PROSES KEPUTUSAN DENGAN METODE AHP (APLIKASI MODEL UNTUK MENGEMBANGKAN KLASTER AGROINDUSTRI KELAPA SAWIT) Sutrisno Badri Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klaten E-mail:
[email protected];
[email protected]
Abstrak Strategi pengembangan industri Indonesia ke depan, mengadaptasi pemikiranpemikiran terbaru yang dikembangkan saat ini, sehubungan dengan era globalisasi dan perkembangan teknologi abad 21, yaitu pendekatan pengembangan industri melalui konsep klaster dalam konteks membangun daya saing industri yang berkelanjutan. Pada dasarnya klaster industri adalah upaya pengelompokan industri inti yang saling berhubungan, baik dengan industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, dan lembaga terkait. Hasil perhitungan dengan teknik AHP yang ditunjukkan dengan hirarki pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit yakni; Pelaku: masyarakat sekitar (36%), institusi pendukung (27%), industri pendukung (20%), pemerintah (11%), pelaku inti(6%). Faktor pendukung: kondisi infrastruktur ekonomi(40%), kondisi permintaan(35%), keberadaan industri pendukung(15%), kondisi internal(11%) dan institusi pembiayaan(9%). Tujuan pengembangan program: peningkatan nilai tambah produk (41%), peningkatan pendapatan masyarakat(26%), peningkatan daya saing(17%), perluasan kesempatan kerja(10%) dan minimasi pencemaran lingkungan(6%). Strategi pengembangan program: peningkatan institusi pendukung(42), penguatan kondisi internal(27%), pengembangan industri pendukung dan terkait(15%), mendorong potensi permintaan(10%) dan penyediaan faktor-faktor pendung(8%).
Key Word: Klaster, AHP, Industri Pendukung, Industri Terkait, Strategi Pengembangan
1
PENDAHULUAN Penerapan klaster bagi perkebunan kelapa sawit dirasakan sangat penting karena secara individual belum sanggup menangkap peluang pasar. Hal ini didasarkan pada suatu kondisi dimana persaingan industri yang terjadi pada era global ini sudah bergeser dari kompetensi industri secara individual menjadi kompetensi rantai pasok dan pada masa mendatang akan menjadi persaingan yang berbasis pada kompetensi klaster (Sri Gunani P,2007). Beberapa faktor yang menentukan keberhasilan penerapan klaster adalah spesialisasi dan kerja sama antara perusahaan besar (inti) dan perusahaan kecil (plasma), keterhubungan dengan pasar yang dinamis, pengusahanya telah berorganisasi dengan baik, pemerintah daerah dan lembaga lain yang mendukung pengembangan klaster dalam bentuk: trade fairs, jaringan pemasaran, show room, asosiasi lokal yang kuat. Dengan adanya klaster industri diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu terciptanya spesialisasi produk dan meningkatnya keunggulan kompetitif, efisiensi kolektif dan keuntungan lainnya seperti pengurangan biaya transportasi dan transaksi (efisiensi biaya), dan menumbuhkan hubungan positif antara core industry dengan suporting industry dalam hal distribusi, pengembangan produk (product development), pemasaran dan meningkatkan value added chain . Beberapa faktor kekuatan dan kelemahan diatas harus diimbangi dengan dukungan dari seluruh stakeholder klaster, dengan adanya dukungan infrastruktur ekonomi dan teknologi yang memadai dari pemerintah maupun industri pendukung lainnya, maka potensi yang ada dapat dimanfaatkan. Model konseptual klaster agroindustri kelapa sawit di Sumatera Selatan ditunjukkan dengan interaksi yang kuat diantara 4 (empat) faktor utama dan 2 (dua) faktor pendukung yaitu: Faktor Utama: 1. 2. 3. 4.
