kualitas yang memenuhi standar. Kata Kunci: Asam sitrat, jumlah perekat, papan partikel, pelepah salak.
151
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.26 Teknik Pemanenan Getah Pinus dan Jelutung Dengan Menggunakan Stimulan Organik Cuka Kayu Sukadaryati*, Dulsalam Litbang Hasil Hutan, Bogor
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Permintaan produksi getah pinus yang semakin meningkat mendorong dilakukannya peningkatan produksi getah pinus dan jelutung.Salah satu teknik pemanenan yang diterapkan untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan jalan mengkombinasikan cara penyadapan dan penggunaan stimulan organik cuka kayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian stimulan organik cuka kayu pada penyadapan pinus dengan sistem quare dapat meningkatkan produksi getah pinus 14,4%. Peningkatan produksi getah pinus tersebut masih di bawah hasil getah yang menggunakan stimulan berbahan dasar H2SO4. Ujicoba penggunaan stimulan cuka kayu pada penyadapan jelutung yang dikombinasikan dengan teknik penyadapan menunjukkan bahwa teknik penyadapan berbentuk V menghasilkan getah lebih banyak dibandingkan dengan ½ spiral. Penggunaan stimulan cuka kayu menghasilkan getah lebih banyak dibandingkan kontrol (tanpa stimulan). Rata-rata getah jelutung yang dihasilkan jika menggunakan stimulan cuka kayu 20,94 gram sedangkan kontrol 11,03 gram. Penggunaan stimulan organik cuka kayu murah dan mudah diperoleh karena bisa diproduksi sendiri dari sisa-sisa/limbah pohon, lebih aman digunakan baik terhadap pohon maupun pekerja sehingga sustainabilitas dan ramah lingkungan. Kata Kunci: Cuka kayu, getah, jelutung, pinus, teknik penyadapan
P.27 Identifikasi Sifat Anatomi Jenis Kayu Endemik Pulau Enggano yang Berpotensi untuk Kayu Gergajian Eka Lestari*, Yusup Amin, Dwi Ajias Pramasari, Adik Bahanawan, Wahyu Dwianto Pusat Penelitian Biomateria Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pulau Enggano merupakan pulau terluar Indonesia yang terletak di Provinsi Bengkulu. Secara geologi pulau ini tidak pernah menyatu dengan Pulau Sumatera, sehingga dimungkinkan banyak perbedaan keanekaragaman hayati terutama jenis kayunya. Namun, informasi mengenai keanekaragaman jenis kayu yang berpotensi masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan 152
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
untuk mengetahui jenis-jenis kayu endemik yang berpotensi menjadi kayu kayu gergajian. Dari hasil ekspedisi Pulau Enggano pada tanggal 16 April - 5 Mei 2015 (20 hari), telah didapatkan sebanyak 24 jenis kayu yang berpotensi sebagai kayu gergajian. Pemilihan jenis kayu tersebut didasarkan pada sifat morfologi pohon, yaitu berbentuk silindris, berdiameter 40 cm atau lebih dan ketinggian batang bebas cabang 10 m atau lebih, karena diharapkan akan didapatkan volume kayu yang lebih besar. Metode yang digunakan adalah dengan mengidentifikasi sifat anatominya, yaitu sifat fisik (sifat makroskopis) dan sifat strukturnya (sifat mikroskopis). Sifat fisik meliputi pengamatan terhadap warna, tekstur, arah serat, berat, kesan raba, dan lingkaran tumbuh. Sedangkan sifat struktur untuk mengamati pori atau sel pembuluh, parenkim, jari-jari, saluran interseluler, saluran getah, tanda kerinyut, dan gelam tersisip. Dengan adanya data-data identifikasi tersebut,maka akan didapatkan nama botani dan famili masingmasing jenis kayu yang lebih akurat beserta kelas komersialnya. Hasil penelitian tersebut selanjutnya akan dibandingkan dengan data anatomi kayu di pustaka dan menjadi rekomendasi kayu yang berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi kayu gergajian di Pulau Enggano. Kata Kunci: Kayu gergajian; Pulau Enggano; sifat anatomi
P.28 Optimasi Produksi Xilitol dari Hidrolisat Hemiselulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit Maulida Oktaviani*, Deddy Triyono Nugroho Adi, Fitria Pusat Penelitian Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911
*e-mail:
