PREFERENSI MASYARAKAT ......(31):123-131
PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP PEMILIHAN JENIS POHON DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT : Studi Kasus di Desa Paramasan Bawah, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan Oleh/by TITIEN MARYATI Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru
ABSTRACT The purpose of this study was to identify the types of trees that were developed and planted a tree pattern, perception and motivation of households to plant trees and to know the status of land use for agriculture and gardening in the context of food security. Research conducted in the Village Paramasan Bawah, Paramasan District, Banjar Regency. The research was divided into 3 phases of the study was the preparation phase, implementation phase of the research and report preparation. The research was designed using a case study approach as an empirical inquiry that investigates a phenomenon within the context of real life today (Yin, 2002). In general, case studies provide wide access and opportunities for researchers to examine in depth, detailed study, intensive and comprehensive than the social unit. Case studies can provide important information about the relationship between variables and processes that require explanation and a broader understanding. In addition to presenting case study data and findings are very useful as a basis for building the background to the problem of planning a larger study and in-depth in order to develop knowledge (Yin, 1997; Aziz, 2003). Species of trees, which was developed by community of Paramasan Bawah rubber, candles, Cempedak, Rambutan, durian, nangka, jengkol, petai, pampakin, kapul, Tan, cinnamon, mango, teak, mahogany, sungkai, hambawang, lahung, areca nut, hampalam and kangkala. perception of the community to create a picture by entering the type of tree crops based on the acceptance for long-term economic value, because the wood production plants are usually quite long, so strategy by mixing with crops . Keywords : household, case study, crop, tree PENDAHULUAN
Kebijakan pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di luar Jawa merupakan upaya pemerintah membenahi sistem pengelolaan hutan. Dalam konsep KPH, hutan dikelola ke dalam unit-unit manajemen terkecil di tingkat tapak berdasarkan asas kelestarian hutan
dan asas perusahaan agar pengusahaan hutan terselenggara secara berkelanjutan. Realita di Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa di dalam kawasan hutan terdapat masyarakat lokal memanfaatkan hasil hutan dan mengelola lahan hutan.
Jurnal Hutan Tropis Volume 12 No. 31, Edisi Maret 2011
123
PREFERENSI MASYARAKAT ......(31):123-131
Ketergantungan masyarakat lokal terhadap hutan dan lahan hutan merupakan sebuah interaksi yang senantiasa terjadi. Lahan dimanfaatkan oleh masyarakat lokal untuk praktek perladangan bergilir untuk menanam padi. Selain bercocok tanam padi, mereka pun memanfaatkan lahan untuk membangun kebun-kebun yang berisi berbagai jenis pohon. Penanaman pohon merupakan bagian dari budaya masyarakat lokal di Desa Paramasan Bawah, Kecamatan Paramasan Kabupaten Banjar. Masyarakat lokal umumnya bermata pencaharian utama sebagai petani baik sebagai petani ladang maupun menanam berbagai jenis tanaman pohon. Budaya masyarakat lokal dalam memanfaatkan lahan untuk ditanami pepohonan penting untuk dikaji. Mengingat hal ini akan terkait dengan upaya pemerintah untuk menjaga kelestarian fungsi kawasan
hutan produksi. Oleh karena itu kajian tentang persepsi dan motivasi penanaman pohon oleh masyarakat perlu dilakukan. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Analisa data kuantitatif diperlukan untuk mendapatkan deskripsi tentang pola-pola penanaman yang dilakukan oleh masyarakat lokal. Selanjutnya dilakukan analisa data kualitatid yang diharapkan mampu untuk memberikan temuan empiris sebagai jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis-jenis pohon yang dikembangkan dan pola penanaman pohon, mengetahui persepsi dan motivasi rumah tangga terhadap penanaman pohon dan mengetahui status pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam dan berkebun dalam konteks ketahanan pangan.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan studi kasus sebagai suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata masa kini (Yin, 2002). Secara umum studi kasus memberikan akses dan peluang yang luas kepada peneliti untuk menelaah secara mendalam, detail, intensif dan menyeluruh terhadap unit sosial yang diteliti. Studi kasus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antar variabel serta proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yang lebih luas. Selain itu studi kasus dapat menyajikan datadata dan temuan-temuan yang sangat berguna sebagai dasar untuk
membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan mendalam dalam rangka pengembangan ilmu (Yin, 1997; Aziz, 2003). Penelitian dilakukan di Desa Paramasan Bawah, Kecamatan Paramasan, Kabupaten Banjar. Penelitian dibagi ke dalam 3 tahap penelitian yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap penyusunan laporan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yang diperlukan adalah profil desa. Sedangkan data primer yang diperlukan adalah preferensi masyarakat dalam pemilihan jenis dan
Jurnal Hutan Tropis Volume 12 No. 31, Edisi Maret 2011
124
PREFERENSI MASYARAKAT ......(31):123-131
profil kebun yang dikelola. Data tentang preferensi masyarakat dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dan data profil kebun dilakukan dengan
metode survey untuk mengumpulkan informasi jenis pohon, umur kebun, jumlah jenis dalam satu hamparan dan sejarah pendirian kebun.