Strategi Perusahaan dan persaingan Kondisi Faktor Kondisi Permintaan Industri Pendukung dan industri Terkait
Faktor Pendukung: 1. Fungsi Pemerintah 2. Fungsi Institusi Pendukung Masing-masing keempat faktor utama dan faktor pendukung tersebut mempunyai elemen-elemen kunci yang merupakan pendorong dan penghambat pembetukan klaster agroindustri kelapa sawit. Sebagaimana diketahui bahwa klaster agroindustri kelapa sawit di Sumatera Selatan akan mampu memberikan jaminan terhadap perkembangan ekonomi masyarakat, peningkatan daya saing, efisiensi pengelolaan dan kolaborasi yang harmonis antara inti dan plasma, jika masing-masing stakeholder berfungsi dan berperan dengan baik dalam satu visi dan komitmen bersama dalam mengembangkan klaster agroindustri kelapa sawit. 2
Fungsi pemerintah lebih banyak berperan sebagai fasilitator dalam tahap inisiasi terbentuknya klaster agroindustri kelapa sawit, pelaku klaster yang sangat berperan adalah asosiasi pengusaha perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan gambaran model Diamond Porter dapat dilihat bahwa terdapat beberapa kekuatan pada sistem industri kelapa sawit. Kekuatankekuatan yang merupakan salah satu faktor kunci untuk mengembangkan klaster agroindustri adalah sebagai berikut: potensi pasar dalam negeri dan luar negeri masih terbuka, peluang pemanfaatan produk turunan TBS masih besar, maka rumusan strategi yang dapat dikembangkan adalah demand driven based strtategy, dan faktor-faktor kekuatan sebagai pendukung terdiri atas:
Ketersediaan lahan untuk perluasan perkebunan Ketersediaan dan jaminan bibit (bahan baku) secara kontinyu Ketersediaan sumber daya air Ketersediaan tenaga kerja lokal (buruh) Ketersediaan tenaga ahli di bidang perkebunan dan tenaga ahli berbasis kelapa sawit. Keberadaan lembaga litbang Ketersediaan jaringan informasi dan komunikasi Ketersediaan fasilitas pergudangan dan pelabuhan Dukungan lembaga pembiayaan Peran asosiasi perkebunan yang nyata dalam pengembangan agroindustri kelapa sawit.
TINJAUAN PUSTAKA Klaster Industri Konsep klaster industri diperkenalkan oleh Porter (1990) yang melihat klaster industri sebagai sekumpulan perusahaan dan institusi yang terkait pada bidang tertentu secara geografis berdekatan, bekerjasama karena kesamaan dan saling memerlukan. Konsep tersebut di dukung oleh beberapa pernyataan dari peneliti terdahulu di antaranya Roelandt dan Hertog (1999) yang menekankan klaster industri pada jaringan produsen yang terdiri atas perusahaan-perusahaan yang independen dan kokoh bebas (termasuk pemasok khusus) yang terhubung satu sama sama lain dalam rantai nilai tambah produksi. Porter (1990): klaster industri adalah kelompok perusahaan yang saling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi. Klaster Industri adalah kumpulan /kelompok bisnis dan industri yang terkait melaui suatu rantai produk, ketergantungan atas keterampilan tenaga kerja yang serupa atau penggunaan teknologi yang serupa atau saling komplementer. Deperindag (2000) mendefinisikan: klaster industri sebagai kelompok industri dengan core industry yang saling berhubungan secara intensif dan membetuk pathnership, baik dengan supporting industry maupun related industry. Dengan demikian Klaster Industri dapat didefinisikan sebagai “kelompok industri spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun melalui non bisnis”. 3
Klaster yang seharusnya dikembangkan di Indonesia adalah sebuah kelompok yang terdiri dari beberapa industri terkait, institusi pendukung yang saling berinteraksi secara horizontal dan vertikal untuk menciptakan suatu nilai tambah baik untuk individu, anggota kelompok maupun untuk bersama-sama. Pada sistem agroindustri kelapa sawit petani plasma merupakan bagian integral yang keberadaannya sebagai produsen TBS atau pemasok kepada perusahaan inti. Para pelaku (stakeholders) dalam suatu klaster industri biasanya dikelompokkan menjadi industri inti, industri pemasok, industri pendukung, industri terkait dan pembeli, serta institusi pendukung (non industri). Istilah inti, pendukung dan terkait menunjukkan peran pelaku dalam klaster tertentu, dan tidak ada hubungannya dengan tingkat kepentingan para pelaku. Peran tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja tergantung tingkat ekonomis dari hubungan rantai nilai tertentu. Beberapa esensi penting dari klaster industri antara lain: 1. Komunalitas/kebersamaan/kesatuan/keserupaan (communality) yaitu bahwa bisnis-bisnis beroperasi dalam bidang-bidang “ serupa “ atau terkait satu dengan lainnya dengan fokus pasar bersama atau suatu rentang aktivitas bersama. 2. Konsentrasi yaitu bahwa terdapat pengelompokan bisnis-bisnis yang dapat benar-benar melakukan interaksi. 3. Konektivitas yaitu bahwa terdapat organisasi yang saling terkait/bergantung (interconected/related/interdependent,organisationi) dengan jenis hubungan yang berbeda.