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan residu biomassa lignoselulosa dari industri kelapa sawit. Potensi penggunaan TKKS untuk produksi bahan bermanfaat seperti xilitol masih terbuka lebar. Xilitol merupakan gula alkohol berkarbon lima yang produksinya dapat diperoleh dari reduksi xilosa yang terkandung dalam hidrolisat hemiselulosa TKKS. Optimasi produksi xilitol dapat dilakukan melalui proses fermentasi dengan memilih mikroba penghasil xilitol yang unggul dan kondisi fermentasi yang tepat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi penggunaan tiga strain Candida; Candida tropicalis, Candida magnolia, dan Candida boidinii, serta waktu fermentasi optimum untuk memproduksi xilitol dari hidrolisat hemiselulosa TKKS. Pada penelitian ini, TKKS telah mengalami pretreatment dengan menggunakan microwave dan asam oksalat. Fermentasi dilakukan dalam Erlenmeyer 250 ml dan diinkubasi pada suhu 30 ⁰C menggunakan rotary shaker dengan kecepatan 100-150 rpm selama 72 jam. Sampel dicuplik setiap 24 jam untuk diukur kadar xilosa, xilitol, dan konsentrasi biomassa. Analisis kuantitatif pada sampel hasil fermentasi diukur dengan menggunakan HPLC. Seluruh rangkaian percobaan dilakukan dalam tiga ulangan. Kata Kunci: Candida, fermentasi, tandan kosong kelapa sawit, xilitol, xilosa
153
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.29 Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Jenis Tanaman Penghijauan Di Wilayah Kabupaten Pemalang Melalui Pendayagunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) Nurudin1*,Dwianto Irawan2, Endang Hernawan1 1Sekolah
Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH ) Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha No. 10 Bandung 2Dinas Kehutanan Pemkab Pemalang
*e-mail :
[email protected] ABSTRACT The succesfull level of Reboisation program depend on suitable a location of ecological condition to chossen species. With Geographic Information System (SIG) technology conducive of effectiveness earn more is improved. Target of this research is to know distribution suitability for six reboisation plant species in Pemalang Regency region, that is three hard plant species / forestry (Pinus mercusii, Paraserianthes falcataria, Eucalyptus sp.)and three MpTS species (Mangifera indica, Artocarpus heterophyllus, Gnetum gnemon). In the Research was conducted with superimposhing method use Arcview software 3.3 to some ecologycal condition which used in FAO standard, i.e. : drainage, pH, soil tekstur, temperature, erosion level, rainfall intensity, soil deepness, surface rock, slope, and elevation.The result of tabulation and data analyzing is showing pine species (Pinus mercusii) suitable at 15 village (6,76 %), albisia species (Paraserianthes falcataria) suitable at 15 village (6,76%), eukaliptus species (Eucalypthus sp) suitable at 37 village (16,67%), mango species (Mangivera indica) suitable at 150 village (45,50%) jackfruit species (Artocarpus heterophyllus) suitable at 150 village (67,57%), and melinjo species (Gnetum gnemon) suitable at 154 village (69,37%). Keywords : Reboisation, Suitability Classification, SIG, Farm Suitability, MpTS
P.30 Studi Analisis Bambu Laminasi Sebagai Komponen Struktur Perumahan Agung Sumarno*, Eko Widodo, &Subyakto Pusat Penelitian Biomaterial LIPI
*e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Rumah merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi masyarakat, dan kebutuhan rumah sebagai tempat tinggal semakin meningkat seiring dengan meningkatnya populasi disuatu daerah.Peningkatan kebutuhan akan tempat tinggal menjadikan pembangunan rumah semakin pesat.Pengunaan bahan konstruksi bangunan yang tidak ramah lingkungan seperti beton dan baja juga semakin meningkat sehingga akan berakibat semakin menipisnya bahan baku konstruksi yang digunakan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan rekayasa bahan baku konstruksi yang ramah lingkungan berbasis biomaterial.Saat ini telah banyak penelitian mengenai bambu laminasi sebagai bahan baku alternatif pengganti kayu 154
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
untuk bahan baku konstruksi. Dengan menggunakan data sekunder dari berbagai hasil penelitian mengenai bambu laminasi dan mengacu pada SNI 7973:2013,struktur bambu laminasi dianalisis dalam penelitian ini sebagai komponen struktur perumahan untuk memberikan informasi dimensi bambu laminasi yang digunakan. Kata Kunci : Analisis struktur, bahan baku konstruksi, bambu laminasi, dimensi, perumahan.