HASIL DAN PEMBAHASAN Status Penguasaan Lahan
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar lahan yang dikelola tidak dilengkapi dengan hak kepemilikan resmi dari pemerintah. Status kepemilikan hak berdasarkan pada siapa yang pertama kali melakukan pembukaan lahan. Seara yuridis formal status kepemilikan lahan hanya berdasarkan surat keterengan yang ditandatangani Kepala Desa. Status kepemilikan lahan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1. Kondisi ini menimbulkan keresahan tersendiri bagi masyarakat. Apalagi saat ini sedang beredar isu akan masuknya perusahaan perkebunan karet skala besar ke daerah tersebut. Mereka khawatir lahan-lahan yang mereka miliki secara tradisional selama ini akan tergusur karena ketiadaan pengakuan resmi dari pemerintah setempat.
Tabel 1. Prosentase Status Penguasaan Lahan Status Lahan Persentase (%) Surat Keterangan Kades 7 Tanpa Surat 93
Jenis Komoditas
Kayu manis.
Jenis komoditas yang diusahakan di Desa Paramasan Bawah adalah komoditas kehutanan, perkebunan dan pertanian. Berbagai jenis tanaman tersebut antara lain padi, jahe, kacang tanah, pisang, kemiri, durian, rambutan, nangka, cempedak, pampakin, kayu manis, sawit, jati dan karet. Jenis tanaman perkebunan yang diusahakan masyarakat umumnya seragam yakni tanaman karet, kemiri, nangka, rambutan, cempedak, pampakin dan durian. Komoditas tanaman pertanian adalah padi, jahe, cabe dan kacang tanah. Tanaman Kehutanan adalah Jati, Mahoni dan .
Teknik Budidaya Teknik budidaya yang dikembangkan masyarakat adalah kebun campuran dan monukultur. Kebun campuran dengan mengembangkan tanaman perkebunan (karet) dan pertanian (padi, cabe dan jahe). Sedangkan bentuk monukltur diterapkan pada tanaman kemiri, padi, buah-buahan dan kehutanan (Jati, mahoni dan kayu manis). Kebun campuran diterapkan sampai tanaman karet berumur 3 tahun, setelah itu menjadi monokultur Karet
Jurnal Hutan Tropis Volume 12 No. 31, Edisi Maret 2011
125
PREFERENSI MASYARAKAT ......(31):123-131
Luas Lahan Garapan
Hasil penelitian menunjukkan luas lahan yang dimilki masyarakat berkisar antara 0,5-11 ha dengan rata-rata kepemilikan lahan 3,5 ha. Lahan
tersebut sebagian besar untuk komoditas perkebunan dan pertanian. Luas lahan garapan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Lahan Garapan Masyarakat Lokal Luas Lahan Persentase (%) 0 – 2 ha 44,83 3 – 5 ha 31,03 >5 ha 24,14
Integrasi Pohon dalam Sistem Perladangan
Penanaman pohon bagi masyarakat lokal Paramasan Bawah tidak terlepas dari budaya sistem perladangan bergilir yang telah dilakukan sejak para leluhur mereka menempati wilayah desa tersebut. Peneliti cenderung menggunakan istilah perladangan bergilir dibandingkan dengan perladangan berpindah karena sebenarnya praktek perladangan yang dilakukan masyarakat lokal dilakukan dengan suatu pola giliran yang didasarkan pada cara-cara tradisional. Desa Paramasan Bawah ini merupakan representasi pedesaan sekitar hutan yang penduduknya tidak bisa terlepas dari hutan dan hasil