Peluang
Strategi Perusahaan
Usaha
Struktur, Persaingan
Faktor Pendukung
Faktor
Pengembangan
Permintaan
Industri Terkait dan Industri Pendukung
Fungsi Pemerintah sebagai Fasilitator
Gambar-1. Model Klaster Industri
4
METODE AHP (ANALYTIC HERARCHY PROCESS)*) Menurut Saaty (1990), metode AHP merupakan suatu alat untuk menentukan pengaruh suatu elemen terhadap suatu permasalahan. Penentuan ini dilakukan melalui skala perbandingan fundamental atas kemampuan individu, yang dibandingkan secara berpasangan terhadap beberapa elemen. Lebih lanjut Saaty mengatakan bahwa dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, terdapat tiga prinsip yaitu menyusun hirarki, menetapkan prioritas, dan konsistensi logis. Salah satu metode yang dapat dipakai oleh pengambil keputusan untuk bisa memahami kondisi suatu sistem dan membantu di dalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan adalah Proses Hirarki Analitik (Analytic Herarchy Process). Saaty (1993) menyatakan bahwa pada dasarnya metode Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah memfokuskan suatu situasi yang kompleks tak terstruktur, ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel itu ke dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel, dan mensintesis berbagai pertimbangan itu untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Sejalan dengan itu, dalam memecahkan persoalan dengan AHP (decomposition)¸ prinsip penilaian komparatif (comparative judgment), prinsip sintesa prioritas (synthesis of priority) dan prinsip konsistensi logis (logical consistency). 1. Decomposition, yaitu pemecahan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan (hirarki) dari persoalan tadi. 2. Comparative Judgment. Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian itu merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan maktriks pairwise comparison. 3. Synthesis of Priority. Pada setiap matriks “pairwise comparison” terdapat local priority. Oleh karena “pairwise comparison” terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa di antara local priority tersebut. pengurutan elemen-elemen tersebut menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa yang dinamakan priority setting. 4. Logical consistency. Konsistensi dalam hal ini mempunyai dua makna. Pertama bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dari relevansinya. Kedua bahwa tingkat hubungan antara objek-objek didasarkan pada kriteria tertentu misalnya sama penting, sedikit lebih penting, jelas lebih penting, mutlak lebih penting (Mulyono, 1991). _____________________________ *) Makalah yang dipresentasikan pada Seminar Nasional “Teknoin” UII-2011 5
Komparasi Berpasang Tahap terpenting dalam PHA adalah penilaian dengan teknik komparasi berpasangan terhadap aktor-aktor pada suatu tingkat hirarki. Penilaian dilakukan dengan memberikan bobot numerik dan membandingkan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesa terhadap hasil penilaian untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dari terendah. Skala komparasi yang digunakan adalah 1 sampai 9 adalah yang terbaik. Hal ini telah dibuktikan oleh Saaty dengan berdasarkan pertimbangan tingginya akurasi yang ditunjukkan dengan nilai Root Means Square (RMS) dan Median Absolute Deviation (MAD) pada berbagai problema. Nilai skala komparasi yang dimaksudkan disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Nilai Skala Komparasi Berpasangan Tingkat Kepentingan
Definisi
1
Sama penting
3
Sedikit lebih penting
5
Jelas lebih penting
7
Sangat jelas lebih penting
9
Pasti/mutlak lebih penting
2, 4, 6, 8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
1 / (1 – 9)
Kebaikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1 - 9
Sumber : Saaty (1980)
Matriks Pendapat Individu
Jika C1, C2, ............ Cn adalah set elemen suatu tingkat keputusan dalam hirarki, maka kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasang setiap elemen terhadap elemen lainnya akan membentuk matriks A yang berukuran n x n. apabila elemen Cj dibandingkan elemen Cj maka aij merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilai tingkat kepentingan Ci terhadap Cj. Nilai matriks aij = 1/aij yaitu nilai kebalikan dari matriks aij. Jika i = j, maka nilai matriks aij = aji = 1, karena perbandingan elemen terhadap elemen itu sendiri adalah 1. Formulasi matriks A yang berukuran n x n dengan elemen C1, C2, ....Cn untuk ij = 1, 2, 3, ... n dan ij merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilai tingkat kepentingan Ci, Cj untuk ij = 1, 2, 3 ...... n adalah sebagai berikut :
A=
C1
C2
...