P.31 Kuat Lentur dan Optimalisasi Harga Komponen Balok Komposit Kayu Sengon dengan Bambu Laminasi I Wayan Avend Mahawan Sumawa*, Ida Bagus Gde Putra Budiana Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar Puslitbang Permukiman *e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Bambu Laminasi merupakan salah satu inovasi teknologi bahan bangunan sebagai salah satu alternatif pengganti kayu. Bambu Petung (Dendrocalamus asper) sebagai bahan utama bambu laminasi merupakan tumbuhan yang dapat hidup di semua musim dan dapat tumbuh dimana saja dengan umur tebang relatif singkat. Dari penelitian yang telah dilakukan, bambu laminasi masih memiliki kendala dan permasalahan yaitu harga jual balok bambu laminasi relatif masih tinggi jika dibandingkan dengan kayu konstruksi dipasaran. Pada penelitian ini dilakukan kajian analisis dengan tujuan penyempurnaan teknologi bambu laminasi dengan mengunakan sistem komposit bahan antara bambu laminasi dan sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) yang berupakan kayu dengan kelas kuat rendah dengan harapan didapat suatu formulasi kekuatan dan harga pasaran yang optimal Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental yaitu dengan melakukan pengujian kuat lentur kayu komposit, di laboratorium Balai Struktur dan Konstruksi Puslitbang Permukiman Bandung. Hasil uji selanjutnya dianalisis dan dibandingkan dengan bambu laminasi sehingga didapatkan hasil berupa perbandingan variasi hasil uji lentur,serta analisis optimasi perbandingan harga dan kekuatan. Hasil menunjukkan bahwa Kayu komposit dari segi kekuatan dan harga terletak diantara kayu sengon dan bambu laminasi yaitu antara 40,59 N/mm2 - 54,51 N/mm2 dengan harga per kubik berkisar antara Rp. 3.400.000 - Rp. 7.800.000. Kayu Komposit sengon mampu menekan harga bambu laminasi per meter kubik di pasaran sampai dengan 71% dengan penurunan kekuatan yang tidak signifikan. Kayu Komposit yang optimum dengan perbandingan harga dan kekuatan adalah kayu sengon dengan bambu laminasi susunan bilah vertikal 4 lapis (2 cm) dengan kuat lentur sebesar 48,91 N/mm2, dengan harga per kubik berkisar antara Rp. 5.600.000,Kata Kunci: Bambu laminasi, inovasi , komposit, optimalisasi harga
155
Seminar Nasional XVIII Mapeki 2015
P.32 Identifikasi Karakteristik Kayu Pada Rumah Tradisional Suku Dayak Ngaju Ida Bagus Gede Putra Budiana*, I Wayan Avend Mahawan Sumawa Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Denpasar Puslitbang Permukiman *e-mail:
[email protected].
ABSTRAK Rumah tradisional Suku Dayak di Provinsi Kalimantan Tengah dinamakan Rumah Djaga Bahen/Huma Hai, umumnya rumah tradisional tersebut memiliki panjang 30-40 m dengan lebar 10-30 m dan seluruh komponen bangunannya menggunakan material kayu. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik kayu yang digunakan Rumah Tradisional Djaga Bahaen/Huma Hai. Metode penelitian yaitu melakukan identifikasi mengenai karakteristik kayu (sifat fisis, sifat mekanis dan kimia) pada bangunan Rumah Tradisional Djaga Bahaen/Huma Hai di Kabupaten Pulang Pisau Provinsi Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar air, kerapatan kering udara, berat jenis kering udara, rasio penyusutan kayu ulin 11,05%, 1,09 gr/cm3, 0,97 gr/cm3, dan 1,07. Kayu kapur naga; 17,03%, 0,77 gr/cm3, 0,64 gr/cm3, dan 1,34. Kayu galam; 33,18%, 0,95 gr/cm3, 0,60 gr/cm3. Nilai keteguhan lentur pada batas proporsi, keteguhan lentur pada batas patah, keteguhan tekan sejajar serat, tekan tegak lurus serat, tarik sejajar serat, dan geser sejajar serat kayu ulin; 13.100 Mpa, 129, 91Mpa, 8,23 Mpa, 5,81Mpa, 9,88Mpa, 7,92Mpa. Kayu kapur naga menunjukkan 10.331Mpa, 77,69Mpa, 7,32Mpa, 4,37Mpa, 9,76Mpa, 4,48Mpa. Kayu galam; 7.488Mpa, 80,64Mpa, 7,24Mpa, 4,36Mpa, 10,37Mpa, 4,49Mpa. Karakteristik kima bahan kayu menunjukkan nilai kadar abu, lignin, holoselulosa, kelarutan zat ekstraktif(alkohol benzena, air panas, air dingin) kayu ulin; 2,58%, 46,01%, 78,56%, 9,75%, 19,40%, 12,35%, kayu kapur naga; 2,55%, 45,54%, 76,44%, 7,15%, 8,05%, 9,70%. Keterawetan kayu Bintangur dengan bahan pengawet berbahan aktif Copper, Chrome dan Boron (CCB) tergolong cukup baik, retensi bahan pengawet tersebut dengan proses rendaman dingin berkisar 2.16 Kg/m3 - 2.87 Kg/m3, sedangkan dengan proses rendaman panas dingin dapat mencapai 3.42 Kg/m3 - 24.59 Kg/m3. Kata Kunci: Kayu Ulin, kapur naga, kayu galam, sifat fisis, mekanis, kimia.
156