dari hutan, termasuk berladang di hutan. Seluruh masyarakatnya beragama Islam, namun dalam kegiatan pertaniannya tidak bisa lepas dari pengaruh budaya pengalaman nenek moyangnya. Salah satu contoh kepercayaan dalam pemilihan lokasi ladang yang baru, mereka masih mempercayai tanda-tanda alam, yaitu apabila ada kayu yang jatuh melintang diantara 2 (dua) dahan pohon yang berbeda, maka mereka tidak akan memilih lokasi tersebut, karena dipercaya akan membawa sial atau tidak beruntung. Tanda alam lainnya adalah adanya tanaman rumput jepang (Zoysia japonica). Tanaman ini
dipercaya jika tumbuh subur dan tingginya melebihi 2 meter, maka lahan yang akan dibuka subur, setidaknya untuk tanaman pertanian selama 2 tahun. Hal ini juga ternyata bisa ditemukan pada masyarakat Suku Dayak Kantu di Kalimantan Barat, mereka menyandarkan tanda-tanda alam melalui burung hutan. Jika dalam pemilihan tempat berladang si petani melihat sarang burung jenis ”nenak” berada di puncak pohon, dan tidak di bagian tengah, maka tahun itu dia akan menolak tempat tersebut dijadikan ladang (Dove yang dikutip oleh Kartasubrata, 2003:150). Perladangan bergilir merupakan praktek bertani yang dilakukan secara tradisional dengan sistem tebang/tebas bakar (slash and burn) yang ditujukan khususnya untuk memproduksi bahan pangan pokok yakni padi. Penanaman pohon itu sendiri dilakukan sebelum menugal (menebarkan benih padi) ataupun setelah menugal. Itu tergantung dari ketersediaan bibit yang ada. Namun penanaman sebelum menebar benih lebih disukai karena dianggap lebih praktis. Masa bera dari lahan yang dikelola untuk menanam padi saat ini minimal 3 tahun. Hal ini didasarkan kondisi vegetasi yang tumbuh di atas lahan yang secara langsung
Jurnal Hutan Tropis Volume 12 No. 31, Edisi Maret 2011
126
PREFERENSI MASYARAKAT ......(31):123-131
menunjukkan kondisi kesuburan lahan. Kondisi vegetasi menjadi indikator kesiapan lahan untuk ditanami padi karena jenis vegetasi itulah yang menjadi sumber dari ketersediaan unsur hara selama proses penanaman padi. Vegetasi yang tumbuh di atas lahan ini tentu saja harus ditebang/tebas terlebih dahulu sebelum dibakar. Abu hasil pembakaran inilah yang menjadi sumber unsur hara bagi tanaman. Sehamparan lahan jika tidak ditanami padi maka akan tumbuh berbagai jenis vegetasi seperti semak belukar dan jenis-jenis tumbuhan pioner seperti kerinyu dan karamunting. Semakin lama lahan tersebut dibiarkan
maka jenis vegetasi akan semakin beragam dan biasanya jenis pohon yang mulai berkembang adalah jenis Alaban (Vitex pubescens) dan Mahang (Macaranga sp). Masa bera minimal 3 tahun berimplikasi terhadap luasan penguasaan lahan dalam sebuah unit rumah tangga. Dengan demikian sebuah keluarga minimal akan memiliki lahan sebanyak 3 hamparan (lubuk). Setiap warga dengan profesi apapun pasti setiap tahunnya melakukan penanaman padi. Karena kegiatan menanam padi cenderung dilakukan sendiri sehingga biaya petani memiliki tabungan padi yang biasanya diletakkan dalam “kindai”.