....
...
C1
aij
a12
....
....
....
ain
C2
1/a12
a22
....
....
.....
a2n
.
.
.
.....
.....
.....
.....
.
.
.
.....
.....
.....
......
1/ain
1/a2n
.....
......
......
ann
Cn
Cn
6
Matriks Pendapat Gabungan Matriks pendapat gabungan (G) merupakan susunan matriks baru yang elemenelemen matriksnya (gij ) berasal dari rata-rata geometrik atau geometric means elemen-elemen matriks pendapat individu (aij) yang rasio konsistensinya (CR) memenuhi persyaratan. Formulasi persamaan untuk mendapatkan nilai rata-rata geometrik adalah sebagai berikut : m
Gij =
m
ij(k)
k 1
.
................................................................................................ (6)
Keterangan : Gij
= elemen matriks pendapat gabungan pada baris ke-i dan kolom ke-i
aij(k) = elemen matriks pendapat individu pada baris ke-i dan kolom ke-j untuk matriks pendapat individu dengan Rasio Konsistensi (CR) yang memenuhi persyaratan kek. Ij
= 1, 2, ................................................... n
k
= 1,2, .................................................... m
m
= jumlah matrik pendapat individu dengan CR yang memenuhi persyaratan.
Pengolahan Horisontal Pengolahan horisontal digunakan untuk menyusun prioritas elemen-elemen keputusan pada tingkat hirarki keputusan. Tahapan perhitungan yang dilakukan pada pengolahan horisontal ditunjukkan pada persamaan-persamaan berikut : 1. Perkalian baris (Z) dengan rumus : m
Zi = Gij =
μ
n
ij(k)
..................................................................................... (7)
k 1
2. Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen (VP) dengan rumus : m
n
π aij( k )
k 1
VP1 =
....................................................................................... (8) n
n
i
m
π aij( k )
k 1
3. Perhitungan Nilai Eigen Maksimum ( λ mak ) dengan rumus : VA = (aij) x VP, dengan VA = (va) ....................................................................(9) VB =
VA , dengan VB = (vbi) ..........................................................................(10) VP
λ mak =
1 n Vb1 , untuk i = 1, 2, 3, ..... n ....................................................... (11) n i 1 7
4. Perhitungan indeks Konsistensi (C1) dengan rumus : CI =
λ mak - n ..................................................................................................(12) n -1
5. Perhitungan Rasio Konsistensi (CR) dengan rumus : CR =
CI ..........................................................................................................(13) RI
Keterangan : RI adalah Indeks Acak (Random Indeks) Nilai indeks acak bervariasi sesuai dengan orde matriksnya. Untuk lebih jelasnya nilai indeks acak untuk orde tertentu dapat dilihat pada tabel 4. nilai rasio konsistensi (CR) yang lebih kecil atau sama dengan 0.1 merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian nilai CR meruipakan tolak ukur bagi konsistensi baris komparasi berpasang dalam satu matriks pendapat. Tabel 2. Matrik nilai indek acak (RI) Orde (n)
1
2
3
4
5
6
7
8
RI
0.00
0.00
0.58
0.90
1.12
1.24
1.32
1.41
Orde (n)
9
10
11
12
13
14
15
RI
1.45
1.49
1.51
1.54
1.56
1.57
1.59
Sumber : Fewidarto (1991)
Pengolahan Vertikal Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama (ultimate goal). Jika CVij didefinikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap sasaran utama, maka : s
CVij =
CH
ij ( i , j 1 ) X
VWt(i-1) .................................................................................... (14)
t 1
Untuk : i = 1, 2, 3, .........................p J = 1, 2, 3, ......................... r t = 1, 2, 3, ......................... s keterangan : CHij(t,i-1) = nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i terhadap elemen ke-t pada tingkat di atasnya (i-j), yang diperoleh dari hasil pengolahan horisontal. VWt(i-1)
= nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat ke-(j-1) terhadap sasaran utama, yang diperoleh dari hasil pegolahan vertikal.