Diversifikasi Jenis Pohon dalam Kebun
Identifikasi baik jenis pohon yang dikembangkan rumah tangga maupun pola penanaman pohon dilakukan dengan mengidentifikasi kebun-kebun yang dikelola oleh rumah tangga. Hasil identifikasi jenis pohon yang ada di kebun-kebun rumah tangga antara lain karet, kemiri, durian, rambutan, cempedak, nagka, jengkol, petai, pampakin, kapul, langsat, kayu manis, mangga, jati, mahoni, jabon, sungkai, hambawang, lahung, pinang, hampalam dan kangkala. Dilihat dari aspek pemanfaatannya dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu pohon penghasil buah, pohon penghasil kayu, pohon penghasil kullit dan pohon penghasil getah. Jenis-jenis pohon penghasil buah banyak dikembangkan oleh masyarakat, namun dilihat dari aspek luasan tanam masyarakat banyak mengembangkan tanaman Karet sebagai penghasil getah. Frekuensi kehadiran jenis pohon dapat dilihat pada Tabel 3. Rekapitulasi frekuensi kehadiran suatu jenis pohon dalam kebun pada Tabel 3 diperoleh dari jumlah contoh kebun
yang dianalisis sebanyak 65 kebun. Rekapitulasi data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa diantara semua jenis kebun maka karet merupakan jenis yang paling diminati untuk dibudidayakan. Sementara itu untuk pohon penghasil buah yang paling sering muncul adalah Kemiri. Kemiri paling banyak dijumpai pada kebun-kebun tua dengan frekuensi kehadiran 93%. Jenis pohon penghasil kayu yang nampak adalah justru merupakan jenisjenis dari luar yaitu Jati dan Mahoni, sedang jenis Sungkai ada pada kebun berumur tua. Jenis Jati dan Mahoni merupakan jenis yang ditanam pada saat program Social Forestry pada tahun 2003-2005 oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Banjar. Jenis Sungkai kurang diminati masyarakat untuk ditanam padahal jenis ini merupakan jenis lokal yang biasanya ditanam sebagai tanaman pembatas lahan. Berdasarkan kondisi tersebut menunjukkan bahwa jenis pohon yang ditanam dan mendominasi kebun adalah Karet dan Kemiri.
Jurnal Hutan Tropis Volume 12 No. 31, Edisi Maret 2011
127
PREFERENSI MASYARAKAT ......(31):123-131
Tabel 3. Frekuensi Kehadiran Jenis Pohon dalam kebun masyarakat No Jenis Pohon Jumlah kebun (buah) Umur < 3 tahun 3-10 tahun >10 tahun I Penghasil Getah Karet 20 21 14 II Penghasil Buah 1 Kemiri 9 11 13 2 Cempedak 8 10 4 3 Durian 6 8 6 4 Rambutan 4 9 3 5 Langsat 2 6 3 6 Pampakin 3 3 3 7 Nangka 1 2 1 8 Hampalam 1 1 9 Lahung 1 1 10 Kangkala 1 1 11 Jengkol 1 12 Petai 1 13 Hambawang 1 III Penghasil Kayu 1 Jati 11 2 Mahoni 8 3 Sungkai 3 4 Jabon 2 1 IV Penghasil Kulit Kayu Manis 1 5
Pola Penanaman Pohon
Penanaman pohon yang dilakukan oleh penduduk Paramasan Bawah pada umumnya terintegrasi dengan praktek perladangan gilir balik. Pohon dapat ditanam sebelum menebar benih padi atau setelah padi ditanam. Selain padi, tanaman semusim lainnya yang biasanya ditanam bersamaan atau setelah penanaman pohon antara lain Kacang tanah, jagung, ubi jalar, ubi kayu, talas dan jahe. Biasanya setelah
3 tahun, rumah tangga tidak lagi menanam tanaman palawija. Karena tajuk pohon sudah rapat sehingga tidak sesuai lagi untuk pertumbuhan palawija. Berdasarkan identifikasi komposisi jenis pohon dalam kebun, menunjukkan terdapat beberapa pola penanaman pohon yang dikembangkan oleh rumah tangga. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Jurnal Hutan Tropis Volume 12 No. 31, Edisi Maret 2011