P = jumlah tingkat hirarki keputusan r = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke-i 8
s = jumlah elemen yang ada pada tingkat ke (i-1). Jika didalam hirarki keputusan terdapat dua faktor yang tidak berhubungan (keduanya tidak saling mempengaruhi), maka nilai prioritas sama dengan nol. Vektor prioritas untuk tingkat ke-i (CV) didefinisikan sebagai berikut : CV = (CVij ), untuk j = 1, 2, 3, .........s ...................................................................(15) Menurut Saaty (1993), teknik komparasi berpasangan yang digunakan dalam AHP dilakukan dengan wawancara langsung terhadap responden. Responden bisa seorang ahli atau bukan, tetapi terlibat dan mengenal baik permasalahan tersebut. jika responden merupakan kelompok, maka seluruh anggota diusahakan memberikan pendapat (judgment). APLIKASI MODEL Aplikasi metode AHP yang dirumuskan dengan algoritma perhitungan yang terdiri atas elemen pelaku klaster, Elemen Pendukung, elemen pengembangan program, Elemen Strategi Pengembangan Matrik elemen pelaku klaster Tabel 3. Matrik Verbal Pelaku Klaster Agroindustri Kelapa Sawit Pelaku
PPKS
Pemerintah
PPKS Pemerintah Industri Pendukung Institusi Pendukung Masyarakat Sekitar
1 2 6 4 3
1/2 1 4 3 2
Total
16
10.5
Industri. Pendukung 1/6 1/4 1 5 4
Institusi Pendukung 1/4 1/3 1/5 1 3
10.42
Masyakat. 1/3 1/2 1/4 1/3 1
4.78
2.42
Tabel 4. Matrik yang dinormalkan Pelaku
PPKS
PPKS Pemerintah Industri Pendukung Institusi Pendukung Masyarakat Sekitar
0,06 0,13 0,37 0,25 0,19
Pem 0,05 0,10 0,38 0,29 0,18
Indtri. Pend 0,02 0,02 0,10 0,48 0,38
Ins.Pend
Masy.
Total
0,14 0,21 0,10 0,14 0,41
0,32 0,53 0,99 1,37 1,79
0,05 0,07 0,04 0,21 0,63
Ratarata 0,06 0,11 0,20 0,27 0,36
Tabel 5. Matrik Perubahan Nilai
Pelaku PPKS Pemerintah Industri Pendukung Institusi Pendukung Masyarakat Sekitar
P P K S 1 2 6 4 3
Pe m
Ind. Pen
Ins. Pen
Mas y.
PPKS
Pe m
Ind. Pen
Ins. Pen
Mas y.
Total
1/2 1 4 3 2
1/6 1/4 1 5 4
1/4 1/3 1/5 1 3
1/3 1/2 1/4 1/3 1
0,06 0,13 0,37 0,25 0,19
0,05 0,10 0,38 0,29 0,18
0,02 0,02 0,10 0,48 0,38
0,05 0,07 0,04 0,21 0,63
0,14 0,21 0,10 0,14 0,41
0,32 0,34 0,46 0,88 0,174 2,21
9
Menghitung “Prioritas Vektor”
0,34 0,06 5,67 0,46 0,11 4,18 0,88 : 0,20 4,40 1,74 0,27 6,44 2,21 0,36 6,14
5,67 4,18 4,40 4,40 6,44 6,14 = 5,37 (λ max) 5 5,37 5 Index Konsistensi (IK) = = 0,09 4 0,09 = 0,08 = 8% < 10% (dapat diterima) Rasio Konstestensi (CR) = 1,12 Nilai rata-rata
=
Tingkat kepentingan → PPKS Pemerintah Industri. Pendukung Instansi. Pendukung Masyarakat
: 6% : 11% : 20% : 27% : 36%
Matrik Elemen Pendukung Tabel 6. Matrik Verbal Faktor Pendukung Faktor Pendukung Infra struktur ekonomi Kondisi permintaan Industri pendukung & terkait Kondisi internal Institusi pembiayaan Total
ISE
KP 1 1/2 1/5 1/4 1/3
IP&K 5 4 1 1/2 1/4
2 1 1/4 1/3 1/2
KI 4 3 2 1 1/3
Ins.B 3 2 4 3 1
Tabel 7. Matrik yang dinormalkan Faktor Pendukung
ISE
KP
IP&T
KI
Ins.B
Total
Infra struktur ekonomi Kondisi permintaan Industri pendukung & terkait Kondisi internal Institusi pembiayaan
0,40 0,20 0,08 0,10 0,13
0,49 0,25 0,06 0,08 0,12
0,47 0,37 0,09 0,05 0,12
0,39 0,29 0,19 0,10 0,03
0,23 0,15 0,31 0,23 0,08
1,98 1,26 0,73 0,53 0,38
Ratarata 0,40 0,25 0,15 0,11 0,09
10
Tabel 8. Matrik Perubahan Nilai Faktor Pendukung
ISE
KP
IP& T
KI
ISE
KP
IP& T
KI
Ins. B
Tot al
4 3
In s. B 3 2
Infra struktur ekonomi Kondisi permintaan Industri pendukung & terkait Kondisi internal Institusi pembiayaan
1 1/2
2 1
5 4
0,4 0,2
0,5 0,25
0,75 0,60
0,44 0,33
0,27 0,18
2,36 1,56
1/5 1/4 1/3
1/4 1/3 1/2
1 1/2 1/4
2 1 1/3
4 3 1
0,08 0,10 0,13
0,06 0,08 0,13
0,15 0,08 0,13
0,22 0,11 0,04
0,36 0,27 0,09
0,87 0,64 0,25
Menghitung “Prioritas Vektor”
2 , 36 1 , 56 0 , 87 0 , 64 0 , 25
:
0,40 0,25 0,15 0,11 0,09
5,9 6,24 5,8 5,82 2,78
5,9 6,24 5,8 5,82 2,78 = 5,31 (λ max) 5 5,31 5 Index Konsistensi (IK) = = 0,08 4 0,08 = 0,07= 7% < 10% (dapat diterima) Rasio Konstestensi (CR) = 1,12 Nilai rata-rata
=
Tingkat kepentingan → Kondisi permintaan Industri pendukung Kondisi internal : 11% Institusi pembiayan
Infra struktur : 40 % : 25% : 15% : 9% Matrik elemen pengembangan program Tabel 9. Matrik Verbal Pengembangan Program
Pengembangan Program Peningkatan nilai tambah Peningkatan pendapatan masyarakat Peningkatan daya saing Peluasan kesempatan kerja Lingkungan hidup Total
Nilai Tambah 1 1/2 1/3 1 1/5 2,28
Pendptan Masy 2 1 1/2 1/3 1/4 4,08
Daya Saing 3 2
Kesempatan Kerja 4 3
1 1/2 1/4 6,75
Lingkungan hidup 5 4
2 1 1/2 10,5
4 2 1 16
11
Tabel 10. Matrik yang dinormalkan Pengembangan Program
Nilai Tambah
Daya Saing
0,44 0,22
Pendpt an Masy 0,49 0,25
Peningkatan nilai tambah Peningkatan pendapatan masyarakat Peningkatan daya saing Peluasan kesempatan kerja Lingkungan hidup
Lingk. hidup
Total
Ratarata
0,44 0,30
Kesem patan Kerja 0,38 0,29
0,31 0,25
2,06 1,31
0,41 0,26
0,14 0,11 0.09
0,12 0,08 0,06
0,15 0,07 0,04
0,19 0,10 0,05
0,25 0,13 0,06
0,85 0,49 0,30
0,17 0,10 0,06
Total Tabel 11. Matrik Perubahan Nilai
Pengembangan Program Peningkatan nilai tambah Peningkatan Pendptan masyarakat Peningkatan daya saing Perluasan kesempatan kerja Ling.hidup
Nilai Pendptan Daya Kesmptan Lingkungan Nilai Pendptan Daya Kesmptan Lingkungan TOTAL Tambah Masykt Saing Kerja Hidup Tambah Masykt Saing Kerja Hidup 1 2 3 4 5 0,44 0,49 0,44 0,38 0,31 2,14 1/2 1 2 3 4 0,22 0,25 0,30 0,29 0,25 1,35 1/3 1/4 1/5
1/2 1/3 1/4
1 1/2 1/4
2 1 1/2
4 2 1
0,14 0,14 0,09
0,12 0,08 0,06
0,15 0,07 0,04
0,19 0,10 0,05
0,25 0,13 0,06
0,88 0,49 0,28
Menghitung “Prioritas Vektor”
2 , 14 1 , 35 0 , 88 0 , 49 0 , 28
:
0 , 41 0 , 26 0 , 17 0 , 10 0 , 06
5 , 22 5 , 19 5 , 18 5 , 00 4 , 67
5,22 5,19 5,18 5,0 4,67 = 5,05 (λ max) 5 5,05 5 Index Konsistensi (IK) = = 0,01 4 0,01 = 0,01 = 1% < 10% Rasio Konstestensi (CR) = 1,12
Nilai Rata-rata =
Tingkat kepentingan → Nilai tambah Pendapatan masyarakat : 26% Daya saing Kesempatan kerja Lingkungan hidup