128
PREFERENSI MASYARAKAT ......(31):123-131
Tabel 4. Pola Penanaman Pohon dalam Kebun Pola Penanaman Jumlah Kebun (buah) Karet 9 Buah 1 Kemiri 2 Karet-Kemiri 3 Karet-Kemiri-Buah 5 Karet-Kemiri-Kayu 4 Karet-Kemiri-Kayu-Buah 4 Karet-Kemiri-Kayu Manis 1 Karet-Kemiri-Pisang 2 Karet-Pisang 3 Karet-Pisang-Buah 2 Karet-Pisang-Kayu 1 Karet-Pisang-Buah-Kayu 1 Karet-Buah 2 Karet-Buah-Kayu 4 Kemiri-Buah 2 Kemiri-Buah-Kayu 1 Kemiri-Kayu manis-buah 1 Kayu-Buah 3
Pola penanaman yang dikembangkan petani terbagi dua macam yaitu monultur dan polikultur. Sebagian besar mengembangkan pola tanam campuran (polikultur) yang terbagi 5 kelompok yaitu berbasis karet kemiri, berbasis karet pisang, berbasis karetkayu, berbasis kemiri kayu dan berbasis kayu buah. Persepsi terhadap pola penanaman pohon Berdasarkan identifikasi terhadap pola penanaman pohon dalam kebun penduduk, pada umumnya tidak ada yang menerapkan pola monukultur kayu. Hal ini disebabkan pohon penghasil kayu menurut penduduk memiliki pertumbuhan yang relatif lambat hingga mencapai usia siap dipanen, sehingga akan kesulitan bagi mereka untuk mencukupi kehidupan keluarga. Oleh sebab itu mereka cenderung memilih untuk mengembangkan pohon dengan pola campuran, sehingga kontinyuitas hasil akan dapat terjaga. Pola monukutur Karet lebih
diminati warga karena persepsi mereka bahwa karet lebih baik tumbuhnya kalau ditanam tanpa dicampur. Hal yang utama sebetulnya lebih kepada pendapatan yang akan diperoleh kalau karet telah mulai berproduksi, maka dipastikan pendapatan per hari akan bisa diperoleh. Begitu juga dengan pola monultur kemiri dipilih karena pertimbangan ekonomi dan kepastian pasar. Buah kemiri mudah dijual di dalam desa. Pembeli dari kota justru yang mendatangi desa. Motivasi Rumah Tangga terhadap Penanaman Pohon Motivasi responden dalam penanaman pohon dengan berbagai pola tanam seperti yang diuraikan terdahulu pada umumnya sama. Motivasi mereka menanam pohon adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik khususnya kebutuhan primer yang meliputi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Selain itu, motivasi lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan rasa aman terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya di masa datang.
Jurnal Hutan Tropis Volume 12 No. 31, Edisi Maret 2011
129
PREFERENSI MASYARAKAT ......(31):123-131
Tanaman pertanian yang bersifat semusim memang dapat memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat, namun senantiasa diperlukan tenaga dan biaya agar dapat berproduksi. Sementara itu pohon baik penghasil kayu, getah, buah ataupun kulit merupakan tanaman keras berkayu yang dapat diproduksi untuk dimanfaatkan hasilnya dalam jangka
waktu tahunan. Bahkan untuk beberapa jenis pohon dapat dimanfaatkan selama puluhan tahun. Namun demikian pohon seperti getah meskipun dalam umur paling cepat 10 tahun baru bisa dipanen akan tetapi kuntinuitas hasil produksi sebagai jaminan keberlanjutan pendapatan dapat diperoleh untuk tahun-tahun seterusnya.