: 41 % : 17% : 10% : 6%
12
Matrik Elemen Strategi Pengembangan Tabel 12. Matrik Model Verbal Strategi Pengembangan Strategi Pengembangan
Penyediaan Faktor Pndkng 1 3 4 5 7 20
Penyediaan faktor. Pend Mendorong potensi permtaan Pengembangan mslh terkait Penguatan internal Meningkatkan peran inds Total
Potensi Permintaan
Pengembagan Mslh terkait
1/3 1 2 4 6 13,25
1/4 1/2 1 3 4 8,75
Penguatan internal
Ind. Pendukung
1/5 1/4 1/3 1 2 4,33
1/7 1/6 1/4 1/2 1 2,14
Tabel 13. Matrik yang dinormalkan Strategi Pengembangan
Penyediaan Faktor Pendukung 0,05 0,15 0,20 0,25 0,35
Penyediaan faktor. Pend Mendorong potensi permtaan Pengembangan inst terkait Penguatan internal Meningkatkan peran inds Total
Potensi Permint aan 0,12 0,08 0,15 0,30 0,45
Pengemb inst terkait 0,03 0,03 0,11 0,34 0,46
Peng uatan intern 0,08 0,12 0,06 0,23 0,46
Ind. Penduk ung 0,07 0,08 0,15 0,23 0,47
Total
Ratarata
0,39 0,46 0,67 0,35 2,19
0,08 0,10 0,13 0,27 0,42
Tabel 14. Matrik Perubahan Nilai
Strategi Pengembangan Penyediaan Faktor pendukung Mendorong potensi permintaan Pengembangan indst terkait Penguatan internal Meningkatkan peran industri pendukun
Faktor Potensi Industri Penguatan Industri Pddkng Permintaan Terkait Internal Pddkng 1 1/3 1/4 1/5 1/7
Faktor Potensi Industri Penguatan Industri Pddkng Permintaan Terkait Internal Pddkng 0,07 0,03 0,09 0,06 0,06
TOTAL 0,27
3
1
1/2
1/4
1/6
0,21
0,03
0,14
0,07
0,07
0,54
4 5 7
2 4 6
1 3 4
1/3 1 2
1/4 1/2 1
0,28 0,35 0,49
0,13 0,39 0,52
0,07 0,27 0,54
0,15 0,22 0,54
0,15 0,22 0,44
0,81 1,49 2,53
Menghitung “Prioritas Vektor”
0 , 27 0 , 54 0 , 81 1 , 49 2 , 53
Nilai rata-rata
0,08 0,10 : 0,13 0,27 0,44
=
3,30 5,40 6,23 5.53 6,02
3,30 5,40 6,23 5,52 6,02 = 5,29 (λ max) 5
13
5,29 5 = 0,07 4 0,07 = 0,06 < 10% (dapat diterima) Rasio Konstestensi (CR) = 1,12 Index Konsistensi (IK) =
Tingkat kepentingan → Penyediaan faktor Mendorong permintaan Pengembangan industri terkait Penguatan internal Peran industri
:8% : 10% : 13% : 27% : 44%
Tujuan pengembangan agroindustri kelapa sawit adalah: 1) menumbuhkan dan memberdayakan usaha perkebunan kelapa sawit yang akan memacu aktivitas ekonomi daerah, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, 2) menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk turunannya dan industri pendukung (pupuk, obatobatan dan alsin) dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing CPO dan produk turunannya, 3) membangun kelembagaan kelapa sawit yang kokoh dan mandiri, 4) meningkatkan kontribusi CPO dan produk turunannya dalam pemasukan devisa. Peluang untuk mengembangkan klaster agroindustri kelapa sawit masih terbuka bagi pemerintah daerah Sumatera Selatan terutama ketersediaan lahan, tenaga kerja, teknologi, bibit, tenaga ahli, disamping itu tuntutan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan perlu juga menjadi pertimbangan.
(6%)
11%
(25%) (40%)
(41%)
(8%)
(26%)
(10%)
(20%)
(15%)
(17%)
(13%)
(27%)
(11%)
(10%)
(27%)
(36%)
(9%)
(6%)
institusi (42%)
Gambar-3. Proses AHP (Analytic Hirarchi Process) 14
Hasil perhitungan dengan teknik AHP menunjukkan bahwa yang menjadi prioritas pengembangan klaster agroindustri kelapa sawit masing-masing adalah: Pelaku: masyarakat sekitar(36%), institusi pendukung(27%), industri pendukung(20%), pemerintah(11%), pelaku inti(6%). Faktor pendukung: kondisi infrastruktur ekonomi(40%), kondisi permintaan(35%), keberadaan industri pendukung(15%), kondisi internal(11%) dan institusi pembiayaan(9%). Tujuan pengembangan program: peningkatan nilai tambah produk (41%), peningkatan pendapatan masyarakat(26%), peningkatan daya saing(17%), perluasan kesempatan kerja(10%) dan minimasi pencemaran lingkungan(6%).Strategi pengembangan program: peningkatan institusi pendukung(42), penguatan kondisi internal(27%), pengembangan industri pendukung dan terkait(15%), mendorong potensi permintaan(10%) dan penyediaan faktor-faktor pendung(8%). DAFTAR PUSTAKA Bakar S, 2008. ”Model Strategi Kebijakan Regional Dalam Pengelolaan Irigasi Berkelanjutan”. Disertasi pada IPB-Bogor. Baka La Rianda, 2000. “Rekayasa Sistem Pengembangan Agroindustri Perkebunan Rakyat dengan Pendekatan Wilayah”, Disertasi pada IPB-Bogor. Basdabella S, 2001. ”Pengembangan Sistem Agroindustri Kelapa Sawit dengan Pola Perusahaan Agroindustri Rakyat”, Disertasi pada IPB-Bogor. Brown James G, with Touche Deloitte, 1994. ”Agroindustrial Invesment and Operations”. Economic Development Institute, The Word Bank Washington, D.C. Disperindag, 2004, ”Strategi Industri Perdagangan”, Jakarta.
Nasional,
Departemen
Perindustrian
dan
Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Selatan, 2004.” Laporan Tahunan Perkebunan”. Eriyatno dan Sjofjan B, 2008. ”Metode Penelitian Pascasarjana Untuk Analisa dan Rancangan Kebijakan”.IPB Press, Bogor. Fewidarto, P D, 2000, ”Teknik Optimasi Problema Tak Linier”, Fateta IPB Bogor. Gumbira E, Rachmayanti, Muttaqim ZM, 2001. “Manajemen Teknologi Ghalia Indonesia. Jakarta.
Agribisnis”
Hasbi, 2001. ” Rekayasa Sistem Kemitraan Usaha Pola Mini Agroindustri Kelapa Sawit”. Disertasi pada IPB. Bogor Indrajit, R.E dan R. Djokopranoto. 2002, ”Konsep Manajemen Rantai Supply Chain Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang” Grasindo Jakarta Jatmika Angga, 2006, “Rekayasa Sistem Pengembangan Agroindustri Kelapa Sawit Dengan Strategi Pemberdayaan”, Disertasi pada IPB-Bogor. 15
Naibaho, 2003. ”Teknologi Agroindustri Kelapa Sawit” Balai Riset Kelapa sawit Medan. Nasution M, 2002. ”Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan untuk Agroindustri” IPB Pres. Bogor. Partiwi Gunani Sri, 2007. “Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif Pada Sistem Agroindustri Hasil Laut”, Disertasi, IPB Bogor. Porter, 1980. “ Competitive Strategy : Techniques for Analyzing Industries and Competitors”. With a New Introduction The Free Press. Roelandt and Den Hertag, 1999. ”Boosting Innovation The Cluster Approac”. OECD, Proceedings (Paris). Saaty, T.L,1991. ”Pengambilan keputusan bagi para Pemimpin, Proses; Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam situasi yang Kompleks”, Seri Manajemen no.134, PPM, Jakarta.
16