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN 1. Jenis-jenis pohon yang dikembangkan oleh masyarakat Paramasan Bawah adalah karet, kemiri, durian, rambutan, cempedak, nagka, jengkol, petai, pampakin, kapul, langsat, kayu manis, mangga, jati, mahoni, sungkai, hambawang, lahung, pinang, hampalam dan kangkala 2. Pola penanaman yang dikembangkan masyarakat berupa pola monokultur dan polikultur (campuran). Pola monokultur yang dibudidayakan adalah penanaman Karet dan Kemiri, sedangkan pola campuran merupakan kombinasi antar jenis berbasis karet-kemiri, karet-pisang, karetbuah dan kemiri-kayu. 3. Persepsi masyarakat untuk mengembangkan pola tanaman dengan memasukkan jenis pohon didasarkan pada pertimbangan penerimaan nilai ekonomi untuk jangka panjang, karena masa berproduksi
tanaman kayu cenderung relatif lama, sehingga dibuat strategi dengan mencampur dengan tanaman palawija 4. Motivasi masyarakat untuk penanaman pohon adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik dan pemenuhan kebutuhan rasa aman. Pohon dapat memberikan hasil sebagai salah satu sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan fisik. Hasil dari pohon dirasakan sebagai tabungan yang dapat menjamin kebutuhan di hari tua ketika tenaga sudah tidak mampu lagi bekerja keras . SARAN Dalam pengembangan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) hendaknya pemerintah memperhatikan pola-pola tradisional yang telah dikembangkan masyarakat. Masyarakat masih perlu dibekali tentang penguasaaan budidaya pohon yang lebih baik dan kepastian pasar yang jelas.
Jurnal Hutan Tropis Volume 12 No. 31, Edisi Maret 2011
130
PREFERENSI MASYARAKAT ......(31):123-131
DAFTAR PUSTAKA Awang, San Afri, Heri Santoso, Wahyu Tri Widayanti, Yuli Nugroho, Kustomo, Sapardiono, 2001. Gurat Hutan Rakyat di Kapur Selatan. Penerbit Debut Press, Yogyakarta. Benyamine, Hamdan Eko (2004). Pengetahuan dan Teknologi Lokal dalam Pertanian Berladang di Desa Belimbing Lama Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Thesis. Unpublished. Pascasarjana UNLAM, PS Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Banjarbaru Dewi, Indra S. (2009), Kelestarian Hutan Rakyat untuk Kurangi Dampak Perubahan Iklim. Internet:
[email protected]. Djajapertjunda, Sadikin, 2003. Mengembangkan Hutan Milik di Jawa. Penerbit Alqaprint, Jatinangor, Jawa Barat.
Jakarta. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pusaka, 2003:728, Jakarta Karjono, 2007. Diskusi tentang Program Hutan Rakyat di Indonesia. Diskusi dilakukan di Ruang Kerja Kantor Bagian Hutan Rakyat. Dirjen RLPS, Departemen Kehutanan, November 2007, Jakarta. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Moran,
Emilio F., 1983. Human Adaptability: An Introduction to Ecological Anthropology. Duxbury, Press. North Scituate, Massachusetts
Munggoro, Dani Wahyu, 2001. Hutan Kemasyarakatan: Prinsip, Kriteria dan Indikator. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Dwiprabowo, Harivatno dan Hendro Prahasto, 2005. Alokasi Penggunaan Lahan di Daerah Aliran Sungai dan Prospek Hutan Rakyat dalam Awang, San Afri (Editor), 2005. Petani. Ekonomi dan Konservasi: Aspek Penelitian dan Gagasan. Seri Bunga Rampai Hutan Rakyat. Penerbit DebutPress, Jogyakarta.
Sardjono, Mustofa Agung, 2004. Mosaik Sosiologis Kehutanan: Masyarakat Lokal, Politik dan Kelestarian Sumberdaya, Penerbit DEBUT Press, Jogjakarta.
Iskandar, Untung. 2001. Kehutanan Menapak Otonomi Daerah. Penerbit Debut Press,Yogyakarta.
Suharjito, Didik, Nurheni, Dudung Darusman, 2000. Karakteristik Pengelolaan Hutan Berbasiskan Masyarakat. Pustaka Kehutanan Masyarakat, Bogor.
Islamy,
Irfan (2009). Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Penerbit Bumi Aksara,
Soemarwoto, Otto, 1997. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djembatan, Jakarta.
Jurnal Hutan Tropis Volume 12 No. 31, Edisi Maret 2011
131
PREFERENSI MASYARAKAT ......(31):123-131
Jurnal Hutan Tropis Volume 12 No. 31, Edisi Maret 2011
26